• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH GUNCANGAN EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP INFLASI DI INDONESIA OKTYA SETYA PRATIDINA H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGARUH GUNCANGAN EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP INFLASI DI INDONESIA OKTYA SETYA PRATIDINA H"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

OKTYA SETYA PRATIDINA H14080068

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

OKTYA SETYA PRATIDINA. Analisis Pengaruh Guncangan Eksternal dan Internal terhadap Inflasi di Indonesia. Di bawah bimbingan (DENIEY ADI PURWANTO).

Bank Indonesia memiliki fokus pada pencapaian dan pemeliharaan nilai mata uang rupiah yang salah satunya tercermin dari inflasi. Menurut Undang- Undang No. 3 tahun 2004 menyatakan bahwa inflasi merupakan satu-satunya tujuan kebijakan moneter di Indonesia. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Inflasi dapat dipengaruhi oleh guncangan faktor eksternal dan faktor internal. Guncangan faktor eksternal tidak terlepas dari karakteristik Indonesia sebagai negara small open economy. Faktor eksternal yang mempengaruhi inflasi, seperti nilai tukar, harga minyak dunia dan harga pangan dunia. Faktor internal yang mempengaruhi inflasi seperti ekspektasi inflasi, uang beredar, PDB, suku bunga dan pengeluaran pemerintah. Pentingnya faktor eksternal dan internal terhadap inflasi di Indonesia, maka perlu dikaji pengaruh faktor-faktor tersebut untuk mengendalikan inflasi di Indonesia.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh faktor eksternal dan faktor internal terhadap inflasi di Indonesia. Selain itu, penelitian ini menganalisis respon inflasi ketika terjadi guncangan dari faktor eksternal dan internal. Penelitian ini juga menganalisis kontribusi faktor eksternal dan internal terhadap inflasi di Indonesia. Pada penelitian ini, digunakan metode Vector Error Correction Model (VECM) dengan pemanfaatan analisis Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decompotition (FEVD).

Pada faktor eksternal, seperti nilai tukar dan harga minyak dunia

berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang. Selain

itu, harga pangan dunia juga berpengaruh positif, namun tidak signifikan dalam

jangka panjang. Pada faktor internal, seperti ekspektasi inflasi, uang beredar dan

pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi dalam

(3)

inflasi dalam jangka panjang.

Berdasarkan hasil IRF, inflasi akan paling cepat merespon ketika terjadi guncangan pada ekspektasi inflasi. Sedangkan, inflasi akan paling lama mencapai keseimbangan jangka panjang ketika terjadi guncangan pada PDB. Berdasarkan hasil FEVD, menunjukkan bahwa ekspektasi inflasi (faktor internal) memiliki kontribusi terbesar dalam menjelaskan variabilitas inflasi. Adapun variabel harga minyak dunia dan nilai tukar (faktor eksternal) yang memberikan kontribusi lebih besar dibandingkan dengan variabel lainnya dalam menjelaskan variabilitas inflasi.

Implikasi kebijakan untuk meminimalisir guncangan faktor eksternal ini, yaitu sebaiknya meningkatkan kemandirian energi dan pangan. Swasembada energi dapat dilakukan dengan mencari alternatif sumber energi baru yang dapat diproduksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan energi nasional.

Swasembada pangan dapat dilakukan melalui pemenuhan kebutuhan pangan yang seoptimal mungkin berasal dari pasokan domestik dengan meminimalkan ketergantungan pada impor pangan.

Implikasi kebijakan untuk meminimalisir guncangan faktor internal, terutama ekspektasi inflasi, maka sebaiknya perlu adanya koordinasi yang baik antara kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan kebijakan dibidang harga dalam mengendalikan inflasi. Hal ini dikarenakan, Bank Indonesia hanya dapat mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar dari sektor moneter saja.

Sehingga perlu ada kerja sama yang baik dengan pemerintah dalam pengendalian

inflasi dari sektor lainnya.

(4)

Oleh:

OKTYA SETYA PRATIDINA H14080068

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(5)

Nama : Oktya Setya Pratidina NRP : H14080068

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Deniey Adi Purwanto, MSE NIP. 19771208 200912 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003

Tanggal Kelulusan:

(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2012

Oktya Setya Pratidina

H14080068

(7)

Penulis bernama Oktya Setya Pratidina lahir pada tanggal 20 Oktober 1990 di Bekasi. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara yang berasal dari pasangan Sigit Sudarmono dan Wiwik Muktiningsih. Penulis mengawali pendidikannya pada tahun 1996 sampai dengan tahun 2002 di SD Negeri Jati Mekar IX Bekasi. Selanjutnya meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama dari tahun 2002 sampai tahun 2005 di SMP Negeri 9 Bekasi. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMA Negeri 48 Jakarta dan lulus pada tahun 2008.

Pada tahun 2008, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) kemudian terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) pada Program Studi Ilmu Ekonomi. Selama di IPB, penulis pernah mengikuti lomba karya tulis ilmiah.

Penulis meraih Juara III LKTI Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dan Juara I

Economics Championship HIPOTESA IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis

aktif dalam organisasi HIPOTESA divisi LABLE dan IMEPI Nasional. Selain itu,

penulis juga aktif dalam kepanitian HIPOTEX-R 2010, Masa Perkenalan Fakultas

dan Departemen serta GEBYAR NUSANTARA 2009.

(8)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Analisis Pengaruh Guncangan Eksternal dan Internal terhadap Inflasi di Indonesia”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih terdapat kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain yang membutuhkan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, khususnya kepada:

1. Bapak Deniey Adi Purwanto, MSE selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis, teoritis maupun moril dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

2. Ibu Dr. Yeti Lis Purnamadewi selaku dosen penguji utama dan Ibu Ranti Wiliasih, Msi selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan saran yang membangun bagi perbaikan skripsi ini.

3. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM-IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi.

4. Kedua Orangtua tercinta ayahanda Sigit Sudarmono dan Ibunda Wiwik Muktiningsih. Kedua adik yaitu Shinta Setya Dirgantara dan Tri Oktavia Bhayangkara serta segenap keluarga besar, yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi,dukungan baik moril maupun material serta doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Prayoga Noer Iman, atas doa, dukungan, semangat dan motivasi yang

selalu diberikan kepada penulis setiap harinya.

(9)

7. Kak Marhamah Muth, Kak Sri Retno, Kak Retni, Kak Muti, Kak Avi Sunani atas diskusi dan mendukung penyusunan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabatku Fitri Karlinda, Fitria Nugraheni, Ayu Sri Utami, Rian Constantino dan Anggit Cahyo Utomo.

9. Sahabat-sahabatku di Ilmu Ekonomi 45 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas bantuan, semangat dan doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

Oktya Setya Pratidina

H14080068

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 8

2.1. Tinjauan Pustaka ... 8

2.1.1. Definisi Inflasi ... 8

2.1.2. Teori Inflasi ... 9

2.1.2.1. Teori Kuantitas Uang ... 9

2.1.2.2. Teori Keynes ... 9

2.1.2.3. Teori Strukturalis ... 10

2.1.2.4. Teori Mark-Up Model ... 11

2.1.2.5. Teori Ekspektasi Rasional ... 11

2.1.3. Identifikasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Inflasi ... 13

2.1.4. Sumber Inflasi ... 17

2.1.5. Jenis-Jenis Inflasi ... 18

2.1.6. Pengukuran Tingkat Inflasi ... 19

2.2. Penelitian Terdahulu ... 22

2.3. Kerangka Pemikiran ... 26

III. METODE PENELITIAN ... 28

3.1. Data ... 28

3.1.1. Jenis dan Sumber Data ... 28

3.1.2. Variabel-variabel Penelitian ... 28

(11)

3.2. Metode Analisis ... 29

3.2.1. Analisis Deskriptif ... 29

3.2.2. Analisis Ekonometrika ... 30

3.2.2.1. Uji Stasioneritas ... 30

3.2.2.2. Uji Lag Optimal ... 32

3.2.2.3. Uji Stabilitas VAR ... 32

3.2.2.4. Uji Kointegrasi ... 33

3.2.2.5. Vector Autoregressive (VAR) ... 33

3.2.2.6. Vector Error Correction Model (VECM) ... 34

3.2.2.7. Impulse Response Function (IRF) ... 35

3.2.2.8. Forecast Error Variance Decompotition (FEVD) ... 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1. Analisis Deskriptif ... 37

4.2. Analisis Ekonometrika ... 44

4.2.1. Uji Pra Estimasi ... 44

4.2.2. Hasil Estimasi VECM ... 50

4.2.7. Analisis Impulse Response Function (IRF) ... 53

4.2.8. Analisis Variance Decompotition ... 59

4.3. Implikasi Kebijakan ... 63

V. PENUTUP ... 67

5.1. Kesimpulan ... 67

5.2. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN ... 71

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor

1.1. Inflasi Indonesia, Harga Pangan Dunia, dan Harga Minyak Dunia

Tahun 2008 ... 4

2.1. Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 25

3.1. Variabel, Proksi Data, Satuan dan Sumber ... 29

4.1. Jumlah Uang Beredar Indonesia Tahun 2000-2011 ... 40

4.2. Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 2000-2011 ... 41

4.3. Pengeluaran Pemerintah Indonesia Tahun 2000-2011 ... 43

4.4. Hasil Pengujian Akar Unit Pada Level ... 45

4.5. Hasil Pengujian Akar Unit Pada First Difference ... 45

4.6. Hasil Uji Lag Optimal ... 46

4.7. Hasil Uji Stabilitas VAR ... 48

4.8. Hasil Uji Kointegrasi... 49

4.9. Hasil Estimasi VECM ... 50

4.10. Variance Decompotition ... 62

Halaman

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

1.1. Tingkat Inflasi di Indonesia Tahun 1997-2011 ... 3

2.1. Inflationary Gap ... 9

2.2. Dampak Kenaikan Uang Beredar... 14

2.3. GDP dan Inflasi ... 15

2.4. Suku Bunga dan Inflasi ... 16

2.5. Pengeluaran Pemerintah dan Inflasi ... 17

2.6. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 27

4.1. Laju Inflasi Tahunan di Indonesia Tahun 2000-2011 ... 37

4.2. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Tahun 2000-2011 ... 38

4.3. Harga Minyak Dunia Tahun 2000-2011 ... 39

4.4. Indeks Harga Pangan Dunia Tahun 2000-2011 ... 39

4.5. Suku Bunga Indonesia Tahun 2000-2011 ... 42

4.6. Respon Inflasi terhadap Guncangan Inflasi ... 54

4.7. Respon Inflasi terhadap Guncangan Nilai Tukar ... 55

4.8. Respon Inflasi terhadap Guncangan Harga Minyak Dunia ... 55

4.9. Respon Inflasi terhadap Guncangan Harga Pangan Dunia ... 56

4.10. Respon Inflasi terhadap Guncangan Uang Beredar ... 57

4.11. Respon Inflasi terhadap Guncangan PDB ... 57

4.12. Respon Inflasi terhadap Guncangan Suku Bunga ... 58

4.13. Respon Inflasi terhadap Guncangan Pengeluaran Pemerintah... 59

Halaman

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1. Data-data yang digunakan ... 72

2. Pengujian Akar Unit ... 78

3. Pengujian Lag Optimal ... 83

4. Pengujian Stabilitas VAR ... 84

5. Pengujian Kointegrasi ... 84

6. Hasil Estimasi VECM ... 87

7. Hasil Impulse Response Function ... 90

8. Hasil Forecast Error Variance Decompotition ... 92

Halaman

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Sentral, Bank Indonesia memiliki fokus pada pencapaian dan pemeliharaan nilai mata uang rupiah yang salah satunya tercermin dari inflasi. Kemudian, menurut UU No. 3 tahun 2004 menyatakan bahwa inflasi merupakan satu-satunya tujuan kebijakan moneter di Indonesia. Setelah adanya krisis 1998, otoritas moneter memikirkan strategi kebijakan dalam rangka pengendalian moneter untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu yang telah ditetapkan. Awalnya, tujuan kebijakan moneter yang telah ditetapkan adalah multi-objectives. Namun, seringkali sasaran-sasaran tersebut mengandung kontradiktif. Misalnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja, terkadang dapat berdampak negatif pada kestabilan harga. Pengalaman di banyak negara menunjukkan bahwa perekonomian suatu negara memburuk karena kebijakan moneternya memiliki tujuan ganda (multiple objectives). Sehingga, tujuan kebijakan moneter di Indonesia diubah menjadi single-objective yang hanya berfokus pada pengendalian inflasi.

Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa

inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi

sosial ekonomi masyarakat. Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan

pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari

masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin,

bertambah miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan

ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan.

(16)

Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.

1)

Menurut Endri (2008) inflasi di Indonesia dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Pengaruh faktor eksternal tidak terlepas dari karakteristik Indonesia sebagai negara small open economy. Perekonomian Indonesia diproyeksikan sebagai negara yang berkarakteristik small open economy dimana konsekuensi yang ditimbulkan yaitu stabilitas perekonomian domestik akan rawan terhadap guncangan yang ditimbulkan oleh perekonomian dunia. Adapun small open economy merupakan karakteristik suatu negara yang termasuk dalam bagian kecil dari pasar dunia yang memiliki pengaruh kecil pada perekonomian dunia. Inflasi juga dipengaruhi oleh faktor internal yaitu faktor- faktor yang berasal dari dalam negeri, seperti perubahan kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan kebijakan dibidang harga.

Berdasarkan Gambar 1.1 tingkat inflasi di Indonesia saat krisis 1998 mencapai 77,63 persen. Setelah krisis tersebut berlalu, guncangan faktor eksternal dan domestik masih memengaruhi kondisi inflasi di Indonesia. Berdasarkan Gambar 1.1 pada tahun 2000 hingga 2011 terjadi tiga kali kenaikan inflasi yang cukup tinggi yaitu tahun 2001 sebesar 12,55 persen, tahun 2005 sebesar 17,11 persen, dan tahun 2008 sebesar 11,06 persen.

1) www.bi.go.id

(17)

Gambar 1.1. Tingkat Inflasi (year-on-year) di Indonesia Tahun 1997-2011 Sumber: BPS, 2012

Pada tahun 2001 terjadi peningkatan inflasi sebesar 12,55 persen (yoy).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya inflasi pada tahun 2001 ini. Pada tahun 2001, nilai tukar rupiah kembali mencapai kondisi terlemah pasca krisis 1998 yaitu Rp 11.675 per US Dolar. Hal ini berdampak pada meningkatnya biaya impor dan biaya produksi sehingga dapat meningkatkan inflasi. Selain itu, inflasi tahun 2001 ini juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam kenaikan upah minimum pegawai swasta dan kenaikan gaji pegawai negeri yang berpengaruh pada peningkatan pertumbuhan uang beredar di masyarakat. Rata- rata pertumbuhan uang beredar (M2) pada tahun 2001 sebesar 14,74 persen, meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 9,88 persen. Meningkatnya uang beredar ini dapat meningkatkan permintaan agregat sehingga dapat meningkatkan inflasi (Bank Indonesia, 2001).

Pada tahun 2005 terjadi peningkatan inflasi sebesar 17,11 persen (yoy).

Faktor yang mempengaruhi tingginya inflasi tahun 2005 yaitu meningkatnya harga minyak dunia yang diikuti dengan peningkatan harga BBM (Bahan Bakar

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

INFLASI

INFLASI 77,63

12,55 17,11

11,06 Persen

Tahun

(18)

Minyak) di Indonesia. Kenaikan harga BBM sebanyak dua kali pada 2005, khususnya kenaikan kedua pada tanggal 1 Oktober 2005 meningkatkan ekspektasi inflasi yang tinggi di masyarakat. Dalam rangka mengendalikan ekspektasi dan pencapaian sasaran inflasi jangka menengah panjang, Bank Indonesia menempuh kebijakan moneter yang cenderung ketat. Kebijakan moneter cenderung ketat tercermin pada kenaikan suku bunga secara bertahap. Pada Februari 2005 tercatat suku bunga sebesar 7,43 persen perlahan meningkat menjadi 8,25 persen pada Juni 2005 dan 12,75 persen pada Desember 2005 (Bank Indonesia, 2005).

Tabel 1.1. Inflasi Indonesia, Indeks Harga Pangan Dunia dan Harga Minyak Dunia Tahun 2008

Periode

Inflasi Indonesia (persen)

Indeks Harga Pangan Dunia

Harga Minyak Dunia (US$ per barel)

Januari 7,36 221,1175 92,97

Februari 7,39 238,3704 95,39

Maret 8,16 241,5806 105,45

April 8,96 240,5395 112,58

Mei 10,38 241,8192 125,4

Juni 11,28 248,3409 133,88

Juli 12,00 243,9644 133,37

Agustus 11,74 231,1427 116,67

September 11,93 217,7204 104,11

Oktober 11,55 190,9736 76,61

November 11,48 174,0497 57,31

Desember 10,23 163,9358 41,12

Sumber: OECD Stat, FAO dan EIA, 2012 (diolah)

Pada tahun 2008 terjadi peningkatan inflasi sebesar 11,06 persen (yoy).

Faktor yang mempengaruhi tingginya inflasi pada awal tahun 2008 yaitu karena

adanya kenaikan harga minyak dunia dan harga pangan dunia (Tabel 1.1). Sejak

bulan Januari 2008 harga minyak dunia terus meningkat hingga bulan Juni 2008

mencapai 133,88 US$ per barel. Pada saat yang sama, indeks harga pangan dunia

juga terus meningkat hingga bulan Juni 2008 mencapai 248,34. Kenaikan harga

(19)

minyak dunia dan harga pangan dunia ini diikuti oleh inflasi di Indonesia yang sejak bulan Januari 2008 terus meningkat hingga bulan Juli mencapai 12 persen.

Kemudian sejak bulan Juli 2008 hingga bulan Desember 2008 terjadi penurunan harga minyak dunia dan harga pangan dunia yang selanjutnya juga diikuti oleh penurunan inflasi. Menurut Mishkin (2008), peningkatan pengeluaran pemerintah juga dapat berkontribusi dalam meningkatkan inflasi. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2008 ketika pengeluaran pemerintah meningkat sebesar 10,4 persen dari tahun sebelumnya, inflasi juga meningkat sebesar 11,06 persen.

1.2. Perumusan Masalah

Menurut UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Sentral, Bank Indonesia memiliki fokus pada pencapaian dan pemeliharaan nilai mata uang rupiah yang salah satunya tercermin dari inflasi. Kemudian menurut UU No. 3 tahun 2004 menyatakan bahwa inflasi merupakan satu-satunya tujuan kebijakan moneter di Indonesia. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Menurut Endri (2008) inflasi di Indonesia dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Pengaruh faktor eksternal tidak terlepas dari karakteristik Indonesia sebagai negara small open economy.

Perekonomian Indonesia diproyeksikan sebagai negara yang berkarakteristik

small open economy dimana konsekuensi yang ditimbulkan yaitu stabilitas

perekonomian domestik akan rawan terhadap guncangan yang ditimbulkan oleh

perekonomian dunia. Inflasi juga dipengaruhi oleh faktor internal yaitu faktor-

faktor yang berasal dari dalam negeri, seperti perubahan kebijakan moneter,

(20)

kebijakan fiskal dan kebijakan dibidang harga. Pentingnya pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia dari sisi eksternal dan internal perlu dikaji untuk melihat seberapa besar respon inflasi jika terjadi guncangan pada variabel eksternal dan internal. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh variabel eksternal dan internal terhadap inflasi di Indonesia?

2. Bagaimana respon inflasi di Indonesia ketika terjadi guncangan dari variabel eksternal dan internal?

3. Bagaimana kontribusi dari variabel eksternal dan internal terhadap inflasi di Indonesia?

4. Bagaimana implikasi kebijakan pemerintah terhadap guncangan eksternal dan internal yang berpengaruh pada inflasi di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis pengaruh variabel eksternal dan internal terhadap inflasi di Indonesia.

2. Menganalisis respon inflasi di Indonesia ketika terjadi guncangan dari variabel eksternal dan internal.

3. Menganalisis kontribusi dari variabel eksternal dan internal terhadap

inflasi di Indonesia.

(21)

4. Menganalisis implikasi kebijakan pemerintah terhadap guncangan eksternal dan internal yang berpengaruh pada inflasi di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi pengambilan keputusan dalam mengendalikan inflasi.

2. Bagi kalangan akademisi, bermanfaat untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dan menjadikan penelitian ini sebagai pembanding bagi penelitian sebelumnya atau sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.

3. Bagi penulis, penelitian ini dapat memberi wawasan baru mengenai pengaruh, respon dan kontribusi guncangan dari variabel eksternal dan internal terhadap inflasi di Indonesia.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas pengaruh guncangan dari faktor eksternal dan internal terhadap inflasi di Indonesia. Selain itu, penelitian ini dapat melihat respon dan kontribusi variabel eksternal dan internal terhadap inflasi di Indonesia.

Periode penelitian ini dari tahun 2000 hingga tahun 2011. Variabel eksternal yang digunakan hanya nilai tukar, harga minyak dunia, dan harga pangan dunia.

Sedangkan, variabel internal yang digunakan adalah ekspektasi inflasi, uang

beredar, PDB, suku bunga dan pengeluaran pemerintah.

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Definisi Inflasi

Pada tahun awal Perang Dunia II Lerner mengutarakan definisi inflasi.

Menurut Lerner, inflasi adalah keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan (excess demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan. Kelebihan permintaan akan barang-barang ini dapat diartikan sebagai berlebihnya tingkat pengeluaran untuk komoditi akhir dibandingkan dengan tingkat output maksimum yang dapat dicapai dalam jangka panjang dengan sumber-sumber produksi tertentu (Susanto, 2005).

Friedman menyatakan bahwa inflasi selalu dan dimana pun merupakan fenomena moneter. Ia menganggap bahwa sumber semua episode inflasi adalah tingkat pertumbuhan uang beredar yang tinggi. Hanya dengan mengurangi tingkat pertumbuhan uang beredar hingga tingkat yang rendah, inflasi dapat dihindari (Mishkin, 2008).

Menurut Ackley, inflasi adalah suatu kenaikan harga yang terus menerus

dari barang-barang dan jasa secara umum. Kenaikan barang ini bukan hanya

terjadi pada satu barang saja, namun dapat berdampak pada kenaikan harga

barang lain (Sasana, 2004). Oleh karena itu untuk mengukur tingkat harga rata-

rata, para ekonom menyusun suatu indeks harga yang merata-rata harga komoditi

yang berbeda-beda menurut seberapa penting komoditi tersebut. Indeks tersebut

dikenal sebagai Consumer Price Index (CPI) atau Indeks Harga Konsumen (IHK).

(23)

E

0

E

1

AS

AD

1

AD

0

2.1.2. Teori Inflasi

2.1.2.1. Teori Kuantitas Uang

Kaum Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter yang terjadi karena adanya peningkatan jumlah uang beredar, sehingga menyebabkan kenaikan dalam pertumbuhan uang beredar dan dipercaya menjadi pemicu utama dari terjadinya inflasi. Tingkat harga yang berlaku (P) akan berubah secara proposional dengan perubahan uang yang beredar, dimana kecepatan transaksi (V) dan volume transaksi (T) akan dianggap konstan (Mankiw, 2007).

Hubungan diantara transaksi dan uang ditunjukkan dalam persamaan berikut yang disebut persamaan kuantititas (quantity equation):

Uang x Perputaran = Harga x Transaksi

M x V = P x T (2.1) 2.1.2.2. Teori Keynes

Menurut Keynes, inflasi terjadi karena masyarakat menginginkan barang dan jasa yang lebih besar daripada yang mampu disediakan oleh masyarakat itu sendiri. Hal ini menimbulkan inflationary gap karena permintaan total melebihi jumlah barang yang tersedia.

Gambar 2.1. Inflationary Gap Sumber: Mankiw, 2007 P

P

1

P

0

Yf Ya Y

Inflationary gap

(24)

Inflationary gap ini diawali dari adanya peningkatan pengeluaran total yang menyebabkan peningkatan agregat demand sehingga kurva AD bergeser ke kanan. Pengeluaran total dapat berasal dari pengeluaran konsumsi masyarakat, konsumsi pemerintah dan pengeluaran investasi sektor swasta. Keadaan ini menggeser permintaan agregat bergerak naik melebihi keadaan output full employment. Akibat terjadi kelebihan permintaan pada pasar barang dan jasa sehingga harga meningkat. Kenaikan permintaan terhadap barang dan jasa akan menyebabkan terjadinya kenaikan permintaan terhadap faktor produksi, sehingga kuantitas permintaannya makin meningkat. Kenaikan harga barang dan jasa serta faktor produksi inilah yang menyebabkan terjadi inflasi dalam perekonomian (Nopirin, 2000). Bagi kalangan monetaris yang lebih menekankan terjadinya kenaikan permintaan agregat sebagai akibat dari kenaikan ekspansi jumlah uang yang beredar, tidak disangkal oleh Keynes. Namun, ditambahkan bahwa kenaikan permintaan agregat bisa juga terjadi karena peningkatan pengeluaran konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah serta ekspor netto.

2.1.2.3. Teori Strukturalis

Dasar pemikiran dari teori strukturalis adalah inflasi terjadi akibat adanya

kendala struktural dalam perekonomian. Kaum strukturalis berpendapat bahwa

penyebab inflasi di negara-negara berkembang adalah peningkatan harga komoditi

pangan dan inflasi dari luar negeri. Inflasi di negara berkembang umumnya

ditimbulkan oleh tekanan-tekanan, sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi

terhadap struktur sosial dan ekonomi yang masih terbelakang. Pada sektor

pertanian, dikemukakan bahwa terlambatnya pertumbuhan produktivitas atau

faktor iklim menyebabkan penurunan produksi atau faktor iklim menyebabkan

(25)

penurunan produksi dan peningkatan harga pangan. Di sektor perdagangan luar negeri penurunan nilai mata uang (depresiasi) menyebabkan harga barang-barang impor menjadi semakin tinggi.

2.1.2.4. Teori Mark-up Model

Menurut Cavanese, dasar pemikiran teori ini adalah bahwa harga output dipengaruhi oleh dua komponen, yaitu cost of production dan profit margin.

Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-komponen yang menyusun cost of production dan atau kenaikan pada profit margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di pasar (Tambunan, 1996).

2.1.2.5. Teori Ekspektasi Rasional

Kurva Phillips dalam bentuk modernnya menyatakan bahwa tingkat inflasi tergantung pada tiga kekuatan utama yaitu ekspektasi inflasi, pengangguran siklis dan guncangan penawaran (Mankiw, 2007).

π =π

e

−β(u − u

n

) + v (2.2) Dimana: π = inflasi

π

e

= ekpektasi inflasi (u − u

n

) = pengangguran siklis v = guncangan penawaran

Persamaan (2.2) mencerminkan hubungan berlawanan antara inflasi dan

pengangguran. Ketika tingkat pengangguran lebih tinggi dari tingkat

pengangguran alamiah, maka inflasi akan menurun. Sebaliknya ketika tingkat

pengangguran lebih rendah dari tingkat pengangguran alamiah, maka inflasi akan

meningkat. Sehingga menurut kurva Phillips, para pembuat kebijakan yang

(26)

mengendalikan permintaan agregat akan menghadapi tradeoff jangka pendek antara inflasi dan pengangguran

Teori ekspektasi rasional hadir sebagai pendekatan alternatif yang mengasumsikan bahwa orang-orang memiliki ekspektasi rasional. Teori ekspektasi rasional mengasumsikan bahwa orang-orang secara optimal menggunakan seluruh informasi, termasuk informasi tentang kebijakan pemerintah sekarang, untuk meramalkan masa depan. Menurut teori ekspektasi rasional, perubahan kebijakan moneter dan fiskal dapat mengubah ekspektasi masyarakat. Jika masyarakat membentuk ekspektasi mereka secara rasional, maka inflasi memiliki inersia yang lebih kecil daripada pertama kali muncul. Sehingga, jika para pembuat kebijakan bersungguh-sungguh ingin menurunkan inflasi, maka orang-orang yang rasional akan memahami komitmen tersebut dan dapat menurunkan ekspektasi inflasi mereka. Jadi, inflasi dapat turun tanpa kenaikan pengangguran dan penurunan output.

Ada dua syarat dalam teori ekspektasi rasional ini. Pertama, rencana

menurunkan inflasi harus diumumkan sebelum para pekerja dan perusahaan yang

menetapkan upah serta harga membentuk ekspektasi mereka. Kedua, para pekerja

dan perusahaan harus percaya pada pengumuman itu. Jika tidak, mereka tidak

akan menurunkan ekspektasi inflasi. Jika kedua persyaratan itu dipenuhi,

pengumuman itu dengan cepat akan menggeser tradeoff jangka pendek antara

inflasi dan pengangguran ke bawah, yang membiarkan tingkat inflasi yang lebih

rendah tanpa pengangguran yang lebih tinggi.

(27)

2.1.3. Identifikasi Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Inflasi 2.1.3.1. Hubungan Inflasi dan Nilai Tukar

Menurut Zainusyukur (2005) perubahan nilai tukar rupiah berpengaruh nyata dan menjadi determinan penting terhadap laju inflasi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena penurunan nilai tukar atau depresiasi akan meningkatkan biaya impor untuk barang-barang impor. Kenaikan harga untuk impor barang modal dan bahan baku akan memengaruhi kenaikan biaya produksi didalam negeri. Sehingga ketika nilai tukar terdepresiasi, maka akan meningkatkan laju inflasi.

2.1.3.2. Hubungan Inflasi dan Harga Minyak Dunia

Menurut Blanchard dalam Purwanti (2011), mekanisme transmisi dampak oil price shock terhadap harga dan inflasi dapat dijelaskan melalui model mark- up. Ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia maka perusahaan akan merespon dengan menaikan markup sehingga harga akan naik, karena hubungan antara keduanya berbanding lurus. Dengan asumsi upah tetap, peningkatan harga minyak akan menyebabkan peningkatan biaya produksi dan mendorong perusahaan untuk meningkatan harga.

2.1.3.3. Hubungan Inflasi dan Harga Pangan Dunia

Menurut Braun (2008) kenaikan pada harga pangan dapat meningkatkan

inflasi dan ketidakseimbangan makroekonomi. Pada sebagian negara, pola

kenaikan harga pangan dunia diikuti oleh kenaikan harga pangan domestik. Pada

negara berkembang, kenaikan harga pada pangan dapat meningkatkan inflasi. Hal

ini dapat terjadi karena rata-rata konsumsi pangan menempati porsi terbesar dari

tingkat konsumsi masyarakat. Jadi, kenaikan harga pangan dunia dapat

memengaruhi kenaikan inflasi.

(28)

1 2

1

3

1

3

1

1

P

4

P

3

P

2

P

1

AD

2

4

2

Ye Y

AD

1

AD

3

AD

4

AS

1

AS

2

AS

3

AS

4

P

2.1.3.4. Hubungan Inflasi dan Uang Beredar

Bagi kalangan monetaris, meningkatnya jumlah uang beredar secara terus menerus akan meyebabkan terjadinya inflasi. Hubungan kedua variabel ini ditunjukkan pada Gambar 2.2 (Mishkin, 2008).

Gambar 2.2. Dampak Kenaikan Uang Beredar Sumber: Mishkin, 2008

Awalnya perekonomian berada pada titik 1 dengan output natural dan tingkat harga P1 (perpotongan kuva AD

1

dan kurva AS

1

). Jika jumlah uang beredar meningkat, kurva permintaan agregat bergeser ke kanan AD

2

sehingga perekonomian berpindah ke titik 1

1

dan output meningkat diatas tingkat alamiah.

Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan pengangguran dibawah tingkat awal yang mengakibatkan kenaikan upah. Kurva penawaran agregat akan bergeser ke kiri dan akan berhenti pada titik AS

2

. Pada waktu perekonomian meningkat kembali di tingkat output awal dengan kurva penawaran agregat jangka panjang, terjadi keseimbangan baru di titik 2 sehingga harga meningkat dari P

1

ke P

2

.

Apabila jumlah uang beredar meningkat pada tahun berikutnya, kurva AD

akan bergeser ke kanan menjadi AD

3

dan kurva AS akan bergeser dar AS

2

ke

(29)

E

0

E

1

AD

1

AD

0

AS

AS

3

. Perekonomian kemudian akan bergerak dari titik 2

1

ke 3 dan tingkat harga meningkat ke P

3

. Jika jumlah uang beredar terus tumbuh, perekonomian akan terus bergerak pada tingkat harga yang lebih tinggi. Selama jumlah uang yang beredar meningkat dalam proses terus menerus, inflasi akan timbul.

2.1.3.5. Hubungan Inflasi dan PDB

Dari sisi permintaan, meningkatnya PDB dapat meningkatkan permintaan agregat sehingga dapat meningkatkan harga. Berdasarkan Gambar 2.3 menjelaskan hubungan antara GDP dengan inflasi. Titik E

0

merupakan awal keseimbangan AD dan AS. Jika GDP mengalami ekspansi akibat adanya peningkatan pengeluaran konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ataupun ekspor netto maka akan menggeser kurva AD ke kanan atas (AD

0

ke AD

1

).

Peningkatan kurva AD tersebut menyebabkan bergesernya keadaan ekuilibrium dari E

0

ke E

1

pada tingkat harga yang lebih tinggi (P

1

) (Mankiw, 2007).

Gambar 2.3. GDP dan Inflasi Sumber: Mankiw, 2007 2.1.3.6. Hubungan Inflasi dan Suku Bunga

Kebijakan moneter yang kontraktif (LM

0

ke LM

1

) meningkatkan suku bunga dari r

0

ke r

1

. Suku bunga merupakan harga uang di masa depan. Ketika suku bunga meningkat, masyarakat cenderung akan menyimpan uangnya dalam

P P

1

P

0

Yf Y

(30)

Y AD

1

A

B C

bentuk tabungan atau obligasi. Hal ini dapat mengurangi jumlah uang beredar sehingga dapat mengurangi kegiatan konsumsi atau investasi. Hal ini dapat mengurangi permintaan agregat (AD

0

ke AD

1

).

Gambar 2.4. Suku Bunga dan Inflasi Sumber: Mankiw, 2007

Dalam jangka pendek, harga adalah kaku, sehingga perekonomian bergerak dari titik A ke titik B. Output dan kesempatan kerja turun dibawah tingkat alamiah, yang berarti perekonomian mengalami resesi. Selama itu, dalam menanggapi permintaan yang rendah, upah dan harga turun. Penurunan tingkat harga yang berangsur-angsur ini menggerakkan perekonomian ke bawah sepanjang kurva permintaan agregat ke titik C, yang merupakan ekuilibrium jangka panjang yang baru. Pada ekuilibrium jangka panjang yang baru (titik C), output dan kesempatan kerja kembali ke tingkat alamiah, tetapi tingkat harga menjadi lebih rendah.

P

P

0

P

1

Yf r

r

1

r

0

IS LM

0

LM

1

Yf Y Ya

AD

0

SRAS

0

SRAS

1

LRAS

Ya

(31)

1 2 AS

AD

2

AD

1

1

1

AS

2

AS

1

2.1.3.7. Hubungan Inflasi dan Pengeluaran Pemerintah

Inflasi dapat disebabkan dari kebijakan fiskal seperti peningkatan pengeluaran pemerintah (Mishkin, 2008). Hal tersebut dapat dijelaskan melalui Gambar 2.5. Pada awalnya, keseimbangan berada pada titik 1, dimana output berada pada pada tingkat alamiah dan tingkat harga P

1

. Kenaikan pengeluaran pemerintah menggeser kurva permintaan agregat ke AD

2

, sehingga titik keseimbangan berubah menjadi di titik 1

1

dimana output berada diatas tingkat alamiah Y

1

. Oleh karena itu, kurva penawaran jangka pendek akan mulai bergeser ke kiri, secara perlahan mencapai AS

2

, dimana kurva tersebut berpotongan dengan kurva permintaan agregat AD

2

sehingga output kembali pada keseimbangan alamiah dan tingkat harga meningkat menjadi P

2

.

Gambar 2.5. Pengeluaran Pemerintah dan Inflasi Sumber : Mishkin, 2008

2.1.4. Sumber Inflasi

Penyebab timbulnya inflasi berasal dari sisi permintaan (Demand Pull Inflation) dan sisi penawaran (Cost Push Inflation).

P

P

2

P

1

Yf Ya Y

(32)

1. Demand Pull Inflation

Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total (agregate demand), sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh. Apabila kesempatan kerja penuh (full-employment) telah tercapai, penambahan permintaan selanjutnya hanyalah akan menaikkan harga saja.

2. Cost Push Inflation

Inflasi ini ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi. Jadi, inflasi yang dibarengi dengan resesi. Keadaan ini timbul dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (agregate supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Kenaikan biaya produksi akan menaikkan harga dan turunnya produksi.

2.1.5. Jenis-Jenis Inflasi

Jenis-jenis inflasi dapat dikelompokkan berdasarkan sudut pandang sebagai berikut:

1. Asal Inflasi

Berdasarkan asal terjadinya, inflasi dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Domestic Inflation

Domestic Inflation adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri, sebagai

akibat adanya kenikan harga dari dalam negeri, baik karena perilaku masyarakat

maupun perilaku pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat

memengaruhi inflasi.

(33)

b. Imported Inflation

Imported Inflation adalah inflasi yang terjadi didalam negeri karena adanya pengaruh kenaikan harga dari luar negeri. Kenaikan harga didalam negeri terjadi karena dipengaruhi oleh kenaikan harga diluar negeri terutama harga barang impor atau kenaikan harga bahan baku yang masih belum dapat diproduksi didalam negeri.

2. Bobot Inflasi

Berdasarkan bobotnya, inflasi dibagi menjadi empat macam, yaitu inflasi ringan, sedang, berat dan sangat berat. Inflasi ringan (creeping inflation) adalah inflasi dengan laju pertumbuhan secara perlahan dan berada pada posisi satu digit atau dibawah 10 persen per tahun. Inflasi sedang (moderat) adalah inflasi dengan tingkat pertumbuhan berada diantara 10-30 persen per tahun atau melebihi dua digit dan sangat mengancam strukutur dan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Inflasi berat adalah inflasi dengan laju pertumbuhan berada diantara 30-100 persen. Pada kondisi demikian, sektor-sektor produksi hampir lumpuh total kecuali yang dikuasai negara. Inflasi sangat berat (Hyperinflation) adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui 100 persen per tahun, sebagaimana yang terjadi dimasa perang dunia ke II (1979-1945). Untuk keperluan perang terpaksa harus dibiayai dengan cara mencetak uang secara berlebihan.

2.1.6. Pengukuran Tingkat Inflasi

Pertumbuhan tingkat inflasi dapat diukur dengan menggunakan indikator

penghitungan, seperti Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga Perdagangan

(34)

Besar (IHPB), dan Angka Deflator. Berikut ini akan dibahas mengenai indikator perhitungan inflasi.

2.1.6.1. Indeks Harga Konsumen (IHK)

Untuk melihat dan mengamati bagaimana perubahan harga barang/jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat diperlukan data statistik di tingkat konsumen yaitu Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK menggambarkan rata-rata perubahan harga antar periode waktu tertentu dari satu kelompok barang/jasa. Atas dasar penghitungan IHK maka akan diperoleh angka inflasi sebagai gambaran meningkatnya harga barang/jasa kebutuhan masyarakat yang dihitung berdasarkan bobot nilai konsumsi yang berlaku di suatu wilayah. IHK merupakan indikator penghitungan inflasi yang umum digunakan. Perhitungannya menggunakan rumus sebagai berikut :

LI

t

=

𝐼𝐻𝐾𝑡−𝐼𝐻𝐾𝑡−1

𝐼𝐻𝐾𝑡−1

x 100 % (2.3)

LI

t

= Laju Inflasi pada tahun atau periode t

IHK

t

= Indeks Harga Konsumen pada tahun atau periode t IHK

t-1

= Indeks Harga Konsumen pada tahun atau periode t-1

2.1.6.2. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)

IHPB adalah angka indeks yang menggambarkan besarnya perubahan harga pada tingkat grosir atau perdagangan besar dari komoditas-komoditas yang diperdagangkan disuatu daerah/negara. Komoditas tersebut merupakan produksi dalam negeri yang dipasarkan didalam negeri ataupun diekspor dan komoditas yang diimpor. Perhitungannya menggunakan formula Lasfayres yang dikembangkan sebagai berikut:

I

n

=

𝑃𝑛−1𝑃𝑛 𝑥 𝑃𝑛−1 𝑄0

∑ 𝑃0 𝑄0

x 100 % (2.4)

(35)

In = Indeks bulan n

P

n

= Harga pada bulan ke n P

n-1

= Harga pada bulan ke n-1 P

n-1

Q

0

= Nilai timbangan bulan n-1 P

0

Q

0

= Nilai timbangan tahun dasar

2.1.6.3. Angka Deflator PDB

Deflator PDB menggambarkan pengukuran level harga barang akhir dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi. Untuk menghitung deflator PDB dapat dilakukan dengan cara membagi PDB nominal dangan PDB riil (berdasarkan harga konstan). Rumus yang digunakan adalah :

Deflator PDB =

𝑃𝐷𝐵 𝑛𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑙

𝑃𝐷𝐵 𝑟𝑖𝑖𝑙

x 100% (2.5)

Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk menghitung inflasi adalah indikator penghitungan Indeks Harga Konsumen. IHK merupakan sebuah indikator yang menggambarkan berbagai sumber kenaikan harga dari beberapa jenis barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan perubahannya, inflasi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Inflasi Bulanan, yakni inflasi yang terjadi selama satu bulan tertentu.

Dengan kata lain, inflasi bulanan merupakan persentase perubahan IHK

bulan tertentu terhadap IHK bulan sebelumnya. Contoh: IHK Umum bulan

Juni 2011 sebesar 126,50; dan IHK bulan Juli 2011 sebesar 127,35 maka

inflasi bulan Juli 2011 adalah 0,67 persen. Yakni, persentase perubahan

IHK bulan bulan Juli 2011 terhadap IHK bulan Juni 2011 yang

diformulasikan ke dalam rumus matematik adalah = (127,35-

126,50)/126,50 x 100% = 0,67 persen

(36)

2. Kumulatif / Tahun Kalender, yakni inflasi yang terjadi selama bulan Januari sampai dengan bulan tertentu. Misalkan inflasi kumulatif pada bulan Juli 2011 berarti inflasi Januari 2011 hingga Juli 2011. Dengan kata lain inflasi, tahun kalender merupakan persentase perubahan IHK bulan tertentu terhadap IHK bulan Desember tahun sebelumnya. Contoh : IHK bulan Juli 2011 sebesar 127,35; IHK Desember 2010 sebesar 125,17 maka inflasi kumulatif bulan Juli 2011 adalah = (127,35-125,17)/125,17 x 100%

= 1,74 persen.

3.

Year on Year (YoY) yakni inflasi yang terjadi selama setahun terakhir dari

bulan tertentu tahun sebelumnya sampai dengan bulan yang sama tahun sekarang. Misalkan inflasi year on year pada bulan Juli berarti inflasi bulan Juli 2011 terhadap Juli 2010. Dengan kata lain, inflasi YoY merupakan persentase perubahan IHK bulan tertentu tahun sekarang terhadap IHK bulan yang sama tahun sebelumnya. Contoh : IHK bulan Juli 2011 sebesar 127,35; sedangkan IHK Juli 2010 sebesar 121,74 maka inflasi year on year bulan Juli 2011 adalah = (127,35-121,74)/121,74 × 100% = 4,61 persen.

2.2. Penelitian Terdahulu

Dengan latar belakang yang relatif sama yaitu pentingnya pengendalian

inflasi di Indonesia, sehingga peneliti – peneliti terdahulu seperti Ramakhrisnan

dan Vamvakidis (2002), Susanto (2005), Ekamaryasa (2005), Endri (2008),

Wahyuni (2011) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di

(37)

Indonesia. Namun, Purwanti (2011) lebih spesifik lagi menganalisis pengaruh guncangan harga minyak dunia terhadap inflasi di Indonesia.

Untuk menganalisis permasalahan yang ada Susanto (2005) dan Ekamaryasa (2005) menggunakan metode analisis regresi linear berganda, sedangkan Ramakhrisnan dan Vamvakidis (2002), Endri (2008) dan Wahyuni (2011) menggunakan metode VECM. Selain itu, digunakan metode FD-GMM (First Difference Generalized Method of Moments) oleh Purwanti (2011).

Pada penelitian sebelumnya, seluruhnya menggunakan data sekunder.

Sebagian besar data yang digunakan berupa data time series. Sedangkan Purwanti (2011) menambahkan data cross section. Data diperoleh dari berbagai macam sumber publikasi seperti Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, IFS (International Financial Statistic), IMF (International Monetary Fund), ADB (Asian Development Bank), EIA (Energy Information Administration), dan FAO (Food Agricultural Organization).

Secara garis besar, pada penelitian terdahulu menunjukan bahwa pada

periode tertentu ada beberapa variabel makroekonomi, baik yang berasal dari

dalam negeri maupun luar negeri yang memengaruhi inflasi di Indonesia. Seperti

penelitian yang dilakukan oleh Ramakhrisnan dan Vamvakidis (2002) yang

menunjukan bahwa variabel inflasi luar negeri dan nilai tukar berpengaruh positif

dan menjadi kontributor utama pada inflasi di Indonesia. Susanto (2005),

Ekamaryasa (2005), dan Endri (2008), menunjukkan bahwa variabel

makroekonomi seperti nilai tukar, uang beredar, suku bunga dan PDB

berpengaruh pada inflasi. Wahyuni (2011) juga menunjukkan bahwa harga

(38)

minyak dunia dan harga pangan dunia berkontribusi pada inflasi di Indonesia.

Secara ringkas, penelitian-penelitian di atas dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu perbedaan pada variabel yang digunakan, jenis data yang digunakan, periode analisis dan metode yang digunakan. Pada penelitian ini, variabel yang digunakan yaitu inflasi, nilai tukar, harga minyak dunia, harga pangan dunia, jumlah uang beredar, suku bunga, PDB, pengeluaran pemerintah dan ekspektasi inflasi. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa data bulanan. Periode yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu dari Januari 2000 hingga Desember 2011.

Selain itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode VECM

(Vector Error Correction Model).

(39)

Tabel 2.1. Ringkasan Penelitian Terdahulu

Judul dan peneliti Latar Belakang Metode Analisis Hasil

Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi

Inflasi di Indonesia” oleh

Endri (2008)

Adanya perubahan rezim nilai tukar, menjadi floating exchange rate dan bertumpu pada UU No.23 Tahun 1999 dimana Bank Indonesia

berfokus pada pencapaian kestabilan inflasi sehingga perlu dianalisis faktor-faktor

yang memengaruhi inflasi di Indonesia yang

terdiri dari variabel- variabel domestik dan

eksternal.

VECM

Variabel suku bunga, output gap dan nilai

tukar mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap inflasi dalam jangka panjang. Nilai tukar memiliki kecepatan

penyesuaian yang cukup besar dan signifikan

untuk kembali ke keseimbangan jangka panjangnya. Suku bunga

merupakan kontributor terbesar dalam memengaruhi inflasi di

Indonesia.

Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi

Inflasi di Indonesia dari Sisi

Penawaran” oleh Dwi Wahyuni

(2011)

Guncangan penawaran yang bersifat negatif dapat meningkatkan biaya produksi dan dapat

meningkatkan inflasi

VECM

Variabel nilai tukar signifikan memengaruhi

inflasi di Indonesia.

Shock (guncangan) variabel endogen yang berkontribusi pada inflasi

jangka panjang yaitu ekspektasi inflasi (42,77

persen), nilai tukar (23,34 persen), harga

minyak dunia (9,29 persen), harga pangan

dunia (6 persen) dan upah buruh (1,34

persen).

Analisis Determinan

Inflasi di Indonesia” oleh

Hery Susanto (2005)

Kecenderungan Bank Sentral di dunia untuk memfokuskan pada kestabilan harga sebagai

sasaran akhir, sehingga perlu diidentifikasi

faktor-faktor yang memengaruhi inflasi di

Indonesia.

Regresi Linear Berganda

Uang beredar dan dummy krisis 1997 berpengaruh positif dan

tidak signifikan. Nilai tukar, suku bunga dan PDB berpengaruh positif

dan signifikan.

Kontribusi terbesar adalah ekspektasi inflasi

dimana variabel ini berpengaruh positif dan

signifikan.

Forecasting Inflation in Indonesia” oleh

Uma Ramakhrisnan dan

Athanasius Vamvakidis

(2002)

Ketika Bank Indonesia menetapkan target inflasi yang kredibel dan akurat, Bank Indonesia perlu menganalisis leading indicator dari inflasi dan

pemahaman yang penting bagi keberhasilan kebijakan

moneter.

VECM

Nilai tukar dan inflasi luar negeri merupakan kontributor utama terhadap inflasi di Indonesia dengan suatu kekuatan prediksi yang besar. Pertumbuhan uang

beredar secara statistik signifikan dengan dampak yang kecil.

(40)

Analisis Faktor- Faktor Yang Memengaruhi Inflasi Jangka Pendek” oleh I Putu Ekamaryasa

(2005)

Pengendalian inflasi dapat dilakukan melalui

kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, sehingga perlu dikaji

pengaruh dari uang beredar dan pengeluaran

pemerintah terhadap inflasi di Indonesia

Regresi Linear Berganda

Variabel jumlah uang primer (G_M0) menunjukkan pengaruh

negatif dan tidak signifikan terhadap inflasi. Variabel uang beredar dalam arti sempit

(G_M1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Variabel pengeluaran pemerintah (G_P_PEMER) dengan menggunakan G_M0 memberikan pengaruh

yang positif dan tidak signifikan terhadap

inflasi. Sedangkan variabel pengeluaran

pemerintah (G_P_PEMER) dengan

menggunakan G_M1 memberikan pengaruh

negatif dan tidak signifikan terhadap inflasi di Indonesia.

Dampak Guncangan Harga

Minyak Dunia Terhadap Inflasi dan Pertumbuhan

Ekonomi di Negara-Negara ASEAN +3” oleh

Dewi Purwanti (2011)

Pentingnya minyak bumi sebagai input produksi menyebabkan fluktuasi harga minyak bumi sangat sensitif terhadap kondisi perekonomian di

setiap negara.

Guncangan harga minyak dunia memberikan kontribusi

terhadap resesi global dalam tiga puluh tahun

terakhir.

Data Panel Dinamis FD-

GMM (First Difference Generalized

Method of Moments)

Selama tahun 1999-2008 peningkatan harga minyak dunia umumnya diikuti oleh peningkatan inflasi di masing-masing

Negara ASEAN+3 kecuali di Indonesia. Hal

ini disebabkan oleh penerapan subsidi harga

bahan bakar minyak yang sangat tinggi di

Indonesia.

2.3. Kerangka Pemikiran

Salah satu indikator makroekonomi yang menjadi tujuan utama (single objective) bagi perekonomian Indonesia adalah inflasi. Menurut Endri (2008) inflasi disebabkan dari faktor eksternal dan internal. Pengaruh faktor eksternal tidak terlepas dari karakteristik Indonesia sebagai negara small open economy.

Perekonomian Indonesia diproyeksikan sebagai negara yang berkarakteristik

(41)

small open economy dimana konsekuensi yang ditimbulkan yaitu stabilitas perekonomian domestik akan rawan terhadap guncangan yang ditimbulkan oleh perekonomian dunia. Adapun small open economy merupakan karakteristik suatu negara yang termasuk dalam bagian kecil dari pasar dunia yang memiliki pengaruh kecil pada perekonomian dunia. Inflasi juga dipengaruhi oleh faktor internal yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam negeri, seperti perubahan kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan kebijakan dibidang harga.

Berdasarkan uraian teori di atas dan hasil penelitian terdahulu, sehingga yang menjadi variabel eksternal dalam penelitian ini adalah variabel nilai tukar, harga minyak dunia, dan harga pangan dunia. Sedangkan, variabel internal dalam penelitian ini adalah ekspektasi inflasi, uang beredar, PDB, suku bunga, dan pengeluaran pemerintah.

Gambar 2.6. Kerangka Pemikiran Teoritis Faktor Eksternal

• Nilai Tukar

• Harga Minyak Dunia

• Harga Pangan Dunia

Faktor Internal

• Ekspektasi Inflasi

• Uang Beredar

• Suku Bunga

• PDB

• Pengeluaran Pemerintah

Pengaruh Guncangan dan Kontribusi Faktor Eksternal dan Internal

terhadap Inflasi di Indonesia

Implikasi Kebijakan

(42)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Data

3.1.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000 hingga Desember 2011. Pada penelitian ini juga ditambahkan variabel dummy Inflation Targeting Framework. Data-data sekunder diperoleh dari Bank Indonesia, OECD.Stat (Organisation for Economic Co-operation and Development), EIA (Energy Information Administration), dan FAO (Food Agricultural Organization). Selain itu, data didapatkan melalui literatur dari perpustakaan, buku, jurnal, internet dan media informasi lainnya.

3.1.2. Variabel – Variabel Penelitian

Pada penelitian ini variabel yang digunakan adalah inflasi, nilai tukar,

harga minyak dunia, harga pangan dunia, pertumbuhan uang beredar, PDB, suku

bunga, pengeluaran pemerintah dan ekspektasi inflasi. Semua data dikonversi

dalam bentuk logaritma natural, kecuali data inflasi, pertumbuhan uang beredar,

dan suku bunga. Proksi data yang digunakan pada masing-masing variabel adalah

sebagai berikut:

(43)

Tabel 3.1 Variabel, Proksi Data, Satuan dan Sumber

3.2. Metode Analisis

Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis ekonometrika.

3.2.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh. Analisis deskriptif dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan grafik, tabel dan diagram. Dalam penelitian ini, analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui gambaran umum

Variabel Proksi data

yang digunakan Satuan Sumber INFLASI Inflasi month to

month Persen OECD.Stat

Eksternal

KURS

Nilai tukar rupiah terhadap US dolar

Rupiah

per US $ Bank Indonesia

OILPRICE

Harga spot minyak mentah West Texas Intermediate

US $ per barel

Energy Information Administration

FPI Indeks Harga

Pangan Indeks Food Agricultural Organization

Internal

M2GROWTH Pertumbuhan M2 Persen Bank Indonesia

PDB

PDB berdasarkan harga konstan tahun 2000

Miliar

rupiah Bank Indonesia SB Suku bunga SBI Persen Bank Indonesia G

Konsumsi Pengeluaran Pemerintah

Miliar

rupiah Bank Indonesia INFLASI (-1) Inflasi bulan

sebelumnya Persen OECD.Stat

(44)

mengenai perkembangan laju inflasi yang terjadi di Indonesia selama tahun 2000 hingga 2011. Analisis ini juga digunakan untuk menggambarkan perkembangan variabel eksternal seperti nilai tukar, harga minyak dunia, dan indeks harga pangan dunia. Selain itu juga analisis ini digunakan untuk menggambarkan variabel internal seperti uang beredar, suku bunga, PDB dan pengeluaran pemerintah.

3.2.2. Analisis Ekonometrika

Analisis ekonometrika adalah analisis yang menggunakan model statistik dalam menjelaskan perilaku ekonomi (Juanda, 2009). Pada penelitian ini akan menggunakan analisis Vector Error Correction Model karena data yang digunakan tidak semua stasioner pada level dan terdapat kointegrasi diantara variabel-variabel tersebut.

3.2.2.1. Uji Stasioneritas

Dalam uji stasioneritas ini digunakan uji akar unit (unit root test). Uji ini dilakukan guna menentukan stasioner atau tidaknya suatu variabel. Tujuan dari uji ini adalah untuk mendapatkan nilai rata-rata yang stabil sehingga model regresi yang diperoleh memiliki kemampuan prediksi yang handal dan menghindari timbulnya regresi lancung (spurious regression).

Pengujian stasioneritas secara teori dan prakteknya menggunakan tiga

asumsi dasar yaitu tidak adanya trend dan konstanta, adanya konstanta, adanya

trend dan konstanta. Dalam melakukan uji statistik dan hipotesis alternatif yang

sesuai diperlukan pengujian adanya trend pada data deret waktu. Pengujian trend

(45)

ini dilakukan untuk menghasilkan uji unit root yang lebih powerfull. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan melihat adanya trend pada data dengan menggunakan grafik.

Uji akar unit pertama kali dikembangkan oleh Dickey Fuller, dasar uji stasioner data dengan akar unit dapat dijelaskan melalui persamaan:

Y

t

= ρY

t-1

+ e

t

, dimana - 1 ≤ ρ ≤ 1 (3.1) Dimana ρ adalah koefisien autoregresif dan e

t

adalah rresidual yang bersifat random dimana residualnya memiliki mean nol, varians konstan dan non- autokorelasi. Residual yang seperti itu disebut white noise. Jika pada persamaan 3.1 memiliki ρ=1, maka dikatakan bahwa variabel Y memiliki unit root. Jika suatu data memiliki akar unit, maka data tersebut tidak stasioner.

Dalam bentuk hipotesis dapat ditulis:

Ho: ρ = 1 (series memiliki akar unit) Ho: ρ ≠ 1 (series tidak memiliki akar unit)

Persamaan (3.1) dapat dinyatakan dalam bentuk lain (turunan pertama), yaitu:

Y

t

- Y

t-1

= ρY

t-1

- Y

t-1

+ e

t

∆ Y

t

= ( ρ-1) Y

t-1

+ e

t

∆ Y

t

= δ Y

t-1

+ e

t

(3.2)

Dari persamaan diatas dapat dibuat hipotesis:

Ho: δ = 0 (series memiliki akar unit) Ho: δ ≠ 0 (series tidak memiliki akar unit)

Dengan menggunakan uji ADF (Augmented Dickey-Fuller), suatu variabel

dapat dilihat kestasionerannya. Jika koefisien ADF statistic lebih besar dari

Referensi

Dokumen terkait

Pengadilan wajib mempertimbangkan keterangan dari korban KDRT, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping atau pembimbing rohani dalam pemberian tambahan kondisi

untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Psikologi Islam (S.

Berdasarkan periode rolling, sebagaimana disajikan pada Tabel 4, terlihat bahwa pada kapal yang muatannya tidak terdapat free surface (KPIH 3), memiliki periode rolling yang

Pada bagian ini akan dijelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, dan ruang lingkup penelitian untuk Perencanaan Strategis Kawasan Pesisir Dan Laut

Adapun penyusunan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat penyelesaian program pendidikan Strata Satu jurusan manajemen di Sekolah Tinggi Ilmu

Berdasarkan riset di Amerika yang dilaporkan Frank dkk dalam Journal of Alternative and Complementary Medicine (2003) penderita hipertensi yang berusia 35-50 tahun yang

Melalui perancangan yang sistematik dalam menentukan latihan yang berkesan, elemen seperti kajian keperluan, pemantapan isi kandungan, pelaksanaan berasaskan sekolah dan

The statistical analysis shows that wood species, log diameter and their interaction gave significance to highly significant effects on veneer recovery.. Key words: wood species,