• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi spesies nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) pada umbi kentang asal Pangalengan dan Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi spesies nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) pada umbi kentang asal Pangalengan dan Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI SPESIES NEMATODA PURU AKAR

(

Meloidogyne

spp.) PADA UMBI KENTANG ASAL

PANGALENGAN DAN KERTASARI, KABUPATEN

BANDUNG, JAWA BARAT

WAHYU JAYANTI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ABSTRAK

WAHYU JAYANTI, Identifikasi Spesies Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp,) pada Umbi Kentang Asal Pangalengan dan Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat dibimbing oleh SUPRAMANA.

Nematoda Puru Akar (NPA, Meloidogyne spp.) merupakan salah satu parasit utama pada kentang. Tanaman sakit akan menampakkan gejala kerdil, menguning atau klorosis, layu dan terbentuknya benjolan-benjolan pada umbi kentang. Hal tersebut dapat menyebabkan penurunan produksi baik kualitas maupun kuantitas umbi kentang. Pengambilan contoh umbi kentang yang terinfeksi nematoda dapat menginformasikan spesies Meloidogyne spp. melalui proses identifikasi. Identifikasi spesies nematoda sangat penting dilakukan untuk merancang strategi pengendalian yang efektif dan efisien. Identifikasi spesies nematoda dilakukan terhadap sampel umbi kentang yang diambil dari daerah Pangalengan dan Kertasari, Kabupaten Bandung. Deteksi keberadaan NPA dilakukan dengan pewarnaan menggunakan Phloxine B konsentrasi 0,1%. Identifikasi spesies NPA dilakukan dengan pengamatan pola perineal nematoda betina di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Spesies NPA yang menginfeksi umbi kentang asal Pangalengan adalah Meloidogyne javanica, sedangkan pada umbi kentang asal Kertasari tidak terinfeksi oleh NPA.

(3)

IDENTIFIKASI SPESIES NEMATODA PURU AKAR

(

Meloidogyne

spp.) PADA UMBI KENTANG ASAL

PANGALENGAN DAN KERTASARI, KABUPATEN

BANDUNG, JAWA BARAT

WAHYU JAYANTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Judul Skripsi

pada Umbi Kentang asal Pangalengan dan

Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

Nama Mahasiswa : Wahyu Jayanti

NRP : A34060852

Disetujui

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Supramana, M.Si. NIP. 19620618 198911 1001

Diketahui

Ketua Departemen

Dr. Ir. Dadang, M.Sc. NIP. 19640204 199002 1002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Januari 1988. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Sukardi dan Ibu Wahiyem. Pada tahun 2006, penulis menamatkan Sekolah Menengah Atas Negeri 64 Jakarta. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB.

(6)

PRAKATA

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kita. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi teladan bagi umat manusia hingga akhir zaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi spesies nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) pada umbi kentang asal Pangalengan dan Kertasari, Kabupaten Bandung sehingga dapat dirancang sistem pengendalian yang efektif.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang terdalam kepada:

1. Dr. Ir. Supramana, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan arahan dan masukan serta saran selama penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

2. Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, MS selaku Kepala Laboratorium Nematologi dan Dr. Ir. Dadang, MSc. selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Penguji Tamu.

3. Bapak Gatut Heru Bromo selaku Laboran yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian di Laboratorium Nematologi.

4. Keluarga tercinta, Mamah, Bapak, Adik-adikku (Kamal dan Tri) atas doa, cinta, kasih sayang, nasehat, dan dukungannya.

5. Teman-teman di Laboratorium Nematologi Tumbuhan (Mba An, Ita, Teh Ratri, Elham, Ade, dan Redi) dan DPT’ers 43 atas bantuan, semangat kebersamaan, keceriaan, dan kasih sayangnya.

6. Dedi Cahyadi dan Keluarga (Mama dan Ima) atas doa, semangat, dan dukungannya.

7. Pondok Dewi’ers (khususnya Rini, Okta, Siti, dan Dianita) yang selalu memberikan semangat, doa, bantuan, dan kebersamaan.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis. Penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak, khususnya para petani kentang.

Bogor, April 2011

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ...

vii

DAFTAR GAMBAR ...

viii

DAFTAR TABEL ...

ix

PENDAHULUAN ...

1

1. Latar Belakang ...

1

2. Tujuan Penelitian ...

3

3. Manfaat Penelitian ...

3

TINJAUAN PUSTAKA ...

4

1.Tanaman Kentang ...

4

1.1. Sejarah ...

4

1.2. Arti Ekonomi ...

4

1.3. Taksonomi ...

5

1.4. Syarat Tumbuh ...

5

1.5. Cara Budidaya...

6

1.6. Organisme Pengganggu Tanaman Kentang ...

7

2.

Meloidogyne

spp ...

7

2.1. Taksonomi. ...

7

2.2. Morfologi ...

7

2.3. Biologi ...

9

2.4. Arti Penting ...

10

2.5. Spesies

Meloidogyne

...

11

2.6.

Meloidogyne incognita

...

11

2.7.

Meloidogyne hapla

...

12

2.8.

Meloidogyne javanica

...

13

2.9.

Meloidogyne arenaria

...

15

BAHAN DAN METODE ...

16

1. Tempat dan Waktu ...

16

2. Bahan dan Alat...

16

3. Metode ...

16

3.1. Contoh Umbi Kentang ...

16

3.2. Deteksi NPA pada Umbi ... 17

3.3. Pembuatan Preparat Pola Perineal ... 17

3.4. Identifikasi Nematoda ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ...

19

KESIMPULAN DAN SARAN ...

27

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Morfologi pola perineal

Meloidogyne

spp ...

8

2. Siklus hidup

Meloidogyne

spp. ...

9

3. Ciri khusus pola perineal

Meloidogyne incognita

...

11

4. Ciri khusus pola perineal

Meloidogyne hapla

...

12

5. Ciri khusus pola perineal

Meloidogyne javanica

...

14

6. Ciri khusus pola perineal

Meloidogyne arenaria

...

15

7. Prosedur pembuatan pola perineal NPA (

Meloidogyne

spp.) betina ...

18

8. Contoh umbi kentang yang terinfeksi NPA asal Pangalengan (1-6) dan

tidak terinfeksi NPA asal Kertasari (7-9) ...

20

9. Perendaman potongan kentang pada larutan

Phloxine

B 0,1% selama 15

menit ...

22

10. Gejala nekrosis akibat infeksi dan NPA betina pada umbi kentang asal

Pangalengan hasil pengamatan di bawah mikroskop ...

23

11. Garis lateral dari contoh pola perineal

Meloidogyne javanica

hasil

identifikasi pada umbi kentang asal Pangalengan...

24

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Hasil identifikasi spesies

Meloidogyne

pada umbi kentang asal

(10)

! "

# # $# # # %&' ( ) # # $ ' & *!

" ! + , * '

-. (" / 0

1 2

3 3

! 4 !4 !4

5 6 0 3

5 6 7 8

6 9 6 0 3

: 6 9 3

4 ) 6

! 3 6 0 3

! 0

! 7 0!7 0 0

, 2 !;< !;=

! 1;

#""&> 3 #""%

$( &

(11)

0!7 0

0!7 )

0

0!7 0

3 4

3 !

3 ! " # ! # ! #

! 3 ! #""% 9 )

? #""( 3 0!7

0!7 $

4 )

7 #""$ !

) )

)

@ #""# 9 ) ,

,

,

*

3 ! ! !

(12)

'

! 3

. .

3

.

) 2 )

!A1

! ) 0 ! 7

0!7 !

* + , *

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kentang

Sejarah

Awal mulanya kentang diintroduksi dari Amerika Selatan ke Spanyol sekitar

tahun 1570. Penerimaan masyarakat Spanyol menyebabkan penanaman dan

distribusi kentang meningkat dan mulai dibudidayakan secara besar-besaran

(Wattimena et al.2002). Kentang dibawa ke sejumlah negara di Eropa dan dalam

waktu kurang dari 100 tahun tanaman ini telah ditanam cukup luas. Penyebaran di

luar Eropa dimulai tahun 1620 ke India, tahun 1700 ke Cina dan ke berbagai

wilayah di daerah Asia lainnya (Rubatzky & Yamaguchi 1998).

Kentang pertama kali ditanam di wilayah Indonesia pada tahun 1794 di

Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Jawa barat dan mulai dibudidayakan di

daerah dataran tinggi lainnya sejak tahun 1804 yaitu di Bukit Tinggi (Sumatera

Barat), Tanah Karo (Sumatera Utara) sampai ke Pegunungan Arfak (Irian Jaya)

(Wattimena 2000). Saat ini kentang sudah dibudidayakan di 20 propinsi di

Indonesia, yang tersebar di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua

(Daryanto 2003 dalamLisnawita 2007).

Arti Ekonomi

Kentang merupakan tanaman pangan sebagai penghasil kalori karena

banyak mengandung protein dan karbohidrat (Soewito 1991). Nilai pangan

kentang dengan serelia atau bahan pangan lain lebih tinggi berdasarkan produksi

kalori dan protein (Suri & Jayasinghe 2002). Kentang merupakan tanaman pangan

utama keempat dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Rubatzky & Yamaguchi

1998). Produksi kentang di Indonesia telah berkembang pesat dan menjadikan

Indonesia sebagai negara penghasil kentang terbesar di Asia Tenggara.

Kebutuhan kentang dari tahun ke tahun semakin bertambah sejalan dengan

bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya kesadaran masyarakat

(14)

saat ini. Di kota-kota besar mulai terlihat adanya pergeseran ke arah pemanfaatan

kentang sebagai sumber karbohidrat alternatif (Lisnawita 2007).

Kentang sudah menjadi alternatif diversifikasi pangan masyarakat Indonesia

sehingga konsumsi bahan pangan berumbi ini semakin meningkat. Kentang tidak

hanya untuk campuran sayur sup, dijadikan perkedel atau pastel, melainkan

dijadikan juga sebagai keripik, french fries, dan menu lainnya (Samadi 2007). Semua ini karena masyarakat luas semakin mengetahui manfaat kentang sebagai

bahan pangan.

Taksonomi

Dalam dunia tumbuhan, kentang diklasifikasikan ke dalam Divisi

Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Famili

Solanaceae, Genus Solanum, dan Spesies Solanum tuberosumL (Samadi 2007).

Syarat Tumbuh

Tanaman kentang dapat tumbuh pada tanah dengan drainase yang baik,

bertekstur sedang hingga kasar, dan pH 5,5-6,6. Suhu yang sesuai untuk

pertumbuhan adalah 18-21oC. Umbi kentang akan sulit terbentuk bila suhu tanah

kurang dari 10 oC dan lebih dari 30 oC. Suhu tanah berpengaruh terhadap

peningkatan kandungan pati dan gula pada umbi (Smith 1968 dalam Samadi

2007). Curah hujan rata-rata yang sesuai untuk pertumbuhan kentang adalah 1500

mm/tahun dengan lama penyinaran matahari 9-10 jam/hari (Samadi 2007). Curah

hujan yang tinggi berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan kelembaban,

penurunan suhu, berkurangnya penyinaran cahaya matahari, dan peningkatan

kelengasan tanah.

Kelembaban udara yang sesuai untuk tanaman kentang adalah 80-90%

(Rubatzky & Yamaguchi 1998). Kelembaban yang terlalu tinggi dapat

menyebabkan tanaman mudah terinfeksi penyakit, terutama yang disebabkan oleh

(15)

Cara Budidaya

Penanaman kentang diawali dengan pengolahan tanah dan dilanjutkan

dengan pemupukan menggunakan pupuk organik dan anorganik. Lahan dibajak

sedalam 30-40 cm sampai gembur agar perkembangan akar dan perkembangan

umbi dapat berlangsung dengan optimal, selanjutnya tanah dibiarkan selama dua

minggu sebelum dibuat bedengan (Samadi 2007).

Pada lahan datar, sebaiknya dibuat bedengan memanjang ke arah

Barat-Timur agar memperoleh sinar matahari secara optimal, sedang pada lahan

berbukit arah bedengan dibuat tegak lurus kemiringan tanah untuk mencegah

erosi. Lebar bedengan 70 cm untuk 1 jalur tanaman atau 140 cm untuk 2 jalur

tanaman, tinggi 30 cm dan jarak antar bedengan 30 cm. Lebar dan jarak antar

bedengan dapat diubah sesuai dengan varietas kentang yang ditanam. Di

sekeliling petak bedengan dibuat saluran pembuangan air sedalam 50 cm dan

lebar 50 cm. Adanya bedengan dan selokan akan memudahkan kegiatan

pemberian pupuk, pengairan, pembuangan air yang berlebihan, dan pengendalian

hama dan penyakit (Setiadi 1993dalam Samadi 2007).

Pemupukan terdiri dari pupuk organik dan pupuk anorganik yang diberikan

sebelum tanam. Pemberian pupuk organik (kotoran ayam, kambing, atau sapi)

pada permukaan bedengan dilakukan seminggu sebelum tanam. Bersamaan

dengan pemberian pupuk organik, diberikan juga pupuk anorganik SP-36 sebagai

pupuk dasar (Setiadi 1993dalam Samadi 2007).

Penanaman bibit kentang dapat dilakukan dengan cara meletakkan umbi

secara mendatar dalam lubang tanam, dengan tunas menghadap ke atas.

Kemudian, tutup dengan tanah dari sebelah kanan dan kiri lubang tanam. Bibit

kentang akan mulai tumbuh sekitar 10-14 hari setelah tanam (Samadi 2007).

Tanaman dipanen setelah berumur sekitar 90 hingga 160 HST. Panen dilakukan

dengan cara menggali umbi dengan tangan. Hasil tanaman beragam tergantung

pada kultivar yang digunakan dan wilayah produksi (Rubatzky & Yamaguchi

1998).

Perawatan tanaman selama penanaman masih tetap diperlukan untuk

menjaga agar pertumbuhannya normal dan tetap sehat. Selama fase pertumbuhan

(16)

tanaman itu sendiri maupun faktor lingkungan tumbuhnya (Setiadi 1993 dalam Samadi 2007). Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi yaitu suhu,

kelembaban, curah hujan, atau adanya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).

Organisme Pengganggu Tanaman Kentang

OPT merupakan faktor penghambat pertumbuhan tanaman yang

mendatangkan kerugian karena dapat menurunkan kuantitas maupun kualitas dari

tanaman yang dibudidayakan (Setiadi 1993 dalam Samadi 2007). Hama atau penyakit yang menyerang bagian tanaman dapat menurunkan jumlah produksi

dari tanaman tersebut. Serangan hama atau penyakit dapat terjadi pada seluruh

bagian tanaman, seperti daun, batang, buah, umbi, dan akar. Sehingga jumlah

yang dipanen berkurang atau menurun dari keadaan normal.

OPT terdiri dari hama dan penyakit tanaman. Beberapa hama yang

menyerang tanaman kentang adalah ulat grayak, kutu daun, orong-orong, ulat

tanah, dan penggerek umbi. Penyakit penting yang biasa menginfeksi tanaman

kentang antara lain Nematoda Puru Akar (NPA, Meloidogyne spp.), Nematoda Sista Kentang (NSK, Globodaera), hawar daun kentang (Phytopthora infestans), virus (PVX, PVY, PLRV), layu bakteri (Ralstonia solanacearum), dan bakteri

busuk akar (Erwinia carotovora) (Singh 1994; Luc et al. 1995).

Meloidogyne spp.

Taksonomi

Meloidogyne termasuk dalam ordo Tylenchida, subordo Tylenchina, famili Heteroderoidae, dan genus Meloidogyne (Dropkin 1991). Meloidogyne spp. memiliki lebih dari 79 spesies, empat spesies utama, yaitu M. incognita, M. hapla,

M. javaniva, dan M. arenaria.

Morfologi

Ukuran tubuh yang kecil menyebabkan nematoda tidak dapat dilihat

(17)

Nematoda jantan memiliki

pada saat dewasa memiliki

2005).

Betina dewasa berukuran

perakaran mempunyai panjang

lemah melengkung ke arah

jelas. Terdapat pola jelas

disebut pola perineal (

Meloidogynespp. dibagi menjadi Bagian dorsal terdiri

berduri), phasmid, ujung

dari striae ventral, vulv

beberapa variasi pola perineal

identifikasi.

Gambar 1 Morfologi pola perineal

Jantan dewasa panjang

lebih panjang jika dibandingkan

mempunyai kepala yang

ekor pendek dan membulat

memiliki bentuk seperti cacing, sedangkan nematoda

memiliki bentuk tubuh seperti buah pir atau sferoid

berukuran panjang 430-740 µm. Stilet untuk

mempunyai panjang 11,5-14,5 µm. Nematoda betina memiliki

arah dorsal dengan knob dan pangkal knob yang

jelas pada striae yang terdapat di sekitar vulva

(perineal pattern). Morfologi umum dari pola

dibagi menjadi dua, yaitu bagian dorsal dan ventral (Gamba

terdiri dari lengkungan striae dorsal, punctations ujung ekor, dan garis lateral, sedangkan bagian ventral

vulva, dan anus (Eisenback 2003). Setiap spesies

pola perineal yang merupakan ciri khusus dari spesies

pola perinealMeloidogyne spp.(Sumber: Eisenback 2003

panjang tubuhnya berukuran 887-1268 µm. Panjang

dibandingkan dengan stilet betina, yaitu 16-19

yang tidak berlekuk. Bergerak lambat di dalam tanah

ulat pada bagian posterior terpilin.

nematoda betina

sferoid (Agrios

untuk menembus

memiliki stilet

yang tampak

vulva dan anus

pola perineal

(Gambar 1).

punctations (tonjolan ventral terdiri

spesies memiliki

spesies untuk

k 2003)

Panjang stilet

19 µm dan

(18)

Biologi

Nematoda puru akar bersifat obligat tersebar luas baik di daerah iklim tropik

maupun iklim sedang. Pembiakan tanpa jantan dalam reproduksi terjadi pada

banyak jenis, tetapi pada jenis yang lain reproduksi seksual masih terjadi dalam

perkembangbiakannya. Telur-telur yang dihasilkan nematoda betina dewasa

diletakkan berkelompok pada massa gelatinus yang betujuan untuk melindungi

telur dari kekeringan dan jasad renik. Siklus NPA (Meloidogyne spp.) dapat

dilihat pada Gambar 2.

(19)

Massa telur yang baru terbentuk biasanya tidak berwarna dan berubah

menjadi coklat setelah tua. Nematoda betina dapat menghasilkan hingga 500 telur

dalam massa gelatinus. Telur-telur mengandung zigot sel tunggal apabila baru

diletakkan. Embrio berkembang menjadi juvenil 1 (J1) yang mengalami

pergantian kulit pertama di dalam telur. Telur menetas dan J1 mengalami

perubahan menjadi J2 yang muncul pada suhu dan kelembaban yang sesuai dan

bergerak di dalam tanah menuju ke ujung akar yang sedang tumbuh. J2 masuk ke

dalam akar dan merusak sel-sel akar dengan stiletnya. Setelah masuk ke dalam

akar, J2 bergerak diantara sel-sel sampai tiba di tempat dekat silinder pusat atau

berada di daerah pertumbuhan akar samping. J2 akan hidup menetap pada sel-sel

tersebut, mengalami pertumbuhan dan pergantian kulit menjadi J3 dan J4 yang

selanjutnya akan menjadi nematoda jantan atau betina dewasa (Dropkin 1991).

Nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang seperti cacing dan hidup di

dalam tanah atau pada jaringan akar. Sedangkan betina dewasa tetap tertambat

pada daerah makanannya atau sel awal di dalam stele dengan bagian posterior

tubuhnya berada pada permukaan akar. Selama hidupnya, nematoda betina akan

terus-menerus menghasilkan telur hingga mencapai 1000 telur. Keberadaan

nematoda akan merangsang sel-sel untuk membelah, sehingga terbentuklah puru

(Luc et al. 1995).

Arti Penting

Agrios (2005) menyatakan bahwa Meloidogynespp. merupakan salah satu nematoda parasit pada tanaman kentang. Nematoda ini memiliki kisaran inang

yang sangat beragam, lebih dari 2000 spesies tanaman dan sebagian besar adalah

tanaman budidaya. Meloidogyne spp. tersebar luas di daerah tropik dan subtropik.

Infeksi berat dapat menyebabkan tanaman layu dan mati, gejala penyakit oleh

nematoda ini berupa pertumbuhan tanaman yang terhambat dan kerdil dengan

perakaran yang banyak bintil atau disebut puru akar (Endah & Novizan 2002).

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perkembangan nematoda meningkat

atau sebaliknya. Nematoda berkembang dengan baik pada tanah berpasir dengan

(20)

pemupukan, dan temperatur serta penurunan konsentrasi oksigen (Luc et al. 1995).

Kehilangan hasil akibat infeksiMeloidogyne spp. bervariasi tergantung pada varietas tanaman dan keadaan lingkungan, dan dapat mencapai 25% dari produksi.

Sedangkan kerugian ekonomi yang disebabkan infeksi nematoda ini terhadap

tanaman budidaya dapat mencapai 14% (Agrios 2005). Umbi yang terinfeksi

secara ekonomi tidak dikehendaki dan dapat menjadi sumber inokulum

penyebaran penyakit.

Kerugian akibat infeksi Meloidogyne spp. terhadap tanaman kentang dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Kerugian langsung berupa penurunan

kualitas maupun kuantitas umbi yang dihasilkan. Sedangkan kerugian tidak

langsung adanya interaksi Meloidogyne spp. dengan patogen lain seperti cendawan dan bakteri. Infeksi oleh Meloidogyne menyebabkan tanaman lebih rentan terhadap infeksi cendawan dan bakteri. Layu Fusarium pada beberapa tanaman meningkat persentase dan tingkat infeksinya apabila tanaman tersebut

juga terinfeksi oleh NPA (Agrios 2005).

Spesies Meloidogyne

Meloidogyne spp. tersebar di seluruh dunia dan mempunyai kisaran inang yang sangat luas, meliputi gulma dan berbagai tanaman yang dibudidayakan

(Dropkin 1991). Spesies ini memiliki lebih dari 75 spesies yang tersebar di dunia

dan 4 diantaranya merupakan spesies utama pada tanaman kentang, yaitu M. incognita, M. hapla, M. javanica,danM. arenaria.

Meloidogyne incognita

M. incognita merupakan parasit tanaman penting di seluruh daerah tropika. Beberapa tanaman inang spesies ini adalah kapas, kentang, tebu, wortel, tomat,

tanaman hias, dan lain-lain (Thomas et al. 2004).

Suhu optimum untuk reproduksi dari spesies ini berkisar antara 18o-30 oC,

namun spesies ini akan mengalami peningkatan populasi hingga 47% pada suhu

24o-27oC (Eisenback 2003).

(21)

Gambar 3 Ciri khusus pola p

2003)

Lengkungan striae berbentuk persegi (sudut

mengidentifikasi spesies

dengan spesies lain, dapat

jelas bergelombang.

Siklus hidup dari

tempat nematoda hidup.

yaitu suhu optimum, ketersediaan

bereproduksi.

Meloidogyne hapla

Spesies ini merupakan

kadang-kadang terdapat

mengalami populasi dan

wilayah tersebut tidak

Haplanya rendah diantaranya semangka, ka Reproduksi dari M.

melalui seksual (Triantaphyllou

pola perinealMeloidogyne incognita(Sumber : Eisenba

striae bagian dorsal yang dapat dilihat pada Gambar (sudut ± 90o) dan merupakan karakter khusus

spesies M. incognita (Eisenback et al. 1981). Jika dibandingkan dapat dilihat bahwa lengkungan striae spesies ini

dari nematoda sekitar 30-60 hari tergantung dengan

hidup. Beberapa faktor yang mempengaruhi hidup

optimum, ketersediaan inang, dan lingkungan yang sesua

merupakan spesies yang terdapat di daerah beriklim sedan

terdapat di dataran tinggi tropik (Luc et al.1995). M. hapla

dan tingkat infeksi yang rendah apabila temperatur

tidak disukai. Beberapa tanaman yang tingkat infeksi

diantaranya semangka, kapas, dan jagung.

M. haplabiasanya secara partenogenetik, namun (Triantaphyllou 1993). Suhu optimum untuk reproduksi

Lengkun striaemenyiku (sudut ±

(Sumber : Eisenback

pada Gambar 3

khusus dalam

dibandingkan

spesies ini tampak

dengan suhu

hidup nematoda,

sesuai untuk

beriklim sedang dan

M. hapla akan temperatur dari

tingkat infeksi M.

namun dapat juga

reproduksi spesies Lengkungan

(22)

ini berkisar antara 20-25

25oC dan nematoda mengalami perkembangan yang baik pada

Gambar 4 Ciri khusus p

Pada Gambar 4 menunjukkan

pola perineal nematoda

tonjolan-tonjolan seperti

Tonjolan-tonjolan seperti duri ini membentuk li

yang tidak dimiliki oleh spesies

Gejala yang disebabka

oleh spesies lainnya, yaitu

cabang akar yang berasal

berasosiasi dengan patogen lain.

Meloidogyne javanica M. javanicatersebar 3000 m dari permukaan

pegunungan, jenis ini merupakan

inang dari spesies ini sama

25 oC. Telur nematoda akan menetas pada suhu

C dan nematoda mengalami perkembangan yang baik pada suhu

15-Ciri khusus pola perinealMeloidogyne hapla(Sumber: Eisenbac

4 menunjukkan bahwa M. hapla memiliki ciri khusus nematoda betina yang berbeda dengan spesies lainnya yaitu

seperti duri pada zona ujung ekor (Eisenback et tonjolan seperti duri ini membentuk lingkaran atau elips pada

oleh spesies Meloidogynelainnya.

disebabkan oleh M. hapla berbeda dengan yang disebabkan lainnya, yaitu purunya kecil, bentuk seperti bola, dan

berasal dari jaringan puru (Luc et al. 1995). M. hapla dengan patogen lain.

tersebar di seluruh dunia, khususnya di daerah tropika

permukaan laut (Semangun 2006). Pada daerah dataran tinggi

ini merupakan nematoda puru akar yang dominan.

ini sama seperti spesies lainnya, yaitu tomat, kentang, Tonjolan duri pada ekor

suhu optimum

-20oC.

senback 2003)

khusus pada

yaitu terdapat

et al. 1981). au elips pada ujung ekor

yang disebabkan

dan terbentuk

M. hapla juga

tropika sampai

dataran tinggi atau

dominan. Tanaman

(23)

tanaman hias, tembakau,

2006).

Terdapat suhu optimum

javanica (Southey 1978 berkembang dengan baik

terbesar terjadi pada pH

bawah 5,2 (Southey 1978

Gambar 5 Ciri khusus p

2003)

Identifikasi spesies

adanya dua garis lateral

(Gambar 5). Menurut Orton

terdapat daerah kosong

berikatan.

Menurut Luc et al umumnya lebih besar dar

M. javanicadapat dikendalikan telur dan larva, dan menanam

telur dan larva M. javani

selama tiga jam (Eisenback 1988).

tembakau, macam-macam sayuran dan buah-buahan (Semangun

optimum untuk stadium yang berbeda pada daur

1978). Suhu optimum yang diperlukan untuk spesies

baik antara 25-30 oC. Munculnya populasi M. pH antara 6,4 sampai 7 dan akan terhambat pada

Southey 1978).

pola perinealMeloidogyne javanica(Sumber: Eisenbac

spesies ini dapat dilihat dari pola perineal yang memiliki

lateral yang memisahkan striae bagian dorsal dan Menurut Orton Williams (1972) diantara dua garis lateral

kosong dan tidak ada striae dorsal dan ventral yang

et al. (1995) kentang yang terinfeksi memiliki besar daripada yang disebabkan oleh M. hapla dan M.

dikendalikan dengan cara rotasi tanaman, perlakuan pa

menanam tanaman yang resisten. Kemampuan bertahan hidup

javanica akan berkurang apabila diperlakukan pada suhu m (Eisenback 1988).

Garis lateral antara striae dorsal dan ventral

buahan (Semangun

daur hidup M. untuk spesies ini

M. javanica terhambat pada pH di

Eisenback

memiliki ciri

dan ventral

lateral tersebut

yang saling

memiliki puru yang

M. chitwoodi. perlakuan panas pada

bertahan hidup

pada suhu 450C Garis lateral antara

(24)

Meloidogyne arenaria

M. arenaria merupakan berpengaruh pada perekonomian

daerah tropik, nematoda ini umumnya j

1995).

Karakteristik morfologi

nematoda betinanya. Secara

sangat variabel ditandai oleh lengkungan tepi

yang halus hingga bergelom

perineal dari spesies ini

incognita. Bagian striae bercaba dimiliki oleh sebagian besar

dan stilet yang pendek dan agak bulat (

Gambar 6 Ciri khusus p

2003)

M. arenaria, M. incognita, Fusarium oxisporum

Pengendalian spesies ini

tanaman yang resisten, penggunaan nema

merupakan salah satu spesies Meloidogyne yang perekonomian dunia. M. arenaria tidak hanya berada

da ini umumnya juga terdapat di daerah subtropik (Luc

morfologi dari nematoda ini dapat dilihat dari pola

Secara khusus pola perinealnya dapat dilihat pada

ditandai oleh lengkungan tepi yang rendah dan bulat, dengan striae

bergelombang (Eisenback dan Triantaphyllou 1991).

spesies ini merupakan variasi dari spesies M. hapla riae bercabang pada garis lateralnya dan merupakan pola ya

sebagian besar spesies ini. Nematoda jantan memiliki bentuk

dan stilet yang pendek dan agak bulat (Eisenback et al. 1981).

Ciri khusus pola perinealMeloidogyne arenaria(Sumber: Eisenbac

M. incognita, dan M. javanica berinteraksi dengan dan menyebabkan tanaman layu (Luc et al

ini tidak berbeda dengan spesies lainnya, yaitu penanaman

n, penggunaan nematisida, dan rotasi tanaman.

Lengkungan tepi rendah dan bulat, striae halus hingga bergelombang

yang sangat

berada pada

i daerah subtropik (Luc et al.

pola perineal

da Gambar 6

, dengan striae

1991). Pola

hapla dan M. erupakan pola yang

bentuk kepala

Eisenback

dengan cendawan

et al. 1995). yaitu penanaman Lengkungan tepi rendah dan bulat,

halus

(25)

! "

!

# $ %&'&

( & ')* ! + ,)

- !

.

- / ! 0 1

% 2 3

!

" ! 4 0

1 . . 5 .

0 6 %!

& ') ',

. .

(26)

'7

!

2 3 ! 0

!

- '&

. .

(8 71*

. (8 7 *

( * + ,) !

',59&

(8 7"* : .

- . (8 7 *

. (8

73*

! .

(8 7 78* 8

0 0

(27)

';

8 7 1 ( *

(- < 3 ! %&&9*

0

! +&&= 0

!

! 0 > $

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kabupaten Bandung merupakan salah satu penghasil utama kentang di Jawa

Barat, terutama di Kecamatan Pangalengan, Kertasari, dan Ciwidey. Namun pada

beberapa tahun terakhir, produksi kentang di wilayah tersebut, terutama di

Ciwidey menurun karena petani kentang banyak yang beralih ke tanaman stroberi.

Untuk Kabupaten Bandung, data statistik tahun 2000-2007 menunjukkan, luas

areal panen dan produksi kentang masing-masing menurun 9,7% dan 7,4%.

Luas

areal tanaman kentang daerah Jawa Barat pada tahun 2009 adalah 15.344 ha (BPS

2009). Penyebab utama penurunan areal panen adalah kebijakan Pemerintah

Daerah Jawa Barat yang tidak lagi memberikan izin penggunaan lahan milik

Perhutani untuk ditanami tanaman semusim, termasuk kentang, dan dialihkan

untuk tanaman tahunan atau kayu-kayuan untuk konservasi lahan (Deptan 2008).

Desa Margamulya, Kecamatan Pangalengan merupakan salah satu daerah

penghasil kentang. Kehilangan hasil yang disebabkan oleh infeksi

penyakit sekitar

30% dari 7,5 ton/0,25 ha luas areal pertanaman.

Kehilangan hasil ini tidak hanya

disebabkan oleh infeksi nematoda, tetapi disebabkan pula oleh infeksi penyakit

lainnya. Namun data kehilangan hasil kentang akibat infeksi nematoda pada Desa

Cirawa, Kecamatan Kertasari tidak didapatkan karena sebagian besar kentang

pada daerah ini terserang busuk umbi.

Keadaan umum lokasi penelitian meliputi curah hujan rata-rata 166,7

mm/bulan dan 12,5 mm/hari. Suhu udara rata-rata maksimal 30

o

C dan suhu udara

minimal 20

o

C. Suhu udara harian rata-rata 17-20

o

C dan suhu tanah rata-rata

15-20

o

C. Kelembaban udara maksimal 78% dan kelembaban minimal 35% (Fajar

2003).

(29)

20

Penampakan gejala yang khas dapat diamati melalui akar atau umbi dengan

menunjukkan adanya puru atau tonjolan berbagai ukuran dan bentuk (Gambar 8).

Terjadinya puru dan ukurannya tergantung pada kerapatan nematoda dan

spesiesnya. Dalam keadaan lingkungan yang baik, umbi kentang dari semua

bentuk dan ukuran dapat terinfeksi. Umbi yang terinfeksi terbentuk puru sehingga

nampak seperti kutil pada permukaannya atau sama sekali tidak berubah bentuk.

Umbi kentang yang tidak menampakkan gejala berupa puru tidak menutup

kemungkinan bahwa kentang tersebut tidak terinfeksi oleh NPA sehingga perlu

dilakukan identifikasi untuk setiap kentang.

Kentang 1

Kentang 2

Kentang 3

Kentang 4

Kentang 5

Kentang 6

Kentang 7 Kentang 8 Kentang 9

(30)

21

Gejala penyakit akibat nematoda akan terlihat jelas pada umbi kentang yang

terinfeksi. Permukaan umbi yang tidak rata akibat infeksi nematoda menyebabkan

penampakkan fisik umbi tersebut tidak baik. Benjolan-benjolan yang terdapat

pada kentang diakibatkan oleh infeksi nematoda betina yang berada di dalam

jaringan kentang. Nematoda berada dalam jaringan kentang dekat dengan kulit

kentang namun sebagian nematoda juga ada pada bagian terdalam jaringan tidak

dekat dengan kulit. Nematoda akan terlihat seperti buah pir yang berwarna putih

dan berukuran kecil, akan terlihat jelas jika melakukan pengamatan di bawah

mikroskop. Tubuh nematoda betina terdiri dari kepala seperti ujung pena

berbentuk lancip, badan yang berbentuk bulat, dan tidak memiliki ekor.

Pengamatan dilakukan pada sembilan umbi kentang yang diduga terinfeksi

nematoda. Umbi 1 hingga umbi 6 berasal dari daerah Pangalengan dan umbi 7

hingga umbi 9 berasal dari daerah Kertasari (Gambar 8). Pada setiap umbi

menampakkan gejala yang berbeda-beda, terdapat enam umbi mengalami

kerusakan fisik yang parah dan menyebabkan permukaan kentang tidak rata.

Benjolan atau puru akibat infeksi nematoda tersebar hampir pada seluruh

permukaan kentang. Ukuran dan bentuk dari setiap umbi berbeda, hal ini dapat

diakibatkan perbedaan kerapatan nematoda dan spesies yang menginfeksi umbi.

Sedangkan pada kentang yang berasal dari Kertasari tidak menampakkan gejala

infeksi nematoda berupa puru. Kentang dari daerah ini hanya menampakkan

gejala bintik-bintik coklat pada permukaan kulit kentang dan adanya massa

sporangium pada lekukan kulit. Hal ini menandakan bahwa kentang pada daerah

ini tidak terserang nematoda tetapi terinfeksi oleh penyakit lain yang

menyebabkan kentang menjadi busuk.

(31)
[image:31.595.181.446.344.608.2]

22

Jaringan kentang yang terinfeksi akan menampakkan gejala nekrosis yang

disebabkan oleh massa gelatinus mengandung enzim pektinolitik dan

menimbulkan bekas pada jaringan tersebut. Gejala nekrosis dapat terlihat jelas

ketika jaringan kentang diiris tipis dan direndam pada larutan

Phloxine

B selama

15 menit (Gambar 9). Perendaman jaringan juga dapat mempermudah dalam

mengamati nematoda betina yang selanjutnya akan diidentifikasi spesiesnya.

Warna tubuh nematoda tidak berubah menjadi merah ketika melakukan

perendaman jaringan pada larutan

Phloxine

B. Nematoda betina yang berada

dalam jaringan kentang akan terlihat berwarna putih dan berada dekat dengan

gejala nekrosis. Nematoda berada tidak hanya pada jaringan yang mengalami

pembengkakan, namun nematoda tersebar di seluruh jaringan umbi.

Gambar 9 Perendaman potongan kentang pada larutan

Phloxine

B 0,1% selama

15 menit

(32)

23

dapat dilihat gejala nekrosis berbentuk bulat kecil hingga besar dan tersebar dekat

dengan kulit kentang. Nematoda betina terlihat di dalam jaringan kentang dan

tidak berubah warna setelah melakukan perendaman, nematoda berwarna putih.

Sedangkan pada umbi 7, 8, dan 9 setelah dilakukan perendaman jaringan kentang

terdapat nekrosis yang berwarna kecokelatan. Bentuk dari gejala nekrosisnya

berbeda dengan gejala nekrosis yang ditimbulkan oleh infeksi nematoda. Nekrosis

menyebar keseluruh jaringan kentang dan bentuknya tidak beraturan. Gejala

tersebut selanjutnya dapat menyebabkan kentang membentuk lekukan pada

permukaan kulit dan membusuk. Gejala seperti ini biasanya disebabkan oleh

Phytopthora infestans

. Menurut Samadi (2007) umbi yang terinfeksi tidak

menampakkan gejala yang jelas dari luar, biasanya hanya ada lekukan yang

berwarna lebih gelap daripada warna kulitnya. Namun apabila umbi dibelah akan

tampak jelas adanya bercak-bercak cokelat dan lama-kelamaan umbi membusuk.

[image:32.595.146.486.375.594.2]

Gambar 10 Gejala nekrosis akibat infeksi dan NPA betina pada umbi kentang

asal Pangalengan hasil pengamatan di bawah mikroskop

(33)

24

juga untuk mengetahui apakah pada satu kentang yang terinfeksi terdapat satu

spesies nematoda atau terdiri dari beberapa spesies.

Hasil identifikasi spesies nematoda umbi 1 hingga umbi 6 yang berasal dari

Desa Margamulya, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung adalah

Meloidogyne javanica.

Sebanyak 60 nematoda betina diidentifikasi yang berasal

dari umbi 1 hingga umbi 6 memiliki ciri-ciri yang sama. Bentuk tubuh dari setiap

spesies nematoda betina sama, identifikasi dilakukan dengan cara melihat pola

perineal dari setiap nematoda betina. Contoh pola perineal hasil identifikasi dari

60 nematoda betina asal Pangalengan dapat dilihat pada Gambar 11. Pada pola

perineal tersebut terlihat jelas adanya garis lateral yang memisahkan bagian striae

dorsal dan ventral dan ini merupakan ciri khas dari

Meloidogyne javanica

.

[image:33.595.90.511.328.699.2]

(34)
[image:34.595.106.540.193.560.2]

25

Garis lateral pada pola perineal

M. javanica

memisahkan

striae

dorsal dan

ventral sehingga terlihat daerah kosong diantara garis tersebut (Southey 1978).

Pengamatan pola perineal nematoda betina dilakukan di bawah mikroskop dengan

perbesaran 400x. Beberapa bagian dari pola perineal yang terlihat adalah anus,

garis lateral, vulva, dan

Striae

dorsal dan ventral (Gambar 12).

Gambar 12 Bagian dari pola perineal

Meloidogyne javanica

hasil identifikasi

pada umbi kentang asal Pangalengan

(35)
[image:35.595.117.508.210.365.2]

26

pada daerah ini. Pola perineal dari

Meloidogyne javanica

terlihat jelas adanya

garis lateral pada kedua sisi yang memisahkan

striae

bagian dorsal dan ventral.

Tabel 1 Hasil identifikasi spesies

Meloidogyne

pada umbi kentang asal

Pangalengan dan Kertasari

Asal Umbi

NPA (+/-)

Spesies NPA

% Spesies

NPA

Pangalengan 1

2

3

4

5

6

+

+

+

+

+

+

Meloidogyne javanica

Meloidogyne javanica

Meloidogyne javanica

Meloidogyne javanica

Meloidogyne javanica

Meloidogyne javanica

100%

100%

100%

100%

100%

100%

Kertasari 1

2

3

-

-

-

-

-

-

-

-

-

(+) adanya infeksi NPA (-) tidak adanya infeksi NPA

(36)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Spesies Nematoda Puru Akar pada umbi kentang asal Desa Margamulya,

Kecamatan Pangalengan adalah Meloidogyne javanica. Umbi kentang yang berasal dari Desa Cirawa, Kecamatan Kertasari tidak teridentifikasi adanya infeksi

NPA.

Saran

Penelitian identifikasi spesies Meloidogyne dapat dilakukan lebih lanjut dengan menggunakan metode biomolekuler (teknik PCR atau elektroforesis).

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, George N. 2005.

Plant Pathology

. Fifht edition. USA: University of

Florida.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Produksi sayuran di Indonesia.

http://www.bps.go.id/sector/agri/horti/index.html. [16 Januari 2011]

[Deptan] Departemen Pertanian. 2008. Data statistik departemen pertanian.

http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr313098.pdf.

[11

Desember 2010].

Daryanto. 2003. Status penyebaran dan kerugian nematode sista kentang pada

tanaman kentang. Disampaikan pada Lokakarya Nematoda sista kentang

11-12 Desember 2003. Yogyakarta. 8 hal.

Dropkin VH. 1991. Pengantar Nematoligi Tumbuhan. Supratoyo, penerjemah.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari:

Introduction

of Plant Nematology

.

Eisenback JD. 1988. Identification of

Meloidogyne

. New York: Plenum press.

. 2003. Nematology Laboratory Investigations Morphology and

Taxonomy. USA: Departement of Plant Pathology, Physiologi, and Weed

Science. Virginia Polytechnic Institute & State University.

Eisenback JD, Triantaphyllou AC. 1991. Root-knot nematodes: Meloidogyne

species and races. In Manuel of Agricultural Nematology, W.R. Nickle, ed.

Marcel Dekker, Inc. New York. pp. 191- 274. http://plpnemweb.ucdavis.edu

/nemaplex/Taxadata.htm [4 Januari 2011].

Eisenback JD, Hirschmann H, Sasser, JN,.Triantaphyllou AC. 1981.

A Guide to

the Four Most Common Species of Root-Knot Nematodes, (Meloidogyne

species) with a pictorial key.

A Coop. Publ. Depts. Plant Pathol. and

Genetics and U.S. Agency for International Development, Raleigh, NC.

Endah HJ, Novizan. 2002. Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman.

Jakarta: Agro Media Pustaka.

(38)

29

Hussey RS, Janssen GJW. 2002.

Root knot Nematodes

:

Meloidogyne Spesies.

CAB International.

Hutagalung L. 1988. Teknik Ekstraksi dan Membuat Preparat Nematoda Parasit

Tumbuhan. Jakarta: CV. Rajawali.

Kalshoven LGE. 1981.

Pests of Crops in Indonesia.

PA Van Der Laan,

penerjemah. Jakarta: PT Ichtiar Baru. Terjemahan dari :

De Plagen van de

Culturgewassen in Indonesie.

Lisnawati. 2007. Identifikasi, Kajian Biologi dan Ketahanan Tanaman Terhadap

Nematoda Sista Kentang (Globodera spp.) [disertasi]. Bogor: Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Luc M, Sikora RA, Bridge J. 1995. Nematoda Parasit Tumbuhan di Pertanian

Subtropik dan Tropik. Supratoyo, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press. Terjemahan dari:

Plant Parasitic Nematodes in

Subtropical and Tropical Agriculture.

Rubatzky VE, Yamaguchi M.. 1998. Sayuran Dunia I. Prinsip, Produksi, dan

Gizi. Jilid I. Bandung: Institut Teknik Bandung.

Samadi B. 2007. Kentang dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta: Kanisius.

Semangun H. 2006. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Setiadi SFN. 1993. Kentang, Varietas, dan Pembudidayaan. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Sikora RA, Bridge J. 2005.

Plant Parasitic Nematode in Subtropical and

Tropical Agriculture. Second edition.

London. CABI.

Singh RS. 1994. Plant Pathogen : The Plant Parasite Nematodes. New York:

Internasional Science Publisher.

Soewito M. 1991. Memanfaatkan Lahan-Lahan Bercocok Tanaman Kentang.

Jakarta: Titik Terang.

Southey JF, editor. 1978.

Plant Nematology.

London: A.D.A.S. Plant Pathology

Laboratory, Harpenden.

(39)

30

Thomas SH, Schroeder J, Murray LW. 2004.

Cyperus

tubers protect

Meloidogyne

incognita

from 1,3-dichloropropene. J. Nematology.

Triantaphyllou AC. 1993. Hermaphroditism in

Meloidogyne hapla

. Journal of

Nematology 25:15-26.

Wattimena GA, Purwito A, Mattjik NA. 2002. Research in potato propagation

and breeding at Bogor Agricultural University. Di dalam: Fuglie KO, editor.

Progres in potato and sweetpotato research in Indonesia. Proccedings of the

CIP-Indonesia

Research Review Workshop.

Bogor: Internasional Potato

Center.

Wattimena GA. 2000. Pengembangan propagul kentang bermutu dan kultivar

kentang unggul dalam mendukung peningkatan produksi kentang di

Indonesia [Orasi Ilmiah]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Bogor.

(40)

IDENTIFIKASI SPESIES NEMATODA PURU AKAR

(

Meloidogyne

spp.) PADA UMBI KENTANG ASAL

PANGALENGAN DAN KERTASARI, KABUPATEN

BANDUNG, JAWA BARAT

WAHYU JAYANTI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

(41)

ABSTRAK

WAHYU JAYANTI, Identifikasi Spesies Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp,) pada Umbi Kentang Asal Pangalengan dan Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat dibimbing oleh SUPRAMANA.

Nematoda Puru Akar (NPA, Meloidogyne spp.) merupakan salah satu parasit utama pada kentang. Tanaman sakit akan menampakkan gejala kerdil, menguning atau klorosis, layu dan terbentuknya benjolan-benjolan pada umbi kentang. Hal tersebut dapat menyebabkan penurunan produksi baik kualitas maupun kuantitas umbi kentang. Pengambilan contoh umbi kentang yang terinfeksi nematoda dapat menginformasikan spesies Meloidogyne spp. melalui proses identifikasi. Identifikasi spesies nematoda sangat penting dilakukan untuk merancang strategi pengendalian yang efektif dan efisien. Identifikasi spesies nematoda dilakukan terhadap sampel umbi kentang yang diambil dari daerah Pangalengan dan Kertasari, Kabupaten Bandung. Deteksi keberadaan NPA dilakukan dengan pewarnaan menggunakan Phloxine B konsentrasi 0,1%. Identifikasi spesies NPA dilakukan dengan pengamatan pola perineal nematoda betina di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Spesies NPA yang menginfeksi umbi kentang asal Pangalengan adalah Meloidogyne javanica, sedangkan pada umbi kentang asal Kertasari tidak terinfeksi oleh NPA.

(42)

! "

# # $# # # %&' ( ) # # $ ' & *!

" ! + , * '

-. (" / 0

1 2

3 3

! 4 !4 !4

5 6 0 3

5 6 7 8

6 9 6 0 3

: 6 9 3

4 ) 6

! 3 6 0 3

! 0

! 7 0!7 0 0

, 2 !;< !;=

! 1;

#""&> 3 #""%

$( &

(43)

0!7 0

0!7 )

0

0!7 0

3 4

3 !

3 ! " # ! # ! #

! 3 ! #""% 9 )

? #""( 3 0!7

0!7 $

4 )

7 #""$ !

) )

)

@ #""# 9 ) ,

,

,

*

3 ! ! !

(44)

'

! 3

. .

3

.

) 2 )

!A1

! ) 0 ! 7

0!7 !

* + , *

(45)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kentang

Sejarah

Awal mulanya kentang diintroduksi dari Amerika Selatan ke Spanyol sekitar

tahun 1570. Penerimaan masyarakat Spanyol menyebabkan penanaman dan

distribusi kentang meningkat dan mulai dibudidayakan secara besar-besaran

(Wattimena et al.2002). Kentang dibawa ke sejumlah negara di Eropa dan dalam

waktu kurang dari 100 tahun tanaman ini telah ditanam cukup luas. Penyebaran di

luar Eropa dimulai tahun 1620 ke India, tahun 1700 ke Cina dan ke berbagai

wilayah di daerah Asia lainnya (Rubatzky & Yamaguchi 1998).

Kentang pertama kali ditanam di wilayah Indonesia pada tahun 1794 di

Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Jawa barat dan mulai dibudidayakan di

daerah dataran tinggi lainnya sejak tahun 1804 yaitu di Bukit Tinggi (Sumatera

Barat), Tanah Karo (Sumatera Utara) sampai ke Pegunungan Arfak (Irian Jaya)

(Wattimena 2000). Saat ini kentang sudah dibudidayakan di 20 propinsi di

Indonesia, yang tersebar di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua

(Daryanto 2003 dalamLisnawita 2007).

Arti Ekonomi

Kentang merupakan tanaman pangan sebagai penghasil kalori karena

banyak mengandung protein dan karbohidrat (Soewito 1991). Nilai pangan

kentang dengan serelia atau bahan pangan lain lebih tinggi berdasarkan produksi

kalori dan protein (Suri & Jayasinghe 2002). Kentang merupakan tanaman pangan

utama keempat dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Rubatzky & Yamaguchi

1998). Produksi kentang di Indonesia telah berkembang pesat dan menjadikan

Indonesia sebagai negara penghasil kentang terbesar di Asia Tenggara.

Kebutuhan kentang dari tahun ke tahun semakin bertambah sejalan dengan

bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya kesadaran masyarakat

(46)

saat ini. Di kota-kota besar mulai terlihat adanya pergeseran ke arah pemanfaatan

kentang sebagai sumber karbohidrat alternatif (Lisnawita 2007).

Kentang sudah menjadi alternatif diversifikasi pangan masyarakat Indonesia

sehingga konsumsi bahan pangan berumbi ini semakin meningkat. Kentang tidak

hanya untuk campuran sayur sup, dijadikan perkedel atau pastel, melainkan

dijadikan juga sebagai keripik, french fries, dan menu lainnya (Samadi 2007). Semua ini karena masyarakat luas semakin mengetahui manfaat kentang sebagai

bahan pangan.

Taksonomi

Dalam dunia tumbuhan, kentang diklasifikasikan ke dalam Divisi

Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Famili

Solanaceae, Genus Solanum, dan Spesies Solanum tuberosumL (Samadi 2007).

Syarat Tumbuh

Tanaman kentang dapat tumbuh pada tanah dengan drainase yang baik,

bertekstur sedang hingga kasar, dan pH 5,5-6,6. Suhu yang sesuai untuk

pertumbuhan adalah 18-21oC. Umbi kentang akan sulit terbentuk bila suhu tanah

kurang dari 10 oC dan lebih dari 30 oC. Suhu tanah berpengaruh terhadap

peningkatan kandungan pati dan gula pada umbi (Smith 1968 dalam Samadi

2007). Curah hujan rata-rata yang sesuai untuk pertumbuhan kentang adalah 1500

mm/tahun dengan lama penyinaran matahari 9-10 jam/hari (Samadi 2007). Curah

hujan yang tinggi berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan kelembaban,

penurunan suhu, berkurangnya penyinaran cahaya matahari, dan peningkatan

kelengasan tanah.

Kelembaban udara yang sesuai untuk tanaman kentang adalah 80-90%

(Rubatzky & Yamaguchi 1998). Kelembaban yang terlalu tinggi dapat

menyebabkan tanaman mudah terinfeksi penyakit, terutama yang disebabkan oleh

(47)

Cara Budidaya

Penanaman kentang diawali dengan pengolahan tanah dan dilanjutkan

dengan pemupukan menggunakan pupuk organik dan anorganik. Lahan dibajak

sedalam 30-40 cm sampai gembur agar perkembangan akar dan perkembangan

umbi dapat berlangsung dengan optimal, selanjutnya tanah dibiarkan selama dua

minggu sebelum dibuat bedengan (Samadi 2007).

Pada lahan datar, sebaiknya dibuat bedengan memanjang ke arah

Barat-Timur agar memperoleh sinar matahari secara optimal, sedang pada lahan

berbukit arah bedengan dibuat tegak lurus kemiringan tanah untuk mencegah

erosi. Lebar bedengan 70 cm untuk 1 jalur tanaman atau 140 cm untuk 2 jalur

tanaman, tinggi 30 cm dan jarak antar bedengan 30 cm. Lebar dan jarak antar

bedengan dapat diubah sesuai dengan varietas kentang yang ditanam. Di

sekeliling petak bedengan dibuat saluran pembuangan air sedalam 50 cm dan

lebar 50 cm. Adanya bedengan dan selokan akan memudahkan kegiatan

pemberian pupuk, pengairan, pembuangan air yang berlebihan, dan pengendalian

hama dan penyakit (Setiadi 1993dalam Samadi 2007).

Pemupukan terdiri dari pupuk organik dan pupuk anorganik yang diberikan

sebelum tanam. Pemberian pupuk organik (kotoran ayam, kambing, atau sapi)

pada permukaan bedengan dilakukan seminggu sebelum tanam. Bersamaan

dengan pemberian pupuk organik, diberikan juga pupuk anorganik SP-36 sebagai

pupuk dasar (Setiadi 1993dalam Samadi 2007).

Penanaman bibit kentang dapat dilakukan dengan cara meletakkan umbi

secara mendatar dalam lubang tanam, dengan tunas menghadap ke atas.

Kemudian, tutup dengan tanah dari sebelah kanan dan kiri lubang tanam. Bibit

kentang akan mulai tumbuh sekitar 10-14 hari setelah tanam (Samadi 2007).

Tanaman dipanen setelah berumur sekitar 90 hingga 160 HST. Panen dilakukan

dengan cara menggali umbi dengan tangan. Hasil tanaman beragam tergantung

pada kultivar yang digunakan dan wilayah produksi (Rubatzky & Yamaguchi

1998).

Perawatan tanaman selama penanaman masih tetap diperlukan untuk

menjaga agar pertumbuhannya normal dan tetap sehat. Selama fase pertumbuhan

(48)

tanaman itu sendiri maupun faktor lingkungan tumbuhnya (Setiadi 1993 dalam Samadi 2007). Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi yaitu suhu,

kelembaban, curah hujan, atau adanya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).

Organisme Pengganggu Tanaman Kentang

OPT merupakan faktor penghambat pertumbuhan tanaman yang

mendatangkan kerugian karena dapat menurunkan kuantitas maupun kualitas dari

tanaman yang dibudidayakan (Setiadi 1993 dalam Samadi 2007). Hama atau penyakit yang menyerang bagian tanaman dapat menurunkan jumlah produksi

dari tanaman tersebut. Serangan hama atau penyakit dapat terjadi pada seluruh

bagian tanaman, seperti daun, batang, buah, umbi, dan akar. Sehingga jumlah

yang dipanen berkurang atau menurun dari keadaan normal.

OPT terdiri dari hama dan penyakit tanaman. Beberapa hama yang

menyerang tanaman kentang adalah ulat grayak, kutu daun, orong-orong, ulat

tanah, dan penggerek umbi. Penyakit penting yang biasa menginfeksi tanaman

kentang antara lain Nematoda Puru Akar (NPA, Meloidogyne spp.), Nematoda Sista Kentang (NSK, Globodaera), hawar daun kentang (Phytopthora infestans), virus (PVX, PVY, PLRV), layu bakteri (Ralstonia solanacearum), dan bakteri

busuk akar (Erwinia carotovora) (Singh 1994; Luc et al. 1995).

Meloidogyne spp.

Taksonomi

Meloidogyne termasuk dalam ordo Tylenchida, subordo Tylenchina, famili Heteroderoidae, dan genus Meloidogyne (Dropkin 1991). Meloidogyne spp. memiliki lebih dari 79 spesies, empat spesies utama, yaitu M. incognita, M. hapla,

M. javaniva, dan M. arenaria.

Morfologi

Ukuran tubuh yang kecil menyebabkan nematoda tidak dapat dilihat

(49)

Nematoda jantan memiliki

pada saat dewasa memiliki

2005).

Betina dewasa berukuran

perakaran mempunyai panjang

lemah melengkung ke arah

jelas. Terdapat pola jelas

disebut pola perineal (

Meloidogynespp. dibagi menjadi Bagian dorsal terdiri

berduri), phasmid, ujung

dari striae ventral, vulv

beberapa variasi pola perineal

[image:49.612.134.504.376.591.2]

identifikasi.

Gambar 1 Morfologi pola perineal

Jantan dewasa panjang

lebih panjang jika dibandingkan

mempunyai kepala yang

ekor pendek dan membulat

memiliki bentuk seperti cacing, sedangkan nematoda

memiliki bentuk tubuh seperti buah pir atau sferoid

berukuran panjang 430-740 µm. Stilet untuk

mempunyai panjang 11,5-14,5 µm. Nematoda betina memiliki

arah dorsal dengan knob dan pangkal knob yang

jelas pada striae yang terdapat di sekitar vulva

(perineal pattern). Morfologi umum dari pola

dibagi menjadi dua, yaitu bagian dorsal dan ventral (Gamba

terdiri dari lengkungan striae dorsal, punctations ujung ekor, dan garis lateral, sedangkan bagian ventral

vulva, dan anus (Eisenback 2003). Setiap spesies

pola perineal yang merupakan ciri khusus dari spesies

pola perinealMeloidogyne spp.(Sumber: Eisenback 2003

panjang tubuhnya berukuran 887-1268 µm. Panjang

dibandingkan dengan stilet betina, yaitu 16-19

yang tidak berlekuk. Bergerak lambat di dalam tanah

ulat pada bagian posterior terpilin.

nematoda betina

sferoid (Agrios

untuk menembus

memiliki stilet

yang tampak

vulva dan anus

pola perineal

(Gambar 1).

punctations (tonjolan ventral terdiri

spesies memiliki

spesies untuk

k 2003)

Panjang stilet

19 µm dan

(50)

Biologi

Nematoda puru akar bersifat obligat tersebar luas baik di daerah iklim tropik

maupun iklim sedang. Pembiakan tanpa jantan dalam reproduksi terjadi pada

banyak jenis, tetapi pada jenis yang lain reproduksi seksual masih terjadi dalam

perkembangbiakannya. Telur-telur yang dihasilkan nematoda betina dewasa

diletakkan berkelompok pada massa gelatinus yang betujuan untuk melindungi

telur dari kekeringan dan jasad renik. Siklus NPA (Meloidogyne spp.) dapat

[image:50.612.120.501.252.659.2]

dilihat pada Gambar 2.

(51)

Massa telur yang baru terbentuk biasanya tidak berwarna dan berubah

menjadi coklat setelah tua. Nematoda betina dapat menghasilkan hingga 500 telur

dalam massa gelatinus. Telur-telur mengandung zigot sel tunggal apabila baru

diletakkan. Embrio berkembang menjadi juvenil 1 (J1) yang mengalami

pergantian kulit pertama di dalam telur. Telur menetas dan J1 mengalami

perubahan menjadi J2 yang muncul pada suhu dan kelembaban yang sesuai dan

bergerak di dalam tanah menuju ke ujung akar yang sedang tumbuh. J2 masuk ke

dalam akar dan merusak sel-sel akar dengan stiletnya. Setelah masuk ke dalam

akar, J2 bergerak diantara sel-sel sampai tiba di tempat dekat silinder pusat atau

berada di daerah pertumbuhan akar samping. J2 akan hidup menetap pada sel-sel

tersebut, mengalami pertumbuhan dan pergantian kulit menjadi J3 dan J4 yang

selanjutnya akan menjadi nematoda jantan atau betina dewasa (Dropkin 1991).

Nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang seperti cacing dan hidup di

dalam tanah atau pada jaringan akar. Sedangkan betina dewasa tetap tertambat

pada daerah makanannya atau sel awal di dalam stele dengan bagian posterior

tubuhnya berada pada permukaan akar. Selama hidupnya, nematoda betina akan

terus-menerus menghasilkan telur hingga mencapai 1000 telur. Keberadaan

nematoda akan merangsang sel-sel untuk membelah, sehingga terbentuklah puru

(Luc et al. 1995).

Arti Penting

Agrios (2005) menyatakan bahwa Meloidogynespp. merupakan salah satu nematoda parasit pada tanaman kentang. Nematoda ini memiliki kisaran inang

yang sangat beragam, lebih dari 2000 spesies tanaman dan sebagian besar adalah

tanaman budidaya. Meloidogyne spp. tersebar luas di daerah tropik dan subtropik.

Infeksi berat dapat menyebabkan tanaman layu dan mati, gejala penyakit oleh

nematoda ini berupa pertumbuhan tanaman yang terhambat dan kerdil dengan

perakaran yang banyak bintil atau disebut puru akar (Endah & Novizan 2002).

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perkembangan nematoda meningkat

atau sebaliknya. Nematoda berkembang dengan baik pada tanah berpasir dengan

(52)

pemupukan, dan temperatur serta penurunan konsentrasi oksigen (Luc et al. 1995).

Kehilangan hasil akibat infeksiMeloidogyne spp. bervariasi tergantung pada varietas tanaman dan keadaan lingkungan, dan dapat mencapai 25% dari produksi.

Sedangkan kerugian ekonomi yang disebabkan infeksi nematoda ini terhadap

tanaman budidaya dapat mencapai 14% (Agrios 2005). Umbi yang terinfeksi

secara ekonomi tidak dikehendaki dan dapat menjadi sumber inokulum

penyebaran penyakit.

Kerugian akibat infeksi Meloidogyne spp. terhadap tanaman kentang dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Kerugian langsung berupa penurunan

kualitas maupun kuantitas umbi yang dihasilkan. Sedangkan kerugian tidak

langsung adanya interaksi Meloidogyne spp. dengan patogen lain seperti cendawan dan bakteri. Infeksi oleh Meloidogyne menyebabkan tanaman lebih rentan terhadap infeksi cendawan dan bakteri. Layu Fusarium pada beberapa tanaman meningkat persentase dan tingkat infeksinya apabila tanaman tersebut

juga terinfeksi oleh NPA (Agrios 2005).

Spesies Meloidogyne

Meloidogyne spp. tersebar di seluruh dunia dan mempunyai kisaran inang yang sangat luas, meliputi gulma dan berbagai tanaman yang dibudidayakan

(Dropkin 1991). Spesies ini memiliki lebih dari 75 spesies yang tersebar di dunia

dan 4 diantaranya merupakan spesies utama pada tanaman kentang, yaitu M. incognita, M. hapla, M. javanica,danM. arenaria.

Meloidogyne incognita

M. incognita merupakan parasit tanaman penting di seluruh daerah tropika. Beberapa tanaman inang spesies ini adalah kapas, kentang, tebu, wortel, tomat,

tanaman hias, dan lain-lain (Thomas et al. 2004).

Suhu optimum untuk reproduksi dari spesies ini berkisar antara 18o-30 oC,

namun spesies ini akan mengalami peningkatan populasi hingga 47% pada suhu

24o-27oC (Eisenback 2003).

(53)
[image:53.612.219.490.68.301.2]

Gambar 3 Ciri khusus pola p

2003)

Lengkungan striae berbentuk persegi (sudut

mengidentifikasi spesies

dengan spesies lain, dapat

jelas bergelombang.

Siklus hidup dari

tempat nematoda hidup.

yaitu suhu optimum, ketersediaan

bereproduksi.

Meloidogyne hapla

Spesies ini merupakan

kadang-kadang terdapat

mengalami populasi dan

wilayah tersebut tidak

Haplanya rendah diantaranya semangka, ka Reproduksi dari M.

melalui seksual (Triantaphyllou

pola perinealMeloidogyne incognita(Sumber : Eisenba

striae bagian dorsal yang dapat dilihat pada Gambar (sudut ± 90o) dan merupakan karakter khusus

spesies M. incognita (Eisenback et al. 1981). Jika dibandingkan dapat dilihat bahwa lengkungan striae spesies ini

dari nematoda sekitar 30-60 hari tergantung dengan

hidup. Beberapa faktor yang mempengaruhi hidup

optimum, ketersediaan inang, dan lingkungan yang sesua

merupakan spesies yang terdapat di daerah beriklim sedan

terdapat di dataran tinggi tropik (Luc et al.1995). M. hapla

dan tingkat infeksi yang rendah apabila temperatur

tidak disukai. Beberapa tanaman yang tingkat infeksi

diantaranya semangka, kapas, dan jagung.

M. haplabiasanya secara partenogenetik, namun (Triantaphyllou 1993). Suhu optimum untuk reproduksi

Lengkun striaemenyiku (sudut ±

(Sumber : Eisenback

pada Gambar 3

khusus dalam

dibandingkan

spesies ini tampak

dengan suhu

hidup nematoda,

sesuai untuk

beriklim sedang dan

M. hapla akan temperatur dari

tingkat infeksi M.

namun dapat juga

reproduksi spesies Lengkungan

(54)

ini berkisar antara 20-25

[image:54.612.219.494.142.369.2]

25oC dan nematoda mengalami perkembangan yang baik pada

Gambar 4 Ciri khusus p

Pada Gambar 4 menunjukkan

pola perineal nematoda

tonjolan-tonjolan seperti

Tonjolan-tonjolan seperti duri ini membentuk li

yang tidak dimiliki oleh spesies

Gejala yang disebabka

oleh spesies lainnya, yaitu

cabang akar yang berasal

berasosiasi dengan patogen lain.

Meloidogyne javanica M. javanicatersebar 3000 m dari permukaan

pegunungan, jenis ini merupakan

inang dari spesies ini sama

25 oC. Telur nematoda akan menetas pada suhu

C dan nematoda mengalami perkembangan yang baik pada suhu

15-Ciri khusus pola perinealMeloidogyne hapla(Sumber: Eisenbac

4 menunjukkan bahwa M. hapla memiliki ciri khusus nematoda betina yang berbeda dengan spesies lainnya yaitu

seperti duri pada zona ujung ekor (Eisenback et tonjolan seperti duri ini membentuk lingkaran atau elips pada

oleh spesies Meloidogynelainnya.

disebabkan oleh M. hapla berbeda dengan yang disebabkan lainnya, yaitu purunya kecil, bentuk seperti bola, dan

berasal dari jaringan puru (Luc et al. 1995). M. hapla dengan patogen lain.

tersebar di seluruh dunia, khususnya di daerah tropika

permukaan laut (Semangun 2006). Pada daerah dataran tinggi

ini merupakan nematoda puru akar yang dominan.

ini sama seperti spesies lainnya, yaitu tomat, kentang, Tonjolan duri pada ekor

suhu optimum

-20oC.

senback 2003)

khusus pada

yaitu terdapat

et al. 1981). au elips pada ujung ekor

yang disebabkan

dan terbentuk

M. hapla juga

tropika sampai

dataran tinggi atau

dominan. Tanaman

(55)

tanaman hias, tembakau,

2006).

Terdapat suhu optimum

javanica (Southey 1978 berkembang dengan baik

terbesar terjadi pada pH

[image:55.612.217.502.232.450.2]

bawah 5,2 (Southey 1978

Gambar 5 Ciri khusus p

2003)

Identifikasi spesies

adanya dua garis lateral

(Gambar 5). Menurut Orton

terdapat daerah kosong

berikatan.

Menurut Luc et al umumnya lebih besar dar

M. javanicadapat dikendalikan telur dan larva, dan menanam

telur dan larva M. javani

selama tiga jam (Eisenback 1988).

tembakau, macam-macam sayuran dan buah-buahan (Semangun

optimum untuk stadium yang berbeda pada daur

1978). Suhu optimum yang diperlukan untuk spesies

baik antara 25-30 oC. Munculnya populasi M. pH antara 6,4 sampai 7 dan akan terhambat pada

Southey 1978).

pola perinealMeloidogyne javanica(Sumber: Eisenbac

spesies ini dapat dilihat dari pola perineal yang memiliki

lateral yang memisahkan striae bagian dorsal dan Menurut Orton Williams (1972) diantara dua garis lateral

kosong dan tidak ada striae dorsal dan ventral yang

et al. (1995) kentang yang terinfeksi memiliki besar daripada yang disebabkan oleh M. hapla dan M.

dikendalikan dengan cara rotasi tanaman, perlakuan pa

menanam tanaman yang resisten. Kemampuan bertahan hidup

javanica akan berkurang apabila dip

Gambar

Gambar 1 Morfologi pola perinealpola perineal Meloidogyne spp. (Sumber: Eisenback 2003k 2003)
Gambar 2 Siklus hidup Meloidogyne spp. (Sumber: http://www.ctahr.hawaii.edu )
Gambar 3 Ciri khusus pola p          2003)pola perineal Meloidogyne incognita (Sumber : Eisenba(Sumber : Eisenback
Gambar 4 Ciri khusus pCiri khusus pola perineal Meloidogyne hapla (Sumber: Eisenbacsenback 2003)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi spesies Meloidogyne (NPA) yang berasosiasi dengan penyakit umbi bercabang pada wortel dan untuk mengetahui tingkat kekerabatan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran geografi dan spesies NSK yang menginfeksi tanaman kentang di Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara-Jawa Tengah melalui pendekatan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran geografi dan spesies NSK yang menginfeksi tanaman kentang di Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara-Jawa Tengah melalui pendekatan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bakteri endofit asal akar nilam meningkatkan pertumbuhan tanaman tembakau yang terinfeksi nematoda puru akar (Meloidogyne

Keefektifan limbah tanaman Brassicaceae untuk pengendalian nematoda puru akar ( Meloidogyne spp.) pada mikroplot di lapangan.. Jurnal

tanaman (Wardhiany et al ., 2014).Kebanyakan spesies Meloidogyne mudah didiagnosis oleh petani dengan kehadiran puru pada akar. Puru akar

Judul Penelitian : Penggunaan Limbah Pertanian Sebagai Biofumigan untuk Mengendalikan Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) pada Tanaman Kentang.. Nama : Desi

Judul : Potensi Bakteri Endofit Asal Akar Tanaman Nilam untuk Mengendalikan Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) pada Tanaman Tembakau.. Nama :