• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Biaya Dan Manfaat Pada Sertifikasi RSPO Bagi Perusahaan Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Biaya Dan Manfaat Pada Sertifikasi RSPO Bagi Perusahaan Kelapa Sawit"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PADA SERTIFIKASI

RSPO BAGI PERUSAHAAN KELAPA SAWIT

TESIS

Oleh:

MUHAMMAD RIDHO NASUTION 097039031/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PADA SERTIFIKASI

RSPO BAGI PERUSAHAAN KELAPA SAWIT

TESIS

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh:

MUHAMMAD RIDHO NASUTION 097039031/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul : ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PADA SERTIFIKASI RSPO BAGI PERUSAHAAN KELAPA SAWIT

Nama : MUHAMMAD RIDHO NASUTION

NIM : 097039031

Program Studi : Magister Agribisnis

Menyetujui

Komisi Pembimbing,

Ketua

(Ir. Diana Chalil, MSi, Ph.D)

Anggota

(H. M. Mozart B. Darus, M.Sc)

Ketua Program Studi,

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS)

Dekan,

(4)

Telah diuj i dan diny atakan LULUS di de pan Ti m Penguji pa da Sabt u , 26 Agu stu s 201 3.

Tim Penguji

Ketua : Ir. Diana Chalil, MSi, Ph.D

Anggota :

1. H.M. Mozart B. Darus, M.Sc

2. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul:

ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PADA SERTIFIKASI RSPO BAGI

PERUSAHAAN KELAPA SAWIT.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 31 September 2013

Yang membuat pernyataan,

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Muhammad Ridho Nasution, lahir di Pematang Siantar pada tanggal 26

Desember 1980 anak dari Bapak H.M. Thamrin Nasution dan ibu Hj. Idayati Lubis.

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 1987, masuk Sekolah Dasar Negeri 4 Pematang Siantar tamat tahun

1993.

2. Tahun 1993, masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 4 Pematang

Siantar, tamat tahun 1996.

3. Tahun 1996, masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri 4 Pematang

Siantar, tamat tahun 1999.

4. Tahun 1999, masuk Universitas Padjadjaran Fakultas Pertanian Jurusan Hama

dan Penyakit Tumbuhan, tamat tahun 2004.

5. Tahun 2009, melanjutkan pendidikan S-2 di Program Studi Magister

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas berkat dan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: “ANALISIS

BIAYA DAN MANFAAT PADA SERTIFIKASI RSPO BAGI PERUSAHAAN

KELAPA SAWIT” dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang

membantu dalam penyelesaian tesis ini, sebagai berikut:

1. Ibu Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah

banyak memberikan motivasi, arahan dan bimbingan.

2. Bapak H.M. Mozart B. Darus, M.Sc, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang

telah banyak memberikan motivasi, arahan dan bimbingan.

3. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku Ketua Program Studi Magister Agribisnis

yang telah bersedia menguji, memberikan, arahan dan bimbingan.

4. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Dosen/Staf Pengajar Program Studi

Magister Agribisnis yang telah bersedia menguji, memberikan masukan, arahan

dan bimbingan.

5. Seluruh staf pengajar, staf akademik dan pegawai di Departemen Agribisnis

yang telah membantu kelancaran penyelesaian tesis ini.

6. Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan

istri tercinta Yunita Lestari Utami Harahap, SE serta anak-anak tersayang

(8)

Khairunnisa Nasution juga seluruh keluarga yang telah mendorong dan

memotivasi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

7. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada segenap

karyawan pimpinan dan pelaksana PTPN IV Bagian Perencanaan, Bagian

Pemasaran, Unit Kebun Dolok Ilir, Unit Kebun Pulu Raja dan Unit Kebun

Berangir yang telah memberikan segala informasi yang dibutuhkan dalam

penelitian ini.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak.

Medan, Oktober 2012

(9)

ABSTRAK

MUHAMMAD RIDHO NASUTION (097039031/MAG). Judul Tesis yaitu Analisis

Biaya dan Manfaat pada Sertifikasi RSPO Bagi Perusahaan Kelapa Sawit (Di bawah bimbingan Ir. Diana Chalil, MSi, Ph.D sebagai ketua dan H. M. Mozart B. Darus, MSc sebagai anggota).

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi yang mendapat perhatian luas di pasar internasional. Perkembangannya yang pesat menimbulkan kekhawatiran banyak pihak akan dampaknya terhadap lingkungan. Untuk itu Forum RSPO mengeluarkan sertifikasi pengelolaan yang berkesinambungan. Namun biaya pembuatannya cukup besar, sementara peningkatan harga jualnya bersifat voluntary. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis komponen-komponen biaya dan manfaat, menganalisis perbandingan antara biaya langsung dan tidak langsung terhadap peningkatan produksi dan pemasaran, menganalisis manfaat langsung dan tidak langsung dengan harga jual, jumlah penjualan dan jangkauan pasar serta menganalisis manfaat jangka pendek dan jangka panjang sertifikasi RSPO. Data yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari data biaya dan manfaat pelaksanaan sertifikasi RSPO dari tahun 2009 sampai dengan 2012 di PTPN IV dan instansi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Metode analisis yang digunakan yaitu metode deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen biaya RSPO di Perusahaan Kelapa Sawit terdiri dari dokumen dan non dokumen. Persentase jumlah komponen biaya tidak langsung lebih besar yaitu 83,33 % dari biaya langsung yaitu 16,67 %. Biaya produksi sebelum dan sesudah sertifikasi RSPO tidak berbeda nyata sebab sebagian besar prinsip dan kriteria sudah diterapkan sebelum sertifikasi RSPO. Manfaat langsung yang diterima sesudah sertifikasi RSPO belum berpengaruh terhadap peningkatan harga jual, volume penjualan dan jangkauan pasar CPO. Manfaat tidak langsung yang diterima sesudah penerapan RSPO belum berpengaruh terhadap peningkatan produksi, penurunan angka kecelakaan kerja, penurunan kasus konflik lahan dan penurunan kasus kebakaran. Manfaat RSPO jangka pendek yaitu perusahaan PTPN IV dapat meningkatnya harga jual, volume penjualan dan jangkaun pasar ekspor CPO yang lebih luas terutama ke negara-negara Eropa. Manfaat jangka panjang PTPN IV mampu bersaing bukan hanya dalam negeri namun ke kancah Eropa, CPO yang diproduksi merupakan produk yang memiliki mutu yang unggul sesuai standard internasional serta berwawasan lingkungan.

(10)

ABSTRACT

Palm oil is one commodity that gained widespread attention in the international market. The rapid development raises many concerns will impact on the environment. For the Forum RSPO certified sustainable management issued. However, considerable manufacturing cost , while increasing its selling price to be voluntary. The purpose of this study is to analyze the components of costs and benefits, analyzing the ratio between direct and indirect costs to the increase in production and marketing, analyzing the direct and indirect benefits to the selling price, the amount of sales and market reach and analyze the short-term benefits and long-term RSPO certification. Data used in the study was obtained from the data costs and benefits of implementing the RSPO certification from 2009 to 2012 in PTPN IV and other agencies associated with this research. The analytical method used is descriptive method.

The results showed that the component costs in the RSPO Palm Oil Company consists of documents and non-documents. Percentage of indirect cost component is 83.33 % greater than the direct cost of 16.67 %. Production costs before and after the RSPO certification was not significantly different because most of the principles and criteria of the RSPO certification has been applied before. Direct benefits received RSPO certification after not affect the increase in selling prices, sales volume and market reach CPO. Indirect benefits received after the implementation of RSPO not affect the increased production, decreased number of accidents, reduction of land conflicts and reduction of fire cases. RSPO short-term benefits that the company PTPN IV can increase the selling price, sales volume and market reach wider CPO export mainly to European countries. Long-term benefits of PTPN IV able to compete not only in the country but to the European scene, CPO produced a product that has superior quality according to international standards as well as environmentally sound.

(11)

DAFTAR ISI

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 23

3.2. Metode Pengumpulan Data ... 23

3.3. Metode Analisis Data ... 24

3.4. Defenisi Operasional ... 26

3.5. Batasan Operasional ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 28

4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian ... 28

4.1.1. Riwayat Singkat Perusahaan……… 28

4.1.2. Struktur Organisasi………. 29

4.1.3. Sertifikasi ……….. 31

4.1.4. Unit Usaha kebun Dolok Ilir-PTPN IV ……….. 32

4.1.5. Unit Usaha Kebun Pabatu-PTPN IV ………... 32

4.2.2.2. Memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku…….. 38

(12)

4.2.2.4. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh

perkebunan dan pabrik……… 41

4.2.2.5. Tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati………... 45

4.2.2.6. Tanggung jawab kepada pekerja, individu-individu dan komunitas dari kebun dan pabrik………. 48

4.2.2.7. Pengembangan perkebunan baru secara bertanggung jawab……….. 50

4.2.2.8. Komitmen terhadap perbaikan terus-menerus pada wilayah-wilayah utama aktifitas………. 50

4.3. Pengelompokan Biaya RSPO ... 51

4.4. Biaya produksi………... 62

4.5. Manfaat RSPO……….. 63

4.5.1. Manfaat Langsung ……… 63

4.5.2. Manfaat Tidak Langsung ………. 66

4.5.3. Manfaat Jangka Pendek dan Jangka Panjang ……… 69

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

5.1. Kesimpulan ... 70

5.2. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1. Unit Kebun/PKS di PTPN IV yang Sudah Tersertifikasi RSPO…. 23

2. Biaya prinsip 1 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja……….... 36

3. Biaya prinsip 2 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja………. 38

4. Biaya prinsip 3 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja………. 40

5. Biaya prinsip 8 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja………. 50

6. Pengelompokan Biaya RSPO……… 51

7. Uji Beda Rata-rata Biaya Produksi sebelum dan sesudah RSPO di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja………... 62

8. Jangkauan Pasar CPO Khusus ke Uni Eropa……… 66

9. Uji Beda Rata-rata Produksi CPO Sebelum dan Sesudah RSPO di Unit Kebun Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja………. 67

10. Angka Kecelakaan Kerja Tahun 2009 s.d 2012 di Unit Kebun Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja………... 68

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

1. Skema Kerangka Pemikiran ………..…. 20

2. Struktur Organisasi PTPN IV ………... 30

3. Bagan Alir Proses Pelaksanaan RSPO di PTPN IV ……… 34

4. Grafik Perkembangan Harga Hasil Ekspor CPO PTPN IV ………. 64

(15)

ABSTRAK

MUHAMMAD RIDHO NASUTION (097039031/MAG). Judul Tesis yaitu Analisis

Biaya dan Manfaat pada Sertifikasi RSPO Bagi Perusahaan Kelapa Sawit (Di bawah bimbingan Ir. Diana Chalil, MSi, Ph.D sebagai ketua dan H. M. Mozart B. Darus, MSc sebagai anggota).

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi yang mendapat perhatian luas di pasar internasional. Perkembangannya yang pesat menimbulkan kekhawatiran banyak pihak akan dampaknya terhadap lingkungan. Untuk itu Forum RSPO mengeluarkan sertifikasi pengelolaan yang berkesinambungan. Namun biaya pembuatannya cukup besar, sementara peningkatan harga jualnya bersifat voluntary. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis komponen-komponen biaya dan manfaat, menganalisis perbandingan antara biaya langsung dan tidak langsung terhadap peningkatan produksi dan pemasaran, menganalisis manfaat langsung dan tidak langsung dengan harga jual, jumlah penjualan dan jangkauan pasar serta menganalisis manfaat jangka pendek dan jangka panjang sertifikasi RSPO. Data yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari data biaya dan manfaat pelaksanaan sertifikasi RSPO dari tahun 2009 sampai dengan 2012 di PTPN IV dan instansi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Metode analisis yang digunakan yaitu metode deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen biaya RSPO di Perusahaan Kelapa Sawit terdiri dari dokumen dan non dokumen. Persentase jumlah komponen biaya tidak langsung lebih besar yaitu 83,33 % dari biaya langsung yaitu 16,67 %. Biaya produksi sebelum dan sesudah sertifikasi RSPO tidak berbeda nyata sebab sebagian besar prinsip dan kriteria sudah diterapkan sebelum sertifikasi RSPO. Manfaat langsung yang diterima sesudah sertifikasi RSPO belum berpengaruh terhadap peningkatan harga jual, volume penjualan dan jangkauan pasar CPO. Manfaat tidak langsung yang diterima sesudah penerapan RSPO belum berpengaruh terhadap peningkatan produksi, penurunan angka kecelakaan kerja, penurunan kasus konflik lahan dan penurunan kasus kebakaran. Manfaat RSPO jangka pendek yaitu perusahaan PTPN IV dapat meningkatnya harga jual, volume penjualan dan jangkaun pasar ekspor CPO yang lebih luas terutama ke negara-negara Eropa. Manfaat jangka panjang PTPN IV mampu bersaing bukan hanya dalam negeri namun ke kancah Eropa, CPO yang diproduksi merupakan produk yang memiliki mutu yang unggul sesuai standard internasional serta berwawasan lingkungan.

(16)

ABSTRACT

Palm oil is one commodity that gained widespread attention in the international market. The rapid development raises many concerns will impact on the environment. For the Forum RSPO certified sustainable management issued. However, considerable manufacturing cost , while increasing its selling price to be voluntary. The purpose of this study is to analyze the components of costs and benefits, analyzing the ratio between direct and indirect costs to the increase in production and marketing, analyzing the direct and indirect benefits to the selling price, the amount of sales and market reach and analyze the short-term benefits and long-term RSPO certification. Data used in the study was obtained from the data costs and benefits of implementing the RSPO certification from 2009 to 2012 in PTPN IV and other agencies associated with this research. The analytical method used is descriptive method.

The results showed that the component costs in the RSPO Palm Oil Company consists of documents and non-documents. Percentage of indirect cost component is 83.33 % greater than the direct cost of 16.67 %. Production costs before and after the RSPO certification was not significantly different because most of the principles and criteria of the RSPO certification has been applied before. Direct benefits received RSPO certification after not affect the increase in selling prices, sales volume and market reach CPO. Indirect benefits received after the implementation of RSPO not affect the increased production, decreased number of accidents, reduction of land conflicts and reduction of fire cases. RSPO short-term benefits that the company PTPN IV can increase the selling price, sales volume and market reach wider CPO export mainly to European countries. Long-term benefits of PTPN IV able to compete not only in the country but to the European scene, CPO produced a product that has superior quality according to international standards as well as environmentally sound.

(17)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Minyak sawit adalah minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit,

digunakan baik untuk konsumsi makanan maupun nonmakanan. Total produksi

minyak sawit dunia diperkirakan lebih dari 45 juta ton, dengan Indonesia dan

Malaysia sebagai produsen dan eksportir utama dunia, kemudian India, Cina, dan Uni

Eropa sebagai importir utama (World Growth, 2011).

Industri minyak sawit mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa

dasawarsa terakhir, dan menjadi kontributor penting dalam pasar minyak nabati

dunia. Harga kontrak berjangka sawit (Palm-oil futures) di Bursa Malaysia (Malaysia Derivatives Exchange) bahkan mencapai rekor 4,298 Malaysian ringgit per ton (pada 3 Maret 2008) seiring meroketnya permintaan dari China dan langkanya pasokan

minyak nabati yang lain (sebagai substitusi). Apalagi penggunaan minyak sawit

(palm oil) sebagai bahan baku biodiesel, membuat harganya terus meningkat seiring naiknya harga minyak bumi (crude oil) yang selalu diatas $100 per barrel sejak 2008 dimulai (Purwantoro, R.N., 2008).

Namun demikian popularitas minyak sawit (palm oil) dipandang buruk oleh

banyak konsumen di negara maju. Di Eropa, mulai terlihat tanda boikot terhadap

produk sawit yang berasal dari pembukaan hutan alam. Uni Eropa sudah melarang

impor biodiesel yang berasal dari perkebunan hasil pembukaan hutan. Kelompok

(18)

meningkatnya harga CPO (crude palm oil) – yang dijuluki "green gold" (Purwantoro, 2008).

Pemasaran produksi sawit di pasar internasional saat ini harus berhadapan

dengan persaingan yang semakin gencar dari negara lain. Persaingan yang terjadi

tidak hanya berasal dari sisi kuantitas, kualitas dan harga produk, namun juga telah

melibatkan orientasi pengelolaan yang harus sudah mengarah pada pengelolaan sawit

yang berkelanjutan. Indikator internasional untuk pengelolaan tersebut yang

digunakan saat ini adalah kepemilikan sertifikat RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil). RSPO mensyaratkan pengelolaan kebun dan pabrik kelapa sawit yang tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan terhadap lingkungan biologi, fisik

dan sosial.

Mulai Juli 2008, ASDA Group Ltd., anak perusahaan Wal-Mart Stores Inc.

yang merupakan perusahaan ritel terbesar di Inggris, tidak akan menjual produk yang

dihasilkan dari minyak sawit asal Indonesia kecuali memiliki sertifikasi (green

certification plan). Beberapa SPBU di Eropa, seperti OKQ8 di Swedia, yang merupakan unit usaha Kuwait Petroleum Corp., membatalkan niat menjual biodiesel

berbasis sawit dan memilih bahan baku yang lain. Dibawah tekanan retailers dan

kelompok pecinta lingkungan, perusahaan makanan dan consumer goods USA dan

Eropa menjadi pelopor standar industri sawit yang lebih tinggi. RSPO, yang didirikan

tahun 2003, berharap produsen minyak sawit bersertifikasi dapat mulai menjual

produk yang berasal dari "sustainable plantations” di 2008. Anggota RSPO yang lebih dari 200 perusahaan memiliki pangsa 40 % perdagangan sawit dunia

(19)

Pada perkembangannya sejak tahun 2008, RSPO mendata hanya 17 pabrik

pengolahan kelapa sawit yang sudah tersertifikasi yang terdapat hanya di dua negara,

yaitu Malaysia dan Papua Nugini. Kemudian terjadi penambahan hingga tahun 2012

terhitung 29 perusahaan kelapa sawit yang memiliki 135 pabrik pengolahan yang

sudah bersertifikat tersebar di 6 negara, yaitu: Brazil, Kolombia, Indonesia, Malaysia,

Papua Nugini dan Kepulauan Solomon. Diperkirakan jumlah pabrik pengolahan

terserfikasi tersebut bertambah sebesar 8 kali lipat dalam kurun waktu 3 tahun

(RSPO, 2012).

Pada pertemuan ke-8 (Roundtable Meeting/RT-8) RSPO di Jakarta mencuat

fakta pengingkaran komitmen konsumen, terutama dari sejumlah negara Eropa, untuk

membeli crude palm oil (CPO) bersertifikat RSPO dengan harga premium. Dana dari hasil pelaksanaan sertifikasi dengan harga premium tersebut digunakan RSPO untuk

membiayai program sertifikasi sampai kepada petani-petani kecil. Namun, Gabungan

Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menolak dan menyatakan kepada

Pemerintah bahwa sertifikasi RSPO jelas bukan hal yang prioritas untuk petani skala

kecil (Lestari, D., 2010).

Gapki terus berjuang dan mendorong pemerintah untuk melepaskan diri dari

belenggu RSPO karena terindikasi adanya kritik dari sejumlah lembaga sosial

masyarakat (LSM) asing terhadap perkebunan sawit Indonesia seperti Green Peace, yang terkesan sebagai politik dagang sejumlah negara importir CPO. Hasilnya

terbentuklah Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) (Lestari, D., 2010).

Biaya yang dibutuhkan suatu perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk

(20)

• Penilaian areal/lahan-High Concervation Value (HCV), biaya yang dibutuhkan mulai dari persiapan sampai selesainya proses penilaian HCV ini lebih kurang

US $ 30/Ha,

• Proses sertifikasi, biaya kebutuhan tenaga staf khusus US$ 2,13 - $ 3,54/Ha,

biaya pelatihan US$ 0,09 - $ 23,10/Ha, biaya corrective actions US$ 3,74 - $ 10,99/Ha dan biaya perpanjangan sertifikat serta perawatannya berkisar US$

2,43 - $ 13,03/Ha. (RSPO, 2012)

Manfaat dari RSPO diantaranya adanya pengaruh pertambahan nilai harga

CPO di pasar CPO dunia khususnya Uni Eropa dan produk CPO yang ada di negara

kita diterima oleh banyak pembeli di pasar internasional. Menurut hasil studi World Wildlife Find, lembaga konservasi dunia, manfaat ekonomi penjualan CSPO berkisar 0,5 - 50 US$/ton lebih tinggi dari non-CSPO (Listianingsih W. et al, 2012). Namun realisasi harga premium tersebut sangat ditentukan oleh negosiasi antara produsen

dan pembeli CSPO karena sertifikasi RSPO tersebut masih bersifat sukarela

(volunteer).

Menurut RSPO (2012) perkebunan kelapa sawit yang dikelola negara/BUMN

yang telah memperoleh sertifikat RSPO yaitu PTPN III dan PTPN IV. Perusahaan

perkebunan BUMN tersebut mempertimbangkan perlunya mendapatkan sertifikasi

RSPO karena selain pentingnya kepedulian terhadap lingkungan dalam industri

kelapa sawit juga adanya permintaan pasar akan CSPO (Certified Sustainable Palm

(21)

Dari uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk menganalisis biaya

dan manfaat sertifikasi RSPO pada perkebunan kelapa sawit.

1.2.

1. Apakah komponen-komponen biaya dan manfaat pada sertifikasi RSPO di

perkebunan kelapa sawit?

Identifikasi Masalah

2. Bagaimana perbedaan antara biaya langsung dan tidak langsung terhadap

produksi dan pemasaran sebelum dan sesudah sertifikasi RSPO di perkebunan

kelapa sawit?

3. Bagaimana perbedaan antara manfaat langsung dan tidak langsung terhadap harga

jual, jumlah penjualan dan jangkauan pasar sebelum dan sesudah sertifikasi

RSPO di perkebunan kelapa sawit?

4. Bagaimana manfaat yang diterima dalam jangka pendek dan jangka panjang

sebelum dan sesudah penerapan RSPO di perkebuna kelapa sawit?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis komponen-komponen biaya dan manfaat pada sertifikasi

RSPO di perkebunan kelapa sawit,

2. Untuk menganalisis perbedaan antara biaya langsung dan tidak langsung terhadap

produksi dan pemasaran sebelum dan sesudah sertifikasi RSPO di perkebunan

(22)

5. Untuk menganalisis perbedaan perbedaan antara manfaat langsung dan tidak

langsung terhadap harga jual, jumlah penjualan dan jangkauan pasar sebelum dan

sesudah sertifikasi RSPO di perkebunan kelapa sawit,

6. Untuk menganalisis manfaat sertifikasi RSPO yang diterima dalam jangka pendek

dan jangka panjang di perkebunan kelapa sawit.

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan pemasaran CPO

baik dari perkebunan kelapa sawit bersertifikat RSPO dan ISPO maupun dari

perkebunan belum bersertifikat RSPO dan ISPO.

2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan sertifikasi ISPO oleh

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit

Kelapa sawit, yang dihasilkan dari buah pohon kelapa sawit Afrika (Elaeis guineensis), sudah menjadi komoditi pertanian global utama, yang digunakan dalam sejumlah besar produk pangan dan non-pangan dan akhir-akhir ini dipandang sebagai

bahan bakar nabati yang menjanjikan. Kelapa sawit secara menyeluruh diolah di

negara berkembang wilayah tropis yang lembab dan menjadi landasan penting bagi

perekonomian setempat, baik untuk ekspor maupun sebagai bahan mentah industri

lokal (Teoh, C.H., 2010).

Harga minyak dan inti sawit relatif terus meningkat dalam 20 tahun terakhir

kecuali tahun 2008, akibat dampak krisis global saat itu. Permintaan minyak dan inti

sawit terus meningkat, khususnya dari negara maju seperti Eropa dan Amerika.

Sedangkan negara China dan India telah menyerap hampir dua pertiga produksi

minyak sawit Indonesia yang angka produksinya diperkirakan akan mencapai 25 juta

ton tahun ini. China menampung 6,65 juta ton, dan India mengimpor 7,1 juta ton

minyak sawit Indonesia tahun 2012.Luas perkebunan sawit di Indonesia dalam 20

tahun terakhir juga menagalami peningkatan dari hanya sekitar 500.000 hektar tahun

1990-an, menjadi 11,5 juta hektar tahun ini. Pemerintah Indonesia dan pengusaha

sawit memetakan masih tersedianya stok lahan sekitar 29 juta hektar lagi untuk

(24)

Standar-standar produk dan proses untuk kesehatan, kesejahteraan, kualitas,

ukuran dan berbagai pengukuran dapat menciptakan hambatan perdagangan dengan

menyingkirkan produk yang tidak memenuhi standar. Prosedur pengujian dan

sertifikasi biasanya mahal, menyita waktu dan sulit diterapkan. Standar seperti ini

dapat dipergunakan untuk merintangi perdagangan (Simamora, 2000).

Dalam lingkup ekonomi pengertian dari manfaat adalah nilai barang dan jasa

bagi konsumen, sedangkan pengertian biaya adalah manfaat yang tidak diambil atau

yang lepas dan hilang (opportunity). Pemanfaatan analisis manfaat dan biaya pada masalah lingkungan adalah suatu usaha untuk menanggulangi masalah pencemaran

lingkungan. Analisis ini digunakan sebagai sistematika penilaian terhadap

keuntungan dan kerugian dari terjadinya segala perubahan dalam produksi dan

konsumsi masyarakat. Manfaat dari penerapan analisis manfaat dan biaya adalah

pengurangan biaya polusi baik itu biaya untuk menghidari kerusakan karena polusi

maupun biaya yang merusak kesejahteraan individu maupun masyarakat. Selain itu

juga mencakup biaya program, yang merupakan segala pengeluaran pemerintah, yang

diukur dengan nilai pemanfaatan dari sumber daya yang digunakan untuk

pelaksanaan program tersebut (Anonimous, 2011).

2.2. RSPO

(25)

transparansi; (2) memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku; (3) komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang; (4) penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik; (5) tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati; (6) tanggung jawab kepada pekerja, individu dan komunitas dari kebun dan pabrik; (7) pengembangan perkebunan baru secara bertanggung jawab; dan (8) komitmen terhadap perbaikan terus-menerus pada wilayah utama aktivitas (Drajat, B. 2009).

Organisasi ini dimulai pada 2003 sebagai kerja sama informal antara Aarhus United UK Ltd, WWF (World Wildlife Fund), Golden Hope Plantations Berhad,

Migros, the Malaysian Palm Oil Association, Sainsbury, dan Unilever. RSPO telah memiliki 892 anggota yang berasal dari produsen, manufaktur, perbankan, retail,

NGO dan CPO trader. Dengan rincian, anggota ordinary (biasa) berjumlah 659,

anggota afiliasi sebanyak 100 dan Supply Chain Associates berjumlah 133 anggota

(RSPO, 2012).

Anggota biasa RSPO yang berjumlah 659 orang terdiri dari tujuh kategori

pemangku kepentingan (stakeholder) yaitu 17% perusahaan kelapa sawit, 35,4%

pedagang dan pemroses minyak sawit, 35,1% konsumen/industri minyak sawit, 6,9 %

pengecer, 1,5% Bank dan Investor, 2,5% Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) bidang

lingkungan / Konservasi Alam dan 1,3% LSM bidang social / pembangunan (RSPO,

2012).

Indonesia merupakan Negara ke empat terbesar dari seluruh stakeholdernya

(26)

anggota RSPO yaitu Inggris, Malaysia, Jerman, Indonesia, Belanda, Perancis,

Amerika, Singapura, Swiss dan Australia (RSPO, 2012).

Anggota Biasa adalah setiap organisasi yang memiliki keterlibatan langsung

dalam rantai pasokan minyak sawit, atau LSM yang terkait. Anggota-anggota

mempunyai hak suara di Majelis Umum dan dapat terbuka menyatakan bahwa

mereka adalah anggota RSPO. Anggota Afiliasi adalah individu atau organisasi

dengan keterlibatan langsung atau kepentingan dalam rantai pasokan minyak sawit,

tidak memiliki hak suara dan tidak memiliki hak untuk mengklaim mereka adalah

anggota RSPO. Supply Chain Associates adalah organisasi-organisasi yang aktif

dalam rantai pasokan minyak sawit bersertifikat RSPO yang tidak membeli produk

kelapa sawit lebih dari 500 juta ton / tahun. Mereka tidak memiliki hak suara di

Majelis Umum RSPO. Mereka diperbolehkan untuk publik negara mereka adalah

anggota Asosiasi RSPO (RSPO, 2012).

Pada tahun 2011 RSPO membuat merek dagang RSPO yang memungkinkan

konsumen mengambil keputusan bijaksana dalam memilih produk yang ingin mereka

konsumsi. Selain itu, dengan mencantumkan merek dagang RSPO pada kemasan

produknya, produsen keperluan rumah tangga seperti margarin, kue, cokelat, sabun

dan kosmetik dapat mendemonstrasikan komitmen mereka terhadap minyak sawit

berkelanjutan kepada konsumen dan publik. Anggota RSPO kini dapat menggunakan

merek dagang RSPO pada kemasan produk mereka dan juga dalam segala bentuk

komunikasi yang mereka lakukan berkaitan dengan produk yang mengandung

(27)

Produksi minyak sawit lestari akan tergantung pada kelayakan ekonomi, lingkungan

hidup dan sosial, yang dicapai melalui:

1. Prinsip 1: Komitmen terhadap keterbukaan

2. Prinsip 2: Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku

3. Prinsip 3: Perencanaan manajemen untuk mencapai kelayakan ekonomi dan

keuangan jangka panjang

4. Prinsip 4: Digunakannya praktik usaha yang baik oleh para produsen dan pabrik

pengolah

5. Prinsip 5: Tanggung jawab lingkungan hidup dan konservasi sumber daya alam

serta keanekaragaman hayati.

6. Prinsip 6: Pertimbangan yang bertanggung jawab para karyawan dan perorangan

serta masyarakat yang terkena dampak dari produsen dan pabrik pengolah.

7. Prinsip 7: Pengembangan perkebunan baru yang bertanggung jawab

8. Prinsip 8: Komitmen terhadap peningkatan sinambung di bidang kegiatan utama.

Organisasi RSPO mencatat baru dua BUMN perkebunan kelapa sawit di

Indonesia yang sudah memegang sertifikat RSPO bagi beberapa lahannya. Hal ini

dikarenakan porsi lahan penggarapan BUMN yang sedikit jika dibandingkan dengan

lahan yang digarap perusahaan swasta. BUMN hanya mengerjakan sekira 600 ribu ha

dari 7,6 juta ha lahan sawit yang ada di Indonesia. Selain itu, BUMN juga terkendala

masalah dokumentasi karena sebagian besar prinsip dan kriteria RSPO sudah

dilaksanakan namun dokumentasinya kurang lengkap. Sampai saat ini, RSPO

Indonesia telah memberikan sertifikat kepada 24 lahan kelapa sawit di Indonesia yang

(28)

22 lahan yang sudah disertifikasi tetapi masih menunggu proses sertifikat. Dari

jumlah itu, hanya dua BUMN yaitu PTPN III dan PTPN IV yang telah mendapatkan

sertifikat RSPO untuk beberapa lahannya. PTPN III dan IV merencanakan seluruh

unit perkebunan kelapa sawitnya memperoleh sertifikasi RSPO (RSPO, 2012).

Salah satu pertimbangan utama bagi perusahaan perkebunan untuk

mendapatkan atau tidak mendapatkan sertifikat RSPO adalah tingginya biaya baik

untuk proses pemenuhan persyaratan maupun untuk pengurusan sertifikatnya. Biaya

untuk pembuatan sertifikat yang besar tentunya mempengaruhi biaya produksi yang

dikeluarkan perusahaan perkebunan dalam memproduksi kelapa sawit berbeda

dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh perkebunan tidak bersertifikat RSPO.

Pertimbangan lain adalah ketidakpastian terhadap kompensasi CPO yang

dihasilkan setelah perusahaan perkebunan bersertifikat RSPO. Dari segi harga CPO

ada perbedaan antara yang telah bersertifikat dan yang belum yakni yang dikenal

dengan harga premium. Perbedaan selisih harga US$ 10 sampai US$50 per ton CPO

di atas harga CPO yang belum sertifikat. Walaupun harga premium itu sendiri tercipta

dari perundingan antara penjual dengan pembeli. Karena sebetulnya sertifikasi RSPO

tidak bersifat mandatory (wajib), tapi voluntary (sukarela). Karena bukan mandatory, akhirnya soal harga ditentukan antara si penjual dan si pembeli (Utomo, 2010).

Menurut RSPO (2012) bahwa manfaat dari sertifikasi RSPO bagi perkebunan

(29)

Pendapatan dan Pemasaran

Dengan sertifikasi RSPO, perusahaan perkebunan kelapa sawit dapat

mempertahankan posisi tawarnya di pasar internasional khususnya di Uni Eropa dan

Amarika Utara dan mengklaim memperoleh harga premium US$ 0 – $10 /ton CPO.

Operasional

Melalui sertifikasi RSPO perusahaan memperoleh manfaat yaitu:

• Memperbaiki dan melengkapi dokumen-dokumen yang ada pada perusahaan

perkebunan serta menyesuaikan dan menyeragamkan kegiatan operasional dan

dokumen di seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit,

• Penurunan biaya pemakaian rutin herbisida dan pestisida sebesar

masing-masing US$ 250.000 dan $ 73.859/Ha,

• Angka kecelakaan menurun sampai 42 %.

Hubungan Masyarakat Sosial

Berdasarkan hubungan masyarakat sosial, RSPO bermanfaat:

• Permasalahan konflik dengan masyarakat seperti pembebasan lahan garapan,

polusi, dan sebagainya dapat dikendalikan atau menurun,

• Meningkatkan hubungan dengan para pemangku kepentingan lokal, termasuk

pemerintah, tenaga kerja, masyarakat sipil dan pembeli.

Menjadi anggota RSPO, penerima manfaat pertama adalah perusahaan itu

sendiri. Dengan sertifikasi yang diperoleh dari RSPO, maka PKS tersebut akan bebas

(30)

Perlu diketahui tidak semua negara di dunia mengakui RSPO. Pasar utama

yang mengakui adalah negara Eropa, sementara negara seperti India, China, Amerika

Latin tidak mengakui RSPO. Dengan demikian bagi perusahaan yang tidak atau

menolak menjadi anggota RSPO memiliki alternatif pasar yang mau menerima CPO.

Namun demikian, Eropa adalah pasar yang strategis bagi CPO. Sehingga

sangat baik bagi PKS untuk menjadi anggota RSPO. Tanpa RSPO

perusahaan-perusahaan tersebut tidak akan bisa bebas memasuki pasar Eropa.

Pada intinya RSPO ini berkepentingan terhadap peningkatan hasil produksi

sawit yang berkelanjutan dan mengkontrol seluruh proses produksi minyak sawit

sesuai dengan standar kesehatan dan hukum internasional.

2.3. Landasan Teori

2.3.1. Analisis Manfaat dan Biaya

Manfaat merupakan nilai barang dan jasa bagi konsumen, sedangkan biaya

merupakan manfaat yang tidak diambil, atau lepas dan hilang (opportunity cost). Berkaitan dengan lingkungan, orang telah mencoba menentukan biaya pembuangan

sampah atau limbah yang disebut biaya pencegahan polusi dan biaya polusi. Biaya

pencegahan polusi adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mencegah

sebagian atau keseluruhan polusi sebagai akibat kegiatan produksi atau konsumsi,

sedangkan biaya polusi merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk

menghindari kerusakan akibat polusi dan kerusakan kesejahteraan masyarakat

(31)

Analisis manfaat biaya secara umum diartikan sebagai penilaian yang

sistematis terhadap seluruh manfaat dan seluruh biaya yang akan timbul dari suatu

tindakan atau beberapa tindakan alternatif. Dalam analisis ini pengambilan keputusan,

apakah perlu dilakukan tindakan atau tidak, didasarkan atas besarnya angka

perbandingan antara seluruh manfaat dengan seluruh biaya yang akan timbul dari

tindakan tersebut. Analisis diterapkan pada program penanggulangan atau

pencegahan polusi. Manfaat program tersebut adalah pengurangan biaya polusi.

Biaya program adalah segala pengeluaran perusahaan, dan ini dapat diukur dengan

nilai pemanfaatan lain sumber daya yang diperlukan untuk pelaksanaan program

(Reksohadipurodjo S, 2000).

William N. Dunn (2000) menyatakan bahwa analisis biaya manfaat adalah

suatu pendekatan untuk rekomendasi kebijakan yang memungkinkan analis

membandingkan dan menganjurkan suatu kebijakan dengan cara menghitung total

biaya dalam bentuk uang dan total keuntungan dalam bentuk uang. Analisis biaya

manfaat selain dapat digunakan untuk merekomendasikan tindakan kebijakan, dapat

juga digunakan untuk mengevaluasi kinerja kebijakan.

Menurut Kadariah (1999) bahwa manfaat yang akan terjadi pada suatu proyek

dapat dibagi menjadi tiga yaitu manfaat langsung, manfaat tidak langsung dan

manfaat terkait.

1) Manfaat Langsung

Manfaat langsung dapat berupa peningkatan output secara kualitatif dan kuantitatif

akibat penggunaan alat-alat produksi yang lebih canggih, keterampilan yang lebih

(32)

2) Manfaat Tidak Langsung

Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang muncul di luar proyek, namun sebagai

dampak adanya proyek. Manfaat ini dapat berupa meningkatnya pendapatan

masyarakat disekitar lokasi proyek.

3) Manfaat Terkait

Manfaat terkait yaitu keuntungan-keuntungan yang sulit dinyatakan dengan sejumlah

uang, namun benar-benar dapat dirasakan, seperti keamanan dan kenyamanan. Dalam

penelitian ini untuk penghitungan hanya didapat dari manfaat langsung dan sifatnya

terbatas, karena tingkat kesulitan menilainya secara ekonomi.

2.4. Penelitian Terdahulu

Ginting (2011) dalam penelitian berjudul Analisis Komparasi Pendapatan

Antara Perkebunan Bersertifikasi Dengan Perkebunan Tidak Bersertifikasi

Roundtable On Sustainable Palm Oil (RSPO) (Studi Kasus: PT Perkebunan

Nusantara Di Sumatera Utara), menunjukkan bahwa 1) Pada perkebunan bersertifikat

dengan perkebunan tidak bersertifikat tidak ada perbedaan harga baik harga nominal

maupun harga riil, ada perbedaan volume penjualan, biaya produksi dan pendapatan

pada tahun 2005-2009. Tidak ada perbedaan harga baik harga nominal maupun harga

riil, volume penjualan, biaya produksi maupun pendapatan pada tahun 2010-Agustus

2011; 2) Pada perkebunan sebelum dan setelah bersertifikat RSPO tidak ada

perbedaan harga baik harga nominal maupun harga riil, volume penjualan, biaya

(33)

Wulandary (2007) dalam penelitian berjudul “Analisis biaya manfaat

pengelolaan lingkungan sentra industri kecil tahu Jomblang Kota semarang” melihat

bagaimana manfaat pengelolaan lingkungan di sentra industri kecil dengan

melakukan analisis biaya manfaat. Langkah yang dilakukan adalah dengan

mengidentifikasi upaya-upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh industri

tahu Jomblang dan mengetahui persepsi pemilik industri terhadap pengelolaan

lingkungan. Analisis biaya manfaat dilakukan dengan menggunakan perhitungan

NPV, IRR dan BCR dan menyimpulkan bahwa dengan membandingkan antara

penerapan pengelolaan lingkungan dengan penerapan produksi bersih, diketahui

biaya produksi sebelum diterapkannya produksi bersih jauh lebih besar yaitu Rp

9.104.986.500,- dibandingkan dengan biaya produksi setelah penerapan produksi

bersih yaitu sebesar Rp 6.373.490.550,- Dengan volume produksi yang sama, maka

setelah adanya penerapan produksi bersih ini keuntungan yang diperoleh oleh industri

menjadi lebih besar yaitu Rp 5.210.879.450,- per satu tahun.

Afari-Sefa et al (2010) dalam penelitian berjudul “Economic Cost-Benefit

Analysis Of Certified Sustainable Cocoa Production in Ghana”. mengeksplorasi potensi petani kakao di Ghana untuk mengembangkan ceruk pasar kakao

bersertifikasi Rainforest Alliance dengan menggunakan NPV, BCR dan IRR.

(34)

penelitian menunjukkan bahwa manfaat sertifikasi terhadap harga produsen kakao

yang bersertifikasi Rainforest Alliance mengalami peningkatan 70-85%.

Romaniuk (2008) dalam penelitian berjudul “Costs and benefits of forest

management certification for Polish State Forests under Forest Stewardship Council scheme”. penelitian ini menyajikan hasil analisis yang dilakukan di empat direktorat regional Hutan Negara Polandia dan dua belas distrik hutan pada musim gugur 2007.

Pada penelitian ini, biaya sertifikasi hutan serta manfaat sertifikasi dibagi menjadi

langsung dan tidak langsung. Biaya langsung berhubungan dengan audit yang

dilakukan di daerah hutan setiap tahun atau setiap 5 tahun, sedangkan biaya sertifikasi

tidak langsung terdiri dari: biaya sosial (misalnya berhubungan dengan keselamatan

pekerja hutan), proses birokrasi tambahan, perubahan dalam pengelolaan hutan dan

biaya alam (seperti kayu mati yang tersisa di hutan, menyisihkan daerah atau pohon

dipertahankan dalam hutan setelah stek). Manfaat langsung terdiri dari: harga

premium dan penjualan tambahan. Manfaat tidak langsung dibagi menjadi moneter

dan non-moneter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya langsung tahunan per

hektar di Direktorat Regional Białystok berkisar 0.019 EUR dan di Direktorat Daerah

Łódź sebesar 0.043 EUR. Biaya per hektar mengalami penurunan pada masing

-masing direktorat tersebut. Untuk biaya tidak langsung misalnya tidak ditemukan

adanya perbaikan pengelolaan hutan dan kegiatan lainnya. Biaya tidak langsung

tertinggi yang diperoleh hampir 400.000 EUR per tahun. Biaya sosial dan birokrasi

sekitar 90.000 EUR per tahun. Hasil survei tidak menemukan adanya pertambahan

penjualan kayu atau harga premium setelah diterapkannya sertifikasi pengelolaan

(35)

beberapa titik lemah dalam struktur organisasi dan lingkungan, yang berpengaruh

terhadap perbaikan keselamatan pekerja hutan dan terhindar dari kerugian.

2.5. Kerangka Pemikiran

Permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh perkebunan kelapa sawit

sudah banyak mendapatkan sorotan. Hal ini terjadi karena kelapa sawit dianggap

sebagai sebuah produk yang tidak berkelanjutan dan tidak ramah lingkungan.

Perkebunan kelapa sawit dianggap menyebabkan berkurangnya daerah resapan air,

pencemaran lingkungan dan pengairan akibat penggunaan pupuk. Agar dapat

diterima di pasar internasional, minyak sawit yang diproduksi haruslah berkelanjutan

(sustainable) dan ramah lingkungan. Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) adalah asosiasi yang dibentuk oleh tujuh sektor dalam industri minyak sawit mulai

dari pekebun, produsen minyak sawit sampai kepada pendana dan LSM. Tujuannya

adalah untuk mempromosikan pengembangan dan penggunaan minyak kelapa sawit

yang berkelanjutan dengan kerjasama di antara mata-mata rantai penyedia produksi

dan dialog terbuka dengan para pemangku kepentingan lainnya. Sebagai bukti

penerapan RSPO, dilakukan audit dan sertifikasi oleh pihak ketiga yang independen

yang berperan sebagai lembaga sertifikasi. Sertifikasi RSPO dapat disebut sebagai

standar internasional bagi legalitas CPO ramah lingkungan, di mana yang menjadi

tanggung jawab besar dalam menerapkan sistem ini adalah dengan memperhatikan

aspek-aspek finansial, lingkungan/ekologi, dan sosial. Dengan berbekal sertifikat

RSPO yang diperoleh pada tahun 2011, maka perkebunan kelapa sawit akan bebas

(36)

Dalam melakukan sertifikasi RSPO perusahaan perkebunan diharuskan untuk

melakukan prinsip dan kriteria yang telah ditetapkan oleh badan RSPO. terdapat 8

prinsip dan 39 kriteria RSPO yang harus dilakukan. Dalam melakukan prinsip dan

kriteria tersebut tentunya akan mengakibatkan biaya (C) yang harus dikeluarkan

perusahaan perkebunan baik biaya yang langsung berkaitan dengan proses produksi

dan pemasaran CPO ataupun biaya yang tidak langsung dengan proses produksi dan

pemasaran CPO.

Pemenuhan sertifikasi RSPO selain menimbulkan biaya juga dapat

memberikan manfaat (B) terhadap perusahaan perkebunan. Manfaat yang diberikan

dapat dilihat dari sisi harga jual, jumlah penjualan dan jangkauan pasar yang diterima

oleh perusahaan perkebunan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka

(37)

Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada

Gambar 1:

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

2.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang sudah dibangun, maka disusun hipotesis

bahwa:

1. Terdapat perbedaan biaya langsung dan tidak langsung sebelum dan sesudah

sertifikasi RSPO pada perkebunan kelapa sawit. Sertifikasi

RSPO

Kegiatan terkait Pemenuhan Prinsip

& Kriteria RSPO

Biaya (C)

Manfaat (B)

Langsung

Tidak

Langsung Langsung

Tidak Langsung

Jangka Pendek

(38)

2. Terdapat perbedaan manfaat langsung dan tidak langsung serta perbedaan

manfaat jangka pendek dan jangka panjang sebelum dan sesudah sertifikasi

(39)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Objek penelitian ditentukan secara Purposive (sengaja) pada perkebunan

PTPN IV yang mempunyai 3 unit kebun yang sudah mendapatkan sertifikat RSPO.

Unit-unit kebun/PKS di PTPN IV yang sudah memperoleh sertifikasi RSPO yaitu

sebagai berikut:

Tabel 1. Unit Kebun/PKS di PTPN IV yang Sudah Tersertifikasi RSPO.

No. Unit Keterangan

1. Dolok Ilir Tersertifikasi RSPO Tahun 2011

2. Pabatu Tersertifikasi RSPO Tahun 2011

3. Pulu Raja Tersertifikasi RSPO Tahun 2011

Sumber: PTPN IV

3.2. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer yang digunakan berupa data yang diperoleh dari petugas/staf

khusus yang menangani dan mengendalikan dokumen RSPO di PTPN IV unit kebun

Dolok Ilir, Pabatu dan PuluRaja melalui wawancara dengan menggunakan daftar

isian/pertanyaan yang terdiri atas biaya-biaya yang terkait dengan pemenuhan prinsip

dan kriteria RSPO serta manfaat yang diperoleh.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari PTPN IV dan instansi-instansi terkait

(40)

Sumatera Utara, kepustakaan dan sumber tertulis lainnya yang berhubungan dengan

penelitian ini.

3.3. Metode Analisis Data

Untuk menganalisis hipotesis 1 tentang perbedaan biaya langsung dan tidak

langsung sebelum dan sesudah sertifikasi RSPO pada perkebunan kelapa sawit

dijelaskan dengan menggunakan metode deskriptif.

Untuk menganalisis hipotesis 2 tentang perbedaan manfaat langsung dan tidak

langsung serta perbedaan manfaat jangka pendek dan jangka panjang sebelum dan

sesudah sertifikasi RSPO pada perkebunan kelapa sawit dijelaskan dengan

menggunakan metode deskriptif.

Kemudian untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan biaya produksi dan

produksi masing-masing unit kebun/PKS yaitu Dolik Ilir, Pabatu dan Pulu Raja

sebelum dan sesudah penerapan RSPO dilakukan uji beda rata-rata antara dua sampel

yang berpasangan (berhubungan) maka digunakan Uji Dua Berpasangan (Paired

Sampel T Test) (Sugiono, 2007) dengan rumus :

T hitung

=

X�1−X�2

�S12

n1+S22n2− 2r��n1S1 ���n2S2 �

dimana:

X1

��� = Biaya rata produksi sebelum RSPO (Rp); Produksi

(41)

X

2 = Biaya rata-rata produksi setelah RSPO (Rp); Produksi rata-rata

setelah RSPO (Kg)

S12 = Standard deviasi Biaya Produksi; produksi sebelum RSPO

S22 = Standard deviasi Biaya Produksi; produksi setelah RSPO

n1 = Jumlah sampel sebelum RSPO

n2 = Jumlah sampel setelah RSPO

Uji Hipotesis :

• T-hitung > T-Tabel maka tolak H0 terima Ha

• T-hitung < T-Tabel maka terima H0 tolak Ha

3.4. Defenisi Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan pengertian dalam

penelitian ini, maka diberikan defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

1. Komponen biaya sertifikasi RSPO yaitu biaya-biaya yang harus dipenuhi Unit

kebun/PKS yang terdiri dari dokumen dan non dokumen.

2. Komponen biaya dokumen terdiri dari rekaman-rekaman, bukti-bukti, program

dan lain-lain yang berkaitan dengan pemenuhan prinsip/kriteria RSPO.

3. Komponen biaya non dokumen berupa kegiatan-kegiatan seperti

pelatihan-pelatihan, pemeliharaan tanaman dan lain-lain yang berkaitan dengan

pemenuhan prinsip dan kriteria RSPO.

4. Biaya langsung dan tidak langsung yaitu biaya-biaya yang berpengaruh atau

(42)

5. Manfaat langsung dan tidak langsung yaitu manfaat-manfaat yang berpengaruh

langsung atau tidak langsung terhadap harga jual, jumlah penjualan dan

jangkauan pasar CPO.

6. Unit kebun/PKS bersertifikat RSPO adalah perkebunan yang telah melewati

dan lulus proses sertifikasi yakni Unit Kebun/PKS Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu

Raja.

7. Biaya produksi CPO merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan selama proses

produksi CPO dalam satuan Rp.

8. Harga penjualan CPO adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh konsumen

atas CPO yang diproduksi perkebunan dalam satuan Rp/Ton (Harga Nominal)

atau US $/Ton (Harga Riil).

9. Volume penjualan CPO adalah jumlah CPO yang dibeli oleh para konsumen

dalam satuan ton.

3.5. Batasan Operasional

Pembatasan di dalam penelitian ini telah ditetapkan melalui suatu batasan

operasional berikut:

1. Daerah penelitian adalah PT Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun/PKS Dolok Ilir,

Pabatu dan Pulu Raja,

(43)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian

4.1.1. Riwayat Singkat Perusahaan

PTPN-IV dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 09 tahun 1996

tentang penggabungan kebun-kebun yang berada di wilayah Sumatera Utara terdiri

dari PTP-6, PTP-7 dan PTP-8. Komoditas yang dikelola masing-masing PTP

beraneka ragam yaitu mulai dari kakao oleh PTP-6, kelapa sawit PTP-6 dan 7 serta

teh di PTP-8. Setelah penggabungan, karena perkembangan harga dan keuntungan

yang diperoleh, unit-unit kebun komoditas kakao dan teh secara berangsur-angsur

dikonversi menjadi kelapa sawit.

PTPN-IV adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak pada

bidang usaha agroindustri. PTPN-IV mengusahakan perkebunan dan pengolahan

komoditas kelapa sawit dan teh yang mencakup pengolahan areal dan tanaman, kebun

bibit dan pemeliharaan tanaman menghasilkan, pengolahan komoditas menjadi bahan

baku berbagai industri, pemasaran komoditas yang dihasilkan dan kegiatan

pendukung lainnya. PTPN-IV memiliki 27 Unit kebun yang mengelola budidaya

Kelapa Sawit dan 3 Unit kebun Teh, 3 unit Proyek Pengembangan Kebun Inti Kelapa

Sawit, 1 unit Proyek Pengembangan Kebun Plasma Kelapa Sawit, yang menyebar di

10 Kabupaten, yaitu Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai,

Simalungun, Asahan, Labuhan Batu,Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Batubara

(44)

Dalam proses pengolahan, PTPN-IV dilengkapi 15 Unit Pabrik Kelapa Sawit

(PKS) dengan kapasitas total 560 ton Tandan Buah Segar (TBS) perjam yang

produknya di jual baik lokal maupun ekspor, 3 unit Pabrik Teh dengan kapasitas total

226 ton Daun Teh Basah (DTB) perhari, dan 1 unit Pabrik Pengolahan Inti Sawit

dengan kapasitas 400 ton perhari. PTPN-IV juga didukung oleh 1 Unit Usaha

Perakitan/ Erection Pabrik (Perbengkelan) yaitu Pabrik Mesin Tenera (PMT) dan 3

Unit Usaha Rumah Sakit yaitu RS. Laras, RS. Balimbingan dan RS. Pabatu. Seluruh

Unit Usaha dan Proyek Pengembangan yang diusahai PTPN-IV mulai 1 September

2009 dikelompokkan ke dalam 5 (lima) Grup Unit Usaha (GUU).

4.1.2. Struktur Organisasi

Dalam struktur organisasi PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir merupakan salah

satu unit yang berada di wilayah GUU (Grup Unit Usaha) I, Unit Kebun Pabatu

berada di wilayah GUU III dan Unit Kebun Pulu Raja berada di wilayah GUU IV

(45)
(46)

4.1.3. Sertifikasi

Selain Sertifikat RSPO, PTPN IV sebelumnya telah memperoleh sertifikat dan

menerapkan sistem yaitu SMK3 berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerka

(K3), ISO 9001:2008 yang berkaitan dengan Manajemen Mutu dan ISO 14001:2004

tentang Manajemen Lingkungan.

SMK3

Penerapan SMK3 sesuai dengan Permenaker No. 05 / MEN / 1996 tentang

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). PTP. Nusantara IV

(Persero) telah menerapkan SMK3 sejak Tahun 2004 dengan tujuan dan sasaran

mencegah dan mengurangi / menekan tingkat kecelakaan kerja dan penyakit akibat

kerja sehingga terciptanya tempat kerja yang aman, efisian dan produktif.

ISO

PTPN IV telah memperoleh Sertifikat Manajemen Mutu ISO 9001:2008 dan

Manajemen Lingkungan 14001:2004 pada tahun 2010 dari PT TUV-NORD

Indonesia. Kebun yang menerima sertifikat Manajemen Mutu ISO 9001:2008 yaitu

Kantor Pusat, GUU I s/d V, 15 PKS (ADO, PAB, DOI, BAJ, MAY, PUR, GUB,

ABA, TIN,AJA, PAM, SAL, PKS OSA, BER, DOS) dan 20 Kebun (ADO, PAB,

DOI, BAJ, MAY, PUR, GUB, ABA, TIN, AJA, PAM, SAL, OSA, BER, DOS, LAR,

TON, SKO, BUL, MAT), dan Rumah Sakit Laras serta PMT. Sedangkan Sertifikat

(47)

PAB, DOI, BAJ, MAY, PUR, GUB, ABA, TIN,AJA, PAM, SAL, PKS OSA, BER,

DOS).

Manfaat yang diperoleh dari penerapan sistem ini antara lain terciptanya

efisiensi, mutu produk, pelayanan prima dan transparansi, yang semuanya merupakan

pilar dari pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance.

4.1.4. Unit Usaha kebun Dolok Ilir-PTPN IV

Unit Usaha Kebun Dolok Ilir berada di Kabupaten Simalungun, Kabupaten

Serdang Bedagai dan Kabupaten Batubara yang merupakan kabupaten pemekaran di

provinsi Sumatera Utara. Kebun Dolok Ilir berjarak 26 KM di sebelah utara kota

Pematang Siantar dan 115 KM dari Medan. Kebun yang terletak pada ketinggian

124,50 Meter dari atas laut. Saat ini kebun Dolok Ilir memiliki konsesi seluas 7.348

Hektar. Dolok Ilir memiliki PKS dengan kapasitas olah 60 ton per jam. Produksi

rata-rata per tahun (Tahun 2009-2012), CPO (Minyak Sawit) yaitu 32,35 Ton dan PK

(Minyak Inti Sawit) yaitu 6,44 Ton.

4.1.5. Unit Usaha Kebun Pabatu-PTPN IV

Unit Usaha Pabatu terletak di Kabupaten Serdang Bedagai dengan Luas Areal

5.754,04 Ha terdiri dari : Tanaman Menghasilkan (TM) 4.119 Ha, TBM 443 Ha,

Tanaman Tahun Ini 262 Ha dan Areal Lainnya 930,04 Ha. Unit Pabatu termasuk

dalam Group Unit Usaha (GUU) III yang mempunyai 8 (Delapan) Afdeling dengan

(48)

Produksi rata-rata per tahun (Tahun 2009-2012), CPO (Minyak Sawit) yaitu 24,65

Ton dan PK (Minyak Inti Sawit) yaitu 4,75 Ton.

4.1.6. Unit Usaha Kebun Pulu Raja-PTPN IV

Unit Usaha Pulu Raja terletak di Kabupaten Asahan dengan Luas Areal 4.631

Ha terdiri dari : Tanaman Menghasilkan (TM) 3.264 Ha, TBM I TSG 47 Ha, TBM I

302 Ha, TBM II 200 Ha, TU 184 Ha, Areal hiaten 340 Ha dan Areal Parit dan Jalan

263 Ha, Areal Pesemaian dan Pembibitan 5 Ha dan Areal Lainnya 126 Ha. Unit Pulu

Raja termasuk dalam Group Unit Usaha (GUU) IV yang mempunyai 5 Afdeling

dengan Komoditi Kelapa Sawit. Pulu Raja memiliki PKS dengan kapasitas olah 30

ton per jam. Produksi rata-rata per tahun (Tahun 2009-2012), CPO (Minyak Sawit)

yaitu 18,22 Ton dan PK (Minyak Inti Sawit) yaitu 3,94 Ton.

4.2. Hasil dan Pembahasan

4.2.1. Kegiatan Sertifikasi RSPO

PTPN IV mulai melaksanakan proses sertifikasi RSPO sejak tahun 2010.

Prosesnya dimulai dengan pendaftaran anggota RSPO ke Sekretariat RSPO di

Malaysia tahun 2010. Kemudian dilanjutkan dengan penerapan dan audit sertifikasi

RSPO untuk kebun dan PKS yaitu Dolok Ilir, pabatu dan Pulu Raja. Ketiga unit telah

memperoleh sertifikatnya pada tahun 2011.

Secara umum proses yang dilaksanakan PTPN IV untuk memperoleh

(49)

Gambar 3. Bagan Alir Proses Pelaksanaan RSPO di PTPN IV

Tinjauan awal formulasi system RSPO dimulai dari Bagian Perencanaan yang

diunjuk Perusahaan sebagai pelaksana merumuskan data-data relevan yang berkaitan

dengan RSPO baik internal maupun eksternal. Selanjutnya data-data tersebut

dievaluasi dilakukan perumusan formulasi yang tepat untuk penerapan RSPO. Setelah

itu Perusahaan memperoses kontrak pelaksanaan RSPO.

Setelah kontrak pelaksanaan RSPO terbit, dilakukan sosialisasi untuk

mengenalkan sistem RSPO di Unit Usaha yang terpilih untuk penerapan RSPO yaitu

Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja sekaligus membuat komitmen tentang kesepakatan

Perusahaan dengan unit-unit tersebut menjalankan RSPO. Proses pembuatan

dokumen analisa dampak sosial (SIA) dan nilai konservasi tinggi (NKT/HCV)

(50)

melaksanakan analisa terhadap situasi lingkungan Unit, melakukan konsultasi publik

dengan stake holder.

Seluruh proses pelaksanaan RSPO yang sudah dilaksanakan akan diaudit oleh

konsultan yang independen yang bertujuan melakukan pemeriksaan atas kesesuaian

prinsip dan kriteria RSPO. Sebelum dilaksanakannnya audit eksternal/konsultan

tersebut, perusahaan dianjurkan untuk melaksanakan audit internal berupa audit

silang antar unit-unit tersebut yang terpilih, yang sebelumnya bekerja sama dengan

konsultan dalam hal pelatihan sekaligus pemilihan auditor internal yang merupakan

karyawan masing-masing unit tersebut. Tim auditor internal dan audit yang dilakukan

hanya berkaitan dengan RSPO. Hal ini bertujuan agar ketidaksesuaian terhadap

klausul RSPO yang berpotensi terjadi dapat segera diidentifikasi dan ditindaklanjuti

untuk diperbaiki sehingga ketidaksesuaian tersebut dapat diminimalisir pada saat

pelaksanaan audit eksternal yang dilakukan konsultan.

Selanjutnya setelah laporan hasil audit diterbitkan oleh auditor konsultan,

dilakukan evaluasi oleh Badan Sertifikasi yaitu PT TUV-NORD Indonesia dan

(51)

4.2.2. Biaya Sertifikasi RSPO

4.2.2.1. Komitmen terhadap transparansi

Tabel 2. Biaya prinsip 1 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja

Pada pasal 1.1 bertujuan kepada pihak perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit

memberikan respon konstruktif dan segera atas permintaan informasi dari

stakeholder. Masyarakat sebagai bagian dari stakeholder adalah masyarakat sekitar

lokasi kebun yang terkena dampak operasional kebun secara langsung seperti

dampak-dampak operasional di PKS (suara, asap pabrik, bau dan lain-lain).

Komponen biaya yang harus dipenuhi oleh pihak perusahaan hanya berupa agenda

catatan dan dokumen-dokumen yang terdiri dari kepatuhan terhadap

perundang-undangan yang berkaitan dengan RSPO.

Dolok Ilir Pabatu Pulu Raja

Rekaman permintaan informasi 1.1 154.500 154.500 45.000 Rekaman Tanggapan terhadap permintaan informasi 1.1 154.500 200.000 40.000 Rekaman permintaan dan tanggapan informasi disimpan dengan

masa simpan yang ditentukan oleh perusahaan 1.1 50.000 50.000 65.000 Jenis informasi dan tanggapan yang diberikan mencakup doku men

yang sesuai peraturan nasional yang berlaku 1.1 200.000 200.000 40.000

Legal : Dokumen perijinan (Ijin loka si), Izin usaha Perkebunan, sertifikat HGU (Hak Guna Usaha) atau Dokumen-doku men yang mengarah ke pengurusan sertifikat HGU sesuai dengan tahapannya

1.2 500.000 500.000 500.000

Lingkungan : Dokumen AMDAL / UKL-UPL, Laporan

pengelolaan dan pemantauan Lingkungan (Laporan RKL-L) 1.2 200.000 200.000 200.000 Sosial : Dokumen aktifitas sosial dan hubungan dengan

masyarakat,dokumentasi program kesehatan dan keselamatan kerja

1.2 300.000 300.000 500.000

Rekaman permintaan dan tanggapan informasi disimpan dengan masa simpan yang ditentukan oleh perusahaan berdasarkan kepentingannya

1.2 60.000 50.000 65.000

Jumlah 1.619.000 1.654.500 1.455.000

Kriteria Pasal Biaya (Rp)

(52)

Kemudian untuk pasal 1.2 sudah tercakup dalam HGU (Hak Guna Usaha)

kebun, Analisis Dampak Lingkungan dan Sosial (AMDAL/UKL-UPL), Laporan

pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL) dan Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang sudah dimiliki dan dilaksanakan

ketiga unit kebun tersebut jauh sebelum diberlakukannya RSPO. Pembuatan

dokumen-dokumen tersebut memerlukan biaya yang cukup besar sekitar 3-4 M

rupiah karena komponen biaya yang terdiri dari proses dan tahapan pengurusan,

sosialisasi, pelatihan dan kelengkapan dokumen-dokumen masing-masing peraturan

tersebut harus dipenuhi perusahaan. Dokumen-dokumen tersebut memiliki jangka

waktu yang perlu dilakukan perpanjangan/pembaharuan dokumen misalnya jangka

waktu HGU selama 25 tahun, AMDAL, RKL-UPL dan SMK3 masing-masing satu

tahun.

Secara umum pada kriteria ini berkaitan dengan pemberian informasi yang memadai

kepada stakeholder lainnya berkaitan dengan isu lingkungan, sosial dan hukum terkait

dengan RSPO, namun tidak semua dokumen perusahaan tersedia secara umum untuk

masyarakat seperti dokumen-dokumen yang sifatnya dilindungi kerahasiaannya oleh

perusahaan atau yang berdampak negatif terhadap lingkungan atau sosial. Informasi rahasia

yang bersifat komersial meliputi data keuangan seperti biaya dan pendapatan, dan

rincian-rincian yang berhubungan dengan pelanggan atau pemasok, kemudian contoh informasi yang

pengungkapannya dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan atau sosial

meliputi informasi tentang spesies langka yang pengungkapannya dapat meningkatkan risiko

terhadap perburuan atau penangkapan untuk perdagangan, atau situs-situs keramat yang

(53)

4.2.2.2. Memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku

Tabel 3. Biaya prinsip 2 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja

Pada pasal 2.1 komponen biaya yang dibebankan Perusahaan terdiri dari daftar

peraturan-peraturan, SOP dan daftar evaluasi. Perusahaan harus memenuhi seluruh

persyaratan hukum yang merupakan persyaratan dasar yang esensial untuk seluruh

perkebunan. Perundang-undangan yang relevan, namun tidak terbatas pada, peraturan tentang

penguasaan tanah dan hak atas tanah, tenaga kerja, praktek-praktek pertanian (misalnya

penggunaan pestisida atau bahan-bahan kimia), lingkungan (misalnya UU tentang satwa liar,

polusi, pengelolaan lingkungan, dan kehutanan), tempat penyimpanan, transportasi dan

proses pengolahan. Perundang-undangan dimaksud juga meliputi UU yang dikeluarkan di

bawah UU atau konvensi internasional (misalnya Konvensi Keanekaragaman Hayati, CBD).

Dolok Ilir Pabatu Pulu Raja

Bukti pemenuhan persyaratan hukum yang berlaku dan

terkait 2.1 1.000.000 100.000 1.000.000 Bukti adanya usaha untuk melakukan penyesuaian terhadap

perubahan peraturan 2.1 1.000.000 100.000 1.000.000 Bukti adanya sistem yang terdoku mentasi yang berisi

informasi tentang persyaratan hukum dan peraturan yang harus dipenuhi oleh perusahaan perkebunan

Apabila terdapat, atau sudah terdapat perselisihan, maka tersedia bukti penyelesaian atau progress penyelesaian dengan proses penyelesaian konflik yang diterima oleh para pihak

2.2 500.000 500.000 40.000

Bukti penyelesaian pembebasan lahan dengan Free Prior

and Informed Consent 2.2 500.000 500.000 40.000 Tersedianya mekanisme penyelesaian konflik yang diterima

oleh Para pihak 2.2 500.000 500.000 40.000

Jumlah 10.500.000 8.700.000 8.820.000

Kriteria Pasal Biaya (Rp)

(54)

Pada pasal 2.2. dokumen yang berkaitan dengan penguasaan dan pengusahaan tanah

merupakan bagian dari sertifikat HGU yang sudah diungkapkan pada prinsip 1. Kemudian

untuk Bukti legal/tanda-tanda batas areal yang legal masing-masing unit melakukan

perbaikan dan pembangunan ulang serta melengkapi patok-patok batas. Biaya tergantung

kebutuhan dan luas masing-masing Unit Kebun. Untuk mekanisme penyelesaian konflik

lahan, apabila tidak tercapai kesepakatan lewat proses mediasi dan negosiasi, akan ditempuh

jalur hukum dan tuntutan hak kepemilikan atas lahan oleh pihak lain tidak berlaku sampai

adanya keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Pada pasal 2.3. tentang penggunaan lahan untuk Kelapa Sawit tidak

mengurangi hak berdasarkan hukum dan ulayat pengguna lain tanpa persetujuan

terlebih dahulu dari mereka, dokumen-dokumen ini sejak dibangunnya kebun tidak

ada tersedia.

Seluruh pasal/kriteria pada prinsip ini ditangani oleh bagian khusus di kantor

pusat PTPN IV yaitu Bagian Hukum dan Pertanahan. Untuk masing-masing unit juga

dilengkapi petugas yang menangani hal-hal di atas yaitu Petugas Umum yang terdiri

dari seorang Asisten dan beberapa karyawan/bawahan yang merupakan perpanjangan

tangan dari Bagian Hukum dan Pertanahan. Bagian dan petugas khusus menangani

hal-hal tersebut pada prinsip ini sudah ada sebelum penerapan RSPO di unit Dolok

(55)

4.2.2.3. Komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang.

Tabel 4. Biaya prinsip 3 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja

Prinsip ini hanya memiliki satu pasal saja yaitu terdapat rencana

manajemen/perusahaan yang diimplementasikan yang ditujukan untuk mencapai

keamanan ekonomi dan keuangan dalam jangka panjang. Dokumen rencana usaha

atau pengelolaan, masing-masing Unit harus membuat, menyusun dan melaksanakan

RKAP (Rencana Kerja Anggaran Perusahan) yang dilaksanakan setiap tahun. RKAP

yang disusun berisikan target-target produksi TBS, rendemen CPO/inti, biaya

produksi dan harga pokok. Kemudian adanya rencana program replanting tahunan

yang dituangkan juga pada RKAP Tanaman Ulangan (TU). Penyusunan RKAP ini

setiap tahun dilaksanakan PTPN IV dan masing-masing unitnya jauh sebelum

diterapkannya RSPO khususnya di unit Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja.

Selain RKAP yang dilaksanakan setiap tahun PTPN IV juga membuat

Rencana Jangka Panjang (RJP) selama lima tahun. RJP ini berisikan target-target

produksi dan capaian laba perusahaan selama 5 tahun secara bertahap. Pembuatan

RJP juga dilaksanakan PTPN IV sebelum penerapan RSPO.

Dolok Ilir Pabatu Pulu Raja

Dokumen rencana kerja perusahaan untuk jangka

waktu minimum 3 tahun 3.1 100.000 100.000 100.000 Rencana program replanting tahunan, dimana

berlaku, untuk minimum 5 tahun ke depan yang setiap tahun dilakukan kaji ulang

3.1 50.000 50.000 40.000

Jumlah 150.000 150.000 140.000 Sumber: PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja, 2013

Gambar

Grafik Perkembangan Harga Hasil Ekspor CPO PTPN IV ……….
Gambar 1:
Tabel 1. Unit Kebun/PKS di PTPN IV yang Sudah Tersertifikasi RSPO.
Tabel 2. Biaya prinsip 1 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja
+7

Referensi

Dokumen terkait

PTPN IV Kebun Bah Jambi dalam upaya memenuhi standar mutu telah melakukan suatu pengawasan mutu sejak dari awal penanaman ( planting ) sampai saat minyak kelapa sawit (CPO)

Sedangkan biaya tidak tetap (biaya variabel) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi, yang terdiri dari biaya penyediaan bahan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pengaruh luas lahan, tenaga kerja dan pupuk terhadap hasil produksi kelapa sawit di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge. Data yang

Wahana Semesta Palembang pada tanggal 05 Oktober 2010 sampai dengan selesai dalam rangka Survei dan Pengumpulan Data Tugas Akhir / Skripsi dengan judul “Analisis Biaya dan

Dalam penelitian ini, informasi akuntansi lainnya yang digunakan adalah biaya penelitian dan pengembangan serta biaya iklan dan promosi yang dapat memberikan

Data yang diperoleh dari PTP Nusantara IV (Persero) Kebun Unit Adolina adalah data dari tahun 2004 – 2009 mengenai jumlah produksi sawit, serta faktor – faktor yang

Data manfaat hutan tanaman terdiri dari: manfaat nilai kayu, nilai jasa hutan tanaman dalam mengurangi emisi dari lahan gambut serta data jasa penyerapan gas CO2.. Data

Operasional variabel Desain penelitian ini menggunakan data nominal dari biaya distibusi, biaya promosi dan penjualan dan data pendukung lainnya guna menyelesaikan penelitian, dimana