• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Adaptasi Fragmenkarang Kerasberpolip Besar Jenis Blastomussa Wellsi Pada Kedalaman Berbeda Di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Adaptasi Fragmenkarang Kerasberpolip Besar Jenis Blastomussa Wellsi Pada Kedalaman Berbeda Di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

1

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu jenis dari ekosistem laut tropis. Negara Indonesia memiliki ekosistem terumbu karang yang kaya akan keanekaragaman hayati terutama hewan karang. Jenis karang batu di Indonesia tercatat berjumlah 480 jenis. Beberapa jenis karang termasuk dalam kategori langka yaitu Plerogyra, Cynarina, Catalaphyllia dan Blastomussa (Soedharma dan Arafat, 2005; Burke et al., 2002).

Wilkinson (2008) menyatakan 19% habitat alami bagi Blastomussa wellsi

berasal dari wilayah ekosistem terumbu karang telah hilang dan tidak dapat diubah lagi, 15% pada kategori kerusakan serius dan terancam pada 10-20 tahun mendatang. Informasi ini mengungkapkan adanya ancaman penurunan populasi

Blastomussa wellsi. Kelangkaan biota ini masuk daftar merah IUCN karena

adanya perdagangan karang jenis ini untuk akuarium, pengasaman laut dan

pemutihan karang. Kondisi memprihatinkan ini sangat memerlukan dukungan kita untuk melindungi dan menjaga kelestarian biota langka terutama di Indonesia yang termasuk ke dalam enam negara Coral Triangle yaitu Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, Filipina, Kep. Solomon dan Timor Leste berdasarkan

Evolutionarily Distinct and Globally Endangered (EDGE, 2011).

(2)

Adapun karang transplantasi dapat mengalami kematian disebabkan kedalaman. Kematian terlihat umumnya pada karang bercabang. Kematian karang pada bagian atas karang bercabang karena mendekati permukaan. Kematian karang ini karena ditutupi oleh alga pada bagian permukaannya (Rubiman, 2008).

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengamati pertumbuhan fragmentasi karang keras Blastomussa wellsi pada kondisi alami, yaitu di daerah Kepulauan Seribu. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi baik untuk kepentingan penelitian, dasar dalam memproduksi anakan karang dan membantu dalam pemulihan sumberdaya hayati ekosistem terumbu karang yang rusak. 1.2. Perumusan Masalah

Penelitian Rubiman (2008) menyatakan adanya kematian karang pada bagian atas karang bercabang karena mendekati permukaan. Kematian karang ini karena ditutupi oleh alga.

Permasalahan muncul terhadap karang masif cenderung mengerak pada spesies Blastomussa wellsi, sebagai berikut:

a. kematian karang kemungkinan terjadi pada kondisi kedalaman lebih dangkal. b. adanya pengaruh adaptasi kedalaman meningkatkan tingkat kelangsungan

hidup dan pertumbuhan karang.

1.3. Tujuan

Penelitian fragmentasi karang bertujuan untuk mengamati tingkat

kelangsungan hidup dan pertumbuhan hewan karang berpolip besar Blastomussa

(3)

3

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karang Keras Blastomussa wellsi

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem khas perairan tropis memiliki deposit padat kalsium karbonat (CaCO3) yang dihasilkan oleh karang

dan alga berkapur (Calcareous algae) serta organisme lain yang menyekresikan kalsium karbonat. Komponen terpenting penyusun terumbu karang adalah karang batu. Karang batu termasuk dalam filum Coelenterata (Cnidaria) dari kelas Anthozoa dan sub-kelas Hexacoralia. Kemampuan berdasarkan pembentukan terumbu, karang batu dibagi menjadi dua kelompok yaitu hermatipik dan ahermatipik. Kelompok hermatipik merupakan karang batu yang dapat

membentuk terumbu dan bersimbiosis dengan zooxanthellae (Nybakken, 2000). Sistem klasifikasi karang keras Blastomussa wellsi (Gambar 1) adalah sebagai berikut (Veron, 2000) :

Filum : Coelentrata/Cnidaria Kelas : Anthozoa Sub-kelas: Hexacoralia Famili : Mussidae

Sub-bangsa: Alcyoniina

Genus : Blastomussa

Jenis : Blastomussa wellsi

(4)

Genus Blastomussa memiliki satu spesies lain selain Blastomussa wellsi

yaitu Blastomussa merleti. Spesies ini pada awalnya dimasukkan pada genus

Bantamia. Setelah memasuki awal tahun 1968 dimasukkan pada kategori spesies

baru yaitu Blastomussa.

(i) (ii)

Gambar 2. Struktur rangka (i) dan koralit (ii) Blastomussa wellsi

(Wijsman-Best, 1973)

Blastomussa wellsi adalah karang batu berpolip besar (Large Polyp

Stony/LPS) dan memiliki banyak putaran cakram bengkak ketika terbuka akan

menyerupai anemon jamur (Gambar 2). Blastomussa wellsi disebut juga karang nanas. Individu Blastomussa wellsi berbentuk phaceloid (menyerupai tabung) dan mengalami ekstratentakular budding yaitu pertumbuhan polip-polip baru di luar polip yang ada (Kudus et al., 2006; Wijsman-Best, 1973; Thamrin, 2006).

(5)

simbiotik untuk menangkap sinar biru yang dapat menembus ke tempat yang dalam. Zooxanthellae mempunyai peranan penting di dalam ekosistem terumbu karang yaitu sebagai salah satu komponen penyedia energi dan nutrisi bagi karang yang menjadi inangnya melalui proses fotosintesis (Kudus et al., 2006;

Suharsono, 2008; Suharsono dan Soekarno, 1983).

2.2. Parameter Fisika-Kimia Perairan

Karang hermatipik sebagai pembentuk utama terumbu karang dikenal sebagai organisme yang berhubungan dengan perairan hangat terutama di perairan Indonesia. Ekosistem terumbu karang dapat berkembang dengan baik apabila kondisi lingkungan perairan mendukung pertumbuhan karang. Beberapa faktor terutama faktor fisika memiliki batasan relatif sempit berupa suhu, cahaya, salinitas, dan sedimentasi (West dan Salm, 2003).

2.2.1. Suhu

Karang hermatipik tumbuh dan berkembang dengan subur antara suhu 25 0C sampai 29 0C. Secara umum di alam fluktuasi suhu tidak sempit dengan suhu terendah untuk organisme ini sebagian besar hidup di atas suhu 18 0C dan suhu tertinggi 32 0C (Thamrin, 2006).

2.2.2. Salinitas

(6)

sampai 36 ‰ (Supriharyono, 2000). Menurut Romimohtarto dan Juwana (2001), keadaan lingkungan disenangi pertumbuhan karang meliputi salinitas diatas 30 ‰

tetapi di bawah 35 ‰.

2.2.3. Kedalaman dan cahaya

Karang hermatipik dapat hidup dari daerah permukaan atau intertidal hingga kedalaman 70 meter dimana umum ditemukan pada kedalaman 50 meter. Kematian karang dapat disebabkan faktor oseanografi berupa kedalaman. Faktor kedalaman ini berhubungan dengan intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan. Cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat dibutuhkan simbion karang zooxanthellae sebagai penyuplai utama kebutuhan karang sebagai inang. Hewan karang hanya akan ditemukan sampai kedalaman dimana cahaya masih ditolelir zooxanthellae yang hidup di dalam jaringan tubuh karang. Keberadaan

Blastomussa wellsi umumnya terdapat pada lereng terumbu lebih dalam (Thamrin,

2006; Rubiman, 2008; Veron 2000).

2.2.4. Kekeruhan, sirkulasi arus, dan sedimentasi

(7)

Arus dan sirkulasi air berperan dalam proses sedimentasi. Sedimentasi dari partikel lumpur padat dibawa oleh aliran permukaan (surface run off) akibat erosi dapat menutupi permukaan terumbu karang sehingga berdampak negatif terhadap hewan karang tersebut. Oleh karena itu, pengendapan yang semakin rendah akan mendukung kondisi untuk pertumbuhan karang (Supriharyono, 2000;

Romimohtarto dan Juwana, 2001).

2.2.5. Derajat keasaman

Menurut Tomascik (1997) kondisi derajat keasaman yang cocok bagi pertumbuhan karang pada kisaran 8,2 – 8,5. Derajat keasaman menunjukkan aktivitas ion H+ dalam air. Apabila suatu perairan laut mendapatkan gangguan maka ion bikarbonat dalam air laut akan membentuk suatu larutan penyangga yang mampu menetralisir ion-ion yang masuk sehingga derajat keasaman tetap stabil (Gibson et al., 2005).

2.2.6. Oksigen terlarut

Oksigen merupakan salah satu gas terlarut di perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan tergantung suhu,salinitas, turbulensi air, dan tekanan. Perairan diperuntukkan bagi kepentingan perikanan memiliki kadar oksigen tidak kurang dari 5 mg/L. Kadar oksigen terlarut kurang dari 4 mg/L menimbulkan efek kurang menguntungkan bagi organisme akuatik (Effendi, 2003).

2.2.7. Nitrat, amonia, dan ortofosfat

Kandungan nitrogen organik di perairan memiliki bentuk nitrit (NO2),

(8)

salah satu mata rantai berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan

organisme di laut meskipun berjumlah sedikit (Nybakken, 2000; Effendi, 2003). Kandungan nitrat berlebihan di suatu perairan diduga akan mempengaruhi reproduksi karang (Koop et al., 2001). Pengaruh dari amonia tidak terionisasi akan meningkatkan tingkat racun seiring dengan penurunan kadar oksigen terlarut, pH, dan suhu (Effendi, 2003).

Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan tingkat tinggi dan alga. Ortofosfat merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk fosfor yang paling sederhana di perairan (Sutika, 1989; Byod 1988). Effendi (2003) dalam bukunya menyatakan bahwa keberadaan fosfor yang berlebihan disertai dengan keberadaan nitrogen akan memacu tumbuhnya alga sehingga terbentuk lapisan yang dapat mengurangi penetrasi cahaya matahari. Adapun menurut Koop (2001) menyatakan bahwa penambahan kadar nutrien antara nitrat dan fosfat meningkatkan sitasan karang. 2.3. Reproduksi Karang

Thamrin (2006) mengatakan bahwa karang sebagai kelompok hewan tingkat rendah memiliki kemampuan reproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi pada karang dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu secara seksual, secara aseksual dan penggabungan antara secara seksual dan aseksual. Reproduksi secara seksual dalam jumlah terbatas spesies karang melakukan reproduksi secara

brooding dan sebagian besar dengan cara pembuahan di luar tubuh induk yang

disusul fertilisasi di dalam kolom air (spawning).

(9)

Reproduksi secara brooding melahirkan keturunan dalam bentuk larva, namun larva yang diproduksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu secara seksual dan secara aseksual. Reproduksi secara fragmentasi mengacu pada proses pembentukan individu baru dimana fragmen yang terbentuk mampu bertahan hidup, membentuk individu baru, melanjutkan kehidupan dan mampu melanjutkan fungsi yang dialami induknya dalam berkembang biak. Kunci utama dalam hal fragmentasi yaitu kemampuan fragmen sendiri untuk melekat kembali pada substrat dimana fragmen terdampar di dasar perairan. Adapun polyp bail-out dan polyp expulsion

proses dimana polip memisahkan diri dari koloni induknya (Thamrin, 2006). 2.4. Pertumbuhan Koloni Karang Keras

Sebagian besar karang hidup dalam bentuk koloni dan individu dikenal dengan nama polip. Pertumbuhan (pertambahan ukuran) karang tipe berkoloni dilakukan dengan pertumbuhan dan pertambahan individu polip. Pertumbuhan polip karang hanya sampai beberapa sentimeter kemudian terhenti. Namun ukuran karang tertentu bisa memiliki ukuran melebihi 3 meter. Hal ini dilakukan

organisme karang dengan cara memperbanyak jumlah polip (Thamrin, 2006). Pertumbuhan karang merupakan pertambahan panjang linier, bobot, volume, atau luas kerangka kapur karang dalam kurun waktu tertentu. Proses tersebut terjadi karena adanya pengapuran atau kalsifikasi yang tersusun dari kalsium karbonat dalam bentuk aragonit kristal (Suharsono, 1984).

2.5. Transplantasi dan Fragmentasi

(10)

dua cara yaitu tanpa fragmentasi dan dengan fragmentasi. Transplantasi tanpa fragmentasi buatan membutuhkan biaya yang sangat mahal karena kita memindahkan

koloni-koloni karang yang relatif besar, sedangkan transplantasi dengan fragmentasi

buatan relatif lebih murah.

Menurut Sandy (2000), kelebihan fragmentasi buatan dibandingkan

transplantasi tanpa fragmentasi buatan yaitu perbanyakan vegetatif relatif lebih

sederhana dan murah. Selain itu cara ini dapat diterapkan kepada masyarakat dalam

usaha pengembangan dan pemanfaatan karang keras secara lestari (Suharsono et al.,

2001). Fragmentasi yaitu suatu metode transplantasi dimana koloni tersebut diambil

dari suatu induk koloni tertentu bertujuan untuk mempercepat regenerasi dari terumbu

karang yang telah mengalami kerusakan, atau sebagai cara untuk memperbaiki daerah

terumbu karang (Harriot dan Fisk, 1988).

2.6. Penelitian Transplantasi Karang di Indonesia

Penelitian transplantasi telah dilakukan oleh instansi pemerintah yang bergerak di bidang kelautan, lembaga-lembaga non-profit serta mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Penelitian ini dilakukan juga oleh mahasiswa (Tabel 1) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FPIK-IPB).

Tabel 1. Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Institut Pertanian Bogor Lokasi Nama Spesies Lama

Penelitian Laju Pertumbuhan (mm/bulan) Sitasan (%) Pengamatan Perairan Pulau Pari (Aziz, 2002) Trachyphyllia geoffroyi Wellsophyllia radiate Millepora tenella Acropora

(11)

Lokasi Nama Spesies Lama Penelitian Laju Pertumbuhan (mm/bulan) Sitasan (%) Pengamatan intermedia Selatan Pulau Pari (Subhan, 2003)

Euphyllia sp.

Cynarina lacrymalis Plerogyra sinuosa

6 bulan T=1,4 L=2,7 P=2,8 T=0,3 L=2,2 P=1,1 T=2,2 L=1 P=1,1 77,78 22,22 33,33 Laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup Perairan Pulau Pari (Prawidya, 2003) Montipora spumosa Montipora porites Pavona cactus Hydnopora rigida

5 bulan T=18,27 L=23,14 T=18,26 L=26,53 T=22,96 L=26,99 T=35,89 L=48,00 88,89 100 77,78 100 Laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup Perairan Tabolong, Kupang (Kaleka, 2004) Acropora valensiennesi Acropora brueggennani Acropora Formosa

2 bulan P=7 P=6,25 P=6,7 100 100 100 Laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup Perairan Pulau Pari (Pratama, 2005) Pocillopora damicornis Seriatopora hystrix Heliopora coerulea

6 bulan T=3,03 L=3,89 T=7,03 L=12,31 T=2,23 L=5,7 33,33 37,5 88,88 Laju pertumbuhan dan tingkat kelangsunga hidup Perairan Pulau Pramuka (Margono, 2009) Lobophyllia hemprinchii

6 bulan P I=72,03 P II=81,90 100 100 Laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup Perairan Pulau Karya (Wibowo, 2009) Stylophora pistillata Pocillopora verrucosa

4 bulan P=61,6 T=23,81 P=61,6 T=23,81 100 90 Laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup Perairan Pulau Karya (Firdaus, 2010) Caulastrea furcata

(12)

Lokasi Nama Spesies Lama Penelitian Laju Pertumbuhan (mm/bulan) Sitasan (%) Pengamatan P5=0,22 T5=0,46 P6=0,18 T6=0,51 75 100 Gugusan Pulau Karya (Bramandito , 2011)

Montipora sp. 5 bulan P=1,8 T=3 62 Laju

pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup

Keterangan: P=panjang fragmen; T=tinggi fragmen; L=lebar fragmen 2.7. Kerangka Teoritis

Sujana (2002) mengemukakan bahwa desain eksperimen merupakan langkah-langkah lengkap yang perlu diambil jauh sebelum eksperimen agar data yang semestinya diperlukan diperoleh sehingga akan membawa kepada analisis obyektif dan kesimpulan yang berlaku untuk persoalan yang sedang dibahas. 2.7.1. Habitat Blastomussa wellsi

Blastomussa wellsi memiliki kondisi hidup di perairan cukup dalam.

Spesies ini memiliki bentuk pertumbuhan mengerak, temasuk karang batu dengan ukuran polip relatif besar dan memiliki banyak putaran cakram bengkak, ketika terbuka akan menyerupai anemon jamur. Beberapa warna Blastomussa wellsi ada biru, coklat, merah, hijau, atau kombinasi dari semua warna (Kudus et al., 2006).

2.7.2.

Dasar teori

Faktor kedalaman berpengaruh terhadap hewan karang berhubungan dengan intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan. Cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat dibutuhkan simbion karang zooxanthellae sebagai

(13)

ditemukan sampai kedalaman dimana cahaya masih ditolelir zooxanthellae yang hidup di dalam jaringan tubuh karang. Tubuh Blastomussa wellsi mengandung alga zooxanthellae simbiotik dari yang menerima sebagian besar kebutuhan gizi melalui fotosintesis. Kematian karang dapat disebabkan faktor oseanografi berupa kedalaman. (Suharsono dan Soekarno, 1983; Thamrin, 2006; Rubiman, 2008).

2.7.3. Konsep penelitian

Proses fragmentasi ini dilakukan untuk mengetahui kondisi perkembangan spesies Blastomussa wellsi pada kedalaman berbeda. Pengamatan tertuju pada nilai ukur luas, panjang, dan lebar fragmen. Beberapa aspek seperti kondisi penempelan sangat diperhatikan terhadap fragmen ini. Kondisi kedalaman pada transek I selama 3 bulan berada pada kedalaman 20 meter dan transek II pada kedalaman 12 meter. Kegiatan antara bulan September hingga Desember baik transek I dan transek II ditempatkan pada kedalaman 12 meter.

2.8. Hipotesis

(14)

14

3.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian fragmentasi dilaksanakan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu (Gambar 3). Stasiun penelitian berada pada kedalaman 12 meter dan 20 meter. Pengukuran parameter kimia perairan pada daerah fragmentasi dengan

menggunakan sistem eksitu dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan (Proling) Manajemen Sumberdaya Perairan Institut Pertanian Bogor.

Gambar 3. Lokasi pengambilan sampel dan fragmentasi di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu

(15)

3.2. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan untuk mengambil data lapang dan sampel fragmen pada penelitian (Tabel 2). Bahan dan alat fragmentasi biologi hewan karang dan mengambil parameter fisika-kimia perairan.

Tabel 2. Bahan dan alat yang digunakan selama fragmentasi.

No Bahan dan Alat Keterangan

Biologi hewan karang

1 Beberapa fragmen spesies

Blastomussa wellsi

Biota percobaan

2 Peralatan SCUBA Peralatan selam bawah air 3 Pemotong karang Pengambilan sampel biota

4 Alas kayu Penahan pemotong karang

5 Wadah sampel Pengangkut sampel biota

6 Baskom Wadah perendam sampel biota

7 Rak paralon Tempat dasar fragmen

8 Jaring Dasar untuk balok semen

9 Tali pancing Pengikat fragmen dengan rak

10 Balok semen Tempat penempelan fragmen

11 Semen cair Penempel fragmen

12 Air laut Campuran semen

13 Ember Tempat penampung

14 Pengaduk Mengaduk semen

15 Label tahan air Pengodean fragmen

16 Cable ties Pengait kode fragmen

17 Penggaris Standar pengukur panjang karang

18 Kamera bawah air Dokumentasi penelitian

19 Kapal Transportasi ke stasiun penelitian

Parameter fisika-kimia Perairan

1 Refraktometer Pengukur salinitas perairan

2 Termometer Pengukur suhu perairan

3 Alat titrasi oksigen terlarut Titrasi Winkler

3.3. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan dan Biologi

Pengukuran beberapa parameter perairan berupa fisika- kimia perairan dan parameter biologi berupa pertumbuhan. Selama melakukan penelitian

(16)

Tabel 3. Parameter, alat, dan periode pengukuran kegiatan fragmentasi

No Parameter Satuan Alat/Metode Periode

1 Suhu oC Termometer 1 bulan

2 Salinitas ‰ Refraktometer 1 bulan

3 Kekeruhan NTU APHA, ed. 21. 2005, 2130-B 1 bulan 4 Oksigen terlarut (DO) mg/l Titrasi Winkler 1 bulan 5 Derajat keasaman

(pH)

- APHA, ed. 21. 2005, 4500-H+-B

1 bulan 6 Ortofosfat (PO4-P) mg/l APHA, ed. 21. 2005,

4500-PE-J

1 bulan 7 Amonia (NH3-N) mg/l APHA, ed. 21. 2005,

4500-NH3-F

1 bulan 8 Nitrat (NO3-N) mg/l APHA, ed. 21.2005,

4500-NO3-E

1 bulan

9 Ketahanan hidup Fragmen Pengamatan 1 bulan

10 Perluasan luas fragmen

cm2 ImageJ 1 bulan

11 Pertambahan panjang cm ImageJ 1 bulan

12 Pertambahan lebar cm ImageJ 1 bulan

Pengukuran parameter fisika-kimia perairan dimulai pada waktu

pemotongan sampel karang dan dilakukan setiap bulan pengamatan. Pengamatan biologi hewan karang terdiri dari ketahanan hidup dan pengukuran luas, panjang, dan lebar pada fragmen dilakukan sebulan sekali. Pengamatan biologi hewan karang memanfaatkan kamera bawah air dan penggaris sebagai ukuran.

Pengamatan parameter fisika-kimia perairan dan biologi hewan karang dilakukan selama enam bulan pengamatan mulai bulan Juni 2011 hingga Desember 2011.

3.4. Rancangan dan Konstruksi Penelitian

(17)

Substrat Kerangka paralon jaring Gambar 4. Substrat dan rak paralon kegiatan fragmentasi 3.4.1. Pembuatan substrat

Substrat dalam penelitian ini adalah substrat balok berbahan dasar semen. Rak paralon dilingkari oleh tali pancing. Tali pancing digunakan untuk

menyangkutkan substrat balok semen yang telah ditempelkan fragmen. Substrat balok semen didiamkan selama satu minggu di dalam air laut sebelum digunakan agar fragmen lebih bersifat alami. Semen dicairkan dengan air laut agar fragmen dapat langsung beradaptasi dibandingkan menggunakan air tawar. Semen cair digunakan sebagai perantara penempelan antara fragmen dan substrat balok semen.

3.4.2. Pemasangan rak paralon

Rak terbuat dari paralon berukuran 100 x 100 cm2 berbentuk bujur sangkar. Paralon diisi dengan semen padat berfungsi menjaga paralon tetap didasar perairan. Setiap sudut rak diberi kaki dengan tinggi 10 cm. Rak pada bagian atas dibentangkan jaring berukuran 94 x 94 cm2 dengan mata jaring 2,2 x 2,2 cm2. Tali pancing diikatkan sebagai pengait substrat.

2,5 cm

1 cm 10 cm

(18)

3.4.3. Pengadaan sampel karang

Penelitian fragmentasi ini dilakukan dengan metode pelekatan pada

substrat. Substrat yang digunakan berupa balok yang berasal dari semen. Fragmen dengan substrat balok menggunakan teknik pelekatan dengan semen diposisikan pada rak paralon dengan tali pancing sebagai pengait. Bibit fragmen diambil dari spesies Blastomussa wellsi (Gambar 5). Pengambilan bibit diambil dari daerah sekitar lokasi sampel biota yang akan difragmentasikan.

Gambar 5. Kegiatan pengambilan sampel karang jenis Blastomussa wellsi

Bibit fragmen diperoleh induk koloni dengan menggunakan alat pemotong karang (Gambar 6). Induk koloni karang diangkut menggunakan wadah plastik berlubang. Proses pengangkutan dilaksanakan dengan hati-hati dan selalu berada di dalam air. Induk koloni fragmen dipilih dan dipotong hingga diameter koloni lebih dari 2 cm.

(19)

3.4.4. Pemasangan fragmen

Bibit fragmen dipasang pada substrat balok dengan menggunakan semen cair. Label ditempelkan sebelum semen cair pada substrat balok untuk menandai fragmen. Setelah fragmen siap kemudian ditempelkan pada rak paralon. Pengaitan bibit fragmen pada substrat balok menggunakan tali pancing (Gambar 7).

Gambar 7. Pemasangan fragmen dan bentuk rak paralon fragmen karang jenis

Blastomussa wellsi

3.4.5. Transek Penelitian Fragmen

Penelitian fragmentasi dilakukan pada kedalaman berbeda. Transek I dengan 11 fragmen berada pada kedalaman 20 meter. Sebelas fragmen pada transek II diletakkan pada kedalaman 12 meter. Transek tersebut diamati selama 3 bulan antara bulan Juni hingga September. Pada bulan September hingga

Desember kedua transek berada pada kedalaman 12 meter. 3.5. Metode Pengukuran Fragmen

Pengukuran panjang, lebar dan luasan dari fragmen karang menggunakan software ImageJ 1.38x. Pengukuran data menggunakan satuan millimeter. Pengukuran menggunakan foto fragmen kemudian dilakukan didigitasi sekitar tepian karang. Hasil digitasi pada ImageJ akan menghasilkan secara otomatis

Fragmen Semen cair

(20)

mengeluarkan nilai panjang, lebar, dan luasan fragmen. Pengukuran pertumbuhan fragmen dilakukan setiap satu bulan.

Akurasi data dalam setiap melakukan pengolahan data membandingkan hasil ImageJ dengan pengukuran sebelumnya. Hasil pengukuran pada bulan berikutnya dikurangi dengan data sebelumnya merupakan pertumbuhan fragmen selama satu kali pengamatan. Pengukuran fragmen tampak pada Gambar 8.

(i) (ii)

Gambar 8. Pengukuran lebar (i) dan panjang (ii) fragmen Blastomussa wellsi

3.6. Analisis data

Data total pertumbuhan fragmen dianalisis mencari tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan, pertumbuhan mutlak, dan laju pertumbuhan fragmen karang.

3.6.1. Tingkat kelangsungan hidup fragmen

Tingkat kelangsungan hidup fragmen dapat diketahui dengan

membandingkan antara jumlah fragmen karang hidup pada akhir penelitian (Nt) dibandingkan dengan jumlah fragmen karang hidup pada awal penelitian (No).

Pengolahan data tingkat kelangsungan hidup dilakukan menggunakan

software Microsoft Excel 2007. Rumus digunakan untuk menghitung tingkat

kelangsungan hidup berdasarkan (Suharsono et al., 2001), yaitu:

100

o t

N N SR

dimana : SR = Tingkat kelangsungan hidup karang keras (%), Lebar

(21)

Nt = Jumlah fragmen karang hidup pada akhir penelitian,

No = Jumlah fragmen karang hidup pada awal penelitian.

3.6.2. Pertumbuhan mutlak fragmen

Pertumbuhan mutlak berupa rata-rata ukuran fragmen selama 6 bulan pengamatan digunakan rumus (ii) yang dikemukakan oleh Effendi (1979), yaitu:

o t

m L L

L

dimana: Lm= pertumbuhan mutlak panjang, lebar (mm), atau luasan(mm2)

Lt = panjang, lebar (mm), atau luasan (mm2) pada akhir penelitian,

Lo= panjang, lebar (mm), atau luasan (mm2) pada awal penelitian. 3.6.3. Laju pertumbuhan fragmen setiap bulan

Pertumbuhan fragmen dalam waktu yang singkat dapat dihitung

menggunakan rumus (iii) berdasarkan Buddemeier dan Kinzie III (1976), yaitu:

dT dL G

dimana: G = Laju pertumbuhan panjang, lebar (mm/bulan), atau luasan(mm2/bulan)

dL = Pertambahan panjang, lebar (mm), atau luasan (mm2) dT = Perubahan waktu (bulan)

3.6.4. Hubungan faktor fisika-kimia perairan dengan pertumbuhan

(22)

parameter fisika-kimia perairan. Hubungan antara peubah-peubah tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan (Mattjik dan Sumertajaya, 2006):

i

i X

Y

~

dimana: Y = Peubah tak bebas (mm/bulan)

β = Kemiringan atau gradien

(23)

23

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan

Kondisi alami sampel karang berdasarkan data (Lampiran 1) dengan kondisi tempat fragmentasi memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan namun masih memenuhi karakter baik untuk pertumbuhan karang (Tabel 4) pada bulan Juni 2011 sampai Desember 2011.

Tabel 4. Nilai parameter fisika dan kimia perairan selama penelitian

Kondisi fisika perairan terhadap pertumbuhan karang ditinjau dari suhu, salinitas, dan kekeruhan. Secara umum, kondisi lingkungan perairan memiliki kisaran suhu 28 oC sampai 29 oC. Nilai suhu ini merupakan kondisi suhu yang optimal bagi pertumbuhan karang. Hal ini dinyatakan oleh Thamrin (2006), karang hermatipik tumbuh dan berkembang dengan subur antara suhu 25 0C sampai 29 0C.

Parameter

Waktu pengamatan parameter (bulan ke-i)

Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Kedalaman

(meter) 20 12 20 12 20 12 20 12 12 12 12

Suhu (C) 29 29 29 29 29 29 29 29 29 28 29

Salinitas

(‰) 30 30 30 30 31 31 30 31 35 34 33

Kekeruhan

(NTU) 0,37 0,25 0,25 0,25 0,37 0,37 0,36 0,36 1,05 0,56 0,31

Derajat

Keasaman 8,17 8,16 8,16 8,16 8,17 8,17 8,03 8,03 8,17 8,18 8,11

Oksigen Terlarut

(mg/l) 5,223 5,045 5,434 4,879 4,879 5,011 5,011 5,045 6,031 5,573 5,375 Nitrat

(mg/l) 0,167 0,157 0,163 0,246 0,140 0,156 0,354 0,354 0,163 0,045 0,065 Amonia

(mg/l) 0,295 0,305 0,327 0,327 0,357 0,369 0,350 0,34 0,126 0,212 0,208 Ortofosfat

(24)

Nilai salinitas berada pada angka 30 ‰ hingga 35 ‰. Menurut Romimohtarto dan Juwana (2001), keadaan perairan disenangi pertumbuhan

karang meliputi salinitas diatas 30 ‰ tetapi di bawah 35 ‰. Nilai salinitas ini

menunjukkan batas cukup baik untuk pertumbuhan karang. Kekeruhan terbesar pada bulan Oktober mencapai 1,05 NTU dengan nilai terendah 0,25 NTU pada bulan Juli. Menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup (MENLH, 2008) kisaran nilai kekeruhan selama penelitian masih baik untuk biota laut karena berada di bawah 5 NTU (Lampiran 1).

Parameter kimia perairan diamati selama penelitian berupa derajat keasaman, oksigen terlarut, nitrat, amonia, dan ortofosfat. Derajat keasaman berkisar 8,03 – 8,18 merupakan nilai yang cukup rendah karena kondisi derajat keasaman paling cocok bagi pertumbuhan karang pada kisaran 8,2 – 8,5 (Tomascik, 1997). Kondisi derajat keasaman ini mempengaruhi kepadatan dari kerangka kapur bentukan biota karang tersebut.

Oksigen sangat diperlukan untuk metabolisme hewan karang. Jumlah oksigen terlarut di perairan memiliki nilai terendah 4,879 mg/l dan nilai tertinggi 6,031 mg/l. Menurut MENLH (2008) oksigen terlarut batas baik terendah untuk biota laut yaitu 5 mg/l di perairan. Hal ini menunjukkan kandungan oksigen terlarut pada kedalaman 12 meter pada transek II di bulan pertama dan kedalaman 20 meter pada transek I di bulan ketiga tidak masuk dalam kategori baik.

Nilai nitrat tertinggi 0,354 mg/l dan terendah 0,045 mg/l. Kandungan amonia terendah 0,126 mg/l dan kandungan tertinggi mencapai 0,369 mg/l. Kadar nitrat dan amonia di perairan sangat dan mempengaruhi reproduksi dan

(25)

meninggi akan meningkatkan tingkat racun dan berjalan seiring dengan penurunan nilai oksigen terlarut, derajat keasaman, dan suhu. Kadar ortofosfat mencapai 0,278 mg/l dan terdapat kadar kurang dari 0,005 mg/l. Kadar ortofosfat tertinggi pada bulan ke-4 ini dimanfaatkan secara langsung oleh alga. Pada saat penelitian bulan ke-4 ditemukan banyaknya alga yang tumbuh berlebih (overgrowth) sehingga menutupi hampir seluruh rak penelitian.

4.2. Kondisi Fragmen

Kondisi fragmen dilihat dari pemulihan fragmen karang pada polip karang. Pemulihan karang sangat dipengaruhi oleh pemotongan dan kondisi perairan pada fragmen. Kondisi fragmen mengamati kondisi kemekaran atau kematian yang terjadi pada polip karang.

4.2.1. Kondisi fragmen polip karang

Jaringan polip karang merupakan tempat hidup zooxanthellae sebagai pelaku tetap berlangsungnya proses fotosintesis dimana karang memperoleh oksigen dan bahan-bahan organik yang merupakan hasil fotosintesa

zooxanthellae. Zooxanthellae hanya terdapat di dalam jaringan endoderm.

Zooxanthellae mempengaruhi metabolisme, pertumbuhan karang, dan pola warna. (Suharsono 1982; Suharsono dan Soekarno, 1983).

Tabel 5. Kondisi fragmen polip karang antara transek I dan transek II. Fragmen

Kondisi polip (%) pada bulan ke-i

Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Transek I 93 95 91 89 89 93 77

(26)

Kondisi polip karang (Tabel 5) menunjukkan adanya perbedaan cukup besar. Kondisi kesehatan transek mencapai nilai lebih dari 75%. Kesehatan polip transek II berkisar antara 57% hingga 89%. Hal ini menunjukkan adanya

perbedaan kondisi polip. Kondisi polip fragmen karang pada transek I lebih baik daripada transek II.

4.2.2. Pemulihan fragmen karang

Suharsono (2008) mengutarakan bahwa ukuran fragmen untuk

transplantasi kurang dari 5 cm akan tumbuh lambat. Sebelum terjadi pertumbuhan fragmen memerlukan penyembuhan luka kemudian membentuk pelebaran

jaringan.

(i) (ii) (iii) (iv)

Gambar 9. Penutupan luka hingga pertumbuhan luas fragmen Blastomussa wellsi

Keterangan: (i) Bulan ke-0; (ii) Bulan ke-2; (iii) Bulan ke-4; (iv) Bulan ke-6.

(27)

4.3. Tingkat Kelangsungan Hidup

Penelitian fragmentasi terhadap koloni karang Blastomussa wellsi

menggunakan transek pada kedalaman berbeda. Transek I dan transek II menggunakanan masing-masing 11 fragmen. Setiap transek diamati tingkat kelangsungan hidup dibandingkan dengan bulan sebelumnya (Gambar 10).

Gambar 10. Presentase tingkat kelangsungan hidup fragmen jenis

Blastomussa wellsi selama 6 bulan pengamatan

Seluruh fragmen yang ditransplantasikan memiliki nilai tingkat

kelangsungan hidup 100%. Harriot dan Fisk (1988) menyatakan bahwa kegiatan transplantasi dikatakan berhasil dari sudut pandang biologis, apabila jumlah karang yang hidup antara 50 – 100%. Nilai tingkat kelangsungan hidup tertinggi pada fragmentasi karang jenis Blastomussa wellsi pada penelitianini

(28)

Blastomussa memiliki ketahanan hidup baik dan bersifat invasif terhadap jenis karang lain yang berdekatan (Soedharma dan Arafat, 2005).

4.4. Pertumbuhan Fragmen

Bentuk pertumbuhan karang jenis Blastomussa wellsi adalah masif. Nilai ukuran tumbuh berupa ukuran luas, tinggi, dan lebar.

4.4.1. Ukuran fragmen

Nilai ukuran pada penelitian fragmentasi antara transek I dan transek II (Tabel 6). Nilai ukuran ini dilakukan minggu awal setelah pemotongan hingga 6 bulan pengamatan dilakukan selama 28 minggu.

Tabel 6. Rata-rata ukuran luas, panjang, dan lebar fragmen karang jenis

Blastomussa wellsi yang difragmentasikan.

Ukuran Fragmen Rata-rata ukuran fragmen pada waktu pengukuran bulan ke-i Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Luas

(mm²)

Transek I 76,20 78,65 81,07 84,10 85,78 87,08 88,42 Transek II 75,67 76,56 77,58 78,89 81,04 82,88 84,53 Panjang

(mm)

Transek I 35,56 36,62 37,97 38,74 39,13 39,81 40,54 Transek II 38,31 38,91 39,5 40,15 41,14 41,96 42,78 Lebar

(mm)

Transek I 30,74 31,51 32,29 33,60 34,09 34,53 35,10 Transek II 30,16 30,73 31,32 31,98 32,86 33,82 34,45

(29)

Data ini menunjukkan adanya nilai lebih besar pada kondisi karang di kedalaman 20 meter dibandingkan kedalaman 12 meter.

Apabila dilihat dari nilai selisih panjang atau lebar secara keseluruhan nilai antara transek I dan transek II tidak berbeda jauh. Pada rak paralon transek I panjang pengukuran rata-rata fragmen mengalami paling sedikit penambahan ukuran. Hal ini disebabkan pada bulan ke-4 mengalami perubahan kedalaman dari 20 meter menjadi 12 meter. Kedalaman berpengaruh kepada perkembangan

Blastomussa wellsi karena keberadaan umumnya terdapat pada lereng terumbu

lebih dalam (Veron, 2000).

Perubahan lebar pada fragmentasi Blastomussa wellsi tidak berbeda jauh baik pada transek 1 maupun transek II. Hal ini diduga karena pemotongan pada karang umumnya dilakukan pada lebar fragmen. Pada masing-masing fragmen mengalami kondisi pemulihan. Kondisi pemulihan ini memerlukan waktu lebih lama untuk dapat tumbuh lebih baik.

4.4.2. Pertumbuhan mutlak fragmen

Selama 6 bulan diperhitungkan nilai pertumbuhan dari selisih ukuran pada awal fragmentasi dan akhir fragmentasi setiap 3 bulan. Rata-rata pertumbuhan luas, panjang, dan lebar mutlak bulan Juni hingga September ditunjukkan pada Gambar 11 dan rata-rata pertumbuhan luas, panjang, dan lebar mutlak bulan September hingga Desember ditunjukkan pada Gambar 12.

a. Pertumbuhan mutlak bulan Juni hingga September

(30)
[image:30.595.112.513.156.386.2]

antara pertumbuhan mutlak rata-rata antara transek I dan transek II ditampilkan pada Gambar 11 di bawah ini.

Gambar 11. Perbandingan pertumbuhan mutlak luas, panjang, dan lebar rata-rata fragmen Blastomussa wellsi bulan Juni hingga September.

Pertumbuhan mutlak luas, panjang, dan lebar rata-rata pada transek I memiliki nilai lebih besar daripada transek II (Gambar 11). Transek I pada kedalaman 20 meter merupakan kedalaman tempat ditemukan indukan fragmen karang Blastomussa wellsi pada kedalaman 20-21 meter di bawah permukaan laut. Transek II berada pada kedalaman 12 meter. Hal ini menunjukan besarnya

pengaruh kedalaman. Kedalaman berpengaruh kepada perkembangan

Blastomussa wellsi karena keberadaannya terdapat pada lereng terumbu lebih

dalam (Veron, 2000).

b. Pertumbuhan mutlak bulan September hingga Desember

(31)
[image:31.595.111.503.148.382.2]

data antara akhir dan awal penelitian. Perbandingan antara pertumbuhan mutlak rata-rata ditampilkan pada Gambar 12 di bawah ini.

Gambar 12. Perbandingan pertumbuhan mutlak luas, panjang, dan lebar rata-rata fragmen Blastomussa wellsi bulan September hingga Desember.

Pertumbuhan mutlak luas, panjang, dan lebar rata-rata pada transek II lebih besar daripada transek I (Gambar 12). Hal ini menunjukkan pengaruh kedalaman. Transek I awalnya berada pada kedalaman 20 meter. Tekanan pada transek I akibat kedalaman lebih dangkal dari tempat awal fragmentasi pada kedalaman 20 meter menjadi 12 meter. Pertumbuhan mutlak luas rata-rata pada transek I bulan September lebih baik dibandingkan fragmen transek II pada awal bulan Juni hingga September. Sedangkan pertumbuhan mutlak panjang dan lebar rata-rata pada transek II lebih baik dibandingkan fragmen transek I.

(32)

transek II telah mengalami adaptasi pada kedalaman 12 meter selama 6 bulan penelitian fragmentasi dilakukan.

4.4.3. Laju pertumbuhan luas fragmen selama 6 bulan

Nilai ukuran untuk pertumbuhan luas fragmen karang berdasarkan nilai pengukuran pada pengamatan berikutnya dikurangi pengamatan sebelumnya. Laju pertumbuhan luas fragmen merupakan hasil pengukuran pertumbuhan karang setiap bulan. Perbandingan pertumbuhan ini dibedakan antara transek I dan transek II pada kedalaman berbeda.

a. Laju pertumbuhan luas bulan Juni hingga September

[image:32.595.108.520.447.716.2]

Pertumbuhan luas fragmen karang pada transek I menurun pada bulan Juli-Agustus dan meningkat kembali pada bulan Juli-Agustus September. Pertumbuhan luas fragmen karang pada transek II terus meningkat dengan nilai pertumbuhan antara 0,89 mm2/bulan hingga 1,31 mm2/bulan (Gambar 13).

(33)

Transek I pada bulan Juni hingga September berada pada kedalaman 20 meter. Transek II ditempatkan pada kedalaman 12 meter. Transek I memiliki nilai pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan transek II. Perbedaan pertumbuhan luas fragmen karang ini dipengaruhi dari keberadaan indukan fragmen karang. Indukan fragmen karang Blastomussa wellsi pada kedalaman 20-21 meter di bawah

permukaan laut.Adapun Veron (2000) menyatakan bahwa kedalaman

[image:33.595.105.495.70.842.2]

berpengaruh kepada perkembangan Blastomussa wellsi karena keberadaannya terdapat pada lereng terumbu lebih dalam.

Gambar 14. Plot antara laju pertumbuhan dan pH pada transek I

(34)

bulan Agustus-September. Penurunan pertumbuhan luas fragmen karang pada bulan Juli-Agustus dipengaruhi kenaikan pH. Hal ini menunjukkan adanya perbandingan terbalik antara keterikatan pH dan pertumbuhan fragmen karang. Selain itu adanya pengaruh positif dari nitrat dan ortofosfat. Koop (2001) menyatakan bahwa penambahan kadar nutrien antara nitrat dan fosfat

meningkatkan sitasan karang. Faktor kimia ortofosfat memiliki koefisien korelasi mencapai 0,99905 (99,905%). Pengaruh nitrat menunjukkan kenaikan satu satuan nitrat akan meningkatkan pertumbuhan fragmen karang sebesar 2,92261

(mm2/bulan).

Parameter terukur pada transek II tidak ada faktor yang sangat berpengaruh. Ada faktor lain berupa parameter tidak terukur diduga sangat mempengaruhi laju pertumbuhan fragmen karang pada transek II. Adapun faktor fisika dan kimia pada transek II yang cukup berpengaruh nyata yaitu pH dengan nilai 0,2363 (23,63%). Pertumbuhan luas dengan pH memiliki hubungan terbalik. Penurunan satu satuan pH meningkatkan pertumbuhan fragmen karang sebesar 2,56557 satuan (mm2/bulan).

(35)
[image:35.595.95.503.53.842.2]

Gambar 15. Grafik laju pertumbuhan luas fragmen jenis Blastomussa wellsi bulan September hingga bulan Desember

Laju pertumbuhan luas fragmen karang pada transek I lebih kecil

[image:35.595.119.519.84.309.2]

dibandingkan transek II. Pada transek I terdapat kenaikan laju pertumbuhan pada bulan November-Desember. Laju pertumbuhan transek II menurun hingga bulan November-Desember.

(36)

Laju pertumbuhan transek I pada bulan September-Desember (Gambar 15) lebih baik dibandingkan laju pertumbuhan transek II pada bulan Juni-September. Pertumbuhan transek I pada kedalaman 12 meter setelah adaptasi lebih baik dibandingkan transek II sebelum adaptasi. Pertumbuhan luas fragmen karang pada transek I sangat dipengaruhi oleh faktor kimia perairan berupa amonia. Pengaruh dari amonia tidak terionisasi akan meningkatkan tingkat racun seiring dengan penurunan kadar oksigen terlarut, pH, dan suhu (Effendi, 2003). Nilai koefisien korelasi yang negatif (Lampiran 5) pada amonia menunjukkan adanya

perbandingan terbalik antara kenaikan amonia terhadap pertumbuhan (Gambar 16). Setiap kenaikan satu satuan amonia menurunkan pertumbuhan luas fragmen karang sebesar 4,29542 satuan (mm2/bulan).

Penurunan laju pertumbuhan luas berpengaruh dari nitrat dan ortofosfat. Koefisien korelasi nitrat yaitu 99,801% dan ortofosfat yaitu 99,542% (Lampiran 5). Koop (2001) menyatakan bahwa penambahan kadar nutrien antara nitrat dan fosfat meningkatkan sitasan karang. Penurunan satu satuan nitrat di perairan menurunkan pertumbuhan luas fragmen karang sebesar 3,29990 satuan

(mm2/bulan). Pertumbuhan luas fragmen karang menurun sebesar 1,46645 satuan (mm2/bulan) setiap penurunan satu satuan ortofosfat.

Laju pertumbuhan luas menurun cukup dipengaruhi oleh factor oksigen terlarut dan kekeruhan. Penurunan satu satuan oksigen terlarut di perairan menurunkan pertumbuhan luas fragmen karang sebesar 0,57288 satuan

(37)

Gambar 17. Plot antara laju pertumbuhan dan kekeruhan pada transek II Pertumbuhan luas fragmen karang pada transek II di pengaruhi oleh faktor fisika-kimia perairan terutama terhadap oksigen terlarut, kekeruhan, dan salinitas. Keterikatan ini berdasarkan koefisien korelasi yang besar melebihi 99%. Faktor paling berpengaruh pada laju pertumbuhan luas yaitu kekeruhan. Nilai koefisien korelasi yang positif (Lampiran 5) pada kekeruhan menunjukkan adanya

perbandingan lurus antara kenaikan kekeruhan terhadap pertumbuhan (Gambar 17). Pertumbuhan luas fragmen karang juga akan naik sebesar 0,66972

(38)

4.4.4. Laju pertumbuhan panjang fragmen selama 6 bulan

Nilai ukuran untuk pertumbuhan panjang fragmen berdasarkan nilai

pengukuran pada pengamatan berikutnya dikurangi pengamatan sebelumnya. Laju pertumbuhan panjang fragmen karang merupakan hasil pengukuran pertumbuhan karang setiap bulan. Perbandingan pertumbuhan ini dibedakan antara transek I dan transek II pada kedalaman berbeda.

a. Laju pertumbuhan panjang bulan Juni hingga September

Pertumbuhan panjang fragmen karang pada transek I meningkat pada bulan Juli-Agustus dan menurun pada bulan Agustus-September. Laju

pertumbuhan panjang fragmen karang pada transek II menurun 0,01 mm/bulan pada bulan Juli-Agustus. Pertumbuhan meningkat mencapai 0,65 mm/bulan pada bulan Agustus-September (Gambar 19).

[image:38.595.104.511.48.811.2]

Gambar 18. Grafik laju pertumbuhan panjang fragmen jenis Blastomussa wellsi

bulan Juni hingga bulan Agustus

(39)
[image:39.595.103.488.106.802.2]

perairan yang terukur. Ada faktor dari parameter tak terukur pada transek I diduga sangat mempengaruhi laju pertumbuhan. Pengaruh kecil terlihat dari nitrat pada penurunan satu satuan kadar nitrat menaikkan nilai pertumbuhan panjang fragmen karang sebesar 2,24839 mm/bulan. Effendi (2003) dalam bukunya menyatakan bahwa keberadaan fosfor yang berlebihan disertai dengan keberadaan nitrogen akan memacu tumbuhnya alga. Keberadaan alga merupakan pesaing bagi fragmen karang untuk tumbuh. Persaingan keduanya yaitu wilayah untuk melebarkan jaringan antara fragmen karang dengan alga tersebut. Hal ini dapat dijelaskan yaitu pertumbuhan karang meningkat pada bulan Juli-Agustus seiring dengan penurunan kadar nitrat. Pada bulan Agustus-September kadar nitrat cukup meningkat mempengaruhi pertumbuhan fragmen karang yang menurun.

Gambar 19. Plot antara laju pertumbuhan dan pH pada transek II

(40)

adanya perbandingan terbalik antara penurunan pH terhadap laju pertumbuhan (Gambar 19). Penurunan satu satuan pH akan meningkatkan pertumbuhan panjang fragmen karang sebesar 0,40984 mm/bulan. Kenaikan ini terjadi pada bulan Agustus-September. Penurunan pertumbuhan luas fragmen karang pada bulan Juli-Agustus dipengaruhi kenaikan pH. Hal ini menunjukkan adanya

perbandingan terbalik antara keterikatan pH dan pertumbuhan fragmen karang. b. Laju pertumbuhan panjang bulan September hingga Desember

Pertumbuhan panjang fragmen karang bulan September hingga Desember ditempatkan di kedalaman 12 meter tampak pada Gambar 20. Pertumbuhan pada setiap transek memiliki kecenderungan berbeda. Pada transek I, laju pertumbuhan mengalami kenaikan hingga akhir pada bulan November-Desember. Laju

pertumbuhan transek II menurun pada bulan November-Desember.

Gambar 20. Grafik laju pertumbuhan panjang fragmen jenis Blastomussa wellsi

bulan September hingga bulan Desember

(41)
[image:41.595.105.485.59.842.2]

Gambar 21. Plot antara laju pertumbuhan dan amonia pada transek I Laju pertumbuhan pada transek I menunjukkan kenaikan dari bulan September hingga bulan Desember. Faktor fisika-kimia perairan yang sangat berpengaruh yaitu amonia. Nilai koefisien korelasi yang positif (Lampiran 6) pada amonia menunjukkan adanya perbandingan lurus antara kenaikan amonia

terhadap pertumbuhan (Gambar 21). Kenaikan satu satuan amonia menaikkan pertumbuhan fragmen karang sebesar 3,73090 mm/bulan. Pengaruh dari amonia tidak terionisasi akan meningkatkan tingkat racun seiring dengan penurunan kadar oksigen terlarut, pH, dan suhu (Effendi, 2003). Pengaruh dari faktor fisika-kimia perairan lain berasal dari oksigen terlarut, kekeruhan, kadar nitrat,dan ortofosfat. Penurunan kadar ortofosfat satu satuan dapat menaikkan pertumbuhan fragmen karang sebesar 1,23946 mm/bulan. Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan tingkat tinggi dan alga

(42)

pada bulan November-Desember karena dimanfaatkan alga untuk berkembang disekeliling fragmen karang tersebut.

Gambar 22. Plot antara laju pertumbuhan dan amonia pada transek II Laju pertumbuhan panjang pada transek II menurun dari bulan September hingga Desember. Pertumbuhan panjang fragmen karang pada transek II sangat dipengaruhi oleh faktor kimia perairan berupa amonia. Nilai koefisien korelasi yang negatif (Lampiran 6) pada amonia menunjukkan adanya perbandingan terbalik antara kenaikan amonia terhadap pertumbuhan (Gambar 22). Setiap kenaikan satu satuan amonia menurunkan pertumbuhan panjang fragmen karang sebesar 2,07555 satuan (mm/bulan). Adapun peningkatan pertumbuhan diduga berasal pengaruh nitrat, ortofosfat, oksigen, dan kekeruhan. Koop (2001) menyatakan bahwa penambahan kadar nutrien antara nitrat dan fosfat

(43)

Pertumbuhan panjang fragmen karang meningkat sebesar 0,69307 satuan (mm/bulan) setiap kenaikan satu satuan ortofosfat. Perairan diperuntukkan bagi kepentingan perikanan memiliki kadar oksigen tidak kurang dari 5 mg/L. Adanya penurunan satu satuan oksigen menurunkan pertumbuhan panjang frgamen karang sebesar 0,29136 mm/bulan. Pertumbuhan panjang fragmen karang juga akan menurun sebesar 0,25759 mm/bulan karena penurunan kekeruhan. Veron (2000) mencatat bahwa karang jenis Blastomussa wellsi ditemukan dalam air keruh. Kedalaman juga berpengaruh kepada perkembangan Blastomussa wellsi karena keberadaan umumnya terdapat pada lereng terumbu lebih dalam. Hal ini

menunjukkan adanya pengaruh penetrasi cahaya yang terlalu baik tidak cukup baik bagi perkembangan spesies Blastomussa wellsi karena keberadaan umumnya tidak berada pada keadaan tersebut.

4.4.5. Laju pertumbuhan lebar fragmen selama 6 bulan

Nilai ukuran untuk pertumbuhan lebar fragmen berdasarkan nilai

pengukuran pada pengamatan berikutnya dikurangi pengamatan sebelumnya. Laju pertumbuhan lebar fragmen karang merupakan hasil pengukuran pertumbuhan karang setiap bulan. Perbandingan pertumbuhan ini dibedakan antara transek I dan transek II pada kedalaman berbeda.

a. Laju pertumbuhan lebar bulan Juni hingga September

(44)

Gambar 23. Grafik laju pertumbuhan lebar fragmen jenis Blastomussa wellsi

bulan Juni hingga bulan Agustus

Transek I pertumbuhan meningkat dari 0,77 mm/bulan menjadi 1,32 mm/bulan. Transek II pertumbuhan meningkat dari 0,57 mm/bulan menjadi 0,66 mm/bulan (Gambar 23).

(45)

Faktor fisika-kimia perairan pada transek I yang sangat berpengaruh yaitu ortofosfat, nitrat, dan pH. Adanya pengaruh positif dari nitrat dan ortofosfat pada transek I. Koop (2001) menyatakan bahwa penambahan kadar nutrien antara nitrat dan fosfat meningkatkan sitasan karang. Faktor kimia perairan ortofosfat memiliki koefisien korelasi mencapai 0,99987 (99,987%). Pertumbuhan lebar fragmen karang pada transek I sangat dipengaruhi oleh faktor kimia perairan berupa ortofosfat. Nilai koefisien korelasi yang positif (Lampiran 7) pada ortofosfat menunjukkan adanya perbandingan lurus antara kenaikan ortofosfat terhadap pertumbuhan (Gambar 24). Pengaruh nitrat menunjukkan kenaikan satu satuan nitrat akan meningkatkan pertumbuhan fragmen karang sebesar 2,66140

[image:45.595.105.489.128.832.2]

mm/bulan. Selain itu, penurunan satu satuan pH akan meningkatkan pertumbuhan lebar fragmen karang sebesar 4,01639 mm/bulan.

(46)

Faktor fisika dan kimia pada transek II yang berpengaruh nyata yaitu pH dengan nilai 0,1765 (17,65%). Nilai koefisien korelasi yang negatif (Lampiran 7) pada pH menunjukkan adanya perbandingan terbalik antara penurunan pH terhadap pertumbuhan (Gambar 25). Penurunan satu satuan pH meningkatkan pertumbuhan fragmen karang sebesar 0,58197 mm/bulan. Kenaikan nilai pertumbuhan dan penurunan nilai pH ini terjadi dari bulan Juli hingga bulan September. Hal ini menunjukkan adanya perbandingan terbalik antara keterikatan pH dan pertumbuhan fragmen karang.

b. Laju pertumbuhan lebar bulan September hingga Desember Pertumbuhan lebar fragmen karang bulan September hingga Desember ditempatkan di kedalaman 12 meter tampak pada Gambar 26. Laju pertumbuhan pada setiap transek memiliki kecenderungan berbeda.

Gambar 26. Grafik laju pertumbuhan lebar fragmen jenis Blastomussa wellsi

(47)

Pada transek I, laju pertumbuhan mengalami kenaikan pada bulan November-Desember. Laju pertumbuhan transek II menurun pada bulan November-Desember. Penurunan pertumbuhan transek I bulan

September-November salah satu faktornya disebabkan adanya penaikan transek dari 20 meter (bulan Juni-September) ke 12 meter (bulan September). Veron (2000) mencatat bahwa keberadaan Blastomussa wellsi umumnya terdapat pada lereng terumbu lebih dalam.

Gambar 27. Plot antara laju pertumbuhan dan pH pada transek I

Faktor fisika dan kimia pada transek I yang berpengaruh nyata yaitu pH dengan nilai 0,1647 (16,47%). Nilai koefisien korelasi yang negatif (Lampiran 7) pada pH menunjukkan adanya perbandingan terbalik antara penurunan pH

terhadap pertumbuhan (Gambar 27). Penurunan satu satuan pH meningkatkan laju pertumbuhan fragmen karang sebesar 1,67442 mm/bulan. Kenaikan nilai

(48)

adanya perbandingan terbalik antara keterikatan penurunan pH dan pertumbuhan fragmen karang.

Gambar 28. Plot antara laju pertumbuhan dan pH pada transek II

Faktor fisika dan kimia pada transek II yang sangat berpengaruh nyata yaitu pH dengan nilai 0,0650 (6,50%). Nilai koefisien korelasi yang positif

(49)

49

5.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Seluruh fragmen yang difragmentasikan memiliki nilai tingkat kelangsungan hidup 100%. Nilai tingkat kelangsungan hidup tertinggi pada transplantasi karang jenis Blastomussa wellsi pada penelitianini menunjukkan keberhasilan kegiatan fragmentasi yang sangat baik. Kondisi polip fragmen

karang pada transek I lebih baik daripada transek II. Penutupan luka pada fragmen karang terjadi setelah 2 bulan. Setelah itu terjadi pelebaran jaringan hingga bulan ke-6 fragmen yang mengalami luka telah sembuh dan tumbuh berkembang menyeluruh ke semua bagian.

Rata-rata pertumbuhan cukup terlihat pada luas sedangkan panjang dan lebar tidak berbeda jauh. Selisih nilai ukuran awal fragmen karang yaitu 0,53 mm2. Setelah tiga bulan dari awal fragmentasi, selisih ukuran luas transek I pada kedalaman 20 meter dan transek II pada kedalaman 12 meter yaitu 5,21 mm2. Setelah enam bulan selisih ukuran luas antara transek I dan transek II pada

(50)

5.2. Saran

Saran diajukan berdasar pada hasil yang diperoleh dapat diungkapkan sebagai berikut :

1. Penelitian ini tidak membandingkan pada kondisi pertumbuhan fragmen di

kedalaman 20 meter selama 6 bulan sehingga kurang pembanding terhadap

kondisi alami.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan melihat adaptasi dan pertumbuhan pada jangka waktu yang berbeda-beda karena belum begitu tampak secara signifikan data yang dihasilkan dan pengaruhnya.

(51)

PENGARUH ADAPTASI FRAGMEN KARANG KERAS

BERPOLIP BESAR JENIS

Blastomussa wellsi

PADA KEDALAMAN BERBEDA DI PULAU PRAMUKA,

KEPULAUAN SERIBU

LUDVI KAMALIKASARI

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(52)

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

PENGARUH ADAPTASI FRAGMEN KARANG KERAS

BERPOLIP BESAR JENIS

Blastomussa wellsi

PADA

KEDALAMAN BERBEDA DI PULAU PRAMUKA,

KEPULAUAN SERIBU

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Mei 2012

(53)

iii

RINGKASAN

LUDVI KAMALIKASARI. Pengaruh Adaptasi Fragmen Karang Keras Berpolip Besar Jenis Blastomussa wellsi pada Kedalaman Berbeda di Pulau

Pramuka, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh NEVIATY PUTRI ZAMANI dan BEGINER SUBHAN.

Beberapa jenis karang termasuk dalam kategori langka. Pelestarian sumberdaya hayati hewan karang langka dan menghindari kepunahan perlu dikembangkan suatu metode yaitu transplantasi. Kegiatan transplantasi hewan karang merupakan salah satu usaha pengembangan populasi berbasis alam di habitat alami atau habitat buatan. Adapun karang transplantasi dapat mengalami kematian disebabkan kedangkalan kedalaman.

Penelitian fragmentasi dilaksanakan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Waktu penelitian dan pemeliharaan fragmen selama 6 bulan mulai tanggal 11 Juni 2011 sampai dengan 28 Desember 2011. Karang yang diteliti adalah jenis

Blastomussa wellsi. Setiap bulan dilakukan pengukuran pertumbuhan karang dan

pengukuran parameter perairan.

Desain penelitian dengan menggunakan perbedaan kedalaman antara transek I dikedalaman 20 meter dan transek II dikedalaman 12 meter selama 3 bulan. Pada bulan ke-3 hingga bulan ke-6 kedalaman fragmen pada 12 meter. Parameter yang diamati adalah luas, panjang, dan lebar. Data ukuran diolah untuk mendapatkan informasi tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan mutlak, dan laju pertumbuhan setiap 3 bulan fragmentasi karang Blastomussa wellsi.

Lokasi penelitian memiliki kisaran suhu 28 oC sampai 29 oC, salinitas berada pada 30 ‰ hingga 35 ‰, kekeruhan 0,25-1,05 NTU, derajat keasaman berkisar 8,03 – 8,18, oksigen terlarut nilai terendah 4,879 mg/l dan nilai tertinggi 6,031 mg/l, nitrat tertinggi 0,354 mg/l dan terendah 0,045 mg/l, amonia terendah 0,126 mg/l dan tertinggi mencapai 0,369 mg/l, dan kadar ortofosfat mencapai 0,278 mg/l dan terdapat kadar kurang dari 0,005 mg/l.

Seluruh fragmen yang difragmentasikan memiliki nilai tingkat kelangsungan hidup 100%. Nilai tingkat kelangsungan hidup tertinggi pada transplantasi karang jenis Blastomussa wellsi pada penelitianini menunjukkan keberhasilan kegiatan fragmentasi yang sangat baik. Kondisi polip fragmen karang pada transek I lebih baik daripada transek II. Penutupan luka pada fragmen karang terjadi setelah 2 bulan. Setelah itu terjadi pelebaran jaringan hingga bulan ke-6 fragmen yang mengalami luka telah sembuh dan tumbuh berkembang menyeluruh ke semua bagian.

Rata-rata pertumbuhan berdasarkan analisis data dilakukan dengan menggunakan regresi pada kedalaman 12 meter dan 20 meter. Analisis dilakukan melihat pengaruh faktor fisika-kimia perairan terhadap pertumbuhan luas,

(54)

iv

© Hak Cipta milik Ludvi Kamalikasari, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumbernya

2.

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah

(55)

PENGARUH ADAPTASI FRAGMEN KARANG KERAS

BERPOLIP BESAR JENIS

Blastomussa wellsi

PADA KEDALAMAN BERBEDA DI PULAU PRAMUKA,

KEPULAUAN SERIBU

LUDVI KAMALIKASARI

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(56)

SKRIPSI

Judul Skripsi : PENGARUH ADAPTASI FRAGMEN KARANG KERAS BERPOLIP BESAR JENIS Blastomussa wellsi

PADA KEDALAMAN BERBEDA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

Nama Mahasiswa : Ludvi Kamalikasari Nomor Pokok : C54070048

Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Neviaty Putri Zamani, M.Sc Beginer Subhan, S.Pi.,M.Si. NIP. 19641014 198803 2 001 NIP. 19800118 200501 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP. 19580909 1988303 1 003

(57)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas semua rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi berjudul “PENGARUH ADAPTASI FRAGMEN KARANG KERAS BERPOLIP BESAR JENIS Blastomussa wellsi PADA

KEDALAMAN BERBEDA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN

SERIBU”. Penelitian ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan yaitu Sarjana Ilmu Kelautan.

Penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih dengan tulus penulis sampaikan terutama:

1. Keluarga tercinta ayah, ibu, dan kakak atas do’a, dukungan, motivasi, dan pengertian kepada penulis.

2. Ibu Dr.Ir. Neviaty Putri Zamani, M.Sc. dan Bapak Beginer Subhan, S.Pi, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan.

3. Suryo Kusmo, S.Pi. selaku pihak Asosiasi Koral Kerang dan Ikan Hias Indonesia (AKKII) yang telah memberikan perhatian dukungan untuk menyelesaikan penelitian.

4. Bapak Mahyudin beserta Istri, Bapak Halimun dan Bapak Leo atas bantuan di lapangan.

5. Sancha Sadewa, Hikmah Cut R, Riandi Ernanda, Ade Ayu M atas kerjasama dalam penelitian.

6. Ibu Anna dan rekan-rekan kerja di Laboratorium Produktivitas Lingkungan (Proling) Manajemen Sumberdaya Perairan untuk pengukuran parameter kualitas perairan.

7. Fisheries Diving Club (FDC-IPB) atas pendidikan dan pelatihan yang diberikan terutama Diklat 26 dan 27 sebagai teman seperjalanan. 8. Seluruh warga ITK terutama ITK angkatan 44 atas dukungan, dan

(58)

9. Muhidin, Ega P, Much. Gufron, Ulfa N, Retnowulandari, Bunga A, Amandangi W dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dengan memberi sumbang saran dan bimbingan dalam penelitian, pengolahan data, dan penyusunan skripsi secara sukarela.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan karena keterbatasan penulis sendiri sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Bogor, Mei 2012

(59)

ix

DAFTAR ISI

(60)
(61)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Institut Pertanian Bogor ... 10 2. Bahan dan alat yang digunakan selama fragmentasi ... 15 3. Parameter, alat, dan periode pengukuran kegiatan fragmentasi ... 16 4. Nilai parameter fisika dan kimia perairan selama penelitian ... 23 5. Kondisi fragmen polip karang antara transek I dan transek II . ... 25 6. Rata-rata ukuran luas, panjang, dan lebar fragmen karang jenis Blastomussa

(62)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Koloni Blastomusa wellsi (Veron, 2000) ... 3 2. Struktur rangka (i) dan koralit (ii) Blastomussa wellsi (Wijsman-Best, 1973) ... 4 3. Lokasi pengambilan sampel dan fragmentasi di Pulau Pramuka, Kepulauan

Seribu ...14 4. Substrat dan rak paralon kegiatan fragmentasi ... 17 5. Kegiatan pengambilan sampel karang jenis Blastomussa wellsi ... 18 6. Koloni karang jenis Blastomussa wellsi ... 18 7. Pemasangan fragmen dan bentuk rak paralon fragmen karang jenis Blastomussa

wellsi ... 19

8. Pengukuran lebar (i) dan panjang (ii) fragmen Blastomussa wellsi ... 20 9. Penutupan luka hingga pertumbuhan luas fragmen Blastomussa wellsi ... 26 10. Presentase tingkat kelangsungan hidup fragmen jenis Blastomussa wellsi

selama 6 bulan pengamatan ... 27 11. Perbandingan pertumbuhan mutlak luas, panjang, dan lebar rata-rata fragmen

Blastomussa wellsi bulan Juni hingga September ... 30

12. Perbandingan pertumbuhan mutlak luas, panjang, dan lebar rata-rata fragmen

Blastomussa wellsi bulan September hingga Desember . ... 31

13. Grafik laju pertumbuhan luas fragmen jenis Blastomussa wellsi bulan Juni hingga bulan Agustus ... 32 14. Plot antara laju pertumbuhan dan pH pada transek I ... 33 15. Grafik laju pertumbuhan luas fragmen jenis Blastomussa wellsi bulan

September hingga bulan Agustus ... 35 16. Plot antara laju pertumbuhan dan amonia pada transek I ... 35 17. Plot antara laju pertumbuhan dan kekeruhan pada transek II ... 37 18. Grafik laju pertumbuhan panjang fragmen jenis Blastomussa wellsi bulan Juni

hingga bulan Agustus ... 38 19. Plot antara laju pertumbuhan dan pH pada transek II ... 39 20. Grafik laju pertumbuhan panjang fragmen jenis Blastomussa wellsi bulan

(63)

23. Grafik laju pertumbuhan lebar fragmen jenis Blastomussa wellsi bulan Juni hingga bulan Agustus ... 44 24. Plot antara laju pertumbuhan dan ortofosfat pada transek I ... 44 25. Plot antara laju pertumbuhan dan pH pada transek II ... 45 26. Grafik laju pertumbuhan lebar fragmen jenis Blastomussa wellsi bulan

(64)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Nilai parameter fisik dan kimia perairan selama penelitian pada perairan

keberadaan alami dan penelitian ... 55 2. Kondisi fragmen polip karang antara transek I dan transek II pada spesies

Blastomussa wellsi ... 56

(65)

1

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu jenis dari ekosistem laut tropis. Negara Indonesia memiliki ekosistem terumbu karang yang kaya akan keanekaragaman hayati terutama hewan karang. Jenis karang batu di Indonesia tercatat berjumlah 480 jenis. Beberapa jenis karang termasuk dalam kategori langka yaitu Plerogyra, Cynarina, Catalaphyllia dan Blastomussa (Soedharma dan Arafat, 2005; Burke et al., 2002).

Wilkinson (2008) menyatakan 19% habitat alami bagi Blastomussa wellsi

berasal dari wilayah ekosistem terumbu karang telah hilang dan tidak dapat diubah lagi, 15% pada kategori kerusakan serius dan terancam pada 10-20 tahun mendatang. Informasi ini mengungkapkan adanya ancaman penurunan populasi

Blastomussa wellsi. Kelangkaan biota ini masuk daftar merah IUCN karena

adanya perdagangan karang jenis ini untuk akuarium, pengasaman laut dan

pemutihan karang. Kondisi memprihatinkan ini sangat memerlukan dukungan kita untuk melindungi dan menjaga kelestarian biota langka terutama di Indonesia yang termasuk ke dalam enam negara Coral Triangle yaitu Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, Filipina, Kep. Solomon dan Timor Leste berdasarkan

Evolutionarily Distinct and Globally Endangered (EDGE, 2011).

(66)

Adapun karang transplantasi dapat mengalami kematian disebabkan kedalaman. Kematian terlihat umumnya pada karang bercabang. Kematian karang pada bagian atas karang bercabang karena mendekati permukaan. Kematian karang ini karena ditutupi oleh alga pada bagian permukaannya (Rubiman, 2008).

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengamati pertumbuhan fragmentasi karang keras Blastomussa wellsi pada kondisi alami, yaitu di daerah Kepulauan Seribu. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi baik untuk kepentingan penelitian, dasar dalam memproduksi anakan karang dan membantu dalam pemulihan sumberdaya hayati ekosistem terumbu karang yang rusak. 1.2. Perumusan Masalah

Penelitian Rubiman (2008) menyatakan adanya kematian karang pada bagian atas karang bercabang karena mendekati permukaan. Kematian karang ini karena ditutupi oleh alga.

Permasalahan muncul terhadap karang masif cenderung mengerak pada spesies Blastomussa wellsi, sebagai berikut:

a. kematian karang kemungkinan terjadi pada kondisi kedalaman lebih dangkal. b. adanya pengaruh adaptasi kedalaman meningkatkan tingkat kelangsungan

hidup dan pertumbuhan karang.

1.3. Tujuan

Penelitian fragmentasi karang bertujuan untuk mengamati tingkat

kelangsungan hidup dan pertumbuhan hewan karang berpolip besar Blastomussa

(67)

3

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karang Keras Blastomussa wellsi

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem khas perairan tropis memiliki deposit padat kalsium karbonat (CaCO3) yang dihasilkan oleh karang

dan alga berkapur (Calcareous algae) serta organisme lain yang menyekresikan kalsium karbonat. Komponen terpenting penyusun terumbu karang adalah karang batu. Karang batu termasuk dalam filum Coelenterata (Cnidaria) dari kelas Anthozoa dan sub-kelas Hexacoralia. Kemampuan berdasarkan pembentukan terumbu, karang batu dibagi menjadi dua kelompok yaitu hermatipik dan ahermatipik. Kelompok hermatipik merupakan karang batu yang dapat

membentuk terumbu dan bersimbiosis dengan zooxanthellae (Nybakken, 2000). Sistem klasifikasi karang keras Blastomussa wellsi (Gambar 1) adalah sebagai berikut (Veron, 2000) :

Filum : Coelentrata/Cnidaria Kelas : Anthozoa Sub-kelas: Hexacoralia Famili : Mussidae

Sub-bangsa: Alcyoniina

Genus : Blastomussa

[image:67.595.90.488.8.811.2]

Jenis : Blastomussa wellsi

(68)

Genus Blastomussa memiliki satu spesies lain selain Blastomussa wellsi

yaitu Blastomussa merleti. Spesies ini pada awalnya dimasukkan pada genus

Bantamia. Setelah memasuki awal tahun 1968 dimasukkan pada kategori spesies

baru yaitu Blastomussa.

[image:68.595.128.484.207.448.2]

(i) (ii)

Gambar 2. Struktur rangka (i) dan koralit (ii) Blastomussa wellsi

(Wijsman-Best, 1973)

Blastomussa wellsi adalah karang batu berpolip besar (Large Polyp

Stony/LPS) dan memiliki banyak putaran cakram bengkak ketika terbuka akan

menyerupai anemon jamur (Gambar 2). Blastomussa wellsi disebut juga karang nanas. Individu Blastomussa wellsi berbentuk phaceloid (menyerupai tabung) dan mengalami ekstratentakular budding yaitu pertumbuhan polip-polip baru di luar polip yang ada (Kudus et al., 2006; Wijsman-Best, 1973; Thamrin, 2006).

(69)

simbiotik untuk menangkap sinar biru yang dapat menembus ke tempat yang dalam. Zooxanthellae mempunyai peranan penting di dalam ekosistem terumbu karang yaitu sebagai salah satu komponen penyedia energi dan nutrisi bagi karang yang menjadi inangnya melalui proses fotosintesis (Kudus et al., 2006;

Suharsono, 2008; Suharsono dan Soekarno, 1983).

2.2. Parameter Fisika-Kimia Perairan

Karang hermatipik sebagai pembentuk utama terumbu karang dikenal sebagai organisme yang berhubungan dengan perairan hangat terutama di perairan Indonesia. Ekosistem terumbu karang dapat berkembang dengan baik apabila kondisi lingkungan perairan mendukung pertumbuhan karang. Beberapa faktor terutama faktor fisika memiliki batasan relatif sempit berupa suhu, cahaya, salinitas, dan sedimentasi (West dan Salm, 2003).

Gambar

Gambar 2. Struktur rangka (i) dan koralit (ii) Blastomussa wellsi
Gambar 4. Substrat dan rak paralon kegiatan fragmentasi
Gambar 6. Koloni karang jenis  Blastomussa wellsi
Gambar 10. Presentase tingkat kelangsungan hidup fragmen jenis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Populasi yang sangat kecil menyebabkan informasi tentang Badak Sumatera di Kalimantan sangat terbatas, hal ini berimplikasi terhadap catatan ilmiah maupun non ilmiah yang

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem kendali FLC-PI lebih baik dari pada sistem kendali PI linear dengan mampu menghasilkan tanggapan transisi

Kenyataan membuktikan bahwa selama krisis perekonomian, UMKM mampu bertahan menghadapi goncangan perekonomian. Selain UMKM tahan terhadap krisis, sektor UMKM nasional

Penelitian ini mengkaji tentang tenaga kerja, pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Enrekang.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

Oleh karena itu pada perencanaan pelaksanaan program/kegiatan tahun 2020, perlu dilakukan mendasar terhadap program-program yang akan dilaksanakan dan substansi

Hasil tersebut menerangkan terdapat 2 sektor ekonomi yang mendapatkan kelas tipologi I yang termasuk sektor istimewa yaitu sektor konstruksi dan sektor jasa kesehatan dan

Kesultanan Aceh yang pernah dikenal sampai keluar negeri. Peninggalan berupa bangunan Cagar Budaya ini berada di sekitar lingkungan siswa. Salah satu peninggalan Sultan

Hasil dari penelitian ini adalah media pembelajaran berbasis video animasi pada mata pelajaran pemrograman dasar kelas X, di dalam media terdapat video animasi