ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PADA SERTIFIKASI
RSPO BAGI PERUSAHAAN KELAPA SAWIT
TESIS
Oleh:
MUHAMMAD RIDHO NASUTION 097039031/MAG
PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PADA SERTIFIKASI
RSPO BAGI PERUSAHAAN KELAPA SAWIT
TESIS
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Oleh:
MUHAMMAD RIDHO NASUTION 097039031/MAG
PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul : ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PADA SERTIFIKASI RSPO BAGI PERUSAHAAN KELAPA SAWIT
Nama : MUHAMMAD RIDHO NASUTION
NIM : 097039031
Program Studi : Magister Agribisnis
Menyetujui
Komisi Pembimbing,
Ketua
(Ir. Diana Chalil, MSi, Ph.D)
Anggota
(H. M. Mozart B. Darus, M.Sc)
Ketua Program Studi,
(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS)
Dekan,
Telah diuj i dan diny atakan LULUS di de pan Ti m Penguji pa da Sabt u , 26 Agu stu s 201 3.
Tim Penguji
Ketua : Ir. Diana Chalil, MSi, Ph.D
Anggota :
1. H.M. Mozart B. Darus, M.Sc
2. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul:
ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PADA SERTIFIKASI RSPO BAGI
PERUSAHAAN KELAPA SAWIT.
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, 31 September 2013
Yang membuat pernyataan,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Muhammad Ridho Nasution, lahir di Pematang Siantar pada tanggal 26
Desember 1980 anak dari Bapak H.M. Thamrin Nasution dan ibu Hj. Idayati Lubis.
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:
1. Tahun 1987, masuk Sekolah Dasar Negeri 4 Pematang Siantar tamat tahun
1993.
2. Tahun 1993, masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 4 Pematang
Siantar, tamat tahun 1996.
3. Tahun 1996, masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri 4 Pematang
Siantar, tamat tahun 1999.
4. Tahun 1999, masuk Universitas Padjadjaran Fakultas Pertanian Jurusan Hama
dan Penyakit Tumbuhan, tamat tahun 2004.
5. Tahun 2009, melanjutkan pendidikan S-2 di Program Studi Magister
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: “ANALISIS
BIAYA DAN MANFAAT PADA SERTIFIKASI RSPO BAGI PERUSAHAAN
KELAPA SAWIT” dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang
membantu dalam penyelesaian tesis ini, sebagai berikut:
1. Ibu Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah
banyak memberikan motivasi, arahan dan bimbingan.
2. Bapak H.M. Mozart B. Darus, M.Sc, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
telah banyak memberikan motivasi, arahan dan bimbingan.
3. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku Ketua Program Studi Magister Agribisnis
yang telah bersedia menguji, memberikan, arahan dan bimbingan.
4. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Dosen/Staf Pengajar Program Studi
Magister Agribisnis yang telah bersedia menguji, memberikan masukan, arahan
dan bimbingan.
5. Seluruh staf pengajar, staf akademik dan pegawai di Departemen Agribisnis
yang telah membantu kelancaran penyelesaian tesis ini.
6. Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan
istri tercinta Yunita Lestari Utami Harahap, SE serta anak-anak tersayang
Khairunnisa Nasution juga seluruh keluarga yang telah mendorong dan
memotivasi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
7. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada segenap
karyawan pimpinan dan pelaksana PTPN IV Bagian Perencanaan, Bagian
Pemasaran, Unit Kebun Dolok Ilir, Unit Kebun Pulu Raja dan Unit Kebun
Berangir yang telah memberikan segala informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian ini.
Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
Medan, Oktober 2012
ABSTRAK
MUHAMMAD RIDHO NASUTION (097039031/MAG). Judul Tesis yaitu Analisis
Biaya dan Manfaat pada Sertifikasi RSPO Bagi Perusahaan Kelapa Sawit (Di bawah bimbingan Ir. Diana Chalil, MSi, Ph.D sebagai ketua dan H. M. Mozart B. Darus, MSc sebagai anggota).
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi yang mendapat perhatian luas di pasar internasional. Perkembangannya yang pesat menimbulkan kekhawatiran banyak pihak akan dampaknya terhadap lingkungan. Untuk itu Forum RSPO mengeluarkan sertifikasi pengelolaan yang berkesinambungan. Namun biaya pembuatannya cukup besar, sementara peningkatan harga jualnya bersifat voluntary. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis komponen-komponen biaya dan manfaat, menganalisis perbandingan antara biaya langsung dan tidak langsung terhadap peningkatan produksi dan pemasaran, menganalisis manfaat langsung dan tidak langsung dengan harga jual, jumlah penjualan dan jangkauan pasar serta menganalisis manfaat jangka pendek dan jangka panjang sertifikasi RSPO. Data yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari data biaya dan manfaat pelaksanaan sertifikasi RSPO dari tahun 2009 sampai dengan 2012 di PTPN IV dan instansi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Metode analisis yang digunakan yaitu metode deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen biaya RSPO di Perusahaan Kelapa Sawit terdiri dari dokumen dan non dokumen. Persentase jumlah komponen biaya tidak langsung lebih besar yaitu 83,33 % dari biaya langsung yaitu 16,67 %. Biaya produksi sebelum dan sesudah sertifikasi RSPO tidak berbeda nyata sebab sebagian besar prinsip dan kriteria sudah diterapkan sebelum sertifikasi RSPO. Manfaat langsung yang diterima sesudah sertifikasi RSPO belum berpengaruh terhadap peningkatan harga jual, volume penjualan dan jangkauan pasar CPO. Manfaat tidak langsung yang diterima sesudah penerapan RSPO belum berpengaruh terhadap peningkatan produksi, penurunan angka kecelakaan kerja, penurunan kasus konflik lahan dan penurunan kasus kebakaran. Manfaat RSPO jangka pendek yaitu perusahaan PTPN IV dapat meningkatnya harga jual, volume penjualan dan jangkaun pasar ekspor CPO yang lebih luas terutama ke negara-negara Eropa. Manfaat jangka panjang PTPN IV mampu bersaing bukan hanya dalam negeri namun ke kancah Eropa, CPO yang diproduksi merupakan produk yang memiliki mutu yang unggul sesuai standard internasional serta berwawasan lingkungan.
ABSTRACT
Palm oil is one commodity that gained widespread attention in the international market. The rapid development raises many concerns will impact on the environment. For the Forum RSPO certified sustainable management issued. However, considerable manufacturing cost , while increasing its selling price to be voluntary. The purpose of this study is to analyze the components of costs and benefits, analyzing the ratio between direct and indirect costs to the increase in production and marketing, analyzing the direct and indirect benefits to the selling price, the amount of sales and market reach and analyze the short-term benefits and long-term RSPO certification. Data used in the study was obtained from the data costs and benefits of implementing the RSPO certification from 2009 to 2012 in PTPN IV and other agencies associated with this research. The analytical method used is descriptive method.
The results showed that the component costs in the RSPO Palm Oil Company consists of documents and non-documents. Percentage of indirect cost component is 83.33 % greater than the direct cost of 16.67 %. Production costs before and after the RSPO certification was not significantly different because most of the principles and criteria of the RSPO certification has been applied before. Direct benefits received RSPO certification after not affect the increase in selling prices, sales volume and market reach CPO. Indirect benefits received after the implementation of RSPO not affect the increased production, decreased number of accidents, reduction of land conflicts and reduction of fire cases. RSPO short-term benefits that the company PTPN IV can increase the selling price, sales volume and market reach wider CPO export mainly to European countries. Long-term benefits of PTPN IV able to compete not only in the country but to the European scene, CPO produced a product that has superior quality according to international standards as well as environmentally sound.
DAFTAR ISI
3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 23
3.2. Metode Pengumpulan Data ... 23
3.3. Metode Analisis Data ... 24
3.4. Defenisi Operasional ... 26
3.5. Batasan Operasional ... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 28
4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian ... 28
4.1.1. Riwayat Singkat Perusahaan……… 28
4.1.2. Struktur Organisasi………. 29
4.1.3. Sertifikasi ……….. 31
4.1.4. Unit Usaha kebun Dolok Ilir-PTPN IV ……….. 32
4.1.5. Unit Usaha Kebun Pabatu-PTPN IV ………... 32
4.2.2.2. Memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku…….. 38
4.2.2.4. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh
perkebunan dan pabrik……… 41
4.2.2.5. Tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati………... 45
4.2.2.6. Tanggung jawab kepada pekerja, individu-individu dan komunitas dari kebun dan pabrik………. 48
4.2.2.7. Pengembangan perkebunan baru secara bertanggung jawab……….. 50
4.2.2.8. Komitmen terhadap perbaikan terus-menerus pada wilayah-wilayah utama aktifitas………. 50
4.3. Pengelompokan Biaya RSPO ... 51
4.4. Biaya produksi………... 62
4.5. Manfaat RSPO……….. 63
4.5.1. Manfaat Langsung ……… 63
4.5.2. Manfaat Tidak Langsung ………. 66
4.5.3. Manfaat Jangka Pendek dan Jangka Panjang ……… 69
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
5.1. Kesimpulan ... 70
5.2. Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 73
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
1. Unit Kebun/PKS di PTPN IV yang Sudah Tersertifikasi RSPO…. 23
2. Biaya prinsip 1 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja……….... 36
3. Biaya prinsip 2 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja………. 38
4. Biaya prinsip 3 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja………. 40
5. Biaya prinsip 8 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja………. 50
6. Pengelompokan Biaya RSPO……… 51
7. Uji Beda Rata-rata Biaya Produksi sebelum dan sesudah RSPO di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja………... 62
8. Jangkauan Pasar CPO Khusus ke Uni Eropa……… 66
9. Uji Beda Rata-rata Produksi CPO Sebelum dan Sesudah RSPO di Unit Kebun Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja………. 67
10. Angka Kecelakaan Kerja Tahun 2009 s.d 2012 di Unit Kebun Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja………... 68
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal
1. Skema Kerangka Pemikiran ………..…. 20
2. Struktur Organisasi PTPN IV ………... 30
3. Bagan Alir Proses Pelaksanaan RSPO di PTPN IV ……… 34
4. Grafik Perkembangan Harga Hasil Ekspor CPO PTPN IV ………. 64
ABSTRAK
MUHAMMAD RIDHO NASUTION (097039031/MAG). Judul Tesis yaitu Analisis
Biaya dan Manfaat pada Sertifikasi RSPO Bagi Perusahaan Kelapa Sawit (Di bawah bimbingan Ir. Diana Chalil, MSi, Ph.D sebagai ketua dan H. M. Mozart B. Darus, MSc sebagai anggota).
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi yang mendapat perhatian luas di pasar internasional. Perkembangannya yang pesat menimbulkan kekhawatiran banyak pihak akan dampaknya terhadap lingkungan. Untuk itu Forum RSPO mengeluarkan sertifikasi pengelolaan yang berkesinambungan. Namun biaya pembuatannya cukup besar, sementara peningkatan harga jualnya bersifat voluntary. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis komponen-komponen biaya dan manfaat, menganalisis perbandingan antara biaya langsung dan tidak langsung terhadap peningkatan produksi dan pemasaran, menganalisis manfaat langsung dan tidak langsung dengan harga jual, jumlah penjualan dan jangkauan pasar serta menganalisis manfaat jangka pendek dan jangka panjang sertifikasi RSPO. Data yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari data biaya dan manfaat pelaksanaan sertifikasi RSPO dari tahun 2009 sampai dengan 2012 di PTPN IV dan instansi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Metode analisis yang digunakan yaitu metode deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen biaya RSPO di Perusahaan Kelapa Sawit terdiri dari dokumen dan non dokumen. Persentase jumlah komponen biaya tidak langsung lebih besar yaitu 83,33 % dari biaya langsung yaitu 16,67 %. Biaya produksi sebelum dan sesudah sertifikasi RSPO tidak berbeda nyata sebab sebagian besar prinsip dan kriteria sudah diterapkan sebelum sertifikasi RSPO. Manfaat langsung yang diterima sesudah sertifikasi RSPO belum berpengaruh terhadap peningkatan harga jual, volume penjualan dan jangkauan pasar CPO. Manfaat tidak langsung yang diterima sesudah penerapan RSPO belum berpengaruh terhadap peningkatan produksi, penurunan angka kecelakaan kerja, penurunan kasus konflik lahan dan penurunan kasus kebakaran. Manfaat RSPO jangka pendek yaitu perusahaan PTPN IV dapat meningkatnya harga jual, volume penjualan dan jangkaun pasar ekspor CPO yang lebih luas terutama ke negara-negara Eropa. Manfaat jangka panjang PTPN IV mampu bersaing bukan hanya dalam negeri namun ke kancah Eropa, CPO yang diproduksi merupakan produk yang memiliki mutu yang unggul sesuai standard internasional serta berwawasan lingkungan.
ABSTRACT
Palm oil is one commodity that gained widespread attention in the international market. The rapid development raises many concerns will impact on the environment. For the Forum RSPO certified sustainable management issued. However, considerable manufacturing cost , while increasing its selling price to be voluntary. The purpose of this study is to analyze the components of costs and benefits, analyzing the ratio between direct and indirect costs to the increase in production and marketing, analyzing the direct and indirect benefits to the selling price, the amount of sales and market reach and analyze the short-term benefits and long-term RSPO certification. Data used in the study was obtained from the data costs and benefits of implementing the RSPO certification from 2009 to 2012 in PTPN IV and other agencies associated with this research. The analytical method used is descriptive method.
The results showed that the component costs in the RSPO Palm Oil Company consists of documents and non-documents. Percentage of indirect cost component is 83.33 % greater than the direct cost of 16.67 %. Production costs before and after the RSPO certification was not significantly different because most of the principles and criteria of the RSPO certification has been applied before. Direct benefits received RSPO certification after not affect the increase in selling prices, sales volume and market reach CPO. Indirect benefits received after the implementation of RSPO not affect the increased production, decreased number of accidents, reduction of land conflicts and reduction of fire cases. RSPO short-term benefits that the company PTPN IV can increase the selling price, sales volume and market reach wider CPO export mainly to European countries. Long-term benefits of PTPN IV able to compete not only in the country but to the European scene, CPO produced a product that has superior quality according to international standards as well as environmentally sound.
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Minyak sawit adalah minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit,
digunakan baik untuk konsumsi makanan maupun nonmakanan. Total produksi
minyak sawit dunia diperkirakan lebih dari 45 juta ton, dengan Indonesia dan
Malaysia sebagai produsen dan eksportir utama dunia, kemudian India, Cina, dan Uni
Eropa sebagai importir utama (World Growth, 2011).
Industri minyak sawit mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa
dasawarsa terakhir, dan menjadi kontributor penting dalam pasar minyak nabati
dunia. Harga kontrak berjangka sawit (Palm-oil futures) di Bursa Malaysia (Malaysia Derivatives Exchange) bahkan mencapai rekor 4,298 Malaysian ringgit per ton (pada 3 Maret 2008) seiring meroketnya permintaan dari China dan langkanya pasokan
minyak nabati yang lain (sebagai substitusi). Apalagi penggunaan minyak sawit
(palm oil) sebagai bahan baku biodiesel, membuat harganya terus meningkat seiring naiknya harga minyak bumi (crude oil) yang selalu diatas $100 per barrel sejak 2008 dimulai (Purwantoro, R.N., 2008).
Namun demikian popularitas minyak sawit (palm oil) dipandang buruk oleh
banyak konsumen di negara maju. Di Eropa, mulai terlihat tanda boikot terhadap
produk sawit yang berasal dari pembukaan hutan alam. Uni Eropa sudah melarang
impor biodiesel yang berasal dari perkebunan hasil pembukaan hutan. Kelompok
meningkatnya harga CPO (crude palm oil) – yang dijuluki "green gold" (Purwantoro, 2008).
Pemasaran produksi sawit di pasar internasional saat ini harus berhadapan
dengan persaingan yang semakin gencar dari negara lain. Persaingan yang terjadi
tidak hanya berasal dari sisi kuantitas, kualitas dan harga produk, namun juga telah
melibatkan orientasi pengelolaan yang harus sudah mengarah pada pengelolaan sawit
yang berkelanjutan. Indikator internasional untuk pengelolaan tersebut yang
digunakan saat ini adalah kepemilikan sertifikat RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil). RSPO mensyaratkan pengelolaan kebun dan pabrik kelapa sawit yang tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan terhadap lingkungan biologi, fisik
dan sosial.
Mulai Juli 2008, ASDA Group Ltd., anak perusahaan Wal-Mart Stores Inc.
yang merupakan perusahaan ritel terbesar di Inggris, tidak akan menjual produk yang
dihasilkan dari minyak sawit asal Indonesia kecuali memiliki sertifikasi (green
certification plan). Beberapa SPBU di Eropa, seperti OKQ8 di Swedia, yang merupakan unit usaha Kuwait Petroleum Corp., membatalkan niat menjual biodiesel
berbasis sawit dan memilih bahan baku yang lain. Dibawah tekanan retailers dan
kelompok pecinta lingkungan, perusahaan makanan dan consumer goods USA dan
Eropa menjadi pelopor standar industri sawit yang lebih tinggi. RSPO, yang didirikan
tahun 2003, berharap produsen minyak sawit bersertifikasi dapat mulai menjual
produk yang berasal dari "sustainable plantations” di 2008. Anggota RSPO yang lebih dari 200 perusahaan memiliki pangsa 40 % perdagangan sawit dunia
Pada perkembangannya sejak tahun 2008, RSPO mendata hanya 17 pabrik
pengolahan kelapa sawit yang sudah tersertifikasi yang terdapat hanya di dua negara,
yaitu Malaysia dan Papua Nugini. Kemudian terjadi penambahan hingga tahun 2012
terhitung 29 perusahaan kelapa sawit yang memiliki 135 pabrik pengolahan yang
sudah bersertifikat tersebar di 6 negara, yaitu: Brazil, Kolombia, Indonesia, Malaysia,
Papua Nugini dan Kepulauan Solomon. Diperkirakan jumlah pabrik pengolahan
terserfikasi tersebut bertambah sebesar 8 kali lipat dalam kurun waktu 3 tahun
(RSPO, 2012).
Pada pertemuan ke-8 (Roundtable Meeting/RT-8) RSPO di Jakarta mencuat
fakta pengingkaran komitmen konsumen, terutama dari sejumlah negara Eropa, untuk
membeli crude palm oil (CPO) bersertifikat RSPO dengan harga premium. Dana dari hasil pelaksanaan sertifikasi dengan harga premium tersebut digunakan RSPO untuk
membiayai program sertifikasi sampai kepada petani-petani kecil. Namun, Gabungan
Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menolak dan menyatakan kepada
Pemerintah bahwa sertifikasi RSPO jelas bukan hal yang prioritas untuk petani skala
kecil (Lestari, D., 2010).
Gapki terus berjuang dan mendorong pemerintah untuk melepaskan diri dari
belenggu RSPO karena terindikasi adanya kritik dari sejumlah lembaga sosial
masyarakat (LSM) asing terhadap perkebunan sawit Indonesia seperti Green Peace, yang terkesan sebagai politik dagang sejumlah negara importir CPO. Hasilnya
terbentuklah Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) (Lestari, D., 2010).
Biaya yang dibutuhkan suatu perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk
• Penilaian areal/lahan-High Concervation Value (HCV), biaya yang dibutuhkan mulai dari persiapan sampai selesainya proses penilaian HCV ini lebih kurang
US $ 30/Ha,
• Proses sertifikasi, biaya kebutuhan tenaga staf khusus US$ 2,13 - $ 3,54/Ha,
biaya pelatihan US$ 0,09 - $ 23,10/Ha, biaya corrective actions US$ 3,74 - $ 10,99/Ha dan biaya perpanjangan sertifikat serta perawatannya berkisar US$
2,43 - $ 13,03/Ha. (RSPO, 2012)
Manfaat dari RSPO diantaranya adanya pengaruh pertambahan nilai harga
CPO di pasar CPO dunia khususnya Uni Eropa dan produk CPO yang ada di negara
kita diterima oleh banyak pembeli di pasar internasional. Menurut hasil studi World Wildlife Find, lembaga konservasi dunia, manfaat ekonomi penjualan CSPO berkisar 0,5 - 50 US$/ton lebih tinggi dari non-CSPO (Listianingsih W. et al, 2012). Namun realisasi harga premium tersebut sangat ditentukan oleh negosiasi antara produsen
dan pembeli CSPO karena sertifikasi RSPO tersebut masih bersifat sukarela
(volunteer).
Menurut RSPO (2012) perkebunan kelapa sawit yang dikelola negara/BUMN
yang telah memperoleh sertifikat RSPO yaitu PTPN III dan PTPN IV. Perusahaan
perkebunan BUMN tersebut mempertimbangkan perlunya mendapatkan sertifikasi
RSPO karena selain pentingnya kepedulian terhadap lingkungan dalam industri
kelapa sawit juga adanya permintaan pasar akan CSPO (Certified Sustainable Palm
Dari uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk menganalisis biaya
dan manfaat sertifikasi RSPO pada perkebunan kelapa sawit.
1.2.
1. Apakah komponen-komponen biaya dan manfaat pada sertifikasi RSPO di
perkebunan kelapa sawit?
Identifikasi Masalah
2. Bagaimana perbedaan antara biaya langsung dan tidak langsung terhadap
produksi dan pemasaran sebelum dan sesudah sertifikasi RSPO di perkebunan
kelapa sawit?
3. Bagaimana perbedaan antara manfaat langsung dan tidak langsung terhadap harga
jual, jumlah penjualan dan jangkauan pasar sebelum dan sesudah sertifikasi
RSPO di perkebunan kelapa sawit?
4. Bagaimana manfaat yang diterima dalam jangka pendek dan jangka panjang
sebelum dan sesudah penerapan RSPO di perkebuna kelapa sawit?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis komponen-komponen biaya dan manfaat pada sertifikasi
RSPO di perkebunan kelapa sawit,
2. Untuk menganalisis perbedaan antara biaya langsung dan tidak langsung terhadap
produksi dan pemasaran sebelum dan sesudah sertifikasi RSPO di perkebunan
5. Untuk menganalisis perbedaan perbedaan antara manfaat langsung dan tidak
langsung terhadap harga jual, jumlah penjualan dan jangkauan pasar sebelum dan
sesudah sertifikasi RSPO di perkebunan kelapa sawit,
6. Untuk menganalisis manfaat sertifikasi RSPO yang diterima dalam jangka pendek
dan jangka panjang di perkebunan kelapa sawit.
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan pemasaran CPO
baik dari perkebunan kelapa sawit bersertifikat RSPO dan ISPO maupun dari
perkebunan belum bersertifikat RSPO dan ISPO.
2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan sertifikasi ISPO oleh
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa Sawit
Kelapa sawit, yang dihasilkan dari buah pohon kelapa sawit Afrika (Elaeis guineensis), sudah menjadi komoditi pertanian global utama, yang digunakan dalam sejumlah besar produk pangan dan non-pangan dan akhir-akhir ini dipandang sebagai
bahan bakar nabati yang menjanjikan. Kelapa sawit secara menyeluruh diolah di
negara berkembang wilayah tropis yang lembab dan menjadi landasan penting bagi
perekonomian setempat, baik untuk ekspor maupun sebagai bahan mentah industri
lokal (Teoh, C.H., 2010).
Harga minyak dan inti sawit relatif terus meningkat dalam 20 tahun terakhir
kecuali tahun 2008, akibat dampak krisis global saat itu. Permintaan minyak dan inti
sawit terus meningkat, khususnya dari negara maju seperti Eropa dan Amerika.
Sedangkan negara China dan India telah menyerap hampir dua pertiga produksi
minyak sawit Indonesia yang angka produksinya diperkirakan akan mencapai 25 juta
ton tahun ini. China menampung 6,65 juta ton, dan India mengimpor 7,1 juta ton
minyak sawit Indonesia tahun 2012.Luas perkebunan sawit di Indonesia dalam 20
tahun terakhir juga menagalami peningkatan dari hanya sekitar 500.000 hektar tahun
1990-an, menjadi 11,5 juta hektar tahun ini. Pemerintah Indonesia dan pengusaha
sawit memetakan masih tersedianya stok lahan sekitar 29 juta hektar lagi untuk
Standar-standar produk dan proses untuk kesehatan, kesejahteraan, kualitas,
ukuran dan berbagai pengukuran dapat menciptakan hambatan perdagangan dengan
menyingkirkan produk yang tidak memenuhi standar. Prosedur pengujian dan
sertifikasi biasanya mahal, menyita waktu dan sulit diterapkan. Standar seperti ini
dapat dipergunakan untuk merintangi perdagangan (Simamora, 2000).
Dalam lingkup ekonomi pengertian dari manfaat adalah nilai barang dan jasa
bagi konsumen, sedangkan pengertian biaya adalah manfaat yang tidak diambil atau
yang lepas dan hilang (opportunity). Pemanfaatan analisis manfaat dan biaya pada masalah lingkungan adalah suatu usaha untuk menanggulangi masalah pencemaran
lingkungan. Analisis ini digunakan sebagai sistematika penilaian terhadap
keuntungan dan kerugian dari terjadinya segala perubahan dalam produksi dan
konsumsi masyarakat. Manfaat dari penerapan analisis manfaat dan biaya adalah
pengurangan biaya polusi baik itu biaya untuk menghidari kerusakan karena polusi
maupun biaya yang merusak kesejahteraan individu maupun masyarakat. Selain itu
juga mencakup biaya program, yang merupakan segala pengeluaran pemerintah, yang
diukur dengan nilai pemanfaatan dari sumber daya yang digunakan untuk
pelaksanaan program tersebut (Anonimous, 2011).
2.2. RSPO
transparansi; (2) memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku; (3) komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang; (4) penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik; (5) tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati; (6) tanggung jawab kepada pekerja, individu dan komunitas dari kebun dan pabrik; (7) pengembangan perkebunan baru secara bertanggung jawab; dan (8) komitmen terhadap perbaikan terus-menerus pada wilayah utama aktivitas (Drajat, B. 2009).
Organisasi ini dimulai pada 2003 sebagai kerja sama informal antara Aarhus United UK Ltd, WWF (World Wildlife Fund), Golden Hope Plantations Berhad,
Migros, the Malaysian Palm Oil Association, Sainsbury, dan Unilever. RSPO telah memiliki 892 anggota yang berasal dari produsen, manufaktur, perbankan, retail,
NGO dan CPO trader. Dengan rincian, anggota ordinary (biasa) berjumlah 659,
anggota afiliasi sebanyak 100 dan Supply Chain Associates berjumlah 133 anggota
(RSPO, 2012).
Anggota biasa RSPO yang berjumlah 659 orang terdiri dari tujuh kategori
pemangku kepentingan (stakeholder) yaitu 17% perusahaan kelapa sawit, 35,4%
pedagang dan pemroses minyak sawit, 35,1% konsumen/industri minyak sawit, 6,9 %
pengecer, 1,5% Bank dan Investor, 2,5% Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) bidang
lingkungan / Konservasi Alam dan 1,3% LSM bidang social / pembangunan (RSPO,
2012).
Indonesia merupakan Negara ke empat terbesar dari seluruh stakeholdernya
anggota RSPO yaitu Inggris, Malaysia, Jerman, Indonesia, Belanda, Perancis,
Amerika, Singapura, Swiss dan Australia (RSPO, 2012).
Anggota Biasa adalah setiap organisasi yang memiliki keterlibatan langsung
dalam rantai pasokan minyak sawit, atau LSM yang terkait. Anggota-anggota
mempunyai hak suara di Majelis Umum dan dapat terbuka menyatakan bahwa
mereka adalah anggota RSPO. Anggota Afiliasi adalah individu atau organisasi
dengan keterlibatan langsung atau kepentingan dalam rantai pasokan minyak sawit,
tidak memiliki hak suara dan tidak memiliki hak untuk mengklaim mereka adalah
anggota RSPO. Supply Chain Associates adalah organisasi-organisasi yang aktif
dalam rantai pasokan minyak sawit bersertifikat RSPO yang tidak membeli produk
kelapa sawit lebih dari 500 juta ton / tahun. Mereka tidak memiliki hak suara di
Majelis Umum RSPO. Mereka diperbolehkan untuk publik negara mereka adalah
anggota Asosiasi RSPO (RSPO, 2012).
Pada tahun 2011 RSPO membuat merek dagang RSPO yang memungkinkan
konsumen mengambil keputusan bijaksana dalam memilih produk yang ingin mereka
konsumsi. Selain itu, dengan mencantumkan merek dagang RSPO pada kemasan
produknya, produsen keperluan rumah tangga seperti margarin, kue, cokelat, sabun
dan kosmetik dapat mendemonstrasikan komitmen mereka terhadap minyak sawit
berkelanjutan kepada konsumen dan publik. Anggota RSPO kini dapat menggunakan
merek dagang RSPO pada kemasan produk mereka dan juga dalam segala bentuk
komunikasi yang mereka lakukan berkaitan dengan produk yang mengandung
Produksi minyak sawit lestari akan tergantung pada kelayakan ekonomi, lingkungan
hidup dan sosial, yang dicapai melalui:
1. Prinsip 1: Komitmen terhadap keterbukaan
2. Prinsip 2: Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
3. Prinsip 3: Perencanaan manajemen untuk mencapai kelayakan ekonomi dan
keuangan jangka panjang
4. Prinsip 4: Digunakannya praktik usaha yang baik oleh para produsen dan pabrik
pengolah
5. Prinsip 5: Tanggung jawab lingkungan hidup dan konservasi sumber daya alam
serta keanekaragaman hayati.
6. Prinsip 6: Pertimbangan yang bertanggung jawab para karyawan dan perorangan
serta masyarakat yang terkena dampak dari produsen dan pabrik pengolah.
7. Prinsip 7: Pengembangan perkebunan baru yang bertanggung jawab
8. Prinsip 8: Komitmen terhadap peningkatan sinambung di bidang kegiatan utama.
Organisasi RSPO mencatat baru dua BUMN perkebunan kelapa sawit di
Indonesia yang sudah memegang sertifikat RSPO bagi beberapa lahannya. Hal ini
dikarenakan porsi lahan penggarapan BUMN yang sedikit jika dibandingkan dengan
lahan yang digarap perusahaan swasta. BUMN hanya mengerjakan sekira 600 ribu ha
dari 7,6 juta ha lahan sawit yang ada di Indonesia. Selain itu, BUMN juga terkendala
masalah dokumentasi karena sebagian besar prinsip dan kriteria RSPO sudah
dilaksanakan namun dokumentasinya kurang lengkap. Sampai saat ini, RSPO
Indonesia telah memberikan sertifikat kepada 24 lahan kelapa sawit di Indonesia yang
22 lahan yang sudah disertifikasi tetapi masih menunggu proses sertifikat. Dari
jumlah itu, hanya dua BUMN yaitu PTPN III dan PTPN IV yang telah mendapatkan
sertifikat RSPO untuk beberapa lahannya. PTPN III dan IV merencanakan seluruh
unit perkebunan kelapa sawitnya memperoleh sertifikasi RSPO (RSPO, 2012).
Salah satu pertimbangan utama bagi perusahaan perkebunan untuk
mendapatkan atau tidak mendapatkan sertifikat RSPO adalah tingginya biaya baik
untuk proses pemenuhan persyaratan maupun untuk pengurusan sertifikatnya. Biaya
untuk pembuatan sertifikat yang besar tentunya mempengaruhi biaya produksi yang
dikeluarkan perusahaan perkebunan dalam memproduksi kelapa sawit berbeda
dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh perkebunan tidak bersertifikat RSPO.
Pertimbangan lain adalah ketidakpastian terhadap kompensasi CPO yang
dihasilkan setelah perusahaan perkebunan bersertifikat RSPO. Dari segi harga CPO
ada perbedaan antara yang telah bersertifikat dan yang belum yakni yang dikenal
dengan harga premium. Perbedaan selisih harga US$ 10 sampai US$50 per ton CPO
di atas harga CPO yang belum sertifikat. Walaupun harga premium itu sendiri tercipta
dari perundingan antara penjual dengan pembeli. Karena sebetulnya sertifikasi RSPO
tidak bersifat mandatory (wajib), tapi voluntary (sukarela). Karena bukan mandatory, akhirnya soal harga ditentukan antara si penjual dan si pembeli (Utomo, 2010).
Menurut RSPO (2012) bahwa manfaat dari sertifikasi RSPO bagi perkebunan
Pendapatan dan Pemasaran
Dengan sertifikasi RSPO, perusahaan perkebunan kelapa sawit dapat
mempertahankan posisi tawarnya di pasar internasional khususnya di Uni Eropa dan
Amarika Utara dan mengklaim memperoleh harga premium US$ 0 – $10 /ton CPO.
Operasional
Melalui sertifikasi RSPO perusahaan memperoleh manfaat yaitu:
• Memperbaiki dan melengkapi dokumen-dokumen yang ada pada perusahaan
perkebunan serta menyesuaikan dan menyeragamkan kegiatan operasional dan
dokumen di seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit,
• Penurunan biaya pemakaian rutin herbisida dan pestisida sebesar
masing-masing US$ 250.000 dan $ 73.859/Ha,
• Angka kecelakaan menurun sampai 42 %.
Hubungan Masyarakat Sosial
Berdasarkan hubungan masyarakat sosial, RSPO bermanfaat:
• Permasalahan konflik dengan masyarakat seperti pembebasan lahan garapan,
polusi, dan sebagainya dapat dikendalikan atau menurun,
• Meningkatkan hubungan dengan para pemangku kepentingan lokal, termasuk
pemerintah, tenaga kerja, masyarakat sipil dan pembeli.
Menjadi anggota RSPO, penerima manfaat pertama adalah perusahaan itu
sendiri. Dengan sertifikasi yang diperoleh dari RSPO, maka PKS tersebut akan bebas
Perlu diketahui tidak semua negara di dunia mengakui RSPO. Pasar utama
yang mengakui adalah negara Eropa, sementara negara seperti India, China, Amerika
Latin tidak mengakui RSPO. Dengan demikian bagi perusahaan yang tidak atau
menolak menjadi anggota RSPO memiliki alternatif pasar yang mau menerima CPO.
Namun demikian, Eropa adalah pasar yang strategis bagi CPO. Sehingga
sangat baik bagi PKS untuk menjadi anggota RSPO. Tanpa RSPO
perusahaan-perusahaan tersebut tidak akan bisa bebas memasuki pasar Eropa.
Pada intinya RSPO ini berkepentingan terhadap peningkatan hasil produksi
sawit yang berkelanjutan dan mengkontrol seluruh proses produksi minyak sawit
sesuai dengan standar kesehatan dan hukum internasional.
2.3. Landasan Teori
2.3.1. Analisis Manfaat dan Biaya
Manfaat merupakan nilai barang dan jasa bagi konsumen, sedangkan biaya
merupakan manfaat yang tidak diambil, atau lepas dan hilang (opportunity cost). Berkaitan dengan lingkungan, orang telah mencoba menentukan biaya pembuangan
sampah atau limbah yang disebut biaya pencegahan polusi dan biaya polusi. Biaya
pencegahan polusi adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mencegah
sebagian atau keseluruhan polusi sebagai akibat kegiatan produksi atau konsumsi,
sedangkan biaya polusi merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk
menghindari kerusakan akibat polusi dan kerusakan kesejahteraan masyarakat
Analisis manfaat biaya secara umum diartikan sebagai penilaian yang
sistematis terhadap seluruh manfaat dan seluruh biaya yang akan timbul dari suatu
tindakan atau beberapa tindakan alternatif. Dalam analisis ini pengambilan keputusan,
apakah perlu dilakukan tindakan atau tidak, didasarkan atas besarnya angka
perbandingan antara seluruh manfaat dengan seluruh biaya yang akan timbul dari
tindakan tersebut. Analisis diterapkan pada program penanggulangan atau
pencegahan polusi. Manfaat program tersebut adalah pengurangan biaya polusi.
Biaya program adalah segala pengeluaran perusahaan, dan ini dapat diukur dengan
nilai pemanfaatan lain sumber daya yang diperlukan untuk pelaksanaan program
(Reksohadipurodjo S, 2000).
William N. Dunn (2000) menyatakan bahwa analisis biaya manfaat adalah
suatu pendekatan untuk rekomendasi kebijakan yang memungkinkan analis
membandingkan dan menganjurkan suatu kebijakan dengan cara menghitung total
biaya dalam bentuk uang dan total keuntungan dalam bentuk uang. Analisis biaya
manfaat selain dapat digunakan untuk merekomendasikan tindakan kebijakan, dapat
juga digunakan untuk mengevaluasi kinerja kebijakan.
Menurut Kadariah (1999) bahwa manfaat yang akan terjadi pada suatu proyek
dapat dibagi menjadi tiga yaitu manfaat langsung, manfaat tidak langsung dan
manfaat terkait.
1) Manfaat Langsung
Manfaat langsung dapat berupa peningkatan output secara kualitatif dan kuantitatif
akibat penggunaan alat-alat produksi yang lebih canggih, keterampilan yang lebih
2) Manfaat Tidak Langsung
Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang muncul di luar proyek, namun sebagai
dampak adanya proyek. Manfaat ini dapat berupa meningkatnya pendapatan
masyarakat disekitar lokasi proyek.
3) Manfaat Terkait
Manfaat terkait yaitu keuntungan-keuntungan yang sulit dinyatakan dengan sejumlah
uang, namun benar-benar dapat dirasakan, seperti keamanan dan kenyamanan. Dalam
penelitian ini untuk penghitungan hanya didapat dari manfaat langsung dan sifatnya
terbatas, karena tingkat kesulitan menilainya secara ekonomi.
2.4. Penelitian Terdahulu
Ginting (2011) dalam penelitian berjudul Analisis Komparasi Pendapatan
Antara Perkebunan Bersertifikasi Dengan Perkebunan Tidak Bersertifikasi
Roundtable On Sustainable Palm Oil (RSPO) (Studi Kasus: PT Perkebunan
Nusantara Di Sumatera Utara), menunjukkan bahwa 1) Pada perkebunan bersertifikat
dengan perkebunan tidak bersertifikat tidak ada perbedaan harga baik harga nominal
maupun harga riil, ada perbedaan volume penjualan, biaya produksi dan pendapatan
pada tahun 2005-2009. Tidak ada perbedaan harga baik harga nominal maupun harga
riil, volume penjualan, biaya produksi maupun pendapatan pada tahun 2010-Agustus
2011; 2) Pada perkebunan sebelum dan setelah bersertifikat RSPO tidak ada
perbedaan harga baik harga nominal maupun harga riil, volume penjualan, biaya
Wulandary (2007) dalam penelitian berjudul “Analisis biaya manfaat
pengelolaan lingkungan sentra industri kecil tahu Jomblang Kota semarang” melihat
bagaimana manfaat pengelolaan lingkungan di sentra industri kecil dengan
melakukan analisis biaya manfaat. Langkah yang dilakukan adalah dengan
mengidentifikasi upaya-upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh industri
tahu Jomblang dan mengetahui persepsi pemilik industri terhadap pengelolaan
lingkungan. Analisis biaya manfaat dilakukan dengan menggunakan perhitungan
NPV, IRR dan BCR dan menyimpulkan bahwa dengan membandingkan antara
penerapan pengelolaan lingkungan dengan penerapan produksi bersih, diketahui
biaya produksi sebelum diterapkannya produksi bersih jauh lebih besar yaitu Rp
9.104.986.500,- dibandingkan dengan biaya produksi setelah penerapan produksi
bersih yaitu sebesar Rp 6.373.490.550,- Dengan volume produksi yang sama, maka
setelah adanya penerapan produksi bersih ini keuntungan yang diperoleh oleh industri
menjadi lebih besar yaitu Rp 5.210.879.450,- per satu tahun.
Afari-Sefa et al (2010) dalam penelitian berjudul “Economic Cost-Benefit
Analysis Of Certified Sustainable Cocoa Production in Ghana”. mengeksplorasi potensi petani kakao di Ghana untuk mengembangkan ceruk pasar kakao
bersertifikasi Rainforest Alliance dengan menggunakan NPV, BCR dan IRR.
penelitian menunjukkan bahwa manfaat sertifikasi terhadap harga produsen kakao
yang bersertifikasi Rainforest Alliance mengalami peningkatan 70-85%.
Romaniuk (2008) dalam penelitian berjudul “Costs and benefits of forest
management certification for Polish State Forests under Forest Stewardship Council scheme”. penelitian ini menyajikan hasil analisis yang dilakukan di empat direktorat regional Hutan Negara Polandia dan dua belas distrik hutan pada musim gugur 2007.
Pada penelitian ini, biaya sertifikasi hutan serta manfaat sertifikasi dibagi menjadi
langsung dan tidak langsung. Biaya langsung berhubungan dengan audit yang
dilakukan di daerah hutan setiap tahun atau setiap 5 tahun, sedangkan biaya sertifikasi
tidak langsung terdiri dari: biaya sosial (misalnya berhubungan dengan keselamatan
pekerja hutan), proses birokrasi tambahan, perubahan dalam pengelolaan hutan dan
biaya alam (seperti kayu mati yang tersisa di hutan, menyisihkan daerah atau pohon
dipertahankan dalam hutan setelah stek). Manfaat langsung terdiri dari: harga
premium dan penjualan tambahan. Manfaat tidak langsung dibagi menjadi moneter
dan non-moneter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya langsung tahunan per
hektar di Direktorat Regional Białystok berkisar 0.019 EUR dan di Direktorat Daerah
Łódź sebesar 0.043 EUR. Biaya per hektar mengalami penurunan pada masing
-masing direktorat tersebut. Untuk biaya tidak langsung misalnya tidak ditemukan
adanya perbaikan pengelolaan hutan dan kegiatan lainnya. Biaya tidak langsung
tertinggi yang diperoleh hampir 400.000 EUR per tahun. Biaya sosial dan birokrasi
sekitar 90.000 EUR per tahun. Hasil survei tidak menemukan adanya pertambahan
penjualan kayu atau harga premium setelah diterapkannya sertifikasi pengelolaan
beberapa titik lemah dalam struktur organisasi dan lingkungan, yang berpengaruh
terhadap perbaikan keselamatan pekerja hutan dan terhindar dari kerugian.
2.5. Kerangka Pemikiran
Permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh perkebunan kelapa sawit
sudah banyak mendapatkan sorotan. Hal ini terjadi karena kelapa sawit dianggap
sebagai sebuah produk yang tidak berkelanjutan dan tidak ramah lingkungan.
Perkebunan kelapa sawit dianggap menyebabkan berkurangnya daerah resapan air,
pencemaran lingkungan dan pengairan akibat penggunaan pupuk. Agar dapat
diterima di pasar internasional, minyak sawit yang diproduksi haruslah berkelanjutan
(sustainable) dan ramah lingkungan. Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) adalah asosiasi yang dibentuk oleh tujuh sektor dalam industri minyak sawit mulai
dari pekebun, produsen minyak sawit sampai kepada pendana dan LSM. Tujuannya
adalah untuk mempromosikan pengembangan dan penggunaan minyak kelapa sawit
yang berkelanjutan dengan kerjasama di antara mata-mata rantai penyedia produksi
dan dialog terbuka dengan para pemangku kepentingan lainnya. Sebagai bukti
penerapan RSPO, dilakukan audit dan sertifikasi oleh pihak ketiga yang independen
yang berperan sebagai lembaga sertifikasi. Sertifikasi RSPO dapat disebut sebagai
standar internasional bagi legalitas CPO ramah lingkungan, di mana yang menjadi
tanggung jawab besar dalam menerapkan sistem ini adalah dengan memperhatikan
aspek-aspek finansial, lingkungan/ekologi, dan sosial. Dengan berbekal sertifikat
RSPO yang diperoleh pada tahun 2011, maka perkebunan kelapa sawit akan bebas
Dalam melakukan sertifikasi RSPO perusahaan perkebunan diharuskan untuk
melakukan prinsip dan kriteria yang telah ditetapkan oleh badan RSPO. terdapat 8
prinsip dan 39 kriteria RSPO yang harus dilakukan. Dalam melakukan prinsip dan
kriteria tersebut tentunya akan mengakibatkan biaya (C) yang harus dikeluarkan
perusahaan perkebunan baik biaya yang langsung berkaitan dengan proses produksi
dan pemasaran CPO ataupun biaya yang tidak langsung dengan proses produksi dan
pemasaran CPO.
Pemenuhan sertifikasi RSPO selain menimbulkan biaya juga dapat
memberikan manfaat (B) terhadap perusahaan perkebunan. Manfaat yang diberikan
dapat dilihat dari sisi harga jual, jumlah penjualan dan jangkauan pasar yang diterima
oleh perusahaan perkebunan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka
Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1:
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
2.6. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori yang sudah dibangun, maka disusun hipotesis
bahwa:
1. Terdapat perbedaan biaya langsung dan tidak langsung sebelum dan sesudah
sertifikasi RSPO pada perkebunan kelapa sawit. Sertifikasi
RSPO
Kegiatan terkait Pemenuhan Prinsip
& Kriteria RSPO
Biaya (C)
Manfaat (B)
Langsung
Tidak
Langsung Langsung
Tidak Langsung
Jangka Pendek
2. Terdapat perbedaan manfaat langsung dan tidak langsung serta perbedaan
manfaat jangka pendek dan jangka panjang sebelum dan sesudah sertifikasi
III. METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian
Objek penelitian ditentukan secara Purposive (sengaja) pada perkebunan
PTPN IV yang mempunyai 3 unit kebun yang sudah mendapatkan sertifikat RSPO.
Unit-unit kebun/PKS di PTPN IV yang sudah memperoleh sertifikasi RSPO yaitu
sebagai berikut:
Tabel 1. Unit Kebun/PKS di PTPN IV yang Sudah Tersertifikasi RSPO.
No. Unit Keterangan
1. Dolok Ilir Tersertifikasi RSPO Tahun 2011
2. Pabatu Tersertifikasi RSPO Tahun 2011
3. Pulu Raja Tersertifikasi RSPO Tahun 2011
Sumber: PTPN IV
3.2. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer yang digunakan berupa data yang diperoleh dari petugas/staf
khusus yang menangani dan mengendalikan dokumen RSPO di PTPN IV unit kebun
Dolok Ilir, Pabatu dan PuluRaja melalui wawancara dengan menggunakan daftar
isian/pertanyaan yang terdiri atas biaya-biaya yang terkait dengan pemenuhan prinsip
dan kriteria RSPO serta manfaat yang diperoleh.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari PTPN IV dan instansi-instansi terkait
Sumatera Utara, kepustakaan dan sumber tertulis lainnya yang berhubungan dengan
penelitian ini.
3.3. Metode Analisis Data
Untuk menganalisis hipotesis 1 tentang perbedaan biaya langsung dan tidak
langsung sebelum dan sesudah sertifikasi RSPO pada perkebunan kelapa sawit
dijelaskan dengan menggunakan metode deskriptif.
Untuk menganalisis hipotesis 2 tentang perbedaan manfaat langsung dan tidak
langsung serta perbedaan manfaat jangka pendek dan jangka panjang sebelum dan
sesudah sertifikasi RSPO pada perkebunan kelapa sawit dijelaskan dengan
menggunakan metode deskriptif.
Kemudian untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan biaya produksi dan
produksi masing-masing unit kebun/PKS yaitu Dolik Ilir, Pabatu dan Pulu Raja
sebelum dan sesudah penerapan RSPO dilakukan uji beda rata-rata antara dua sampel
yang berpasangan (berhubungan) maka digunakan Uji Dua Berpasangan (Paired
Sampel T Test) (Sugiono, 2007) dengan rumus :
T hitung
=
X�1−X�2�S12
n1+S22n2− 2r��n1S1 ���n2S2 �
dimana:
X1
��� = Biaya rata produksi sebelum RSPO (Rp); Produksi
X
�2 = Biaya rata-rata produksi setelah RSPO (Rp); Produksi rata-rata
setelah RSPO (Kg)
S12 = Standard deviasi Biaya Produksi; produksi sebelum RSPO
S22 = Standard deviasi Biaya Produksi; produksi setelah RSPO
n1 = Jumlah sampel sebelum RSPO
n2 = Jumlah sampel setelah RSPO
Uji Hipotesis :
• T-hitung > T-Tabel maka tolak H0 terima Ha
• T-hitung < T-Tabel maka terima H0 tolak Ha
3.4. Defenisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan pengertian dalam
penelitian ini, maka diberikan defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:
1. Komponen biaya sertifikasi RSPO yaitu biaya-biaya yang harus dipenuhi Unit
kebun/PKS yang terdiri dari dokumen dan non dokumen.
2. Komponen biaya dokumen terdiri dari rekaman-rekaman, bukti-bukti, program
dan lain-lain yang berkaitan dengan pemenuhan prinsip/kriteria RSPO.
3. Komponen biaya non dokumen berupa kegiatan-kegiatan seperti
pelatihan-pelatihan, pemeliharaan tanaman dan lain-lain yang berkaitan dengan
pemenuhan prinsip dan kriteria RSPO.
4. Biaya langsung dan tidak langsung yaitu biaya-biaya yang berpengaruh atau
5. Manfaat langsung dan tidak langsung yaitu manfaat-manfaat yang berpengaruh
langsung atau tidak langsung terhadap harga jual, jumlah penjualan dan
jangkauan pasar CPO.
6. Unit kebun/PKS bersertifikat RSPO adalah perkebunan yang telah melewati
dan lulus proses sertifikasi yakni Unit Kebun/PKS Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu
Raja.
7. Biaya produksi CPO merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan selama proses
produksi CPO dalam satuan Rp.
8. Harga penjualan CPO adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh konsumen
atas CPO yang diproduksi perkebunan dalam satuan Rp/Ton (Harga Nominal)
atau US $/Ton (Harga Riil).
9. Volume penjualan CPO adalah jumlah CPO yang dibeli oleh para konsumen
dalam satuan ton.
3.5. Batasan Operasional
Pembatasan di dalam penelitian ini telah ditetapkan melalui suatu batasan
operasional berikut:
1. Daerah penelitian adalah PT Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun/PKS Dolok Ilir,
Pabatu dan Pulu Raja,
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian
4.1.1. Riwayat Singkat Perusahaan
PTPN-IV dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 09 tahun 1996
tentang penggabungan kebun-kebun yang berada di wilayah Sumatera Utara terdiri
dari PTP-6, PTP-7 dan PTP-8. Komoditas yang dikelola masing-masing PTP
beraneka ragam yaitu mulai dari kakao oleh PTP-6, kelapa sawit PTP-6 dan 7 serta
teh di PTP-8. Setelah penggabungan, karena perkembangan harga dan keuntungan
yang diperoleh, unit-unit kebun komoditas kakao dan teh secara berangsur-angsur
dikonversi menjadi kelapa sawit.
PTPN-IV adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak pada
bidang usaha agroindustri. PTPN-IV mengusahakan perkebunan dan pengolahan
komoditas kelapa sawit dan teh yang mencakup pengolahan areal dan tanaman, kebun
bibit dan pemeliharaan tanaman menghasilkan, pengolahan komoditas menjadi bahan
baku berbagai industri, pemasaran komoditas yang dihasilkan dan kegiatan
pendukung lainnya. PTPN-IV memiliki 27 Unit kebun yang mengelola budidaya
Kelapa Sawit dan 3 Unit kebun Teh, 3 unit Proyek Pengembangan Kebun Inti Kelapa
Sawit, 1 unit Proyek Pengembangan Kebun Plasma Kelapa Sawit, yang menyebar di
10 Kabupaten, yaitu Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai,
Simalungun, Asahan, Labuhan Batu,Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Batubara
Dalam proses pengolahan, PTPN-IV dilengkapi 15 Unit Pabrik Kelapa Sawit
(PKS) dengan kapasitas total 560 ton Tandan Buah Segar (TBS) perjam yang
produknya di jual baik lokal maupun ekspor, 3 unit Pabrik Teh dengan kapasitas total
226 ton Daun Teh Basah (DTB) perhari, dan 1 unit Pabrik Pengolahan Inti Sawit
dengan kapasitas 400 ton perhari. PTPN-IV juga didukung oleh 1 Unit Usaha
Perakitan/ Erection Pabrik (Perbengkelan) yaitu Pabrik Mesin Tenera (PMT) dan 3
Unit Usaha Rumah Sakit yaitu RS. Laras, RS. Balimbingan dan RS. Pabatu. Seluruh
Unit Usaha dan Proyek Pengembangan yang diusahai PTPN-IV mulai 1 September
2009 dikelompokkan ke dalam 5 (lima) Grup Unit Usaha (GUU).
4.1.2. Struktur Organisasi
Dalam struktur organisasi PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir merupakan salah
satu unit yang berada di wilayah GUU (Grup Unit Usaha) I, Unit Kebun Pabatu
berada di wilayah GUU III dan Unit Kebun Pulu Raja berada di wilayah GUU IV
4.1.3. Sertifikasi
Selain Sertifikat RSPO, PTPN IV sebelumnya telah memperoleh sertifikat dan
menerapkan sistem yaitu SMK3 berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerka
(K3), ISO 9001:2008 yang berkaitan dengan Manajemen Mutu dan ISO 14001:2004
tentang Manajemen Lingkungan.
SMK3
Penerapan SMK3 sesuai dengan Permenaker No. 05 / MEN / 1996 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). PTP. Nusantara IV
(Persero) telah menerapkan SMK3 sejak Tahun 2004 dengan tujuan dan sasaran
mencegah dan mengurangi / menekan tingkat kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja sehingga terciptanya tempat kerja yang aman, efisian dan produktif.
ISO
PTPN IV telah memperoleh Sertifikat Manajemen Mutu ISO 9001:2008 dan
Manajemen Lingkungan 14001:2004 pada tahun 2010 dari PT TUV-NORD
Indonesia. Kebun yang menerima sertifikat Manajemen Mutu ISO 9001:2008 yaitu
Kantor Pusat, GUU I s/d V, 15 PKS (ADO, PAB, DOI, BAJ, MAY, PUR, GUB,
ABA, TIN,AJA, PAM, SAL, PKS OSA, BER, DOS) dan 20 Kebun (ADO, PAB,
DOI, BAJ, MAY, PUR, GUB, ABA, TIN, AJA, PAM, SAL, OSA, BER, DOS, LAR,
TON, SKO, BUL, MAT), dan Rumah Sakit Laras serta PMT. Sedangkan Sertifikat
PAB, DOI, BAJ, MAY, PUR, GUB, ABA, TIN,AJA, PAM, SAL, PKS OSA, BER,
DOS).
Manfaat yang diperoleh dari penerapan sistem ini antara lain terciptanya
efisiensi, mutu produk, pelayanan prima dan transparansi, yang semuanya merupakan
pilar dari pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance.
4.1.4. Unit Usaha kebun Dolok Ilir-PTPN IV
Unit Usaha Kebun Dolok Ilir berada di Kabupaten Simalungun, Kabupaten
Serdang Bedagai dan Kabupaten Batubara yang merupakan kabupaten pemekaran di
provinsi Sumatera Utara. Kebun Dolok Ilir berjarak 26 KM di sebelah utara kota
Pematang Siantar dan 115 KM dari Medan. Kebun yang terletak pada ketinggian
124,50 Meter dari atas laut. Saat ini kebun Dolok Ilir memiliki konsesi seluas 7.348
Hektar. Dolok Ilir memiliki PKS dengan kapasitas olah 60 ton per jam. Produksi
rata-rata per tahun (Tahun 2009-2012), CPO (Minyak Sawit) yaitu 32,35 Ton dan PK
(Minyak Inti Sawit) yaitu 6,44 Ton.
4.1.5. Unit Usaha Kebun Pabatu-PTPN IV
Unit Usaha Pabatu terletak di Kabupaten Serdang Bedagai dengan Luas Areal
5.754,04 Ha terdiri dari : Tanaman Menghasilkan (TM) 4.119 Ha, TBM 443 Ha,
Tanaman Tahun Ini 262 Ha dan Areal Lainnya 930,04 Ha. Unit Pabatu termasuk
dalam Group Unit Usaha (GUU) III yang mempunyai 8 (Delapan) Afdeling dengan
Produksi rata-rata per tahun (Tahun 2009-2012), CPO (Minyak Sawit) yaitu 24,65
Ton dan PK (Minyak Inti Sawit) yaitu 4,75 Ton.
4.1.6. Unit Usaha Kebun Pulu Raja-PTPN IV
Unit Usaha Pulu Raja terletak di Kabupaten Asahan dengan Luas Areal 4.631
Ha terdiri dari : Tanaman Menghasilkan (TM) 3.264 Ha, TBM I TSG 47 Ha, TBM I
302 Ha, TBM II 200 Ha, TU 184 Ha, Areal hiaten 340 Ha dan Areal Parit dan Jalan
263 Ha, Areal Pesemaian dan Pembibitan 5 Ha dan Areal Lainnya 126 Ha. Unit Pulu
Raja termasuk dalam Group Unit Usaha (GUU) IV yang mempunyai 5 Afdeling
dengan Komoditi Kelapa Sawit. Pulu Raja memiliki PKS dengan kapasitas olah 30
ton per jam. Produksi rata-rata per tahun (Tahun 2009-2012), CPO (Minyak Sawit)
yaitu 18,22 Ton dan PK (Minyak Inti Sawit) yaitu 3,94 Ton.
4.2. Hasil dan Pembahasan
4.2.1. Kegiatan Sertifikasi RSPO
PTPN IV mulai melaksanakan proses sertifikasi RSPO sejak tahun 2010.
Prosesnya dimulai dengan pendaftaran anggota RSPO ke Sekretariat RSPO di
Malaysia tahun 2010. Kemudian dilanjutkan dengan penerapan dan audit sertifikasi
RSPO untuk kebun dan PKS yaitu Dolok Ilir, pabatu dan Pulu Raja. Ketiga unit telah
memperoleh sertifikatnya pada tahun 2011.
Secara umum proses yang dilaksanakan PTPN IV untuk memperoleh
Gambar 3. Bagan Alir Proses Pelaksanaan RSPO di PTPN IV
Tinjauan awal formulasi system RSPO dimulai dari Bagian Perencanaan yang
diunjuk Perusahaan sebagai pelaksana merumuskan data-data relevan yang berkaitan
dengan RSPO baik internal maupun eksternal. Selanjutnya data-data tersebut
dievaluasi dilakukan perumusan formulasi yang tepat untuk penerapan RSPO. Setelah
itu Perusahaan memperoses kontrak pelaksanaan RSPO.
Setelah kontrak pelaksanaan RSPO terbit, dilakukan sosialisasi untuk
mengenalkan sistem RSPO di Unit Usaha yang terpilih untuk penerapan RSPO yaitu
Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja sekaligus membuat komitmen tentang kesepakatan
Perusahaan dengan unit-unit tersebut menjalankan RSPO. Proses pembuatan
dokumen analisa dampak sosial (SIA) dan nilai konservasi tinggi (NKT/HCV)
melaksanakan analisa terhadap situasi lingkungan Unit, melakukan konsultasi publik
dengan stake holder.
Seluruh proses pelaksanaan RSPO yang sudah dilaksanakan akan diaudit oleh
konsultan yang independen yang bertujuan melakukan pemeriksaan atas kesesuaian
prinsip dan kriteria RSPO. Sebelum dilaksanakannnya audit eksternal/konsultan
tersebut, perusahaan dianjurkan untuk melaksanakan audit internal berupa audit
silang antar unit-unit tersebut yang terpilih, yang sebelumnya bekerja sama dengan
konsultan dalam hal pelatihan sekaligus pemilihan auditor internal yang merupakan
karyawan masing-masing unit tersebut. Tim auditor internal dan audit yang dilakukan
hanya berkaitan dengan RSPO. Hal ini bertujuan agar ketidaksesuaian terhadap
klausul RSPO yang berpotensi terjadi dapat segera diidentifikasi dan ditindaklanjuti
untuk diperbaiki sehingga ketidaksesuaian tersebut dapat diminimalisir pada saat
pelaksanaan audit eksternal yang dilakukan konsultan.
Selanjutnya setelah laporan hasil audit diterbitkan oleh auditor konsultan,
dilakukan evaluasi oleh Badan Sertifikasi yaitu PT TUV-NORD Indonesia dan
4.2.2. Biaya Sertifikasi RSPO
4.2.2.1. Komitmen terhadap transparansi
Tabel 2. Biaya prinsip 1 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja
Pada pasal 1.1 bertujuan kepada pihak perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit
memberikan respon konstruktif dan segera atas permintaan informasi dari
stakeholder. Masyarakat sebagai bagian dari stakeholder adalah masyarakat sekitar
lokasi kebun yang terkena dampak operasional kebun secara langsung seperti
dampak-dampak operasional di PKS (suara, asap pabrik, bau dan lain-lain).
Komponen biaya yang harus dipenuhi oleh pihak perusahaan hanya berupa agenda
catatan dan dokumen-dokumen yang terdiri dari kepatuhan terhadap
perundang-undangan yang berkaitan dengan RSPO.
Dolok Ilir Pabatu Pulu Raja
Rekaman permintaan informasi 1.1 154.500 154.500 45.000 Rekaman Tanggapan terhadap permintaan informasi 1.1 154.500 200.000 40.000 Rekaman permintaan dan tanggapan informasi disimpan dengan
masa simpan yang ditentukan oleh perusahaan 1.1 50.000 50.000 65.000 Jenis informasi dan tanggapan yang diberikan mencakup doku men
yang sesuai peraturan nasional yang berlaku 1.1 200.000 200.000 40.000
Legal : Dokumen perijinan (Ijin loka si), Izin usaha Perkebunan, sertifikat HGU (Hak Guna Usaha) atau Dokumen-doku men yang mengarah ke pengurusan sertifikat HGU sesuai dengan tahapannya
1.2 500.000 500.000 500.000
Lingkungan : Dokumen AMDAL / UKL-UPL, Laporan
pengelolaan dan pemantauan Lingkungan (Laporan RKL-L) 1.2 200.000 200.000 200.000 Sosial : Dokumen aktifitas sosial dan hubungan dengan
masyarakat,dokumentasi program kesehatan dan keselamatan kerja
1.2 300.000 300.000 500.000
Rekaman permintaan dan tanggapan informasi disimpan dengan masa simpan yang ditentukan oleh perusahaan berdasarkan kepentingannya
1.2 60.000 50.000 65.000
Jumlah 1.619.000 1.654.500 1.455.000
Kriteria Pasal Biaya (Rp)
Kemudian untuk pasal 1.2 sudah tercakup dalam HGU (Hak Guna Usaha)
kebun, Analisis Dampak Lingkungan dan Sosial (AMDAL/UKL-UPL), Laporan
pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL) dan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang sudah dimiliki dan dilaksanakan
ketiga unit kebun tersebut jauh sebelum diberlakukannya RSPO. Pembuatan
dokumen-dokumen tersebut memerlukan biaya yang cukup besar sekitar 3-4 M
rupiah karena komponen biaya yang terdiri dari proses dan tahapan pengurusan,
sosialisasi, pelatihan dan kelengkapan dokumen-dokumen masing-masing peraturan
tersebut harus dipenuhi perusahaan. Dokumen-dokumen tersebut memiliki jangka
waktu yang perlu dilakukan perpanjangan/pembaharuan dokumen misalnya jangka
waktu HGU selama 25 tahun, AMDAL, RKL-UPL dan SMK3 masing-masing satu
tahun.
Secara umum pada kriteria ini berkaitan dengan pemberian informasi yang memadai
kepada stakeholder lainnya berkaitan dengan isu lingkungan, sosial dan hukum terkait
dengan RSPO, namun tidak semua dokumen perusahaan tersedia secara umum untuk
masyarakat seperti dokumen-dokumen yang sifatnya dilindungi kerahasiaannya oleh
perusahaan atau yang berdampak negatif terhadap lingkungan atau sosial. Informasi rahasia
yang bersifat komersial meliputi data keuangan seperti biaya dan pendapatan, dan
rincian-rincian yang berhubungan dengan pelanggan atau pemasok, kemudian contoh informasi yang
pengungkapannya dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan atau sosial
meliputi informasi tentang spesies langka yang pengungkapannya dapat meningkatkan risiko
terhadap perburuan atau penangkapan untuk perdagangan, atau situs-situs keramat yang
4.2.2.2. Memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku
Tabel 3. Biaya prinsip 2 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja
Pada pasal 2.1 komponen biaya yang dibebankan Perusahaan terdiri dari daftar
peraturan-peraturan, SOP dan daftar evaluasi. Perusahaan harus memenuhi seluruh
persyaratan hukum yang merupakan persyaratan dasar yang esensial untuk seluruh
perkebunan. Perundang-undangan yang relevan, namun tidak terbatas pada, peraturan tentang
penguasaan tanah dan hak atas tanah, tenaga kerja, praktek-praktek pertanian (misalnya
penggunaan pestisida atau bahan-bahan kimia), lingkungan (misalnya UU tentang satwa liar,
polusi, pengelolaan lingkungan, dan kehutanan), tempat penyimpanan, transportasi dan
proses pengolahan. Perundang-undangan dimaksud juga meliputi UU yang dikeluarkan di
bawah UU atau konvensi internasional (misalnya Konvensi Keanekaragaman Hayati, CBD).
Dolok Ilir Pabatu Pulu Raja
Bukti pemenuhan persyaratan hukum yang berlaku dan
terkait 2.1 1.000.000 100.000 1.000.000 Bukti adanya usaha untuk melakukan penyesuaian terhadap
perubahan peraturan 2.1 1.000.000 100.000 1.000.000 Bukti adanya sistem yang terdoku mentasi yang berisi
informasi tentang persyaratan hukum dan peraturan yang harus dipenuhi oleh perusahaan perkebunan
Apabila terdapat, atau sudah terdapat perselisihan, maka tersedia bukti penyelesaian atau progress penyelesaian dengan proses penyelesaian konflik yang diterima oleh para pihak
2.2 500.000 500.000 40.000
Bukti penyelesaian pembebasan lahan dengan Free Prior
and Informed Consent 2.2 500.000 500.000 40.000 Tersedianya mekanisme penyelesaian konflik yang diterima
oleh Para pihak 2.2 500.000 500.000 40.000
Jumlah 10.500.000 8.700.000 8.820.000
Kriteria Pasal Biaya (Rp)
Pada pasal 2.2. dokumen yang berkaitan dengan penguasaan dan pengusahaan tanah
merupakan bagian dari sertifikat HGU yang sudah diungkapkan pada prinsip 1. Kemudian
untuk Bukti legal/tanda-tanda batas areal yang legal masing-masing unit melakukan
perbaikan dan pembangunan ulang serta melengkapi patok-patok batas. Biaya tergantung
kebutuhan dan luas masing-masing Unit Kebun. Untuk mekanisme penyelesaian konflik
lahan, apabila tidak tercapai kesepakatan lewat proses mediasi dan negosiasi, akan ditempuh
jalur hukum dan tuntutan hak kepemilikan atas lahan oleh pihak lain tidak berlaku sampai
adanya keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Pada pasal 2.3. tentang penggunaan lahan untuk Kelapa Sawit tidak
mengurangi hak berdasarkan hukum dan ulayat pengguna lain tanpa persetujuan
terlebih dahulu dari mereka, dokumen-dokumen ini sejak dibangunnya kebun tidak
ada tersedia.
Seluruh pasal/kriteria pada prinsip ini ditangani oleh bagian khusus di kantor
pusat PTPN IV yaitu Bagian Hukum dan Pertanahan. Untuk masing-masing unit juga
dilengkapi petugas yang menangani hal-hal di atas yaitu Petugas Umum yang terdiri
dari seorang Asisten dan beberapa karyawan/bawahan yang merupakan perpanjangan
tangan dari Bagian Hukum dan Pertanahan. Bagian dan petugas khusus menangani
hal-hal tersebut pada prinsip ini sudah ada sebelum penerapan RSPO di unit Dolok
4.2.2.3. Komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang.
Tabel 4. Biaya prinsip 3 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja
Prinsip ini hanya memiliki satu pasal saja yaitu terdapat rencana
manajemen/perusahaan yang diimplementasikan yang ditujukan untuk mencapai
keamanan ekonomi dan keuangan dalam jangka panjang. Dokumen rencana usaha
atau pengelolaan, masing-masing Unit harus membuat, menyusun dan melaksanakan
RKAP (Rencana Kerja Anggaran Perusahan) yang dilaksanakan setiap tahun. RKAP
yang disusun berisikan target-target produksi TBS, rendemen CPO/inti, biaya
produksi dan harga pokok. Kemudian adanya rencana program replanting tahunan
yang dituangkan juga pada RKAP Tanaman Ulangan (TU). Penyusunan RKAP ini
setiap tahun dilaksanakan PTPN IV dan masing-masing unitnya jauh sebelum
diterapkannya RSPO khususnya di unit Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja.
Selain RKAP yang dilaksanakan setiap tahun PTPN IV juga membuat
Rencana Jangka Panjang (RJP) selama lima tahun. RJP ini berisikan target-target
produksi dan capaian laba perusahaan selama 5 tahun secara bertahap. Pembuatan
RJP juga dilaksanakan PTPN IV sebelum penerapan RSPO.
Dolok Ilir Pabatu Pulu Raja
Dokumen rencana kerja perusahaan untuk jangka
waktu minimum 3 tahun 3.1 100.000 100.000 100.000 Rencana program replanting tahunan, dimana
berlaku, untuk minimum 5 tahun ke depan yang setiap tahun dilakukan kaji ulang
3.1 50.000 50.000 40.000
Jumlah 150.000 150.000 140.000 Sumber: PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja, 2013