Prosiding Seminar Nasional TEKNOIN 2014
ISBN 978-602-14272-1-7
161
Evaluasi Beban Kerja Mental Dengan Subjective
Workload Assessment Technique (Swat) Di PT. Air
Mancur
Etika Muslimah, Cita Zulfa Rokhima, Akhmad Kholid Alghofari
Jurusan Teknik Industri Fakultas TeknikUniversitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura 57102 Telp. 0271 717417 E-mail: etika.muslimah@ums.ac.id, etika_muslimah@yahoo.com
AbstrakBeban kerja merupakan salah satu faktor penting dalam pekerjaan. Beban kerja dapat berupa beban fisik dan mental. Pembebanan terhadap seorang pekerja harus memperhatikan pada kemampuan dan keterbatasan pekerja tersebut. Hal itu dibutuhkan untuk menghindari pembebanan pekerjaan yang berlebihan pada pekerja. Penelitian ini akan mengevaluasi beban kerja mental yang diterima pekerja di PT. Air Mancur bagian pengemasan. Bagian pengemasan merupakan salah satu bagian yang pekerjaannya dilakukan secara manual, sehingga menyebabkan sering terjadi kesalahan dalam pekerjaan ini. Hal itu terjadi karena pekerja merasa jenuh dengan kegiatan yang dilakukan beruang-ulang dan monoton yang menyebabkan kebosanan. Pekerjaan dilakukan dalam durasi waktu yang lama yaitu 1 shift kerja (8 jam). Berdasarkan permasalahan tersebut maka evaluasi terhadap beban kerja mental ini diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur beban kerja mental yang dialami oleh pekerja bagian pengemasan. Metode evaluasi yang digunakan metode SWAT (Subjective Workload Assessment Technique). Metode ini menganalisis beban mental berdasarkan pada tiga dimensi atau faktor yaitu beban waktu (time load), beban mental (mental effort), dan beban psikologis (psychological stress load).pengukuran dilakukan dalam 2 shift yang berbeda yaitu shift pagi dan sore. Hasil penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa beban kerja mental shift pagi diperoleh rata-rata sebesar 64,81 dan shift sore adalah 66,67. Hasil tersebut menunjukkan bahwa beban kerja mental tersebut termasuk dalam kategori tinggi. Berdasarkan hasil evaluasi dengan SWAT tersebut maka dapat dikatakan bahwa beban kerja mental yang diterima pekerja tinggi sehingga menjadi salah satu penyebab seringnya terjadi kesalahan.
Kata Kuncievaluasi; beban kerja; mental; kesalahan; SWAT
I. PENDAHULUAN
Beban kerja mental merupakan sebuah indikator tentang jumlah perhatian atau tuntutan mental yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Dalam pengukurannya, beban kerja mental dapat diklasifikasikan atas dasar pengukuran secara obyektif dan subyektif. Pengukuran secara obyektif dilakukan dengan pengukuran denyut jantung, kedipan mata, dan ketegangan otot.
Sedangkan pengukuran secara subyektif didasarkan pada persepsi para pekerja. Tarwaka dkk (2004) menyatakan bahwa penilaian beban kerja mental tidak semudah menilai beban kerja fisik. Pekerjaan yang bersifat mental sulit diukur melalui perubahan fungsi tubuh.
Pengukuran beban kerja mental dapat dilakukan dengan metode pengukuran subjektif. Dalam penelitiannya, Widyanti (2009) menjelaskan bahwa Metode pengukuran beban kerja secara subjektif merupakan pengukuran beban kerja mental berdasarkan persepsi subjektif responden/pekerja.
Metode Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) merupakan salah satu metode pengukuran beban mental. Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Gary
Reid dari Divisi Human Engineering pada Amstrong
Laboratory, Ohio USA. SWAT digunakan untuk
menganalisis beban kerja yang dihadapi oleh seseorang yang harus melakukan aktivitas baik merupakan beban kerja fisik ataupun mental yang muncul akibat meningkatnya kebutuhan akan pengukuran subyektif yang dapat digunakan dalam lingkungan yang sebenarnya. SWAT memberikan penskalaan subyektif yang sederhana dan dilakukan untuk mengkuantitatifkan beban kerja dari aktivitas yang harus dilakukan oleh pekerja. SWAT. mempertimbangkan 3 dimensi pengukuran
Tiga dimensi tersebut menurut Reid (1989) adalah:
a. Time Load
Menunjukkan jumlah waktu yang tersedia dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas. Hal ini berkaitan sangat erat dengan analisis batas waktu untuk mengetahui apakah subjek dapat menyelesaikan tugasnya dalam rentang waktu yang telah ditentukan. Tingkatan deskriptor beban waktu dalam SWAT, adalah sebagai berikut:
1. Selalu mempunyai waktu lebih. Interupsi atau overlap diantara aktivitas tidak terjadi atau jarang terjadi.
Prosiding Seminar Nasional TEKNOIN 2014
ISBN 978-602-14272-1-7
162
3. Tidak mempunyai waktu lebih. Interupsi atau overlap diantara aktivitas sering terjadi atau selalu terjadi.
b. Mental Effort Load
Menduga atau memperkirakan seberapa banyak usaha mental dalam perencanaan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas. Jika beban usaha mental rendah, konsentrasi dan perhatian yang dibutuhkan untuk melakukan suatu aktivitas rendah. Dan jika beban usaha mental ini meningkat, konsentrasi dan perhatian meningkat pula. Adapun tingkatan deskriptor beban usaha mental dalam SWAT, yaitu:
1. Kebutuhan konsentrasi dan usaha mental sadar sangat kecil. Aktivitas yang dilakukan hampir otomatis dan tidak membutuhkan perhatian. 2. Kebutuhan konsentrasi dan usaha mental sadar
sedang. Kerumitan aktivitas sedang hingga tinggi sejalan dengan ketidakpastian, ketidakmampu prediksian dan ketidak kenalan. Perhatian tambahan diperlukan.
3. Kebutuhan konsentrasi dan usaha mental sadar sangat besar dan diperlukan sekali. Aktivitas yang kompleks dan membutuhkan perhtaian total.
c. Psychological Stress Load
Mengukur jumlah risiko, kebingungan, frustasi yang dihubungkan dengan performansi atau penampilan tugas. Pada tingkat stress rendah, orang cenderung rileks. Seiring dengan meningkatnya stress, terjadi pengacauan konsentrasi terhadap aspek yang relevan dari suatu pekerjaan yang lebih disebabkan oleh faktor individual subjek, yaitu motivasi, kelelahan, ketakutan, tingkat keahlian, suhu, kebisingan, getaran, dan kenyamanan. Sebagian besar dari faktor ini mempengaruhi performansi subjek secara langsung jika merekan sampai pada tingkatan yang tinggi. Tingkatan deskriptor beban psikologis dalam SWAT adalah:
1. Kebingungan, resiko, frustasi atau kegelisahan dapat diatasi dengan mudah.
2. Stress yang muncul dan berkaitan dengan
kebingungan, frustasi, dan kegelisahan menambah beban kerja yang dialami. Kompensasi tambahan perlu dilakukan untuk menjaga performansi subjek. 3. Stress yang tinggi dan intens berkaitan dengan kebingungan, frustasi, dan kegelisahan. Membutuhkan pengendalian diri yang sangat besar.
Mustafa (2011) mengatakan prosedur penerapan metode SWAT ada dua tahapan. Yang pertama adalah tahap penskalaan (Scale Development) dan kedua adalah tahap penilaian (Event Scoring). Langkah pertama dengan dilaksanakannya pengurutan waktu. Responden akan diberi 27 kartu yang merupakan kombinasi dari ketiga persepsi beban mental dalam SWAT, yaitu Time Load, Mental Effort
Load, Psychological stress load. 27 kartu kombinasi
tingkatan beban kerja mental diurutkan berdasar persepsi yang telah dipahami oleh responden. Selanjutnya, data hasil
pengurutan ditransformasikan ke dalam sebuah skala interval dari beban kerja dengan range 0 – 100. Beban mental yang dialami responden rendah jika skala SWAT berada pada range 0 – 40, keadaan moderat jika skala SWAT pada range 41 – 60, beban mental tinggi jika skala pada range 61 – 100. Sedangkan dalam tahap penilaian, aktivitas akan dinilai dengan menggunakan rating 1 sampai 3 yaitu rendah, sedang, dan/atau tinggi. Rating tersebut digunakan untuk setiap tiga dimensi yang ada. Adapun nilai skala yang berkaitan dengan kombinasi tersebut yang telah didapatkan dalam tahap penskalaan, kemudian dipakai sebagai nilai beban kerja untuk aktivitas yang bersangkutan.
II. METODE
Metode SWAT yang digunakan terdiri dari beberapa tahapan yaitu (Gary: 1996):
1. Tahap Penskalaan (Scale Development)
Data yang diperoleh dari tahap pengurutan kartu, kemudian dilakukan analisa data seperti berikut: a) Prototyping dan Analisa Kendall’s Coefficient of
Concordance
Prototyping adalah proses stratifikasi responden dalam kelompok yang homogen berdasarkan pada persepsi mengenai kepentingan relatif terhadap tiga dimensi utama dalam SWAT, yaitu beban waktu(time load), beban mental (mental effort load), beban psikologis (psychological stress load).
b) Axiom Test
Axiom Test digunakan untuk menguji model aditif dan kekonsistensian terhadap pengurutan kartu. Tes axiom akan di uji tiga sifat dasar dari model aditif, yaitu independensi, penggagalan ganda, dan independensi gabungan.
2. Tahap Penilaian (Event Scoring)
Dalam tahap penilaian ini, dicari model apa yang sesuai untuk metode penskalaan, berdasarkan syarat-syarat yang terpenuhi dengan menggunakan salah satu dari 3 metode yang ada, yaitu Group Scalling Solution (GSS), Prototyped Scalling Solution (PSS), Individual Scalling Solution (ISS). Hasil dari pemberian rating oleh responden disesuaikan dengan skala SWAT yang dihasilkan pada tahap penskalaan (Scale Development).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Kegiatan Pengemasan
Proses 1
Mengambil kemasan kecil produk madurasa yang sudah jadi
Mencuci kemasan kecil produk madurasa yang sudah jadi
Memasukkan kemasan kecil produk madurasa ke dalam konveyor
Proses
Prosiding Seminar Nasional TEKNOIN 2014
ISBN 978-602-14272-1-7
163
ke dalam kardus kecil
Meletakkan kardus kecil yang telah di isi madurasa ke konveyor
Proses 3
Mengambil kardus kecil yang telah di isi madurasa
Menimbang kardus kecil yang telah di isi madurasa
Membawa kardus-kardus kecil tersebut ke ruang penyimpanan
Tabel 2. Nilai Korelasi
Subjek Nilai Korelasi Prototyping
TES TSE ETS EST SET STE
1 0.90 0.89 0.79 0.80 0.83 0.75 T
2 0.86 0.95 0.84 0.81 0.77 0.76 T
3 0.72 0.78 0.81 0.82 0.85 0.77 S
4 1,00 0.92 0.82 0.83 0.86 0.78 T
5 0.89 0.93 1.00 0.94 0.78 0.73 E
6 0.95 0.97 0.99 0.85 0.88 0.80 E
7 0.95 0.98 0.85 0.82 0.87 0.81 T
8 1.00 0.96 0.70 0.75 0.90 0.82 T
9 0.98 0.97 0.87 0.88 0.91 0.83 T
10 0.72 0.67 0.82 0.77 0.79 0.84 S
11 0.90 0.99 0.81 0.88 0.70 0.74 T
12 0.97 0.90 0.77 0.83 0.94 0.92 T
13 0.90 1.00 0.91 0.89 0.95 0.87 T
14 1.00 0.91 0.66 0.70 0.75 0.77 T
15 1.00 0.88 0.93 0.90 0.74 0.79 T
16 0.79 0.83 1.00 0.95 0.91 0.90 E
17 0.88 0.80 0.65 0.70 0.75 0.71 T
18 0.83 0.77 0.96 0.95 0.68 0.60 E
19 0.77 0.81 0.70 0.78 0.98 0.93 S
20 0.83 0.80 0.54 0.65 0.60 0.67 T
21 0.70 0.77 0.65 0.61 0.59 0.64 T
22 1.00 0.84 0.72 0.75 0.80 0.89 T
23 0.93 0.98 0.90 0.88 0.81 0.85 T
24 0.89 0.92 0.81 0.78 0.90 0.86 T
25 1.00 0.95 0.59 0.66 0.79 0.88 T
26 0.94 1.00 0.89 0.80 0.77 0.84 T
27 0.72 0.80 0.96 0.89 0.90 0.83 E
28 0.64 0.70 0.75 0.69 0.77 0.85 S
29 0.79 0.83 0.74 0.80 0.94 0.87 S
30 0.66 0.73 0.59 0.64 0.87 0.80 S
31 0.98 0.90 0.70 0.63 0.71 0.66 T
32 0.94 1.00 0.87 0.79 0.82 0.74 T
33 0.79 0.86 0.80 0.73 0.77 0.70 T
34 1.00 0.92 0.74 0.83 0.80 0.87 T
35 0.80 0.73 0.88 0.95 0.81 0.70 E
Hasil pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT, pada tahap Scale Development, pengukuran shift pagi diperoleh nilai Kendall’s Coeficient of Concordance (W) sebesar 0.90 dan shift sore sebesar 0.93 . Ini menyatakan bahwa metode yang digunakan yaitu solusi penskalaan data kelompok (Group Scalling Solution) dengan indeks kesepakatan dalam penyusunan kartu diantara subyek/responden relatif sama dan homogen. Hasil korelasi menunjukkan bahwa subjek/pekerja lebih cenderung ke dalam faktor waktu (Time Effort). Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor waktu menjadi faktor yang paling penting dalam pekerjaan tersebut, jika dibandingkan dengan faktor mental (Mental Effort) ataupun faktor stress (Physiological Stress)
Prosiding Seminar Nasional TEKNOIN 2014
ISBN 978-602-14272-1-7
164
Tabel 3. Skor SWAT shift Pagi
Tabel 4. Skor SWAT Shift Sore
Berdasarkan pada tabel 3 dan 4 di atas dapat diketahui rata-rata beban kerja para operator pengemasan PT. Air Mancur umtuk shift pagi adalah 64,81 dan shift sore adalah 66,67. Berarti, menyatakan bahwa beban kerja mental tersebut termasuk dalam kategori tinggi, karena nilai SWAT untuk beban kerja mental tersebut berada dalam rating 60 sampai 100. Jika dibandingkan, skor SWAT shift sore lebih
tinggi daripada shift pagi. Hal ini dikarenakan para pekerja shift sore sudah lelah, dan kecenderungan manusia waktu sore dan malam hari adalah untuk istirahat.
Responden
No T E S Rating SWAT Skor Responden No T E S Rating SWAT Skor 1 3 2 2 83.3 19 2 2 2 50 2 2 2 2 50 20 2 2 2 50 3 2 2 2 50 21 3 2 3 87.5 4 3 2 3 87.5 22 3 3 3 100 5 2 2 3 53.2 23 2 2 2 50 6 2 3 2 61.5 24 2 2 2 50 7 2 2 2 50 25 3 3 3 100 8 2 2 2 50 26 3 3 3 100 9 2 2 2 50 27 2 2 2 50 10 3 3 3 100 28 2 2 2 50 11 2 2 2 50 29 2 2 2 50 12 2 2 2 50 30 2 2 2 50 13 3 2 2 83.3 31 2 2 3 53.2 14 2 2 2 50 32 3 3 3 100 15 2 3 3 65.4 33 3 3 3 100 16 2 2 2 50 34 3 3 3 100 17 3 3 3 100 35 2 2 2 50 18 2 2 2 50 RATA-RATA 64,81
Responden
Prosiding Seminar Nasional TEKNOIN 2014
ISBN 978-602-14272-1-7
165
IV. KESIMPULAN
1. Berdasarkan skor SWAT maka didapatkan skor untuk shift pagi sebesar 64,81 dan shift sore 66,67, tergolong dalam kategori beban kerja yang tinggi.
2. Hasil prototype correlations and kendall’s analysis, seluruh responden terlihat cenderung dalam aspek waktu (time effort) dalam aspek beban kerjanya. 3. Terdapat pengaruh yang signifikan pada hasil
pengukuran beban kerja baik fisik maupun mental untuk setiap shiftnya. Untuk beban kerja fisik, yang paling tinggi bebannya adalah shift pagi. Sedangkan utuk beban kerja mental, yang paling tinggi bebannya adalah shift sore.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Pratiwi Indah, Muslimah Etika, Mustafa Wahid. 2011. ”Analisis Beban Kerja Fisik Dan Mental Pada Pengemudi Bus Damri Di Perusahaan Umum Damri UBK Surakarta Dengan Metode
Subjective Workload Assessment Technique (SWAT)”. Teknik
Industri UMS. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Surakarta.
[2]. Reid, Gary. 1989. “Subjective Workload Assessment Technique
(SWAT): A User’s Guide (U)”. Armstrong Aerospace Medical
Research Laboratory: Ohio.
[3]. Tarwaka, Solichul Hadi. 2004. ”Ergonomi, Untuk Keselamatan,
Kesehatan Kerja dan Produktivitas”. UNIBA PRESS : Surakarta.
[4]. Widiyanti, Ari, dkk. 2009. “Pengukuran Beban Kerja Mental Dalam Searching Task Dengan Metode Rating Scale Mental Effort
(RSME)”. Teknik Industri UNDIP. Prosiding Seminar Nasional