• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PELAKU KEJAHATAN PERKOSAAN YANG MENYAMAR SEBAGAI POLISI (Studi Di Wilayah Polres Lampung Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PELAKU KEJAHATAN PERKOSAAN YANG MENYAMAR SEBAGAI POLISI (Studi Di Wilayah Polres Lampung Selatan)"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

Dian Tri Puspa Sari

ABSTRAK

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PELAKU KEJAHATAN PERKOSAAN YANG MENYAMAR SEBAGAI POLISI

(Studi Di Wilayah Polres Lampung Selatan)

Oleh

DIAN TRI PUSPA SARI

Kejahatan perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian dikalangan masyarakat. Kejahatan yang sering menimpa kaum perempuan adalah perkosaan. Pada kasus perkosaan, setiap orang dapat menjadi pelaku perkosaan tanpa mengenal usia, status, pangkat, pendidikan, dan jabatan. Kejahatan perkosaan banyak menggunakan macam-macam modus untuk menaklukkan korbannya. Permasalahan dalam skripsi ini adalah apa faktor-faktor penyebab pelaku kejahatan perkosaan yang menyamar sebagai polisi ditinjau dari sudut pandang kriminologi, bagaimanakah upaya penanggulangan pelaku kejahatan perkosaan yang menyamar sebagai polisi dan apakah faktor penghambat dalam upaya penanggulangan terhadap pelaku kejahatan perkosaan yang menyamar sebagai polisi.

(2)

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa mempelajari perkembangan manusia dan faktor-faktor yang membentuk perilaku seseorang sejak lahir sampai lanjut usia. Penyebab perkosaan bisa terjadi di pergaulan/ lingkungan pada pokoknya terdiri dari pergaulan/ lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah, atau tempat kerja dan lingkungan pergaulan lainnya. Selain itu yang mempengaruhi terjadinya perkosaan faktor keluarga dan faktor ekonomi. Upaya dalam pengendalian dan penanganan terhadap kejahatan perkosaan dengan modus menyamar jika mengacu kepada perumusan Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) termasuk usaha pencegahan dari sisi formulasi aturan-aturan mengenai kejahatan perkosaan. Faktor penghambat diketahui bahwa koordinasi antar-instansi terkait seperti kepolisian, penuntut umum, dan Hakim Pengadilan belum tercipta dengan baik. Lapisan masyarakat dan pihak-pihak terkait memikirkan bagaimana menentukan langkah-langkah kongkret dalam hal pengantisipasian terhadap kejahatan perkosaan khususnya dengan berbagai macam cara modus.

Saran dalam penelitian ini adalah masyarakat sangatlah serius dan mengkhawatirkan terhadap kejahatan perkosaan dan diharapkan kepada pihak terkait yaitu kepolisian, pengadilan, keluarga dan masyarakat lebih meningkatkan kerjasama dalam hal penanggulangan kejahatan perkosaan oleh masyarakat yang menyamar sebagai polisi.

(3)

ANALISIS KRIMINOLOGIS PELAKU KEJAHATAN

PERKOSAAN YANG MENYAMAR SEBAGAI POLISI

(Studi di Wilayah Polres Lampung Selatan)

Oleh

Dian Tri Puspa Sari

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(4)

(Skripsi)

Oleh

Dian Tri Puspa Sari

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(5)

`

C. Masalah Korban Kejahatan Perkosaan ...

(6)

E. Analisis Data ...

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden ... ....

B. Faktor-faktor Penyebab Terhadap Kejahatan Perkosaan Yang Menyamar Sebagai Polisi di tinjau dari

sudut pandang kriminologi...

C. Upaya Penanggulangan Terhadap Kejahatan Perkosaan

Yang Menyamar Sebagai Polisi ...

D. Apakah Faktor-faktor Penghambat dalam upaya penanggulangan

kejahatan terhadap pelaku perkosaan yang menyamar sebagai polisi ...

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ...

B. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

41

42

43

53

58

62

(7)
(8)
(9)

MOTO :

Salah satu sifat kegagalan hidup adalah membiarkan fikiran cemerlang

diperbudak oleh tubuh mendahulukan istirahat sebelum lelah .

( Dian Tri Puspa Sari)

Rugi Materi masih bisa dicari dan kembali namun rugi waktu takkan

pernah bisa kembali lagi, oleh karena itu pergunakanlah waktu sebaik

mungkin.

( Dian Tri Puspa Sari)

dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat. Dan

sesungguhnya yang demikian itu berat, kecuali bagi orang yang khusyu.

(10)

Kupersembahkan Skripsi ini kepada :

Bapak dan mamah tercinta Sudiyanto dan Desyanti

Yang telah membesarkanku, membimbingku

Dan senantiasa mendoakan

Keberhasilanku

kakakku Heri Setiawan Basuki , dan Gilang Dwi Prasetyo

yang kusayangi

dan orang-orang terkasih yang senantiasa memberikan moril dan materil

sehingga penulis selalu bersemangat dalam membuat skripsi

Untuk Almamater

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 15 Oktober 1993.

Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan

ayahanda Sudiyanto dan ibunda Desyanti.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar (SD) di SD Al-Azhar 1 Bandar

lampung pada tahun 2005. Penulis melanjutkan Aekolah Menengah

Pertama ( SMP) di SMP KARTIKA-JAYA II Bandar Lampung dan

diselesaikan pada tahun 2008. Kemudian melanjutkan Sekolah Menengah

Atas (SMA) di SMA N 12 Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun

2011.

Tahun 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Hukum Universitas

Lampung, pada Januari 2014 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata

(12)

Alhamdulillahirabil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kejadirat

Allah SWT, sebab hanya dengan kehendaknya maka penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul : Analisis Kriminologi Terhadap Pelaku Kejahatan

Perkosaan Yang Menyamar Sebagai Polisi ( Studi di Wilayah Polres Lampung

Selatan), sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan sebagai dengan

terselesaikannya skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi S.H.,M.S selaku dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati S.H.,M.H selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas

Hukum Universitas Lampung, sekaligus pembimbing 1 skripsi, atas

bimbingan dan saran yang diberikan selama proses penyusunan skripsi.

3. Bapak Budi Rizki Husin S.H.,M.H. selaku pembimbing II yang telah

meluangkan waktu, tenaga, pikirannya untuk memberikan bimbingan dan

(13)

4. Bapak Dr. Maroni M.S. selaku pembahas I yang telah meluangkan waktu dan

pikirannya untuk memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Deni Achmad S.H.,M.H. selaku pembahas II yang telah memberikan

saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah

memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh studi.

7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung : Babe ,

mbak Sri dan bude Siti.

8. Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA kalianda yang telah memberikan

izin dan memberikan bantuan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian.

9. Kepala Polisi Resor di Kalianda Lampung Selatan, yang telah memberikan

izin dan memberikan bantuan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian.

10. Bapak dan mamak tercinta yang selalu berdoa untuk keberhasilan penulis dan

memberikan bantuan moril maupun materil dalam penulisan skripsi ini.

11. Kakakku Heri Setiawan Basuki, Nika Ayu , Gilang dwi Prasetyo yang telah

mendoakan dan menemani penulis dalam penulisan skripsi ini.

12. Teman – teman Bagian Hukum : Desi Dwi Katrin, Ellyzabet Berliana, Dian Anggraeni, Elsha, Fitri Agista, dopdon dan teman-teman yang tidak

semuanya disebutkan namanya.

13. My Love, Eby Kurniawan yang telah mendoakan, membantu dalam penulisan

skripsi ini, dan memberikan motivasi kepada penulis disetiap kondisi suka

(14)

15. Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung

yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

16. Almamater tercinta yang sudah memberikan banyak wawasan dan

pengalaman berharga.

Akhir kata, penulis menyadari skripsi ini masi9h jauh dari kesempurnaan, akan

tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita

semua.

Amin.

Bandar Lampung, November 2015

Penulis

(15)

l. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kejahatan perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian

dikalangan masyarakat. Di koran atau majalah diberitakan terjadi tindak pidana

perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya kejahatan ini sudah sejak dulu,

atau dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kejahatan klasik yang akan selalu

mengikuti perkembangan kebudayaan manusia itu sendiri, ia akan selalu ada dan

berkembang setiap saat walaupun mungkin tidak terlalu berbeda jauh dengan

sebelumnya. Kejahatan perkosaan di kota-kota besar yang relatif lebih maju

kebudayaan dan kesadaran atau pengetahuan hukumnya, tapi juga terjadi di

pedesaan yang relatif masih memegang tradisi dan adat istiadat.1

Kejahatan yang sering menimpa kaum perempuan adalah perkosaan. Setiap

peristiwa perkosaan tidak serta merta terjadi begitu saja, melainkan hal itu tidak

dapat dilihat sebagai suatu kasus yang berdiri sendiri. Sebab, kejahatan perkosaan

juga erat kaitannnya dengan budaya dan struktur sosial sebuah masyarakat

1

(16)

perkosaan selalu melibatkan dua belah pihak, yaitu pelaku dan korban, dan yang

pasti lazimnya pelaku adalah laki-laki dan korbannya adalah perempuan.

Pada kasus perkosaan, setiap orang dapat menjadi pelaku perkosaan tanpa

mengenal usia, status pangkat, pendidikan, dan jabatan. Berdasarkan data usia

pelaku tindak kejahatan perkosaan, dapat dikatakan bahwa pelaku perkosaan

sesungguhnya tidak mengenal batas usia. 2

Selama individu masih mempunyai daya seksual, dari anak-anak hingga

kakek-kakek masih sangat mungin untuk dapat melakukan tindak kejahatan perkosaan.3

Demikian pula dengan korban, setiap perempuan dapat menjadi korban dari kasus

perkosaan tanpa mengenal usia, kedudukan, pendidikan, status.4 Sementara itu di

Indonesia, kasus perkosaan menempati peringkat nomor 2 setelah Pembunuhan. 5

Data dari kalyanamitra menunjukkkan bahwa setiap 5 jam, ditemui 1 kasus

perkosaan.6

Perkosaan merupakan perbuatan pecelecehan seksual yang paling ekstrim.

Rentang pelecehan seksual sangat luas meliputi main mata, siulan nakal, komentar

yang berkonotasi seks, humor porno, cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di

bagian tubuh tertentu gerakan tertentu atau isyarat bersifat seksual, ajakan

2

Suharman. 1997. Kekerasan Terhadap Perempuan. Yogyakarta. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.

3

Eko Prasetyo. 1997. Refleksi Sebuah Ketimpangan Kekuasaan Rejim Kehidupan Yang Kelaki-lakian Dalam Wacana Perkosaan. Yogyakarta. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.

4

Haryanto. 1997. Dampak sosio-psikologis Korban Tondak Perkosaan Terhadap Wanita.

Yogyakarta. Pusat Studi Wanita Universitas Gadjah Mada.

5

M Darwin,. 2000. Potret Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Penanganan Melalui Media. Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia.

6

(17)

3

berkencan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan melakukan hubungan

seksual sampai perkosaan.

Jadi perkosaan adalah suatu tindakan kriminal atau kejahatan yang berbentuk

hubungan seksual yang dilangsungkan bukan berdasarkan kehendak bersama.

Karena bukan berdasarkan kehendak bersama, hubungan seksual di dahului oleh

ancaman dan kekerasan fisik atau dilakukan terhadap korban yang tidak berdaya,

di bawah umur, atau yang mengalami keterbelakangi mental atau dalam kondisi

lain yang menyebabkan tidak dapat menolak apa yang terjadi atau tidak dapat

bertanggung jawab atas apa yang terjadi kepadanya.7

Adapun beberapa tehknik metode modus kejahatan perkosaan ialah :

1. Memberi obat bius agar tidak sadarkan diri

2. Memberi ancaman pada korban agar tidak berdaya

3. Melakukan penganiayaaan agar tidak sadarkan diri atau tidak berdaya

4. Menghipnotis korban agar mau melakukan apa yang diinginkan pemerkosa

5. Memberi obat perangsang agar korban jadi birahi/ bernafsu

6. Dijadikan wanita penghibur/ pelacur bayaran

7. Dicekoki minuman keras agar mabuk setengah sadar

8. Diculik lalu digagahi di tempat yang tersembunyi

9. Ditipu akan diberikan sesuatu atau dijanjikan sesuatu, dll8

7

N Idrus. 1999. MaritaL Rape ( Kekerasan Seksual Dalam Perkawinan ). Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.

8

(18)

Kasus pemerkosaan di atur dalam pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) disebutkan bahwa :

“ barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang

wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan

perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”

Pada pasal ini perkosaan didefinisikan bila dilakukan hanya di luar perkawinan.

Selain itu kata-kata bersetubuh memiliki arti bahwa secara hukum perkosaan

terjadi pada saat sudah terjadi penetrasi. Pada saat belum terjadi penetrasi maka

peristiwa tersebut tidak dapat dikatakan perkosaan akan tetapi masuk dalam

kategori pencabulan.9

Kasus kejahatan perkosaan yang dilakukan yang terjadi di Lampung termasuk

dalam tingkat tinggi, adapun jumlah korban dari perkosaan dijelaskan dalam tabel

korban sebagai berikut:

9

(19)

5

1. Tabel jumlah korban dari perkosaan ialah :

No TAHUN KORBAN

DEWASA

KORBAN ANAK

KASUS

1 2008 144 60 206

2 2009 299 95 394

3 2010 418 144 562

4 2011 702 205 917

5 2012 807 355 1162

6 2013 922 404 1326

http:/Tempo.co/read/news pkl. 19.30

Dalam tindak pidana perkosaan tidak dapat dipungkiri bahwa korban mengalami

penderitaan mental yang mendalam (karena adanya ancaman dan kekerasan),

terlebih bila perkosaan tersebut berakibat pada hamilnya korban. Seperti halnya

jumlah pemerkosaan di Lampung semakin menambah dari tahun ke tahun. Tahun

2008 terjadi 206 kasus pemerkosaan sampai tahun 2013 kasus pemerkosaan

sampai 1326. Meningkatnya dua kali lipat dari tahun sebelumnya.

fakta mengenai perlindungan korban di Indonesia selama ini menujukkan bahwa

(20)

II. table beberapa kasus perkosaan oleh orang yang bermodus menyamar sebagai

penipu mengaku sebagai anggota polisi. Pelaku sengaja menyamar sebagai polisi

dalam menjerat mangsanya yang mayoritasnya perempuan, alasannya sederhana,

kaum perempuan kerap memberikan penilaian positif terhadap profesi anggota

kepolisian. Di Lampung tahun 2008 ada 11 kasus yang menyamar sebagai polisi,

sampai tahun berikutnya menambah hingga tahun 2013 sampai 48 kasus

pemerkosaan.

Salah satu contoh kasus yang terjadi di Lampung dilakukan seorang pelaku

bernama Dira Alias Rizal alias Itang Bin Manaf (60 tahun) melakukan perkosaan

dengan menculik terhadap Siti ( 20 Tahun). Pelaku mengakui sebagai Aparat

Penegak Hukum . pelaku bisa keluar dengan korban dari rumah korban bersama

ayahnya korban pergi dengan menaiki 1 (satu) sepeda motor tetapi saat dijalan

pelaku menurunkan ayahnya korban diwarung dekat rumahnya di Damar Lega

Bandar Dalam Kalianda, Lampung Selatan. Setelah itu pelaku mambawa kabur

10

(21)

7

korban pergi ke Menggala selama 2(dua) hari, setelah itu pelaku berpindah tempat

di Merapi, Kalirejo Lampung Tengah di rumah kawannya hingga

berbulan-bulan.pelaku mengikatkan tubuh korban ke tubuhnya dengan kain. Selama 41 hari

itu pelaku memperkosa korban berkali-kali, bahkan tak segan-segan menyiksa dan

mengancam korban bila tidak mau melayani nafsu bejatnya.

Peristiwa itu berawal saat motor milik ayah korban hilang. Keesokan harinya

pelaku datang dan berpura-pura sebagai anggota Buser Polres setempat. Pelaku

berjanji akan menemukan motor ayah korban yang hilang. Di dalam kasus

tersebut pelaku memalsukan identitasnya dengan mengaku dirinya sebagai

seorang anggota Kepolisian untuk mengelabui korbannya.

Pemalsuan identitas dapat digolongkan sebagai tindak pidana penipuan yaitu

sebuah kebohongan yang dibuat untuk keuntungan pribadi tetapi merugikan orang

lain, meskipun ia memiliki arti hukum yang lebih dalam, detail jelasnya bervariasi

di berbagai wilayah hukum. Adapun yang mengatur tentang penipuan ini di dalam

pasal 378 KUHP.11

Modus baru kejahatan perkosaan dengan menyamar sebagai Aparat Penegak

Hukum ini yang belakangan banyak diberitakan. Kejadian ini harus menjadi

evaluasi bagi seluruh pihak terkait khususnya Kepolisian. Perlu dicari mengapa

kejahatan semakin menghawatirkan. Tidak hanya serta merta pelaku melakukan

perkosaan tetapi juga diikuti serangkaian tindak pidana lainnya, seperti

penganiayaan. Para pelaku harus diganjar hukuman seberat-beratnya untuk

memberikan efek jera.

11

(22)

Kejahatan merupakan suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas,

tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.

Perkosaan diartikan secara umum yaitu sebagai suatu tindakan kriminal-seksual

dimana pelaku memaksakan kehendaknya tanpa disetujui oleh korban.

Masalah kejahatan khususnya perkosaan hakikatnya merupakan suatu komponen

yang perlu diperhatikan dalam patut dikaji. Lazimnya hanya memperhatikan

dalam analisi kejahatan hanya ko,ponen penjahat, Undang-Undang dan pengak

hukum serta intraksi antara ketiga komponen itu. Masalah konstelasi masyarakat

dan faktor lainnya kalaupun dikaji, lebih banyak disoroti oleh sosiologi,

psikologis, dan kriminologi.

Dalam hal ini komponen korban hampir terlupakan dalam analisis ilmiah. Suatu

tindakan kejahatan(crime) mesti melibatkan dua pihak, yaitu si pelaku kejahatan

(perpetrator) dan korban (victim). Sebagai contoh kasus perkosaan baru dapat

diproleh oleh pengadilan apabila si korban melakukan kejadian tersebut. Sejauh

mana si korban mempersepsi kasus memperkosaan itu sebagai salah satu

kejahatan tergantung pada bagaimana akibat tindakan perkosaan tersebut pada

(23)

9

Berdasarkan hal – hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “ Analisis

Kriminologis Pelaku Kejahatan Perkosaan Yang Menyamar Sebagai Polisi (Studi di Wilayah Polres Lampung Selatan)”.

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup

1.Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permaslahan penelitian yang

diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Apa faktor-faktor penyebab pelaku kejahatan perkosaan yang menyamar

sebagai polisi?

2. Bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap pelaku kejahatan perkosaan

yang menyamar sebagai polisi ditinjau dari sudut pandang kriminologi?

3. Apakah faktor penghambat dalam upaya penanggulangan terhadap pelaku

kejahatan perkosaan yang menyamar sebagai polisi?

2. Ruang Lingkup

Agar tidak terjadi perluasan dalam pembahasan sehingga memungkinkan

penyimpangan dari judul, maka penulis membatasi ruang lingkup dalam

(24)

dan Analisis Kriminologi pelaku kejahatan perkosaan yang menyamar sebagai

polisi. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2014-2015.

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan memahami faktor penyebab kejahatan perkossaan

yang menyamar sebagai polisi

2. Untuk mengetahui dan memahami upaya penanggulangan terhadap pelaku

kejahatan perkosaan yang menyamar sebagai polisi

3. Untuk mengetahui dan memahami faktor penghambat upaya penanggulangan

terhadap kejahatan perkosaan yang menyamar sebagai polisi.

2. Kegunaan Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai berikut :

1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmu

pengetahuan hukum khususnya di dalam Hukum Pidana, dalam rangka

memberikan penjelasan mengenai analisis kriminologi terjadap pelaku

(25)

11

2. Kegunaan praktis

Penulisan ini dimaksudkan untuk menambah wawasan berfikir dan

memberikan informasi bagi para pembaca dan memberikan sumbangan

pemikiran kepada pihak-pihak terkait dalam rangka studi yang berhubungan

dengan tindakan pidana perkosaan.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan

identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relavan oleh peneliti.12

Pada kriminologi terdapat teori yang menjelaskan peranan dari faktor struktur

sosial dalam mendukung timbulnya kejahatan, antara lain:13

a. Teori Anomi : Teori ini mencari sebab kejahatan dari sosio-kultural dengan

beronrientasi pada kelas sosial

b. Teori Differential association : Teori ini mengetengahkan suatu penjelasan

sistematik mengenai penerimaan pola-pola kejahatan

c. Teori Labelling : teori ubtuk mengukur mengapa terjadinya kejahatan.

12

Soerjono Soekanto. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press.Hlm 125

13

(26)

Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan

pengulangan tindak pidana perkosaan, penulis menggunakan teori yang

dikemukakan oleh Abdul Syani, yaitu : 14

1. Faktor internal dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

a. sifat khusus dari individu, seperti : sakit jiwa, daya emosional, rendahnya

mental dan Anomi

b. sifat umum dari indiviidu, seperti: umur, gender, kedudukan didalam

masyarakat, pendidikan dan hiburan.

2. Faktor eksternal, antara lain:

a. Faktor ekonomi, dipengaruhi oleh kebutuhan hidup yang tinggi namun

keadaan ekonominya rendah

b. Faktor agama, dipengaruhi oleh rendahnya pengetahuan agama

c. Faktor bacaan, dipengaruhi oleh bacaan buku yang dibaca

d. Faktor film, dipengaruhi oleh film/tontonan yang disaksikan.

Upaya penanggulangan tindak pidana perkosaan yang menyamar sebagai polisi,

penulis menggunakan teori penanggulangan kejahatan, yaitu:

14

(27)

13

1. Pre-Emtif yang dimaksud dengan upaya pre-emtif adalah upaya-upaya awal

yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak

pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara

pre-emtif adalah menanamkan nilai-nilai norma tersebut terinternalisasi

dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan

pelanggaran/ kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut

maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi, dalam usaha pre-emtif faktor niat

menjadi hilang meskipun ada kesempatan.

2. Preventif, upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari

upaya pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya

kejahatan. Dalam upaya preventif yang titekankan adalah menghilangkan

kesempatan untuk dilakukannya kejahatan. Contoh ada orang ingin mencuri

motor tetapi kesempatan itu dihilangkan karena motor-motor yang ada

ditempatkan di tempat penitipan motor, dengan demikian kesempatan

menjadi hilang dan tidak terjadi kejahatan.

3. Represif, upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana/ kejahatan

yang tindakannya berupa penegakan hukum 9 law enforcement) dengan

(28)

Faktor yang berpengaruh terhadap penegak hukum yang dikemukakan oleh

Soerjono Soekanto. Menurut Soerjono Soekanto faktor-faktor yang

mempengaruhi hukum adalah sebagai berikut :15

a. Faktor hukumnya sendiri (Undang-undang)

b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum

c. Faktor sarana dan fasibilitas yang mendukung penegak hukum

d. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan

e. Faktor kebudayaan.

Kelima faktor tersebut diatas saling berkaitan erat karena merupakan esensi dari

penegak hukum. Dengan demikian, maka kelima faktor tersebut diatas sangat

tepat digunakan sebagai faktor yang mempengaruhi penegakan hukum.

2.Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menghubungkan atau

menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang

berkaitan dengan istilah. 16Agar tidak terjadi kesalahpahaman pada pokok

permasalahan, maka dibawah ini penulis memberikan beberapa konsep yang dapat

15

Soerjono Soekanto. Op.cit. hlm 127

16

(29)

15

dijadikan pegangan dalam memahami tulisan ini. Berdasarkan judul akan

diuraikan berbagai istilah sebagai berikut :

a. Analisis adalah memecah atau menguraikan suatu keadaan atau masalah

kedalam beberapa bagian atau elemen dan memisahkan bagian tersebut untuk

dihubungkan dengan keseluruhan atau dibandingkan dengan yang lain.17

b. Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan.

Kriminologi baru berkembang tahun 1850 bersama-sama sosiologi,

antropologi, dan psikologi.

c. Pelaku adalah orang yang melakukan suatu perbuatan kejahatan.18

d. Korban adalah menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang

lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri dan orang lain yang

bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita.19

e. Kejahatan adalah perbuatan anti sosial yang oleh negara ditentang dengan sadar

melalui penjatuhan hukuman. Kejahatan adalah perbuatan yang melanggar

hukum pidana

f. Perkosaan ditinjau dari segi yuridis, kata perkosaan dapat ditemukan dalam

KUHP(Kitab Undang-undang Hukum Pidana) pada buku ll Bab XIV ( tentang

17

Departemen Pendidikan Nasional. 1997. Kamus Besar Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka. Hlm 276

18

Bimo Walgito. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta. Hlm 67

19

(30)

kejahatan terhadap kesusilaan). Perkosaan berdasakan Kitab Undang-undang

Hukum Pidana dalam pasal 285 yakni :

“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang

wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan, denan pidana penjara paling lama 12(dua belas) tahun.”

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan hukum terbagi 5 (lima) bab yang saling berkaitan

dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

I.PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini, penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian san

sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang analisis kriminologi tindak pidana perkosaan yang

dilakukan oleh polisi gadungan

III. METODE PENELITIAN

Bab ini memuat tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur

(31)

17

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan rumusan

masalah, yaitu mengenai faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya

penggulangan tindak pidana perkosaan yang dilakukan oleh masyarakat yang

menyamar sebagai polisi dan upaya-upaya apa sajakah yang dilakukan untuk

menanggulangi pengulangan tindak pidana perkosaan yang dilakukan oleh

masyarakat yang menyamar sebagai polisi dan faktor penghambat upaya

penanggulangan tindak kejahatan perkosaan yang dilakukan oleh masyarakat yang

menyamar sebagai polisi.

V. PENUTUP

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Pengertian Kejahatan menurut Kriminologi

Kejahatan bukan merupakan peristiwa hereditas (bawaan sejak lahir, warisan)

juga bukan merupakan warisan biologis.1

Tindak kejahatan bisa dilakukan siapapun baik wanita maupun pria dengan

timgkat pendidkan yang berbeda.2 Tindak kejahatan bisa dilakukan secara sadar

yaitu difikirkan, direncanakan, dan diarahkan pada maksud tertentu secara sadar

benar. Kejahatan suatu konsepsi yang bersifat abstrak, dimana kejahatan tidak

dapat diraba dan dilihat kecuali akibatnya saja.

Definisi kejahatan menurut Kartono bahwa : “secara yuridis formal,kejahatan

adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan

(immoril), merupakan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta

undang-undang pidana.3

1

Wirjono Prodjodikoro. 2003. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia. Bandung. Repika Aditama.hlm 1

2

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1998. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung. Alumni. Hlm 2

3

(33)

19

Definisi kejahatan menurut Kartono bahwa :

“secara sosiologis, kejahatan adalah semua ucapan, perbuatan dan tingkah laku

yang secara ekonomis, politis dan osial psikologis sangat merugikan masyarakat,

melanggar norma-norma susila dan menyerang keselamatan warga masyarakat

(baik yang telah tercantum dalam undang-undang pidana).”4

Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat berbagai macam kejahatan tergantung

pada sasaran kejahatannya, sebagaimana dikemukakan oleh Mustofa yang dikutip

dari buku Tri Andrisman bahwa :

“jenis kegiatan menurut sasaran kejahatannya yaitu : kejahatan terhadap badan (pembunuhan, perkosaan, penganiayaan, kejahatan terhadap harta benda (perampokan, pencurian, penipuan),kejahatan terhadap ketertiban umum (pemabukan, perjudian) kejahatan terhadap keamanan negara.’’5

Sebagian kecil dari bertambahnya kejahatan dalam masyarakat disebabkan karena

beberapa faktor luar, sebagian besar disebabkan karena ketidakmampuan dan

tidak adanya keinginan dari orang-orang dalam masyarakat untuk menyesuaikan

diri dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Menurut Bidianto

bahwa : “salah satu penyebab tingginya tingkah kejahatan di Indonesia adalah

tingginya angka pengangguran, maka kejahatan akan semakin bertambah jika

masalah pengangguran tiak segera diatasi.”

4

Muladi dan Barda Nawawi. Op.cit. hlm 4

5

(34)

Sebenarnya masih banyak penyebab kejahatan yang terjadi di Indonesia misalnya:

kemiskinan yang meluas, kurangnya fasilitas pendidikan, bencana alam,

urbanisasi dan industrialisasi, serta kondisi lingkungan yang memudahkan orang

melakukan kejahatan.

Menurut Sutrisno dan Sulis bahwa : “penyebab kejahatan dapat dilihat dari

beberapa faktor yaitu bakat si penjahat, alam sekitarnya dan unsur kerohanian.”

Bakat seorang penjahat dapat dilihat menurut kejiwaan/kerohaniaan ada penjahat

yang pada kejiwaannya lekas marah, jiwanya tidak berdaya menahan

tekanan-tekanan luar, lemah jiwanya. Ada juga yang sejak lahirnya telah memperoleh

cacat rohaniah.6 Selain itu ada istilah kleptonia yaitu mereka yang acap kali

menjadi orang yang sangat tamak, apa yang dilihatnya diinginkannya dan dicurinya.”7

Selain itu, bakat seorang penjahat juga dapat dilihat menurut jenis kelamin,

berdasarkan jenis kelamin bahwa persentase yang dilakukan wanita dan laki-laki

lebih berbeda. Hal itu dapat dilihat dari statistik bahwa persentase kejahatan yang

dilakukan oleh laki-laki lebih banyak daripada wanita.8 Hal itu tentu berhubungan

dengan perbedaan sifat-sifat yang dimiliki wamita dengan sifat laki-laki yang

sudah dipunyai sejak lahir, juga diketahui bahwa fisik wanita lebih rendah

dibandingkan dengan laki-laki.9

6

Adam Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Indonesia. Jakarta. Raja Grafindo Persada. Hlm71

7

Tongat. 2009 .Dasar-dasar Hukum Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan. Malang. UMM Press. Hlm 105

8

Ibid. Hlm 106

9

(35)

21

Menurut faktor alam sekitarnya si p0enjahat dapat dilihat dari segi pendidikan dan

pengajaran sehari-harinya, keburukan-keburukan dan ketidakteraturan maupun

kekacauan pendidikan pengajaran yang dialami.10

Lingkungan keluarga dan masyarakat juga dapat memberikan dampak kejahatan,

misalnya kemiskinan dan padatnya keluarga, kenakalan dan padatnya keluarga,

dan kejahatan orang tua, perpecahan dalam keluarga kurangnya perasaan aman

karena ketegangan dalam rumah, ketidakharmonisan dalam keluarga.11

Nama kriminologi ditemukan oleh Paul Topinard (1830-1911) seorang ahli

antropologi Prancis. Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Secara harfiah berasal dari kata “crime” yang berarti kejahatan

atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, kriminologi dapat

berarti ilmu kejahatan atau penjahat.12

Menurut Moeljatno kriminologi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan

dan kelakuan buruk dan tentang orangnya yang tersangkut pada kejahtan dan

kelakuan buruk itu.13 Dengan kejahatan yang dimaksud pula pelangggaran, artinya

perbuatan menurut Undang-undang diancam dengan pidana, dan kriminalitas

meliputi kejahatan dan kelakuan buruk. 14

Ilmu kriminologi menunjuk pada studi ilmia tentang sifat, tingkah, penyebab dan

pengendalian prilaku kriminal baik yang terdapat dalam pengendalian prilaku

kriminal, diri individu maupun dalam kehidupan sosial, budaya, politik dan

10

P.A.F. Lamintang. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung. Citra Aditya Bakti. Hlm 182

11

Moeljatno. 1993. Asas-asas. Hukum Pidana. Jakarta. Rineka Cipta. Hlm 54

12

Yesmil anwar dan Adang. 2012. Kriminologi. Bandung. PT Refika Aditama. Hlm 2

13

Moeljatno. 1986. Kriminologi. Bandung. Bina Aksara. Hlm 3

14

(36)

ekonomi. Dalam artian, cakupan studi kriminologi tidak hanya berfokus dalam

berbagai peristiwa kejahatan namun, cakupan studi kriminologi juga meliputi

bantuk, penyebab, konsekuensi, psikologis, dari berbagai kejahatan serta berbagai

bentuk reaksi sosial yang diakibatkan oleh kejahatan.

Adapun yang menjadi tugas kriminologi dalam mempelajari kejahatan adalah :

a. Apa yang dirumuskan sebagai kejahatan dan fenomenanya yang terjadi

didalam kehidupan masyarakat, kejahatan apa dan siapa penjahatnya

merupakan bahan penelitian para ahli kriminologi

b. Faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya atau dilakukannya kejahatan.

Menurut W.A Bonger kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan

menyelidiki kejahatan seluas-luasnya. Pengertian kejahatan seluas-luasnya berati

mencakup seluruh gejala patologi sosial, seperti pelacuran, narkotika, korupsi,

kalusi, pemalsuan identitas dan lain sebagainya. Penelitian gejala-gejala meliputi

penelitian sebab-sebab dari gejala tersebut.

Wolf Gang Savitr dan Jahnston merumuskan pengertian kriminologi adalah suatu

ilmu pengetahuan yang mempergunakan metode ilmiah dalam mempelajari dan

menganalisa keteraturan, keseragaman, pola-pola dan fakta sebab musabab yang

berhubungan dengan kejahatan dan penjahat serta reaksi sosial terhadap

(37)

23

Ruang lingkup kriminologi seperti yang telah dikemukakan oleh Edwin H

Sutherland dan Donald R.Cressy : bertolak dari pandangan bahwa kriminologi

adalah kesatuan pengetahuan mengenai kejahatan sebagai gejala sosial,

mengemukakan ruang lingkup kriminologi yang mencakup proses-proses

perbuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum.

Menurut Sutherland, kriminologi dapat dibagi dalam tiga bagian utama yaitu :

a. Sosiologi hukum sebagai analisa ilmiah atau kondisi-konsisi berkembangnya

hukum pidana

b. Etiologi kriminal, yang mencoba melakukan analisa ilmiah mengenai

sebab-sebab kejahatan

c. Penologi yang menaruh perhatian pada pengendalian kejahatan.

Objek bahasan kriminologi sangatlah luas karena itu kriminologi memerlukan

sumbangan dari berbagai ilmu pengetahuan yang lain. Adapun ilmu pengetahuan

bagian dari kriminologi merupakan kumpulan dari banyak ilmu pengetahuan yang

terdiri dari :

a. Antropologi kriminal ialah ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat

b. Sosiolofgi kriminal ialah ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu

gejala masyarakat, jadi intinya tentang sampai dimana letak sebab kejahatan

dalam masyarakat (ethiologi social)

c. Pysikolog kriminal ialah ilmu pengetahuan tentang kejahatan dipandang dari

(38)

d. Psyco dan neuo phatologi kriminal ialah ilmu pengetahuan tentang penjahat

yang sakit jiwa

e. Penologi ialah ilmu pengetahuan tentang timbul dan bertumbuhnya hukum

f. Kriminologi yang dilaksanakn adalah Hugiene kriminil dan politik kriminal

g. Kriminalistik (police scientique) ilmu pengetahuan untuk dilaksanakan yang

menyelidiki tekhnik dan pengusutan kejahatan.

Sebagai studi mengenai kejahatan. Penjahat serta reaksi masyarakat atas kejahatan

dan penjahat dengan bidang cukup yang meliputi proses pembentukan hukum dan

penegakan hukum. Prinsip-prinsip dalam penelitian kriminologi menurut Herman

Manheim adalah : “...terutama memperhatikan penemuan sebab-sebab kejahatan

serta akibat berbagai cara pembinaan. Riset mengenai frekuensi dan distribusi

berdasarkan umur, jenis kelamin, wilayah serta faktor-faktor sosial atau psikologi

lain yang memainkan peranan penting.”15

Herman Mainheim mengemukakan bahwa arti penting penelitian kriminologi

sedikitnya mencakup :

a. Akan menelusurkan atau paling sedikit mengurangi kepercayaan yang salah

terutama yang mencakup sebab-sebab kejahatan serta mencari berbagai cara

pembinaan narapidana yang baik

b. Dalam sisi positifnya suatu penelitian dapat bermanfaat untuk meningkatkan

pembinaan pelanggaran hukum dan lebih jauh menggantikan cara dalam

pembinaan pelanggaran hukum.

15

(39)

25

c. Karena hasil penelitian kriminologi lambat laun memberikan hasil terutama

melalui penelitian kelompok kontrol dan penelitian ekologis yang menyediakan

bahan keterangan yang sebelumnya tidak beersedia mengenai non dilikuendan

mengenai ciri-ciri berbagai wilayah tempat tinggal dalam hubungan dengan

kejahatan.

B.Perkosaan

1. Pengertian Kejahatan Perkosaan

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, istilah perkosaan berasal dari kata

perkosa yang berarti : (1) gagah;kuat (2)paksa;kekerasan; dengan paksa; dengan

kekerasan; menjadi memperkosa yang artinya (1) menundukkan dan sebagainya

dengan kekerasan, mengagahi, memaksa dengan kekerasan (2) melanggar,

menyerang dan sebagainya dengan kekerasan. Kemudian menjadi kata perkosaan

yang artinya perbuatan memperkosa ,penggahan, paksaan, dan pelanggaran

dengan kekerasan.16

Bismar Siregar dalam bukunya Keadilan Hukum dan berbagai aspek hukum

nasional, memberikan perumusan (batasan) pengertian perkosaan. Perkosaan

dimaksudkan sebagai pemaksaan kehendak seseorang pada umumnya pria, tetapi

dimaksudkan sebagai pemaksaan kehendak seseorang pada umumnya pria, tetapi

bukan mustahil juga wanita kepada orang lain. Paksaan ini didorong oleh

16

(40)

keinginan yang tidak terkendali walaupun ada saluran resmi atau halal tetapi

dilakukan secara tidak halal.17

Perkosaan adalah tindakan kekerasan atau kejahatan seksual yang berupa

hubungan seksual yang berupa hubungan seksual yang dilakukan oleh laki-laki

terhadap perempuan dengan kondisi :

1. Tidak ada kehendak persetujuan perempuan

2. Dengan “persetujuan” perempuan namun dibawah ancaman

3. Dengan “persetujuan” perempuan namun dibawah penipuan

The encyclopedia American Edition, Volume23, dikatakan bahwa perkosaan

(rape) dalam hukum adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum

dimana terjadi perstubuhan tanpa adanya persetujuan dari korban.18

Perempuan dan anak-anak adalah merupakan korban tindak pidana perkosaan

pada umumnya. Tak seorangpun wanita aman dari perkosaan, sebuah advokasi

bagi korban perkosaan di Florida (AS) menemukan bahwa korban perkosaan

termuda berusia dua bulan dan tertua berumur 85 tahun. Hasil penelitian tim

peneliti dari Univeritas Airlangga bekerja sama dengan Polda Jawa Timur tahun

1990/1991 di wilayah Kediri, Surabaya, Besuki menemukan data bahwa korban

perkosaan berusia 2,5 tahun hingga 60 tahun, sedang usia, kelas sosial, kelas

ekonomi, tingkat pendidikan, dan cara berpakaian yang dapat menjamin seorang

wanita bahwa ia tidak akan diperkosa. Seorang wanita bagaimanapun keadaannya

dapat menjadi korban perkosaan. Jika melihat hasil penelitian yang tersebut maka

17

Bismar Siregar. 1986. Keadilan Hukum Dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional. Jakarta. Rajawali. Hlm 137

18

(41)

27

dapat kita lihat bahwa yang lebih banyak menjadi koran perkosaan adalah

anak-anak dibawah umur.19

Pelaku perkosaan adalah laki-laki, pelaku disebutkan sebagai setiap orang.

Pembuat Undang-undang ternyata menganggap tidak perlu untuk menentukan

hukum bagi perempuan yang memaksa untuk bersetubuh, bukanlah mata-mata

karena paksaan oleh seorang perempuan terhadap laki-laki itu dipandang tidak

mungkin, akan tetapi justru karena perbuatan itu dipandang tidak mengakibatkan

sesuatu yang buruk atau merugikan.20

Subyek perkosaan hanya mungkin seorang pria, ini disimpulkan dari perbuatan

yaitu persetubuhan dengan obyek adalah wamita. Kemungkinan seorang wanita

yang memperkosa laki-laki belum dipertimbangkan untuk dijadikan delik dengan

alasan bahwa pada umumnya seorang pria terancam apabila dipakul, tidak

membuat bergairah, yang karenanya tidak mungkin untuk terjadinya persetubuhan

itu terjadi justru wanita itu akan lebih rugi karena kemungkinan ia hamil yang

mengundang kehinaan baginya.

Kejahatan perkosaan yang diatur dalam pasal 285 KUHP ternyata mempunyai

unsur-unsur objektif, masing-masing yakni :

1. Barang siapa

2. Dengan kekerasan

3. Dengan ancaman akan memakai kekerasan

4. Memaksa

(42)

5. Seorang wanita

6. Mengadakan hubungan kelamin di luar perkawinan

7. Dengan dirinya.

Kiranya sudah cukup jelas bahwa kata barang siapa ini menunjukkan orang, yang

apabila orang tersebut memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang diatur

dalam Pasal 285 KUHP , maka ia dapat disebut sebagai pelaku dari tindak pidana

perkosaan.

Menurut Prof. Simons, yang dimaksudkan dengan kekerasan atau geweld ialah

elke uitoefening van lichamejlike kracht van niet al te geringe bekenis. Artinya

setiap penggunaan tenaga badan yang tidak terlalu tidak berarti atau het

aanwenden van lichamajlike kracht van niet al e geringe intensiteit,21 artinya

setiap pemakaian tenaga badan yang tidak terlalu ringan.

21

(43)

29

2. Jenis Perkosaan

Jenis perkosaan yang dapat terjadi dalam masyarakat menurut Kalyanamitra

digolongkan menjadi 5, yaitu :

1. Perkosaan oleh orang yang dikenal

Jenis pertama ini merupakan tindakan pidana yang dilakukan oleh orang yang

telah dikenal korban. Dapat dilakukan oleh orang yang biasa berhubungan

dengan korban dalam kesehariannya, misalnya oleh teman, tetangga, pacar,

rekan kerja atau perkosaan yang dilakukan oleh dokter atau dukun terhadap

pasiennya. Perkosaan oleh anggota keluarga ( bapak, saudara, pama,, suami)

juga masuk dalam kategori ini.

2. Perkosaan saat berkencan

Perkosan ini terjadi ketika korban berkencan dengan pacarnya. Mungkin

diawaki dengan tindakan bercumbu, namun korban tidak menghendaki

hubungan seks dan akhirnya dipaksa oleh pacarnya.

3. Perkosaan dengan ancaman halus

Jenis perkosaan ini terjadi pada korban yang bergantung terhadap pemerkosa,

yang biasanya kedudukan ekonomi atau sosial yang lebih tinggi daripada

korban. Misalnya perkosaan oleh majikan terhadap bawahan. Perkosaan ini

dapat disertai bujuk rayu tipuan dan janji-janji. Perkosaan yang dilakukan oleh

guru terhadap murid , germo terhadap seks, atau polisi dengan tahanan juga

termasuk dalam kategori ini. Kedudukan dan wewenang pemerkosa yang lebih

(44)

4. Perkosaan di dalam perkawinan

Perkosaan ini mempunyai ciri yang hampir sama dengan perkosaan dengan

ancaman halus yaitu unsur ketergantungan. Namun lebih khusus lagi,

perkosaan dalam perkawinan merupakan perkosaan yang dilakukan suami

terhadap istri. Unsur-unsur seperti ketergantungan istri terhadap suami (takut

tidak diberi nafkah, takut diceraikan) membuat pihak suami dapat memaksa

terjadinya hubungan seks yang tidak dikehendaki istri. Karena hukum yang

saat ini tidak mengatur perkosaan jenis ini, maka menjadi sulit bagi istri untuk

mengajukan tuntutan hukum.

5. Perkosaan oleh orang yang tak dikenal

Walaupun tidak selalu perkosaan jenis ini sering menyertai tindakan kejahatan

lainnya, seperti perampokan, pencurian dan lain-lain. Penganiayaan dan

pembunuhan yang sering menyertai perkosaan jenis ini.22

22

(45)

31

3.Bentuk-bentuk Perkosaan

Ketentuan yang ada dalam rancangan KUHP , bentuk perkosaan yang dicakup

selain perkosaan yang selama ini dianut oleh para penegak hukum dan juga

masyarakat adalah :

a. Persetubuhan dengan paksaan terhadap istri (martial rape)

b. Persetubuhan dengan anak dibawah umur ( statutory rape)

c. Persetubuhan dengan tipu daya ( deceitful rape )

Berkenaan dengan kategirisasi bentuk perkosaan , dapat pula dilihat pendapat

penelitian asing. Mengidentifikasi tiga jenis perkosaan :

a. Anger rape dalam hal ini serangan seksual menjadi sarana menyalurkan

kemarahan atau keberangan yang melibatkan secara fisik yang berlebihan

terhadap korban

b. Power rape terjadi apabila pelaku ingin menunjukkan dominasinya terhadap

korban

c. Sadistic rape adalah apabila pelaku mengkombinasikan seksualitas dan agresi

yang ditujukan pada keinginan psikotik untuk menyiksa atau menyakiti

(46)

4.Tipe Pelaku Kejahatan Perkosaan

Uraian diatas terlihat adanya lima tipe pekosaan yaitu :

a. “Assaul tive type” tipe ini pelaku adalah mereka yang melakukan perkosaan

secara sadis yang mana tujuan dari kekerasan dan kekejaman adalah untuk mendapatkan “seksual satisfaction”. Termasuk dalam tipe ini adalah mereka

yang dikategorikan sebagai “sex maniac

b. “Moral deliquents type”, pria yang tergolong memeliki kegemaran melakukan “seksual interance”. Pandangan mereka terhadap wanita adalah

pemuas nafsu seksualnya.

c. “Drunken variety type”, kejahatan perkosaan yang dilakukan selalu dibawah

pengaruh minuman beralkohol. Sangat jarang mereka melakukan perkosaan

tanpa ada minuman beralkohol.

d. “Explosive type”, tipe ini adalah mereka yang memang sangat senang

menentang hukum, perkosaan yang mereka lakukan sering tanpa alasan dan

datangnya juga secara tiba-tiba. Umumnya mereka memiliki riwayat hidup

yang salah perlakuannya pada masa kanak-kanak.

e. “The double standart variety type” tipe ini hanya melakukan perkosaan pada

(47)

33

C. Masalah Korban Kejahatan Perkosaan

1. Korban Kejahatan

Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat

tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sediri dan orang

lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita, lebih

lanjut adalah individu atau kelompok baik swasta maupun pemerintah.

Pengertian korban dalam hal ini bukan hanya untuk manusia atau

orang-peorangan tetapi dapat juga berlaku bagi badan hukum atau badan usaha,

kelompok organisasi maupun negara. Perluasan pengertian subyek hukum tersebut

karena perbuatan korban dan yang menjadi korban selalu manusia.23

2.Akibat Yang Diderita Kejahatan Perkosaan

Secara keseluruhan kerugian yang diderita korban tindak pidana atau kejahatan

dapat mengakibatkan penderitaan. Secara umumnya kerugian yang diderita oleh

korban kejahatan itu dapat dibedakan atau dibagi kedalam dua bagian, yaitu

sebagai berikut :

a. Kerugian materiil yaitu kerugian yang diderita si korban dalam hal ini

(materil) yang berupa penderitaan fisik, misalnya dalam hal ini kerusakan

pada barang atau luka yang diderita oleh korban 9luka memar, luka robekan)

dan lain-lain.

b. Kerugian immaterial yaitu kerugian yang sangat sulit diperkirakan secara

materil bahkan sangat sulit untuk disembuhkan sebab hal ini berkaitan dengan

23

(48)

perasaan si korban. Misalnya kepercayaan diri si korban terutama terhadap

korban kejahatan perkosaan , juga hilangnya kepercayaan terhadap

masyarakat dan ketertiban umum.

Akibat tindakan kejahatan perkosaan sangatlah kompleks. Hal ini karena

kejahatan perkosaan itu mempunyai akibat baik terhadap korban, keluarganya,

suami, anak, masyarakat, pemerintah dan lembaga yang menanganinya.

Khususnya bagi korban sendiri akan menyangkut aspek fisik, seperti luka memar,

akibat pukulan atau bahkan dapat mengancam dirinya. Disamping itu trauma yang

dialami korban kejahatan perkosaan sangatlah berat kondisi pasca pekosaan ini

cukup membebani korban perkosaan untuk dapat bersosialisasi kembali

dimasyarakat.

Hal ini keadaan korban kejahatan perkosaan, yaitu sebagai berikut :

a. Takut, cemas dan gelisah

b. Merasa sedih dan reaksi-reaksi lain yang bercampur aduk

c. Menyalakan diri-sendiri

d. Menangis bila teringat

e. Ingin melupakan peristiwa perkosaan yang telah dialaminya

f. Merasa tidak normal, kotr, dan berdosa

g. Merasa lelah tidak ada gairah dan tidak nisa tidur

h. Selalu ingin muntah-muntah

i. Perasaan ingin bunuh diri

Selanjutnya ada tiga kemungkinan dampak psikologis yang diderita kejahatan

(49)

35

1. Akibat secara fisik disebabkan tidak hanya karena tindak perkosaan itu

sendiri menyertinya seperti luka cakaran pada leher, memar sekujur tubuh

2. Korban menderita gangguan jiwa dan mental hal ini terkait dengan

kepercayaan yang berkembang dimasyarakat bahwa orang yang sudah tidak

suci lagi itu sudah kotor dan akan dikucilkn dari pergaulam masyarakat

3. Terjadi penyakit kelamin dan kehamilan, penyakit kelamin yang paling

banyak diderita adalah sphilis (gonornea) sedangkan pada kehamilan korban

terpaksa menggugurkan kandungannya karena dipaksa orang tua ataupun

karena korban merasa malu untuk mengandung anak tersebut.

3.Pelaku Kejahatan

Pelaku dapat dimulai berdasarkan motif sipelaku atau berdasarkan sifat-sifat si

pelaku. Pelaku kejahatan ialah jika seseorang mengalami kegagalan dalam

menyesuaikan diri atau berbuat menyimpang dengan sadar atau tidak sadar dari

norma-norma yang berlaku didalam masyarakat sehingga perbuatannya tidak

(50)

III. METODE PENELITIAN

A.Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Dan pendekatan

ini juga mengguanakan pendekatan prilaku dan pendekatan kognitif.

Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang menelaah hukum sebagai

kaidah yang dianggap sesuai dengan penelitian yuridis normatif dilakukan dengan

cara melihat, menelaahhukum serta hal yang bersifat teoritis yang menyangkut

asas-asas hukum, sejarah hukum, perbandingan hukum, taraf sinkronisasi yang

berkenaan dengan masalah yang akan dibahas. Secara operasional pendekatan ini

dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi literatur dan mengkali beberapa

pendapat dari orang yang dianggap kompeten terhadap masalah hak-hak

tersangka.

Sedangkan pendekatam yuridis empiris dilakukan dengan menelaah hukum dalam

kenyataan atau berdasarkan fakta yang didapat secara objektif dilapangan baik

berupa data, informasi, dan pendapat yang didsarkan pada identifikasi hukum dan

efektifitas hukum, yang didapat melalui wawancara dengan akademis yang

(51)

37

Dan pendekatan perilaku, pada dasrnya tingkah laku adalah respon atau stimulus

yang datang. Sedangkan pendekatan kognitif menekankan bahwa tingkah laku

adalah proses mental, dimana individu (organisme) aktif dalam menangkap,

menilai, membandingkan dan menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi.

B.Sumber dan Jenis data

Sumber adalah subyek penelitian dimana data menempel. Sumber data dapat

berupa benda ,gerak, manusia, tempat dan sebagainya. Dan jenis data merupakan

kumpulan informasi yang diperoleh dari suatu pengamatan, dapat berupa angka,

lambang dan sifat.

Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Data primer

Data primer ( field research) adalah data yang didapat secara langsung dari

sumber pertama. Dengan demikian data primer yang diperoleh langsung dari

obyek penelitian di lapangan yang tentunya berkaitan dengan pokok penelitian

(52)

2.Data sekunder

Data sekunder ( library research) adalah terdiri dari bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder, atau data tersier.

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri

dari:

1. Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

2.Undang-undang Republik Indonesia tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana

3.Undang-undang Nomor 1 tahun 1946 Tentang Kitab Undang-undang Hukum

Pidana

4. Undang-undang Nomor2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia

b. Bahan hukum sekunder data yang diperoleh dari kitab Undang-undang Hukum

Pidana (KUHP) , Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan

hasil penelitian kepustakaan dengan cara melakukan studi kepustakaan, yakni

melakukan studi dokumen, arsip dan literatur-literatur dengan mempelajari

hal-hal yang bersifat teoritis, konsep-konsep, pandangan-pandangan, doktrin dan

asas-asas hukum yang berkaitan dengan pokok penulisan, serta ilmu

pengetahuan hukum mengikat pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan

penjelasan terhadap data sekunder yang berkaitan dengan materi penulisan

(53)

39

C. Penentuan Narasumber

Populasi yaitu jumlah keseluruhan dari unit analisa yang dapat diduga-duga.

Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan

karakteristik yang sama. Sampel merupakan sejumlah objek yang

jumlahnyakurang dari populasi. Adapun Responden dalam penelitian ini sebanyak

4 (empat) orang ,yaitu :

1. Penyidik Polres Lampung Selatan : 1 Orang

2. Kepala lembaga pemasyarakatan Klas IIA Kalianda : 1 Orang

3. Pelaku Pemerkosaan : 1 Orang

4. Dosen Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung : 1 Orang

Jumlah : 4 Orang

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan

(54)

a. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan dimaksud untuk memperoleh data-data sekunder.

Dalam hal ini penulis melakukan serangkaian kegiatan studi dokumenter

dengan cara membaca, mencatat, menyadur, mengutip buku-buku

referensi dan menelaah perundang-undangan, dokumen dan informasi lain

yang ada hubungannya dengan permaslahan.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan merupakan usaha mendapatkan data primer dan dalam

penelitian ini dilakukan dengan wawancara terpimpin, yaitu dengan cara

mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan permaslahan

yang ada dalam penelitian ini. Pertanyaan yang telah dipersiapkan

diajukan kepada pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk

mendapatkan data, tanggapan, dan juga jawaban dari responden. Selain itu,

untuk melengkapi penulisan ini penulisan juga melakukan observasi untuk

melengkapi data-data dan fakta-fakta yang berkaitan dengan

permasalahan.

2.Pengolahan Data

Data yang diperoleh baik dari studi lapangan maupun dari studi kepustakaan

kemudian diolah dengan cara sebagai berikut:

1. Seleksi data, yaitu data yang diperoleh diperiksa dan diteliti mengenai

kelengkapan, kejelasan, kebenaran, sehingga terhindar dari kekurangan dan

(55)

41

2. Klasifikasi data, yaitu pengelompokkan data yang telah diseleksi dengan

mempertimbangkan jenis dan hubungannya guna mengetahui tempat

masing-masing data.

3. Penyusunan data, yaitu dengan menyusun dan menempatkan data pada pokok

bahasan atau permaslahan dengan susunan kalimat yang sistematis sesuai

dengah tujuan penelitian.

E. Analisi Data

Setelah data sudah terkumpul data yang diperoleh dari penelitian selanjutnya

adalah dianalisis dengan mengguanakan analisis kualitatif, yaitu dengan

mendeskripsikan data dan fakta yang dihasilkan atau dengan kata lain yaitu

dengan menguraikan data dengan kalimat-kalimat yang tersusun secara terperinci,

sistematis dan analisis, sehingga akan mempermudah dalam membuat kesimpulan

dari penelitian dilapangan dengan suatu interpretasi, evaluasi dan pengetahuan

umum. Setelah data dianalisis maka kesimpulan terakhir dilakukan dengan

metode induktif yaitu berfikir berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus,

(56)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Setelah melakukan pembahasan terhadap data yang diperoleh dalam penelitian

maka sebagaimana atas permaslahan atas permaslahan dalam skripsi ini,

penulis menarik kesimpulan :

1. Faktor penyebab pelaku kejahatan pemerkosaan menyamar sebagai polisi

adalah faktor keluarga, faktor ekonomi yang miskin, faktor

lingkungan/pergaulan, faktor mental. Faktor-faktor tersebut mempunyai

peran yang cukup berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Pembentukan

prilaku diperoleh dengan kondisi di sekelilingnya. Faktor keluarga yaitu

tidak adanya kasih sayang dan perhatian dari istri dan ank-anak. Faktor

ekonomi yang miskin yaitu pelaku tidak mempunyai kerjaan. Faktor

lingkungan/pergaulan sekitar rumahnya ada seorang anggota dari aparat

penegak hukum dan faktor mental yaitu mental pelaku terganggu karena

tidak ada yang memperdulikannya dan stres ditinggal keluarga.

2. Upaya menanggulangi kejahatan perkosaan yang menyamar sebagai polisi

adalah dengan cara, tindakan Reprentif dengan cara Non-Penal artinya

(57)

63

lain dengan cara : penyuluhan ke masyarakat dan ke daerah-daerah yang

terjadi kejahatan perkosaan agar menjaga, memperhatikan masyarakat

supaya perilaku tidak menyimpang dan tidak mudah percaya sama

seseorang yang tak dikenal seperti menyamar

3. Faktor penghambat upaya penanggulangan kejahatan perkosaan menyamar

sebagai polisi mengalami kesulitan karena terhambat Faktor masyarakat

dan faktor kebudayaan juga menjadi penghambat karena kesadaran dan

kehati-hatian masyarakat yang kurang terhadap bahayanya tindak pidana

perkosaan.

B.Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Faktor ekonomi dan faktor keluarga mempunyai pengaruh yang cukup

besar terhadap kejahatan perkosaan yang dilakukan masyarakat yang

menyamar sebagai polisi memperketat kontrol dari keluarga untuk

pencegahan perkosaan

2. Penanggulangan perilaku kejahatan perkosaan dikalangan masyarakat

yang menyamar sebagai polisi melakukan pembinaan mental spiritual

yang mengarah pada pembentukan moral baik bagi pelaku, menanamkan

sikap dan perilaku kehidupan keluarga dan lingkungan masyarakat yang

(58)

3. Diharapkan kepada pihak-pihak terkait yaitu kepolisian, keluarga, dan

masyarakat lebih meningkatkan kerjasama dalam hal penanggulangan

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Abar,A.Z. 1995. Perkosaan Eskalasi Emosi Publik Dan Media Massa. Yogyakarta.Bernas

Andrisman ,Tri. 2011. Hukum Pidana Asas-asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Universitas Lampung.

anwar ,Yesmil dan Adang. 2012. Kriminologi. Bandung. PT Refika Aditama.

Chazawi .Adam. 2002. Pelajaran Hukum Indonesia. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Darwin ,M,. 2000. Potret Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Penanganan Melalui Media. Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia.

Departemen Pendidikan Nasional. 1997. Kamus Besar Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.

Gosita, Arif. 1985. Masalah Korban Kejahatan. Akademika Presindo. Jakarta

Haryanto. 1997. Dampak sosio-psikologis Korban Tondak Perkosaan Terhadap Wanita. Yogyakarta. Pusat Studi Wanita Universitas Gadjah Mada.

Idrus ,N . 1999. Marital Rape ( Kekerasan Seksual Dalam Perkawinan ). Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.

(60)

Kusuma , W Mulyana Kusuma. 1988. Kejahatan dan penyimpangan. YLBHI. Jakarta

Lamintang. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung. Sinar baru.

Moeljatno. 1993. Asas-asas. Hukum Pidana. Jakarta. Rineka Cipta.

---. 1986. Kriminologi. Bandung. Bina Aksara.

Muladi.1997. Perlindungan Wanita Terhadap Tindakan Kekerasan Dalam Wacana Perkosaan. Yogyakarta. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.

Muladi dan Nawawi ,Barda Arief. 1998. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung. Alumni.

Prasetyo.Eko .1997. Refleksi Sebuah Ketimpangan Kekuasaan Rejim Kehidupan Yang Kelaki-lakian Dalam Wacana Perkosaan. Yogyakarta. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.

Prodjodikoro ,Wirjono. 2003. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia. Bandung. Repika Aditama.

Poerwadarminta ,W.J.S.. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.

Saleh ,Roeslan. 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Jakarta. PT Aksara Baru.

(61)

Soerodibroto. 1994. KUHP Dan Kuhp Dilengkapi Dengan Yurisprudensi. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Soekanto ,Soerjono. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press.

Sianturi ,S.R.. 1983. Tindak Pidana di KUHP. Jakarta. Alumni AHM-PTHM.

Siregar ,Bismar. 1986. Keadilan Hukum Dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional. Jakarta. Rajawali.

Syani, Abdul. 1987. Sosiologis Kriminalitas. Bandung. Remaja Karya.

Suharman. 1997. Kekerasan Terhadap Perempuan. Yogyakarta. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.

Tongat. 2009 .Dasar-dasar Hukum Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan. Malang. UMM Press.

Walgito ,Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta.

Penelusuran Internet

http:/Hukum.kompasiana.com/2012/02/05/kriminalitas-meningkat-hukum-indonesia-gagal-melindungi-rakyatnya/ diakses 03-03-2015, pkl. 10.00

http.riogumelar27.wordpress.com.makalahperkosaan diakses 03-03-2015 pkl.19.00

http:/Tempo.co/read/news diakses 03-03-2015 pkl. 19.30

Referensi

Dokumen terkait

Bank Indonesia selaku regulator perbankan di Indonesia membagi inovasi produk perbankan kedalam 4 (empat) kategori, yaitu perbankan internet (internet banking), layanan perbankan

Kelak jika dia tumbuh menjadi pemimpin maka dia akan menjadi pemimpin yang memiliki jiwa sosial yang tinggi dengan sikap senang memberi (dermawan), dan menjauhkan diri

 Merchandise and operational initiatives are on track, including the signing of the multi-year agreement with Disney.  Further developing logistics capabilities to support

[r]

Berdasarkan data dan fakta yang telah diperoleh sebelumnya mengenai penyakit diare dan pengobatan secara herbal, maka diperlukan cara untuk memperkenalkan obat herbal sebagai

b) Pengembangan secara keseluruhan Usahakan agar anak mau mengembangkan bakatnya sebagai upaya mengalihkan perhatiannya dari kelemahan pribadi yang telah membuat

Bahasa jurnalis adalah bahasa yang khususnya digunakan di surat kabar dan terealisasi dalam ragam bahasa yang berbeda dengan ragam bahasa lain.. Perbedaan satu ragam bahasa

Penyediaan media promosi untuk Mitra Binaan di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar Program Kemitraan yang merupakan bagian dari kegiatan unit Program