• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laju pertumbuhan dan sintasan karang jenis Montipora sp. Hasil transplantasi di gugusan Pulau Karya, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laju pertumbuhan dan sintasan karang jenis Montipora sp. Hasil transplantasi di gugusan Pulau Karya, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA, KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN

SERIBU

ADITYA BRAMANDITO

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

iii

RINGKASAN

ADITYA BRAMANDITO. Laju Pertumbuhan dan Sintasan Karang Jenis Montipora sp. Hasil Transplantasi di Gugusan Pulau Karya, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh NEVIATY P. ZAMANI dan BEGINER SUBHAN

Beberapa tahun terakhir ini terumbu karang menjadi bahan kajian yang sedang hangat dibahas oleh para peneliti dan pemerhati lingkungan berkaitan dengan adanya peningkatan suhu permukaan bumi. Ancaman terhadap terumbu karang tidak hanya berasal dari faktor alam saja, faktor antropogenik dan

pemanfaatan terumbu karang yang berlebihan juga memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap keberlangsungan hidup terumbu karang. Berdasarkan informasi di atas, berbagai teknik transplantasi terumbu karang dikembangkan untuk

memulihkan dan melestarikan kondisi terumbu karang. Salah satu teknik transplantasi tersebut adalah dengan mentransplantasikan fragmen karang pada modul beton seperti yang dilakukan pada penelitian kali ini.

Tujuan penelitian ini untuk mengkaji laju pertumbuhan dan sintasan karang keras jenis Montiporasp. yang ditransplantasikan di sekitar perairan Pulau Karya, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Penelitian ini dilaksanakan pada pada bulan April 2009 sampai dengan bulan September 2009, di gugusan Pulau Karya. Data yang dianalisa meliputi data kondisi perairan di Pulau Karya, panjang dan tinggi fragmen karang setiap bulannya dan sintasan fragmen karang. Pengamatan data pertumbuhan terumbu karang dilakukan secara insitu, sedangkan data kualitas perairan dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Kondisi perairan di Pulau Karya memiliki salinitas, nitrat dan fosfat yang berada dibawah kisaran aman baku mutu air laut yang dikeluarkan oleh

Kementrian Lingkungan Hidup (KLH). Persentase sintasan yang berhasil dicapai pada kegiatan transplantasi kali ini sebesar 62%. Pertumbuhan tinggi rata-rata fragmen karang yang teramati pada akhir pengamatan sebesar 8,50 (±1,16) cm dari tinggi rata awal sebesar 6,68 cm dan untuk pertumbuhan panjang rata-rata fragmen karang sebesar 7,15 (±1,38) cm dari panjang rata-rata-rata-rata awal 6,08 cm. Rata-rata laju pertumbuhan panjang setiap bulannya mencapai 0,18 cm/bulan dan rata-rata laju pertumbuhan tinggi sebesar 0,30 cm/bulan.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah kondisi perairan di Pulau Karya pada bulan April 2009 – September 2009 tidak cocok atau kurang mendukung bagi karang Montipora sp. tumbuh secara optimal dilihat dari sintasan yang terus menurun setiap bulannya. Tingginya sedimentasi mengakibatkan fragmen karang cenderung mengalami pertumbuhan tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan lebar fragmen. Parameter perairan lainnya yang diduga menghambat laju

(3)

v

GUGUSAN PULAU KARYA, KABUPATEN

ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU

ADITYA BRAMANDITO

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(4)

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN KARANG JENIS

Montipora

sp. HASIL TRANSPLANTASI DI GUGUSAN PULAU

KARYA, KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN

SERIBU.

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

(5)

iv

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a) Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b) Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

(6)

vi SKRIPSI

Judul Skripsi : LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN

KARANG JENIS Montipora sp. HASIL

TRANSPLANTASI DI GUGUSAN PULAU KARYA, KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU.

Nama Mahasiswa : Aditya Bramandito

NRP : C54051056

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Kelautan

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M. Sc Beginer Subhan, S. Pi, M. Si NIP. 196410141 198803 2 001 NIP. 19800118 200501 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M. Sc. NIP. 19580909 198303 1 003

(7)

vii

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Laju

Pertumbuhan dan Sintasan Karang Jenis Montipora sp. Hasil Transplantasi di

Gugusan Pulau Karya, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Penulisan

skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan, dukungan dan

doa dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih dengan tulus penulis sampaikan

terutama kepada :

1. Keluarga tercinta ayah, ibu dan kakak atas dukungan, doa materi serta

kasih sayang.

2. Ibu Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M. Sc. dan bapak Beginer Subhan, S. Pi, M.

Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengetahuan, arahan

serta bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Mukjizat Kawaroe selaku dosen penguji yang memberikan masukan

dan arahan demi kesempurnaan skripsi

4. Bapak Dr. Ir. Henry M. Manik, MT. selaku komisi pendidikan yang

memberikan masukan dan arahan demi kesempurnaan skripsi.

5. Lembaga Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) yang

(8)

viii

6. Rekan-rekan tim survey PKSPL (Adil M. Firdaus, Agus Setiawan

Wibowo, Priasmoro K. Yudasakti, Sudono Iswara, Fadhilah Rahmawati,

Tia Sulistiani Utami).

7. Rekan-rekan di Laboratorium Hidrobiologi Laut (Dondy Arafat, Iqbal

Suhaemi Gultom, M. Lukmanul Hakim, Nur Ari Bayu Utama, Asyari Adi

Saputra, Fina Mariany, Fadhilah Rahmawati, Femi Zumaritha).

8. Warga Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) khususnya angkatan 42 atas

semangat dan dorongannya dalam penyusunan skripsi.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah

membantu dan memberikan bimbingan dalam pengolahan data dan

penyusunan skripsi.

Penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun

untuk kemajuan penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang

memerlukan, khususnya mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2011

(9)

viii

3.3.3. Pengukuran fisika dan kimia perairan ... 22

3.3.4. Pengukuran pertumbuhan karang ... 23

3.4 Analisis Data ... 23

3.4.1 Pertumbuhan karang keras ... 23

3.4.2 Sintasan karang keras ... 25

4. PEMBAHASAN ... 26

4.1 Parameter Fisika dan Kimia ... 26

4.2 Persentase Sintasan Fragmen Karang ... 28

4.3 Tingkat Pencapaian Pertumbuhan Fragmen Karang ... 30

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Baku Mutu Air Laut ... 10

2. Penelitian Transplantasi 10 Tahun Terakhir di Indonesia ... 11

3. Alat dan Bahan ... 16

4. Parameter Perairan dan Alat yang Digunakan ... 17

(11)

x

Halaman

1. Karang Jenis Montipora sp. di Alam ... 6

2. Siklus Reproduksi Seksual Karang ... 7

3. Peta Lokasi Penelitian ... 15

4. Fragmen Karang yang Ditransplantasi ... 18

5. Contoh Modul Transplantasi ... 20

6. Penempelan Fragmen Karang Pada Modul ... 20

7. Alur Kegiatan Pengamatan ... 21

8. Metode Pengukuran Fragmen Karang ... 23

9. Persentase Sintasan Fragmen Karang ... 29

10. Tingkat Pencapaian Pertumbuhan ... 31

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data Mentah Pertumbuhan Panjang Fragmen Karang ... 41

2. Data Mentah Pertumbuhan Tinggi Fragmen Karang ... 42

3. Data Kualitas Air di Pulau Karya... 43

4. Tahap Persiapan Modul Sampai Dengan Pengukuran ... 44

(13)

1 1.1. Latar Belakang

Terumbu karang di dasar perairan pantai tropis merupakan salah satu

ekositem yang dapat kita jumpai selain ekosistem lainnya seperti ekosistem

lamun. Selain keindahannya, terumbu karang dimanfaatkan oleh beragam

organisme sebagai tempat hidup diantaranya: ikan, echinodermata, moluska,

krustase, makroalga dan sponge. Beberapa jenis organisme seperti moluska dan

krustase memanfaatkan terumbu karang sebagai tempat berlindung dan sebagian

lainnya seperti ikan dan echinodermata memanfaatkan terumbu karang sebagai

tempat mencari makan. Terumbu karang juga dapat berfungsi untuk menahan

gelombang sehingga abrasi daerah pantai dapat berkurang (Cessar, 2000).

Definisi terumbu karang itu sendiri adalah sekelompok hewan dari ordo scelartina

yang bersimbiosis dengan zooxanthellae dimana simbiosis dari kedua organisme

tersebut akan menghasilkan kapur (CaCO3) (Supriharyono, 2007). Walaupun

karang yang bersimbiosis dengan zooxanthellae mampu menghasilkan terumbu

yang keras, akan tetapi hewan karang tersebut memiliki batas faktor fisik yang

relatif sempit. Faktor fisik tersebut antara lain suhu, cahaya, salinitas dan

sedimentasi (West dan Salm, 2003).

Beberapa tahun terakhir ini terumbu karang menjadi bahan kajian yang

sedang hangat dibahas oleh para peneliti dan pemerhati lingkungan berkaitan

dengan adanya isu penurunan luasan terumbu karang akibat peningkatan suhu

permukaan bumi. Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang secara

langsung terkena dampak meningkatnya suhu permukaan bumi (West dan Salm,

(14)

2

meningkatnya suhu perairan, predasi, badai (faktor alami) yang ditambah dengan

tekanan yang berasal dari aktivitas manusia (faktor antropogenik), tumpahan

minyak dan pemanfaatan sumber daya ekosistem terumbu karang secara

berlebihan, merupakan ancaman yang cukup serius terhadap keberlangsungan

ekosistem terumbu karang (Brown dan Suharsono, 1990; Clark dan Edward,

1995; Rinkevich, 1995; Conell et al., 1997). Estradivari et al. (2007)

menyatakan bahwa persentase penutupan terumbu karang di Kepulauan Seribu

cukup berfluktuatif dari 33,1% pada tahun 2003 meningkat menjadi 34,2% pada

tahun 2005 dan pada tahun 2007 menurun menjadi 31,7%.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk merehabilitasi ekosistem dan fungsi

ekologi terumbu karang di suatu perairan. Upaya tersebut diantaranya adalah

metode biorock yang menggunakan prinsip elektrolisis (Hilbertz, 1992), metode

transplantasi fragmen karang yang menggunakan berbagai media (modul yg dapat

dirakit, semen, patahan karang) (Okubo et al., 2005; Forsman et al., 2006)

sampai dengan metode atraktor larva karang yang terbuat dari material sintetik

(Morse dan Morse in Jaap, 1999). Metode-metode tersebut memiliki kelemahan

dan keunggulan yang berbeda-beda dan saling melengkapi. Keunggulan metode

transplantasi dengan menggunakan media semen yaitu mampu merehabilitasi area

dengan cakupan yang cukup luas di bandingkan dengan metode lainnya (Edwards,

1998). Metode transplantasi menggunakan media semen juga dapat

menggantikan patahan karang yang cenderung labil menjadi tempat yang kokoh

sebagai tempat larva karang menempel (Jaap, 1999).

Penelitian ini menggunakan metode transplantasi penempelan fragmen

(15)

Letak Pulau Karya yang berada di antara gosong karang dan pulau diasumsikan

sebagai tempat yang cocok untuk kegiatan transplantasi terumbu karang. Connel

et al. (1997) menyatakan koloni terumbu karang yang ditransplantasikan di

tempat terlindungi memiliki tingkat kematian yang lebih rendah dibandingkan di

tempat terbuka. Data Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada tahun 2005

menunjukan bahwa jumlah penduduk yang berprofesi sebagai nelayan sebanyak

1545 jiwa di Pulau Panggang, 957 jiwa di Pulau Pramuka dan di Pulau Karya

hanya merupakan tempat singgah. Berdasarkan informasi diatas, diharapkan

kondisi perairan di Pulau Karya masih berada dalam kondisi yang optimal bagi

terumbu karang untuk tumbuh dan berkembang.

Fragmen karang yang digunakan dalam penelitian ini adalah karang keras

dengan jenis Montipora sp. Karang jenis Montipora sp. dipilih karena spesies

tersebut lebih dominan dibandingkan dengan karang jenis lainnya yang tumbuh

disekitar lokasi transplantasi. Pada pengamatan berkala yang dilakukan oleh

Estradivari et al. (2007), menyatakan bahwa marga Montipora dapat ditemukan

hampir diseluruh wilayah Kepulauan Seribu dan memiliki kelimpahan tertinggi

dari 61 marga lainnya yang ditemukan.

1.2. Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk mengkaji laju pertumbuhan dan sintasan hasil

transplantasi yang menggunakan fragmen karang keras jenis Montiporasp. di

(16)

4

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Umum Perairan

Pulau Karya terletak pada posisi geografis 106º36’19,7” BT dan garis

lintang 05º44’04,9” LS (Suyarso, 1995). Estradivari et al. (2007) menyebutkan

bahwa kisaran suhu di Kepulauan Seribu berada pada nilai 25-31ºC dengan

rata-rata 28,9ºC. Kisaran nilai salinitas berkisar pada nilai 28-34 PSU dengan rata-rata-rata-rata

30,9 PSU. Kecepatan arus berkisar antara 0,02 - 1,4 m/s, dengan rata-rata sebesar

0,2 m/s. Kualitas air tersebut diamati pada tiga waktu yang berbeda, yaitu di

tahun 2003-2004 (13-17 Desember 2003 dan 12-16 Januari 2004), 2005 (5-12

September 2005), 2007 (9-13 Juli 2007).

2.2. Morfologi Hewan Karang

Hewan karang (Anthozoa) merupakan penyusun utama dari terumbu

karang karena kemampuannya menghasilkan endapan kalsium karbonat (CaCO3)

yang merupakan hasil samping dari proses fotosintesis zooxanthella yang berada

pada lapisan endodermis. Hasil endapan tersebut akan membangun ‘bangunan’

yang khas tergantung dari jenis hewan karang yang menjadi inang. Tidak semua

anggota kelas Anthozoa mampu menghasilkan endapan terumbu dan hanya ordo

scleractinia saja yang mampu membentuk terumbu (Suharsono, 2008).

Veron (1986) mendefinisikan terumbu karang sebagai sekumpulan

individu karang atau yang dikenal dengan polip karang. Ukuran polip karang

bervariasi di setiap jenis terumbu karang, mulai dengan diameter 1-3 mm sampai

dengan diameter 25 cm misalnya fungia (Suharsono, 2008). Antara satu polip

(17)

disebut dengan Coenosarc. Jaringan tersebut berfungsi untuk membagi setiap

nutrien yang diperoleh polip karang. Jaringan Coenosarc itu sendiri terletak di

atas material kapur atau disebut dengan Coenosteum. Rangka kapur dari setiap

jenis karang keras memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga

karakteristik tersebut dapat dijadikan salah satu metode identifikasi karang keras.

Suharsono (2008) mengklasifikasikan hewan karang atau yang biasa

disebut karang skleraktinia (scleractinia coral) sebagai berikut :

Filum : Cnidaria

Kelas : Anthozoa

Sub-kelas : Zoantharia (Hexacorallia)

Ordo :Scleractinia

Famili : Acroporidae

Genus : Montipora

Suharsono (2008) menyatakan famili Acroporidae terbagi menjadi

beberapa genus, yaitu : Acropora, Montipora, Anacropora dan Astreopora.

Terdapat perbedaaan karakteristik rangka kapur dari keempat genus tersebut.

Karakteristik rangka kapur genus Montipora antara lain ukuran koralit yang relatif

kecil, pada umumnya tentakel keluar pada malam hari. Karakteristik lainnya

yaitu tidak memiliki columella (struktur pusat mulut) dan septa umumnya

memiliki dua lingkaran dengan bagian ujung (gigi) muncul keluar sehingga

apabila disentuh maka akan terasa tajam. Sebagian besar Montipora memiliki

coenosteum yang lebar. Genus Montipora dengan bentuk penumbuhan berupa

lembaran seringkali ditemukan mendominasi suatu perairan dangkal karena

(18)

6

diperolehnya lebih besar (Suharsono, 2008). Gambaran bentuk pertumbuhan

karang Montipora sp. di alam, disajikan pada Gambar 1.

sumber foto : Beginer Subhan

Gambar 1. Karang jenis Montipora sp. di alam

2.3. Reproduksi Terumbu Karang

Hewan karang memiliki kemampuan bereproduksi dengan dua cara yaitu

secara seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual didefinisikan sebagai

pembentukan tunas baru yang akan menjadi individu baru dan tetap melekat pada

induk, dan pembentukan tersebut merupakan mekanisme untuk penambahan

ukuran koloni bukan pembentukan koloni baru (Nybakken, 1992). Jika polip baru

tetap melekat pada induk disebut dengan penumbuhan koloni, namun apabila

polip baru tersebut lepas dari koloni induk maka disebut dengan reproduksi

aseksual.

(19)

Reproduksi seksual secara umum terbagi menjadi menjadi sejumlah tahapan yaitu

pelepasan sel telur dan sperma ke kolom air (a) dan selanjutnya terjadi fertilisasi di kolom perairan (b). Sel telur yang berhasil dibuahi akan tumbuh menjadi zigot dan berkembang menjadi larva planula yang mengikuti pergerakan air. Apabila

planula tersebut menemukan dasar perairan yang sesuai maka planula tersebut

akan menempel di dasar perairan (c) dan tumbuh menjadi polip (d). Setelah tumbuh menjadi polip individu tersebut akan mengalami proses kalsifikasi dan

membentuk koloni karang (e) (Gambar 2).

Gambar 2. Siklus reproduksi seksual karang (Veron,1986).

2.4. Faktor-faktor Pembatas

Faktor-faktor pembatas merupakan faktor lingkungan yang dapat

mempengaruhi laju pertumbuhan suatu organism. Rachmawati (2001)

menyatakan bahwa terdapat parameter utama yang berpengaruh terhadap

keberadaan terumbu karang, yaitu suhu, salinitas, cahaya matahari, dan nutrien.

Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang yaitu

(20)

8

Menurut Wells (1995) in Supriharyono (2007) suhu yang baik untuk

pertumbuhan karang adalah berkisar antara 25-29 oC. Kisaran suhu aman untuk

terumbu karang menurut keputusan mentri negara lingkungan hidup

(KepMen-LH) no. 51 tahun 2004, memiliki kisaran 28-30 oC. Meskipun hewan karang

memiliki kemampuan toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu, akan tetapi

hewan karang di setiap daerah memiliki kisaran tertentu yang berbeda-beda (West

dan Salm, 2003). Kemampuan karang dalam menolelir perubahan suhu yang

relatif sempit (stenotermal) mengakibatkan sebagian besar jenis terumbu karang

banyak di temukan di wilayah beriklim tropis

Karang hermatipik tidak dapat bertahan pada salinitas yang menyimpang

dari salinitas air laut normal 32-35 PSU (Supriharyono, 2007). Nilai salinitas

dapat menurun hingga 20 PSU ataupun dapat naik melebihi 50 PSU secara

temporal (Rachmawati, 2001). Rendahnya kemampuan terumbu karang dalam

mentolerir perubahan kadar salinitas menyebabkan jarang sekali terumbu karang

ditemukan di sekitar muara sungai yang besar.

Arus memiliki peran yang cukup penting bagi kelangsungan pertumbuhan

terumbu karang. Pergerakan massa air dari satu wilayah menuju wilayah lain

akan membantu terumbu karang dalam memperoleh asupan oksigen baru serta

membersihkan partikel-partikel yang mengendap dan menimbun polip karang.

Selain itu arus juga membantu dalam menyebarkan nutrien dan larva dari satu

daerah menuju daerah yang lainnya. Oleh karena itu, sirkulasi arus sangat

berperan penting dalam proses transfer energi (Dahuri, 2003).

Mengingat terumbu karang merupakan simbiosis antara hewan karang

(21)

fotosintesis, maka intensitas cahaya matahari menjadi salah satu faktor penting

bagi pertumbuhan terumbu karang. Laju fotosintesis akan berkurang apabila

intensitas cahaya matahari tidak optimal dan bersamaan dengan itu, kemampuan

karang untuk membentuk terumbu (CaCO3) akan berkurang pula (Dahuri, 2003).

Cahaya memiliki korelasi penting dengan kedalaman, karena seberapa kedalaman

yang memungkinkan untuk pertumbuhan karang, tergantung dari seberapa jauh

cahaya matahari mampu menembus kolom air (Rachmawati, 2001).

Selain intensitas cahaya matahari, partikel sedimen yang berada di kolom

perairan juga dapat menyebabkan pertumbuhan terumbu karang terhambat. Polip

yang telah tertutupi oleh sedimen akan berusaha memindahkan partikel tersebut

dengan cara mengeluarkan lendir atau yang disebut dengan mucus. Tingkat

sedimentasi yang tinggi akan mengakibatkan pertumbuhan karang menjadi

terhambat dan hewan karang (polip) akan bekerja keras untuk membersihkan

partikel yang menutupi tubuhnya (Supriharyono, 2007).

Kandungan nitrogen anorganik di perairan memiliki bentuk berupa nitrit

(NO2), nitrat (NO3), amonia (NH3) dan amonium (NH4). Keempat bentuk

nitrogen tersebut termasuk dalam ion yang berjumlah sedikit di perairan (minor

ion) (Effendi, 2003). Kandungan nitrat yang berlebihan di suatu perairan diduga

akan mempengaruhi reproduksi karang (Koop et al., 2001). Kandungan nitrat di

suatu perairan dikatakan tinggi apabila melebihi nilai 0,008 mg/l. Nilai aman

tersebut ditetapkan berdasarkan Kepmen-LH/no.51/2004 untuk biota air laut.

Secara keseluruhan, standar baku mutu air laut yang mencakup parameter fisika

dan kimia disajikan pada Tabel 1.

(22)

10

Tabel 1. Baku mutu air laut untuk biota laut (Kepmen-LH/no.51/2004)

Parameter Satuan Baku Mutu

a. Fisika

Amonia (NH3) merupakan salah satu bentuk nitrogen anorganik lainnya

selain nitrat dan fosfat. Amonia yang berada di perairan berasal dari proses

pemecahan nitrogen anorganik oleh mikroba dan jamur. Sumber amonia lainnya

berasal dari hasil ekskresi zooplankton dan ikan. Amonia akan bersifat racun

apabila tidak terionisasi dan tingkat racun tersebut akan meningkat seiring dengan

penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu (Effendie, 2003).

Bentuk nitrogen lainnya yang diamati pada penelitian ini adalah fosfor.

Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga,

sehingga unsur ini menjadi salah satu faktor pembatas bagi tumbuhan dan alga.

Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk

fosfor yang paling sederhana di perairan (Byod in Effendie, 2003). Koop (2001)

menyatakan bahwa penambahan kadar nutrien (nitrat dan fosfat) mengakibatkan

meningkatnya sintasan karang. Dalam bukunya Effendie (2003) menyatakan

keberadaan fosfor yang berlebihan disertai dengan keberadaan nitrogen akan

memacu tumbuhnya alga sehingga terbentuk lapisan yang dapat mengurangi

(23)

2.5. Penelitian Transplantasi Karang di Indonesia

Berbagai penelitian mengenai transplantasi telah banyak dilakukan oleh

instansi pemerintah yang bergerak di bidang kelautan, lembaga-lembaga

non-profit serta mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Beberapa

penelitian mengenai transplantasi yang dilakukan oleh mahasiswa FPIK-IPB

dalam kurun waktu 10 tahun terakhir disajikan dalam Tabel 2.

Table 2. Penelitian transplantasi di Indonesia kurun waktu 10 tahun terakhir

Lokasi Nama

(24)

12

(lanjutan)

Table 2. penelitian transplantasi di Indonesia kurun waktu 10 tahun terakhir

Lokasi Nama Spesies

Lama

Penelitian Laju Kelangsungan Pengamatan

Pertumbuhan Hidup (%)

valensiennesi laju

Kupang Acropora

P = 6,25 100

pertumbuhan

(Kaleka,

brueggenanni dan tingkat

2004) Acropora

61.11 kelangsungan

verrucosa T = 10 hidup

Perairan Montipora sp.

6 bulan*

63.41 kelangsungan

T = 9,64 hidup

Perairan Stylophora

4 bulan

Keterangan : P = panjang fragmen, T = tinggi fragmen, L = lebar fragmen * = pengamatan setiap 2 bulan

Fitriani (2007) menyatakan bahwa selain untuk rehabilitasi, transplantasi

karang juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar akan karang hias.

Beberapa manfaat dari transplantasi karang itu sendiri menurut Soedharma dan

Arafat (2007) adalah:

1. Mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak.

(25)

3. Menciptakan komunitas baru dengan memasukkan spesies baru kedalam

ekosistem terumbu karang di daerah tertentu.

4. Konservasi plasma nutfah, disebut juga konservasi dari sumber

keanekaragaman hayati.

5. Menambah karang dewasa ke dalam populasi sehingga produksi larva di

(26)

14

3. BAHAN DAN METODE

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di gugusan perairan Pulau Karya, Kelurahan Pulau

Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan

Seribu, DKI Jakarta. Secara geografis stasiun penelitian terletak pada

106o36’19,7” BT dan 05o44’04,9” LS (Gambar 3) dengan posisi kedalaman

modul transplantasi terletak pada kedalaman 3-5 meter.

Kondisi umum Pulau Karya berupa lahan tidur yang kurang dimanfaatkan,

akan tetapi beberapa masyarakat Pulau Panggang memanfaatkan lahan tersebut

sebagai lapangan sepak bola. Pulau Karya memiliki lima bangunan yang

difungsikan sebagai pos penjagaan oleh POLRI (Polisi Republik Indonesia) dan

dua bangunan difungsikan sebagai ruang penahanan. Sebelah selatan Pulau Karya

terdapat TPU (Tempat Pemakaman Umum).

Penelitian dilakukan selama 6 bulan (April 2009 - September 2010).

Secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan. Tahap pertama yaitu

tahap persiapan meliputi kegiatan persiapan modul transplan, penempatan modul

transplan, penyediaan fragmen karang sampai dengan kegiatan penanaman

fragmen karang. Tahap kedua merupakan tahap pengamatan data pertumbuhan

fragmen karang yang telah ditanam pada tahap satu di gugusan perairan Pulau

Karya. Data pertumbuhan yang diamati meliputi ukuran dimensi panjang dan

(27)

Ga

m

ba

r

3. P

eta loka

si p

ene

li

ti

(28)

16

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam proses penempatan, pengamatan

dan pengambilan data pertumbuhan karang disajikan pada Tabel 3. Peralatan satu

set SCUBA digunakan untuk alat bantu pernapasan pada saat mengukur dimensi

karang. Kaliper dan penggaris yang digunakan terbuat dari bahan plastik untuk

mencegah terjadinya proses korosi. Setelah mengukur dimensi karang, data

tersebut dicatat dalam kertas jenis newtop. Kamera yang digunakan adalah

kamera digital Canon A640 dengan kemampuan merekam objek 10 Megapixel

dan diberi wadah tambahan agar mampu merekam dalam air.

Tabel 3. Alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengambilan data pertumbuhan karang

No. Alat Keterangan

1 Peralatan selam SCUBA Satu set lengkap dengan merk Mares

2 Penggaris / Kaliper Berbahan plastik dengan ketelitian 0.001

cm

3 Kamera bawah air Canon A6450 (10 megapixel) + wadah

tambahan kedap air

4 Kertas newtop dan sabak Kertas tahan air sebanyak 10 lembar

5 Pensil Berbahan kayu dengan jenis 2B

6 Modul transplantasi Berdimensi 60 cm x 40 cm x 35 cm dan

terbuat dari campuran semen dan batu

7 Tali Berbahan nylon yang telah

dipotong-potong menjadi 30 cm

Bahan

1 Semen Bahan pembuat modul

2 Resin, katalis, pewarna dan talk Bahan pembuat nomor modul

Data parameter lingkungan dibagi menjadi dua yaitu parameter fisika dan

parameter kimia. Data parameter fisika perairan di ukur secara insitu kecuali data

(29)

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FPIK-IPB).

Parameter suhu diukur menggunakan termometer air raksa dengan cara

mencelupkan alat ke dasar perairan dan dicatat dalam kertas newtop. Parameter

salinitas perairan diukur dengan menggunakan refraktometer. Sampel air yang

diuji diambil dari dasar perairan dengan menggunakan botol plastik kemudian

diukur salinitasnya di atas permukaan air. Parameter fisika lain yang diamati

adalah kecepatan dan arah arus. Kecepatan arus diukur dengan menggunakan

floating droudge yang di beri pemberat agat melayang di kolom perairan. Arus

yang bergerak akan membawa floating droudge yang telah diikat dengan tali

kemudian diukur berapa waktu yang dibutuhkan untuk membentangkan tali

sepanjang 10 m. Floating droudge yang telah terbawa arus dibidik dengan

menggunakan kompas untuk mengukur arah arus. Parameter yang diamati selama

penelitian disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Parameter lingkungan perairan yang diukur dan alat yang digunakan

Parameter Satuan Alat yang digunakan

Fisika

Data parameter kimia di ukur menggunakan alat spektrofotometri yang

(30)

18

dari tiga titik lokasi yang berbeda. Pembedaaan lokasi dari ketiga titik tersebut

dimaksudkan agar parameter kimia di seluruh lokasi transplantasi dapat diamati.

Sampel air yang sudah diambil kemudian dibawa ke laboratorium yang kemudian

diukur kandungan nitrat, amonia dan ortofosfatnya. Cara yang serupa juga

dilakukan pada saat mengukur tingkat sedimentasi di lokasi transplantasi.

Sediment trap yang telah diletakan di awal penelitian kemudian diangkat dan

dipindahkan ke wadah plastik yang kemudian di ukur partikel sedimen yang

terperangkap pada alat tersebut.

3.3 Metode Penelitian 3.3.1. Fragmen karang keras

Penempelan fragmen karang di setiap modul menggunakan bahan semen

sebagai media perekat. Fragmen karang diharapkan menempel kuat pada substrat

dan modul transplantasi dan tidak mudah lepas akibat hempasan gelombang, arus,

maupun predator. Penempelan setiap fragmen karang diberi jarak ± 15 cm agar

tidak terjadi kompetisi ruang dari setiap fragmen karang. Contoh fragmen karang

yang telah menempel pada modul disajikan pada Gambar 4.

Pemilihan spesies yang ditransplantasikan dilakukan berdasarkan

kelimpahannya yang cukup luas di sekitar lokasi penelitian sehingga fragmen

karang dapat lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan dan mengurangi tingkat

kematian fragmen karang. Adapun spesies yang ditransplantasikan pada daerah

tersebut terdiri dari 9 genus, salah satunya adalah karang jenis Montipora sp. yang

(31)

sumber foto : beginer subhan

Gambar 4. Fragmen karang yang ditransplantasikan

3.3.2. Konstruksi modul

Proses pembuatan modul transplantasi dilakukan pada bulan Februari

selama satu minggu. Modul transplantasi yang terbuat dari campuran semen,

pasir, batu kerikil dan diberi rangka besi agar konstruksi kuat, kemudian dicetak

dengan menggunakan cetakan yang terbuat dari tripleks dengan dimensi panjang

60 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 35 cm. Konstruksi modul yang telah diletakan di

bawah air disajikan pada Gambar 5.

Modul transplantasi dibentuk menyerupai meja dengan tujuan untuk

menyediakan tempat perlindungan bagi ikan maupun biota lain yang hidup di

sekitar lokasi transplantasi. Manfaat lain dari modul transplantasi bagi biota

adalah permukaan modul yang dibuat kasar. Permukaan modul yang kasar

tersebut diduga akan memudahkan bagi planula karang untuk menempel sehingga

kegiatan transplantasi ini diharapkan dapat memberikan manfaat lain bagi

ekosistem di perairan Pulau Karya.

(32)

20

sumber foto : beginer subhan

Gambar 5. Contoh modul transplantasi di Pulau Karya

Modul transplantasi yang telah selesai kemudian dijemur selama 2-3 hari

agar kering seutuhnya dan dapat digunakan sebagai substrat hidup karang. Setiap

modul transplantasi memiliki 6 lubang sebagai tempat peletakkan fragmen karang

yang ditransplantasikan. Lubang-lubang tersebut kemudian di isi dengan fragmen

karang dan direkatkan menggunakan semen. Pada Gambar 6 disajikan salah satu

modul yang telah siap untuk diamati.

sumber foto : beginer subhan

Gambar 6. Penempelan fragmen karang pada modul transplantasi 60 cm

40 cm

(33)

Penurunan modul transplantasi dari kapal ke dalam air dilakukan dengan

menjatuhkan modul transplantasi ke dalam perairan dengan hati-hati, kemudian

penempatan modul transplantasi di dalam air dan pengaturan posisi modul

transplantasi dilakukan dengan bantuan beberapa pelampung agar modul

tranplantasi dapat diangkat dan diatur posisinya di dalam air. Setelah modul

transplantasi diatur dengan memberi jarak ± 1 meter antar modul, dilakukan

proses penomoran modul transplantasi dengan menggunakan nomor yang terbuat

dari resin yang telah diberi pewarna kuning. Pengaturan posisi dan penomoran

modul transplantasi dilakukan agar proses pengamatan dan pengambilan data

pertumbuhan karang mudah dilakukan. Secara keseluruhan, alur kegiatan

penelitian transplantasi yang dilakukan di Pulau Karya disajikan pada Gambar 7.

(34)

22

3.3.3. Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan

Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur antara lain suhu, salinitas,

kecerahan, kekeruhan, kecepatan arus, kedalaman, nutrien, dan laju sedimentasi.

Pengukuran parameter suhu perairan, arah dan kecepatan arus dilakukan secara

langsung (in situ). Pengukuran parameter suhu dengan cara mencelupkan

termometer air raksa pada kedalaman penempatan modul transplantasi.

Kecepatan arus diukur dengan menggunakan floating droudge dan stop wacth dan

diamati arah pergerakan floating droudge dengan menggunakan kompas bidik.

Pengukuran parameter secara tidak langsung (ex situ) dilakukan di

Laboratorium Prolink Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Institut

Pertanian Bogor untuk mengamati parameter salinitas, laju sedimentasi dan

kandungan nutrien (amonia, ortofosfat, nitrat). Pengambilan contoh air dilakukan

dengan menggunakan botol contoh pada kedalaman 3-4 meter yang kemudian

disimpan di dalam cool box yang diberi es untuk mengawetkan contoh air.

Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan hand refraktometer

kemudian nutrien (amonia. ortofosfat, nitrat) diukur melalui proses

spektrofotometri. Pengukuran laju sedimentasi dilakukan dengan menyaring

partikel-pertikel tersuspensi yang terdapat di dalam sedimen trap dengan

menggunakan kertas saring dan dibantu dengan menggunakan vacuum pump,

kemudian di oven pada 105 oC untuk mendapatkan berat kering partikel

(35)

3.3.4. Pengukuran Pertumbuhan Karang

Dimensi pertumbuhan karang yang diukur adalah pertambahan panjang

(panjang yang terpanjang ) dan tinggi karang (tinggi yang tertinggi). Pengukuran

parameter pertumbuhan dilakukan setiap satu kali tiap bulan di lokasi penelitian.

Pengukuran pertambahan panjang dan lebar contoh dilakukan dengan

menggunakan penggaris atau jangka sorong. Proses pengukuran dimensi karang

dilakukan secara langsung di dalam air dengan menggunakan alat bantu selam

SCUBA lengkap. Ilustrasi pengukuran dimensi tinggi dan panjang fragmen

karang disajikan pada Gambar 8.

sumber foto : beginer subhan

Gambar 8. Metode pengukuran fragmen karang

3.4. Analisis Data

3.4.1. Pertumbuhan karang keras

Analisis data pertumbuhan panjang dan lebar karang dihitung dengan

menggunakan jangka sorong kemudian data tersebut diolah dengan menggunakan panjang

ti

(36)

24

perangkat lunak microsoft excel 2007. Pencapaian pertumbuhan karang yang di

transplantasikan dari data hasil pengukuran diperoleh dengan menggunakan

rumus :

=

− �

0

Keterangan :

β = pertambahan panjang / tinggi fragmen karang yang ditransplantasikan

Lt = panjang / tinggi rata-rata fragmen karang setelah bulan ke-t

Lo = panjang / tinggi rata-rata fragmen karang pada bulan ke-0

Laju pertumbuhan karang yang ditransplantasikan dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

=

�+1

+1

− �

Keterangan : α = Laju pertumbuhan panjang atau lebar fragmen karang

transplantasi

Li+1 = Panjang atau tinggi fragmen pada waktu ke-i+1

Li = Panjang atau tinggi fragmen pada waktu ke-i

t i+1 = Waktu ke -i +1

(37)

3.4.2. Sintasan karang keras

Tingkat keberhasilan transplantasi karang ditentukan oleh tingkat

kelangsungan hidup karang tersebut di alam. Menurut Harriot dan Fisk (1998) in

Pratama (2005) menyatakan bahwa transplantasi karang dinyatakan sukses apabila

tingkat kelangsungan hidup antara 50-100%, dimana karang ditransplantasikan

pada habitat yang sama atau serupa dengan habitat awalnya. Tingkat

kelangsungan hidup karang yang ditransplantasikan pada habitat yang bebeda

akan dipengaruhi oleh kemampuan karang tersebut untuk beradaptasi pada

lingkungannya yang baru. Tingkat kelangsungan hidup karang dapat diketahui

dengan membandingkan antara jumlah karang yang hidup pada akhir penelitian

(Nt) dibandingkan dengan jumlah karang yang ditransplantasikan (No).

Analisis data pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup dilakukan

dengan menggunakan software microsoft excel 2007. Rumus yang digunakan

untuk menghitung tingkat kelangsungan hidup adalah sebagai berikut :

=

0

100 %

Keterangan : S = Sintasan

Nt = Jumlah individu akhir

(38)

26

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Parameter Fisika dan Kimia

Kondisi perairan di pulau Karya untuk beberapa parameter berada pada

kisaran yang tidak aman sesuai dengan baku mutu air laut yang dikeluarkan oleh

Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) (Tabel 5). Parameter yang berada di atas

kisaran aman adalah parameter salinitas, nitrat dan fosfat.

Tabel 5. Hasil pengukuran parameter fisika-kimia perairan

Parameter Satuan Bulan Baku

* Baku mutu merujuk pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup tentang baku mutu kualitas air untuk biota No. 179 tahun 2004.

Salinitas yang diamati berada pada kisaran 30-32 PSU. Kisaran nilai

salinitas tersebut masih berada di bawah kisaran aman baku mutu air laut.

Rachmawati (2001) menyatakan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan kadar

salinitas menurun yaitu pasokan air tawar, badai dan hujan. Supriharyono (2007)

(39)

didapat menunjukan bahwa salinitas di perairan pulau Karya tidak mendukung

untuk terumbu karang tumbuh secara optimal.

Selain salinitas, faktor pembatas pertumbuhan karang adalah suhu.

Perubahan suhu secara mendadak sekitar 4-6oC di bawah atau diatas ambang

batas dapat mengurangi pertumbuhan karang, bahkan dapat mematikannya

(Supriharyono 2007). Kisaran nilai suhu yang diamati di Pulau Karya berada

pada kisaran nilai 28-29 ⁰C dan kisaran nilai tersebut termasuk kedalam kisaran

aman baku mutu (28-30 ⁰C). Kisaran nilai suhu yang teramati di Pulau Karya

merupakan kisaran nilai yang dapat mendukung pertumbuhan karang. Pernyataan

tersebut didukung oleh pernyataan Wells in Supriharyono (2007), suhu yang baik

untuk pertumbuhan karang adalah berkisar antara 25-29 oC.

Nilai pengamatan intensitas cahaya matahari menunjukan pada kedalaman

tiga meter memiliki intensitas cahaya matahari 100% dan nilai baku mutu (>5 m)

menunjukan nilai minimal kedalaman yang ditembus oleh cahaya matahari.

Keadaan tersebut menunjukan bahwa pada lokasi transplantasi memiliki intensitas

cahaya matahari yang cukup bagi terumbu karang tumbuh secara optimal.

Peningkatan masukan nutrient yang ditambah dengan punumpukan

sedimen diduga memiliki efek yang serius terhadap terumbu karang (Cortes dan

Risk 1992 in Koop et al., 2001). Kandungan nitrat di perairan Pulau Karya dari

enam bulan pengamatan, hanya pada bulan Juli dan September kandungan nutrien

berada di bawah nilai aman (tabel 5). Kisaran nilai nutrien yang berada di atas

nilai aman juga teramati pada unsur fosfat. Pada bulan Mei, Juni dan Agustus

(40)

28

Berbeda dengan kedua unsur diatas, kandungan unsur amonia di perairan Pulau

Karya selama enam bulan memiliki kisaran aman yaitu berada di bawah nilai 0,3

mg/l.

Kandungan nutrien dilihat dari unsur nitrat, fosfat dan amonia yang

terkandung di perairan Pulau Karya, dapat dikatakan bahwa perairan Pulau Karya

memiliki kandungan nutrien yang tidak mendukung pertumbuhan terumbu

karang. Koop et al. (2001) menyatakan tingginya tingkat nutrien memberikan

efek yang besar pada tingkat organisme (meningkatnya mortalitas, mengurangi

tingkat reproduksi karang) akan tetapi tidak menyebabkan ekosistem karang

berubah dan didominasi oleh makroalaga.

4.2. Sintasan Fragmen Karang Jenis Montipora sp.

Setelah enam bulan penanaman, 18 fragmen dari 29 fragmen yang ditanam

pada April 2009 dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pada akhir

penelitian persentase sintasan yang tercatat sebesar 62%. Pada penelitian yang

dilakukan oleh yudasakti (2009) dengan jenis karang yang sama, persentase

sintasan pada akhir penelitian yang didapat sebesar 53,33%. Prawidya (2003)

melakukan penelitian transplantasi menggunakan karang jenis Montipora

spumosa dan Montipora porites di Pulau Pari. Setelah lima bulan penanaman,

persentase sintasan yang diperoleh sebesar 88,89% untuk karang jenis Montipora

spumosa dan 100% untuk karang jenis Montipora porites. Penurunan sintasan

setiap bulannya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kondisi perairan di lokasi

transplantasi, teknik pengikatan fragmen pada modul dan sifat fisiologis yang

(41)

100% 100% 97%

Gambar 9. Persentase sintasan fragmen karang jenis Montipora sp.

Bulan April dan Mei 2009 jumlah fragmen karang tidak mengalami

pengurangan atau persentase sintasan tidak mengalami penurunan. Persentase

sintasan karang tercatat mulai mengalami penurunan pada bulan Juni 2009

(Gambar 9). Pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus, penurunan persentase

sintasan terus terjadi. Rata-rata penurunan persentase sintasan setiap bulannya

sebesar 5,36%. Penurunan persentase sintasan yang signifikan terjadi pada bulan

September. Jumlah fragmen yang hilang sebanyak 7 fragmen atau berkurang 24%

dari persentase sintasan pada bulan Agustus. Secara keseluruhan persentase

sintasan memiliki pola yang cenderung menurun dan diduga akan terus menurun

setelah bulan September 2009.

Faktor utama penyebab penurunan persentase sintasan terumbu karang

adalah lepasnya fragmen karang dari meja transplantasi karena tidak ditemukan

(42)

30

dan Edwads (1995) dalam jurnalnya menyatakan bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi tingkat kematian adalah pengikatan fragmen transplan. Tingkat

kematian yang disebabkan oleh lepasnya fragmen karang dapat mencapai 25%

setelah tiga bulan penanaman, dan akan terus berkurang sampai dengan 5%

setelah fragmen karang melekat pada modul transplantasi. Kendala yang sama

dijumpai pada penelitian yang dilakukan oleh Prawidya (1999) yang dilakukan di

Pulau Pari. Persentase sintasan transplantasi Prawidya mengalami penurunan

sebesar 22,22% atau dengan kata lain persentase sintasan yang tercatat pada akhir

penelitian sebesar 77,78%. Jaap (1999) juga menyatakan pentingnya pengikatan

fragmen karang terikat secara kokoh dan kuat untuk mencegah fragmen karang

terlepas dari modulnya.

4.3. Tingkat Pencapaian Pertumbuhan Karang Jenis Montipora sp.

Pertumbuhan didefinisikan oleh Syahrir (2003) sebagai proses

pertambahan ukuran baik panjang, lebar, tinggi ataupun volume karang yang

dapat mencirikan sifat hidup dari suatu individu. Secara umum pertumbuhan

karang jenis Montipora sp. yang ditransplantasikan di Pulau Karya terus

mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan. Pada akhir penelitian,

(43)

6,08

7,02 7,10 7,13 7,13 7,15 6,68

7,62 7,96 8,08 8,08 8,50

0,00

Gambar 10. Tingkat pencapaian pertumbuhan fragmen karang jenis Montipora sp.

Bulan April merupakan data awal pertumbuhan mutlak karang jenis

Montipora sp. (t0). Dimensi rata-rata panjang dan tinggi karang tercatat pertama

kali secara berturut-turut sebesar 6,08 (±1,45) cm dan 6,68 (±1,35) cm. Pada

bulan Mei dimensi panjang dan tinggi karang bertambah menjadi 7,02 (±1,49) cm

dan 7,62 (±1,47) cm. Selama enam bulan tingkat pertumbuhan mutlak panjang

dan tinggi karang jenis Montipora sp. sebesar 7,15 (±1,38) cm dan 8,50 (±1,16)

cm.

Setelah enam bulan penanaman fragmen karang mengalami pertambahan

tinggi lebih besar bila dibandingkan dengan pertumbuhan panjang. Berdasarkan

Gambar 10 dapat dikatakan bahwa pertumbuhan karang jenis Montipora sp.

cenderung mengalami pertambahan tinggi. Pola pertumbuhan yang cenderung

meninggi tersebut diduga merupakan pola adaptasi terhadap tingkat sedimentasi

untuk mencegah polip karang tertutupi partikel sedimen. Penelitian yang

(44)

32

terkena sedimentasi dengan kadar 2,5 g h cm-2 dalam jangka waktu lebih dari 24

jam akan menyebabkan penurunan jumlah zooxanthelae bahkan dapat

menyebabkan bleaching pada karang.

Pola pertumbuhan karang yang cenderung meninggi dapat juga disebabkan

sifat terumbu karang yang fototaksis. Dengan tingkat sedimentasi yang cukup

tinggi akan mengakibatkan cahaya matahari yang masuk kedalam perairan akan

semakin berkurang sehingga fragmen karang tersebut akan mencari sumber

cahaya berasal. Penelitian yang dilakukan oleh Weinberg (1996) in Supriharyono

(2007) dengan satu perlakuan yaitu karang diberikan asupan sinar matahari yang

cukup dengan kadar nutrient yang rendah dan karang lainnya yang diberikan

perlakuan asupan nutrient yang cukup dengan kadar sinar matahari yang rendah

menunjukan hasil karang yang memiliki asupan sinar matahari lebih banyak akan

mengalami tingkat pertumbuhan yang lebih cepat.

Pola pertumbuhan fragmen karang yang terjadi berbeda dengan pola

pertumbuhan pada fragmen karang yang ditransplantasikan di Pulau Kelapa.

Yudasakti (2009) dengan penelitian transplantasi terumbu karang dengan jenis

fragmen karang yang sama mengalami pola pertumbuhan yang cenderung

memanjang. Rata-rata panjang dan tinggi awal fragmen yang digunakan adalah

80,84 mm dan 80,36 mm. Setelah enam bulan penanaman tinggi rata-rata

fragmen karang bertambah 23,81 mm sedangkan panjang rata-rata fragmen

karang bertambah 61,66 mm. Hal ini membuktikan bahwa pola pertumbuhan

terumbu karang tidak akan sama disetiap lokasi. Peryataan tersebut sesuai dengan

yang dinyatakan Clarck dan Edward (1995), kondisi lingkungan akan

(45)

Berdasarkan data hasil transplantasi karang setelah enam bulan

penanaman, laju pertumbuhan terumbu karang yang ditransplantasikan di perairan

Pulau Karya memiliki pola yang berfluktuatif (Gambar 11).

Gambar 11. Laju pertumbuhan fragmen karang jenis Montipora sp.

Laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada bulan April-Mei yaitu 0,94

cm/bulan untuk dimensi tinggi dan panjang. Laju pertumbuhan mengalami

penurunan dibandingkan dengan bulan sebelumnya menjadi sebesar 0,35

cm/bulan untuk dimensi tinggi sedangkan untuk dimensi panjang laju

pertumbuhannya sebesar 0,08 cm/bulan. Pada bulan Juni-Juli laju pertumbuhan

menjadi sebesar 0,11 cm/bulan untuk dimensi tinggi dan 0,04 cm/bulan untuk

dimensi panjang. Laju pertumbuhan fragmen karang mencapai titik terendahnya

pada bulan Juli-Agustus.

0,08

April Mei Juni Juli Agust sept

(46)

34

Pada bulan Juli-Agustus dimensi tinggi dan panjang fragmen karang tidak

mengalami pertambahan dibandingkan bulan Juni-Juli. Menurut Coles dan Jokiel

(1996) in Supriharyono (2007), perubahan suhu yang mendadak dengan kisaran

4-6 °C selain dapat menghentikan pertumbuhan karang juga dapat mengurangi

pertumbuhan karang. Pada bulan Agustus-September pertumbuhan karang

kembali mengalami peningkatan pada dimensi tinggi sebesar 0,42 cm/bulan dan

pada dimensi panjang 0,02 cm/bulan.

Secara keseluruhan rata-rata laju pertumbuhan fragmen karang di Pulau

Karya sebesar 0,18 cm/bulan untuk panjang fragmen dan 0,30 cm/bulan untuk

laju pertumbuhan tinggi fragmen. Yudasakti (2009) dalam skripsinya menyatakan

laju pertumbuhan Montipora sp. di Pulau Kelapa sebesar 1,29 cm/2 bulan untuk

panjang fragmen dan 0,7 cm/2 bulan untuk laju pertumbuhan tinggi fragmen.

Secara kualitatif pertumbuhan fragmen karang jenis montipora sp. yang

ditransplantasikan di Pulau Karya memiliki laju pertumbuhan yang lebih lambat

bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan fragmen karang montipora sp. yang

ditransplantasikan di Pulau Kelapa.

Penelitian lain mengenai transplantasi yang menggunakan fragmen karang

jenis Montipora sp. di Pulau Pari dilakukan oleh Syahrir (2003). Dalam

skripsinya Syahrir menyatakan laju pertumbuhan panjang yang didapatkan

sebesar 0,48 cm/bulan. Pertumbuhan laju panjang tersebut memiliki kecepatan

yang relatif lebih cepat bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan fragmen

(47)

35 5.1. Kesimpulan

Kondisi perairan Pulau Karya berdasarkan Kepmen LH no. 179 tahun

2004 memiliki beberapa parameter yang tidak termasuk kedalam kondisi perairan

yang cocok untuk karang tumbuh. Parameter tersebut adalah parameter salinitas

dan nutrien (nitrat dan fosfat). Parameter salinitas selama enam bulan berada di

bawah kisaran aman, sedangkan untuk parameter nitrat berada pada kisaran aman

pada Bulan Juli dan September. Kondisi yang tidak jauh berbeda ditunjukan pada

parameter fosfat yang berada pada kisaran aman di Bulan April, Juli dan

September.

Secara keseluruhan persentase sintasan penelitian ini mengalami

penurunan setiap bulannya. Tingkat persentase sintasan pada akhir penelitian ini

apabila dibandingkan dengan penelitian transplantasi di Pulau Kelapa memiliki

tingkat persentase yang lebih besar. Akan tetapi, persentase sintasan di Pulau

Karya lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil yang didapatkan pada

transplantasi Pulau Pari.

Pola pertumbuhan yang terbentuk pada penelitian ini yaitu pola

pertumbuhan ke arah tinggi. Pola pertumbuhan yang dimiliki oleh fragmen

karang ini berbeda dengan pola pertumbuhan yang dimiliki oleh fragmen karang

dengan jenis yang sama dilokasi yang berbeda (Pulau Kelapa dan Pulau Pari).

Hasil pengamatan laju pertumbuhan terumbu karang di Pulau Karya

apabila dibandingkan secara kualitatif dengan laju pertumbuhan Montipora sp.

(48)

36

Secara keseluruhan transplantasi yang dilakukan di Pulau Karya yang

menggunakan fragmen karang jenis Montipora sp. kurang berhasil atau dapat

dikatakan kondisi perairan di Pulau Karya kurang cocok untuk mendukung

kegiatan transplantasi karang jenis Montipora sp.

5.2 Saran

1. Pengambilan data pertumbuhan fragmen karang memiliki jangka waktu

yang lebih lama agar dapat terlihat pengaruh musim terhadap pertumbuhan

karang.

2. Perlu diadakan penelitian lanjutan guna membuktikan dugaan penurunan

sintasan setelah enam bulan penanaman.

3. Penambahan frekuensi pengamatan kondisi perairan setiap bulannya agar

data yang disajikan dapat lebih menggambarkan pengaruh luar terhadap

pertumbuhan karang.

(49)

37

Brown, B.E. and S. Suharsono. 1990. Damage and recovery of coral reefs affected by El Nino related seawater warming in the Thousand Islands, Indonesia. Coral Reefs 8 : 163–170.

Cesar, H. 2000. Coral reefs: Their Function, Threats and Economic Value. Dalam: Wilkinson, C. (ed.) 2000. Collected Essays on the Economics of Coral Reefs. CORDIO, Departement for Biology and Environmental Sciences, Kalmar University, Kalmar, Sweden. hal : 145-157.

Clark, S. and A. J. Edwards. 1995. Coral transplantation as an aid to reef rehabilitation: evaluation of a case study in the Maldive Islands. Coral Reefs 14 : 201–213.

Connell, J. H., T. P. Hughes and C. C. Wallace. 1997. A 30-year study of coral abundance, recruitment, and disturbance at several scales in space and time. Ecological Monographs vol. 67 : 461-488.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Edwards, A. J. and S. Clark. 1998. Coral Transplantation: A Useful Management Tool or Misguided Meddling?. Marine Pollution Buletin vol. 37 : 474-487.

Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Estradivari, M. Syahrir, S. Nugroho, Y. Safran dan T. Silvianita. 2007. Terumbu Karang Jakarta : pengamatan jangka panjang terumbu karang kepulauan seribu (2004-2005). Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI). Jakarta.

Fitriani, D. 2007. Metode Transplantasi Karang Dengan Teknik Fragmentasi Sebagai Salah Satu Upaya Pengelolaan Terumbu Karang. [Tesis]. Program Pasca Sarjana Fakultas Perikanan Universitas Sriwijaya. Palembang.

Grimsditch, G. D. and R. V. Salm. 2005. Coral Resilience and Resistance to Bleaching. A Global Marine Programme Working Paper, IUCN, Switzerland.

(50)

38

Iswara, S. 2010. Analisis Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Karang Acropora spp., Hdnopora rigida dan Pocillopora verrucosa yang Ditransplantasikan di Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu. [skripsi]. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Jaap, W.C. 1999. Coral Reef Restoration. Ecological Engineering 15 (2) : 345-364.

Koop, K., D. Booth, A. Broadbents, J. Brodie, D. Bucher, D. Capone, J. Coll, W. Dennison, M. Erdmann, P. Harrison, O. Hoegh-Guldberg, P. Hutchings, G. B. Jones, A. W. D. Larkum, J. O’neil, A. Steven, E. Tentori, S. Ward, J. Williamson and D. Yellowlees. 2001. ENCORE : the Effects of Nutrient Enrichment on Coral Reef. Synthesis of Results and Conclusions. Marine Pollution Buletin. Vol.42 (2) : 91-120.

Menteri Negara Lingkungan Hidup [MENKLH]. 2008. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta.

Nybakken J.W. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan. Gramedia Pustaka Tama. Jakarta.

Okubo, N., H. Taniguchi and M. Omori. 2009. Sexual Reproduction in Transplanted Coral Fragments of Acropora nasuta. Zoological Studies 48 (4) : 442-447.

Okubo, N., H. Taniguchi and T. Motokawa. 2005. Successful methods for transplanting fragments of Acropora formosa and Acropora hyacinthus. Coral Reefs 24 : 333-342.

Phillip, E. and K. Fabricius. 2002. Photophysiological stress in scleractinian corals in response to short-term sedimentation. Experimental Marine Biology and Ecology. 287 : 57-78.

Pratama, J. 2005. Tingkat Kelangsungan Hidup Dan Laju Pertumbuhan Karang Pocillopora, Seriatopora, dan Heliopora Dalam Transplantasi Karang Di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. [Skripsi]. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(51)

Rachmawati, R. 2001. Terumbu Buatan (Artificial Reef). Pusat Riset Teknologi Kelautan Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta.

Richmond, R.H. 2001. Reproduction and Recruitment in Corals: Critical Links in the Persistence of Reefs. in: Birkeland, C. (ed.) 2001. Life and Death of Coral Reefs. Chapman & Hall, New York. hal : 175-197.

Rinkevich, B. 1995. Restoration strategies for coral reefs damaged by recreational activities: the use of sexual and asexual recruits. Restoration Ecology 3 : 241–251.

Sadarun. 1999. Transplantasi Karang Batu di Kepulauan Seribu Teluk Jakarta. [Tesis]. Program Pasca Sarjana Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soedharma, D. dan D. Arafat. 2007. Perkembangan Transplantasi Karang di Indonesia. D. Soedharma, D. Arafat (Ed). Prosiding Seminar Transplantasi Karang. Bogor, 8 September 2005. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suharsono. 2008. Jenis-jenis Karang Indonesia. LIPI Press, anggota Ikapi. Jakarta.

Supriharyono. 2007. Pengelolaan Ekositem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Syahrir, M. 2003. Studi pertumbuhan dan kelangsungan hidup karang scleractinia, coenothecalia, dan stolononifera yang ditransplantasikan di perairan pulau Pari, kepulauan seribu. [skripsi]. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Veron. J.E.N. 1986. Coral of Australia and The Indopasific. Angus & Robertos. Australia.

West, J. M. and R. V. Salm. 2003. Resistance And Resilience to Coral Bleaching: Implications for Coral Reef Conservation and Management. Conservation Biology (17) : 956-967.

(52)
(53)

Lampiran 1. Data mentah pertumbuhan panjang fragmen karang jenis Montipora sp.

Modul Fragmen Genus PANJANG

(54)

42

Lampiran 2. Data mentah pertumbuhan tinggi fragmen karang jenis Montipora sp.

(55)

Lampiran 3. Data kondisi perairan di Pulau Karya

Sedimentasi mg/cm2/hari 1.7891 1.1569 1.1787 1.3749 1.8950 1.6430 2.1470 1.8950

Lampiran 3. Data kondisi perairan di Pulau Karya (lanjutan)

Parameter Satuan

Bulan Pengamatan

Juni Juli Agustus September

1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan 1 1

(56)

44

Lampiran 4. Tahap persiapan modul sampai dengan tahap pengukuran

Pembuatan cetakan modul Penjemuran modul Pengangkutan modul

Pemasangan dan penomoran Penyusunan modul transplantasi Penurunan modul

(57)
(58)

46

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang, provinsi Banten pada

tanggal 22 April 1987 dari pasangan bapak Eko Wahyuono Widodo

dan ibu Pudji Susanti. Penulis merupakan anak kedua dari dua

bersaudara. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan

Sekolah Menengah Atas (SMA) di Sekolah Menengah Atas Negeri

(SMAN) 1 Serpong. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor

(IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah satu tahun

melewati Tingkat Persiapan Bersama (TPB) akhirnya penulis diterima di Departemen Ilmu

dan Teknologi Kelautan.

Selama menempuh pendidikan sarjana di IPB penulis aktif di Himpunan Mahasiswa

Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA-IPB) 2007-2009 sebagai anggota difisi Hubungan

Luar dan Komunikasi (Hublukom). Selama kegiatan perkuliahan, penulis pernah menjadi

asisten praktikum pada mata kuliah Selam Ilmiah pada tahun 2008-2011 dan mata kuliah

Ekologi Laut Tropis pada tahun 2009.

Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul ” Laju Pertumbuhan dan Sintasan Karang

Jenis Montipora sp. Hasil Transplantasi di Gugusan Pulau Karya” sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi

Gambar

Gambar 1. Karang jenis Montipora sp. di alam
Gambar 2. Siklus reproduksi seksual karang (Veron,1986).
Tabel 1. Baku mutu air laut untuk biota laut (Kepmen-LH/no.51/2004)
Table 2. Penelitian transplantasi di Indonesia kurun waktu 10 tahun terakhir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rata-rata laju pertumbuhan diameter koloni karang yang diperoleh, tertinggi dicapai pada perlakuan dengan 4 polyp di kedalaman 3 meter dan terendah pada perlakuan dengan 2 polyp

1. Kawasan perairan Pulau Semak Daun dikategorikan dalam kondisi baik dengan nilai indeks pencemaran rata-rata adalah 1,03. Rata-rata persen tutupan karang di

Hasil peoelitian menuiukkan perrumbuhan karang Pziles latea yang berada pada stasiun utara (windward) berkisar aitan 0.6-2.5 cm/tahun dengan laju pertumbuhan rata-rata

Pertumbuhan mutlak luas, panjang, dan lebar rata-rata fragmen transek II pada bulan September hingga Desember (Gambar 12) lebih baik dari pada bulan Juni hingga September

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fragmen karang ukuran 4 cm memiliki nilai pertumbuhan serta persentase regenerasi yang lebih besar dan jumlah mulut yang lebih

hilang) akibat faktor lingkungan yaitu kecepatan arus.. Laju pertumbuhan transplantasi karang tertinggi adalah A. Laju pertumbuhan karang terpanjang adalah A. tenuis dengan

Pengambilan sampel ikan di sekitar terumbu karang buatan dilakukan dengan menggunakan bubu tambun yang terbuat dari bambu dengan ukuran panjang 70 cm, lebar 60 cm,

Hal ini dapat dilihat dari kelimpahan ikan herbivora pada daerah pengamatan di perairan Pulau Karya dan Pulau Harapan yang membantu pertumbuhan karang