• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengendalian Biologi Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp) Pada Tanaman Tomat(Lycopersicum esculentum Mill)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengendalian Biologi Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp) Pada Tanaman Tomat(Lycopersicum esculentum Mill)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

PENGENDALIAN BIOLOGI NEMATODA PURU AKAR

( Meloidogyne spp. ) PADA TANAMAN TOMAT

( Lycopersicum esculentum Mill )

SKRIPSI

Oleh

JOY W HASUDUNGAN P

040302030/HPT

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGENDALIAN BIOLOGI NEMATODA PURU AKAR

( Meloidogyne spp. ) PADA TANAMAN TOMAT

( Lycopersicum esculentum )

SKRIPSI

Oleh

JOY W HASUDUNGAN P

040302030/HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Medan

Diketahui Oleh :

Komisi Pembimbing

(Dr. Lisnawita, SP MSi) (Alm. Ir.Kasmal Arifin, MSi)

Ketua Anggota

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Skripsi

: Pengendalian biologi nematoda puru akar

(Meloidogyne spp) pada tanaman tomat

(Lycopersicum esculentum Mill)

Nama

: Joy W Hasudungan P

NIM

: 040302030

Departemen

: Ilmu hama dan penyakit tumbuhan

Program studi

: Ilmu hama dan penyakit tumbuhan

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

(Dr. Lisnawita, SP MSi) (Alm. Ir.Kasmal Arifin, MSi) Ketua Anggota

Mengetahui

Ir. Marheni, MP Ketua Jurusan

(4)

ABSTRAK

Joy W Hasudungan P, Pengendalian Biologi Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp) pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill). Dibawah bimbingan Lisnawita dan Alm. Kasmal Arifin. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kasa Balai Penelitian Tebu dan Tembakau Deli (BPTD) Sampali, Medan. Dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Faktor pertama yaitu nematisida, terdiri dari P0 (100 ml air/polibeg), P1 (100 ml kitin/polibeg), P2 (100 ml ekstrak nimba/polibeg), P3 (100 ml ekstrak serai/polibeg), P4 (100 ml ekstrak Jarak/polibeg), P5 (100 ml ekstrak mahoni/polibeg), P6 (2–4 gr Nematisida berbahan aktif Karbofuran/polibeg). Faktor kedua yaitu varietas tanaman tomat terdiri dari V1 (Varietas Champion), V2 (Varietas Superking), V3 (Varietas Permata), V4 (Varietas Panah Merah), V5 (Varietas Matahari). Parameter pada penelitian ini adalah tingkat keparahan penyakit, berat basah akar, laju pertambahan tinggi tanaman, populasi akhir nematoda, dan produksi tomat. Hasil penelitian menunjukkan tiga nematisida biologi yang memberikan respon baik dalam mengendalikan Meloidogyne spp adalah kitin, nimba dan serai.

(5)

ABSTRACT

Joy W Hasudungan P, Biological control of root knot nematodes (Meloidogyne spp) on Plants Tomato (Lycopersicum esculentum Mill). By the adviser of Dr. Lisnawita SP, MSi and Ir. Arifin Kasmal MSi. The research was conducted at the home screen and Tobacco Research Institute for Sugar Cane Deli (BPTD) Sampali, Medan. By using a randomized block design (RAK) factorial. The first factor is Nematicide, composed of P0 (100 ml water / polybag), P1 (100 ml chitin / polybag), P2 (100 ml neem extract / polybag), P3 (100 ml extract lemongrass / polybag), P4 (100 ml extract Jatropha / polybag), P5 (100 ml extract mahogany / polybag), P6 (2-4 gr Nematicide contain active Carbofuran / polybag). The second factor is composed of varieties of tomato plants V1 (Variety Champion), V2 (Variety Superking), V3 (Variety Permata), V4 (Variety Red Arrows), V5 (Variety sun). The parameters in this study is the level of disease severity, root fresh weight, plant height accretion rate, the final nematode population, and tomato production. The results showed three Nematicide biology that provides good response in controlling Meloidogyne spp is chitin, neem and lemongrass.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Joy W Hasudungan P. Lahir pada tanggal 11 januari 1985 di Tanjung

Morawa. Merupakan anak pertama dari enam bersaudara dari Ayah R. Panjaitan

dan Ibu R. Siahaan.

Pada tahun 1997 penulis lulus dari SD Negeri 105855 PTPN II, Tanjung

Morawa, pada tahun 2000 lulus dari SMP Negeri 1 Tanjung Morawa dan pada

tahun 2003 lulus dari SMA Negeri 1 Tanjung Morawa. Pada tahun 2004 diterima

di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian USU

Medan melalui jalur SPMB.

Selama menjalani perkuliahan penulis pernah mengikuti organisasi dan

kegiatan diantaranya, Ketua Umum DPP KAM Perubahan USU, Komisioner

KPU FP USU, Pengurus Komisariat GMKI FP USU, ikatan mahasiswa

perlindungan tanaman (IMAPTAN), Fungsionaris DPP Himpunan Mahasiswa

Deli Serdang (HIMADES). Tim Pemantau Independen (TPI) Ujian Nasional.

Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan juni 2008 di kebun

bangun PTPN III Kabupaten Simalungun.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan

sebaik-baiknya.

Penelitian ini berjudul, ” Pengendalian Biologi Nematoda Puru Akar

( Meloidogyne spp. ) pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill )”.

Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana

Pertanian di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada Kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada

Komisi Pembimbing Dr. Lisnawita, SP MSi selaku ketua dan Ir. Kasmal Arifin,

MSi selaku anggota yang telah memberikan saran dan arahannya kepada penulis

dalam melaksanakan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, September 2010

(8)

DAFTAR ISI

Hipotesa Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA

Nimba (Azadirachta indica A. Juss) ... 15

Kitin ... 16

Serai (Andropogan nardus L.) ... 18

Jarak (Ricinus communis L.) ... 18

Mahoni (Swietenia spp) ... 20

Pengendalian ... 21

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

Bahan dan Alat ... 24

Metode Penelitian ... 24

Pelaksanaan Penelitian ... 26

Persemaian ... 26

Perbanyakan Meloidogyne spp ... 27

Persiapan Kitin ... 27

Pembuatan Ekstrak ... 28

Aplikasi Perlakuan ... 29

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Keparahan Penyakit ... 32

Berat Basah Akar ... 36

Laju Pertambahan Tinggi Tanaman ... 39

Populasi Akhir Nematoda ... 42

Produksi Tanaman ... 46

KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Respon pemberian nematisida biologi terhadap

tingkat keparahan penyakit (%) 33

2. Respon pemberian nematisida biologi terhadap

berat basah akar (gr) 36

3. Respon pemberian nematisida biologi terhadap

laju pertambahan tinggi tanaman 39

4. Respon pemberian nematisida biologi terhadap

populasi nematoda 42

5. Respon pemberian nematisida biologi terhadap

produksi tomat 46

(11)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Meloidogyne spp 10

2. Akar tanaman terserang nematoda Meloidogyne spp 14

3. Nimba (Azadirachta indica A. Juss) 16

4. Serai (Andropogan nardus L.) 18

5. Jarak (Ricinus communis L.) 19

6. Buah Mahoni (Swietenia spp) 20

(12)

ABSTRAK

Joy W Hasudungan P, Pengendalian Biologi Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp) pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill). Dibawah bimbingan Lisnawita dan Alm. Kasmal Arifin. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kasa Balai Penelitian Tebu dan Tembakau Deli (BPTD) Sampali, Medan. Dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Faktor pertama yaitu nematisida, terdiri dari P0 (100 ml air/polibeg), P1 (100 ml kitin/polibeg), P2 (100 ml ekstrak nimba/polibeg), P3 (100 ml ekstrak serai/polibeg), P4 (100 ml ekstrak Jarak/polibeg), P5 (100 ml ekstrak mahoni/polibeg), P6 (2–4 gr Nematisida berbahan aktif Karbofuran/polibeg). Faktor kedua yaitu varietas tanaman tomat terdiri dari V1 (Varietas Champion), V2 (Varietas Superking), V3 (Varietas Permata), V4 (Varietas Panah Merah), V5 (Varietas Matahari). Parameter pada penelitian ini adalah tingkat keparahan penyakit, berat basah akar, laju pertambahan tinggi tanaman, populasi akhir nematoda, dan produksi tomat. Hasil penelitian menunjukkan tiga nematisida biologi yang memberikan respon baik dalam mengendalikan Meloidogyne spp adalah kitin, nimba dan serai.

(13)

ABSTRACT

Joy W Hasudungan P, Biological control of root knot nematodes (Meloidogyne spp) on Plants Tomato (Lycopersicum esculentum Mill). By the adviser of Dr. Lisnawita SP, MSi and Ir. Arifin Kasmal MSi. The research was conducted at the home screen and Tobacco Research Institute for Sugar Cane Deli (BPTD) Sampali, Medan. By using a randomized block design (RAK) factorial. The first factor is Nematicide, composed of P0 (100 ml water / polybag), P1 (100 ml chitin / polybag), P2 (100 ml neem extract / polybag), P3 (100 ml extract lemongrass / polybag), P4 (100 ml extract Jatropha / polybag), P5 (100 ml extract mahogany / polybag), P6 (2-4 gr Nematicide contain active Carbofuran / polybag). The second factor is composed of varieties of tomato plants V1 (Variety Champion), V2 (Variety Superking), V3 (Variety Permata), V4 (Variety Red Arrows), V5 (Variety sun). The parameters in this study is the level of disease severity, root fresh weight, plant height accretion rate, the final nematode population, and tomato production. The results showed three Nematicide biology that provides good response in controlling Meloidogyne spp is chitin, neem and lemongrass.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tomat merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.

Indonesia dari tahun ke tahun berusaha untuk meningkatkan produksi tomat

dengan cara perluasan wilayah budidaya tomat, namun hingga tahun 2004

Indonesia masih mengimpor tomat sebanyak 8.192.280 kg baik dalam bentuk

buah segar maupun dalam bentuk olahan yang berasal dari berbagai negara

(BPS, 2004 dalam Redaksi Agromedia, 2007).

Ada beberapa kendala dalam peningkatan produksi tomat baik secara

kualitas dan kuantitas yang menyebabkan Indonesia masih mengimpor tomat.

Salah satunya adalah gangguan organisme pengganggu tanaman.Beberapa

penyakit tanaman yang menginfeksi tomat disebabkan oleh cendawan, bakteri,

nematode dan virus.

Salah satu nematoda yang dapat menginfeksi tanaman tomat adalah

nematode puru akar (Meloidogyne spp). Selain menyerang tanaman tomat

nematode ini juga menginfeksi tanaman mentimun, wortel dan lain-lain

(Sherf dan Macnab, 1986).

Perkiraan kerugian tanaman sayuran akibat serangan Meloidogyne di

daerah tropik untuk tanaman terung adalah 17–20 %, dan untuk tanaman tomat

18-33 %. Kerugian tanaman secara total yang diakibatkan oleh Meloidogyne

sukar ditentukan, hal ini diakibatkan seringnya tanaman mendapat serangan secara

(15)

Berbagai usaha pengendalian telah dilakukan dalam upaya untuk menekan

kerapatan populasi nematoda di lapangan. Salah satunya dengan menggunakan

nematisida. Berbagai jenis nematisida yang dapat digunakan untuk

mengendalikan Meloidogyne, seperti Carbofuran, Fenamilos, Furadan dan

lain-lain. Keefektifan nematisida tersebut bergantung pada dosis dan cara aplikasi

(Marwoto, 1994).

Pengendalian nematoda dengan menggunakan nematisida kimia masih

memegang peranan penting. Hal tersebut terjadi karena cara-cara pengendalian

lain belum mampu memberikan hasil yang memuaskan. Namun pengendalian

nematoda dengan nematisida dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan

dan organisme bukan sasaran. Hal ini disebabkan karena nematisida dapat beracun

bagi manusia dan hewan peliharaan. Selain itu nematisida dapat persisten di

dalam tanah, menyebabkan pencemaran terhadap air tanah, serta membunuh

organisme lain yang bukan sasaran termasuk musuh alami nematoda seperti

jamur, bakteri dan mikroorganisme lain. Dalam upaya menjaga kelestarian

lingkungan, pengendalian nematoda diarahkan pada pengendalian secara hayati

seperti dengan menggunakan mikroorganisme antagonis (musuh alami), bahan

organik, pergiliran tanaman, dan tanaman yang berkhasiat sebagai pestisida

(Mustika, 1992).

Salah satu keunggulan pestisida nabati adalah sifatnya hit and run (pukul

dan lari), yaitu bila diaplikasikan akan membunuh hama pada saat itu juga dan

setelah itu residunya akan cepat menghilang/terurai di alam. Pestisida nabati

mempunyai sifat yang mudah terdegradasi sehingga pestisida nabati harus sering

(16)

tanaman seperti daun, bunga, buah, kulit dan kayunya. Sejauh ini pemakaian

pestisida nabati aman bagi manusia dan hewan dan lingkungan.

(http://gapoktantanimaju.blogspot.com/2009/01/pestisida-nabati.html).

Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari

tumbuhan dan dapat digunakan untuk mencegah organisme pengganggu tanaman

(OPT). Pestisida nabati dapat berfungsi sebagai penolak (repellent), penarik

(attractan), pemandul (antifertilitas) atau pembunuh. Pestisida nabati bersifat

mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan

(Anonimus, 2008).

Berdasarkan uraian diatas dirasakan perlu dilakukan penelitian mengenai

pengendalian nematoda Meloidogyne spp menggunakan kitin, nimba, serai, jarak

dan biji mahoni pada tanaman tomat.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kitin, nimba,

jarak, serai dan biji mahoni terhadap nematoda puru akar pada tanaman tomat

(Lycopersicum esculentum Mill).

Hipotesa Penelitian

Kitin, nimba, jarak, serai dan biji mahoni memiliki potensi dalam

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Tanaman tomat diklasifikasikan ke dalam golongan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Tubiflorae

Famili : Solanaceae

Genus : Lycopersicum

Spesies : Solanum licopersicum Mill. (Redaksi Agromedia, 2007).

Tanaman tomat memiliki akar tunggang, akar cabang, serta akar serabut

yang berwarna keputih-putihan dan berbau khas. Perakaran tanaman tidak terlalu

dalam, menyebar ke semua arah hingga kedalaman rata-rata 30-40 cm, namun

dapat mencapai kedalaman hingga 60-70 cm. Akar tanaman tomat berfungsi

untuk menopang berdirinya tanaman serta menyerap air dan unsur hara dari dalam

tanah. Oleh karena itu tingkat kesuburan tanah di bagian atas sangat berpengaruh

terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi buah, serta benih tomat yang

dihasilkan (Redaksi Agromedia, 2007).

Batang tanaman tomat bentuknya bulat dan membengkak pada buku-buku.

Bagian yang masih muda berambut biasa dan ada yang berkelenjar. Mudah patah,

(18)

dengan beberapa ikatan. Tanaman tomat dibiarkan melata dan cukup rimbun

menutupi tanah. Bercabang banyak sehingga secara keseluruhan berbentuk perdu

(Rismunandar, 2001).

Daun tomat berbentuk oval dengan panjang 20-30 cm. Tepi daun bergerigi

dan membentuk celah-celah yang menyirip. Diantara daun-daun yang menyirip

besar terdapat sirip kecil dan ada pula yan bersirip besar lagi (bipinnatus).

Umumnya, daun tomat tumbuh di dekat ujung dahan atau cabang, memiliki warna

hijau, dan berbulu (Redaksi Agromedia, 2007).

Bunga tanaman tomat berwarna kuning dan tersusun dalam dompolan

dengan jumlah 5-10 bunga per dompolan atau tergantung dari varietasnya.

Kuntum bunganya terdiri dari lima helai daun kelopak dan lima helai mahkota.

Pada serbuk sari bunga terdapat kantong yang letaknya menjadi satu dan

membentuk bumbung yang mengelilingi tangkai kepala putik. Bunga tomat dapat

melakukan penyerbukan sendiri karena tipe bunganya berumah satu. Meskipun

demikian tidak menutup kemungkinan terjadi penyerbukan silang

(Wiryanta, 2004).

Buah tomat adalah buah buni, selagi masih muda berwarna hijau dan

berbulu serta relatif keras, setelah tua berwarna merah muda, merah, atau kuning,

cerah dan mengkilat, serta relatif lunak. Bentuk buah tomat beragam: lonjong,

oval, pipih, meruncing, dan bulat. Diameter buah tomat antara 2-15 cm,

tergantung varietasnya. Jumlah ruang di dalam buah juga bervariasi, ada yang

hanya dua seperti pada buah tomat cherry dan tomat roma atau lebih dari dua

(19)

bunga yang berubah fungsi menjadi sebagai tangkai buah serta kelopak bunga

yang beralih fungsi menjadi kelopak bunga (Wiryanta, 2004).

Biji tomat berbentuk pipih, berbulu, dan berwarna putih, putih kekuningan

atau coklat muda. Panjangnya 3-5 mm dan lebar 2-4 mm. Biji saling melekat,

diselimuti daging buah, dan tersusun berkelompok dengan dibatasi daging buah.

Jumlah biji setiap buahnya bervariasi, tergantung pada varietas dan lingkungan,

maksimum 200 biji per buah. Umumnya biji digunakan untuk bahan perbanyakan

tanaman. Biji mulai tumbuh setelah ditanam 5-10 hari

(Redaksi Agromedia, 2007).

Syarat tumbuh

Iklim

Tanaman tomat pada fase vegetatif memerlukan curah hujan yang cukup.

Sebaliknya, pada fase generatif memerlukan curah hujan yang sedikit. Curah

hujan yang tinggi pada fase pemasakan buah dapat menyebabkan daya tumbuh

benih rendah. Curah hujan yang ideal selama pertumbuhan tanaman tomat

berkisar antara 750-1.250 mm per tahun. Curah hujan tidak menjadi faktor

penghambat dalam penangkaran benih tomat di musim kemarau jika kebutuhan

air dapat dicukupi dari air irigasi, namun dalam musim yang basah tidak akan

terjamin baik hasilnya. iklim yang basah akan membentuk tanaman yang rimbun,

tetapi bunganya berkurang, dan didaerah pegunungan akan timbul penyakit daun

yang dapat membuat fatal pertumbuhannya. Musim kemarau yang terik dengan

angin yang kencang akan menghambat pertumbuhan bunga (mengering dan

berguguran). Walaupun tomat tahan terhadap kekeringan, namun tidak berarti

(20)

karena itu baik di dataran tinggi maupun dataran rendah dalam musim kemarau,

tomat memerlukan penyiraman atau pengairan demi kelangsungan hidup dan

produksinya (Rismunandar, 2001).

Suhu yang paling ideal untuk perkecambahan benih tomat adalah

25-300C. Sementara itu, suhu ideal untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 24

-280C. Jika suhu terlalu rendah pertumbuhan tanaman akan terhambat. Demikian

juga pertumbuhan dan perkembangan bunga dan buahnya yang kurang sempurna.

Kelembaban relatif yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah

80%. Sewaktu musim hujan, kelembaban akan meningkat sehingga resiko

terserang bakteri dan cendawan cenderung tinggi. Karena itu, jarak tanamnya

perlu diperlebar dan areal pertanamannya perlu dibebaskan dari segala jenis

gulma (Wiryanta, 2004).

Tanaman tomat membutuhkan penyinaran penuh sepanjang hari untuk

produksi yanng menguntungkan, tetapi sinar matahari yang terik tidak disukai.

Daerah yang beriklim sejuklah yang disukainya. Tanaman ini tidak tahan terhadap

awan. Daerah yang dengan kondisi demikian tanaman mudah terserang cendawan

busuk daun dan sebangsanya. Angin kering dan udara panas juga kurang baik bagi

pertumbuhannya dan sering menyebabkan kerontokan bunga (Wiryanta, 2004).

Tanah

Tomat bisa ditanam pada semua jenis tanah, seperti andosol, regosol,

latosol, ultisol, dan grumusol. Namun demikian, tanah yang paling ideal dari jenis

lempung berpasir yang subur, gembur, memiliki kandungan bahan organik yang

(21)

pernapasan akar yang memang rentan tehadap kekurangan oksigen. Kadar oksigen

yang mencukupi di sekitar akar bisa meningkatkan produksi buah. Oksigen di

sekitar akar bisa juga meningkatkan penyerapan unsur hara fosfat, kalium, dan

besi (Redaksi Agromedia, 2007).

Untuk pertumbuhannya yang baik, tanaman tomat membutuhkan tanah

yang gembur, kadar keasaman (pH) antara 5-6, tanah sedikit mengandung pasir,

dan banyak mengandung humus, serta pengairan yang teratur dan cukup mulai

tanam sampai waktu tanaman mulai dapat dipanen (Redaksi Agromedia, 2007).

Meloidogyne spp

Adapun Klasifikasi nematoda Meloidogyne spp menurut (Luc et al, 1995)

adalah sebagai berikut :

Filum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Sub Kelas : Secernenteae

Ordo : Thylenchina

Famili : Heteroderidae

Genus : Meloidogyne

Spesies : Meloidogyne spp.

Nematoda termasuk filum hewan, didalamnya termasuk nematoda parasit

tanaman dan hewan, serta spesies nematoda yang hidup bebas. Nematoda parasit

tanaman merupakan parasit obligat, mengambil nutrisi hanya dari sitoplasma sel

(22)

kehancuran pada tanaman pangan dan hortikultura di seluruh dunia sehingga

menyebabkan kerugian milyaran dollar (Williamson & Richard, 1996).

Beberapa nematoda parasit tanaman adalah ektoparasit, hidup di luar

inangnya. Spesies jenis ini menyebabkan kerusakan berat pada akar dan dapat

menjadi vektor virus yang penting. Spesies lain, ada yang hidup di dalam akar,

bersifat endoparasit migratori dan sedentari. Parasit migratori bergerak melalui

akar dan menyebabkan nekrosis, sedangkan yang endoparasit sedentari dari famili

Heteroderidae menyebabkan kehancuran yang paling banyak di seluruh dunia

(Williamson & Richard, 1996).

Kumpulan telur nematoda Meloidogyne dilindungi oleh cairan pekat.

Larva stadium kedua akan ke luar dari telur, berbentuk cacing dengan ukuran

panjang 0,3-0,5 mm. Larva tersebut bergerak aktif melalui selaput air di antara

partikel-partikel tanah dan menyerang akar tanaman dengan cara melukai

epidermis ujung akar dengan stilet (alat penusuk dan pengisap pada mulutnya)

lalu masuk ke dalam jaringan sampai ke jaringan tengah. Larva tersebut mengisap

cairan sel akar. Cairan pencernaan yang dikeluarkan oleh nematoda ini

merangsang terjadinya pembelahan sel akar sehingga terjadi pembengkakan.

Keadaan ini dibutuhkan untuk perkembangan larva. Nematoda betina berbentuk

seperti buah per dengan ukuran panjang 0,5 - 1,2 mm. Nematoda jantan berbentuk

cacing memanjang dengan ukuran 1,0 - 2,0 mm. Saat ini telah banyak nematisida

untuk pengendalian nematoda Meloidogyne yang dapat digunakan. Pencegahan

penyakit ini dengan sterilisasi media tanam, penggunaan benih yang sehat, serta

(23)

Terdapat empat spesies nematoda Meloidogyne spp yang mempunyai arti

ekonomi penting khususnya dalam budi daya sayuran yaitu Meloidogyne

incognita, Meloidogyne arenaria, Meloidogyne javanica, Meloidogyne hapla.

Timbulnya puru pada sistem akar merupakan gejala awal yang berasosiasi dengan

infeksi Meloidogyne. Pada puru yang terjadi oleh seekor nematoda betina terdapat

pembengkakan pada silinder pusatnya, terjadi perubahan bentuk pada unsur

jaringan pengangkutan dan bagian nematoda betina yang berbentuk bulat

dikelilingi oleh parenkim dan mudah diamati dengan mikroskop perbesaran lemah

pada akar yang diberi zat warna (Luc et al, 1995).

.

Gambar 1. Nematoda Meloidogyne spp (Sumber : Foto langsung)

Terdapat suhu optimum untuk stadium yang berbeda pada daur hidup

M. javanica. Kisaran suhu optimum untuk populasi Australia antara 25–30 °C dan

(24)

nematoda berkaitan dengan budidaya sayuran didaerah tropik, suatu faktor yang

menjamin terjadinya infeksi nematoda puru akar secara serius (Luc et al, 1995).

Tekstur dan struktur tanah berkaitan langsung dengan kapasitas kandungan

air dan aerasi serta pengaruhnya terhadap kehidupan nematoda, penetasan dan

parahnya kerusakan. Tipe dan pH tanah berpengaruh terhadap distribusi

nematoda, larva di tanah pasiran mampu bergerak horizontal dan vertikal sejauh

75 cm dalam 9 hari. Efek pH tanah pada puru akar bervariasi, spesies

Meloidogyne dapat hidup bereproduksi pada pH berkisar 4.0-8,0 (Luc et al, 1995).

Gejala serangan

Mekanisme penyerangan oleh Meloidogyne spp dimulai dengan masuknya

nematoda kedalam akar tumbuhan melalui bagian-bagian epidermis yang terletak

dekat tudung akar. Nematoda ini mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan

dinding sel tumbuhan terutama terdiri dari protein, polisakarida seperti pektin

sellulase dan hemisellulase serta patin sukrosa dan glikosid menjadi bahan-bahan

lain. Meloidogyne spp mengeluarkan enzim sellulase yang dapat menghidrolisis

selulosa enzim endopektin metal transeliminase yang dapat menguraikan pektin.

Dengan terurainya bahan-bahan penyusun dinding sel ini maka dinding sel akan

rusak dan terjadilah luka. Selanjutnya nematode ini bergerak diantara sel-sel atau

menembus sel-sel menuju jaringan sel yang terdapat cukupcairan makanan,

kemudian menetap dan berkembang biak kemudian nematoda tersebut masih

mengeluarkan enzim proteolitik dengan melepaskan IAA ( Asam indol asetat)

yang merupakan heteroauksin tritopan yang diduga membantu terbentuknya puru

(25)

Pada akar tanaman yang terserang menjadi bisul bulat atau memanjang

dengan besar bervariasi. Di dalam bisul ini terdapat nematoda betina, telur dan

juvenil. Bisul akar yang membusuk akan membebaskan nematoda dan telurnya ke

dalam tanah kemudian masuk kedalam akar tanaman lain. Ukuran dan bentuk

puru tergantung pada spesies, jumlah nematoda didalam jaringan, inang dan umur

tanaman. Pada akar-akar tanaman Cucurbutaceae, akar-akarnya bereaksi terhadap

kehadiran Meloidogyne dengan membentuk puru besar dan lunak sedangkan pada

kebanyakan tanamam sayuran lainnya purunya besar dan keras. Apabila tanaman

terinfeksi berat oleh Meloidogyne sistem akar yang normal berkurang sampai pada

batas jumlah akar yang berpuru berat dan menyebabkan sistem pengangkutan

mengalami disorganisasi secara total. Sistem akar fungsinya benar benar

terhambat dalam menyerap dan menyalurkan air maupun unsur hara. Tanaman

mudah layu, khususnya dalam keadaan kering dan tanaman sering menjadi kerdil

(Luc et al, 1995).

Di dalam akar yang terinfeksi oleh Meloidogyne spp. Diferensiasi secara

normal pada xilem dan phloem terganggu. Sel-sel periskel mengganti beberapa

pembuluh kayu dan tapis didalam puru akar dan fungsi akar berkurang, oleh

karena akar yang terinfeksi mengalami pertumbuhan baru dan pengangkutan dari

akar kebagian permukaan atas tanaman makin berkurang (Dropkin, 1992).

Gejala serangan lainnya yang terjadi di bawah tanah antara lain adalah

bintil-bintil akar, luka pada akar, nekrosis pada permukaan akar, percabangan

yang berlebihan, dan ujung akar yang tidak tumbuh. Setelah Meloidogyne makan

pada ujung akar tersebut sering kali berhenti tumbuh, namun demikian akar belum

(26)

Serangan pada tanaman tomat terutama terjadi pada tanah yang bertekstur

kasar atau berpasir. Disamping memperlemah tanaman, nematoda ini dapat juga

menurunkan produksi. Pada populasi yang tinggi dapat menyebabkan kehilangan

hasil sebanyak 25-50% (Rahayu dan Mukidjo, 1977).

Tanaman tomat yang terserang oleh Meloidogyne spp. menimbulkan gall

pada akarnya. Ukuran dan bentuk gall tergantung pada spesies nematoda, jumlah

nematoda di dalam akar, dan umur tanaman. Serangan berat pada akar

menyebabkan pengangkutan air dan unsur hara terhambat, tanaman mudah layu,

khususnya dalam keadaan panas dan kering, pertumbuhan tanaman terhambat atau

kerdil, dan daun mengalami klorosis akibat defisiensi unsur hara. Infeksi pada

akar oleh nematoda pada tanaman stadia generatif menyebabkan produksi bunga

dan buah tomat berkurang

(

Toto et al, 2003).

Pada gejala tanaman di atas permukaan tanah menyebabkan tanaman

menjadi kerdil, daunnya pucat dan layu, Pada musim panas tanaman yang

terserang nematoda akan mengalami kekurangan mineral. Akibat penyakit puru

akar ini bunga dan buah akan berkurang atau mutunya menjadi rendah. Tingkat

serangan nematoda yang tinggi menyebabkan kerusakan perakaran dan

terganggunya penyerapan unsur hara, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat

dan berat tanaman menjadi kecil (Dadan, 1991).

Serangan nematoda menyebabkan kerusakan pada akar, karena nematoda

mengisap sel-sel akar, sehingga pembuluh jaringan terganggu, akibatnya

translokasi air dan hara terhambat. Serangan nematoda juga dapat mempengaruhi

(27)

warna daun menguning seperti gejala kekurangan hara, dan mudah layu. Karena

pertumbuhan terhambat, produktivitas tanaman menurun.

(Melakeberhan et al, 1987).

Serangan nematoda dapat mempengaruhi proses fotosintesa dan transpirasi

serta status hara tanaman. Akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat, warna

daun kuning klorosis dan akhirnya tanaman mati. Selain itu serangan nematoda

dapat menyebabkan tanaman lebih mudah terserang patogen atau OPT lainnya

seperti jamur, bakteri dan virus. Akibat serangan nematoda dapat menghambat

pertumbuhan tanaman, mengurangi produktivitas, dan kualitas produksi.

(Melakeberhan et al, 1987).

Gambar 3. Akar tanaman terserang nematoda Meloidogyne spp (Sumber : Foto langsung)

Efek yang terjadi pada tanaman tertentu yang resisten terhadap

meloidogyne yaitu nekrosis sel yang terdapat disekitar tempat serangan larva

dapat merusak akar-akar tanaman inang dan nematoda mati tanpa menimbulkan

kerusakan lain. Perlakuan dengan menggunakan nematisida dapat mengurangi

populasi nematoda dan meningkatkan pertumbuhan tanaman, baik pada tanaman

(28)

Pestisida nabati

Nimba (Azarachta indica A.Juss)

Daun dan biji nimba mengandung berbagai senyawa kimia, misalnya

fenol, quinon, alkaloid dan substansi nitrogen lain, asam-asam, dan terpena.

Senyawa yang diyakini sebagai bahan bioaktif pestisida nabati adalah nimbin

(nimbinen), thionemon, meliantriol, azadirachtin, dan salannin, yang merupakan

senyawa kimia dari kelompok terpena. Bungkil atau limbah tanaman nimba

diketahui mengandung nitrogen, fosfor, dan kalium. Hasil pengujian

menunjukkan bahwa produk nimba efektif untuk mengendalikan nematoda

bengkak akar, baik di laboratorium maupun di lapangan. Senyawa azadirachtin

dapat menghambat pertumbuhan serangga hama, mengurangi nafsu makan,

mengurangi produksi telur dan penetasan, meningkatkan mortalitas, mengaktifkan

infertilitas (Kemala dan Mauludi,1993).

Azadirachtin sendiri terdiri sekitar 17 komponen dan komponen yang

mana yang paling bertanggung jawab sebagai pestisida atau obat, belum jelas

diketahui. Azadirachtin berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat

menghambat kerja hormon ecdyson, yaitu suatu hormon yang berfungsi dalam

metamorfosis (Ermel, 1995).

Bagian nimba yang mengandung senyawa aktif bersifat sebagai pestisida,

terutama pada biji dan daun. Kandungan biji lebih banyak dibandingkan daun, ada

20 senyawa aktif yang terkandung didalamnya, seperti azadirachtim, meliantriol,

(29)

Gambar 4. Tanaman nimba Sumber. Foto langsung

Penambahan nimba sebagai bahan organik memberikan suatu pengaruh

kuat pada kepadatan populasi nematoda. Akibat ketersediaan azadirach sebuah

bahan aktif yang mungkin menghambat penetasan telur atau meningkatkan

mortalitas larva atau memperlambat keproduktifan betina. Penurunan yang

signifikan pada populasi nematoda berkaitan dengan dekomposisi bahan organik

oleh bakteri yang mampu menghasilkan senyawa yang beracun bagi nematoda

parasit tanaman. Daun nimba adalah kaya akan tanin yang dapat meracuni

nematoda dimana secara biologis bahan aktif yang terdapat dalam ekstrak daun

nimba ini memiliki potensi nematisida, yang mudah aktif oleh panas atau

degradasi bakteri dalam tanah (Atungwu et al, 2009).

Kitin

Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya.

Fungsi kulit udang tersebut pada hewan golongan invertebrata yaitu sebagai

pelindung. Kulit udang mengandung protein (25 % - 40 %), kalsium karbonat

(45 % - 50 %), dan kitin (15 % - 20 %), tetapi besarnya kandungan komponen

tersebut tergantung pada jenis udangnya. sedangkan kulit kepiting mengandung

(30)

(18,70 % - 32,20 %), hal ini juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat

hidupnya (Marganof, 2004).

Kitosan merupakan produk turunan dari polimer kitin, yakni produk

limbah dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan. Kitin

kemudian diproses menjadi kitosan. Limbah kepala udang mencapai 35 % - 50 %

dari total berat udang kitosan (Marganof, 2004).

Kitin (poli-N-acetilglucosamin) merupakan nematisida yang efektif

terhadap Meloidogyne spp dan Heterodera sp. Kitin bersifat nematisida erat

kaitannya dengan aktivitas amonia dan mikroorganisme penghasil enzim kitinase.

Hasil proses dekomposisi kitin di dalam tanah menghasilkan zat amonia (NH3).

Amonia dan mikroorganisme penghasil enzim kitinase dapat membunuh larva dan

menghambat proses penetasan telur Meloidogyne spp

(Grainge dan Ahmed, 1988).

Kitin digunakan untuk mengendalikan nematoda pada tanaman sayuran.

Hasil penelitian telah menunjukkan efek nematisida kitin, dimana nematoda

keracunan (chitinolytic) yaitu senyawa yang mengubah populasi mikroflora yang

menyebabkan perubahan populasi nematoda. Tanaman tomat yang diaplikasikan

kitin mengalami perubahan ekologis tanah. Pertumbuhan akar terhambat apabila

nematoda tanaman tidak dikendalikan yang mengurangi produksi daun.

Sementara protein dan isazofos yang terkandung dalam kitin efektif dalam

mengurangi kerusakan akar. Kitin adalah agen pengendali biologis yang efektif

dalam mengurangi jumlah telur dan populasi juvenil nematoda.

(31)

Serai (Andropogan nardus L.)

Gambar 5. Tanaman serai (Sumber.Foto langsung)

Serai merupakan tumbuhan menahun dan merupakan jenis

rumput-rumputan dengan tinggi antara 50 cm -100 cm. Daun tunggal berjumbai,

panjangnya 1 m x lebar 1,5 cm, tepi kasar dan tajam, tulang daun sejajar,

permukaan atas dan bawah berambut serta berwarna hijau muda. Serai

menghasilkan minyak atsiri yang efektif dalam menekan pertumbuhan nematoda

serta aman bagi manusia dan hewan. Serai dapur bersifat nematisida terhadap

M. incognita. Komponen utamanya adalah sitral (3,7-dimetil-2,6-oktadienal),

sedangkan serai wangi mengandung sitronellal, sitronellol dan geraniol

(Bahtiar,1991).

Jarak (Ricinus communis L)

Komposisi bahan kimia tanaman jarak yang bersifat toksik telah dievaluasi

oleh beberapa peneliti. Selain minyak jarak pagar terdapat pula bahan kimia yang

bersifat unsaponifiable, hydrocarbon/stereo ester, asam lemak bebas dan polar

lipid. Bahan yang diketahui bersifat toksik terhadap serangga adalah yang bersifat

unsaponifiable yang di dalamnya terdapat sterol dan tripenen alcohol. Asam

lemak yang memiliki berat molekul yang tinggi, seperti triaglycerols dan

(32)

pada serangga (Soetopo dan Bambang, 2008).

Gambar 6. Buah Jarak (Sumber. Foto langsung)

Selain itu terdapat pula kandungan curcin yang bersifat phytotoxin

(toxalbumin) yang terdapat pada biji dan buah, seperti halnya pada jarak kepyar

(Ricinus communis L.). Diduga bijinya mengandung hydrocyanic acid. Penelitian

menunjukkan bahwa dari setiap satu ton biji terdapat 34% minyak, 48% pupuk

organic dan 18% pestisida nabati. Komposisi kandungan bahan toksik/aktif

pestisida nabati diduga bervariasi bergantung pada species, varietas, klon,

strainsertalokasi (Deciyanto dan Bambang, 2008).

Daun, batang, dan biji mengandung ricin yang merupakan bahan aktif

tanaman ini. Biji jarak mengandung 40 – 60 % minyak, sedangkan minyaknya

mengandung 80 – 90 % asam ricinin. Meskipun sudah diambil minyak, ampas biji

jarak tidak bisa dipakai langsung untuk pakan ternak karena masih mengandung

racun. Sebaliknya, ampas biji jarak akan lebih lebih bermanfaat jika digunakan

untu membasmi nematoda tanah karena masih mengandung sifat-sifat pestisida.

Ampas biji jarak juga mengandung unsur nitrogen, fosfat, dan kalium yang cukup

baik digunakan sebagai pupuk organik

(33)

Mahoni (Swietenia spp)

Selain kayunya buah mahoni juga mengandung senyawa yang mirip

dengan BHC (Butane Hexane Chlor) sebesar 0,005 ppm. Senyawa BHC atau

nama barunya HCH (Hexa Chlorosiclo Hexana) merupakan insektisida

organoklorida yang bersifat racun perut dan racun pernapasan. Pembuatan

insektisida dari buah mahoni dengan jalan merendam 150 gram biji mahoni dalam

1 liter air selama 24 jam (Anonimus, 2008).

Gambar 7. Buah mahoni (Sumber.Foto langsung)

Kelopak bunga pohon yang nama daerahnya mahagoni, maoni atau moni

ini lepas satu sama lain, bentuknya seperti sendok, dan warnanya hijau. Mahkota

silindris, kuning kecoklatan. Benang sari melekat pada mahkota. Kepala sari putih

atau kuning kecoklatan. Mahoni baru berbunga setelah berumur 7 tahun. Bentuk

buahnya bulat telur, berlekuk lima, warnanya coklat. Biji pipih, warnanya coklat

(34)

Pengendalian

Usaha pengendalian penyakit puru akar masih mengandalkan nematisida

dengan cara menaburkannya pada tanah di sekitar perakaran tanaman dan

memerlukan biaya yang cukup besar. Untuk mengurangi penggunaan nematisida

perlu adanya varietas tahan. Penggunaan varietas tahan mempunyai banyak

keuntungan yaitu murah, mengurangi penggunaan pestisida dan pencemaran

lingkungan, serta menurunkan sumber inokulum dan laju infeksi. Langkah awal

yang penting dilakukan untuk mendapatkan varietas tahan adalah menyediakan

sumber genetik dan informasi tentang ketahanannya terhadap Meloidogyne spp.

melalui eksplorasi, konservasi, karakterisasi, dan evaluasi plasma nutfah

(Sutopo dan Saleh, 1992).

Nematisida jenis karbamat seperti osamil, aldikarb, karbofuran dan lain

lain, menghambat aktivitas kolinesterase yang mengakibatkan kegagalan dalam

mengatur asetilkolin, yaitu sebagai penyalur syaraf. Hal itu menyebabkan paralisis

dan hilangnya persepsi syaraf, tetapi tidak segera menyebabkan kematian,

nematoda akan sembuh kembali setelah pestisida dihilangkan. Hal tersebut

menghambat makan beberapa jenis, yang mempengaruhi penularan virus, juga

menhalang-halangi pertumbuhan nematoda secara normal yang telah berada

didalam tanaman (Dropkin, 1992).

Telah tersedia beberapa cara pengendalian nematoda yang efektif,

walaupun faktor-faktor tertentu, seperti nilai dan jenis tumbuhan, membatasi

aplikasinya pada beberapa kasus. Telah digunakan empat jenis metode

(35)

bahan kimia. Di dalam praktik, biasanya digunakan kombinasi beberapa metode

tersebut untuk mengendalikan penyakit tumbuhan yang disebakan nematoda

(Agrios, 2005).

Banyak ahli pemuliaan di seluruh dunia mencoba mencari gen-gen yang

resisten untuk dipadukan dalam satu tanaman di negara masing-masing. Sebagai

tambahan, pengkajian yang seksama tentang kisaran inang sedang dilakukan

untuk menemukan pergiliran tanaman yang baik. Serasah plastik digunakan untuk

memanaskan tanaman guna mengendaliakan nematoda di negara-negara yang

mendapat cahaya matahari banyak, teknik tersebut dinamakan solarisasi

(Dropkin, 1992).

Bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan

tanah baik fisik, kimia, maupun biologi tanah, disamping sebagai sumber energin

bagi sebagian besar organisme tanah Sebagai sumber bahan organik,

bagian-bagian tanaman dapat langsung diaplikasikan ke dalam tanah dalam bentuk segar

atau masih hijau (Toto et al, 2003)

Bahan organik yang bersifat nematisida yang diberikan ke dalam tanah

berpengaruh terhadap penekanan perkembangan nematoda. Hasil dekomposisi

dari bahan organik yaitu terbentuknya asam lemak seperti asam asetat, asam

butirat, dan asam propionat. Asam-asam ini pada konsentrasi tinggi berbaya bagi

perkembangan nematoda (Singh dan Sitaramaiah, 1994).

Pemberian bahan organik ke dalam tanah dapat menekan perkembangan

nematoda, hal ini diduga akibat dekomposisi bahan organik secara langsung

(36)

tanah yang menguntungkan bagi populasi mikroorganisme kompetitor, mikroflora

(37)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Balai Penelitian Tebu dan

Tembakau Deli (BPTTD) Sampali, dengan ketinggian tempat ±25 m dpl.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan Februari

2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih tomat varietas Champion, Super

King, Panah Merah, Permata dan Matahari, ekstrak : kitin, nimba, serai, biji

mahoni dan jarak, nematisida (Karbofuran), nematoda Meloidogyne spp, pupuk

NPK mutiara, kertas tissue, polibeg dan air.

Alat yang digunakan adalah corong baerman, blender, cangkul, papan

label, pacak, tali plastik, kain muslin, drum, meteran, kamera dan alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial

dengan dua faktor sebagai berikut :

Faktor I :

1. P0 = 100 ml air / polibeg

2. P1 = 100 ml kitin / polibeg

(38)

4. P3 = 100 ml ekstrak serai / polibeg

5. P4 = 100 ml ekstrak Jarak / polibeg

6. P5 = 100 ml ekstrak mahoni / polibeg

7. P6 = 2 – 4 gr Nematisida berbahan aktif Karbofuran / polibeg

Faktor II :

1. V1 = Varietas Champion

2. V2 = Varietas Superking

3. V3 = Varietas Permata

4. V4 = Varietas Panah Merah

5. V5 = Varietas Matahari

Kombinasi Perlakuan adalah :

P0V1 P0V2 P0V3 P0V4 P0V5

P1V1 P1V2 P1V3 P1V4 P1V5

P2V1 P2V2 P2V3 P2V4 P2V5

P3V1 P3V2 P3V3 P3V4 P3V5

P4V1 P4V2 P4V3 P4V4 P4V5

P5V1 P5V2 P5V3 P5V4 P5V5

P6V1 P6V2 P6V3 P6V4 P6V5

(39)

Jumlah Ulangan ( r )

( t – 1 ) ( r - 1) ≥15

( 35 - 1 ) ( r - 1 ) ≥ 15

( 34 ) ( r – 1 ) ≥ 15

34 r - 34 ≥ 15

34 r ≥ 15 + 34

34 r ≥ 49

r ≥ 1,44

Jadi jumlah Ulangan ( r ) adalah 2

Model linier yang digunakan dalam Rancangan Acak kelompok ini adalah

sebagai berikut :

Yij = µ + T i + ∑ ij

Keterangan :

Yij : Response (nilai pengamatan) dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ : Nilai tengah umum

T i : Pengaruh perlakuan ke-i

∑ ij : Pengaruh galat percobaan dan perlakuan ke-i dan ke-j

(Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan penelitian

a). Persemaian

Biji tomat disortir kemudian disemaikan pada media tanah + pasir +

(40)

b.) Perbanyakan Meloidogyne spp

Sumber inokulum diisolasi dari rizosfir tanaman tomat atau perakaran

yang diduga terinfeksi oleh nematoda Meloidogyne spp. Setelah itu tanah atau

bagian akar tanaman yang diekstraksi dengan metode modifikasi corong Baerman

(Southey, 1985). Untuk perbanyakan nematoda dapat dilakukan dengan

menginokulasikan juvenil infektif Meloidogyne spp ke tanaman tomat yang telah

ditanam pada pot plastik dengan media tanah dan pasir steril ( 2 : 1), lalu

dibiarkan selama ± 1 bulan agar nematoda dapat berkembang biak dengan baik.

c). Persiapan kitin

Pembuatan kitin berdasarkan metode yang digunakan oleh Prasetyo dan

Yusuf (2005) yaitu :

1.1 Demineralisasi

Kulit udang dicuci dengan air mengalir sampai bersih, kemudian

dikeringkan di bawah sinar matahari. Selanjutnya kulit udang dicuci

menggunakan air panas sebanyak 2 kali sambil diaduk, kemudian direbus selama

10 menit. Setelah direbus, kulit udang ditiriskan dan dikeringkan. Kulit udang

yang sudah kering digiling sampai menjadi serbuk berukuran 40-60 mesh. Setelah

itu, serbuk kulit udang dicampur dengan asam klorida (HCL) 1 N dengan

perbandingan 10 : 1 (1000 g : 100 ml). Larutan tersebut diaduk secara merata

selama 1 jam, lalu dipanaskan pada suhu 900 C selama 1 jam. Residu berupa

padatan tersebut dicuci dengan air sampai pH netral. Selanjutnya, residu padatan

ini dikeringkan dalam oven pada suhu 80o C selama 24 jam atau dijemur sampai

(41)

1.2 Deproteinasi

Kulit udang yang telah dimineralisasi dicampur dengan larutan NaOH 3,5

% dengan perbandingan pelarut dan kulit udang sebesar 6 : 1 (600 g : 100 ml).

Larutan tadi diaduk secara merata selama 1 jam, lalu dipanaskan pada suhu 900 C

selama 1 jam. Setelah itu, larutan disaring dan didinginkan. Selanjutnya padatan

ini dicuci dengan air sampai pH netral dan dikeringkan pada suhu 80 0 C selama

24 jam atau dijemur sampai kering.

d). Pembuatan ekstrak

2. Nimba

Sebanyak 100 gr daun nimba dicuci kemudian di blender. Bahan tersebut

dicampurkan dengan 1 Liter air, dan didiamkan selama 24 jam. Larutan disaring

sebelum diaplikasikan ketanaman .

3. Serai

Sebanyak 100 gr daun serai dicuci kemudian di blender. Bahan tersebut

dicampurkan dengan 1 Liter air, dan didiamkan selama 24 jam. Larutan disaring

sebelum diaplikasikan ketanaman.

4. Jarak

Sebanyak 100 gr buah jarak dicuci kemudian di blender. Bahan tersebut

dicampurkan dengan 1 Liter air, dan didiamkan selama 24 jam. Larutan disaring

sebelum diaplikasikan ketanaman.

5. Biji Mahoni

Sebanyak 100 gr biji mahoni dicuci kemudian di blender. Bahan tersebut

dicampurkan dengan 1 Liter air, dan didiamkan selama 24 jam. Larutan disaring

(42)

d). Aplikasi perlakuan

Empat belas hari setelah disemaikan, benih tomat dipindahkan pada pot

yang berisi media tanah + pasir + humus ( 1 + 1 + 1 ) steril sebanyak 400 gr/pot.

Aplikasi perlakuan dilakukan dengan cara dicampur/diaduk dengan media tanah +

pasir + humus steril sampai merata. Kemudian diinfeksikan dengan Meloidogyne

spp masing-masing 500 ekor nematoda / pot.

e). Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan, pengendalian hama,

penyiraman dan penyiangan. Penyiraman dilakukan setiap hari sedangkan

penyiangan dilakukan apabila kelihatan ada gulma.

f). Pemupukan

Selama penelitian pemupukan dilakukan 1 kali yaitu 1 minggu setelah

tanam, dengan menggunakan pupuk NPK (16 : 16 : 16) sebanyak 2 - 4

gram/polybag.

Peubah yang diamati adalah sebagai berikut :

1. Tingkat keparahan penyakit

Tingkat keparahan penyakit dihitung pada akhir percobaan (60 hst) dengan

mengamati puru akar yang terdapat pada akar tanaman tomat setelah tanaman

dicabut dengan rumus sebagai berikut :

(43)

Keterangan :

I = Tingkat keparahan penyakit (%)

ni = Jumlah puru pada setiap kategori

vi = Nilai numerik masing-masing kategori serangan

Z = Nilai numerik kategori serangan tertinggi

N = Jumlah berkas pembuluh yang diamati

Adapun nilai skala puru akar pada setiap kategori serangan yang

digunakan adalah menurut metode Canto-saenz (1985), yaitu dengan menghitung

jumlah puru per satu gram akar, selanjutnya di skoring sebagai berikut :

1. Skala 0 : tidak ada puru

2. Skala 1 : terdapat 1-15 puru

3. Skala 2 : terdapat 16-35 puru

4. Skala 3 : terdapat 36-50 puru

5. Skala 4 : terdapat 51-100 puru

6. Skala 5 : lebih dari 100 puru

2. Laju pertambahan tinggi tanaman

Pengukuran laju pertambahan tinggi tanaman dilakukan pada 15, 30, 45,

60 hari setelah tanam, yaitu mengurangi tinggi tanaman pada waktu pengamatan

dengan tinggi tanaman selanjutnya.

3. Berat basah akar (Gram)

Berat basah akar dihitung pada saat pencabutan tanaman dan sebelumnya

akar dicuci terlebih dahulu dengan air bersih lalu dihitung beratnya dengan

(44)

4. Populasi akhir nematoda

Populasi akhir nematoda dihitung pada akhir penelitian (60 hst) dengan

menghitung populasi pada bagian akhir tanaman dan tanah pada kedalaman ± 15

cm. Total populasi dihitung dengan menjumlahkan populasi pada tanah dan akar

tanaman.

5. Faktor reproduksi nematoda (Rf)

Faktor reproduksi dihitung dengan membandingkan total populasi akhir

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tingkat keparahan penyakit (%)

Hasil analisis tingkat keparahan penyakit pada setiap perlakuan dapat

dilihat pada tabel 1. Tingkat keparahan penyakit dihitung berdasarkan jumlah

puru yang terdapat pada akar tanaman. Tingkat keparahan penyakit pada tanaman

tomat yang tidak di aplikasikan dengan nematisida biologi (kontrol) berbeda nyata

terhadap perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan pada tanaman yang tidak

mendapat perlakuan (kontrol), Meloidogyne tidak mempunyai penghalang untuk

menginfeksi akar tanaman dan memperbanyak diri di dalam jaringan tanaman.

Dari tabel 1. menujukkan pengaplikasian nematisida mempunyai

kemampuan untuk menurunkan serangan nematoda puru akar, ini terlihat dari

menurunnya rata-rata jumlah puru akar dibandingkan dengan kontrol. Hasil

pengamatan kombinasi perlakuan nematisida dengan varietas tanaman tomat

menunjukkan jumlah puru yang terbentuk semakin berkurang. Penurunan tersebut

diduga akibat adanya kandungan bahan aktif pada kitin, nimba, serai, jarak, biji

mahoni, dan nematisida berbahan aktif karbofuran yang bersifat racun terhadap

nematoda. Pada nematisida biologi (kitin, nimba, serai, jarak dan biji mahoni)

diduga berkaitan dengan hasil dekomposisi yang menghasilkan senyawa-senyawa

yang bersifat racun terhadap nematoda Meloidogyne spp. Menurut Singh dan

Sitaramaiah (1994) hasil dekomposisi bahan organik berperan penting terhadap

perubahan fisik, kimia dan perubahan biotik di dalam tanah yang bersifat toksik

(46)

Tabel 1. Respon pemberian nematisida biologi terhadap tingkat

(47)

Dari tabel 1. didapat bahwa tingkat keparahan penyakait yang tertinggi

terdapat pada perlakuan P0V3 sebesar 78,80% sedangkan yang terendah terdapat

pada P6V5 dengan tingkat keparahan 9,64%. Pada perlakuan didapati bahwa kitin

(P1) yang terdapat pada P1V5, P1V4 dan P1V5 tidak berbeda nyata dengan

nematisida berbahan aktif karbofuran (P6) yang terdapat pada P6V1, P6V2,

P6V4, dan P6V5. Hal ini dikarenakan bahan aktif yang terdapat pada nematisida

tersebut sama-sama efektif mengendalikan nematoda Meloidogyne sehingga

mempengaruhi jumlah puru pada akar tanaman tomat, hal ini sesuai dengan

literatur Dropkin (1992), yang menyatakan bahwa nematisida jenis karbamat

seperti osamil, aldikarb, karbofuran dan lain-lain, menghambat aktivitas

kolinesterase yang mengakibatkan kegagalan dalam mengatur asetilkolin, yaitu

sebagai penyalur syaraf, hal itu menyebabkan paralisis dan hilangnya persepsi

syaraf. Kemala dan Mauludi (1993) menyatakan bahwa senyawa azadirachtin

yang terdapat pada nimba dapat menghambat pertumbuhan serangga, mengurangi

nafsu makan, mengurangi produksi telur dan penetasan, meningkatkan mortalitas,

mengaktifkan infertilitas (berfungsi sebagai antifertil), dan menolak hama di

sekitar pohon nimba. Hal yang sama di kemukakan oleh Atungwu et al, (2009)

akibat ketersediaan azadirach sebagai bahan aktif memungkinkan terjadinya

penghambatan penetasan telur atau meningkatkan mortalitas larva dan

memperlambat keproduktifan betina.

Penurunan yang signifikan pada populasi nematoda berkaitan dengan

dekomposisi bahan organik oleh bakteri yang mampu menghasilkan senyawa

yang beracun bagi nematoda parasit tanaman. Daun nimba kaya akan tanin yang

(48)

ekstrak daun nimba ini memiliki potensi nematisida, yang mudah aktif oleh panas

atau degradasi bakteri dalam tanah. Ermel (1995) menyatakan Azadirachtin

berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat menghambat kerja hormon

ecdyson, yaitu suatu hormon yang berfungsi dalam metamorfosis. Selanjutnya

Kemala dan Mauludi (1993) menyatakan senyawa yang diyakini sebagai bahan

bioaktif nematisida adalah nimbin (nimbinen), thionemon, meliantriol,

azadirachtin, dan salannin, yang merupakan senyawa kimia dari kelompok

terpena. Bungkil atau limbah tanaman nimba diketahui mengandung nitrogen,

(49)

2. Berat Basah Akar (gram)

Hasil analisis pengaruh semua perlakuan terhadap berat basah akar dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Respon pemberian nematisida biologi terhadap berat basah akar (gram).

Perlakuan Berat basah akar (gram)

P0V1 11,49 d

(50)

Dari Tabel 2. menunjukkan berat basah akar pada tanaman tomat yang

tidak di aplikasikan dengan nematisida biologi (kontrol) berbeda nyata terhadap

perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan pada tanaman yang mendapat perlakuan

nematisida, tanaman tomat tersebut dapat mentolerir serangan nematoda.

Sedangkan kontrol (P0) pada setiap varietas mengalami serangan nematoda

dikarenakan nematoda Meloidogyne tidak mempunyai penghalang untuk

menginfeksi akar, sehingga puru yang terbentuk lebih banyak. Akibatnya

banyaknya puru, menyebabkan kerusakan akar pada tanaman kontrol lebih besar

dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Serangan Meloidogyne spp pada akar tanaman tomat berpengaruh terhadap

berat akar, karena serangan nematoda ini menyebabkan kerusakan akar seperti

terbentuknya puru, hal ini sesuai dengan literatur Lamberti (1979) yang

menyatakan bahwa mekanisme penyerangan oleh Meloidogyne spp dimulai

dengan masuknya nematoda kedalam akar tumbuhan melalui bagian-bagian

epidermis yang terletak dekat tudung akar. Nematoda ini mengeluarkan enzim

yang dapat menguraikan dinding sel tumbuhan terutama terdiri dari protein,

polisakarida seperti pektin sellulase dan hemisellulase serta patin sukrosa dan

glikosid menjadi bahan-bahan lain. Meloidogyne spp mengeluarkan enzim

sellulase yang dapat menghidrolisis selulosa enzim endopektin metal

transeliminase yang dapat menguraikan pektin. Dengan terurainya bahan-bahan

penyusun dinding sel ini maka dinding sel akan rusak dan terjadilah luka.

Selanjutnya nematoda ini bergerak diantara sel-sel atau menembus sel-sel menuju

(51)

proteolitik dengan melepaskan IAA ( Asam indol asetat) yang merupakan

heteroauksin tritopan yang diduga membantu terbentuknya puru

Pada tanaman yang mendapat perlakuan nematisida, berat basah akarnya

cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman control. Hal ini disebabkan

pada tanaman yang mendapat perlakuan nematisida biologi mempunyai faktor

penghalang bagi Meloidogyne spp. Hal ini sesuai dengan literatur Luc et al

(1995), yang menyatakan bahwa apabila tanaman terinfeksi berat oleh

Meloidogyne, maka pengangkutan unsur hara dan air dari akar ke bagian atas

tanaman menjadi terganggu, sehingga pertumbuhan menjadi terhambat atau kerdil

dan pertumbuhan akar baru pun hampir tak terjadi.

Menurut Mustika (1992), setelah nematoda makan pada bagian ujung akar

tanaman, ujung-ujung akar tanaman tersebut sering kali berhenti tumbuh,

warnanya berubah menjadi coklat. Meskipun demikian akar yang diserang belum

tentu mati, bahkan biasanya bercabang, hingga akhirnya pertumbuhan

cabang-cabang tanaman ini terhenti.

Supardan (1991) tingkat serangan nematoda yang tinggi menyebabkan

kerusakan perakaran dan terganggunya penyerapan unsur hara, sehingga

(52)

3. Laju Pertambahan Tinggi Tanaman (Cm)

Tabel.3 Respon pemberian nematisida biologi terhadap laju pertambahan tinggi tanaman tomat (Cm)

Perlakuan Laju pertambahan tinggi tanaman (∆)

(53)

Hasil analisis perlakuan nematisida dan tanaman tomat terhadap laju

pertambahan tinggi tanaman pada 15 hst, 30 hst, 45 hst dan 60 hst menunjukkan

bahwa kombinasi perlakuan nematisida dan varietas berpengaruh nyata terhadap

tinggi tanaman.

Dilihat dari rataan tinggi tanaman pada 15 hst tinggi tanaman yang

terendah terdapat pada perlakuan P4V2 setinggi 6.93 cm sedangkan tinggi

tanaman yang tertinggi adalah P1V2 yaitu 10.67 cm. Sedangkan pada pengamatan

30 hst tinggi tanaman yang terendah adalah pada perlakuan P1V1 yaitu 20.20 cm

sedangkan tanaman tertinggi adalah pada perlakuan P2V2 yaitu 32.77 cm. Pada

pengamatan 45 hst tinggi tanaman terendah adalah P6V4 yaitu 14.60 cm

sedangkan tanaman tertinggi adalah P1V2 yaitu 36.77 cm. Pada pengamatan 60

hst tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan P6V4 yaitu 11.57 cm

sedangkan yang tertinggi adalah 47.87 cm.

Dari tabel.3 tampak bahwa laju pertambahan tinggi tanaman tomat yang

tidak mendapat perlakuan (kontrol) berbeda nyata dengan tinggi tanaman yang

mendapat perlakuan nematisida dan varietas. Hal ini dikarenakan pada tanaman

kontrol nematoda dapat dengan bebas menyerang akar tanaman tomat,

menginfeksi dan mengambil nutrisi dari jaringan tanaman. Beberapa jaringan

tanaman tomat mengalami kerusakan sehingga terganggunya fungsi fisiologis

tumbuhan sehingga yang mengakibatkan tidak optimalnya pertumbuhan tanaman.

Hal ini sesuai dengan literatur Luc et al (1995) apabila tanaman terinfeksi berat

oleh Meloidogyne sistem akar yang normal berkurang sampai pada batas jumlah

akar yang berpuru berat dan menyebabkan sistem pengangkutan mengalami

(54)

menyerap dan menyalurkan air maupun unsur hara. Tanaman mudah layu,

khususnya dalam keadaan kering dan tanaman sering menjadi kerdil. Supardan

(1991) menyatakan bahwa gejala pada bagian tanaman di atas permukaan tanah

yaitu tanaman kerdil, daunnya pucat, dan layu pada musim panas, tanaman yang

terserang nematoda akan mengalami kekurangan mineral.

Penghambatan laju pertambahan tinggi tanaman pada setiap tanaman

perlakuan disebabkan oleh kerusakan jaringan akar. Kerusakan jaringan akar ini

menyebabkan berkurangnya konsentrasi zat pengatur tumbuh tanaman seperti

auksin, sitokinin dan gibberelin yang banyak terdapat pada ujung rambut akar

(Wallace, 1973 ; Singh, 1980). Berkurangnya konsentrasi zat pengatur tumbuh

juga dapat terjadi karena nematoda mengeluarkan enzim sellulose, invertase dan

pektinase. Patogen ini dapat mendegradasi sel-sel tumbuhan sehingga

menyebabkan auksin tidak aktif. Dengan tidak aktifnya auksin dapat

menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan akar terhambat yang akhirnya

(55)

4. Populasi akhir nematoda

(56)

Jumlah populasi nematoda Meloidogyne spp yang dihitung merupakan

jumlah populasi nematoda di akar dan nematoda di dalam tanah, menunjukkan

bahwa populasi Meloidogyne spp. pada tanaman yang tidak mendapat perlakuan

nematisida (kontrol) berpengaruh nyata terhadap perlakuan lain.

Dari tabel. 4 jumlah populasi nematoda total yang tertinggi terdapat pada

perlakuan P0V3 sebanyak 10471,33 sedangkan yang terendah terdapat pada P6V5

sebanyak 2326,00. Populasi nematoda pada tanah yang tertinggi terdapat pada

perlakuan P0V3 sebanyak 9776,67 sedangkan yang terendah terdapat pada P6V5

sebanyak 2169,00. Populasi nematoda pada akar yang tertinggi terdapat pada

perlakuan P0V3 sebanyak 694,67 sedangkan yang terendah terdapat pada P6V5

sebanyak 157,00 sedangkan faktor reproduksi (Rf) yang tertinggi terdapat pada

perlakuan P0V3 sebanyak 26,18 sedangkan yang terendah terdapat pada P6V5

sebanyak 5,82.

Pada penelitian ini nematisida yang digunakan adalah nematisida kimia

dan nematisida biologi antara lain kitin, nimbi, serai, jarak, biji mahoni.

Rendahnya populasi nematoda pada tanaman yang mendapat perlakuan

nematisida biologi dengan tanaman kontrol dikarenakan bahan aktif nematisida

biologi ataupun senyawa yang terkandung dalam nematisida biologi. Pestisida

biologi adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan dan

dapat digunakan untuk mencegah organisme pengganggu tanaman (OPT).

Pestisida biologi dapat berfungsi sebagai penolak (repellent), penarik (attractan),

pemandul (antifertilitas) atau pembunuh. Hal ini sesuai dengan literatur Pamekas

(57)

fisik, kitosan membentuk lapisan film yang membungkus permukaan, sedangkan

secara kimia kitosan merangsang respon resistensi pada jaringan tanaman dan

menjanjikan kemungkinan yang baik untuk pengendalian penyakit tanaman.

Menurut Bahtiar (1991) menyatakan bahwa serai menghasilkan minyak

atsiri yang efekektif dalam menekan pertumbuhan nematoda serta aman bagi

manusia dan hewan. Serai dapur bersifat nematisida terhadap Meloidogyne

incognita. Komponen utamanya adalah sitral (3,7-dimetil-2,6-oktadienal),

sedangkan serai wangi mengandung sitronellal,sitronellol dan geraniol.

Dari tabel 4. tampak bahwa perlakuan nematisida kimia efektif

mengendalikan jumlah populasi nematoda, begitu juga nematisida yang berasal

dari nematisida biologi seperti kitin, nimba, serai, jarak, biji mahoni. Nimba

menghasilkan azadirachtin, nimbin (nimbinen), thionemon, meliantriol, dan

salannin. Senyawa-senyawa ini dapat menghambat pertumbuhan nematoda,

mengurangi nafsu makan, mengurangi produksi telur dan penetasan,

meningkatkan mortalitas, mengaktifkan infertilitas. Serai menghasilkan minyak

atsiri yang efektif dalam menekan pertumbuhan nematoda serta aman bagi

manusia dan hewan. Daun, batang, dan biji jarak mengandung ricin yang

merupakan bahan aktif tanaman ini, biji jarak mengandung 40 – 60 % minyak,

sedangkan minyaknya mengandung 80 – 90 % asam ricinin. Mahoni

menghasilkan HCH (Hexa Chlorosiclo Hexana) merupakan insektisida

organoklorida yang bersifat racun perut dan racun pernapasan.

Sebagai tumbuhan organik berpotensi mengendalikan nematoda

dikarenakan adanya senyawa-senyawa yang terkandung dalam tumbuhan tersebut,

(58)

bahwa bahan organik yang bersifat nematisida yang diberikan ke dalam tanah

berpengaruh terhadap penekanan perkembangan nematoda. Hasil dekomposisi

dari bahan organik yaitu terbentuknya asam lemak seperti asam asetat, asam

butirat, dan asam propionat. Asam-asam ini pada konsentrasi tinggi berbaya bagi

perkembangan nematoda.

Hasil analisis pemberian nematisida dan faktor varietas terhadap faktor

reproduksi menunjukkan bahwa pada tanaman yang tidak mendapat perlakuan

nematisida berbeda nyata terhadap tanaman yang mendapatkan perlakuan

nematisida. Tingginya faktor reproduksi pada tanaman yang tidak diapliksi

dengan nematisida disebabkan populasi akhir nematoda Meloidogyne pada

tanaman yang tidak diaplikasi dengan nematisida lebih tinggi dibandingkan

dengan tanaman yang diaplikasikan dengan nematisida dan berbanding lurus

dengan faktor reproduksi.

Pada tabel 4. faktor reproduksi (Rf) tertinggi terdapat pada kombinasi

perlakuan kontrol dan varietas Permata (P0V3) sebesar 26,18 sedangkan terendah

terdapat pada kombinasi perlakuan nematisida kimia dan varietas permata (P6V5)

sebesar 5,82. Faktor reproduksi tertinggi 26,18 menunjukkan populasi nematoda

cukup tinggi yang berarti tingkat ketahanan tanaman tomat sangat rentan terhadap

Meloidogyne spp, yang merupakan gambaran dari kemampuan Meloidogyne spp

berkembang biak di dalam jaringan akar juga tinggi. Pada penelitian ini, tidak ada

perlakuan yang tahan terhadap Meloidogyne spp dimana faktor reproduksi

terendah 5,82 ini menunjukkan Meloidogyne spp kurang mampu berkembang

(59)

5. Produksi Tanaman Tomat

Tabel 5. Respon pemberian nematisida biologi terhadap produksi tanaman tomat.

Perlakuan Produksi tomat (Kg)

(60)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan kombinasi nematisida dan varietas

tanaman tomat berpengaruh terhadap produksi tanaman (Kg), (tabel 5.).

Pada tabel 5 dapat dilihat secara umum tanaman kontrol produksi tomat

lebih rendah dibandingkan dengan tanaman tomat yang mendapat perlakuan

lainnya. Hal ini disebabkan kemampuan nematoda Meloidogyne spp untuk

menyerang akar tanaman tomat yang mengakibatkan bintil-bintil akar, luka pada

akar, nekrosis pada permukaan akar, percabangan yang berlebihan, dan ujung akar

yang tidak tumbuh sehingga mengganggu fisiologi tanaman. Hal ini sesuai dengan

literatur Melakeberhan et al (1987) yang menyatakan bahwa serangan nematoda

dapat mempengaruhi proses fotosintesa dan transpirasi serta status hara tanaman

Akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat, warna daun kuning klorosis dan

akhirnya tanaman mati. Akibat serangan nematoda dapat menghambat

pertumbuhan tanaman, mengurangi produktivitas dan kualitas produksi.

Evans (1982) serangan nematoda menyebabkan kerusakan pada akar,

karena nematoda mengisap sel-sel akar, sehingga pembuluh jaringan terganggu,

akibatnya translokasi air dan hara terhambat. Serangan nematoda juga dapat

mempengaruhi proses fotosintesa dan transpirasi sehingga pertumbuhan tanaman

terhambat, warna daun menguning seperti gejala kekurangan hara, dan mudah

layu. Karena pertumbuhan terhambat, produktivitas tanaman menurun.

Toto et al, (2003) menyatakan bahwa serangan nematoda mengakibatkan

tanaman mudah layu, khususnya dalam keadaan panas dan kering, pertumbuhan

tanaman terhambat atau kerdil, dan daun mengalami klorosis akibat defisiensi

(61)

didapati bahwa aplikasi tiap-tiap jenis nematisida berpengaruh terhadap produksi

tanaman tomat, dimana aplikasi jenis-jenis nematisida tersebut direspons tanaman

berbeda-beda yang berpengaruh pada produktivitas tanaman tomat.

Dari Tabel. 5 terlihat bahwa kitin paling efektif meningkatkan produksi

tanaman. Kitosan merupakan produk turunan dari polimer kitin, yakni produk

limbah dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan. Kitin

berfungsi ganda pada tanaman yaitu sebagai pelindung dan meningkatkan

resistensi tanaman terhadap patogen. Hal ini sesuai dengan literatur Pamekas

(2007) yang menyatakan bahwa kitosan dapat melindungi jaringan melalui dua

mekanisme yakni fisik dan kimia. Secara fisik, kitosan membentuk lapisan film

yang membungkus permukaan, sedangkan secara kimia kitosan merangsang

respon resistensi pada jaringan tanaman dan menjanjikan kemungkinan yang baik

untuk pengendalian penyakit tanaman. Debora (2008) menyatakan kitin

digunakan untuk mengendalikan nematoda pada tanaman sayuran. Nematoda

keracunan akibat chitinolytic yaitu senyawa yang mengubah populasi mikroflora

yang menyebabkan perubahan populasi nematoda. Tanaman tomat yang

diaplikasikan kitin mengalami perubahan ekologis tanah. Pertumbuhan akar

terhambat apabila nematoda tanaman tidak dikendalikan yang mengurangi

produksi daun. Sementara protein dan isazofos yang terkandung dalam kitin

efektif dalam mengurangi kerusakan akar. Kitin adalah agen pengendali biologis

Gambar

Gambar 1. Nematoda Meloidogyne spp (Sumber : Foto langsung)
Gambar 3. Akar tanaman terserang nematoda Meloidogyne spp(Sumber : Foto langsung)
Gambar 4. Tanaman nimba Sumber. Foto langsung
Gambar 5. Tanaman serai (Sumber.Foto langsung)
+7

Referensi

Dokumen terkait

perbedaan pada pertumbuhan tanaman, berat basah akar dan berat tajuk, tetapi pada varietas-varietas yang moderat resisten telihat berat basah akar dan berat tajuk

PENGENDALIAN PENYAKIT NEMATODA (Meloidogyne spp.) pURU AKAR MENGGUNAKAN PESTISIDA NABATI PADA TANAMAN CABAI. I

Hasil uji statistik terhadap rata-rata jumlah egg mass dalam 1 g akar tanaman kontrol dengan tanaman yang diberi perlakuan menunjukkan ekstrak sirih dapat menekan jumlah egg mass

Tema yang dipilih pada tesis ini adalah pengendalian hayati nematoda puru akar ( Meloidogyne incognita ) pada tanaman tomat menggunakan konsorsium bakteri endofit, sekaligus

incognita pada tanah maupun akar tanaman tomat (Tabel 2) menunjukkan bahwa perlakuan jamur parasit telur mengakibatkan penurunan populasi stadium L-2 nematoda yang

Keefektifan 5 jenis limbah Brassica sebagai biofumigan terhadap nematoda puru akar ( Meloidogyne sp.) pada tanaman tomat pada skala mikroplot di lapangan.. Angka-angka yang

Gejala kerdil pada tanaman disebabkan kemampuan nematoda merusak kerja jaringan akar dengan cara menghisap nutrisi dari sel akar sehingga sel akan mengalami kerusakan berat

Keefektifan 5 jenis limbah Brassica sebagai biofumigan terhadap nematoda puru akar (Meloidogyne sp.) pada tanaman tomat pada skala mikroplot di lapangan.. Angka-angka yang diikuti