• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kinerja Jaringan Switching Banyan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kinerja Jaringan Switching Banyan"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

“ANALISIS KINERJA JARINGAN SWITCHING BANYAN

Diajukan untuk memenuhi persyaratan

menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada

Departemen Teknik Elektro Sub konsentrasi Teknik Telekomunikasi

Oleh

Louis Putra Yudha Sirait

NIM : 080402049

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

Jaringan Banyan adalah jaringan switching yang mempresentasikan suatu teori ideal untuk logaritma dan routing sederhana dari sistem switching telepon banyak tingkat yang mempunyai karakteristik yang baik seperti pola koneksi yang seragam dan memiliki perutean sendiri.

Akan tetapi jaringan switching Banyan ini memiliki nilai probabilitas blocking yang tinggi, sehingga untuk menghindari tingkat blocking pada jaringan,

perlu dilakukan penambahan atau perubahan jalur atau rute untuk switching. Tugas Akhir ini menganalisis kinerja jaringan switching Banyan untuk menyambungkan paket-paket yang melalui simpul switching. Kinerja yang dianalisis adalah probabilitas blocking dan crosspoint. Untuk mengukur kinerja jaringan switching Banyan, harus mengetahui bagaimana cara membangun jaringannya, bagaimana prinsip kerjanya, dan apa saja kinerja yang dapat diukur dari jaringan switching Banyan. Probabilitas blocking dan crosspoint akan dihitung menggunakan metode Linier Graph.

Dari hasil analisis yang telah dilakukan, untuk interstage link (M) = 16 dan jumlah trafik tiap masukan (A) = 0.7 dengan jumlah masukan (N) = 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22 dan Retrial (T) = 1, 2, dan 3, menunjukkan bahwa semakin kecil nilai N terhadap M dan semakin besar nilai T, maka akan memperkecil nilai probabilitas blocking. Begitu juga untuk nilai M = 32 dengan N = 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45 dan M = 64 dengan N = 55, 60, 65, 70, 75, 80, 85, 90, dan M = 128 dengan N = 110, 120, 130, 140, 150, 160, 170, 180. Untuk nilai probabilitas blocking terbesar didapat pada M = 32 dengan N = 45 dan T = 1 yaitu sebesar

0.992216991 sedangkan nilai probabilitas blocking terkecil didapat pada M = 128 dengan N = 110 dan T= 3, yaitu sebesar 1.09566 x 10-28. Dan untuk crosspoint, semakin besar jumlah masukan maka semakin banyak pula jumlah crosspoint yang harus digunakan. Jumlah crosspoint yang paling sedikit didapat pada M = 16 dengan N = 8 yaitu sebanyak 96 crosspoint, sedangkan crosspoint terbanyak, didapat pada M = 128 dengan N = 90, yaitu sebesar 13.455 crosspoint.

(3)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena berkat dan juga kasihNya sehingga penulis diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah : “Analisis Kinerja Jaringan Switching Banyan”. Dan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat utama agar penulis dapat memperoleh gelar kesarjanaan pada Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Tidak lupa Penulis juga ingin menyampaikan rasa hormat, dan juga terima kasih yang sebesar-besarnya untuk orang tua penulis yaitu Alm. Mayor Inf. Drs. Lodewyk Sirait selaku bapak dari Penulis dan juga Dra. Liswaty Napitupulu selaku ibu dari Penulis, yang telah membesarkan, mendidik, dan juga selalu memberikan support secara moral dan juga materil dan juga tidak lupa selalu mendoakan Penulis.

Dalam kesempatan ini juga, Penulis tak lupa ingin mengucapakan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. M. Zulfin, MT, selaku Dosen Pebimbing Tugas Akhir, yang dengan ikhlas dan sangat sabar dalam memberikan dukungan, bimbingan, masukan yang sangat membangun, dan juga motivasi dalam penulisan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si, selaku Ketua Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Rahmad Fauzi, ST.MT, selaku sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dan juga selaku Dosen Wali Penulis selama mengikuti perkuliahan.

(4)

5. Seluruh karyawan di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bekal ilmu kepada Penulis selama mengikuti perkuliahan.

6. Terima kasih juga kepada sahabat-sahabat penulis yang telah memberikan dukungan dalam suka dan duka, kepada Bang Marthin Tarigan yang selalu mensupport moril dan telah sangat banyak membantu, dan teman-teman seperjuangan Angkatan 2008, Johannes Sibarani, Yohannes Anugerah, Parulian Sandy, Basofi Simanjuntak, dan teman-teman seperjuangan DOTA dan futsal angkatan 2008, Ikbal Kurniawan, Ismail Faruqi, M. Latief Parlindungan, M. Ihsan, Ari Purwanto, Dedy, Mukhlis, Pindo, Eddy dan teman-teman maen futsal dan jongkok, Oloni Simanjuntak, Kevin Pinem, Dea Silalahi, Samuel, Nuzul, James Purba, dan bang Pane, bg arthur dan teman-teman di elektro yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu, semoga hubungan kekerabatan kita terus terjaga.

7. Kepada Kekasih Penulis yaitu saudari Natika Emmalya Manurung yang selalu sabar dan setia mendukung Penulis.

8. Teman-teman mahasiswa dan semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.

Medan, 01 Juni 2013 Penulis

(5)

DAFTAR ISI

2.8 Klasifikasi Jaringan Interkoneksi Banyak Tingkat………14

2.9 Banyan………...15

2.10 Jaringan Switching Banyan………15

2.11 Karakteristik Jaringan Switching Banyan Tanpa Buffer……...…17

(6)

2.12.1 Pembangunan Jaringan Switching Banyan Dengan

Shuffle...19

2.12.2 Pembangunan Jaringan Switching Banyan Dengan Iterasi………..20

BAB III. PROBABILITAS BLOCKING DAN CROSSPOINT JARINGAN SWITCHING BANYAN 3.1 Probabilitas Blocking……….27

3.2 Crosspoint………..27

BAB IV. ANALISIS KINERJA JARINGAN SWITCHING BANYAN 4.1 Menghitung Probabilitas Bloking Jaringan Switching Banyan………31

4.2 Menghitung JumlahCrosspoint Jaringan Switching Banyan………36

4.3 Analisis Hasil Perhitungan Probabilitas Blocking……….39

4.4 Analisis Hasil Perhitungan Crosspoint………...43

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………45

5.2 Saran………...45

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tipe Elemen Switching………5

Gambar 2.2 Struktur Switching………...9

Gambar 2.3 Arsitektur Switching………..11

Gambar 2.4 Jaringan Switching Banyak tingkat………11

Gambar 2.5 Switching 3 Tingkat………...12

Gambar 2.6 Pembagian Interkoneksi Banyak Tingkat………..16

Gambar 2.7 Contoh Banyan………...17

Gambar 2.8 Kondisi Elemen Switching……….17

Gambar 2.9 Perutean 001 ke 110………...19

Gambar 2.10 Contoh Jaringan Banyan 23 x 23dengan Metode Shuffle………..20

Gambar 2.11 Konstruksi Jaringan Switching Banyan dengan Metode Iterasi…21 Gambar 2.12 Rangkaian Switching……….22

Gambar 2.13 Diagram Switching 1 Tingkatan………23

Gambar 2.14 Diagram Switching Matriks 2 Tingkatan………...24

Gambar 2.15 Diagram Switching Matriks 3 Tingkatan………...25

Gambar 2.16 Graph untuk Matriks 3 Tingkatan………..26

Gambar 2.17 Stacked Switch Fabrics dengan 3 Salinan………...27

Gambar 2.18 Pen-sortiran Tahap I………...28

Gambar 2.19 Pen-sortiran Tahap II………...28

Gambar 2.20 Perbandingan Probabilitas Bloking dengan M = 16, T = 1, 2, 3….40 Gambar 2.21 Perbandingan Probabilitas Bloking dengan M = 32, T = 1, 2, 3….40 Gambar 2.22 Perbandingan Probabilitas Bloking dengan M = 64, T = 1, 2, 3….42 Gambar 2.23 Perbandingan Probabilitas Bloking dengan M = 128, T = 1, 2, 3...42

Gambar 2.24 Perbandingan Jumlah Crosspoint untuk M = 16……….44

Gambar 2.25 Perbandingan Jumlah Crosspoint untuk M = 32……….44

Gambar 2.26 Perbandingan Jumlah Crosspoint untuk M = 64……….44

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Nilai Probabilitas untuk M = 16……….34

Tabel 4.2 Nilai Probabilitas untuk M = 32……….34

Tabel 4.3 Nilai Probabilitas untuk M = 64……….35

Tabel 4.4 Nilai Probabilitas untuk M = 128………...35

Tabel 4.5 Jumlah Crosspoint Untuk M = 16………..37

Tabel 4.6 Jumlah Crosspoint Untuk M = 32………..37

Tabel 4.7 Jumlah Crosspoint Untuk M = 64………..38

(9)

ABSTRAK

Jaringan Banyan adalah jaringan switching yang mempresentasikan suatu teori ideal untuk logaritma dan routing sederhana dari sistem switching telepon banyak tingkat yang mempunyai karakteristik yang baik seperti pola koneksi yang seragam dan memiliki perutean sendiri.

Akan tetapi jaringan switching Banyan ini memiliki nilai probabilitas blocking yang tinggi, sehingga untuk menghindari tingkat blocking pada jaringan,

perlu dilakukan penambahan atau perubahan jalur atau rute untuk switching. Tugas Akhir ini menganalisis kinerja jaringan switching Banyan untuk menyambungkan paket-paket yang melalui simpul switching. Kinerja yang dianalisis adalah probabilitas blocking dan crosspoint. Untuk mengukur kinerja jaringan switching Banyan, harus mengetahui bagaimana cara membangun jaringannya, bagaimana prinsip kerjanya, dan apa saja kinerja yang dapat diukur dari jaringan switching Banyan. Probabilitas blocking dan crosspoint akan dihitung menggunakan metode Linier Graph.

Dari hasil analisis yang telah dilakukan, untuk interstage link (M) = 16 dan jumlah trafik tiap masukan (A) = 0.7 dengan jumlah masukan (N) = 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22 dan Retrial (T) = 1, 2, dan 3, menunjukkan bahwa semakin kecil nilai N terhadap M dan semakin besar nilai T, maka akan memperkecil nilai probabilitas blocking. Begitu juga untuk nilai M = 32 dengan N = 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45 dan M = 64 dengan N = 55, 60, 65, 70, 75, 80, 85, 90, dan M = 128 dengan N = 110, 120, 130, 140, 150, 160, 170, 180. Untuk nilai probabilitas blocking terbesar didapat pada M = 32 dengan N = 45 dan T = 1 yaitu sebesar

0.992216991 sedangkan nilai probabilitas blocking terkecil didapat pada M = 128 dengan N = 110 dan T= 3, yaitu sebesar 1.09566 x 10-28. Dan untuk crosspoint, semakin besar jumlah masukan maka semakin banyak pula jumlah crosspoint yang harus digunakan. Jumlah crosspoint yang paling sedikit didapat pada M = 16 dengan N = 8 yaitu sebanyak 96 crosspoint, sedangkan crosspoint terbanyak, didapat pada M = 128 dengan N = 90, yaitu sebesar 13.455 crosspoint.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Seiring perkembangan teknologi yang pesat, terutama teknologi informasi dan komunikasi, mendorong orang-orang yang bergerak dalam bidang perangkat keras dan perangkat lunak untuk terus menciptakan berbagai inovasi terbaru untuk kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Pada saat ini mutlak diperlukan perangkat-perangkat yang canggih untuk mendukung perkembangan teknologi infomasi dan komunikasi, terutama perangkat-perangkat dengan biaya yang murah tetapi memiliki kinerja yang handal.

Kinerja suatu jaringan telekomunikasi ditentukan oleh banyak faktor. Salah satu faktor diantaranya adalah jaringan switching. Perangkat-perangkat switching yang banyak digunakan sekarang ini sudah menggunakan teknologi

microprocessor dengan biaya yang murah dan Very Large Scale Intergration

(VLSI) dalam bentuk chip-chip yang memiliki bentuk yang kecil dengan kemampuan yang handal.

Untuk meningkatkan efisiensi dari sebuah jaringan yang besar, maka VLSI menggunakan teknologi jaringan switching banyak tingkat (Multistage Interconnection Network). Jaringan switching banyak tingkat digunakan untuk

menyediakan jaringan komunikasi antar processor dan memori yang efektif dengan biaya yang murah dan bandwith yang besar.

Ada banyak jenis jaringan switching banyak tingkat yang dapat digunakan dalam membangun jaringan. Diantaranya ada jaringan Delta, jaringan Clos, jaringan Omega, jaringan Batcher – Banyan, dan jaringan Banyan.

(11)

dari topologi ini terkendala oleh adanya blocking yang bisa mempengaruhi keefektifan jaringan.

Untuk itu sangat penting untuk mengukur kinerja dari jaringan switching Banyan agar dapat menghindari adanya blocking.

Dalam Tugas Akhir ini akan dievaluasi probabilitas blocking dan jumlah crosspoint dari jaringan switching Banyan, agar dapat digunakan sebagai perbandingan ataupun studi dengan kinerja jaringan switching yang lain.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan jaringan switching.

2. Bagaimana prinsip kerja dari jaringan switching Banyan.

3. Bagaimana mendapatkan kinerja dari switching banyan yaitu, probabilitas blocking dan juga jumlah elemen switching.

1.3 Tujuan Penulisan Tugas Akhir

Tujuan dalam tugas akhir ini adalah untuk mengevaluasi dan mendapatkan probabilitas blocking serta jumlah crosspoint dari jaringan switching Banyan.

1.4 Batasan Masalah

Untuk membatasi materi yang akan dibicarakan pada Tugas Akhir ini, maka penulis membatasi penulisan Tugas Akhir ini kepada hal sebagai berikut :

1. Jaringan yang dibahas hanya switching Banyan. 2. Hanya membahas jaringan switching tanpa buffer.

3. Kinerja yang dianalisis hanya probabilitas blocking dan jumlah crosspoint. 4. Tidak membahas komponen atau rangkaian elektronika yang mendukung

operasi switching.

1.5 Metodologi Penulisan

Metode Penulisan yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah :

(12)

2. Perhitungan kinerja jaringan switching Banyan yang meliputi probabilitas blocking dengan metode Graph Linier dan crosspoint.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap Tugas Akhir ini maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, tinjauan pustaka, metode penulisan, dan sistematika penulisan dari Tugas Akhir ini.

BAB II JARINGAN SWITCHING

Pada bab ini membahas tentang switching, jenis–jenis jaringan switching, dan prinsip kerja switching.

BAB III JARINGAN SWITCHING BANYAN

Pada bab ini membahas tentang prinsip kerja, karakteristik, dan kinerja jaringan switching Banyan.

BAB IV ANALISIS KINERJA JARINGAN SWITCHING BANYAN

Pada bab ini membahas tentang analisis dari kinerja jaringan switching Banyan yaitu probabilitas blocking dan jumlah crosspoint.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Sejarah dari teknologi switching berawal dari penemuan telepon oleh Alexander Graham Bell pada tahun 1876. Kemudian dilanjutkan dengan dibangunnya sentral telepon manual yang dibangun untuk pertama kalinya di Connecticut pada tahun 1878. Hingga pada tahun 1891 ditemukan sistem sentral yang langsung dikendalikan pesawat telepon (step by step system) oleh Almon B. Strowger dan sentralnya lebih dikenal sebagai sentral Strowger.

Pada tahun 1912, seorang engineer asal swedia yaitu Gotthief Betulander menemukan sebuah sistem sentral otomatis crossbar yang sederhana, dan sistem tersebut disebut dengan Crossbar Batulander. Crossbar Batulander menggunakan rele-rele tunggal.

2.2 Jaringan

Dalam dunia telekomunikasi, jaringan circuit switching adalah jaringan yang mengalokasikan sebuah sirkuit (atau kanal) yang dedicated di antara node dan terminal untuk digunakan pengguna untuk berkomunikasi. Sirkuit yang dedicated tidak dapat digunakan oleh penelepon lain sampai sirkuit itu dilepaskan,

dan koneksi baru bisa disusun. Bahkan jika tidak ada komunikasi berlangsung pada sebuah sirkuit yang dedicated, kanal tersebut tetap tidak dapat digunakan oleh pengguna lain. Kanal yang dapat dipakai untuk hubungan telepon baru disebut sebagai kanal yang idle.

2.3 Switching

Komponen utama dari system switching atau sentral adalah seperangkat sirkuit masukan dan keluaran yang disebut dengan inlet dan outlet. Fungsi utama dari sitem switching adalah membangun jalan listrik diantara sepasang inlet dan outlet tertentu, dimana perangkat yang digunakan untuk membangun koneksi

(14)

Seiring dengan perkembangan teknologi yang ada, terdapat perkembangan yang terjadi pada sistem transmisi, yaitu dengan ditemukannya sistem transmisi optik, yang menyebabkan adanya peningkatan kecepatan transmisi dan menyebabkan adanya tuntutan akan suatu rancangan sistem switching yang sesuai dengan kebutuhan transmisi tersebut. Rancangan elemen switching yang dibutuhkan adalah rancangan yang dapat meneruskan paket data secara tepat, cepat, dapat dikembangkan untuk skala yang besar dan dapat secara mudah untuk diimplementasikan.

2.4 Jaringan Switching

Jaringan switching adalah suatu mode transfer untuk informasi dengan melakukan pembangunan hubungan terlebih dahulu dari ujung ke ujung melalui proses switching dan routing lalu setelah itu barulah informasi dapat ditransfer melalui jalur atau kanal (circuit) secara dedicated.

Jaringan switching tidak membedakan antara inlet/outlet yang tersambung ke pelanggan maupun ke trunk. Sebuah system switching tersusun dari elemen-elemen yang melakukan fungsi-fungsi switching, control dan signaling.

Suatu elemen switching dapat digambarkan sebagai suatu elemen jaringan yang menyalurkan paket data dari terminal masukan menuju terminal keluaran.

Gambar 2.1 memperlihatkan suatu tipe dari elemen switching dimana terlihat bahwa suatu switch yang terdiri dari tiga komponen dasar yaitu : modul masukan, switching fabric, dan modul keluaran.

(15)

Ketiga komponen switch tersebut dijelaskan sebagai berikut [1] : 1. Modul Masukan

Modul masukan akan menerima paket yang datang pada terminal masukan. Modul masukan akan menyaring paket yang datang tersebut berdasarkan alamat yang terdapat pada header dari paket tersebut. Alamat tersebut akan disesuaikan dengan daftar yang terdapat pada modul masukan. Fungsi ini juga dilakukan pada modul keluaran. Fungsi lain dilaksanakan pada modul masukan adalah sinkronisasi, pengelompokan paket menjadi beberapa kategori, pengecekan error dan beberapa fungsi lainnya sesuai dengan teknologi yang ada pada switching tersebut.

2. Switching Fabric

Switching fabric melakukan fungsi switching dalam arti yang

sebenarnya yaitu merutekan paket dari terminal masukan menuju terminal keluaran. Switching fabric terdiri dari jaringan transmisi dan elemen switching. Jaringan transmisi ini bersifat pasif dalam arti bahwa hanya

sebagai saluran saja. Dan pada sisi lain elemen switching, elemen switching melaksanakan fungsi seperti internal routing.

3. Modul keluaran

Modul keluaran berfungsi ntuk menghubungkan paket ke media transmisi dan ke berbagai jenis teknologi seperti control error, data filtering, tergantung pada kemampuan yang terdapat pada modul keluaran

tersebut.

Kata terminal dapat diartikan sebagai suatu titik yang terdapat pada elemen switching. Jadi dapat disimpulkan bahwa switching adalah suatu proses transfer

data dari terminal masukan menuju terminal keluaran.

(16)

1. Circuit Switching. 2. Packet Switching.

Circuit Switching adalah jenis koneksi temporer yang dibentuk antara dua

titik (two points). Ketika proses berlangsung, jalur temporer tadi akan tetap dipertahankan hingga koneksi selesai. Data dipecah-pecah menjadi paket-paket kecil dan kemudian dikirim melalui jalur yang tetap.

Cara kerjanya yaitu, sebelum koneksi berjalan, akan di bentuk jalur virtual (virtual circuit). Virtual Circuit switching adalah teknologi packet switching yang dapat “mengimplementasi” teknologi circuit switching “tradisional”. Dalam penerapan jalur virtual terdapat 2 node yang dibuat yaitu node penerima dan node pengirim.

Dalam jaringan switching ada 2 jenis sirkuit switching yaitu : 1. Space Division Switching

Pada space division switching, jalur yang ada pada sirkuit masing-masing dipisahkan secara spasial. Sebagai contoh apabila ada masukan yang berbeda pada saat yang sama, maka masukan tersebut akan menggunakan jalur switching yang berbeda yang dipisahkan secara spasial. Pada awalnya

teknologi ini dikembangkan untuk teknologi analog, akan tetapi sekarang telah digunakan untuk teknologi digital.

2. Time Division Switching

Pada time division switching, sistem yang digunakan berbeda, yaitu menggunakan time division multiplexing agar dapat melakukan switching. Masukan yang berbeda dapat menggunakan jalur yang sama tetapi dengan interval waktu interleaved yang berbeda.

(17)

1. Circuit Establishment

Membuat sebuah jalur virtual yang digunakan untuk dilalui paket data. Kemudian terjadi komunikasi antara node pengirim dan node penerima, lalu node penerima mengirim sinyal pemberitahuan bahwa data yang dikirim siap diterima.

2. Data Transfer.

Pada fase ini data akan dipecah-pecah dan dikirim melalui jalur yang telah ditentukan dalam fase pertama.

3. Circuit Termination

Apabila data sudah dikirim, node pengirim mengirimkan sinyal kepada node penerima untuk mengakhiri koneksi yang berarti data yang dikirim tadi sudah diterima node penerima.

Paket Switching adalah jenis koneksi antara beberapa titik (multiple points). Data dipecah-pecah menjadi paket-paket kecil dan kemudian dikirim.

Jalur untuk pengiriman data bisa berbeda-beda (tidak tetap) sesuai kondisi network tersebut. Perbedaan yang mendasar antara circuit switching dan paket

switching adalah jalur pengiriman data. Circuit switching menggunakan jalur yang

tetap sedangkan paket switching bisa menggunakan jalur yang berbeda tergantung kondisinya.

Cara kerja Packet Switching :

1. Sebelum data dikirim data dipecah-pecah terlebih dahulu menjadi paket-paket dan diberi nomor urut. Antara paket-paket switching dan circuit switching sama-sama menggunakan virtual circuit.

(18)

3. Dan akhirnya data diterima oleh node penerima dan data tersebut disusun ulang sesuai urutan.

2.5 Struktur Switching

Secara sederhana, struktur switching adalah kumpulan switch yang menghubungkan beberapa inlet ke beberapa outlet. Switch dapat dibentuk memakai selector, crossbar switch ataupun rele. Struktur switch yang paling sederhana adalah susunan square matriks. Pada square matriks, jika terdapat 5 inlet dan 5 outlet, maka dibutuhkan 25 switch. Jumlah switch ditentukan oleh

jumlah inlet dan outlet, serta aturan switching yang ditentukan, misalnya tidak semua outlet dapat diakses oleh inlet. Dan sistem ini disebut dengan Graded Square matriks.

Satu lagi contoh dari struktur switching adalah triangular matriks. Triangular matriks memiliki jumlah switch yang lebih kecil dibandingkan dengan

square matriks. Pada square matriks, sepasang inlet dan outlet memiliki 2 switch,

sehingga memiliki 2 jalur hubungan, sedangkan pada triangular matriks setiap pasangan hanya memiliki 1 jalur hubungan. Gambar 2.2 memperlihatkan perbedaan struktur switching antara square matriks, graded square matriks, dan triangular matriks [2].

Gambar 2.2 Struktur Switching :

(19)

2.6 Jaringan Switching Banyak Tingkat

Hubungan komunikasi yang berbeda-beda antara masing-masing terminal yang ada harus dapat dilaksanakan dengan menggunakan suatu media tertentu. Interkoneksi yang efektif antara prosesor dengan modul memori memegang peranan penting dalam ruang lingkup pengunaan komputer.

Sebagai contoh, dalam hal penggunaan topologi, penggunakan topologi bus merupakan solusi yang tidak praktis, karena topologi bus akan lebih efektif apabila digunakan untuk menghubungkan komponen-komponen dengan jumlah yang sedikit

Untuk penggunaan crossbar, sebuah crossbar seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.3, mampu menyediakan sebuah interkoneksi penuh diantara semua terminal dari suatu sistem, akan tetapi hal itu dianggap sangat kompleks, membutuhkan biaya yang banyak untuk membuatnya, dan sulit untuk dikendalikan.

Jaringan interkoneksi membatasi jalur-jalur diantara terminal komunikasi yang berbeda untuk mengurangi kerumitan dalam menyusun elemen switching. Dan fungsi dari jaringan interkoneksi dalam sistem komputer dan telekomunikasi adalah untuk mengirimkan informasi dari terminal sumber ke terminal tujuan [3].

Salah satu solusi untuk mengurangi kerumitan dalam menyusun elemen switching dapat diilustrasikan sebagai berikut, untuk jumlah inlet dan outlet yang

sama, jumlah switch yang dibutuhkan untuk square matriks adalah N2 dan triangular matriks adalah N.(N-1)/2. Jika jumlah inlet dan outlet adalah 5, maka

square matriks switching membutuhkan 25 switch, sedangkan untuk triangular matriks switching membutuhkan 10 switch.

(20)

Gambar 2.3 Arsitektur Crossbar

Gambar 2.4 Jaringan Switching Banyak Tingkat

Berbeda halnya dengan switching 2 tingkat, untuk switching 3 tingkat dengan N inlet dan outlet, dimana jumlah switch grup tingkat pertama dan ketiga

Pm P2 P1

M3 M2

(21)

adalah n buah, sedangkan jumlah switch grup ke dua adalah k buah, dan akan dibutuhkan switch sebanyak Nx, dimana :

Nx = 2.N.k + k.(N/n)2…….………(2.1) Dan pada kenyataanya, pada saat semua inlet dipergunakan pada jaringan switching banyak tingkat, tidak semua inlet dapat mencapai outlet, hal ini berarti

terjadi adanya blocking. Untuk dapat memperkecil kemungkinan blocking jumlah stage ke 2 pada switching 3 tingkat harus memenuhi :

k = 2.n –1…...………(2.2) Gambar 2.5 memperlihatkan contoh jaringan switching 3 tingkat.

Gambar 2.5 Switching 3 Tingkat

2.7 Karakteristik Jaringan Interkoneksi

Berikut ini akan dijelaskan mengenai karakteristik jaringan interkoneksi berdasarkan topologi, teknik switching, sinkronisasi, strategi pengaturan, dan algoritma perutean.

2.7.1 Topologi

(22)

tergantung pada topologi jaringan. Sangat diperlukan adanya suatu peta jalur, sebelum jalur dapat dipilih dan melintasi rute yang terjadwal. Topologi juga tidak hanya berfungsi untuk menetapkan tipe jaringan tapi juga memberikan detil-detil yang diperlukan seperti halnya radix dari switch, jumlah tingkatan, lebar dan juga laju bit pada kanal.

Pemilihan topologi dilakukan berdasarkan biaya dan kinerjanya. Biayanya ditentukan oleh jumlah dan kompleksitas dari chip-chip ini. Kinerja dari topologi ini mempunyai dua komponen, yaitu lebar pita dan latency. Keduanya ditentukan oleh faktor selain topologi, contohnya kendali alam, strategi routing, dan pola trafik. Untuk mengevaluasi topologinya saja, dikembangkan pengukuran seperti bisectional bandwith, kanal beban, dan penundaan jalur yang merefleksikan

pengaruh yang kuat dari topologi kinerjanya.

2.7.2 Sinkronisasi

Dalam suatu jaringan interkoneksi sinkron, kegiatan pada elemen switching terminal masukan maupun keluaran (I/O) dikendalikan oleh sebuah clock pusat sehinga semuanya bekerja secara sinkron. Sedangkan pada jaringan

interkoneksi asinkron tidak.

2.7.3 Strategi Pengaturan

(23)

2.7.4 Algoritma Perutean

Algoritma perutean tergantung pada sumber dan tujuan dari suatu pesan, jalur interkoneksi yang digunakan ketika melalui jaringan. Perutean dapat disesuaikan ataupun ditentukan. Jalur yang telah ditentukan mekanisme peruteannya tidak dapat diubah sesuai dengan trafik yang terjadi pada jaringan, artinya tidak dapat dialihkan ke rute yang berbeda apabila terjadi kepadatan trafik.

2.8 Klasifikasi Jaringan Interkoneksi Banyak Tingkat

Dalam jaringan switching banyak tingkat, telah digolongkan tiga kelas berdasarkan kepada ketersediaan jalur-jalur yang berfungsi untuk membangun koneksi yang baru, yaitu [3] :

1. Blocking

Koneksi antara masukan dan keluaran yang bebas tidak selalu dapat terjadi, hal itu dikarenakan adanya konflik dengan koneksi yang sudah ada. Pada umumnya, ada suatu jalur yang unik antara setiap pasangan masukan dan keluaran. Jaringan dengan satu jalur (uni-path network) disebut juga sebagai jaringan switching Banyan.

Jaringan switching Banyan dapat digambarkan sebagai suatu kelas jaringan interkoneksi banyak tingkat, tetapi hanya ada satu dan hanya ada satu jalur yang menghubungkan setiap terminal masukan ke setiap terminal keluaran.

Solusi untuk dapat mengurangi konflik serta meningkatkan toleransi kesalahan adalah dengan menyediakan jalur yang banyak (multiple path), jaringan blocking ini lebih dikenal sebagai jaringan banyak jalur (multipath network).

2. Non Blocking

(24)

3. Rearrangable

Pada rearrangable, setiap masukan dapat dengan bebas dihubungkan dengan setiap keluaran. Koneksi–koneksi yang dibangun dapat menggunakan jalur yang dapat diubah–ubah. Akan tetapi jaringan ini membutuhkan jalur yang banyak untuk setiap masukan dan keluaran. Perbedaanya dengan non blocking terletak pada penggunaan jumlah jalur dan biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan non blocking.

Berdasarkan jenis saluran (channel) dan elemen switching, jaringan interkoneksi banyak tingkat dapat juga dibagi menjadi :

1. Jaringan interkoneksi banyak tingkat satu arah (unidirectional), yaitu kanal-kanal dan elemen–elemen switching yang ada hanya tersedia dalam satu arah. 2. Jaringan interkoneksi banyak tingkat dua arah (bidirectional), yaitu

kanal-kanal dan elemen–elemen switching yang ada tersedia dalam dua arah. Artinya informasi dapat dikirimkan secara simultan (bersamaan) dalam arah berlawanan antara switching yang bersebelahan.

Penggolongan jaringan interkoneksi banyak tingkat dapat diperlihatkan pada Gambar 2.6 berikut :

(25)

2.9 Banyan

Kata Banyan diambil dari nama pohon ara di Indian Timur yang strukturnya hampir sama dengan representasi grafis struktur jaringan banyan. Grafik dari Banyan adalah suatu diagram Hasse dari suatu derajat parsial dimana ada satu dan hanya satu jalur dari setiap sumber menuju ke setiap tujuan. Suatu sumber masukan didefenisikan sebagai ujung yang mengarah masuk ke dalamnya. Tujuan keluaran adalah ujung yang keluar dari ujung masukan, dan semua ujung yang lain disebut perantara (intermediate). Ketika digunakan sebagai jaringan pembagi (partitioning network), sumber dihubungkan ke modul sumber, sedangkan puncak merupakan perantara dengan jaringan.

Beberapa contoh dari banyan dapat diperlihatkan pada Gambar 2.7 dimana digunakan representasi grafis langsung karena akan sangat berguna untuk menunjukan struktur dan algoritma kontrolnya masing-masing, tetapi switch-switch yang dipakai tetap dua arah (bidirectional).

Gambar 2.7 Contoh Banyan

2.10 Jaringan Switching Banyan

Jaringan Banyan adalah sebuah jaringan switching bertingkat (Multistage Interconnection Network/MIN), yang biasanya terdiri dari sejumlah elemen

switching yang digabungkan ke dalam beberapa tingkat yang diinterkoneksikan

(26)

Gambar 2.8 Kondisi (state) elemen switching

Jadi defenisi umum yang dapat mewakili jaringan switching Banyan adalah sebagai berikut :

1. Jaringan switching Banyan mempunyai N masukan, N keluaran, log2 N tingkat, N/2 elemen switching pada tiap tingkat.

2. Jaringan switching Banyan mempunyai jalur yang unik antara tiap masukan dan keluaran.

2.11 Karakteristik Jaringan Switching Banyan Tanpa Buffer

Jaringan Banyan banyak digunakan sebagai jaringan switching ataupun jaringan interkoneksi karena jaringan banyan memiliki karakteristik yang mampu melakukan perutean sendiri (self-routing), dimana bit-bit alamat keluaran yang terdapat pada header paket dapat menentukan sendiri rute jalur yang dilalui.

Jaringan Banyan juga memiliki beberapa karakteristik yang baik, seperti jalur yang pendek, panjang jalur yang seragam (uniform) dan tidak memiliki buffer. Dan karakteristik yang paling unik adalah kemampuan self-routing dari

(27)

dapat menemukan jalannya menuju terminal keluaran yang dituju tanpa harus memperdulikan dari masukan yang datang.

Sebagai contoh, pada Gambar 2.9, memperlihatkan bahwa, apabila terminal masukan ingin menyampaikan paket ke alamat tujuan misalnya 110, maka pada tingkat pertama perutean diatur oleh bit 1, sehingga paket akan melalui elemen switching bagian bawah. Lalu pada tingkat kedua, paket diatur oleh bit 1, maka paket akan melalui elemen switching bagian bawah, dan untuk tingkat yang ketiga, perutean diatur oleh bit 0 dan akan melalui elemen switching bagian atas. Garis tebal pada gambar menunjukan jalur yang dilalui paket [5].

Gambar 2.9 Perutean dari 001 ke 110

Akan tetapi, jaringan Banyan memiliki kelemahan yang serius, kelemahan itu adalah adanya jaringan blocking.

2.12 Cara Membangun Jaringan Switching Banyan

(28)

2.12.1 Pembangunan Jaringan Switching Banyan Dengan Shuffle

Pada jaringan switching Banyan dengan shuffle, terlebih dahulu harus menentukan jumalah modul–modul crossbar yang akan digunakan pada setiap tingkat. Masukan yang ada dari tingkat pertama akan terhubung ke sumber dan keluaran dari tingkat terkahir akan terhubung ke tujuan. Penyusunan tingkat jaringan 1,2,…, dst, bermula dari sisi sumber, dana memerlukan km-1 modul crossbar tingkat pertama. Lalu tingkat pertama memerlukan km terminal masukan dan membutuhkan km-1 modul crossbar pada tingkat kedua. Secara umum dapat dinyatakan bahwa tingkat ke-i memliliki km-1 modul crossbar yang berukuran k x k.

Pembangunan km x km dapat dilakukan dengan mendefenisikan pola link antar tingkat, dan pola itu ditentukan dengan formulasi yang disebut shuffle (kocokan). Gambar 2.10 memperlihatkan salah satu contoh pembangunan jaringan switching Banyan dengan metode shuffle, yaitu jaringan Banyan 23 x 23 dengan metode shuffle[6].

(29)

2.12.2 Pembangunan Jaringan Switching Banyan Dengan Iterasi

Pada Jaringan switching Banyan dengan Iterasi, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.11, menunjukkan bahwa pola interkoneksi dari link–link diantara dua tingkat yang bersebelahan harus tersusun sehingga sebuah paket dapat dikirim dari satu terminal masukan jaringan ke satu terminal keluaran jaringan. Lalu pergerakan paket yang melalui jaringan harus dikendalikan oleh sebuah digit m, base-k yang disisipkan pada paket yang merupakan alamat tujuan paket dengan cara, pilihan terhadap terminal keluaran switch yang menerima paket, ditentukan secara unik oleh satu dari digit–digit pada alamat tujuan sesuai dengan m tingkat jaringan dan tiap–tiap digit mengendalikan switch–switch pada tingkat yang bersesuaian.

Gambar 2.11 Konstruksi Jaringan Switching Banyan dengan Metode Iterasi

2.13 Konsep Switching Matriks

Switching Matriks ditujukan untuk menghubungkan antara inlet dan outlet

(30)

matriks kita kenal dengan switching networks. Akan tetapi pada tugas akhir ini, switching lebih dikhususkan ke sistem seperti PSTN, ISDN, dan LAN, dimana

ketentuan dari sistem matriks yang digunakan menjadi acuan untuk switch array pada peralatan switching.

Ada empat faktor yang sangat mempengaruhi pada desain untuk switching dan faktor tersebut juga berpengaruh pada variasi evolusi dari tiap sistem. Keempat faktor itu ialah jumlah inlet dan outlet, hal–hal yang dapat menyebabkan blocking dan karakteristik tiap trafik, biaya pembuatan dan pemaketan data, dan

biaya pengoperasian. Seringkali perbedaan antara kongesti karakteristik dan biaya yang ada sangat signifikan, dan desain dari matriks multistage telah didapatkan pada proses pembelajaran. Biasanya, desain utama akan dipilih berdasarkan desain yang menunjukan parameter khusus yang nantinya akan diterapkan pada sistem yang akan dipakai. Dengan menggunakan parameter khusus, sangat memungkinkan untuk menentukan desain yang optimum tetapi tetap dengan biaya yang seminimal mungkin [7].

2.14 Space Divided Switch Array

Konsep dasar dari membangun sebuah switching matriks adalah rangkaian switching, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.12, yang merupakan blok

(31)

Gambar 2.12 Rangkaian Switching

2.15 One Stage Matrix

Ada banyak sekali kemungkinan konfigurasi matriks yang dapat dibuat untuk suatu parameter switching. Sebagai contoh, N x N, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.13, didesain untuk switching matriks 1 tingkatan. Konfigurasi ini merupakan konfigurasi non blocking, akan tetapi konfigurasi ini relatif tidak efisien karena hanya N dari crosspoints yang dapat digunakan pada satu waktu [7].

Gambar 2.13 Diagram switching 1 tingkatan

2.16 Sistem Link

Sistem link yang menggunakan 2 atau lebih tingkatan matriks, biasanya lebih banyak digunakan untuk membangun sistem switching dalam skala yang besar.

(32)

lingkaran menunjukan tingkat switching dan cabangnya yang dilambangkan dengan garis menggambarkan link yang menghubungkan tiap tingkat.

Kepadatan trafik dinyatakan dalam erlang, dan sama halnya dengan jumlah rata-rata dari link yang sibuk[7].

2.17 Link Matriks 2 Tingkatan

Link matriks 2 tingkatan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.14,

mempunyai M inlet group dan setiap grup memuat N inlet, dan M outlet group memuat N outlet. Topologi matriks ini menggunakan crosspoint yang lebih sedikit untuk dibandingkan yang digunakan untuk matriks 1 tingkatan.

Linear Graph adalah rangkaian simple yang terdiri dari 2 node yang

dihubungkan dengan satu cabang, karena hanya ada satu kemungkinan jalur antara inlet manapun dari tingkat A menuju outlet tingkat B. Jika p adalah probabilitas

bahwa panggilan dari inlet ke outlet yang tidak terpakai diblok, dan Q adalah probabilitas yang tidak terblok, maka[7] :

Q = 1 – P = 1 –a ………...(2.3) Dimana :

a = kepadatan link trafik = (A)(N) / (M) Erlang A = trafik yang ditawarkan per inlet

N = jumlah inlet per group M = jumlah link interstage

(33)

2.18 Link Matriks 3 Tingkatan

Matriks 3 tingkatan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.15 mempunyai G inlet grup, masing-masing memuat N inlet, dan G outlet grup memuat N outlet. Hal itu memerlukan jumlah crosspoint yang lebih banyak dibandingkan dengan matriks 2 tingkatan, akan tetapi, kemampuan untuk terhubungnya suatu panggilan dalam matriks ini telah ditingkatkan. Linear Graph untuk matriks ini yang menunjukan M linkinterstage antara inlet manapun pada stage A dan outlet stage B, akan ada pemblokiran pada matriks ini, kapan pun link A-B tidak bisa terkoneksi dengan link B-C. Apabila satu saja dari dua link yang ada pada tiap jalur itu sibuk, maka panggilan akan terblokir.

Gambar 2.15 Diagram Switching Matriks 3 Tingkatan

Sebagai contoh, misalnya ada satu jalur, dimisalkan dengan, jalur yang menghubungkan link A-B adalah ai dan link B-C adalah bi. Probabilitas untuk salah satu dari jalur M dapat diwakili dengan Pi.

P = P(a1 atau b1 sibuk) P(a2 atau b2 sibuk) … P(aM atau bM sibuk) P = P(a1 atau b1 sibuk) = P(ai sibuk) + P(ai kosong) P(bi sibuk) = ai + (1 – ai)bi

Dimana

(1 – ai) = P(ith A-B link sibuk)

(34)

Bentuk umum yang menunjukan formula untuk probabilitas blocking yaitu satu dikurang dengan probabilitas bahwa kedua link tidak sibuk secara simultan, dapat ditunjukkan pada persamaan 2.4. Pada link matriks 3 tingkatan, apabila jumlah dari link yaitu M setidaknya berjumlah dua kali dari inlet masukan dikurangi 1 (M ≥ 2N – 1) akan mengakibatkan tidak adanya blocking[7].

P = [1 – (1 – a)(1 – b)]M………...(2.4)

Dimana :

a = A-B link kepadatan trafik dalam erlang = (A)(N) / (M) Erlang b = B-C link kepadatan trafik dalam erlang = (A)(N) / (M) Erlang A = Rata-rata trafik per inlet yang ditawarkan

N = jumalah inlet per grup M = jumlah link interstage

Persamaan 2.4 hanya mengasumsikan bahwa hanya ada satu oulet yang dapat digunakan untuk menghubungkan suatu hubungan. Pada banyak kasus hal ini benar, seperti halnya menghubungkan panggilan ke pelanggan tertentu. Akan tetapi, jika panggilan ditujukan untuk sebuah grup trunk, maka setiap trunk yang tidak sedang terpakai akan melayani panggilan tersebut, dan retrials dapat dilakukan. Hal ini menunjukan sebuah pemilihan untuk outlet yang lain dan percobaan untuk melakukan lagi suatu hubungan. Pada beberapa kasus, inlet akan memilih set link A-B yang sama tetapi sekarang inlet dapat terhubung dengan set B-C seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.16. Oleh karena dua outlet yang ada pada dasarnya sama, maka dari itu link B-C telah ditingkatkan.

(35)

Jika P adalah probabilitas bahwa sebuah panggilan dari inlet ke kedua outlet akan terblokir, dan P’ adalah probabilitas bahwa panggilan dari link A-B ke kedua outlet akan terblokir adalah :

P’ = P(b1 sibuk)P(b2 sibuk) = (b1)(b2) = b2 P = [a + (1 –a)P’]M = [a + (1 – a)b2]M

Dengan menggunakan satu kali retrial, grade of service telah ditingkatkan tanpa memerlukan penambahan crosspoint. Berdasarkan Gambar 2.15 dan Gambar 2.16 juga berdasarkan persamaan 2.4, dihasilkan persamaan matriks 3 tingkatan dengan multiple trial yaitu[7] :

P = [ a + ( 1 – a )bT ]M = [ 1 – ( 1 – a) ( 1 – bT) ]M………...….. (2.5)

Dimana :

a = A-B kepadatan link trafik = (A)(N) / M Erlang b = B-C kepadatan link trafik = (A)(N) / (M)(T) Erlang A = Trafik yang ditawarkan per inlet

N = Jumlah inlet per grup M = Jumlah interstage link T = Jumlah trial

2.19 Stacked Switch Fabrics

Untuk meningkatkan kinerja dari sebuah switch fabrics dalam hal mengurangi tingkat probabilitas blocking, dapat juga menggunakan metode stacked switch fabric, dimana sebuah jaringan ditumpuk (stacked) menjadi satu

(36)

Gambar 2.17 Sebuah Stacked Switch Fabrics dengan 3 Salinan

2.20 Jaringan Batcher

Batcher network diletakkan didepan Banyan network, maka akan didapat

Batcher-banyan fabric yang memiliki sifat nonblocking (tidak akan terjadi tabrakan) selama paket-paket ditujukan pada port output yang berbeda-beda.

Elemen switching yang terdapat pada Batcher network bekerja dengan cara yang sangat berbeda dengan yang terdapat pada Banyan network. Elemen switching tersebut melakukan perbandingan menyeluruh terhadap angka pada

self-routing header, kemudian meneruskan paket yang memiliki angka lebih tinggi ke

satu port output sementara yang lebih rendah ke port output yang lain. Jika ternyata kedua nilai sama, maka dilakukan pemilihan secara acak. Ada dua jenis elemen switch pada Batcher network yaitu elemen yang melakukan pengurutan “naik” (meneruskan paket dengan nomor lebih tinggi ke port sebelah atas) dan elemen yang melakukan pengurutan “turun” (meneruskan paket dengan nomor lebih tinggi ke port sebelah bawah)[9]. Teknik pen-sortiran yang dilakukan oleh Batcher dapat dijelaskan sebagai berikut[10]:

(37)

111

011

Gambar 2.18 Pen-sortiran Tahap I

2. Jika hanya satu alamat input yang muncul, maka akan meneruskannya, tetapi tidak mengikuti tanda panah yang ada. Seperti Gambar 2.19 yang menjelaskan pen-sortiran tahap II.

011

(38)

BAB III

PROBABILITAS BLOCKING DAN CROSSPOINT JARINGAN

SWITCHING BANYAN

3.1 Probabilitas Blocking

Probabilitas blocking adalah suatu kemungkinan dari terganggunya layanan dalam bentuk terblokirnya atau adanya waktu menunggu layanan (delay service) yang melebihi batas yang telah ditentukan.

Untuk dapat menghitung probabilitas blocking dapat dihitung dengan rumus :

Pb = [1 – (1 – a)(1 – bT)]M……… ………. (2.5) Dimana :

Pb = Probabilitas Blocking

a = Kepadatan trafik link A-B = (A)(N) / M Erlang b = Kepadatan trafik link B-C = (A)(N) / (M)(T) Erlang A = Trafik yang ditawarkan per inlet

N = Jumlah inlet per grup M = Jumlah interstage link T = jumlah trial

3.2 Crosspoint

Crosspoint adalah suatu elemen yang berfungsi untuk mengatur sinyal

dalam sirkuit switching.

Untuk dapat menghitung crosspoint dapat dihitung dengan rumus :

(39)

Nx = Crosspoint

N = Jumlah Inlet dan outlet k = Jumlah switch grup kedua

n = Jumlah switch grup pertama dan ketiga

(40)

BAB IV

ANALISIS KINERJA JARINGAN SWITCHING BANYAN

4.1 Menghitung Probabilitas Blocking Jaringan Switching Banyan

Pada Tugas Akhir ini, perhitungan jaringan hanya difokuskan untuk menganalisis probabilitas blocking dan mengetahui crosspoint jaringan, oleh karena itu kecepatan dan pengaruh dari kecepatan pada jaringan ini tidak diperhitungkan.

Adapun parameter–parameter yang digunakan untuk menganalisis kinerja jaringan switching Banyan antara lain adalah :

a. Jumlah trial yang digunakan = T

b. Jumlah tingkat interstage link switching banyan = M c. Jumlah inlet per group = N

d. Jumlah trafik yang ditawarkan / inlet = A e. Kepadatan trafik link A-B = AxN/M = a f. Kepadatan trafik link B-C = a/T = b

g. Probabilitas Blocking Pb = [1 – (1 – a)(1 – bT)]M h. Jumlah switch grup kedua = k = 2N - 1

i. Jumlah switch grup pertama dan ketiga = N/n j. Crosspoint Nx = 2.N.k + k.(N/n)2

(41)

Untuk M = 16; T = 1 ;

M = 16; N = 8; A3 = 0.7; T = 1 Pb = [1 – (1 – a)(1 – bT)]M

= [1 – (1 – 0.35)(1 – 0.35)]16 = 1.53049 x 10-4

M = 16; N = 10; A = 0.7; T = 1 Pb = [1 – (1 – a)(1 – bT)]M

= [1 – (1 – 0.4375)(1 – 0.4375)]16 = 2.27388 x 10-3

M = 16; N = 12; A = 0.7; T = 1 Pb = [1 – (1 – a)(1 – bT)]M

= [1 – (1 – 0.525)(1 – 0.525)]16 = 0.016719418

M = 16; N = 14; A = 0.7; T = 1 Pb = [1 – (1 – a)(1 – bT)]M

= [1 – (1 – 0.6125)(1 – 0.6125)]16 = 0.074033001

M = 16; N = 16; A = 0.7; T = 1 Pb = [1 – (1 – a)(1 – bT)]M

= [1 – (1 – 0.7)(1 – 0.7)]16 = 0.221137439

M = 16; N = 18; A = 0.7; T = 1 Pb = [1 – (1 – a)(1 – bT)]M

(42)

= 0.477437971 M = 16; N = 20; A = 0.7; T = 1

Pb = [1 – (1 – a)(1 – bT)]M

= [1 – (1 – 0.875)(1 – 0.875)]16 = 0.77726517

M = 16; N = 22; A = 0.7; T = 1 Pb = [1 – (1 – a)(1 – bT)]M

= [1 – (1 – 0.9625)(1 – 0.9625)]16 = 0.977735754

(43)

Tabel 4.1 Nilai Probabilitas Bloking untuk M =16

No. M A N T = 1 T = 2 T = 3

1 16 0.7 8 1.53049 x 10-4 1.23375 x 10-7 5.31558 x 10-8 2 16 0.7 10 2.27388 x 10-3 4.68283 x 10-6 1.92000 x 10-6 3 16 0.7 12 0.016719418 8.76502 x 10-5 3.59883 x 10 -5 4 16 0.7 14 0.074033001 9.86920 x 10-4 4.27613 x 10-4 5 16 0.7 16 0.221137439 7.53567 x 10-3 3.62491 x 10-3

6 16 0.7 18 0.477437971 0.042148491 0.023650601

7 16 0.7 20 0.77726517 0.181792239 0.124943459

8 16 0.7 22 0.977735754 0.626370733 0.553792155

Tabel 4.2 Nilai Probabilitas Bloking untuk M = 32

No. M A N T1 T2 T3

1 32 0.7 10 7.97138 x 10-14 2.65097 x 10-21 7.9100 x 10-22 2 32 0.7 15 4.52668 x 10-9 1.81414 x 10-15 3.55211 x 10-16 3 32 0.7 20 5.17057 x 10-6 2.19715 x 10-11 3.70133 x 10-12 4 32 0.7 25 6.39902 x 10-4 2.8061 x 10-8 4.81374 x 10-9 5 32 0.7 30 0.017882724 8.10801 x 10-6 1.66895 x 10-6 6 32 0.7 35 0.163992183 7.91786 x 10-4 2.2876 x 10-4 7 32 0.7 40 0.604141146 0.033063127 0.015617269 8 32 0.7 45 0.992216991 0.683521575 0.615556472

(44)

M = 128 dengan N = 110, 120, 130, 140, 150 ,160 ,170 ,180 dan T = 1, 2, dan 3 akan ditunjukan pada Tabel 4.4

Tabel 4.3 Nilai Probabilitas Bloking untuk M = 64

No. M A N T1 T2 T3

1 64 0.7 55 1.56719 x 10-5 3.08697 x 10-13 1.04673 x 10-14 2 64 0.7 60 3.19756 x 10-4 6.57399 x 10-11 2.78540 x 10-12 3 64 0.7 65 3.75617 x 10-3 7.52448 x 10-9 4.27679 x 10-10 4 64 0.7 70 0.026893436 6.26926 x 10-7 5.07506 x 10-8 5 64 0.7 75 0.122394993 3.16649 x 10-5 4.15716 x 10-6 6 64 0.7 80 0.364986524 1.09317 x 10-3 2.44121 x 10-4

7 64 0.7 85 0.728191679 0.027026051 0.011096423

8 64 0.7 90 0.984494558 0.467154543 0.378905929

Tabel 4.4 Nilai Probabilitas Bloking untuk M =128

No. M A N T = 1 T = 2 T = 3

(45)

4.2 Menghitung Jumlah Crosspoint Jaringan Switching Banyan

Untuk perhitungan Crosspoint menggunakan persamaan 2.1 sebagai berikut :

(46)

Tabel 4.5 menunjukan perbandingan jumlah crosspoint untuk M = 16

Tabel 4.5 Jumlah Crosspoint untuk M = 16

No. M N Crosspoint

Tabel 4.6 menunjukan perbandingan jumlah crosspoint untuk M = 32

Tabel 4.6 Jumlah Crosspoint untuk M = 32

No. M N Crosspoint

Selanjutnya dengan cara yang sama jumlah crosspoint untuk M = 64 dengan N = 55, 60, 65, 70, 75, 80, 85, 90 akan ditunjukan pada Tabel 4.7, dan jumlah crosspoint untuk N = 128 dengan N = 110, 120, 130, 140, 150, 160, 170, 180 akan

(47)

Tabel 4.7 menunjukan perbandingan jumlah crosspoint untuk M = 64.

Tabel 4.7 Jumlah Crosspoint untuk M = 64

No. M N Crosspoint

1 64 55 2079

2 64 60 2420

3 64 65 2691

4 64 70 3120

5 64 75 3375

6 64 80 3900

7 64 85 4131

8 64 90 4760

Tabel 4.8 menunjukan perbandingan jumlah crosspoint untuk M = 128.

Tabel 4.8 Jumlah Crosspoint untuk M = 128

No. M N Crosspoint

1 128 110 6479

2 128 120 7296

3 128 130 8151

4 128 140 9044

5 128 150 9975

6 128 160 10.944

7 128 170 11951

(48)

4.3 Analisis Hasil Perhitungan Probabilitas Blocking

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah didapat seperti yang telah ditunjukkan pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2, maka dapat digambarkan grafik perbandingan nilai probabilitas blocking seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.20 dan Gambar 2.21 yang menunjukkan perbandingan probabilitas blocking untuk M = 16, N = 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22 dan T = 1, 2, 3, dengan M = 32, N = 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, dan T = 1, 2, 3.

Berdasarkan grafik yang ditunjukkan pada Gambar 2.20 perbedaan nilai probabilitas blocking antara T = 1, 2, dan 3 mulai dapat dilihat pada saat jumlah N = 12, dan seiring dengan meningkatnya jumlah N maka perbedaan nilai probabilitas blocking untuk T = 1 dengan T = 2 dan T = 3 semakin terlihat jelas. Berbeda halnya pada Gambar 2.21, perbedaan nilai probabilitas blocking mulai dapat dilihat pada saat jumlah N = 30, akan tetapi sama halnya dengan grafik pada Gambar 2.20 dapat dilihat bahwa pada saat T = 2 ataupun 3 maka nilai probabilitas blocking yang dihasilkan akan menurun secara signifikan dibandingkan pada saat T = 1.

(49)
(50)

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah didapat seperti yang telah ditunjukkan pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4, maka dapat digambarkan grafik perbandingan nilai probabilitas blocking. Gambar 2.22 dan Gambar 2.23 menunjukkan perbandingan probabilitas blocking untuk M = 64, dengan T = 1, 2, 3, dan M = 128, dengan T = 1, 2, 3.

Berdasarkan grafik yang ditunjukkan pada Gambar 2.22 perbedaan nilai probabilitas blocking antara T = 1, 2, dan 3 mulai dapat dilihat pada saat jumlah N = 70, dan seiring dengan meningkatnya jumlah N maka perbedaan nilai probabilitas blocking untuk T = 1 dengan T = 2 dan T = 3 semakin terlihat jelas. Berbeda halnya pada Gambar 2.23, perbedaan nilai probabilitas blocking baru dapat dilihat pada saat jumlah N = 160, akan tetapi sama halnya dengan grafik pada Gambar 2.20, Gambar 2.21, dan Gambar 2.22 dapat dilihat bahwa pada saat T = 2 ataupun T = 3 maka nilai probabilitas blocking yang dihasilkan akan menurun secara signifikan, dan dapat dilihat juga bahwa perbedaan nilai probabilitas blocking antara T = 2 dan T = 3 tidak berbeda jauh, dengan hasil probabilitas blocking terkecil dihasilkan pada saat T = 3.

(51)
(52)

Dari Tabel 4.1 sampai dengan Tabel 4.4 dan Gambar 2.17 sampai dengan Gambar 2.20, menunjukan bahwa, jika penggunaan Trial dilakukan dalam suatu jaringan, maka akan membantu untuk memperkecil jumlah probabilitas blocking yang akan dihasilkan. Semakin banyak jumlah Trial yang digunakan disertai dengan peningkatan jumlah interstage link (M) yang lebih besar dari jumlah inlet per grup (N) akan menghasilkan probabilitas blocking yang lebih kecil jika dibandingkan dengan probabilitas blocking yang dihasilkan tanpa menggunakan Trial atau dengan kata lain probabilitas blocking standar, yang ditunjukan pada

Tabel 4.1 sampai dengan Tabel 4.4 dan Gambar 2.20 sampai dengan Gambar 2.23 khususnya pada T = 1.

4.5 Analisis Hasil Perhitungan Crosspoint

Dari Gambar 2.24 sampai dengan Gambar 2.27, dapat dilihat bahwa semakin banyak jumlah line (N) yang digunakan, maka akan meningkatkan jumlah penggunaan crosspoint, akan tetapi peningkatan jumlah crosspoint tidak akan signifikan seperti seharusnya, karena adanya penggunaan Trial.

(53)

Gambar 2.24 Perbandingan Jumlah Crosspoint untuk M = 16 Gambar 2.25 Perbandingan Jumlah Crosspoint untuk M = 32

(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Untuk M = 16 dan A = 0.7 dengan N = 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22 dan

T = 1, 2,dan 3, menunjukkan bahwa semakin besar nilai T dan semakin kecil nilai N terhadap M, maka akan memperkecil nilai probabilitas blocking yang akan dihasilkan.

2. Pengaruh nilai T, N dan M juga turut berpengaruh untuk M = 32 dengan N = 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45 dan M = 64 dengan N = 55, 60, 65, 70, 75, 80, 85, 90, dan M = 128 dengan N = 110, 120, 130, 140, 150, 160, 170, 180.

3. Semakin banyak jumlah nilai masukan maka akan meningkatkan jumlah crosspoint agar dapat menurunkan tingkat probabilitas blocking.

5.2 Saran

Beberapa saran yang dapat penulis berikan :

1. Analisis kinerja jaringan switching banyan dapat dibahas lebih lanjut dengan menggunakan simulasi algoritma yang berbeda.

2. Untuk mendapatkan probabilitas bloking yang kecil dan jumlah crosspoint yang efisien dalam analisis kinerja jaringan switching

(55)

DAFTAR PUSTAKA

[1] J.H.Patel. 2005, “Processor-Memory Interconnections for Multiprocessors”, Proc. 6th Annu. Symp. Comput. Arch., Hal 168-177.

[2] Suherman & Rahmad Fauzi. 2006, Jaringan Telekomunikasi. Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik USU.

[3] Dally, William J. 2004. “Principles And Practices of Interconnection Networks”. Morgan Kaufmann Publishers.

[4] Imran Rafiq Quadri, Pierre Boulet, dan Jean Luc Dekeyser.2007, “Modeling of Topologies of Interconnection Networks based on Multidimensional Multiplicity”, Raport de Recherche, Institut National De Recherche En Informatique Et En Automatique.Hal. 10-34.

[5] Zhong, Jiling. 2005, “Upper Bound Analysis And Routing In Optical Benes Networks”, Ph.D Dissertation.

[6] Zulfin, M. 1996, “Studi, Pemodelan dan Analisis Kinerja Jaringan Penyambungan Cell Pelayanan Terpadu Pita Lebar (Bidelta)” Tugas Penelitian, Hal.3-1,3-12.

[7] Boucher, James R. 1988. ”Voice Teletraffic Systems Engineering'', Artech House, ISBN: 0890063354.

[8] El Bawat, Tarek S. 2006, “Optical Switching”, springer, United States of America, Hal. 276-296.

[9] Arif, fazmah. 2003, “Jaringan Komputer: Diktat kuliah”. Sekolah Tinggi Teknologi Telkom. Bandung. Hal. 108 – 112.

Gambar

Gambar 2.1 Tipe Elemen Switching
Gambar 2.2 Struktur Switching :
Gambar 2.4 Jaringan Switching Banyak Tingkat
Gambar 2.5 memperlihatkan contoh jaringan switching 3 tingkat.
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

psikotropika dan zat adiktif lainnya, Pemerintah Provinsi/Pemerintah Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif terhadap badan usaha, tempat usaha,

transkrip nilai asli, serta bukti pembayaran legalisir ijasah. 4) Staf Akademik Fakultas Bagian Kemahasiswaan & Alumni menyimpan bukti. pembayaran legalisir kemudian

Himpunan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2015 1... Himpunan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2015

kuliah yang dapat diperoleh di staf administrasi fakultas (ruang fakultas). 3) Mahasiswa hadir pada waktu dan tempat yang telah dijadwalkan. 4) Dosen memberikan kuliah sesuai

( problem solving ). Dalam kegiatan ini untuk membahas secara tuntas perbaikan kurikulum.. Menentukan pelaksanaan lokakarya peninjauan, revisi dan

Manna Line-808 merupakan kapal yang terbatas olah geraknya, berlayar mengikuti arus dengan kecepatan 2,7 knot, ketika kapal mendekati jembatan Bajarum dalam situasi daya

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dengan mengkaji variabel- variabel Insider ownership, Dispersion of ownership, Free cash flow , dan Collateralizable assets