By AHMAD YUDI
This research aims to analyze influence judgment of transfer to region for deficit APBN in Indonesia. Dependent variables in this research is defiscit APBN in Indonesia and Independent variables are inflation, world oil price, exchange rates, before years deficit APBN in Indonesia, and judgment of transfer to region like the focus research. Data used in this research wastime-series datain research periode of 1985-2014. Analysis method used in this research was descriptive quantitative analysis method for long term and short term. Tools analysed used in this research wasError Correction Model(ECM) for short term analysed and liniear regression with methodOrdinary Least Square(OLS) for long term.
Result of the research shows in long term and short term, defiscit APBN in Indonesia and Independent variables are inflation, world oil price, exchange rates, before years deficit APBN in Indonesia, and judgment of transfer to region maner to together is positive and significanly impact on deficit APBN in Indonesia. From the result of the research we can see influence from judgment make of government that is judgment of transfer to region for deficit APBN in Indonesia.
(1985-2014)
Oleh AHMAD YUDI
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kebijakan transfer ke daerah terhadap defisit APBN di Indonesia. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah defisit APBN di Indonesia dan variabel bebas yang digunakan adalah inflasi, harga minyak dunia, nilai tukar rupiah dan defisit APBN tahun
sebelumnya serta kebijakan transfer ke daerah sebagai focus penelitian. Penelitian ini menggunakan datatime seriesperiode 1985-2014. Analisis yang dilakukan adalah analisis deskripsi kuantitatif pada analisis jangka pendek dan jangka panjang. Alat analisis yang digunakan adalahError Correction Model(ECM) untuk analisis jangka pendek dan regresi linier berganda dengan metodeOrdinary Least Square(OLS) untuk jangka panjang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek dan jangka panjang variabel inflasi, harga minyak dunia, nilai tukar rupiah, defisit APBN tahun sebelumnya dan kebijakan transfer ke daerah secara bersama-sama
berpengaruh positif dan signifikan terhadap defisit APBN di Indonesia. Dari hasil penelitian ini juga kita dapat melihat pengaruh dari kebijakan yang diambil pemerintah yaitu kebijakan transfer ke daerah terhadap Defisit APBN di Indonesia.
Oleh Ahmad Yudi
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh Ahmad Yudi
\
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
Gambar Halaman
1. Target dan Realisasi Defisit APBN Tahun 2005-2010 ... 4
2. Nilai Tukar Rupiah |Terhadap Solar Tahun 2000-2014... 6
3. Inflasi di Indonesia Tahun 2000-2014 ... 7
4. Perbandingan Defisit APBN dan Defisit Tahun Sebelumnya... 8
5. Kerangka Pemikiran Analisis Defisit APBN ... 14
Halaman
DAFTAR ISI... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 12
E. Kerangka Pikir ... 12
F. Hipotesis ... 14
G. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16
A. Tinjauan Teoritis ... 16
1. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN)... 16
2. Defisit APBN ... 18
a. Sebab-sebab terjadinya defisit APBN... 20
b. Dampak defisit APBN terhadap beberapa variabel makro ... 22
3. Teori Inflasi... 25
1. Teori keynes ... 26
2. Teori Kuantitas... 27
3. Teori Struktural ... 27
4. Harga Minyak Dunia... 29
5. Teori Nilai Tukar... 31
6. Kebijakan Transfer ke Daerah Tahun 2001 ... 32
B. Hubungan Antar Variabel ... 35
1. Hubungan Inflasi Dengan Defisit APBN ... 35
2. Hubungan Harga Minyak Dunia Dan Defisit APBN... 36
3. Hubungan Nilai Tukar Dengan Defisit APBN ... 40
4. Hubungan Defisit sebelumnya Dengan Defisit APBN ... 42
5. Hubungan Transfer ke Daerah Dengan Defisit APBN ... 42
C. Defenisi Oprasional Variabel... 47
D. Model Analisis ... 49
E. Prosedur Analisis Data... 49
1. Uji Stasionery (Unit Root Test) ... 49
2. Uji Kointegrasi ... 50
3. Uji Koreksi Kesalahan (ECM) ... 51
4. Uji Hipotesis ... 52
a. Uji Hipotesis secara Parsial (Uji t)... 52
b. Uji Hipotesis secara Bersamaan (Uji f)... 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 55
A. Hasil Pengujian ... 55
1. Uji Stasionery (Unit Root Test) ... 55
2. Uji Kointegrasi ... 56
3. Hasil Estimasi Model ECM ... 57
4. Uji Hipotesis ... 59
a. Uji t-statistik... 59
b. Uji F-statistik... 60
B. pembahasan ... 61
1. Pengaruh Inflasi Terhadap Defisi APBN ... 61
2. Pengaruh Harga Minyak Dunia Terhadap Defisi APBN ... 62
3. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Defisi APBN ... 62
4. Pengaruh Defisit Tahun Sebelumnya Terhadap Defisi APBN ... 63
5. Pengaruh Kebijakan Transfer ke Daerah Terhadap Defisi APBN... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 66
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran... 67
Lampiran
1. Data tahunan Defisit APBN, Inflasi, Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar
Rupiah, Kebijakan Transfer ke Daerah dan Defisit APBN Tahun Sebelumnya. 2. Hasil Uji UnitRoot
Tabel Halaman
1. Dampak Harga Minyak Terhadap APBN 2008 (Rp triliun) ... 5
2. Perkembangan Transfer ke Daerah 2005-2010... 9
3. Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 43
4. Keterangan Variabel ... 48
5. Uji Stasionery (Unit Root Test) Tingkat Level... 55
6. Uji Stasionery (Unit Root Test) TingkatFirs differenc... 56
7. Uji Kointegrasi (FG) ... 56
8. Hasil uji Model ECM ... 57
9. Hasil Uji t-statistik ... 59
Maka nikmat tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Bersyukur kunci kerendahan hati.
(Ar-Rahman: 13)
Learn From Yesterday, Live From Today, and Hope For Tommorow. (Albert Einsten)
"Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang
harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka
menyukainya atau tidak."
(Aldus Huxley)
“Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya merekadengan keberhasilan saat mereka menyerah.”
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat yang diberikan,
shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada nabi agung Muhammad SAW.
Ku persembahkan skripsi ini sebagai tanda cinta dan terima kasihku kepada :
Ibu dan ayah tercinta yang selalu memberikan limpahan kasih sayang, doa,
keikhlasan, ketulusan, kesabaran, perjuanganan dan pengorbanan yang luar biasa,
tidak ada sesuatu apapun yang bisa membalas dan menggantikannya. Terimakasih
atas semangat yang diberikan serta pembelajaran hidup yang luar biasa.
Kakakku tersayang Eka Bayu Hernanto, Dwi Nursanti dan Oki Fahrizal Ahmad
yang telah memberikan perhatian, arahan dan selalu mendukung serta
memberikan semangat untuk terus berjuang dan tidak pernah menyerah.
Sahabat-sahabat tercinta yang dengan tulus menyayangiku serta keceriaan dan
kebersamaan kalian yang selalu memotivasiku.
Almamaterku tercinta. Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan
Penulis dilahirkan di Desa Tiuh Balak Pasar, Kecamatan Baradatu, Kabupaten
Way Kanan, Provinsi Lampung pada tanggal 01 Juli 1994. Penulis adalah anak
keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Ibu Tuti dan Bapak Sopyan.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah dasar di SD Negeri 1 Tiuh Balak
Pasar, Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan dan selesai pada tahun 2005.
Selanjutnya, pada tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan menengah
pertama di SMP Negeri 1 Baradatu, Kabupaten Way Kanan serta menyelesaikan
pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Bukit Kemuning, Kabupaten
Lampung Utara pada tahun 2011. Setelah itu pada tahun yang sama yaitu tahun
2011, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung melalui jalur Undangan.
Tahun 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kunjung Lapangan (KKL) di Bank
Indonesia, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Kementrian Koperasi dan UMKM.
Pada Januari 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa
A. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai
faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi,
ketersediaan sumber daya, teknologi, efisiensi, budaya, kualitas manusia dan
kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan
menentukan seberapa besar peran pemerintah dalam proses pembangunan
tersebut, serta pola kebijakan yang dilakukan. Dalam konsep ekonomi dikenal
dua kebijakan ekonomi yang utama, yaitu kebijakan moneter dan kebijakan
fiskal. Kebijakan moneter merupakan pengendalian sektor moneter, sedangkan
kebijakan fiskal merupakan pengelolaan anggaran pemerintah (budget) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan (Teguh, 2008).
Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam perekonomian yang
dilakukan oleh pemerintah melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara
Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). APBN berisi
daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran
APBN merupakan instrument untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara
dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan,
mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai
stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan.
Pendapatan negara bersumber dari pendapatan pajak (pajak dalam negri dan pajak
perdagangan internasional) dan bukan pajak (SDA, BUMN dan lainya) serta hibah
sedangkan belanja negara terdiri dari belanja rutin, belanja pembangunan, dan
dana perimbangan.
Fiscal spaceadalah ketersediaan ruang yang memungkinkan pemerintah untuk dapat menyediakan sumber daya tertentu untuk dapat mencapai suatu tujuan tanpa
mengancam kesinambungan posisi keuangan pemerintah, atau dapat lebih
jelaskan yaitu sisa rencana anggaran terhadap anggaran yang tersedia.
Beban belanja rutin setiap tahun terus meningkat, baik pada belanja pegawai,
subsidi BBM, cicilan bunga utang dan lainya. Pengeluaran pemerintah yang
meningkat ini akan berdampak pada belanja modal yang tidak besar. Peneluaran
yang semakin meningkat dan tidak diimbangin peningkatkan pendapatan akan
menyebabkan menyempitnya ruang fiskal yang tersedia.
Masalah utama kelangsungan APBN adalah masih adanya defisit anggaran.
Persoalannya adalah fiscal spaceyang semakin sempit karena beban APBN yang semakin meningkat. Oleh karena itu, pemerintah terpaksa mencari jalan keluar
untuk menambah ruang fiskal yang dibutuhkan Indonesia untuk mencukupi
membesar, sedikit saja terjadi gejolak ekonomi seperti adanya inflasi atau
melemahnya nilai tukar, maka akan berdampak besar pada beban anggaran pada
sektor cicilan pokok dan bunga pinjaman.
Tugas pemerintah adalah bagaimana dapat menjaga defisit anggaran pada tingkat
yang aman sehingga defisit tersebut masih dapat dicarikan pembiayaannya.
Penjelasan Pasal 12 ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara menyebutkan bahwa defisit anggaran dibatasi maksimal sebesar
3% dan utang maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Defisit anggaran negara adalah selisih antara penerimaan negara dan
pengeluarannya yang cenderung negatif, artinya bahwa pengeluaran negara lebih
besar dari penerimaannya. Para ahli ekonomi cenderung menghitung defisit
anggaran negara itu bukan dari angka absolut, tetapi mengukur dari rasio defisit
anggaran negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Apabila kita
menghitung defisit anggaran negara sebagai persentase dari PDB, maka akan
mendapat gambaran berapa persen suatu negara dapat menghimpun dana untuk
menutup defisit tersebut. Kecuali itu, dengan menghitung besarnya persentase
defisit anggaran negara terhadap PDB juga menggambarkan berapa tingkat defisit
itu sudah membahayakan keadaan perekonomian.
Penyebab terjadinya defisit APBN diantaranya yaitu: rendahnya daya beli
masyarakat, pemerataan pendapatan masyarakat, melemahnya nilai tukar,
pengeluaran akibat krisis ekonomi, realisasi yang menyimpang dari rencana, dan
pengeluaran karena inflasi. Selain itu, masi ada beberapa penyebab terjadinya
Pembiayaan Defisit APBN dilakukan dengan dua cara, yaitu dari sisi penerimaan
dan sisi pengeluaran. APBN terdiri dari sisi penerimaan dan pengeluaran, maka
defisit APBN prinsipnya dapat ditanggulangi dengan cara menambah di sisi
penerimaan atau mengurangi di sisi pengeluaran, sisi penerimaan: Meminjam dari
perbankan dalam negeri, meminjam dari non perbankan dalam negeri atau
masyarakat dengan cara menerbitkan obligasi, meminjam dari luar negeri,
meningkatkan penerimaan pajak, mencetak uang. Sisi pengeluaran : Mengurangi
subsidi, penghematan pada setiap pengeluaran baik pengeluaran rutin maupun
pembangunan, menseleksi sebagian pengeluaran-pengeluaran pembangunan,
mengurangi pengeluaran program-program yang tidak produktif dan tidak efisien.
Sumber: Kementrian Keuangan
Gambar 1. Target dan Realisasi Defisit APBN Tahun 2005-2010
Realisasi defisit anggaran paling rendah dibandingkan dengan target defisit
anggaran yang ditetapkan dalam APBN-P terjadi pada tahun 2008, yaitu hanya
sebesar 0,1 % terhadap PDB jika dibandingkan dengan target defisit anggaran
dalam APBN-P 2008 sekitar 2,1 % terhadap PDB. Rendahnya realisasi defisit 0
0.5 1 1.5 2 2.5 3
2005 2006 2007 2008 2009 2010
anggaran dalam kurun waktu tersebut, terutama disebabkan oleh realisasi daya
serap anggaran belanja negara rata-rata hanya mencapai sekitar 96,3% dari pagu
anggaran belanja negara yang ditetapkan dalam APBN-P, sementara realisasi
anggaran pendapatan negara dan hibah rata-rata sesuai atau memenuhi sasaran
yang ditetapkan dalam APBN-P. Lebih rendahnya realisasi anggaran belanja
negara dari pagu yang ditetapkan dalam APBN-P terutama disebabkan oleh
realisasi anggaran belanja K/L hanya mencapai Rp259,9 triliun atau 89,6% dari
pagu dalam APBN-P sebesar Rp290,0 triliun. Realisasi pendapatan negara dan
hibah mencapai Rp981,6 triliun atau 9,7% melampaui target yang ditetapkan
dalam APBN-P sebesar Rp895,0 triliun. Untuk tahun 2009, rendahnya realisasi
defisit disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja negara yaitu sebesar Rp937,4
triliun atau hanya mencapai 93,7% dari target APBN-P sebesar Rp1.000,8 triliun.
Akibat dari rendahnya defisit yang tidak diimbangi dengan penyesuaian
pembiayaan adalah bertambahnya dana dalam rekening Pemerintah.
Table 1. Dampak Harga Minyak Terhadap APBN 2008 (Rp triliun)
Dampak Terhadap Harga Minyak Per Barel
USD 90 USD 95 USD 100
Kenaikan Pendapatan 90,7 107,7 124,7
Kenaikan Belanja 138,0 158,6 179,4
Kenaikan Defisit -0,2 -1,2 -2,6
Persentase Total Defisit 2008
Terhadap PDB (%) -1,7 -1,7 -1,8
Sumber : Departemen Keuangan dalam Bisnis Indonesia Januari 2008.
Kurun waktu tahun 2008, fluktuasi harga minyak dunia mempengaruhi naik
USD/barel menjadi 95 USD/barel, pendapatan pemerintah ikut naik menjadi Rp
107,7 triliun dari Rp 90,7 triliun. Namun, disamping itu belanja pemerintah juga
ikut naik karena naiknya harga minyak dunia mengakibatkan naiknya belanja
pemerintah untuk minyak (BBM) dan ditambah dengan naiknya subsidi BBM.
Nilai tukar rupiah merupakan satu indikator ekonomi makro yang terkait dengan
besaran APBN. Asumsi nilai tukar rupiah berhubungan dengan banyaknya
transaksi dalam APBN yang terkait dengan mata uang asing, seperti penerimaan
pinjaman dan pembayaran utang luar negeri, penerimaan minyak dan pemberian
subsidi BBM. Dengan demikian, variabel asumsi dasar ekonomi makro tersebut
sangat menentukan besarnya penerimaan dan pengeluaran negara, termasuk dana
perimbangan, serta besarnya pembiayaan anggaran (Rosit, 2010).
0
Sumber: Nota Keuanga (data diolah)
Gambar 2. Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Tahun 2000-2014
Dalam kurun waktu 2000-2014 nilai tukar terus mengalama fluktuasi yang
Inflasi sebagai salah satu tolak ukur perekonomian suatu negara, mendapatkan
perhatian yang sangat serius dari pemerintah. Kestabilan inflasi merupakan
prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya
memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya
pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan
tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi
masyarakat. Indonesia sangat memerlukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan tingkat inflasi yang terkendali untuk mengatasi masalah perekonomian
yang dihadapi (Primawan, 2012).
Sumber: Nota Keuanga (data diolah)
Gambar 3. Inflasi di Indonesia Tahun 2000-2014
Dalam kurun waktu 2000-2014 inflasi paling tinggi terjadipada tahun 2005 yaitu
mencapai 17.11% dan terendah berada di tahun 2009 yaitu sebesar 2.8%. dalam
kurun waktu 4 tahun inflasi turun drastis sebesar 14.31% dan sejak 2005 sampai
dengan tahun 2014 cendrung stabil rata-rata 5.5%. 0
2 4 6 8 10 12 14 16 18
Inflasi (%)
Sumber: nota keuangan (data diolah)
Gambar 4. Perbandingan Defisit APBN dan Defisit APBN Tahun Sebelumnya
Dalam kurun waktu 2001-2014, sejak tahun 2001 sampai dengan 2005 defisit
APBN tahun sebelumnya berhubungan negative terhadap defisit APBN tahun
berjalan, namun sejak tahun2006 sampai dengan 2014 defisit APBN tahun
sebelumnya berpengaruh positif terhadap defisit APBN tahun berjalan ditunjukan
dengan terus meningkatnya seiring meningkatnya defisit APBN.
Pelaksanaan urusan perimbangan keuangan pusat dan daerah terkait dengan
Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pelaksanaan desentralisasi diwujudkan
melalui pemberian bantuan dalam bentuk transfer dana dari Pemerintah Pusat
kepada Pemerintah Daerah (Pemda). Mekanisme penyaluran dana dimaksud sejak
tahun 2001 sampai dengan tahun 2007 menggunakan istilah belanja ke daerah,
dimana penyaluran dana dilakukan dengan melibatkan pihak pemda bersangkutan.
Namun sejak awal tahun 2008, seiring dengan penunjukkan Direktur Jenderal 0
50 100 150 200 250 300
Perimbangan Keuangan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran bagian Anggaran
(Dana Perimbangan) dan Bagian Anggaran (Dana Otonomi Khusus dan
Penyesuaian), maka mekanisme penyaluran diubah dengan menggunakan
nomenklatur Transfer ke Daerah (LAN, 2008).
Transfer ke Daerah (TKD) merupakan mekanisme baru dimana alokasi dana
untuk pemda disalurkan secara langsung melalui pemindahbukuan dari Rekening
Kas Umum Negara pada Direktorat Pengelolaan Kas Negara, Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, ke Rekening Kas Umum Daerah, tanpa adanya keterlibatan
pemda sebagai penerima dana dalam proses pencairan dana.
Table 2. Perkembangan Transfer ke Daerah 2005-2010 (miliar rupiah)
Uraian 2005 %thdPDB 2006 %thdPDB 2007 %thdPDB I. Dana Perimbangan 143.221,3 5,1 222.130,6 6,7 243.967,1 6,2
a. Dana bagi hasil 50.479,2 1,8 64.900,2 1,9 62.941,9 1,6
b. DAU 88.765,4 3,2 145.664,2 4,4 164.787,4 4,2
c.DAK 3.97 6,7 0,1 11 .566,1 0,3 16.237 ,8 0,4
II. Dana Otsus &
Penyesuaian 7 .242,6 0,3 4.049,3 0,1 9.296,0 0,2
a. Dana Otsus 1 .7 7 5,3 0,1 3.488,3 0,1 4.045,7 0,1
b. Penyesuaian 5.467 ,3 0,2 561,1 0,0 5.250,3 0,1
Jumlah 150.463,9 5,4 226.179,9 6,8 253.263,1 4,6
Uraian 2008 %thdPDB 2009 %thdPDB 2010 %thdPDB I. Dana Perimbangan 278.7
14,7 5,6 287 .251,5 5,1 314.363,3 5,0 b.Dana bagi hasil 78.420,2 1,6 76.129,9 1,4 89.618,4 1,4
b. DAU 179.507,1 3,6 186.414,1 3,3 203.606,5 3,3
d.DAK 20.787 ,3 0,4 24.707,4 0,4 21.138,4 0,3
II. Dana Otsus &
Penyesuaian 1 3.7 18,8 0,3 21.333,8 0,4 30.249,6 0,5
b. Dana Otsus 7.510,3 0,2 9.526,6 0,2 9.099,6 0,1
b. Penyesuaian 6.208,5 0,1 11.807 ,2 0,2 21.150,0 0,3
Jumlah 292.433,5 5,9 308.585,2 5,5 344.612,9 5,5
Pada tahun ke lima pelaksanaan desentralisasi fiskal, yaitu pada tahun 2005,
transfer ke daerah masih sekitar Rp150,5 triliun, namun pada APBN-P tahun 2010
jumlah transfer ke daerah tersebut meningkat lebih dari dua kali lipat sehingga
menjadi Rp344,6 triliun. Peningkatan tersebut terjadi merata pada semua jenis
transfer ke daerah. DAU yang merupakan komponen terbesar dari transfer ke
daerah meningkat dari Rp88,7 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp203,6 triliun
pada tahun 2010, suatu peningkatan yang sangat signifikan karena meningkat
hampir tiga kali lipat. Peningkatan terbesar terjadi pada DAK. Pada tahun 2005
nilai DAK masih berada di bawah Rp4 triliun, tetapi pada tahun 2009 meningkat
menjadi Rp24,7 triliun, meskipun kemudian pada tahun 2010 turun menjadi
Rp21,1 triliun. Dengan demikian diduga kebijakan transfer ke daerah dapat
menyebabkan defisit APBN meningkat.
Berdasarkan dari fenomena tersebut, penulis berkeingnan melakukan penelitian
untuk mengetahui faktor yang menyebabkan defisit APBN dan melihat pengaruh
kebijakan transfer ke daerah yang diambil pemerintah terhadap defisit APBN
dengan judul“Analisis Defisit APBN Indonesia 1985-2014”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah adalah
sebagai berikut :
1. Apakah inflasi berpengaruh terhadap defisit APBN Indonesia periode tahun
1985-2014?
2. Apakah harga minyak dunia berpengaruh terhadap defisit APBN Indonesia
3. Apakah nilai tukar berpengaruh terhadap defisit APBN Indonesia periode
tahun 1985-2014?
4. Apakah Defisit APBN tahun sebelumnya berpengaruh terhadap defisit APBN
Indonesia tahun berjalan periode tahun 1985-2014?.
5. Seberapa besar pengaruh kebijakan Transfer ke Daerah tahun 2001 terhadap
defisit APBN Indonesia periode tahun 1985-2014?
6. Apakah inflasi, harga minyak dunia, nilai tukar rupiah, kebijakan transfer ke
daerah dan defisit APBN tahun sebelumnya secara berasama sama
berpengaruh terhadap defisit APBN Indonesia periode tahun 1985-2014?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk melihat pengaruh inflasi terhadap defisit APBN Indonesia periode
tahun 1985-2014.
2. Untuk melihat pengaruh harga minyak dunia terhadap defisit APBN
Indonesia periode tahun 1985-2014.
3. Untuk melihat pengaruh nilai tukar rupiah terhadap defisit APBN Indonesia
periode tahun 1985-2014.
4. Untuk melihat pengaruh defisit APBN tahun sebelumnya terhadap defisit
APBN Indonesia tahun berjalan periode tahun 1985-2014.
5. Untuk melihat pengaruh Kebijakan Transfer ke Daerah tahun 2001 terhadap
6. Untuk melihat pengaruh inflasi, harga minyak dunia, nilai tukar rupiah,
kebijakan transfer ke daerah dan defisit APBN tahun sebelumnya secara
berasama sama terhadap defisit APBN Indonesia periode tahun 1985-2014.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :
1. Sebagai persyaratan penulis mendapatkan gelar sarjana.
2. Menambah wawasan penuis, khususnya pada bidang yang diteliti.
3. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan pihak terkait lainnya sebagai
pengambil keputusan untuk dapat membuat kebijakan yang tepat dalam
perekonomian.
4. Sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak lain yang berminat untuk melakukan
penelitian lebih lanjut tentang masalah ini secara lebih luas dan mendalam.
E. Kerangka Pikir
Defisit anggaran negara adalah selisih antara penerimaan negara dan
pengeluarannya yang cenderung negatif, artinya bahwa pengeluaran negara lebih
besar dari penerimaannya. Sebab-sebat terjadinya Defisit APBN diantaranya
yaitu: rendahnya daya beli masyarakat, pemerataan pendapatan masyarakat,
melemahnya nilai tukar, pengeluaran akibat krisis ekonomi, realisasi yang
menyimpang dari rencana, dan pengeluaran karena inflasi. Pembiayaan Defisit
APBN dilakukan dengan dua cara, sisi penerimaan: Meminjam dari perbankan
dalam negeri, meminjam dari non perbankan dalam negeri atau masyarakat
penerimaan pajak, mencetak uang. sisi pengeluaran: mengurangi subsidi,
penghematan pada setiap pengeluaran baik pengeluaran rutin maupun
pembangunan, menseleksi sebagian pengeluaran-pengeluaran pembangunan,
mengurangi pengeluaran program-program yang tidak produktif dan tidak efisien.
Defisit APBN berdampak pada: Tingkat bunga, Neraca pembayaran, Tingkat
inflasi, Konsumsi dan tabungan, Tingkat pengangguran, dan Tingkat
pertumbuhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi defisit APBN di Indonesia antara
lain: Inflasi, Harga minyak dunia, Nilai tukar rupiah dan Defisit APBN tahun
Sebelumya serta kebijakan Transfer ke daerah.
Dengan memperhatikan uraian yang telah dipaparkan terdahulu, maka pada
bagian ini akan diuraikan beberapa hal yang dijadikan penulis sebagai landasan
berpikir untuk kedepannya. Maka penulis melihat pengarug dari masing masing
variabel, dimulai dari melihat pengaruh inflasi, harga minyak dunia, nilai tukar
rupiah dan defisit APBN tahun sebelumya serta kebijakan transfer ke daerah
terhadap Defisit APBN di Indonesia baik secara individual maupun secara
bersama-sama dan langsung terhadap defisit APBN di Indonesia tanpa
mengaitkan pengaruh antar variabel. Landasan yang dimaksud akan lebih
mengarahkan penulis untuk menemukan data dan informasi dalam penelitian ini
guna memecahkan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya. Untuk itu maka
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Analisis defisit APBN di Indonesia
F. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang ada diarahkan untuk merujuk
pada dugaan sementara yaitu :
1. Diduga, inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap defisit APBN
Indonesia periode tahun 1985-2014.
2. Diduga, harga minyak dunia berpengaruh positif dan signifikan terhadap
defisit APBN Indonesia periode tahun 1985-2014.
3. Diduga, nilai tukar berpengaruh positif dan signifikan terhadap defisit APBN
Indonesia periode tahun 1985-2014.
4. Diduga, defisit tahun sebelumya berpengaruh positif dan signifikan terhadap
defisit APBN Indonesia periode tahun 1985-2014.
5. Diduga, defisit APBN setelah kebijakan transfer ke daerah lebih besar
dibandingkan defisit APBN sebelum kebijakan transfer ke daerah.
Inflasi
Harga Minyak Dunia
Nilai Tukar Rupiah
Transfer ke Daerah
Defisit
t
Sebelumnya
6. Diduga, inflasi, harga minyak dunia dan nilai tukar secara bersama sama
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap defisit APBN Indonesia periode
tahun 1985-2014.
G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini akan terbagi
dalam lima bab yang tersusun sebagai berikut :
Bab I. Pendahuluan.
Menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, kerangka pikir, hipotesis, serta sistematika penulisan.
Bab II. Tinjauan Pustaka
Menguraikan secara ringkas landasan teori yang menjelaskan tentang
permasalahan yang akan diteliti. Selain itu, bab ini berisi penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya, untuk dikaji dan dibandingkan dengan penelitian yang
sedang dilakukan.
Bab III. Metode Penelitian
Dalam bab ini memuat tentang jenis dan sumber data, batasan variabel, metode
analisis, prosedur analisis data serta uji hipotesis.
Bab IV. Pembahasan dan Hasil Penelitian
Menyajikan hasil estimasi data melalui alat analisis yang telah di sediakan.
Bab V. Penutup
A.Tinjauan Teoritis
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan rencana keuangan
tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dalam menyusun suatu anggaran harus berkaitan antara dana-dana yang akan
dikeluarkan dan tujuan yang akan dicapai. Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) berisikan daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana
penerimaan dan pengeluaran negara dalam satu tahun anggaran (1 Januari–31
Desember).
Suparmoko (2002 : 26) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan anggaran ialah
suatu alat perencanaan tentang penerimaan dan pengeluaran di masa yang akan
datang, umumnya disusun dalam jangka waktu satu tahun. Sedangkan menurut
Departemen Keuangan (2004 : 2), Pasal 1 ayat (7) UU Nomor 17 Tahun 2003,
APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh
DPR. APBN merupakan instrument untuk membiayai kegiatan pemerintah dan
nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas
pembangunan secara umum.
Dalam menyusun APBN, perencanaan alokasi belanja negara diarahkan untuk
mendorong alokasi sumber-sumber ekonomi agar dapat digunakan secara
produktif, yaitu terjadinya realokasi faktor-faktor produksi yang akan digunakan
secra lebih efisien dan efektif untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih
tinggi khususnya dalam stabilitas perekonomian nasional. Oleh karena itu,
pemerintah perlu menyusun langkah-langkah peningkatan kualitas belanja negara
dengan mengutamakan belanja modal sebagai pendukung pendanaan bagi
kegiatan pembangunan, mengefisienkan pendanaan bagi kegiatan-kegiatan yang
bersifat konsumtif, dan menghindari peningkatan pengeluaran wajib. Belanja
modal difokuskan untuk mendukung program infrastruktur, mendukung target
pertumbuhan ekonomi, dan perbaikan kesejahteraan rakyat, infrastruktur
pertanian, dan infrastruktur energi serta komunikasi (Lestari, 2011).
Prinsip APBN sebelum tahun 1999 adalah anggaran berimbang dinamis, dimana
jumlah penerimaan negara selalu sama dengan pengeluaran negara, dan
jumlahnya diupayakan meningkat dari tahun ke tahun. Sejak tahun 1999 hingga
sekarang, prinsip anggaran yang digunakan adalah anggaran surplus/defisit.
Sejalan dengan itu, format dan struktur APBN berubah dari T-Account menjadi
I-Account. Perbedaan antara prinsip anggaran surplus/defisit dengan prinsip
anggaran berimbang adalah bahwa : 1) Pinjaman luar negeri tidak dicatat sebagai
sumber penerimaan, melainkan sebagai sumber pembiayaan, dan 2) Defisit
pembiayaan luar negeri (bersih). Apabila belanja lebih kecil daripada anggaran,
disebut sebagai anggaran surplus. Sebaliknya, apabila anggaran lebih kecil
daripada pengeluaran atau pengeluaran lebih besar daripada anggaran, disebut
anggaran defisit. Masing-masing kebijakan anggaran mempunyai kecenderungan
tersendiri. Pada sistem anggaran berimbang misalnya, perekonomian cenderung
berjalan stabil jika dibandingkan dengan kebijakan anggaran defisit dan surplus.
APBN terdiri dari pendapatan negara dan hibah, belanja negara, dan pembiayaan
adalah merupakan instrumen utama kebijakan fiskal untuk mengarahan
perekonomian nasional dan menstimulus pertumbuhan ekonomi sehingga
besarnya penyerapan akan berdampak pada semakin besarnya daya dorong
terhadap pertumbuhan dan sebaliknya. Kebijakan APBN diharapkan dapat
merespon dinamika rakyat, baik yang terkait dengan perkembangan perekonomian
secara luas, maupun perkembangan kehidupan rakyat itu sendiri, sehingga
diperlukan kebijakan fiskal yang fleksibel (Lestari, 2011).
2. Defisit APBN
Menurut Rahardja dan Manurung (2004) defisit anggaran adalah anggaran yang
memang direncanakan untuk defisit, sebab pengeluaran pemerintah direncanakan
lebih besar dari penerimaan pemerintah (G>T). Anggaran yang defisit ini
biasanya ditempuh bila pemerintah ingin menstimulasi pertumbuhan ekonomi.
Hal ini umumnya dilakukan bila perekonomian berada dalam kondisi resesi.
Definisi dari defisit anggaran menurut Samuelson dan Nordhaus adalah suatu
anggaran dimana terjadi pengeluaran lebih besar dari pajak. Sedangkan menurut
yang dibelanjakan pemerintah dan penerimaan dari pajak. Dornbusch, Fischer,
dan Startz mengatakan bahwa Pemerintah secara keseluruhan, terdiri dari
Departemen Keuangan bersama Bank Sentral dapat membiayai defisit
anggarannya dengan dua cara yaitu dengan menjual obligasi maupun ”mencetak
uang”. Bank Sentral dikatakan ”mencetak uang” ketika Bank Sentral
meningkatkan stok uang primer, umumnya melalui pembelian pasar terbuka
dengan membeli sebagian utang yang dijual Departemen Keuangan.
Ada dua kemungkinan jenis hubungan yang terjadi antara defisit anggaran dengan
pertumbuhan uang. Pertama, dalam jangka pendek kenaikan defisit yang
disebabkan karena kebijakan ekpansioner akan cenderung menaikan suku bunga
nominal dan riil. Jika Bank Sentral menjaga supaya suku bunga tidak naik, maka
dilakukan tindakan dengan meningkatkan pertumbuhan uang. Kedua, pemerintah
dengan sengaja menaikan persediaan uang dengan maksud agar mendapat
penerimaan pemerintah dalam jangka panjang (Suhamo,2007).
Terdapat beberapa definisi defisit. Secara konvensional, defisit dihitung
berdasarkan selisih antara total belanja dengan total pendapatan termasuk hibah.
Sementara itu, pengertian kedua adalah defisit moneter. Defisit moneter adalah
selisih antara total belanja pemerintah (di luar pembayaran pokok hutang) dengan
total pendapatan (di luar penerimaan hutang). Pengertian ketiga adalah defisit
operasional, yaitu defisit moneter yang diukur dalam nilai riil dan bukan nilai
nominal. Definisi yang terakhir adalah defisit primer. Defisit primer merupakan
selisih antara belanja (di luar pembayaran pokok dan bunga hutang) dengan total
tergantung pada kriteria yang digunakan serta tujuan analisis. Biasanya pilihan
konsep defisit yang tepat tergantung oleh beberapa faktor, antara lain: jenis
ketidakseimbangan yang terjadi, cakupan pemerintah (pemerintah pusat,
konsolidasi pemerintah, dan sektor publik), metode akuntasi(cash dan accrual basis), dan status daricontingent liabilities (Endah, 2010).
a. Sebab-sebab Terjadinya Defisit Anggaran Pemerintah
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, untuk mempercepat pembangunan
diperlukan investasi yang besar dan dana yang besar pula. Apabila dana dalam
negeri tidak mencukupi, biasanya negara melakukan pilihan dengan
meminjam ke luar negeri untuk menghindari pembebanan warga negara
apabila kekurangan itu ditutup melalui penarikan pajak.
2. Rendahnya daya beli masyarakat, masyarakat di negara berkembang seperti
Indonesia yang mempunyai pendapatan per kapita rendah, dikenal mempunyai
daya beli yang rendah pula. Sedangkan barang-barang dan jasa-jasa yang
dibutuhkan, harganya sangat tinggi karena sebagian produksinya mempunyai
komponen impor, sehingga masyarakat yang berpendapatan rendah tidak
mampu membeli barang dan jasa tersebut. Barang dan jasa tersebut misalnya
listrik, sarana transportasi, BBM, dan lain sebagainya. Apabila dibiarkan saja
menurut mekanisme pasar, barang-barang itu pasti tidak mungkin terjangkau
oleh masyarakat dan mereka akan tetap terpuruk. Oleh karena itu, negara
memerlukan pengeluaran untuk mensubsidi barang-barang tersebut agar
3. Pemerataan pendapatan masyarakat, pengeluaran ekstra juga diperlukan dalam
rangka menunjang pemerataan di seluruh wilayah. Indonesia yang mempunyai
wilayah sangat luas dengan tingkat kemajuan yang berbeda-beda di
masing-masing wilayah. Untuk mempertahankan kestabilan politik, persatuan dan
kesatuan bangsa, negara harus mengeluarkan biaya untuk misalnya,
pengeluaran subsidi transportasi ke wilayah yang miskin dan terpencil, agar
masyarakat di wilayah itu dapat menikmati hasil pembangunan yang tidak
jauh berbeda dengan wilayah yang lebih maju. Kegiatan itu misalnya dengan
memberi subsidi kepada pelayaran kapal perintis yang menghubungkan
pulau-pulau yang terpencil, sehingga masyarakat mampu menjangkau
wilayah-wilayah lain dengan biaya yang sesuai dengan kemampuannya.
4. Melemahnya nilai tukar, Indonesia yang sejak tahun 1969 melakukan
pinjaman luar negeri, mengalami masalah apabila ada gejolak nilai tukar
setiap tahunnya. Masalah ini disebabkan karena nilai pinjaman dihitung
dengan valuta asing, sedangkan pembayaran cicilan pokok dan bunga
pinjaman dihitung dengan rupiah. Apabila nilai tukar rupiah menurun terhadap
mata uang dollar AS,maka yang akan dibayarkan juga membengkak. Sebagai
contoh APBN tahun 2000, disusun dengan asumsi kurs rupiah terhadap dollar
AS sebesar Rp. 7.100,-, dalam perjalanan tahun anggaran telah mencapai
angka Rp. 11.000,- lebih per US$ 1.00. Apa artinya? Bahwa pembayaran
cicilan pokok dan bunga pinjaman yang diambil dari APBN bertambah, lebih
dari apa yang dianggarkan semula. Pengeluaran Akibat Krisis Ekonomi Krisis
ekonomi Indonesia yang terjadi tahun 1997 mengakibatkan meningkatnya
pada tahun 1999.3 Sedangkan penerimaan pajak menurun, akibat menurunnya
sektor-sektor ekonomi sebagai dampak krisis itu, padahal negara harus
bertanggung jawab untuk menaikkan daya beli masyarakat yang tergolong
miskin. Dalam hal ini negara terpaksa mengeluarkan dana ekstra untuk
program-program kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat terutama di
wilayah pedesaan yang miskin itu.
5. Pengeluaran karena inflasi, penyusunan anggaran negara pada awal tahun,
didasarkan menurut standar harga yang telah ditetapkan. Harga standar itu
sendiri dalam perjalanan tahun anggaran, tidak dapat dijamin ketepatannya.
Dengan kata lain, selama perjalanan tahun anggaran standar harga itu dapat
meningkat tetapi jarang yang menurun. Apabila terjadi inflasi, dengan adanya
kenaikan harga-harga itu berarti biaya pembangunan program juga akan
meningkat, sedangkan anggarannya tetap sama. Semuanya ini akan berakibat
pada menurunnya kuantitas dan kualitas program, sehingga anggaran negara
perlu direvisi (Efendi, 2009).
b. Dampak Defisit APBN terhadap beberapa variabel makro:
(1). Dampak Terhadap Tingkat Bunga
Defisit anggaran ditandai dengan kurangnya pembiayaan pengeluaran negara
karena kurangnya penerimaannya yang berasal dari pajak. Untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam meningkatkan anggaran pengeluaran
pembangunan maupun pengeluaran rutin, Negara memerlukan penambahan
merupakan harga modal, akan mengalami tingkat keseimbangan yang lebih
tinggi, atau tingkat bunga akan meningkat.
(2). Dampak Terhadap Neraca Pembayaran
Dalam ekonomi terbuka, defisit anggaran dapat mempengaruhi posisi ekspor
dan impor. Dengan meningkatnya tingkat bunga, investasi dalam negeri akan
menurun, yang berarti peluang modal asing cenderung masuk ke dalam negeri
untuk memenuhi kebutuhan investasi dalam negeri. Apabila ini terjadi, maka
defisit anggaran mempunyai dua dampak yang berkaitan, yaitu : pertama,
defisit anggaran akan meningkatkan defisit neraca pembayaran; kedua, dengan
membengkaknya defisit neraca pembayaran, akan menurunkan nilai tukar
dalam negeri terhadap mata uang asing. Sehingga menurunnya nilai rupiah
terhadap valuta asing.
(3). Dampak Terhadap Tingkat Inflasi
Pengeluaran negara yang melebihi penerimaannya berarti anggaran negara
mengalami ekspansif, artinya ada kecenderungan terhadap kenaikan
harga-harga umum (inflasi). Karena pengeluaran negara yang digunakan untuk
pembangunan proyek-proyek dengan biaya besar dan berjangka lama. Dengan
meningkatnya daya beli masyarakat di satu pihak, dan belum ada output yang
dihasilkan di lain pihak, akan mendorong harga-harga umum akan meningkat,
yang dampaknya adalah pada inflasi.
(4). Dampak Terhadap Konsumsi dan Tabungan
Inflasi yang diakibatkan karena defisit anggaran negara itu akan mengurangi
pendapatan riil masyarakat. Pengurangan pada pendapatan riil masyarakat itu
sangat penting sekali untuk mendorong investasi. Apabila pendapatan riil ini
menurun, berarti tingkat konsumsi dan tabungan riil juga menurun, padahal
tingkat tabungan riil itu akan berpengaruh terhadap tingkat investasi.
(5). Dampak Terhadap Penggangguran
Pengganguran berarti penurunan tingkat kesempatan kerja. Kesempatan kerja
tergantung pada besarnya investasi yang dilakukan baik oleh negara maupun
masyarakat. Naiknya tingkat bunga akibat dari anggaran negara yang defisit
itu, akan berdampak menurunnya gairah untuk investasi, yang berarti banyak
proyek-proyek maupun perluasan proyek yang sudah ada tidak dapat
dibangun, sehingga berakibat pada pemecatan tenaga kerja atau kurangnya
tenaga kerja baru yang masuk dalam lapangan kerja. Dengan demikian defisit
anggaran ini juga secara langsung berakibat pada kenaikan peningkatan
tingkat penggangguran.
(6). Dampak Terhadap Tingkat pertumbuhan
Pertumbuhan yang meningkat adalah akibat dari meningkatnya investasi, baik
dari Negara maupun masyarakat. Peningkatan investasi itu bisa terjadi, kecuali
disebabkan oleh situasi keamanan yang kondusif, tetapi apabila perubahan
variabel-variabel tersebut berlawanan dengan yang disebutkan diatas, terutama
tingkat bunga yang tinggi akibat defisit anggaran, maka tingkat pertumbuhan
yang tinggi tidak akan tercapai atau dapat dikatakan defisit anggaran itu juga
3. Teori Inflasi
Inflasi merupakan suatu kenaikan dalam tingkat harga umum dan laju inflasi
adalah tingkat perubahan dari tingkat harga umum tersebut. Inflasi juga
merupakan proses kenaikan harga-harga barang secara umum yang berlangsung
terus-menerus dalam jangka waktu yang lama yang mengakibatkan turunya daya
beli masyarakat serta jatuhnya nilai riil mata uang yang dinyatakan dalam
persentase. Pengertian inflasi yang lain yaitu tingkat harga agregat naik atau
inflasi adalah keadaan dimana harga barang pada umumnya mengalami kenaikan
terutama disebabkan karena penawaran akan uang jauh melebihi permintaan akan
uang (Primawan, 2012). Inflasi adalah suatu kenaikan harga yang terus menerus
dari barang-barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan
sesaat). Menurut definisi ini kenaikan harga yang sporadis bukan dikatakan
sebagai inflasi (Admaja, 1999).
Menurut Boediono (2001 : 155-156) inflasi adalah kecenderungan dari
harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus. Ada berbagai cara untuk
menggolongkan macam inflasi dan peenggolongan mana yang dipilih tergantung
pada tujuan kita. Penggolongan pertamadidasarkan atas “parah” tidaknya inflasi
tersebut, maka macam-macam inflasi yaitu :
a. Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)
b. Inflasi sedang (antara 10% - 30% setahun)
c. Inflasi berat (antara 30% - 100% setahun)
Penggolongan kedua adalah atas dasar penyebab awal dari inflasi. Atas dasar ini,
maka inflasi dibedakan menjadi dua macam yaitu :
a. Demand pull inflation adalah inflasi yang timbul karena permintaan
masyarakat akan berbagai macam barang dan jasa terlalu kuat.
b. Cost push inflation adalah inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi.
1. Teori Keynes
Keynes (dalam Admaja, 1999) mengatakan dasar pemikiran model inflasi ini
adalah bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas
kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat
terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang yang
tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan terjadiinflationary gap.
Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena
dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk
mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Oleh karenanya sama seperti
pandangan kaummonetarist, Keynesian modelsini lebih banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek. Dengan keadaan daya beli
antara golongan yang ada di masyarakat tidak sama (heretogen), maka selanjutnya
akan terjadi realokasi barang-barang yang tersedia dari golongan masyarakat yang
memiliki daya beli yang relatif rendah kepada golongan masyarakat yang
memiliki daya beli yang lebih besar. Kejadian ini akan terus terjadi di masyarakat.
Sehingga, laju inflasi akan berhenti hanya apabila salah satu golongan masyarakat
tidak bisa lagi memperoleh dana (tidak lagi memiliki daya beli) untuk membiayai
masyarakat secara keseluruhan tidak lagi melebihisupplybarang (inflationary gap menghilang).
2. Teori Kuantitas
Teori kuantitas, kenaikan dalam tingkat pertumbuhan uang sebesar 1 persen
menyebabkan kenaikan 1 persen dalam tingkat inflasi. Teori ini menekankan pada
peranan jumlah uang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai
kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi. Inti dari teori ini adalah inflasi hanya
bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun
giral dan laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar
dan oleh harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa
mendatang (Mankiw, 2003).
3. Teori Struktural: Model Inflasi di Negara Berkembang
Banyak studi mengenai inflasi di negara-negara berkembang, menunjukkan bahwa
inflasi bukan semata-mata merupakan fenomena moneter, tetapi juga merupakan
fenomena struktural atau cost push inflation. Hal ini disebabkan karena struktur
ekonomi negara-negara berkembang pada umumnya yang masih bercorak agraris.
Sehingga, goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya gagal
panen (akibat faktor eksternal pergantian musim yang terlalu cepat, bencana alam,
dan sebagainya), atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar negeri,
misalnya memburuknya term of trade; utang luar negeri; dan kurs valuta asing,
dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik. Fenomena struktural yang
negara berkembang, sering disebut denganstructural bottlenecks. Strucktural bottleneckterutama terjadi dalam tiga hal, yaitu:
1. Supply dari sektor pertanian (pangan) tidak elastis.
Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pengerjaan sektor pertanian yang masih
menggunakan metode dan teknologi yang sederhana, sehingga seringkali terjadi
supplydari sektor pertanian domestik tidak mampu mengimbangi pertumbuhan permintaannya.
2. Cadangan valuta asing yang terbatas.
Keterbatasan cadangan valuta asing ini menyebabkan kemampuan untuk
mengimpor barang-barang baik bahan baku;inputantara; maupun barang modal yang sangat dibutuhkan untuk pembangunan sektor industri menjadi terbatas pula.
Belum lagi ditambah dengan adanyademonstration effect yang dapat
menyebabkan perubahan pola konsumsi masyarakat. Akibat dari lambatnya laju
pembangunan sektor industri, seringkali menyebabkan laju pertumbuhansupply barang tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan permintaan.
3. Pengeluaran pemerintah terbatas.
Hal ini disebabkan oleh sektor penerimaan rutin yang terbatas, yang tidak cukup
untuk membiayai pembangunan, akibatnya timbul defisit anggaran belanja,
sehingga seringkali menyebabkan dibutuhkannya pinjaman dari luar negeri
ataupun mungkin pada umumnya dibiayai dengan pencetakan uang (printing of money). Dengan adanyastructural bottlenecksini, dapat memperparah inflasi di negara berkembang dalam jangka panjang, yang tidak dapat diselesaikan dalam
4. Harga Minyak Dunia
Menurut Mankiw (2009 : 80-84) bahwa jumlah permintaan (quantity demanded) dari suatu barang adalah jumlah barang yang rela dan mampu dibayar oleh
pembeli. Banyak hal yang mempengaruhi jumlah perintaan barang, tetapi ketika
kita menganalisis bagaimana pasar bekerja, salah satu penentunya adalah harga
barang itu sendiri. Karena jumlah permintaan akan jatuh seiring dengan naiknya
harga dan akan meningkat seiring turunnya harga, dapat dikatakan bahwa jumlah
permintaan berhubungan negatif terhadap harga. Adapun variabel-variabel yang
mempengaruhi permintaan suatu barang, selain harga, yaitu pendapatan, harga
barang-barang terkait, selera, harapan, dan jumlah pembeli. Jumlah penawaran
(quantity supplied) dari suatu barang adalah jumlah yang rela dan mampu dijual oleh penjual atau produsen. Banyak hal yang mempengaruhi jumlah penawaran
barang, tapi ketika kita menganalisis bagaimana pasar bekerja, salah satu
penentunta adalah harga dari barang itu sendiri. Karena jumlah penawaran akan
meningkat dan menurun seiring naik dan turunnya harga. Dapat dikatakan bahwa
jumlah penawaran berhubungan positif terhadap harga (Mankiw, 2009 : 87-91).
Adapun variabel-variabel yang mempengaruhi penawaran suaty barang, selain
harga barang itu sendiri, antara lain harga input, telnologi, harapan, dan jumlah
penjual.
Demikian juga dengan harga minyak dunia, banyak faktor yang mempengaruhi
ketidakstabilan harga minyak. Saat ini, dunia didominasi politik negara-negara
besar dan perusahaan minyak tingkat dunia. Pada kondisi tertentu, kedua faktor ini
kenaikan maupun penurunan, dari waktu ke waktu dapat mempengaruhi
perekonomian suatu negara, mengingat minyak merupakan salah satu kebutuhan
pokok suatu negara, terutama menjadi salah satu bahan baku dalam kegiatan
produksi. Fluktuasi harga minyak ini harus senantiasa dipantau oleh pihak-pihak
yang berkepentingan, karena harga ini dapat mempengaruhi kebijakan suatu
negara, terutama kebijakan dalam bidang ekonomi dan energi (Rosit, 2010).
Naiknya harga minyak dunia akan memberikan dampak kenaikan pada harga
bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah
Indonesia terpaksa mengambil keputusan yaitu menaikkan harga BBM.
Rendahnya harga BBM disaat harga minyak dunia sedang naik, merupakan salah
satu sumber defisit APBN. Oleh karena itu, ada rencana untuk menaikkan harga
BBM sampai tidak lagi diperlukan subsidi BBM. Jika harga minyak dunia naik,
namun harga BBM tidak dinaikkan, maka subsidi BBM cukup besar dan ini
adalah selisih biaya untuk menutupi perbedaan harga jual dan biaya produksinya.
Karena BBM merupakan bahan dasar untuk melakukan kegiatan di segala sector
dan kehidupan, kenaikkan harga BBM yang drastis akan menaikkan harga brang
dan jasa termasuk kebutuhan sehari-hari rakyat banyak. Sebenarnya kelompok
rumah tangga miskin yang paling menderita atas beban kenaikan harga BBM,
karena disamping kebutuhan bahan bakar dan transportasi, kebutuhan-kebutuhan
lain pasti naik pula, sedangkan penghasilan mereka relatif kecil (Suparmoko, 2002
5. Teori Nilai Tukar
Mankiw (2003 : 123-125) menyebutkan bahwa kurs/nilai tukar (exchange rate)
antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati oleh penduduk kedua
negara untuk saling melakukan perdagangan. Dalam literatur ekonomi, nilai tukar
mata uang suatu negara dapat dibedakan menjadi dua yaitu nilai tukar nominal
dan nilai tukar riil. Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara.
Misalnya jika kurs antara dolar AS dan rupiah adalah 10.000 rupiah per dolar,
maka kita dapat menukar 1 dolar untuk 10.000 rupiah di pasar uang. Orang
Indonesia yang ingin memiliki dolar akan membayar 10.000 rupiah untuk setiap
dolar yang dibelinya. Orang Amerika yang ingin memiliki rupiah akan
mendapatkan 10.000 rupiah untuk setiap dolar yang ia bayar. Ketika orang
mengacu pada kurs dianatara kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs
nominal.
Rasio tingkat harga merupakan perbandingan antara tingkat harga di dalam negeri
dengan tingkat harga di luar negeri. Jika kurs riil tinggi, harga barang-barang luar
negeri relatif lebih murah, dan barang-barang domestik relatif lebih mahal. Jika
kurs riil rendah, barang-barang luar negeri relatif lebih mahal dan barang-barang
domestik relatif lebih murah.
Nilai mata uang dari suatu negara yang cenderung menurun menunjukkan negara
tersebut mempunyai tingkat inflasi yang tinggi. Inflasi suatu negara yang lebih
tinggi dibandingkan dengan negara lain, berarti harga barang-barang di negara
tersebut naik lebih cepat dari negara lain. Hal ini akan mengakibatkan ekspor akan
mahal bila dibandingkan dengan barang-barang negara lain. Dengan demikian,
supplydari mata uang asing akan turun dandemandakan naik, sehingga nilai mata uang asing akan naik sedangkan nilai mata uang domestik akan turun atau
terdepresiasi (Rosit, 2010).
Berdasarkan beberapa literatur, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pergerakan nilai tukar, yaitu faktor fundamental, faktor teknis, dan sentimen pasar
(Jeff Madura, 1993; dalam Arifin, 1998). Faktor fundamental berkaitan dengan
indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif
pendapatan antar-negara, ekspektasi pasar dan intervensi Bank Sentral. Faktor
teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa pada saat-saat
tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka
harga valas akan naik dan sebaliknya. Sentimen pasar lebih banyak disebabkan
oleh rumor atau berita-berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat
mendorong harga valas naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek.
Apabila rumor atau berita-berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali
normal.
6. Kebijakan Transfer ke Daerah Tahun 2001
Pelaksanaan urusan perimbangan keuangan pusat dan daerah terkait dengan
Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pelaksanaan desentralisasi diwujudkan
melalui pemberian bantuan dalam bentuk transfer dana dari Pemerintah Pusat
Sumber: Kementrian Keuangan RI
Gambar 6. Pengertian Kebijakan Transfer ke Daerah
Mekanisme penyaluran dana dimaksud sejak tahun 2001 sampai dengan tahun
2007 menggunakan istilah belanja ke daerah, dimana penyaluran dana dilakukan
dengan melibatkan pihak pemda bersangkutan. Namun sejak awal tahun 2008,
seiring dengan penunjukkan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai
Kuasa Pengguna Anggaran bagian Anggaran 070 (Dana Perimbangan) dan Bagian
Anggaran 071 (Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian), maka mekanisme
penyaluran diubah dengan menggunakan nomenklatur Transfer ke Daerah.
Transfer ke Daerah (TKD) merupakan mekanisme baru dimana alokasi dana
untuk pemda disalurkan secara langsung melalui pemindahbukuan dari Rekening Dana
1.DBH, dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
2.DAU, dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
3.DAK, Dialokasikan kepada daerah tertentuuntukmembantu mendanai kegiatan khususyang merupakan urusan daerahdansesuai prioritas nasional.
Dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah sebagaimana ditetapkan dalam UU Otsus.
Kas Umum Negara pada Direktorat Pengelolaan Kas Negara, Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, ke Rekening Kas Umum Daerah, tanpa adanya keterlibatan
pemda sebagai penerima dana dalam proses pencairan dana. (LAN, 2008)
Berdasarkan Permenkeu Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Keuangan, ditegaskan bahwa Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan (DJPK) bertugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan
standarisasi teknis di bidang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Urusan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah tersebut dilaksanakan oleh
salah satu unit organisasi di bawah DJPK yaitu Direktorat Dana Perimbangan.
Direktorat Dana Perimbangan bertugas menyiapkan perumusan kebijakan,
koordinasi dan fasilitasi, perhitungan alokasi, standarisasi, bimbingan teknis, dan
pelaksanaan di bidang Transfer ke Daerah (Pasal 1166 PMK Nomor 100/2008).
Untuk melaksanakan tugas dimaksud, Direktorat Dana Perimbangan diantaranya
memiliki fungsi pelaksanaan transfer dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana
alokasi khusus, dan dana otonomi khusus dan penyesuaian.
Adapun unit yang melaksanakan fungsi dimaksud adalah Subdirektorat
Pelaksanaan Transfer I dan Subdirektorat Pelaksanaan Transfer II. Subdirektorat
Transfer I, mempunyai tugas melakukan penyiapan perumusan kebijakan,
standarisasi, bimbingan teknis, koordinasi fasilitasi, dan pemantauan/konfirmasi
atas pelaksanaan transfer ke daerah serta penyusunan laporan realisasi anggaran
Khusus, Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka Otsus Papua dan Papua Barat
serta Dana Penyesuaian. Subdirektorat Pelaksanaan Transfer II mempunyai tugas
melakukan penyiapan perumusan kebijakan, standarisasi, bimbingan teknis,
koordinasi fasilitasi, dan pemantauan/konfirmasi atas pelaksanaan transfer ke
daerah serta penyusunan laporan realisasi anggaran transfer ke daerah, khususnya
dana bagi hasil (DBH) pajak, DBH sumber daya alam, dan DBH cukai hasil
tembakau (LAN, 2008).
B. Hubungan Antar Variabel
1. Hubungan Inflasi dengan Defisit APBN
Masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia yang mempunyai pendapatan
per kapita rendah, dikenal mempunyai daya beli yang rendah pula. Sedangkan
barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan, harganya sangat tinggi karena
sebagian produksinya mempunyai komponen impor, sehingga masyarakat yang
berpendapatan rendah tidak mampu membeli barang dan jasa tersebut. Barang dan
jasa tersebut misalnya listrik, sarana transportasi, BBM, dan lain sebagainya.
Sama halnya saat terjadi inflasi yang menyebabkan harga-harga barang dan jasa
menjadi meningkat. Apabila dibiarkan saja menurut mekanisme pasar,
barang-barang itu pasti tidak mungkin terjangkau oleh masyarakat dan mereka akan tetap
terpuruk. Oleh karena itu, negara memerlukan pengeluaran untuk mensubsidi
barang-barang tersebut agar masyarakat miskin bisa ikut menikmati.
Penyusunan anggaran negara pada awal tahun, didasarkan menurut standar harga
tidak dapat dijamin ketepatannya. Dengan kata lain, selama perjalanan tahun
anggaran standar harga itu dapat meningkat tetapi jarang yang menurun. Apabila
terjadi inflasi, dengan adanya kenaikan harga-harga itu berarti biaya
pembangunan program juga akan meningkat, sedangkan anggarannya tetap sama.
Semuanya ini akan berakibat pada menurunnya kuantitas dan kualitas program,
sehingga anggaran negara perlu direvisi. Akibatnya, negara terpaksa akan
mengeluarkan dana untuk eskalasi dalam rangka menambah standar harga itu.
Meningkatnya pengeluaran akibat inflasi inilah yang dapat mengakibatkan defisit
APBN meningkat.
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan
terus-menerus. Secara tidak langsung, melalui pertumbuhan ekonomi, naiknya
harga barang dan jasa akan mengakibatkan turunnya daya beli dan konsumsi
masyarakat. Hal ini menjadikan permintaan menurun dan produksi menjadi ikut
menurun. Output riil menjadi rendah yang akhirnya akan berdampak pada
turunnya PDB riil suatu negara dan pertumbuhan ekonomi akan terpengaruh
sehingga menjadi rendah. Selanjutnya, pendapatan negara akan menurun dan
membawa konsekuensi naiknya defisit APBN karena dengan pendapatan yang
menurun negara harus tetap menyediakan kebutuhan publik rakyatnya.
2. Hubungan Harga Minyak Dunia dengan Defisit APBN
Harga minyak dunia memiliki hubungan yang sangat kuat dengan APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), sebagaimana estimasi yang
dilakukan oleh Bank Dunia untuk kenaikan harga minyak sebesar US$ 1 per barel
setiap kenaikan harga minyak dunia sebesar US$ 10 per barel akan meningkatkan
anggaran (pendapatan) pemerintah sebesar US$ 1 miliar (0,3% PDB), dan secara
keseluruhan defisit pemerintah hanya meningkat sebesar US$ 500 juta (0,15%
PDB) dan kondisi ini bukanlah suatu ancaman yang terlalu serius untuk stabilitas
makro ekonomi Indonesia. Membandingkan hasil kalkulasi yang dilakukan oleh
Bank Dunia menunjukkan bahwa ada suatu tingkat kenaikan harga minyak yang
berada dalam posisi impasbreak event pointyaitu pengeluaran dan pendapatan yang terkait dengan minyak dalam posisi berimbang. Titik impas tersebut dapat
berada dalam rentang kenaikan antara 1 hingga 10 US$ yang sifatnya akan
dinamis tergantung pada tingkat produksi minyak, nilai tukar, kebutuhan domestik
dan tingkat impor (Rosit, 2010).
Produksi minyak mentah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir cenderung
mengalami penurunan. Hal ini terjadi selain karena penurunan produksi secara
alamiah dari sumur-sumur minyak yang sudah tua, juga adanya gangguan
produksi akibat bencana alam seperti banjir, serta kegiatan investasi bidang
perminyakan yang belum mampu meningkatkan produksi minyak secara
signifikan. Untuk mengantisipasi penurunan produksi minyak, pemerintah
berupaya meningkatkan produksi minyak dengan memberikan insentif fiskal,
antara lain berupa pembebasan bea masuk dan pajak pertambahan nilai peralatan
eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi dan gas alam (Badan Kebijaksanaan
Fiskal, 2009: 11-12).
Secara langsung, naiknya harga minyak dunia misalnya akibat krisis politik Timur
IndonesianCrude Price(ICP). Dalam penyusunan ABPN, pemerintah juga menetapkan asumsi harga ICP dan target produksi (lifting) Indonesia. Misalnya
lifting Indonesia tidak sesuai atau jauh dari asumsi lifting Indonesia yang
ditargetkan. pemerintah mau tidak mau harus mengimpor minyak untuk
memenuhi volume kebutuhan minyak di Indonesia. Dengan mengandalkan
minyak impor inilah yang menjadi sebab ketergantungan Indonesia yang
berlebihan terhadap negara eksportir minyak. Dengan demikian, ketika terjadi
sedikit saja gejolak politik dan sosial ekonomi di negara eksportir yang
berpengaruh pada fluktuasi harga minyak dunia, maka hal tersebut secara ekstrem
berimplikasi terhadap stabilitas ICP dan juga surplus-defisit APBN Indonesia
(Djunedi, 2008).
Apabila fluktuasi harga ICP telah melampaui patokan APBN, maka harga minyak
tersebut telah berpengaruh signifikan terhadap defisit APBN. Hal ini karena setiap
kenaikan minyak US$ 1 per barel, akan menggerus subsidi yang cukup besar.
Pemerintah harus menyuntik anggaran yang tidak sedikit untuk menutupi
kekurangan BBM dan kuota subsidi akan terus terkuras, atau melampaui
ekspektasi penghematan pemerintah, maka APBN akan mengalami defisit. Dan
hal ini secara serta-merta akan memicu gonjangan ekonomi turunan di berbagai
sektor yang berhubungan dengan BBM. Harga minyak yang terus meningkat akan
semakin menambah besarnya defisit APBN (Djunedi, 2008).
Sedangan secara tidak langsung, kenaikan harga minyak dunia akan
mengakibatkan pertumbuhan ekonomi meningkat, namun dapat juga
harga minyak serta semakin lama harga tinggi tersebut bertahan, makin besar
dampak makroekonominya. Bagi negara pengekspor neto (ekspor minyaknya
lebih besar daripada impor minyaknya), kenaikan harga minyak langsung
menaikkan pendapatan nasional riil melalui pendapatan ekspor yang lebih besar.
Sedangkan bagi negara importer neto minyak, kenaikan harga minyak yang tinggi
akan menyebabkan pengeluaran untuk minyak naik, sehingga pengeluaran untuk
barang ataupun jasa lainnya menjadi berkurang. Bagi para produsen yang
menggunakan minyak sebagai input dalam kegiatan produksi mereka, hal ini akan
mengakibatkan naiknya biaya input. Untuk mengurangi tingginya biaya input
produsen biasanya akan melakukan pengurangan tenaga kerja untuk dapat
menekan besarnya biaya input. Hal ini tentu saja akan menimbulkan dampak
pengangguran (unemployment). Naiknya biaya input menjadikan harga output
atau hasil barang dan jasa hasil produksi menjadi mahal. Kenaikan harga barang
dan jasa ini dapat menimbulkan gejolak inflasi. Akibatnya, permintaan maupun
output menjadi menurun yang hingga akhirnya mempengaruhi PDB negara
tersebut (Nizar, 2012).
Kenaikan harga minyak juga dapat merubah neraca perdagangan antar negara dan
nilai tukar. Pengimpor neto minyak biasanya mengalami memburuknya neraca
pembayaran, serta menekan nilai tukar ke bawah. Akibatnya impor menjadi lebih
mahal dan ekspor berkurang nilainya, mengakibatkan menurunnya pendapatan
nasional riil. Tanpa perubahan kebijakan bank sentral dan kebijakan moneter
pemerintah, dollar akan condong menjadi lebih mahal karena negara-negara
pengekspor minyak menggunakan denominasi dollar dalam arus perdagangannya.
output riil yang rendah menjadikan pertumbuhan ekonomi menurun (Surjadi,
2006). Pertumbuhan ekonomi yang menurun dapat mengurngi penerimaan negara,
namun disisi lain penyediaan barang publik oleh pemerintah dan pembayaran
utang luar negeri tetap harus dilakukan (Nizar, 2012).
3. Hubungan Nilai Tukar dengan Defisit APBN
Nilai tukar rupiah merupakan satu indikator ekonomi makro yang terkait dengan
besaran APBN. Asumsi nilai tukar rupiah berhubungan dengan banyaknya
transaksi dalam APBN yang terkait dengan mata uang asing, seperti penerimaan
pinjaman dan pembayaran utang luar negeri, penerimaan minyak dan pemberian
subsidi BBM. Dengan demikian, variabel asumsi dasar ekonomi makro tersebut
sangat menentukan besarnya penerimaan dan pengeluaran negara, termasuk dana
perimbangan, serta besarnya pembiayaan anggaran (Teguh, 2008).
Indonesia sebagai salah satu negara yang melakukan pinjaman luar negeri,
mengalami masalah apabila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya. Masalah ini
disebabkan karena nilai pinjaman dihitung dengan valuta asing, sedangkan
pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman dihitung dengan rupiah. Apabila
nilai tukar rupiah menurun (terdepresiasi) terhadap mata uang dollar AS, maka
yang akan dibayarkan juga membengkak dan hal ini akan membebani APBN
karena pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang diambil dari APBN
bertambah, lebih dari apa yang dianggarkan semula atau dengan kata lain
pembayaran utang luar negeri akan melonjak (Kuncoro, 2011). Dengan demikian,
melonjaknya pembayaran utang luar negeri akan meningkatkan defisit APBN
Hubungan nilai tukar dengan defisit APBN secara tidak langsung, melalui
pertumbuhan ekonomi, dapat dilihat saat nilai tukar dihubungkan dengan kegiatan
ekspor dan impor. Saat nilai rupiah melemah atau terdepresiasi terhadap dollar
Amerika (USD), hal ini akan berdampak pada kegiatan ekspor. Terdepresiasinya
rupiah terhadap dolar Amerika akan menambah keuntungan bagi ekspotir
sehingga hal ini akan merangsang eksportir tersebut untuk melakukan kegiatan
ekspor lebih banyak lagi karena harga barang ekspor dari Indonesia relatif akan
lebih murah di luar negeri, sementara keuntungan yang diperoleh eksportir lebih
besar. Dengan demikian, volume ekspor akan meningkat dan hal ini
mengakibatkan penerimaan ekspor akan meningkat pula. Selain itu, meningkatnya
ekspor juga akan dapat meningkatkan cadangan devisa negara. Sebaliknya,
apabila nilai tukar rupiah menguat (terapresiasi) terhadap dollar Amerika maka
eksportir akan memperoleh keuntungan yang relatif lebih kecil (Teguh, 2008).
Nilai tukar merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan apakah
barang-barang di negara lain lebih murah atau lebih mahal dari barang-barang
yang diproduksi di dalam negeri. Melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika
(terdepresiasi) mengakibatkan harga barang-barang di luar negeri relatif lebih
mahal dan harga-harga domestik relatif lebih murah, sehingga impor cenderung
menurun. Hal ini akan mendorong permintaan (demand) untuk barang-barang domestik meningkat, sehingga produksi dalam negeri meningkat dan akan
berdampak pada naiknya output riil yang kemudian akan meningkatkan PDB riil.
Peningkatan PDB riil dan kegiatan ekspor selanjutnya akan meningktkan