• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kendala penerapan Bank Syariah diLubuk Raja Oku Sumatera Selatan : (studi kasus di Desa Battuwinangun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kendala penerapan Bank Syariah diLubuk Raja Oku Sumatera Selatan : (studi kasus di Desa Battuwinangun)"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E. Sy)

Oleh:

GRAND ABDUL HAKIM. F NIM 103046128225

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

ii diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 19 Mei 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) pada program studi Muamalat/Perbankan Syariah.

Jakarta, 22 Juni 2010 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 195505051982031012

Panitia Ujian

1. Ketua : Dr. Euis Amalia. M. Ag ( .……… )

NIP. 197107011998032002

2. Sekretaris : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH ( ……...………….. ) NIP. 197407252001121001

3. Pembimbing I : Dr. Ir. H. Murasa Sarkani Putra (……….. )

4. Pembimbing II : Dr. Syahrul A’dham. M. Ag ( ……..…………... ) NIP. 197305042000031002

4. Penguji I : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM ( ... ) NIP. 195505051982031012

(3)

iii 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 16 Mei 2010

(4)

iv memikat industri keuangan baik konvensional maupun syariah untuk berlomba-lomba menjadi mitra usaha para pengusaha perkebunan karet. Salah satu daerah penghasil karet adalah Lubuk Raja OKU Sumsel.

Dengan masyarakat yang masih menjunjung tinggi norma-norma agama Islam, idealnya bank syariah lebih banyak digunakan sebagai mitra dalam usaha perkebunan karet. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pandangan pengusaha perkebunan karet di Battuwinangun terhadap bank syariah dan kendala penerapan bank syariah pada sektor perkebunan karet di desa Battuwinangun.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang didukung dengan data kuantitatif dalam menggambarkan dan menjelaskan mengenai usaha, pelaku usaha, dan persepsi masyarakat tentang bank syariah dan produk pembiayaan yang ditawarkan oleh pihak bank. Jenis data yang digunakan adalah data primer melalui instrumen wawancara dan kuisioner. Sedangkan data sekunder diperoleh berdasarkan data-data dan dokumen-dokumen.

(5)

אאא

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, mengiringi selesainya penulisan skripsi ini, karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dalam rangka memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Ekonomi Syariah pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada penerang bagi kehidupan yaitu Nabi Muhammad saw., beserta keluarga, sahabat dan umatnya sampai akhir zaman.

Selama proses pembuatan skripsi ini, penulis menyadari bahwa dalam proses tersebut tidaklah terlepas dari segala bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin memberikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. H. Amin Suma, SH. MA. MM. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Euis Amalia, M.Ag. selaku Ketua Jurusan dan H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH. selaku Sekretaris Jurusan Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(6)

mengarahkan dan memberikan berbagai petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, salam ta’dzim penulis mudah-mudahan semua menjadi berkah dan manfaat.

4. Kepala Perpustakaan Utama dan Fakultas beserta para stafnya yang telah banyak membantu penulis melakukan penelitian.

5. Segenap Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan berbagai bekal ilmu kepada penulis sejak penulis duduk di bangku kuliah hingga lulus dari kampus tercinta ini.

6. Kedua orang tua penulis: Ayahanda Drs. Fachruddin. Rusman dan Ibunda Siti Atikah yang senantiasa penulis mohon ridho dan doa-doanya, terutama dalam membantu, mendukung dan memotivasi penulis baik secara moriil dan materiil, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 7. Adik-adikku Nyimas Jannatul Firdaus dan Bunia Darojatun Aliya yang

selalu penulis banggakan dan sayangi sepenuh hati.

8. Kepada bapak H. Fathoni yang telah bermurah hati memberikan banyak masukan dan izin kepada penulis untuk tinggal selama penelitian, Bapak H. Ramadhon, Bapak Syafa’at, Bapak Poniran selaku PPL dishutbun Lubuk Raja, dan segenap masyarakat Battuwinangun yang telah turut membantu atas kelancaran skripsi ini baik secara langsung atau tidak langsung.

(7)

dan teman-teman kosan lainnya yang tentunya tidak bisa desebutkan semuanya.

10.Sahabat terbaik penulis Digdo, Harun, Iwan atas banyak masukan dan inspirasinya, My group yang sudah sibuk dengan dunia masing-masing Bedol, Yasir, Ratih, dan sahabat-sahabat seperjuangan jurusan perbankan syariah khususnya kelas A yang slalu memberikan motivasi buat penulis. Besar harapan penulis bahwa tulisan ini dapat memberikan kontribusi yang positif bagi khasanah Ilmu Ekonomi Islam dan aparat pembuat kebijakan khususnya pedidikan ekonomi syariah.

Peulis sadar bahwa masih diperlukan banyak penyempurnaan dalam penulisan skripsi ini, karena manusia bukanlah makhluk yang sempurna. Atas semua perhatiannya penulis haturkan terima kasih.

(8)

viii B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... D. Tinjauan Kajian Terdahulu ... E. Kerangka Teori dan Konseptual ... F. Metodologi Penelitian ... G. Sistematika Penulisan ... BAB II LANDASAN TEORI

A. Pembiayaan Murabahah ... B. Strategi Pemasaran ... C. Teori Pengambilan Keputusan ...

(9)

A. Perkebunan Karet Desa Battuwinangun ... B. Produk Pembiayaan Bank Syariah Mandiri Baturaja ... BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Pengusaha Perkebunan Karet Desa Battuwinangun ... B. Pandangan Pengusaha Perkebunan Karet Desa Battuwinangun

Terhadap Bank Syariah ... C. Kendala Pengusaha Perkebunan Karet Desa Battuwinangun Untuk

Menggunakan Produk Pembiayaan Bank Syariah ... BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... B. Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN-LAMPIRAN ...

48

51

57

61

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Dosis Pemupukan Karet Berdasarkan Fase Pertumbuhannya ... Tabel 4.1 Pendidikan formal ... Tabel 4.2. Pendidikan agama ... Tabel 4.3. Luas kebun karet ... Tabel 4.4. Jenis tanaman ... Tabel 4.5. Tingkat pendapatan bersih responden dalam setiap bulannya ... Tabel 4.6. Tentang aktif mengikuti pengajian rutin ... Tabel 4.7. Tingkat ketaatan terhadap perkataan ulama ... Tabel 4.8. Mengenai pemahaman terhadap fatwa MUI tentang bunga bank

haram ... Tabel 4.9. Mengenai pengetahuan tentang bank syariah ... Tabel 4.10.Mengenai nilai keberkahan dalam menjalankan aktifitas ekonomi .. Tabel 4.11.Sikap responden setelah mengetahui tentang bank syariah ... Tabel4.12.Mengenai pengetahuan dan penggunaan produk pembiayaan modal

kerja ... Tabel 4.13.Mengenai pengalaman dalam menggunakan jasa bank syariah ... Tabel 4.14.Mengenai produk bank syariah yang digunakan ... Tabel 4.15. Mengenai alasan menggunakan jasa bank syariah ... Tabel 4.16.Mengenai sosialisasi tentang bank syariah di Battuwinangun ... Tabel 4.17.Pandangan responden terhadap kesamaan sistem operasional bank

(11)

Tabel 4.18.Pandangan responden terhadap fatwa MUI tentang bunga bank menurut pendidikan keagamaan ... Tabel 4.19.Tentang aktif mengikuti pengajian rutin ...

(12)

xii

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi jangka panjang tidak selalu harus diarahkan pada sektor industri. Tetapi dapat juga diarahkan pada sektor lain, salah satunya adalah seperti sektor pertanian dan perkebunan.

Sebagai negara agraris dan kaya akan sumber daya alamnya, sektor pertanian dan perkebunan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk terus dikembangkan. Karena lebih dari setengah penduduk Indonesia hidup di daerah pedesaan dan mengandalkan sektor tersebut. Bank dunia

(world bank) pun pernah menyarankan kepada pemerintah agar lebih menitikberatkan investasi di sektor tersebut, mengingat sebagian besar penduduk miskin berada di pedesaan.1 Sehingga secara otomatis akan mampu menekankan angka kemiskinan.

Karet adalah salah satu sektor perkebunan andalan Indonesia dan merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3,2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, 7% perkebunan besar negara dan 8% perkebunan besar milik swasta.

1

(14)

Jumlah tersebut masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan memaksimalkan lahan-lahan kosong dan melakukan peremajaan terhadap tanaman-tanaman tua di beberapa wilayah penghasil karet di Indonesia, seperti di Sumatera dan Kalimantan.2

Selain itu, peluang bisnis perkebunan karet semakin menggiurkan mengingat pertumbuhan ekonomi dan teknologi dunia yang cukup pesat selama 10 tahun terakhir, terutama di Asia Pasifik dan Amerika latin. Sehingga berdampak terhadap tingginya permintaan karet alam.

Namun meningkatnya permintaan karet alam dunia belum tentu dapat diikuti oleh kemampuan para produsen dalam memenuhi kebutuhan tersebut, karena kenaikan produksi hanya mampu berkisar 2 – 3% pertahun, sedangkan tingkat permintaan karet alam diperkirakan akan terus meningkat dari tahun ke tahun sekitar 4% pertahunnya.3 Tingginya defisit karet di dunia dapat menyebabkan lonjakan harga yang pesat.

Peluang-peluang tersebut yang kemudian membuat industri-industri keuangan konvensional melirik dan berlomba-lomba berburu untung dalam bisnis perkebunan karet. Sedangkan industri keuangan syariah dengan produk

murabahah pun ikut bermain dan bersaing bersama industri keuangan konvensional dalam berburu di sektor perkebunan karet.

Salah satu contoh daerah tersebut adalah usaha perkebunan karet di kecamatan lubuk raja. Secara geografis lubuk raja merupakan salah satu

2

Chairil Anwar, “Perkembangan Pasar dan Prospek Agribisnis Karet di Indonesia”, Makalah Diakses Pada 15 Februari 2009 dari www.ipard.com

3

(15)

kecamatan yang ada di kabupaten OKU yang memiliki prospek pengembangan perkebunan karet yang sangat potensial. Berdasarkan data dari dinas perhutanan dan perkebunan kecamatan Lubuk Raja bahwa luas areal perkebunan karet baru di kecamatan tersebut mencapai 9.300,5 ha. Luas tanaman menghasilkan (TM) mencapai 5.067,75 ha. Luas tanaman belum menghasilkan (TBM) mencapai 2.787,75 ha. Luas tanaman tua atau tanaman rusak (TT/TR) mencapai 1.445,5 ha. Sedangkan tingkat produksi mencapai 6.569,54 ton per bulan.4 Harga lateks perkilogramnya dalam kondisi normal berkisar antara Rp 9.000 – 15.000.

Harga karet mentah sangat fluktuatif karena bergantung kepada tingkat permintaan terutama negara-negara industri. Namun pada masa krisis gobal seperti yang terjadi pada bulan november 2008 lalu harga karet terjun bebas mencapai sekitar Rp 3.500 per kilogramnya.5 Namun demikian, harga karet akan cepat pulih dan meningkat seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian dunia.

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Lubuk Raja merupakan masyarakat yang masih kental dengan tradisi keagamaan. Sehingga peranan ketokohan/ulama mempunyai andil yang cukup besar dalam kehidupan mereka.

Dari keterangan-keterangan di atas, maka seharusnya bank syariah dapat berkembang pesat dan menjadi solusi dalam pemenuhan kebutuhan modal

4

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kecamatan Lubuk Raja, Rekapitulasi Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Kecamatan Lubuk Raja OKU, 10 Januari 2009

5

(16)

kerja bagi para pengusaha perkebunan rakyat di Lubuk Raja. Apalagi mengingat telah banyak fatwa MUI dan sosialisasi yang berkaitan dengan perbankan syariah. Begitu juga dengan margin dan fasilitas pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan syariah pun cukup ringan dan bersaing.

Namun demikian, masih sedikit pengusaha perkebunan karet rakyat di Lubuk Raja yang menggunakan jasa keuangan syariah sebagai mitra dalam memenuhi kebutuhan permodalan mereka masih sedikit. Hal ini sebagaimana hasil dari tanya jawab penulis dengan pihak pemerintah (penyuluh pertanian dishutbun) mengenai pengusaha perkebunan rakyat yang menggunakan produk pembiayaan modal kerja bank syariah di Battuwinangun.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai kendala penerapan bank syariah di OKU Sumatera Selatan yang ditinjau dari respon pengusaha perkebunan karet terhadap terhadap eksistensi bank syariah.

(17)

usaha perkebunan dan prosedur pengajuannya, baik dengan sistem syariah maupun konvensional melalui berbagai media cetak dan elektronik.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan

Mengingat terlalu luasnya wilayah kecamatan Lubuk Raja dan jumlah pemilik perkebunan karet yang mencapai sekitar 3.333 kepala keluarga (KK), serta keterbatasan dana dan resiko-resiko lainnya yang harus penulis hadapi dalam penelitian ini, maka penulis membatasi penelitian ini berdasarkan:

1. Lokasi penelitian, yaitu desa Battuwinangun yang merupakan desa baru dari pemekaran desa Batumarta I.

2. Ditinjau dari tingkat pengetahuan pengusaha perkebunan karet rakyat terhadap eksistensi bank syariah.

3. Pengusaha perkebunan karet rakyat yang memiliki luas kebun karet minimal 2 hektar.

4. Produk pembiayaan modal kerja bank syariah mandiri. 2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

(18)

b. Bagaimana kendala pengusaha perkebunan karet rakyat untuk menggunakan jasa bank syariah dalam memenuhi kebutuhan modal kerja?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk menganalisis pandangan pengusaha perkebunan karet rakyat terhadap bank syariah.

b. Untuk menganalisis kendala pengusaha perkebunan karet rakyat untuk menggunakan jasa bank syariah dalam memenuhi kebutuhan modal kerja.

Adapun manfaat yang penulis harapkan dari hasil penelitian ini adalah: a. Bagi penulis, hasil dari penelitian ini dapat menambah informasi dan

pengetahuan penulis tentang usaha perkebunan karet di desa Battuwinangun dan pembiayaan modal kerja untuk usaha perkebunan karet rakyat yang berdasarkan prinsip syariah yang dapat diakses oleh para pelaku usaha perkebunan rakyat.

b. Bagi program studi muamalat, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan informasi dan pengetahuan dalam mengkaji mengenai produk perbankan syariah yang memfasilitasi sektor perkebunan, khususnya perkebunan karet.

(19)

karakteristik pengusaha perkebunan karet rakyat, terutama dalam memilih produk pembiayaan modal kerja di desa Battuwinangun. d. Bagi pelaku usaha perkebunan karet dan umum, hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan mengenai produk pinjaman terutama yang berdasarkan prinsip syariah yang dapat diakses oleh para pelaku usaha perkebunan dalam memenuhi kebutuhan modal usaha.

D. Tinjauan Kajian Terdahulu

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan tinjauan kajian terdahulu terhadap beberapa laporan penelitian dan skripsi yang telah ada. Dari tinjauan kajian terdahulu yang telah penulis lakukan, pada dasarnya belum ada skripsi atau penelitian yang membahas secara khusus mengenai produk murabahah untuk perkebunan. Karena sampai saat ini, pembahasan skripsi atau laporan penelitian yang berkaitan dengan perbankan atau sistem ekonomi syariah dalam pertanian yang penulis temukan, hanya membicarakan mengenai sistem bagi hasil dalam pertanian bahan pangan, seperti padi, dengan sistem yang digunakan dalam pertanian tersebut lebih dikenal dengan

muzara’ah.

(20)

pembiayaan yang dianggap lebih cocok oleh lembaga keuangan syariah untuk diterapkan pada sektor tersebut, apalagi mengingat potensi pengembangan bisnis perkebunan yang sangat menggiurkan pada masa yang akan datang.

Namun, jika hanya penelitian yang berkaitan tentang produk murabahah

pada bank syariah, maka penulis menemukan beberapa skripsi yang cukup berkaitan yang membahas mengenai permasalahan tersebut, diantaranya adalah:

1. Skripsi yang ditulis oleh saudari Ummu Sri Nurbaya tantang pengaruh pembiayaan modal kerja murabahah terhadap pendekatan nasabah UKM (studi kasus di PT. BPR Syariah Wakalumi Cikupa) tahun 2008.

Dengan pendekatan kuantitatif dan jumlah sampel yang digunakan oleh saudari ummu adalah 66 nasabah dari 88 populasi dalam penelitian lapangannya, diketahui bahwa dari hasil pengujian hipotesa yang dilakukan secara serentak dan individual, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara jumlah pembiayaan terhadap pendapatan. Faktor yang mempengaruhi tersebut sebesar 50,30%, sedangkan sisanya (49,61%) dipengaruhi oleh faktor lain.

2. Skripsi yang ditulis oleh saudari Fitri Siti Nurmaya Sari tentang korelasi alokasi dana pembiayaan murabahah terhadap tingkat volume tenaga kerja dan pendapatan (studi kasus BPRS Amanah Ummah Leuwiliang kabupaten Bogor}tahun 2008

(21)

murabahah, diketahui bahwa dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat volume tenaga kerja dan pendapatan masing-masing industri tidak memiliki hubungan (korelasi) terhadap pengalokasian pembiayaan murabahah. Hal ini, terjadi karena BPRS Amanah Ummah masih bersikap hati-hati akan resiko yang terjadi untuk mengalokasikan dananya di sektor industri. Sehingga BPRS amanah ummah belum bisa memaksimalkan kinerjanya dalam peningkatan pembiayaan murabahah untuk diimplementasikan di sektor industri.

3. Skripsi yang ditulis oleh saudari Siti Arfah tentang Strategi pemasaran produk pembiayaan murabahah dan pengaruhnya terhadap pendistribusian dana BMT el-Syifa Ciganjur Jagakarsa Jakarta Selatan, tahun 2006

Dengan pendekatan kualitatif dan metode wawancara terhadap para pengurus BMT el-Syifa, saudari Arfah memaparkan mengenai strategi pemasaran yang baik yang dapat diterapkan dan digunakan oleh BMT el-Syifa dalam memasarkan produk murabahahnya. Namun dalam skripsi tersebut penulis tidak menemukan mengenai bagaimana strategi yang telah digunakan oleh BMT el-Syifa dalam memasarkan produk murabahahnya dan bagaiamana pengaruh strategi tersebut terhadap pendistribusian dana BMT el-Syifa.

(22)

Dalam laporan penelitian tersebut, dijelaskan bahwa berdasarkan respon dan perilaku masyarakat terhadap bank syariah, maka pengembangan perbankan syariah di Sumatera Selatan memiliki potensi yang cukup besar. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa secara lokasi yang memiliki potensi pengembangan perbankan syariah tertinggi berturut-turut adalah kota Palembang, kabupaten OKU, Pangkal Pinang, dan Musi Banyu Asin. Berdasarkan judul laporan penelitian tersebut, maka responden yang dipilih dalam penelitian tersebut adalah masyarakat secara umum.

(23)

E. Kerangka Teori dan Konseptual

Adapun kerangka teori dan konseptual yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Murabahah merupakan sistem jual beli yang harga jualnya terdiri dari harga pokok barang ditambah nilai keuntungan yang disepakati. Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan jangka pendek yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah kepada nasabah guna pembelian barang.6

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam memilih produk merupakan pendekatan yang digunakan untuk menganalisis mengenai karakteristik dan perilaku pengusaha perkebunan karet rakyat dalam memilih dan menggunakan jasa bank syariah.

F. Metodologi Penelitian dan Teknik Penulisan 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif yang didukung dengan data kuantitatif. Karena berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian ini, penulis ingin menggambarkan mengenai usaha, pelaku usaha perkebunan karet rakyat dan kendala penerapan produk pembiayaan modal kerja pada sektor perkebunan karet di desa Battuwinangun.

6

(24)

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan diskriptif analisis, yaitu penelitian yang menggambarkan suatu gejala data-data dan informasi yang berdasarkan pada fakta yang diperoleh dari lapangan.7

3. Jenis Data dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

a) Data Primer, yaitu data-data yang diperoleh dari responden langsung melalui instrumen wawancara dan kuisioner.

b) Data sekunder, yaitu data yang diperoleh berdasarkan data-data dan dokumen-dokumen yang ada baik di lapangan maupun dengan melakukan kajian kepustakaan mengenai usaha perkebunan karet.

4. Pengumpulan Data Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, data penelitian dikumpulkan melalui: a. Studi lapangan, dilakukan guna memperoleh data primer dan data

skunder yang akan digunakan dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode wawancara untuk mengumpulkan data secara lisan dari dinas kehutanan dan perkebunan desa Battuwinangun untuk memperoleh data mengenai gambaran usaha perkebunan karet di desa Battuwinangun. Untuk memperoleh data mengenai pelaku usaha perkebunan karet dan peluang produk

7

(25)

murabahah untuk usaha perkebunan karet di desa Battuwinangun, penulis munggunakan kuisioner dan wawancara dengan responden pelaku usaha perkebunan karet rakyat di desa Battuwinangun, dinas kehutanan dan perkebunan desa dan Ulama.

b. Studi kepustakaan, yaitu metode digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisa data-data dari literatur yang berkenaan dengan masalah yang diteliti baik berupa buku, majalah, artikel dan sebagainya. Data tersebut akan penulis gunakan untuk memperkuat hasil analisa yang dibangun berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan.

5. Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah para kepala keluarga yang menjadi pelaku usaha perkebunan karet rakyat di desa Battuwinangun yang berjumlah 568 KK. Berkaitan dengan ukuran jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini, menurut Gay Umar Husein (2002) bahwa ukuran minimal sampel yang dapat diterima berdasarkan bentuk penelitian yang digunakan antara lain:

1. Metode deskriptif minimal 10% populasi.

2. Metode deskriptif kolerasional, minimal 30 subjek.8

Berdasarkan pendapat di atas, maka besar sampel yang penulis gunakan adalah 130 sampel, yaitu lebih dari 20% dari jumlah populasi.

8

(26)

6. Teknik Penarikan Sampel

Dalam penelitian ini, metode sampling dilakukan dengan menggunakan metode non probabilitas sampling yang penetapan sampelnya dilakukan secara subjektif karena akibat adanya penilaian tertentu atau keadaan tertentu.9 Karena pengambilan sampel dilakukan dengan menetapkan jumlah sampel terlebih dahulu sebagaimana dijelaskan dalam sub bab sebelumnya, maka jenis metode non probabilitas sampling

yang digunakan disebut quota sampling.

Kemudian data dari sampel tersebut penulis analisis dengan menggunakan metode prosentase, yaitu:

P = f/n x 100% Keterangan :

P : Prosentase f : Frekuensi n : Jumlah Sampel 100% : Bilangan Tetap10 7. Metode Analisa Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan penulis analisis dengan menggunakan:

a. Teknik analisis kualitatif, yaitu metode analisis yang menjabarkan data hasil penelitian kedalam bentuk tulisan.

9

Mustafa Edwin Nasution dan Hardius Usman, Proses Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008), cet. 3, hal. 108

10

(27)

b. Teknik analisis kuantitatif, yaitu metode analisis yang memaparkan data-data hasil penelitian dalam bentuk angka dan tabel.

8. Teknik Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini berpedoman kepada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Univesitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah tahun 2007.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah dibagi ke dalam lima bab, yaitu:

Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, kerangka teori dan konseptual, metodologi penelitian dan teknik penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II : Berisikan tentang kajian teoritis yang meliputi teori pembiayaan

murabahah, strategi pemasaran, dan teori pengambilan keputusan konsumen.

Bab III : Memberikan gambaran secara umum tentang objek penelitian yang meliputi gambaran umum perkebunan karet di desa Battuwinangun, dan gambaran umum produk pembiayaan modal kerja bank syariah mandiri Baturaja.

(28)

Battuwinangun, pandangan pengusaha perkebunan karet rakyat terhadap eksistensi bank syariah, dan kendala penerapan bank syariah di desa Battuwinangun.

(29)

BAB III

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Gambaran Umum Perkebunan Karet di Desa Battuwinangun

Kebun karet merupakan salah satu budi daya perkebunan jangka

panjang, hal ini mengingat pada umumnya masa produksi kebun karet yang

cukup lama, yaitu dimulai pada tahun ke lima hingga tahun ke dua puluh lima.

Namun dengan teknik yang baik dan benar dalam pengelolaan kebun karet,

maka selain tingkat produksi yang dapat meningkat juga masa produksi yang

dapat berlangsung lebih lama.

Teknik tersebut meliputi, pemilihan dan penggunaan bibit-bibit yang

unggul dan sesuai dengan struktur tanah serta kondisi geografis yang akan

ditanami, pengelolaan tanah, perawatan pra produksi, penyadapan, perawatan

pada masa produksi dan sebagainya.

Battuwinangun merupakan salah satu desa pemekaran dari desa

Batumarta I. Berdasarkan data yang penulis peroleh dari kantor kedesaan, desa

Battuwinangun terdiri dari tujuh kampung, yaitu Banjar Sari, Cimalaya,

Trimulyo, Cindra Mulya, Despot, Sumber Mulyo, dan Klutum.

Luas keseluruhan perkebunan karet rakyat di desa Battuwinangun adalah

mencapai 1.016,5 hektar yang terdiri dari 600,25 hektar tanaman

menghasilkan (TM), 347,75 hektar tanaman belum menghasilkan (TBM), dan

68,5 hektar tanaman tua (TT). Rata-rata tingkat produksi lateks di desa

(30)

mayoritas penduduk di desa Battuwinangun adalah masyarakat transmigrasi,

maka kebun karet yang dimiliki dan dikembangkan oleh masyarakat adalah

milik pribadi yang merupakan "jatah transmigrasi" dari pemerintah.1

Budi daya kebun karet telah lama dikenal dan dilakukan oleh masyarakat

di daerah Batumarta I dan sekitarnya. Budi daya ini telah dimulai sejak sekitar

tahun 1960. Ketika itu, Battuwinangun yang masih merupakan bagian dari

desa Batumarta I adalah salah satu daerah transmigrasi yang mayoritas

penduduknya berasal dari daerah Jawa Tengah. Kini, seiring dengan

perkembangan desa, penduduk di desa tersebut tidak hanya masyarakat

transmigran dari pulau jawa. Namun telah banyak para pendatang baru dari

daerah-daerah tetangga dan daerah-daerah lainnya.

Selain sebagai pengusaha perkebunan karet rakyat, sebagian besar

masyarakat Battuwinangun juga memiliki mata pencaharian lain yang cukup

beragam, seperti berdagang, bertani, pegawai negeri sipil, guru, dan

sebagainya. Sehingga sumber pendapatan mereka tidak hanya diperoleh dari

usaha perkebunan karet saja.

Masyarakat Battuwinangun juga merupakan masyarakat yang masih

sangat kental dengan kultur agamanya. Hal tersebut terlihat dari aktif dan

hidupnya kegiatan-kegiatan keagamaan di desa, seperti kegiatan yasin dan

tahlil setiap minggu yang digilir disetiap rumah penduduk, pengajian rutin

(mingguan, bulanan, dan triwulan), istighotsahan, dan sebagainya.

1

(31)

Adapun fasilitas penunjang yang ada dalam usaha budi daya karet di

Battuwinangun diantaranya adalah telah adanya perusahaan negara (BUMN)

yang bergerak di bidang karet yaitu PTPN yang berada tidak jauh dari

Battuwinangun. Untuk jalan produksi dan pemasaran, nampak cukup bagus

dan masih layak, sehingga masih dapat dimasuki kendaraan-kendaraan

pengangkut. Namun demikian, para tengkulak karet cenderung menjual

lateksnya ke pabrik swasta yang berada di palembang.

Namun dibeberapa dusun ada juga beberapa jalan yang kondisinya

rusak, dengan total sepanjang 5 KM. Terlihat dari adanya kendaraan

pengangkut lateks yang cukup sering terjebak dalam lobang lumpur jalan

ketika penulis sedang melakukan kegiatan observasi dan penelitian.

Sedangkan jalan yang kondisi kerusakannya berat hanya mampu diakses

dengan menggunakan jalan kaki dan motor.

Dari segi keamanan, pada dasarnya Battuwinangun merupakan daerah

yang cukup aman terutama dalam keberlangsungan usaha. Namun ketika awal

terjadinya krisis global yang mengakibatkan harga lateks pun ikut terjun bebas

hingga mencapai Rp 3.500, bibit-bibit kriminal mulai muncul kembali. Ketika

itu, penulis mendengar kabar dari masyarakat bahwa ada seorang bidan dan

temannya yang dipukul hingga tangannya cidera (patah tulang) dan motornya

dirampas ketika sedang melintas di sekitar perkebunan karet pada malam hari.

Namun kini, seiring dengan kembali membaiknya harga karet, keamanan

di Battuwinangun telah berangsur normal kembali. Sehingga masyarakat

(32)

sehari-hari, terutama dalam kaitannya dengan kegiatan ekonomi. Begitu juga

dengan keamanan harta dan kekayaan mereka.

Sedangkan untuk beban biaya dari pemerintah yang dibebankan atas

usaha kebun karet hanya pajak atas tanah (PBB) yang nilainya bergantung

pada lokasi kabun karet. Adapun besarnya pajak untuk kebun karet yang

berada di pinggir jalan utama adalah sebesar Rp 25.000 Untuk yang berada di

pinggir jalan alternatif adalah Rp 18.000 dan untuk yang berada di pedalaman

kampung adalah Rp 12.000

Sebagaimana keterangan di atas, walau Battuwinangun tergolong desa

baru (pemekaran), namun budi daya kebun karet di desa tersebut telah

berlangsung cukup lama. Selain itu, aktifnya dinas hutbun dalam memberikan

kegiatan penyuluhan tentang perkebunan karet terhadap masyarakat pekebun

karet di desa tersebut, telah menambah pengetahuan dan pengalaman

masyarakat dibidang budi daya karet.

Namun demikian, tidak menjamin semua masyarakat akan mengelola

kebun karetnya sebagaimana teknik budi daya yang telah disampaikan oleh

penyuluh perkebunan karet. Hal ini karena sebagian pekebun masih terbiasa

mengelola perkebunan karetnya secara tradisional dengan modal pengetahuan

yang berdasarkan pengalaman seadanya.

Teknik pembibitan pohon karet yang digunakan oleh masyarakat adalah

dengan cara okulasi. Yaitu batang bawah menggunakan GT yang merupakan

klon ungulan anjuran untuk batang bawah. Sedangkan untuk batang atas yang

(33)

Penggunaan salah satu teknik ini berdampak pada tingkat produksi lateksnya

yang lebih tinggi di banding bibit biasa.2

Frekuensi kegiatan penyadapan yang dilakukan oleh masyarakat

pekebun karet pun beragam, ada yang dilakukan setiap hari, ada pula yang

dilakukan 2 hari sekali. Walau terjadi perbedaan intensitas penyadapan,

namun hasil rata-rata lateks yang mereka peroleh setiap bulan dalam kondisi

normal adalah sama, yaitu sekitar 300 – 350 kg karet basah/bulan.3

Para pengusaha perkebunan karet rakyat menjual hasil sadapannya

kepada tengkulak yang biasa datang ke desa Battuwinangun setiap

minggunya. Penjualan hasil sadapan (lateks) yang dilakukan oleh para

pekebun pun beragam, ada yang menggunakan sistem mingguan, ada juga

yang menggunakan sistem setengah bulan. Perbedaan sistem ini akan

berpengaruh terhadap harga dan bobot lateks. Selisih harga lateks mingguan

dengan setengah bulan dapat mencapai Rp 2.000/kg.

Harga lateks juga dapat dipengaruhi jenis lateks yang dijual, yaitu ada

lateks bersih dan ada lateks kotor. Lateks bersih merupakan getah karet yang

tidak tercampur dengan kulit pohon bekas sadapan dan sampah-sampah lain.

Selisih harga ini bisa mencapai Rp 1.000/kg.

Para pekebun biasa melakukan kegiatan penyadapan pohon karet setelah

shalat subuh sekitar pukul 5.30 sampai pukul 10.00 pagi. Dalam rentan

waktu tersebut, mereka mampu menyadap antara 1 ha - 2 ha kebun karet. 1 ha

2

Wawancara pribadi dengan PPL dinas Hutbun kecamatan Lubuk Raja. Battuwinangun 25 Juni 2009

3

(34)

kebun karet dapat ditanami sekitar 555 – 600 batang pohon karet. Guna

memperoleh hasil yang maksimal, sebagian dari penyadap menggunakan zat

perangsang getah.

Mengenai tenaga penyadap, sebagian besar dari masyarakat melakukan

penyadap sendiri. Namun bagi mereka yang memiliki kesibukan lain seperti

PNS, mengajar, berdagang, dan sebaginya, mereka mengupahkan semua

kegiatan perkebunannya kepada tenaga penyadap (buruh) dengan sistem

pembayaran dalam istilah jawa disebut "mertelu" dari hasil sadapan.

Sistem mertelu adalah sistem bagi hasil yang biasa digunakan di

lingkungan pertanian atau perkebunan. Dalam sistem ini, pemilik kebun selain

sebagai pemilik tanah juga sebagai investor, sedangkan tenaga penggarapan

dan pengelolaannya diserahkan kepada orang lain (buruh tani). Sesuai dengan

nama "mertelu", maka besar bagi hasil yang dimiliki oleh buruh tani adalah

sepertiga dari hasil ladang atau kebun.4

Selain keuntungannya yang cukup menjanjikan, biaya-biaya yang

dibutuhkan dalam budi daya kebun karet pun cukup besar. Biaya-biaya

tersebut meliputi pembukaan dan pengelolaan lahan, pembelian bibit

unggulan, perawatan, peremajaan dan sebagainya. Begitu juga bagi mereka

yang hendak mengembangkan usaha perkebunannya.

Dari tahun ke tahun, harga tanah dan kebun karet di Battuwinangun

terus mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Pada tahun 1997 harga

tanah kosong di desa tersebut sekitar Rp 2.500.000 per hektar. Sedangkan

4

(35)

harga kebun karet yang sudah siap sadap adalah sekitar Rp 6.000.000. Namun

pada tahun 2009 harga tanah kosong di daerah ini sudah mencapai Rp

45.000.000 – Rp 70.000.000 per hektar. Sedangkan untuk harga kebun yang

sudah siap sadap dapat mencapai sekitar Rp 70.000.000 – Rp 120.000.000.

Besarnya harga bergantung pada lokasi lahan atau kondisi kebun.5

Adapun untuk biaya pembukaan lahan dapat mencapai sekitar Rp

7.000.000 per hektar, namun tetap bergantung kepada kondisi dan lokasi

lahan. Harga bibit karet pun cukup beragam bergantung kepada kwalitas bibit

yang digunakan. Bibit karet Sembawa dengan sertifikat merah sekitar Rp

5.500 per batang, sedangkan sertifikat biasa sekitar Rp 4.500 per batang.

Untuk bibit tradisional hasil okulasi masyarakat adalah sekitar Rp 3.500 per

batang.6

Perawatan kebun karet yang dilakukan oleh para pekebun di

Battuwinangun meliputi pemupukan, pengobatan (penanggulangan hama dan

penyakit), dan penyiangan gulma.

Pemupukan biasa dilakukan dua kali dalam satu tahun. Jenis pupuk yang

digunakan adalah Urea, KCL, dan TSP atau SP 36. Untuk harga pupuk-pupuk

tersebut adalah Urea Rp 70.000 per 50 kg, KCL Rp 135.000 per 50 kg, dan

TSP atau SP 36 Rp 150.000 per kg. Dosis pupuk anjuran dari balai penelitian

5

Wawancara pribadi PPL dinas Hutbun kecamatan Lubuk Raja. Battuwinangun 25 Juni 2009

6

(36)

pekebunan karet sembawa untuk tanaman karet berdasarkan fase

pertumbuhannya adalah sebagai berikut:7

Tabel 3.1

Dosis Pemupukan Karet Berdasarkan Fase Pertumbuhannya

Fase Pertumbuhan Urea TSP/SP36 KCL

TBM 1 118 gram 50 gram 50 gram

Namun demikian, dengan berbagai alasan belum tentu para pekebun

menggunakan acuan pemupukan tersebut. Bahkan dari beberapa pekebun yang

penulis temui, ada dari mereka yang memupuk hanya setahun sekali.

Selain dengan pupuk tunggal, para pekebun pun ada juga yang memupuk

menggunakan pupuk majemuk yang khusus untuk tanaman karet, seperti

gramafix karet. Dosis yang digunakan adalah 80 kg/hektar/6 bulan

Sedangkan pengobatan dan penanggulan hama dilakukan jika pohon

karet mulai terserang hama atau penyakit. Adapun penyakit yang cukup

banyak terjadi di perkebunan karet rakyat yang penulis temui diantaranya

adalah Brown Blast.8

7

Wawancara pribadi PPL dinas Hutbun kecamatan Lubuk Raja. Battuwinangun 25 Juni 2009

8

(37)

Berdasarkan intensitasnya, Untuk penyiangan gulma dapat

dikelompokkan kedalam dua bagian, yaitu pada TBM, TM remaja, dan TM

dewasa. Pada TBM intensitas penyiangan gulma dilakukan cukup tinggi, yaitu

dapat mencapai dua sampai tiga kali dalam setahun. Hal ini dikarenakan masih

tingginya persaingan dalam memperoleh sinar matahari antara pohon karet

dan gulma, sehingga gulama yang tumbuhpun cukup subur. Pada masa-masa

ini pengeluaran untuk biaya perawatan cukup tinggi.

Seiring dengan semakin tingginya pohon karet dan rimbunnya

dahan pohon karet, maka intensitas penyiangan pun terus berkurang. Dalam

kondisi tersebut para pekebun hanya melakukan penyiangan jika gulma telah

tumbuh cukup tinggi.

Untuk meminimalisir biaya penyiangan, terutama saat tingginya

persaingan antara pohon karet dengan gulma dalam memperoleh sinar

matahari, para pekebun melakukan penyiangan jika tinggi gulma mencapai

sekitar 50 cm.

Meminimalisir biaya-biaya pada masa TBM (Tanaman Belum

Menghasilkan) juga dapat dilakukan dengan sistem tumpangsari. Selain

menjadi penghasilan tambahan sebelum pohon karet berproduksi, penerapan

pola tumpangsari di kebun karet juga memiliki banyak manfaat. Namun

selama penulis melakukan penelitian di Battuwinangun, sedikit dari para

pekebun yang menggunakan sistem tumpang sari.

(38)

B. Produk Pembiayaan Modal Kerja Bank Syariah Mandiri Baturaja

Bank Syariah Mandiri UPS Baturaja berlokasi di jl. Pahlawan Kemarung

No. 415 Bturaja 32116. Bank syariah mandiri UPS Baturaja beroperasi sejak

tahun 2004. Seperti halnya bank-bank syariah lainnya, pembiayaan murabahah

merupakan produk unggulan bank syariah tersebut.

Adapun nilai pembiayaan yang dapat dipenuhi langsung oleh Bank

Syariah Mandiri UPS Baturaja adalah <Rp 100 juta, sedangkan untuk

pembiayaan diatas Rp 100 juta, maka pihak Bank Syariah Mandiri UPS

Baturaja harus meminta persetujuan terlebih dahulu dari Bank Syariah

Mandiri cabang Palembang.

Adapun Karakteristik dari produk ini adalah:

1. Pembiayaan atas dasar jual beli

2. Bank akan membeli barang yang diperlukan nasabah dan kemudian

menjualnya kepada nasabah sebesar harga pokok (harga beli)

ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati.

3. Jenis produk ini adalah dalam bentuk rupiah dan US Dollar

4. Nisbah 9% pertahun.

5. Angsuran tetap, tidak berubah selama masa akad.

6. Produk ini diperuntukan bagi perorangan dan badan hukum.

Adapun biaya-biaya yang dibebankan dalam produk ini adalah meliputi:

1. Biaya administrasi sebesar

2. Biaya Notaris : Fiducia, APHT, pengecekan sertifikat

(39)

4. Biaya blokir BPKB

Adapun persyaratan pembiayaan pada bank syariah mandiri adalah

sebagai berikut:

a. Tujuan Konsumtif

1. Pegawai/karyawan :

a. Identitas diri dan pasangan

b. Kartu Keluarga dan surat nikah

c. Slip gaji 2 bulan terakhir

d. Surat keterangan bekerja atau SK Pengangkatan terakhir

e. Copy rekening bank 3 bulan terakhir

f. Data obyek pembiayaan

2. Wirausaha :

a. Identitas diri dan pasangan

b. Kartu Keluarga dan surat nikah

c. Legalitas usaha

d. Laporan keuangan 2 tahun terakhir

e. Past performance 12 bulan terakhir

f. Rencana usaha 12 bulan yad.

g. Data obyek pembiayaan

b. Tujuan Produktif

1. Perorangan :

a. Identitas diri dan pasangan

(40)

c. Legalitas usaha

d. Laporan keuangan 2 tahun terakhir

e. Past performance 12 bulan terakhir

f. Rencana usaha 12 bulan yad.

g. Data jaminan

2. Badan Usaha

a. Identitas diri pengurus

b. Akta pendirian usaha

c. Legalitas usaha

d. Laporan keuangan 2 tahun terakhir

e. Past performance 12 bulan terakhir

f. Rencana usaha 12 bulan yad.

(41)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Pengusaha Perkebunan Karet Desa Battuwinangun

Budidaya karet merupakan salah satu usaha andalan yang dimiliki oleh masyarakat Battuwinangun dan sekitarnya secara turun temurun. Namun demikian, tidak semua pemilik kebun karet menggarap sendiri kebun karetnya, terutama bagi mereka yang memiliki kesibukan pekerjaan/mata pencaharian lainnya. Sehingga pengelolaan kebunnya diserahkan kepada orang lain yang dipercaya dengan sistem yang digunakan adalah mertelu.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai karakteristik pengusaha perkebunan karet di desa Battuwinangun, berikut penulis sajikan hasil penelitian yang telah penulis lakukan di desa tersebut:

1. Profil pendidikan pengusaha perkebunan karet rakyat Tabel 4.1

Pendidikan formal

No Keterangan Distribusi frekuensi Persentase

1 Tidak Sekolah 1 0.77

2 SD 28 21.54

3 SLTP 46 35.38

4 SLTA 34 26.15

5 Diploma 13 10

6 Sarjana (S1) 8 6.15

Jumlah 130 100

(42)

Berdasarkan tabel di atas diperoleh informasi bahwa tingkat pendidikan formal responden cukup beragam, bahkan ada juga yang tidak pernah merasakan pendidikan formal. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa dari 130 responden, responden yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal adalah 0,77% (1 orang), sedangkan yang lainnya adalah 21.54% berpendidikan akhir SD, 35.38% berpendidikan akhir SLTP, 26.15% berpendidikan akhir SLTA, 10% berpendidikan Diploma, dan 6,15% berpendidikan sarjana.

Tabel 4.2 Pendidikan agama

No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase

1 Pernah 78 60

2 Tidak Pernah 52 40

Jumlah 130 100

Soal: Apakah anda pernah mengikuti sekolah agama?

(43)

2. Profil usaha pekebun karet rakyat di Battuwinangun Tabel 4.3

Luas kebun karet

No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase

1 2 ha – 3 ha 64 49.23

2 3,1 ha – 4 ha 39 30

3 4,1 ha – 5 ha 20 15.39

4 > 5 ha 7 5.38

Jumlah 130 100

Dari tabel di atas menjelaskan bahwa dari 130 responden yang penulis teliti memiliki luas lahan kebun karet rakyat yang cukup beragam, yaitu 49.23% responden memiliki lahan seluas antara 2 hektar hingga 3 hektar, 30% antara 3,1 hektar hingga 4 hektar, 15.39% antara 4,1 hektar hingga 5 hektar, dan 5.38% lebih dari 5 hektar.

Tabel 4.4 Jenis tanaman

No Jenis Tanaman Luas lahan Persentase

1 TBM (<6 th) 112.5 24.51

2 TM (6 – 9 th) 81 17.65

3 TM (10 – 20 th) 201.5 43.9

4 TT (>20 th) 64 13.94

Jumlah 459 100

• TBM = Tanaman Belum Menghasilkan

• TM = Tanaman Menghasilkan

• TT = Tanaman Tua

(44)

yang baik dan benar mampunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap masa produksi tanaman dan jumlah lateks yang dihasilkan. Faktor lain yang mempunyai pengaruh terhadap tingkat produksi lateks adalah umur tanaman karet. Untuk tanaman karet muda (6 – 9 tahun) rata-rata karet yang dihasilkan adalah sekitar 50 – 150 kg per hektar. Sedangkan tanaman karet yang berumur 10 – 20 tahun tingkat produksinya dapat mencapai 300 – 350 kg per bulan. Kemudian tingkat produksi tersebut akan terus menurun setelah berumur 20 tahun ke atas.

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh informasi bahwa luas lahan yang dimiliki oleh 130 responden adalah mencapai 486.5 hektar dengan komposisi 24.51% TBM, 17.65% TM (6 – 9 tahun), 43.9% TM (10 – 20 tahun), 13.94% TT (>20 tahun).

Tabel 4.5

Tingkat pendapatan bersih responden dalam setiap bulannya No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase

1 <1 juta 0 0

2 1 juta – 2 juta 26 20.00

3 2,1 juta – 3 juta 40 30.77

4 3,1 juta – 4 juta 35 26.92

5 > 4 juta 29 22.31

Jumlah 130 100

(45)

ini terlihat dari rata-rata pendapatan mereka diatas 1 juta dalam setiap bulannya dengan asumsi harga lateks adalah Rp 6.000/kg harga ketika itu.

Berdasarkan tabel di atas maka diperoleh informasi bahwa 20% dari responden yang berjumlah 130 orang memiliki pendapatan bersih antara 1 juta hingga 2 juta, 30.77% berpendapatan antara 2,1 juta hingga 3 juta, 26.92% reponden berpendapatan 3,1 juta hingga 4 juta, dan 22.31% responden berpendapatan diatas 4 juta dalam setiap bulannya. Harga lateks Rp 6000 / kilgram adalah harga lateks terendah pada bulan Mei 2009 dalam setiap kilogramnya. Sedangkan sejak bulan Oktober 2009, harga lateks telah normal yaitu berkisar pada Rp 10.000 / kilogram.

Besarnya rata-rata tingkat pendapatan responden tersebutlah yang menjadi pertimbangan bagi industri perbankan untuk menawarkan pembiayaan/kreditnya.di Battuwinangun.

3. Profil sosial keagamaan pengusaha perkebunan karet rakyat

(46)

Tabel 4.6

Tentang aktif mengikuti pengajian rutin

No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase

1 Selalu 85 65.38

Soal: Apakah anda aktif dalam mengikuti pengajian rutin di masyarakat? Berdasarkan data tersebut diperoleh informasi bahwa mayoritas responden aktif dalam kegiatan pengajian rutin. Dari 130 responden yang menyatakan selalu ikut pengajian rutin adalah 65.38%, sedangkan yang menyatakan sering 31.54%, dan 3.08% yang menyatakan terkadang.

Selain keaktifan dalam mengikuti pengajian rutin, ketataan terhadap ulama juga menjadi ciri khas bagi masyarakat pengusaha perkebunan di Battuwinangun.

Tabel 4.7

Tingkat ketaatan terhadap perkataan ulama

No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase

1 Selalu 45 34.62

(47)

Dari tabel diatas menjelaskan bahwa tingkat ketaatan masyarakat pekebun karet rakyat di Battuwinangun terhadap perkataan ulama cukup tinggi. Hal tersebut terlihat dari 34.62% menyatakan selalu mengikuti perkataan ulama, 47.69% menyatakan sering, 13.85% menyatakan terkadang, dan 3.85% menyatakan jarang.

Alasan ini lahir karena masyarakat menganggap bahwa ulama memiliki pengetahuan yang lebih di bidang agama. Sehingga apa yang dikatakan dan dinasehatkan oleh ulama akan cenderung diikuti.

Namun demikian, informasi yang penulis peroleh dari responden yang menyatakan terkadang menunjukkan bahwa maksud mereka menyatakan terkadang adalah jika perkataan ulama tersebut adalah baik, maka mereka akan mengikutinya, begitu juga sebaliknya.

Berdasarkan informasi tersebut, maka kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh lembaga keuangan syariah dalam mengenalkan dan mempromosikan produk-produknya. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh AC Nielson Frontier mengenai karakteristik konsumen Indonesia yang suka berkumpul dan agamis, maka strategi promosi ini akan cukup efektif mengingat pengajian adalah sebagai sentral kegiatan rutin di masyarakat dan ulama merupakan panutan sentral masyarakat Battuwinangun.

B. Pandangan Pengusaha Perkebunan Karet Desa Battuwinangun Terhadap

Bank Syariah

(48)

penulis lakukan di desa Battuwinganun, penulis memperoleh informasi sebagai berikut:

Tabel 4.8

Mengenai pemahaman terhadap fatwa MUI tentang bunga bank haram No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase

1 Tahu 21 16.15

2 Sedikit Tahu 63 48.46

3 Tidak Tahu 46 35.39

Jumlah 130 100

Soal: Apakah anda tahu mengenai fatwa MUI tentang haramnya bunga bank? Pengetahuan mengenai fatwa MUI tentang haramnya bunga bank merupakan hal penting dalam mengetahui bagaimana pandangan responden terhadap bank syariah. Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 130 responden yang menyatakan mengetahui adalah 16.15%, sedangkan yang menyatakan sedikit mengetahui adalah 48.46%, dan yang menyatakan tidak mengetahui 35.39%

(49)

Tabel 4.9

Mengenai pengetahuan tentang bank syariah

No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase

1 Tahu 7 5.38

2 Sedikit Tahu 88 67.69

3 Tidak Tahu 35 26.93

Jumlah 130 100

Soal: Apakah anda tahu tentang bank syariah?

Sedangkan untuk pengetahuan tentang bank syariah, informasi yang penulis peroleh cukup beragam. Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa responden yang mengetahui tentang bank syariah adalah 5.38%, untuk responden yang sedikit mengetahui adalah 67.69, dan 26.93% adalah responden yang tidak mengetahui.

Tabel 4.10

Mengenai nilai keberkahan dalam menjalankan aktifitas ekonomi No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase

1 Sangat Penting 86 66.15

2 Penting 44 33.85

3 Kurang Penting 0 0

4 Tidak Penting 0 0

Jumlah 130 100

Soal Apakah nilai keberkahan adalah penting dalam menjalankan aktifitas ekonomi?

(50)

Dengan demikian maka dapat diketahui bahwa nilai keberkahan dalam usaha merupakan hal yang cukup diperhatikan oleh responden. Berdasarkan informasi tersebut menunjukkan bahwa responden adalah masyarakat yang cukup religius.

Sebagai konsumen yang kental dengan nilai-nilai keagamaan, apalagi didukung oleh fatwa MUI mengenai keharaman bunga bank. Maka seyogyanya konsumen cenderung memilih perbankan syariah sebagai mitra usaha para pengesaha perkebunan karet di Battuwinangun. Namun dalam kenyataannya sedikit sekali yang telah menjadikan perbankan sayariah sebagai mitra usaha mereka.

Tabel 4.11

Sikap responden setelah mengetahui tentang bank syariah No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase

1 Sangat Setuju 7 5.38

2 Setuju 123 94.62

3 Kurang Setuju 0 0

4 Tidak Setuju 0 0

Jumlah 130 100

Soal: Setelah mengetahui tentang ekonomi syari’ah apakah bapak akan menjadi nasabah di bank syariah?

(51)

Namun demikian dalam jawabannya responden yang menyatakan setuju tetap mensyaratkan jika bank syariah lebih menguntungkan.

Dari keterangan di atas menunjukkan bahwa walaupun responden adalah masyarakat yang religius, dalam pengambilan keputusan untuk memilih produk cenderung tetap berpikir rasional. Sehingga produk yang menguntungkan tetap menjadi pertimbangan dan motivasi dasar dalam memilih suatu produk.

C. Kendala Pengusaha Perkebunan Karet Rakyat Untuk Menggunakan Produk Pembiayaan Bank Syariah

Pada bagian ini penulis akan memaparkan mengenai kendala penggunaan produk pembiayaan modal kerja bank syariah oleh para pengusaha perkebunan karet di Battuwinangun. Berikut informasi yang penulis peroleh dari penelitian di desa Battuwingaun:

1. Minimnya pengetahuan mengenai produk bank syariah dan pengalaman menggunakan jasa bank syariah.

Berikut data yang penulis peroleh di lapangan mengenai pengetahuan responden terhadap produk pembiayaan modal kerja pada bank syariah.

Tabel 4.12

Mengenai pengetahuan dan penggunaan produk pembiayaan modal kerja No Keterangan Pernah Tidak Pernah Frekuensi

1 Tahu 4 (3.08%) 1 (0.77%) 5

2 Tidak Tahu 0 125 (96.15%) 125

(52)

Soal: Apakah anda tahu tentang produk pembiayaan murabahah pada bank syariah?

Apakah anda pernah menggunakan produk pembiayaan murabahah

pada bank syariah?

Berdasarkan data tersebut diperoleh informasi bahwa dari 130 responden, hanya 4 orang (3.08%) responden yang tahu dan pernah menggunakan produk pembiayaan modal kerja pada bank syariah, 96.15% (125 orang) menyatakan tidak tahu dan tidak pernah, sedangkan 1 orang (0.77%) menyatakan tahu tapi tidak pernah menggunakan produk pembiayaan tersebut.

Sebagaimana di jelaskan dalam bab II bahwa informasi dan pengetahuan konsumen merupakan faktor penting yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam memilih dan mengkonsumsi suatu produk. Maka minimnya pengetahuan dan informasi yang dimiliki pengusaha perkebunan karet Battuwinangun tentang produk murabahah pada bank syariah di desa Battuwinangun berpengaruh juga kepada minimnya mereka menggunakan jasa bank syariah.

(53)

Informasi lain yang penulis temukan, yaitu ternyata responden yang telah menggunakan jasa pembiayaan bank syariah lebih mengenal dan menyebut produk pembiayaan tersebut dengan produk kredit/pinjaman bank syariah, bukan pembiayaan murabahah.

Berikut data yang penulis peroleh di lapangan mengenai pengalaman masyarakat Battuwinangun dalam menggunakan jasa bank syariah.

Tabel 4.13

Mengenai pengalaman dalam menggunakan jasa bank syariah

No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase

1 Selalu 2 1.54

2 Sering 2 1.54

3 Jarang 9 6.92

4 Tidak Pernah 117 85.39

Jumlah 130 100

Soal: Apakah anda pernah menggunakan jasa atau berhubungan dengan bank syariah?

Tabel tersebut menjelaskan bahwa dari 130 responden terdapat 1.54% yang menyatakan selalu menggunakan jasa bank syariah, 1.54% yang menyatakan sering, 6.92% yang menyatakan jarang, dan 85.39% yang menyatakan tidak pernah.

(54)

pembelajaran konsumen tentang suatu produk. Pengalaman inilah yang akan menentukan apakah seorang konsumen akan kembali mengkonsumsi produk tersebut atau beralih ke produk lain.

Kemudian penulis memberikan beberapa pertanyaan tambahan terhadap responden yang pernah menggunakan jasa bank syariah tersebut untuk menggali informasi mengenai produk yang digunakan dan alasan menggunakan jasa syariah dan produk apa yang digunakannya. Dari pertanyaan tersebut, penulis memperoleh informasi sebagai berikut:

Tabel 4.14

Mengenai produk bank syariah yang digunakan

No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase

1 Tabungan 7 33.33

2 Tabungan Mabrur 12 57.14

3 Murobahah 2 9.52

Jumlah 21 100

Soal: Produk apa yang anda gunakan dalam bank syariah?

Dari tabel di atas menjelaskan bahwa mayoritas produk bank syariah yang digunakan oleh responden yang pernah menggunakan jasa bank syariah adalah tabungan haji (57.14%), kemudian tabungan (33.33%), sedangkan produk pembiayaan murabahah hanya 2 orang (9.52%).

(55)

Tabel 4.15

Mengenai alasan menggunakan jasa bank syariah

No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase

1 Sesuai dengan Syariah 4 19.05

2 Dianjurkan Oleh Tokoh/Ulama 1 4.76

3 Ikut-Ikutan 11 52.38

4 Lebih Menguntungkan 5 23.81

Jumlah 21 100

Soal: Apakah alasan anda untuk menggunakan jasa bank syariah?

Dari tabel tersebut diperoleh informasi bahwa mayoritas reponden menggunakan bank syariah karena alasan ikut-ikutan yaitu 52.38%, kemudian karena alasan lebih menguntungkan 23.81%, dan dianjurkan oleh tokoh/ulama 4.76%, sedangkan untuk alasan karena sesuai syariah hanya 19.05%.

Adapun rincian dari informasi diatas yaitu 11 responden yang menjawab ikut-ikutan adalah responden yang menggunakan produk tabungan mabrur, 4 responden yang menggunakan produk tabungan syariah mandiri menjawab karena sesuai syariah, dan 5 responden yang terdiri dari 2 responden yang menggunakan produk murabahah dan 3 responden menggunakan produk tabungan syariah mandiri menjawab lebih menguntungkan.

(56)

tokoh sangatlah penting dalam mempengaruhi keputusan responden dalam memilih suatu produk.

Sedangkan responden yang menggunakan produk pembiayaan

murabahah beralasan bahwa pembiayaan bank syariah lebih menguntungkan dibandingkan bank lain. Persepsi tingkat kepuasan ini terbangun setelah responden mencoba barbagai produk yang ditawarkan oleh bank-bank konvensional lainnya.

Dari wawancara yang penulis lakukan terhadap responden yang telah menggunakan jasa pembiayaan pada bank syariah. Penulis memperoleh informasi bahwa mereka merasa puas dengan pelayanan dan produk yang diberikan oleh bank syariah, baik kepuasan terhadap produknya yang dianggap lebih menguntungkan, juga kepuasan terhadap keramahan sikap yang ditunjukkan oleh para pegawai bank syariah kepada nasabahnya. Dan penilaian ini terbentuk berdasarkan pengalaman-pengalaman mereka setelah menggunakan berbagai jasa perbankan, baik bank konvensional maupun bank syariah.

(57)

Faktor lain yang menyebabkan minimnya pengetahuan dan penggunaan pengusaha perkebunan karet terhadap produk pembiayaan modal kerja syariah adalah disebabkan terlalu pilah-pilihnya pihak bank syariah dalam menawarkan produk pembiayaan kepada pengusaha perkebunan karet di desa Battuwinangun. Hal ini sangat berbeda dengan bank konvensional yang cenderung lebih berani dalam menawarkan produk kreditnya. Sehingga produk kredit bank konvensional lebih dikenal dan menjadi pilihan mayoritas pengusaha perkebunan karet rakyat di Battuwinangun.

Selain itu, penulis juga mengkaji profil dari responden yang telah menggunakan produk pembiayaan murabahah. Dari data profil tersebut penulis memperoleh informasi bahwa responden yang telah menggunakan produk pembiayaan murabahah memiliki lahan diatas 5 hektar dengan tingkat produksi rata-rata diatas 1 ton perbulan dan penghasilan bersih rata-rata perbulan diatas 4 juta dalam setiap bulannya.

(58)

Berikut informasi yang penulis peroleh mengenai sosialisasi yang dilakukan oleh bank syariah di Battuwinangun

Tabel 4.16

Mengenai sosialisasi tentang bank syariah di Battuwinangun

No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase

1 Pernah 3 2.31

2 Tidak Pernah 127 97.69

Jumlah 130 100

Soal: Apakah di daerah anda pernah ditawari atau dilakukan sosialisasi tentang bank syariah?

Berdasarkan tabel tersebut diperoleh informasi bahwa mayoritas dari 130 responden menyatakan bank syariah belum pernah melakukan sosialisasi produk di Battuwinangun yaitu 97.69%, sedangkan 2.31% menyatakan pernah. Dari jawaban tersebut kemudian penulis mengakaji ulang dan diperoleh informasi bahwa ketiga orang tersebut ternyata responden yang ditawarkan langsung oleh pihak bank syariah untuk mengambil pembiayaan murabahah.

(59)

2. Anggapan kesamaan sistem operasional bank syariah dengan bank konvensional

Berikut data yang penulis peroleh mengenai pandangan responden terhadap kesamaan sistem operasional bank syariah dengan bank konvensional.

Tabel 4.17

Pandangan responden terhadap kesamaan sistem operasional bank syariah dengan bank konvensional

No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase

1 Sangat Setuju 0 0

2 Setuju 104 80

3 Kurang Setuju 28 21.54

4 Tidak Setuju 8 6.16

Jumlah 130 100

Soal: Ada pendapat yang mengatakan bahwa dalam prakteknya bank syariah tidak ada bedanya dengan bank konvensional, bagaimana menurut anda?

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar responden masih beranggapan pada prakteknya bank syariah sama dengan bank konvensional. Hal ini terlihat dari 80% yang menyatakan setuju, 21.54% menyatakan kurang setuju dan hanya 6.16% yang menyatakan tidak setuju.

(60)

bank syariah, namun kenyataannya informasi yang mereka miliki tentang bank syariah masih terbatas.

Selain itu, persepsi di atas juga terjadi karena belum adanya keberpihakan dari ulama atau tokoh masyarakat setempat terhadap bank syariah. Selain itu, sepertinya terjadi perbedaan faham dan persepsi antara ulama setempat dengan bank syariah. Bahkan sepertinya terjadi saling menyalahkan antara pihak bank syariah dan ulama setempat.

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan dengan ulama setempat menunjukkan bahwa ulama setempat masih beranggapan praktek bermuamalah yang dilakukan oleh bank syariah belum sesuai dengan prinsip syariah, karena dianggap sama saja dengan kredit bank konvensional.

Alasan ini karena ulama tersebut menemukan fakta lapangan yang menunjukkan bahwa pembiayaan syariah pada prakteknya masih sama dengan kredit konvensional yang memberikan pembiayaan dalam bentuk pinjaman uang yang dalam pembayarannya disyaratkan tambahan dari modal yang dipinjam. Karena pandangan tersebutlah ulama setempat masih enggan untuk ikut membantu mengenalkan dan mempromosikan ekonomi syariah yang dipraktekkan oleh bank syariah melalui kegiatan-kegiatan keagamaan, seperti pengajian, silaturrahim, dan sebagainya.

(61)

ternyata menguatkan apa yang ditemukan oleh ulama mengenai praktek pembiayaan oleh bank syariah di lapangan. Yaitu bank syariah tidak memberikan 100% yang dibutuhkan oleh nasabah. Sehingga praktek ini dianggap sama dengan bank konvensional yang memberikan pinjaman uang kepada nasabah dengan mensyaratkan tambahan dalam pengembaliannya.

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh nasabah yang pernah menggunakan pembiayaan murabahah bahwa bank syariah tidak memberikan seluruh dana yang dibutuhkan oleh nasabah. Namun hanya 75 – 80% dari dana yang dibutuhkan oleh nasabah. Pernyataan ini juga senada yang disampaikan oleh bagian markating bank syariah mandiri dalam wawancara tidak resmi yang penulis lakukan.

Namun di sisi lain, pihak bank syariah Baturaja pun menyatakan bahwa hambatan yang sering ditemui dalam mengembangkan dan memasyarakatkan bank syariah adalah minimnya pemahaman masyarakat terutama dari pihak ulama sendiri yang justru malah “mengecibir” bank syariah.

3. Masih banyaknya berkas pengajuan kredit yang tetap ditahan oleh pihak bank konvensional walaupun pinjaman telah lunas, dan bahkan dalam pengambilannya cenderung dipersulit.

(62)

dan jaminan kredit nasabah. Sehingga ketika nasabah telah lunas kreditnya, berkas kredit tetap tidak diberikan dan disimpan di bank. Adapun alasan yang disampaikan oleh pihak bank adalah untuk mempermudah jika suatu saat bapak atau ibu mengajukan permohonan kredit kembali.

Pada dasarnya strategi ini memang banyak digunakan oleh lembaga keuangan dalam mempertahankan nasabah pembiayaannya agar tidak pindah ke bank lain. Sehingga akibatnya adalah sampai saat ini guna memenuhi kebutuhan modal kerjanya, pengusaha perkebunan karet rakyat di Battuwinangun akan kembali mengajukan kepada bank konvensional mengingat berkasnya masih tertahan di bank tersebut.

4. Masih banyaknya respon negatif terhadap fatwa MUI tentang haramnya bunga bank.

Tabel 4.18

Pandangan responden terhadap fatwa MUI tentang bunga bank menurut pendidikan keagamaan

No Keterangan Pernah Tidak Pernah Distribusi Frekuensi

1 Sangat Setuju 0 0 0

2 Setuju 31 (23.85%) 9 (6.92%) 40 3 Kurang Setuju 43 (33.08%) 25 (19.23%) 68 4 Tidak Setuju 4 (3.08%) 18 (13.85%) 22

Jumlah 130

(63)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden bersebrangan dengan fatwa MUI tentang haramnya bunga bank. Hal ini tampak dari 52.31% responden menyatakan kurang setuju dan 16.92% yang menyatakan tidak setuju, sedangkan yang setuju terhadap fatwa MUI hanya 30.77%.

Namun jika dilihat dari pengalaman pendidikan keagamaan responden pada tabel di atas, tidak menunjukkan bahwa pendidikan keagamaan memiliki pengaruh terhadap pandangan responden terhadap keharaman bunga sebagaimana difatwakan oleh MUI. Dari informasi yang penulis peroleh lebih lanjut, terdapat beberapa alasan responden berpandangan seperti di atas.

Responden yang menyatakan kurang setuju dan tidak setuju terhadap fatwa MUI mengenai haramnya bunga bank adalah selain belum adanya himbauan dari ulama setempat untuk memilih bank yang berdasarkan syariah, karena mereka menganggap bahwa penerapan bunga oleh bank adalah hal yang wajar. Menurut mereka, dengan adanya bunga maka bank bisa menggaji karyawan-karyawannya. Sedangkan responden yang menyatakan setuju adalah karena mereka hanya mengikuti apa yang disepakati oleh ulama melalui MUI, tanpa ada pertimbangan lain.

5. Belum adanya dukungan dari ulama setempat terhadap perkembangan bank syariah di Battuwinangun.

(64)

pelaksanaan bank syariah yang belum sesuai dengan syariah. Penulis pun melakukan wawancara secara khusus kepada ulama Battuwinangun mengenai pandangannya terhadap bank syariah.

Dari wawancara tersebut, diperoleh informasi bahwa ulama setempat memang belum menunjukkan keberpihakannya terhadap bank syariah. Sikap ini diambil karena ulama menilai bank syariah belum memenuhi kriteria syariah. Hal ini diperkuat dari temuan ulama di lapangan mengenai adanya kesamaan dalam praktek pembiayaan murabahah dengan kredit bank konvensional, yaitu sama-sama dalam bentuk uang yang pembayarannya diangsur dan nilainya akan lebih besar dari modal yang diberikan oleh bank.

Alasan ulama atas belum terpenuhinya kriteria syariah dalam operasional bank syariah adalah karena ulama memandang para pengelola bank syariah sendiri tidak memahami tetang hukum Islam. Alasan ini juga yang membuat ulama masih enggan untuk mensosialisasikan dan menganjurkan kepada masyarakat untuk beralih dan menggunakan jasa bank syariah.

(65)

Sebagai kelompok acuan bagi masyarakat yang religius, ulama mempunyai peranan yang sangat besar dalam mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat Battuwinangun dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi mengingat aktifnya masyarakat dalam kegiatan keagamaan (pengajian), baik mingguan, bulanan, triwulan dan tahunan.

Tabel 4.19

Tentang aktif mengikuti pengajian rutin

No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase

1 Selalu 85 65.38

2 Sering 41 31.54

3 Terkadang 4 3.08

4 Jarang 0 0

4 Tidak Pernah 0 0

Jumlah 130 100

Soal: Apakah anda aktif dalam mengikuti pengajian rutin di masyarakat? Berdasarkan data tersebut diperoleh informasi bahwa mayoritas responden aktif dalam kegiatan pengajian rutin. Dari 130 responden yang menyatakan selalu ikut pengajian rutin adalah 65.38%, sedangkan yang menyatakan sering 31.54%, dan 3.08% yang menyatakan terkadang.

Di Battuwinangun, kegiatan pengajian bukan hanya sekedar rutinitas keagamaan saja. Akan tetapi juga sebagai salah satu sarana bersilaturahmi, berbagi informasi, bahkan kebijakan-kebijakan pemerintah pun banyak yang disampaikan dalam kegiatan-kegiatan pengajian.

(66)
(67)

BAB V

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian ini mencakup dua hal pokok, yaitu:

1. Pengusaha perkebunan karet rakyat Battuwinangun pada dasarnya memiliki

respon dan pandangan yang positif terhadap sistem ekonomi yang

berdasarkan prinsip syariah sebagaimana yang diterapkan oleh bank syariah.

Hal ini mengingat masyarakat Battuwinangun adalah masyarakat yang masih

mentradisikan nilai-nilai agama Islam dalam kehidupan sehari-harinya.

2. Belum adanya kerja sama dan sosialisasi mengenai lembaga keuangan syariah

dan produk-produknya di Battuwinangun, menjadi kendala utama

terhambatnya perkembangan bank syariah di desa tersebut. Sehingga

produk-produk bank syariah yang dikenal dan digunakan oleh pengusaha perkebunan

karet rakyat di Battuwinangun masih sangat minim. Namun demikian, produk

yang dapat memberikan keuntungan tetap menjadi syarat dan pilihan.

B. Saran-Saran

Saran yang ditujukan kepada pihak lembaga keuangan syariah, ulama,

(68)

1. Untuk lembaga keuangan syariah

Mengingat minimnya pengetahuan dan informasi masyarakat

Battuwinangun mengenai jasa keuangan syariah dan produk-produknya, maka

sebaiknya bank lembaga keuangan syariah dapat lebih aktif dalam

mensosialisasikan dan menawarkan produk-produknya kepada masyarakat,

terutama produk pembiayaan modal kerja kepada pengusaha perkebunan karet

di Battuwinangun.

Mengingat penting dan besarnya peranan ulama di masyarakat,

sebaiknya lembaga keuangan syariah pun dapat lebih aktif dalam menjalin

kerjasama dengan ulama setempat. Sehingga selain kesalah fahaman dan

perbedaan pandangan dapat diminimalisir.

Selain dengan ulama, sebaiknya pihak lembaga keuangan syariah juga

dapat lebih aktif dalam membangun kerjasama dengan pihak kepemerintahan

(dishutbun). Hal ini mengingat besarnya peranan dishutbun di masyarakat

Battuwinangun.

2. Untuk ulama setempat

Mengingat peranan ulama yang cukup besar di masyarakat, maka

sebaiknya ulama pun dapat ikut berperan aktif dalam mensosialisasikan

tentang ekonomi syariah kepada masyarakat, baik melalui

pengajian-pengajian, ataupun media-media dakwah lainnya.

Selain itu, jika terjadi perbedaan pandangan hukum syariah dalam

Gambar

Tabel 4.19.Tentang aktif mengikuti pengajian rutin ..........................................
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
Tabel 3.1 Dosis Pemupukan Karet Berdasarkan Fase Pertumbuhannya
Tabel 4.1 Pendidikan formal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Grafik kurva logaritmik pada Gambar 7 tidak menunjukkan bentuk yang sama dengan grafik rating curve pada Gambar 3 tetapi nilai korelasi (R) grafik pada Gambar 7

Dari tujuh makanan yang diteliti, pisang goreng memiliki kadar lemak yang lebih tinggi daripada kadar karbohidrat dan protein dalam satu potongnya, yaitu sebesar

Berdasarkan kekuatan ikatan kovalen silang dan jenis bahan yang diekstrak, maka penerapan jenis asam maupun basa organik dan metode ekstraksi lainnya seperti lama hidrolisis,

Hasil penelitian dengan menggunakan analisis linier berganda menunjukkan bahwa dimensi pelatihan kerja yang terdiri dari variabel peserta pelatihan, instruktur pelatihan,

Sektor industri pengolahan memiliki keterkaitan ke depan relatif kuat dengan sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; listrik, gas, dan air bersih;

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Usaha budidaya ikan hias air tawar ini dirintis oleh Bapak Asep sejak tahun 2010, akan tetapi sebelum memiliki usaha sendiri beliau telah lama bekerja pada beberapa supplier ikan

Hal ini menunjukkan pembelian impulsif pada konsumen yang datang untuk membeli produk fashion Nike di store Nike Bandung tidak hanya sekedar dipengaruhi oleh emosi