• Tidak ada hasil yang ditemukan

Population of endemic fish butini (Glossogobius matanensis) in Towuti Lake, South Sulawesi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Population of endemic fish butini (Glossogobius matanensis) in Towuti Lake, South Sulawesi"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

DI DANAU TOWUTI, SULAWESI SELATAN

JEFRY JACK MAMANGKEY

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Biopopulasi Ikan Endemik Butini (Glossogobius matanensis) di Danau Towuti, Sulawesi Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2010 Jefry Jack Mamangkey

(3)

JEFRY JACK MAMANGKEY, Biopopulation of Endemic Fish Butini (Glossogobius matanensis) in Towuti Lake, South Sulawesi. Advisory committee : SULISTIONO, DEDI SOEDHARMA, DJADJA SUBARDJA SJAFEI, and SUTRISNO SUKIMIN.

Butini (Glossogobius matanensis) is one of the endemic fish biodiversity in Towuti lake. This fish has been consumed and has an important economic value. Due to intensive exploitation the populations tend to decrease and therefore should be protected based on low genetic diversity, low growth rate and late gonadal maturation stage (GMS). This study was to analyze genetic diversity, several population parameters and aspects of reproduction. This research was conducted from may 2006 to April 2007 in Towuti lake using long line/salue based on depth of water (25, 50, 75, 100, 150 and 200 metre). The butini were distributed at various depth and most found at 100 metre deep. Statistical analysis between population showed no significant different within zonation and depth either morphometric or molecular data. Structure population based on length frequency data divided into 3 groups of length : 28.08, 34.12, and 40.45 cm which are appeared both in male and female groups. Another parameters are L = 46.62 cm and growth coefficient (K) = 1.200 per year. The predicted maximum ages of male and female fish were 5 and 6 years old respectively. It was calculated the total exploitation rate (E) was 0.52 per year and recruitment in this fish occurred in November to January. Total butini caught was 2195 fish consisted of 1401 male and 794 female. From total male there were 1119 (50.98 %) immatured and 282 (12.80 %) matured. On the other hand from 794 female there were 494 (22.51 %) immatured and the rest 300 fish (13.67) matured. Observation of GMS resulted that GMS I and II were found in most of the samples, it is indicated that the fish caught during the research mostly young fish. Gonado Somato Index of samples was 0.55 %. To prevent the decreasing populations of endemic fish butini, some regulations such as limitation time of fish catch during spawning season in October.

(4)

matanensis) di Danau Towuti Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh SULISTIONO, DEDI SOEDHARMA, DJADJA SUBARDJA SJAFEI, DAN SUTRISNO SUKIMIN.

Ikan butini (Glossogobius matanensis) yang termasuk ke dalam famili gobiidae merupakan salah satu ikan endemik dan eksistensinya sangat penting di Danau Towuti baik secara ekologis maupun ekonomis. Ikan ini termasuk ikan liar karena belum dibudidayakan dan merupakan bagian dari potensi perikanan Indonesia yang belum dikenal secara luas.

Informasi mengenai ikan butini masih sangat terbatas, sementara populasi ikan ini semakin menurun diduga akibat tingkat keragaman, struktur populasi dan laju pertumbuhan yang lambat mencapai dewasa, serta tingkat kematangan gonad yang rendah, ekploitasi yang terus menurus dan rusaknya habitat akibat limbah pabrik yang ada di sekitar Danau maupun buangan limbah lalulintas kapal dapat menyebabkan pencemaran perairan. Untuk itu penelitian ini bertujuan 1). Menganalisis keragaman genetik berdasarkan morfometrik-meristik dan molekuler ikan butini, 2). Menganalisis beberapa parameter populasi ikan butini di Danau Towuti. 3). Aspek reproduksi ikan butini. 4). Menentukan konsep pengelolaan ikan butini di Danau Towuti. Hasil ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai populasi sebagai salah satu plasma nutfah ikan endemik butini di Danau Towuti.

Pengamatan dilakukan setiap bulan secaratime series selama 12 bulan yaitu dari bulan Mei 2006 hingga April 2007 di perairan danau Towuti, Sulawesi Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah Deskriptif. Desain penelitian ditetapkan dengan cara zonasi dan kedalaman dengan mempertimbangkan karakteristik perairan Danau Towuti berdasarkan tipologi habitat dan pengaruh/tekanan lingkungan sekitar danau, dan eksploitasi. Berdasarkan hal tersebut, ditetapkan tiga zona pengamatan dengan masing-masing kedalaman yaitu 25, 50, 75, 100 dan 150 serta 200 meter. Zona A berdasarkan aktivitas penduduk yang tinggi dan eksploitasi. Zona B adanya inlet dan zona C adanya outlet. Pengambilan ikan contoh dengan menggunakan alat tangkap salue/pancing(long line) dengan ukuran matakail nomor 8, 10, 12, 14 dan 16 di perairan Danau Towuti.

(5)

maupun kedalaman baik secara morfometrik dan meristik maupun molekuler. Berdasarkan kelompok panjang secara keseluruhan didapatkan tiga (3) kelompok ikan butini, yaitu kelompok ukuran I panjang total 28,08 cm, kelompok ukuran II panjang 34,12 cm dan kelompok ukuran III panjang 40,50 cm. Menurut jenis kelamin untuk jantan terdapat 3 kelompok ukuran masing-masing panjang 28,80 cm, 32,70 cm, dan 40,50 cm sedang betina terdapat 3 kelompok ukuran masing-masing panjang 28,80, 29,34 dan 37,90 cm.

Berdasarkan parameter populasi ikan butini secara keseluruhan memiliki panjang infiniti (L ) sebesar 46,62 cm, dan koefisien pertumbuhan sebesar 1,200 per tahun. Menurut jenis kelamin untuk ikan jantan dan betina memiliki panjang infiniti (L ) yang sama sebesar 46,62 cm, ukuran ini mengidikasikan bahwa ikan jantan dan betina dapat mencapai ukuran panjang yang sama. Dari koefisien pertumbuhan (K) jantan dan betina masing-masing sebesar 0,950 dan 0,820 per tahun, nampak laju pertumbuhan ikan jantan lebih cepat dibanding ikan betina di semua kedalaman maupun zona. Pertumbuhan ikan butini dapat mencapai ukuran terpanjang pada umur lima (5) tahun untuk jantan dan betina enam (6) tahun. Mortalitas total (Z) secara keseluruhan sebesar 3,73 per tahun sedang menurut jenis kelamin untuk jantan adalah 2,86 dan betina 5,57 per tahun, mortalitas alami (M) secara keseluruhan sebesar 1,79 menurut jenis kelamin untuk jantan sebesar 1,54 dan betina 1,40 per tahun serta mortalitas akibat penangkapan (F) secara keseluruhan sebesar 1,94 per tahun dan untuk jantan dan betina masing-masing sebesar 1,32 dan 4,17 per tahun.

Laju eksploitasi (E) secara keseluruhan sebesar 0,52 per tahun, menurut jenis kelamin untuk jantan sebesar 0,46 dan betina sebesar 0,75 per tahun. Untuk rekruitmen secara keseluruhan terjadi pada bulan November, Desember dan Januari. Menurut jenis kelamin untuk jantan terjadi pada bulan September, Oktober dan November sedangkan betina terjadi pada bulan Agustus, September dan Oktober.

Pada ikan butini perbandingan jantan dan betina tidak seimbang yaitu 0,67 : 0,33, ikan jantan lebih banyak ditemukan dibanding ikan betina. Dari jumlah total ikan jantan terdapat 1119 ekor (50,98 %) ikan muda (belum matang gonad), dan yang dewasa (matang gonad) 282 ekor (12,80 %) sedang betina berjumlah 494 ekor (22,51 %) ikan muda (belum matang gonad) dan 305 ekor (13,67 %) ikan dewasa (matang gonad). Berdasarkan TKG yang paling banyak ditemukan adalah TKG I dan TKG II hal ini mengindikasikan bahwa ikan-ikan yang tertangkap selama 12 bulan pengamatan adalah ikan-ikan muda. Dari index kematangan gonad ikan butini di Danau Towuti rata-rata sebesar 0,55 %.

(6)

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagain atau seluruh

(7)

DI DANAU TOWUTI, SULAWESI SELATAN

JEFRY JACK MAMANGKEY

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Nama : Jefry Jack Mamangkey

NIM : C161040061

Disetujui, Komisi Pembimbing

Diketahui

Tanggal Lulus : 21 Desember 2009 Tanggal Lulus : Dr. Ir. Sulistiono, MS

Ketua

Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA Anggota

Dr. Ir. Djadja Subardja Sjafei Anggota

Dr. Ir. Sutrino Sukimin, DEA Anggota

Ketua Program Studi

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

(9)

berkat dan anugrahNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan Mei 2006 hingga April 2007 ini adalah populasi ikan butini, dengan judul Biopopulasi ikan endemik butini (Glossogobius matanensis) di Danau Towuti, Sulawesi Selatan . Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc. Selaku ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA., Dr. Ir. Djadja Subardja Sjafei, dan Dr. Ir. Sutrisno Sukimin, DEA selaku anggota komisi pembimbing atas segala masukkan dan saran-saran yang diberikan.

2. Para penguji, yaitu penguji luar komisi pembimbing serta wakil dari Program Studi Ilmu Perairan dan Sekolah Pascasarjana IPB yang berkenan menyumbangkan buah pikiran untuk memperkaya penelitian ini.

3. Rektor Universitas Negeri Manado atas kesempatan yang di berikan untuk melanjutkan pendidikan Program Strata III (S3).

4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Reproblik Indonesia melalui Badan Pengelola Pengembangan Sumberdaya (BPPS) atas bantuan beasiswa yang diberikan.

5. Pemerintah Propinsi Sulawesi Utara, melalui DEPDIKNAS Propinsi Sulawesi Utara atas bantuan dana yang telah diberikan dalam menyelesaikan studi. 6. Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan atas bantuan dana yang diberikan

dalam menyelesaikan studi.

7. Rektor Institut Pertanian Bogor melalui Program Pascasarjana atas bantuan Hibah Pasca yang telah diberikan untuk kelancaran penyelesaian studi.

8. Yayasan Damandiri-P2SDM LPPM IPB yang telah memberikan bantuan penyelesaian studi.

9. Dr. Ir. Kardiyo Praptokardiyo dan Bapak Dr. Ir. Chairul Muluk atas sumbangan pemikiran yang diberikan.

10. Kedua orang tua, mami dan papi yang telah memberikan kasih sayang dan semangat serta doa.

11. Istri, Dra. Reifien Ollin Bate dan Anak Frily Mamangkey dan Triany Mamangkey atas pengertian, dukungan, pengorbanan, doa dan kasih sayang yang diberikan.

12. Dr. Ir. Syahroma Husni Nasution, M.Si dan Ir. Tonny Ongkers, M.Sc serta teman-teman S2 dan S3 Ilmu Perairan atas bantuan dan kerjasama yang baik selama studi di IPB.

13. Keluarga Bapak Cilik, Bapak Mas ud dan Bapak Dedi yang telah membantu penulis selama pengambilan sampel diperairan Danau Towuti.

14. Berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian studi S3 di Program Studi Ilmu Perairan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2010

(10)

Penulis dilahirkan di Kwandang pada tanggal 23 September 1962 sebagai anak kedua dari pasangan bapak Joutje Hendrik Mamangkey dan ibu Geysye Elizabet Monde. Penulis menikah dengan Dra. Reifien Ollin Bate, dan telah dikaruniai dua orang putri : Frily Mamangkey dan Triany Mamangkey.

Pendidikan sarjana ditempuh di FPMIPA IKIP Negeri Manado pada Jurusan Pendidikan Biologi, lulus pada Tahun 1986. Pada Tahun 1995 penulis melanjutkan pendidikan Strata II (S2) di Program studi Ilmu Perairan dengan bidang minat Sumberdaya Biologi Perairan pada sekolah pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado dan menamatkan pada Tahun 1999. Pada Tahun 2004 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan ke program Strata III (S3) Doktor di Program studi Ilmu Perairan dengan bidang minat Studi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan Lingkungan Perairan pada sekolah pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Pengelola Pengembangan Sumberdaya Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Reproblik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai tenaga edukatif sejak Tahun 1989 di Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Manado. Bidang matakuliah yang diajarkan adalah Mikrobiologi dan Zoologi Vertebrata.

Karya ilmiah berjudul keragaman genetik ikan endemik butini (Glossogobius matanensis) berdasarkan penanda Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD) di Danau Towuti Sulawesi selatan telah diterbitkan

(11)

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR .. xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

PENDAHULUAN Latar belakang... 1

Perumusan masalah ... 3

Tujuan dan manfaat... 5

Hipotesis ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Tipologi perairan Danau Towuti ... 7

Klasifikasi dan morfologi ... 9

Distribusi populasi ikan butini ... 11

Keragaman genetik ikan butini ... 12

Parameter populasi ikan butini Struktur populasi ... 14

Pertumbuhan ... 14

Mortalitas ... 16

Rekrutmen... 17

Reproduksi ikan butini ... 17

Konsep pengelolaan ikan butini... 20

METODE PENELITIAN Tempat dan waktu penelitian ... 23

Metode penelitian... 24

Bahan dan metode pengukuran... 25

Desain pengambilan sampel ... 26

Teknik pengambilan data... 27

Variabel yang diamati ... 27

Analisis data Parameter fisika dan kimia perairan... 28

Penentuan keragaman populasi ikan butini Morfometrik dan meristik ... 28

DNA... 31

Parameter populasi ikan butini Struktur populasi ... 31

Pertumbuhan ... 32

(12)

Tingkat kematangan gonad ... 35

Indeks kematangan gonad ... 36

Fekunditas ... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi lingkungan perairan... 37

Distribusi ikan butini Distribusi spasial ... 47

Distribusi temporal ... 51

Keragaman populasi ikan butini Morfometrik dan meristik ... 53

Genetik ... 59

Parameter populasi ikan butini Struktur populasi ... 64

Hubungan panjang bobot tubuh ... 72

Pertumbuhan ... 73

Mortalitas ... 77

Rekrutmen... 82

Reproduksi ikan butini Nisbah kelamin... 86

Tingkat kematangan gonad ... 88

Panjang ikan pertama matang gonad ... 91

Indeks kematangan gonad ... 95

Fekunditas ... 99

Diameter telur... 102

Aspek pengelolaan ikan butini Konsep pemanfaatan sumberdaya ikan butini... 105

Konsep pelestarian ikan butini. ... 108

SIMPULAN Simpulan... 110

Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 112

(13)

1. Tahapan kematangan gonad ikan... 19

2. Deskripsi parameter fisika-kimia perairan ... 37

3. Jumlah ikan butini yang tertangkap ... 47

4. Distribusi kelimpahan ikan butini perkedalaman ... 50

5. Distribusi frekwensi panjang total ikan butini... 52

6. Hubungan kekerabatan ikan butini jantan ... 56

7. Hubungan kekerabatan ikan butini betina ... 56

8. Kisaran karakter meristik ikan butini berdasarkan jenis kelamin... 58

9. Keragaman genetik ikan butini ... 60

10. Uji perbandingan berpasangan... 61

11. Jarak genetik ikan butini... 62

12. Kelompok umur dan ukuran panjang ikan butini ... 68

13. Kelompok umur dan ukuran panjang ikan butini berdasarkan zona... 70

14. Kelompok umur dan ukuran panjang ikan butini tiap kedalaman ... 71

15. Hubungan panjang total bobot tubuh ikan butini... 73

16. Parameter pertumbuhan berdasarkan zona ... 77

17. Parameter pertumbuhan berdasarkan kedalaman... 77

18. Nilai dugaan koefisien mortalitas berdasarkan zona... 80

19. Nilai dugaan koefisien mortalitas menurut kedalaman ... 81

20. Rekrutmen ikan butini secara keseluruhan... 83

21. Nilai rekrutmen menurut zona ... 84

(14)

25. Frekwensi TKG jantan dan betina berdasarkan zona... 91

26. Perkembangan gonad jantan dan betina ... 93

27. Nilai statistik berat gonad, bobot tubuh dan panjang total ikan ... 96

28. Nilai IKG ikan butini berdasarkan zona... 98

29. Nilai IKG ikan butini berdasarkan kedalaman ... 99

30. Rataan fekunditas, berat gonad dan panjang total ikan butini ... 99

(15)

1. Kerangka pendekatan dan pemecahan masalah... 6

2. Ikan butini ... 9

3. Diagram alir kerangka penelitian... 22

4. Peta Danau Towuti dan Danau berterap daerah kompleks Malili ... 23

5. Peta lokasi penelitian Danau Towuti... 24

6. Satu unit salue/rawai (long line) ... 26

7. Karakter morfometrik dan meristik ikan butini ... 29

8. Rataan suhu berdasarkan zona (a,b,c) dan kedalaman ... 39

9. Rataan pH berdasarkan zona (a,b,c) dan kedalaman... 40

10. Kisaran DO berdasarkan zona (a,b,c) dan kedalaman ... 41

11. Grafik rataan curah hujan dan tinggi muka air ... 44

12. Hubungan kualitas air (suhu, pH dan DO) dengan kelimpahan berdasarkan kedalaman ... 45

13. Hubungan kualitas air (suhu, pH dan DO) dengan kelimpahan berdasarkan waktu (bulan) pengamatan... 46

14. Sebaran ukuran panjang total ikan butini berdasarkan kedalaman ... 48

15. Sebaran ukuran panjang total ikan butini jantan dan betina ... 49

16. Kelimpahan ikan jantan dan betina berdasarkan waktu pengamtan ... 51

17. Sebaran karakter morfometrik ikan butini... 54

18. Dendogram jarak morfometrik ikan butini... 57

19. Pola pita hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA 3 ... 59

20. Dendogram jarak genetik ikan butini berdasarkan hasil analisis klaster ... 57

(16)

24. Struktur populasi ikan butini betina ... 67

25. Kelompok umur (kohor) dan jumlah ikan butini ... 69

26. Hubungan panjang bobot tubuh ikan butini ... 72

27. Pertumbuhan dan distribusi frekwensi panjang ikan butini ... 74

28. Kurva pertumbuhan panjang total ikan butini ... 75

29. Kurva hasil tangkapan konversi panjang ikan butini ... 78

30. Kurva hasil tangkapan konversi panjang berdasarkan kedalaman ... 79

31. Pola rekrutmen ikan butini secara keseluruhan ... 82

32. Pola rekrutmen ikan butini jantan dan betina ... 83

33. TKG ikan butini jantan dan betina keseluruhan ... 88

34. TKG Ikan butini jantan dan betina berdasarkan bulan... 90

35. Ukuran pertama kali matang gonad ... 92

36. Struktur histologi gonad jantan (testes)... 94

37. Struktur histologi gonad betina (ovarian)... 95

38. Nilai rataan indeks kematangan gonad ikan butini ... 97

39. Hubungan fekunditas dengan panjang total ikan butini ... 101

40. Hubungan fekunditas dengan bobot tubuh ikan butini ... 102

41. Telur ikan butini di Danau Towuti... 102

(17)

1. Hasil statistik Anova kualitas lingkungan ... 120

2. Hasil olahan PCA secara spasial ... 121

3. Hasil olahan PCA secara temporal... 122

4. Karakter morfometrik ikan butini ... 123

5. Hasil pengukuran karakter morfometrik jantan dan betina ... 124

6. Korelasi karakter morfometrik ikan butini ... 126

7. Karakter nisbah morfometrik... 127

8. Hasil analisis ragam morfometrik jantan dan betina ... 129

9. Hasil Anova karakter nisbah morfometrik jantan ... 131

10. Hasil Anova karakter nisbah morfometrik betina... 133

(18)

(Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB) 2. Dr. Ir. Estu Nugroho, M.Sc

(Mantan Kepala Balai Riset Budidaya Ikan Air Tawar Bogor)

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Sudarto, M.Sc

(Ahli Peneliti Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar Depok) 2. Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA

(19)

Latar Belakang

Danau Towuti merupakan salah satu danau berterap (cascade lake) terbesar di kompleks Malili (Danau Matano, Mahalona dan Towuti), terletak di Propinsi Sulawesi Selatan. Danau ini memiliki luas area 560 km2 dan kedalaman 203 m terletak pada ketinggian 293 m di atas permukaan laut (Haffner et al. 2001). Danau Towuti banyak menyimpan berbagai kekayaan sumberdaya alam berupa ikan endemik.

Menurut Whitten et al. (1987), Sulawesi termasuk ke dalam kawasan Wallacea yang merupakan daerah peralihan antara mintakat Oriental dengan Australian memiliki tingkat keanekaragaman ikan yang cukup tinggi dan endemik. Sedang Caldecott et al. (1994), menyatakan bahwa kekayaan spesies dan endemisitas merupakan dua komponen yang sangat penting dalam biodiversitas.

Whitten et al. (1987), juga melaporkan bahwa ikan-ikan endemik Sulawesi khususnya yang hidup di danau dari famili Gobiidae adalah Weberogobius amadii, Glossogobius matanensis, Stupidogobius flavipinnis, Tamanka latifrons

dan Tamanka sarasinorum. Kottelat et al. (1993), menyatakan bahwa ikan air

tawar di Sulawesi tercatat sebanyak 62 jenis dan 52 di antaranya merupakan jenis ikan endemik

Menurut Wirjoatmodjo et al. (2003), ada sekitar 12 famili dan 28 spesies ikan ditemukan di Danau Towuti yang kebanyakan merupakan jenis ikan endemik. Salah satu ikan endemik yang ditemukan di Danau Towuti adalah ikan butini (Glossogobius matanensis). Sedangkan jenis Glossogobius lain juga dijumpai seperti : G. celebius (Kottelat et al. 1993) dan G. flavipinnis, G. intermedius(Wirjoatmodjoet al. 2003)

(20)

Ikan butini tergolong kelompok karnivora sehingga dalam ekosistem dapat dikatakan tropik level yang tinggi sebagai pengendali kepadatan spesies lain. Selain berperan dalam pembentukan stabilitas/kemantapan ekosistem perairan, ikan ini merupakan plasma nutfah yang sangat berharga bagi kehidupan masyarakat di sekitar danau karena merupakan salah satu ikan konsumsi sebagai sumber protein hewani dan memiliki nilai ekonomis penting.

Berbagai aktivitas manusia dapat merusak keadaan kondisi lingkungan sumberdaya ikan butini dan jenis ikan lain yang dapat menyebabkan menurunnya/hilangnya populasi dan keanekaragaman ikan. Kondisi wilayah perairan Danau Towuti ditetapkan sebagai taman wisata, pembangunan industri, darmaga, jalur transportasi, perluasan pemukiman dan pembabatan hutan serta perikanan yang tidak ramah lingkungan menyebabkan keberadaan ikan butini dirasakan nelayan setempat semakin menurun dari tahun ke tahun didasarkan pada hasil tangkapan yang jumlahnya semakin berkurang.

Faktor penyebab menurunnya jumlah populasi ikan menurut Moyle dan Leidy (1992), dapat disebabkan : a). Degradasi habitat, b), pencemaran, c), introduksi ikan asing, d), eksploitasi komersial. Menurut Whitten et al. (1987) hal yang mempengaruhi menurunnya keanekaragaman jenis ikan di Sulawesi adalah introduksi ikan asing. Khusus di Danau Towuti pernah dilakukan introduksi jenis-jenis ikan komersial seperti Ikan Mas (Cyprinus carpio), ikan Mujair (Oreochromis mossambicus), ikan Nila (O. niloticus), dan ikan Gurami (Osphronemus gouramy).

Degradasi habitat/lingkungan antara lain berdampak pada penurunan kualitas lingkungan perairan baik di badan air maupun di dasar perairan (Reid dan Miller, 1989). Menurut Wargasasmita, (2004) kepunahan ikan air tawar diperkirakan berkisar 78 % disebabkan oleh perubahan habitat, sehingga hilangnya fungsi sebagai tempat hidup, mencari makan, berkembang-biak dan berlindung menyebabkan ikan tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di dalam lingkungan hidupnya.

(21)

perairan Danau. Sedangkan informasi biologis serta populasi yang handal mengenai ikan endemik butini di perairan Danau Towuti masih sangat terbatas.

Penelitian biopopulasi ikan endemik butini penting dilakukan untuk memberikan gambaran tentang kemampuan ikan butini dalam melangsungkan kehidupan serta perkembangan sebagai ikan endemik dari waktu ke waktu. Juga sebagai data dasar bagi penentuan kebijakan pengelolaan dan pendaya-gunaan sumberdaya perairan agar kelestarian populasi ikan endemik butini dapat berkelanjutan.

Perumusan Masalah

Ikan butini adalah salah satu ikan endemik di Danau Towuti, dan distribusi ikan ini terbatas di perairan kompleks Malili Sulawesi Selatan (Kottelat et al. 1993). Ikan butini juga telah dimasukkan ke dalam Red data book sebagai ikan endemik dan tergolong rawan punah (vulnerable) (IUCN 1990).

Keberadaan populasi ikan butini sebagaimana yang dirasakan nelayan setempat cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini didasarkan pada jumlah hasil tangkapan dengan menggunakan salue/pancing yang semakin berkurang. Hal lain yang menjadi dugaan menurunnya populasi ikan butini adalah adanya permintaan yang cukup tinggi sebagai ikan konsumsi dan memiliki nilai ekonomis menyebabkan masyarakat termotivasi meningkatkan upaya penangkapan. Apabila penangkapan dilakukan secara terus menerus baik terhadap ikan-ikan dewasa dan muda tanpa memperhatikan waktu maupun lokasi penangkapan maka lama kelamaan dapat terjadi kelebihan tangkap (overfishing).

(22)

Jika keadaan ini tidak terkontrol maka dikwatirkan sumberdaya yang sangat berharga ini akan mengalami tekanan penangkapan sehingga kemampuan untuk tumbuh menjadi terhambat atau mengancam kelestarian sumber daya ikan endemik butini bahkan akan menuju kepada kepunahan.

Penurunan jumlah populasi ikan butini dapat juga dipengaruhi oleh perubahan kualitas lingkungan perairan dengan masuknya bahan organik maupun anorganik seperti buangan limbah lalulintas kapal ke dalam perairan Danau, baik langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan keseimbangan ekologis terganggu baik di perairan dangkal maupun di perairan dalam yang merupakan tempat hidup ikan sehingga kemampuan pertumbuhan dan reproduksi ikan butini menjadi terhambat.

Tingkat keragaman genetik ikan butini dalam suatu populasi juga turut menentukan terhadap kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi) pada perubahan lingkungan seperti degradasi kualitas lingkungan sebagai media tumbuh bagi pertumbuhan ikan.

Sampai saat ini ikan butini belum banyak mendapat perhatian baik oleh peneliti maupun pemerintah daerah, sehingga belum ada usaha untuk melindungi atau menyelamatkan populasi alami ikan ini baik berupa perundangan maupun pengelolaan yang dilakukan secara optimal.

(23)

Tujuan dan Manfaat

Tujuan

Dengan memperhatikan pendekatan permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis keragaman genetik ikan butini berdasarkan morfometrik dan meristik serta molekuler di Danau Towuti Sulawesi Selatan.

2. Menganalisis struktur populasi dan pertumbuhan, mortalitas serta rekrutmen ikan butini di Danau Towuti Sulawesi Selatan

3. Menganalisis aspek reproduksi ikan butini di Danau Towuti.

4. Menentukan aspek pengelolaan ikan endemik butini di perairan Danau Towuti Sulawesi Selatan.

Manfaat

Penelitian ini bermanfaat memberikan informasi sebagai data dasar mengenai populasi ikan butini serta dalam rangka pengelolaan ikan ini yang merupakan salah satu plasma-nutfah ikan endemik di Danau Towuti. Informasi lain untuk menentukan kawasan konservasi berdasarkan waktu pemijahan. Konsep ini dapat menjadi suatu model pengelolaan Danau.

Hipotesis

Berdasarkan pada masalah populasi ikan endemik butini maka disusunlah hipotesis sebagai berikut :

1. Populasi ikan butini pada setiap kedalaman berasal dari sumber induk yang memiliki perbedaan karakter genetik sehingga terdapat keragaman populasi ikan butini di Danau Towuti.

(24)

Gambar 1. Kerangka pendekatan dan pemecahan masalah Hidromorfologi

Kualitas air

Biota Sumberdaya

berkelanjutan Populasi

mantap Konsep -Pengelolaan -Konservasi

Ikan butini

Distribusi : Zona/kedalaman &

Temporal +

? Populasi - Keragaman ikan

butini

- Struktur populasi (komposisi ukuran panjang)

Pertumbuhan Mortalitas Rekrutmen

Eksploitasi

Reproduksi Ukuran pertama matang gonad Matang

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Tipologi Perairan Danau Towuti

Danau Towuti adalah salah satu danau Kaskade yang terdapat di kompleks Malili, yang terdiri dari D. Matano dan D. Mahalona. Danau Matano terletak di bagian hulu, dan bagian tengah D. Mahalona, serta pada bagian hilir D. Towuti. Letaknya di bagian timur laut dari Propinsi Sulawesi Selatan (Gambar 4).

Danau ini terbentuk akibat gerakan tektonik karena proses-proses pelipatan dan patahan kerak bumi yang terjadi di sekitar daerah litosfir yang membutuhkan waktu lama untuk terisi oleh air (Haryani, 1996). Danau Towuti cenderung memiliki jenis-jenis biota ikan endemik dan juga sangat populer sebagai lokasi wisata alam yang indah.

Danau Towuti berdasarkan Surat Keputusan Mentan No. 274/Kpts/Um/4/1979, termasuk kawasan konservasi (Terrestrial conservation area) dan taman wisata (Recreastion parks). Danau ini berdasarkan laporan

identifikasi potensi Kabupaten Luwu Timur (BAPPEDA Kabupaten Luwu Timur, 2004) ada seluas 58604,45 hektar (Samuel et al. 2005). Danau ini dikelilingi oleh kawasan hutan dengan bukit kapur yang berstatus hutan lindung.

Menurut Priyono, (1993) suatu perairan yang ideal bagi kehidupan ikan dapat didefinisikan sebagai suatu perairan yang dapat mendukung kehidupan ikan dalam menyesuaikan seluruh daur hidupnya. Perbedaan luas dan kedalaman danau mempengaruhi pada struktur dan penyebaran biota perairan.

Kelayakan suatu perairan sebagai lingkungan hidup organisme perairan dipengaruhi oleh sifat fisik-kimia (faktor abiotik) perairan itu sendiri. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan ikan antara lain suhu, oksigen terlarut, pH (Weatherley 1972).

(26)

Selanjutnya faktor pengadukan air permukaan oleh angin serta arus air masuk dan keluar danau menyebabkan terjadinya arus konveksi dari permukaan ke arah dalam yang mengakibatkan terjadinya distribusi suhu hangat ke bagian yang lebih dalam. Penurunan suhu yang tajam terjadi pada kedalaman air dimana resistensi terhadap pengadukan tersebut terjadi.

Hal yang sama dikemukakan oleh Wetzel (1983) bahwa cahaya matahari yang masuk ke perairan mengalami penyerapan dan berubah menjadi panas. Proses penyerapan cahaya ini berlangsung lebih intensif pada lapisan bagian atas sehingga lapisan ini panas menjadi lebih tinggi. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya stratifikasi suhu pada kolom air. Lapisan paling atas disebut epilimnion yang temperaturnya panas dan sirkulasi air sangat baik. Lapisan metalimnion merupakan lapisan yang tipis, dimana melewati lapisan ini suhu biasanya turun dengan cepat, dan gradien ini disebut termoklin. Lapisan dasar yang dingin dan tidak beredar disebut hipolimnion, dimana suplai oksigen sangat rendah sampai tidak ada.

(27)

Klasifikasi dan Morfologi Ikan Butini

Klasifikasi ikan butini yang hidup di Danau Towuti berdasarkan Banks et al. (2003) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Superclass : Osteichthyes Class : Actinopterygii Sub Class : Neopterygii Infraclass : Teleostei Super Order : Acanthopterygii Order : Perciformes Sub Order : Gobioidei Family : Gobiidae Genus : Glossogobius

Species : G. matanensis (Weber, 1913). Nama lokal : Butini (Sulawesi Selatan)

Nama umum : Gobi

Gambar 2. Ikan butini (Glossogobius matanensis) di Danau Towuti.

(28)

berbentuk silindris, bagian belakang pipih, dan tubuh berwarna gelap. Menurut Kottelat et al (1993) badan berwarna gelap hampir hitam permukaan badan ditutupi oleh sisik. Kepala ikan butini berbentuk picak, pipih tidak bersisik dan tidak memiliki geligir serta gelambir yang jelas. Mulut lebar, letaknya superior sedikit terminal dan mempunyai bibir yang berdaging. Gigi-gigi pada rahang bawah terletak dalam beberapa baris. Lidahnya bersegi sampai bercabang dua. Celah insang memanjang sampai bagian bawah dekat pinggiran preoperculum atau lebih jauh ke depan.

Ciri-ciri lain ikan butini mempunyai pori-pori dan papilla peraba pada kepala. Pori-pori ini merupakan lubang mikroskopis pada kanal kepala yang mengawali sistem gurat sisi. Kanal ini berawal dari bagian depan atau belakang lubang hidung di antara ke dua mata, di belakang mata dan kemudian sepanjang batas atas dari preoperculum dan operculum. Papila peraba adalah tonjolan-tonjolan di bagian samping kepala dan teratur dalam beberapa baris (Kottelatet al 1993).

(29)

Distribusi Populasi Ikan Butini

Distribusi adalah suatu peristiwa penyebaran suatu organisme pada suatu tempat dan pada waktu tertentu (Odum 1972). Ikan-ikan yang tergolong dalam gobiidae dengan nama umum gobi merupakan ikan yang dapat ditemukan di seluruh dunia, baik di air tawar maupun air asin (Moyle and cech, 1988).

Penyebaran spesies gobi menurut Weber and de Beaufort (1953) meliputi daerah pasifik dan menurut Allen (1991) wilayah Madagaskar sampai ke Australian Utara dan pulau-pulau Melanosia. Wargasasmita (2001), menyatakan bahwa danau-danau/situ di bagian barat Indonesia tidak ditemukan jenis-jenis ikan air tawar sekunder yang termasuk suku Gobiidae sedang di danau-danau Sulawesi terdapat 23 jenis ikan endemik yang termasuk suku Atherinidae, Adrianichthyidae, Gobiidae dan Hemiramphidae.

Berdasarkan habitat spesies gobi menurut Allen (1991) dituliskan bahwa spesies gobi hidup diberbagai tipe perairan yaitu perairan payau, sungai besar, danau bahkan di laut. Menurut Banarescu (1964) dalam Simonovic (2001) menyatakan bahwa distribusi dari spesies gobi adalah di perairan tawar dan laut serta Smirnov (1986) menjelaskan bahwa spesies gobi hidupnya di bagian dasar perairan.

Ikan butini hidup di perairan danau berterap yang menurut Kottelat et al. (1993) penyebarannya hanya meliputi kompleks Malili yaitu Danau Matano, Mahalona dan Towuti. Danau-danau ini terhubung melalui sungai Petea menghubungkan Danau Matano dengan Danau Mahalona dan sungai Tominanga yang menghubungkan Danau Mahalona dan Towuti, menyebabkan ikan ini terdapat di ketiga danau tersebut.

(30)

Keragaman Genetik Ikan Butini

Untuk mendapatkan informasi keragaan keragaman genetik didekati melalui pendekatan keragaman fenotip dan genotip. Fenotip berdasarkan ciri morfologi berupa morfometrik-meristik dan keragaman genotip berdasarkan analisis biokimia enzimatis khususnya DNA.

Morfometrik adalah ciri-ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh atau bagian tubuh ikan, dan meristik adalah ciri-ciri yang berkaitan dengan jumlah bagian tertentu pada tubuh ikan. Informasi mengenai keragaman sifat-sifat morfometrik dan meristik perlu mencari karakter-karakter yang cukup besar pengaruhnya terhadap keragaman maka bagian-bagian tubuh ikan diukur dan dibandingkan antar bagian maupun anggota tubuh sehingga diperoleh ukuran relatif. Untuk komponen-komponen uji morfometrik-meristik mengacu pada Cailetet al.1985.

Keragaman genetik suatu populasi memiliki arti penting, karena faktor genetik yang mempengaruhi respons populasi terhadap seleksi, baik seleksi alami maupun buatan. Hilangnya atau berkurangnya keragaman genetik akan berdampak dalam perkembangan, pertumbuhan, fertilitas serta daya tahan tubuh terhadap penyakit yang merupakan proses penting dalam kehidupan.

Menurut Garner et al 1991, perubahan genetik populasi karena mutasi, seleksi, persilangan acak (random mated) dan penghanyutan gen (genetic driff) akan merubah penampilan populasi genetik serta migrasi yang menyebabkan terjadinya evolusi. Keragaman genetik tidak berkembang jika perpindahan (migrasi) materi antar dua populasi atau lebih terputus. Genetik sering digunakan sebagai indikator kunci dalam kegiatan konservasi agar tetap menjamin kemurnian jenis dan mutu variasi genetik serta sejauh mungkin tidak menimbulkan polusi genetik (Masyud 1992).

(31)

melainkan pengaruh isolasi dapat menyebabkan terjadinya alel berbeda pada beberapa locus.

Primacket al. (1998) menyatakan bahwa keberadaan alel tertentu mungkin akan bervariasi, mulai dari yang melimpah sampai jarang. Isolasi dalam bentuk habitat dapat juga menyebabkan keragaman genetik sebagaimana dituliskan oleh Nei (1987) bahwa habitat yang kurang baik dapat menyebabkan perkembangan populasi tertekan dan kemampuan reproduksi menurun.

Hal ini akan mengurangi peluang satu atau lebih genotip yang akan diwariskan pada generasi berikutnya. Karena keragaman genetik antar populasi merupakan hasil interpretasi dari isolasi secara fisik maupun terhalang secara ekologis, terpisah jauh secara geografis atau pengaruh tingkah laku seperti migrasi dan waktu memijah.

Untuk menduga genotip suatu organisme menggunakan penanda genetik tertentu seperti penanda sitologi dan molekuler yang dapat diturunkan dan berasosiasi dengan genotip tertentu (Asiedu et al. 1989). Penanda yang dapat memberikan analisis keragaman yang lebih baik adalah penanda DNA karena mampu menyediakan polimorfisme pola pita DNA dalam jumlah yang lebih banyak, konsisten dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan (Pandin 2000).

RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) adalah salah satu penanda DNA yang telah banyak digunakan untuk mempelajari keragaman genetik dan hubungan kekerabatan dari suatu organisme (Skroch et al. 1992). Kelebihan RAPD dalam menganalisis keragaman genetik dan hubungan kekerabatan dibandingkan dengan penanda DNA lainnya seperti RFLP (Restriction Fragmen Length Polymorphism), SSR (Simple Sequences Repeats) dan AFLP (Amplified

Fragmen Length Polymorphism) adalah prosedur RAPD lebih mudah, cepat,

(32)

Parameter Populasi Ikan Butini

Struktur populasi ikan

Struktur populasi ikan didefinisikan sebagai suatu susunan kelompok ukuran dalam suatu populasi. Hal ini berkaitan dengan perkembangan suatu individu seperti larva, juvenil dan ikan dewasa. Kebanyakan yang digunakan para peneliti perikanan mengenai struktur populasi adalah berkaitan dengan ukuran panjang atau bobot, untuk menggambarkan struktur ikan dalam populasi yang dapat memprediksi umur.

Kelompok ukuran dianalisis dengan menggunakan metode Bhattacharya (1967) dalam Spare dan Venema (1999), metode ini pada dasarnya terdiri atas pemisahan sejumlah modus, masing-masing mewakili suatu kohort ikan dari distribusi keseluruhan. Struktur populasi ikan juga dapat digunakan untuk memprediksi populasi, daur hidup dan pola migrasi.

Pertumbuhan ikan butini

Pertumbuhan merupakan proses biologis yang kompleks sangat dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam. Faktor luar seperti jumlah pakan yang tersedia, jumlah ikan-ikan lain yang memanfaatkan sumber-sumber pakan yang sama, suhu, oksigen terlarut, dan faktor dalam seperti umur, ukuran dan jenis ikan itu sendiri. Faktor yang umumnya sukar dikontrol adalah keturunan, seks, umur, parasit dan penyakit.

Secara fisik pertumbuhan diekspresikan dengan perubahan jumlah atau ukuran sel penyusun jaringan tubuh dalam rentang waktu tertentu. Menurut Odum (1972), pertumbuhan adalah perubahan panjang dan berat yang terjadi pada suatu individu atau populasi persatuan waktu. Dalam Rounsefell and Everhart (1993), pertumbuhan merupakan suatu proses perubahan bobot, ukuran dan volume tubuh ikan. Effendie (1997) membedakan pertumbuhan menjadi pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan nisbi. Pertumbuhan mutlak adalah perbedaan panjang atau bobot dalam dua saat (dG = Lt– Lo atau dG = Wt – Wo).

(33)

atau{RG = (Wt – Wo)/ Wo}. Sedang menurut Ricker, (1975) terdapat dua macam

pola pertumbuhan ikan yaitu pola pertumbuhan isometrik dan pertumbuhan allometrik, isometrik apabila pertumbuhan bobot seimbang dengan pertambahan panjang ikan dan pola pertumbuhan allometrik apabila pertumbuhan bobot tidak seimbang dengan pertambahan panjang ikan.

Laju pertumbuhan organisme perairan bervariasi tergantung pada kondisi lingkungan dimana organisme tersebut berada serta ketersediaan makanan yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhannya (Odum, 1972).

Studi tentang pertumbuhan pada dasarnya ditujukan untuk menentukan ukuran badan ikan sebagai fungsi dari waktu. Untuk menghitung pertumbuhan ikan dapat dilakukan dengan menggunakan ukuran panjang tubuh atau bobot tubuh. Aspek pertumbuhan ikan telah dipelajari oleh para ahli biologi perikanan di daerah tropis paling banyak mempergunakan pendekatan frekwensi panjang.

Model analitik dikenal sebagai model per penambahan baru (yield/rekrut) atau “Dynamic pool model” (Thompson and Bell, 1934, Beverton and Holt, 1957, Ricker 1958). Model ini adalah suatu model yang mempertimbangkan lebih mendalam beberapa bagian parameter dari populasi. Model analitik sering pula disebut model “Beverton and Holt” atau model “Ricker”.

Menurut Beverton and Holt (1957) konsep keseimbangan (steady – state) ada hubungannya dengan pendekatan hasil per penambahan baru (yield/rekrut). Keseimbangan artinya dengan memberikan laju penangkapan yang tetap, maka populasi akan mencapai tingkat rata-rata (jumlah) dalam waktu yang panjang sehingga memberikan rata-rata hasil dalam jumlah tertentu. Pendekatan pertumbuhan menggunakan ukuran panjang dikenal dengan nama model pertumbuhan von Bertalanffy yang rumusnya sebagai berikut :

L(t)= L∞ [1 – exp (- K(t – to))]

keterangan :

Lt = panjang ikan pada waktu berumur t

L∞ = panjang ikan infiniti atau asimtotik, K = koefisien pertumbuhan,

(34)

Mortalitas ikan

Mortalitas total (Z) adalah merupakan jumlah semua kekuatan mortalitas dalam populasi yaitu terdiri dari mortalitas alami (M) dan akibat penangkapan (F). Laju mortalitas total ikan dapat ditentukan melalui pendekatan hasil data frekwensi panjang ikan contoh yang diperoleh secara kontinu selama beberapa tahun.

Mortalitas merupakan penurunan stok yang disebabkan oleh kematian alami dan akibat penangkapan. Kematian alami disebabkan oleh predator, parasit karena tua dan lingkungan yang sebagian besar dipengaruhi keadaan lingkungan yang berubah-ubah sepanjang hidupnya. Menurut Pauly (1980) terdapat hubungan yang erat antara mortalitas alami ikan dengan suhu perairannya yaitu, semakin hangat suhu lingkungan perairan semakin tinggi mortalitas alami.

Mortalitas penangkapan cenderung bervariasi dari tahun ke tahun, tergantung pada upaya penangkapan. Semakin besar upaya penangkapan maka semakin besar pula mortalitas penangkapan. Hasil tangkapan (yield) yang merupakan fungsi dari pengaruh mortalitas penangkapan dapat diduga dengan menggunakan model matematis. Model matematis yang sering digunakan untuk meramalkan pengaruh mortalitas penangkapan terhadap masing-masing kelompok umur adalah model yield per rekruit dari Beverton dan Holt (1957) yang dikembangkan oleh Ricker (1975).

(35)

Rekrutmen

Rekrutmen merupakan dasar kesinambungan suatu populasi dan dasar hasil di masa yang akan datang. Rekrutmen didefinisikan sebagai penambahan anggota-anggota baru pada suatu populasi. Rekrutmen dapat dibedakan atas tiga macam yaitu rekrutmen ke suatu stok, rekrutmen ke suatu stok yang dapat ditangkap dan rekrutmen ke suatu stok matang yang menghasilkan telur.

Penambahan individu baru adalah stok yang tersedia pada waktu tertentu sehingga dapat tertangkap dengan alat. Jumlah penambahan individu baru merupakan kelompok ikan yang sama umurnya dalam periode ke dalam daerah yang sedang dieksploitasi. Jadi rekrutmen itu berasal dari produksi sejumlah stok dewasa, sehingga ada hubungan antara stok dewasa dengan rekrutmen (Effendi, 1978).

Model yield per rekruit dari Beverton dan Holt (1975) menganggap stok ikan yang diteliti berada dalam keadaan seimbang, dimana banyak penambahan ikan baru tidak tergantung pada ukuran stok semula. Model yield per rekruit yang dipakai merupakan fungsi dari hasil umur ikan pertama kali masuk ke daerah penangkapan (tr) atau umur ikan pertama kali tertangkap (tc) yang ditentukan oleh ukuran mata jaring yang dipakai, dan pengaruh berbagai kombinasi laju mortalitas penangkapan yang mungkin dilakukan pada sektor perikanan.

Dari anggapan model yield per rekruit adalah jumlah individu baru yang masuk ke daerah penangkapan untuk pertama kalinya dari tahun ke tahun bersifat konstan dan stok ikan yang bersangkutan mempunyai pola pertumbuhan umum yang dapat dijelaskan dengan model pertumbuhan dari von Bertalanffy (Von Bertalanffy Growth Formula).

Reproduksi Ikan Butini

(36)

Tingkat kematangan gonad (TKG) merupakan salah satu pengetahuan dasar dari biologi reproduksi pada ikan. Ikan butini tergolong ikan Teleostei. Menurut Nagahama (1983), Teleostei biasanya mempunyai sepasang ovarium yang merupakan organ yang memanjang dan kompak terdapat di dalam rongga perut. Nielsenet al. (1983) menyatakan bahwa kematangan gonad merupakan salah satu bagian dari reproduksi sebelum pemijahan. Kematangan gonad dapat digunakan sebagai penduga status reproduksi ikan, ukuran dan umur pada saat pertama kali matang gonad, proporsi atau jumlah stok yang secara reproduktif matang dan pemahaman tentang siklus reproduksi bagi suatu populasi atau spesies.

Pada hewan vertebrata termasuk ikan, saat terjadinya kematangan gonad adalah merupakan periode dimana ikan yang muda memilki kemampuan untuk melakukan reproduksi (Amer et al. 2001). Menurut Scott, (1979) perkembangan gonad sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu dan makanan, selain musim. Ikan matang gonad akan mencari habitat yang sesuai untuk peletakan telur pada saat akan memijah dan keamanan anak ikan.

Daur reproduksi ikan secara umum terbagi atas tiga periode yaitu periode awal pemijahan dan periode memijah serta periode setelah memijah. Periode awal pemijahan merupakan periode terpanjang dalam daur reproduksi karena berhubungan dengan penyiapan gonad (tingkat kematangan gonad) hal ini dipengaruhi oleh umur, ukuran ikan, dan suhu. Periode pemijahan adalah periode paling pendek berhubungan dengan pengeluaran gamet dalam gonad. Periode setelah pemijahan berhubungan dengan pembuahan/fertilisasi sel telur, penetasan telur dan perkembangan telur (Effendie, 1979).

Selanjutnya dalam proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan gonad semakin bertambah besar dan gonad akan mencapai maksimum sesuai ikan memijah, kemudian menurun dengan cepat selama pemijahan sampai selesai (Effendie, 1979).

(37)

antaranya suhu, perubahan kimia air dan aliran air/floating, faktor ini benar-benar atau langsung mempengaruhi atau merangsang ikan untuk berpijah.

Tingkat kematangan gonad dapat ditentukan dengan menggunakan metode Cassie (Effendie dan Sjafei, 1976), dalam metode ini gonad ikan mengalami lima tingkat kematangan dengan ciri-ciri jantan dan betina yang berlainan seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Tahapan kematangan gonad ikan (Effendie dan Sjafei, 1976).

TKG Betina Jantan

Ovari seperti benang, panjang sampai ke depan rongga tubuh. Warna jernih, permukaan licin.

Ukuran ovari besar, pe-warnaan lebih gelap ke kuning-kuningan.Telur belum terlihat dengan mata.

Ovari berwarna kuning. Secara morfologi telur mulai kelihatan butirannya dengan mata.

Ovari makin besar, telur berwarna, mudah dipisahkan. Butiran minyak tidak tampak, mengisi 1/2 -2/3 rongga perut usus terdesak.

Ovari berkerut, butir telur sisa terdapat dibagian anterior dan posterior. Banyak telur seperti pada TKG II.

Testes seperti benang, pendek (terbatas) dan terlihat ujungnya di rongga tubuh, warna jernih.

Ukuran testes lebih besar, warna jernih, bentuk lebih jelas dari pada TKG I

Permukaan testes tampak bergerigi. Testes makin besar, saluran-saluran pembuluh dara tampak nyata.

Seperti pada TKG III, tampak lebih jelas, tetes makin pejal dan saluran-saluran pembuluh darah lebih terlihat jelas.

(38)

Konsep Pengelolaan Ikan Butini

Pengelolaan sumberdaya hayati perikanan bertujuan untuk memaksimumkan hasil secara biologis (biomassa) maupun secara ekonomis (keuntungan) dengan tetap mempertahankan keberadaan dari sumberdaya hayati perikanan (King, 1997). Ikan butini merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang termasuk sektor utama karena di konsumsi oleh masyarakat setempat dan memiliki nilai ekonomis.

Ikan butini tergolong ikan yang rawan punah (vulnarable) dan endemik (IUCN 1990) dikhawatirkan kegiatan eksploitasi yang dilakukan dapat menurunkan populasi ikan ini. Untuk itu perlu di konservasi dan dilakukan pengelolaan yang tepat agar dapat dimanfaatkan secara lestari bagi kesejahteraan masyarakat. Sedang danau Towuti termasuk perairan yang multi guna, sehingga pola pengelolaan yang harus dikembangkan berupa pengelolaan yang harmonis dan terpadu karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan perairan secara keseluruhan.

Dalam rangka menciptakan pola pemanfaatan danau secara optimal, harmonis diantara pemanfaatan lain dan lestari maka diperlukan penetapan tata ruang perairan. Tata ruang perairan yang dimaksud meliputi : daerah pemijahan, daerah dan waktu penangkapan.

Selain itu usaha konservasi alam biasanya dikenal sebagai kegiatan yang mempunyai kaitan dengan pembangunan dan pengelolaan terhadap suaka alam dan taman pelestarian alam. Hal ini penting untuk melindungi kehidupan satwa di daerah sebaran alaminya, dan yang diutamakan adalah menyediakan kawasan khusus untuk kehidupan jenis yang langka dan terancam punah serta untuk memelihara tata lingkungan yang khas (Suwelo, 2001).

(39)

pada area tertentu untuk memijah, jika penangkapan terus dilakukan pada area pemijahan, bukan hanya mengganggu aktivitas reproduktif, tetapi juga sangat menghabiskan individu-individu pada usia reproduktif, yang tertinggal terlalu sedikit untuk kontribusi pada periode berikutnya (Hall, 2002).

Menurut Hall (2002), jika ada karakteristik tertentu dari habitat pemijahan yang rusak oleh penangkapan, maka diperlukan penutupan area secara permanen atau cukup dengan penutupan area selama musim pemijahan. Hal ini diperlukan untuk melindungi area terutama tempat juvenil melimpah, jika suatu area tertentu mengandung proporsi juvenil ikan yang tinggi bersama-sama dengan yang dewasanya, maka eksploitasi terhadap yang dewasanya dilakukan secara selektif supaya tidak terjadi tingkat mortalitas juvenil yang tinggi.

Pengelolaan kawasan dalam pengertian konservasi alam merupakan aspek yang paling penting, pada masa sekarang pengertian konservasi alam mencakup bidang yang lebih luas. Tidak hanya pada pengelolaan suatu kawasan yang harus di konservasi, akan tetapi juga aspek pendayagunaan sumber daya alam hayati untuk keperluan pemanfaatan, baik langsung maupun tidak langsung.

Sumber daya hayati merupakan tulang punggung ekonomi dan merupakan sumber kesejahteraan manusia karena sifatnya yang dapat terbaharukan dan pemanfaatannya dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suwelo, 2001).

Peraturan dan perundang-undangan perlindungan diperlukan untuk memberikan landasan bagi upaya pengelolaan pengawetan satwa baik secara in situ, dihabitat alaminya, maupunex situ diluar habitat alaminya.

(40)

Populasi

Gambar 3. Diagram alir kerangka penelitian Sebaran ukuran : 1. Struktur populasi 2. Pertumbuhan

Deskripsi habitat 1. Jumlah dan

2. Kelompok

POPULASI IKAN BUTINI (Glossogobius matanensis)

(41)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Danau Towuti, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Pengambilan sampel ini dilaksanakan setiap bulan selama 12 bulan dari bulan Mei 2006 sampai dengan April 2007. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium (Ekobiologi, Avertebrata, Kesehatan Ikan) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian Ikan Air Tawar. Gambaran Danau berterap dan D, Towuti sebagai tempat penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Peta Danau Towuti dan danau berterap daerah kompleks Malili (Wirjoatmodjoet al. 2003).

(42)

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif (sampling). Berdasarkan pada bentuk, topografi dan hidrologi dari danau Towuti, maka penetapan zona penelitian berdasarkan adanyainlet,outlet, dekat pemukiman, buangan sawmil, dan kedalaman, ditetapkan daerah penelitian menjadi 3 zone yaitu zone A membentang dari bagian tepi danau (Timampu), diharapkan dapat mewakili daerah yang aktivitas masyarakatnya tinggi, yaitu saw mil (penggergajian kayu), perikanan, irigasi dan pertanian ke Pulau Loeha (pulau yang berada di tengah danau). Zone B membentang dekat inlet (Sungai Tominanga dari danau Mahalona) ke pulau Loeha. Zone C membentang dari Pulau Loeha ke dekat outlet (sungai Hola-hola), gambaran peta lokasi dan penentuan zona penelitian

pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Peta lokasi penelitian Danau Towuti

Keterangan :

Zone A: (membentang dari pemukiman, buangansawmill ke pulau tengah Danau) Zone B: (membentang dari daerahinlet ke pulau tengah Danau)

(43)

Bahan dan Metode Pengukuran

Bahan/Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari sampel ikan butini dan sampel air diperoleh dari hasil sampling di lapangan selama penelitian. Alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah salue, panjangnya berdasarkan setiap kedalaman dengan mata kail bernomor 8, 10, 12, 14 dan 16 berjumlah 200/salue dan untuk pengambilan sampel air menggunakan water samplervolume tiga liter. Bahan tambahan berupa bahan pengawet (formalin, alkohol dan larutan bouin).

Metode Pengukuran

1. Kedalaman diukur dengan menggunakan tali yang diberi skala, dengan ketelitian 1 meter

2. Suhu air diukur menggunakanreversing protected thermometer(oC)

3. Oksigen dan pH diukur dengan menggunakanwater quality checkker merek Horiba tipe U-10.

4. Data panjang total (PT) ikan diukur menggunakan mistar dengan ketelitian 1 mm, dari ujung terdepan tubuh sampai ujung ekor.

5. Bobot ikan hasil tangkapan di ukur dengan menggunakan timbangan analitik merek CHQ. DJ1002B 1000 g dengan ketelitian 0,01 g.

6. Bobot gonad diukur menggunakan timbangan analitik merek AND EK-400 H dengan ketelitian 0,01 g.

7. Karakteristik morfometrik dan meristik dengan menggunakan metode baku mengacu pada Caillietet al. (1980)

8. DNA dianalisis dengan metode RAPD dan menggunakan elektroforesis. 9. Jenis kelamin diidentifikasi secara makroskopis dan mikroskopis

10. Tingkat kematangan gonad diidentifikasi secara morfologis dan ditentukan berdasarkan ciri TKG modifikasi dari metode Cassie (Effendie dan Sjafei, 1976).

(44)

Desain Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel ikan dilakukan jam 07.00 hingga 15.00 setiap bulan pada tiap zone dengan jumlah titik pengamatan masing-masing berdasarkan pada beberapa kedalaman yaitu 25, 50, 75, 100, dan 150 meter serta 200 meter pada zone B yang merupakan bagian terdalam.

Sampel ikan diperoleh dari hasil tangkapan dengan menggunakan salue/rawai (long line) sebanyak 5 (lima) unit dengan mata kail berukuran nomor 8, 10, 12, 14 dan 16 masing-masing nomor 40 mata kail, jarak antara satu mata kail dengan mata kail yang lain adalah 5 meter, total 200 mata kail pada satu salue (Gambar 6).

Tali Utama

No.8 No.10 No.12 No.14 No.16

40( matakail) 40 40 40 40 Pemberat

Gambar 6. Satu unit salue/rawai (long line).

(45)

Parameter kualitas air yang merupakan habitat ikan dengan menggunakan Water Sampler volume 3 liter dan dilakukan pada hari yang sama dengan

pengambilan sampel ikan.

Teknik Pengambilan Data

Pengambilan data diperoleh dari hasil tangkapan pada masing-masing kedalaman ditabulasi berdasarkan panjang dan bobot ikan serta tingkat kematangan gonad (TKG) dan berat gonad ikan. Lebih lanjut penentuan jenis kelamin dengan membuat preparat histologi. Untuk keperluan pengujian kesamaan populasi pengukuran karakter morfometrik dan meristik dan diambil sirip ikan untuk dilakukan analisis DNA dengan metode RAPD dilanjutkan dengan menggunakan elektroforesis.

Pengambilan data kualitas air dilakukan pada setiap titik/lokasi meliputi suhu dengan alat termometer bolak balik (Reversing protected thermometer), pH dan Oksigen terlarut dibaca padawater quality checker (WQC) secara langsung.

Variabel yang di amati

A. – Biologi :

- Morfometrik dan meristik - DNA

- Struktur populasi - Pertumbuhan

- Reproduksi : - Jenis kelamin

- Tingkat kematangan gonad - Indeks kematangan gonad - Fekunditas

- Diameter telur B. – Lingkungan : - Suhu - Kedalaman

- pH - Oksigen terlarut (DO)

(46)

ANALISIS DATA

Analisis Habitat/lingkungan Ikan Butini

Parameter fisika dan kimia perairan

Untuk mendapatkan data habitat yang merupakan lingkungan hidup ikan dapat berupa parameter fisika dan kimia perairan yaitu : Aspek yang mewakili fisika perairan adalah suhu dan kedalaman, suhu diukur secara langsung melalui pengambilan air pada setiap titik pengamatan dengan contoh air (water sampler van dorn) kemudian pembacaan suhu (temperatur) dengan menggunakan

termometer bolak balik (Reversing Protected Thermometer) satuan Celcius (oC). Kedalaman dengan menggunakan tali benang polimetilen (PM) yang diberi skala (satuan meter).

Aspek yang mewakili kimia perairan berupa pH dan Oksigen. Untuk pH dan Oksigen terlarut (DO) dapat di amati langsung di lapangan melalui pengambilan air pada setiap titik pengamatan dengan menggunakanWater Quality Checkker Horiba tipe U-10.

Selanjutnya di analisis dengan menggunakan Program Statistik 6 sub program analisis komponen utama (Prinsiple Componen Analisys, PCA).

Penentuan Keragaman Populasi Ikan

Morfometrik dan meristik.

(47)

ukuran relatif. Untuk penulisan tiap karakter diistilahkan sebagai data morfometrik dan data kedua diisitilahkan sebagai nisbah morfometrik.

Setiap data karakter morfometrik yang diukur disandikan dengan singkatan yang meliputi :

No. Karakter Morfometrik disingkat Sandi

1 Panjang total (cm) PT J1

2 Panjang baku (cm) PB J2

3 Tinggi badan (cm) TB J3

4 Tinggi batang ekor (cm) TBE J4

5 Panjang batang ekor (cm) PBE J5

6 Panjang bagian di depan sirip dorsal (cm) PBDSD J6 7 Panjang dasar sirip dorsal 1 (cm) PDSD I J7 8 Panjang dasar sirip dorsal 2 (cm) PDSD II J8

9 Panjang dasar sirip anal (cm) PDSA J9

10 Tinggi sirip dorsal 1 (cm) TSD I J10

11 Tinggi sirip dorsal 2 (cm) TSD II J11

12 Tinggi sirip anal (cm) TSA J12

13 Panjang sirip dada (cm) PSD J13

14 Panjang sirip perut (cm) PSP J14

15 Panjang jari-jari sirip dorsal yang terpanjang (cm) PJSDT J15

16 Panjang kepala (cm) PK J16

17 Lebar kepala (cm) LK J17

18 Panjang di depan mata (cm) PDM J18

19 Tinggi di bawah mata (cm) TBM J19

20 Pjg antar mata dgn sudut tutup insang dpn (cm) PAM J20

21 Lebar mata (cm) LM J21

22 Panjang rahang atas (cm) PRA J22

23 Lebar kepala bagian bawah (cm) LKbB J23

Gambar 7. Karakter morfometrik dan meristik ikan butini.

(48)

Sedangkan hasil perbandingan bagian-bagian tubuh maupun anggota tubuh untuk data nisbah morfometrik di sandikan dengan karakter M yang terdiri dari :

No. Karakter Morfometrik (disingkat) Sandi

1 PB/PT M1

2 TB/PT M2

3 TBE/PT M3

4 PBE/PT M4

5 PBDSD/PT M5

6 PDSD I/PT M6

7 PDSD II/PT M7

8 PDSA/PT M8

9 TSD I/PT M9

10 TSD II/PT M10

11 TSA M11

12 PSD/PT M12

13 PSP/PT M13

14 PJSDT/PT M14

15 PK/PT M15

16 LK/PT M16

17 PDM/PT M17

18 TBM/PT M18

19 PAM/PT M19

20 LM/PT M20

21 PRA/PT M21

22 LKbB/PT M22

Data nisbah morfometrik dimaksud untuk memperoleh informasi mengenai proporsi karakter tertentu terhadap karakter lain. Nisbah-nisbah tersebut diatas akan dapat menjelaskan sifat morfometrik ikan butini yang diteliti sehingga dapat digunakan untuk identifikasi populasi.

Keeratan hubungan antar karakter dari bagian tubuh yang diukur, menurut Steel dan Storrie (1993) dinyatakan dengan rumus :

n XY – ( X ) ( Y)

r = ...(1) { n X2 – ( X)2} { n ( Y)2 – ( Y)2}

Keterangan :

(49)

Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan menggunakan komputer berdasarkan statistik analisis ragam melalui programSPSS versi 11.5

DNA

Setiap pita hasil amplifikasi pada posisi yang sama dengan laju elektroforesis yang sama untuk setiap individu, dianggap sebagai satu lokus homolog. Lokus tersebut diubah ke dalam bentuk data biner dengan memberi nilai satu (1) jika terdapat pita dan nol (0) bila pita tidak ada.

Untuk menentukan kemiripan pasangan genotipe yang terdapat pada individu yang berbeda digunakan rumus Nei dan Li (1979) sebagai berikut :

2 nab

Fab= ...(2)

(na + nb)

Keterangan :

Fab = koefisien kemiripan individu a dan b

nab = jumlah pita yang sama posisinya pada individu a dan b

na dan nb = jumlah pita pada masing-m,asing individu a dan b

Untuk mengevaluasi variasi DNA antar kedalaman populasi ikan butini digunakan Analysis Moleculer of Varians (AMOVA) dan uji perbandingan berpasangan menggunakan program TFPGA (Tools for population Genetic Analysis). Kekerabatan antar populasi dengan menggunakan jarak genetik

berdasarkan Takezaki dan Nei (1996).

Parameter Populasi Ikan Butini

Struktur populasi

(50)

untuk memisahkan kelompok ukuran ikan butini. Sehingga dapat diketahui puncak atau mudus kelompok kelas ukuran dari suatu populasi.

Pertumbuhan ikan butini

Penentuan pertumbuhan ikan butini dari seluruh data pengukuran panjang yang telah dikelompokkan ke dalam ukuran panjang, berdasarkan jumlah data yang terkumpul dideskripsi dengan menggunakan statistik untuk mendapatkan jumlah selang kelas (Walpole, 1990). Pada setiap selang kelas panjang ikan ditentukan jumlah frekwensi dan presentase frekwensi relatifnya.

Hubungan panjang - bobot ikan dianggap suatu fungsi dari panjangnya dan hubungan panjang bobot hampir mengikuti hukum kubik yang dinyatakan dengan persamaan menurut Hile (1936) dalam Effendie (1979) sebagai berikut :

W = a.Lb...(3) Keterangan :

W = bobot L = panjang total ikan a dan b = konstanta

Untuk menggambarkan persamaan (3) tersebut dalam bentuk linier dengan logaritma adalah :

Log W = log a + b log L ...(4) Dalam menentukan hubungan panjang – bobot ikan selama periode penelitian digunakan analisis ragam dengan bantuan program Microsoff Exel 2003. Serta pengujian terhadap nilai b dengan kriteria pengambilan keputusan menurut Ricker (1975)dalam Effendie (1979), sebagai berikut :

d2Y.X = Y2 - (XY)2 X2

S2Y.X = d2Y.X / N – 2

S2b = S2Y.X/ X2

Sb = S2b...(5)

(51)

Menentukan apakah nilai b = 3 atau nilai b 3 digunakan uji – t (Walpole, 1990). Kriteria pengambilan keputusan :

Jika thit< ttabel (0.05), b = 3, Pola pertumbuhan Isometrik

Jika thit> ttabel (0.05), b 3, Pola pertumbuhan Allometrik

Allometrik positif apabila b>3 (Pertambahan berat > pertambahan panjang) Allometrik negatif apabila b< 3 (Pertambahan berat< pertambahan panjang)

Pendugaan pertumbuhan dianalisa dengan menggunakan model pertumbuhan dari Von Bertalanffy dengan persamaan matematis (Beverton and Holt, 1957; Ricker ,1975; dan King (1995) sebagai berikut:

L(t)= L∞ ( 1 – e - K (t – to)) ... (7)

Keterangan : L(t) = ukuran panjang ikan pada umur t tahun (cm)

L∞ = panjang maksimum ikan yang dapat dicapai to = umur ikan teoritis pada saat panjangnya 0 cm

K = koefisien pertumbuhan Von Bertalanffy.

Untuk menentukan nilai K dan L∞ dengan menggunakan metode Ford Walford, dalam (Gulland & Holt, 1980) :

Lt+1=L∞(1-e- K) + e – KLt ...(8)

Maka di peroleh koefisien pertumbuhan (K) dan panjang infiniti (L) sebagai berikut :

K = - (1/ t) x ln b ...………...…....(9) L∞ = a / 1-b ...(10) Untuk menduga umur teoritis pada saat panjang ikan sama dengan nol (to),

digunakan persamaan empiris Pauly (1983), yaitu :

Log(-to)= -0.3922 - 0.2752log L - 1.038 log K ...(11)

Mortalitas

Untuk menduga mortalitas total (Z) ikan butini di Danau Towuti, diduga dengan metoda kurva hasil tangkapan konversi panjang (Length Converted Catch Curve) yang dikemukakan oleh Pauly (1984):

(52)

Ni adalah jumlah ikan pada setiap kelas ukuran panjang ke-i, a dan b adalah

koefisien regresi. Sedang t adalah waktu yang diperlukan untuk tumbuh sepanjang suatu kelas panjang yang diduga dengan persamaan :

t = t (Li+1) – t (Li)

= (1/K). Ln {(L - Li)/(L – Li+t)}...(13)

Li dan Li+1 adalah panjang pada kelas ke –i dan panjang kelas ke-(i+1), dan

t(Li) adalah umur relatif ikan pada kelas panjang ke-i yang diduga dengan:

t(Li) = to – (1/K). Ln[1-((Li+Li+1)/2 L )]... (14)

Pendugaan terhadap laju mortalitas alami (M) dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1984) yaitu hubungan antara kematian alami (M) dengan parameter pertumbuhan VBGF dan suhu lingkungan rata-rata (T) dimana populasi ikan tersebut berada adalah sebagai berikut :

Log (M) = - 0.0066 - 0.279 log L + 0.654 log K+ 0.4631 log T...(15) Dengan mengetahui nilai dugaan mortalitas total (Z) dan mortalitas alami (M), maka laju mortalitas penangkapan (F) dapat diduga dengan mengurangkan M terhadap Z, adalah :

F = Z – M...(16)

Untuk menduga laju eksploitasi dari perikanan ikan butini di D. Towuti digunakan rumus sebagai berikut (Jones, 1984) :

E = F / Z ...(17) Keterangan :

L = Panjang ikan maksimum secara teoritis K = Koefisien pertumbuhan.

T = Rataan suhu perairan di kedalaman ikan tertangkap. E = Nisbah eksploitasi

F = Kematian akibat penangkapan Z = Kematian total

(53)

Rekrutmen

Untuk menghitung hasil per penambahan baru mengikuti model persamaan yang ditulis Sparre dan Venema, (1999) yaitu data frekwensi panjang disesuaikan dengan persamaan Von Bertalanffy (L , K, to) untuk mendeterminasi jumlah

puncak rekrutmen per tahun. Selanjutnya penambahan anggota baru ke dalam populasi ikan butini dari data frekwensi panjang dibantu dengan suatu metode pendekatan yang difasilitasi melalui bantuan program FiSAT subprogram Recruitment Pattern. Melalui program ini akan terlihat persentase bulanan

penambahan baru.

Aspek Reproduksi Ikan Nisbah kelamin

Untuk menentukan nisbah kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina.

M

Nisbah Kelamin = ...(18) F

Keterangan:

M = Jumlah ikan jantan (ekor) F = Jumlah ikan betina (ekor)

Selanjutnya menguji keseimbangan nisbah kelamin dengan menggunakan rumus (Walpole, 1990) sebagai berikut :

(Oi-ei)2

X2 = ...(19) ei

Keterangan : X2 = Chi-square

Oi= Frekuensi ikan butini jantan atau betina yang diamati.

ei = Frekuensi harapan (Frekuensi jantan + frekuensi betina) dibagi 2).

Tingkat kematangan gonad (TKG)

(54)

kemudian mempergunakan metodeLeast Square Regression (Metode Marquardt) yang dilakukan oleh Yoneda,et al. (2002) sebagai berikut :

N = 100/(1+e(a+b X PT)) ... (20) Keterangan :

N = Peluang ikan matang gonad (%) e = Eksponensial bilangan natural a = Intersep (garis potong)

b = Slope (kemiringan) PT = Panjang total (cm)

Indeks kematangan gonad (IKG)

Untuk indeks kematangan gonad yang diperoleh pada setiap kedalaman dianalisis menggunakan rumus yang dilakukan oleh Effendi (1979) yaitu :

Berat gonad (gram)

Indek kematangan gonad = X 100 ...(21) Berat tubuh (gram)

Fekunditas

Penghitungan jumlah telur (fekunditas) ikan dilakukan dengan menggunakan metode gabungan yaitu gravimetrik dan volumetrik (Effendie,1979) dengan rumus :

G x V x X

F = ...(22) Q

Keterangan:

F = Fekunditas (butir) G = Berat gonad (gram) Q = Berat telur contoh (gram) V = Volume pengenceran (mm) X = Jumlah telur yang ada dalam 1 cc:

(55)

Kondisi lingkungan perairan Danau Towuti

Kondisi lingkungan perairan/habitat sangat menentukan terhadap kehadiran suatu organisme pada suatu wilayah tertentu. Distribusi suatu populasi dapat terjadi akibat kondisi lingkungan dan keadaan populasi itu sendiri (Kendeigh 1980). Untuk mengetahui distribusi dan kondisi lingkungan perairan/habitat ikan butini, maka dilakukan pengamatan terhadap beberapa parameter fisik dan kimia perairan seperti suhu, pH, oksigen terlarut (DO) dan keberadaan ikan serta curah hujan dan tinggi muka air. Hasil pengamatan kondisi lingkungan selama penelitian diperoleh berdasarkan zona dan kedalaman disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Deskripsi parameter fisika-kimia berdasarkan zona dan kedalaman di Danau Towuti selama Mei 2006 hingga April 2007.

Parameter fisika - kimia

Suhu0C pH DO (mg/l)

Zona Kedalaman

(m) Min-Max(Mean±SD) Min-Max(Mean±SD) Min-Max(Mean±SD) 25 27,2-29,8(28,5±0,22) 7,4 - 8,5 (7,9±0,11) 4,56 -6,6(5,5±0,19) 50 27,5-29,7(28,3±0,17) 7,4 - 8,4 (7,9±0,09) 3,87-6,58(5,2±0,27) 75 27,3-28,9(28,1±0,12) 7,2 - 8,5 (7,9±0,11) 1,83-6,62(5,0±0,36) 100 27,3-29,0(28,0±0,12) 7,2 - 8,5 (7,9±0,09) 1,35-6,44(4,0±0,39) A

150 27,3-29,2(28,3±0,16) 7,3 - 8,2 (7,8±0,07) 1,46-6,43(3,5±0,41) 25 27,0-30,5(28,9±0,29) 7,8 - 8,7 (8,1±0,08) 4,28-6,65(5,7±0,18) 50 27,8-30,0(28,8±0,20) 7,8 - 8,6 (8,0±0,09) 3,87-6,06(5,1±0,20) 75 27,8-29,8(28,5±0,14) 7,6 - 8,7 (8,0±0,09) 3,67-6,45(5,1±0,26) 100 27,7-29,6(28,5±0,14) 7,6 - 8,5 (7,9±0,08) 0,71-5,54(3,9±0,35) 150 27,5-29,2(28,3±0,15) 7,5 - 8,3 (7,9±0,07) 0,47-5,56(3,5±0,48) B

200 27,5-29,4(28,4±0,14) 7,6 - 8,4 (7,9±0,09) 0,15-4,95(3,1±0,52) 25 25,9-30,0(28,6±0,35) 7,8 - 8,5 (8,1±0,06) 4,52-6,54(5,8±0,17) 50 27,8-30,0(28,6±0,20) 7,7 - 8,5 (8,0±0,07) 4,13-6,40(5,1±0,23) 75 27,7-29,8(28,6±0,19) 7,8 - 8,4 (8,0±0,06) 3,48-6,23(4,8±0,24) 100 27,0-29,8(28,5±0,23) 7,7 - 8,3 (8,0±0,06) 0,39-5,75(3,9±0,45) C

150 27,5-29,7(28,4±0,21) 7,7 - 8,2 (7,9±0,06) 0,78-5,40(3,6±0,36)

Gambar

Tabel  1.  Tahapan kematangan gonad ikan (Effendie dan Sjafei, 1976).
Gambar 3.  Diagram alir kerangka penelitian
Gambar 5.  Peta lokasi penelitian Danau Towuti
Gambar 7.  Karakter morfometrik dan meristik ikan butini.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tidak dapat dipungkiri bahwasa- nya dalam keseharian ada mata pelaja- ran tertentu yang kurang diminati oleh siswa karena dianggap sebagai mata pelajaran wajib dan

1) Mengidentifikasi kondisi responden/masyarakat sekitar kawasan industri di kelurahan Nanggewer akibat terjadi pencemaran. 2) Mengestimasi nilai kerugian masyarakat akibat

Penggabungan antara instrumen diatonik dan gamelan Bunyi suara yang dihasilkan dari perpaduan musik diatonik dan pentatonik menarik untuk diteliti dengan judul

Hal ini disebabkan pada perlakuan dosis ini yang diberikan sangat tepat untuk budidaya kacang hijau, kandungan unsur hara yang tinggi pupuk organik cap semanggi

Pengamatan selama 7 kali setelah pemasangan perangkap menujukkan bahwa rataan jumlah populasi jenis serangga lain yang tertinggi terdapat pada rataan perlakuan P3T3

Faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan yang bersifat negatif pada analisis regresi persentase tehadap kepadatan populasi hama pada buah kopi berwarna hijau pada

TOKSISITAS EKSTRAK N-HEKSANA SERBUK GERGAJI KAYU SENGON (Albizia falcataria L. Forberg) TERHADAP MORTALITAS SERANGGA PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei Ferr.) (Scolytidae:

Kebebasan beragama menurut Maulana Muhammad Ali, mensiratkan bahwa orang non-Muslim tidak dipaksa untuk masuk Islam karena Nabi Muhammad sendiri selama masa hidupnva tidak