• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Spesies Nematoda Puru Akar Meloidogyne spp. pada Tanaman Tomat di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Spesies Nematoda Puru Akar Meloidogyne spp. pada Tanaman Tomat di Sumatera Utara"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adiyoga W., R Suherman., TA Soetiarso., B Jaya., BK Udiarto., R Rosliani., D Mussajad. 2004 . Laporan Akhir Profil Komoditas Tomat. Pusat Penelitian Pengembangan Hortikultura Departemen Pertanian.

Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Edisi kelima. New York: Academic Press. Appleman L. 2003. Screening for Root Knot Nematode (Meloidogyne hapla)

Using Lettuce. J. Undergraduate Research 6 : 1-3.

Decker H. 1988. Plant Nematology and Their Control (Phytonematology). Indira K, penerjemah. New Delhi (IN): EJ Brill. Terjemahan dari: Phytonematologie (Biologie und Bekaempfung Pflanzenparasitaerer Nematoden).

Dropkin V. 1991. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Edisi kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Eisenback JD. 2003. Nematology Laboratory Investigations Morphology and Taxonomy. USA: Departement of Plant Pathology, Physiologi, and Weed Science. Virginia Polytechnic Institute & State University.

Eisenback JD., H Hirschman., JN Sasser., AC Triantaphyllou. 1981. A Guide to

the Four Most Common Species of Root-Knot Nematodes (Meloidogyne spp.), with A Pictural Key. Cooperative Publication

Departement of Plant Pathology. North Carolina State University and U.S Agency International Development, Washington D.C, North Carolina State University Graphics.

Eisenback JD., Triantaphyllou HH. 1991. Root-Knot Nematode: Important Nematode Parasite. Dalam: Kinloch RA, Barker KR, Pederson GA, Windham GL, editor. Plant and Nematode Interactions. USA: ASA, CSSA, SSA, Publishers.

Esbenshade PR., Triantaphyllou AC. 1990. Isozyme Phenotypes For The Identification Of Meloidogyne Species. J. Nematol 22:10-15.

Esfahani MN. 2009. Distribution and Identification of Root Knot Nematode Species in Tomato Fields. Mycopath 7 (1) : 45-49.

Ferris H, van Gundy. 1979. Meloidogyne Ecology and Host Interrelationship. Dalam: Lamberti F, Taylor CE “editor”. Root-knot Nematodes

(Meloidogyne spesies). Systematic, Biology, and Control. London (UK).

(4)

Hanindita N. 2008. Analisis Ekspor Tomat Segar Indonesia. MB, Institut Pertanian Bogor.

Jayanti W. 2011. Identifikasi Spesies Nematoda Puru Akar (Meloidogyne Spp.) Pada Umbi Kentang Asal Pangalengan dan Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Kurniawan W. 2010. Identifikasi penyakit umbi bercabang pada wortel, Daucus

carota (L.) di Indonesia. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Lamberti F & Taylor CE. 1979. Root Knoot Nematodes Biology and Control. Academic Press, London.

Luc M., Sikora RA & Bridge J. 1995. Plant Parasitic Nematodes in Subtropical and Tropical Agricultural. Edisi kedua. USA: CABI Publishing.

Marwoto B. 1994. Pengendalian Nematoda Bengkak Akar (Meloidogyne spp) Secara Terpadu pada Tanaman Tomat. Balai Penelitian Hortikultura Lembang, Bandung. Hal 96-97.

Mulyadi. 2009. Nematologi Pertanian. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Pradika RG. 2012. Identifikasi Spesies Nematoda Puru Akar Penyebab Umbi Bercabang Pada Wortel (Daucus Carota L.) Di Wilayah Kabupaten Semarang Dan Magelang, Jawa Tengah. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Semangun H. 2006. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Southey JF. 1978. Plant Nematology. London: A.D.A.S Plant Pathology Laboratory, Harpenden.

Taher M. 2012. Identifikasi Jenis Meloidogyne Spp., Penyebab Penyakit Umbi Bercabang Pada Wortel, Daucus Carota (L.) Di Jawa Tengah. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Taylor AL, Sasser JN, Nelseon LA. 1982. Relationship of Climate and Soil Characteristics to Geographical Distribution of Meloidogyne Species in Agricultural Soil. Cooperative publication Departemen of Plant Pathology. North Carolina State University and U.S. Agency International Development, Washington D.C., north Carolina State University Graphics.

Thomas SH., Schroeder J., Murray LW. 2004. Cyperus Tubers Protect

(5)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian + 25 meter dpl mulai bulan Juni– September 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah akar tomat yang berpuru, aquades, glyserin, HCl, klorox 5%, lactofenol cotton blue, kutek bening, dan asam laktat 45%.

Alat yang digunakan adalah mikroskop cahaya, mikroskop stereo, objek glass, pipet, skapel, jarum pancing nematoda, cooling box, termomether, GPS, pisau, plastik bening, label, pulpen, dan buku data.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode survei dengan cara mengamati langsung di lapangan tanaman tomat yang terserang nematoda, lalu sampel yang diduga terserang nematoda diambil untuk diamati di laboratorium.

Pelaksanaan Penelitian Pemilihan Lokasi

(6)

Tappe-Tappe, Tiga Raja, Bandar Raya, Saribu Dolok), Kab. Karo (Desa Perbatuan dan Desa Dokan) dan mengambil 5 titik dalam satu lokasi.

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada lokasi terpilih dilakukan dengan purposive

sampling yaitu dengan mengambil akar tomat yang menunjukkan gejala berpuru

sebanyak 5 sampel dari setiap lokasi pengambilan sampel. Setiap sampel dimasukkan dalam plastik bening dan diberi label yang dituliskan lokasi kebun dan varietas tomat yang ditanam. Sampel diletakkan dalam cooling box. Sebagai informasi tambahan diambil juga data ketinggian tempat, koordinat lahan, suhu tanah, cara budidaya tomat di lahan tersebut.

Pewarna Paket Telur

Akar tomat yang diduga terinfeksi nematoda direndam dalam larutan

Phloxine B dengan konsentrasi 0,1% selama 15 menit lalu dibilas dengan air

mengalir. Perendaman jaringan tomat ini bertujuan untuk mengamati paket telur nematoda dan gejala infeksi nematoda berupa nekrosis. Paket telur dari nematoda

akan berwarna kemerahan karena massa gelatinus menyerap Phloxine B (Jayanti, 2011).

Pembuatan Preparat Nematoda

Nematoda betina yang terdapat dalam jaringan akar dicongkel perlahan dan dipindahkan ke kaca preparat yang telah berisi lactofenol cotton blue.

Pembuatan Preparat Sidik Pantat

(7)

objek lain dengan ditetesi setetes laktophenol blue. Gelas penutup direkat kutek kuku. Identifikasi dilakukan dengan pengamatan pola perineal dari Meloidogyne betina di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x.

Identifikasi Spesies Nematoda

Identifikasi spesies berdasarkan ciri khusus pada pola perineal

Meloidogyne betina menggunakan kunci identifikasi dalam “Nematology

Laboratory Investigations Morp hology and Taxonomy” J.D Eisenback tahun 2003.

Gambar 6. Perbedaan pola sidik pantat M. arenaria (A), M. hapla (B),

M. incognita (C), dan M. javanica (D) (sumber: Eisenback et al., 1981)

Peubah Amatan

Frekuensi Kehadiran (%)

Frekuensi kehadiran penyakit dari setiap lokasi sampel dihitung dengan rumus :

Jumlah sampel yang terinfeksi

Frekuensi Kehadiran = x 100% Total sampel

(Esfahani, 2009). Jumlah Bintil Akar

Bintil akar dihitung dengan melihat banyaknya bintil yang terdapat pada akar tomat. Jumlah bintil akar dihitung untuk menentukan tingkat keparahan penyakit.

B

(8)

Indeks Gall (GI) ditentukan pada skala berikut: 0 = 0, 1 = 1-2, 2 = 3-10, 3 = 11-30, 4 = 31-100 dan 5 = lebih besar dari 100 gall per sistem akar (Esfahani, 2009).

Jumlah Paket Telur

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Gejala Penyakit

Tanaman yang terinfeksi NPA dapat dilihat dari gejala tanaman di lapangan seperti tanaman yang kerdil, klorosis, cabang atau ranting tanaman jarang, daun menguning dan layu kemudian tanaman akan mati. Gejala infeksi nematoda pada bagian atas tanaman berupa ukuran batang yang kerdil, daun menguning dan diikuti layunya tanaman pada siang hari. Hal ini disebabkan pertumbuhan tanaman yang melambat dan tingkat infeksi yang tinggi. Terganggunya jaringan tanaman mengakibatkan tanaman sulit berkembang hingga terhentinya pertumbuhan tanaman.

(10)

Gambar 6. Akar yang terinfeksi NPA

Permukaan akar yang tidak rata akibat infeksi nematoda menyebabkan penampakkan fisik akar tersebut tidak baik. Benjolan-benjolan yang terdapat pada akar diakibatkan oleh infeksi nematoda betina yang berada di dalam jaringan akar. Terdapat akar yang mengalami kerusakan fisik yang parah dan menyebabkan permukaan akar tidak rata. Benjolan atau puru akibat infeksi nematoda tersebar hampir pada seluruh permukaan akar tomat. Ukuran dan bentuk dari setiap akar berbeda, hal ini dapat diakibatkan perbedaan kerapatan nematoda dan spesies yang menginfeksi akar.

2. Frekuensi Kehadiran Penyakit di Lapangan

Berdasarkan survei yang telah dilakukan di 13 lokasi yang berbeda di beberapa kabupaten di Sumatera Utara, ditemukan kehadiran penyakit sebesar 100% dari sampel di setiap lokasi pengambilan sampel (Tabel 1). Hal ini menunjukkan sampel tanaman tomat di 13 lokasi tersebut telah terinfeksi

Meloidogyne.

(11)

Tabel 1. Frekuensi Kehadiran Penyakit di Lapangan

Lokasi

Suhu Tanah

(0C)

Frekuensi Kehadiran Penyakit

(%)

Sirogos 21 100

Sosor Gonting 22 100

Lobu Tua 20.5 100

Bangun 23 100

Pancur Nauli 21.5 100

Laehole 22 100

Simpang Bage 21 100

Tappe-Tappe 20 100

Tiga Raja 20.5 100

Bandar Raya 19 100

Saribu Dolok 20 100

Perbatuan 20.5 100

Dokan 21 100

Frekuensi kehadiran penyakit 100% di setiap lokasi pengambilan sampel menunjukkan bahwa serangan Meloidogyne spp yang tinggi dan merata di semua lokasi pertanaman tomat di Sumatera utara. Meloidogyne terdeteksi positip pada semua sampel yang diambil dari lokasi yang berbeda-beda. Kehadiran penyakit

ini dipengaruhi oleh sistem budidaya, cara pengolahan tanah yang dilakukan oleh

petani, kondisi lingkungan yang berbeda, ketinggian tempat yang berbeda, dan

suhu tanah.

Persentase kejadian penyakit menggambarkan tingkat infeksi oleh

Meloidogyne spp. Populasi akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kerusakan di

(12)

penyakit menggambarkan tingkat infeksi oleh Meloidogyne spp. Faktor yang mempengaruhi tingkat infeksi oleh nematoda antara lain sistem budidaya dan cara olah tanah. Faktor lain seperti suhu, pH tanah dan kelembaban berpengaruh terhadap biologi, populasi, dan persebaran dari setiap spesies Meloidogyne spp. Populasi akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kerusakan di lapangan.

Di Kabupaten Humbang Hasundutan pertanian masih banyak monokultur dan jarang melakukan rotasi tanaman. Terdapat petani yang melakukan tumpang sari tetapi dengan tanaman yang rentan terinfeksi NPA misalnya tumpang sari tanaman tomat dengan kentang, tomat dengan cabai dan tomat dengan sayur kubis dan cabai sekaligus. Hal ini tidak jauh berbeda dengan cara budidaya petani tomat di Kabupaten Simalungun dan Karo. Pada lokasi kejadian penyakit di Kabupaten Dairi tidak ditemukan petani yang melakukan tumpang sari tetapi melakukan rotasi tanaman. Di lokasi ini juga masih sedikit petani yang bercocok tanaman tomat. Kondisi ini mempengaruhi keberadaan dan penyebaran NPA yang terdapat di lokasi pengambilan sampel. Pengetahuan petani tentang pengendalian nematoda yang masih sedikit menjadi salah satu faktor tingginya tingkat kehadiran penyakit di lokasi tersebut.

3. Keberadaan Puru dan Paket Telur NPA dalam Jaringan Tanaman

(13)

Raja dan desa Perbatuan yaitu sebanyak 12 atau pada skala 3. Sedangkan di daerah Kabupaten Dairi dan desa Tappe-Tappe Simalungun tidak ditemukan adanya paket telur (Tabel 2).

Tabel 2. Jumlah Puru dan Jumlah Paket Telur

Kabupaten Desa Jumlah Puru Jumlah Paket Telur Indeks Gall (GI) Indeks Massa Telur (EMI) Humbang Hasundutan Kec. Dolok Sanggul

Sirogos 93 23 4 2

Sosor Gonting

79 2 4 1

Lobu Tua 120 5 5 2

Dairi Kec. Parbuluan

Bangun 167 0 5 0

Pancur Nauli

80 0 4 0

Laehole 42 0 4 0

Simalungun Kec. Pematang

Silima Kuta

Simpang Bage

60 5 4 2

Tappe-Tappe

82 0 4 0

Tiga Raja 68 12 4 3

Simalungun Kec. Silima

Kuta

Bandar Raya

36 2 4 1

Saribu Dolok

33 5 4 2

Karo Kec. Merek

Perbatuan 126 12 5 3

Dokan 110 6 5 2

∗ Indeks Gall (GI) ditentukan pada skala : 0 = 0, 1 = 1-2, 2 = 3-10, 3 = 11-30, 4 = 31-100 dan 5 = lebih besar dari 100 gall per sistem akar.

(14)

Indeks gall (GI) dan indeks massa telur (EMI) berada pada skala 2 dengan kisaran 3-10 paket telur menunjukkan jumlah puru dan paket telur pada kategori rendah dan pada skala 3 dengan kisaran 11-30 puru menunjukkan adanya puru pada akar dengan kategori sedang sedangkan skala 4 kisaran 31-100 artinya

keparahan penyakit pada kategori tinggi. Keberadaan paket telur yang ditemukan

berkisar 3-10 paket telur menunjukkan populasi nematoda Meloidogyne masih sedikit

sehingga dapat diindikasikan tingkat keparahan nematoda Meloidogyne tergolong

sedang. Kemampuan Meloidogyne dalam menghambat pertumbuhan akar yaitu

nematoda masuk ke dalam akar dan biasanya timbul puru akibat dari perkembangan

nematoda di dalam jaringan akar tersebut (Luc et al., 2005).

Perbedaan jumlah puru dan paket telur yang terdapat pada setiap sampel disebabkan oleh kondisi lingkungan yang berbeda. Seperti pada gejala penyakit, hal ini juga menunjukkan adanya pengaruh budidaya, kondisi lingkungan, dan suhu tanah yang berbeda. Pradika (2012) menjelaskan bahwa banyak sedikitnya puru yang terjadi pada akar bergantung pada tingkat infeksi nematoda. Semakin intensif infeksi nematoda tersebut, semakin banyak puru yang muncul pada perakaran tanaman.

4. Identifikasi Spesies Meloidogyne spp.

(15)

Gambar 7. Nematoda dalam jaringan akar

(16)

Tabel 3. Jenis spesies Meloidogyne di lokasi pengambilan sampel

Lokasi Spesies yang Ditemukan

Sirogos M. arenaria, M. incognita

Sosor Gonting M. arenaria, M. incognita, M. hapla

Lobu Tua M. arenaria, M. incognita, M. javanica,

Bangun M. arenaria, M. incognita, M. javanica,

Pancur Nauli M. arenaria, M. incognita,

Laehole M. arenaria, M. incognita, M. javanica, M. hapla

Simpang Bage M. arenaria, M. incognita,

Tappe-Tappe M. arenaria, M. incognita, M. hapla

Tiga Raja M. arenaria, M. incognita, M. hapla

Bandar Raya M. arenaria, M. incognita,

Saribu Dolok M. arenaria, M. incognita,

Perbatuan M. arenaria, M. incognita, M. hapla

Dokan M. arenaria, M. incognita, M. hapla

Ke empat spesies Meloidogyne ini dapat dikenali berdasarkan ciri khas dari pola sidik pantat (pola perineal) nematoda betina yang dimiliki masing-masing spesies. Perbedaan pola tersebut dapat dilihat pada Gambar 8 sampai 20.

Gambar 8. Sampel Desa Sirogos, Kab. Humbang Hasundutan (1) M. arenaria

(2) M. Incognita. Pola perineal berdasarkan Eisenback et al., 1981

(3) M. arenaria dan (4) M. incognita

1 2

(17)

Gambar 9. Sampel Desa Sosor Gonting, Kab. Humbang Hasundutan (1) M. arenaria (2) M. hapla (3) M. Incognita. Pola perineal

berdasarkan Eisenback et al., 1981 (4) M. arenaria (5) M. hapla (6) M. Incognita

Gambar 10. Sampel Desa Lobu Tua, Kab. Humbang Hasundutan (1) M. arenaria

(2) M. incognita (3) M. Javanica. Pola perineal berdasarkan

Eisenback et al., 1981 (4) M. arenaria (5) M. incognita (6) M. javanica

1 2 3

1 2 3

4 5 6

1 2 3

(18)

Gambar 11. Sampel Desa Bangun, Kab. Dairi (1) M. arenaria (2) M. incognita (3) M. Javanica. Pola perineal berdasarkan Eisenback et al., 1981 (4) M. arenaria (5) M. incognita (6) M. javanica

Gambar 12. Sampel Desa Pancur Nauli, Kab. Dairi (1) M. arenaria (2)

M. Incognita. Pola perineal berdasarkan Eisenback et al., 1981

(3) M. arenaria (4) M. incognita 1

1

2 3

2

3 4

(19)

Gambar 13. Sampel Desa Laehole, Kab. Dairi (1) M. arenaria (2) M. incognita (3) M. javanica (4) M. hapla. Pola perineal berdasarkan Eisenback

et al., 1981 (5) M. arenaria (6) M. hapla (7) M. incognita

(8) M. javanica

Gambar 14. Sampel Desa Simpang Bage, Kab. Simalungun (1) M. arenaria (2) M. incognita. Pola perineal berdasarkan Eisenback et al., 1981 (3) M. arenaria (4) M. incognita

1 2

2 1

3 4

3 4

(20)

Gambar 15. Sampel Desa Tappe-Tappe, Kab. Simalungun (1) M. arenaria (2) M. incognita (3) M. hapla. Pola perineal berdasarkan Eisenback

et al., 1981 (4) M. arenaria (5) M. incognita (6) M. hapla

Gambar 16. Sampel Desa Tiga Raja, Kab. Simalungun (1) M. arenaria (2)

M. incognita (3) M. hapla. Pola perineal berdasarkan Eisenback et al., 1981 (4) M. arenaria (5) M. incognita (6) M. hapla

1 2

1

3

2 3

4 5 6

(21)

Gambar 17. Sampel Desa Bandar Raya, Kab. Simalungun (1) M. arenaria (2) M. incognita. Pola perineal berdasarkan Eisenback et al., 1981

(3) M. arenaria (4) M. incognita

Gambar 18. Sampel Desa Saribu Dolok, Kab. Simalungun (1) M. arenaria (2) M. incognita. Pola perineal berdasarkan Eisenback et al., 1981 1

1

2

2

3 4

(22)

Gambar 19. Sampel Desa Perbatuan, Kab. Simalungun (1) M. arenaria (2) M. incognita (3) M.hapla. Pola perineal berdasarkan Eisenback

et al., 1981 (4) M. arenaria (5) M. incognita (6) M. hapla

Gambar 20. Sampel Desa Dokan, Kab. Simalungun (1) M. arenaria (2) M. incognita (3) M.hapla. Pola perineal berdasarkan Eisenback

et al., 1981 (4) M. arenaria (5) M. incognita (6) M. hapla

1

1 2 3

2 3

4 5 6

(23)

M. incognita menunjukkan ciri lengkung bagian dorsal membentuk sudut

900, garis striae sedikit bergelombang dan agak tinggi, pada bagian paling luarnya sedikit melebar dan agak mendatar. M. arenaria menunjukkan lengkung dorsal yang lebih rendah dari spesies lain dan bulat, striae bergelombang. M. javanica menunjukkan adanya garis lateral diantara lengkung striae yang memisahkan bagian dorsal dan ventral. M. hapla memiliki tonjolan seperti duri pada ujung ekor, lengkung dorsal rendah dan sering membentuk sayap ke bagian lateral pada salah satu ujung ataupun keduanya.

Penemuan Dropkin (1989) dalam Pradika (2012) mengindikasikan bahwa tempat hidup M. incognita, M. javanica, dan M. arenaria dengan kisaran suhu antara 15-33°C. M. hapla sering kali terdapat pada area dengan kisaran suhu lebih rendah dari 15°C. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Taylor et al. (1982) terdapat hubungan antara iklim dan karakteristik tanah terhadap distribusi

Meloidogyne spp. M. incognita dan M. javanica sekitar 96% dari kedua sampel

spesies tersebut berasal dari daerah dengan kisaran suhu tahunan antara 15-30°C, lebih spesifiknya sekitar 76% M. javanica diperoleh dari iklim yang bersuhu antara 21-27°C, dan sekitar 70% dari sampel spesies M. incognita berasal dari iklim yang bersuhu antara 18-25°C. Hal ini juga ditemukan pada penelitian ini dimana

M. incognita dan M. javanica terdapat di lokasi pengambilan sampel dengan

kisaran suhu 20-230C.

(24)

saat panen. Dropkin (1991) menyatakan lahan tanpa tanaman inang masih mengandung larva sampai selama satu tahun. Beberapa nematoda mungkin menemukan tempat untuk bertahan hidup dengan tingkat metabolisme yang rendah. Pada rotasi tanaman berikutnya yang merupakan host NPA, nematoda akan memarasit diikuti adanya spsesies lain yang terdapat pada benih tanaman tomat. Hal ini mengakibatkan puru akan lebih bervariasi dan serangan sangat berpengaruh terhadap penurunan produksi tanaman tomat.

Tabel 4. Prevalensi spesies Meloidogyne di lokasi pengambilan sampel

Lokasi Jumlah Preparat Sidik Pantat

M. arenaria M. incognita M. javanica M. hapla

Sirogos 5 1 - -

Sosor Gonting 4 3 - 1

Lobu Tua 4 4 1 -

Bangun 7 6 1 -

Pancur Nauli 7 4 - -

Laehole 6 2 1 1

Simpang Bage 4 4 - -

Tappe-Tappe 5 2 - 1

Tiga Raja 2 5 - 3

Bandar Raya 6 2 - -

Saribu Dolok 5 4 - -

Perbatuan 9 4 - 1

Dokan 6 3 - 1

Total

(%) 56,4% 34,6% 2,4% 6,4%

Diantara spesies yang didapat dari hasil identifikasi, spesies dengan prevalensi tertinggi adalah M. arenaria yaitu sebesar 56,4% dari seluruh hasil

(25)

M. hapla sebesar 6,4% dan yang terendah yaitu M. javanica sebesar 2,4%. Jumlah

seluruh preparat sebanyak 124 (Tabel 3). Hal ini disebabkan M. arenaria menyebar hampir di seluruh wilayah tropik dan subtropik sedangkan M. javanica penyebarannya di dataran tinggi sekitar 3000m dpl sementara lokasi pengambilan sampel paling tinggi terdapat di 1441m dpl jadi kurang sesuai untuk perkembangan M. javanica tersebut.

Menurut Ferris (1979) dalam Taher (2012), suhu optimum untuk pertumbuhan M. incognita dan M. arenaria adalah 15-250C sedangkan untuk

M. javanica adalah 20-300C. M. hapla secara ekologis hanya dapat hidup dan berkembang biak pada kisaran suhu optimum 15-200C, suhu optimum yang dibutuhkan untuk melakukan infeksi adalah 50C dan maksimum 350C. Adapun suhu minimum untuk pertumbuhan adalah 150C dan maksimum 300C.

Kesesuaian suhu optimum yang dibutuhkan untuk tumbuh sesuai dengan

suhu lokasi pengambilan sampel. Hasil identifikasi menunjukan keberadaan

M. hapla dan M. javanica dengan jumlah yang kecil. Hal ini disebabkan suhu

(26)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari survei yang telah dilakukan pada 13 lokasi pengambilan sampel diperoleh Meloidogyne spp. telah tersebar pada pertanaman tomat di Sumatera Utara yaitu Kabupaten Humbang Hasundutan, Kab. Dairi, Kab. Simalungun, Kab. Karo.

2. Hasil identifikasi berdasarkan pola perineal nematoda betina diperoleh empat spesies Meloidogyne antara lain Kab. Humbang Hasundutan dan Dairi diperoleh M. arenaria, M. incognita, M. javanica, dan M. hapla; Kab. Simalungun dan Karo diperoleh M. arenaria, M. incognita, dan M. hapla. 3. Jumlah puru tertinggi yaitu di Desa Bangun Kab. Dairi sebanyak 167 (skala

5) dan yang terendah di Desa Saribu Dolok Kab. Simalungun sebanyak 33 (skala 4).

4. Jumlah paket telur tertinggi terdapat di desa Tiga Raja dan desa Perbatuan yaitu sebanyak 12 (skala 3).

5. Spesies dengan prevalensi tertinggi adalah M. arenaria sebesar 56,4% dan yang terendah adalah M. javanica sebesar 2,4%.

Saran

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) Klasifikasi

Klasifikasi nematoda Meloidogyne spp. adalah sebagai berikut (Dropkin, 1991) :

Filum : Nematoda Kelas : Secernentea Sub Kelas : Secernenteae Ordo : Thylenchida Famili : Meloidogynidae Genus : Meloidogyne Spesies : Meloidogyne spp. Morfologi dan Anatomi

Nematoda memiliki ukuran tubuh yang kecil dan tidak dapat dilihat secara langsung dengan mata telanjang sehingga dibutuhkan bantuan mikroskop untuk melihat ciri morfologi yang dimilikinya. Spesies jantan dan betina memiliki bentuk tubuh yang berbeda satu sama lain. Nematoda jantan memiliki bentuk tubuh memanjang seperti cacing, sedangkan nematoda betina pada saat dewasa memiliki bentuk tubuh seperti buah pear atau sferoid (Agrios, 2005).

(28)

Gambar 1. Morfologi pola perineal Meloidogyne spp. (Sumber: Eisenback, 2003)

Dalam satu siklus hidup Meloidogyne terjadi perubahan morfologisnya yaitu bentuk telur, larva (juvenil), dan dewasa (jantan dan betina). Nematoda puru akar betina bentuknya membulat seperti apukat, berwarna putih kekuningan, diameter tubuh memanjang antara 440-1300 μm dan lebar 325-700μm. Nematoda betina bersifat menetap (sedentary) dalam akar dan mempunyai dua buah indung telur (ovarium) (Mulyadi, 2009).

Nematoda jantan dewasa memiliki ukuran panjang tubuh antara 887

hingga 1268 μm. Bentuk kepala tidak berlekuk dan memiliki stilet yang lebih

panjang dibandingkan dengan betinanya yakni 16 sampai 19 μm. Nematoda

bergerak lambat di dalam tanah dengan ekor pendek dan membulat pada bagian posterior terpilin (Eisenback, 2003).

(29)

dan anus yang disebut dengan pola perineal (perinneal pattern) (Eisenback, 2003).

Biologi

Perkembangbiakan tanpa individu jantan dalam reproduksi terjadi pada banyak jenis, namun pada jenis yang lain reproduksi seksual masih terjadi dalam perkembangbiakannya. Telur-telur yang dihasilkan nematoda betina dewasa diletakkan berkelompok pada massa gelatinus yang bertujuan untuk melindungi telur dari kekeringan dan jasad renik (Dropkin, 1991).

Nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang seperti cacing dan hidup di dalam tanah atau pada jaringan akar, sedangkan nematoda betina yang berbentuk seperti buah pear akan tetap tertambat dan tinggal pada daerah makanannya atau sel awal di dalam stele dengan bagian posterior tubuhnya berada pada permukaan tanah. Selama hidupnya, nematoda betina akan terus-menerus menghasilkan telur hingga mencapai 1000 butir telur. Keberadaan nematoda akan merangsang sel-sel untuk membelah, sehingga terbentuk puru pada akar tanaman (Luc et al., 1995).

(30)

antara sel-sel sampai tiba di tempat dekat silinder pusat atau berada di daerah pertumbuhan akar samping. Juvenil 2 akan hidup menetap pada sel-sel tersebut, mengalami pertumbuhan dan pergantian kulit hingga menjadi juvenil 3 (J3) dan juvenil 4 (J4) yang selanjutnya menjadi nematoda jantan atau betina dewasa (Dropkin, 1991).

Mekanisme Infeksi NPA

Akar tanaman yang terinfeksi NPA dapat mengakibatkan timbulnya puru bulat atau memanjang dengan ukuran yang bervariasi. Apabila tanaman terinfeksi berat oleh NPA, sistem akar yang normal berkurang sampai pada batas jumlah akar yang berpuru berat dan menyebabkan sistem pengangkutan mengalami gangguan secara total (Luc et al., 1995).

Akar yang terinfeksi oleh Meloidogyne spp. mengalami gangguan diferensiasi xilem dan floem. Sel-sel periskel mengganti beberapa pembuluh kayu dan tapis di dalam puru akar yang menyebabkan fungsi akar menjadi berkurang. Akar yang terinfeksi mengalami pertumbuhan baru dan pengangkutan air dan

nutrisi dari akar ke bagian permukaan atas tanaman makin berkurang (Dropkin, 1991).

NPA mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan dinding sel tumbuhan terutama terdiri dari protein, polisakarida seperti pektin selulase dan hemiselulase serta patin sukrosa dan glikosid menjadi bahan-bahan lain.

Meloidogyne spp. mengeluarkan enzim selulase yang dapat menghidrolisis

(31)

sel-sel atau menembus sel-sel menuju jaringan sel yang terdapat cukup cairan makanan. Betina NPA yang bersifat endoparasit sedentari hidup dan berkembang biak di dalam jaringan sel, mengeluarkan enzim proteolitik dengan melepaskan asam indol asetat (IAA) yang merupakan heteroauksin tritopan yang diduga membantu terbentuknya puru (Lamberti dan Taylor, 1979).

Gejala pada Tomat

Tanaman tomat yang terserang oleh Meloidogyne spp. menimbulkan puru pada akarnya. Ukuran dan bentuk puru tergantung pada spesies nematoda, jumlah nematoda di dalam akar, dan umur tanaman. Serangan berat pada akar menyebabkan pengangkutan air dan unsur hara terhambat, tanaman mudah layu, khususnya dalam keadaan panas dan kering, pertumbuhan tanaman terhambat atau kerdil, dan daun mengalami klorosis akibat defisiensi unsur hara. Infeksi pada akar oleh nematoda pada tanaman stadia generatif menyebabkan produksi bunga dan buah tomat berkurang (Marwoto, 1994).

Pada akar tanaman yang terserang menjadi bisul bulat atau memanjang dengan besar bervariasi. Di dalam bisul ini terdapat nematoda betina, telur dan juvenil. Bisul akar yang membusuk akan membebaskan nematoda dan telurnya ke dalam tanah kemudian masuk ke dalam akar tanaman lain. Ukuran dan bentuk puru tergantung pada spesies, jumlah nematoda di dalam jaringan, inang dan umur tanaman. Tanaman mudah layu, khususnya dalam keadaan kering dan tanaman sering menjadi kerdil (Luc et al., 1995).

(32)

yang mengalami infeksi berat oleh NPA sistem perakarannya mengalami pengurangan jumlah akar. Pembentukan akar baru hampir tidak terjadi, sehingga fungsi perakaran dalam menyerap dan menyalurkan air dan unsur hara ke seluruh bagian tanaman terhambat (Kurniawan, 2010).

Apabila tanaman terinfeksi berat maka pengangkutan air dan unsur hara ke bagian atas tanaman menjadi terganggu sehingga tanaman mudah layu, daun mengalami klorosis, pertumbuhan menjadi terhambat atau kerdil dan pertumbuhan akar baru hampir tidak terjadi (Luc et al., 1995).

Spesies Meloidogyne spp.

Meloidogyne spp. tersebar di seluruh dunia dan mempunyai kisaran inang

yang sangat luas, meliputi gulma dan berbagai tanaman yang dibudidayakan (Dropkin, 1991). Meloidogyne memiliki lebih dari 75 spesies yang tersebar di

dunia dan 4 diantaranya merupakan spesies utama pada tanaman tomat, yaitu

M. incognita, M. hapla, M. javanica, dan M. arenaria (Kurniawan, 2010).

Meloidogyne incognita

Meloidogyne incognita merupakan parasit tanaman penting di seluruh

daerah tropika. Beberapa tanaman inang spesies ini adalah kapas, kentang, tebu, wortel, tomat, tanaman hias, dan lain-lain (Thomas et al., 2004). Suhu optimum untuk reproduksi dari spesies ini berkisar antara 18o-30oC, namun spesies ini akan

mengalami peningkatan populasi hingga 47% pada suhu 24o-27oC (Eisenback, 2003).

M. incognita termasuk endoparasit, yakni hidup di dalam tanah dalam

(33)

dikeluarkan oleh akar tanaman. M. incognita merupakan penyebab penyakit yang penting di seluruh daerah tropika (Semangun, 2006).

Tanaman rentan yang terinfeksi populasi M. incognita membentuk puru yang muncul satu demi satu, akan tetapi biasanya kumpulan puru terbentuk luas dan kadang membentuk puru yang besar. Tipe puru tidak dipertimbangkan untuk digunakan dalam identifikasi spesies (Eisenback et al., 1981).

Meloidogyne hapla

M. hapla akan memiliki populasi dan tingkat infeksi yang rendah apabila

temperatur dari wilayah tersebut tidak sesuai dengan suhu optimum yang dibutuhkannya. Beberapa tanaman yang memiliki tingkat infeksi M. hapla yang rendah antara lain semangka, kapas, dan jagung. M. hapla yang memiliki ciri khas pola perineal berupa tonjolan-tonjolan seperti duri pada zona ujung ekor (Eisenback et al., 1981).

Tonjolan-tonjolan seperti duri membentuk lingkaran atau elips pada ujung ekor. Karakter ini tidak dimiliki oleh spesies Meloidogyne lainnya sehingga menjadi karakter khas M. hapla. Bentuk gejala yang disebabkan oleh infeksi nematoda ini berbeda dengan gejala infeksi spesies lainnya, yakni berupa puru kecil, bentuk seperti bola, dan terbentuk akar rambut (hairy roots) yang berasal dari jaringan puru (Luc et al., 1995).

Di bagian utara Amerika Serikat M. hapla adalah spesies yang paling penting secara ekonomi dari nematoda puru akar karena mampu bertahan pada suhu rendah. M. hapla merupakan parasit obligat dan tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya tanpa makan pada akar tanaman hidup (Appleman, 2003)

(34)

Nematoda M. javanica termasuk spesies yang tersebar hampir di seluruh dunia, khususnya di daerah tropika sampai ketinggian 3000 m dpl. Tanaman inang dari M. javanica antara lain tomat, kentang, wortel, tanaman hias, tembakau, sayuran, dan buah-buahan (Semangun, 2006).

Suhu optimum yang dibutuhkan oleh spesies ini memiliki perbedaan pada setiap stadium daur hidupnya namun suhu optimum yang diperlukan untuk

berkembang dengan baik berkisar antara 250-300C. Munculnya populasi

M. javanica terbesar terjadi pada pH antara 6,4 sampai 7 dan akan terhambat pada

pH di bawah 5,2 (Southey, 1978). Meloidogyne arenaria

M. arenaria merupakan spesies yang dapat menyebar bukan hanya di

daerah tropik, namun juga terdapat di daerah subtropik (Luc et al. 1995). Karakteristik morfologi dari spesies ini berupa pola perineal yang sangat variabel, ditandai dengan lengkungan tepi yang rendah dan bulat dengan striae yang halus hingga bergelombang (Eisenback dan Triantaphyllou, 1991).

M. arenaria, M. incognita, dan M. javanica berinteraksi dengan cendawan

Fusarium oxisporum (Luc et al., 1995) dan menyebabkan tanaman layu.

Pengendalian spesies ini tidak berbeda dengan spesies lainnya, yaitu penanaman tanaman yang resisten, penggunaan nematisida, dan rotasi tanaman.

Identifikasi Spesies Meloidogyne berdasarkan Pola Perineal

(35)

bagian lengkungan dorsal, bidang lateral, striasi, dan ujung ekor nematoda jantan (Mulyadi, 2009).

Identifikasi pola perineal (perineal pattern) atau pola sidik pantat merupakan salah satu teknik identifikasi nematoda yang diperkenalkan oleh Eisenback et al. (1981). Identifikasi pola perineal atau sidik pantat dilakukan untuk mengatahui spesies NPA berdasarkan ciri morfologi pada nematoda betina. Teknik ini menggunakan individu nematoda betina dewasa sebagai sampel identifikasi. Masing-masing nematoda betina diidentifikasi melalui pola perineal dan dilihat karakter khas yang dimilikinya (Eisenback et al., 1981).

Prosedur identifikasi pola perineal yang dilakukan dimulai dari mendeteksi keberadaan nematoda (terutama telur) pada puru akar, proses pembuatan preparat sidik pantat, pengamatan preparat di bawah mikroskop, dan identifikasi. Proses pembuatan preparat dilakukan sesuai dengan acuan kegiatan identifikasi pola perineal yang telah dilakukan Eisenback et al. (1981) dan Shurtleff dan Averre (2005), kemudian disesuaikan dengan buku kunci identifikasi A Guide To The Four Most Common Species Of Root Knot Nematodes

(Meloidogyne Species) With A Pictorial Key (Eisenback, 2003).

(36)

Gambar 2. Ciri Khusus Pola Perineal Meloidogyne incognita (Sumber : Eisenback, 2003)

Spesies M. hapla yang memiliki ciri khas pola perineal berupa tonjolan-tonjolan seperti duri pada zona ujung ekor Tonjolan-tonjolan-tonjolan seperti duri membentuk lingkaran atau elips pada ujung ekor. Karakter ini tidak dimiliki oleh

[image:36.595.143.485.478.677.2]

spesies Meloidogyne lainnya sehingga menjadi karakter khas M. Hapla (Gambar 3).

(37)
[image:37.595.155.466.188.356.2]

Spesies M. hapla memiliki pola perineal cara melihat ciri khas berupa garis lateral yang memisahkan striae bagian dorsal dan ventral. Diantara dua garis lateral tersebut terdapat daerah kosong dan tidak ada striae dorsal dan ventral yang saling berikatan (Gambar 4).

Gambar 4. Ciri khusus pola perineal Meloidogyne javanica (Sumber : Eisenback, 2003)

Meloidogyne arenaria memiliki ciri dimana terdapat bagian striae

bercabang pada garis lateralnya dan merupakan pola yang dimiliki oleh sebagian besar spesies ini. Nematoda jantan memiliki bentuk kepala dan stilet yang pendek dan agak bulat. Pola perineal dari spesies ini merupakan variasi dari spesies M.

hapla dan M. incognita. (Gambar 5).

[image:37.595.155.468.532.711.2]
(38)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan tanaman sayuran utama yang semakin populer keberadaannya sejak abad terakhir. Selain memiliki rasa yang enak, buah tomat juga merupakan sumber vitamin A dan C yang sangat baik. Hasil survei terhadap 162 orang ibu rumah tangga memberikan informasi, bahwa umumnya rumah tangga sering mengkonsumsi tomat baik dalam keadaan segar maupun untuk bumbu (Adiyoga et al., 2004).

Tomat merupakan salah satu sayuran yang ditanaman secara luas diseluruh dunia, termasuk di Indonesia. Luas lahan lebih dari 5.000.000 ha dengan produksi mencapai 129 juta ton per tahun. Selama kurun waktu 1986-2006 Indonesia mengekspor tomat segar rata-rata tiap tahunnya sebesar 1.856.962 kg ke pasar internasional dengan nilai sebesar US$ 554.004. Selain untuk kebutuhan ekspor, kebutuhan tomat untuk konsumsi domestik pun cenderung mengalami peningkatan tiap tahun (Hanindita, 2008).

Usaha budidaya tomat di Indonesia mengalami banyak permasalahan, baik itu disebabkan faktor biotik maupun abiotik. Permasalahan yang disebabkan faktor biotik diantaranya yaitu gangguan hama dan penyakit. Nematoda puru akar (NPA/Meloidogyne spp.) merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman tomat. Penyakit ini menyebabkan diferensiasi secara abnormal pada akar tomat. Kondisi tersebut menyebabkan penyerapan dan penyaluran nutrisi dari akar ke seluruh bagian tanaman menjadi terhambat (Decker, 1988).

(39)

atas permukaan tanah makin berkurang (Dropkin, 1991). Kerugian yang ditimbulkan dapat mencapai 20-25%, bahkan kadang-kadang menyebabkan kegagalan seluruh panen (Luc et al., 1995).

Dari semua spesies nematoda Meloidogyne spp. ada empat spesies utama yang terdapat pada tanaman tomat yaitu M. arenaria, M. hapla, M. incognita,

M. javanica. Spesies ini menyerang tanaman tomat di luar lingkungan sama

seperti di dalam lingkungan budidaya tomat itu sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nematoda puru akar dapat menekan produksi tanaman tomat hingga 85% (Esfahani, 2009).

Berdasarkan masalah di atas perlu dilakukan identifikasi spesies

Meloidogyne di sentra pertanaman tomat Sumatera Utara. Selama ini informasi

tentang spesies NPA pada tanaman tomat di Sumatera Utara belum ada. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengidentifikasi spesies NPA pada akar tomat di Provinsi Sumatera Utara dengan pengamatan pola perineal nematoda betina untuk dasar pengendalian yang efektif dan efisien di lapangan.

Berdasarkan uraian di atas penulis mencoba melakukan penelitian ini untuk mengidentifikasi spesies NPA pada tanaman tomat di Sumatera Utara. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi spesies NPA yang ada pada tanaman tomat di Sumatera Utara.

Hipotesis penelitian

(40)

Kegunaan penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(41)

ABSTRAK

Roulina Munthe. 2014. “Identifikasi Spesies Nematoda Puru Akar

Meloidogyne spp. pada Tanaman Tomat di Sumatera Utara” di bawah bimbingan

Lisnawita dan Mukhtar Iskandar Pinem. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mendapatkan informasi spesies nematoda puru akar (NPA) yang ada pada pertanaman tomat di provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan pengambilan sampel di 13 lokasi yang berbeda dengan sistem pengambilan secara acak bertujuan untuk identifikasi pola perineal nematoda betina. Sampel diambil dari Kecamatan Dolok Sanggul, Kab. Humbang Hasundutan; Kecamatan Parbuluan, Kab. Dairi; Kecamatan Pematang Silimakuta dan Silimakuta, Kab. Simalungun; Kecamatan Merek, Kab. Karo dari Juni sampai Agustus 2014. Identifikasi dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Hasil penelitian berdasarkan identifikasi pola perineal nematoda betina didapat

NPA pada akar tomat asal Kab. Dairi adalah M. arenaria, M. incognita,

M. javanica, dan M. hapla; spesies NPA asal Kab. Humbang Hasundutan yaitu M. arenaria, M. incognita, M. javanica, dan M. hapla; spesies NPA asal Kab.

Simalungun M. arenaria, M. incognita, dan M. hapla; spesies NPA asal Kab. Karo yaitu M. arenaria, M. incognita, dan M. hapla. Frekuensi kehadiran penyakit (100%) terdapat pada semua lokasi pengambilan sampel. Jumlah puru tertinggi terdapat pada Desa Bangun Kab. Dairi yaitu sebanyak 167 (skala 5). Jumlah paket telur tertinggi terdapat di desa Tiga Raja Kabupaten Simalungun dan desa Perbatuan Kabupaten Karo yaitu masing-masing sebanyak 12 (skala 3). Spesies yang paling dominan diperoleh adalah M. arenaria sebesar 56,4% dan yang terendah adalah M. javanica sebesar 2,4%.

Kata Kunci : tomat, Sumatera Utara, pola perineal, identifikasi nematoda,

(42)

ABSTRACT

Roulina Munthe. 2014. Identification Spesies of Root Knot Nematodes

(Meloidogyne spp.) on Tomatoes in North Sumatera. Under supervision of Lisnawita and Mukhtar Iskandar Pinem. The aim of this research was to get information of species root knot nematodes (Meloidogyne spp.) on tomatoes from North Sumatera. This research used a descriptive method and purposive random sampling at 13 different locations for species identification based on perineal pattern. Samples taken from Dolok Sanggul sub District Humbang Hasundutan District, sub District Parbuluan Dairi District, sub District Pematang Silimakuta and Silimakuta Simalungun District, sub District Merek Karo District from June to August 2014. Process of identification was carried out at Plant Disease Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara. The results showed that species of root knot nematodes from Humbang Hasundutan District were M. arenaria, M. incognita, M. javanica, M. hapla; species of root knot nematodes from Dairi District were M. arenaria, M. incognita, M. javanica, M. hapla; species of root knot nematodes from Simalungun District were M. arenaria, M. incognita, M. hapla; species of root knot nematodes from Karo

District were M. arenaria, M. incognita, M. hapla. Frequency distribution of desease was found in all location sampling (100%). The highest of gall index (167 galls) was found in Bangun Dairi District (scale 5). The highest of egg massa index (EMI) was found in Tiga Raja Simalungun and Perbatuan Karo district (12 respectively) (scale 3). Dominant species was M. arenaria (56.4%) and the lowes species was M. javanica (2.4%).

(43)

IDENTIFIKASI SPESIES NEMATODA PURU AKAR Meloidogyne spp. PADA TANAMAN TOMAT DI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH :

ROULINA MUNTHE 100301048

AGROEKOTEKNOLOGI / HPT

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(44)

IDENTIFIKASI SPESIES NEMATODA PURU AKAR Meloidogyne spp. PADA TANAMAN TOMAT DI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH :

ROULINA MUNTHE 100301048

AGROEKOTEKNOLOGI / HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(45)

ABSTRAK

Roulina Munthe. 2014. “Identifikasi Spesies Nematoda Puru Akar

Meloidogyne spp. pada Tanaman Tomat di Sumatera Utara” di bawah bimbingan

Lisnawita dan Mukhtar Iskandar Pinem. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mendapatkan informasi spesies nematoda puru akar (NPA) yang ada pada pertanaman tomat di provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan pengambilan sampel di 13 lokasi yang berbeda dengan sistem pengambilan secara acak bertujuan untuk identifikasi pola perineal nematoda betina. Sampel diambil dari Kecamatan Dolok Sanggul, Kab. Humbang Hasundutan; Kecamatan Parbuluan, Kab. Dairi; Kecamatan Pematang Silimakuta dan Silimakuta, Kab. Simalungun; Kecamatan Merek, Kab. Karo dari Juni sampai Agustus 2014. Identifikasi dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Hasil penelitian berdasarkan identifikasi pola perineal nematoda betina didapat

NPA pada akar tomat asal Kab. Dairi adalah M. arenaria, M. incognita,

M. javanica, dan M. hapla; spesies NPA asal Kab. Humbang Hasundutan yaitu M. arenaria, M. incognita, M. javanica, dan M. hapla; spesies NPA asal Kab.

Simalungun M. arenaria, M. incognita, dan M. hapla; spesies NPA asal Kab. Karo yaitu M. arenaria, M. incognita, dan M. hapla. Frekuensi kehadiran penyakit (100%) terdapat pada semua lokasi pengambilan sampel. Jumlah puru tertinggi terdapat pada Desa Bangun Kab. Dairi yaitu sebanyak 167 (skala 5). Jumlah paket telur tertinggi terdapat di desa Tiga Raja Kabupaten Simalungun dan desa Perbatuan Kabupaten Karo yaitu masing-masing sebanyak 12 (skala 3). Spesies yang paling dominan diperoleh adalah M. arenaria sebesar 56,4% dan yang terendah adalah M. javanica sebesar 2,4%.

Kata Kunci : tomat, Sumatera Utara, pola perineal, identifikasi nematoda,

(46)

ABSTRACT

Roulina Munthe. 2014. Identification Spesies of Root Knot Nematodes

(Meloidogyne spp.) on Tomatoes in North Sumatera. Under supervision of Lisnawita and Mukhtar Iskandar Pinem. The aim of this research was to get information of species root knot nematodes (Meloidogyne spp.) on tomatoes from North Sumatera. This research used a descriptive method and purposive random sampling at 13 different locations for species identification based on perineal pattern. Samples taken from Dolok Sanggul sub District Humbang Hasundutan District, sub District Parbuluan Dairi District, sub District Pematang Silimakuta and Silimakuta Simalungun District, sub District Merek Karo District from June to August 2014. Process of identification was carried out at Plant Disease Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara. The results showed that species of root knot nematodes from Humbang Hasundutan District were M. arenaria, M. incognita, M. javanica, M. hapla; species of root knot nematodes from Dairi District were M. arenaria, M. incognita, M. javanica, M. hapla; species of root knot nematodes from Simalungun District were M. arenaria, M. incognita, M. hapla; species of root knot nematodes from Karo

District were M. arenaria, M. incognita, M. hapla. Frequency distribution of desease was found in all location sampling (100%). The highest of gall index (167 galls) was found in Bangun Dairi District (scale 5). The highest of egg massa index (EMI) was found in Tiga Raja Simalungun and Perbatuan Karo district (12 respectively) (scale 3). Dominant species was M. arenaria (56.4%) and the lowes species was M. javanica (2.4%).

(47)

RIWAYAT HIDUP

Roulina Munthe, lahir di Sidikalang, Sumatera Utara, pada tanggal

9 Mei 1991 dari pasangan Ayahanda Lamasi Munthe dan Ibunda Rusmani Purba. Penulis merupakan anak ke empat dari empat bersaudara.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

- Lulus dari Sekolah Dasar Negeri 034783 Sidikalang pada tahun 2003.

- Lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Sidikalang, pada tahun 2006. - Lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sidikalang, pada tahun 2009. - Lulus dari Politeknik Negeri Medan Program Pendidikan Satu Tahun Teknik

Telekomunikasi Komputer, pada tahun 2010.

- Tahun 2010 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, Program Studi Agroekoteknologi melalui jalur UMB.

Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu :

- Ketua Bidang Pendidikan dan Penelitian Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2014.

- Anggota Paduan Suara Transeamus Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2010-2014.

- Anggota Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman tahun IMAPTAN 2013 – 2014.

- Anggota Himpunan Mahasiswa Agoekoteknologi (HIMAGROTEK) tahun 2013 – 2014.

(48)

- Tahun 2014 menjadi asisten Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi di Fakultas Pertanian USU, Medan.

- Tahun 2014 menjadi asisten Laboratorium Hama Perkebunan di Fakultas Pertanian USU, Medan.

- Tahun 2014 menjadi asisten Laboratorium Ilmu Hama Tumbuhan di Fakultas Pertanian USU, Medan.

- Tahun 2013 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kebun Membang Muda, PTPN III Kabupaten Labuhanbatu Utara.

(49)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Identifikasi Spesies Nematoda Puru Akar Meloidogyne spp. pada Tanaman Tomat di Sumatera Utara” merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana pertanian di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

Dr. Lisnawita, SP, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr selaku anggota komisi pembimbing yang

telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2014

(50)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar belakang ... 1

Tujuan penelitian ... 2

Hipotesa penelitian ... 2

Kegunaan penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) ... 5

Klasifikasi ... 5

Morfologi dan Anatomi ... 5

Biologi ... 6

Mekanisme Infeksi NPA ... 7

Gejala pada Tomat ... 8

Spesies Meloidogyne spp. ... 9

Identifikasi Spesies Meloidogyne berdasarkan Pola Perineal ... 11

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian ... 15

Bahan dan alat ... 15

Metode penelitian ... 15

Pelaksanaan penelitian ... 15

Pemilihan Lokasi ... 15

(51)

Pewarna Paket Telur ... 16

Pembuatan Preparat Nematoda ... 16

Pembuatan Preparat Sidik Pantat ... 16

Identifikasi Spesies Nematoda ... 17

Peubah Amatan Frekuensi Kehadiran (%) ... 17

Jumlah Bintil Akar ... 18

Jumlah Paket Telur ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit ... 19

Frekuensi Kehadiran Penyakit di Lapangan ... 20

Keberadaan Puru dan Paket Telur NPA dalam Jaringan Tanaman ... 22

Identifikasi Spesies Meloidogyne spp. ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 36

Saran ... 36

(52)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

1 Frekuensi Kehadiran Penyakit di Lapangan 21

2 Jumlah Puru dan Jumlah Paket Telur 23

3 Jenis spesies Meloidogyne di lokasi pengambilan

Sampel 26

4 Prevalensi spesies Meloidogyne di lokasi pengambilan

(53)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

1 Morfologi pola perineal Meloidogyne spp ... 5

2 Ciri Khusus Pola Perineal Meloidogyne incognita ... 13

3 Ciri khusus pola perineal Meloidogyne hapla ... 13

4 Ciri khusus pola perineal Meloidogyne javanica ... 14

5 Ciri khusus pola perineal Meloidogyne arenaria ... 14

6 Perbedaan pola sidik pantat M. arenaria, M. hapla, M. incognita, dan M. javanica ... 17

7 Akar yang terinfeksi NPA ... 20

8 Nematoda dalam jaringan akar ... 25

9 Sampel Desa Sirogos, Kab. Humbang Hasundutan ... 26

10 Sampel Desa Sosor Gonting, Kab. Humbang Hasundutan ... 27

11 Sampel Desa Lobu Tua, Kab. Humbang Hasundutan ... 27

12 Sampel Desa Bangun, Kab. Dairi ... 28

13 Sampel Desa Pancur Nauli, Kab. Dairi ... 28

14 Sampel Desa Laehole, Kab. Dairi ... 29

15 Sampel Desa Simpang Bage, Kab. Simalungun ... 29

16 Sampel Desa Tappe-Tappe, Kab. Simalungun ... 30

17 Sampel Desa Tiga Raja, Kab. Simalungun ... 30

18 Sampel Desa Bandar Raya, Kab. Simalungun ... 31

19 Sampel Desa Saribu Dolok, Kab. Simalungun ... 31

20 Sampel Desa Perbatuan, Kab. Simalungun ... 32

(54)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Halaman

Gambar

Gambar 6.  Perbedaan pola sidik pantat M. arenaria M. incognita (A), M. hapla (B),                       (C), dan M
Gambar 6. Akar yang terinfeksi NPA
Tabel 1. Frekuensi Kehadiran Penyakit di Lapangan
Tabel 2. Jumlah Puru dan Jumlah Paket Telur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi antara Nematoda Puru Akar (Meloidogyne.. spp.) dan Rhizoctonia solani Kuhn pada Tomat

Spesies NPA yang menginfeksi umbi kentang asal Pangalengan adalah Meloidogyne javanica, sedangkan pada umbi kentang asal Kertasari tidak terinfeksi oleh NPA.. Kata kunci

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Deteksi dan Identifikasi Spesies Nematoda Puru Akar Meloidogyne Penyebab Umbi Berbintil pada Kentang adalah benar karya saya

Keefektifan 5 jenis limbah Brassica sebagai biofumigan terhadap nematoda puru akar ( Meloidogyne sp.) pada tanaman tomat pada skala mikroplot di lapangan.. Angka-angka yang

Samples taken from Dolok Sanggul sub District Humbang Hasundutan District, sub District Parbuluan Dairi District, sub District Pematang Silimakuta and Silimakuta Simalungun

Pengamatan dilakukan setelah inokulasi nematoda puru akar dan aplikasi serbuk daun beluntas, parameter pengamatan yaitu persentase sistem akar total yang berpuru

Berdasarkan pengukuran panjang tubuh, panjang stilet, lebar badan maksimum, dan panjang ekor larva instar ke-2 maupun morfologi pola perineal betina dewasa dibuktikan bahwa

Berdasarkan pengukuran panjang tubuh, panjang stilet, lebar badan maksimum, dan panjang ekor larva instar ke-2 maupun morfologi pola perineal betina dewasa dibuktikan bahwa