• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER DAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS IV SD NEGERI 3 SIMBARWARINGIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER DAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS IV SD NEGERI 3 SIMBARWARINGIN"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER DAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN

AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS IV SD NEGERI 3

SIMBARWARINGIN

Oleh

ASEP KURNIAWAN

Masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa. Hanya 8 orang (42,11%) dari 19 orang siswa mencapai KKM. Tujuan penelitian adalah menerapkan model cooperative learning tipe numbered head together dan media grafis untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dilaksanakan sebanyak 2 siklus dan masing-masing siklus terdiri dari: 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, 3) observasi, dan 4) refleksi. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik non tes dan tes menggunakan lembar observasi dan soal tes. Teknik analisis data digunakan analisis kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model cooperative learning

tipe numbered head together dan media grafis dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Nilai rata-rata aktivitas belajar siswa siklus I menunjukkan kategori aktif dengan nilai 67,77 dan siklus II memperoleh kategori aktif dengan nilai 75,98. Persentase klasikal aktivitas belajar siswa siklus I adalah 63,16% dengan kategori cukup dan siklus II menjadi 84,21% dengan kategori sangat aktif. Nilai rata-rata hasil belajar siswa siklus I adalah 68,82 dengan kategori baik dan siklus II menjadi 75,39 dengan kategori baik. Persentase ketuntasan hasil belajar siswa siklus I adalah 68,42% dengan kategori baik dan siklus II menjadi 84,21% dengan kategori sangat baik.

Kata kunci: aktivitas belajar, cooperative learning,hasil belajar, media grafis, numbered head together

(2)

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER DAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN

AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS IV SD NEGERI 3

SIMBARWARINGIN

Oleh

ASEP KURNIAWAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER DAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN

AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS IV SD NEGERI 3

SIMBARWARINGIN (Skripsi)

Oleh

ASEP KURNIAWAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

x DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.01 Siklus tindakan dan tahapan dalam PTK ... 43

4.01 Peningkatan kinerja guru... 135

4.02 Peningkatan aktivitas belajar siswa ... 136

(5)
(6)

vi 1. Pengertian Model Cooperative Learning Tipe Numbered

Head Together ... 32

2. Kelebihan dan Kekurangan Model Cooperative Learning Tipe Numbered Head Together ... 33

3. Sintaks Model Cooperative Learning Tipe Numbered Head Together ... 34

(7)

vii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ... 139

B. Saran ... 140

DAFTAR PUSTAKA ... 142

(8)

xi DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat-surat ... 146

2. Perangkat pembelajaran ... 153

3. Hasil penelitian ... 184

(9)
(10)

ix Tabel Halaman

4.27 Distribusi frekuensi hasil belajar kognitif siklus II ... 130

4.28 Rekapitulasi hasil belajar siswa siklus II ... 131

4.29 Peningkatan kinerja guru ... 134

4.30 Peningkatan aktivitas belajar siswa ... 136

(11)
(12)
(13)

MOTO

“Tunjuk

kan kebahagiaan kepada Tuhanmu, kedua orang tuamu,

saudara-saudaramu serta orang-orang di sekitarmu, dan jadikanlah setiap

usaha kecilmu sebagai proses untuk menjadi manusia yang sempurna”

(Asep Kurniawan)

“Biar tidak capek itu

harus ikhlas. Ikhlas itu harus sama antara hati,

pikiran dan perbuatan”

(Jusuf Kalla)

“Berhenti kutuki keg

elapan, mulailah nyalakan lilin

(Anies Baswedan)

“Pendidikan bukanlah proses mengisi wadah yang kosong.

(14)
(15)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada :

Kedua orang tuaku Bapak Baharudin dan Ibu

Siti Hadijah yang senantiasa mendoakan, tak kenal

lelah memberi semangat, tulus mencintai, menyayangi dan

ikhlas bekerja keras demi membiayai pendidikanku.

Kakakku Wahyudi, Tusyadi, Awaludin, Rista,

Yurna Ningsih, Ratna Ningsih, Adikku Agus

Setiawan, Ponakanku Elsa, Irzha, Livia, Luana

dan Kanaya karena kalian semua telah memberikan

semangat dalam diri ini untuk terus berjuang menggapai

cita-citaku.

(16)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti bernama Asep Kurniawan. Lahir di Simbarwaringin pada tanggal 6 Juni 1993, sebagai anak keempat dari lima bersaudara, dari pasangan Bapak Baharudin dan Ibu Siti Hadijah.

Pendidikan formal peneliti dimulai dari TK Dharma Wanita Simbarwaringin diselesaikan pada tahun 1999, Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Simbarwaringin pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Trimurjo pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) KARTIKATAMA Metro pada tahun 2011.

(17)

SANWACANA

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Numbered Head Together dan Media Grafis untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran PKn Kelas IV SD Negeri 3 Simbarwaringin”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Lampung.

Penyusunan skripsi ini dapat terwujud berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M. Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan semangat demi kemajuan FKIP.

2. Ibu Dr. Riswanti Rini, M. Si., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan kinerja yang baik untuk kemajuan program studi PGSD.

3. Bapak Dr. Hi. Darsono, M. Pd., Ketua Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan banyak ilmu kepada peneliti dan ide-ide kreatif untuk memajukan kampus PGSD

(18)

kemajuan kampus PGSD.

5. Bapak Drs. Rapani, M. Pd., Dosen Pembimbing I sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan saran, bimbingan serta penyelesaian tugas dan masalah yang ada di dalam kampus sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Dra. Asmaul Khair, M. Pd., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, saran serta waktunya kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Drs. Supriyadi, M. Pd., Penguji Utama atas kesediaannya telah membahas, memberikan kritik dan saran kepada peneliti dalam proses penyempurnaan skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu dosen FKIP Unila khususnya Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) atas ilmu yang telah diberikan.

9. Bapak Sumaryono, S. Pd. SD., Kepala SD Negeri 3 Simbarwaringin yang telah mengizinkan peneliti untuk melaksanakan penelitian di sekolah tersebut. 10.Ibu Tugiyah, S. Pd., Guru kelas IV SD Negeri 3 Simbarwaringin sekaligus teman sejawat yang telah membantu peneliti selama melaksanakan penelitian. 11.Siswa siswi kelas IV SD Negeri 3 Simbarwaringin yang menjadi subjek

dalam penelitian ini.

12.Rekan-rekan S1 PGSD angkatan 2011 kelas A dan B.

(19)

perkembangan mutu pendidikan khususnya pendidikan dasar ke SD-an.

Metro, Juni 2015 Peneliti

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan menjadi sarana yang perlu dikelola secara sistematis dan konsisten berdasarkan berbagai pandangan teoritikal dan praktikal sepanjang waktu sesuai dengan lingkungan hidup manusia itu sendiri.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Undang-undang tersebut bermakna bahwa pendidikan dilaksanakan untuk mengembangkan potensi siswa dengan mewujudkan suasana belajar dalam proses pembelajaran. Pendidikan tidak hanya transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga menanamkan sikap dan kepribadian positif serta mengembangkan keterampilan siswa.

(21)

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 14 menyatakan bahwa jalur pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan, menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan dalam masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah (Ihsan, 2005: 22). Keberadaan sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah menjadi bagian dari pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun yang ditetapkan oleh pemerintah.

Pasal 31 Ayat (1) Amandemen UUD 1945 secara tegas mengamanatkan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan” dan Ayat (2) menyatakan “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Hal tersebut juga dikukuhkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 6 Ayat (1) yang menegaskan bahwa “Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar”.

(22)

Pelaksanaan pendidikan pada jenjang SD/MI mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Muslich (2007: 11) mengemukakan KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.

2. Beragam dan terpadu.

3. Tanggap dalam perkembangan ilmu teknologi dan seni. 4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.

5. Menyeluruh dan berkesinambungan. 6. Belajar sepanjang hayat.

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terdiri dari beberapa mata pelajaran yang salah satunya adalah pendidikan kewarganegaraan (PKn). Pendidikan kewarganegaraan yang dimaksud untuk membentuk siswa menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Pendidikan kewarganegaraan dijadikan wadah dan instrumen untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

(23)

IPA dan torso, IPS berupa peta dan globe, dan Matematika berupa replika bangun datar dan bangun ruang.

Berdasarkan hasil penelusuran dokumen nilai ulangan tengah semester siswa tahun 2014/2015 diketahui bahwa hasil belajar PKn rendah, dari 19 siswa hanya 8 orang (42,11%) yang mencapai KKM yaitu 66. Menurut Arikunto (2007: 250) ketuntasan hasil belajar siswa minimal 75% dari jumlah siswa yang mencapai KKM.

Mengacu dari uraian di atas tampak bahwa pelaksanaan pembelajaran PKn di kelas IV SD Negeri 3 Simbarwaringin belum sesuai harapan. Winataputra (http://ariesilmiah.blogspot.com) mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri dari komponen: tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru. Dari pengertian tersebut kita dapat mengetahui bahwa dalam suatu pembelajaran termasuk PKn, keenam komponen tersebut harus saling berkaitan, saling mempengaruhi, dan berorientasi kepada tujuan.

Oleh karena itu, perlu adanya upaya perbaikan pada cara mengajar guru sehingga akan berdampak pada peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan inovasi pembelajaran yaitu dengan menerapkan model cooperative learning tipe numbered head together.

(24)

ini memberi kesempatan kepada siswa untuk mengoptimalkan kemampuan dalam memecahkan masalah yang diberikan guru, sehingga siswa menjadi lebih aktif dan tidak timbul kejenuhan dalam belajar.

Demi menunjang keberhasilan proses pembelajaran, guru perlu menggunakan media sebagai alat bantu pengajaran. Salah satunya yaitu media grafis. Media ini memiliki kelebihan dapat mengatasi batasan ruang dan waktu misalnya gambar/foto, tidak semua benda/peristiwa dapat dibawa ke dalam kelas dan memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah kesalahpahaman, Sadiman, dkk (2009, 29-30).

Berkaitan dengan uraian di atas, maka peneliti pada penelitian tindakan kelas ini mengambil judul “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe

Numbered Head Together dan Media Grafis untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran PKn Kelas IV SD Negeri 3 Simbarwaringin”.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi permasalahan yang ada sebagai berikut:

1. Rendahnya aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran PKn.

2. Rendahnya hasil belajar PKn siswa, karena hanya 8 (42,11%) dari 19 siswa yang mencapai KKM.

3. Siswa kurang memperhatikan saat guru menjelaskan materi pelajaran PKn. 4. Siswa kurang aktif bertanya dan menjawab pertanyaan.

(25)

6. Guru belum menerapkan model cooperative learning tipe numbered head together dalam pembelajaran PKn.

7. Guru belum menggunakan media dalam pembelajaran PKn karena yang tersedia hanya media untuk pembelajaran IPA, IPS, dan Matematika.

C.Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, permasalahan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan model cooperative learning tipe numbered head together dan media grafis untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran PKn?

2. Bagaimanakah penerapan model cooperative learning tipe numbered head together dan media grafis dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran PKn?

D.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menerapkan model cooperative learning tipe numbered head together dan media grafis untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran PKn.

(26)

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Siswa

Memberikan inovasi pembelajaran PKn melalui penerapan model

cooperative learning tipe numbered head together dan media grafis. 2. Guru

Meningkatkan kualitas pembelajaran dan memperluas pengetahuan guru mengenai penerapan model cooperative learning tipe numbered head together dan media grafis.

3. Sekolah

Sebagai masukan dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui penerapan model cooperative learning tipe numbered head together dan media grafis.

4. Peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam menerapkan model

(27)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Pendidikan dapat menjadi salah satu upaya strategis pendemokrasian bangsa Indonesia, khususnya di kalangan generasi muda. Pendidikan yang dimaksud adalah model pendidikan yang berorientasi pembangunan karakter bangsa melalui pembelajaran yang menjadikan siswa sebagai subjek melalui cara-cara pembelajaran yang demokratis, partisipatif, kritis, kreatif, dan menantang aktualisasi diri mereka. Pendidikan model ini sangat relevan bagi pengembangan pendidikan demokrasi, yang biasa dikenal dengan istilah Pendidikan Kewargaan atau Kewarganegaraan (Civil Education).

(28)

Pendidikan kewarganegaraan dengan pijakan pembangunan karakter bangsa (character nation building) ini sangat relevan untuk dilakukan saat ini dimana perilaku berdemokrasi di Indonesia masih banyak disalahpahami oleh kebanyakan warga negara Indonesia. Sejalan dengan pendapat di atas Zahromi (Ubaedillah & Rozak, 2013: 15) berpendapat bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru.

Pendidikan kewarganegaraan dengan kata lain merupakan pendidikan yang berusaha menggabungkan unsur-unsur substantif dari komponen civic education melalui model pembelajaran yang demokratis, interaktif, serta humanis dalam lingkungan yang demokratis. Soemantri (Ubaedillah & Rozak, 2013: 15) menyatakan pendidikan kewarganegaraan ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut:

a. Kegiatan yang meliputi seluruh program sekolah.

b. Kegiatanmengajar yang dapat menumbuhkan hidup dan perilaku yang lebih baik dalam masyarakat demokratis.

c. Hal-hal yang menyangkut pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi, dan syarat-syarat objektif untuk hidup bernegara.

(29)

2. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Pendidikan kewarganegaraan (PKn) memiliki ruang lingkup di dalam pembelajarannya, dimana aspek-aspeknya saling berkaitan satu sama lain. Ubaedillah & Rozak (2013: 19) menyebutkan materi pendidikan kewarganegaraan (civil education) terdiri dari tiga materi pokok, yaitu demokrasi, hak asasi manusia, dan masyarakat madani (civil society).

Sedangkan Mulyasa (Ruminiati, 2007: 1.26-1.27) mengemukakan ruang lingkup PKn secara umum meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi hidup rukun, bangga sebagai

bangsa Indonesia, dan partisipasi dalam bela negara.

b. Norma, hukum, dan peraturan, meliputi tertib dalam kehidupan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

c. Hak asasi manusia (HAM), meliputi hak dan kewajiban anak dan perlindungan HAM.

d. Kebutuhan warga negara, meliputi hidup gotong royong dan persamaan kedudukan warga negara.

e. Konstitusi negara, meliputi proklamasi kemerdekaan dan hubungan dasar negara dengan konstitusi.

f. Kekuasaaan dan politik, meliputi pemerintahan desa, kecamatan, daerah, dan pusat.

(30)

h. Globalisasi, meliputi politik luar negeri Indonesia di era globalisasi dan dampak globalisasi.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan ruang lingkup pembelajaran PKn meliputi: persatuan dan kesatuan bangsa, norma, hukum, dan peraturan, hak asasi manusia (HAM), kebutuhan warga negara, konstitusi negara, kekuasaan dan politik, kedudukan pancasila, serta globalisasi.

3. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Indonesia sebagai negara kesatuan yang terdiri dari beraneka ragam bangsa serta kaya akan sumber daya alamnya, membutuhkan pemimpin yang memiliki nilai moral dan norma yang baik. Tujuan mata pelajaran PKn adalah untuk membentuk watak atau karakteristik warga negara yang baik. Ubaedillah & Rozak (2013: 18) mengemukakan pendidikan kewarganegaraan (PKn) bertujuan untuk membangun karakter (character building) bangsa Indonesia antara lain:

a. Membentuk kecakapan partisipasi warga negara yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

b. Menjadikan warga negara indonesia yang cerdas, aktif, kritis, dan demokratis, namun tetap memiliki komitmen menjaga persatuan dan integritas bangsa.

c. Mengembangkan kultur demokrasi yang berkeadaban, yaitu kebebasan, persamaan, toleransi, dan tanggung jawab.

(31)

Sejalan dengan pendapat di atas, Mulyasa (Ruminiati, 2007: 1.26) menyatakan tujuan pembelajaran mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah untuk menjadikan siswa:

a. Mampu berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup.

b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab.

c. Berkembang secara positif dan demokratis, sehingga mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan baik.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah agar siswa mampu berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup serta mau berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, sehingga bisa bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan.

B.Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar

a. Pengertian Belajar

(32)

Anthony Robbins (Trianto, 2010: 15) mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) baru. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh individu. Sedangkan pengalaman merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sebagai sumber belajarnya.

Sejalan dengan pendapat di atas, Rusman (2012: 134) mengemukakan belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Belajar bukan hanya sekedar menghapal, melainkan suatu proses mental yang terjadi dalam diri seseorang.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa belajar merupakan perubahan yang terjadi pada individu melalui pengalaman mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru.

b. Aktivitas Belajar

Pembelajaran tidak terlepas dari aktivitas belajar yaitu adanya interaksi antara siswa dengan sumber belajar dan lingkungan. Proses aktivitas belajar harus melibatkan seluruh aspek psikofisis siswa, baik jasmani maupun rohani sehingga akselerasi perubahan perilakunya dapat terjadi secara cepat, tepat, mudah, dan benar, baik berkaitan dengan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

(33)

pembelajaran. Kunandar (2010: 277) mengungkapkan bahwa aktivitas siswa merupakan keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perbuatan dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan pembelajaran.

Aktivitas belajar banyak macamnya, Paul D. Dierich (Hamalik, 2013: 90-91) membagi kegiatan belajar menjadi 8 kelompok sebagai berikut:

a) Kegiatan visual: membaca dan melihat gambar-gambar.

b) Kegiatan lisan: mengajukan pertanyaan dan mengemukakan pendapat.

c) Kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian materi dan mendengarkan percakapan dalam diskusi kelompok.

d) Kegiatan menulis: menulis laporan, membuat rangkuman, dan mengerjakan tes.

e) Kegiatan menggambar: membuat grafik, diagram, dan peta.

f) Kegiatan metrik: melakukan percobaan, membuat model, dan menyelenggarakan permainan (simulasi).

g) Kegiatan mental: memecahkan masalah dan membuat keputusan. h) Kegiatan emosional: minat, berani, dan tenang, dan sebagainya.

(34)

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran baik dari segi sikap, pikiran, dan perbuatan sehingga tahap perubahan perilaku sebagai hasil dari proses belajar dapat terjadi secara cepat, tepat, mudah, dan benar. Adapun aktivitas belajar yang ingin dikembangkan oleh peneliti yaitu:

1) Berpendapat. Indikatornya: merespon pertanyaan lisan dari guru, menanggapi jawaban dari teman, menjawab pertanyaan sesuai dengan materi yang sedang berlangsung, dan mempertahankan pendapat.

2) Minat. Indikatornya: hadir tepat waktu, tertib terhadap instruksi yang diberikan oleh guru, menampakkan keceriaan dan kegembiraan dalam belajar dan tenang dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.

c. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hasil akhir dari proses belajar individu selama masa belajarnya. Proses belajar mengajar memiliki suatu tujuan yang ingin dicapai dan telah ditetapkan sebelumnya.

(35)

mengemukakan bahwa hasil belajar berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar merupakan tingkat keberhasilan yang telah diraih oleh siswa yang mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Peneliti dalam penelitian ini akan menilai hasil belajar melalui tiga ranah yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan) yang dijelaskan sebagai berikut, Bloom (dalam Sujana, 2010: 22-23):

1) Ranah kognitif yaitu memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah, dan di tempat bermain.

2) Ranah afektif yaitu memiliki perilaku disiplin, santun, peduli, jujur, percaya diri, dan tanggung jawab dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya. Adapun dalam penelitian ini, peneliti menilai sikap percaya diri dan kerja sama siswa.

a) Percaya diri

(36)

bisa karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang nyata terhadap diri sendiri. Kemendikbud (2013: 22) menyebutkan bahwa indikator sikap percaya diri yaitu: 1) Berpendapat atau melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu.

2) Tidak mudah putus asa.

3) Tidak canggung dalam bertindak. 4) Berani presentasi di depan kelas.

5) Berani berpendapat, bertanya, atau menjawab pertanyaan. Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa percaya diri adalah sikap keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri untuk berbuat dan bertindak dalam mencapai suatu prestasi. Indikator yang peneliti kembangkan antara lain:

1) Berani mengemukakan pendapat. 2) Berani mengajukan pertanyaan.

3) Berani mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. 4) Mengerjakan tugas tanpa menyontek.

b) Kerja sama

(37)

egois dan munafik dalam kehidupan sosial, mau bekerja sama dan siap membantu, dan 3) suka bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah. Selanjutnya Kemendikbud (2013: 24) menyebutkan indikator kerja sama sebagai berikut:

1) Terlibat aktif dalam bekerja bakti membersihkan kelas atau sekolah.

2) Kesedian melakukan tugas sesuai kesepakatan.

3) Bersedia membantu orang lain tanpa mengharap imbalan. 4) Aktif dalam kerja kelompok.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kerja sama merupakan sikap bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Indikator yang peneliti kembangkan antara lain:

1) Aktif dalam kerja kelompok.

2) Bersedia membantu anggota kelompoknya. 3) Menyelesaikan tugas bersama kelompoknya. 4) Tertib saat berdiskusi kelompok.

(38)

berbicara ditunjang oleh beberapa faktor yang dikelompokkan ke dalam dua unsur, yakni faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan.

Faktor-faktor kebahasaan sebagai penunjang keefektifan berbicara antara lain:

a) Ketepatan ucapan.

b) Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai. c) Pilihan kata (diksi).

d) Ketepatan sasaran pembicaraan.

Faktor non kebahasaan yang mendukung keterampilan berbicara antara lain:

a) Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku.

b) Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara. c) Kesediaan menghargai pendapat orang lain. d) Gerak-gerik dan mimik yang tepat.

e) Kenyaringan suara juga sangat menentukan. f) Kelancaran, relevansi/penalaran, dan

g) Penguasaan topik.

(39)

berkomunikasi dengan guru dan teman menggunakan bahasa yang santun.

2. Pembelajaran

a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu, membimbing, dan memotivasi siswa mempelajari suatu informasi tertentu dalam suatu proses yang telah dirancang secara masak mencakup segala kemungkinan yang terjadi. Corey (Ruminiati, 2007: 1.14) mengemukakan pembelajaran adalah suatu proses di mana lingkungan seseorang dikelola secara disengaja untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu, sehingga dalam kondisi-kondisi khusus akan menghasilkan respons terhadap situasi tertentu juga.

La Iru dan Arihi (Prastowo, 2013: 57) menjelaskan secara harfiah pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan mempelajari, dan perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Pembelajaran merupakan suatu proses atau upaya menciptakan kondisi belajar dalam mengembangkan kemampuan minat dan bakat siswa secara optimal, sehingga kompetensi dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.

(40)

b. Pembelajaran PKn SD

Pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peran utama (Usman, 2006: 4). Artinya apabila proses pembelajaran yang dilakukan guru baik, maka hasilnya akan berkualitas, sebaliknya jika pembelajaran yang dilakukan guru tidak baik, maka hasilnya pun tidak bermutu.

Menurut Ruminiati (2007: 1.15) pelajaran PKn adalah salah satu pelajaran yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat dan cenderung pada pendidikan afektif. Sedangkan sikap seseorang khususnya anak-anak banyak dipengaruhi lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan teman bermainnya.

Pidarta (http://pusatstudisekolahdasartrunojoyo.blogspot.com) menjelaskan bahwa PKn merupakan salah satu dari empat mata pelajaran (yakni Agama, PKn, Pancasila, dan Seni Budaya) yang mengandung banyak materi pengembangan sikap. Hal ini karena muatan materi dalam PKn mencakup nilai-nilai moral, seperti tanggung jawab, penghargaan, penghormatan, kesopanan, kasih sayang, religius, toleransi, kerja sama, dan lain sebagainya. Penanaman nilai-nilai ini dalam PKn merupakan sarana untuk mencapai hakikat dari pembelajaran PKn yakni untuk membentuk karakter dan kepribadian generasi bangsa yang bermoral.

(41)

dipelajari. Hal ini karena pembelajaran PKn bukan saja ditekankan untuk mengembangkan pengetahuan (kognitif), bahkan yang lebih penting dalam PKn adalah pengembangan sikap (afektif). Pembelajaran PKn dikatakan berhasil apabila mampu membentuk karakter dan kepribadian generasi bangsa yang bermoral.

3. Kinerja Guru

Kinerja adalah performance atau unjuk kerja. Kinerja dapat diartikan prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja. Menurut August W. Smith (Rusman, 2012: 50) performance is output derives from proceses, human or therwise, yaitu kinerja adalah hasil dari suatu proses yang dilakukan manusia.

Standar kinerja perlu dirumuskan untuk dijadikan patokan atau acuan dalam mengadakan perbandingan terhadap apa yang dicapai dengan apa yang diharapkan. Menurut Ivancevich (Rusman, 2012: 51) patokan tersebut meliputi: hasil, efisiensi, kepuasan, dan keadaptasian.

Berkenaan dengan standar kinerja guru, Piet A. Sahertian (Rusman, 2012: 51) menjelaskan bahwa standar kinerja guru berhubungan dengan kualitas guru dalam menjalankan tugasnya seperti:

a. Bekerja dengan siswa secara individual. b. Persiapan dan perencanaan pembelajaran. c. Pendayagunaan media pembelajaran.

(42)

Kemampuan yang harus dimiliki seorang guru telah disebutkan dalam Peratuan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, yaitu: kompetensi paedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kinerja guru merupakan kemampuan kerja atau hasil kerja yang dicapai oleh guru dengan tanggung jawabnya dalam mencapai tujuan pembelajaran. Kinerja guru meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Untuk menilai kinerja guru digunakan instrumen penilaian kinerja guru (IPKG).

C.Model Pembelajaran PKn di SD 1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi/tujuan pembelajaran yang diharapkan.

(43)

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan model pembelajaran merupakan suatu pola yang sudah direncanakan dengan baik dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar.

2. Model Pembelajaran PKn SD

Model pembelajaran merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan cukup besar dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran perlu mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi penerapannya pada mata pelajaran tertentu.

Ruminiati (2007: 1.11) mengemukakan ada beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan pada mata pelajaran PKn antara lain: 1) Model pembelajaran dengan pendekatan induktif dan deduktif

2) Model pembelajaran dengan pendekatan ekspositori 3) Model pembelajaran dengan pendekatan proses 4) Model pembelajaran dengan pendekatan sosial

Sejalan dengan pendapat di atas, Mardiati (2010: 25) juga mengemukakan beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan pada mata pelajaran PKn antara lain:

1) Model pembelajaran PAIKEM. 2) Model pembelajaran Talking Stick. 3) Model Cooperative Learning.

(44)

D.Model Cooperative Learning

1. Pengertian Model Cooperative Learning

Mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu harus dipilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Salah satunya adalah model cooperative learning. Pada hakikatnya, pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok.

Majid (2013: 174) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif, yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Tom V. Savage (Majid, 2013: 175) mengemukakan bahwa cooperative learning merupakan alat pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam suatu kelompok kecil untuk saling berinteraksi.

Ibrahim, dkk (Majid, 2013: 176) mengemukakan pembelajaran kooperatif mempunyai ciri atau karakteristik sebagai berikut:

a. Siswa bekerja dalam kelompok.

b. Pembentukan kelompok secara heterogen.

(45)

dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif.

2. Prinsip Dasar Model Cooperative Learning

Pemilihan model yang tepat perlu memperhatikan relevansinya dengan pencapaian tujuan pengajaran. Dalam prakteknya semua model pembelajaran bisa dikatakan baik jika memenuhi prinsip-prinsip. Salah satunya model cooperative learning.

George Jacobs (Warsono & Hariyanto, 2012: 162) menyebutkan ada delapan prinsip yang harus diterapkan dalam pembelajaran kooperatif antara lain:

a. Kelompok heterogen. b. Keterampilan kolaboratif. c. Otonomi kelompok. d. Interaksi simultan. e. Partisipasi.

f. Tanggung jawab individu. g. Ketergantungan positif. h. Kerja sama.

Sedangkan Hamdayama (2014: 64) menyatakan ada empat prinsip pembelajaran kooperatif di antaranya:

a. Prinsip ketergantungan positif. b. Tanggung jawab perseorangan. c. Interaksi tatap muka.

(46)

Berdasarkan beberapa prinsip yang telah dikemukakan ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa prinsip dasar model cooperative learning

adalah membentuk siswa menjadi lebih bertanggung jawab dan berpartisipasi dalam kerja kelompok.

3. Tujuan Model Cooperative Learning

Sebagaimana model-model pembelajaran lain, model pembelajaran kooperatif memiliki tujuan-tujuan. Johnson (Trianto, 2013: 57) menyatakan tujuan pokok pembelajaran kooperatif adalah memaksimalkan hasil belajar untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun kelompok. Karena siswa bekerja dalam tim, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah.

Sedangkan Majid (2013: 175) menyebutkan pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tujuan, di antaranya:

a. Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.

b. Siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belakang.

c. Mengembangkan keterampilan sosial siswa.

(47)

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tujuan model cooperative learning adalah agar siswa mampu meningkatkan hasil belajar, rasa toleransi terhadap perbedaan serta mengembangkan keterampilan sosial.

4. Sintaks Model Cooperative Learning

Ibrahim, dkk (Trianto, 2013: 62) menjelaskan belajar kooperatif dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa. Majid (2013: 66) menyebutkan terdapat enam langkah utama atau tahapan dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Langkah-langkah pembelajaran kooperatif

Fase Indikator Kegiatan Guru

1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

2 Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

6 Memberi penghargaan

(48)

5. Macam-macam Model Cooperative Learning

Davidson dan Warsham (Isjoni, 2007: 29) mengemukakan

cooperative learning adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil. Siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat beberapa variasi dari model tersebut. Guru harus memilih model yang sesuai agar dapat mencapai tujuan yang telah direncanakan.

Menurut Isjoni (2007: 51) dalam pembelajaran kooperatif terdapat variasi model yang dapat diterapkan sebagai berikut:

a. Student Team Achievement Division (STAD)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelomok kecil dengan jumlah anggota setiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.

b. Jigsaw (Tim Ahli)

(49)

Langkah-langkah pembelajaran jigsaw sebagai berikut:

1) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6 orang).

2) Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab.

3) Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya.

4) Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk berdiskusi. 5) Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa dikenai tagihan

berupa tes individu. c. Group Investigation (GI)

Implementasi tipe investigasi kelompok guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 siswa yang heterogen. Kelompok di sini dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidik, dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih. Selanjutnya siswa menyiapkan dan mempersentasikan laporannya kepada seluruh kelas.

d. Think Pair Share (TPS)

(50)

e. Numbered Head Together (NHT)

Numbered head together pertama kali dikembangkan oleh Kagen untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Adapun langkah-langkah pembelajaran numbered head together yaitu penomoran, mengajukan pertanyaan, berfikir bersama, dan menjawab.

f. Teams Games Tournament (TGT)

Pada model ini siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor setiap tim. Langkah-langkah pembelajaran TGT yaitu penyampaian materi, membentuk kelompok yang terdiri dari 4-5 orang anggota kelompok, turnamen (permainan), dan pengenalan kelompok.

Berdasarkan paparan enam model di atas, peneliti memilih model

(51)

E.Model Cooperative Learning Tipe Numbered Head Together

1. Pengertian Model Cooperative Learning Tipe Numbered Head Together

Numbered head together adalah model pembelajaran dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok, kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa. Hamdayama (2014: 175) mengemukakan numbered head together (atau penomoran berpikir bersama merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang memengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap sumber struktur kelas tradisional.

Pembelajaran kooperatif tipe numbered head together merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Slavin (Huda, 2013: 203) menjelaskan bahwa numbered head together pada dasarnya varian dari diskusi kelompok yang dikembangkan untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok.

(52)

2. Kelebihan dan Kekurangan Model Cooperative Learning Tipe Numbered Head Together

Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan yang harus disiasati oleh guru. Jika meminimalkan kekurangan pada model tersebut maka akan tercipta suatu pembelajaran yang efektif dan efisien.

Hamdayama (2014: 177-178) menyebutkan kelebihan dan kekurangan dari model cooperative learning tipe numbered head together

yaitu:

a. Kelebihan Numbered Head Together

Model numbered head together memiliki kelebihan yaitu: 1) melatih siswa untuk dapat bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain, 2) melatih siswa untuk bisa menjadi tutor sebaya, 3) memupuk rasa kebersamaan, dan 4) membuat siswa menjadi terbiasa dengan perbedaan.

b. Kelemahan Numbered Head Together

Model numbered head together memiliki kelemahan yaitu: 1) siswa sudah terbiasa dengan cara konvensional akan sedikit kewalahan, 2) guru harus bisa memfasilitasi siswa, dan 3) tidak semua mendapat giliran.

Sejalan dengan pendapat di atas, Hamdani (2011: 90) mengemukakan kelebihan dan kekurangan dalam model numbered head together antara lain:

a. Kelebihan model ini adalah: 1) Siswa menjadi siap semua.

(53)

3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. b. Kekurangan model ini adalah:

1) Kemungkinan nomor yang dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru. 2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model cooperative learning tipe numbered head together memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya yaitu siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran. Sedangkan kekurangannya yaitu tidak semua siswa mendapat kesempatan dipanggil nomornya oleh guru.

3. Sintaks Model Cooperative Learning Tipe Numbered Head Together Setiap model pembelajaran tentu terdapat langkah-langkah yang sudah tersusun secara runtut yang digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaannya, seperti model cooperative learning tipe numbered head together. Langkah-langkah model pembelajaran numbered head together

kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (Hamdayama, 2014: 175-176) menjadi enam langkah sebagai berikut:

a. Persiapan.

b. Pembentukan kelompok. c. Diskusi masalah.

d. Memanggil nomor anggota atau pemberi jawaban. e. Memberi kesimpulan.

(54)

a. Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam setiap kelompok mendapat nomor.

b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya atau mengetahui jawabannya.

d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja mereka.

e. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.

f. Kesimpulan.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan langkah-langkah model cooperative learning tipe numbered head together yaitu: membagi siswa ke dalam beberapa kelompok kecil, memberi nomor kepala kepada siswa, memberikan LKS kepada masing-masing kelompok, memanggil salah satu nomor siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok, mengarahkan siswa dari kelompok lain untuk memberi tanggapan, dan membuat kesimpulan bersama siswa.

F. Media

1. Pengertian Media Pembelajaran

Media pembelajaran merupakan salah satu komponen yang mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Suryani & Agung (2012: 136) menjelaskan media pembelajaran adalah media yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa).

(55)

kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi pendidikan antar guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna. Faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut: a. Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

b. Karakteristik siswa atau sasaran.

c. Jenis rangsangan belajar yang diinginkan. d. Keadaan latar atau lingkungan.

e. Kondisi setempat.

f. Luasnya jangkauan yang ingin dilayani, Sadirman (Suryani & Agung, 2012: 137).

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan media pembelajaran merupakan alat bantu guru dalam mengajar agar proses penyampaian pesan ke siswa dapat berlangsung dengan efektif dan efisien.

2. Prinsip Dasar Pemilihan Media Pembelajaran

Pemanfaatan media perlu mendapat perhatian oleh guru sebagai fasilitator dalam setiap kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu tiap-tiap guru perlu mempelajari bagaimana menetapkan media pembelajaran agar dapat mengefektifkan dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

Suryani & Agung (2012: 138-139) mengemukakan beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran yaitu:

a. Media harus berdasarkan pada tujuan pembelajaran pada tujuan pembelajaran dan bahan pengajaran yang akan disampaikan. b. Memilih media harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan

(56)

c. Memilih media harus disesuaikan dengan kemampuan guru baik dalam pengadaan maupun penggunaannya.

d. Memilih media harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi atau pada waktu, tempat dan situasi yang tepat.

e. Memilih media harus disesuaikan dengan memahami karakteristik dari media itu sendiri.

Sedangkan Rumampuk (Suryani & Agung, 2012: 139) menyatakan bahwa prinsip-prinsip pemilihan media antara lain:

a. Harus diketahui dengan jelas media itu dipilih untuk tujuan apa. b. Pemilihan media harus secara objektif, bukan semata-mata

didasarkan kesenangan guru.

c. Tidak ada satu pun media dipakai untuk mencapai semua tujuan. d. Pemilihan media hendaknya disesuaikan dengan metode mengajar

dam materi pengajaran.

e. Untuk dapat memilih media dengan tepat, guru hendaknya mengenal ciri-ciri dari masing- masing media.

f. Pemilihan media hendaknya disesuaikan dengan kondisi fisik lingkungan.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan prinsip utama pemilihan media pembelajaran adalah berdasarkan pada tujuan pembelajaran, disesuaikan dengan perkembangan siswa dan kemampuan guru, serta dengan kondisi lingkungan belajar siswa.

3. Macam-macam Media Pembelajaran

Guru harus pandai dalam menggunakan media sebagai alat bantu mengajar guna mencapai tujuan pembelajaran. Media yang dapat dimanfaatkan guru dalam pembelajaran banyak macamnya. Bahri & Zain (2006: 140-142) membagi media menjadi tiga yaitu:

a. Dilihat dari jenisnya, media dibagi menjadi:

1) Media Auditif, yaitu media yang hanya mengandalkan suara saja seperti radio, cassette recorder, dan piringan hitam.

(57)

3) Media Audiovisual, yaitu media yang mempunyai unsur suara dan gambar. Contohnya: film bingkai suara (sound slide), film rangkai suara, cetak suara, dan video cassette.

b. Dilihat dari daya liputnya, media dibagi menjadi:

1) Media dengan daya liput luas dan serentak. Contohnya: radio dan televisi.

2) Media dengan daya liput yang terbatas oleh ruang dan tempat. Contohnya: file, sound slide, dan film rangkai.

3) Media untuk pengajaran individual. Contohnya: modul berprogram dan pengajaran melalui komputer.

c. Dilihat dari bahan pembuatannya, media dibagi menjadi: 1) Media sederhana.

2) Media kompleks.

Sejalan dengan pendapat di atas, Hamdani (2011: 244) berpendapat secara garis besar, media pembelajaran terbagi atas media audio, media visual, media audio visual, orang (people), bahan (material), alat (device), teknik (technic), dan latar (setting).

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan secara garis besar media pembelajaran dibagi menjadi media audio, visual, dan audio visual. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan media grafis/visual karena media ini dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu misalnya gambar, tidak semua peristiwa dapat dibawa ke dalam kelas.

G.Media Grafis

1. Pengertian Media Grafis

(58)

bentuk tulisan, huruf-huruf, gambar-gambar, dan simbol-simbol yang mengandung arti.

Sanjaya (2014: 157) mengemukakan kembali pengertian media grafis adalah media yang dapat mengomunikasikan data dan fakta, gagasan serta ide-ide melalui gambar dan kata-kata. Sadiman, dkk (2009: 29) menyebutkan ada banyak jenis media grafis, di antaranya gambar/foto, sketsa, diagram, bagan (chart), grafik (graphs), kartun, poster, peta dan globe, papan flanel (flannel board), dan papan buletin (bulletin board).

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa media grafis merupakan media berupa gambar, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun, poster, peta, globe, papan flanel, dan papan buletin yang dapat mengomunikasikan materi pelajaran kepada siswa.

2. Kelebihan dan Kekurangan Media Grafis

Setiap media pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, begitu pula dengan media grafis. Afsarinaelga (https://afsarinaelga.wordpress.com) menyatakan kelebihan dan kekurangan media grafis yaitu:

Kelebihan dari penggunaan media grafis dalam pembelajaran adalah: a. Bermanfaat untuk menerangkan data kuantitatif dan

hubungan-hubungannya.

b. Kemungkinan pembaca untuk memahami data yang disajikan dengan cepat dan menyeluruh, baik dalam bentuk ukuran jumlah pertumbuhan atau arah suatu kemajuan.

c. Peyajian angka lebih cepat, jelas, menarik, ringkas, dan logis. Kekurangan dari penggunaan media grafis dalam pembelajaran adalah:

(59)

b. Penghayatan tentang materi kurang sempurna, karena media gambar hanya menampilkan persepsi indra mata yang tidak cukup kuat untuk menggerakkan seluruh kepribadian manusia, sehingga materi yang dibahas kurang sempurna.

c. Tidak meratanya penggunaan media tersebut bagi anak-anak dan kurang efektif penglihatan. Biasanya anak yang paling didepan yang lebih sempurna mengamati media tersebut, sedangkan anak yang belakang semakin kabur.

Sejalan dengan pendapat di atas Sadiman, dkk (2009, 29-30) mengemukakan kelebihan dan kelemahan media grafis yaitu:

a. Kelebihan

1) Sifatnya konkret, lebih realistis dalam menunjukkan pokok masalah.

2) Mengatasi batasan ruang dan waktu misalnya gambar/foto, tidak semua benda/peristiwa dapat dibawa ke dalam kelas. 3) Mengatasi keterbatasan pengamatan, yang tak mungkin dapat

dilihat dengan mata telanjang dapat disajikan dengan jelas dalam bentuk gambar.

4) Memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah kesalahpahaman.

5) Harganya murah, mudah dibawa serta digunakan.

6) Untuk sketsa dapat dibuat secara tepat sementara guru

3) Ukurannya sangat terbatas untuk digunakan dalam kelompok besar.

(60)

3. Langkah-langkah Penggunaan Media Grafis

Berdasarkan beberapa contoh media grafis, peneliti memilih media gambar atau foto dalam penyampaian materi pelajaran PKn. Ruminiati (2007: 2.33) mengemukakan langkah-langkah penggunaan media gambar atau foto sebagai berikut:

1. Menganalisis pokok bahasan/sub pokok bahasan yang akan dituangkan dalam bentuk media audio atau foto.

2. Menyiapkan bahan-bahan yang digunakan dalam proses belajar-mengajar.

3. Menugaskan siswa untuk juga menyiapkan bahan-bahan yang digunakan dalam proses belajar-mengajar.

4. Memeragakan gambar-gambar sehingga dapat dilihat dengan jelas oleh semua siswa.

5. Guru meminta para siswa mengomentari gambar yang telah diperagakan dan siswa lain diminta memberikan tanggapan terhadap komentar tersebut.

6. Guru menjelaskan materi pelajaran melalui media yang telah disiapkan sekaligus juga menanamkan nilai moral dan norma yang menjadi target harapannya.

7. Guru menyimpulkan materi pelajaran sekaligus menindaklanjuti dengan memberikan tugas kepada siswa untuk memperkaya penguasaan materi pelajaran PKn.

H.Hipotesis Tindakan

(61)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang difokuskan pada situasi kelas atau yang lazim dikenal dengan classroom action research. Wardhani (2007: 1.4) mengungkapkan penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelas melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat.

(62)

Adapun daur siklus dalam penelitian tindakan kelas ini digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Siklus Tindakan dan Tahapan dalam Penelitian Tindakan Kelas (Sumber: modifikasi dari Asrori, 2009: 4)

B.Setting Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek tindakan dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas adalah seorang guru dan siswa dengan jumlah 19 orang yang terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 3 Simbarwaringin, Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah.

3. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015 selama 5 bulan.

Perencanaan I

SIKLUS II SIKLUS I Refleksi I

Pengamatan I

Perencanaan II

Pengamatan II

Pelaksanaan II Pelaksanaan I

(63)

C.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Teknik non tes yaitu pengumpulan data yang bersifat kualitatif. Teknik non tes dilakukan melalui kegiatan observasi. Observasi dilakukan oleh observer terhadap guru dan siswa saat pembelajaran berlangsung. Teknik non tes ini digunakan untuk mengetahui peningkatan kinerja guru, aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa. Kinerja guru dinilai dengan cara melingkari skor yang sesuai dengan hasil pengamatan. Sementara itu, hasil belajar dengan memberi tanda ceklis jika indikator yang diamati muncul selama pembelajaran berlangsung.

2. Teknik tes yaitu digunakan dalam pengumpulan data yang bersifat kuantitatif. Teknik tes ini digunakan untuk mengukur pengetahuan siswa setelah mengikuti pembelajaran PKn dengan menerapkan model

cooperative learning tipe numbered head together dan media grafis melalui tes di setiap akhir siklus.

D.Alat Pengumpul Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(64)

2. Soal tes, instrumen ini digunakan untuk memperoleh data berupa nilai-nilai untuk melihat kemajuan hasil belajar kognitif siswa. Soal tes terdiri dari 10 pilihan jamak dan 10 isian singkat.

E.Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data kinerja guru, aktivitas belajar siswa, dan hasil belajar siswa yang menunjukkan dinamika proses dengan memberikan pemaknaan secara nyata dan mendalam.

a) Kinerja guru

Data kinerja guru diperoleh dari hasil pengamatan ketika pembelajaran berlangsung. Nilai kinerja guru diperoleh dengan rumus:

Ng =

(Sumber: modifikasi dari Purwanto, 2002: 102)

Tabel 3.1 Kategori nilai kinerja guru

No Interval Kategori

1 ≥81 Sangat Baik

2 66 – 80 Baik

3 46 – 65 Cukup

4 <45 Kurang

(65)

b) Nilai aktivitas belajar siswa

Data aktivitas belajar siswa diperoleh dari hasil pengamatan ketika pembelajaran berlangsung. Nilai aktivitas belajar siswa yang dicari yaitu nilai aktivitas per individu dan ketuntasan secara klasikal. Aspek yang dinilai yaitu berpendapat dan minat. Nilai aktivitas belajar siswa diperoleh dengan rumus:

Nv =

x 100 Keterangan:

Nv = nilai aktivitas belajar siswa yang dicari R = skor yang diperoleh siswa

SM = skor maksimal 100 = bilangan tetap

(Sumber: modifikasi dari Purwanto, 2002: 102)

Tabel 3.2 Kategori nilai aktivitas belajar siswa

(Sumber: modifikasi dari Poerwanti, 2008: 7.8)

Persentase klasikal aktivitas belajar siswa diperoleh dengan rumus:

(Sumber: modifikasi dari Aqib, dkk., 2009: 41)

Tabel 3.3 Kategori persentase klasikal aktivitas belajar siswa

No. Persentase Kategori

1 ≥81% Sangat aktif

2 66-80% Aktif

3 46-65% Cukup

4 ≤45% Kurang

(66)

c) Hasil belajar afektif siswa

Data hasil belajar afektif siswa diperoleh dari hasil pengamatan ketika pembelajaran berlangsung Hasil belajar afektif yang dicari yaitu nilai afektif per individu dan ketuntasan secara klasikal. Aspek yang dinilai yaitu percaya diri dan kerja sama. Nilai hasil belajar afektif diperoleh menggunakan rumus:

Na =

x 100 Keterangan:

Na = nilai afektif siswa yang cari R = skor yang diperoleh siswa SM = skor maksimal

100 = bilangan tetap

(Sumber: Purwanto, 2002: 102)

Tabel 3.4 Kategori nilai hasil belajar afektif siswa

No. Nilai Kategori

1. ≥81 Sangat Baik

2. 66-80 Baik

3. 46-65 Cukup

4. ≤45 Kurang

(Sumber: modifikasi dari Poerwanti, 2008: 7.8)

Persentase ketuntasan hasil belajar afektif siswa secara klasikal diperoleh dengan rumus:

(67)

Tabel 3.5 Kategori persentase klasikal hasil belajar afektif siswa

(Sumber: modifikasi dari Poerwanti, 2008: 7.8)

d) Hasil belajar psikomotor siswa

Data hasil belajar psikomotor siswa diperoleh dari hasil pengamatan ketika pembelajaran berlangsung Hasil belajar psikomotor siswa yang dicari yaitu nilai psikomotor per individu dan ketuntasan secara klasikal. Aspek yang dinilai yaitu berbicara. Nilai hasil belajar psikomotor diperoleh menggunakan rumus:

Keterangan:

Np = nilai psikomotor siswa yang dicari R = skor yang diperoleh siswa

SM = skor maksimal 100 = bilangan tetap

(Sumber: modifikasi dari Purwanto, 2002: 102)

Tabel 3.6 Kategori nilai hasil belajar psikomotor siswa

No. Nilai Kategori

1. ≥81 Sangat terampil

2. 66-80 Terampil

3. 46-65 Cukup

4. ≤45 Kurang

(68)

Persentase ketuntasan hasil belajar psikomotor siswa secara klasikal diperoleh dengan rumus:

(Sumber: Aqib, dkk., 2009: 41)

Tabel 3.7 Kategori persentase klasikal hasil belajar psikomotor siswa

No. Persentase Kategori

1 ≥81% Mahir

2 66-80% Terampil

3 46-65% Cukup

4 ≤45% Kurang

(Sumber: modifikasi dari Poerwanti, 2008: 7.8)

e) Rata-rata klasikal aktivitas dan hasil belajar (afektif dan psikomotor) Untuk menghitung nilai rata-rata klasikal aktivitas dan hasil belajar (afektif dan psikomotor) siswa menggunakan rumus sebagai berikut:

∑ Xi

X = ∑ N Keterangan:

X = nilai rata-rata

∑Xi = jumlah nilai semua siswa ∑N = jumlah siswa

(Sumber: Aqib, dkk., 2009: 40)

2. Analisis Kuantitatif

(69)

Nk =

Untuk menghitung nilai rata-rata klasikal hasil belajar siswa digunakan rumus sebagai berikut:

(Sumber: Aqib, dkk., 2009: 40)

Tabel 3.8 Kategori nilai hasil belajar siswa

No. Nilai Kategori

1. ≥81 Sangat Baik

2. 66-80 Baik

3. 46-65 Cukup

4. ≤45 Kurang

(Sumber: modifikasi dari Poerwanti, 2008: 7.8)

Untuk menghitung persentase klasikal ketuntasan hasil belajar siswa digunakan rumus sebagai berikut:

(70)

Tabel 3.9 Kategori persentase klasikal hasil belajar siswa

No. Persentase Kategori

1 ≥81% Sangat Baik

2 66-80% Baik

3 46-65% Cukup

4 ≤45% Kurang

(Sumber: modifikasi dari Poerwanti, 2008: 7.8)

F. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas 1. Siklus I

Siklus I dilaksanakan dua pertemuan sebagai usaha meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan model cooperative learning tipe numbered head together dan media grafis. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

a. Perencanaan

1) Menganalisis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) untuk mengetahui materi pokok.

2) Membuat perangkat pembelajaran berupa pemetaan, silabus, dan Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) dengan menerapkan model

cooperative learning tipe numbered head together. 3) Menyiapkan media pembelajaran.

(71)

b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I 1) Pertemuan pertama

a) Kegiatan awal

1. Guru memberikan salam dan mengajak siswa berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing.

2. Memeriksa kehadiran siswa.

3. Mengondisikan siswa secara fisik dan psikis.

4. Menyampaikan apersepsi dan tujuan pembelajaran PKn.

b)Inti

Eksplorasi

1. Guru menampilkan gambar kegiatan presiden dan wakil presiden.

2. Siswa diarahkan untuk memperhatikan gambar tersebut.

3. Siswa diarahkan untuk memberikan jawaban melalui stimulus berupa beberapa pertanyaan.

4. Siswa dibagi ke dalam 4 kelompok (tiga kelompok beranggotakan masing-masing 5 orang siswa dan satu kelompok beranggotakan 4 orang siswa).

5. Setiap siswa dalam kelompok diberi nomor kepala. 6. Tiap kelompok diberikan tugas berupa LKS.

(72)

Elaborasi

8. Guru memanggil salah satu nomor dan siswa dengan nomor yang disebutkan maju ke depan kelas untuk melaporkan hasil kerja kelompoknya.

9. Kelompok lain diberikan kesempatan untuk menanggapi jawaban dari temannya yang maju ke depan kelas.

Konfirmasi

10.Siswa diberikan penguatan berkenaan dengan pertanyaan dan jawaban dari tiap kelompok.

11.Siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai materi yang belum dipahami.

c) Penutup

1. Siswa bersama guru membuat kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari.

2. Siswa diberi pekerjaan rumah sebagai tindak lanjut. 3. Salam.

2) Pertemuan Kedua

Gambar

Tabel 2.1 Langkah-langkah pembelajaran kooperatif
Gambar 3.1 Siklus Tindakan dan Tahapan dalam Penelitian Tindakan Kelas (Sumber: modifikasi dari Asrori, 2009: 4)
Tabel 3.1 Kategori nilai kinerja guru
Tabel 3.2 Kategori nilai aktivitas belajar siswa
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi kader jumantik dalam upaya pemberantaan sarang nyamuk di Desa Wirogunan

Muhammad Anwar Rosad, A210080005. Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012. Tujuan dari penelitian ini

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31, 32, 33 dan 34 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional dan Pasal 467 ayat (3)

[r]

The study used purposive random sampling method by taking and observation of mangrove vegetation and density of molluscs and measurement of water quality parameters.. Data

Untuk menguji apakah matriks korelasi sederhana bukan merupakan suatu matriks identitas, maka digunakan uji Bartlett dengan pendekatan statistik chi square. Berikut ini

Pelaksanaan pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang pengurangan pecahan dengan menggunakan pendekatan realistik di Kelas VI SD Negeri Negla Kecamatan

[r]