• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi keragaman gen penyandi tahan panas (Heat Shock Protein 70) ayam lokal serta respon fisiologisnya terhadap cekaman panas akut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi keragaman gen penyandi tahan panas (Heat Shock Protein 70) ayam lokal serta respon fisiologisnya terhadap cekaman panas akut"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PENYANDI TAHAN PANAS

(

HEAT SHOCK PROTEIN 70

) AYAM LOKAL SERTA RESPON

FISIOLOGISNYA TERHADAP CEKAMAN PANAS AKUT

MOH. HASIL TAMZIL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Identifikasi Keragaman Gen Penyandi Tahan Panas (Heat Shock Protein 70) Ayam Lokal Serta Respon FisiologisnyaTerhadap Cekaman Panas Akut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Moh. Hasil Tamzil

(4)

RINGKASAN

MOH. HASIL TAMZIL. Identifikasi Keragaman Gen Penyandi Tahan Panas (Heat Shock Protein 70) Ayam Lokal Serta Respon Fisiologisnya Terhadap Cekaman Panas Akut. Dibimbing oleh: CECE SUMANTRI, RONNY RACHMAN NOOR, PENI SUPRAPTI HARDJOSWORO, dan WASMEN MANALU.

Stres panas pada ternak unggas berdampak negatif pada pertumbuhan dan produksi telur serta rentan terhadap munculnya berbagai macam penyakit. Masalah utama adalah ternak unggas merupakan hewan homeotermik yang hampir semua bagian tubuhnya ditutupi bulu dan tidak memiliki kelenjar keringat. Kondisi tubuh seperti ini mempengaruhi kemampuan membuang panas tubuh, terutama bila dipelihara pada lingkungan panas. Pada praktik budi daya ternak unggas selama ini, upaya mengatasi bahaya stres lebih fokus pada pendekatan manajemen perkandangan dan pakan. Pendekatan melalui kedua aspek ini berdampak pada peningkatan ongkos biologis. Oleh sebab itu, dilakukan terobosan baru menggunakan pendekatan genetik dengan mengeksplorasi keragaman gen HSP 70 yang merupakan gen yang bertanggung jawab pada bahaya stres panas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan genotipe ayam yang toleran pada pemeliharaan suhu tinggi, sedangkan tujuan khusus adalah 1) Mengkaji keragaman gen HSP 70 pada ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras; 2) Mengkaji pengaruh genotipe ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras pada kemampuan adaptasi pada pemeliharaan di suhu lingkungan tinggi.

Penelitian ini menggunakan 96 ekor ayam kampung betina, 94 ayam arab betina, dan 87 ekor ayam ras betina, yang dibesarkan sejak anak ayam umur sehari (DOC) sampai umur 20 minggu. Anak ayam umur sehari ayam kampung diperoleh dari hasil penetasan sendiri dengan telur tetas didatangkan dari daerah dataran rendah (0 - 100 meter di atas permukaan laut), sedang (700 - 800 meter di atas permukaan laut), dan dataran tinggi (1400 - 1600 meter di atas permukaan laut) di Pulau Lombok, sedangkan DOC ayam ras dibeli di poultry shop, dan DOC ayam arab dibeli di peternak. Semua anak ayam dari ke tiga jenis ayam tersebut dipelihara dalam kandang pembesaran secara terpisah. Pada saat ayam berumur 12 minggu, darah diambil lewat vena sayap menggunakan spuit insulin 1 cc dan selanjutnya diekstraksi untuk mendapatkan DNA genom. Tahap selanjutnya dilakukan amplifikasi Polymerase Chain Reaction (PCR) gen HSP 70 yang dilanjutkan dengan analisis SSCP (Single Strand Conformation Polymorphism), genotyping dan analisis sekuensing. Pada umur 20 minggu sebanyak 4 ekor dari masing-masing genotipe dari masing-masing jenis ayam yang diperoleh dari hasil genotyping diujitantang pada suhu 40oC. Masing-masing 1 ekor sebagai kontrol (tidak diberi uji tantang), 1 ekor diuji tantang selama 0.5 jam, 1 ekor diuji tantang selama 1 jam, dan 1 ekor diuji tantang selama 1.5 jam.

(5)

(frekuensi sama), selanjutnya diikuti oleh alel B dan terendah adalah alel D, sementara pada ayam ras hanya terdapat 1 alel, yaitu alel D. Frekuensi alel gen HSP 70 ayam kampung setelah dirinci berdasarkan sumber materi genetik, ayam yang berasal dari daerah dataran rendah dan sedang memperlihahatkan pola yang sama dengan frekuensi alel gen HSP 70 ayam kampung secara keseluruhan, hanya populasi ayam kampung yang berasal dari daerah dataran tinggi yang memperlihatkan fenomena yang beda, yaitu frekuensi alel tertinggi adalah A, selanjutnya diikuti oleh alel C, B, dan terendah adalah alel D.

Pada ayam kampung, frekuensi genotipe tertinggi adalah genotipe AD, selanjutnya diikuti oleh genotipe AA, AC, dan DD (frekuensi sama), genotipe AB, dan genotipe dengan frekuensi terendah adalah genotipe CC dan BC (frekuensi sama). Pada ayam arab frekuensi genotipe tertinggi adalah genotipe AC, selanjutnya diikuti oleh genotipe BC, AB, AD, CC, dan terendah adalah genotipe AA, sedangkan pada ayam ras hanya terdapat 1 genotipe, yaitu genotipe DD. Frekuensi genotipe HSP 70 ayam kampung setelah dirinci berdasarkan sumber materi genetik, ayam kampung yang berasal dari daerah dataran rendah dan sedang memperlihatkan pola yang sama dengan frekuensi genotipe ayam kampung secara keseluruhan, hanya populasi ayam kampung yang materi genetiknya dari daerah dataran tinggi yang memperlihatkan fenomena yang beda, yaitu frekuensi genotipe tertinggi adalah AA, selanjutnya diikuti oleh genotipe AD, DD, AC, AB dan frekuensi terendah adalah genotipe CC dan BC (frekuensi sama). Paparan data ini memberikan simpulan bahwa gen HSP 70 pada populasi ayam kampung di Pulau Lombok lebih banyak bergenotipe AD, sedangkan pada populasi ayam arab lebih banyak bergenotipe AC, sedangkan pada ayam ras hanya didapat 1 genotipe, yaitu DD. Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa terdapat perbedaan jumlah, frekuensi alel dan alel dominan serta frekuensi dan genotipe dominan gen HSP 70 pada ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras.

Hasil uji Chi-square (χ2) terhadap gen HSP 70 didapatkan bahwa pada populasi ayam kampung dan ayam arab berada dalam kondisi tidak seimbang (χ2

hitung > χ2tabel), sedangkan nilai Chi-square ayam kampung, setelah dirinci

berdasarkan sumber materi genetik, menunjukkan hasil bahwa populasi gen HSP 70 berada pada kondisi keseimbangan Hardy-Weinberg (χ2hitung< χ2tabel). Nilai Ho

pada populasi ayam kampung dan ayam arab tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, demikian pula halnya nilai Ho tidak menunjukkan perbedaan yang besar dibandingkan dengan nilai He. Hal yang sama berlaku pada nilai PIC. Nilai PIC populasi ayam kampung tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan dengan nilai PIC populasi ayam arab, sedangkan nilai PIC ayam ras tidak dilakukan penghitungan karena ayam ras termasuk ternak yang monomorfik.

Berdasarkan hasil sekuensing, gen HSP 70 hasil penelitian ini didapat persamaan dengan gen HSP 70 ayam yang terdapat di gen bank dengan nomor akses AY143693.1. Dijumpai7 situs polimorfik, yaitu perubahan basa AG pada situs 617, perubahan basa AG pada situs 628, perubahan basa GC pada situs 646, perubahan basa CT pada situs 661, perubahan basa AG pada situs 699, perubahan basa GC pada situs 754, dan perubahan basa AG pada situs 792. Mutasi pada situs 628, 646 dan 661 merupakan silent mutation.

(6)

menjadi AAT. Ketiga situs mutasi ini tidak mengubah asam amino, karena TCA dan TCG pada situs 628 sama-sama menyandi asam amino serina; CCG dan CCC pada situs 646, sama-sama menyandi asam amino metionina; AAC dan AAT pada situs 661 sama-sama menyandi asam amino asparagina. Lain halnya dengan mutasi pada situs 617, perubahan basa AG menyebabkan perubahan ACA (penyandi asam amino trionina) berubah menjadi GCA yang menyandi asam amino alanina. Mutasi pada situs 699, perubahan basa AG menyebabkan GGT yang menyandi asam amino glisina berubah menjadi GAT (penyandi asam aspartat). Pada mutasi di situs 754, perubahan basa GC menyebabkan ATG yang menyandi asam amino metionina berubah menjadi ATC (penyandi asam isoliosina), sedangkan mutasi pada situs 792, CAG (penyandi asam amino glutamina) berubah menjadi CGG yang menyandi asam amino arginina. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari tujuh situs polimorfik tersebut tiga di antaranya (situs 626, 646 dan 661) tergolong silent mutation karena tidak mengubah asam amino protein HSP 70.

Jenis ayam (ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras) mempengaruhi frekuensi panting, kadar air feses, serta nilai hematokrit darah, namun tidak mempengaruhi waktu mulai panting, konsumsi air minum, konsumsi pakan, suhu rektal, ekspresi HSP 70, kadar hormon kortikosteron, kadar eritrosit, hemoglobin, kadar leukosit, heterofil, basofil, limfosit, monosit, dan eosinofil serta rasio H/L. Cekaman panas akut menyebabkan peningkatan frekuensi panting, konsumsi air minum, suhu rektal, kadar air feses, ekspresi HSP 70, kadar hormon kortikosteron, persentase heterofil, basofil, dan rasio H/L, serta meyebabkan penurunan konsumsi pakan, kadar eritrosit, hemoglobin, nilai hematokrit, kadar leukosit, serta persentase limfosit dan monosit. Perlakuan cekaman panas tidak menyebabkan perubahan persentase eosinofil. Lama cekaman panas tidak mempengaruhi waktu mulai panting, konsumsi air minum, konsumsi pakan, suhu rektal, kadar air feses, kadar hormon kortikosteron, kadar eritrosit, hemoglobin, nilai hematokrit, kadar leukosit, persentase heterofil, persentase eosinofil, persentase basofil, persentase limfosit, dan persentase monosit, namun lama cekaman panas meningkatkan frekuensi panting dan ekspresi HSP 70. Dalam penelitian ini didapat pengaruh interaksi antara jenis ayam dan lama cekaman panas pada konsumsi air minum dan kadar air feses, namun tidak didapat pengaruh interaksi pada frekuensi panting, waktu mulai panting, konsumsi pakan, suhu rektal, ekspresi HSP 70, kadar hormon kortikosteron, kadar eritrosit, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, kadar leukosit dan komponen leukosit (heterofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan monosit) serta rasio H/L.

(7)

ayam arab dan ayam ras, sedangkan genotipe HSP 70 ayam yang paling toleran pada suhu tinggi adalah genotipe AD, dan sebaliknya adalah genotipe DD.

(8)

SUMMARY

MOH. HASIL TAMZIL. Identifikasi Keragaman Gen Penyandi Tahan Panas (Heat Shock Protein 70) Ayam Lokal Serta Respon Fisiologisnya Terhadap Cekaman Panas Akut. Dibimbing oleh: CECE SUMANTRI, RONNY RACHMAN NOOR, PENI SUPRAPTI HARDJOSWORO, dan WASMEN MANALU.

This study was designed to obtain HSP 70 genotypes of chickens which were tolerant to high ambient temperature or heat stress, while the specific objectives were: 1) To examine the HSP 70 gene polymorphism in local, Arabic, and commercial chickens, 2) To examine the genotype effect of local, arabic, and commercial chickens on their adaptability to the high environmental temperature. The study used 96 blood samples from local chicken, 94 samples from Arabic chickens, and 87 samples from commercial chickens which were taken from the brachial vein at the age of 12 weeks. Day old Kampong chickens were obtained by hatching the eggs that were collected from lowlands, medium, and high altitude areas in Lombok Island, while the day old Arabic chickens were obtained from local farmer. Day old commercial chickens were purchased from the local poultry shop. Each genotype from each chicken classes wasrepresented by 4 chickens to be challenged to heat stress at 40oC, one chicken as a control (was not exposed to given heat to heat stress), one chicken was exposed to heat stress for 0.5, 1, and 1.5 hours, respectively. The genotyping results by using PCR-SSCP analysis showed that kampong and Arabic chickens were polymorphic, while commercial chickens were classified as monomorphic. Kampong chickens had seven genotypes of HSP 70, namely AA, AB, AC, CC, AD, DD, and BC. The AD genotypes and A allele had the highest frequency in kampong chickens. Arabic chickens had six genotypes, namely AA, AB, AC, CC, AD, and BC, which AC genotype and A allele had the highest frequencies. However, the commercial chickens had only one genotype, namely DD. Seven were polymorphic sites found in applicated area, namely AG mutation at site 617, AG mutation at sites 628 and G C mutation at site 646, mutation CT at sites 661 and AG mutation at site 699, mutation GC at site 754, and AG mutation at site 792. Mutation at site 628, 646 and 661 were considered as silent mutation. HSP 70 gene in kampong and arabic chickens population in this study were in equilibrium. The values of Ho, He, and PIC of kampong and Arabic chickens were not significant.

(9)

affect the percentage of eosinophils. Long-term heat stress did not affect the onset of panting, drinking water consumption, feed consumption, rectal temperature, feces water content, serum corticosterone concentration, erythrocytes concentration, hemoglobin, hematocrit values, leucocyte concentration, and heterophils, eosinophils, basophils, lymphocytes, monocytes percentage. However, long-term heat stress increased the frequency of panting and HSP 70 expression. In this study, the interaction between the chicken types and the duration of heat stress was significant on water consumption and feces water content, but did not affect panting frequency, the onset of panting, feed consumption, rectal temperature, HSP 70 expression, serum corticosterone concentration, erythrocyte concentration, hemoglobin, hematocrit values, leokocyite level and leucocyte component (heterophils, eosinophils, basophils, lymphocytes, and monocytes), and H / L ratio.

Genotype of HSP 70 affected panting frequency, on set of panting, rectal temperature, serum corticosterone concentration, HSP 70 expression, blood leucocyte and differentiation of leucocyte. The AD genotype of chicken showed the lowest panting frequency, panting on set, rectal temperature, serum cortikosterone concentration, HSP 70 expression, heterophile percentage and H/L ratio, but the AD genotype of Chicken had the highest leucocyte concentrations and lymphocyte percentage. DD genotype showed the other way around, while other genotypes did not show any significance differences. It is concluded that genotype of HSP 70 that most tolerant to heat stress is AD genotype and the most intolerant is DD genotype.

(10)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(11)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

MOH. HASIL TAMZIL

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PENYANDI TAHAN PANAS

(

HEAT SHOCK PROTEIN 70

) AYAM LOKAL SERTA RESPON

(12)

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof (R) Dr Ir Sofjan Iskandar, MSc Dr Jakaria Thabrani, SPt MSi

(13)

Judul Disertasi : Identifikasi Keragaman Gen Penyandi Tahan Panas (Heat Shock Protein 70) Ayam Lokal Serta Respon Fisiologisnya Terhadap

Cekaman Panas Akut Nama : Moh. Hasil Tamzil NIM : D161090021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Cece Sumantri, M Agr Sc Ketua

Prof Dr Ir Ronny R Noor, M Rur Sc Anggota

Prof Dr Peni Suprapti Hardjosworo, M Sc. Anggota

Prof Dr. Ir. Wasmen Manalu Anggota

Diketahui oleh Ketua Program Studi

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Prof Dr Ir Muladno, MSA

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(14)

PRAKATA

Alhamdulillahi Robbil Alamin, penulis panjatkan kehadirat Alloh Subhanahu Wata„ala, atas segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah yang berjudul: Identifikasi Keragaman Gen Penyandi Tahan Panas (Heat Shock Protein

70) Ayam Lokal serta Respon Fisiologisnya Terhadap Cekaman Panas Akut, dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Ternak Unggas dan Laboratorium Mikrobiotek Fak. Peternakan Universitas Mataram, Laboratorium Immunobiologi Fak. MIPA Universitas Mataram, Laboratorium Reproduksi Fak. Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya serta Laboratorium Genetika Molkuler Institut Pertanian Bogor. Sebagian dari disertasi ini telah diterbitkan di

International Journal of Poultry Science, volume 12 no. 5 tahun 2013, dengan judul: Acute Heat Stress Responses of Three Lines of Chickens with Different Heat Shock Protein (HSP)-70 Genotypes, dan pada Jurnal Veteriner, volume 14, No. 3 tahun 2013, dengan judul: Keragaman Gen Heat Shock Protein (HSP) 70 ayam kampung, arab dan ras.

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada yang terhormat: Prof Dr Ir Cece Sumantri, M agr Sc., selaku ketua komisi pembimbing, Prof Dr Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur. Sc., Prof (Em) Dr Peni Suprapti Hardjosworo, MSc. dan Prof Dr Ir Wasmen Manalu, masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing, atas kerelaannya dalam membekali penulis dengan ilmu pengetahuan, serta saran dan perbaikan sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Kerelaan dan keikhlasan para pembimbing dalam membekali penulis dengan dasar-dasar keilmuan yang kuat, sungguh merupakan suatu yang tidak dapat dinilai secara material. Dalam kesempatan ini, penulis hanya mampu memanjatkan doa kepada Yang Maha Esa, semoga semuanya dapat bernilai ibadah di sisi Alloh dan mendapat ganjaran yang setimpal dari-Nya. Amien.

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, juga tidak lupa penulis sampaikan kepaka semua penguji luar komisi, baik pada ujian tertutup [Prof (R) Dr Ir Sofjan Iskandar, MSc. dan Dr Jakaria Thabrani, SPt. Msi] maupun ujian terbuka (Prof Dr Ir H Muhammad Ichsan, MS dan Dr Ir Rukmiasih, MS), saran-saran perbaikan yang diberikan, sangat bermakna dalam penyempurnaan karya tulis ini. Semoga Alloh SWT membalasnya dengan ganjaran yang setimpal.

Melalui kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Direktorat Jendral Perguruan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas dukungan dananya melalui Program Hibah Disertasi Doktor. Semoga dengan bantuan yang diberikan untuk penyelesaian karya tulis ini dapat menempatkan karya ini sebagai penambah hasanah ilmu pengetahuan dan bernilai ibadah di sisi Alloh SWT. Amien.

(15)

Universitas Mataram), Eryk Andreas, SPt, MSi. (Penanggung-jawab pada Laboratorium Genetika Molkuler Fak. Peternakan, IPB), H. Kamaruddin, staf pada kandang unggas di Teaching Farm Fakultas Peternakan Universitas Mataram, di desa Lingsar Lombok Barat, serta kepada semua pihak yang telah turut serta membantu kelancaran penelitian ini, yang tidak dapat penulis sebut satu per satu. Semoga semua bantuan yang diberikan kepada penulis bernilai ibadah di sisi Alloh SWT. Amien.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya juga secara khusus penulis sampaikan kepada orang-orang terdekat penulis. Kepada istri tercinta, Dra. Abdiah, dan anak-anak tersayang; Wahyu Dian Silviani, S.Si, Ahmad Hadian Tsauri, Almira Amini, serta Fatin Nabila Fitri yang secara utuh memberikan dukungan, do‟a serta motivasi, sehingga muncul motivasi kuat untuk penyelesaian Program S3 ini. Semoga semuanya dapat berperan sebagai penguat keluarga sakinah mawaddah warrahmah yang sudah dibina selama ini, dalam upaya mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Khusus kepada anak-anakku tersayang, semoga semua ini dapat berperan sebagai motivator untuk menggapai pendidikan yang setingi-tingginya, amien.

Bogor, Juli 2013

(16)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tjuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

KERAGAMAN GEN HEAT SHOCK PROTEIN (HSP) 70 PADA

AYAM KAMPUNG, ARAB DAN RAS PETELUR 3

Pendahuluan 3

Bahan dan Metode 4

Hasil dan Pembahasan 7

Simpulan 15

RESPON CEKAMAN PANAS AKUT PADA TIGA TIPE AYAM DENGAN GENOTIPE HEAT SHOCK PROTEIN 70 YANG BERBEDA

16

Pendahuluan 16

Bahan dan Metode 17

Hasil dan pembahasan 20

Simpulan 51

PEMBAHASAN UMUM 53

SIMPULAN DAN SARAN 55

Simpulan 55

Saran 55

DAFTAR PUSTAKA 56

LAMPIRAN 61

(17)

DAFTAR TABEL

1 Ringkasan hasil sekuensing 11

2 Frekuensi genotipe Heat Shock Protein-70 ayam kampung, ayam arab, dan

ayam ras 12

3 Frekuensi alel gen Heat Shock Protein-70 ayam kampung, ayam arab, dan

ayam ras 12

4 Nilai χ2 (Chi-square) ayam kampung dan rincian berdasarkan sumber materi genetik, serta ayam arab dan ayam ras petelur 14 5 Nilai heterozigositas pengamatan (Ho), heterozigositas harapan (He), dan

nilai PIC gen HSP 70 ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras 15 6 Rataan bobot badan dan luas relatif permukaan tubuh ayam percobaan

umur 5 bulan 20

7 Pengaruh cekaman panas akut pada ayam kampung dan ayam arab pada

waktu mulai panting (menit) 21

8 Pengaruh cekaman panas akut pada ayam kampung dan ayam arab pada

frekuensi panting (kali/menit) 23

9 Pengaruh cekaman panas akut pada ayam kampung dan ayam arab pada

konsumsi pakan (gram/ekor/menit) 25

10 Pengaruh cekaman panas akut pada ayam kampung dan ayam arab pada

konsumsi air minum (mL/ekor/menit) 26

11 Pengaruh tipe ayam (ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras) serta lama cekaman panas akut pada perbandingan konsumsi pakan dan air minum 28 12 Pengaruh genotipe HSP 70 ayam pada perbandingan antara konsumsi

pakan dan konsumsi air minum 29

13 Pengaruh cekaman panas akut pada ayam kampung dan ayam arab pada

suhu rektal (oC) 29

14 Pengaruh cekaman panas akut pada ayam kampung dan ayam arab pada

kadar air feses (%) 31

15 Pengaruh cekaman panas akut pada ayam kampung dan ayam arab pada

kadar ekspresi HSP 70 ( x107) (copy mRNA) 33

16 Pengaruh cekaman panas akut pada ayam kampung dan ayam arab pada

kadar hormon kortikosteron (µg/dL) 35

17 Pengaruh cekaman panas akut pada ayam kampung dan ayam arab pada

kadar eritrosit darah (x106/mm3) 38

18 Pengaruh cekaman panas akut pada ayam kampung dan ayam arab pada

kadar hemoglobin darah (g/dL) 39

19 Pengaruh cekaman panas akut pada ayam kampung dan ayam arab pada

(18)

20 Pengaruh cekaman panas akut pada ayam kampung dan ayam arab pada

kadar leukosit darah (x103/mm3) 43

21 Pengaruh cekaman panas akut pada ayam kampung dan ayam arab pada kadar

heterofil darah (%) 45

22 Pengaruh cekaman panas akut pada ayam kampung dan ayam arab pada

kadar eosinofil (%). 45

23 Pengaruh cekaman panas akut pada ayam kampung dan ayam arab pada

kadar basofil (%) 46

24 Pengaruh cekaman panas akut pada ayam kampung dan ayam arab pada

kadar limfosit (%) 46

25 Pengaruh cekaman panas akut pada ayam kampung dan ayam arab pada

kadar monosit (%) 47

26 Pengaruh cekaman panas akut pada ayam kampung dan ayam arab pada

rasio H/L 47

DAFTAR GAMBAR

1 Daerah gen HSP 70 yang diamplifikasi berdasarkan pada sekuen gen HSP 70 di Gen Bank, no akses AY143693

5 2 Hasil elektroforisis produk PCR fragmen gen HSP 70 ayam 8 3 Genotipe HSP 70 ayam yang diperoleh menggunakan PCR-SSCP 8 4 Perbedaan lokasi mutasi pada pada masing-masing genotipe gen heat

shock protein (HSP) 70 ayam

10 5 Frekuensi genotipe HSP 70 ayam kampung, ayam arab, dan ayam

ras

11 6 Frekuensi alel gen HSP 70 ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras 12 7 Frekuensi genotipe HSP 70 ayam kampung dengan sumber telur

tetas dari daerah dataran rendah, sedang, dan dataran tinggi serta

gabungan dari ketiga sumber tersebut 13

8 Frekuensi alel gen HSP 70 ayam kampung dengan sumber telur tetas dari daerah dataran rendah, sedang, dan dataran tinggi serta

gabungan dari ketiga sumber tersebut 13

9 Pengaruh genotipe HSP 70 pada waktu mulai panting pada ayam (menit)

23 10 Pengaruh genotipe HSP 70 pada frekuensi panting pada ayam

(kali/menit)

24 11 Pengaruh genotipe HSP 70 pada konsumsi pakan

ayam(g/ekor/menit)

(19)

dan ayam arab 27 13 Pengaruh genotipe HSP 70 pada konsumsi air minum ayam

(mL/ekor/menit)

28 14 Pengaruh genotipe HSP 70 pada suhu rektal ayam (oC) 30 15 Pengaruh cekaman panas akut pada kadar air feses ayam kampung

dan ayam arab

31 16 Pengaruh genotipe HSP 70 pada kadar air feses ayam (%) 32 17 Pengaruh genotipe HSP 70 ayam pada ekspresi HSP 70 (x107) (copy

mRNA)

34 18 Pengaruh genotipe HSP 70 ayam pada kadar hormon kortikosteron

ayam (µg/dL)

38 19 Pengaruh genotipe HSP 70 pada rataan kadar eritrosit darah ayam

(x106/mm3)

39 20 Pengaruh genotipe HSP 70 ayam pada kadar hemoglobin darah

ayam (g/dL)

40 21 Pengaruh genotipe HSP 70 pada nilai hematokrit ayam (%) 42 22 Pengaruh genotipe HSP 70 pada kadar leukosit darah ayam

(x103/mm3)

44 23 Pengaruh genotipe HSP 70 pada persentase heterofil darah ayam 48 24 Pengaruh genotipe HSP 70 pada persentase eosinofil darah ayam 49 25 Pengaruh genotipe HSP 70 pada persentase basofil dalam darah

ayam

49 26 Pengaruh genotipe HSP 70 pada persentase limfosit darah ayam 50 27 Pengaruh genotipe HSP 70 pada persentase monosit dalamdarah

ayam

50 28 Pengaruh genotipe HSP 70 pada nilai rasio H/L darah ayam 52

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sekuen gen HSP 70 yang diakses dari Gen Bank dengan nomer akses AY143693

(20)

6b Hasil sekuensing genotipe AD gen HSP 70 (R) 73 7a Hasil sekuensing genotipe DD gen HSP 70 (F) 74 7b Hasil sekuensing genotipe DD gen HSP 70 (R) 75 8a Hasil sekuensing genotipe BC gen HSP 70 (F) 76 8b Hasil sekuensing genotipe BC gen HSP 70 (R) 77

(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam kampung merupakan sumber daya genetik asli Indonesia dan sudah berdaptasi baik dengan lingkungan tropik dan pemeliharaan sederhana di pedesaan. Ayam kampung lebih banyak dipelihara dengan cara diumbar, yaitu dibiarkan hidup berkeliaran di sekitar rumah dengan pemberian pakan tambahan sekedarnya berupa limbah pertanian seperti dedak dan sisa-sisa dapur. Pada malam harinya dimasukkan ke dalam kandang sederhana, bahkan tidak jarang dibiarkan tidur bertengger di ranting pohon atau atap rumah. Ayam kampung merupakan bagian dari kehidupan petani di pedesaan dan banyak membantu petani sebagai penyedia uang tunai, sehingga hampir tidak ada satu keluarga petanipun yang tidak memiliki ayam kampung. Hal inilah yang menyebabkan populasi ayam kampung di Indonesia tetap bertahan bahkan meningkat. Populasi ayam kampung pada tahun 2011 mencapai 274 892 875 ekor, dengan kemampuan produksi telur mencapai 179 605.35 ton dan produksi daging sebesar 283 135.04 ton (Kementan 2012). Kemampuan ayam kampung sebagai penyedia daging nasional berada pada posisi nomor 3 (12.123%) setelah ayam broiler (54.395%) dan ternak sapi (19.945%).

Dalam perkembangannya, ayam kampung lebih banyak tumbuh alami, tanpa banyak mendapat pembinaan dan campur tangan pemerintah. Meskipun pada beberapa tempat pemerintah telah melaksanakan beberapa program dalam upaya meningkatkan produktivitas ayam kampung, namun program-program tersebut tidak banyak menunjang peningkatan produktivitas. Program-program tersebut antara lain adalah program Intensivikasi Ayam Buras (INTAB), Village Breeding Centre (VBC), dan Rural Rearing Multiplication Centre (RMC). Salah satu kendala dalam peningkatan populasi ayam kampung adalah ketersediaan bibit. Bibit dengan kualitas tinggi akan berdampak positif terhadap efisiensi produksi. Bibit ayam kampung pada saat sekarang ini lebih banyak diusahakan oleh pembibit-pembibit tradisional yang menyebar di seluruh sentra peternakan ayam kampung. Masih belum ada pengusaha yang mau menanamkan modalnya untuk pendirian breeding farm ayam kampung seperti breeding farm ayam ras. Kualitas bibit yang beredar sangat beragam dan cenderung ke arah kualitas yang rendah, sehingga menghasilkan pertumbuhan yang sangat lambat, dan untuk mencapai bobot potong memerlukan waktu cukup lama. Selain itu untuk mendapatkan telur tetas seragam dalam jumlah banyak sulit diperoleh, karena berhubungan dengan tingkat produksi telur yang rendah. Oleh sebab itu diperlukan langkah strategis untuk mengoptimalkan fungsi sumber daya genetik ayam kampung tersebut untuk kemaslahatan manusia dan konservasi plasma nutfah asli Indonesia.

(22)

yang dalam perkembangannya terjadi perkawinan dengan ayam lokal, sehingga genetik dan fenotipiknya dikenal menjadi ayam arab seperti yang dipelihara masyarakat sekarang ini. Ayam arab mempunyai kemampuan adaptasi dengan lingkungan tropik cukup baik, sementara ayam ras memperlihatkan respon sebaliknya, karena tipe ayam ini berasal dari negara sub tropik, sehingga bila dipelihara di daerah panas akan menderita cekaman panas (stress).

Lain halnya dengan ayam kampung yang merupakan keturunan ayam hutan merah (Gallus gallus) dan didomestikasi di daratan kepulauan Nusantara. Ayam ini dari generasi ke generasi tumbuh dan berkembang di Indonesia, sehingga tergolong ayam yang sudah beradaptasi baik dengan lingkungan tropik serta sifat tersebut diwariskan ke keturunannya. Dalam perkembangannya ayam kampung berkembang menjadi berbagai macam galur dengan fenotipik seperti warna bulu, warna kulit, bentuk jengger dan ciri fisik lainnya yang beragam, serta dengan genotipik yang bervariasi pula. Tingginya variasi ini berdampak terhadap kemampuan merespon pengaruh lingkungan termasuk suhu lingkungan tempat pemeliharaan.

Galur ayam tahan panas antara lain dapat dihasilkan melalui program seleksi ke arah keragaman gen Heat Shock Protein-70 (HSP 70) yang berfungsi untuk melindungi mahluk hidup dari bahaya stres panas. Penelitian ini dirancang untuk mengidentifikasi keragamanan gen HSP 70 pada 3 tipe ayam dalam upaya pemetaan gen tahan panas ayam Indonesia sebagai dasar pembentukan galur ayam tahan panas.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan genotipe ayam yang toleran pada pemeliharaan suhu tinggi, sedangkan tujuan husus penelitian ini adalah:

1. Mengkaji keragaman gen HSP 70 pada ayam kampung, ayam arab dan ayam ras.

2. Mengkaji pengaruh genotipe HSP 70 ayam terhadap kemampuan adaptasi pada pemeliharaan di suhu lingkungan tinggi.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk pemetaan gen ketahanan panas ayam Indonesia, sehingga dapat dipergunakan sebagai dasar untuk pembentukan galur ayam tahan panas.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

a. Identifikasi keragaman gen HSP 70 ayam kampung, ayam arab dan ayam ras

(23)

2.

KERAGAMAN GEN

HEAT SHOCK PROTEIN

(HSP) 70

PADA AYAM KAMPUNG, ARAB DAN RAS PETELUR

Pendahuluan

Secara umum ada tiga tipe ayam yang berkembang di Indonesia sebagai unggas penghasil daging dan telur konsumsi, yaitu ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras (pedaging dan petelur). Ayam kampung merupakan ayam asli Indonesia yang beriklim tropik basah, sedangkan ayam ras, merupakan tipe ayam yang didatangkan dari Eropa (beriklim dingin). Ayam arab merupakan ayam petelur introduksi, yang asal-usulnya masih diperdebatkan. Sulandari et al.

(2007ab), serta Sartika dan Iskandar (2007) menyatakan ayam arab, merupakan ayam pendatang, yaitu ayam braekel kriel silver dan braekel kriel gold (ayam lokal Eropa). Ayam arab masuk ke Indonesia sekitar tahun 1980-an, sehingga dapat digolongkan sebagai ayam lokal (Sulandari et al. 2007b). Ayam arab mempunyai kemampuan adaptasi dengan lingkungan tropik cukup baik, dan sangat cocok untuk daerah beriklim panas. Sama halnya dengan ayam kampung yang diturunkan dari Gallus gallus (Nishida et al. 1982; Fumihito et al. 1996; Sartika dan Iskandar 2007; Sulandari et al. 2007ab), ayam arab berkembang di Indonesia sehingga toleran dengan lingkungan tropik. Dalam perkembangannya, ayam kampung berkembang dengan fenotipe dan genotipe yang beragam. Keberagaman ini berdampak pada kemampuan merespons pengaruh lingkungan termasuk suhu lingkungan tempat pemeliharaan. Individu yang memiliki keragaman kombinasi gen tinggi memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungan lebih baik dibandingkan dengan individu yang komposisi gennya lebih seragam (Noor & Seminar 2009). Tingginya keragaman ayam kampung merupakan modal yang dapat dikembangkan ke arah dihasilkannya galur ayam yang mampu beradaptasi lebih baik dengan lingkungannya.

Ternak unggas termasuk hewan homeothermic (suhu tubuh berkisar antara 40.5- 41.5oC) (Etches et al. 2008), tidak memiliki kelenjar keringat serta hampir semua bagian tubuhnya ditutupi bulu. Kondisi tubuh seperti ini menyebabkan ternak unggas kesulitan membuang panas tubuh ke lingkungannya, sehingga sangat rentan terhadap bahaya cekaman panas (Lin et al. 2005; Al-Fataftah & Abu-Dieyeh 2007; Al-Ghamdi 2008; Al-Aqil & Zulkifli 2009; Zulkifli et al.

2009; Ajakaiye et al. 2010). Oleh karena itu, ternak unggas harus dipelihara pada

thermoneutrality zone, dan pemeliharaan di atas thermoneutrality zone (lebih dari 32oC), ternak akan menderita stres panas (Cooper & Washburn 1998; Mujahid et al. 2007). Dampak selanjutnya adalah, ternak mengalami penurunan pertumbuhan, produksi telur, dan ketahanan tubuh yang menyebabkan rentan terhadap bermacam penyakit yang dapat menimbulkan kematian sehingga secara ekonomis merugikan usaha (Al-Fataftah 1987; Al-Fataftah & Abu-Dieyeh 2007; Czaririck & Faichild 2008; Faisal et al. 2008; Virden & Kidd 2009; Sohail et al. 2010).

(24)

Oleh sebab itu, keberadaan ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras yang berkembang di Indonesia, dengan latar belakang perbedaan asal usul dan tempat pengembangan, akan memperlihatkan genotipe HSP 70 yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman gen HSP 70, ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras.

Bahan dan Metode

Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 96 ekor ayam kampung, 94 ekor ayam arab, dan 87 ekor ayam ras petelur strain CP 909. DOC ayam kampung diperoleh dari hasil penetasan sendiri dengan telur tetas didatangkan dari berbagai daerah di Pulau Lombok yang diambil berdasarkan ketinggian tempat di atas permukaan laut, yaitu daerah pantai dengan ketinggian 0-100 meter di atas permukaan laut, daerah sedang dengan ketinggian sekitar 700–800 meter di atas permukaan laut, dan daerah pegunungan/dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1400 sampai 1600 meter di atas permukaan laut. DOC ayam ras dibeli di poultry shop, dan DOC ayam arab dibeli pada peternak. Semua anak ayam dari ke tiga tipe ayam tersebut dipelihara dalam kandang pembesaran secara terpisah. Pembesaran ternak ayam dilakukan di Laboratorium Terapan Fakultas Peternakan Universitas Mataram, di desa Lingsar Lombok Barat. Pada umur 12 minggu dilakukan sexing, dan individu yang berkelamin betina dipergunakan sebagai sampel penelitian.

Ekstraksi DNA Genom

Pada saat ayam berumur 12 minggu, darah diambil lewat vena sayap (vena brakhialis) menggunakan spuit insulin 1 cc dan dimasukkan ke tabung EDTA 5 mL. Ekstraksi DNA genom dilakukan menurut prosedur kerja Sulandari & Zein (2003), yaitu DNA genom yang diperoleh dari 250 µL darah dimasukkan ke dalam tabung ependorf, dan ditambahkan 250 µL lysis buffer dan digoyang dengan tangan selama 15 menit, disentrifugasi pada 8500 rpm dalam suhu kamar selama empat menit. Supernatant dibuang dan endapannya ditambahkan 250 µL

(25)

sebanyak 100 µL dan dinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit. Sampel DNA disimpan di freezer (-20oC) sampai siap digunakan.

Amplifikasi Polymerase Chain Reaction (PCR) gen HSP 70

Sampel DNA yang diperoleh dari masing-masing ternak dipergunakan sebagai template (cetakan) untuk mengamplifikasi lokus-lokus gen melalui reaksi PCR menggunakan primer Forward 5‟AACCGCACCACACCCAGCTATG 3‟

dan Reverse 5‟CTGGGAGTCGTTGAAGTAAGCG 3‟ (360 bp) (Mazzi et al.

2003). Fragmen gen HSP 70 yang diamplifikasi berada pada daerah ekson sepanjang 360 bp dari gen HSP 70 dengan panjang 2594 bp, seperti tertera pada Gambar 1.

421 ttgcgtgggt gtcttccagc atggcaaagt ggagatcatt gccaacgacc aggggaaccg

481 caccacaccc agctatgtgg ccttcaccga tacagagcgc ctcatcgggg atgctgccaa 541 gaaccaagtg gcaatgaacc ccaccaacac catctttgat gccaagcgtc tcatcggccg 601 caagtatgat gaccccacag tgcagtcaga catgaagcac tggccgttcc gtgtggtgaa 661 cgagggtggc aagcccaagg tgcaggtgga gtacaagggt gagatgaaga ccttcttccc 721 agaggagatc agctctatgg tgctcaccaa gatgaaggag attgctgagg cctatctggg 781 aaaaaaggta cagaatgctg ttatcacagt gcccgcttac ttcaacgact cccagcgcca

Keterangan: bagian yang dicetak tebal dan digaris bawah adalah primer Forward (F), sedangkan bagian yang dicetak tebal, digaris bawah dan tercetak miring adalah primer Revers (R)

Gambar 1 Daerah gen HSP 70 yang diamplifikasi berdasarkan pada sekuen gen HSP 70 di Gen Bank, no akses AY143693

Reaksi PCR dikondisikan pada volume 10 µL (1 µL 10 X ex taq buffer, 0.5 µL primer HSP 70 F dan 0.5 µL primer HSP 70 R, 1 µL dNTP mix, 0.5 µL

template DNA, 0.07 µL ex taq dan 6.43 µL dH2O). Reaksi PCR dimulai dengan

denaturasi awal pada 95oC selama lima menit, selanjutnya dilakukan amplifikasi selama 35 siklus, masing-masing pada 95oC selama 30 detik, 60oC selama 30 detik, dan 72oC selama satu menit, kemudian diakhiri elongasi akhir pada 72o C selama lima menit.

Analisis Single Strand Conformation Polymorphism (SSCP)

Pelaksanaan analisis Single Strand Conformation Polymorphism (SSCP) mengacu pada metode yang dipergunakan oleh Mazzi et al. (2003) yaitu dengan cara melarutkan endapan DNA yang didapat ke dalam 15 µL larutan SCCP buffer

(95% formamide, 20 mM EDTA, 0.05% bromofenol blue, dan 0.05% xilen sianol). Campuran didenaturasi pada suhu 100oC selama lima menit, kemudian didinginkan selama lima menit dengan es dan dimasukkan ke dalam sumuran gel akrilamid-bis akrilamid 12 - 20% (49:1). Elektroporesis dilakukan dalam buffer 1 X TBE pada 100 volt selama 24 jam kemudian dilanjutkan dengan Silver Staining

(26)

Analisis Sekuensing

Jumlah sampel yang disekuensing adalah tujuh sampel (masing-masing satu sampel dari tujuh genotipe gen HSP 70 hasil analisisis SSCP). Analisis sekuensing menggunakan produk PCR yang dimurnikan. Produk alikuot murni digunakan untuk kuantifikasi dalam 1% gel agarose dan sekitar 50-100 ng dari produk tersebut digunakan untuk sekuensing dalam reaksi dengan buffer sekuensing (0.5x), 2 µL Big Dye (versi 3), 5 pmol primer F atau R dan air steril, sehingga volume akhir mencapai 10 µL. Setelah 35 siklus reaksi (95°C selama 30 detik; 60°C selama 30 detik dan 72°C selama 1 menit), sampel dicuci dengan 80 µL isopropanol 75% selama 15 menit dan disentrifugasi pada 4500 rpm selama 25 menit pada suhu 20°C. Sampel dicuci menggunakan 200 µL etanol 70% dan disentrifugasi pada 4500 rpm selama 15 menit pada suhu 20°C. Sampel tersebut kemudian divakum kering dan dimuat ke gel poliakrilamid di ABI-377 DNA

sequencer (Perkin Elmer). Analisis Data

Data keragaman DNA yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya dirata-ratakan dan dicari frekuensi alel, frekuensi genotipe dan nilai heterozigositas.

Frekuensi alel dihitung berdasarkan rumus Nei (1987), yaitu: Xi =

Keterangan: xi = Frekuensi alel ke-i

nii= Jumlah individu bergenotipe ii

nij= Jumlah individu bergenotipe ij

N = Jumlah individu sampel

Frekuensi genotipe dapat diketahui dengan cara mengestimasi frekuensi heterozigositas pengamatan (Ho), Heterozigositas harapan (He) dan standar eror heterozigositas harapan (Weir, 1996; Nei, 1987).

Keterangan: Ho = frekuensi heterozigositas pengamatan N1ij = Jumlah individu heterozigot

N = jumlah individu yang dianalisis

Keterangan: He = heterozigositas harapan P1i = frekuensi alel ke-I

(27)

Keterangan:

(He) = ragam heterozigositas harapan xi = frekuensi gen ke-i

Keseimbangan Hardy-Weinberg diuji dengan Chi-square (χ2 ) (Hartl dan Clark 1997), yaitu:

Keterangan: χ2

= uji Chi-square

Obs= jumlah pengamatan genotipe ke-i Exp= jumlah harapan genotipe ke-i

Nilai PIC (Polymorphic Informative Content) dihitung berdasarkan rumus Botstein et al. (1980), yaitu:

Keterangan:

Pi = Frekuensi alel ke-i n = jumlah alel

Hasil dan Pembahasan

Polimorfisme Gen Heat Shock Protein-70

Hasil amplifikasi fragmen gen HSP 70 tiga tipe ayam (ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras) dilakukan menggunakan mesin PCR. Denaturasi awal dimulai pada 95oC selama 5 menit, dan amplifikasi selama 35 siklus, masing-masing pada 95oC selama 30 detik, 60oC selama 30 detik, dan 72oC selama satu menit, kemudian diakhiri elongasi akhir pada 72oC selama 5 menit. Hasil amplifikasi tertera pada Gambar 2. Terlihat bahwa amplifikasi gen HSP 70 pada posisi 475 sampai dengan 836, berhasil dilakukan dengan menggunakan primer

forward dan reverse, dengan panjang produk PCR 360 bp.

(28)

Keterangan: M (marker) : ladder (100 bp) 1 – 3 : sampel

Gambar 2 Hasil elektroforisis produk PCR fragmen gen HSP 70 ayam

Genotipe AA AC AD DD CC BC AB

Gambar 3 Genotipe HSP 70 ayam yang diperoleh menggunakan PCR-SSCP enam genotipe pada ayam arab (AA, AB, AC, CC, AD, dan BC) dan satu genotipe, yaitu DD, pada ayam ras. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ayam kampung Indonesia mempunyai keragaman kombinasi gen HSP 70 yang tertinggi dibandingkan dengan ayam arab dan ayam ras petelur. Rendahnya keragaman pada ayam ras, disebabkan karena ayam tersebut sudah mengalami seleksi secara intensif untuk menjadi ayam unggul, sesuai dengan tujuan pemeliharaannya.

Tingginya keragaman kombinasi gen HSP 70 pada ayam kampung dan ayam arab merupakan peluang dilakukannya seleksi untuk mendapatkan genetik ayam yang lebih toleran pada suhu lingkungan pemeliharaan yang tinggi, karena ternak dengan keragaman kombinasi gen yang tinggi, mempunyai kemampuan beradaptasi lebih baik dengan lingkungan pemeliharaan (Noor & Seminar 2009). Hasil sekuensing tujuh genotipe gen HSP 70 ayam, tertera pada Gambar 4, dan ringkasan hasil sekuensing disajikan pada Tabel 1. Hasil sekuensing memberikan informasi bahwa gen HSP 70 yang diperoleh dari hasil sekuensing mempunyai

500 bp 400 bp 300 bp 200 bp

360 bp

M 1 2 3

(-)

(+)

(-)

(29)

persamaan dengan gen HSP 70 ayam yang terdapat di Gen Bank (nomor akses AY143693.1) dan didapat 7 situs (lokasi) polimorfik, yaitu perubahan AG pada situs 617, perubahan AG pada situs 628, perubahan GC pada situs 646, perubahan CT pada situs 661, perubahan AG pada situs 699, perubahan GC pada situs 754, dan perubahan AG pada situs 792. Perubahan AG pada situs 628 menyebabkan perubahan TCA menjadi TCG, perubahan GC pada situs 646 menyebabkan perubahan CCGCCC, dan perubahan CT pada situs 661 menyebabkan perubahan AAC menjadi AAT. Ketiga situs mutasi ini tidak mengubah asam amino, karena TCA dan TCG pada situs 628 sama-sama menyandi asam amino serina; CCG dan CCC pada situs 646, sama-sama menyandi asam amino metionina; AAC dan AAT pada situs 661 sama-sama menyandi asam amino asparagina. Lain halnya dengan mutasi pada situs 617, dimana perubahan AG menyebabkan perubahan ACA (penyandi asam amino trionina) menjadi GCA yang menyandi asam amino alanina. Mutasi pada situs 617, perubahan AG menyebabakan ACA yang menyandi asam amino trionina berubah menjadi GCA yang menyandi asam amino alanina. Mutasi pada situs 699, perubahan AG menyebabkan GGT yang menyandi asam amino glisina berubah menjadi GAT (penyandi asam aspartat). Pada mutasi di situs 754, perubahan GC menyebabkan ATG yang menyandi asam amino metionina berubah menjadi ATC (penyandi asam amino isoliusina), sedangkan mutasi pada situs 792, CAG (penyandi asam amino glutamina) berubah menjadi CGG yang menyandi asam amino arginina. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari ketujuh situs polimorfik tersebut tiga di antaranya (situs 626, 646 dan 661) tergolong

silent mutation karena tidak mengubah asam amino protein HSP 70.

Data frekuensi genotipe gen HSP 70 pada 3 tipe ayam yang diamati disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 5, sedangkan nilai frekuensi alel dari gen yang sama disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 6.

Data pada Tabel 2 dan Gambar 5 memperlihatkan bahwa pada ayam kampung, frekuensi genotipe tertinggi adalah genotipe AD, selanjutnya diikuti oleh genotipe AA, genotipe AC, dan DD (frekuensi sama), genotipe AB, serta genotipe CC dan BC (frekuensi sama). Pada ayam arab, frekuensi genotipe tertinggi adalah genotipe AC, selanjutnya diikuti oleh genotipe BC, AB, AD, CC dan terendah adalah genotipe AA, sedangkan pada ayam ras hanya terdapat satu genotipe, yaitu genotipe DD.

(30)

605 615 625 635 645 655 ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ...|....|

AY143693 GGCCGCAAGT ATGATGACCC CACAGTGCAG TCAGACATGA AGCACTGGCC TTCCGTGTG AA --- --- --- --- --- --- AB --- --- --- --r--- --- s--- AC --- --- --- --r--- --- --- CC --- --- --- --G--- --- s--- AD --- --- -r--- --- --- --- DD --- --- --- --- --- C--- BC --- --- --- --r--- --- s---

[image:30.595.40.483.76.521.2]

665 675 685 695 705 715 ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ...|....|

AY143693 GTGAACGAGG GTGGCAAGCC CAAGGTGCAG GTGGAGTACA AGGGTGAGAT AAGACCTTC AA --- --- --- --- --- --- AB --- --- --- --- --- --- AC ---y---- --- --- --- --- --- CC --- --- --- --- --- --- AD --- --- --- --- --- --- DD --- --- --- --- ---r--- --- BC --- --- --- --- --- ---

725 735 745 755 765 775 ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ...|....|

AY143693 TTCCCAGAGG AGATCAGCTC TATGGTGCTC ACCAAGATGA AGGAGATTGC GAGGCCTAT AA --- --- --- --- --- --- AB --- --- --- --- --- --- AC --- --- --- --- --- --- CC --- --- --- --- --- --- AD --- --- --- ---s- --- --- DD --- --- --- --- --- --- BC --- --- --- --- --- ---

785 795 805 815 825 835 ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ...|....|

AY143693 CTGGGAAAAA AGGTACAGAA TGCTGTTATC ACAGTGCCCG CTTACTTCAA GACTCCCAG AA --- --- --- --- --- --- AB --- --- --- --- --- --- AC --- --- --- --- --- --- CC --- --- --- --- --- --- AD --- --- --- --- --- --- DD --- ---r--- --- --- --- --- BC --- --- --- --- --- ---

Gambar 4. Perbedaan lokasi mutasi pada pada masing-masing genotipe gen

heat shock protein (HSP) 70 ayam

Paparan data ini memberikan simpulan bahwa gen HSP 70 pada populasi ayam kampung di Pulau Lombok lebih banyak bergenotipe AD, sedangkan pada populasi ayam arab lebih banyak bergenotipe AC. Adanya persamaan genotipe HSP 70 pada populasi ayam kampung dari berbagai sumber materi genetik di Pulau Lombok menunjukkan bahwa ayam kampung di Pulau Lombok adalah sama. Ayam kampung Lombok termasuk ayam lokal dengan keragaman genetik dan ekspansi populasi yang tinggi. Perkawinan antarindividu masih terjadi secara acak dan terbuka, dengan demikian masih mempunyai keragaman genetik yang baik (Zein & Sulandari 2008).

(31)
[image:31.595.105.512.123.767.2]

berikutnya diikuti oleh alel C, alel B dan terendah adalah alel D, sementara pada ayam ras hanya terdapat satu alel, yaitu alel D.

Tabel 1. Ringkasan hasil sekuensing

Genotipe Posisi nukleotida

617 628 646 661 699 754 792

AA A A G C G G A

AB A A/G G/C C G G A

AC A A/G G C/T G G A

CC A G G/C C G G A

AD A/G A G C G G/C A

DD A A C C G/A G A/G

BC A A/G G/C C G G A

Tabel 2 Frekuensi genotipe Heat Shock Protein-70 ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras

Tipe ayam/sumber materi

genetic n

Frekuensi genotipe HSP 70

AA AB AC CC AD DD BC

Ayam kampung (gabungan) 6 0.271 0.083 0.125 0.031 0.333 0.125 0.031

Dataran rendah 6 0.222 0.083 0.139 0.028 0.361 0.139 0.028

Dataran sedang 3 0.273 0.091 0.121 0.030 0.364 0.091 0.030

Dataran tinggi 7 0.333 0.074 0.111 0.037 0.259 0.148 0.037

Ayam arab 4 0.074 0.149 0.415 0.096 0.106 0.000 0.160

Ayam ras 7 0.00 0.000 0.000 0.000 0.000 1.000 0.000

Gambar 5 Frekuensi genotipe HSP 70 ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

AA AB AC CC AD DD BC

Fr

ek

u

en

si

Genotipe

Ayam kampung

Ayam Arab

(32)

Tabel 3 Frekuensi alel gen Heat Shock Protein-70 ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras

Tipe ayam/sumber materi

genetik n

Frekuensi alel gen HSP 70

A B C D

Ayam kampung (gabungan) 96 0.542 0.057 0.109 0.292

Dataran rendah 36 0.514 0.056 0.111 0.319

Dataran sedang 33 0.561 0.061 0.106 0.273

Dataran tinggi 27 0.556 0.056 0.111 0.278

Ayam arab 94 0.410 0.154 0.383 0.053

Ayam ras 87 0.000 0.000 0.000 1.000

[image:32.595.42.498.70.483.2]

Keterangan: n = jumlah sampel

Gambar 6 Frekuensi alel gen HSP 70 ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa terdapat perbedaan jumlah dan frekuensi genotipe, genotipe dominan, serta frekuensi dan alel dominan gen HSP 70 pada ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras. Perbedaan ini menerangkan bahwa antara ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras mempunyai pola keragaman gen HSP 70 yang berbeda, yang sekaligus memperjelas bahwa ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras petelur merupakan 3 tipe ayam yang berbeda. Ayam kampung Lombok merupakan ayam lokal yang diturunkan dari Gallus gallus yang didomestikasi dan berkembang biak di Indonesia, sedangkan ayam ras merupakan bangsa ayam introduksi yang didatangkan dari daerah bersuhu dingin. Ayam arab merupakan ayam pendatang yang bila dilihat dari keragaman fenotifik, terlihat bahwa ayam arab, telah mengalami seleksi yang dikembangbiakkan untuk tujuan tertentu, sehingga mempersempit keragaman sifat-sifat genetik tertentu. Keragaman ayam kampung Lombok bukan hanya lebih tinggi bila dibandingkan dengan keragaman ayam ras di Indonesia, tetapi juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan keragaman ayam ras dari negara lain (Mazzi et al. 2003; Zhen et al.2006).

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

A B C D

(33)
[image:33.595.111.496.52.832.2]

Gambar 7 Frekuensi genotipe HSP 70 ayam kampung dengan sumber telur tetas dari daerah dataran rendah, sedang, dan dataran tinggi serta gabungan dari ketiga sumber tersebut

Gambar 8 Frekuensi alel gen HSP 70 ayam kampung dengan sumber telur tetas dari daerah dataran rendah, sedang, dan dataran tinggi serta gabungan dari ketiga sumber tersebut

Keseimbangan Gen dalam Populasi

Hasil uji Chi-square (χ2) gen HSP 70 pada populasi ayam kampung, dan rincian berdasarkan sumber materi genetik, serta ayam arab dan ayam ras disajikan pada Tabel 4.

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

AA AB AC CC AD DD BC

Fre

k

u

en

si

Genotipe

Gabungan

Dataran rendah

Dataran sedang

Dataran tinggi

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

A B C D

Fre

k

u

en

si

Alel

Gabungan

Dataran rendah

Dataran sedang

[image:33.595.162.506.92.291.2]
(34)

Tabel 4 Nilai χ2 (Chi-square) ayam kampung dan rincian berdasarkan sumber materi genetik, serta ayam arab dan ayam ras petelur

Tipe ayam/sumber materi genetik χ2 (Chi-square) Taraf nyata

Ayam kampung (gabungan) 18.455 **

Dataran rendah 7.007 NS

Dataran sedang 8.192 NS

Dataran tinggi 8.200 NS

Ayam arab 27.211 **

Ayam ras - -

Keterangan: Nilai χ2

ayam ras tidak dihitung karena hanya terdapat 1 genotipe (monomorfik), ** = Sangat berbeda nyata (χ2hitung

> χ2

tabel), NS = tidak berbeda nyata (χ2

hitung< χ 2

tabel)

Terlihat bahwa hasil uji Chi-square (χ2) terhadap gen HSP 70 pada populasi ayam kampung di Pulau Lombok (gabungan ayam kampung dari dataran rendah, sedang dan tinggi) serta ayam arab tidak berada pada keseimbangan Hardy-Weinberg (χ2hitung > χ2tabel). Setelah dirinci berdasarkan sumber materi

genetik (tempat pengambilan telur tetas), ternyata ayam kampung yang berasal dari daerah dataran rendah, sedang dan dataran tinggi berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg (χ2hitung< χ2tabel). Ayam kampung yang berada di masing-masing

daerah pengambilan sampel (dataran rendah, sedang dan dataran tinggi) mempunyai peluang kawin secara acak di tempat masing-masing, sehingga keragaman gen HSP 70 pada populasi ayam tersebut tidak menyimpang dari rasio harapan. Ayam kampung tergolong ternak unggas yang mempunyai daerah jelajah rendah, akibatnya adalah ayam kampung yang berada di daerah dataran rendah, tidak dapat kawin secara acak dengan ayam kampung yang berada di daerah dataran sedang dan dataran tinggi, demikian pula halnya ayam kampung yang berada di daerah dataran sedang tidak dapat kawin secara acak dengan ayam yang berada di daerah dataran tinggi. Hal inilah yang menyebabkan penggabungan populasi ayam yang berasal dari ketiga tempat pengambilan sampel tersebut keragaman gen HSP 70-nya menyimpang dari rasio harapan. Lain halnya dengan gen HSP 70 pada populasi ayam arab yang berada pada keadaan non equilibrium. Penyebabnya adalah ayam arab merupakan ayam yang dipelihara dengan pola bibit berasal dari sumber yang sama, serta sudah mengalami seleksi untuk tujuan produksi telur.

Nilai Heterozigositas dan Nilai PIC (Polymorphic Informative Content)

Nilai heterozigositas pengamatan (Ho), nilai heterozigositas harapan (He) dan nilai PIC gen HSP 70 ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras disajikan pada Tabel 5.

(35)

Tabel 5 Nilai heterozigositas pengamatan (Ho), heterozigositas harapan (He), dan nilai PIC gen HSP 70 ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras

Tipe ayam/sumber materi genetik n Hobservasi Hexpexted Nilai PIC

Ayam kampung (gabungan) 96 0.573 0.609 0.606

Dataran rendah 36 0.611 0.627 0.618

Dataran sedang 33 0.606 0.625 0.596

Datan tinggi 27 0.601 0.610 0.599

Ayam arab 94 0.830 0.662 0.659

Ayam ras 87 0.000 0.000 0.000

Keterangan: n=jumlah sampel, Ho=heterozigositas pengamatan, He= heterozigositas harapan, PIC = Polymorphic Informative Content

dengan populasi ayam kampung yang berasal dari daerah dataran rendah, sedang, dan tinggi nilai Ho dan PIC tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Terlihat juga bahwa nilai Ho tidak menunjukkan perbedaan yang besar dibandingkan dengan nilai He. Hal ini memberikan petunjuk bahwa frekuensi genotipe HSP 70 pada populasi ayam yang dianalisis berada dalam keadaan keseimbangan Hardy-Weinberg. Jika terjadi perbedaan yang signifikan antara nilai Ho dan nilai He maka kondisi itu dapat dipergunakan sebagai indikator adanya ketidakseimbangan genotipe pada populasi yang dianalisis (Tambasco et al. 2003). Hartl dan Clark (1997) menyatakan bahwa nilai Ho dan nilai He dapat dipergunakan sebagai salah satu cara untuk menduga nilai koefisien inbreeding

(biak dalam) pada suatu kelompok ternak.

Nilai PIC tergolong rendah bila nilainya lebih kecil dari 0.25, tergolong sedang bila nilainya berkisar antara 0.25 sampai dengan 5.0, serta tergolong tinggi bila diperoleh nilai lebih dari 0.5 (Botstein et al. 1980). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ayam kampung dan ayam arab dalam penelitian ini mempunyai tingkat informasi polimorfisme genetik yang tinggi. Nilai PIC selain dapat dipergunakan sebagai dasar penentuan tingkat informasi genetik, juga dapat dipergunakan untuk keperluan penentuan keberadaan alel polimorfik, yaitu fungsi yang sama dengan nilai heterozigositas. Nilai heterozigositas selalu lebih tinggi dibandingkan dengan nilai PIC, karena nilai PIC merupakan nilai heterosigositas yang dikoreksi (Hildebrand, 1992).

Simpulan

Gen HSP 70 bersifat polimorfik pada ayam kampung dan ayam arab, serta monomorfik ayam ras. Tujuh genotipe, yaitu AA, AB, AC, CC, AD, DD, dan BC ditemukan pada ayam kampung, dengan frekuensi tertinggi genotipe AD dan alel A, sedangkan pada ayam arab, ditemukan enam genotipe, yaitu AA, AB, AC, CC, AD, dan BC, dengan frekuensi tertinggi genotipe AC dan alel A. Pada ayam ras hanya terdapat satu genotipe, yaitu DD. Tujuh situs polimorfik, ditemukan pada daerah teramplifikasi, yaitu perubahan AG pada situs 617, perubahan AG pada situs 628, perubahan GC pada situs 646, perubahan CT pada situs 661, perubahan AG pada situs 699, perubahan GC pada situs 754, dan perubahan AG pada situs 792. Mutasi pada situs 628, 646 dan 661 merupakan silent mutation. Gen HSP 70 pada populasi ayam kampung dan ayam arab berada dalam

(36)

3.

RESPON CEKAMAN PANAS AKUT PADA TIGA TIPE

AYAM DENGAN GENOTIPE

HEAT SHOCK PROTEIN

70

YANG BERBEDA

Pendahuluan

Ayam kampung merupakan ayam asli Indonesia yang diturunkan dari ayam hutan merah (Gallus gallus) yang didomestikasi di Asia Tenggara, termasuk daratan Nusantara (Nishida et al. 1982; Fumihito et al. 1996; Sartika dan Iskandar 2007; Sulandari et al. 2007ab). Ayam arab merupakan ayam petelur lokal introdusir, yang informasi asal-usulnya masih banyak versi, sedangkan ayam ras (pedaging dan petelur) merupakan tipe ayam komersial yang didatangkan dari daerah beriklim dingin.

Ternak unggas termasuk hewan berdarah panas (suhu tubuh berkisar antara 40.5 sampai dengan 41.5oC) (Etches et al. 2008), hampir seluruh bagian tubuhnya ditutupi bulu, dan tidak memiliki kelenjar keringat, sehingga rentan terhadap bahaya stres panas. Hal ini disebabkan karena ternak ayam kesulitan membuang panas tubuh ke lingkungannya (Cooper & Washburn 1998; Lin et al. 2005; Al-Fataftah dan Abu-Dieyeh 2007; Al-Ghamdi 2008; Zulkifli et al. 2009; Al-Aqil dan Zulkifli 2009; Ajakaiye et al. 2010). Ternak unggas yang stres antara lain ditandai dengan munculnya panting (Hilman et al. 2000; Etches et al. 2008, Gaviol et al. 2008), konsumsi pakan menurun, serta konsumsi air minum dan suhu rektal meningkat (Altan et al. 2000; Gariga et al. 2006). Di samping itu ternak unggas yang stres memperlihatkan perubahan hematologi, yaitu penurunan kadar eritrosit (Toghyani et al. 2006), Hb (Puvadolpirod & Thaxton 2000; Hilman et al.

2000), nilai hematokrit (Coles 1982; Altan et al. 2000; Zulkifli et al. 2009), kadar leukosit (Nathan et al. 1976; Mashaly et al. 2004), serta perubahan diferensiasi leukosit darah (Altan et al. 2000 ). Ternak unggas yang stres juga mengalami peningkatan kadar hormon kortikosteron (Sigel 1980; Puvadolpirod & Thaxton 2000ab; Zulkifli et al. 2009) dan ekspresi HSP 70 (Gabriel et al. 1996; Mahmoud

et al. 2004; Zhen et al. 2006; Yu & Bao 2008).

Pada ternak yang stres, zona homeostasis dalam tubuh terganggu, dan tubuh berusaha untuk mengembalikan ke kondisi homeostasis seperti sebelum terjadi stres. Bila stres terus meningkat, dan tubuh tidak mampu lagi mengatasinya melalui jalur metabolisme, maka akan digunakan jalur genetis, dengan mengaktifkan gen HSP, yang berfungsi hanya dalam kondisi stres. Hasil beberapa penelitian melaporkan bahwa pada gen ini terdapat beberapa situs polimorfik yang dapat dipakai sebagai penanda ayam yang lebih toleran pada suhu tinggi (Mazzi et al. 2003; Zhen et al. 2006; Gaviol et al. 2008). Hasil penelitian sebelumnya (Bab 2) menunjukkan bahwa terdapat tujuh genotipe pada ayam kampung, yaitu genotipe AA, AB, AC, CC, AD, DD dan BC, enam genotipe pada ayam arab, yaitu genotipe AA, AB, AC, CC, AD, dan BC serta satu genotipe pada ayam ras, yaitu genotipe DD.

(37)

yang heterozigot memberikan respon HSP 70 lebih rendah dibandingkan dengan ternak yang homozigot (Mazzi 2003). Oleh sebab itu dilakukan uji tantang cekaman panas akut pada genotipe yang sudah terdeteksi dengan mengamati responnya pada tingkah laku panting, konsumsi pakan dan air minum, kadar air feses dan suhu rektal, serta kadar hormon kortikosteron, ekspresi HSP 70, dan dinamika hematologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tipe ayam yang berbeda dengan genotipe HSP 70 yang berbeda pada cekaman panas akut.

Bahan dan Metode

Binatang Percobaan

Penelitian ini menggunakan 28 ekor ayam kampung, 24 ekor ayam arab, serta 4 ekor ayam ras strain CP 909 (berjenis kelamin betina). Ayam-ayam tersebut diambil secara acak dari sekelompok ternak ayam umur 5 bulan dan sudah diketahui genotipe HSP 70-nya menggunakan Polymerase Chain Reaction -Single Strand Conformation Polymorphism.

Uji Tantang Cekaman Panas

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial 2 x 4 (2 tipe ayam dan 4 perlakuan cekaman panas akut) menggunakan 28 ekor ayam kampung betina, dengan rincian masing-masing 4 ekor bergenotipe AA, AB, AC, CC, AD, DD dan BC, serta 24 ekor ayam arab betina, masing-masing 4 ekor bergenotipe AA, AB, AC, CC, AD, dan BC, serta 4 ekor ayam ras betina bergenotipe DD. Masing-masing 1 ekor dari setiap genotipe HSP 70 dari masing-masing tipe ayam (ayam kampung, ayam arab dan ayam ras) diperlakukan sebagai kontrol (tidak diuji tantang), dan masing-masing 1 ekor diuji tantang stres panas akut pada 40oC, selama 0.5 jam, 1 jam, dan 1.5 jam, menggunakan chamber.

Chamber dibuat berbentuk kotak dengan ukuran 33x33x75 cm untuk ukuran panjang x lebar x tinggi menggunakan papan kayu lapis. Chamber dilengkapi dengan heater, thermostat, blower, thermometer digital, ventilasi, tempat pakan dan tempat air minum. Di bagian alas ruangan dilengkapi dengan kawat penyekat, dan di bagian bawahnya ditempatkan aluminium foil yang sudah diketahui bobotnya sebagai penampung feses. Pintu chamber terbuat dari kaca bening, sehingga tingkah laku ayam dalam chamber dapat dipantau dari luar. Ayam ras dalam penelitian ini tidak dimasukkan ke dalam rancangan, karena ayam ras hanya ada satu genotipe, yaitu DD (tidak mempunyai ulangan). Uji tantang stres panas akut dilakukan secara bergilir/bergantian. Dua jam sebelum perlakuan uji tantang, ternak dipuasakan dari pakan, namun air minum diberi ad libitum.

(38)

Pengukuran Hematologi

Peubah hematologi yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar eritrosit, hemoglobin, nilai hematokrit, leukosit, diferensiasi leukosit, yaitu persentase heterofil, eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit, serta rasio H/L. Pengukuran peubah-peubah ini mengacu pada metode yang dirangkum oleh Koller (1951). Eritrosit

Penghitungan nilai eritrosit dilakukan menggunakan metode Kamar Hitung (Koller 1951). Prosedur kerja dilakukan dengan memasukkan 20 µL darah EDTA ke dalam 4000 µL larutan Hayem menggunakan mikropipet, kemudian dibilas dan dicampur hingga rata, dan diinkubasi selama dua menit. Hasil campuran dimasukkan ke dalam kamar hitung Improved Neubauer, kemudian jumlah eritrosit dapat dihitung pada lima bidang kotak eritrosit dengan pembesaran lensa objektif 40 x. Jumlah eritrosit dapat diketahui dengan mengalikan jumlah eritrosit hasil hitungan dengan 10000 (mm3).

Hemoglobin

Penghitungan jumlah hemoglobin dilakukan menggunakan metode Spekrofotometer (Koller 1951). Prosedur kerja dilakukan dengan cara memasukkan 20 µL darah yang mengandung EDTA menggunakan mikropipet. Berikutnya darah dimasukkan ke dalam larutan drabkin kemudian dibilas dan dicampur hingga rata, selanjutnya diinkubasi selama 3 menit. Berikutnya absorban dibaca pada panjang gelombang 540 nm menggunakan spektrofotometer (UV Visible). Kadar hemoglobin dapat dihitung dengan mengalikan absorban dengan faktor (g/dL).

Hematokrit

Penghitungan nilai hematkrit dilakukan menggunakan metode Microhaematokrit, menurut petunjuk kerja (Koller 1951). Darah dimasukkan ke dalam tabung mikrohematokrit, kemudian bagian bawah tabung ditutup menggunakan lilin. Tabung diletakkan dalam centrifuge hematokrit (Hettick) kemudian disentrifugasi pada 15000 rpm selama lima menit, berikutnya persentase darah dapat dibaca menggunakan alat ukur hematokrit.

Leukosit

Data pengaruh genotipe HSP 70 yang mendapat cekaman panas akut terhadap nilai leukosit dilakukan dengan menggunakan metode kamar Hitung (Koller 1951). Prosedur kerja dilakukan dengan memasukkan 380 µL larutan Turk menggunakan mikropipet ke dalam tabung kaca. Sebanyak 20 µL darah ber EDTA dimasukkan ke dalam larutan Turk dengan menggunakan mikropipet, kemudian dibilas dan dicampur sampai rata, dan selanjutnya diinkubasi selama dua menit. Hasil campuran dimasukkan ke dalam bilik hitung Improved Neubouer

dan leukosit dapat dihitung dalam empat bidang menggunakan pembesaran lensa objektif 10 x. Jumlah leukosit dapat diketahui dengan mengalikan jumlah leukosit hasil hitungan dengan 50 (mm3).

Diferensiasi Leukosit

(39)

menyentuhkan pada darah kemudian dibiarkan menempel dan menyebar pada pinggir kaca penggeser. Darah dihapus dengan kemiringan 35o, kemudian sediaan dikeringkan dan difiksasi dengan metanol. Tahap selanjutnya adalah melakukan pengecatan dengan cara sediaan hapus dicelupkan pada cat I (eosin) selama 20-30 detik. Selanjutnya dipindahkan dan dicelupkan ke dalam cat II, selama 15-30 detik. Selanjutnya dibilas menggunakan air mengalir hingga bersih, dan dikeringkan. Sediaan dapat dibaca di bawah mikroskop menggunakan minyak emersi. Selanjutnya, persentase masing-masing sel leukosit dihitung dengan menggu-nakan bantuan hand counter.

Hormon Kortikosteron.

Pengukuran kadar hormon kortikosteron dilakukan dengan pengambilan darah lewat vena sayap. Selanjutnya darah dibiarkan selama 16 jam pada suhu ±3oC, kemudian disentrifugasi selama 20 menit pada 2500 rpm untuk mendapatkan serum, selanjutnya dianalisis menggunakan kit ELISA (Enzyme Linked Immonosorbent Assay) produksi Diagnostic Automation. Inc. USA, Ekstraksi Total RNA

Masing-masing jaringan otak sampel diambil untuk mendapatkan total RNA. Ekstraksi total RNA dilakukan menggunakan kit total RNA Mini Kit 50 preps produksi Gene Aid. Sebanyak 25 mg sampel otak dilarutkan dalam tabung 1.5 µL menggunakan 400 µL RB buffer dan 4 µL merkaptoetanol dan selanjutnya diinkubasi selama 3 menit pada suhu kamar. Tahap selanjutnya, dipindah ke filter colum dan disentrifugasi pada 1000 g selama 30 detik. Bagian filter colum

dibuang dan bagian endapan ditambahkan 400 µL etanol 70% dan divorteks sampai homogen. Setelah dipindah ke RB colum disentrifugasi pada 14 000 g selama 1 menit. Setelah bagian endapan dibuang, RB colum dipindah ke tabung 2 mL baru dan ditambahkan WI buffer dan selanjutnya disentrifugasi pada 14 000 g selama 30 detik. Setelah bagian endapan dibuang, selanjutnya ditambahkan 600 µL wash buffer dan disentrifugasi pada 14 000 g selama 30 detik. Setelah bagian endapan dibuang selanjutnya disentrifugasi pada 14 000 selama 2 menit dan

colum dipindah ke tabung 1.5 mL. Setelah penambahan 50 µL RNA-se free water

sampel

Gambar

Gambar 2  Hasil elektroforisis produk PCR fragmen gen HSP 70 ayam
Gambar 4.  Perbedaan lokasi mutasi pada pada masing-masing genotipe gen
Tabel 1. Ringkasan hasil sekuensing
Gambar 6 Frekuensi alel gen HSP 70 ayam kampung, ayam arab, dan ayam ras
+7

Referensi

Dokumen terkait

pelaku usaha konveksi mikro masih belum siap untuk menghadapi pasar terbuka Masyarakat Ekonomi Asean, sedangkan para pelaku UMKM konveksi dengan skala menengah mereka

Kambing Sapera memproduksi susu lebih tinggi dari kambing AN dan PE, namun kambing AN mempunyai kadar lemak lebih tinggi dibandingkan dengan kambing Sapera dan

Aspek Tanggung Jawab yang Timbul dalam Pengoprasian Drone Berdasarkan Hukum Udara Internasional dan Implementasinya dalam Peraturan Menteri No 90 Tahun 2015 tentang Pengendalian

Sedangkan dari hasil uji Chi-Square dapat diketahui bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara cara melakukan hubungan seks dengan penyakit IMS, karena nilai P value

4.11 Perkebunan kelapa sawit dan industri minyak kasar dari nabati Kabupaten Kutai

Concept Map dengan self efficacy rendah tidak lebih baik dibandingkan kemampuan metakognitif peserta didik dengan model pembelajaran konvensional dengan

Tulisan ini didasari dari persoalan keamanan manusia yang dikaji melalui pendekatan studi keamanan kritis sebagai sebuah kritik ontologis dan epistemologis mengenai

Berdasarkan penjelasan di atas, disimpulkan bahwa intellectual capital yang dalam penelitian ini diukur dengan koefisien VAIC TM beserta komponen – komponennya memiliki