• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wayang kulit sebagai media dakwah : studi pada wayang kulit dalang ki sudardi di desa pringapus semarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Wayang kulit sebagai media dakwah : studi pada wayang kulit dalang ki sudardi di desa pringapus semarang"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

Yogyasmara. P. Ardhi, WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA DAKWAH (Studi Pada Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus Semarang), Skripsi. Jakarta : Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Juni 2010. Pembimbing : Dr. H. A. Ilyas Ismail, MA

Wayang adalah salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi moderen yang semakin pesat, seringkali kita mendengar tentang gejala dehumanisasi, adalah kemrosotan nilai-nilai kemanusiaan dan lain sebagainya. Dengan kemajuan-kemajuan yang di capai itu manusia kurang mampu mengendalikan diri, sehingga kehidupan manusia tidak seimbang baik kehidupan jasmani dan rohaninya.

Dalam skripsi ini, berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apa bahasa dan nilai-nilai dakwah dalam pementasan wayang kulit dalang Ki Sudardi di desa Pringapus Semarang ?Bagaimana teknik penyampaian pesan-pesan dakwah dalam pementasan wayang kulit dalang Ki Sudardi di desa Pringapus Semarang ?

Penulisan dalam skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif diskriftif dengan metode deskriptif anlisis. Penulis akan menggambarkan dan menguraikan secara factual apa yang dilihat dan ditemukan dari objek penelitian ini. Penulis berupaya untuk meghimpun, mengolah, dan menganalisa secara kulaitatif, dan diwujudkan dalam konsep. Sedangkan data yang penulis peroleh dengan cara, observasi, wawancara, study dokumentasi,

(2)

Lampiran-lampiran

WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA

DAKWAH

(Studi Pada Wayang Kulit Dalang Ki

Sudardi di Desa Pringapus Semarang)

(3)

(Studi Pada Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus

Semarang)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk memenuhi syarat-syarat untuk mencapai

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Oleh :

Yogyasmara. P. Ardhi NIM: 106051001901

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(4)

(Studi Pada Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus Semarang)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk memenuhi syarat-syarat untuk mencapai

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Disusun Oleh: Yogyasmara. P. Ardhi

NIM: 106051001901

Di Bawah Bimbingan:

Dr. H. A. Ilyas Ismail, MA NIP: 19630405 199403 1 001

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(5)

Skripsi ini berjudul WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA DAKWAH (Studi Pada Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus Semarang) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Jakarta (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 14 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I), Pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta 22 Juni 2010 Ketua Merangkap Anggota Sekertaris Merangkap Anggota

Dr. H. Arief Subhan, MA Dra. Hj. Musfirah Nurlaily,MA NIP : 19660110 199303 1 004 NIP : 19671126 199603 2 001

Anggota

Penguji I Penguji II

DR. Hj. Roudhonah, MA Drs. M. Sungaidi, MA NIP : 19580910 198703 2 001 NIP : 19600803 199603 2 001

Pembimbing

(6)

Assalamualaikum, Wr. Wb

Saya penulis skripsi ini dengan judul “WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA DAKWAH (Studi Pada Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus Semarang), dengan ini menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini adalah benar-benar murni hasil karya penulis sendiri, tanpa adanya duplikasi dari hasil karya orang lain.

2. Adapun apabila penulis mengutip tulisan dan karya ilmiah orang lain, penulis telah menyantukan dalam bentu refrensi, baik footnote ataupun daftar pustaka.

3. Apabila di kemudian hari terjadi hal-hal yang merugikan orang lain, atau terbukti penulis menduplikasi karya orang lain, penulis siap menerima konsekwensi dan saksi akademis yang berlaku di UIN Syarif Hiayatullah Jakarta ini.

Demikian lembar pernyataan ini di buat, harap dipergunakan sebagaimana mestinya. Terimakasih

Wassalamualaikum, Wr, Wb

Jakarta, 22 Juni 2010 Penulis,

(7)

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadiran Dzat yang paling agung Allah SWT, yang dengan Rahmat dan Rahiem-Nya lah penulis dapat memulai dan menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah dan mencurahkan kepada junjungan alam baginda Nabi Besar Muhammad SAW, keluargnya, serta kita umatnya yang setia yang sampai hari pembalasan nanti. Amien

Dari lubuk hati yang paling terdalam, penulis sadar betul bahwa dibalik keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Bapak DR. Arief Subhan, MA, serta para pembantu Dekan I bapak Drs. Wahidin Saputra, MA, pembantu Dekan II bapak Drs. H. Mahmud Jalal, MA, dan pembantu Dekan III bapak Drs. Studi Rizal LK, MA.

3. Bapak Drs. Jumroni, M.Si dan Ibu Umi Musyarrofah, MA selaku ketua dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. H. A. Ilyas Ismail, MA selaku pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu untuk membantu, mengarahkan, membimbing, memberikan masukan, saran serta kritik yang

(8)

dan kesabaran bapak dalam memberikan bimbingan selama ini.

5. Bapak H. Sudardi, selaku dalang dalam perkumpulan seni wayang kulit Smarangan, yang telah meluangkan waktunya dan memberikan data-data dalam pembuatan skripsi ini.

6. Pimpinan serta staf perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi serta Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Segenap dosen Fakultas Imu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah ikhlas memberikan ilmu dan pengetahuan selama peneliti melakukan riset, terimakasih atas semua petunjuk atas bantuannya.

8. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Ketua Sidang, Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, MA selaku Sekertaris, Dr. Hj. Roudhonah, MA selaku Penguji I, Drs. Sungaidi, MA selaku Penguji II, Dr. H. A. Ilyas Ismail, MA selaku Pembimbing, di dalam Sidang Munaqosyah pada hari Senin 14 Juni 2010.

9. Teristimewa untuk Bapak Muslimin dan Ibu Sri Purwati selaku orang tuaku yang aku cintai, adik-adikku Wawan, dan si kembar Rina-Rini yang aku sayangi, serta Amelia yang selalu di hatiku dan menemani ku di saat senang ataupun susah, engkau motivasi dalam hidupku, serta seluruh keluargaku yang aku hormati.

Dengan penuh ketulusan dan kekurangan yang penulis miliki, penulis haturkan penghargaan dan bakti yang sedalam-delamnya, dan semoga

(9)

iii

rahmat, dan kebahagiaan baik di dunia maupun di akherat. Amien 10.Teman-temanku KPI D angkatan 2006. bersama merekalah penulis

menimba ilmu di Universitas ini dengan segala duka maupun duka yang kami tempuh, sukses untuk kita semua. Amien

11.Sahabat setiaku baik suka ataupun duka Robby Auliya, Syafrian Akbar tanpa dukungan kalian aku tak tau jadi apa, terimakasih banyak. Kita selalu berjuang bersama untuk cita-cita kita, sekali lagi terimakasih hidup trio K.

12.Untuk teman-teman perjuangan yang juga tidak dapat kusebut namanya satu persatu, baik di kampus ataupun di rumah. Terimakasih untuk teman-teman yang selalu menyemangati dan memberi warna di dalam hidupku ini.

Akhirnya , dengan mengharap ridho Allah swt, peneliti persembahkan karya tulis ini pada almamater tercinta dan mereka yang konsen pada kajian dakwah komunikasi. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan menjadi penambah wacana keilmuan dakwah. Penulis mohon do’a dan restu, agar ilmu yang diperoleh bermanfaat dan menuai keberkahan bagi kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat agama, serta bangsa dan Negara ini. Amin.

Jakarta, Juni 2010

(10)

Nomor : Istimewa Jakarta, 7 April 2010 Lampiran : 1 berkas

Perihal : Pengajuan Judul Skripsi Kepada Yang Terhormat:

Salam sejahtera saya sampaikan, semoga bapak/ibu senantiasa dalam lindungan Allah SWT, serta selalu sukses dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Selanjutnya saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Yogyasmara. P. Ardhi

NIM : 106051001901

Semester : VIII

Fakultas/Jurusan : Dakwah dan Komunikasi/KPI

Bermaksud mengajukan judul skripsi yang berjudul ”WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA DAKWAH (Studi Pada Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus Semarang)”, proposal skripsi selanjutnya diharapkan dapat diteruskan sebagai syarat mendapatkan gelar S.Sos.I dalam jenjang strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan ini saya lampirkan:

1. Outline

2. Proposal Skripsi

3. Daftar Pustaka Sementara

(11)

Outline Skripsi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Metodologi Penelitian

E. Sistematika Penelitian BAB II : TINJAUAN TEORITIS

A. Ruang Lingkup Dakwah 1. Pengertian Dakwah

2. Subjek dan Objek Dakwah 3. Metode Dakwah

4. Materi Dakwah 5. Tujuan Dakwah

B. Ruang Lingkup Wayang Kulit 1. Pengertian Wayang Kulit

2. Sejerah Perkembangan wayang kulit 3. Dalang Sebagai Juru Dakwah

BAB III : PROFIL DALANG KI SUDARDI DAN GAMBARAN UMUM DESA PRINGAPUS SEMARANG

A. Sejarah Hidup Ki Sudardi B. Pendidikan Ki Sudardi

1. Secara Formal 2. Secara Informal

C. Desa Pringapus Semarang

1. Sejarah Desa Pringapus Semarang 2. Kehidupan Sosial dan Budaya

BAB IV : HASIL TEMUAN DAN ANALISA DATA PENELITIAN

A. Bahasa Dakwah dalam Pementasan Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi B. Nilai-nilai Dakwah dalam Pementasan

(12)

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran

(13)

PENDAHULUAN

A..Latar Belakang Masalah

Sejarah adalah mata rantai kehidupan dan kita adalah bagian dari mata rantai kehidupan tersebut. Hanya orang yang pandai menangkap semangat zaman, dialah yang akan menjadi pelita kehidupan. Maka sudah sepatutnya setiap pribadi dari kita memperhatikan waktu dan lingkungannya. Hari kemarin adalah pelajaran hari esok, hari esok adalah harapan dan hari ini adalah kenyataan dan perjuangan untuk mewujudkan harapan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang memahami proses kesejarahan bangsanya. Hal ini dapat dimengerti karena berbicara masalah sejarah tidak lepas dari tiga dimensi waktu, yaitu masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.

Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi moderen yang semakin pesat, seringkali kita mendengar tentang gejala dehumanisasi, adalah kemrosotan nilai-nilai kemanusiaan dan lain sebagainya. Dengan kemajuan-kemajuan yang di capai itu manusia kurang mampu mengendalikan diri, sehingga kehidupan manusia tidak seimbang baik kehidupan jasmani dan rohaninya.

Untuk membentuk manusia yang seimbang diperlukan peranan dari da’i atau pendakwah agar tercipta individu, keluarga, dan masyarakat yang menjadikan islam sebagai pola pikir dan pola hidup agar tercapai kehidupan yang bahagia baik di dunia maupun di akherat 1

Untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah seorang da’I harus mampu dalam menggunakan berbagai media dalam melakukan dakwahnnya.

Dari berbagai macam media yang bisan digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah yang bersifat tradisioanal dan modern di antaranya ialah wayang kulit .

Pementasan wayang kulit termasuk salah satu media yang efektif untuk menyampaikan pesan dakwah. Wayang kulit adalah seni budaya peninggalan leluhur yang sudah berumur berabad-abad dan kini masih lestari di masyarakat, seni pewayangan sudah lama digunakan sebagai media penyampaian nilai-nilai luhur/moral, etika, dan

1

(14)

religius. Dari zaman kedatangan Islam digunakan oleh para wali songo sebagai media dakwah Islam di tanah Jawa.2

Di masa lalu para ulama dan para wali melakukan pendekatan yang sama dalam menyiarkan agama islam, yaitu melalui media dakwah yang telah menjadi warisan budaya tanah leluhur Indonesia.3 Sehingga proses akultrasi pribumi dengan budaya islam berjalan begitu harmonis.

Pendekatan dakwah melalui media wayang kulit sebagai hasil dari kebudayaan Mempunyai beberapa kelebihan yang langsung bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Indonesia sampai saat ini. Pertama, kebudayaan wayang kulit sudah mendarah daging pada masyarakat khusunya masyarakat jawa tengah. kedua, pementasan atau pertunjukan wayang kulit selalu menyampaikan nilai-nilai yang sedikit banyaknya akan membawa pengaruh bagi para penggemarnya. ketiga, media wayang kulit dalam pementasannya banyak mengandung falsafah kehidupan dan tata nilai yang luhur, pada masyarakat jawa khususnya yang berada di pringapus semarang yang masih menggunakan wayang kulit sebagait media dakwah.

Keberhasilan dakwah melalui wayang kulit tergantung pada beberapa variable. Pertama, wujud wayang kulit merupakan kulit yang dibentuk hingga menyerupai sosok yang mempunyai karakter, diantaranya baik, jahat, kaya, miskin, dll. Melalui variable wayang kulit ini bisa menciptakan karakter yang islami diantarannya adalah karakter kyai atau ulama4 Kedua, adalah cerita yang menggambarkan situasi kejadian dan pesan-pesan yang ada dalam pementasan wayang kulit. Cerita dalam pewayangan juga berfungsi sebagai media dakwah atau sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran keagaaman.5 Ketiga, adalah dalang, karena sosok dalang sesungguhnya bukan seorang dewa (juru penerang yang serba bisa) tetapi juga bisa disebut pembawa kaca benggala (cermin besar) yang berperan sebagai seorang budayawan, guru, kritikus, dan seorang juru bicara yang

2

Hazim Amir, Nilai-nilai Etis Dalam Wayang, (Jakarta: CV.Mulia Sari, 1991), Cet.Ke-I, h. 16

3

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. Ke-IV, h.203

4

Sri Mulyono, Wayang; Asal Usuil Filsafat dan Masa Depannya (PT, Gunung Agung, 1976) h.154

5

(15)

bisa mengartikilasi isi hati, alam pikiran dan alam rasa6 Ini merupakan variable sentral terhadap keberhasilan pementasan wayang kulit, sehingga dapat menarik perhatian masyarakat.

Salah satu pementasan wayang kulit yang berada di Pringapus Semarang, dalam sejarahnya , sejah zaman dahulu wayang kulit bisa dikatakan media yang sampai sekarang masih digaunakan dalam aktifitas berdakwah, masyarakat Pringapus Semarang adalah masyarakat yang sederhana mereka adalah masyarakat yang agraris, hasil bumi berupa beras, dan sayur-sayuran merupakan komiditas yang mereka andalkan untuk pendapatan mereka sehari-hari. Tak bedanya dengan desa-desa lain dapat dikatakan memiliki pertumbuhan yang cukup lambat di dalam pembangunan, keberhasilan wayang kulit sebagai media dakwah di pringapus semarang masih dapat dirasakan yang terlihat dari sikap dan tutur kata masyakat Pringapus Semarang.

Berdasarkan latar belakang maslah di atas maka penulis menusun skripsi dengan judul ”WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA DAKWAH (Studi Pada Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus Semarang)”B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan ini lebih terarah, maka penulis hanya membatasi pembahasan ini pada daerah pementasan wayang kulit pada masyarakat Pringapus Semarang saja tanpa harus melebar luas ke topik pembahasan yang lain.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Apa bahasa dan nilai-nilai dakwah dalam pementasan wayang kulit dalang Ki Sudardi di desa Pringapus Semarang ?

b. Bagaimana teknik penyampaian pesan-pesan dakwah dalam pementasan wayang kulit dalang Ki Sudardi di desa Pringapus Semarang.

6

(16)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pokok permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: a.Penulis ingin mengungkap lebih dalam tentang kiprah pementasan wayang kulit Ki

Sudardi sebagai media dakwah pada masyarakat Pringapus Semarang.

b. Penulis ingin mengetahui lebih dalam pandangan masyarakat terhadap wayang kulit Ki Sudardi di Pringapus Semarang

c. kajian ini memberikan kontribusi bagi khazanah sejarah islam Indonesia. Untuk menambah literatur kebudayaan yang berkaitan dengan sejarah Islam yang ada di Indonesia.

d. Untuk memenuhi gelar sarjana pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai refrensi wacana keilmuan dakwah, khususnya program dakwah melalui media seni seperti wayang kulit sebagai media dakwah.

b. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan baru bagi para aktivis dakwah, akademisi serta masyarakat umum yang konsen pada perkembangan dakwah untuk menjadikan seni budaya wayang kulit sebagai media dakwah.

c. Hasil penelitian ini menjadi acuan bagi masyarakat yang mencintai seni budaya wayang kulit dan para budayawan agar dapat melestarikan bahkan mengemas seni budaya tersebut sehingga lebih dirasakan manfaatnya khususnya dalam syiar Islam.

D. Metodologi Penelitian

(17)

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau tulisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”.7

Dean J. Champion dalam bukunya mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang berfungsi untuk mendata atau mengelompokan sederet unsur yang terlihat sebagai pembentukan suatu bidang persoalan yang ada.8

1. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah Ki Sudardi. Dan objek dari penelitian ini adalah Pementasan Wayang Kulit di Pringapus Semarang.

2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan dimulai pada tanggal 10 April 2010 sampai 10 Juni 2010. Sedangkan tempat penelitian ini adalah Pringapus Semarang.

3. Tekhnik Pengumpulan Data

a. Observasi, yaitu pengamatan langung terhadap pementasan wayang kulit di Pringapus Semarang.

b. Wawancara, yakni suatu cara untuk mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang narasumber dalam hal ini Ki Sudardi. Maksud dari wawancara ini adalah untuk mengungkap riwayat hidup, aktifitas dan lain-lain, terutama untuk melengkapi data, guna menjawab rumusan masalah yang peneliti ajukan.

c. Study Dokumentasi, adalah merupakan tekhnik yang juga dilakukan dalam mengumpulkan data berupa buku, majalah, makalah, ataupun literatur-literatur lainnya. Peneulis akan mengumpulkan beberapa foto, video, dan gambar aplikasi Dalang Ki Sudardi pada pementasan di Pringapus Semarang.

4. Tekhnik Analisa Data

Analisa data menurut Patton (1980), adalah proses mengatur uraian data. Mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar. Ia

7

Lexy. J. Moeleng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdya Karya, 1933) cet. Ke- 1, h. 3

8

(18)

membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian.9

5. Tekhnik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengacu kepada buku “Pedoman Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi ( FDK)” yang diterbikan oleh Dakwah Press tahun 2006-2007.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, dengan perincian sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan yang memuat latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat pnelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan teoritis, yang memuat ruang lingkup dakwah berupa, pengertian dakwah, subjek dan objek dakwah, metode dakwah, materi dakwah, dan tujuan dakwah. Ruang lingkup wayang kulit yaitu, pengertian wayang kulit serta perkembangan wayang kulit, dan dalang sebagai juru dakwah.

BAB III : Mendeskripsikan mengenai profil dalang Ki Sudardi yang terdiri dari riwayat hidup, pendidikan, pengalaman beliau serta aktifitas dalam pementasan wayang kulit di Pringapus Semarang.

BAB IV : Dalam bab ini berisikan data penelitian dan analisa data penelitian, menguraikan tentang kiprah pementasan wayang kulit oleh dalang Ki Sudardi, serta pandangan masyarakat mengenai kiprah wayang kulit di Pringapus Semerang.

BAB V : Penutup, memuat kesimpulan yang didasarkan pada uraian-uraian dan bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya dan juga memuat saran-saran serta dilengkapi dengan daftar pustaka.

9

(19)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Ruang Lingkup Dakwah 1. Pengertian Dakwah

Kata dakwah berasal dari bahasa Arab (da’a) yang artinya menyeru, memanggil, mengajak, dan menjamu. Dan yang kedua yaitu : (yad’u) yang artinya memannggil, mendo’a dan memohon.10

Secara etimologi, kata dakwah sebagai bentuk mashdar dari kata da’a (fi’il madhi) dan yad’u (fi’il mudhari’) yang artinya memanggil (to call), mengundang ( to invite), dll. (Warson Munawir, 1994 : 439). Dakwah dalam pengertian ini dapat dijumpai dalam Al Qur’an yaitu pada surat Yusuf : 33 dan Surat Yunus : 25.

Dalam Al Qur’an, dakwah dalam arti mengajak ditemukan sebanyak 46 kali, 39 kali dalam arti mengajak kepada Isalam dan kebaikan, 7 kali ditemukan dalam makna mengajak kepada mereka dan kejahatan

Beberapa dari ayat tersebut adalah :

1. Mengajak manusia kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran ( QS. Ali Imran : 104)

2. mengajak manusia kepada jalan Tuhan (QS an-Nahl : 125) 3. Mengajak manusia kepada agama Islam (QS as-Shaf : 7)

4. Mengajak manusia kepada jalan yang lurus (QS al-Mukminun : 73)

5. Memutuskan perkara dalam kehidupan umat manusia, kitabullah dan sunnaturrasul (QS an-Nur : 48 dan 51, serta QS Ali Imran : 23)

6. Menggajak ke surga (QS al-Baqarah : 122)

Definisi dakwah di dalam Islam adalah sebagai kegiatan “mengajak, mendorong dan memotivasi orang lain berdasarkan bashirah untuk meniti jalan Allah dan istiqomah di jalanNya serta berjuang bersama meninggikan agama-Nya. Kata mengajak,

10

(20)

memotivasi, dan mendorong adalah kegiatan dakwah dalam ruang lingkup tabligh. Kata bashirah untuk menunjukkan dakwah itu harus dengan ilmu dan perencanaan yang baik. Kalimat meniti jalan Allah untuk menunjukkan tujuan dakwah yaitu mardhatillah (keridhoan Allah). Kalimat istiqamah di jalan-Nya untuk menunjukkan dakwah itu harus berkesinambungan. Sedangkan kalimat berjuang bersama meninggikan agama Allah untuk menunjukkan dakwah bukan untuk menciptakan kesalehan pribadi. Untuk mewujudkan masyarakat yang saleh tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri, tetapi harus bersama-sama. (Muhammad Ali Aziz, 2004: 4).

Definisi di atas mencakup pengertian-pengertian sebagai berikut:

1. Dakwah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bersifat menyeru atau mengajak kepada orang lain untuk mengamalkan ajaran Islam.

2. Dakwah adalah suatu proses penyampaian ajaran Islam yang dilakukan secara sadar dan sengaja.

3. Dakwah adalah suatu aktivitas yang pelaksanaannya bisa dilakukan dengan berbagai cara atau metode.

4. Dakwah adalah kegiatan yang direncanakan dengan tujuan mencari kebahagiaan hidup dunia dan akhirat dengan dasar keridhaan Allah.

5. Dakwah adalah usaha peningkatan pemahaman keagamaan yang mengubah pandangan hidup, sikap batin dan prilaku umat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam menjadi sesuai dengan tuntunan syari’at untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Sedangkan secara istilah dakwah didefinisikan beragam. Hal ini tergantung dari sudut mana para ahli ilmu dakwah dalam memberikan pengertian atau definisi dakwah itu sendiri.

a. Menurut M. Quraish Shihab, dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.11

11

(21)

b. Menurut Syekh Muhammad Abduh, ringkasnya dakwah adalah menyeru kepada kebaikan, dan mencegah dari yang mungkar adalah fardlu yang diwajibkan kepada setiap muslim. 12

c. Arifin, M. Ed. Mengatakan bahwa dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan, baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku, dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam usaha mempengaruhi orang lain secara individual maupun kelompok, supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai pesan yan disampaikan padanya tanpa unsur paksaan. 13

Jadi dakwah adalah suatu usaha atau proses yang diselenggarakan dengan sadar , terncana, dan usaha yang dilakukan adalah mengajak umat manusia ke jalan Allah, memperbaiki situasi yang lebih baik. Usaha tersebut dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yakni agar manusia hidup dengan penuh kebahagiaan dunia akhirat tanpa adanya unsur paksaan.

2. Subjek dan Objek Dakwah

Subjek dakwah (ulama, mubaligh, dan da’i), yaitu orang yang melaksanakan tugas dakwah. Pelaksanaan tugas dakwah ini bisa perorangan atau kelompok manusia yang memiliki nilai keteladanan yang baik (usawatun hasanah) dalam segala hal.14

Daerah Da’i adalah mulai dari masyarakat desa yang primitif hingga masyarakat industri yang telah terpengaruh diktatornya pengaruh ekonomi raksasa dan teknologi ultra modern dan merajalelanya individualisme. Da’i berbeda di tengah gejolak masyarakat yang bergejolak. Dengan demikian dapat dikatakan behwa da’i adalah seorang yang harus paham benar tentang kondisi masyarakat itu dari berbagai segi, psikologi, sosial, budaya, etnis, ekonomi, politik, mahluk tuhan ahsani takwim.15

12

Sayyid. M. Nuh, Dakwah Fardiyyah dalam Manhaj Amal Islami,(Solo: Citra Islami Press, 1996), h.28

13

Arifin, M. Ed, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), h. 54

14

Rafiudin, Maman Addul Jalil, Prinsip dan Strategi Dakwah,(Bandung : CV. Pustaka Setia, 1997), cet. Ke-1, hal. 47

15

(22)

Muhammad Ghazali juga menegaskan dua syarat utama yang harus dimiliki oleh seorang juru dakwah, yaitu: pengetahuan mendalam tentang Islam dan juru dakwah harus memiliki jiwa kebenaran (ruh yang penuh dengan kebenaran, kegiatan, kesadaran, kemajuan).16

Objek dakwah itu juga disebut mad’u, yaitu orang-orang yang diseru, dipanggil, atau diundang. Berdasarkan kenyataan yang berkembang dalam masyarakat bila dilihat dalam aspek kehidupan psikologis, maka dalam pelaksanaan program kegiatan dakwah, sasaran dakwahnya tarbagi menjadi:

a. Sasaran yang menyangkut kelempok masyarakat, dilihat dari segi sosiologis barupa masyarakat yang terasing, pedesaan, kota besar dan kota kecil, serta masyarakat di daerah marginal dari kota besar.

b. Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat yang dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga.

c. Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masarakat dilihat dari segi sosial struktural berupa golongan priayi, abangan dan santri. Klasifikasi terutama terdapat dalam masyarakat di jawa.

d. Sasaran yang berhubunagn dengan golongan dilihat dari segi tingkat usia berupa golongan anak-anak, remaja, dan orang tua.

e. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial ekonomi berupa golongan orang kaya, menengah dan mkiskin.

f. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi okupasional (profesi dan pekerjaan), berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri, dan sebagainya.17

3. Metode Dakwah

Dalam melakukan suatu kegitan dakwah, diperlukan metode penyampaian yang tepat agar tujuan dakwah tercapai. Metode dalam kegiatan dakwah adalah suatu cara dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah. Metode dakwah adalah cara yang dipakai da’i dalam menyebarkan agama Islam.

16

Ibid, h. 167

17

(23)

Menurut Drs. Abdul Kadir Munsyi: Metode artinya cara untuk menyampaikan sesuatu. Yang dinamakan metode dakwah ialah, cara yang dipakai atau yang digunakan untuk memberikan dakwah. Metode ini penting untuk mengantarkan kepada tujuan yang akan dicapai.18

Banyak ayat Al-Qur’an yang mengungkapkan masalah dakwah namun dari kesekian banyak ayat itu, yang dapat dijadikan sebagai acuan utama dalam prinsip metode dakwah secara umum adalah surat an-Nahl ayat: 125, yaitu:

Artinya :

serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat di jalan-Nya dan dialah yang mengetahui orang-orang yang dapat petunjuk”.

Dari pernyataan Suray an-Nahl ayat 125 tersebut dapat dijelaskan bahwa seruan dan ajakan menuju jalan Allah (din Islam) harus menggunakan metode-metode al-hikmah, al-mauidzah, a-hasanah, dan mujadalah bi alati hiya ahsan.

4. Materi Dakwah

Menurut Asmuni Syukir dalam bukunya dasar-dasar stategi dakwah Islam. Secara global materi materi dakwah dapat di klasifikasikan menjadi tiga hal pokok, yaitu:

18

Alwisral Imam Zaidallah, Starategi Dakwah dalam Membentuk Da’ dan Khotib Propesional,

(24)

a. Masalah Aqidah

Aqidah dalam islam bersifat I’tiqad bathiniyah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun Iman. Di bidang aqidah ini pembahasannya bukan saja tertuju pada masalah-masalah yang wajib di’Imani, akan tetapi materi dakwah meliputi masalah-masalah yang dilarang sebagai lawannya, misalnya Syirik (menyekutukan adanya Tuhan), Ingkar dengan adanya Tuhan dan sebagainya.

b. Masalah Syari’Iyah

Syar’Iyah dalam Islam adalah berhubungan erat dengan amal lahir (nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah guna mengatur hubungan antara manusia dengan tuhannya dan mengatur pergaulan hidup antar sesame manusia

c. Masalah Akhlaqul Karimah

masalah Akhlak dalam aktivitas dakwah (sebagai materi dakwah) merupakan pelengkap saja, yakni untuk melengkapi keimanan dan keislaman seseorang. Meskipun akhlak ini berfungsi sebagai pelengkap, bukan berarti masalah akhlak kurang penting dibandingkan dengan masalah keimanan, akan tetapi akhlak adalah sebagai penyempurna dan keislaman.19

5. Tujuan Dakwah

Tujuan utama dakwah adalah terwujudnya kebahagian hidup dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat yang diridoi Allah SWT.

Syeikh Ali Mahfudz merumiskan, bahwa tujuan dakwah ada lima perkara, yaitu:

1. Menyiarkan tuntutan Islam, membetulkan aqidah, dan meluruskan amal perbuatan manusia, terutama budi pekertinya.

2. Memindahkan hati dari keadaan yang jelek kepada kedaan yang baik.

3. Membentuk persaudaraan dan menguatkan tali persatuan diantara kaum muslimin. 4. Menolak faham atheisme dengan mengimbangi cara-cara mereka bekerja.

19

(25)

5. Menolak syubha-syubhat, bid’ah dan khurafat atau kepercayaan yang tidak bersumber dari agama dengan mendalami islam Ushuluddin.20

B. Ruang Lingkup Wayang Kulit

1. Pengertian Wayang Kulit

Pengertian wayang menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah : “Boneka tiruan yang dibuat dari kulit yang diukir, kayu yang dipahat, dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dipertunjukan drama tradisional yang dimainkan oleh seorang dalang.”21

Pengertian wayang adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang. Tapi akhirnya makna kata ini meluas menjadi segala bentuk pertunjukan yang menggunakan dalang sebagai penuturnya disebut wayang. Oleh karena itu terdapat wayang golek, wayang beber, dan lain-lain. Pengecualian terhadap wayang orang yang tiap boneka wayang tersebut diperankan oleh aktor dan aktris sehingga menyerupai pertunjukan drama.22

Wayang adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Pulau Jawa dan Bali. Pertunjukan wayang telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan sangat berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).

Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia, yang terutama berkembang di Jawa dan di sebelah timur semenanjung Malaysia seperti di Kelantan dan Terengganu. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di

20

Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dan Berdakwah di Indonesia. (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996) . Cet ke-1, h. 33-34

21

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Indonesia.h, 1010

22

(26)

balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang(lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.

2. Sejarah Perkembangan Wayang kulit

WAYANG adalah salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.

Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan Indonesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk memperkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.

(27)

Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.23

Ada dua pendapat mengenai asal - usul wayang. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.

Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan

bukan bahasa lain.

Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.

Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pewayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain. Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmurnya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan

pujangga India, Walmiki.

Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali

23

(28)

dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi India, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 - 1160).

Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata “mawayang” dan `aringgit’ yang maksudnya adalah pertunjukan wayang.24

3. Dalang Sebagai Juru Dakwah

Dalam dunia pewayangan dalang merupakan unsur penting pada sebuah pementasan, terlepas dari apa pun tema yang akan di pentaskan. Berkaitan dengan kegiatan dakwah Islamiah, seorang dalang pun dapat di katagorikan sebagai juru dakwah atau seorang Da’i melalui profesinya tersebut. Hal ini memungkinkan karena dalam setiap pementasan sabuah pagelaran wayang seorang dalang sangat mungkin menyampaikan pesan-pesan agamis dalam setiap lakon yang dipentaskan. Dahulu pada saat awal-awalnya perkembangan Islam di Nusantara, para penyebar Islam khususnya Walisongo yaitu Sunan Kali Jaga, juga telah menggunakan media wayang untuk mendukung kegiatan dakwahnya, dan ternyata berhasil. Faktor-faktor yang memungkinkan seorang dalang menjadi seorang juru dakwah di antaranya adalah :

a. Karakter dalang yang faham betul isi cerita setiap lakon pewayangan yang umumnya mengandung tema kehidupan sosial. Apapun temanya, baik tentang kerajaan, mahabrata, cerita hindu dan sebagainya, namun semua itu bisa dimasuki pesan-pesan bernilai Islami tanpa harus merubah inti dan isi cerita secara keseluruhan atau sebagian, dengan kecerdasan dan wawasann yang dimiliki, profesi seorang dalang dapat dengan mudah untuk melakukannnya.

24

(29)

b. Wayang merupakan kesenian tradisional yang masih banyak digemari, dan biasanya dalang sangat dikagumi oleh para penggemarnya. Situasi ini dapat digunakan oleh seorang dalang untuk menyampaikan pesan-pesan bernilai Islami pada setiap pementasannya, tentunya di selingi oleh humor-humor yang mendidik yang dapat mempengaruhi para audiennya.

c. Tema wayang mengikuti zaman, sehingga dalang tidak akan ditinggalkan oleh penggemarnya, sehingga ia akan terus berdakwah.

d. Dalang adalah Guru, Victoria M, Clara dalam bukunya Dalang di Balik Wayang (1967) ”menyatakan bahwa dalang yang dahulu menganggap dirinya sendiri sebagai guru masyarakat , sekarang justru menyebut dirinya sebagai seniman, sementara itu kaum elit baru, berbeda dari kaum tradisional, justru sekarang tertarik pertama-tama dan terutama terhadap peranan dalang sebagai guru, tulisnya.”25

25

(30)

Daftar Pustaka

Amir, Hazim, Nilai-nilai Etis Dalam Wayang, Jakarta: CV.Mulia Sari, 1991. Arifin, M. Ed, Psikologi Dakwah, Jakarta: Bulan Bintang, 1997

Bastomi, Suwaji etika, Nilai-nilai Seni Pewayangan, Semarang; Dahara Prize, 1993. Champion, Dean J., Metode dan Masalah Penelitian, Bandung: Refika Aditama, 1998. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Indonesia..

Habib, M. Syafaat, Buku Pedoman Dakwah, (Jakarta: Wijaya, 1982.

Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dan Berdakwah di Indonesia. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.

Moeleng, Lexy. J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdya Karya, 1933.

Mulyono, Sri, Wayang; Asal Usuil Filsafat dan Masa Depannya PT, Gunung Agung, 1976.

---, Simbolisme dan Mistisme dalam Wayang Jakarta: PT.Gunung Agung, 1979. Oerdianto, Sigit, “Berdakwah Keliling Kota dengan Wayang Kulit, Suara Merdeka, senin

31 Oktober 2008

Rafiudin, Maman Addul Jalil, Prinsip dan Strategi Dakwah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1997.

(31)

Sayyid. M. Nuh, Dakwah Fardiyyah dalam Manhaj Amal Islami, Solo: Citra Islami Press, 1996

Shihab, Quraish, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat Bandung Mizan. 1996.

Yatim , Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004. Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 1990.

(32)

KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...iv BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...1 B. Pembatasan dan Rumusan Masalah...6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...6 D. Metodologi Penelitian...7 E. Sistematika Penelitian...9 BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG DAKWAH DAN

WAYANG KULIT

A. Ruang Lingkup Dakwah...11 1. Pengertian Dakwah...11 2. Subjek dan Objek Dakwah...14 3. Metode Dakwah...16 4. Materi Dakwah...17 5. Tujuan Dakwah...18 B. Ruang Lingkup Wayang Kulit...18 1. Pengertian Wayang Kulit...18 2. Sejerah Perkembangan Wayang Kulit...23 3. Dalang Sebagai Juru Dakwah...26

(33)

v

SUDARDI, DAN GAMBARAN UMUM DESA PRINGAPUS SEMARANG

A. Gambaran Umum Wayang………....28 a. Pengertian Wayang………..28 b. Jenis-jenis Wayang………..28 B. Profil Dalang Ki Sudardi...31 a. Sejarah Hidup Ki Sudardi...31 b. Pendidikan Ki Sudardi...33 C. Desa Pringapus Semarang...35

1. Sejarah Desa Pringapus Semarang...35 2. Kehidupan Sosial dan Budaya...37 BAB IV WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA DAKWAH

A. Bahasa Dakwah dalam Pementasan Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi...38 B. Nilai-nilai Dakwah dalam Pementasan...41 C. Teknik Penyampaian pesan dalam Pementasan...49 BAB V PENUTUP

(34)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wayang adalah salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

Sejarah perkembangan Islam di Indonesia khususnya di Jawa tak bisa dilepaskan dari peran Walisongo sebagai ulama penyebar ajaran Islam. Yang cukup menarik untuk disimak adalah bagaimana cara ulama yang sembilan itu mengajarkan Islam. Masyarakat semasa itu sebagian besar memeluk Hindu. Walisongo tak langsung menentang kebiasaan-kebiasaan yang sejak lama menjadi keyakinan masyarakat.

Salah satunya adalah metode yang digunakan oleh para Wali dengan menggunakan media Wayang. Sebelum Islam masuk ke tanah Nusantara– khususnya di Jawa-wayang telah menemukan bentuknya. Bentuk wayang pada awalnya menyerupai relif yang bisa kita jumpai di candi-candi seperti di Prambanan maupun Borobudur. Pagelaran wayang sangat digemari masyarakat. Setiap pementasannya selalu dipenuhi penonton.1

1

S. Haryono, Pratiwimba Adiluhung, Sejarah dan Perkembangan Wayang, (Yogyakarta: Penerbit Djambatan, 1988), Cet, ke-1 h- 14

(35)

Para wali melihat wayang bisa menjadi media penyebaran Islam yang sangat bagus. Namun timbul perdebatan di antara para wali mengenai bentuk wayang yang menyerupai manusia. Setelah berembuk, akhirnya mereka menemukan kesepakatan untuk menggunakan wayang sebagai media dakwah tetapi bentuknya harus diubah.

Bentuk baru pun tercipta. Wayang dibuat dari kulit kerbau dengan wajah yang digambarkan miring, leher yang panjang, serta tangan yang dibuat memanjang sampai ke kaki. Bentuk bagian-bagian wajah juga dibuat berbeda

dengan wajah manusia.

Tak hanya bentuknya, ada banyak sisipan-sisipan dalam cerita dan pemaknaan wayang yang berisi ajaran-ajaran dan pesan moral Islam. Dalam lakon Bima Suci misalnya, Bima sebagai tokoh sentralnya diceritakan menyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Esa itulah yang menciptakan dunia dan segala isinya. Tak berhenti di situ, dengan keyakinannya itu Bima mengajarkannya kepada saudaranya, Janaka. Lakon ini juga berisi ajaran-ajaran tentang menuntut ilmu, bersikap sabar, berlaku adil, dan bertatakrama dengan sesama manusia.2

Cara dakwah yang diterapkan oleh para wali tersebut terbukti efektif. Masyarakat menerima ajaran Islam tanpa ada pertentangan maupun penolakan. Ajaran Islam tersebar hampir di seluruh tanah Jawa. Penganut Islam semakin hari semakin bertambah, termasuk para penguasa-penguasanya.

Wayang pun kian sering dipentaskan. Tak hanya pada upacara-upacara resmi kerajaan, masyarakat secara umum pun sering menggelarnya. Karena

2

(36)

banyak ajaran moral dan kebaikan dalam setiap lakonnya, wayang tak hanya dianggap sebagai tontonan saja, tetapi juga tuntunan.

Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi moderen yang semakin pesat, seringkali kita mendengar tentang gejala dehumanisasi, adalah kemrosotan nilai-nilai kemanusiaan dan lain sebagainya. Dengan kemajuan-kemajuan yang di capai itu manusia kurang mampu mengendalikan diri, sehingga kehidupan manusia tidak seimbang baik kehidupan jasmani dan rohaninya.

Untuk membentuk manusia yang seimbang diperlukan peranan dari da’i atau pendakwah agar tercipta individu, keluarga, dan masyarakat yang menjadikan islam sebagai pola pikir dan pola hidup agar tercapai kehidupan yang bahagia baik di dunia maupun di akhirat 3

Untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah seorang da’i harus mampu dalam menggunakan berbagai media dalam melakukan dakwahnnya.

Dari berbagai macam media yang bisan digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah yang bersifat tradisioanal dan modern di antaranya ialah wayang kulit . Pementasan wayang kulit termasuk salah satu media yang efektif untuk menyampaikan pesan dakwah. Wayang kulit adalah seni budaya peninggalan leluhur yang sudah berumur berabad-abad dan kini masih lestari di masyarakat, seni pewayangan sudah lama digunakan sebagai media penyampaian nilai-nilai luhur/moral, etika, dan religius. Dari zaman kedatangan Islam digunakan oleh para wali songo sebagai media dakwah Islam di tanah Jawa.4

Di masa lalu para ulama dan para wali melakukan pendekatan yang sama dalam menyiarkan agama Islam, yaitu melalui media dakwah yang telah menjadi

3

Rosidi, Dakwah Sufistik Kang Jalal, (Jakarta: Paramadina,2004), Cet. Ke-I, h.1

4

(37)

warisan budaya tanah leluhur Indonesia.5 Sehingga proses akultrasi pribumi dengan budaya islam berjalan begitu harmonis.

Pendekatan dakwah melalui media wayang kulit sebagai hasil dari kebudayaan Mempunyai beberapa kelebihan yang langsung bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Indonesia sampai saat ini. Pertama, kebudayaan wayang kulit sudah mendarah daging pada masyarakat khusunya masyarakat jawa tengah. kedua, pementasan atau pertunjukan wayang kulit selalu menyampaikan nilai-nilai yang sedikit banyaknya akan membawa pengaruh bagi para penggemarnya. ketiga, media wayang kulit dalam pementasannya banyak mengandung falsafah kehidupan dan tata nilai yang luhur, pada masyarakat jawa khususnya yang berada di pringapus semarang yang masih menggunakan wayang kulit sebagait media dakwah.

Keberhasilan dakwah melalui wayang kulit tergantung pada beberapa variable. Pertama, wujud wayang kulit merupakan kulit yang dibentuk hingga menyerupai sosok yang mempunyai karakter, diantaranya baik, jahat, kaya, miskin, dll. Melalui variable wayang kulit ini bisa menciptakan karakter yang Islami diantarannya adalah karakter kyai atau ulama6 Kedua, adalah cerita yang menggambarkan situasi kejadian dan pesan-pesan yang ada dalam pementasan wayang kulit. Cerita dalam pewayangan juga berfungsi sebagai media dakwah atau sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran keagaaman.7 Ketiga, adalah dalang, karena sosok dalang sesungguhnya bukan seorang dewa (juru penerang

5

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. Ke-IV, h.203

6

Sri Mulyono, Wayang; Asal Usuil Filsafat dan Masa Depannya (PT, Gunung Agung, 1976) h.154

7

(38)

yang serba bisa) tetapi juga bisa disebut pembawa kaca benggala (cermin besar) yang berperan sebagai seorang budayawan, guru, kritikus, dan seorang juru bicara yang bisa mengartikilasi isi hati, alam pikiran dan alam rasa8 Ini merupakan variable sentral terhadap keberhasilan pementasan wayang kulit, sehingga dapat menarik perhatian masyarakat.

Salah satu pementasan wayang kulit yang berada di Pringapus Semarang, dalam sejarahnya , sejah zaman dahulu wayang kulit bisa dikatakan media yang sampai sekarang masih digaunakan dalam aktifitas berdakwah, masyarakat Pringapus Semarang adalah masyarakat yang sederhana mereka adalah masyarakat yang agraris, hasil bumi berupa beras, dan sayur-sayuran merupakan komiditas yang mereka andalkan untuk pendapatan mereka sehari-hari. Tak bedanya dengan desa-desa lain dapat dikatakan memiliki pertumbuhan yang cukup lambat di dalam pembangunan, keberhasilan wayang kulit sebagai media dakwah di pringapus semarang masih dapat dirasakan yang terlihat dari sikap dan tutur kata masyakat Pringapus Semarang.

Berdasarkan latar belakang maslah di atas maka penulis menusun skripsi dengan judul berjudul ”WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA DAKWAH (Studi Pada Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus Semarang)”.

8

(39)

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan ini lebih terarah, maka penulis hanya membatasi pembahasan ini pada daerah pementasan wayang kulit pada masyarakat Pringapus Semarang saja tanpa harus melebar luas ke topik pembahasan yang lain.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Apa bahasa dan nilai-nilai dakwah dalam pementasan wayang kulit dalang Ki Sudardi di desa Pringapus Semarang ?

b. Bagaimana teknik penyampaian pesan-pesan dakwah dalam pementasan wayang kulit dalang Ki Sudardi di desa Pringapus Semarang ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pokok permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

a. Penulis ingin mengungkap lebih dalam tentang pementasan wayang kulit Ki Sudardi sebagai media dakwah pada masyarakat Pringapus Semarang.

b. Penulis ingin mengetahui lebih dalam pandangan masyarakat terhadap wayang kulit Ki Sudardi di Pringapus Semarang

(40)

menambah literatur kebudayaan yang berkaitan dengan sejarah Islam yang ada di Indonesia.

2. Manfaat Penelitian

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai refrensi wacana keilmuan dakwah, khususnya program dakwah melalui media seni seperti wayang kulit sebagai media dakwah.

b. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan baru bagi para aktivis dakwah, akademisi serta masyarakat umum yang konsen pada perkembangan dakwah untuk menjadikan seni budaya wayang kulit sebagai media dakwah.

c. Hasil penelitian ini menjadi acuan bagi masyarakat yang mencintai seni budaya wayang kulit dan para budayawan agar dapat melestarikan bahkan mengemas seni budaya tersebut sehingga lebih dirasakan manfaatnya khususnya dalam syiar Islam.

D. Metodologi Penelitian

Penulisan dalam skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif diskriftif dengan metode deskriptif anlisis. Penulis akan menggambarkan dan menguraikan secara factual apa yang dilihat dan ditemukan dari objek penelitian ini. Bagdan dan Taylor dalam buku penelitian kualitatif mendefinisikan “Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau tulisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”.9

9

(41)

Dean J. Champion dalam bukunya mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang berfungsi untuk mendata atau mengelompokan sederet unsur yang terlihat sebagai pembentukan suatu bidang persoalan yang ada.10

1. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah Ki Sudardi. Dan objek dari penelitian ini adalah Pementasan Wayang Kulit di Pringapus Semarang.

2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan dimulai pada tanggal 10 April 2010 sampai 10 Juni 2010. Sedangkan tempat penelitian ini adalah Pringapus Semarang.

3. Tekhnik Pengumpulan Data

a. Observasi, yaitu pengamatan langung terhadap pementasan wayang kulit di Pringapus Semarang.

b. Wawancara, yakni suatu cara untuk mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang narasumber dalam hal ini Ki Sudardi. Maksud dari wawancara ini adalah untuk mengungkap riwayat hidup, aktifitas dan lain-lain, terutama untuk melengkapi data, guna menjawab rumusan masalah yang peneliti ajukan.

c. Study Dokumentasi, adalah merupakan tekhnik yang juga dilakukan dalam mengumpulkan data berupa buku, majalah, makalah, ataupun literatur-literatur lainnya. Peneulis akan mengumpulkan beberapa foto, video, dan gambar aplikasi Dalang Ki Sudardi pada pementasan di Pringapus Semarang.

10

(42)

4. Tekhnik Analisa Data

Analisa data menurut Patton (1980), adalah proses mengatur uraian data. Mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian.11

5. Tekhnik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengacu kepada buku “Pedoman Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi ( FDK)” yang diterbikan oleh Dakwah Press tahun 2006-2007.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, dengan perincian sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan yang memuat latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat pnelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan teoritis, yang memuat ruang lingkup dakwah berupa, pengertian dakwah, subjek dan objek dakwah, metode dakwah, materi dakwah, dan tujuan dakwah. Ruang lingkup wayang kulit yaitu, pengertian wayang kulit serta perkembangan wayang kulit, dan dalang sebagai juru dakwah.

11

(43)

BAB III : Meneskripsikan mengenai profil dalang Ki Sudardi yang terdiri dari riwayat hidup, pendidikan, pengalaman beliau serta aktifitas dalam pementasan wayang kulit di Pringapus Semarang.

BAB IV : Dalam bab ini berisikan data penelitian dan analisa data penelitian, menguraikan tentang kiprah pementasan wayang kulit oleh dalang Ki Sudardi, serta pandangan masyarakat mengenai kiprah wayang kulit di Pringapus Semerang.

(44)

11

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Ruang Lingkup Dakwah 1. Pengertian Dakwah

Kata dakwah berasal dari bahasa Arab (da’a) yang artinya menyeru,

memanggil, mengajak, dan menjamu. Kedua yaitu : (yad’u) yang artinya

memannggil, mendo’a dan memohon.1

Secara etimologi, kata dakwah sebagai bentuk mashdar dari kata da’a

(fi’il madhi) dan yad’u (fi’il mudhari’) yang artinya memanggil (to call),

mengundang (to invite), dll. (Warson Munawir, 1994 : 439). Dakwah dalam

pengertian ini dapat dijumpai dalam Al Qur’an yaitu pada surat Yusuf : 33 dan

Surat Yunus : 25.

Dalam Al Qur’an, dakwah dalam arti mengajak ditemukan sebanyak 46

kali, 39 kali dalam arti mengajak kepada Isalam dan kebaikan, 7 kali ditemukan

dalam makna mengajak kepada mereka dan kejahatan

Beberapa dari ayat tersebut adalah :

1. Mengajak manusia kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran ( QS. Ali

Imran : 104)

2. Mengajak manusia kepada jalan Tuhan (QS an-Nahl : 125)

3. Mengajak manusia kepada agama Islam (QS as-Shaf : 7)

4. Mengajak manusia kepada jalan yang lurus (QS al-Mukminun : 73)

1

(45)

5. Memutuskan perkara dalam kehidupan umat manusia, kitabullah dan

sunnaturrasul (QS an-Nur : 48 dan 51, serta QS Ali Imran : 23)

6. Menggajak ke surga (QS al-Baqarah : 122)

Definisi dakwah di dalam Islam adalah sebagai kegiatan “mengajak,

mendorong dan memotivasi orang lain berdasarkan bashirah untuk meniti jalan

Allah dan istiqomah di jalanNya serta berjuang bersama meninggikan

agama-Nya. Kata mengajak, memotivasi, dan mendorong adalah kegiatan dakwah dalam

ruang lingkup tabligh. Kata bashirah untuk menunjukkan dakwah itu harus

dengan ilmu dan perencanaan yang baik. Kalimat meniti jalan Allah untuk

menunjukkan tujuan dakwah yaitu mardhatillah (keridhoan Allah). Kalimat

istiqamah di jalan-Nya untuk menunjukkan dakwah itu harus berkesinambungan.

Sedangkan kalimat berjuang bersama meninggikan agama Allah untuk

menunjukkan dakwah bukan untuk menciptakan kesalehan pribadi. Untuk

mewujudkan masyarakat yang saleh tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri, tetapi

harus bersama-sama.

Definisi di atas mencakup pengertian-pengertian sebagai berikut:

1. Dakwah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bersifat menyeru atau

mengajak kepada orang lain untuk mengamalkan ajaran Islam.

2. Dakwah adalah suatu proses penyampaian ajaran Islam yang dilakukan

secara sadar dan sengaja.

3. Dakwah adalah suatu aktivitas yang pelaksanaannya bisa dilakukan dengan

berbagai cara atau metode.

4. Dakwah adalah kegiatan yang direncanakan dengan tujuan mencari

(46)

5. Dakwah adalah usaha peningkatan pemahaman keagamaan yang mengubah

pandangan hidup, sikap batin dan prilaku umat yang tidak sesuai dengan

ajaran Islam menjadi sesuai dengan tuntunan syari’at untuk memperoleh

kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Sedangkan secara istilah dakwah didefinisikan beragam. Hal ini

tergantung dari sudut mana para ahli ilmu dakwah dalam memberikan pengertian

atau definisi dakwah itu sendiri.

a. Menurut M. Quraish Shihab, dakwah adalah seruan atau ajakan kepada

keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan

sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.2

b. Menurut Syekh Muhammad Abduh, ringkasnya dakwah adalah menyeru

kepada kebaikan, dan mencegah dari yang mungkar adalah fardlu yang

diwajibkan kepada setiap muslim. 3

c. Arifin, M. Ed. Mengatakan bahwa dakwah mengandung pengertian sebagai

suatu kegiatan ajakan, baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku, dan

sebagainya yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam usaha

mempengaruhi orang lain secara individual maupun kelompok, supaya timbul

dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan serta

pengalaman terhadap ajaran agama sebagai pesan yan disampaikan padanya

tanpa unsur paksaan. 4

2

Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung Mizan. 1996), Cet ke-XIX, h. 194.

3

Sayyid. M. Nuh, Dakwah Fardiyyah dalam Manhaj Amal Islami,(Solo: Citra Islami Press, 1996), h.28

4

(47)

Jadi dakwah adalah suatu usaha atau proses yang diselenggarakan dengan

sadar, terencana, dan usaha yang dilakukan adalah mengajak umat manusia ke

jalan Allah, memperbaiki situasi yang lebih baik. Usaha tersebut dilakukan dalam

rangka mencapai tujuan tertentu, yakni agar manusia hidup dengan penuh

kebahagiaan dunia akhirat tanpa adanya unsur paksaan.

2. Subjek dan Objek Dakwah

Subjek dakwah (ulama, mubaligh, dan da’i), yaitu orang yang

melaksanakan tugas dakwah. Pelaksanaan tugas dakwah ini bisa perorangan atau

kelompok manusia yang memiliki nilai keteladanan yang baik (usawatun

hasanah) dalam segala hal.5

Daerah Da’i adalah mulai dari masyarakat desa yang primitif hingga

masyarakat industri yang telah terpengaruh diktatornya pengaruh ekonomi

raksasa dan teknologi ultra modern dan merajalelanya individualisme. Da’i

berbeda di tengah gejolak masyarakat yang bergejolak. Dengan demikian dapat

dikatakan behwa da’i adalah seorang yang harus paham benar tentang kondisi

masyarakat itu dari berbagai segi, psikologi, sosial, budaya, etnis, ekonomi,

politik, mahluk tuhan ahsani takwim.6

Muhammad Ghazali juga menegaskan dua syarat utama yang harus

dimiliki oleh seorang juru dakwah, yaitu: pengetahuan mendalam tentang Islam

dan juru dakwah harus memiliki jiwa kebenaran (ruh yang penuh dengan

kebenaran, kegiatan, kesadaran, kemajuan).7

5

Rafiudin, Maman Addul Jalil, Prinsip dan Strategi Dakwah,(Bandung : CV. Pustaka Setia, 1997), cet. Ke-1, hal. 47

6

(48)

Objek dakwah itu juga disebut mad’u, yaitu orang-orang yang diseru,

dipanggil, atau diundang. Berdasarkan kenyataan yang berkembang dalam

masyarakat bila dilihat dalam aspek kehidupan psikologis, maka dalam

pelaksanaan program kegiatan dakwah, sasaran dakwahnya tarbagi menjadi:

a. Sasaran yang menyangkut kelempok masyarakat, dilihat dari segi sosiologis

barupa masyarakat yang terasing, pedesaan, kota besar dan kota kecil, serta

masyarakat di daerah marginal dari kota besar.

b. Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat yang dilihat dari segi

struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga.

c. Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masarakat dilihat dari segi sosial

struktural berupa golongan priayi, abangan dan santri. Klasifikasi terutama

terdapat dalam masyarakat di jawa.

d. Sasaran yang berhubunagn dengan golongan dilihat dari segi tingkat usia

berupa golongan anak-anak, remaja, dan orang tua.

e. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat

hidup sosial ekonomi berupa golongan orang kaya, menengah dan mkiskin.

f. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi okupasional

(profesi dan pekerjaan), berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh,

pegawai negeri, dan sebagainya.8

7

Ibid, h. 167

8

(49)

3. Metode Dakwah

Dalam melakukan suatu kegitan dakwah, diperlukan metode penyampaian

yang tepat agar tujuan dakwah tercapai. Metode dalam kegiatan dakwah adalah

suatu cara dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah. Metode dakwah adalah

cara yang dipakai da’i dalam menyebarkan agama Islam.

Menurut Drs. Abdul Kadir Munsyi: Metode artinya cara untuk

menyampaikan sesuatu. Yang dinamakan metode dakwah ialah, cara yang

dipakai atau yang digunakan untuk memberikan dakwah. Metode ini penting

untuk mengantarkan kepada tujuan yang akan dicapai.9

Banyak ayat Al-Qur’an yang mengungkapkan masalah dakwah namun

dari kesekian banyak ayat itu, yang dapat dijadikan sebagai acuan utama dalam

prinsip metode dakwah secara umum adalah surat an-Nahl ayat: 125, yaitu:

ﺘﱠﺎ

ْﻢﻬْدﺎﺟو

ﺔﻨ ْا

ﺔﻈﻋْﻮﻤْاو

ﺔﻤْﻜ ْﺎ

ﻚﱢر

ﻰ إ

عْدا

ﻦ ﺪﺘْﻬﻤْﺎ

ﻢ ْﻋأ ﻮهو ﻪ

ْﻦﻋ ﱠ ﺿ ْﻦﻤ

ﻢ ْﻋأ ﻮه ﻚﱠر ﱠنإ ﻦ ْ أ

ه

Artinya :

serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat di jalan-Nya dan dialah yang mengetahui orang-orang yang dapat petunjuk”.

Dari pernyataan Surat an-Nahl ayat 125 tersebut dapat dijelaskan bahwa

seruan dan ajakan menuju jalan Allah (din al-Islam) harus menggunakan

metode-metode al-hikmah, al-mauidzah, a-hasanah, dan mujadalah bi alati hiya ahsan.

9

(50)

4. Materi Dakwah

Menurut Asmuni Syukir dalam bukunya dasar-dasar stategi dakwah

Islam. Secara global materi materi dakwah dapat di klasifikasikan menjadi tiga

hal pokok, yaitu:

a. Masalah Aqidah

Aqidah dalam islam bersifat I’tiqad bathiniyah yang mencakup

masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun Iman. Di bidang aqidah ini

pembahasannya bukan saja tertuju pada masalah-masalah yang wajib di’Imani,

akan tetapi materi dakwah meliputi masalah-masalah yang dilarang sebagai

lawannya, misalnya Syirik (menyekutukan adanya Tuhan), Ingkar dengan adanya

Tuhan dan sebagainya.

b. Masalah Syari’ah

Syar’Iyah dalam Islam adalah berhubungan erat dengan amal lahir (nyata)

dalam rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah guna mengatur

hubungan antara manusia dengan tuhannya dan mengatur pergaulan hidup antar

sesame manusia

c. Masalah Akhlaqul Karimah

masalah Akhlak dalam aktivitas dakwah (sebagai materi dakwah)

merupakan pelengkap saja, yakni untuk melengkapi keimanan dan keislaman

seseorang. Meskipun akhlak ini berfungsi sebagai pelengkap, bukan berarti

masalah akhlak kurang penting dibandingkan dengan masalah keimanan, akan

tetapi akhlak adalah sebagai penyempurna dan keislaman.10

10

(51)

5. Tujuan Dakwah

Tujuan utama dakwah adalah terwujudnya kebahagian hidup dan

kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat yang diridoi Allah SWT.

Syeikh Ali Mahfudz merumiskan, bahwa tujuan dakwah ada lima perkara,

yaitu:

1. Menyiarkan tuntutan Islam, membetulkan aqidah, dan meluruskan amal

perbuatan manusia, terutama budi pekertinya.

2. Memindahkan hati dari keadaan yang jelek kepada kedaan yang baik.

3. Membentuk persaudaraan dan menguatkan tali persatuan diantara kaum

muslimin.

4. Menolak faham atheisme dengan mengimbangi cara-cara mereka bekerja.

5. Menolak syubha-syubhat, bid’ah dan khurafat atau kepercayaan yang tidak

bersumber dari agama dengan mendalami islam Ushuluddin.11

B. Ruang Lingkup Wayang Kulit 1. Pengertian Wayang Kulit

Pengertian wayang menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah :

“Boneka tiruan yang dibuat dari kulit yang diukir, kayu yang dipahat, dan

sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dipertunjukan

drama tradisional yang dimainkan oleh seorang dalang.”12

Pengertian wayang adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat

bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya

adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang. Tapi akhirnya makna kata

11

Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dan Berdakwah di Indonesia.

(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996) . Cet ke-1, h. 33-34

12

(52)

ini meluas menjadi segala bentuk pertunjukan yang menggunakan dalang sebagai

penuturnya disebut wayang. Oleh karena itu terdapat wayang golek, wayang

beber, dan lain-lain. Pengecualian terhadap wayang orang yang tiap boneka

wayang tersebut diperankan oleh aktor dan aktris sehingga menyerupai

pertunjukan drama.13

Wayang adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di

Pulau Jawa dan Bali. Pertunjukan wayang telah diakui oleh UNESCO pada

tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam

bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan sangat berharga (Masterpiece of

Oral and Intangible Heritage of Humanity).

Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia, yang terutama

berkembang di Jawa dan di sebelah timur semenanjung Malaysia seperti di

Kelantan dan Terengganu. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang

juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik

gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan

oleh para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar

yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik

atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain

dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat

memahami cerita wayang(lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan

tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.

Dan di dalam wayang kulit terdapat tokoh sebagai peran utama dalam

cerita pakem jawa diantaranya adalah :

13

Gambar

GAMBARAN UMUM
GAMBARAN UMUM WAYANG DAN PROFIL DALANG KI
Gambar1. Peta Desa Pringapus

Referensi

Dokumen terkait

Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah : (1) apa latar belakang masuknya musik campursari pada pergelaran wayang kulit, (2) apa fungsi musik

Bagaimana kritik sosial dan pesan moral lewat pementasan wayang kulit lakon Bima Suci dalang Ni Paksi Rukmawati (pentas di Desa Kedung Wangan Ungaran Semarang Jawa

Keempat, "Resepsi Al-Quran dalam Wayang Kulit Ki Enthus" yang ditulis oleh Aliyatur Rofi'ah, jurusan ilmu al-Quran dan Tafsir, UIN Sunan Kalijaga. Dalam

Bahan yang didapatkan peneliti adalah rekaman video pementasan wayang kulit Banjar oleh Dalang Iderus yang menurut penuturannya (wawancara 20 Juni 2015) dipentaskan pada

Dengan memperhatikan paparan dari dari uraian-uraian di atas, maka wayang kulit masih merupakan seni budaya yang memiliki relevansi dengan kehidupan modern, sehingga layak untuk

Metode wawancara digunakan untuk memperoleh penjelasan dari subjek penelitian tentang kreativitas Wayang Lemah dijadikan acuan dalam kreativitas Wayang Kulit Bali

Wayang Kulit merupakan sebuah pertunjukkan yang pelaku-pelakunya berwujud boneka dua dimensi yang diukir dan mainkan oleh seseorang dalang dan juga pertunjukkan yang menarik perhatian

Pada dasarnya setiap lakon dalam pementasan wayang kulit memiliki pesan yang bernilai bagi masyarakat, hal tersebut disampaikan secara lisan melalui narasi, dan percakapan dari