Dian Tri Puspa Sari
ABSTRAK
ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PELAKU KEJAHATAN PERKOSAAN YANG MENYAMAR SEBAGAI POLISI
(Studi Di Wilayah Polres Lampung Selatan)
Oleh
DIAN TRI PUSPA SARI
Kejahatan perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian dikalangan masyarakat. Kejahatan yang sering menimpa kaum perempuan adalah perkosaan. Pada kasus perkosaan, setiap orang dapat menjadi pelaku perkosaan tanpa mengenal usia, status, pangkat, pendidikan, dan jabatan. Kejahatan perkosaan banyak menggunakan macam-macam modus untuk menaklukkan korbannya. Permasalahan dalam skripsi ini adalah apa faktor-faktor penyebab pelaku kejahatan perkosaan yang menyamar sebagai polisi ditinjau dari sudut pandang kriminologi, bagaimanakah upaya penanggulangan pelaku kejahatan perkosaan yang menyamar sebagai polisi dan apakah faktor penghambat dalam upaya penanggulangan terhadap pelaku kejahatan perkosaan yang menyamar sebagai polisi.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa mempelajari perkembangan manusia dan faktor-faktor yang membentuk perilaku seseorang sejak lahir sampai lanjut usia. Penyebab perkosaan bisa terjadi di pergaulan/ lingkungan pada pokoknya terdiri dari pergaulan/ lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah, atau tempat kerja dan lingkungan pergaulan lainnya. Selain itu yang mempengaruhi terjadinya perkosaan faktor keluarga dan faktor ekonomi. Upaya dalam pengendalian dan penanganan terhadap kejahatan perkosaan dengan modus menyamar jika mengacu kepada perumusan Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) termasuk usaha pencegahan dari sisi formulasi aturan-aturan mengenai kejahatan perkosaan. Faktor penghambat diketahui bahwa koordinasi antar-instansi terkait seperti kepolisian, penuntut umum, dan Hakim Pengadilan belum tercipta dengan baik. Lapisan masyarakat dan pihak-pihak terkait memikirkan bagaimana menentukan langkah-langkah kongkret dalam hal pengantisipasian terhadap kejahatan perkosaan khususnya dengan berbagai macam cara modus.
Saran dalam penelitian ini adalah masyarakat sangatlah serius dan mengkhawatirkan terhadap kejahatan perkosaan dan diharapkan kepada pihak terkait yaitu kepolisian, pengadilan, keluarga dan masyarakat lebih meningkatkan kerjasama dalam hal penanggulangan kejahatan perkosaan oleh masyarakat yang menyamar sebagai polisi.
ANALISIS KRIMINOLOGIS PELAKU KEJAHATAN
PERKOSAAN YANG MENYAMAR SEBAGAI POLISI
(Studi di Wilayah Polres Lampung Selatan)
Oleh
Dian Tri Puspa Sari
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
Dian Tri Puspa Sari
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
`
C. Masalah Korban Kejahatan Perkosaan ...
E. Analisis Data ...
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden ... ....
B. Faktor-faktor Penyebab Terhadap Kejahatan Perkosaan Yang Menyamar Sebagai Polisi di tinjau dari
sudut pandang kriminologi...
C. Upaya Penanggulangan Terhadap Kejahatan Perkosaan
Yang Menyamar Sebagai Polisi ...
D. Apakah Faktor-faktor Penghambat dalam upaya penanggulangan
kejahatan terhadap pelaku perkosaan yang menyamar sebagai polisi ...
V. PENUTUP
A. Kesimpulan ...
B. Saran ...
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
41
42
43
53
58
62
MOTO :
Salah satu sifat kegagalan hidup adalah membiarkan fikiran cemerlang
diperbudak oleh tubuh mendahulukan istirahat sebelum lelah .
( Dian Tri Puspa Sari)
Rugi Materi masih bisa dicari dan kembali namun rugi waktu takkan
pernah bisa kembali lagi, oleh karena itu pergunakanlah waktu sebaik
mungkin.
( Dian Tri Puspa Sari)
dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat. Dan
sesungguhnya yang demikian itu berat, kecuali bagi orang yang khusyu.
Kupersembahkan Skripsi ini kepada :
Bapak dan mamah tercinta Sudiyanto dan Desyanti
Yang telah membesarkanku, membimbingku
Dan senantiasa mendoakan
Keberhasilanku
kakakku Heri Setiawan Basuki , dan Gilang Dwi Prasetyo
yang kusayangi
dan orang-orang terkasih yang senantiasa memberikan moril dan materil
sehingga penulis selalu bersemangat dalam membuat skripsi
Untuk Almamater
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 15 Oktober 1993.
Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan
ayahanda Sudiyanto dan ibunda Desyanti.
Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar (SD) di SD Al-Azhar 1 Bandar
lampung pada tahun 2005. Penulis melanjutkan Aekolah Menengah
Pertama ( SMP) di SMP KARTIKA-JAYA II Bandar Lampung dan
diselesaikan pada tahun 2008. Kemudian melanjutkan Sekolah Menengah
Atas (SMA) di SMA N 12 Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun
2011.
Tahun 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Hukum Universitas
Lampung, pada Januari 2014 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata
Alhamdulillahirabil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kejadirat
Allah SWT, sebab hanya dengan kehendaknya maka penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul : Analisis Kriminologi Terhadap Pelaku Kejahatan
Perkosaan Yang Menyamar Sebagai Polisi ( Studi di Wilayah Polres Lampung
Selatan), sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan sebagai dengan
terselesaikannya skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Heryandi S.H.,M.S selaku dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
2. Ibu Diah Gustiniati S.H.,M.H selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Lampung, sekaligus pembimbing 1 skripsi, atas
bimbingan dan saran yang diberikan selama proses penyusunan skripsi.
3. Bapak Budi Rizki Husin S.H.,M.H. selaku pembimbing II yang telah
meluangkan waktu, tenaga, pikirannya untuk memberikan bimbingan dan
4. Bapak Dr. Maroni M.S. selaku pembahas I yang telah meluangkan waktu dan
pikirannya untuk memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak Deni Achmad S.H.,M.H. selaku pembahas II yang telah memberikan
saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah
memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh studi.
7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung : Babe ,
mbak Sri dan bude Siti.
8. Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA kalianda yang telah memberikan
izin dan memberikan bantuan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian.
9. Kepala Polisi Resor di Kalianda Lampung Selatan, yang telah memberikan
izin dan memberikan bantuan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian.
10. Bapak dan mamak tercinta yang selalu berdoa untuk keberhasilan penulis dan
memberikan bantuan moril maupun materil dalam penulisan skripsi ini.
11. Kakakku Heri Setiawan Basuki, Nika Ayu , Gilang dwi Prasetyo yang telah
mendoakan dan menemani penulis dalam penulisan skripsi ini.
12. Teman – teman Bagian Hukum : Desi Dwi Katrin, Ellyzabet Berliana, Dian Anggraeni, Elsha, Fitri Agista, dopdon dan teman-teman yang tidak
semuanya disebutkan namanya.
13. My Love, Eby Kurniawan yang telah mendoakan, membantu dalam penulisan
skripsi ini, dan memberikan motivasi kepada penulis disetiap kondisi suka
15. Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung
yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
16. Almamater tercinta yang sudah memberikan banyak wawasan dan
pengalaman berharga.
Akhir kata, penulis menyadari skripsi ini masi9h jauh dari kesempurnaan, akan
tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita
semua.
Amin.
Bandar Lampung, November 2015
Penulis
l. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kejahatan perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian
dikalangan masyarakat. Di koran atau majalah diberitakan terjadi tindak pidana
perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya kejahatan ini sudah sejak dulu,
atau dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kejahatan klasik yang akan selalu
mengikuti perkembangan kebudayaan manusia itu sendiri, ia akan selalu ada dan
berkembang setiap saat walaupun mungkin tidak terlalu berbeda jauh dengan
sebelumnya. Kejahatan perkosaan di kota-kota besar yang relatif lebih maju
kebudayaan dan kesadaran atau pengetahuan hukumnya, tapi juga terjadi di
pedesaan yang relatif masih memegang tradisi dan adat istiadat.1
Kejahatan yang sering menimpa kaum perempuan adalah perkosaan. Setiap
peristiwa perkosaan tidak serta merta terjadi begitu saja, melainkan hal itu tidak
dapat dilihat sebagai suatu kasus yang berdiri sendiri. Sebab, kejahatan perkosaan
juga erat kaitannnya dengan budaya dan struktur sosial sebuah masyarakat
1
perkosaan selalu melibatkan dua belah pihak, yaitu pelaku dan korban, dan yang
pasti lazimnya pelaku adalah laki-laki dan korbannya adalah perempuan.
Pada kasus perkosaan, setiap orang dapat menjadi pelaku perkosaan tanpa
mengenal usia, status pangkat, pendidikan, dan jabatan. Berdasarkan data usia
pelaku tindak kejahatan perkosaan, dapat dikatakan bahwa pelaku perkosaan
sesungguhnya tidak mengenal batas usia. 2
Selama individu masih mempunyai daya seksual, dari anak-anak hingga
kakek-kakek masih sangat mungin untuk dapat melakukan tindak kejahatan perkosaan.3
Demikian pula dengan korban, setiap perempuan dapat menjadi korban dari kasus
perkosaan tanpa mengenal usia, kedudukan, pendidikan, status.4 Sementara itu di
Indonesia, kasus perkosaan menempati peringkat nomor 2 setelah Pembunuhan. 5
Data dari kalyanamitra menunjukkkan bahwa setiap 5 jam, ditemui 1 kasus
perkosaan.6
Perkosaan merupakan perbuatan pecelecehan seksual yang paling ekstrim.
Rentang pelecehan seksual sangat luas meliputi main mata, siulan nakal, komentar
yang berkonotasi seks, humor porno, cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di
bagian tubuh tertentu gerakan tertentu atau isyarat bersifat seksual, ajakan
2
Suharman. 1997. Kekerasan Terhadap Perempuan. Yogyakarta. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.
3
Eko Prasetyo. 1997. Refleksi Sebuah Ketimpangan Kekuasaan Rejim Kehidupan Yang Kelaki-lakian Dalam Wacana Perkosaan. Yogyakarta. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.
4
Haryanto. 1997. Dampak sosio-psikologis Korban Tondak Perkosaan Terhadap Wanita.
Yogyakarta. Pusat Studi Wanita Universitas Gadjah Mada.
5
M Darwin,. 2000. Potret Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Penanganan Melalui Media. Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia.
6
3
berkencan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan melakukan hubungan
seksual sampai perkosaan.
Jadi perkosaan adalah suatu tindakan kriminal atau kejahatan yang berbentuk
hubungan seksual yang dilangsungkan bukan berdasarkan kehendak bersama.
Karena bukan berdasarkan kehendak bersama, hubungan seksual di dahului oleh
ancaman dan kekerasan fisik atau dilakukan terhadap korban yang tidak berdaya,
di bawah umur, atau yang mengalami keterbelakangi mental atau dalam kondisi
lain yang menyebabkan tidak dapat menolak apa yang terjadi atau tidak dapat
bertanggung jawab atas apa yang terjadi kepadanya.7
Adapun beberapa tehknik metode modus kejahatan perkosaan ialah :
1. Memberi obat bius agar tidak sadarkan diri
2. Memberi ancaman pada korban agar tidak berdaya
3. Melakukan penganiayaaan agar tidak sadarkan diri atau tidak berdaya
4. Menghipnotis korban agar mau melakukan apa yang diinginkan pemerkosa
5. Memberi obat perangsang agar korban jadi birahi/ bernafsu
6. Dijadikan wanita penghibur/ pelacur bayaran
7. Dicekoki minuman keras agar mabuk setengah sadar
8. Diculik lalu digagahi di tempat yang tersembunyi
9. Ditipu akan diberikan sesuatu atau dijanjikan sesuatu, dll8
7
N Idrus. 1999. MaritaL Rape ( Kekerasan Seksual Dalam Perkawinan ). Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.
8
Kasus pemerkosaan di atur dalam pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) disebutkan bahwa :
“ barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang
wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan
perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”
Pada pasal ini perkosaan didefinisikan bila dilakukan hanya di luar perkawinan.
Selain itu kata-kata bersetubuh memiliki arti bahwa secara hukum perkosaan
terjadi pada saat sudah terjadi penetrasi. Pada saat belum terjadi penetrasi maka
peristiwa tersebut tidak dapat dikatakan perkosaan akan tetapi masuk dalam
kategori pencabulan.9
Kasus kejahatan perkosaan yang dilakukan yang terjadi di Lampung termasuk
dalam tingkat tinggi, adapun jumlah korban dari perkosaan dijelaskan dalam tabel
korban sebagai berikut:
9
5
1. Tabel jumlah korban dari perkosaan ialah :
No TAHUN KORBAN
DEWASA
KORBAN ANAK
KASUS
1 2008 144 60 206
2 2009 299 95 394
3 2010 418 144 562
4 2011 702 205 917
5 2012 807 355 1162
6 2013 922 404 1326
http:/Tempo.co/read/news pkl. 19.30
Dalam tindak pidana perkosaan tidak dapat dipungkiri bahwa korban mengalami
penderitaan mental yang mendalam (karena adanya ancaman dan kekerasan),
terlebih bila perkosaan tersebut berakibat pada hamilnya korban. Seperti halnya
jumlah pemerkosaan di Lampung semakin menambah dari tahun ke tahun. Tahun
2008 terjadi 206 kasus pemerkosaan sampai tahun 2013 kasus pemerkosaan
sampai 1326. Meningkatnya dua kali lipat dari tahun sebelumnya.
fakta mengenai perlindungan korban di Indonesia selama ini menujukkan bahwa
II. table beberapa kasus perkosaan oleh orang yang bermodus menyamar sebagai
penipu mengaku sebagai anggota polisi. Pelaku sengaja menyamar sebagai polisi
dalam menjerat mangsanya yang mayoritasnya perempuan, alasannya sederhana,
kaum perempuan kerap memberikan penilaian positif terhadap profesi anggota
kepolisian. Di Lampung tahun 2008 ada 11 kasus yang menyamar sebagai polisi,
sampai tahun berikutnya menambah hingga tahun 2013 sampai 48 kasus
pemerkosaan.
Salah satu contoh kasus yang terjadi di Lampung dilakukan seorang pelaku
bernama Dira Alias Rizal alias Itang Bin Manaf (60 tahun) melakukan perkosaan
dengan menculik terhadap Siti ( 20 Tahun). Pelaku mengakui sebagai Aparat
Penegak Hukum . pelaku bisa keluar dengan korban dari rumah korban bersama
ayahnya korban pergi dengan menaiki 1 (satu) sepeda motor tetapi saat dijalan
pelaku menurunkan ayahnya korban diwarung dekat rumahnya di Damar Lega
Bandar Dalam Kalianda, Lampung Selatan. Setelah itu pelaku mambawa kabur
10
7
korban pergi ke Menggala selama 2(dua) hari, setelah itu pelaku berpindah tempat
di Merapi, Kalirejo Lampung Tengah di rumah kawannya hingga
berbulan-bulan.pelaku mengikatkan tubuh korban ke tubuhnya dengan kain. Selama 41 hari
itu pelaku memperkosa korban berkali-kali, bahkan tak segan-segan menyiksa dan
mengancam korban bila tidak mau melayani nafsu bejatnya.
Peristiwa itu berawal saat motor milik ayah korban hilang. Keesokan harinya
pelaku datang dan berpura-pura sebagai anggota Buser Polres setempat. Pelaku
berjanji akan menemukan motor ayah korban yang hilang. Di dalam kasus
tersebut pelaku memalsukan identitasnya dengan mengaku dirinya sebagai
seorang anggota Kepolisian untuk mengelabui korbannya.
Pemalsuan identitas dapat digolongkan sebagai tindak pidana penipuan yaitu
sebuah kebohongan yang dibuat untuk keuntungan pribadi tetapi merugikan orang
lain, meskipun ia memiliki arti hukum yang lebih dalam, detail jelasnya bervariasi
di berbagai wilayah hukum. Adapun yang mengatur tentang penipuan ini di dalam
pasal 378 KUHP.11
Modus baru kejahatan perkosaan dengan menyamar sebagai Aparat Penegak
Hukum ini yang belakangan banyak diberitakan. Kejadian ini harus menjadi
evaluasi bagi seluruh pihak terkait khususnya Kepolisian. Perlu dicari mengapa
kejahatan semakin menghawatirkan. Tidak hanya serta merta pelaku melakukan
perkosaan tetapi juga diikuti serangkaian tindak pidana lainnya, seperti
penganiayaan. Para pelaku harus diganjar hukuman seberat-beratnya untuk
memberikan efek jera.
11
Kejahatan merupakan suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas,
tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.
Perkosaan diartikan secara umum yaitu sebagai suatu tindakan kriminal-seksual
dimana pelaku memaksakan kehendaknya tanpa disetujui oleh korban.
Masalah kejahatan khususnya perkosaan hakikatnya merupakan suatu komponen
yang perlu diperhatikan dalam patut dikaji. Lazimnya hanya memperhatikan
dalam analisi kejahatan hanya ko,ponen penjahat, Undang-Undang dan pengak
hukum serta intraksi antara ketiga komponen itu. Masalah konstelasi masyarakat
dan faktor lainnya kalaupun dikaji, lebih banyak disoroti oleh sosiologi,
psikologis, dan kriminologi.
Dalam hal ini komponen korban hampir terlupakan dalam analisis ilmiah. Suatu
tindakan kejahatan(crime) mesti melibatkan dua pihak, yaitu si pelaku kejahatan
(perpetrator) dan korban (victim). Sebagai contoh kasus perkosaan baru dapat
diproleh oleh pengadilan apabila si korban melakukan kejadian tersebut. Sejauh
mana si korban mempersepsi kasus memperkosaan itu sebagai salah satu
kejahatan tergantung pada bagaimana akibat tindakan perkosaan tersebut pada
9
Berdasarkan hal – hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “ Analisis
Kriminologis Pelaku Kejahatan Perkosaan Yang Menyamar Sebagai Polisi (Studi di Wilayah Polres Lampung Selatan)”.
B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup
1.Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permaslahan penelitian yang
diangkat dalam penelitian ini adalah :
1. Apa faktor-faktor penyebab pelaku kejahatan perkosaan yang menyamar
sebagai polisi?
2. Bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap pelaku kejahatan perkosaan
yang menyamar sebagai polisi ditinjau dari sudut pandang kriminologi?
3. Apakah faktor penghambat dalam upaya penanggulangan terhadap pelaku
kejahatan perkosaan yang menyamar sebagai polisi?
2. Ruang Lingkup
Agar tidak terjadi perluasan dalam pembahasan sehingga memungkinkan
penyimpangan dari judul, maka penulis membatasi ruang lingkup dalam
dan Analisis Kriminologi pelaku kejahatan perkosaan yang menyamar sebagai
polisi. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2014-2015.
C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan memahami faktor penyebab kejahatan perkossaan
yang menyamar sebagai polisi
2. Untuk mengetahui dan memahami upaya penanggulangan terhadap pelaku
kejahatan perkosaan yang menyamar sebagai polisi
3. Untuk mengetahui dan memahami faktor penghambat upaya penanggulangan
terhadap kejahatan perkosaan yang menyamar sebagai polisi.
2. Kegunaan Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai berikut :
1. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmu
pengetahuan hukum khususnya di dalam Hukum Pidana, dalam rangka
memberikan penjelasan mengenai analisis kriminologi terjadap pelaku
11
2. Kegunaan praktis
Penulisan ini dimaksudkan untuk menambah wawasan berfikir dan
memberikan informasi bagi para pembaca dan memberikan sumbangan
pemikiran kepada pihak-pihak terkait dalam rangka studi yang berhubungan
dengan tindakan pidana perkosaan.
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil
pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan
identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relavan oleh peneliti.12
Pada kriminologi terdapat teori yang menjelaskan peranan dari faktor struktur
sosial dalam mendukung timbulnya kejahatan, antara lain:13
a. Teori Anomi : Teori ini mencari sebab kejahatan dari sosio-kultural dengan
beronrientasi pada kelas sosial
b. Teori Differential association : Teori ini mengetengahkan suatu penjelasan
sistematik mengenai penerimaan pola-pola kejahatan
c. Teori Labelling : teori ubtuk mengukur mengapa terjadinya kejahatan.
12
Soerjono Soekanto. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press.Hlm 125
13
Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan
pengulangan tindak pidana perkosaan, penulis menggunakan teori yang
dikemukakan oleh Abdul Syani, yaitu : 14
1. Faktor internal dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. sifat khusus dari individu, seperti : sakit jiwa, daya emosional, rendahnya
mental dan Anomi
b. sifat umum dari indiviidu, seperti: umur, gender, kedudukan didalam
masyarakat, pendidikan dan hiburan.
2. Faktor eksternal, antara lain:
a. Faktor ekonomi, dipengaruhi oleh kebutuhan hidup yang tinggi namun
keadaan ekonominya rendah
b. Faktor agama, dipengaruhi oleh rendahnya pengetahuan agama
c. Faktor bacaan, dipengaruhi oleh bacaan buku yang dibaca
d. Faktor film, dipengaruhi oleh film/tontonan yang disaksikan.
Upaya penanggulangan tindak pidana perkosaan yang menyamar sebagai polisi,
penulis menggunakan teori penanggulangan kejahatan, yaitu:
14
13
1. Pre-Emtif yang dimaksud dengan upaya pre-emtif adalah upaya-upaya awal
yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak
pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara
pre-emtif adalah menanamkan nilai-nilai norma tersebut terinternalisasi
dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan
pelanggaran/ kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut
maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi, dalam usaha pre-emtif faktor niat
menjadi hilang meskipun ada kesempatan.
2. Preventif, upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari
upaya pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya
kejahatan. Dalam upaya preventif yang titekankan adalah menghilangkan
kesempatan untuk dilakukannya kejahatan. Contoh ada orang ingin mencuri
motor tetapi kesempatan itu dihilangkan karena motor-motor yang ada
ditempatkan di tempat penitipan motor, dengan demikian kesempatan
menjadi hilang dan tidak terjadi kejahatan.
3. Represif, upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana/ kejahatan
yang tindakannya berupa penegakan hukum 9 law enforcement) dengan
Faktor yang berpengaruh terhadap penegak hukum yang dikemukakan oleh
Soerjono Soekanto. Menurut Soerjono Soekanto faktor-faktor yang
mempengaruhi hukum adalah sebagai berikut :15
a. Faktor hukumnya sendiri (Undang-undang)
b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum
c. Faktor sarana dan fasibilitas yang mendukung penegak hukum
d. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan
e. Faktor kebudayaan.
Kelima faktor tersebut diatas saling berkaitan erat karena merupakan esensi dari
penegak hukum. Dengan demikian, maka kelima faktor tersebut diatas sangat
tepat digunakan sebagai faktor yang mempengaruhi penegakan hukum.
2.Konseptual
Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menghubungkan atau
menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang
berkaitan dengan istilah. 16Agar tidak terjadi kesalahpahaman pada pokok
permasalahan, maka dibawah ini penulis memberikan beberapa konsep yang dapat
15
Soerjono Soekanto. Op.cit. hlm 127
16
15
dijadikan pegangan dalam memahami tulisan ini. Berdasarkan judul akan
diuraikan berbagai istilah sebagai berikut :
a. Analisis adalah memecah atau menguraikan suatu keadaan atau masalah
kedalam beberapa bagian atau elemen dan memisahkan bagian tersebut untuk
dihubungkan dengan keseluruhan atau dibandingkan dengan yang lain.17
b. Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan.
Kriminologi baru berkembang tahun 1850 bersama-sama sosiologi,
antropologi, dan psikologi.
c. Pelaku adalah orang yang melakukan suatu perbuatan kejahatan.18
d. Korban adalah menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang
lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri dan orang lain yang
bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita.19
e. Kejahatan adalah perbuatan anti sosial yang oleh negara ditentang dengan sadar
melalui penjatuhan hukuman. Kejahatan adalah perbuatan yang melanggar
hukum pidana
f. Perkosaan ditinjau dari segi yuridis, kata perkosaan dapat ditemukan dalam
KUHP(Kitab Undang-undang Hukum Pidana) pada buku ll Bab XIV ( tentang
17
Departemen Pendidikan Nasional. 1997. Kamus Besar Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka. Hlm 276
18
Bimo Walgito. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta. Hlm 67
19
kejahatan terhadap kesusilaan). Perkosaan berdasakan Kitab Undang-undang
Hukum Pidana dalam pasal 285 yakni :
“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang
wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan, denan pidana penjara paling lama 12(dua belas) tahun.”
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan hukum terbagi 5 (lima) bab yang saling berkaitan
dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
I.PENDAHULUAN
Bab pendahuluan ini, penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian san
sistematika penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang analisis kriminologi tindak pidana perkosaan yang
dilakukan oleh polisi gadungan
III. METODE PENELITIAN
Bab ini memuat tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur
17
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menyajikan hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan rumusan
masalah, yaitu mengenai faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya
penggulangan tindak pidana perkosaan yang dilakukan oleh masyarakat yang
menyamar sebagai polisi dan upaya-upaya apa sajakah yang dilakukan untuk
menanggulangi pengulangan tindak pidana perkosaan yang dilakukan oleh
masyarakat yang menyamar sebagai polisi dan faktor penghambat upaya
penanggulangan tindak kejahatan perkosaan yang dilakukan oleh masyarakat yang
menyamar sebagai polisi.
V. PENUTUP
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.Pengertian Kejahatan menurut Kriminologi
Kejahatan bukan merupakan peristiwa hereditas (bawaan sejak lahir, warisan)
juga bukan merupakan warisan biologis.1
Tindak kejahatan bisa dilakukan siapapun baik wanita maupun pria dengan
timgkat pendidkan yang berbeda.2 Tindak kejahatan bisa dilakukan secara sadar
yaitu difikirkan, direncanakan, dan diarahkan pada maksud tertentu secara sadar
benar. Kejahatan suatu konsepsi yang bersifat abstrak, dimana kejahatan tidak
dapat diraba dan dilihat kecuali akibatnya saja.
Definisi kejahatan menurut Kartono bahwa : “secara yuridis formal,kejahatan
adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan
(immoril), merupakan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta
undang-undang pidana.3
1
Wirjono Prodjodikoro. 2003. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia. Bandung. Repika Aditama.hlm 1
2
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1998. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung. Alumni. Hlm 2
3
19
Definisi kejahatan menurut Kartono bahwa :
“secara sosiologis, kejahatan adalah semua ucapan, perbuatan dan tingkah laku
yang secara ekonomis, politis dan osial psikologis sangat merugikan masyarakat,
melanggar norma-norma susila dan menyerang keselamatan warga masyarakat
(baik yang telah tercantum dalam undang-undang pidana).”4
Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat berbagai macam kejahatan tergantung
pada sasaran kejahatannya, sebagaimana dikemukakan oleh Mustofa yang dikutip
dari buku Tri Andrisman bahwa :
“jenis kegiatan menurut sasaran kejahatannya yaitu : kejahatan terhadap badan (pembunuhan, perkosaan, penganiayaan, kejahatan terhadap harta benda (perampokan, pencurian, penipuan),kejahatan terhadap ketertiban umum (pemabukan, perjudian) kejahatan terhadap keamanan negara.’’5
Sebagian kecil dari bertambahnya kejahatan dalam masyarakat disebabkan karena
beberapa faktor luar, sebagian besar disebabkan karena ketidakmampuan dan
tidak adanya keinginan dari orang-orang dalam masyarakat untuk menyesuaikan
diri dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Menurut Bidianto
bahwa : “salah satu penyebab tingginya tingkah kejahatan di Indonesia adalah
tingginya angka pengangguran, maka kejahatan akan semakin bertambah jika
masalah pengangguran tiak segera diatasi.”
4
Muladi dan Barda Nawawi. Op.cit. hlm 4
5
Sebenarnya masih banyak penyebab kejahatan yang terjadi di Indonesia misalnya:
kemiskinan yang meluas, kurangnya fasilitas pendidikan, bencana alam,
urbanisasi dan industrialisasi, serta kondisi lingkungan yang memudahkan orang
melakukan kejahatan.
Menurut Sutrisno dan Sulis bahwa : “penyebab kejahatan dapat dilihat dari
beberapa faktor yaitu bakat si penjahat, alam sekitarnya dan unsur kerohanian.”
Bakat seorang penjahat dapat dilihat menurut kejiwaan/kerohaniaan ada penjahat
yang pada kejiwaannya lekas marah, jiwanya tidak berdaya menahan
tekanan-tekanan luar, lemah jiwanya. Ada juga yang sejak lahirnya telah memperoleh
cacat rohaniah.6 Selain itu ada istilah kleptonia yaitu mereka yang acap kali
menjadi orang yang sangat tamak, apa yang dilihatnya diinginkannya dan dicurinya.”7
Selain itu, bakat seorang penjahat juga dapat dilihat menurut jenis kelamin,
berdasarkan jenis kelamin bahwa persentase yang dilakukan wanita dan laki-laki
lebih berbeda. Hal itu dapat dilihat dari statistik bahwa persentase kejahatan yang
dilakukan oleh laki-laki lebih banyak daripada wanita.8 Hal itu tentu berhubungan
dengan perbedaan sifat-sifat yang dimiliki wamita dengan sifat laki-laki yang
sudah dipunyai sejak lahir, juga diketahui bahwa fisik wanita lebih rendah
dibandingkan dengan laki-laki.9
6
Adam Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Indonesia. Jakarta. Raja Grafindo Persada. Hlm71
7
Tongat. 2009 .Dasar-dasar Hukum Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan. Malang. UMM Press. Hlm 105
8
Ibid. Hlm 106
9
21
Menurut faktor alam sekitarnya si p0enjahat dapat dilihat dari segi pendidikan dan
pengajaran sehari-harinya, keburukan-keburukan dan ketidakteraturan maupun
kekacauan pendidikan pengajaran yang dialami.10
Lingkungan keluarga dan masyarakat juga dapat memberikan dampak kejahatan,
misalnya kemiskinan dan padatnya keluarga, kenakalan dan padatnya keluarga,
dan kejahatan orang tua, perpecahan dalam keluarga kurangnya perasaan aman
karena ketegangan dalam rumah, ketidakharmonisan dalam keluarga.11
Nama kriminologi ditemukan oleh Paul Topinard (1830-1911) seorang ahli
antropologi Prancis. Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Secara harfiah berasal dari kata “crime” yang berarti kejahatan
atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, kriminologi dapat
berarti ilmu kejahatan atau penjahat.12
Menurut Moeljatno kriminologi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan
dan kelakuan buruk dan tentang orangnya yang tersangkut pada kejahtan dan
kelakuan buruk itu.13 Dengan kejahatan yang dimaksud pula pelangggaran, artinya
perbuatan menurut Undang-undang diancam dengan pidana, dan kriminalitas
meliputi kejahatan dan kelakuan buruk. 14
Ilmu kriminologi menunjuk pada studi ilmia tentang sifat, tingkah, penyebab dan
pengendalian prilaku kriminal baik yang terdapat dalam pengendalian prilaku
kriminal, diri individu maupun dalam kehidupan sosial, budaya, politik dan
10
P.A.F. Lamintang. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung. Citra Aditya Bakti. Hlm 182
11
Moeljatno. 1993. Asas-asas. Hukum Pidana. Jakarta. Rineka Cipta. Hlm 54
12
Yesmil anwar dan Adang. 2012. Kriminologi. Bandung. PT Refika Aditama. Hlm 2
13
Moeljatno. 1986. Kriminologi. Bandung. Bina Aksara. Hlm 3
14
ekonomi. Dalam artian, cakupan studi kriminologi tidak hanya berfokus dalam
berbagai peristiwa kejahatan namun, cakupan studi kriminologi juga meliputi
bantuk, penyebab, konsekuensi, psikologis, dari berbagai kejahatan serta berbagai
bentuk reaksi sosial yang diakibatkan oleh kejahatan.
Adapun yang menjadi tugas kriminologi dalam mempelajari kejahatan adalah :
a. Apa yang dirumuskan sebagai kejahatan dan fenomenanya yang terjadi
didalam kehidupan masyarakat, kejahatan apa dan siapa penjahatnya
merupakan bahan penelitian para ahli kriminologi
b. Faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya atau dilakukannya kejahatan.
Menurut W.A Bonger kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan
menyelidiki kejahatan seluas-luasnya. Pengertian kejahatan seluas-luasnya berati
mencakup seluruh gejala patologi sosial, seperti pelacuran, narkotika, korupsi,
kalusi, pemalsuan identitas dan lain sebagainya. Penelitian gejala-gejala meliputi
penelitian sebab-sebab dari gejala tersebut.
Wolf Gang Savitr dan Jahnston merumuskan pengertian kriminologi adalah suatu
ilmu pengetahuan yang mempergunakan metode ilmiah dalam mempelajari dan
menganalisa keteraturan, keseragaman, pola-pola dan fakta sebab musabab yang
berhubungan dengan kejahatan dan penjahat serta reaksi sosial terhadap
23
Ruang lingkup kriminologi seperti yang telah dikemukakan oleh Edwin H
Sutherland dan Donald R.Cressy : bertolak dari pandangan bahwa kriminologi
adalah kesatuan pengetahuan mengenai kejahatan sebagai gejala sosial,
mengemukakan ruang lingkup kriminologi yang mencakup proses-proses
perbuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum.
Menurut Sutherland, kriminologi dapat dibagi dalam tiga bagian utama yaitu :
a. Sosiologi hukum sebagai analisa ilmiah atau kondisi-konsisi berkembangnya
hukum pidana
b. Etiologi kriminal, yang mencoba melakukan analisa ilmiah mengenai
sebab-sebab kejahatan
c. Penologi yang menaruh perhatian pada pengendalian kejahatan.
Objek bahasan kriminologi sangatlah luas karena itu kriminologi memerlukan
sumbangan dari berbagai ilmu pengetahuan yang lain. Adapun ilmu pengetahuan
bagian dari kriminologi merupakan kumpulan dari banyak ilmu pengetahuan yang
terdiri dari :
a. Antropologi kriminal ialah ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat
b. Sosiolofgi kriminal ialah ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu
gejala masyarakat, jadi intinya tentang sampai dimana letak sebab kejahatan
dalam masyarakat (ethiologi social)
c. Pysikolog kriminal ialah ilmu pengetahuan tentang kejahatan dipandang dari
d. Psyco dan neuo phatologi kriminal ialah ilmu pengetahuan tentang penjahat
yang sakit jiwa
e. Penologi ialah ilmu pengetahuan tentang timbul dan bertumbuhnya hukum
f. Kriminologi yang dilaksanakn adalah Hugiene kriminil dan politik kriminal
g. Kriminalistik (police scientique) ilmu pengetahuan untuk dilaksanakan yang
menyelidiki tekhnik dan pengusutan kejahatan.
Sebagai studi mengenai kejahatan. Penjahat serta reaksi masyarakat atas kejahatan
dan penjahat dengan bidang cukup yang meliputi proses pembentukan hukum dan
penegakan hukum. Prinsip-prinsip dalam penelitian kriminologi menurut Herman
Manheim adalah : “...terutama memperhatikan penemuan sebab-sebab kejahatan
serta akibat berbagai cara pembinaan. Riset mengenai frekuensi dan distribusi
berdasarkan umur, jenis kelamin, wilayah serta faktor-faktor sosial atau psikologi
lain yang memainkan peranan penting.”15
Herman Mainheim mengemukakan bahwa arti penting penelitian kriminologi
sedikitnya mencakup :
a. Akan menelusurkan atau paling sedikit mengurangi kepercayaan yang salah
terutama yang mencakup sebab-sebab kejahatan serta mencari berbagai cara
pembinaan narapidana yang baik
b. Dalam sisi positifnya suatu penelitian dapat bermanfaat untuk meningkatkan
pembinaan pelanggaran hukum dan lebih jauh menggantikan cara dalam
pembinaan pelanggaran hukum.
15
25
c. Karena hasil penelitian kriminologi lambat laun memberikan hasil terutama
melalui penelitian kelompok kontrol dan penelitian ekologis yang menyediakan
bahan keterangan yang sebelumnya tidak beersedia mengenai non dilikuendan
mengenai ciri-ciri berbagai wilayah tempat tinggal dalam hubungan dengan
kejahatan.
B.Perkosaan
1. Pengertian Kejahatan Perkosaan
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, istilah perkosaan berasal dari kata
perkosa yang berarti : (1) gagah;kuat (2)paksa;kekerasan; dengan paksa; dengan
kekerasan; menjadi memperkosa yang artinya (1) menundukkan dan sebagainya
dengan kekerasan, mengagahi, memaksa dengan kekerasan (2) melanggar,
menyerang dan sebagainya dengan kekerasan. Kemudian menjadi kata perkosaan
yang artinya perbuatan memperkosa ,penggahan, paksaan, dan pelanggaran
dengan kekerasan.16
Bismar Siregar dalam bukunya Keadilan Hukum dan berbagai aspek hukum
nasional, memberikan perumusan (batasan) pengertian perkosaan. Perkosaan
dimaksudkan sebagai pemaksaan kehendak seseorang pada umumnya pria, tetapi
dimaksudkan sebagai pemaksaan kehendak seseorang pada umumnya pria, tetapi
bukan mustahil juga wanita kepada orang lain. Paksaan ini didorong oleh
16
keinginan yang tidak terkendali walaupun ada saluran resmi atau halal tetapi
dilakukan secara tidak halal.17
Perkosaan adalah tindakan kekerasan atau kejahatan seksual yang berupa
hubungan seksual yang berupa hubungan seksual yang dilakukan oleh laki-laki
terhadap perempuan dengan kondisi :
1. Tidak ada kehendak persetujuan perempuan
2. Dengan “persetujuan” perempuan namun dibawah ancaman
3. Dengan “persetujuan” perempuan namun dibawah penipuan
The encyclopedia American Edition, Volume23, dikatakan bahwa perkosaan
(rape) dalam hukum adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum
dimana terjadi perstubuhan tanpa adanya persetujuan dari korban.18
Perempuan dan anak-anak adalah merupakan korban tindak pidana perkosaan
pada umumnya. Tak seorangpun wanita aman dari perkosaan, sebuah advokasi
bagi korban perkosaan di Florida (AS) menemukan bahwa korban perkosaan
termuda berusia dua bulan dan tertua berumur 85 tahun. Hasil penelitian tim
peneliti dari Univeritas Airlangga bekerja sama dengan Polda Jawa Timur tahun
1990/1991 di wilayah Kediri, Surabaya, Besuki menemukan data bahwa korban
perkosaan berusia 2,5 tahun hingga 60 tahun, sedang usia, kelas sosial, kelas
ekonomi, tingkat pendidikan, dan cara berpakaian yang dapat menjamin seorang
wanita bahwa ia tidak akan diperkosa. Seorang wanita bagaimanapun keadaannya
dapat menjadi korban perkosaan. Jika melihat hasil penelitian yang tersebut maka
17
Bismar Siregar. 1986. Keadilan Hukum Dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional. Jakarta. Rajawali. Hlm 137
18
27
dapat kita lihat bahwa yang lebih banyak menjadi koran perkosaan adalah
anak-anak dibawah umur.19
Pelaku perkosaan adalah laki-laki, pelaku disebutkan sebagai setiap orang.
Pembuat Undang-undang ternyata menganggap tidak perlu untuk menentukan
hukum bagi perempuan yang memaksa untuk bersetubuh, bukanlah mata-mata
karena paksaan oleh seorang perempuan terhadap laki-laki itu dipandang tidak
mungkin, akan tetapi justru karena perbuatan itu dipandang tidak mengakibatkan
sesuatu yang buruk atau merugikan.20
Subyek perkosaan hanya mungkin seorang pria, ini disimpulkan dari perbuatan
yaitu persetubuhan dengan obyek adalah wamita. Kemungkinan seorang wanita
yang memperkosa laki-laki belum dipertimbangkan untuk dijadikan delik dengan
alasan bahwa pada umumnya seorang pria terancam apabila dipakul, tidak
membuat bergairah, yang karenanya tidak mungkin untuk terjadinya persetubuhan
itu terjadi justru wanita itu akan lebih rugi karena kemungkinan ia hamil yang
mengundang kehinaan baginya.
Kejahatan perkosaan yang diatur dalam pasal 285 KUHP ternyata mempunyai
unsur-unsur objektif, masing-masing yakni :
1. Barang siapa
2. Dengan kekerasan
3. Dengan ancaman akan memakai kekerasan
4. Memaksa
5. Seorang wanita
6. Mengadakan hubungan kelamin di luar perkawinan
7. Dengan dirinya.
Kiranya sudah cukup jelas bahwa kata barang siapa ini menunjukkan orang, yang
apabila orang tersebut memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang diatur
dalam Pasal 285 KUHP , maka ia dapat disebut sebagai pelaku dari tindak pidana
perkosaan.
Menurut Prof. Simons, yang dimaksudkan dengan kekerasan atau geweld ialah
elke uitoefening van lichamejlike kracht van niet al te geringe bekenis. Artinya
setiap penggunaan tenaga badan yang tidak terlalu tidak berarti atau het
aanwenden van lichamajlike kracht van niet al e geringe intensiteit,21 artinya
setiap pemakaian tenaga badan yang tidak terlalu ringan.
21
29
2. Jenis Perkosaan
Jenis perkosaan yang dapat terjadi dalam masyarakat menurut Kalyanamitra
digolongkan menjadi 5, yaitu :
1. Perkosaan oleh orang yang dikenal
Jenis pertama ini merupakan tindakan pidana yang dilakukan oleh orang yang
telah dikenal korban. Dapat dilakukan oleh orang yang biasa berhubungan
dengan korban dalam kesehariannya, misalnya oleh teman, tetangga, pacar,
rekan kerja atau perkosaan yang dilakukan oleh dokter atau dukun terhadap
pasiennya. Perkosaan oleh anggota keluarga ( bapak, saudara, pama,, suami)
juga masuk dalam kategori ini.
2. Perkosaan saat berkencan
Perkosan ini terjadi ketika korban berkencan dengan pacarnya. Mungkin
diawaki dengan tindakan bercumbu, namun korban tidak menghendaki
hubungan seks dan akhirnya dipaksa oleh pacarnya.
3. Perkosaan dengan ancaman halus
Jenis perkosaan ini terjadi pada korban yang bergantung terhadap pemerkosa,
yang biasanya kedudukan ekonomi atau sosial yang lebih tinggi daripada
korban. Misalnya perkosaan oleh majikan terhadap bawahan. Perkosaan ini
dapat disertai bujuk rayu tipuan dan janji-janji. Perkosaan yang dilakukan oleh
guru terhadap murid , germo terhadap seks, atau polisi dengan tahanan juga
termasuk dalam kategori ini. Kedudukan dan wewenang pemerkosa yang lebih
4. Perkosaan di dalam perkawinan
Perkosaan ini mempunyai ciri yang hampir sama dengan perkosaan dengan
ancaman halus yaitu unsur ketergantungan. Namun lebih khusus lagi,
perkosaan dalam perkawinan merupakan perkosaan yang dilakukan suami
terhadap istri. Unsur-unsur seperti ketergantungan istri terhadap suami (takut
tidak diberi nafkah, takut diceraikan) membuat pihak suami dapat memaksa
terjadinya hubungan seks yang tidak dikehendaki istri. Karena hukum yang
saat ini tidak mengatur perkosaan jenis ini, maka menjadi sulit bagi istri untuk
mengajukan tuntutan hukum.
5. Perkosaan oleh orang yang tak dikenal
Walaupun tidak selalu perkosaan jenis ini sering menyertai tindakan kejahatan
lainnya, seperti perampokan, pencurian dan lain-lain. Penganiayaan dan
pembunuhan yang sering menyertai perkosaan jenis ini.22
22
31
3.Bentuk-bentuk Perkosaan
Ketentuan yang ada dalam rancangan KUHP , bentuk perkosaan yang dicakup
selain perkosaan yang selama ini dianut oleh para penegak hukum dan juga
masyarakat adalah :
a. Persetubuhan dengan paksaan terhadap istri (martial rape)
b. Persetubuhan dengan anak dibawah umur ( statutory rape)
c. Persetubuhan dengan tipu daya ( deceitful rape )
Berkenaan dengan kategirisasi bentuk perkosaan , dapat pula dilihat pendapat
penelitian asing. Mengidentifikasi tiga jenis perkosaan :
a. Anger rape dalam hal ini serangan seksual menjadi sarana menyalurkan
kemarahan atau keberangan yang melibatkan secara fisik yang berlebihan
terhadap korban
b. Power rape terjadi apabila pelaku ingin menunjukkan dominasinya terhadap
korban
c. Sadistic rape adalah apabila pelaku mengkombinasikan seksualitas dan agresi
yang ditujukan pada keinginan psikotik untuk menyiksa atau menyakiti
4.Tipe Pelaku Kejahatan Perkosaan
Uraian diatas terlihat adanya lima tipe pekosaan yaitu :
a. “Assaul tive type” tipe ini pelaku adalah mereka yang melakukan perkosaan
secara sadis yang mana tujuan dari kekerasan dan kekejaman adalah untuk mendapatkan “seksual satisfaction”. Termasuk dalam tipe ini adalah mereka
yang dikategorikan sebagai “sex maniac”
b. “Moral deliquents type”, pria yang tergolong memeliki kegemaran melakukan “seksual interance”. Pandangan mereka terhadap wanita adalah
pemuas nafsu seksualnya.
c. “Drunken variety type”, kejahatan perkosaan yang dilakukan selalu dibawah
pengaruh minuman beralkohol. Sangat jarang mereka melakukan perkosaan
tanpa ada minuman beralkohol.
d. “Explosive type”, tipe ini adalah mereka yang memang sangat senang
menentang hukum, perkosaan yang mereka lakukan sering tanpa alasan dan
datangnya juga secara tiba-tiba. Umumnya mereka memiliki riwayat hidup
yang salah perlakuannya pada masa kanak-kanak.
e. “The double standart variety type” tipe ini hanya melakukan perkosaan pada
33
C. Masalah Korban Kejahatan Perkosaan
1. Korban Kejahatan
Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat
tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sediri dan orang
lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita, lebih
lanjut adalah individu atau kelompok baik swasta maupun pemerintah.
Pengertian korban dalam hal ini bukan hanya untuk manusia atau
orang-peorangan tetapi dapat juga berlaku bagi badan hukum atau badan usaha,
kelompok organisasi maupun negara. Perluasan pengertian subyek hukum tersebut
karena perbuatan korban dan yang menjadi korban selalu manusia.23
2.Akibat Yang Diderita Kejahatan Perkosaan
Secara keseluruhan kerugian yang diderita korban tindak pidana atau kejahatan
dapat mengakibatkan penderitaan. Secara umumnya kerugian yang diderita oleh
korban kejahatan itu dapat dibedakan atau dibagi kedalam dua bagian, yaitu
sebagai berikut :
a. Kerugian materiil yaitu kerugian yang diderita si korban dalam hal ini
(materil) yang berupa penderitaan fisik, misalnya dalam hal ini kerusakan
pada barang atau luka yang diderita oleh korban 9luka memar, luka robekan)
dan lain-lain.
b. Kerugian immaterial yaitu kerugian yang sangat sulit diperkirakan secara
materil bahkan sangat sulit untuk disembuhkan sebab hal ini berkaitan dengan
23
perasaan si korban. Misalnya kepercayaan diri si korban terutama terhadap
korban kejahatan perkosaan , juga hilangnya kepercayaan terhadap
masyarakat dan ketertiban umum.
Akibat tindakan kejahatan perkosaan sangatlah kompleks. Hal ini karena
kejahatan perkosaan itu mempunyai akibat baik terhadap korban, keluarganya,
suami, anak, masyarakat, pemerintah dan lembaga yang menanganinya.
Khususnya bagi korban sendiri akan menyangkut aspek fisik, seperti luka memar,
akibat pukulan atau bahkan dapat mengancam dirinya. Disamping itu trauma yang
dialami korban kejahatan perkosaan sangatlah berat kondisi pasca pekosaan ini
cukup membebani korban perkosaan untuk dapat bersosialisasi kembali
dimasyarakat.
Hal ini keadaan korban kejahatan perkosaan, yaitu sebagai berikut :
a. Takut, cemas dan gelisah
b. Merasa sedih dan reaksi-reaksi lain yang bercampur aduk
c. Menyalakan diri-sendiri
d. Menangis bila teringat
e. Ingin melupakan peristiwa perkosaan yang telah dialaminya
f. Merasa tidak normal, kotr, dan berdosa
g. Merasa lelah tidak ada gairah dan tidak nisa tidur
h. Selalu ingin muntah-muntah
i. Perasaan ingin bunuh diri
Selanjutnya ada tiga kemungkinan dampak psikologis yang diderita kejahatan
35
1. Akibat secara fisik disebabkan tidak hanya karena tindak perkosaan itu
sendiri menyertinya seperti luka cakaran pada leher, memar sekujur tubuh
2. Korban menderita gangguan jiwa dan mental hal ini terkait dengan
kepercayaan yang berkembang dimasyarakat bahwa orang yang sudah tidak
suci lagi itu sudah kotor dan akan dikucilkn dari pergaulam masyarakat
3. Terjadi penyakit kelamin dan kehamilan, penyakit kelamin yang paling
banyak diderita adalah sphilis (gonornea) sedangkan pada kehamilan korban
terpaksa menggugurkan kandungannya karena dipaksa orang tua ataupun
karena korban merasa malu untuk mengandung anak tersebut.
3.Pelaku Kejahatan
Pelaku dapat dimulai berdasarkan motif sipelaku atau berdasarkan sifat-sifat si
pelaku. Pelaku kejahatan ialah jika seseorang mengalami kegagalan dalam
menyesuaikan diri atau berbuat menyimpang dengan sadar atau tidak sadar dari
norma-norma yang berlaku didalam masyarakat sehingga perbuatannya tidak
III. METODE PENELITIAN
A.Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Dan pendekatan
ini juga mengguanakan pendekatan prilaku dan pendekatan kognitif.
Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang menelaah hukum sebagai
kaidah yang dianggap sesuai dengan penelitian yuridis normatif dilakukan dengan
cara melihat, menelaahhukum serta hal yang bersifat teoritis yang menyangkut
asas-asas hukum, sejarah hukum, perbandingan hukum, taraf sinkronisasi yang
berkenaan dengan masalah yang akan dibahas. Secara operasional pendekatan ini
dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi literatur dan mengkali beberapa
pendapat dari orang yang dianggap kompeten terhadap masalah hak-hak
tersangka.
Sedangkan pendekatam yuridis empiris dilakukan dengan menelaah hukum dalam
kenyataan atau berdasarkan fakta yang didapat secara objektif dilapangan baik
berupa data, informasi, dan pendapat yang didsarkan pada identifikasi hukum dan
efektifitas hukum, yang didapat melalui wawancara dengan akademis yang
37
Dan pendekatan perilaku, pada dasrnya tingkah laku adalah respon atau stimulus
yang datang. Sedangkan pendekatan kognitif menekankan bahwa tingkah laku
adalah proses mental, dimana individu (organisme) aktif dalam menangkap,
menilai, membandingkan dan menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi.
B.Sumber dan Jenis data
Sumber adalah subyek penelitian dimana data menempel. Sumber data dapat
berupa benda ,gerak, manusia, tempat dan sebagainya. Dan jenis data merupakan
kumpulan informasi yang diperoleh dari suatu pengamatan, dapat berupa angka,
lambang dan sifat.
Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Data primer
Data primer ( field research) adalah data yang didapat secara langsung dari
sumber pertama. Dengan demikian data primer yang diperoleh langsung dari
obyek penelitian di lapangan yang tentunya berkaitan dengan pokok penelitian
2.Data sekunder
Data sekunder ( library research) adalah terdiri dari bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder, atau data tersier.
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri
dari:
1. Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
2.Undang-undang Republik Indonesia tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana
3.Undang-undang Nomor 1 tahun 1946 Tentang Kitab Undang-undang Hukum
Pidana
4. Undang-undang Nomor2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia
b. Bahan hukum sekunder data yang diperoleh dari kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) , Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan
hasil penelitian kepustakaan dengan cara melakukan studi kepustakaan, yakni
melakukan studi dokumen, arsip dan literatur-literatur dengan mempelajari
hal-hal yang bersifat teoritis, konsep-konsep, pandangan-pandangan, doktrin dan
asas-asas hukum yang berkaitan dengan pokok penulisan, serta ilmu
pengetahuan hukum mengikat pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan
penjelasan terhadap data sekunder yang berkaitan dengan materi penulisan
39
C. Penentuan Narasumber
Populasi yaitu jumlah keseluruhan dari unit analisa yang dapat diduga-duga.
Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan
karakteristik yang sama. Sampel merupakan sejumlah objek yang
jumlahnyakurang dari populasi. Adapun Responden dalam penelitian ini sebanyak
4 (empat) orang ,yaitu :
1. Penyidik Polres Lampung Selatan : 1 Orang
2. Kepala lembaga pemasyarakatan Klas IIA Kalianda : 1 Orang
3. Pelaku Pemerkosaan : 1 Orang
4. Dosen Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung : 1 Orang
Jumlah : 4 Orang
D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan
a. Studi kepustakaan
Studi kepustakaan dimaksud untuk memperoleh data-data sekunder.
Dalam hal ini penulis melakukan serangkaian kegiatan studi dokumenter
dengan cara membaca, mencatat, menyadur, mengutip buku-buku
referensi dan menelaah perundang-undangan, dokumen dan informasi lain
yang ada hubungannya dengan permaslahan.
b. Studi Lapangan
Studi lapangan merupakan usaha mendapatkan data primer dan dalam
penelitian ini dilakukan dengan wawancara terpimpin, yaitu dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan permaslahan
yang ada dalam penelitian ini. Pertanyaan yang telah dipersiapkan
diajukan kepada pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk
mendapatkan data, tanggapan, dan juga jawaban dari responden. Selain itu,
untuk melengkapi penulisan ini penulisan juga melakukan observasi untuk
melengkapi data-data dan fakta-fakta yang berkaitan dengan
permasalahan.
2.Pengolahan Data
Data yang diperoleh baik dari studi lapangan maupun dari studi kepustakaan
kemudian diolah dengan cara sebagai berikut:
1. Seleksi data, yaitu data yang diperoleh diperiksa dan diteliti mengenai
kelengkapan, kejelasan, kebenaran, sehingga terhindar dari kekurangan dan
41
2. Klasifikasi data, yaitu pengelompokkan data yang telah diseleksi dengan
mempertimbangkan jenis dan hubungannya guna mengetahui tempat
masing-masing data.
3. Penyusunan data, yaitu dengan menyusun dan menempatkan data pada pokok
bahasan atau permaslahan dengan susunan kalimat yang sistematis sesuai
dengah tujuan penelitian.
E. Analisi Data
Setelah data sudah terkumpul data yang diperoleh dari penelitian selanjutnya
adalah dianalisis dengan mengguanakan analisis kualitatif, yaitu dengan
mendeskripsikan data dan fakta yang dihasilkan atau dengan kata lain yaitu
dengan menguraikan data dengan kalimat-kalimat yang tersusun secara terperinci,
sistematis dan analisis, sehingga akan mempermudah dalam membuat kesimpulan
dari penelitian dilapangan dengan suatu interpretasi, evaluasi dan pengetahuan
umum. Setelah data dianalisis maka kesimpulan terakhir dilakukan dengan
metode induktif yaitu berfikir berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus,
V. PENUTUP
A. Simpulan
Setelah melakukan pembahasan terhadap data yang diperoleh dalam penelitian
maka sebagaimana atas permaslahan atas permaslahan dalam skripsi ini,
penulis menarik kesimpulan :
1. Faktor penyebab pelaku kejahatan pemerkosaan menyamar sebagai polisi
adalah faktor keluarga, faktor ekonomi yang miskin, faktor
lingkungan/pergaulan, faktor mental. Faktor-faktor tersebut mempunyai
peran yang cukup berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Pembentukan
prilaku diperoleh dengan kondisi di sekelilingnya. Faktor keluarga yaitu
tidak adanya kasih sayang dan perhatian dari istri dan ank-anak. Faktor
ekonomi yang miskin yaitu pelaku tidak mempunyai kerjaan. Faktor
lingkungan/pergaulan sekitar rumahnya ada seorang anggota dari aparat
penegak hukum dan faktor mental yaitu mental pelaku terganggu karena
tidak ada yang memperdulikannya dan stres ditinggal keluarga.
2. Upaya menanggulangi kejahatan perkosaan yang menyamar sebagai polisi
adalah dengan cara, tindakan Reprentif dengan cara Non-Penal artinya
63
lain dengan cara : penyuluhan ke masyarakat dan ke daerah-daerah yang
terjadi kejahatan perkosaan agar menjaga, memperhatikan masyarakat
supaya perilaku tidak menyimpang dan tidak mudah percaya sama
seseorang yang tak dikenal seperti menyamar
3. Faktor penghambat upaya penanggulangan kejahatan perkosaan menyamar
sebagai polisi mengalami kesulitan karena terhambat Faktor masyarakat
dan faktor kebudayaan juga menjadi penghambat karena kesadaran dan
kehati-hatian masyarakat yang kurang terhadap bahayanya tindak pidana
perkosaan.
B.Saran
Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Faktor ekonomi dan faktor keluarga mempunyai pengaruh yang cukup
besar terhadap kejahatan perkosaan yang dilakukan masyarakat yang
menyamar sebagai polisi memperketat kontrol dari keluarga untuk
pencegahan perkosaan
2. Penanggulangan perilaku kejahatan perkosaan dikalangan masyarakat
yang menyamar sebagai polisi melakukan pembinaan mental spiritual
yang mengarah pada pembentukan moral baik bagi pelaku, menanamkan
sikap dan perilaku kehidupan keluarga dan lingkungan masyarakat yang
3. Diharapkan kepada pihak-pihak terkait yaitu kepolisian, keluarga, dan
masyarakat lebih meningkatkan kerjasama dalam hal penanggulangan
DAFTAR PUSTAKA
Abar,A.Z. 1995. Perkosaan Eskalasi Emosi Publik Dan Media Massa. Yogyakarta.Bernas
Andrisman ,Tri. 2011. Hukum Pidana Asas-asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Universitas Lampung.
anwar ,Yesmil dan Adang. 2012. Kriminologi. Bandung. PT Refika Aditama.
Chazawi .Adam. 2002. Pelajaran Hukum Indonesia. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Darwin ,M,. 2000. Potret Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Penanganan Melalui Media. Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia.
Departemen Pendidikan Nasional. 1997. Kamus Besar Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.
Gosita, Arif. 1985. Masalah Korban Kejahatan. Akademika Presindo. Jakarta
Haryanto. 1997. Dampak sosio-psikologis Korban Tondak Perkosaan Terhadap Wanita. Yogyakarta. Pusat Studi Wanita Universitas Gadjah Mada.
Idrus ,N . 1999. Marital Rape ( Kekerasan Seksual Dalam Perkawinan ). Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.
Kusuma , W Mulyana Kusuma. 1988. Kejahatan dan penyimpangan. YLBHI. Jakarta
Lamintang. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung. Sinar baru.
Moeljatno. 1993. Asas-asas. Hukum Pidana. Jakarta. Rineka Cipta.
---. 1986. Kriminologi. Bandung. Bina Aksara.
Muladi.1997. Perlindungan Wanita Terhadap Tindakan Kekerasan Dalam Wacana Perkosaan. Yogyakarta. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.
Muladi dan Nawawi ,Barda Arief. 1998. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung. Alumni.
Prasetyo.Eko .1997. Refleksi Sebuah Ketimpangan Kekuasaan Rejim Kehidupan Yang Kelaki-lakian Dalam Wacana Perkosaan. Yogyakarta. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.
Prodjodikoro ,Wirjono. 2003. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia. Bandung. Repika Aditama.
Poerwadarminta ,W.J.S.. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.
Saleh ,Roeslan. 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Jakarta. PT Aksara Baru.
Soerodibroto. 1994. KUHP Dan Kuhp Dilengkapi Dengan Yurisprudensi. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Soekanto ,Soerjono. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press.
Sianturi ,S.R.. 1983. Tindak Pidana di KUHP. Jakarta. Alumni AHM-PTHM.
Siregar ,Bismar. 1986. Keadilan Hukum Dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional. Jakarta. Rajawali.
Syani, Abdul. 1987. Sosiologis Kriminalitas. Bandung. Remaja Karya.
Suharman. 1997. Kekerasan Terhadap Perempuan. Yogyakarta. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.
Tongat. 2009 .Dasar-dasar Hukum Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan. Malang. UMM Press.
Walgito ,Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta.
Penelusuran Internet
http:/Hukum.kompasiana.com/2012/02/05/kriminalitas-meningkat-hukum-indonesia-gagal-melindungi-rakyatnya/ diakses 03-03-2015, pkl. 10.00
http.riogumelar27.wordpress.com.makalahperkosaan diakses 03-03-2015 pkl.19.00
http:/Tempo.co/read/news diakses 03-03-2015 pkl. 19.30