• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Komunikasi Kelompok Antara Pelatih dan Anggota Dalam Kegiatan Pocil (Studi Pada Pocil Polresta Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Proses Komunikasi Kelompok Antara Pelatih dan Anggota Dalam Kegiatan Pocil (Studi Pada Pocil Polresta Bandar Lampung)"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

The Group Communication Process between TheTrainer and The Participants In Pocil Program

(A Study in Pocil Polresta Bandar Lampung) By:

Meta Dian Sesha

The character education on childern is a commonresponsibility through the surroundings such as a family environment, school environment, relatives or socialenvironment, organizationsor institutions environmentsuch as the Police instantion. Parents, communities and government has a common responsibility in building the childern character. A form of informal education which the police department did to build thechildern’ character was Pocil (Polisi cilik), this program was aimed to build the childern’ character by using group communication between thetrainer and the participants of Pocil. However, Is the communication group will run successfully in order toinvest the positive character? this is what will be known in this study.

The communication between the trainer and Pocil in this research was referred to the role of the trainerthat should implement the effective communication, the process of delivering the message/information from the trainer to the Pocilabout everything that related to the efforts to achieve the character’ educational goals that they are hoped. The purpose of this research was to find out the group communication process used by the trainers in the character’ educational process of Pocilin Polresta Bandar Lampung.

The method used in this research was descriptive, with qualitative approach. The focus of this research was how the process of group communication of Pocil’ trainerin character education. The data source in this research was the primary data and also the secondarydata. Thedatacollecting technique of this research were using interviews, observation and documentation. The data analysis techniques that used in this study werethe reduction steps, display (presentation of the data) anddataverification.

(2)

communicationmethod happened were less varies. Group’communication in the Pocil programwas a form of communication in which the reference group values and principles in the group (Dasadarma Pocil) was used as a measuring tool (standard) to assess themselves or to buildthe characters. This also revealed, that the Pocil’ participants has the advantages between their friends such as discipline, self-reliance, confidence, respect, teamwork, responsibility. That was possibly contributed by the group communication at the Pocil program in the process of building the character it self.

The form of activity and the method in the Pocilprogram shouldbe more varied so that the values that invested will be more varied too. Therefore, the process of group communication in educating the Pocil character should be followed by the personal approaches such as persuasive communication so that the communication will be more interactive and the delivery process of group communication goals will be more easily realized.

(3)

ABSTRAK

Proses Komunikasi Kelompok Antara Pelatih dan Anggota Dalam Kegiatan Pocil

(Studi Pada Pocil Polresta Bandar Lampung)

Oleh

Meta Dian Sesha

Pendidikan karakter anak merupakan tanggungjawab bersama melalui lingkungan sekitar seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan kerabat atau pergaulan, lingkungan organisasi atau lembaga istansi seperti Kepolisian. Orang tua, masyarakat, pemerintahan mempunyai tanggung jawab bersama dalam membangun karakter anak. Salah satu bentuk pendidikan informal yang dilakukan Kepolisian untuk pendidikan karakter yaitu Pocil (Polisi Cilik) bertujuan membangun karkater anak yang di dalamnya menggunakan komunikasi kelompok antara pelatih dan pesert. Namun, apakah komunikasi kelompok yang dijalankan ini berhasil dalam menanamkan karakter positif? hal ini lah yang akan diketahui dalam penelitian ini.

Komunikasi antar pelatih dan Pocil yang dimaksud dalam penelitian ini ialah pelatih harus menerapkan komunikasi yang efektif, dalam proses penyampaian pesan/informasi dari pelatih kepada Pocil mengenai segala sesuatu yang terkait dengan upaya mencapai tujuan pendidikan karakter yang diinginkan.Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui proses komunikasi kelompok yang digunakan oleh pelatih dalam proses pendidikan karakter Pocil di Polresta Bandar Lampung.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, dengan pendekatan kualitatif. Fokus penelitian ini adalah bagaimana proses komunikasi kelompok pelatih Pocil dalam pendidikan karakter. Sumber datapada penelitian ini yaitudata primer dansumber data sekunder. Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Dengan teknikanalisis data yang menggunakan tahap reduksi, display (penyajian data), dan verifikasi data.

(4)

membentuk sikap. Diketahui pula, bahwa peserta Pocil memiliki kelebihan dari teman-temannya seperti karakter kedisiplinan, kemandirian, percaya diri, rasa hormat, kekompakan, bertanggung jawab. Hal itu dimungkinkan adanya kontribusi komunikasi kelompok di kegiatan Pocildalam proses pembentukan karakter tersebut.

Bentuk kegiatan dan metode komunikasi yang dilakukan pada program Pocil hendaknya lebih bervariasi sehingga nilai-nilai yang ditanamkan lebih banyak. Dengan demikian, proses komunikasi kelompok dalam mendidik karakter Pocil sebaiknya disertai dengan pendekatan-pendekatan personal seperti komunikasi persuasif agar komunikasi yang terjalin interaktif dan penyampaian tujuan-tujuan komunikasi kelompok lebih mudah terwujud.

(5)

ANGGOTA DALAM KEGIATAN POCIL (Studi Pada Polisi Cilik Polresta Bandar Lampung)

Oleh

Meta Dian Sesha

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU KOMUNIKASI

Pada

Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Lampung

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(6)

ANGGOTA DALAM KEGIATAN POCIL (Studi PadaPolisi Cilik Polresta Bandar Lampung)

(Skripsi)

Oleh :

Meta Dian Sesha

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(7)

No Halaman

(8)

DAFTAR ISI A. Kepustakaan Penelitian Terdahulu ... 9

1. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu ... 9

2. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ... 10

B. Tinjauan Tentang Pendidikan Karakter ... 11

1. Pengertian Karakter ... 11

2. Pendidikan Karakter ... 12

3. Tujuan Pendidikan Karakter... 13

4. Metode Pembelajaran Pendidikan Karakter ... 14

C. Pendiddikan Nonformal ... 15

D. Tinjauan Tentang Anak ... 16

1. Definis Anak Secara Psikologi ... 16

E. Tinjauan Komunikasi Kelompok ... 17

1. Pengertian Komunikasi Kelompok ... 17

2. Definisi Komunikasi Kelompok... 17

3. Karakteristik Komunikasi Kelompok... 18

4. Karakteristik Komunikasi Kelompok Kecil ... 20

5. Tipe Komunikasi Kelompok ... 21

6. Fungsi Komunikasi Kelompok ... 22

7. Tujuan Komunikasi Kelompok ... 23

8. Bentuk Komunikasi Kelompok ... 24

F. Tinjauan Tentang Polisi Cilik ... 27

1. Polisi Cilik ... 27

2. Polisi Cilik Lampung ... 28

(9)

4. Sumber Data ... 36

5. Teknik Pengumpulan Data ... 37

6. Teknik Analisis Data ... 39

7. Teknik Keabsahan Data ... 41

BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Polresta Bandar Lampung ... 44

1. Sejarah Singkat Polresta ... 44

2. Lokasi Polresta Bandar Lampung ... 45

3. Visi & Misi Polresta Bandar Lampung ... 45

4. Tugas Pokok Satlantas Polresta Bandar Lampung ... 46

5. Fungsi Satlantas Polresta Bandar Lampung ... 47

B. Gambaran Umum Pocil Lampung ... 47

1. Sejarah Singkat Pocil Polresta Bandar Lampung ... 47

2. Profil Pocil... 48

3. Visi dan Misi Pocil ... 50

4. Kemampuan dan Program Pelatihan Pocil Lampung ... 50

5. Implementasi Peragaan Pocil Lampung ... 51

6. Kode Kehormatan ... 51

7. Kegiatan Pocil Lampung ... 52

8. Kedudukan Polisi Cilik Lampung ... 53

9. Struktur Polisi Cilik Lampung ... 54

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 56

1. Deskripsi Sumber Data... 57

2. Reduksi Data Wawancara ... 58

3. Deskripstif Observasi Lampang ... 86

B. Pembahasan ... 91

1. Proses Komunikasi Kelompok Pelatih Polisi Cilik ... 92

a. Kegiatan Baris-berbaris ... 95

b. Kegiatan Agama ... 100

c. Kegiatan Kursus Bahasa Inggris ... 103

d. Kegiatan Renang ... 105

2. Komunikasi Kelompok dalam Kegiatan Pocil Sebagai Proses Pendidikan Karakter ... 107

a. Metode Pembelajaran Pendidikan Karakter Pocil ... 107

b. Tipe Komunikais Kelompok Pada Kegiatan Pocil ... 110

c. Fungsi Komunikasi Kelompok Pocil ... 111

d. Bentuk Komunikasi Kelompok ... 115

(10)
(11)

MOTO

“Entah akan menjadi seorang wanita karir atau ibu rumah tangga,

setiap wanita karir atau ibu rumah tangga harus memperoleh pendidikan yang tinggi. Karena mereka akan menjadi seorang ibu, dan

seorang ibu yang cerdas akan melahirkan anak-anak yang cerdas”

(Dian Sastro Wardoyo)

“Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim”

(HR. Ibnu Majah)

“Sebuah proses tidak akan menghianati hasilnya”

(12)
(13)
(14)
(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandarlampung, pada tanggal 06

Mei 1993, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, putri

dari Bapak Usman M.BA dan Ibu Oktaria Mahdiana

B.A.

[

Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis

disaat Taman Kanak-kanak adalah TK Bhakti Ibu

Bandarlampung. Tahun 1999-2005 penulis menempuh pendidikan di Sekolah

Dasar Negeri 2 Labuhan Ratu, Bandar Lampung. Setelah itu pada tahun

2005-2008 penulis melanjutkan pendidikan ke tahap Sekolah Menengah Pertama Utama

3 Bandar Lampung. Tahun 2008-2011 penulis tercatat sebagai siswa pada Sekolah

Menengah Atas Negeri 1 Bandar Lampung. Dimasa sekolah penulis mengikuti

organisasi Basket, penulis juga pernah mengikuti kegiatan OSIS sebagai Sekbid

Basket periode 2009-2010.

Pada tahun 2011 penulis melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi. Ditahun yang

sama penulis berhasil menjadi Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik melalui jalur penerimaan SNMPTN Undangan

(Penerimaan Mahasiswa di Perguruan Tinggi Tanpa Test) di Universitas

(16)

Sripurnomo, Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah. Pada pertengahan

tahun 2014 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT.

(17)

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

KUPERSEMBAHKAN KARYA ILMIAH INI TERUNTUK :

“Ayahanda Usman M.BA dan Ibunda Oktaria Mahdiana, BA terima

kasih atas segala iringan doa yang selalu disertai untukku, pengorbanan, kasih sayang, motivasi dan cinta yang begitu

mendalam sehingga sungguh-sungguh memperjuangkan

keberhasilanku.”

“Kakandaku, Wisudawan Utama S.Komdan Ayundaku Selvina

Apresianti S.Pt terima kasih atas segala doa, motivasi, dukungan moril, serta kasih sayang yang begitu besar sehingga penulis dapat

bersikap lebih dewasa”

“Brigadir Taruna Maulana, terimakasih engkau yang kuyakini

sampai akhir nanti”

(18)

MOTO

“Entah akan menjadi seorang wanita karir atau ibu rumah tangga,

setiap wanita karir atau ibu rumah tangga harus memperoleh pendidikan yang tinggi. Karena mereka akan menjadi seorang ibu, dan

seorang ibu yang cerdas akan melahirkan anak-anak yang cerdas”

(Dian Sastro Wardoyo)

“Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim”

(HR. Ibnu Majah)

“Sebuah proses tidak akan menghianati hasilnya”

(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan

pemerintah, melalui kegiatan seperti bimbingan, pengajaran, dan latihan,

yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah, untuk mempersiapkan

peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan

hidup secara tepat di masa yang akan datang. Keberhasilan pendidikan bagi

anak sangat ditentukan oleh berbagai unsur lingkungan yang ada dalam

lingkup pendidikan anak. Perhatian terhadap aspek lingkungan anak sangat

penting, karena berkenaan dengan upaya dalam memberikan pendidikan dan

pembelajaran bagi anak sejak dini. Dengan demikian maka karakter anak

akan terbentuk sejak dini dengan baik.

Karakter adalah sesuatu yang sangat penting dalam pengembangan kualitas

manusia maka karakter mempunyai makna sebuah nilai yang mendasar untuk

mempengaruhi segenap pikiran, tindakan dan perbuatan setiap insan manusia

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Melihat berbagai

kasus yang dialami sebagian anak bangsa dengan berbagai kekerasan,

(20)

sehingga mereka hidup dalam kesadaran moral yang rendah maka pendidikan

karakter memiliki fungsi strategis dalam membentuk lingkungan yang bermoral.

Usaha tersebut menjadi tanggungjawab bersama antara pendidik dan sekolah

dengan didukung oleh pemerintah dan keluarga sebagai basis pengembangan moral

anak yang paling dini.

Membangun karakter anak merupakan tanggungjawab bersama melalui lingkungan

sekitar seperti lingkungan keluaraga (home), lingkungan sekolah (school),

lingkungan kerabat atau pergaulan (community), lingkungan organisasi atau

lembaga istansi. Orang tua, masyarakat, pemerintahan mempunyai tanggung jawab

bersama dalam membangun karakter anak. Sebuah usaha bersama dengan

masing-masing sektor memberikan kontribusi untuk pengembangan totalitas kepribadian

atau karakter individu. Proses pendidikan karakter suatu bangsa dimulai dari

revolusi mental sehingga terbentuknya karakter anak bangsa yang diinginkan oleh

negara untuk mencapai cita-cita kemajuan suatu bangsa.

Pemikiran-pemikiran mengenai pendidikan karakter tersebut diperkuat dengan

dasar hukum yang jelas pada UU Sisdiknas pasal 3, bahwa Pendidikan nasional

berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta

(21)

Salah satu bentuk pendidikan informal untuk pendidikan karakter yaitu Pocil (Polisi

Cilik), Pocil merupakan organisasi kecil yang mengambil alih dalam pendidikan

karakter. Pocil dibentuk dengan visi dan misi sebagai mitra kemasyarakatan,

mendidik nilai dan moral anak agar dapat menjadi contoh untuk anak-anak lainnya

terutama disekolah dan guna mendekatkan kepada masyarakat bahwa Polisi mampu

berinteraksi dengan masyarakat bukan untuk ditakuti. Polisi adalah milik semua

lapisan masyarakat, untuk mendekatkan masyarakat polisi memulai bentuk

pencitraan dengan anak kecil sehingga polisi memperlihatkan bahwa anak usia dini

mampu berinteraksi dengan polisi tanpa rasa takut. Demikian Pocil dibentuk agar

dapat mendekatkan kepada masyarakat harapannya agar masyarakat mampu

menyadari bahwa terbentuknya Pocil dapat menjadi contoh baik dari usia dini

hingga dewasa.

Pada program Pocil pendidikan yang diberikan berupa PBB 50%, 15% Lalu Lintas

(Gatur, Senam, UU Lalu Lintas), Mental 10%, Pengetahun 10% (Pancasila), 10 %

Agama. Kriteria pocil yaitu klas 3 dan kelas 4 SD yang menduduki ranking 1-10 di

Sekolahnya. (Hasil wawancara dengan Pelatih Polisi Cilik Bapak Jonidi, Jum’at 9

Januari 2015). Melihat Pocil merupakan organisasi yang khalayaknya anak-anak

tentu Polisi Cilikmembutuhkan pelatih yang dapat berinteraksi dengan anak-anak,

karena anak-anak adalah manusia yang belum dapat menerima pesan dengan cepat.

Pelatih Pocil sering kali menemukan kendala yang terjadi dalam proses mendidik

(22)

Komunikasi antar pelatih dan Pocil yang dimaksud dalam penelitian ini ialah proses

penyampaian pesan/informasi dari pelatih Pocil menganai segala sesuatu yang

terkait dengan upaya mencapai tujuan pendidikan karakter yang diinginkan. Pelatih

harus menerapkan komunikasi yang efektif, yaitu dengan mempertimbangkan

bahwa komunikasi akan disampaikan kepada Pocil yang akan mengalami

perubahan fungsi kehidupan baik mental dan sosial. Oleh karena itu pelatih harus

meperhitungkan kondisi dan situasi komunikan yang dihadapi, agar pesan yang

disampaikan dapat diterima dan dilaksanalan dengan baik oleh komunikan.

Berhubungan dengan pelaksaan komunikasi antara pelatih dan polisi cilik

komunikasi kelompoklah yang lebih berperan sebagai proses komunikasi.

Komunikasi kelompok menurut Michael Burgoon dalam Effendi (2006: 122)

mendefinisikan sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih,

dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri,

pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik

pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Pendekatan komunikasi kelompok

digunakan untukmenganalisis kegiatan Pocil dikarenakan komunikasi kelompok

merupakan komunikasi yang sering digunakan dalam kegiatan Pocil terutama

dalam proses pendidikan karakter. Dimana para Polisi Cilik tersebut telah

mengalami berbagai perubahan fungsi hidup, baik fisik , mental, dan sosial

sehingga komunikasi kelompok dirasa sangat tepat untuk digunakan dalam proses

berkomunikasi dengan anak-anak didik tersebut. Pelatih selaku komunikator juga

(23)

Dalam proses pembentukan karakter komunkasi kelompok pelatih sangat berperan

pada proses pendidikan karakter dalam mengubah sikap seperti lebih disiplin,

sopan, bertanggung jawab. Pikiran menjadi peduli diri sendiri, teman, lingkungan

dan tingkah laku anak-anak yang masih terbilang sensitif emosionalnya seperti

mudah menangis, mudah marah dan belum mengerti sekitar atau lingkungannya.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti bermaksud melakukan penelitian untuk

mengetahui proses komunikasi kelompok (dilihat dari karakteristik diatas) yang

digunakan oleh pelatih dalam proses pendidikan karakter polisi cilik di Polresta

Bandar Lampung.

Polresta merupakan lembaga yang mendukung dan memfasilitasi organisasi Polisi

Cilik yang berada di Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Setelah peneliti

melakukan wawancara pada Pocil di Polresta ini, penulis mendapatkan informasi

bahwa Pocil dibentuk pada tahun 2010 di Indramayu pulau Jawa Barat tepat pada

acara ulang tahun bhayangkara. Awal mula polisi cilik Lampung dibentuk karena

diminta langsung oleh KapoldaLampung sehingga pada tahun 2011 terbentuklah

pocil secara bertahap. Pocil dibentuk oleh Kakorlantas kemudian agar terlaksannya

Pocil dan mendapatkan peserta didik yang baik maka keluarlah surat keputusan

Kakorlantas untuk bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota dan merekrut dari

Sekolah Dasar di Lampung.

Pada tahun 2011 Pocil hanya ada satu di Lampung namun Kapolda Lampung

memutuskan agar setiap Polda mempunyanyi Pocil, namun hanya di Polresta lah

(24)

Polresta Bandar Lampung. Proses perekrutan Pocil dimulai dengan sosialisasi

terhadap sekolah-sekolah dasar yang ada disekitar Polresta. Seperti SD 2 Rawa

Laut, SD 1 & 2 Sumurbatu, SD 1&2 Palapa, SD 1&2 Gotong Royong. Alasan

sosialisasi perekrutan dipilih di beberapa SD tertentu karena mempertimbangkan

jarak tempuh. Pocil merupakan binaan dari Polri ke Kapolda langsung oleh Pak

Brigjen Rosito. Pada hasil wawancara Pocil belum bisa disebut sebagai lembaga

yang mempunyai payung hukum, Pocil merupakan milik lalu lintas yang disebut

sebagai organisasi kecil.

Pada Program kegiatan Pocil, Pocil merupakan organisasi kecil yang masih

terbilang tentatif dalam arti Pocil muncul pada saat diminta. Kegiatan yang pernah

diikuti seperti pada acara Gubernur atau Walikota, acara Hari Kemerdekaan RI,

resepsi pernikahan Akpol dan lain-lain termaksud menghibur masyarakat. Polisi

cilik mempunyai 2 orang pelatih (laki-laki) dan satu penanggung jawab

(perempuan) yang siap melerai jika anak kecil tersebut mengalami masalah dengan

sesama temannya yang dapat memberikan sumber informasi dalam penelitian ini.

Begitu juga dengan Polisi Cilik yang dapat dijadikan sumber informasi yang akurat

dalam penelitian ini.

Alasan peneliti memilih fenomena ini karena Pocil merupakan anak-anak yang

masih sulit untuk menerima komunikasi sedangkantidaklah mudah bagi pelatih

untuk mendidik karakter Pocil karena memerlukan komunikasi yang tepat agar

pesan yang disampaikan dapat diterima. Pocil masih senang bermain, tidak mudah

(25)

dan tingkah laku anak-anak yang masih sangat aktif, dan belum mengerti sekitar

atau lingkungannya. (Sumber: data wawancara pada Pocil Polresta Bandar

Lampung, hari Jumat tanggal 18 April 2014).

B. Rumusan Masalah

Peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah

“Bagaimana proses komunikasi kelompok pelatih dalam kegiatan mendidik

karakter Pocil?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan

pendekatan kualitatif . Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

“Mendeskripsikan proses komunikasi pelatih dalam kegiatan pelatih Polisi Cilik

dan karakter yang terbentuk pada Pocil”

D. Kegunaan Peneliatan

Adapun kegunaan dari peneliti ini adalah:

1. Secara teoritis peneliti berharap dapat berguna untuk menambah pengetahuan

dan masukan pada studi ilmu komunikasi khususnya komunikasi kelompok

dalam pendidikan karakter melalui jalur informal serta dapat menjadi refrensi

(26)

2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna dan

bermanfaat serta menjadi masukan bagi pelatih untuk meningkatkan

kemampuan dan menerapkan komunikasi kelompok kepada para anak didik

Polisi Cilik di Polresta Bandar Lampung secara umum.

3. Masukan bagi pihak-pihak yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepustakaan Peneliti Terdahulu

1. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

Pada kajian hasil penelitian terdahulu penulis memasukkan dua hasil

penelitian sejenis yang menggunakan teori komunikasi sebagai proses

penelitian. Hasil penelitian terdahulu terkait komunikasi yang digunakan

oleh pelatih dalam membentuk atau mendidik kegiatan diluar kegiatan

sekolah atau informal yaitu:

Penelitian pertama, Meilin Azizah; Fakultas Ilmu Sosial dan Politik;

Jurusan Ilmu Komunikasi 2009 yang berjudul Strategi Komunikasi Pelatih

Marching Band Dalam Membentuk Harmonisasi Unjuk Gelar Marching

Band peneltian ini mengkaji tentang bagaimana komunikasi yang

dilakukan oleh pelatih sehingga terbentuknya kekompakan pada unjuk

gelar marching band di SMP Kartika II Bandar Lampung. Penelitian ini

menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Dari hasil penelitian pelatih marching band yang berada di SMP Kartika II

(28)

dan pesan verbal pada kelompok kegiatan tersebut guna keselarasan kolaborasi

kelompok marching band.

Pada penelitian ini, penulis hanya menjelaskan bagaimana strategi komunikasi

kelompok dalam harmonisasi unjuk gelar marching band. Penjelasannya

masuk dalam semua aspek, sehingga tidak adanya pengerucutan.

Penelitian kedua oleh Septiana Sari: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik;

jurusan Ilmu Komunikasi 2007 yang berjudul Komunikasi Kelompok

Masyarakat Suku Lampung Dalam Melestarikan Adat Perkawinan Sebambang

(Studi pada Masyarakat Suku Lampung di Kelurahan Negeri akti Kecamatan

Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran) penelitian ini mengkaji bagaimana

peran komunikasi kelompok dalam prosesi adat perkawinan sebambang.

Penelitian ini menggunakan metode penelitain kualitatif dengan teknik

pengumpulan data melalui wawancara mendalam.

Dari hasil penelitian ini penulis menggunakan teori percakapan kelompok

(Group Achievment Theory) untuk menjelaskan bahwa bagaimana peran,

bentuk, dan elemen komunikasi kelompok masyarakat dalam proses

pelaksanaan dan upaya melestarikan tata cara adat perkawinan sebambang.

2. Perbedaan dan Kaitan dengan Peneliti Terlebih Dahulu

Pada penelitian yang sejenis dari penelitian sebelumnya yang berujudul

(29)

Unjuk Gelar Marching Band membahas kegiatan atau organisasi pendidikan

nonformal pada anak didik dan proses komunikasi antarpribadi. Dalam

penelitian pocil penulis meniliti anak didik antara usia 9-10 tahun atau 10-11

tahun dengan menyesuaikan teori pembelajaran dan teori komunikasi yang

relevan untuk anak kecil sehingga strategi tercapai.

Pada penelitian kedua sejenis dari penelitian sebelumnya yang berujudul

Komunikasi Kelompok Masyarakat Suku Lampung Dalam Melestarikan Adat

Perkawinan Sebambang (Studi pada Masyarakat Suku Lampung di

Kelurahan Negeri akti Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran)

penulis menyesuaikan metode pembelajaran pada pelatih. Perbedaannya

dalam penelitian ini, penulis menganalisis proses komunikasi pelatih polisi

cilik terhadap peserta didik (polisi cilik) melalui kegiatan kolaborasi variasi

yang mendidik anak untuk disiplin, hormat.

B. Tinjauan Tentang Pendidikan Karakter

1. Pengertian Karakter

W.J.S Poerwardaminta 1985 dalam Drs. Tatang S. M.Si (2011: 13)

menjelaskan secara linguistik sebagai tata benda, pendidikan berarti proses

perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam

usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan serta

(30)

pendidikan formal dan non formal, dan informal di sekolah, dan di luar

sekolah, yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi

pertimbangan kemampuan-kemampuan individu, agar dikemudian hari dapat

memainkan peranan hidup secara tepat.

2. Pendidikan Karakter

Menurut Williams & Schnaps dalam Drs. Tatang S. Msi (2012: 15),

pendidikan karakter merupakan berbagai usaha yang dilakukan bersama-sama

dengan orangtua dan masyarakat untuk membantu anak-anak- dan remaja

agar menjadi atau memiliki sifat peduli, berpendirian, dan bertanggung

jawab. Dalam Drs. Tatang S. Msi. (2012 : 14) pendidikan karakter adalah

usaha sadar untuk mewujudkan kebijakan, yaitu kualitas kemanusiaan yang

baik secara objektif, bukan hanya baik untuk individu perseorangan, tetapi

juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan.

Hakikatnya, pendidikan memberikan pengetahuan, sikap, dan perilaku yang

sebelumnya "tidak ada" atau "tidak dilakukan" oleh murid yang belajar.

Pengertian pendidikan ini berbeda dengan pembentukan. Hakikatnya,

pembentukan adalah bahwa kemampuan yang ingin diubah dari murid itu

sudah ada sejak lahir meskipun sangat kecil yaitu dalam bentuk sifat, ciri

bawaan karakter.

[[

Pemikiran-pemikiran mengenai pendidikan karakter tersebut diperkuat

(31)

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

3. Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter tentu memiliki tujuan yang telah ditentukan oleh

Undang-undang terkait program pendidikan karakter. Adapun tujuan

pendidikan karakter sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 3 (3):

“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan

nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlaq mulia

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan

Undang-undang.”

[[[

Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

Nasional dirumuskan dalam pasal 3:

“Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik

agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Sedangkan fungsi

(32)

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa”.

4. Metode Pembelajaran Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter di era globalisasi memerlukan sebuah terobosan dalam

menginovasi strategi dan metode pembelajaran yang akan dipakai. Dalam

Zubaedi (2011: 230-231) salah satu yang diharapkan oleh keahlian dari

seorang guru/pelatih adalah kemampuannya dalam memilih metode

pembelajaran yang sesuai untuk anak didiknya.

Metode merupakan bagian dari strategi sehingga tujuan dapat tercapai. Proses

pendidikan karakter kepada peserta didik pada saat ini lebih tepat

menggunakan model pembelajaran yang didasarkan pada interaksi sosial

(model interaksi) dengan prinsip:

1. Mendasarkan pada perbedaan individu

2. Mengaitkan teori dengan praktik

3. Mengembangkan komunikasi dan kerjasama

4. Meningkatkan keberanian peserta didik dalam mengambil resiko dan

belajar dari kesalahan

Kaitannya dengan pembinaan dan pendidikan karakter antar Pocil di Polisi

Cilik, seorang pelatih harus lebih memperhatikan kecerdasan emosional

setiap peserta didik. Karena emosi berperan sebagai bentuk komunikasi

(33)

dirinya, bentuk tingkah laku yang diterima di lingkungannya, dan startegi

pembentuk kebiasaan serta upaya pengembangan diri.

Adapun indikator mutu emosional tersebut, antara lain meliputi:

1. Kualitas Kedisiplinan

2. Kualitas Kesopanan

3. Kualitas Kesetiakawanan

4. Kualitas Rasa Hormat

Menurut pengertian Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 12

“Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal

yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang” sedangkan ayat

13 menyatakan “Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan

lingkungan”.

C. Pendidikan Non Formal

Coombs (Trisnamansyah, 2003: 19) mendefinisikan nonformal education sebagai

setiap kegiatan pendidikan yang diorganisasikan di luar sistem persekolahan yang

mapan baik dilakukan secara terpisah atau sebagai bagian penting dari kegiatan

yang lebih besar, dilakukan secara sengaja untuk melayani peserta didik tertentu

guna mencapai tujuan belajarnya.

Sudjana (2001: 63) pendidikan luar sekolah telah hadir di dunia ini sama tuanya

(34)

dimana situasi pendidikan ini muncul dalam kehidupan kelompok dan

masyarakat. Pada waktu permulaan kehadirannya, pendidikan luar sekolah

dipengaruhi oleh pendidikan informal, yaitu kegiatan yang terutama berlangsung

dalam keluarga dimana terjadi interaksi di dalamnya berupa transmisi

pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, dan kebiasaan.

D. Tinjauan Tentang Anak

1. Definisi Anak Secara Psikologis

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan

perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Dalam proses

perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, dan perilaku sosial

(Azis 2005, 90). Anak adalah individu yang rentan karena perkembangan

kompleks yang terjadi di setiap tahap masa kanak- kanak dan masa remaja. Lebih

jauh, anak juga secara fisiologis lebih rentan dibandingkan orang dewasa, dan

memiliki pengalaman yang terbatas, yang memengaruhi pemahaman dan persepsi

mereka mengenai dunia.

Anak sekolah menurut definisi WHO (World Health Organization) yaitu golongan

anak yang berusia antara 7-15 tahun , sedangkan di Indonesia lazimnya anak yang

berusia 7-12 tahun. Anak sekolah merupakan golongan yang mempunyai

karakteristik mulai mencoba mengembangkan kemandirian dan menentukan

batasan-batasan norma.

(35)

1. Anak banyak menghabiskan waktu di luar rumah

2. Aktivitas fisik anak semakin meningkat

3. Pada usia ini anak akan mencari jati dirinya

(sumber: www.belajarpsikologi.com diakses pada tanggal 30 oktober 2014)

E. Tinjauan Komunikasi Kelompok

1. Pengertian Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok Michael Burgoon dalam Effendi (2006: 122)

mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara

tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi

informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya

dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat.

2. Definis Komunkasi Kelompok (Small Group Comunnication)

Robert F.Bales dalam bukunya Interaction Process Analysis dalam Effendy,

(1993:27) mendefinisikan kelompok kecil adalah sejumlah orang yang terlibat

interaksi satu sama lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka (face to

face), dimana setiap anggota memiliki kesan dan persepsi antara satu sama

lainnya cukup kentara sehingga ia baik pada saat timbul pertanyaan maupun

sesudahnya dapat memberikan tanggapan kepada masing-masing perseorangan.

Sedangkan menurut Shaw dalam Muhammad, (2009:182) mendefinisikan

(36)

mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain

dan komunikasi tatap muka. Effendy (2006:127) mengemukakan bahwa

komunikasi kelompok kecil adalah komunikasi yang ditujukan kepada kognisi

komunikan dan prosesnya berlangsung secara dialog.

Menurut Rakhmat (1994:40), sifat-sifat komunikasi kelompok sebagai berikut:

a. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka

b. Kelompok memiliki sedikit partisipan

c. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama

d. Anggota kelompok memilik pengaruh atas satu sama lain.

3. Karakteristik Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok merupakan komunikasi yang dapat terjadi antara individu

dengan kelompok, kelompok dengan kelompok. Menurut William C. Schutz

dalam Sentot Imam Wahjono (2010; 150), orang menjadi anggota kelompok

karena didorong oleh tiga kebutuhan interpersonal sebagai berikut:

1. Ingin masuk menjadi bagian kelompok (inclusion).

2. Ingin mengendalikan orang lain dalam tatanan hierakis (control).

3. Ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain.

Menurut Muhammad (2001;185), ada beberapa karakteristik kelompok yang

membuatnya unik dari bermacam-macam konteks komunikasi lainnya,

(37)

a. Kelompok mempermudah pertemuan ramah tamah. Bukti menunjukan

bahwa bila orang datang bersama-sama mereka cenderung berlomba dalam

bentuk apapun. Perlombaan ini dapat menyehatkan dalam kelompok apabila

dikontrol dalam spirit kerja sama.

b. Personaliti kelompok. Bila sekelompok yang datang bersama neraka akan

membentuk identitas sendiri yang menjadi personaliti kelompok.

c. Kekompakan, yaitu daya tarikan anggota kelompok satu sama lain dan

keinginan mereka untuk bersatu.

d. Komitmen terhadap tugas. Aktivitas individu lainnya dalam kelompok yang

dekat hubungannya dengan komitmen adalah motivasi. Salah satu alasan

seseorang masuk kedalam kelompok adalah ingin bekerja dalam kelompok

namun bukan untuk tujuan kelompok.

e. Besarnya kelompok. Kelihatannya sederhana tetapi besarnya kelompok

mempunyai peran penting dalam kelompok. Kebanyakan tokoh

merekomendasikan kelompok antara 3-9 orang.

Memahami karakteristik yang ada merupakan langkah pertama untuk bertindak

lebih efektif dalam suatu kelompok dimana kita ikut terlibat didalamnya.

Menurut Rakhmat (1994:60), karakteristik komunikasi kelompok yang harus

dipahami adalah sebagai berikut:

1. Komunikasi dalam komunikasi kelompok bersifat homogen.

2. Dalam komunikasi kelompok terjadi kesepakatan dalam melakukan

(38)

3. Arus balik didalam komunikasi kelompok terjadi secara langsung, karena

komunikator dapat mengetahui reaksi komunikan pada saat komunikasi

sedang berlangsung.

4. Pesan yang diterima komunikan dapat bersifat rasional (terjadi pada

komunikasi kelompok kecil) dan bersifat emosional (terjadi pada

komunikasi kelompok besar)

5. Komunikator masih dapat mengetahui dan mengenal komunikan meskipun

hubungan yang terjadi tidak erat seperti pada komunikasi kelompok.

6. Komuniaksi kelompok akan menimbulkan konsekuensi bersama untuk

mencapai tujuan yang diinginkan.

4. Karakteristik Komunikasi Kelompok Kecil

Karakteristik komunikasi dalam kelompok ditentukan melalui dua hal, yaitu

norma dan peran. Norma adalah kesepakatan dan perjanjian tentang bagaimana

orang-orang dalam suatu kelompok berhubungan dan berperilaku satu dengan

lainnya.

Norma oleh para sosiolog disebut juga dengan „hukum’ (law) ataupun „aturan’

(rule), yaitu perilaku-perilaku apa saja yang pantas dan tidak pantas untuk

dilakukan dalam suatu kelompok.Norma di dalam kelompok

mengidentifikasikan anggota kelompok itu berperilaku, seperti benar atau salah,

baik atau buruk, cocok atau tidak cocok, serta diizinkan atau tidak diizinkan.

(39)

sendiri. Pengembangan norma dalam suatu kelompok digunakan untuk mengatur

perilaku anggota kelompok.

Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang

melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia

menjalankan suatu peran.

5. Tipe Komunikasi Kelompok

Ronald B. Adler dan George Rodman dalam Onong Efendi (2006; 115)

membagi kelompok kecil dalam tiga tipe, yaitu:

1. Kelompok Belajar (Learning Group) Kata „belajar’ atau learning, tidak

tertuju pada pengertian pendidikan sekolah saja, namun juga termasuk

belajar dalam kelompok (learning group), seperti kelompok keterampilan,

kelompok belajar musik, kelompok bela diri, kelompok diskusi dan

sebagainya. Tujuannya adalah meningkatkan informasi, pengetahuan, dan

kemampuan diri para anggotanya.

2. Kelompok Petumbuhan (Growth Group) Kelompok pertumbuhan

memusatkan perhatiannya kepada permasalahan pribadi yang dihadapi para

anggotanya. Wujud nyatanya adalah kelompok bimbingan perkawinan,

kelompok bimbingan psikologi, kelompok terapi, serta kelompok yang

memusatkan aktivitasnya pada pertumbuhan keyakinan diri, yang biasa

(40)

3. Kelompok Pemecahan Masalah (Problem Solving Group) Kelompok ini

bertujuan untuk membantu anggota kelompok lainnya memecahkan

masalahnya. Kelompok akan memberi akses informasi kepada individu

sehubungan dengan masalah yang dialaminya, berupa pengalaman anggota

kelompok lain ketika menghadapi masalah yang sama, atau informasi lain

yang dapat membantu individu memecahkan masalahnya.

6. Fungsi Komunikasi Kelompok

Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh adanya

fungsi-fungsi yang akan dilaksanakannya. Fungsi-fungsi-fungsi tersebut mencakup fungsi-fungsi

hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecah masalah dan pembuatan

keputusan dan fungsi terapi.

Semua fungsi ini dimanfaatkan untuk pembuatan kepentingan masyarakat,

kelompok dan para anggota kelompok itu sendiri. Adapun fungsi komunikasi

kelompok (Djuarsa, 2003;26) adalah sebagai berikut:

1. Fungsi pertama dalam kelompok adalah hubungan sosial, dalam arti

bagaimana suatu kelompok mampu memelihara dan memantapkan

hubungan sosial antara para anggotanya seperti bagaimana suatu kelompok

secara rutin memberikan kesempatan kepada anggota untuk melakukan

(41)

2. Pendidikan adalah fungsi kedua dari kelompok dalam arti bagaimana sebuah

kelompok secara fomal maupun informal bekerja untuk mencapai dan

mempertukarkan pengetahun.

3. Dalam fungsi persuasi, seseorang anggota kelompok berupaya

mempersuasikan anggota lainnya supaya melakukan atau tidak melakukan

sesuatu. Seseorang yang terlihat usaha-usaha persuasif dalam suatu

kelompok membawa resiko untuk tidak diterima oleh para anggota lainnya.

4. Fungsi kelompok juga dicerminkan dengan kegiatan-kegiatannya untuk

memecahkan persoalan dan membuat keputusan-keputusan. Pemecah

masalah (problem solving) berkaitan dengan penemuan alternatif atau solusi

yang tidak diketetahui sebelumnya. Sedangkan pembuatan keputusan

(decision making) berhubungan dengan pemilihan antara dua atau lebih

solusi.

5. Terapi adalah fungsi kelima dari kelompok. Kelompok terapi memiliki

perbedaan dengan kelompok lainnya, karena kelompok terapi tidak

memiliki tujuan. Objek dari kelompok terapi adlaah membantu setiap

individu mencapai perubahan personalnya.

7. Tujuan Komunikasi Kelompok

Dalam Rakhmat (1994;141), suatu kelompok diperlukan kesadaran pada

anggota-anggotanya akan ikatan yang sama yang mempersatukan mereka.

(42)

dan melibatkan interaksi antar anggotanya. Adapun tujuan komunikasi

kelompok dapat dikatagorikan menjadi dua, yaitu;

1. Tujuan Personal

Komunikasi ini dilakukan agar kita dapat bergaul dengan orang lain.

Tujuannya adalah memperkuat hubungan interpersonal dan menaikkan

kesejahteraan kita. Selain itu sebagai penyaluran yang biasa dilakukan

dalam suasa yang mendukung adanya pertukaran atau dalam diskusi

keluarganya, dimana keterbukaan diri sangat dibutuhkan. Tujuan ini juga

cenderung, memfokuskan komunikasi kepada masalah personal daripada

hubungan interpersonal.

2. Tujuan yang berhubungan dengan pekerjaan.

Orang-orang berkumpul bersama dalam kelompok untuk membuat

keputusan mengenai sesuatu. Bila orang berpartisipasi dalam pembuatan

keputusan, mereka lebih suka menerima hasil kerjanya dan melakukannya

dengan baik. Selain itu kelompok adalah cara yang terbaik dalam

memecahkan masalah. Sehing sebagai dapat pula menyempurnakan

hubungan yang kurang baik.

8. Bentuk Komunikasi Kelompok

Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan

sosiologi, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

(43)

Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (Rakhmat, 1994;142) mengatakan

bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya

berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asiosiasi dan

kerjasama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang

anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh

hati kita.

Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik

komunikasinya, sebagai berikut:

A. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan

meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling

tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage(perilaku yang kita

tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali

kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada

kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.

B. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan

kelompok sekunder nonpersonal.

C. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan

daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya.

D. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan

(44)

E. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan

kelompok sekunder formal.

2. Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan

Theodore Newcomb (Rakhmat, 1994;144) melahirkan istilah kelompok

keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group).

Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara

administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok

rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard)

untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.

3. Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif

John F. Cragan dan David W. Wright, 1990 (Rakhmat, 1994;147) membagi

kelompok menjadi dua, yaitu deskriptif dan preskriptif. Kategori deskriptif

menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya

secara ilmiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi.

Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif

dibedakan menjadi tiga: a. kelompok tugas; b. kelompok pertemuan;

dan c. kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan memecahkan

masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik.

Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka

sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih

(45)

kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama

menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner

radikal; (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup

banyak.

Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh

anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright

mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja

bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur

parlementer.

F. Tinjauan Tentang Polisi Cilik

1. Polisi Cilik

Pada tinjauan polisi cilik peneliti belum menemukan penjelasan secara teoritis

dibuku maupun literatur atau dokumen lain tentang pocil sehingga tinjauan

tentang Pocil (Polisi Cilik) didasarkan pada hasil wawancara dengan pihak yang

berwenang atau bertanggung jawab yang dianggap memiliki kompetensi untuk

menjelaskan hal tersebut. Pada hasil wawancara Aiptu Budiono Kasubnit 2

Dikyasa Sat Lantas Polresta Bandar Lampung mengatakan Polisi Cilik

merupakan organisasi kecil yang dibuat dalam bentuk pendidikan karakter.

Awal mula terbentuknya Polisi Cilik merupakan cikal bakal dari satuan lalu

(46)

pada hari ulang tahun bhayangkara. Polisi Cilik yang hanya awalnya hanya ada

di Indramayu Jawa Barat kian berkembang dan sudah ada di Lampung,

Kalimantan Selatan dan kini berkembang di pulau Jawa. Polisi cilik merupakan

program yang dibuat oleh Kapolri sebagai program kemitraan kemasyarakatkan

dengan program PKS (Polisi Keamanan Sekolah) yang berkoordinasi serta

bekerjasama dengan dinas pendidikan. Polisi Cilik dewasa ini menjadi unit

kelambagaan pendidikan karakter anak sekolah dasar dengan target duduk

dibangku kelas 3, 4 dan 5.

Tujuan dibentuknya Polisi Cilik ialah sebagai salah satu pendidikan karakter

melalui pendidikan informal, sebagai salah satu implementasi mendekatkan

masyarakat kepada Polri dan memperlihatkan kepada lingkungan bahwa anak

kecil mampu bersikap siap dan disiplin serta menyayangi lingkungan sekitar.

2. Polisi Cilik Lampung

Tinjauan tentang Polisi Cilik Lampung didapatkan dari pihak yang berkompeten

yang dapat memberikan informasi mengenai penjelasan tentang Pocil Polresta

Bandar Lampung terkait Polisi Cilik belum mempunyai penjelasan secara

teoritis dibuku maupun dokumen lain.

Menurut hasil wawancara kepada Aiptu Jonidi Kasubnit 1 Regident Polresta

Bandar Lampung Polisi Cilik Bandar Lampung dibentuk pada tahun 2011.

(47)

Polisi Cilik Bandar Lampung karena pada awalnya Polisi Cilik hanya ada di

Polda Lampung kini seluruh Polda harus membentuk polisi cilik.

Polisi Cilik bandar lampung merupakan polisi cilik yang pertama di Sumatera.

Polisi Cilik berkoordinasi dengan dinas pendidikan proses terbentuknya Polisi

Cilik dengan mensosialisasikan perektrutan Polisi Cilik melalui kepala sekolah

di setiap sekolah dasar. Kegiatan lain yang dilakukan oleh Pocil yaitu unjuk

kemampuan variasi formasi. Variasi Formasi adalah gerakan kolaborasi dengan

maksud menyampaikan pesan dari gerakan PBB, Gatur Lantas dan lain

sebagainya. Kegiatan melatih formasi ini merupakan pendidikan karakter hingga

pelatih dapat mendidik dan membentuk karakter yang diinginkan seperti

kedisiplinan, kesopanan, kesetiakawanan, rasa hormat dan menjadi warga negara

yang demokratis serta bertanggung jawab.

Polisi Cilik di seleksi dari sekolah dasar dengan target duduk dibangku

kelas 4 dan 5 dan syarat yang memenuhi perekrutan tersebut dengan memilih

anak yang berprestasi dengan nilai ranking 1- 10. Polisi Cilik dibentuk dengan

visi dan misi sebagai mitra kemasyarakatan, mendidik nilai dan moral anak agar

dapat menjadi contoh untuk anak-anak lainnya terutama disekolah dan guna

mendekatkan kepada masyarakat bahwa polisi mampu berinteraksi dengan

masyarakat bukan untuk ditakuti. Polisi cilik beriksar 30 orang anak dengan 2

(48)

G. Kerangka Pikir

Komunikasi adalah proses di mana komunikator menyampaikan stimulus atau

pesan yang biasanya dalam bentuk kata-kata dengan tujuan mengubah atau

membentuk perilaku komunikan, yang dengan perubahan ini akan diperoleh

persamaan persepsi dan tujuan. Komunikasi adalah media yang menguhubungkan

manusia dengan manusia lainnya dalam konteks kehidupan sosial atau pendidikan,

termaksud di dalamnya adalah komunikasi yang terjadi antara pelatih dengan polisi

cilik. Pada pelatihan peserta didik Pocil proses komunikasi dilakukan dengan

komunikasi yang efektif. Komunikasi kelompok digunakan sebagai proses

komunikasi pelatih dan Pocil dalam latihan baris-bebaris, sementara dalam

komunikasi kelompok.

Komunikasi yang dijalin antara pelatih dengan Polisi Cilik adalah komunikasi

kelompok. Demi mengetahui proses komunikasi dalam proses pelatihan polisi cilik

maka diperlukan komunikasi yang efektif. Pada pelatih di Polresta Bandar

Lampung yang secara langsung berinteraksi dengan para Polisi Cilik ini diharapkan

mampu berkomunikasi secara baik dan efektif dengan para polisi cilik, dengan

mempertimbangkan bahwa pesan-pesan komunikasi akan disampaikan kepada

manusia Polisi Cilik akan mengalami berbagai perubahan fungsi kehidupan baik

fisik, mental, dan sosial. Oleh karena itu, pelatih harus memperhitungkan kondisi

dan situasi dari komunikan yang dihadapi, agar pesan yang disampaikan dapat

(49)

Komunikasi antara pelatih dan Polisi Cilik dalam pelatihan ini ialah proses

penyampaian pesan-pesan dari pelatih pada anak didik/Pocil mengenai segala

sesuatu yang terkait dengan upaya proses pelatihan pada Polisi Cilik yang dilihat

dari komunikasi yang efektif. Berdasarkan uraian diatas, peneliti bermaksud

mengetahui proses komunikasi kelompok yang digunakan pelatih dalam melatih

Polisi Cilik dengan menerapkan teori Kelman dan komunikasi pada Polisi Cilik

di Polresta Bandar Lampung. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan

(50)

Bagan Kerangka Pikir

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Komunikasi Kelompok

Pendidikan Karakter

Program Polisi Cilik POLRESTA

Kegiatan Poci: Latihan baris-berbaris, Renang, Kursus Bahasa

Inggris, Pengetahuan Agama

Pelatih Polisi Cilik

Indikator Keberhasilan:

(51)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif dengan menggunakan

deskriptif pendekatan kualitatif. Penelitian memiliki tujuan untuk menjelaskan

proses komunikasi pelatih Pocil (Polisi Cilik) dalam bentuk pendidikan

karakter. Penelitian deskriptif menurut Issac dan Michael (Rakhmat, 2005:22)

adalah metode penelitian yang bertujuan melukiskan secara sistematis fakta

atau karakteristik populasi tertentu secara faktual dan cermat.

Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan

investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap

muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian

(Rakhmat, 2005:23).

1. Definisi Konsep

[[

Definis konseptual adalah pemikiran dari konsep yang digunakan sehingga

akan memudahkan penulis untuk mengoperasionalkan konsep tersebut

(52)

Komunikasi kelompok Michael Burgoon dalam Effendi (2006: 122)

mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap

muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui,

seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana

anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi

anggota-anggota yang lain secara tepat. Komunikasi kelompok dapat terjadi

dimana saja, termaksud proses komunikasi yang terjadi antara pelatih

dan Polisi Cilik di Polresta Bandar Lampung.

2. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter merupakan berbagai usaha yang dilakukan

bersama-sama dengan orangtua dan masyarakat untuk membantu

anak-anak- dan remaja agar menjadi atau memiliki sifat peduli, berpendirian,

dan bertanggung jawab.

3. Pelatih

Pelatih merupakan seorang ataupun tim yang bekerjasama untuk

mempersiapkan fisik maupun mental Pocil saat proses latihan pocil

berjalan.

4. Polisi Cilik Lampung

Pocil merupakan yang masih aktif dalam kegiatan, yang siap dilatih

oleh pelatih Polisi Cilik, umur 9 dan 10 tahun sekolah dasar dan

(53)

Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah fokus kajian penelitian yang

hendak diteliti. Fokus penelitian berperan penting sebagai batasan studi

dalam kajian penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian

penulis adalah bagaimana proses komunikasi kelompok pelatih Polisi Cilik

(Pocil) dalam pendidikan karakter yang kemudian difokuskan lagi menjadi:

“Untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi kelompok pelatih dalam

melatih pocil dalam mendidik karakter pocil”.

3. Informan

Langkah awal untuk memperoleh informasi dalam penelitian ini adalah

dengan menentukan terlebih dahulu informan penelitian. Sebelum

menentukan informan penelitian, teknik pemilihan informan adalah dengan

teknik purposive (disengaja). Dalam Metode penelitian (2011:60) teknik

purposive bersifat tidak acak, subjek dipilih berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang digunakan dalam penentuan

informan penelitian ini adalah;

a. Pelatih adalah individu yang menaungi dan mempunyai wewenang atas

komunikasi yang ingin dijalankan pada peserta didik

b. Informan menegtahui karakteristik Polisi Cilik (Pocil) yang masih aktif

dalam kegiatan, yang siap dilatih oleh pelatih polisi cilik, umur 9 dan 10

tahun SD 2 Rawa Laut, SD 1 & 2 Sumurbatu, SD 1&2 Palapa, SD 1&2

Gotong Royong SD Negeri 3 Waykandis.

(54)

2. Sebagai pengarah dalam pembinaan

3. Sebagai pemberi motivasi

Berdasarkan kriteria diatas, maka peneliti menentukan informan dalam

penelitian ini yaitu pelatih Pocil pada Polresta Bandar Lampung dengan

jumlah 2 orang. Selain harus memenuhi pertimbangan diatas, para Pocil

yang diadikan informan pendukung dalam penelitian ini ditentukan dari

jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) dan umur 2 orang Pocil berusia 9

tahun dan 2 orang Pocil berusia 10 tahun. Serta informan pendukung

lainnya untuk memastikan bahwa data akurat peneliti memilih 2 orang guru

dan 4 orangtua Pocil sebagai informan tambahan

1. Sumber Data

Menurut Moeleong dalam Metode Penelitian (2011; 38), sumber data utama

dari penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah

data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

1. Data Primer

Data primer adalah data utama yang diperlukan dalam penelitian ini, data

yang diambil adalah data-data hasil wawancara dengan orang yang

berwenang mempunyai kemampuan untuk mendidik pocil yaitu pelatih

(55)

berjalan. Data ini terdiri dari 2 informan pelatih yaitu;

a. Informan 1

Informan pertama bernama Jonidi, pangkat Inspektur Polisi Dua.

Beliau lahir di Labuhan Maringgai pada tanggal 12-06-1967.

Beliau adalah pelatih Pocil. Bandar Lampung, masa kerja di

polisi 28 Tahun.

b. Informan 2

Informan kedua bernama Budiono, pangkat Kasubnit 1 Dikyasa.

Beliau lahir di Bantul pada tanggal 10 November 1962. Beliau

adalah pelatih pocil.

2. Data Sekunder

Data sekunder penelitian ini adalah data-data yang diperoleh dari hasil

observasi dilapangan, dokumentasi, catatan-catatan, arsip-arsip yang

telah tersedia . Dalam penulisan ini penulis mengumpulkan data-data dan

profil serta tujuan pendidikan karakter Pocil di Polresta Bandar

Lampung.

2. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara (Interview)

Dilakukan dengan mengjukan pernyataan yang telah dipersiapkan

sebagai panduan pernyataan secara langsung dan secara mendalam pada

(56)

skripsi ini.

Dalam penelitian ini penulis telah mewawancarai pelatih Polisi Cilik

(Pocil) yang sudah terpilih menjadi informan. Wawancara yang telah

penulis lakukan dengan 2 informan yang berkompetensi dan berkaitan

langsung dengan pelatihan Pocil di Polresta Bandar Lampung

Wawancara yaitu informan pelatih satu Akp. Jonidi diwawancarai pada

hari Senin, tanggal 9 Februari 2015. Informan pelatih kedua Akp.

Budiono diwawancarai pada hari Selasa, tanggal 17 Februari 2015 di di

Polresta Bandar Lampung. Kemudian peneliti memasukan informan

tambahan seperti guru yang dilakukan wawancara di SD 2 Gotong

Royong dan SD N 3 waykandis, orang tua, serta anggota Pocil sendiri

agar data yang didapatkan lebih lengkap sehingga diketahui bagaimana

keseharian sikap dan prilaku Pocil baik dirumah dan disekolah

sehingga akan diketahui karakternya apabila mempunyai perbedaan

dengan anggota lainnya.

2. Observasi

Dilakukan dengan cara turun langsung ke lokasi penelitian untuk

mendapatkan data atau fakta-fakta yang berkaitan dengan permasalahan

yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini. Dalam penelitian ini,

lokasi penelitianya adalah di Polresta Bandar Lampung yang telah

dilakukan dari tanggal 30 Januari 2015 hingga 1 Maret 2015 dengan

maksimal waktu 3 jam dengan 12 kali observasi lapangan. Observasi

(57)

sehingga data yang peneliti dapatkan dari wawancara tersebut.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan data yang diperoleh dari pelatih Pocil.

Dokumentasi telah dilakukan oleh peneliti di Lapangan Polresta Bandar

Lampung, Lab Bahasa SMPN 25 Bandar Lampung dan di Kolam

renang Marcopolo Bandar Lampung. Hal ini untuk menggambarkan

bagaimana kegiatan yang dilakukan oleh pocil.

Peneliti juga menggunakan arsip dokumen Polresta Bandar Lampung

seperti buku Profil Pocil Polresta Bandar Lampung tahun 2011.

4. Studi Kepustakaan

Dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder, maka peneliti

melakukan serangkaian studi berbagai buku, refrensi atau informasi lain

yang ada hubungannya dengan permasalahan skripsi ini. Peneliti

memasukan 2 studi kepustakaan penelitian terdahulu. Kemudian

peneliti memasukan tinjauan tentang komunikasi kelompok, Polisi

Cilik, pendidikan karakter sebagai informasi dalam penulisan skripsi ini

dengan menggunakan buku-buku komunikasi atau yang berkaitan

(58)

Tenik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis kualitatif,

yang meliputi tiga tahapan (Moeleong, 2005: 288) sebagai berikut:

1. Reduksi data

Reduksi data dilakukan selama penelitian berlangsung, setelah peneliti di

lapangan Polresta Bandarlampung, sampai laporan tersusun. Cara yang

dipakai dalam reduksi data ini dilakukan dengan seleksi ketat dari

ringkasan atau uraian singkat dan menggolongkan ke dalam suatu pola

yang lebih luas.

Dari sekian aktivitas kegiatan peneliti menggolongkan,

mengkelompokkan mana yang bentuk komunikasi kelompok dan mana

tidak yang menggunakan komunikasi kelompok.sehingga untuk yang

tidak menggunakan komunikasi kelompok tidak dibahas karena

penelitian ini memfokuskan pada komunikasi kelompok Pocil.

2. Display (Penyajian Data)

Penyajian data merupakan alur kedua dalam kegiatan analisis data. Data

dan informasi yang sudah diperoleh di lapangan dimasukkan ke dalam

suatu tabel dan transkip wawancara dengan kedua pelatih Pocil yaitu

Akp. Jonidi dan Akp. Budiono serta Ibu guru, Orangtua dan Pocil.

Adapun data yang diperoleh dari teknik observasi disajikan dalam bentuk

uraian melengkapi penjelasan dari data yang diperoleh dari wawancara.

Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi yang tersusun dan

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan serta cara yang

(59)

terhadap hal-hal yang dibahas dalam penelitian ini.

3. Verifikasi Data (Penarikan Kesimpulan)

Begitu wawancara disajikan dengan tabel dan transkip, maka kesimpulan

awal dapat dilakukan. Sekumpulan informasi yang tersusun

memungkinkan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari suatu kegiatan.

Kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Dalam

penelitian kualitatif, prinsip pokok teknik analisanya ialah mengolah dan

menganalisa data-data yang terkumpul menjadi data yang sistematik,

teratur, terstruktur dan mempunyai makna.

4. Teknik Keabsahan Data

Pada penelitian ini penulis menggunakan beberapa kriteria dalam teknik

keabsahan data menurut Moleong (2010;324), pemeriksaan perlu dilakukan

demi menetapkan keabsahan data peneliti. Berikut ini beberapa kriteria

pelaksaan pemeriksaan yang telah dilakukan pada penelitian ini;

1. Derajat Kepercayan

Untuk memenuhi kriteria ini diperlukan beberapa ikhtisar seperti;

a. Memperpanjang keikutsertaan. Peneliti telah melakukan penelitian

dari tanggal 30 Januari 2015 hingga 1 Maret 2015 dengan kurun

waktu 3-4 jam perhari pada saat Pocil sedang berlatih. Peneliti

(60)

penelitian maka semakin banyak informasi yang peneliti dapat

terkait data yang diperoleh.

b. Ketekunan pengamatan. Peneliti membatasi berbagai pengaruh

dengan menentukan ciri-ciri atau unsur dalam situasi yang sangat

relevan dengan fokus penelitian sehingga menghasilkan data yang

akurat. Peneliti melakukan pengecekan kembali apakah data yang

ditemukan benar atau tidak. Selain itu, peneliti juga dapat

mendeskripsikan data dengan akurat dan sistematis

c. Triangulasi. Peneliti membandingkan data yang diperoleh

dilapangan dengan data lain yang masih berkaitan dari berbagai

sumber, metode, atau teori. Peneliti membandingkan kebenaran

hasil wawancara dengan mengamati kenyataan yang terjadi di

lapangan. Peneliti melakukan tringualisi sumber dengan cara

mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber, kemudian

dideskripsikan, dikategorikan, dan diminta kesepakatan untuk

mendapatkan kesimpulan.

d. Pemeriksaan Sejawat. Peneliti melakukan diskusi dengan

rekan-rekan yang memiliki pengetahuan yang sama mengenai penelitian.

Teman sejawat yang dipilih peneliti yaitu Ika Soebroto dan

Dewinta Anjani yang ikutserta dalam observasi lapangan sehingga

terjadi proses review persepsi. Kedua teman sejawat mengikuti

kegiatan peneliti dalam observasi lapangan kemudian berdasarkan

Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir
Gambar No. 2

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran asupan energi dan zat gizi (karbohidrat, lemak total, asam lemak jenuh (SFA/ Saturated Fatty

Jenis ikan buntal yang paling banyak ditemukan di Muara Perairan Bengkalis Kabupaten Bengkalis berada pada muara Sungai Pakning yaitu 7 spesies.. Hal ini

Dalam kenyataannya saat ini seni budaya yang ada di Indonesia bahkan di dunia ini adalah tanda. Tanda itu sendiri merupakan suatu proseses komunikasi yang disampaikan dari

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada tahun 2002 mengenai alasan masyarakat Jepang untuk tidak memiliki anak dalam jumlah ideal, dapat terlihat bahwa mayoritas

Oleh karena itu, penundaan memiliki anak yang banyak terjadi pada wanita bekerja dan telah menikah di Jepang saat ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya taraf pendidikan yang

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-4/W4, 2017 Tehran's Joint ISPRS Conferences of GI Research, SMPR

Melakukan investasi di pasar modal merupakan upaya persiapan seseorang di masa mendatang untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi, oleh karenanya pengelolaan

Status capaian kinerja pelayanan air minum Kabupaten Pati dengan menggunakan indikator target Proporsi Penduduk atau rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air