• Tidak ada hasil yang ditemukan

Infeksi Cendawan Entomophthorales Pada Kutu Loncat Jeruk Dan Lamtoro Di Kecamatan Dramaga, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Infeksi Cendawan Entomophthorales Pada Kutu Loncat Jeruk Dan Lamtoro Di Kecamatan Dramaga, Bogor"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

INFEKSI CENDAWAN ENTOMOPHTHORALES

PADA KUTU LONCAT JERUK DAN LAMTORO

DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR

RIZKY YUNITA PUTRI SANTOSA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Infeksi Cendawan Entomophthorales pada Kutu Loncat Jeruk dan Lamtoro di Kecamatan Dramaga, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pus-taka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Insti-tut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015

Rizky Yunita Putri Santosa

(4)

ABSTRAK

RIZKY YUNITA PUTRI SANTOSA. Infeksi Cendawan Entomophthorales pada Kutu Loncat Jeruk dan Lamtoro Di Kecamatan Dramaga, Bogor. Dibimbing oleh RULY ANWAR.

Kutu loncat merupakan hama penting pada tanaman jeruk dan juga lamtoro, yang dapat menimbulkan penurunan produktivitas tanaman tersebut. Pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh kutu loncat sa-lah satunya adasa-lah mengunakan musuh alami, yang sasa-lah satunya menggunakan cendawan Entomophthorales. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada kutu loncat dari tanaman jeruk dan lam-toro. Sampel kutu loncat yang digunakan sebanyak 50-200 per lokasi. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali di semua lokasi pengamatan. Lokasi pengamatan sampel kutu loncat jeruk (Diaphorina citri) dilakukan pada dua lokasi yaitu Desa Cikarawang dan Desa Cibereum, Bogor. Pengamatan sampel kutu loncat lamtoro (Heteropsylla cubana) berlokasi di Desa Babakan dan Desa Cibereum, Bogor. Sampel kutuloncat yang sudah didapatkan kemudian dimasuk kan ke dalam botol yang berisi alkohol 70%. Pembuatan preparat kutu loncat dibuat dengan media larutan lactophenol cotton blue untuk menentukan keberadaan fase badan hifa, konidia primer, konidia sekunder, dan cendawan sekunder dan resting spores. Fase cendawan Entomophthorales yang ditemukan pada kutu loncat jeruk adalah badan hifa, konidia primer, konidia sekunder, dan cendawan sekunder. Tingkat infeksi cendawan pada D. citri di Desa Cibeureum mencapai 10.32%, lebih tinggi dibandingkan dengan infeksi di Desa Cikarawang yang hanya mencapai 8.29%. Fase cendawan Entomophthorales yang ditemukan pada kutu loncat lamtoro adalah badan hifa dan konidia sekunder. Tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada H. cubana DesaCibeureum mencapai 53.88%, lebih tinggi dibandingkan infeksi di Desa Babakan yang mencapai 50.41%. Selama pengambilan sampel, spora istirahat tidak ditemukan, baik pada kutu loncat jeruk dan kutu loncat lamtoro.

(5)

ABSTRACT

RIZKY YUNITA PUTRI SANTOSA. Infection of Entomophthoralean Fungus to

Psyllid on Citrus and Leucana Plants in Area of Bogor. Supervised by RULY ANWAR.

The citrus psyllid (Diaphorina citri) and leucaena psyllid (Heteropsylla cubana) have been considered as one of important pests on citrus and leucaena,

respectively. Productivity of these crops have been reduced due to the damage caused by those insects. Entomophthoralean fungi have been known as one of the natural enemy agents in various insects at various plants, including the psyllid. The objective of this study was to determine the entomophthoralean fungus on citrus and leucaena psyllid. The number of the insect samples for each plant were 50 to 200, collected weekly for 4 times at all the research site. The citrus psyllid were sampled at two locations, Cikarawang and Cibeureum Village, Bogor. The leucaena psyllid were sampled at Babakan and Cibeureum Village, Bogor. The samples were put into 30 ml bottles containing 70% alcohol for the next study. Insect preparate slide were made for all samples using lactophenol cotton blue solution to determine presence of hyphal body, primary conidia, secondary conidia, resting spores, and saprophytic fungi . The results showed that the fungus development stages which found on citrus psyllid were hyphal body, primary conidia, secondary conidia and saprophytic fungi. The highest infection levels occurred at Cibeureum by 10.32% and the lowest infection levels occurred at Cikarawang at 8.29%. In other hand, the fungus development stages which found on leucaena psyllid were hyphal body and secondary conidia at 53.88%. Meanwhile, the lowest infection levels occurred at Babakan by 50.41%. Resting spores were not found at both insects at all of research site.

(6)
(7)

INFEKSI CENDAWAN ENTOMOPHTHORALES

PADA KUTU LONCAT JERUK DAN LAMTORO

DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR

RIZKY YUNITA PUTRI SANTOSA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)

Hak Cipta milik IPB, tahun 2015 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian tugas akhir ini

yang berjudul “Infeksi Cendawan Entomophthorales pada Kutu Loncat Jeruk dan

Lamtoro di Kecamatan Dramaga, Bogor” dan dapat diselesaikan dengan baik, se -bagai salah satu syarat menjadi sarjana pertanian IPB.

Terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua Bapak Santosa dan Ibu Suswaningsih dan keluarga yang telah memberikan semangat dan du-kungan untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ruly Anwar M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang se-nantiasa memberikan masukan dan saran kepada penulis sehingga penyelesain tu-gas akhir skripsi dapat dilakukan dengan baik. Terimakasih kepada Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak saran dalam penulisan skripsi. Ucapan terimakasih juga disampaikan untuk Akbar Fauzy SP, Siti Wulandari SP, Karlina Julia, Putri Sahiya, Anysa Riska Utomo SP, Hillda Ayu Kusumaningrum SP dan Perwira 43 sebagai sahabat yang selalu membantu dan memberikan dukungan semangat. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada rekan PTN 48, Patser crew, BEM Fakultas Pertanian Kabinet Kavaleri beserta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan pe-nelitian tugas akhir ini. Semoga pepe-nelitian tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Bogor, November 2015

(13)

DAFTAR ISI

Pengambilan Sampel Kutuloncat di Lapangan 3

Pembuatan Preparat 3

Identifikasi Fase Cendawan Entomophthorales 3

Perhitungan Tingkat Infeksi Cendawan Entomophthorales 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Gambaran Umum Lokasi Pengamatan 5

Fase Cendawan Entomophthorales pada Kutuloncat Jeruk 5

Fase Cendawan Entomophthorales pada Kutuloncat Lamtoro 8

Infeksi cendawan Entomophthorales pada kutuloncat 10

SIMPULAN 13

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 16

RIWAYAT HIDUP 18

DAFTAR TABEL

(14)

DAFTAR GAMBAR

1. Kondisi Lahan Penelitian 6

2. Perbandingan Tubuh Diaphorina citri yang Ditemukan 6

3. Fase Cendawan Entomophthorales Diaphorina citri 8

6. Perbandingan tubuh kutuloncat lamtoro Heterophsylla cubana 9

7. Fases cendawan Entomophthorales Heterophsylla cubana 10

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara tropis. Di daerah ini berbagai jenis tanaman jeruk banyak dijumpai dan dibudidayakan mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Khasiat dari jeruk yang banyak digunakan diantaranya sari buah jeruk dapat digunakan sebagai bahan olahan makanan, minuman, kosmetik dan obat-obatan. Produksi jeruk di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 113 388 ton, jumlah produksi jeruk mengalami penurunan pada tahun 2013 yaitu produksinya menjadi 103 344 ton (BPS 2014). Produktivitas yang rendah itu antara lain dapat disebabkan oleh adanya serangan Diaphorina citri Kuwayama (Homoptera: Psyllidae). D. citri merupakan hama pada tanamna jeruk, karena peranannya sebagai vektor penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) (Wijaya 2007). Di Sambas Kalimantan Barat, yang merupakan provinsi terbesar penghasil jeruk siam di Indonesia, sekitar 2.000 dari 13.000 ha pertanaman jeruk merana dan terancam mati hanya dalam waktu 6 bulan, dengan kerugian mencapai Rp120 miliar/tahun. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Barat pada tahun 2008 menginformasikan

bahwa 3.572 dari 11.827 tanaman jeruk (31%) di Sambas yang telah berproduksi terserang CVPD (Supriyanto 2008).Di Brazil patogen citrus greening mempunyai vektor D. citri dan Di Cina, serangga tersebut dilaporkan sebagai vektor penyebab penyakit yang dikenal dengan nama yellow dragon disease secara dunia penyakit tersebut dikenal dengan nama penyakit huanglongbing (Halbert dan Manjunath 2004).

Keanekaragaman hayati Indonesia lain salah satunya adalah tanaman lamto-ro (Leucaena leucocephala) atau petai cina merupakan tanaman serba guna. Kan-dungan nutrisi tanaman lamtoro yang tinggi dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak yang berprotein tinggi, selain itu tanaman lamtoro juga digunakan sebagai tanaman pioner, pupuk hijau (penyubur tanah), tanaman pelindung (untuk ta-naman kakao), pagar hidup, tanaman pendukung (untuk tanaman vanili dan merica), pencegah erosi, bahan baku pembuat kertas, bahan bakar. Manfaat lain dari ta-naman lamtoro yaitu pada bidang kesehatan dapat digunakan obat herba yang dapat mengobati penyakit diabetes, disentri dan batu rejan (Wijayakusuma et al. 2005).

Tanaman lamtoro pada bulan Desember 1986 di daerah Jawa Tengah meng-alami kerusakan pada luas lahan 30 290 ha lamtoro, kerusakan tersebut senilai sekitar US $ 315 000. Kerusakan tersebut disebabkan oleh hama utama tanaman lamtoro yaitu kutuloncat lamtoro (Heteropsylla cubana) dan hama itu dinyatakan sebagai bencana nasional . Kerugian lainnya juga dialami oleh peternak kecil se-besar 75% akibat menurunnya sumber pakan yang tersedia. Di Nusa Tenggara Timor, sekitar 40% hasil kakao menurun akibat kurangnya naungan menyebabkan kakao berbunga lebih awal, dan menyebabkan kematian tanaman kakao (FAO 2000).

(16)

2

digunakan adalah patogen dari golongan cendawan. Cendawan Entomophthorales merupakan musuh alami dari hama kutu-kutuan dan tungau. Cendawan Entomophthorales memiliki 5 famili yaitu Ancylistaceae, Completoriaceae, Ento-mophthoraceae, Meristacraceae dan Neozygitaceae (Keller dan Petrini 2005). Famili yang menjadi cendawan patogenik pada arthopoda diketahui berasal dari famili Ancylistaceae, Entomophthoraceae (12 genus) dan genus Neozygitaceae (Keller dan Wegensteiner 2007).

Cendawan Entomophthorales bersifat obligat pada inang yang spesifik di la-pangan. Cendawan ini di Mexico telah digunakan sebagai pengendalian hayati un-tuk kutuloncat jeruk, D. citri (Guizar-Gusman 2013). Selain itu, cendawan ini ju-ga ditemukan menginfeksi kutuloncat lamtoro, H. cubana di Philipina (Villacarlos dan Wilding 1994).

Perumusan Masalalah

Kutuloncat jeruk dan lamtoro merupakan salah satu hama penting tanaman jeruk dan lamtoro. Pengendalian yang selama ini dilakukan oleh petani adalah dengan menggunakan insektisida. Pemanfaatan cendawan Entomophthorales me-rupakan salah satu pengendalian hama yang aman dan ramah lingkungan. Cen-dawan Entomophthorales yang menginfeksi kutuloncat pada tanaman jeruk dan lamtoro di Indonesia belum pernah dilaporkan, sehingga penelitian ini sangat pen-ting dilakukan, untuk mengetahui potensi cendawan Entomophthorales sebagai agen hayati kutuloncat dari tanaman jeruk dan lamtoro di lapangan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada kutu loncat jeruk dan lamtoro di Kecamatan Dramaga, Bogor.

Manfaat Penelitian

(17)

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret hingga Juni 2015. Pengambilan sampel kutuloncat jeruk dilakukan di dua lokasi pengamatan. Lokasi pengamatan pertama terletak di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Bogor. Lokasi pe-ngamatan kedua terletak di Desa Cibeureum Kecamatan Dramaga, Bogor. Peng-ambilan sampel kutuloncat lamtoro dilakukan di dua lokasi pengamtan. Lokasi pengamtan pertama terletak di Desa Babakan dan lokasi pengamatan kedua ter-letak di Desa Cibeureum Kecamatan Dramaga, Bogor. Pembuatan preparat dan-identifikasi cendawan Entomophthorales dilakukan di Laboratorium Patologi Se-rangga Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah aspirator, pinset, gunting, pipet tetes, tisu, ker-tas label, preparat slide beserta kaca penutup, botol bervolume 30 ml, dan mi-kroskop compound. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

lactophenol cotton blue, alkohol 70%, dan pewarna kuku bening.

Metode

Pengambilan Sampel Kutuloncat di Lapangan

Sampel kutuloncat jeruk diambil menggunakan aspirator dan pengambilan sampel kutuloncat lamtoro dilakukan dengan cara memotong bagian tanaman yang terserang. Sampel tersebut, kemudian dimasukan ke dalam botol bervolume 30 ml yang telah berisi alkohol 70%. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali di semua lokasi penelitian. Jumlah kutuloncat yang diambil sebanyak 50-200 kutu loncat dan kemudian dibawa ke laboratorium untuk proses pembuatan pre-parat dan juga identifikasi.

Pembuatan Preparat

Sampel kutuloncat yang telah diperoleh dari lapang dibawa ke Laboratorium Patologi Serangga kemudian dibuat preparat slide. Sepuluh ekor kutuloncat per preparat yang ditata secara diagonal dengan ukuran kutuloncat yang relatif sama dan sejenis. Setelah itu ditutup menggunakan kaca penutup secara perlahan-lahan dengan sedikit menekan tubuh kutuloncat untuk mempermudah pengamatan. Preparat yang dibuat diolesi dengan menggunakan pewarna kuku bening pada bagian pinggir kaca penutup agar preparat tidak mudah rusak. Preparat kemudian diberi label yang berisi lokasi pengambilan tanaman sampel, tanggal pengambilan sampel, dan waktu pengambilan sampel.

Identifikasi Fase Cendawan Entomophthorales

(18)

4

kali. Kutuloncat yang diidentifikasi diklasifikasikan ke dalam enam kategori yaitu yaitu (1) serangga sehat, (2) serangga terinfeksi konidia sekunder, (3) serangga terinfeksi badan hifa, (4) serangga terinfeksi konidia primer dan konidiofor, (5) serangga terinfeksi spora istirahat, (6) serangga terinfeksi cendawan sekunder. Identifikasi cendawan Entomophthorales dilakukan dengan melihat bentuk dan ukuran konidiofor, konidia primer dan konidia sekunder (ragam bentuknya). Proses identifikasi lebih lanjut dan lebih jelas dilakukan dengan melihat struktur badan hifa, cystidia, rizoid, spora istirahat dan jumlah inti sel masing-masing struktur (Keller 2007).

Perhitungan Tingkat Infeksi Cendawan Entomophthorales

Tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada kutuloncat dihitung menggunakan rumus:

(19)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Pengamatan

Pengamatan Cendawan Entomophthorales pada tanaman jeruk lahan per-tama terletak di Desa Cikarawang, Bogor. Pertanaman jeruk tersebut terletak di tengah permukiman warga dengan sistem penanaman tumpangsari. Tumpangsari tanaman jeruk dengan ubi kayu, pepaya dan juga bengkoang. Jenis tanaman jeruk yang ditanam adalah Lemon Cui. Umur tanaman jeruk beragam, terdiri dari ta-naman yang berumur 8 tahun dan 1.5 tahun. Jarak tanam 2 x 3 meter pada luas la-han 4000 m2. Perawatan tanaman dilakukan dengan menggunakan pupuk alami, selain itu apabila populasi hama melimpah dilakukan penyemprotan pestisida (Gambar 1a).

Lahan jeruk dilokasi kedua yang digunakan terletak di Desa Cibeureum, Bogor. Sistem pertanaman yang dilakukan adalah monokultur, dengan usia ta-naman jeruk sekitar 4 tahun. Kondisi lingkungan terletak di sekitar permukiman warga dengan kondisi lahan pertanaman kurang terawat. Hal ini terlihat dengan banyaknya gulma yang tumbuh disekitar tanaman. Pemeliharan tanaman yang di-lakukan dengan menggunakan pupuk kandang dengan frekuensi pemberian yang tidak teratur (Gambar 1b).

Tanaman lamtoro yang digunakan dalam pengamatan terletak di Desa Ba-bakan Raya dan Desa Cibeureum, Bogor (Gambar 1 c dan d). Lamtoro merupakan tanaman yang tidak dibudidayakan sehingga disekitar jalan. Hama tanaman ini ya-itu kutu loncat lamtoro (H. cubana) menyerang pada daun muda lamtoro sehingga banyak tunas muda yang sudah keriting bahkan mati. Populasi kutuloncat lamtoro terendah ditemukan pada lokasi pengmatan di Desa Babakan Lebak, Bogor dan tertinggi terdapat pada Desa Cibeureum, Bogor. Adanya musuh alami yang banyak ditemukan pada tanaman tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan populasi kutu loncat lamtoro yang ditemukan rendah. Musuh alami yang banyak ditemukan adalah Curinus coeruleus. C.coerule merupakan predator yang di introduksikan ke Indonesia dari, Hawai yang merupakan predator paling dominan memangsa H.cubana (Yasin 2006 ). Populasi kutu loncat tidak dihitung, tetapi hanya dilihat dari penampakan gejala daun yang terserang dan jumlah kutu loncat yang tertangkap pada saat pengamatan.

Fase Cendawan Entomophthorales pada Kutuloncat Jeruk

(20)
(21)

7

Badan hifa merupakan fase yang banyak ditemukan pada semua spesies cendawan Entomophthorales dan merupakan multiplikasi dari tipe perkembangan vegetatif. Badan hifa berkembang dari protoplas dan merupakan proses awal yang terjadi pada inang yang terinfeksi. Dinding sel akan mengekspresikan badan hifa dalam berbagai bentuk. Bentuk badan hifa yang spesifik tersebut menjadi ciri pen-ting dalam menggolongkan cendawan Entomophthorales (Keller 1987). Badan hi-fa yang didapatkan berdasarkan hasil pengamatan pada preparat D. citri adalah badan hifa berbentuk batang (Gambar 3a). Badan hifa berbentuk batang tersebut merupakan salah satu ciri dari cendawan Entomophthorales genus Neozygites de-ngan ukuran 50 µm (Keller 2007). Cendawan genus Neozygites mampu mengha-silkan 3000 konidia primer per individu inang dalam waktu 3-4 hari siap meng-infeksi inang. Cendawan ini hanya memerlukan waktu 3 hari untuk mengmeng-infeksi inangnya kemudian bersporulasi. Selain kemampuan berkembangnya yang pesat dan dapat menghasilkan konidia dalam jumlah yang banyak, cendawan dari famili Neozygitaceae juga mampu menginfeksi hampir semua stadia serangga inang ke-cuali telur. Hal ini berbeda dengan cendawan dari ordo Entomophthorales lainnya yang umumnya hanya menginfeksi inang pada fase imago (Pell et al. 2001)

Konidia primer terbentuk dari perkembangan konidiofor yang mengalami perkecambahan dan berhasil menembus kutikula serangga. Konidia primer yang dibentuk dari konidiofor sederhana (tidak bercabang) memiliki dua atau lebih nukleus, sedangkan konidia primer yang dibentuk dari konidiofor yang bercabang biasanya memiliki satu nukleus (Keller 2007). Permukaan tubuh D. citri yang ter-infeksi konidia primer struktur tubuhnya rusak dan tubuhnya berwarna hitam. Ko-nidia primer yang ditemukan berbentuk oval (Gambar 3b). Bentuk dan ukuran ko-nidia primer sangat penting untuk digunakan sebagai kunci identifikasi cendawan Entomophthorales (Keller 1987). Menurut Geest (2000), konidia primer dapat menyebar dan menghasilkan capilliconidia pada waktu sebelum matahari terbit, saat suhu udara rendah dan kelembaban tinggi.

Konidia sekunder merupakan struktur yang infeksius dari cendawan Ento-mophthorales. Konidia ini dihasilkan dari tabung kapiler langsing yang dibentuk pada konidia primer. Apabila terjadi kontak antara konidia dengan serangga inang, maka konidia akan membentuk tabung kecambah (germ tube). Selanjutnya, cendawan akan melakukan invasi pada hemosol serangga, sehingga terjadi infeksi (Keller 1987). Fase konidia sekunder merupakan salah satu fase cendawan Ento-mophthorales yang banyak ditemukan menginfeksi D. citri pada penelitian ini. Bentuk konidia sekunder yang ditemukan berbentuk elips, dan dihasilkan secara satu per satu.

(22)
(23)
(24)

10

Infeksi cendawan Entomophthorales pada kutuloncat

Fase cendawan Entomophthorales yang ditemukan menginfeksi D. citri di Desa Cikarawang, Bogor adalah badan hifa, konidia primer, konidia sekunder dan cendawan sekunder. Sedangkan di Desa Cibeureum ditemukan adalah badan hifa, konidia primer dan konidia sekunder. Infeksi cendawan pada D. citri di Desa Cibeureum lebih tinggi dibandingkan dengan infeksi di Desa Cikarawang (Tabel 1). Hal ini terjadi karena lahan di Desa Cibeureum tidak dilakukan perawatan tanaman sehingga memberikan kondisi yang optimum untuk D. citri dapat berkembang, yang sekaligus juga mempengaruhi meningkatnya infeksi cendawan. Badan hifa ditemukan menginfeksi D. citri pada 3 kali pengamatan, baik di Desa Cikarawang maupun Di Desa Cibeureum. Konidia primer ditemukan 1 kali di Desa Cikarawang, dan 2 kali di Desa Cibeureum. Konidia seknder ditemukan setiap kali pengamatan baik di Desa Cikarawang dan Desa Cibeureum. Cendawan sekunder hanya ditemukan 1 kali pada D. citri di Desa Cikarawang. Selama peng-amatan tidak ditemukan D. citri yang terinfeksi spora istirahat pada kedua lahan pengamatan.

Fase cendawan Entomophthorales pada H. cubana di Desa Babakan dan De-sa Cibeureum yang ditemukan adalah badan hifa dan konidia sekunder. Tingkat infeksi cendawan tersebut di Desa Cibeureum lebih tinggi dibandingkan infeksi di Desa Babakan (Tabel 2). Badan hifa ditemukan 3 kali pengamatan di Desa Babak-an dBabak-an 4 kali di Desa Cibeureum. Konidia sekunder ditemukBabak-an 2 kali di Desa Ba-bakan, sedangkan di Desa Cibereum ditemukan pada setiap pengamatan. Konidia primer, spora istirahat dan cendawan sekunder tidak ditemukan pada sample H. cubana hal ini menunjukan bahwa infeksi cendawan pada H. cubana terjadi pada

(25)

11

Tabel 1 Proporsi fase cendawan Entomophthorales yang ditemukan pada D. citri pada tahun 2015

Fase Cendawan

Desa Cikarawang Desa Cibeureum

15 April

N= jumlah kutuloncat jeruk yang didapat pada setiap pengamatan.

(26)

12

Tabel 2 Proporsi fase cendawan Entomophthorales yang ditemukan pada H. cubana pada tahun 2015

Fase Cendawan

Desa Babakan Desa Cibeureum

15 April

N= jumlah kutuloncat lamtoro yang didapat pada setiap pengamatan.

(27)

13

Berdasarkan hasil pengamatan jumlah kutuloncat jeruk yang didapat me-ningkat setiap minggunya. Hal tersebut dapat terjadi karena pada lahan peng-amatan pertama di Desa Cikarawang hanya dilakukan penyemprotan satu kali pa-da minggu pertama setelah itu tipa-dak dilakukan perawatan apapun. Selain itu papa-da lahan Desa Cikarawang masih terdapat pohon jeruk yang berumur 4 tahun dan masih memiliki banyak tunas muda. Pertumbuhan tunas muda merangsang imago betina untuk meletakan telurnya, setelah 2-3 hari dari peletakan telur. Pertunasan merupakan periode kritis sehingga perlu mendapatkan perhatian yang serius (Wijaya 2010). Jumlah kutuloncat jeruk yang didapatkan pada Desa Cibeureum lebih banyak dibandingkan pada Desa Cikarawang. Tanaman jeruk pada Desa Cibeureum tidak dilakukan perawatan tanaman. Kondisi lingkungan yang men-dukung peningkatan jumlah kutuloncat tersebut adalah musim kemarau yang se-dang terjadi pada saat pengamatan berlangsung. Kutuloncat jeruk mempunyai tiga stadia hidup yaitu telur, nimfa dan serangga dewasa. Siklus hidupnya mulai dari telur sampai dewasa berlangsung selama 16-18 hari pada kondisi panas, sedang-kan pada kondisi dingin sampai 45 hari (Hall et all 2012). Tingginya jumlah kutu loncat yang didapat mempengaruhi tinggi tingkat infeksi cendawan pada kutu loncat tersebut.

SIMPULAN

(28)

14

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistika. 2014. Produksi buah-buahan menurut provinsi. [Internet]. [diunduh 2015 Februari 3]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id. Endarto O, Wuryantini S, Yunimar. 2014. Pengenalan dan pengendalian hama

kutuloncat jeruk [internet]. Jakarta: Balai penelitian tanaman jeruk dan buah subtropika: [diunduh 2015 Juli 4]. Tersedia pada: http://balijestro. litbang. pertanian. go.id/id/508.html.

[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2000. Psyllid in the Asia-Pasific Region. [Internet]. [diunduh 2015 Februari 17]. Tersedia pada: http://www.fao.org/docrep/008/v5020e/V5020E06.htm.

Geest Van der L E, Elliot S L, Breeuwer JAJ, Beerling E A M. 2000. Deseases of Mites. Annual Review of Entomology 43(4): 497-560.

Guizar- Gusman L, Sanchez SR. 2013. Infection by Entomophthora sensu stricto (Entomophthoromycota: Entomophthorales) in Diaphorina citri (Hemi-ptera: Liviidae) in Veracruz, Mexico. Flor ida Entomologist. 96(2):624-627. Hajek AE. 2004. Natural Enemies An Introduction to Biological Control. New

York (US): Cambridge University Press.

Keller S. 1987. Arthropod-pathogenic Entomophthorales (Conidiobolus, Ento-mophaga and Entomophthora) of SwitzerlandSydowia. 57:23-53.

Keller S. 2007. Fungal structure and biology. Di dalam: Keller S, editor. Anthro-pod-patogenic Entomphthorales: Biology, Ecology and Identification.

Brussels (BE): COST Office. hlm 27-54.

Keller S, Petrini O. 2005. Keys to identification of the arthropod pathogenic genera of the families Entomophthoraceae and Neozygitaceae (Zygomyce-tes), with descriptions of three new subfamilies and a new genus. Sydowia. 57: 23-53.

Keller S, Wegensteiner R. 2007. Introduction. Di dalam: Keller S, editor. Arthro-pod-pathogenic Entomphthorales: Biology, Ecology, Indentification. Brus-sels (BE): COST Office. hlm 1-6. [Prosea] Plant Resources of South East Asia. 2002. Keanekaragaman hayati tumbuhan Indonesia. [Internet] [diun-duh 2015 Februari 3]. Tersedia pada: http://www.proseanet.org/ prohati2. Pell JK, Eilenberg J, Hajek AE, Steinkraus DC. 2001. Biology, ecology and pest

management potential of Entomophthorales. In: Butt TM, C Jakson CW, Magan N (eds), Fungi as biocontrol Agnets: Progress, Problem and Po-tential Pp. 71-153. Waliingford (GB). CABI Publishing. Speare, A. T. (1922). Natural control of the citrus mealybug in Florida. USDABull. 1117. Sarwono B. 1994. Jeruk dan Kerabatnya. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Steinkraus DC, Hollingsworth RG, Slaymaker PH. 1995. Prevalence of Neozygi-tes fresenii (Entomophthorales: Neozygitaceae) on the cotton aphids (Ho-moptera: Aphididae) in Arkansas cotton. Environmental Entomology. 24 (1): 465-474.

(29)

15

Villacarlos L, Wilding N. 1994. Four new species of Entomopthorales infecting the leucana psyllid Heteropsylla cubana in the Philippines. Mycol Res. 98 (2):153-164.

Wijaya I. 2010. Dinamika Populasi Diaphorina citri Kumayama (Homoptera: Psyllidae) dan Deteksi CVPD dengan teknik PCR. J. Entomol. 7(2): 78-87. Wijaya, I. 2007. Preferensi Diaphorina citri Kuwayama (Homoptera: Psyllidae)

pada beberapa jenis tanaman jeruk. Agritrop. 26(3):110-116.

Wijayakusuma H, Wirian T, Yaputra S, Dalimartha dan Cahyono B. 2005. Ta-naman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jakarta (ID): Pustaka Kartini.

Yasin, N. 2006. Perkembangan hidup dan daya memangsa Curinus coeruleus

(30)

16

(31)

17

Fase cendawan Entomophthorales yang menginfeksi D. citri Desa Cikarawang

Pengamatan

Fase cendawan Entomophthorales yang menginfeksi D. citri Desa Cibeureum

Pengamatan

Fase cendawan Entomophthorales yang menginfeksi H. cubana Desa Babakan

Pengamatan

Fase cendawan Entomophthorales yang menginfeksi H. cubana Desa Cibeureum

(32)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Purwokerto pada 8 Juni 1993 sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di MAN 1 Kota Bekasi pada tahun 2011, kemudian melanjutkan pendidikan di Ins-titut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Pperguruan Tinggi Nasional Undangan (SNMPTN). Penulis diterima sebagai mahasiswa De-partemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB.

Gambar

Tabel 1  Proporsi fase cendawan Entomophthorales yang ditemukan pada D. citri  pada tahun 2015
Tabel 2  Proporsi fase cendawan Entomophthorales yang ditemukan pada H. cubana  pada tahun 2015

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, seiring diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi; Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Dwi Sunar (2008: 61) salah satu hal yang dapat dilakukan agar siswa dapat belajar sambil bermain yaitu dengan memodifikasi media

Rendahnya aktivitas enzim invertase dan protease, yang masing-masing di dalam tubuh serangga memiliki fungsi memecah molekul sukrosa dan protein yang terkandung dalam pakan

[r]

What are the translation techniques applied in the translation of English novel Coco Simon’s Cupcake Diaries 2: Mia in the Mix into its translation in bahasa Indonesia

Dengan adanya berbagai macam penelitian yang dikembangkan oleh beberapa peneliti pada berbagai bidang, penulis mencoba untuk mengimplementasikan sistem pakar

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Portofolio optimal dihasilkan dari kombinasi proporsi saham AALI sebesar 32% dan saham BBCA sebesar 68% dengan

The Court also explained that trial court judges are “ in a superior position to find facts,” determine the credibility of the witnesses, apply the § 3553(a) factors,