ABSTRAK
Magdalena Lolita Oktavia. 2014. Pengaruh Perbedaan Gender Terhadap Hasil Belajar Fisika Aspek Produk dan Proses Pada Siswa Kelas IX Honesty SMP Joannes Bosco Semester Ganjil Tahun Ajaran 2013/ 2014 Pada Pokok Bahasan Hukum Ohm dan Rangkaian Seri Paralel Melalui Metode Inkuiri Terbimbing. Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar fisika aspek produk dan proses antara siswa laki- laki dan perempuan pada pokok bahasan Hukum Ohm dan rangkaian seri-paralel melalui metode inkuiri terbimbing. Penelitian ini digolongkan dalam jenis penelitian eksperimen kuantitatif. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa siswi kelas IX Honesty SMP Joannes Bosco Yogyakarta yang berjumlah 18 siswa.
Instrumen dalam penelitian ini meliputi instrument perlakuan dan instrument pengukuran. Instrumen perlakuan berupa rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) beserta Lembar Kerja Siswa (LKS) dan insrumen pengukuran berupa soal-soal pretest- postest beserta lembar penilaian kognitif proses. Sebelum digunakan, semua instrument dilakukan validasi isi oleh para ahli dan validasi isi korelasi butir dengan total atau uji butir dan dinyatakan sudah memenuhi syarat yang ditetapkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pembelajaran fisika dengan inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar aspek kognitif produk pada siswa laki-laki dan perempuan; (2) Secara rinci perbedaan gender mempengaruhi hasil belajar aspek kognitif proses. Siswa perempuan lebih unggul dalam merancang langkah-langkah percobaan dan menggambar grafik daripada siswa laki-laki. Siswa laki-laki lebih unggul dalam mengumpulkan data percobaan daripada siswa perempuan. Baik siswa laki-laki maupun perempuan tidak ada perbedaan yang signifikan untuk kemampuan menarik hipotesis, menentukan variable-variabel, menganalisa data, dan menarik kesimpulan.
ABSTRACT
Magdalena Lolita Oktavia. 2014. The Influence of Gender Difference towards Product and Process Aspects of Physics Learning Outcome of 9th Graders of ‘Honesty’ Class in Joannes Bosco Junior High School during Odd Semester in Academic Year 2013/ 2014 on Ohm Law and Parallel-Series Circuit Subject using Guided Inquiry Method. Thesis. Physics Education Study Program, Department of Science and Mathematic Education, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University Yogyakarta.
This reaserch aim for understanding the difference towards product and process aspects of physics learning outcome between male students and female students on Ohm law and parallel-series circuit subject using guided inquiry method. The research is categorized into experiment quantitative research. The subject of this research is 9th graders of “Honesty” class in Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta that consist of 18 students.
The instruments used in this research were treatment instrument and measuring instrument. Treatment instrument consists of lesson plans and worksheets. Meanwhile, measuring instrument consists of pre- test exercises including the cognitive process assessment sheet. Content validations on all instruments are conducted by some experts and content validation on item whole correlation or item test prior to the research; and all of them are considered qualified.
The results of this research show (1) the physics learning through guided inquiry increases the cognitive product aspect learning outcome towards male and female students; (2) The gender difference influences the cognitive product aspect learning outcome specifically. Female students are superior in designing experiment steps and drawing graphic to male students. The male students are superior in collecting experiment data to female students. There is no significant differences between male and female students in formulating hypothesis, deciding variables, analyzing data, and drawing conclusion.
PENGARUH PERBEDAAN GENDER TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA ASPEK PRODUK DAN PROSES PADA SISWA KELAS IX “HONESTY” SMP JOANNES BOSCO SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2013/ 2014
PADA POKOK BAHASAN HUKUM OHM DAN RANGKAIAN SERI-PARALEL MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Disusun oleh : Magdalena Lolita Oktavia
NIM : 091424010
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
PENGARUH PERBEDAAN GENDER TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA ASPEK PRODUK DAN PROSES PADA SISWA KELAS IX “HONESTY” SMP JOANNES BOSCO SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2013/ 2014
PADA POKOK BAHASAN HUKUM OHM DAN RANGKAIAN SERI-PARALEL MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Disusun oleh : Magdalena Lolita Oktavia
NIM : 091424010
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Terpujilah TUHAN, sebab kasih setia-Nya ditunjukkan-Nya kepadaku dengan ajaib pada waktu kesesakan! Aku menyangka dalam kebingunganku:‟Aku telah terbuang dari hadapan mata-Mu.‟ Tetapi sesungguhnya Engkau mendengarkan
suara permohonanku, ketika aku berteriak kepada-Mu minta tolong.”
(Mazmur 31: 22-23)
“Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.”
(Mazmur 23: 4)
Ku persembahkan karya ini untukmu:
Ayah dan ibuku tersayang: Yohanes Rahmat dan Sisilia Titik Supriyati
Adekku : Margareta Fety Oktavia,
Si gendut: M. Randy Pratama Putra
Tak terbatas kasihmu untukku sampai detik ini…
bimbingan, doa, semangat dan dukungan selalu ku terima …
hanya ungkapan kecil yang dapat ku haturkan.,,
vii ABSTRAK
Magdalena Lolita Oktavia. 2014. Pengaruh Perbedaan Gender Terhadap Hasil Belajar Fisika Aspek Produk dan Proses Pada Siswa Kelas IX Honesty SMP Joannes Bosco Semester Ganjil Tahun Ajaran 2013/ 2014 Pada Pokok Bahasan Hukum Ohm dan Rangkaian Seri Paralel Melalui Metode Inkuiri Terbimbing. Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar fisika aspek produk dan proses antara siswa laki- laki dan perempuan pada pokok bahasan Hukum Ohm dan rangkaian seri-paralel melalui metode inkuiri terbimbing. Penelitian ini digolongkan dalam jenis penelitian eksperimen kuantitatif. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa siswi kelas IX Honesty SMP Joannes Bosco Yogyakarta yang berjumlah 18 siswa.
Instrumen dalam penelitian ini meliputi instrument perlakuan dan instrument pengukuran. Instrumen perlakuan berupa rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) beserta Lembar Kerja Siswa (LKS) dan insrumen pengukuran berupa soal-soal pretest- postest beserta lembar penilaian kognitif proses. Sebelum digunakan, semua instrument dilakukan validasi isi oleh para ahli dan validasi isi korelasi butir dengan total atau uji butir dan dinyatakan sudah memenuhi syarat yang ditetapkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pembelajaran fisika dengan inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar aspek kognitif produk pada siswa laki-laki dan perempuan; (2) Secara rinci perbedaan gender mempengaruhi hasil belajar aspek kognitif proses. Siswa perempuan lebih unggul dalam merancang langkah-langkah percobaan dan menggambar grafik daripada siswa laki-laki. Siswa laki-laki lebih unggul dalam mengumpulkan data percobaan daripada siswa perempuan. Baik siswa laki-laki maupun perempuan tidak ada perbedaan yang signifikan untuk kemampuan menarik hipotesis, menentukan variable-variabel, menganalisa data, dan menarik kesimpulan.
viii ABSTRACT
Magdalena Lolita Oktavia. 2014. The Influence of Gender Difference towards Product and Process Aspects of Physics Learning Outcome of 9th Graders of ‘Honesty’ Class in Joannes Bosco Junior High School during Odd Semester in Academic Year 2013/ 2014 on Ohm Law and Parallel-Series Circuit Subject using Guided Inquiry Method. Thesis. Physics Education Study Program, Department of Science and Mathematic Education, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University Yogyakarta.
This reaserch aim for understanding the difference towards product and process aspects of physics learning outcome between male students and female students on Ohm law and parallel-series circuit subject using guided inquiry method. The research is categorized into experiment quantitative research. The subject of this research is 9th graders of “Honesty” class in Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta that consist of 18 students.
The instruments used in this research were treatment instrument and measuring instrument. Treatment instrument consists of lesson plans and worksheets. Meanwhile, measuring instrument consists of pre- test exercises including the cognitive process assessment sheet. Content validations on all instruments are conducted by some experts and content validation on item whole correlation or item test prior to the research; and all of them are considered qualified.
The results of this research show (1) the physics learning through guided inquiry increases the cognitive product aspect learning outcome towards male and female students; (2) The gender difference influences the cognitive product aspect learning outcome specifically. Female students are superior in designing experiment steps and drawing graphic to male students. The male students are superior in collecting experiment data to female students. There is no significant differences between male and female students in formulating hypothesis, deciding variables, analyzing data, and drawing conclusion.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas cinta dan karunia- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dharma.
Dalam penysunan skripsi ini penulis memperoleh banyak pengalaman baru, dan menemui adanya hambatan. Akan tetapi hambatan tersebut dapat dilalui berkat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Drs. Aufridus Atmadi, M.Si.,selaku dosen pembimbing yang telah memberikan semangat, dorongan, dan saran serta telah meluangkan waktu untuk membantu penulis selama penyusunan skripsi ini;
2. Bapak Rohandi, Ph.D; Bapak Drs. Severinus Domi, M.Si dan Romo Dr. Paul Suparno, SJ., MST yang telah membantu dalam penyusunan instrument;
3. Ibu Dwi Nugraheni Rositawati, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing selama perkuliahan dan semangat dalam penulisan skripsi;
4. Bapak Dr.Ign Edi Santosa,M.S yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk memanfaatkan laboratorium fisika.
5. Segenap dosen dan karyawan JPMIPA Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing, membantu, serta memberikan ilmunya selama belajar di Universitas Sanata Dharma;
6. Drs. Y. Sugiarto, selaku kepala SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/ 2013 dan Ag. Nuranisah. S, S.Ag., selaku kepala SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2013/ 2014 yang telah memberikan kesempatan serta ijin untuk melakukan penelitian;
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR DIAGRAM...xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Batasan Masalah ... 5
D. Hipotesis ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 6
xi
BAB II LANDASAN TEORI ... 7
A.Belajar dan Pembelajaran ... 7
B.Proses Pembelajaran ... 8
C.Hasil Pembelajaran ... 10
D.Gender ... 18
1. Pandangan Tentang Gender... 18
2. Sterotip Gender...20
3. Persamaan dan Perbedaan Gender... 22
4. Bias Gender...24
E. Metode Inkuiri ... . 26
1. Pengertian Pembelajaran Metode Inkuiri...26
2. Langkah-langkah Metode Inkuiri...27
3. Jenis- jenis Metode Inkuiri...29
4. Syarat Inkuiri...31
5. Unsur Penting dalam Metode Inkuiri...32
6. Keuntungan Metode Inkuiri...33
F. Hukum Ohm dan Rangkaian Listrik Seri- Paralel ... .36
1. Arus dan Beda Potensial Listrik...36
2. Alat Ukur...36
3. Hukum Ohm...38
4. Rangkaian Seri dan Paralel...39
xii
BAB III METODE PENELITIAN ... 44
A. Design Penelitian ... 44
B. Subyek Penelitian ... 44
C. Waktu dan Tempat ... 45
D. Variabel Penelitian ... 45
E. Prosedur Penelitian ... 46
F. Instrumen Penelitian ... 50
G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 60
H. Tehnik Analisa Data ... 62
BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 99
A. Persiapan Sebelum Penelitian ... 99
B. Pelaksanaan Penelitian ... 100
C. Data dan Analisis ... 107
1. Validitas dan Reliabilitas Pretest Postest...107
2. Data dan Analiis Hasil Penelitian...108
D. Pembahasan ... 114
BAB V PENUTUP ... 116
A. Kesimpulan ... 116
B. Saran ... 118
C. Keterbatasan Penelitian...118
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Daftar Kategori Jenis Perlakuan Ranah Kognitif
Berdasarkan Kata- kata Kerja Operasional 14
Tabel 3.1 Aspek Kognitif dan Kriteria Pencapaian Aspek yang Diukur 56
Tabel 3.2 Kisi-kisi Soal Pretest dan Postest Menurut Indikator Hasil Belajar dan Aspek yang Diukur 58
Tabel 3.3 Distribusi Soal Pretest dan Postest Berdasarkan Indikator Hasil Belajar yang Diukur 59
Tabel 3.4 Rubrik Penilaian Pretest 64
Tabel 3.5 Rubrik Penilaian Postest 75
Tabel 3.6 Soal Pretes dan Skor Maksimal 86
Tabel 3.7 Soal Postest dan Skor Maksimal 89
Tabel 3.8 Spesifikasi Lembar Penilaian Kognitif Produk dan Proses 92
Tabel 3.9 Rubrik Penilaian Kognitif Proses I Hukum Ohm 93
Tabel 3.10 Rubrik Penilaian Kognitif Proses II Menyelidiki Rangkaian Listrik Seri dan Paralel 96
Tabel 3.11 Patokan Skor Kemampuan Proses I dan II 98
Tabel 4.1 Jadwal Persiapan Sebelum Penelitian 99
Tabel 4.2 Jadwal Penelitian 100
xiv
Tabel 4.4 Hasil Uji Pretest Laki-laki dan Perempuan 110
Tabel 4.5 Hasil uji-T Pretest ke Postest Laki-laki dan Perempuan 110
Tabel 4.6 Nilai Rata-rata Kemampuan Proses Laki-laki
dan Perempuan 111
Tabel 4.7 Skor Rata-rata Hasil Uji-T Setiap Kemampuan
Kinerja Proses antara Laki-laki dan Perempuan 111
Tabel 4.8 Nilai Rata-rata dan Hasil Uji-T Postest
xv
DAFTAR DIAGRAM
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2 Gambar Rangkaian Seri 40
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A 122
1. Surat Ijin Penelitian 123
2. Surat Ijin Ujicoba Instrumen 124
3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian 125
LAMPIRAN B 126
1. Silabus 127
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 133
3. Lembar Kerja Siswa (LKS) Pembelajaran 146
LAMPIRAN C 164
1. Soal Pretest dan Kunci Jawaban 165
2. Soal Postest dan Kunci Jawaban 173
3. Lembar Penilaian Kinerja Proses dan Kunci Jawaban 181
LAMPIRAN D 192
1. Lampiran Hasill Pretest Siswa/I 193
2. Lampiran Hasil Postest Siswa/I 198
3. Lampiran Penilaian Kinerja Proses Siswa/I 205
LAMPIRAN E 221
1. Contoh Lembar Validitas Pakar 222
2. Hasil Skor dan Kelayakan Instrumen Menurut Ahli 228
xviii
LAMPIRAN F 241
1. Data Hasil Kinerja Pretes dan Postest 242
2. Skor dan Hasil Uji-T Pretest dan Postest 244
3. Data Hasil Kinerja Proses 251
4. Hasil Uji-T Kinerja Proses 260
LAMPIRAN G 267
1. Absensi Kehadiran Siswa 268
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan dasar utama yang sangat penting untuk
membentuk kualitas diri dan mencapai kesejahteraan. Tujuan dari belajar
adalah mencapai suatu perubahan ke arah yang dicita-citakan dengan cara
yang mudah. Didalam dunia pendidikan saat ini cara belajar mengajar
secara tradisional sudah mulai ditinggalkan. Seiring dengan kemajuan
zaman dan meningkatnya teknologi maka proses pendidikan akan
dipermudah, sehingga kualitas pendidikan juga mengikuti peningkatan
teknologi.
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
atau pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti
berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada
bagaimana proses belajar yang dialami oleh murid sebagai anak didik
(Supriyanto,Widodo dan Ahmad, H. Abu, 1991: 118).
Pengertian belajar menurut Supriyanto, dkk (1991) adalah suatu
proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
dengan lingkungan.
Kegiatan belajar atau pembelajaran bertujuan untuk mencapai hasil
kegiatannya berjalan secara berkesinambungan agar memperoleh suatu
tujuan.
Belajar merupakan suatu proses psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif subyek dengan lingkungannya dan yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan
nilai- sikap, yang bersifat konstan atau menetap. Perubahan-perubahan itu
dapat berupa sesuatu yang baru, yang segera tampak dalam perilaku nyata
atau yang masih tinggal tersembunyi; mungkin juga perubahan yang hanya
berupa penyempurnaan terhadap hal yang sudah pernah dipelajari. Proses
belajar dapat berlangsung dengan disertai kesadaran dan intensi, tetapi itu
tidak mutlak perlu (Winkel,W.S, 1983: 15).
Dalam pendidikan, Fisika merupakan salah satu matapelajaran
sains yang diarahkan untuk mempelajari alam secara sistematis. Dalam
prosesnya diperlukan suatu pengalaman dan penemuan dari
konsep-konsep dan prinsip-prinsip fisika, sehingga belajar fisika tidak hanya
menghafal materi-materi yang sudah ada karena fisika merupakan
matapelajaran sains yang diperoleh dari serangkaian penemuan ilmiah.
Menurut pengalaman praktikan selama mengalami proses belajar
mengajar dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, maupun
selama praktikan menjalani masa PPL di sekolah, mata pelajaran fisika
cenderung dianggap sebagai suatu mata pelajaran yang sulit bagi para
siswa, sehingga perhatian siswa untuk mata pelajaran fisika sangat kurang.
belajar secara mandiri untuk membangun konsep dan pemahamannya. Apa
yang guru sampaikan kepada siswa, itulah yang akan diterima dan
dimengerti oleh siswa.
Untuk mencapai suatu perubahan sebagai hasil dari belajar
diperlukan suatu metode atau cara untuk menunjang terlaksanaan proses
pembelajaran yang di cita-citakan. Pendekatan melalui penemuan atau
inkuiri terbimbing merupakan suatu cara untuk menggali kemampuan
siswa yang lebih mendalam dalam proses pembelajaran. Di dalam
serangkaian proses pembelajaran, siswa dituntut untuk menjadi pribadi
yang mandiri, aktif, kreatif, dan teliti. Tugas seorang guru adalah
membimbing dan mengarahkan pola pikir siswa melalui
pertayaan-pertanyaan menuju suatu diskusi untuk merumuskan suatu masalah,
menarik hipotesis, mengumpulkan data, membuat analisis, sampai pada
menarik kesimpulan. Untuk sampai pada tahap kesimpulan, siswa
diharapkan dapat menemukan bukti-bukti dari suatu kejadian yang telah
dipelajari.
Pertanyaan-pertanyaan arahan dari guru untuk siswa dapat
diberikan baik dengan memberikan pertanyaan secara langsung kepada
siswa maupun dengan menggunakan lembar kerja siswa (LKS). Lembar
kerja siswa (LKS) sudah dirancang secara khusus bagi siswa untuk
merumuskan suatu masalah hingga menarik kesimpulan.
Di sekolah, sering kali perbedaan gender siswa menjadi salah satu
(1996) menyatakan bahwa konsep gender adalah semua hal yang dapat
dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari
waktu ke waktu serta berbeda dari tempat ke tempat lainnya, maupun
berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain.
Penelitian mengenai perbedaan gender sudah banyak dilakukan
oleh para ahli. Dalam buku yang ditulis oleh Slavin, Robert E (2008)
dituliskan bahwa ringkasan 20 studi utama oleh Kim (2001) menemukan
bahwa dalam mata pelajaran matematika siswa laki-laki mempunyai nilai
yang lebih baik daripada siswa perempuan, sedangkan kebalikannnya
berlaku ujian untuk bahasa inggris. Greeblatt (Miece & Jones,1996: 394),
menemukan bahwa perempuan kurang termotivasi untuk belajar IPA
(sains) daripada laki-laki.
Berdasarkan alasan di atas, untuk keperluan penyusunan skripsi
penulis melaksanakan penelitian mengenai “Pengaruh Perbedaan Gender
Terhadap Hasil belajar Fisika Aspek Produk dan Proses pada Siswa
Kelas IX Honesty SMP Joannes Bosco Semester Ganjil Tahun Ajaran
2012/ 2013 Pada Pokok Bahasan Hukum Ohm dan Rangkaian
Seri-Paralel Melalui Metode Inkuiri Terbimbing”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang akan diteliti dapat
1. Adakah perbedaan hasil belajar fisika aspek produk antara siswa
laki-laki dan perempuan sebelum pembelajaran menggunakan metode
inkuiri terbimbing?
2. Adakah perbedaan hasil belajar fisika aspek produk dan aspek proses
antara siswa laki-laki dan perempuan melalui pembelajaran dengan
metode inkuiri terbimbing?
3. Apakah pembelajaran fisika dengan metode inkuiri terbimbing dapat
meningkatkan hasil belajar aspek produk pada siswa laki-laki dan siswa
perempuan?
C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan, sebagai
berikut:
1. Aspek yang dinilai hanya aspek produk dan aspek proses saja. Aspek
afektif dan aspek psikomotorik tidak termasuk di dalam penelitian ini.
2. Pokok bahasan materi yang akan diteliti adalah Hukum Ohm dan
rangkaian listrik seri-paralel.
D. Hipotesis
Dapat diambil hipotesis bahwa hasil belajar siswa perempuan
aspek produk lebih tinggi dari pada hasil belajar aspek produk pada siswa
laki-laki, sedangkan untuk hasil belajar aspek proses hasil belajar siswa
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini
adalah mengetahui perbedaan hasil belajar aspek produk dan proses antara
siswa laki-laki dan siswa perempuan pada pokok bahasan Hukum Ohm
dan rangkaian seri-paralel setelah mengalami proses pembelajaran dengan
metode inkuiri terbimbing.
F. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna bagi :
1. Siswa
Dengan penelitian ini diharapkan siswa memperoleh manfaat untuk
lebih memahami karakter diri dan termotivasi untuk mengembangkan
metode belajar melalui pendekatan proses untuk meningkatkan hasil
belajar.
2. Calon Guru
Dengan penelitian ini diharapkan calon guru dapat lebih memahami
karakteristik siswa berdasarkan perbedaan gender dalam proses
pembelajaran yang berdampak pada hasil belajar siswa.
3. Guru
Dengan penelitian ini diharapkan guru fisika dapat termotivasi untuk
mengembangkan metode inkuiri dalam pembelajaran sehingga
7 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Belajar dan Pembelajaran
Belajar sangat penting dalam dunia pendidikan. Belajar dapat
dilakukan di hampir semua tempat, baik itu belajar mandiri ataupun
belajar dengan guru. Pengertian tentang belajar telah didefinisikan oleh
banyak ahli.
Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah
melalui latihan atau pengalaman (James O.Whittaker dalam Supriyono,
dkk. 1991: 119). Howard L. Kingsley (dalam Supriyono, dkk. 1991: 20),
menyatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku dalam arti
luas ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan. Menurut Syah,
Muhibbin (2008: 91) belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan
seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif.
Atas dasar pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah serangkaian proses berkesinambungan yang menetap dalam
diri seseorang sebagai tahapan perubahan perilaku, pemahaman,
pengetahuan, dan pola pikir sebagai hasil dari pengalaman atau suatu
Menurut Surya, Mohamad (2004: 7) pembelajaran adalah suatu
proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan
perilaku yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan
perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Prinsip yang mendasari pengertian pembelajaran :
1. Pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku.
Individu yang sudah mengalami pembelajaran akan mengalami
perubahan dalam perilakunya.
2. Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara
keseluruhan. Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran
mencakup semua aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
3. Pembelajaran merupakan suatu proses, adanya suatu aktivitas
dengan lingkungannya yang terarah dan berkesinambungan.
4. Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang
mendorong dan ada sesuatu tujuan yang akan dicapai.
5. Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman dari situasi nyata
dalam lingkungannya.
B. Proses Pembelajaran
Proses mengajar terjadi bersamaan dengan proses belajar, karena
apabila ada yang belajar maka tentu ada yang mengajar dan sebaliknya.
proses pembelajaran. Proses belajar (learning), adalah suatu perubahan
yang relatif tetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagai hasil
pengalaman. Proses belajar mengajar menghasilkan hasil pengajaran atau
hasil pembelajaran (Moh Amin, 1979: 5).
Menurut Surya, Mohammad (2004: 13) proses pembelajaran
adalah suatu proses individu untuk mengubah perilaku dalam upaya
memenuhi kebutuhannya. Proses pembelajaran merupakan suatu
rangkaian aktivitas sebagai berikut:
1. Individu merasakan kekurangan dalam dirinya yang akan menjadi
suatu kebutuhan untuk mencapai tujuan yang akan dicapai.
2. Kesiapan individu untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai
tujuan yang efektif sebelum memulai suatu aktivitas pembelajaran.
3. Pemahaman situasi terhadap beberapa faktor dan kondisi
lingkungan yang berhubungan dengan aktivitas pembelajaran.
4. Menafsirkan situasi dengan melihat kaitan atau hubungan berbagai
aspek yang terdapat dalam situasi.
5. Individu melakukan tindak balas, yaitu proses melakukan suatu
aktivitas mengubah perilaku untuk memenuhi kebutuhan dan
mencapai tujuan sesuai dengan rancangan fase ketiga dan keempat.
6. Individu mendapatkan hasil dari pembelajaran yang sudah
C. Hasil Pembelajaran
Hasil belajar erat kaitannya dengan pencapaian dalam memperoleh
kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Dalam hal
ini tugas utama guru adalah sebagai perancang instrumen untuk
memperoleh data tentang keberhasilan siswa mencapai tujuan
pembelajaran. Dari data hasil belajar tersebut maka dapat dipergunakan
untuk mengembangkan atau memperbaiki program pembelajaran
(Sanjaya, 2009: 13).
Hasil proses pembelajaran adalah perubahan perilaku individu
yang baru, menetap, fungsional, positif dan disadari (Surya, 2004: 13).
Menurut Benyamin Bloom (dalam Surya, 2004: 17), terdapat tiga kawasan
perilaku sebagai hasil pembelajaran, yaitu: (1) kognitif, (2) afektif, dan (3)
psikomotorik.
Menurut Gagne (dalam W.S Winkel, 1983: 49 - 51) terdapat lima
kategori hasil belajar, yaitu:
1. Keterampilan motorik
Keterampilan motorik merupakan keterampilan yang menggunakan otot
dari bagian- bagian badan individu. Ciri khasnya adalah “Otomatisme”
yaitu urutan suatu gerakan yang teratur dan berjalan dengan lancar
tanpa disertai adanya pemikiran tentang apa yang harus dilakukan dan
2. Sikap
Suatu kecenderungan untuk menerima atau menolak seseorang atau
sesuatu yang dinilai berharga ataupun tidak berharga untuk diri sendiri.
3. Kemahiran intelektual
Kemampuan untuk bergaul dengan diri sendiri maupun dengan
lingkungan sekitarnya secara simbolis, baik dengan menggunakan
gambar, kata-kata maupun tulisan.
4. Informasi verbal
Suatu pengetahuan yang menggunakan bahasa baik menggali dari
sumber pengetahuan maupun menyatakan pengetahuan secara tertulis
maupun lisan.
5. Pengaturan kegiatan intelektual
Suatu kemampuan untuk mengatur kemampuan aktivitas
intelektualnya sendiri. Apabila terjadi suatu masalah dalam kehidupan,
maka dilakukan suatu pendekatan dengan mengatur arus dan pikiran
diri sendiri untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pendekatan yang
dilakukan adalah dengan cara mengadakan analisa terhadap masalah,
kemudian sampai pada pemecahan masalah.
Menurt Jean Piagget, perkembangan kognitif merupakan suatu
proses dimana tujuan individu melalui suatu rangkaian yang secara
kualitatif berbeda dalam berpikir. Hal yang didapatkan dalam suatu
peringkat akan menjadi dasar bagi peringkat selanjutnya karena
masa bayi hingga dewasa. Peringkat sensori motor masuk dalam usia
0-1,5 tahun, peringkat properational masuk dalam usia 1,5 - 6 tahun,
peringkat concrete operational masuk dalam usia 6 - 12 tahun,
peringkat formal operational masuk dalam usia 12 tahun keatas.
Dari siswa SMP sampai ke jenjang yang lebih tinggi, usia 12
tahun keatas termasuk dalam peringkat formal operational.
Perkembangan kognitif ditandai dengan mampunya individu tersebut
untuk berpikir secara hipotesis berbeda dengan fakta, memahami
konsep abstrak, dan mampu berpikir secara luas dari cakupan yang
sempit. Pada tahapan ini perkembangan kognitif sudah menuju pada
perkembangan remaja dan dewasa kearah proses berpikir dalam
peringkat yang lebih tingggi.
Menurut Bloom (dalam W.S.Winkel, 1987: 150) ranah kognitif
diklasifikasikan menjadi enam jenjang proses berpikir mulai dari
jenjang terendah sampai jenjang tertinggi, meliputi: (1) pengetahuan
(knowledge), (2) pemahaman (comprehension), (3) penerapan
(application), (4) analisa (analysis), (5) sintesa (syinthesis), (6)
evaluasi (evaluation). Bloom (dalam Sastrapratedja, 1979: 6),
menyatakan jenjang kemampuan kognitif tersebut tidak selalu harus
dicapai jenjang yang tertinggi, bisa hanya sampai jenjang pertama,
kedua, hanya satu jenjang atau dapat juga kombinasi dari beberapa
1. Pengetahuan (Knowledge) atau C1
Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk
mengingat kembali (recall) atau mengenal kembali (recognition)
hal-hal yang sudah dipelajari meliputi: fakta, kaidah dan prinsip
serta metode yang diketahui.
2. Pemahaman (Comprehension) atau C2
Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk
menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari, meliputi:
menguraikan inti pokok dari suatu materi atau bacaan yang
dipelajari, mengubah data tertentu kedalam bentuk yang lain,
membuat perkiraan yang Nampak dalam data tertentu dengan
menggunakan kata-katanya sendiri. Kemampuan pemahaman
setingkat lebih tinggi dari kemampuan pengetahuan.
3. Penerapan (Application) atau C3
Penerapan adalah kemampuan seseorang untuk menerapkan
suatu kaidah, metode kerja, prinsip-prinsip, rumus-rumus, atau
teori-teori dalam situasi yang baru dan kongkret. Kemampuan
penerapan setingkat lebih tinggi dari kemampuan pemahaman.
4. Analisa (Analysis) atau C4
Analisa adalah kemampuan seseorang untuk merinci suatu
kesatuan atau suatu keadaan kedalam bagian-bagian yang lebih
maupun struktur keseluruhan. Kemampuan analisa setingkat lebih
tinggi dari kemampuan penerapan.
5. Sintesa (syinthesis) atau C5
Sintesa adalah kemampuan berpikir untuk memadukan
bagian- bagian atau unsur-unsur suatu pola menjadi pola baru.
Kemampuan sintesa setingkat lebih tinggi dari kemampuan analisa.
6. Evaluasi (evaluation) atau C6
Evaluasi adalah suatu kemampuan untuk membuat
pertimbangan, penilaian atau suatu pendapat mengenai sesuatu
berdasarkan kriteria tertentu. Dalam taksonomi Bloom tahap
evaluasi merupakan tahapan tertinggi karena mencakup semua
kemampuan dari kemampuan (1) sampai kemampuan (5).
Tingkatan-tingkatan kemampuan hasil belajar siswa ranah
kognitif dapat diketahui dari kata kerja operasional yang
digunakan. Berikut ini adalah tabel daftar kategori jenis periaku
ranah kognitif berdasarkan kata-kata kerja operasional.
Tabel 2.1 Daftar Kategori Jenis Perilaku Ranah Kognitif Berdasarkan Kata-kata Kerja Operasional
Kategori Jenis
Perlakuan Kemampuan Internal
Kata– kata Kerja Operasional
Pengetahuan
Mengetahui:……
Misalnya:
istilah, faka, aturan, urutan,
Mengidentifikasi
Menyebutkan
metode Member nama pada
Misalnya: konsep, kaidah,
prinsip, kaitan antara fakta
isi pokok
Mengartikan/
menginterpretasikan …..
Misalnya: tabel, grafik,
bagan
Membuat bagan dan grafik
Menemukan
Analisa
Mengenali kesalahan
Membedakan….
Misalnya: fakta dari
interpretasi data dari
kesimpulan
Menganalisa ……
Misalnya: struktur dasar
Bagian-bagian
Membuat diagram / skema
Menunjukkan hubungan
Menilai berdasarkan norma
internal ….
Misalnya: hasil karya seni
Mutu karangan
Mutu pekerjaan
Mutu ceramah
Program penataran
Menilai berdasarkan norma
eksternal :
Misalnya: hasil karya seni
Mutu karangan
Kata kerja operasional berdasarkan kesalahan kesalahan menurut
pernyataan Alphonsus Ligouri Suwito dalam skripsi (42) adalah sebagai
berikut:
1. Kesalahan mengidentifikasi besaran dan satuan
a. Mengidentifikasi besaran yang diketahui secara transparan
b. Mengidentifikasi besaran yang diketahui secara tidak transparan
c. Mengidentifikasi besaran yang ditanyakan
d. Mengidentifikasi besaran yang diketahui secara tidak langsung
e. Mengidentifikasi besaran vektor
f. Mengidentifikasi besaran skalar
g. Menentukan simbol
h. Menuliskan satuan
i. Mengkonversi satuan ke dalam bentuk yang saling cocok
2. Kesalahan menggambarkan diagram bebas sesuai rumusan soal
b. Menentukan besaran yang ada pada objek atau sistim
3. Kesalahan mengidentifikasi formula
a. Mengidentifikasi formula dasar
b. Mengidentifikasi formula antara
4. Kesalahan melakukan penyelesaian secara matematik
a. Memanipulasi persamaan
b. Mensubtitusi nilai besaran ke dalam suatu persamaan
c. Menghitung nilai suatu besaran dengan perhitungan matematik
D. Gender
1. Pandangan tentang Gender
Menurut Saptari &Holzner (dalam Shanti, Theresia Indira, 2011:
71), Gender adalah keadaan dimana individu yang lahir secara biologis
sebagai laki dan perempuan memperoleh pencirian sosial sebagai
laki-laki dan perempuan melalui atribut-atribut maskulinitas dan feminitas
yang sering didukung oleh nilai-nilai atau sistem simbol masyarakat yang
bersangkutan.
Gender merupakan konsep sosial budaya yang dapat
mempengaruhi adanya perbedaan psikologis dan perilaku seseorang.
(Shanti, Theresia Indira, 2011: 71).
Konsep gender sangat melekat pada diri individu, dan dibedakan
kehidupan berperan sebagai penentu karakteristik laki-laki atau
perempuan.
Bila Gender dipandang secara biologis menyatakan bahwa dalam
pasangan kromosom yang ke-23 pada manusia (kromosom jenis kelamin)
menentukan apakah janin tersebut perempuan (XX) atau laki-laki (XY).
Tak seorang pun menyangkal adanya perbedaan genetika, biokimia, dan
anatomi antar jenis kelamin. Bahkan para ahli gender yang memiliki
orientasi lingkungan yang kuat mengakui bahwa perempuan dan laki-laki
diperlakukan secara berbeda karena perbedaan fisik mereka dan peran
mereka yang berbeda dalam reproduksi (John, 2009: 217).
Caplan (dalam Fakih, 1996: 71 - 72) dalam The Cultural
Construction of Sexuality yang menguraikan bahwa perbedaan perilaku
antara perempuan dan laki-laki tidaklah sekedar biologis, namun melalui
proses sosial dan cultural. Oleh karena itu gender berubah dari waktu ke
waktu, dari tempat ke tempat, bahkan dari kelas ke kelas, sedangkan jenis
kelamin biologis (sex) akan tetap tidak berubah.
Orangtua secara umum memperlakukan anak mereka sesuai
dengan perbedaan gender. Anak laki-laki dibimbing untuk melakukan
aktivitas yang berbeda dengan anak perempuan. Aktivitas yang lebih
agresif diterapkan untuk anak laki-laki, sedangkan anak perempuan
diarahkan untuk melakukan aktivitas yang feminim seperti bermain
boneka dan mengasuh anak. Dalam kehidupan sehari-hari seperti
gender. Laki-laki bermain dengan sesamanya dan perempuan bermain
dengan sesama perempuan. Sekolah dan guru juga berperan penting dalam
pengaruh sosialisasi gender terhadap anak laki-laki dan perempuan (John,
2009: 210).
2. Sterotip Gender
Sterotip gender adalah kategori yang luas yang mencerminkan
kesan dan keyakinan suatu perilaku yang sesuai untuk perempuan dan
laki-laki (John, 2009: 220). Pertimbangan kategori „maskulin‟ atau
„feminine‟ dapat di nilai dari beberapa perilaku, seperti tumbuhnya bulu
wajah sebagai „maskulin‟, dan tubuh yang bulat dan berlekuk sebagai
„feminin‟.
Menurut Ruble dkk (John, 2009: 221), pemberian sterotip gender
berubah sesuai dengan tingkat perkembangannya. Ketika anak-anak
memasuki sekolah dasar mereka sudah mengetahui aktivitas aktivitas
yang mengarah untuk menjadi laki-laki atau perempuan.
Pada usia 5 tahun baik laki-laki maupun perempuan memberikan
streotip pada laki-laki sebagai seorang yang kuat atau dalam konotasi
negatif, seperti jahat, dan perempuan dalam istilah yang lebih positif
seperti baik hati (Miller & Rubber dalam John, 2009: 221).
Menurut Ginzberg (dalam Nurachman, 2011: 40), anak usia 3
sampai 6 tahun mulai mengidentifikasi diri dengan orangtuanya. Di usia
yang bervariasi dengan melihat contoh peran dari orang tua atau orang
dewasa lainnya. Pada usia 6 sampai 11 tahun anak laki-laki akan
memilih pekerjaan yang bersifat aktif dan berorientasi fisik, sedangkan
anak perempuan memilih pekerjaan yang people-oriented yang bersifat
menolong orang lain. Pemilihan pekerjaan ini didasarkan pada
kesukaan atau fantasi anak. Di usia 10 sampai 12 tahun pemilihan
pekerjaan sudah didasari oleh minat dan kemampuan anak, di usia ini
sterotip gender dalam pekerjaan belum dipermasalahkan.
Pada masa remaja awal, pemberian sterotip gender meningkat
kembali, laki-laki dan perempuan mulai bingung dan muncul
kekawatiran terhadap perubahan tubuh mereka pada masa pubertas.
Strategi yang aman bagi laki–laki untuk menjadi laki-laki yang sebaik
mungkin adalah adalah menjadi „maskulin‟ dan menjadi “feminim”
bagi perempuan (Galambos dalam John, 2009: 221). Pemilihan karir di
usia remaja awal sudah berdasarkan pertimbangan kemampuan dan
kelemahan yang dimiliki.
Pada usia remaja pertengahan, mulai muncul gejolak emosi yang
besar dan merupakan masa sulit bagi siswa laki-laki maupun
perempuan dalam hal perencanaan karir yang sesuai dengan status dan
prestise. Di akhir masa remaja, saat anak duduk di akhir bangku SMA,
yang menjadi pertimbangan utama bukan lagi status dan prestise
melainkan peluang karir (Nurachman, 2011: 142). Menurut Miller,
siswa laki-laki lebih memilih jurusan sains untuk menunjang karirnya,
sedangkan siswa perempuan lebih memilih jurusan yang berorientasi
pada masyarakat (people-oriented) untuk karirnya. Alasan beberapa
siswa perempuan yang memilih sains dalam pendidikan, dikarenakan
sains merupakasn syarat memasuki jenjang karir yang berhubungan
dengan masyarakat seperti kedokteran, bukan karena ketertarikan
mereka dengan sains (Miller, Patricia, 2011: 373).
3. Persamaan dan Perbedaan Gender
Dalam bidang akademik banyak perbedaan dan persamaan yang
terjadi menyangkut berbagai aspek. Menurut Smoll & Schutz (1990)
dalam bidang atletis di sekolah dasar anak laki-laki lebih unggul
daripada anak perempuan, seperti: berlari, melempar dan melompat,
namun perbedaan tersebut tidak terlalu menonjol dibandingkan di
sekolah tingkat menengah, perbedaan tersebut menjadi semakin
dramatis. Terjadi demikian dikarenakan pada massa pubertas terjadi
penambahan massa otot pada anak laki-laki yang menguntungkan untuk
berprestasi di bidang olahraga. Berbeda dengan anak perempuan yang
akan mengalami penambahan lemak didalam tubuh ketika pubertas
sehingga kemungkinan untuk berprestasi di bidang olahraga atau dalam
hal gerakan motorik sangat kecil (Thomas & Thomas dalam John,
Menurut beberapa ahli kemampuan anak laki-laki dan anak
perempun dalam keterampilan dan ilmu pengetahuan alam berbeda.
Menurut Eisenberg, Martin & Fabes (dalam John, 2009: 222),
menganalisa bahwa anak laki-laki berprestasi lebih baik dalam
matematika. Seperti yang dinyatakan (The Nation‟s Report Card, 2005)
dalam Assement of Education Progress di AS, anak laki-laki kelas
empat dan delapan terus lebih unggul daripada anak perempuan dalam
pelajaran matematika selama tahun 2005. Pencapaian prestasi di dasari
karena adanya kesukaan terhadap mata pelajaran, seperti yang
dikemukakan oleh oleh Miller, Patricia, dkk (2006: 368), hasil
penelitian di pelajar SMA menunjukkan bahwa siswa laki-laki lebih
menyukai matematika dan ilmu sains daripada perempuan, dan
perempuan lebih menyukai mata pelajaran sastra seperti inggris dan
spanyol.
Ditinjau dari kemampuan verbal menurut Maccoby & Jacklin
(dalam John, 2009: 223) menyimpulkan bahwa perempuan memiliki
keterampilan verbal yang lebih baik daripada laki-laki. Namun terdapat
analisis yang berbeda yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan
atau hanya ada sedikit perbedaan dalam keterampilan verbal perempuan
dan laki-laki. Pada bagian verbal tes SAT pria mendapatkan nilai yang
sama tinggi dengan wanita (Educational service, 2002). Lain halnya
dengan sekolah di tingkat dasar dan menengah pertama, ada bukti kuat
dalam membaca dan menulis. Perempuan mempunyai prestasi
membaca yang lebih tingggi daripada pria di kelas empat, delapan, dan
duabelas dengan perbedaan yang semakin besar ketika siswa-siswa
mengalami kemajuan di sekolah (Coley dalam John, 2009: 224 ).
Menurut Dezolt & Hull (dalam John, 2009: 224), Laki-laki
mendominasi prestasi menengah ke bawah dari kelas-kelas sekolah
tingkat mengengah ke atas. Siswa perempuan lebih terlibat aktif dalam
pembelajaran di kelas, penuh perhatian, dan selalu berupaya dalam
akademis daripada siswa laki-laki. Tetapi siswa perempuan cenderung
untuk meremehkan prestasi mereka (Ruble dkk dalam John, 2009: 224).
Perbedaan emosi antara siswa laki-laki dan perempuan terlihat
pada masa remaja awal, anak perempuan lebih banyak mengalami rasa
sedih, malu, bersalah, dan lebih sering menunjukkan emosi tersebut
daripada laki-laki (Rubel dkk dalam John, 2009: 226).
4. Bias Gender
Perbedaan gender sering kali menimbulkan bias gender terhadap
siswa laki-laki dan perempuan. Kekuatiran inilah yang sering dialami oleh
sekolah dan guru-guru. Berikut ini adalah fakta bias gender pada siswa
laki-laki dan perempuan dalam hal interaksi di sekolah yang dapat
dipertimbangkan (Dezolt & Hull dalam John, 2009: 230).
a. Siswa perempuan lebih bersikap patuh, mengikuti peraturan,
b. Guru perempuan menyebabkan siswa lak-laki sulit untuk beradaptasi
dalam hal pemikiran dan meniru karakteristik guru daripada siswa
perempuan.
c. Siswa laki-laki lebih banyak mendapat masalah dalam belajar daripada
perempuan.
d. Siswa laki-laki lebih sering dikritik daripada perempuan.
e. Staf di sekolah sering mengabaikan kenyataan bahwa siswa laki-laki
memiliki masalah dalam hal akademis khususnya dalam seni bahasa.
f. Staf sekolah sering memberikan sterotip bahwa setiap perilaku siswa
laki-laki itu bermasalah.
Menurut Sadker & Sadker (dalam John, 2009: 231), terdapat fakta bias
gender di dalam kelas yang dapat dipertimbangkan sebagai berikut:
a. Di dalam kelas, anak laki-laki cenderung sukar diatur dan meminta
lebih diperhatikan, berbeda dengan siswa perempuan yang patuh dan
cenderung diam di dalam kelas. Para pendidik mengkhawatirkan sikap
diam dan patuh pada siswa perempuan dapat menurunkan aktivitas
mereka.
b. Di banyak kelas, para guru lebih sering memperhatikan dan berinteraksi
dengan siswa laki-laki dari pada siswa perempuan yang hanya dibiarkan
belajar dan bermain sendiri dengan tenang.
c. Anak laki-laki cenderung mendapatkan banyak perintah dan bantuan
menjawab suatu pertanyaan, mendapatkan petunjuk yang benar, dan
peluang untuk terus mencoba apabila memberikan jawaban yang salah.
d. Di sekolah menengah atas siswa laki-laki lebih memilih program
berbakat daripada perempuan dalam menunjang karirnya.
E. Metode Inkuiri
1. Pengertian Pembelajaran Metode Inkuiri
Menurut Moh, Amien (1979: 5 – 6), metode inkuiri adalah suatu
metode pembelajaran yang dalam prosesnya tidak terlepas dari kegiatan
discovery. Kegiatan discovery adalah suatu kegiatan pembelajaran yang
sudah dirancang guna mewujudkan penemuan konsep- konsep dan
prinsip-prinsip oleh siswa sendiri melalui proses mentalnya. Dengan kata lain
inkuiri merupakan suatu perluasan dari proses-proses discovery. Inkuiri
mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya seperti:
merumuskan masalah, merancang eksperimen, menarik hipotesis,
melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganaisis data, menarik
kesimpulan, memiliki sikap-sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu, dan
terbuka.
Menurut Trobridge dan Bybee (dalam Suparno, 2007: 65) inkuiri
adalah proses dimana para saintis mengajukan pertanyaan tentang alam
dunia dan bagaimana mereka mencari jawaban secara sistematis.
Kindsvatter, Willen, dan Ishler (dalam Suparno, 2007: 65)
guru dengan cara melibatkan kemampuan siswa secara sistematis untuk
berpikir kritis dalam menganalisis dan memecahkan suatu persoalan.
Pengajaran dengan metode inkuiri merupakan salah satu metode mengajar
yang konstruktivistik karena pengetahuan di kontruksi oleh siswa,
berpusat pada keaktifan siswa dan menggunakan pendekatan induktif. Isi
dan penyelidikan diajarkan secara bersamaan dimana siswa mengalami
proses penyelidikan hingga sampai pada isi pengetahuan itu sendiri.
2. Langkah-langkah Metode Inkuiri
Metode inkuiri merupakan sebuah metode yang menggunakan
prinsip metode ilmiah dalam menemukan suatu prinsip, hukum atau teori
dengan pendekatan induktif, meliputi: merumuskan masalah, menarik
hipotesis, melakukan percobaan untuk mengumpulkan data, menganalisis
data, menarik kesimpulan apakah hipotesis diterima atau ditolak.
Kindsvatter, Wilen, &Ishler (dalam Suparno, 2007: 66 - 67)
menjelaskan langkah-langkah metode inkuiri sebagai berikut:
a. Identifikasi dan klarifkasi persoalan
Langkah awal metode inkuiri adalah menentukan persoalan.
Persoalan yang diajukan oleh guru harus diidentifikasi dengan jelas,
diklarifikasi, merupakan suatu persoalan yang real, dan sesuai dengan
kemampuan atau keadaan siswa. Dari persoalan yang diajukan akan
penyelidikan. Sehingga persoalan tersebut dapat dipikirkan, diselidiki ,
didalami dan dipecahkan oleh siswa.
b. Membuat hipotesis
Hipotesis adalah dimana siswa diminta untuk mengajukan
jawaban sementara atas persoalan yang diajukan. Hipotesis harus
dikaji kejelasannya. Apabila belum jelas guru hanya membantu
memperjelas maksudnya tidak untuk membenarkan hipotesis siswa
yang masih belum tepat karena hipotesis yang salah akan terlihat pada
saat mengambil dan menganalisis data yang diperoleh.
c. Mengumpulkan data
Langkah selanjutnya adalah siswa mengumpulkan data
sebanyak-banyaknya untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis
yang diajukan. Dalam fisika langkah ini merupakan langkah
eksperimen atau percobaan yang dapat dilakukan dilaboratorium atau
dapat dilakukan diluar sekolah. Agar berjalan dengan baik, guru harus
membantu siswa untuk mengumpulkan data, dengan cara
membimbing siswa menyiapkan peralatan, merangkai peralatan dan
mengoperasikan peralatan. Setelah melakukan percobaan siswa
diminta untuk mencatat data yang diperoleh.
d. Menganalisis data
Data yang sudah dikumpulkan selanjutnya dianalisis untuk
membuktikan kebenaran dari hipotesis yang diajukan. Untuk
data diorganisasikan, diatur dan dikelompokkan menurut (1) yang
menguatkan hipotesis, (2) yang melemahkan hipotesis, dan (3) yang
netral ke dalam sebuah tabel. Untuk memudahkan siswa melakukan
langkah selanjutnya maka perlu bimbingan dari guru. Dalam
menganalisis juga dibutuhkan alat hitung matematika maupun statistik
untuk mempermudah siswa dalam mengambil keputusan.
e. Menarik kesimpulan
Setelah menganalisis data, selanjutnya menarik kesimpulan dan
mencocokkan dengan hipotesis awal, apakah hipotesis diterima atau
tidak. Guru memberikan catatan dengan menyatukan penelitian dan
mengajak siswa untuk menarik kesimpulan bersama-sama. Siswa
diminta untuk mencari penjelasan apabila hipotesis mereka tidak dapat
diterima, dengan cara guru memberikan pertanyaan-pertanyaan
penolong.
3. Jenis–jenis Metode Inkuiri
Metode inkuiri merupakan metode yang mengajak siswa untuk
aktif, berpikiran kritis, dan mampu untuk menganalisis dan
memecahkan suatu persoalan di dalam proses pembelajaran. Menurut
Kindsvatter dkk (dalam Suparno, 2007: 68), metode inkuiri dibagi
menjadi dua macam yaitu: metode inkuri terbimbing (Guided Inquiry)
a. Metode Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)
Metode inkuiri terbimbing atau penyelidikan terarah adalah
metode inkuiri yang dalam kegiatannya masih dibimbing oleh guru
seperti mengambil data. Guru banyak memberikan petunjuk lewat
prosedur yang lengkap maupun dengan pertanyaan-pertanyaan yang
mengarah selama inkuiri. Siswa diminta untuk memecahkan suatu
persoalan yang diberikan guru sesuai dengan prosedur yang sudah
ditetapkan. Dalam metode ini guru sudah mempersiapkan jawaban
sehingga siswa tidak begitu bebas mengembangkan gagasan dan
idenya. Disela-sela proses inkuiri guru memberikan
pertanyaan-pertanyaan sehingga siswa akan lebih cepat dan mudah untuk
membuat kesimpulan dengan benar.
b. Metode Inkuiri Bebas (Open Inquiry)
Inkuiri bebas merupakan suatu metode inkuiri dimana siswa
diberikan kebebasan untuk berpikir dan berinisiatif sendiri dalam
memecahkan persoalan yang akan diteliti. Guru hanya sebagai
fasilitator, tidak banyak memberikan pengarahan dan hanya akan
memberikan bantuan sejauh diminta oleh siswa. Siswa dituntut untuk
menemukan sendiri mulai dari merumuskan hipotesis, menentukan
peralatan, merangkai peralatan dan mengumpulkan data (Kindsvatter
4. Syarat Inkuiri
Agar inkuiri dapat berjalan dengan baik maka Trowbridge et.al
(dalam Suparno, 2007: 69) menjelaskan beberapa syarat, yaitu:
a. Kebebasan
Kebebasan diperlukan oleh siswa dalam mencari informasi,
mengungkapkan hipotesis, dan menyusun eksperimen yang
diperlukan untuk memecahkan persoalan dalam penelitiannya.
b. Lingkungan Responsif
Lingkungan yang responsif sangat diperlukan untuk
terlaksananya proses inkuiri, seperti: laboratorium, kelas, pustaka,
dan sarana yang mendukung.
c. Fokus
Persoalan yang akan didalami harus jelas dan terarah. Untuk
inkuiri terbimbing, apabila banyak persoalan yang diajukan siswa,
dengan melihat gejala yang ada dapat dipilih salah satu persoalan
yang terpenting dan dapat dipecahkan oleh siswa. Untuk inkuiri
bebas, persoalan yag diajukan tidak harus terarah dan tidak hanya
satu persoalan yang tepenting, melainkan setiap kelompok bebas
untuk menentukan sendiri.
d. Low Pressure
Tidak ada tekanan darimana dan siapapun, sehingga siswa
dapat berpikir kreatif. Siswa tidak dapat melakukan penyelidikan
dari guru, singkatnya waktu yang tersedia, teman kelompok yang
tidak cocok dan bentuk pelaporannya.
5. Unsur Penting dalam Metode Inkuiri
Trowbridge & Bybee (dalam Suparno, 2007: 70), menjelaskan
beberapa unsur yang penting agar metode inkuiri dapat berjalan dengan
lancar dalam pembelajaran.
Dalam proses inkuiri perlu di persiapkan lembar kerja siswa
(LKS), sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan
efisien.
Persoalan yang diajukan untuk siswa harus merupakan suatu
persoalan yang nyata dan dapat diteliti oleh siswa. Apabila persoalan
yang diajukan tingkat kesulitannya sangat tinggi atau abstrak dan siswa
tidak dapat menyelesaikannya maka hal ini akan menimbulkan
kejenuhan dan siswa tidak termotivasi untuk belajar selanjutnya.
Informasi latar belakang seperti buku dan bacaan yang
diperlukan akan menjadi sangat penting dalam terlaksananya
pembelajaran. Tidak hanya itu saja, untuk memperlancar jalannya
pembelajaran maka guru harus mempersiapkan alat-alat yang
dibutuhkan sehingga siswa tidak kesulitan dalam mencari peralatan
yang diperlukan.
Agar siswa dapat fokus saat pembelajaran, maka guru perlu
mendalami materi yang sedang dipelajari dan tidak menyimpang dari
topik. Selanjutnya hipotesis siswa perlu diperhatikan oleh guru dan
dimengerti oleh siswa lainnya.
Pengumpulan data oleh siswa harus dilakukan dengan baik,
sehingga sampai pada saat pengambilan kesimpulan dengan bimbingan
guru juga perlu diperhatikan apakah kesimpulan tersebut logis atau
tidak.
6. Keuntungan Metode Inkuiri
Menurut Amin, Mohammad (1979: 12 - 14), keuntungan
pembelajaran dengan menggunakan metode inquiry-discovey adalah
sebagai berikut:
a. Keuntungan Menurut Jarome Brunner.
Metode inkuiri atau penemuan memiliki beberapa
keuntungan antara lain: siswa dapat mengerti dengan lebih baik
konsep- konsep dasar dan ide-ide, pada saat terjadi proses belajar
yang baru siswa dapat dilatih untuk menggunakan ingatan dan
transfer pada situasi pembelajaran, dalam proses pembelajaran siswa
terdorong untuk menggunakan pemikiran dan idenya sendiri untuk
melakukan suatu pekerjaan, siswa didorong untuk berpikir intuitif
dalam mengembangkan hipotesanya sendiri, memberikan kepuasan
kepada siswa yang bersifat intrinsik, situasi proses belajar menjadi
b. Pembelajaran Menjadi Student-Centered
Keuntungan pembelajaran dengan metode inquiry-discovery
ini adalah bukan terpusat pada guru melainkan terpusat pada siswa.
Semakin besar keterlibatan diri siswa untuk melakukan kegiatan
berarti semakin besar bagi siswa untuk mengalami proses belajar.
Didalam proses pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya mempelajari
konsep dan prinsip-prinsip melainkan belajar juga mengenai
pengarahan diri sendiri, tanggung jawab, dan komunikasi sosial
sehingga tercapai tujuan ke arah pembentukan manusia yang
seutuhnya.
c. Membangun „Self Consept‟ pada Diri Siswa
Secara psikologi apabila manusia mempunyai self-concept
yang baik, akan dengan mudah bagi individu tersebut untuk terbuka
pada pengalaman-pengalaman baru, dan berusaha untuk
mengeksplorasi peluang yang ada, menjadi individu yang bermental
sehat dan kreatif. Pengajaran dengan metode inquiry-discovery ini,
memberikan kesempatan pada siswa untuk menjadi manusia yang
seutuhnya melalui keterlibatan aktif sehingga dapat memanifestasi
potensi diri dalam hal memperoleh kesadaran dan pengembangan
„self-concept‟ yang lebih baik.
d. Terjadinya Peningkatan Pengharapan
Tingkat pengharapan merupakan bagian dari „self consept‟,
dari dalam pikirannya sendiri untuk menyelesaikan suatu
permasalahan. Sebagai contoh, siswa mampu mengerjakan soal-soal
fisika dengan menggunakan penalaran dan caranya sendiri. Dengan
belajar melalui metode inquiry-discovery siswa dapat berlatih untuk
menyelidiki dan menyelesaikan dengan sukses problema-problema
yang dihadapinya menggunakan bakat yang dimiliki.
e. Mengembangkan Bakat, Keterampilan dan Kecakapan Individu
dalam Berkomunikasi.
Dalam proses belajar siswa mempunyai kebebasan untuk
bekerjasama memecahkan atau menyelidiki suatu problema,
sehingga siswa terlibat pula dalam pengembangan bakat-bakat
lainnya seperti: merencanakan, mengorganisasi, komunikasi sosial,
kreativitas, dan akademik.
f. Mengasimilasi dan Mengakomodasi Informasi.
Menurut Dr. jean Piaget, tidak akan terjadi proses belajar
yang sejati apabila siswa tidak terlibat atau bereaksi terhadap
informasi secara mental, mengasimilasi dan mengakomodasi segala
sesuatu yang dijumpainya dalam lingkungan sekitar. Sehingga yang
terjadi hanyalah guru dan siswa terlibat dalam hafalan yang tidak
akan berkelanjutan dan tidak ada gunanya. Dengan inquiry learning,
akan memberikan waktu bagi siswa untuk mengasimilasi dan
mengakomodasi informasi. Karena dalam proses belajarnya siswa
dalam memperoleh pengertian, prinsip, dan teknik-teknik
menyelidiki suatu problema.
F. Hukum Ohm dan Rangkaian Listrik Seri-Paralel 1. Arus dan Beda Potensial Listrik
a. Arus Listrik.
Menurut Kanginan, Marthen (2007), arus listrik dapat mengalir
dalam suatu rangkaian apabila rangkaian tersebut merupakan rangkaian
tertutup dan terhubung dengan sumber tegangan dengan kata lain ada
perbedaan potensial diantara dua titik dalam rangkaian yaitu dari titik
potensial tinggi ke titik potensial rendah.
Arus listrik adalah: aliran partikel-partikel bermuatan listrik
positif dari titik berpotensial tinggi ke titik berpotensial rendah
Kuat arus listrik (I) adalah: besarnya arus yang mengalir,
jumlah muatan listrik yang mengalir setiap detiknya.
b. Beda Potensial Listrik
Beda potensial listrik (V) adalah: beda nilai potensial antara dua
titik berbeda dalam suatu rangkaian listrik.
2. Alat Ukur
a. Multimeter
Multimeter adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur
beberapa besaran yang berhubungan dengan listrik, antara lain:
pada transistor. Jika yang akan diukur adalah tegangan searah (DC),
selektor diarahkan ke tegangan searah, biasanya ditandai dengan VDC.
Penggunaan multimeter harus hati-hati dan digunakan dengan benar
cara menentukan batas ukur dan pembacaan skala multimeter sebagai
alat pegukur besaran tertentu. Batas ukur tidak boleh lebih kecil dari
besaran yang mau diukur. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar
multimeter tidak rusak.
b. Multimeter sebagai Amperemeter
Untuk menjadikan multimeter sebagai amperemeter yaitu
digunakan untuk mengukur kuat arus, maka selektor harus diputar
kearah fungsi amperemeter. Amperemeter berfungsi untuk mengukur
kuat arus yang melalui suatu rangkaian listrik. Pemasangan
amperemeter adalah dirangkai seri pada komponen yang akan diukur
kuat arusnya.
Penggunaan Amperemeter analog, arus listrik harus mengalir
masuk ke terminal positif (+) dan meninggalkan amperemeter melalui
terminal negatif (-). Dengan kata lain titik yang potensialnya tinggi
dihubungkan dengan terminal positif dan titik yang potensialnya rendah
dihubungkan dengan terminal negatif (jangan sampai terbalik).
Cara membaca amperemeter:
c. Multimeter sebagai Voltmeter
Untuk menjadikan multimeter sebagai voltmeter, maka selektor
harus diputar ke arah voltmeter. Jika yang akan diukur adalah tegangan
searah (DC), selektor diarahkan ke tegangan searah, biasanya ditandai
dengan VDC.
Voltmeter digunakan untuk mengukur beda potensial antara
ujung-ujung suatu komponen dalam rangkaian listrik. Pemasangan voltmeter
harus dipasang paralel dengan komponen yang akan diukur beda
potensialnya. Pemasangang voltmeter tidak harus memotong rangkaian
seperti pada pemasangan amperemeter. Ujung komponen yang
potensialnya lebih besar dihubungkan ke terminal positif voltmeter dan
ujung komponen yang potensialnya rendah dihubungkan dengan
terminal negatif voltmeter.
Cara membaca voltmeter:
3. Hukum Ohm
Bunyi Hukum Ohm: kuat arus yang melalui suatu konduktor
ohmik adalah sebanding dengan beda potensial antara ujung-ujung
konduktor asalkan suhu konduktor tetap. Secara sistematis dituliskan: I
V= tegangan (volt)
I= kuat arus listrik (ampere)
Hubungan matematis antara arus listrik dan beda potensial
Grafik yang terbentuk berupa garis linear. Nilai perubahan tegangan dibagi
perubahan kuat arus (
= hambatan listrik (R).
4. Rangkaian Seri dan Paralel
a. Rangkaian seri merupakan suatu rangkaian yang disusun tanpa
bercabang.
b. Rangkaian paralel merupakan suatu rangkaian yang disusun
dengan bercabang.
c. Ketika menghubungkan sebuah lampu menjadi sebuah rangkaian,
kemudian menghubungkan dua lampu secara seri, rangkaian
dengan satu lampu menyala lebih terang daripada rangkaian
dengan dua lampu disusun seri. Karena lampu-lampu adalah
identik, terang lampu tentu hanya bergantung pada kuat arus yang