PENGENDALIAN BIOLOGI NEMATODA PURU AKAR
( Meloidogyne spp. ) PADA TANAMAN TOMAT
( Lycopersicum esculentum Mill )
SKRIPSI
Oleh
JOY W HASUDUNGAN P
040302030/HPT
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGENDALIAN BIOLOGI NEMATODA PURU AKAR
( Meloidogyne spp. ) PADA TANAMAN TOMAT
( Lycopersicum esculentum )
SKRIPSI
Oleh
JOY W HASUDUNGAN P
040302030/HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara Medan
Diketahui Oleh :
Komisi Pembimbing
(Dr. Lisnawita, SP MSi) (Alm. Ir.Kasmal Arifin, MSi)
Ketua Anggota
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi
: Pengendalian biologi nematoda puru akar
(Meloidogyne spp) pada tanaman tomat
(Lycopersicum esculentum Mill)
Nama
: Joy W Hasudungan P
NIM
: 040302030
Departemen
: Ilmu hama dan penyakit tumbuhan
Program studi
: Ilmu hama dan penyakit tumbuhan
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
(Dr. Lisnawita, SP MSi) (Alm. Ir.Kasmal Arifin, MSi) Ketua Anggota
Mengetahui
Ir. Marheni, MP Ketua Jurusan
ABSTRAK
Joy W Hasudungan P, Pengendalian Biologi Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp) pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill). Dibawah bimbingan Lisnawita dan Alm. Kasmal Arifin. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kasa Balai Penelitian Tebu dan Tembakau Deli (BPTD) Sampali, Medan. Dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Faktor pertama yaitu nematisida, terdiri dari P0 (100 ml air/polibeg), P1 (100 ml kitin/polibeg), P2 (100 ml ekstrak nimba/polibeg), P3 (100 ml ekstrak serai/polibeg), P4 (100 ml ekstrak Jarak/polibeg), P5 (100 ml ekstrak mahoni/polibeg), P6 (2–4 gr Nematisida berbahan aktif Karbofuran/polibeg). Faktor kedua yaitu varietas tanaman tomat terdiri dari V1 (Varietas Champion), V2 (Varietas Superking), V3 (Varietas Permata), V4 (Varietas Panah Merah), V5 (Varietas Matahari). Parameter pada penelitian ini adalah tingkat keparahan penyakit, berat basah akar, laju pertambahan tinggi tanaman, populasi akhir nematoda, dan produksi tomat. Hasil penelitian menunjukkan tiga nematisida biologi yang memberikan respon baik dalam mengendalikan Meloidogyne spp adalah kitin, nimba dan serai.
ABSTRACT
Joy W Hasudungan P, Biological control of root knot nematodes (Meloidogyne spp) on Plants Tomato (Lycopersicum esculentum Mill). By the adviser of Dr. Lisnawita SP, MSi and Ir. Arifin Kasmal MSi. The research was conducted at the home screen and Tobacco Research Institute for Sugar Cane Deli (BPTD) Sampali, Medan. By using a randomized block design (RAK) factorial. The first factor is Nematicide, composed of P0 (100 ml water / polybag), P1 (100 ml chitin / polybag), P2 (100 ml neem extract / polybag), P3 (100 ml extract lemongrass / polybag), P4 (100 ml extract Jatropha / polybag), P5 (100 ml extract mahogany / polybag), P6 (2-4 gr Nematicide contain active Carbofuran / polybag). The second factor is composed of varieties of tomato plants V1 (Variety Champion), V2 (Variety Superking), V3 (Variety Permata), V4 (Variety Red Arrows), V5 (Variety sun). The parameters in this study is the level of disease severity, root fresh weight, plant height accretion rate, the final nematode population, and tomato production. The results showed three Nematicide biology that provides good response in controlling Meloidogyne spp is chitin, neem and lemongrass.
RIWAYAT HIDUP
Joy W Hasudungan P. Lahir pada tanggal 11 januari 1985 di Tanjung
Morawa. Merupakan anak pertama dari enam bersaudara dari Ayah R. Panjaitan
dan Ibu R. Siahaan.
Pada tahun 1997 penulis lulus dari SD Negeri 105855 PTPN II, Tanjung
Morawa, pada tahun 2000 lulus dari SMP Negeri 1 Tanjung Morawa dan pada
tahun 2003 lulus dari SMA Negeri 1 Tanjung Morawa. Pada tahun 2004 diterima
di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian USU
Medan melalui jalur SPMB.
Selama menjalani perkuliahan penulis pernah mengikuti organisasi dan
kegiatan diantaranya, Ketua Umum DPP KAM Perubahan USU, Komisioner
KPU FP USU, Pengurus Komisariat GMKI FP USU, ikatan mahasiswa
perlindungan tanaman (IMAPTAN), Fungsionaris DPP Himpunan Mahasiswa
Deli Serdang (HIMADES). Tim Pemantau Independen (TPI) Ujian Nasional.
Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan juni 2008 di kebun
bangun PTPN III Kabupaten Simalungun.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan
sebaik-baiknya.
Penelitian ini berjudul, ” Pengendalian Biologi Nematoda Puru Akar
( Meloidogyne spp. ) pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill )”.
Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana
Pertanian di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada Kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
Komisi Pembimbing Dr. Lisnawita, SP MSi selaku ketua dan Ir. Kasmal Arifin,
MSi selaku anggota yang telah memberikan saran dan arahannya kepada penulis
dalam melaksanakan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Medan, September 2010
DAFTAR ISI
Hipotesa Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Nimba (Azadirachta indica A. Juss) ... 15
Kitin ... 16
Serai (Andropogan nardus L.) ... 18
Jarak (Ricinus communis L.) ... 18
Mahoni (Swietenia spp) ... 20
Pengendalian ... 21
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 24
Bahan dan Alat ... 24
Metode Penelitian ... 24
Pelaksanaan Penelitian ... 26
Persemaian ... 26
Perbanyakan Meloidogyne spp ... 27
Persiapan Kitin ... 27
Pembuatan Ekstrak ... 28
Aplikasi Perlakuan ... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Keparahan Penyakit ... 32
Berat Basah Akar ... 36
Laju Pertambahan Tinggi Tanaman ... 39
Populasi Akhir Nematoda ... 42
Produksi Tanaman ... 46
KESIMPULAN DAN SARAN ... 49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1. Respon pemberian nematisida biologi terhadap
tingkat keparahan penyakit (%) 33
2. Respon pemberian nematisida biologi terhadap
berat basah akar (gr) 36
3. Respon pemberian nematisida biologi terhadap
laju pertambahan tinggi tanaman 39
4. Respon pemberian nematisida biologi terhadap
populasi nematoda 42
5. Respon pemberian nematisida biologi terhadap
produksi tomat 46
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1. Meloidogyne spp 10
2. Akar tanaman terserang nematoda Meloidogyne spp 14
3. Nimba (Azadirachta indica A. Juss) 16
4. Serai (Andropogan nardus L.) 18
5. Jarak (Ricinus communis L.) 19
6. Buah Mahoni (Swietenia spp) 20
ABSTRAK
Joy W Hasudungan P, Pengendalian Biologi Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp) pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill). Dibawah bimbingan Lisnawita dan Alm. Kasmal Arifin. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kasa Balai Penelitian Tebu dan Tembakau Deli (BPTD) Sampali, Medan. Dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Faktor pertama yaitu nematisida, terdiri dari P0 (100 ml air/polibeg), P1 (100 ml kitin/polibeg), P2 (100 ml ekstrak nimba/polibeg), P3 (100 ml ekstrak serai/polibeg), P4 (100 ml ekstrak Jarak/polibeg), P5 (100 ml ekstrak mahoni/polibeg), P6 (2–4 gr Nematisida berbahan aktif Karbofuran/polibeg). Faktor kedua yaitu varietas tanaman tomat terdiri dari V1 (Varietas Champion), V2 (Varietas Superking), V3 (Varietas Permata), V4 (Varietas Panah Merah), V5 (Varietas Matahari). Parameter pada penelitian ini adalah tingkat keparahan penyakit, berat basah akar, laju pertambahan tinggi tanaman, populasi akhir nematoda, dan produksi tomat. Hasil penelitian menunjukkan tiga nematisida biologi yang memberikan respon baik dalam mengendalikan Meloidogyne spp adalah kitin, nimba dan serai.
ABSTRACT
Joy W Hasudungan P, Biological control of root knot nematodes (Meloidogyne spp) on Plants Tomato (Lycopersicum esculentum Mill). By the adviser of Dr. Lisnawita SP, MSi and Ir. Arifin Kasmal MSi. The research was conducted at the home screen and Tobacco Research Institute for Sugar Cane Deli (BPTD) Sampali, Medan. By using a randomized block design (RAK) factorial. The first factor is Nematicide, composed of P0 (100 ml water / polybag), P1 (100 ml chitin / polybag), P2 (100 ml neem extract / polybag), P3 (100 ml extract lemongrass / polybag), P4 (100 ml extract Jatropha / polybag), P5 (100 ml extract mahogany / polybag), P6 (2-4 gr Nematicide contain active Carbofuran / polybag). The second factor is composed of varieties of tomato plants V1 (Variety Champion), V2 (Variety Superking), V3 (Variety Permata), V4 (Variety Red Arrows), V5 (Variety sun). The parameters in this study is the level of disease severity, root fresh weight, plant height accretion rate, the final nematode population, and tomato production. The results showed three Nematicide biology that provides good response in controlling Meloidogyne spp is chitin, neem and lemongrass.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tomat merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.
Indonesia dari tahun ke tahun berusaha untuk meningkatkan produksi tomat
dengan cara perluasan wilayah budidaya tomat, namun hingga tahun 2004
Indonesia masih mengimpor tomat sebanyak 8.192.280 kg baik dalam bentuk
buah segar maupun dalam bentuk olahan yang berasal dari berbagai negara
(BPS, 2004 dalam Redaksi Agromedia, 2007).
Ada beberapa kendala dalam peningkatan produksi tomat baik secara
kualitas dan kuantitas yang menyebabkan Indonesia masih mengimpor tomat.
Salah satunya adalah gangguan organisme pengganggu tanaman.Beberapa
penyakit tanaman yang menginfeksi tomat disebabkan oleh cendawan, bakteri,
nematode dan virus.
Salah satu nematoda yang dapat menginfeksi tanaman tomat adalah
nematode puru akar (Meloidogyne spp). Selain menyerang tanaman tomat
nematode ini juga menginfeksi tanaman mentimun, wortel dan lain-lain
(Sherf dan Macnab, 1986).
Perkiraan kerugian tanaman sayuran akibat serangan Meloidogyne di
daerah tropik untuk tanaman terung adalah 17–20 %, dan untuk tanaman tomat
18-33 %. Kerugian tanaman secara total yang diakibatkan oleh Meloidogyne
sukar ditentukan, hal ini diakibatkan seringnya tanaman mendapat serangan secara
Berbagai usaha pengendalian telah dilakukan dalam upaya untuk menekan
kerapatan populasi nematoda di lapangan. Salah satunya dengan menggunakan
nematisida. Berbagai jenis nematisida yang dapat digunakan untuk
mengendalikan Meloidogyne, seperti Carbofuran, Fenamilos, Furadan dan
lain-lain. Keefektifan nematisida tersebut bergantung pada dosis dan cara aplikasi
(Marwoto, 1994).
Pengendalian nematoda dengan menggunakan nematisida kimia masih
memegang peranan penting. Hal tersebut terjadi karena cara-cara pengendalian
lain belum mampu memberikan hasil yang memuaskan. Namun pengendalian
nematoda dengan nematisida dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan
dan organisme bukan sasaran. Hal ini disebabkan karena nematisida dapat beracun
bagi manusia dan hewan peliharaan. Selain itu nematisida dapat persisten di
dalam tanah, menyebabkan pencemaran terhadap air tanah, serta membunuh
organisme lain yang bukan sasaran termasuk musuh alami nematoda seperti
jamur, bakteri dan mikroorganisme lain. Dalam upaya menjaga kelestarian
lingkungan, pengendalian nematoda diarahkan pada pengendalian secara hayati
seperti dengan menggunakan mikroorganisme antagonis (musuh alami), bahan
organik, pergiliran tanaman, dan tanaman yang berkhasiat sebagai pestisida
(Mustika, 1992).
Salah satu keunggulan pestisida nabati adalah sifatnya hit and run (pukul
dan lari), yaitu bila diaplikasikan akan membunuh hama pada saat itu juga dan
setelah itu residunya akan cepat menghilang/terurai di alam. Pestisida nabati
mempunyai sifat yang mudah terdegradasi sehingga pestisida nabati harus sering
tanaman seperti daun, bunga, buah, kulit dan kayunya. Sejauh ini pemakaian
pestisida nabati aman bagi manusia dan hewan dan lingkungan.
(http://gapoktantanimaju.blogspot.com/2009/01/pestisida-nabati.html).
Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari
tumbuhan dan dapat digunakan untuk mencegah organisme pengganggu tanaman
(OPT). Pestisida nabati dapat berfungsi sebagai penolak (repellent), penarik
(attractan), pemandul (antifertilitas) atau pembunuh. Pestisida nabati bersifat
mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan
(Anonimus, 2008).
Berdasarkan uraian diatas dirasakan perlu dilakukan penelitian mengenai
pengendalian nematoda Meloidogyne spp menggunakan kitin, nimba, serai, jarak
dan biji mahoni pada tanaman tomat.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kitin, nimba,
jarak, serai dan biji mahoni terhadap nematoda puru akar pada tanaman tomat
(Lycopersicum esculentum Mill).
Hipotesa Penelitian
Kitin, nimba, jarak, serai dan biji mahoni memiliki potensi dalam
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Tanaman tomat diklasifikasikan ke dalam golongan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Tubiflorae
Famili : Solanaceae
Genus : Lycopersicum
Spesies : Solanum licopersicum Mill. (Redaksi Agromedia, 2007).
Tanaman tomat memiliki akar tunggang, akar cabang, serta akar serabut
yang berwarna keputih-putihan dan berbau khas. Perakaran tanaman tidak terlalu
dalam, menyebar ke semua arah hingga kedalaman rata-rata 30-40 cm, namun
dapat mencapai kedalaman hingga 60-70 cm. Akar tanaman tomat berfungsi
untuk menopang berdirinya tanaman serta menyerap air dan unsur hara dari dalam
tanah. Oleh karena itu tingkat kesuburan tanah di bagian atas sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi buah, serta benih tomat yang
dihasilkan (Redaksi Agromedia, 2007).
Batang tanaman tomat bentuknya bulat dan membengkak pada buku-buku.
Bagian yang masih muda berambut biasa dan ada yang berkelenjar. Mudah patah,
dengan beberapa ikatan. Tanaman tomat dibiarkan melata dan cukup rimbun
menutupi tanah. Bercabang banyak sehingga secara keseluruhan berbentuk perdu
(Rismunandar, 2001).
Daun tomat berbentuk oval dengan panjang 20-30 cm. Tepi daun bergerigi
dan membentuk celah-celah yang menyirip. Diantara daun-daun yang menyirip
besar terdapat sirip kecil dan ada pula yan bersirip besar lagi (bipinnatus).
Umumnya, daun tomat tumbuh di dekat ujung dahan atau cabang, memiliki warna
hijau, dan berbulu (Redaksi Agromedia, 2007).
Bunga tanaman tomat berwarna kuning dan tersusun dalam dompolan
dengan jumlah 5-10 bunga per dompolan atau tergantung dari varietasnya.
Kuntum bunganya terdiri dari lima helai daun kelopak dan lima helai mahkota.
Pada serbuk sari bunga terdapat kantong yang letaknya menjadi satu dan
membentuk bumbung yang mengelilingi tangkai kepala putik. Bunga tomat dapat
melakukan penyerbukan sendiri karena tipe bunganya berumah satu. Meskipun
demikian tidak menutup kemungkinan terjadi penyerbukan silang
(Wiryanta, 2004).
Buah tomat adalah buah buni, selagi masih muda berwarna hijau dan
berbulu serta relatif keras, setelah tua berwarna merah muda, merah, atau kuning,
cerah dan mengkilat, serta relatif lunak. Bentuk buah tomat beragam: lonjong,
oval, pipih, meruncing, dan bulat. Diameter buah tomat antara 2-15 cm,
tergantung varietasnya. Jumlah ruang di dalam buah juga bervariasi, ada yang
hanya dua seperti pada buah tomat cherry dan tomat roma atau lebih dari dua
bunga yang berubah fungsi menjadi sebagai tangkai buah serta kelopak bunga
yang beralih fungsi menjadi kelopak bunga (Wiryanta, 2004).
Biji tomat berbentuk pipih, berbulu, dan berwarna putih, putih kekuningan
atau coklat muda. Panjangnya 3-5 mm dan lebar 2-4 mm. Biji saling melekat,
diselimuti daging buah, dan tersusun berkelompok dengan dibatasi daging buah.
Jumlah biji setiap buahnya bervariasi, tergantung pada varietas dan lingkungan,
maksimum 200 biji per buah. Umumnya biji digunakan untuk bahan perbanyakan
tanaman. Biji mulai tumbuh setelah ditanam 5-10 hari
(Redaksi Agromedia, 2007).
Syarat tumbuh
Iklim
Tanaman tomat pada fase vegetatif memerlukan curah hujan yang cukup.
Sebaliknya, pada fase generatif memerlukan curah hujan yang sedikit. Curah
hujan yang tinggi pada fase pemasakan buah dapat menyebabkan daya tumbuh
benih rendah. Curah hujan yang ideal selama pertumbuhan tanaman tomat
berkisar antara 750-1.250 mm per tahun. Curah hujan tidak menjadi faktor
penghambat dalam penangkaran benih tomat di musim kemarau jika kebutuhan
air dapat dicukupi dari air irigasi, namun dalam musim yang basah tidak akan
terjamin baik hasilnya. iklim yang basah akan membentuk tanaman yang rimbun,
tetapi bunganya berkurang, dan didaerah pegunungan akan timbul penyakit daun
yang dapat membuat fatal pertumbuhannya. Musim kemarau yang terik dengan
angin yang kencang akan menghambat pertumbuhan bunga (mengering dan
berguguran). Walaupun tomat tahan terhadap kekeringan, namun tidak berarti
karena itu baik di dataran tinggi maupun dataran rendah dalam musim kemarau,
tomat memerlukan penyiraman atau pengairan demi kelangsungan hidup dan
produksinya (Rismunandar, 2001).
Suhu yang paling ideal untuk perkecambahan benih tomat adalah
25-300C. Sementara itu, suhu ideal untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 24
-280C. Jika suhu terlalu rendah pertumbuhan tanaman akan terhambat. Demikian
juga pertumbuhan dan perkembangan bunga dan buahnya yang kurang sempurna.
Kelembaban relatif yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah
80%. Sewaktu musim hujan, kelembaban akan meningkat sehingga resiko
terserang bakteri dan cendawan cenderung tinggi. Karena itu, jarak tanamnya
perlu diperlebar dan areal pertanamannya perlu dibebaskan dari segala jenis
gulma (Wiryanta, 2004).
Tanaman tomat membutuhkan penyinaran penuh sepanjang hari untuk
produksi yanng menguntungkan, tetapi sinar matahari yang terik tidak disukai.
Daerah yang beriklim sejuklah yang disukainya. Tanaman ini tidak tahan terhadap
awan. Daerah yang dengan kondisi demikian tanaman mudah terserang cendawan
busuk daun dan sebangsanya. Angin kering dan udara panas juga kurang baik bagi
pertumbuhannya dan sering menyebabkan kerontokan bunga (Wiryanta, 2004).
Tanah
Tomat bisa ditanam pada semua jenis tanah, seperti andosol, regosol,
latosol, ultisol, dan grumusol. Namun demikian, tanah yang paling ideal dari jenis
lempung berpasir yang subur, gembur, memiliki kandungan bahan organik yang
pernapasan akar yang memang rentan tehadap kekurangan oksigen. Kadar oksigen
yang mencukupi di sekitar akar bisa meningkatkan produksi buah. Oksigen di
sekitar akar bisa juga meningkatkan penyerapan unsur hara fosfat, kalium, dan
besi (Redaksi Agromedia, 2007).
Untuk pertumbuhannya yang baik, tanaman tomat membutuhkan tanah
yang gembur, kadar keasaman (pH) antara 5-6, tanah sedikit mengandung pasir,
dan banyak mengandung humus, serta pengairan yang teratur dan cukup mulai
tanam sampai waktu tanaman mulai dapat dipanen (Redaksi Agromedia, 2007).
Meloidogyne spp
Adapun Klasifikasi nematoda Meloidogyne spp menurut (Luc et al, 1995)
adalah sebagai berikut :
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub Kelas : Secernenteae
Ordo : Thylenchina
Famili : Heteroderidae
Genus : Meloidogyne
Spesies : Meloidogyne spp.
Nematoda termasuk filum hewan, didalamnya termasuk nematoda parasit
tanaman dan hewan, serta spesies nematoda yang hidup bebas. Nematoda parasit
tanaman merupakan parasit obligat, mengambil nutrisi hanya dari sitoplasma sel
kehancuran pada tanaman pangan dan hortikultura di seluruh dunia sehingga
menyebabkan kerugian milyaran dollar (Williamson & Richard, 1996).
Beberapa nematoda parasit tanaman adalah ektoparasit, hidup di luar
inangnya. Spesies jenis ini menyebabkan kerusakan berat pada akar dan dapat
menjadi vektor virus yang penting. Spesies lain, ada yang hidup di dalam akar,
bersifat endoparasit migratori dan sedentari. Parasit migratori bergerak melalui
akar dan menyebabkan nekrosis, sedangkan yang endoparasit sedentari dari famili
Heteroderidae menyebabkan kehancuran yang paling banyak di seluruh dunia
(Williamson & Richard, 1996).
Kumpulan telur nematoda Meloidogyne dilindungi oleh cairan pekat.
Larva stadium kedua akan ke luar dari telur, berbentuk cacing dengan ukuran
panjang 0,3-0,5 mm. Larva tersebut bergerak aktif melalui selaput air di antara
partikel-partikel tanah dan menyerang akar tanaman dengan cara melukai
epidermis ujung akar dengan stilet (alat penusuk dan pengisap pada mulutnya)
lalu masuk ke dalam jaringan sampai ke jaringan tengah. Larva tersebut mengisap
cairan sel akar. Cairan pencernaan yang dikeluarkan oleh nematoda ini
merangsang terjadinya pembelahan sel akar sehingga terjadi pembengkakan.
Keadaan ini dibutuhkan untuk perkembangan larva. Nematoda betina berbentuk
seperti buah per dengan ukuran panjang 0,5 - 1,2 mm. Nematoda jantan berbentuk
cacing memanjang dengan ukuran 1,0 - 2,0 mm. Saat ini telah banyak nematisida
untuk pengendalian nematoda Meloidogyne yang dapat digunakan. Pencegahan
penyakit ini dengan sterilisasi media tanam, penggunaan benih yang sehat, serta
Terdapat empat spesies nematoda Meloidogyne spp yang mempunyai arti
ekonomi penting khususnya dalam budi daya sayuran yaitu Meloidogyne
incognita, Meloidogyne arenaria, Meloidogyne javanica, Meloidogyne hapla.
Timbulnya puru pada sistem akar merupakan gejala awal yang berasosiasi dengan
infeksi Meloidogyne. Pada puru yang terjadi oleh seekor nematoda betina terdapat
pembengkakan pada silinder pusatnya, terjadi perubahan bentuk pada unsur
jaringan pengangkutan dan bagian nematoda betina yang berbentuk bulat
dikelilingi oleh parenkim dan mudah diamati dengan mikroskop perbesaran lemah
pada akar yang diberi zat warna (Luc et al, 1995).
.
Gambar 1. Nematoda Meloidogyne spp (Sumber : Foto langsung)
Terdapat suhu optimum untuk stadium yang berbeda pada daur hidup
M. javanica. Kisaran suhu optimum untuk populasi Australia antara 25–30 °C dan
nematoda berkaitan dengan budidaya sayuran didaerah tropik, suatu faktor yang
menjamin terjadinya infeksi nematoda puru akar secara serius (Luc et al, 1995).
Tekstur dan struktur tanah berkaitan langsung dengan kapasitas kandungan
air dan aerasi serta pengaruhnya terhadap kehidupan nematoda, penetasan dan
parahnya kerusakan. Tipe dan pH tanah berpengaruh terhadap distribusi
nematoda, larva di tanah pasiran mampu bergerak horizontal dan vertikal sejauh
75 cm dalam 9 hari. Efek pH tanah pada puru akar bervariasi, spesies
Meloidogyne dapat hidup bereproduksi pada pH berkisar 4.0-8,0 (Luc et al, 1995).
Gejala serangan
Mekanisme penyerangan oleh Meloidogyne spp dimulai dengan masuknya
nematoda kedalam akar tumbuhan melalui bagian-bagian epidermis yang terletak
dekat tudung akar. Nematoda ini mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan
dinding sel tumbuhan terutama terdiri dari protein, polisakarida seperti pektin
sellulase dan hemisellulase serta patin sukrosa dan glikosid menjadi bahan-bahan
lain. Meloidogyne spp mengeluarkan enzim sellulase yang dapat menghidrolisis
selulosa enzim endopektin metal transeliminase yang dapat menguraikan pektin.
Dengan terurainya bahan-bahan penyusun dinding sel ini maka dinding sel akan
rusak dan terjadilah luka. Selanjutnya nematode ini bergerak diantara sel-sel atau
menembus sel-sel menuju jaringan sel yang terdapat cukupcairan makanan,
kemudian menetap dan berkembang biak kemudian nematoda tersebut masih
mengeluarkan enzim proteolitik dengan melepaskan IAA ( Asam indol asetat)
yang merupakan heteroauksin tritopan yang diduga membantu terbentuknya puru
Pada akar tanaman yang terserang menjadi bisul bulat atau memanjang
dengan besar bervariasi. Di dalam bisul ini terdapat nematoda betina, telur dan
juvenil. Bisul akar yang membusuk akan membebaskan nematoda dan telurnya ke
dalam tanah kemudian masuk kedalam akar tanaman lain. Ukuran dan bentuk
puru tergantung pada spesies, jumlah nematoda didalam jaringan, inang dan umur
tanaman. Pada akar-akar tanaman Cucurbutaceae, akar-akarnya bereaksi terhadap
kehadiran Meloidogyne dengan membentuk puru besar dan lunak sedangkan pada
kebanyakan tanamam sayuran lainnya purunya besar dan keras. Apabila tanaman
terinfeksi berat oleh Meloidogyne sistem akar yang normal berkurang sampai pada
batas jumlah akar yang berpuru berat dan menyebabkan sistem pengangkutan
mengalami disorganisasi secara total. Sistem akar fungsinya benar benar
terhambat dalam menyerap dan menyalurkan air maupun unsur hara. Tanaman
mudah layu, khususnya dalam keadaan kering dan tanaman sering menjadi kerdil
(Luc et al, 1995).
Di dalam akar yang terinfeksi oleh Meloidogyne spp. Diferensiasi secara
normal pada xilem dan phloem terganggu. Sel-sel periskel mengganti beberapa
pembuluh kayu dan tapis didalam puru akar dan fungsi akar berkurang, oleh
karena akar yang terinfeksi mengalami pertumbuhan baru dan pengangkutan dari
akar kebagian permukaan atas tanaman makin berkurang (Dropkin, 1992).
Gejala serangan lainnya yang terjadi di bawah tanah antara lain adalah
bintil-bintil akar, luka pada akar, nekrosis pada permukaan akar, percabangan
yang berlebihan, dan ujung akar yang tidak tumbuh. Setelah Meloidogyne makan
pada ujung akar tersebut sering kali berhenti tumbuh, namun demikian akar belum
Serangan pada tanaman tomat terutama terjadi pada tanah yang bertekstur
kasar atau berpasir. Disamping memperlemah tanaman, nematoda ini dapat juga
menurunkan produksi. Pada populasi yang tinggi dapat menyebabkan kehilangan
hasil sebanyak 25-50% (Rahayu dan Mukidjo, 1977).
Tanaman tomat yang terserang oleh Meloidogyne spp. menimbulkan gall
pada akarnya. Ukuran dan bentuk gall tergantung pada spesies nematoda, jumlah
nematoda di dalam akar, dan umur tanaman. Serangan berat pada akar
menyebabkan pengangkutan air dan unsur hara terhambat, tanaman mudah layu,
khususnya dalam keadaan panas dan kering, pertumbuhan tanaman terhambat atau
kerdil, dan daun mengalami klorosis akibat defisiensi unsur hara. Infeksi pada
akar oleh nematoda pada tanaman stadia generatif menyebabkan produksi bunga
dan buah tomat berkurang
(
Toto et al, 2003).Pada gejala tanaman di atas permukaan tanah menyebabkan tanaman
menjadi kerdil, daunnya pucat dan layu, Pada musim panas tanaman yang
terserang nematoda akan mengalami kekurangan mineral. Akibat penyakit puru
akar ini bunga dan buah akan berkurang atau mutunya menjadi rendah. Tingkat
serangan nematoda yang tinggi menyebabkan kerusakan perakaran dan
terganggunya penyerapan unsur hara, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat
dan berat tanaman menjadi kecil (Dadan, 1991).
Serangan nematoda menyebabkan kerusakan pada akar, karena nematoda
mengisap sel-sel akar, sehingga pembuluh jaringan terganggu, akibatnya
translokasi air dan hara terhambat. Serangan nematoda juga dapat mempengaruhi
warna daun menguning seperti gejala kekurangan hara, dan mudah layu. Karena
pertumbuhan terhambat, produktivitas tanaman menurun.
(Melakeberhan et al, 1987).
Serangan nematoda dapat mempengaruhi proses fotosintesa dan transpirasi
serta status hara tanaman. Akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat, warna
daun kuning klorosis dan akhirnya tanaman mati. Selain itu serangan nematoda
dapat menyebabkan tanaman lebih mudah terserang patogen atau OPT lainnya
seperti jamur, bakteri dan virus. Akibat serangan nematoda dapat menghambat
pertumbuhan tanaman, mengurangi produktivitas, dan kualitas produksi.
(Melakeberhan et al, 1987).
Gambar 3. Akar tanaman terserang nematoda Meloidogyne spp (Sumber : Foto langsung)
Efek yang terjadi pada tanaman tertentu yang resisten terhadap
meloidogyne yaitu nekrosis sel yang terdapat disekitar tempat serangan larva
dapat merusak akar-akar tanaman inang dan nematoda mati tanpa menimbulkan
kerusakan lain. Perlakuan dengan menggunakan nematisida dapat mengurangi
populasi nematoda dan meningkatkan pertumbuhan tanaman, baik pada tanaman
Pestisida nabati
Nimba (Azarachta indica A.Juss)
Daun dan biji nimba mengandung berbagai senyawa kimia, misalnya
fenol, quinon, alkaloid dan substansi nitrogen lain, asam-asam, dan terpena.
Senyawa yang diyakini sebagai bahan bioaktif pestisida nabati adalah nimbin
(nimbinen), thionemon, meliantriol, azadirachtin, dan salannin, yang merupakan
senyawa kimia dari kelompok terpena. Bungkil atau limbah tanaman nimba
diketahui mengandung nitrogen, fosfor, dan kalium. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa produk nimba efektif untuk mengendalikan nematoda
bengkak akar, baik di laboratorium maupun di lapangan. Senyawa azadirachtin
dapat menghambat pertumbuhan serangga hama, mengurangi nafsu makan,
mengurangi produksi telur dan penetasan, meningkatkan mortalitas, mengaktifkan
infertilitas (Kemala dan Mauludi,1993).
Azadirachtin sendiri terdiri sekitar 17 komponen dan komponen yang
mana yang paling bertanggung jawab sebagai pestisida atau obat, belum jelas
diketahui. Azadirachtin berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat
menghambat kerja hormon ecdyson, yaitu suatu hormon yang berfungsi dalam
metamorfosis (Ermel, 1995).
Bagian nimba yang mengandung senyawa aktif bersifat sebagai pestisida,
terutama pada biji dan daun. Kandungan biji lebih banyak dibandingkan daun, ada
20 senyawa aktif yang terkandung didalamnya, seperti azadirachtim, meliantriol,
Gambar 4. Tanaman nimba Sumber. Foto langsung
Penambahan nimba sebagai bahan organik memberikan suatu pengaruh
kuat pada kepadatan populasi nematoda. Akibat ketersediaan azadirach sebuah
bahan aktif yang mungkin menghambat penetasan telur atau meningkatkan
mortalitas larva atau memperlambat keproduktifan betina. Penurunan yang
signifikan pada populasi nematoda berkaitan dengan dekomposisi bahan organik
oleh bakteri yang mampu menghasilkan senyawa yang beracun bagi nematoda
parasit tanaman. Daun nimba adalah kaya akan tanin yang dapat meracuni
nematoda dimana secara biologis bahan aktif yang terdapat dalam ekstrak daun
nimba ini memiliki potensi nematisida, yang mudah aktif oleh panas atau
degradasi bakteri dalam tanah (Atungwu et al, 2009).
Kitin
Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya.
Fungsi kulit udang tersebut pada hewan golongan invertebrata yaitu sebagai
pelindung. Kulit udang mengandung protein (25 % - 40 %), kalsium karbonat
(45 % - 50 %), dan kitin (15 % - 20 %), tetapi besarnya kandungan komponen
tersebut tergantung pada jenis udangnya. sedangkan kulit kepiting mengandung
(18,70 % - 32,20 %), hal ini juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat
hidupnya (Marganof, 2004).
Kitosan merupakan produk turunan dari polimer kitin, yakni produk
limbah dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan. Kitin
kemudian diproses menjadi kitosan. Limbah kepala udang mencapai 35 % - 50 %
dari total berat udang kitosan (Marganof, 2004).
Kitin (poli-N-acetilglucosamin) merupakan nematisida yang efektif
terhadap Meloidogyne spp dan Heterodera sp. Kitin bersifat nematisida erat
kaitannya dengan aktivitas amonia dan mikroorganisme penghasil enzim kitinase.
Hasil proses dekomposisi kitin di dalam tanah menghasilkan zat amonia (NH3).
Amonia dan mikroorganisme penghasil enzim kitinase dapat membunuh larva dan
menghambat proses penetasan telur Meloidogyne spp
(Grainge dan Ahmed, 1988).
Kitin digunakan untuk mengendalikan nematoda pada tanaman sayuran.
Hasil penelitian telah menunjukkan efek nematisida kitin, dimana nematoda
keracunan (chitinolytic) yaitu senyawa yang mengubah populasi mikroflora yang
menyebabkan perubahan populasi nematoda. Tanaman tomat yang diaplikasikan
kitin mengalami perubahan ekologis tanah. Pertumbuhan akar terhambat apabila
nematoda tanaman tidak dikendalikan yang mengurangi produksi daun.
Sementara protein dan isazofos yang terkandung dalam kitin efektif dalam
mengurangi kerusakan akar. Kitin adalah agen pengendali biologis yang efektif
dalam mengurangi jumlah telur dan populasi juvenil nematoda.
Serai (Andropogan nardus L.)
Gambar 5. Tanaman serai (Sumber.Foto langsung)
Serai merupakan tumbuhan menahun dan merupakan jenis
rumput-rumputan dengan tinggi antara 50 cm -100 cm. Daun tunggal berjumbai,
panjangnya 1 m x lebar 1,5 cm, tepi kasar dan tajam, tulang daun sejajar,
permukaan atas dan bawah berambut serta berwarna hijau muda. Serai
menghasilkan minyak atsiri yang efektif dalam menekan pertumbuhan nematoda
serta aman bagi manusia dan hewan. Serai dapur bersifat nematisida terhadap
M. incognita. Komponen utamanya adalah sitral (3,7-dimetil-2,6-oktadienal),
sedangkan serai wangi mengandung sitronellal, sitronellol dan geraniol
(Bahtiar,1991).
Jarak (Ricinus communis L)
Komposisi bahan kimia tanaman jarak yang bersifat toksik telah dievaluasi
oleh beberapa peneliti. Selain minyak jarak pagar terdapat pula bahan kimia yang
bersifat unsaponifiable, hydrocarbon/stereo ester, asam lemak bebas dan polar
lipid. Bahan yang diketahui bersifat toksik terhadap serangga adalah yang bersifat
unsaponifiable yang di dalamnya terdapat sterol dan tripenen alcohol. Asam
lemak yang memiliki berat molekul yang tinggi, seperti triaglycerols dan
pada serangga (Soetopo dan Bambang, 2008).
Gambar 6. Buah Jarak (Sumber. Foto langsung)
Selain itu terdapat pula kandungan curcin yang bersifat phytotoxin
(toxalbumin) yang terdapat pada biji dan buah, seperti halnya pada jarak kepyar
(Ricinus communis L.). Diduga bijinya mengandung hydrocyanic acid. Penelitian
menunjukkan bahwa dari setiap satu ton biji terdapat 34% minyak, 48% pupuk
organic dan 18% pestisida nabati. Komposisi kandungan bahan toksik/aktif
pestisida nabati diduga bervariasi bergantung pada species, varietas, klon,
strainsertalokasi (Deciyanto dan Bambang, 2008).
Daun, batang, dan biji mengandung ricin yang merupakan bahan aktif
tanaman ini. Biji jarak mengandung 40 – 60 % minyak, sedangkan minyaknya
mengandung 80 – 90 % asam ricinin. Meskipun sudah diambil minyak, ampas biji
jarak tidak bisa dipakai langsung untuk pakan ternak karena masih mengandung
racun. Sebaliknya, ampas biji jarak akan lebih lebih bermanfaat jika digunakan
untu membasmi nematoda tanah karena masih mengandung sifat-sifat pestisida.
Ampas biji jarak juga mengandung unsur nitrogen, fosfat, dan kalium yang cukup
baik digunakan sebagai pupuk organik
Mahoni (Swietenia spp)
Selain kayunya buah mahoni juga mengandung senyawa yang mirip
dengan BHC (Butane Hexane Chlor) sebesar 0,005 ppm. Senyawa BHC atau
nama barunya HCH (Hexa Chlorosiclo Hexana) merupakan insektisida
organoklorida yang bersifat racun perut dan racun pernapasan. Pembuatan
insektisida dari buah mahoni dengan jalan merendam 150 gram biji mahoni dalam
1 liter air selama 24 jam (Anonimus, 2008).
Gambar 7. Buah mahoni (Sumber.Foto langsung)
Kelopak bunga pohon yang nama daerahnya mahagoni, maoni atau moni
ini lepas satu sama lain, bentuknya seperti sendok, dan warnanya hijau. Mahkota
silindris, kuning kecoklatan. Benang sari melekat pada mahkota. Kepala sari putih
atau kuning kecoklatan. Mahoni baru berbunga setelah berumur 7 tahun. Bentuk
buahnya bulat telur, berlekuk lima, warnanya coklat. Biji pipih, warnanya coklat
Pengendalian
Usaha pengendalian penyakit puru akar masih mengandalkan nematisida
dengan cara menaburkannya pada tanah di sekitar perakaran tanaman dan
memerlukan biaya yang cukup besar. Untuk mengurangi penggunaan nematisida
perlu adanya varietas tahan. Penggunaan varietas tahan mempunyai banyak
keuntungan yaitu murah, mengurangi penggunaan pestisida dan pencemaran
lingkungan, serta menurunkan sumber inokulum dan laju infeksi. Langkah awal
yang penting dilakukan untuk mendapatkan varietas tahan adalah menyediakan
sumber genetik dan informasi tentang ketahanannya terhadap Meloidogyne spp.
melalui eksplorasi, konservasi, karakterisasi, dan evaluasi plasma nutfah
(Sutopo dan Saleh, 1992).
Nematisida jenis karbamat seperti osamil, aldikarb, karbofuran dan lain
lain, menghambat aktivitas kolinesterase yang mengakibatkan kegagalan dalam
mengatur asetilkolin, yaitu sebagai penyalur syaraf. Hal itu menyebabkan paralisis
dan hilangnya persepsi syaraf, tetapi tidak segera menyebabkan kematian,
nematoda akan sembuh kembali setelah pestisida dihilangkan. Hal tersebut
menghambat makan beberapa jenis, yang mempengaruhi penularan virus, juga
menhalang-halangi pertumbuhan nematoda secara normal yang telah berada
didalam tanaman (Dropkin, 1992).
Telah tersedia beberapa cara pengendalian nematoda yang efektif,
walaupun faktor-faktor tertentu, seperti nilai dan jenis tumbuhan, membatasi
aplikasinya pada beberapa kasus. Telah digunakan empat jenis metode
bahan kimia. Di dalam praktik, biasanya digunakan kombinasi beberapa metode
tersebut untuk mengendalikan penyakit tumbuhan yang disebakan nematoda
(Agrios, 2005).
Banyak ahli pemuliaan di seluruh dunia mencoba mencari gen-gen yang
resisten untuk dipadukan dalam satu tanaman di negara masing-masing. Sebagai
tambahan, pengkajian yang seksama tentang kisaran inang sedang dilakukan
untuk menemukan pergiliran tanaman yang baik. Serasah plastik digunakan untuk
memanaskan tanaman guna mengendaliakan nematoda di negara-negara yang
mendapat cahaya matahari banyak, teknik tersebut dinamakan solarisasi
(Dropkin, 1992).
Bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan
tanah baik fisik, kimia, maupun biologi tanah, disamping sebagai sumber energin
bagi sebagian besar organisme tanah Sebagai sumber bahan organik,
bagian-bagian tanaman dapat langsung diaplikasikan ke dalam tanah dalam bentuk segar
atau masih hijau (Toto et al, 2003)
Bahan organik yang bersifat nematisida yang diberikan ke dalam tanah
berpengaruh terhadap penekanan perkembangan nematoda. Hasil dekomposisi
dari bahan organik yaitu terbentuknya asam lemak seperti asam asetat, asam
butirat, dan asam propionat. Asam-asam ini pada konsentrasi tinggi berbaya bagi
perkembangan nematoda (Singh dan Sitaramaiah, 1994).
Pemberian bahan organik ke dalam tanah dapat menekan perkembangan
nematoda, hal ini diduga akibat dekomposisi bahan organik secara langsung
tanah yang menguntungkan bagi populasi mikroorganisme kompetitor, mikroflora
BAHAN DAN METODE
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Balai Penelitian Tebu dan
Tembakau Deli (BPTTD) Sampali, dengan ketinggian tempat ±25 m dpl.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan Februari
2010.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih tomat varietas Champion, Super
King, Panah Merah, Permata dan Matahari, ekstrak : kitin, nimba, serai, biji
mahoni dan jarak, nematisida (Karbofuran), nematoda Meloidogyne spp, pupuk
NPK mutiara, kertas tissue, polibeg dan air.
Alat yang digunakan adalah corong baerman, blender, cangkul, papan
label, pacak, tali plastik, kain muslin, drum, meteran, kamera dan alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial
dengan dua faktor sebagai berikut :
Faktor I :
1. P0 = 100 ml air / polibeg
2. P1 = 100 ml kitin / polibeg
4. P3 = 100 ml ekstrak serai / polibeg
5. P4 = 100 ml ekstrak Jarak / polibeg
6. P5 = 100 ml ekstrak mahoni / polibeg
7. P6 = 2 – 4 gr Nematisida berbahan aktif Karbofuran / polibeg
Faktor II :
1. V1 = Varietas Champion
2. V2 = Varietas Superking
3. V3 = Varietas Permata
4. V4 = Varietas Panah Merah
5. V5 = Varietas Matahari
Kombinasi Perlakuan adalah :
P0V1 P0V2 P0V3 P0V4 P0V5
P1V1 P1V2 P1V3 P1V4 P1V5
P2V1 P2V2 P2V3 P2V4 P2V5
P3V1 P3V2 P3V3 P3V4 P3V5
P4V1 P4V2 P4V3 P4V4 P4V5
P5V1 P5V2 P5V3 P5V4 P5V5
P6V1 P6V2 P6V3 P6V4 P6V5
Jumlah Ulangan ( r )
( t – 1 ) ( r - 1) ≥15
( 35 - 1 ) ( r - 1 ) ≥ 15
( 34 ) ( r – 1 ) ≥ 15
34 r - 34 ≥ 15
34 r ≥ 15 + 34
34 r ≥ 49
r ≥ 1,44
Jadi jumlah Ulangan ( r ) adalah 2
Model linier yang digunakan dalam Rancangan Acak kelompok ini adalah
sebagai berikut :
Yij = µ + T i + ∑ ij
Keterangan :
Yij : Response (nilai pengamatan) dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ : Nilai tengah umum
T i : Pengaruh perlakuan ke-i
∑ ij : Pengaruh galat percobaan dan perlakuan ke-i dan ke-j
(Gomez dan Gomez, 1995).
Pelaksanaan penelitian
a). Persemaian
Biji tomat disortir kemudian disemaikan pada media tanah + pasir +
b.) Perbanyakan Meloidogyne spp
Sumber inokulum diisolasi dari rizosfir tanaman tomat atau perakaran
yang diduga terinfeksi oleh nematoda Meloidogyne spp. Setelah itu tanah atau
bagian akar tanaman yang diekstraksi dengan metode modifikasi corong Baerman
(Southey, 1985). Untuk perbanyakan nematoda dapat dilakukan dengan
menginokulasikan juvenil infektif Meloidogyne spp ke tanaman tomat yang telah
ditanam pada pot plastik dengan media tanah dan pasir steril ( 2 : 1), lalu
dibiarkan selama ± 1 bulan agar nematoda dapat berkembang biak dengan baik.
c). Persiapan kitin
Pembuatan kitin berdasarkan metode yang digunakan oleh Prasetyo dan
Yusuf (2005) yaitu :
1.1 Demineralisasi
Kulit udang dicuci dengan air mengalir sampai bersih, kemudian
dikeringkan di bawah sinar matahari. Selanjutnya kulit udang dicuci
menggunakan air panas sebanyak 2 kali sambil diaduk, kemudian direbus selama
10 menit. Setelah direbus, kulit udang ditiriskan dan dikeringkan. Kulit udang
yang sudah kering digiling sampai menjadi serbuk berukuran 40-60 mesh. Setelah
itu, serbuk kulit udang dicampur dengan asam klorida (HCL) 1 N dengan
perbandingan 10 : 1 (1000 g : 100 ml). Larutan tersebut diaduk secara merata
selama 1 jam, lalu dipanaskan pada suhu 900 C selama 1 jam. Residu berupa
padatan tersebut dicuci dengan air sampai pH netral. Selanjutnya, residu padatan
ini dikeringkan dalam oven pada suhu 80o C selama 24 jam atau dijemur sampai
1.2 Deproteinasi
Kulit udang yang telah dimineralisasi dicampur dengan larutan NaOH 3,5
% dengan perbandingan pelarut dan kulit udang sebesar 6 : 1 (600 g : 100 ml).
Larutan tadi diaduk secara merata selama 1 jam, lalu dipanaskan pada suhu 900 C
selama 1 jam. Setelah itu, larutan disaring dan didinginkan. Selanjutnya padatan
ini dicuci dengan air sampai pH netral dan dikeringkan pada suhu 80 0 C selama
24 jam atau dijemur sampai kering.
d). Pembuatan ekstrak
2. Nimba
Sebanyak 100 gr daun nimba dicuci kemudian di blender. Bahan tersebut
dicampurkan dengan 1 Liter air, dan didiamkan selama 24 jam. Larutan disaring
sebelum diaplikasikan ketanaman .
3. Serai
Sebanyak 100 gr daun serai dicuci kemudian di blender. Bahan tersebut
dicampurkan dengan 1 Liter air, dan didiamkan selama 24 jam. Larutan disaring
sebelum diaplikasikan ketanaman.
4. Jarak
Sebanyak 100 gr buah jarak dicuci kemudian di blender. Bahan tersebut
dicampurkan dengan 1 Liter air, dan didiamkan selama 24 jam. Larutan disaring
sebelum diaplikasikan ketanaman.
5. Biji Mahoni
Sebanyak 100 gr biji mahoni dicuci kemudian di blender. Bahan tersebut
dicampurkan dengan 1 Liter air, dan didiamkan selama 24 jam. Larutan disaring
d). Aplikasi perlakuan
Empat belas hari setelah disemaikan, benih tomat dipindahkan pada pot
yang berisi media tanah + pasir + humus ( 1 + 1 + 1 ) steril sebanyak 400 gr/pot.
Aplikasi perlakuan dilakukan dengan cara dicampur/diaduk dengan media tanah +
pasir + humus steril sampai merata. Kemudian diinfeksikan dengan Meloidogyne
spp masing-masing 500 ekor nematoda / pot.
e). Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan, pengendalian hama,
penyiraman dan penyiangan. Penyiraman dilakukan setiap hari sedangkan
penyiangan dilakukan apabila kelihatan ada gulma.
f). Pemupukan
Selama penelitian pemupukan dilakukan 1 kali yaitu 1 minggu setelah
tanam, dengan menggunakan pupuk NPK (16 : 16 : 16) sebanyak 2 - 4
gram/polybag.
Peubah yang diamati adalah sebagai berikut :
1. Tingkat keparahan penyakit
Tingkat keparahan penyakit dihitung pada akhir percobaan (60 hst) dengan
mengamati puru akar yang terdapat pada akar tanaman tomat setelah tanaman
dicabut dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
I = Tingkat keparahan penyakit (%)
ni = Jumlah puru pada setiap kategori
vi = Nilai numerik masing-masing kategori serangan
Z = Nilai numerik kategori serangan tertinggi
N = Jumlah berkas pembuluh yang diamati
Adapun nilai skala puru akar pada setiap kategori serangan yang
digunakan adalah menurut metode Canto-saenz (1985), yaitu dengan menghitung
jumlah puru per satu gram akar, selanjutnya di skoring sebagai berikut :
1. Skala 0 : tidak ada puru
2. Skala 1 : terdapat 1-15 puru
3. Skala 2 : terdapat 16-35 puru
4. Skala 3 : terdapat 36-50 puru
5. Skala 4 : terdapat 51-100 puru
6. Skala 5 : lebih dari 100 puru
2. Laju pertambahan tinggi tanaman
Pengukuran laju pertambahan tinggi tanaman dilakukan pada 15, 30, 45,
60 hari setelah tanam, yaitu mengurangi tinggi tanaman pada waktu pengamatan
dengan tinggi tanaman selanjutnya.
3. Berat basah akar (Gram)
Berat basah akar dihitung pada saat pencabutan tanaman dan sebelumnya
akar dicuci terlebih dahulu dengan air bersih lalu dihitung beratnya dengan
4. Populasi akhir nematoda
Populasi akhir nematoda dihitung pada akhir penelitian (60 hst) dengan
menghitung populasi pada bagian akhir tanaman dan tanah pada kedalaman ± 15
cm. Total populasi dihitung dengan menjumlahkan populasi pada tanah dan akar
tanaman.
5. Faktor reproduksi nematoda (Rf)
Faktor reproduksi dihitung dengan membandingkan total populasi akhir
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Tingkat keparahan penyakit (%)
Hasil analisis tingkat keparahan penyakit pada setiap perlakuan dapat
dilihat pada tabel 1. Tingkat keparahan penyakit dihitung berdasarkan jumlah
puru yang terdapat pada akar tanaman. Tingkat keparahan penyakit pada tanaman
tomat yang tidak di aplikasikan dengan nematisida biologi (kontrol) berbeda nyata
terhadap perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan pada tanaman yang tidak
mendapat perlakuan (kontrol), Meloidogyne tidak mempunyai penghalang untuk
menginfeksi akar tanaman dan memperbanyak diri di dalam jaringan tanaman.
Dari tabel 1. menujukkan pengaplikasian nematisida mempunyai
kemampuan untuk menurunkan serangan nematoda puru akar, ini terlihat dari
menurunnya rata-rata jumlah puru akar dibandingkan dengan kontrol. Hasil
pengamatan kombinasi perlakuan nematisida dengan varietas tanaman tomat
menunjukkan jumlah puru yang terbentuk semakin berkurang. Penurunan tersebut
diduga akibat adanya kandungan bahan aktif pada kitin, nimba, serai, jarak, biji
mahoni, dan nematisida berbahan aktif karbofuran yang bersifat racun terhadap
nematoda. Pada nematisida biologi (kitin, nimba, serai, jarak dan biji mahoni)
diduga berkaitan dengan hasil dekomposisi yang menghasilkan senyawa-senyawa
yang bersifat racun terhadap nematoda Meloidogyne spp. Menurut Singh dan
Sitaramaiah (1994) hasil dekomposisi bahan organik berperan penting terhadap
perubahan fisik, kimia dan perubahan biotik di dalam tanah yang bersifat toksik
Tabel 1. Respon pemberian nematisida biologi terhadap tingkat
Dari tabel 1. didapat bahwa tingkat keparahan penyakait yang tertinggi
terdapat pada perlakuan P0V3 sebesar 78,80% sedangkan yang terendah terdapat
pada P6V5 dengan tingkat keparahan 9,64%. Pada perlakuan didapati bahwa kitin
(P1) yang terdapat pada P1V5, P1V4 dan P1V5 tidak berbeda nyata dengan
nematisida berbahan aktif karbofuran (P6) yang terdapat pada P6V1, P6V2,
P6V4, dan P6V5. Hal ini dikarenakan bahan aktif yang terdapat pada nematisida
tersebut sama-sama efektif mengendalikan nematoda Meloidogyne sehingga
mempengaruhi jumlah puru pada akar tanaman tomat, hal ini sesuai dengan
literatur Dropkin (1992), yang menyatakan bahwa nematisida jenis karbamat
seperti osamil, aldikarb, karbofuran dan lain-lain, menghambat aktivitas
kolinesterase yang mengakibatkan kegagalan dalam mengatur asetilkolin, yaitu
sebagai penyalur syaraf, hal itu menyebabkan paralisis dan hilangnya persepsi
syaraf. Kemala dan Mauludi (1993) menyatakan bahwa senyawa azadirachtin
yang terdapat pada nimba dapat menghambat pertumbuhan serangga, mengurangi
nafsu makan, mengurangi produksi telur dan penetasan, meningkatkan mortalitas,
mengaktifkan infertilitas (berfungsi sebagai antifertil), dan menolak hama di
sekitar pohon nimba. Hal yang sama di kemukakan oleh Atungwu et al, (2009)
akibat ketersediaan azadirach sebagai bahan aktif memungkinkan terjadinya
penghambatan penetasan telur atau meningkatkan mortalitas larva dan
memperlambat keproduktifan betina.
Penurunan yang signifikan pada populasi nematoda berkaitan dengan
dekomposisi bahan organik oleh bakteri yang mampu menghasilkan senyawa
yang beracun bagi nematoda parasit tanaman. Daun nimba kaya akan tanin yang
ekstrak daun nimba ini memiliki potensi nematisida, yang mudah aktif oleh panas
atau degradasi bakteri dalam tanah. Ermel (1995) menyatakan Azadirachtin
berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat menghambat kerja hormon
ecdyson, yaitu suatu hormon yang berfungsi dalam metamorfosis. Selanjutnya
Kemala dan Mauludi (1993) menyatakan senyawa yang diyakini sebagai bahan
bioaktif nematisida adalah nimbin (nimbinen), thionemon, meliantriol,
azadirachtin, dan salannin, yang merupakan senyawa kimia dari kelompok
terpena. Bungkil atau limbah tanaman nimba diketahui mengandung nitrogen,
2. Berat Basah Akar (gram)
Hasil analisis pengaruh semua perlakuan terhadap berat basah akar dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Respon pemberian nematisida biologi terhadap berat basah akar (gram).
Perlakuan Berat basah akar (gram)
P0V1 11,49 d
Dari Tabel 2. menunjukkan berat basah akar pada tanaman tomat yang
tidak di aplikasikan dengan nematisida biologi (kontrol) berbeda nyata terhadap
perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan pada tanaman yang mendapat perlakuan
nematisida, tanaman tomat tersebut dapat mentolerir serangan nematoda.
Sedangkan kontrol (P0) pada setiap varietas mengalami serangan nematoda
dikarenakan nematoda Meloidogyne tidak mempunyai penghalang untuk
menginfeksi akar, sehingga puru yang terbentuk lebih banyak. Akibatnya
banyaknya puru, menyebabkan kerusakan akar pada tanaman kontrol lebih besar
dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Serangan Meloidogyne spp pada akar tanaman tomat berpengaruh terhadap
berat akar, karena serangan nematoda ini menyebabkan kerusakan akar seperti
terbentuknya puru, hal ini sesuai dengan literatur Lamberti (1979) yang
menyatakan bahwa mekanisme penyerangan oleh Meloidogyne spp dimulai
dengan masuknya nematoda kedalam akar tumbuhan melalui bagian-bagian
epidermis yang terletak dekat tudung akar. Nematoda ini mengeluarkan enzim
yang dapat menguraikan dinding sel tumbuhan terutama terdiri dari protein,
polisakarida seperti pektin sellulase dan hemisellulase serta patin sukrosa dan
glikosid menjadi bahan-bahan lain. Meloidogyne spp mengeluarkan enzim
sellulase yang dapat menghidrolisis selulosa enzim endopektin metal
transeliminase yang dapat menguraikan pektin. Dengan terurainya bahan-bahan
penyusun dinding sel ini maka dinding sel akan rusak dan terjadilah luka.
Selanjutnya nematoda ini bergerak diantara sel-sel atau menembus sel-sel menuju
proteolitik dengan melepaskan IAA ( Asam indol asetat) yang merupakan
heteroauksin tritopan yang diduga membantu terbentuknya puru
Pada tanaman yang mendapat perlakuan nematisida, berat basah akarnya
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman control. Hal ini disebabkan
pada tanaman yang mendapat perlakuan nematisida biologi mempunyai faktor
penghalang bagi Meloidogyne spp. Hal ini sesuai dengan literatur Luc et al
(1995), yang menyatakan bahwa apabila tanaman terinfeksi berat oleh
Meloidogyne, maka pengangkutan unsur hara dan air dari akar ke bagian atas
tanaman menjadi terganggu, sehingga pertumbuhan menjadi terhambat atau kerdil
dan pertumbuhan akar baru pun hampir tak terjadi.
Menurut Mustika (1992), setelah nematoda makan pada bagian ujung akar
tanaman, ujung-ujung akar tanaman tersebut sering kali berhenti tumbuh,
warnanya berubah menjadi coklat. Meskipun demikian akar yang diserang belum
tentu mati, bahkan biasanya bercabang, hingga akhirnya pertumbuhan
cabang-cabang tanaman ini terhenti.
Supardan (1991) tingkat serangan nematoda yang tinggi menyebabkan
kerusakan perakaran dan terganggunya penyerapan unsur hara, sehingga
3. Laju Pertambahan Tinggi Tanaman (Cm)
Tabel.3 Respon pemberian nematisida biologi terhadap laju pertambahan tinggi tanaman tomat (Cm)
Perlakuan Laju pertambahan tinggi tanaman (∆)
Hasil analisis perlakuan nematisida dan tanaman tomat terhadap laju
pertambahan tinggi tanaman pada 15 hst, 30 hst, 45 hst dan 60 hst menunjukkan
bahwa kombinasi perlakuan nematisida dan varietas berpengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman.
Dilihat dari rataan tinggi tanaman pada 15 hst tinggi tanaman yang
terendah terdapat pada perlakuan P4V2 setinggi 6.93 cm sedangkan tinggi
tanaman yang tertinggi adalah P1V2 yaitu 10.67 cm. Sedangkan pada pengamatan
30 hst tinggi tanaman yang terendah adalah pada perlakuan P1V1 yaitu 20.20 cm
sedangkan tanaman tertinggi adalah pada perlakuan P2V2 yaitu 32.77 cm. Pada
pengamatan 45 hst tinggi tanaman terendah adalah P6V4 yaitu 14.60 cm
sedangkan tanaman tertinggi adalah P1V2 yaitu 36.77 cm. Pada pengamatan 60
hst tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan P6V4 yaitu 11.57 cm
sedangkan yang tertinggi adalah 47.87 cm.
Dari tabel.3 tampak bahwa laju pertambahan tinggi tanaman tomat yang
tidak mendapat perlakuan (kontrol) berbeda nyata dengan tinggi tanaman yang
mendapat perlakuan nematisida dan varietas. Hal ini dikarenakan pada tanaman
kontrol nematoda dapat dengan bebas menyerang akar tanaman tomat,
menginfeksi dan mengambil nutrisi dari jaringan tanaman. Beberapa jaringan
tanaman tomat mengalami kerusakan sehingga terganggunya fungsi fisiologis
tumbuhan sehingga yang mengakibatkan tidak optimalnya pertumbuhan tanaman.
Hal ini sesuai dengan literatur Luc et al (1995) apabila tanaman terinfeksi berat
oleh Meloidogyne sistem akar yang normal berkurang sampai pada batas jumlah
akar yang berpuru berat dan menyebabkan sistem pengangkutan mengalami
menyerap dan menyalurkan air maupun unsur hara. Tanaman mudah layu,
khususnya dalam keadaan kering dan tanaman sering menjadi kerdil. Supardan
(1991) menyatakan bahwa gejala pada bagian tanaman di atas permukaan tanah
yaitu tanaman kerdil, daunnya pucat, dan layu pada musim panas, tanaman yang
terserang nematoda akan mengalami kekurangan mineral.
Penghambatan laju pertambahan tinggi tanaman pada setiap tanaman
perlakuan disebabkan oleh kerusakan jaringan akar. Kerusakan jaringan akar ini
menyebabkan berkurangnya konsentrasi zat pengatur tumbuh tanaman seperti
auksin, sitokinin dan gibberelin yang banyak terdapat pada ujung rambut akar
(Wallace, 1973 ; Singh, 1980). Berkurangnya konsentrasi zat pengatur tumbuh
juga dapat terjadi karena nematoda mengeluarkan enzim sellulose, invertase dan
pektinase. Patogen ini dapat mendegradasi sel-sel tumbuhan sehingga
menyebabkan auksin tidak aktif. Dengan tidak aktifnya auksin dapat
menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan akar terhambat yang akhirnya
4. Populasi akhir nematoda
Jumlah populasi nematoda Meloidogyne spp yang dihitung merupakan
jumlah populasi nematoda di akar dan nematoda di dalam tanah, menunjukkan
bahwa populasi Meloidogyne spp. pada tanaman yang tidak mendapat perlakuan
nematisida (kontrol) berpengaruh nyata terhadap perlakuan lain.
Dari tabel. 4 jumlah populasi nematoda total yang tertinggi terdapat pada
perlakuan P0V3 sebanyak 10471,33 sedangkan yang terendah terdapat pada P6V5
sebanyak 2326,00. Populasi nematoda pada tanah yang tertinggi terdapat pada
perlakuan P0V3 sebanyak 9776,67 sedangkan yang terendah terdapat pada P6V5
sebanyak 2169,00. Populasi nematoda pada akar yang tertinggi terdapat pada
perlakuan P0V3 sebanyak 694,67 sedangkan yang terendah terdapat pada P6V5
sebanyak 157,00 sedangkan faktor reproduksi (Rf) yang tertinggi terdapat pada
perlakuan P0V3 sebanyak 26,18 sedangkan yang terendah terdapat pada P6V5
sebanyak 5,82.
Pada penelitian ini nematisida yang digunakan adalah nematisida kimia
dan nematisida biologi antara lain kitin, nimbi, serai, jarak, biji mahoni.
Rendahnya populasi nematoda pada tanaman yang mendapat perlakuan
nematisida biologi dengan tanaman kontrol dikarenakan bahan aktif nematisida
biologi ataupun senyawa yang terkandung dalam nematisida biologi. Pestisida
biologi adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan dan
dapat digunakan untuk mencegah organisme pengganggu tanaman (OPT).
Pestisida biologi dapat berfungsi sebagai penolak (repellent), penarik (attractan),
pemandul (antifertilitas) atau pembunuh. Hal ini sesuai dengan literatur Pamekas
fisik, kitosan membentuk lapisan film yang membungkus permukaan, sedangkan
secara kimia kitosan merangsang respon resistensi pada jaringan tanaman dan
menjanjikan kemungkinan yang baik untuk pengendalian penyakit tanaman.
Menurut Bahtiar (1991) menyatakan bahwa serai menghasilkan minyak
atsiri yang efekektif dalam menekan pertumbuhan nematoda serta aman bagi
manusia dan hewan. Serai dapur bersifat nematisida terhadap Meloidogyne
incognita. Komponen utamanya adalah sitral (3,7-dimetil-2,6-oktadienal),
sedangkan serai wangi mengandung sitronellal,sitronellol dan geraniol.
Dari tabel 4. tampak bahwa perlakuan nematisida kimia efektif
mengendalikan jumlah populasi nematoda, begitu juga nematisida yang berasal
dari nematisida biologi seperti kitin, nimba, serai, jarak, biji mahoni. Nimba
menghasilkan azadirachtin, nimbin (nimbinen), thionemon, meliantriol, dan
salannin. Senyawa-senyawa ini dapat menghambat pertumbuhan nematoda,
mengurangi nafsu makan, mengurangi produksi telur dan penetasan,
meningkatkan mortalitas, mengaktifkan infertilitas. Serai menghasilkan minyak
atsiri yang efektif dalam menekan pertumbuhan nematoda serta aman bagi
manusia dan hewan. Daun, batang, dan biji jarak mengandung ricin yang
merupakan bahan aktif tanaman ini, biji jarak mengandung 40 – 60 % minyak,
sedangkan minyaknya mengandung 80 – 90 % asam ricinin. Mahoni
menghasilkan HCH (Hexa Chlorosiclo Hexana) merupakan insektisida
organoklorida yang bersifat racun perut dan racun pernapasan.
Sebagai tumbuhan organik berpotensi mengendalikan nematoda
dikarenakan adanya senyawa-senyawa yang terkandung dalam tumbuhan tersebut,
bahwa bahan organik yang bersifat nematisida yang diberikan ke dalam tanah
berpengaruh terhadap penekanan perkembangan nematoda. Hasil dekomposisi
dari bahan organik yaitu terbentuknya asam lemak seperti asam asetat, asam
butirat, dan asam propionat. Asam-asam ini pada konsentrasi tinggi berbaya bagi
perkembangan nematoda.
Hasil analisis pemberian nematisida dan faktor varietas terhadap faktor
reproduksi menunjukkan bahwa pada tanaman yang tidak mendapat perlakuan
nematisida berbeda nyata terhadap tanaman yang mendapatkan perlakuan
nematisida. Tingginya faktor reproduksi pada tanaman yang tidak diapliksi
dengan nematisida disebabkan populasi akhir nematoda Meloidogyne pada
tanaman yang tidak diaplikasi dengan nematisida lebih tinggi dibandingkan
dengan tanaman yang diaplikasikan dengan nematisida dan berbanding lurus
dengan faktor reproduksi.
Pada tabel 4. faktor reproduksi (Rf) tertinggi terdapat pada kombinasi
perlakuan kontrol dan varietas Permata (P0V3) sebesar 26,18 sedangkan terendah
terdapat pada kombinasi perlakuan nematisida kimia dan varietas permata (P6V5)
sebesar 5,82. Faktor reproduksi tertinggi 26,18 menunjukkan populasi nematoda
cukup tinggi yang berarti tingkat ketahanan tanaman tomat sangat rentan terhadap
Meloidogyne spp, yang merupakan gambaran dari kemampuan Meloidogyne spp
berkembang biak di dalam jaringan akar juga tinggi. Pada penelitian ini, tidak ada
perlakuan yang tahan terhadap Meloidogyne spp dimana faktor reproduksi
terendah 5,82 ini menunjukkan Meloidogyne spp kurang mampu berkembang
5. Produksi Tanaman Tomat
Tabel 5. Respon pemberian nematisida biologi terhadap produksi tanaman tomat.
Perlakuan Produksi tomat (Kg)
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan kombinasi nematisida dan varietas
tanaman tomat berpengaruh terhadap produksi tanaman (Kg), (tabel 5.).
Pada tabel 5 dapat dilihat secara umum tanaman kontrol produksi tomat
lebih rendah dibandingkan dengan tanaman tomat yang mendapat perlakuan
lainnya. Hal ini disebabkan kemampuan nematoda Meloidogyne spp untuk
menyerang akar tanaman tomat yang mengakibatkan bintil-bintil akar, luka pada
akar, nekrosis pada permukaan akar, percabangan yang berlebihan, dan ujung akar
yang tidak tumbuh sehingga mengganggu fisiologi tanaman. Hal ini sesuai dengan
literatur Melakeberhan et al (1987) yang menyatakan bahwa serangan nematoda
dapat mempengaruhi proses fotosintesa dan transpirasi serta status hara tanaman
Akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat, warna daun kuning klorosis dan
akhirnya tanaman mati. Akibat serangan nematoda dapat menghambat
pertumbuhan tanaman, mengurangi produktivitas dan kualitas produksi.
Evans (1982) serangan nematoda menyebabkan kerusakan pada akar,
karena nematoda mengisap sel-sel akar, sehingga pembuluh jaringan terganggu,
akibatnya translokasi air dan hara terhambat. Serangan nematoda juga dapat
mempengaruhi proses fotosintesa dan transpirasi sehingga pertumbuhan tanaman
terhambat, warna daun menguning seperti gejala kekurangan hara, dan mudah
layu. Karena pertumbuhan terhambat, produktivitas tanaman menurun.
Toto et al, (2003) menyatakan bahwa serangan nematoda mengakibatkan
tanaman mudah layu, khususnya dalam keadaan panas dan kering, pertumbuhan
tanaman terhambat atau kerdil, dan daun mengalami klorosis akibat defisiensi
didapati bahwa aplikasi tiap-tiap jenis nematisida berpengaruh terhadap produksi
tanaman tomat, dimana aplikasi jenis-jenis nematisida tersebut direspons tanaman
berbeda-beda yang berpengaruh pada produktivitas tanaman tomat.
Dari Tabel. 5 terlihat bahwa kitin paling efektif meningkatkan produksi
tanaman. Kitosan merupakan produk turunan dari polimer kitin, yakni produk
limbah dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan. Kitin
berfungsi ganda pada tanaman yaitu sebagai pelindung dan meningkatkan
resistensi tanaman terhadap patogen. Hal ini sesuai dengan literatur Pamekas
(2007) yang menyatakan bahwa kitosan dapat melindungi jaringan melalui dua
mekanisme yakni fisik dan kimia. Secara fisik, kitosan membentuk lapisan film
yang membungkus permukaan, sedangkan secara kimia kitosan merangsang
respon resistensi pada jaringan tanaman dan menjanjikan kemungkinan yang baik
untuk pengendalian penyakit tanaman. Debora (2008) menyatakan kitin
digunakan untuk mengendalikan nematoda pada tanaman sayuran. Nematoda
keracunan akibat chitinolytic yaitu senyawa yang mengubah populasi mikroflora
yang menyebabkan perubahan populasi nematoda. Tanaman tomat yang
diaplikasikan kitin mengalami perubahan ekologis tanah. Pertumbuhan akar
terhambat apabila nematoda tanaman tidak dikendalikan yang mengurangi
produksi daun. Sementara protein dan isazofos yang terkandung dalam kitin
efektif dalam mengurangi kerusakan akar. Kitin adalah agen pengendali biologis