• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh perbedaan gender terhadap hasil belajar fisika aspek produk dan proses pada siswa kelas IX "Honesty" SMP Joannes Bosco semester ganjil tahun ajaran 2013/2014 pada pokok bahasan hukum ohm dan rangkaian seri-paralel melalui metode inkuiri terbimbin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh perbedaan gender terhadap hasil belajar fisika aspek produk dan proses pada siswa kelas IX "Honesty" SMP Joannes Bosco semester ganjil tahun ajaran 2013/2014 pada pokok bahasan hukum ohm dan rangkaian seri-paralel melalui metode inkuiri terbimbin"

Copied!
292
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Magdalena Lolita Oktavia. 2014. Pengaruh Perbedaan Gender Terhadap Hasil Belajar Fisika Aspek Produk dan Proses Pada Siswa Kelas IX Honesty SMP Joannes Bosco Semester Ganjil Tahun Ajaran 2013/ 2014 Pada Pokok Bahasan Hukum Ohm dan Rangkaian Seri Paralel Melalui Metode Inkuiri Terbimbing. Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar fisika aspek produk dan proses antara siswa laki- laki dan perempuan pada pokok bahasan Hukum Ohm dan rangkaian seri-paralel melalui metode inkuiri terbimbing. Penelitian ini digolongkan dalam jenis penelitian eksperimen kuantitatif. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa siswi kelas IX Honesty SMP Joannes Bosco Yogyakarta yang berjumlah 18 siswa.

Instrumen dalam penelitian ini meliputi instrument perlakuan dan instrument pengukuran. Instrumen perlakuan berupa rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) beserta Lembar Kerja Siswa (LKS) dan insrumen pengukuran berupa soal-soal pretest- postest beserta lembar penilaian kognitif proses. Sebelum digunakan, semua instrument dilakukan validasi isi oleh para ahli dan validasi isi korelasi butir dengan total atau uji butir dan dinyatakan sudah memenuhi syarat yang ditetapkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pembelajaran fisika dengan inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar aspek kognitif produk pada siswa laki-laki dan perempuan; (2) Secara rinci perbedaan gender mempengaruhi hasil belajar aspek kognitif proses. Siswa perempuan lebih unggul dalam merancang langkah-langkah percobaan dan menggambar grafik daripada siswa laki-laki. Siswa laki-laki lebih unggul dalam mengumpulkan data percobaan daripada siswa perempuan. Baik siswa laki-laki maupun perempuan tidak ada perbedaan yang signifikan untuk kemampuan menarik hipotesis, menentukan variable-variabel, menganalisa data, dan menarik kesimpulan.

(2)

ABSTRACT

Magdalena Lolita Oktavia. 2014. The Influence of Gender Difference towards Product and Process Aspects of Physics Learning Outcome of 9th Graders of ‘Honesty’ Class in Joannes Bosco Junior High School during Odd Semester in Academic Year 2013/ 2014 on Ohm Law and Parallel-Series Circuit Subject using Guided Inquiry Method. Thesis. Physics Education Study Program, Department of Science and Mathematic Education, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University Yogyakarta.

This reaserch aim for understanding the difference towards product and process aspects of physics learning outcome between male students and female students on Ohm law and parallel-series circuit subject using guided inquiry method. The research is categorized into experiment quantitative research. The subject of this research is 9th graders of “Honesty” class in Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta that consist of 18 students.

The instruments used in this research were treatment instrument and measuring instrument. Treatment instrument consists of lesson plans and worksheets. Meanwhile, measuring instrument consists of pre- test exercises including the cognitive process assessment sheet. Content validations on all instruments are conducted by some experts and content validation on item whole correlation or item test prior to the research; and all of them are considered qualified.

The results of this research show (1) the physics learning through guided inquiry increases the cognitive product aspect learning outcome towards male and female students; (2) The gender difference influences the cognitive product aspect learning outcome specifically. Female students are superior in designing experiment steps and drawing graphic to male students. The male students are superior in collecting experiment data to female students. There is no significant differences between male and female students in formulating hypothesis, deciding variables, analyzing data, and drawing conclusion.

(3)

PENGARUH PERBEDAAN GENDER TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA ASPEK PRODUK DAN PROSES PADA SISWA KELAS IX “HONESTY” SMP JOANNES BOSCO SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2013/ 2014

PADA POKOK BAHASAN HUKUM OHM DAN RANGKAIAN SERI-PARALEL MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun oleh : Magdalena Lolita Oktavia

NIM : 091424010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

PENGARUH PERBEDAAN GENDER TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA ASPEK PRODUK DAN PROSES PADA SISWA KELAS IX “HONESTY” SMP JOANNES BOSCO SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2013/ 2014

PADA POKOK BAHASAN HUKUM OHM DAN RANGKAIAN SERI-PARALEL MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun oleh : Magdalena Lolita Oktavia

NIM : 091424010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Terpujilah TUHAN, sebab kasih setia-Nya ditunjukkan-Nya kepadaku dengan ajaib pada waktu kesesakan! Aku menyangka dalam kebingunganku:‟Aku telah terbuang dari hadapan mata-Mu.‟ Tetapi sesungguhnya Engkau mendengarkan

suara permohonanku, ketika aku berteriak kepada-Mu minta tolong.”

(Mazmur 31: 22-23)

“Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.”

(Mazmur 23: 4)

Ku persembahkan karya ini untukmu:

Ayah dan ibuku tersayang: Yohanes Rahmat dan Sisilia Titik Supriyati

Adekku : Margareta Fety Oktavia,

Si gendut: M. Randy Pratama Putra

Tak terbatas kasihmu untukku sampai detik ini…

bimbingan, doa, semangat dan dukungan selalu ku terima …

hanya ungkapan kecil yang dapat ku haturkan.,,

(8)
(9)
(10)

vii ABSTRAK

Magdalena Lolita Oktavia. 2014. Pengaruh Perbedaan Gender Terhadap Hasil Belajar Fisika Aspek Produk dan Proses Pada Siswa Kelas IX Honesty SMP Joannes Bosco Semester Ganjil Tahun Ajaran 2013/ 2014 Pada Pokok Bahasan Hukum Ohm dan Rangkaian Seri Paralel Melalui Metode Inkuiri Terbimbing. Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar fisika aspek produk dan proses antara siswa laki- laki dan perempuan pada pokok bahasan Hukum Ohm dan rangkaian seri-paralel melalui metode inkuiri terbimbing. Penelitian ini digolongkan dalam jenis penelitian eksperimen kuantitatif. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa siswi kelas IX Honesty SMP Joannes Bosco Yogyakarta yang berjumlah 18 siswa.

Instrumen dalam penelitian ini meliputi instrument perlakuan dan instrument pengukuran. Instrumen perlakuan berupa rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) beserta Lembar Kerja Siswa (LKS) dan insrumen pengukuran berupa soal-soal pretest- postest beserta lembar penilaian kognitif proses. Sebelum digunakan, semua instrument dilakukan validasi isi oleh para ahli dan validasi isi korelasi butir dengan total atau uji butir dan dinyatakan sudah memenuhi syarat yang ditetapkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pembelajaran fisika dengan inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar aspek kognitif produk pada siswa laki-laki dan perempuan; (2) Secara rinci perbedaan gender mempengaruhi hasil belajar aspek kognitif proses. Siswa perempuan lebih unggul dalam merancang langkah-langkah percobaan dan menggambar grafik daripada siswa laki-laki. Siswa laki-laki lebih unggul dalam mengumpulkan data percobaan daripada siswa perempuan. Baik siswa laki-laki maupun perempuan tidak ada perbedaan yang signifikan untuk kemampuan menarik hipotesis, menentukan variable-variabel, menganalisa data, dan menarik kesimpulan.

(11)

viii ABSTRACT

Magdalena Lolita Oktavia. 2014. The Influence of Gender Difference towards Product and Process Aspects of Physics Learning Outcome of 9th Graders of ‘Honesty’ Class in Joannes Bosco Junior High School during Odd Semester in Academic Year 2013/ 2014 on Ohm Law and Parallel-Series Circuit Subject using Guided Inquiry Method. Thesis. Physics Education Study Program, Department of Science and Mathematic Education, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University Yogyakarta.

This reaserch aim for understanding the difference towards product and process aspects of physics learning outcome between male students and female students on Ohm law and parallel-series circuit subject using guided inquiry method. The research is categorized into experiment quantitative research. The subject of this research is 9th graders of “Honesty” class in Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta that consist of 18 students.

The instruments used in this research were treatment instrument and measuring instrument. Treatment instrument consists of lesson plans and worksheets. Meanwhile, measuring instrument consists of pre- test exercises including the cognitive process assessment sheet. Content validations on all instruments are conducted by some experts and content validation on item whole correlation or item test prior to the research; and all of them are considered qualified.

The results of this research show (1) the physics learning through guided inquiry increases the cognitive product aspect learning outcome towards male and female students; (2) The gender difference influences the cognitive product aspect learning outcome specifically. Female students are superior in designing experiment steps and drawing graphic to male students. The male students are superior in collecting experiment data to female students. There is no significant differences between male and female students in formulating hypothesis, deciding variables, analyzing data, and drawing conclusion.

(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas cinta dan karunia- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dharma.

Dalam penysunan skripsi ini penulis memperoleh banyak pengalaman baru, dan menemui adanya hambatan. Akan tetapi hambatan tersebut dapat dilalui berkat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Drs. Aufridus Atmadi, M.Si.,selaku dosen pembimbing yang telah memberikan semangat, dorongan, dan saran serta telah meluangkan waktu untuk membantu penulis selama penyusunan skripsi ini;

2. Bapak Rohandi, Ph.D; Bapak Drs. Severinus Domi, M.Si dan Romo Dr. Paul Suparno, SJ., MST yang telah membantu dalam penyusunan instrument;

3. Ibu Dwi Nugraheni Rositawati, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing selama perkuliahan dan semangat dalam penulisan skripsi;

4. Bapak Dr.Ign Edi Santosa,M.S yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk memanfaatkan laboratorium fisika.

5. Segenap dosen dan karyawan JPMIPA Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing, membantu, serta memberikan ilmunya selama belajar di Universitas Sanata Dharma;

6. Drs. Y. Sugiarto, selaku kepala SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/ 2013 dan Ag. Nuranisah. S, S.Ag., selaku kepala SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2013/ 2014 yang telah memberikan kesempatan serta ijin untuk melakukan penelitian;

(13)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR DIAGRAM...xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 5

D. Hipotesis ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

(14)

xi

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A.Belajar dan Pembelajaran ... 7

B.Proses Pembelajaran ... 8

C.Hasil Pembelajaran ... 10

D.Gender ... 18

1. Pandangan Tentang Gender... 18

2. Sterotip Gender...20

3. Persamaan dan Perbedaan Gender... 22

4. Bias Gender...24

E. Metode Inkuiri ... . 26

1. Pengertian Pembelajaran Metode Inkuiri...26

2. Langkah-langkah Metode Inkuiri...27

3. Jenis- jenis Metode Inkuiri...29

4. Syarat Inkuiri...31

5. Unsur Penting dalam Metode Inkuiri...32

6. Keuntungan Metode Inkuiri...33

F. Hukum Ohm dan Rangkaian Listrik Seri- Paralel ... .36

1. Arus dan Beda Potensial Listrik...36

2. Alat Ukur...36

3. Hukum Ohm...38

4. Rangkaian Seri dan Paralel...39

(15)

xii

BAB III METODE PENELITIAN ... 44

A. Design Penelitian ... 44

B. Subyek Penelitian ... 44

C. Waktu dan Tempat ... 45

D. Variabel Penelitian ... 45

E. Prosedur Penelitian ... 46

F. Instrumen Penelitian ... 50

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 60

H. Tehnik Analisa Data ... 62

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 99

A. Persiapan Sebelum Penelitian ... 99

B. Pelaksanaan Penelitian ... 100

C. Data dan Analisis ... 107

1. Validitas dan Reliabilitas Pretest Postest...107

2. Data dan Analiis Hasil Penelitian...108

D. Pembahasan ... 114

BAB V PENUTUP ... 116

A. Kesimpulan ... 116

B. Saran ... 118

C. Keterbatasan Penelitian...118

(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daftar Kategori Jenis Perlakuan Ranah Kognitif

Berdasarkan Kata- kata Kerja Operasional 14

Tabel 3.1 Aspek Kognitif dan Kriteria Pencapaian Aspek yang Diukur 56

Tabel 3.2 Kisi-kisi Soal Pretest dan Postest Menurut Indikator Hasil Belajar dan Aspek yang Diukur 58

Tabel 3.3 Distribusi Soal Pretest dan Postest Berdasarkan Indikator Hasil Belajar yang Diukur 59

Tabel 3.4 Rubrik Penilaian Pretest 64

Tabel 3.5 Rubrik Penilaian Postest 75

Tabel 3.6 Soal Pretes dan Skor Maksimal 86

Tabel 3.7 Soal Postest dan Skor Maksimal 89

Tabel 3.8 Spesifikasi Lembar Penilaian Kognitif Produk dan Proses 92

Tabel 3.9 Rubrik Penilaian Kognitif Proses I Hukum Ohm 93

Tabel 3.10 Rubrik Penilaian Kognitif Proses II Menyelidiki Rangkaian Listrik Seri dan Paralel 96

Tabel 3.11 Patokan Skor Kemampuan Proses I dan II 98

Tabel 4.1 Jadwal Persiapan Sebelum Penelitian 99

Tabel 4.2 Jadwal Penelitian 100

(17)

xiv

Tabel 4.4 Hasil Uji Pretest Laki-laki dan Perempuan 110

Tabel 4.5 Hasil uji-T Pretest ke Postest Laki-laki dan Perempuan 110

Tabel 4.6 Nilai Rata-rata Kemampuan Proses Laki-laki

dan Perempuan 111

Tabel 4.7 Skor Rata-rata Hasil Uji-T Setiap Kemampuan

Kinerja Proses antara Laki-laki dan Perempuan 111

Tabel 4.8 Nilai Rata-rata dan Hasil Uji-T Postest

(18)

xv

DAFTAR DIAGRAM

(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.2 Gambar Rangkaian Seri 40

(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A 122

1. Surat Ijin Penelitian 123

2. Surat Ijin Ujicoba Instrumen 124

3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian 125

LAMPIRAN B 126

1. Silabus 127

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 133

3. Lembar Kerja Siswa (LKS) Pembelajaran 146

LAMPIRAN C 164

1. Soal Pretest dan Kunci Jawaban 165

2. Soal Postest dan Kunci Jawaban 173

3. Lembar Penilaian Kinerja Proses dan Kunci Jawaban 181

LAMPIRAN D 192

1. Lampiran Hasill Pretest Siswa/I 193

2. Lampiran Hasil Postest Siswa/I 198

3. Lampiran Penilaian Kinerja Proses Siswa/I 205

LAMPIRAN E 221

1. Contoh Lembar Validitas Pakar 222

2. Hasil Skor dan Kelayakan Instrumen Menurut Ahli 228

(21)

xviii

LAMPIRAN F 241

1. Data Hasil Kinerja Pretes dan Postest 242

2. Skor dan Hasil Uji-T Pretest dan Postest 244

3. Data Hasil Kinerja Proses 251

4. Hasil Uji-T Kinerja Proses 260

LAMPIRAN G 267

1. Absensi Kehadiran Siswa 268

(22)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan dasar utama yang sangat penting untuk

membentuk kualitas diri dan mencapai kesejahteraan. Tujuan dari belajar

adalah mencapai suatu perubahan ke arah yang dicita-citakan dengan cara

yang mudah. Didalam dunia pendidikan saat ini cara belajar mengajar

secara tradisional sudah mulai ditinggalkan. Seiring dengan kemajuan

zaman dan meningkatnya teknologi maka proses pendidikan akan

dipermudah, sehingga kualitas pendidikan juga mengikuti peningkatan

teknologi.

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

atau pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti

berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada

bagaimana proses belajar yang dialami oleh murid sebagai anak didik

(Supriyanto,Widodo dan Ahmad, H. Abu, 1991: 118).

Pengertian belajar menurut Supriyanto, dkk (1991) adalah suatu

proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi

dengan lingkungan.

Kegiatan belajar atau pembelajaran bertujuan untuk mencapai hasil

(23)

kegiatannya berjalan secara berkesinambungan agar memperoleh suatu

tujuan.

Belajar merupakan suatu proses psikis yang berlangsung dalam

interaksi aktif subyek dengan lingkungannya dan yang menghasilkan

perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan

nilai- sikap, yang bersifat konstan atau menetap. Perubahan-perubahan itu

dapat berupa sesuatu yang baru, yang segera tampak dalam perilaku nyata

atau yang masih tinggal tersembunyi; mungkin juga perubahan yang hanya

berupa penyempurnaan terhadap hal yang sudah pernah dipelajari. Proses

belajar dapat berlangsung dengan disertai kesadaran dan intensi, tetapi itu

tidak mutlak perlu (Winkel,W.S, 1983: 15).

Dalam pendidikan, Fisika merupakan salah satu matapelajaran

sains yang diarahkan untuk mempelajari alam secara sistematis. Dalam

prosesnya diperlukan suatu pengalaman dan penemuan dari

konsep-konsep dan prinsip-prinsip fisika, sehingga belajar fisika tidak hanya

menghafal materi-materi yang sudah ada karena fisika merupakan

matapelajaran sains yang diperoleh dari serangkaian penemuan ilmiah.

Menurut pengalaman praktikan selama mengalami proses belajar

mengajar dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, maupun

selama praktikan menjalani masa PPL di sekolah, mata pelajaran fisika

cenderung dianggap sebagai suatu mata pelajaran yang sulit bagi para

siswa, sehingga perhatian siswa untuk mata pelajaran fisika sangat kurang.

(24)

belajar secara mandiri untuk membangun konsep dan pemahamannya. Apa

yang guru sampaikan kepada siswa, itulah yang akan diterima dan

dimengerti oleh siswa.

Untuk mencapai suatu perubahan sebagai hasil dari belajar

diperlukan suatu metode atau cara untuk menunjang terlaksanaan proses

pembelajaran yang di cita-citakan. Pendekatan melalui penemuan atau

inkuiri terbimbing merupakan suatu cara untuk menggali kemampuan

siswa yang lebih mendalam dalam proses pembelajaran. Di dalam

serangkaian proses pembelajaran, siswa dituntut untuk menjadi pribadi

yang mandiri, aktif, kreatif, dan teliti. Tugas seorang guru adalah

membimbing dan mengarahkan pola pikir siswa melalui

pertayaan-pertanyaan menuju suatu diskusi untuk merumuskan suatu masalah,

menarik hipotesis, mengumpulkan data, membuat analisis, sampai pada

menarik kesimpulan. Untuk sampai pada tahap kesimpulan, siswa

diharapkan dapat menemukan bukti-bukti dari suatu kejadian yang telah

dipelajari.

Pertanyaan-pertanyaan arahan dari guru untuk siswa dapat

diberikan baik dengan memberikan pertanyaan secara langsung kepada

siswa maupun dengan menggunakan lembar kerja siswa (LKS). Lembar

kerja siswa (LKS) sudah dirancang secara khusus bagi siswa untuk

merumuskan suatu masalah hingga menarik kesimpulan.

Di sekolah, sering kali perbedaan gender siswa menjadi salah satu

(25)

(1996) menyatakan bahwa konsep gender adalah semua hal yang dapat

dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari

waktu ke waktu serta berbeda dari tempat ke tempat lainnya, maupun

berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain.

Penelitian mengenai perbedaan gender sudah banyak dilakukan

oleh para ahli. Dalam buku yang ditulis oleh Slavin, Robert E (2008)

dituliskan bahwa ringkasan 20 studi utama oleh Kim (2001) menemukan

bahwa dalam mata pelajaran matematika siswa laki-laki mempunyai nilai

yang lebih baik daripada siswa perempuan, sedangkan kebalikannnya

berlaku ujian untuk bahasa inggris. Greeblatt (Miece & Jones,1996: 394),

menemukan bahwa perempuan kurang termotivasi untuk belajar IPA

(sains) daripada laki-laki.

Berdasarkan alasan di atas, untuk keperluan penyusunan skripsi

penulis melaksanakan penelitian mengenai “Pengaruh Perbedaan Gender

Terhadap Hasil belajar Fisika Aspek Produk dan Proses pada Siswa

Kelas IX Honesty SMP Joannes Bosco Semester Ganjil Tahun Ajaran

2012/ 2013 Pada Pokok Bahasan Hukum Ohm dan Rangkaian

Seri-Paralel Melalui Metode Inkuiri Terbimbing”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang akan diteliti dapat

(26)

1. Adakah perbedaan hasil belajar fisika aspek produk antara siswa

laki-laki dan perempuan sebelum pembelajaran menggunakan metode

inkuiri terbimbing?

2. Adakah perbedaan hasil belajar fisika aspek produk dan aspek proses

antara siswa laki-laki dan perempuan melalui pembelajaran dengan

metode inkuiri terbimbing?

3. Apakah pembelajaran fisika dengan metode inkuiri terbimbing dapat

meningkatkan hasil belajar aspek produk pada siswa laki-laki dan siswa

perempuan?

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan, sebagai

berikut:

1. Aspek yang dinilai hanya aspek produk dan aspek proses saja. Aspek

afektif dan aspek psikomotorik tidak termasuk di dalam penelitian ini.

2. Pokok bahasan materi yang akan diteliti adalah Hukum Ohm dan

rangkaian listrik seri-paralel.

D. Hipotesis

Dapat diambil hipotesis bahwa hasil belajar siswa perempuan

aspek produk lebih tinggi dari pada hasil belajar aspek produk pada siswa

laki-laki, sedangkan untuk hasil belajar aspek proses hasil belajar siswa

(27)

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini

adalah mengetahui perbedaan hasil belajar aspek produk dan proses antara

siswa laki-laki dan siswa perempuan pada pokok bahasan Hukum Ohm

dan rangkaian seri-paralel setelah mengalami proses pembelajaran dengan

metode inkuiri terbimbing.

F. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna bagi :

1. Siswa

Dengan penelitian ini diharapkan siswa memperoleh manfaat untuk

lebih memahami karakter diri dan termotivasi untuk mengembangkan

metode belajar melalui pendekatan proses untuk meningkatkan hasil

belajar.

2. Calon Guru

Dengan penelitian ini diharapkan calon guru dapat lebih memahami

karakteristik siswa berdasarkan perbedaan gender dalam proses

pembelajaran yang berdampak pada hasil belajar siswa.

3. Guru

Dengan penelitian ini diharapkan guru fisika dapat termotivasi untuk

mengembangkan metode inkuiri dalam pembelajaran sehingga

(28)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Belajar dan Pembelajaran

Belajar sangat penting dalam dunia pendidikan. Belajar dapat

dilakukan di hampir semua tempat, baik itu belajar mandiri ataupun

belajar dengan guru. Pengertian tentang belajar telah didefinisikan oleh

banyak ahli.

Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah

melalui latihan atau pengalaman (James O.Whittaker dalam Supriyono,

dkk. 1991: 119). Howard L. Kingsley (dalam Supriyono, dkk. 1991: 20),

menyatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku dalam arti

luas ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan. Menurut Syah,

Muhibbin (2008: 91) belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan

seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil

pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses

kognitif.

Atas dasar pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

belajar adalah serangkaian proses berkesinambungan yang menetap dalam

diri seseorang sebagai tahapan perubahan perilaku, pemahaman,

pengetahuan, dan pola pikir sebagai hasil dari pengalaman atau suatu

(29)

Menurut Surya, Mohamad (2004: 7) pembelajaran adalah suatu

proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan

perilaku yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan

perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman

individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Prinsip yang mendasari pengertian pembelajaran :

1. Pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku.

Individu yang sudah mengalami pembelajaran akan mengalami

perubahan dalam perilakunya.

2. Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara

keseluruhan. Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran

mencakup semua aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.

3. Pembelajaran merupakan suatu proses, adanya suatu aktivitas

dengan lingkungannya yang terarah dan berkesinambungan.

4. Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang

mendorong dan ada sesuatu tujuan yang akan dicapai.

5. Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman dari situasi nyata

dalam lingkungannya.

B. Proses Pembelajaran

Proses mengajar terjadi bersamaan dengan proses belajar, karena

apabila ada yang belajar maka tentu ada yang mengajar dan sebaliknya.

(30)

proses pembelajaran. Proses belajar (learning), adalah suatu perubahan

yang relatif tetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagai hasil

pengalaman. Proses belajar mengajar menghasilkan hasil pengajaran atau

hasil pembelajaran (Moh Amin, 1979: 5).

Menurut Surya, Mohammad (2004: 13) proses pembelajaran

adalah suatu proses individu untuk mengubah perilaku dalam upaya

memenuhi kebutuhannya. Proses pembelajaran merupakan suatu

rangkaian aktivitas sebagai berikut:

1. Individu merasakan kekurangan dalam dirinya yang akan menjadi

suatu kebutuhan untuk mencapai tujuan yang akan dicapai.

2. Kesiapan individu untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai

tujuan yang efektif sebelum memulai suatu aktivitas pembelajaran.

3. Pemahaman situasi terhadap beberapa faktor dan kondisi

lingkungan yang berhubungan dengan aktivitas pembelajaran.

4. Menafsirkan situasi dengan melihat kaitan atau hubungan berbagai

aspek yang terdapat dalam situasi.

5. Individu melakukan tindak balas, yaitu proses melakukan suatu

aktivitas mengubah perilaku untuk memenuhi kebutuhan dan

mencapai tujuan sesuai dengan rancangan fase ketiga dan keempat.

6. Individu mendapatkan hasil dari pembelajaran yang sudah

(31)

C. Hasil Pembelajaran

Hasil belajar erat kaitannya dengan pencapaian dalam memperoleh

kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Dalam hal

ini tugas utama guru adalah sebagai perancang instrumen untuk

memperoleh data tentang keberhasilan siswa mencapai tujuan

pembelajaran. Dari data hasil belajar tersebut maka dapat dipergunakan

untuk mengembangkan atau memperbaiki program pembelajaran

(Sanjaya, 2009: 13).

Hasil proses pembelajaran adalah perubahan perilaku individu

yang baru, menetap, fungsional, positif dan disadari (Surya, 2004: 13).

Menurut Benyamin Bloom (dalam Surya, 2004: 17), terdapat tiga kawasan

perilaku sebagai hasil pembelajaran, yaitu: (1) kognitif, (2) afektif, dan (3)

psikomotorik.

Menurut Gagne (dalam W.S Winkel, 1983: 49 - 51) terdapat lima

kategori hasil belajar, yaitu:

1. Keterampilan motorik

Keterampilan motorik merupakan keterampilan yang menggunakan otot

dari bagian- bagian badan individu. Ciri khasnya adalah “Otomatisme

yaitu urutan suatu gerakan yang teratur dan berjalan dengan lancar

tanpa disertai adanya pemikiran tentang apa yang harus dilakukan dan

(32)

2. Sikap

Suatu kecenderungan untuk menerima atau menolak seseorang atau

sesuatu yang dinilai berharga ataupun tidak berharga untuk diri sendiri.

3. Kemahiran intelektual

Kemampuan untuk bergaul dengan diri sendiri maupun dengan

lingkungan sekitarnya secara simbolis, baik dengan menggunakan

gambar, kata-kata maupun tulisan.

4. Informasi verbal

Suatu pengetahuan yang menggunakan bahasa baik menggali dari

sumber pengetahuan maupun menyatakan pengetahuan secara tertulis

maupun lisan.

5. Pengaturan kegiatan intelektual

Suatu kemampuan untuk mengatur kemampuan aktivitas

intelektualnya sendiri. Apabila terjadi suatu masalah dalam kehidupan,

maka dilakukan suatu pendekatan dengan mengatur arus dan pikiran

diri sendiri untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pendekatan yang

dilakukan adalah dengan cara mengadakan analisa terhadap masalah,

kemudian sampai pada pemecahan masalah.

Menurt Jean Piagget, perkembangan kognitif merupakan suatu

proses dimana tujuan individu melalui suatu rangkaian yang secara

kualitatif berbeda dalam berpikir. Hal yang didapatkan dalam suatu

peringkat akan menjadi dasar bagi peringkat selanjutnya karena

(33)

masa bayi hingga dewasa. Peringkat sensori motor masuk dalam usia

0-1,5 tahun, peringkat properational masuk dalam usia 1,5 - 6 tahun,

peringkat concrete operational masuk dalam usia 6 - 12 tahun,

peringkat formal operational masuk dalam usia 12 tahun keatas.

Dari siswa SMP sampai ke jenjang yang lebih tinggi, usia 12

tahun keatas termasuk dalam peringkat formal operational.

Perkembangan kognitif ditandai dengan mampunya individu tersebut

untuk berpikir secara hipotesis berbeda dengan fakta, memahami

konsep abstrak, dan mampu berpikir secara luas dari cakupan yang

sempit. Pada tahapan ini perkembangan kognitif sudah menuju pada

perkembangan remaja dan dewasa kearah proses berpikir dalam

peringkat yang lebih tingggi.

Menurut Bloom (dalam W.S.Winkel, 1987: 150) ranah kognitif

diklasifikasikan menjadi enam jenjang proses berpikir mulai dari

jenjang terendah sampai jenjang tertinggi, meliputi: (1) pengetahuan

(knowledge), (2) pemahaman (comprehension), (3) penerapan

(application), (4) analisa (analysis), (5) sintesa (syinthesis), (6)

evaluasi (evaluation). Bloom (dalam Sastrapratedja, 1979: 6),

menyatakan jenjang kemampuan kognitif tersebut tidak selalu harus

dicapai jenjang yang tertinggi, bisa hanya sampai jenjang pertama,

kedua, hanya satu jenjang atau dapat juga kombinasi dari beberapa

(34)

1. Pengetahuan (Knowledge) atau C1

Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk

mengingat kembali (recall) atau mengenal kembali (recognition)

hal-hal yang sudah dipelajari meliputi: fakta, kaidah dan prinsip

serta metode yang diketahui.

2. Pemahaman (Comprehension) atau C2

Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk

menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari, meliputi:

menguraikan inti pokok dari suatu materi atau bacaan yang

dipelajari, mengubah data tertentu kedalam bentuk yang lain,

membuat perkiraan yang Nampak dalam data tertentu dengan

menggunakan kata-katanya sendiri. Kemampuan pemahaman

setingkat lebih tinggi dari kemampuan pengetahuan.

3. Penerapan (Application) atau C3

Penerapan adalah kemampuan seseorang untuk menerapkan

suatu kaidah, metode kerja, prinsip-prinsip, rumus-rumus, atau

teori-teori dalam situasi yang baru dan kongkret. Kemampuan

penerapan setingkat lebih tinggi dari kemampuan pemahaman.

4. Analisa (Analysis) atau C4

Analisa adalah kemampuan seseorang untuk merinci suatu

kesatuan atau suatu keadaan kedalam bagian-bagian yang lebih

(35)

maupun struktur keseluruhan. Kemampuan analisa setingkat lebih

tinggi dari kemampuan penerapan.

5. Sintesa (syinthesis) atau C5

Sintesa adalah kemampuan berpikir untuk memadukan

bagian- bagian atau unsur-unsur suatu pola menjadi pola baru.

Kemampuan sintesa setingkat lebih tinggi dari kemampuan analisa.

6. Evaluasi (evaluation) atau C6

Evaluasi adalah suatu kemampuan untuk membuat

pertimbangan, penilaian atau suatu pendapat mengenai sesuatu

berdasarkan kriteria tertentu. Dalam taksonomi Bloom tahap

evaluasi merupakan tahapan tertinggi karena mencakup semua

kemampuan dari kemampuan (1) sampai kemampuan (5).

Tingkatan-tingkatan kemampuan hasil belajar siswa ranah

kognitif dapat diketahui dari kata kerja operasional yang

digunakan. Berikut ini adalah tabel daftar kategori jenis periaku

ranah kognitif berdasarkan kata-kata kerja operasional.

Tabel 2.1 Daftar Kategori Jenis Perilaku Ranah Kognitif Berdasarkan Kata-kata Kerja Operasional

Kategori Jenis

Perlakuan Kemampuan Internal

Kata– kata Kerja Operasional

Pengetahuan

Mengetahui:……

Misalnya:

istilah, faka, aturan, urutan,

Mengidentifikasi

Menyebutkan

(36)

metode Member nama pada

Misalnya: konsep, kaidah,

prinsip, kaitan antara fakta

isi pokok

Mengartikan/

menginterpretasikan …..

Misalnya: tabel, grafik,

bagan

Membuat bagan dan grafik

(37)

Menemukan

Analisa

Mengenali kesalahan

Membedakan….

Misalnya: fakta dari

interpretasi data dari

kesimpulan

Menganalisa ……

Misalnya: struktur dasar

Bagian-bagian

Membuat diagram / skema

Menunjukkan hubungan

Menilai berdasarkan norma

internal ….

Misalnya: hasil karya seni

Mutu karangan

Mutu pekerjaan

Mutu ceramah

Program penataran

Menilai berdasarkan norma

(38)

eksternal :

Misalnya: hasil karya seni

Mutu karangan

Kata kerja operasional berdasarkan kesalahan kesalahan menurut

pernyataan Alphonsus Ligouri Suwito dalam skripsi (42) adalah sebagai

berikut:

1. Kesalahan mengidentifikasi besaran dan satuan

a. Mengidentifikasi besaran yang diketahui secara transparan

b. Mengidentifikasi besaran yang diketahui secara tidak transparan

c. Mengidentifikasi besaran yang ditanyakan

d. Mengidentifikasi besaran yang diketahui secara tidak langsung

e. Mengidentifikasi besaran vektor

f. Mengidentifikasi besaran skalar

g. Menentukan simbol

h. Menuliskan satuan

i. Mengkonversi satuan ke dalam bentuk yang saling cocok

2. Kesalahan menggambarkan diagram bebas sesuai rumusan soal

(39)

b. Menentukan besaran yang ada pada objek atau sistim

3. Kesalahan mengidentifikasi formula

a. Mengidentifikasi formula dasar

b. Mengidentifikasi formula antara

4. Kesalahan melakukan penyelesaian secara matematik

a. Memanipulasi persamaan

b. Mensubtitusi nilai besaran ke dalam suatu persamaan

c. Menghitung nilai suatu besaran dengan perhitungan matematik

D. Gender

1. Pandangan tentang Gender

Menurut Saptari &Holzner (dalam Shanti, Theresia Indira, 2011:

71), Gender adalah keadaan dimana individu yang lahir secara biologis

sebagai laki dan perempuan memperoleh pencirian sosial sebagai

laki-laki dan perempuan melalui atribut-atribut maskulinitas dan feminitas

yang sering didukung oleh nilai-nilai atau sistem simbol masyarakat yang

bersangkutan.

Gender merupakan konsep sosial budaya yang dapat

mempengaruhi adanya perbedaan psikologis dan perilaku seseorang.

(Shanti, Theresia Indira, 2011: 71).

Konsep gender sangat melekat pada diri individu, dan dibedakan

(40)

kehidupan berperan sebagai penentu karakteristik laki-laki atau

perempuan.

Bila Gender dipandang secara biologis menyatakan bahwa dalam

pasangan kromosom yang ke-23 pada manusia (kromosom jenis kelamin)

menentukan apakah janin tersebut perempuan (XX) atau laki-laki (XY).

Tak seorang pun menyangkal adanya perbedaan genetika, biokimia, dan

anatomi antar jenis kelamin. Bahkan para ahli gender yang memiliki

orientasi lingkungan yang kuat mengakui bahwa perempuan dan laki-laki

diperlakukan secara berbeda karena perbedaan fisik mereka dan peran

mereka yang berbeda dalam reproduksi (John, 2009: 217).

Caplan (dalam Fakih, 1996: 71 - 72) dalam The Cultural

Construction of Sexuality yang menguraikan bahwa perbedaan perilaku

antara perempuan dan laki-laki tidaklah sekedar biologis, namun melalui

proses sosial dan cultural. Oleh karena itu gender berubah dari waktu ke

waktu, dari tempat ke tempat, bahkan dari kelas ke kelas, sedangkan jenis

kelamin biologis (sex) akan tetap tidak berubah.

Orangtua secara umum memperlakukan anak mereka sesuai

dengan perbedaan gender. Anak laki-laki dibimbing untuk melakukan

aktivitas yang berbeda dengan anak perempuan. Aktivitas yang lebih

agresif diterapkan untuk anak laki-laki, sedangkan anak perempuan

diarahkan untuk melakukan aktivitas yang feminim seperti bermain

boneka dan mengasuh anak. Dalam kehidupan sehari-hari seperti

(41)

gender. Laki-laki bermain dengan sesamanya dan perempuan bermain

dengan sesama perempuan. Sekolah dan guru juga berperan penting dalam

pengaruh sosialisasi gender terhadap anak laki-laki dan perempuan (John,

2009: 210).

2. Sterotip Gender

Sterotip gender adalah kategori yang luas yang mencerminkan

kesan dan keyakinan suatu perilaku yang sesuai untuk perempuan dan

laki-laki (John, 2009: 220). Pertimbangan kategori „maskulin‟ atau

„feminine‟ dapat di nilai dari beberapa perilaku, seperti tumbuhnya bulu

wajah sebagai „maskulin‟, dan tubuh yang bulat dan berlekuk sebagai

„feminin‟.

Menurut Ruble dkk (John, 2009: 221), pemberian sterotip gender

berubah sesuai dengan tingkat perkembangannya. Ketika anak-anak

memasuki sekolah dasar mereka sudah mengetahui aktivitas aktivitas

yang mengarah untuk menjadi laki-laki atau perempuan.

Pada usia 5 tahun baik laki-laki maupun perempuan memberikan

streotip pada laki-laki sebagai seorang yang kuat atau dalam konotasi

negatif, seperti jahat, dan perempuan dalam istilah yang lebih positif

seperti baik hati (Miller & Rubber dalam John, 2009: 221).

Menurut Ginzberg (dalam Nurachman, 2011: 40), anak usia 3

sampai 6 tahun mulai mengidentifikasi diri dengan orangtuanya. Di usia

(42)

yang bervariasi dengan melihat contoh peran dari orang tua atau orang

dewasa lainnya. Pada usia 6 sampai 11 tahun anak laki-laki akan

memilih pekerjaan yang bersifat aktif dan berorientasi fisik, sedangkan

anak perempuan memilih pekerjaan yang people-oriented yang bersifat

menolong orang lain. Pemilihan pekerjaan ini didasarkan pada

kesukaan atau fantasi anak. Di usia 10 sampai 12 tahun pemilihan

pekerjaan sudah didasari oleh minat dan kemampuan anak, di usia ini

sterotip gender dalam pekerjaan belum dipermasalahkan.

Pada masa remaja awal, pemberian sterotip gender meningkat

kembali, laki-laki dan perempuan mulai bingung dan muncul

kekawatiran terhadap perubahan tubuh mereka pada masa pubertas.

Strategi yang aman bagi laki–laki untuk menjadi laki-laki yang sebaik

mungkin adalah adalah menjadi „maskulin‟ dan menjadi “feminim”

bagi perempuan (Galambos dalam John, 2009: 221). Pemilihan karir di

usia remaja awal sudah berdasarkan pertimbangan kemampuan dan

kelemahan yang dimiliki.

Pada usia remaja pertengahan, mulai muncul gejolak emosi yang

besar dan merupakan masa sulit bagi siswa laki-laki maupun

perempuan dalam hal perencanaan karir yang sesuai dengan status dan

prestise. Di akhir masa remaja, saat anak duduk di akhir bangku SMA,

yang menjadi pertimbangan utama bukan lagi status dan prestise

melainkan peluang karir (Nurachman, 2011: 142). Menurut Miller,

(43)

siswa laki-laki lebih memilih jurusan sains untuk menunjang karirnya,

sedangkan siswa perempuan lebih memilih jurusan yang berorientasi

pada masyarakat (people-oriented) untuk karirnya. Alasan beberapa

siswa perempuan yang memilih sains dalam pendidikan, dikarenakan

sains merupakasn syarat memasuki jenjang karir yang berhubungan

dengan masyarakat seperti kedokteran, bukan karena ketertarikan

mereka dengan sains (Miller, Patricia, 2011: 373).

3. Persamaan dan Perbedaan Gender

Dalam bidang akademik banyak perbedaan dan persamaan yang

terjadi menyangkut berbagai aspek. Menurut Smoll & Schutz (1990)

dalam bidang atletis di sekolah dasar anak laki-laki lebih unggul

daripada anak perempuan, seperti: berlari, melempar dan melompat,

namun perbedaan tersebut tidak terlalu menonjol dibandingkan di

sekolah tingkat menengah, perbedaan tersebut menjadi semakin

dramatis. Terjadi demikian dikarenakan pada massa pubertas terjadi

penambahan massa otot pada anak laki-laki yang menguntungkan untuk

berprestasi di bidang olahraga. Berbeda dengan anak perempuan yang

akan mengalami penambahan lemak didalam tubuh ketika pubertas

sehingga kemungkinan untuk berprestasi di bidang olahraga atau dalam

hal gerakan motorik sangat kecil (Thomas & Thomas dalam John,

(44)

Menurut beberapa ahli kemampuan anak laki-laki dan anak

perempun dalam keterampilan dan ilmu pengetahuan alam berbeda.

Menurut Eisenberg, Martin & Fabes (dalam John, 2009: 222),

menganalisa bahwa anak laki-laki berprestasi lebih baik dalam

matematika. Seperti yang dinyatakan (The Nation‟s Report Card, 2005)

dalam Assement of Education Progress di AS, anak laki-laki kelas

empat dan delapan terus lebih unggul daripada anak perempuan dalam

pelajaran matematika selama tahun 2005. Pencapaian prestasi di dasari

karena adanya kesukaan terhadap mata pelajaran, seperti yang

dikemukakan oleh oleh Miller, Patricia, dkk (2006: 368), hasil

penelitian di pelajar SMA menunjukkan bahwa siswa laki-laki lebih

menyukai matematika dan ilmu sains daripada perempuan, dan

perempuan lebih menyukai mata pelajaran sastra seperti inggris dan

spanyol.

Ditinjau dari kemampuan verbal menurut Maccoby & Jacklin

(dalam John, 2009: 223) menyimpulkan bahwa perempuan memiliki

keterampilan verbal yang lebih baik daripada laki-laki. Namun terdapat

analisis yang berbeda yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan

atau hanya ada sedikit perbedaan dalam keterampilan verbal perempuan

dan laki-laki. Pada bagian verbal tes SAT pria mendapatkan nilai yang

sama tinggi dengan wanita (Educational service, 2002). Lain halnya

dengan sekolah di tingkat dasar dan menengah pertama, ada bukti kuat

(45)

dalam membaca dan menulis. Perempuan mempunyai prestasi

membaca yang lebih tingggi daripada pria di kelas empat, delapan, dan

duabelas dengan perbedaan yang semakin besar ketika siswa-siswa

mengalami kemajuan di sekolah (Coley dalam John, 2009: 224 ).

Menurut Dezolt & Hull (dalam John, 2009: 224), Laki-laki

mendominasi prestasi menengah ke bawah dari kelas-kelas sekolah

tingkat mengengah ke atas. Siswa perempuan lebih terlibat aktif dalam

pembelajaran di kelas, penuh perhatian, dan selalu berupaya dalam

akademis daripada siswa laki-laki. Tetapi siswa perempuan cenderung

untuk meremehkan prestasi mereka (Ruble dkk dalam John, 2009: 224).

Perbedaan emosi antara siswa laki-laki dan perempuan terlihat

pada masa remaja awal, anak perempuan lebih banyak mengalami rasa

sedih, malu, bersalah, dan lebih sering menunjukkan emosi tersebut

daripada laki-laki (Rubel dkk dalam John, 2009: 226).

4. Bias Gender

Perbedaan gender sering kali menimbulkan bias gender terhadap

siswa laki-laki dan perempuan. Kekuatiran inilah yang sering dialami oleh

sekolah dan guru-guru. Berikut ini adalah fakta bias gender pada siswa

laki-laki dan perempuan dalam hal interaksi di sekolah yang dapat

dipertimbangkan (Dezolt & Hull dalam John, 2009: 230).

a. Siswa perempuan lebih bersikap patuh, mengikuti peraturan,

(46)

b. Guru perempuan menyebabkan siswa lak-laki sulit untuk beradaptasi

dalam hal pemikiran dan meniru karakteristik guru daripada siswa

perempuan.

c. Siswa laki-laki lebih banyak mendapat masalah dalam belajar daripada

perempuan.

d. Siswa laki-laki lebih sering dikritik daripada perempuan.

e. Staf di sekolah sering mengabaikan kenyataan bahwa siswa laki-laki

memiliki masalah dalam hal akademis khususnya dalam seni bahasa.

f. Staf sekolah sering memberikan sterotip bahwa setiap perilaku siswa

laki-laki itu bermasalah.

Menurut Sadker & Sadker (dalam John, 2009: 231), terdapat fakta bias

gender di dalam kelas yang dapat dipertimbangkan sebagai berikut:

a. Di dalam kelas, anak laki-laki cenderung sukar diatur dan meminta

lebih diperhatikan, berbeda dengan siswa perempuan yang patuh dan

cenderung diam di dalam kelas. Para pendidik mengkhawatirkan sikap

diam dan patuh pada siswa perempuan dapat menurunkan aktivitas

mereka.

b. Di banyak kelas, para guru lebih sering memperhatikan dan berinteraksi

dengan siswa laki-laki dari pada siswa perempuan yang hanya dibiarkan

belajar dan bermain sendiri dengan tenang.

c. Anak laki-laki cenderung mendapatkan banyak perintah dan bantuan

(47)

menjawab suatu pertanyaan, mendapatkan petunjuk yang benar, dan

peluang untuk terus mencoba apabila memberikan jawaban yang salah.

d. Di sekolah menengah atas siswa laki-laki lebih memilih program

berbakat daripada perempuan dalam menunjang karirnya.

E. Metode Inkuiri

1. Pengertian Pembelajaran Metode Inkuiri

Menurut Moh, Amien (1979: 5 – 6), metode inkuiri adalah suatu

metode pembelajaran yang dalam prosesnya tidak terlepas dari kegiatan

discovery. Kegiatan discovery adalah suatu kegiatan pembelajaran yang

sudah dirancang guna mewujudkan penemuan konsep- konsep dan

prinsip-prinsip oleh siswa sendiri melalui proses mentalnya. Dengan kata lain

inkuiri merupakan suatu perluasan dari proses-proses discovery. Inkuiri

mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya seperti:

merumuskan masalah, merancang eksperimen, menarik hipotesis,

melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganaisis data, menarik

kesimpulan, memiliki sikap-sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu, dan

terbuka.

Menurut Trobridge dan Bybee (dalam Suparno, 2007: 65) inkuiri

adalah proses dimana para saintis mengajukan pertanyaan tentang alam

dunia dan bagaimana mereka mencari jawaban secara sistematis.

Kindsvatter, Willen, dan Ishler (dalam Suparno, 2007: 65)

(48)

guru dengan cara melibatkan kemampuan siswa secara sistematis untuk

berpikir kritis dalam menganalisis dan memecahkan suatu persoalan.

Pengajaran dengan metode inkuiri merupakan salah satu metode mengajar

yang konstruktivistik karena pengetahuan di kontruksi oleh siswa,

berpusat pada keaktifan siswa dan menggunakan pendekatan induktif. Isi

dan penyelidikan diajarkan secara bersamaan dimana siswa mengalami

proses penyelidikan hingga sampai pada isi pengetahuan itu sendiri.

2. Langkah-langkah Metode Inkuiri

Metode inkuiri merupakan sebuah metode yang menggunakan

prinsip metode ilmiah dalam menemukan suatu prinsip, hukum atau teori

dengan pendekatan induktif, meliputi: merumuskan masalah, menarik

hipotesis, melakukan percobaan untuk mengumpulkan data, menganalisis

data, menarik kesimpulan apakah hipotesis diterima atau ditolak.

Kindsvatter, Wilen, &Ishler (dalam Suparno, 2007: 66 - 67)

menjelaskan langkah-langkah metode inkuiri sebagai berikut:

a. Identifikasi dan klarifkasi persoalan

Langkah awal metode inkuiri adalah menentukan persoalan.

Persoalan yang diajukan oleh guru harus diidentifikasi dengan jelas,

diklarifikasi, merupakan suatu persoalan yang real, dan sesuai dengan

kemampuan atau keadaan siswa. Dari persoalan yang diajukan akan

(49)

penyelidikan. Sehingga persoalan tersebut dapat dipikirkan, diselidiki ,

didalami dan dipecahkan oleh siswa.

b. Membuat hipotesis

Hipotesis adalah dimana siswa diminta untuk mengajukan

jawaban sementara atas persoalan yang diajukan. Hipotesis harus

dikaji kejelasannya. Apabila belum jelas guru hanya membantu

memperjelas maksudnya tidak untuk membenarkan hipotesis siswa

yang masih belum tepat karena hipotesis yang salah akan terlihat pada

saat mengambil dan menganalisis data yang diperoleh.

c. Mengumpulkan data

Langkah selanjutnya adalah siswa mengumpulkan data

sebanyak-banyaknya untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis

yang diajukan. Dalam fisika langkah ini merupakan langkah

eksperimen atau percobaan yang dapat dilakukan dilaboratorium atau

dapat dilakukan diluar sekolah. Agar berjalan dengan baik, guru harus

membantu siswa untuk mengumpulkan data, dengan cara

membimbing siswa menyiapkan peralatan, merangkai peralatan dan

mengoperasikan peralatan. Setelah melakukan percobaan siswa

diminta untuk mencatat data yang diperoleh.

d. Menganalisis data

Data yang sudah dikumpulkan selanjutnya dianalisis untuk

membuktikan kebenaran dari hipotesis yang diajukan. Untuk

(50)

data diorganisasikan, diatur dan dikelompokkan menurut (1) yang

menguatkan hipotesis, (2) yang melemahkan hipotesis, dan (3) yang

netral ke dalam sebuah tabel. Untuk memudahkan siswa melakukan

langkah selanjutnya maka perlu bimbingan dari guru. Dalam

menganalisis juga dibutuhkan alat hitung matematika maupun statistik

untuk mempermudah siswa dalam mengambil keputusan.

e. Menarik kesimpulan

Setelah menganalisis data, selanjutnya menarik kesimpulan dan

mencocokkan dengan hipotesis awal, apakah hipotesis diterima atau

tidak. Guru memberikan catatan dengan menyatukan penelitian dan

mengajak siswa untuk menarik kesimpulan bersama-sama. Siswa

diminta untuk mencari penjelasan apabila hipotesis mereka tidak dapat

diterima, dengan cara guru memberikan pertanyaan-pertanyaan

penolong.

3. Jenis–jenis Metode Inkuiri

Metode inkuiri merupakan metode yang mengajak siswa untuk

aktif, berpikiran kritis, dan mampu untuk menganalisis dan

memecahkan suatu persoalan di dalam proses pembelajaran. Menurut

Kindsvatter dkk (dalam Suparno, 2007: 68), metode inkuiri dibagi

menjadi dua macam yaitu: metode inkuri terbimbing (Guided Inquiry)

(51)

a. Metode Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)

Metode inkuiri terbimbing atau penyelidikan terarah adalah

metode inkuiri yang dalam kegiatannya masih dibimbing oleh guru

seperti mengambil data. Guru banyak memberikan petunjuk lewat

prosedur yang lengkap maupun dengan pertanyaan-pertanyaan yang

mengarah selama inkuiri. Siswa diminta untuk memecahkan suatu

persoalan yang diberikan guru sesuai dengan prosedur yang sudah

ditetapkan. Dalam metode ini guru sudah mempersiapkan jawaban

sehingga siswa tidak begitu bebas mengembangkan gagasan dan

idenya. Disela-sela proses inkuiri guru memberikan

pertanyaan-pertanyaan sehingga siswa akan lebih cepat dan mudah untuk

membuat kesimpulan dengan benar.

b. Metode Inkuiri Bebas (Open Inquiry)

Inkuiri bebas merupakan suatu metode inkuiri dimana siswa

diberikan kebebasan untuk berpikir dan berinisiatif sendiri dalam

memecahkan persoalan yang akan diteliti. Guru hanya sebagai

fasilitator, tidak banyak memberikan pengarahan dan hanya akan

memberikan bantuan sejauh diminta oleh siswa. Siswa dituntut untuk

menemukan sendiri mulai dari merumuskan hipotesis, menentukan

peralatan, merangkai peralatan dan mengumpulkan data (Kindsvatter

(52)

4. Syarat Inkuiri

Agar inkuiri dapat berjalan dengan baik maka Trowbridge et.al

(dalam Suparno, 2007: 69) menjelaskan beberapa syarat, yaitu:

a. Kebebasan

Kebebasan diperlukan oleh siswa dalam mencari informasi,

mengungkapkan hipotesis, dan menyusun eksperimen yang

diperlukan untuk memecahkan persoalan dalam penelitiannya.

b. Lingkungan Responsif

Lingkungan yang responsif sangat diperlukan untuk

terlaksananya proses inkuiri, seperti: laboratorium, kelas, pustaka,

dan sarana yang mendukung.

c. Fokus

Persoalan yang akan didalami harus jelas dan terarah. Untuk

inkuiri terbimbing, apabila banyak persoalan yang diajukan siswa,

dengan melihat gejala yang ada dapat dipilih salah satu persoalan

yang terpenting dan dapat dipecahkan oleh siswa. Untuk inkuiri

bebas, persoalan yag diajukan tidak harus terarah dan tidak hanya

satu persoalan yang tepenting, melainkan setiap kelompok bebas

untuk menentukan sendiri.

d. Low Pressure

Tidak ada tekanan darimana dan siapapun, sehingga siswa

dapat berpikir kreatif. Siswa tidak dapat melakukan penyelidikan

(53)

dari guru, singkatnya waktu yang tersedia, teman kelompok yang

tidak cocok dan bentuk pelaporannya.

5. Unsur Penting dalam Metode Inkuiri

Trowbridge & Bybee (dalam Suparno, 2007: 70), menjelaskan

beberapa unsur yang penting agar metode inkuiri dapat berjalan dengan

lancar dalam pembelajaran.

Dalam proses inkuiri perlu di persiapkan lembar kerja siswa

(LKS), sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan

efisien.

Persoalan yang diajukan untuk siswa harus merupakan suatu

persoalan yang nyata dan dapat diteliti oleh siswa. Apabila persoalan

yang diajukan tingkat kesulitannya sangat tinggi atau abstrak dan siswa

tidak dapat menyelesaikannya maka hal ini akan menimbulkan

kejenuhan dan siswa tidak termotivasi untuk belajar selanjutnya.

Informasi latar belakang seperti buku dan bacaan yang

diperlukan akan menjadi sangat penting dalam terlaksananya

pembelajaran. Tidak hanya itu saja, untuk memperlancar jalannya

pembelajaran maka guru harus mempersiapkan alat-alat yang

dibutuhkan sehingga siswa tidak kesulitan dalam mencari peralatan

yang diperlukan.

Agar siswa dapat fokus saat pembelajaran, maka guru perlu

(54)

mendalami materi yang sedang dipelajari dan tidak menyimpang dari

topik. Selanjutnya hipotesis siswa perlu diperhatikan oleh guru dan

dimengerti oleh siswa lainnya.

Pengumpulan data oleh siswa harus dilakukan dengan baik,

sehingga sampai pada saat pengambilan kesimpulan dengan bimbingan

guru juga perlu diperhatikan apakah kesimpulan tersebut logis atau

tidak.

6. Keuntungan Metode Inkuiri

Menurut Amin, Mohammad (1979: 12 - 14), keuntungan

pembelajaran dengan menggunakan metode inquiry-discovey adalah

sebagai berikut:

a. Keuntungan Menurut Jarome Brunner.

Metode inkuiri atau penemuan memiliki beberapa

keuntungan antara lain: siswa dapat mengerti dengan lebih baik

konsep- konsep dasar dan ide-ide, pada saat terjadi proses belajar

yang baru siswa dapat dilatih untuk menggunakan ingatan dan

transfer pada situasi pembelajaran, dalam proses pembelajaran siswa

terdorong untuk menggunakan pemikiran dan idenya sendiri untuk

melakukan suatu pekerjaan, siswa didorong untuk berpikir intuitif

dalam mengembangkan hipotesanya sendiri, memberikan kepuasan

kepada siswa yang bersifat intrinsik, situasi proses belajar menjadi

(55)

b. Pembelajaran Menjadi Student-Centered

Keuntungan pembelajaran dengan metode inquiry-discovery

ini adalah bukan terpusat pada guru melainkan terpusat pada siswa.

Semakin besar keterlibatan diri siswa untuk melakukan kegiatan

berarti semakin besar bagi siswa untuk mengalami proses belajar.

Didalam proses pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya mempelajari

konsep dan prinsip-prinsip melainkan belajar juga mengenai

pengarahan diri sendiri, tanggung jawab, dan komunikasi sosial

sehingga tercapai tujuan ke arah pembentukan manusia yang

seutuhnya.

c. Membangun „Self Consept‟ pada Diri Siswa

Secara psikologi apabila manusia mempunyai self-concept

yang baik, akan dengan mudah bagi individu tersebut untuk terbuka

pada pengalaman-pengalaman baru, dan berusaha untuk

mengeksplorasi peluang yang ada, menjadi individu yang bermental

sehat dan kreatif. Pengajaran dengan metode inquiry-discovery ini,

memberikan kesempatan pada siswa untuk menjadi manusia yang

seutuhnya melalui keterlibatan aktif sehingga dapat memanifestasi

potensi diri dalam hal memperoleh kesadaran dan pengembangan

„self-concept‟ yang lebih baik.

d. Terjadinya Peningkatan Pengharapan

Tingkat pengharapan merupakan bagian dari „self consept‟,

(56)

dari dalam pikirannya sendiri untuk menyelesaikan suatu

permasalahan. Sebagai contoh, siswa mampu mengerjakan soal-soal

fisika dengan menggunakan penalaran dan caranya sendiri. Dengan

belajar melalui metode inquiry-discovery siswa dapat berlatih untuk

menyelidiki dan menyelesaikan dengan sukses problema-problema

yang dihadapinya menggunakan bakat yang dimiliki.

e. Mengembangkan Bakat, Keterampilan dan Kecakapan Individu

dalam Berkomunikasi.

Dalam proses belajar siswa mempunyai kebebasan untuk

bekerjasama memecahkan atau menyelidiki suatu problema,

sehingga siswa terlibat pula dalam pengembangan bakat-bakat

lainnya seperti: merencanakan, mengorganisasi, komunikasi sosial,

kreativitas, dan akademik.

f. Mengasimilasi dan Mengakomodasi Informasi.

Menurut Dr. jean Piaget, tidak akan terjadi proses belajar

yang sejati apabila siswa tidak terlibat atau bereaksi terhadap

informasi secara mental, mengasimilasi dan mengakomodasi segala

sesuatu yang dijumpainya dalam lingkungan sekitar. Sehingga yang

terjadi hanyalah guru dan siswa terlibat dalam hafalan yang tidak

akan berkelanjutan dan tidak ada gunanya. Dengan inquiry learning,

akan memberikan waktu bagi siswa untuk mengasimilasi dan

mengakomodasi informasi. Karena dalam proses belajarnya siswa

(57)

dalam memperoleh pengertian, prinsip, dan teknik-teknik

menyelidiki suatu problema.

F. Hukum Ohm dan Rangkaian Listrik Seri-Paralel 1. Arus dan Beda Potensial Listrik

a. Arus Listrik.

Menurut Kanginan, Marthen (2007), arus listrik dapat mengalir

dalam suatu rangkaian apabila rangkaian tersebut merupakan rangkaian

tertutup dan terhubung dengan sumber tegangan dengan kata lain ada

perbedaan potensial diantara dua titik dalam rangkaian yaitu dari titik

potensial tinggi ke titik potensial rendah.

Arus listrik adalah: aliran partikel-partikel bermuatan listrik

positif dari titik berpotensial tinggi ke titik berpotensial rendah

Kuat arus listrik (I) adalah: besarnya arus yang mengalir,

jumlah muatan listrik yang mengalir setiap detiknya.

b. Beda Potensial Listrik

Beda potensial listrik (V) adalah: beda nilai potensial antara dua

titik berbeda dalam suatu rangkaian listrik.

2. Alat Ukur

a. Multimeter

Multimeter adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur

beberapa besaran yang berhubungan dengan listrik, antara lain:

(58)

pada transistor. Jika yang akan diukur adalah tegangan searah (DC),

selektor diarahkan ke tegangan searah, biasanya ditandai dengan VDC.

Penggunaan multimeter harus hati-hati dan digunakan dengan benar

cara menentukan batas ukur dan pembacaan skala multimeter sebagai

alat pegukur besaran tertentu. Batas ukur tidak boleh lebih kecil dari

besaran yang mau diukur. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar

multimeter tidak rusak.

b. Multimeter sebagai Amperemeter

Untuk menjadikan multimeter sebagai amperemeter yaitu

digunakan untuk mengukur kuat arus, maka selektor harus diputar

kearah fungsi amperemeter. Amperemeter berfungsi untuk mengukur

kuat arus yang melalui suatu rangkaian listrik. Pemasangan

amperemeter adalah dirangkai seri pada komponen yang akan diukur

kuat arusnya.

Penggunaan Amperemeter analog, arus listrik harus mengalir

masuk ke terminal positif (+) dan meninggalkan amperemeter melalui

terminal negatif (-). Dengan kata lain titik yang potensialnya tinggi

dihubungkan dengan terminal positif dan titik yang potensialnya rendah

dihubungkan dengan terminal negatif (jangan sampai terbalik).

Cara membaca amperemeter:

(59)

c. Multimeter sebagai Voltmeter

Untuk menjadikan multimeter sebagai voltmeter, maka selektor

harus diputar ke arah voltmeter. Jika yang akan diukur adalah tegangan

searah (DC), selektor diarahkan ke tegangan searah, biasanya ditandai

dengan VDC.

Voltmeter digunakan untuk mengukur beda potensial antara

ujung-ujung suatu komponen dalam rangkaian listrik. Pemasangan voltmeter

harus dipasang paralel dengan komponen yang akan diukur beda

potensialnya. Pemasangang voltmeter tidak harus memotong rangkaian

seperti pada pemasangan amperemeter. Ujung komponen yang

potensialnya lebih besar dihubungkan ke terminal positif voltmeter dan

ujung komponen yang potensialnya rendah dihubungkan dengan

terminal negatif voltmeter.

Cara membaca voltmeter:

3. Hukum Ohm

Bunyi Hukum Ohm: kuat arus yang melalui suatu konduktor

ohmik adalah sebanding dengan beda potensial antara ujung-ujung

konduktor asalkan suhu konduktor tetap. Secara sistematis dituliskan: I

(60)

V= tegangan (volt)

I= kuat arus listrik (ampere)

Hubungan matematis antara arus listrik dan beda potensial

Grafik yang terbentuk berupa garis linear. Nilai perubahan tegangan dibagi

perubahan kuat arus (

= hambatan listrik (R).

4. Rangkaian Seri dan Paralel

a. Rangkaian seri merupakan suatu rangkaian yang disusun tanpa

bercabang.

b. Rangkaian paralel merupakan suatu rangkaian yang disusun

dengan bercabang.

c. Ketika menghubungkan sebuah lampu menjadi sebuah rangkaian,

kemudian menghubungkan dua lampu secara seri, rangkaian

dengan satu lampu menyala lebih terang daripada rangkaian

dengan dua lampu disusun seri. Karena lampu-lampu adalah

identik, terang lampu tentu hanya bergantung pada kuat arus yang

Gambar

Tabel  2.1 Daftar Kategori Jenis Perilaku Ranah Kognitif
Grafik yang terbentuk berupa garis linear. Nilai perubahan tegangan dibagi
Tabel 3.1.  Aspek Kognitif dan Kriteria Pencapaian Aspek
Tabel 3.2. Kisi–Kisi Soal Pretest dan Postest Menurut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Produk Tabungan Seulanga juga menggunakan akad Mudharabah mutlaqah yang berarti pihak bank diberi kuasa penuh untuk menjalankan usahanya tanpa batas selama memenuhi

According to the research in my book Cracking the Personality Code, today there are around 2,500 cognitive and personality tests on the market.. So how do you decide which one

Sehubungan dengan penawaran Saudara untuk paket pekerjaan tersebut diatas setelah dilakukan evaluasi, maka dimohon kehadiran Saudara untuk hadir dalam Klarifikasi,

4.1 Menyajikan dan menyelesaikan model matematika dalam bentuk persamaan matriks dari suatu masalah nyata yang berkaitan dengan.

Keberadaan Bahasa Indonesia bisa saja punah bila kita tidak dapat melestarikannya. Bahasa Indonesia bukan lagi bahasa pemersatu bangsa yang dapat dimengerti oleh

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan maka saran dalam penelitian ini adalah Pemerintah diharapkan dapat menjaga kestabilan penerimaan pajak

Pada kualitas bentuk seragam yang terbaik terdapat pada perlakuan tanpa pemakaian kulit buah naga merah (X0), pada indikator warna merah yang terbaik terdapat pada

Sering terlihat pergaulan antara sesama mahasiswa di dalam lingkungan kampus Fisip Unwira, ada mahasiswa yang cenderung memilih teman yang berasal dari satu daerah walaupun