• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Biaya Dan Manfaat Pada Sertifikasi RSPO Bagi Perusahaan Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Biaya Dan Manfaat Pada Sertifikasi RSPO Bagi Perusahaan Kelapa Sawit"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit

Kelapa sawit, yang dihasilkan dari buah pohon kelapa sawit Afrika (Elaeis guineensis), sudah menjadi komoditi pertanian global utama, yang digunakan dalam sejumlah besar produk pangan dan non-pangan dan akhir-akhir ini dipandang sebagai bahan bakar nabati yang menjanjikan. Kelapa sawit secara menyeluruh diolah di negara berkembang wilayah tropis yang lembab dan menjadi landasan penting bagi perekonomian setempat, baik untuk ekspor maupun sebagai bahan mentah industri lokal (Teoh, C.H., 2010).

(2)

Standar-standar produk dan proses untuk kesehatan, kesejahteraan, kualitas, ukuran dan berbagai pengukuran dapat menciptakan hambatan perdagangan dengan menyingkirkan produk yang tidak memenuhi standar. Prosedur pengujian dan sertifikasi biasanya mahal, menyita waktu dan sulit diterapkan. Standar seperti ini dapat dipergunakan untuk merintangi perdagangan (Simamora, 2000).

Dalam lingkup ekonomi pengertian dari manfaat adalah nilai barang dan jasa bagi konsumen, sedangkan pengertian biaya adalah manfaat yang tidak diambil atau yang lepas dan hilang (opportunity). Pemanfaatan analisis manfaat dan biaya pada masalah lingkungan adalah suatu usaha untuk menanggulangi masalah pencemaran lingkungan. Analisis ini digunakan sebagai sistematika penilaian terhadap keuntungan dan kerugian dari terjadinya segala perubahan dalam produksi dan konsumsi masyarakat. Manfaat dari penerapan analisis manfaat dan biaya adalah pengurangan biaya polusi baik itu biaya untuk menghidari kerusakan karena polusi maupun biaya yang merusak kesejahteraan individu maupun masyarakat. Selain itu juga mencakup biaya program, yang merupakan segala pengeluaran pemerintah, yang diukur dengan nilai pemanfaatan dari sumber daya yang digunakan untuk pelaksanaan program tersebut (Anonimous, 2011).

2.2. RSPO

RSPO adalah suatu forum persatuan para pemangku kepentingan minyak

sawit dari beberapa negara. Forum ini dimotori oleh pemangku kepentingan dari

Eropa Barat untuk membangun kelapa sawit yang berkelanjutan dengan menerapkan

(3)

transparansi; (2) memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku; (3) komitmen

terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang; (4) penggunaan praktik

terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik; (5) tanggung jawab lingkungan dan

konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati; (6) tanggung jawab kepada

pekerja, individu dan komunitas dari kebun dan pabrik; (7) pengembangan

perkebunan baru secara bertanggung jawab; dan (8) komitmen terhadap perbaikan

terus-menerus pada wilayah utama aktivitas (Drajat, B. 2009).

Organisasi ini dimulai pada 2003 sebagai kerja sama informal antara Aarhus United UK Ltd, WWF (World Wildlife Fund), Golden Hope Plantations Berhad, Migros, the Malaysian Palm Oil Association, Sainsbury, dan Unilever. RSPO telah memiliki 892 anggota yang berasal dari produsen, manufaktur, perbankan, retail, NGO dan CPO trader. Dengan rincian, anggota ordinary (biasa) berjumlah 659, anggota afiliasi sebanyak 100 dan Supply Chain Associates berjumlah 133 anggota (RSPO, 2012).

Anggota biasa RSPO yang berjumlah 659 orang terdiri dari tujuh kategori pemangku kepentingan (stakeholder) yaitu 17% perusahaan kelapa sawit, 35,4% pedagang dan pemroses minyak sawit, 35,1% konsumen/industri minyak sawit, 6,9 % pengecer, 1,5% Bank dan Investor, 2,5% Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) bidang lingkungan / Konservasi Alam dan 1,3% LSM bidang social / pembangunan (RSPO, 2012).

(4)

anggota RSPO yaitu Inggris, Malaysia, Jerman, Indonesia, Belanda, Perancis, Amerika, Singapura, Swiss dan Australia (RSPO, 2012).

Anggota Biasa adalah setiap organisasi yang memiliki keterlibatan langsung dalam rantai pasokan minyak sawit, atau LSM yang terkait. Anggota-anggota mempunyai hak suara di Majelis Umum dan dapat terbuka menyatakan bahwa mereka adalah anggota RSPO. Anggota Afiliasi adalah individu atau organisasi dengan keterlibatan langsung atau kepentingan dalam rantai pasokan minyak sawit, tidak memiliki hak suara dan tidak memiliki hak untuk mengklaim mereka adalah anggota RSPO. Supply Chain Associates adalah organisasi-organisasi yang aktif dalam rantai pasokan minyak sawit bersertifikat RSPO yang tidak membeli produk kelapa sawit lebih dari 500 juta ton / tahun. Mereka tidak memiliki hak suara di Majelis Umum RSPO. Mereka diperbolehkan untuk publik negara mereka adalah anggota Asosiasi RSPO (RSPO, 2012).

(5)

Produksi minyak sawit lestari akan tergantung pada kelayakan ekonomi, lingkungan hidup dan sosial, yang dicapai melalui:

1. Prinsip 1: Komitmen terhadap keterbukaan

2. Prinsip 2: Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku

3. Prinsip 3: Perencanaan manajemen untuk mencapai kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang

4. Prinsip 4: Digunakannya praktik usaha yang baik oleh para produsen dan pabrik pengolah

5. Prinsip 5: Tanggung jawab lingkungan hidup dan konservasi sumber daya alam serta keanekaragaman hayati.

6. Prinsip 6: Pertimbangan yang bertanggung jawab para karyawan dan perorangan serta masyarakat yang terkena dampak dari produsen dan pabrik pengolah.

7. Prinsip 7: Pengembangan perkebunan baru yang bertanggung jawab

8. Prinsip 8: Komitmen terhadap peningkatan sinambung di bidang kegiatan utama. Organisasi RSPO mencatat baru dua BUMN perkebunan kelapa sawit di

Indonesia yang sudah memegang sertifikat RSPO bagi beberapa lahannya. Hal ini

dikarenakan porsi lahan penggarapan BUMN yang sedikit jika dibandingkan dengan

lahan yang digarap perusahaan swasta. BUMN hanya mengerjakan sekira 600 ribu ha

dari 7,6 juta ha lahan sawit yang ada di Indonesia. Selain itu, BUMN juga terkendala

masalah dokumentasi karena sebagian besar prinsip dan kriteria RSPO sudah

dilaksanakan namun dokumentasinya kurang lengkap. Sampai saat ini, RSPO

Indonesia telah memberikan sertifikat kepada 24 lahan kelapa sawit di Indonesia yang

(6)

22 lahan yang sudah disertifikasi tetapi masih menunggu proses sertifikat. Dari

jumlah itu, hanya dua BUMN yaitu PTPN III dan PTPN IV yang telah mendapatkan

sertifikat RSPO untuk beberapa lahannya. PTPN III dan IV merencanakan seluruh

unit perkebunan kelapa sawitnya memperoleh sertifikasi RSPO (RSPO, 2012).

Salah satu pertimbangan utama bagi perusahaan perkebunan untuk mendapatkan atau tidak mendapatkan sertifikat RSPO adalah tingginya biaya baik untuk proses pemenuhan persyaratan maupun untuk pengurusan sertifikatnya. Biaya untuk pembuatan sertifikat yang besar tentunya mempengaruhi biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan perkebunan dalam memproduksi kelapa sawit berbeda dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh perkebunan tidak bersertifikat RSPO.

Pertimbangan lain adalah ketidakpastian terhadap kompensasi CPO yang dihasilkan setelah perusahaan perkebunan bersertifikat RSPO. Dari segi harga CPO ada perbedaan antara yang telah bersertifikat dan yang belum yakni yang dikenal dengan harga premium. Perbedaan selisih harga US$ 10 sampai US$50 per ton CPO di atas harga CPO yang belum sertifikat. Walaupun harga premium itu sendiri tercipta dari perundingan antara penjual dengan pembeli. Karena sebetulnya sertifikasi RSPO tidak bersifat mandatory (wajib), tapi voluntary (sukarela). Karena bukan mandatory, akhirnya soal harga ditentukan antara si penjual dan si pembeli (Utomo, 2010).

(7)

Pendapatan dan Pemasaran

Dengan sertifikasi RSPO, perusahaan perkebunan kelapa sawit dapat mempertahankan posisi tawarnya di pasar internasional khususnya di Uni Eropa dan Amarika Utara dan mengklaim memperoleh harga premium US$ 0 – $10 /ton CPO. Operasional

Melalui sertifikasi RSPO perusahaan memperoleh manfaat yaitu:

• Memperbaiki dan melengkapi dokumen-dokumen yang ada pada perusahaan

perkebunan serta menyesuaikan dan menyeragamkan kegiatan operasional dan dokumen di seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit,

• Penurunan biaya pemakaian rutin herbisida dan pestisida sebesar

masing-masing US$ 250.000 dan $ 73.859/Ha, • Angka kecelakaan menurun sampai 42 %.

Hubungan Masyarakat Sosial

Berdasarkan hubungan masyarakat sosial, RSPO bermanfaat:

• Permasalahan konflik dengan masyarakat seperti pembebasan lahan garapan,

polusi, dan sebagainya dapat dikendalikan atau menurun,

• Meningkatkan hubungan dengan para pemangku kepentingan lokal, termasuk

pemerintah, tenaga kerja, masyarakat sipil dan pembeli.

(8)

Perlu diketahui tidak semua negara di dunia mengakui RSPO. Pasar utama yang mengakui adalah negara Eropa, sementara negara seperti India, China, Amerika Latin tidak mengakui RSPO. Dengan demikian bagi perusahaan yang tidak atau menolak menjadi anggota RSPO memiliki alternatif pasar yang mau menerima CPO.

Namun demikian, Eropa adalah pasar yang strategis bagi CPO. Sehingga sangat baik bagi PKS untuk menjadi anggota RSPO. Tanpa RSPO perusahaan-perusahaan tersebut tidak akan bisa bebas memasuki pasar Eropa.

Pada intinya RSPO ini berkepentingan terhadap peningkatan hasil produksi sawit yang berkelanjutan dan mengkontrol seluruh proses produksi minyak sawit sesuai dengan standar kesehatan dan hukum internasional.

2.3. Landasan Teori

2.3.1. Analisis Manfaat dan Biaya

(9)

Analisis manfaat biaya secara umum diartikan sebagai penilaian yang sistematis terhadap seluruh manfaat dan seluruh biaya yang akan timbul dari suatu tindakan atau beberapa tindakan alternatif. Dalam analisis ini pengambilan keputusan, apakah perlu dilakukan tindakan atau tidak, didasarkan atas besarnya angka perbandingan antara seluruh manfaat dengan seluruh biaya yang akan timbul dari tindakan tersebut. Analisis diterapkan pada program penanggulangan atau pencegahan polusi. Manfaat program tersebut adalah pengurangan biaya polusi. Biaya program adalah segala pengeluaran perusahaan, dan ini dapat diukur dengan nilai pemanfaatan lain sumber daya yang diperlukan untuk pelaksanaan program (Reksohadipurodjo S, 2000).

William N. Dunn (2000) menyatakan bahwa analisis biaya manfaat adalah suatu pendekatan untuk rekomendasi kebijakan yang memungkinkan analis membandingkan dan menganjurkan suatu kebijakan dengan cara menghitung total biaya dalam bentuk uang dan total keuntungan dalam bentuk uang. Analisis biaya manfaat selain dapat digunakan untuk merekomendasikan tindakan kebijakan, dapat juga digunakan untuk mengevaluasi kinerja kebijakan.

Menurut Kadariah (1999) bahwa manfaat yang akan terjadi pada suatu proyek dapat dibagi menjadi tiga yaitu manfaat langsung, manfaat tidak langsung dan manfaat terkait.

1) Manfaat Langsung

(10)

2) Manfaat Tidak Langsung

Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang muncul di luar proyek, namun sebagai dampak adanya proyek. Manfaat ini dapat berupa meningkatnya pendapatan masyarakat disekitar lokasi proyek.

3) Manfaat Terkait

Manfaat terkait yaitu keuntungan-keuntungan yang sulit dinyatakan dengan sejumlah uang, namun benar-benar dapat dirasakan, seperti keamanan dan kenyamanan. Dalam penelitian ini untuk penghitungan hanya didapat dari manfaat langsung dan sifatnya terbatas, karena tingkat kesulitan menilainya secara ekonomi.

2.4. Penelitian Terdahulu

(11)

Wulandary (2007) dalam penelitian berjudul “Analisis biaya manfaat pengelolaan lingkungan sentra industri kecil tahu Jomblang Kota semarang” melihat bagaimana manfaat pengelolaan lingkungan di sentra industri kecil dengan melakukan analisis biaya manfaat. Langkah yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi upaya-upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh industri tahu Jomblang dan mengetahui persepsi pemilik industri terhadap pengelolaan lingkungan. Analisis biaya manfaat dilakukan dengan menggunakan perhitungan NPV, IRR dan BCR dan menyimpulkan bahwa dengan membandingkan antara penerapan pengelolaan lingkungan dengan penerapan produksi bersih, diketahui biaya produksi sebelum diterapkannya produksi bersih jauh lebih besar yaitu Rp 9.104.986.500,- dibandingkan dengan biaya produksi setelah penerapan produksi bersih yaitu sebesar Rp 6.373.490.550,- Dengan volume produksi yang sama, maka setelah adanya penerapan produksi bersih ini keuntungan yang diperoleh oleh industri menjadi lebih besar yaitu Rp 5.210.879.450,- per satu tahun.

(12)

penelitian menunjukkan bahwa manfaat sertifikasi terhadap harga produsen kakao yang bersertifikasi Rainforest Alliance mengalami peningkatan 70-85%.

Romaniuk (2008) dalam penelitian berjudul “Costs and benefits of forest management certification for Polish State Forests under Forest Stewardship Council scheme”. penelitian ini menyajikan hasil analisis yang dilakukan di empat direktorat regional Hutan Negara Polandia dan dua belas distrik hutan pada musim gugur 2007. Pada penelitian ini, biaya sertifikasi hutan serta manfaat sertifikasi dibagi menjadi langsung dan tidak langsung. Biaya langsung berhubungan dengan audit yang dilakukan di daerah hutan setiap tahun atau setiap 5 tahun, sedangkan biaya sertifikasi tidak langsung terdiri dari: biaya sosial (misalnya berhubungan dengan keselamatan pekerja hutan), proses birokrasi tambahan, perubahan dalam pengelolaan hutan dan biaya alam (seperti kayu mati yang tersisa di hutan, menyisihkan daerah atau pohon dipertahankan dalam hutan setelah stek). Manfaat langsung terdiri dari: harga premium dan penjualan tambahan. Manfaat tidak langsung dibagi menjadi moneter dan non-moneter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya langsung tahunan per hektar di Direktorat Regional Białystok berkisar 0.019 EUR dan di Direktorat Daerah Łódź sebesar 0.043 EUR. Biaya per hektar mengalami penurunan pada masing

(13)

beberapa titik lemah dalam struktur organisasi dan lingkungan, yang berpengaruh terhadap perbaikan keselamatan pekerja hutan dan terhindar dari kerugian.

2.5. Kerangka Pemikiran

(14)

Dalam melakukan sertifikasi RSPO perusahaan perkebunan diharuskan untuk melakukan prinsip dan kriteria yang telah ditetapkan oleh badan RSPO. terdapat 8 prinsip dan 39 kriteria RSPO yang harus dilakukan. Dalam melakukan prinsip dan kriteria tersebut tentunya akan mengakibatkan biaya (C) yang harus dikeluarkan perusahaan perkebunan baik biaya yang langsung berkaitan dengan proses produksi dan pemasaran CPO ataupun biaya yang tidak langsung dengan proses produksi dan pemasaran CPO.

(15)

Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1:

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

2.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang sudah dibangun, maka disusun hipotesis bahwa:

1. Terdapat perbedaan biaya langsung dan tidak langsung sebelum dan sesudah sertifikasi RSPO pada perkebunan kelapa sawit.

(16)

Gambar

Gambar 1:

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan degradasi pada sinar matahari mencapai hingga 99,18% sedangkan pada sinar UV hanya 79,29% selama 120 menit, hal tersebut menunjukkan bahwa energi foton dari sinar

Pada sistem pembagian bandwidth yang dilakukan peneliti dengan menggunakan router mikrotik dan sistem operasi linux debian sebagai pendukung, sistem pembagian

• Apabila stack dalam keadaan kosong, batalkan penghapusan data, tampilkan pesan “stack dalam keadaan kosong“.. IlustrasifungsiPop struktur

Data hasil validasi tersebut dapat disimpulkan bahwa modul matematika berdasarkan kemampuan otak kanan pada materi transformasi layak digunakan dengan perbaikan

Hasil dari penelitian ini hampir sebagian responden ibu hamil dengan pola makan kurang sebanyak 12 orang atau 40.0 % dan sebagian besar ibu hamil mengalami konstipasi sebanyak 17

tanpa blower dengan aliran air panas yang kontinyu pada pipa untuk. menghasilkan uap panas

Pendingin bath dan pendingin tabung dimatikan, selanjutnya tombol off ditekan untuk benar-benar menghentikan proses freeze drying... Lampiran 3: Data hasil penelitian

Penulis telusuri bahwa sejak lahirnya Muhammadiyah memang sudah dapat diketahui asas gerakannya, namun pada tahun 1938-1942 di bawah kepemimpinan Kyai Mas Mansur mulai