• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa pemberian Bank Garansi dalam sistem syariah (Kafalah) dan pelaksanaanya pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa pemberian Bank Garansi dalam sistem syariah (Kafalah) dan pelaksanaanya pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA PEMBERIAN BANK GARANSI DALAM

SISTEM SYARIAH (KAFALAH) DAN

PELAKSANAANYA PADA

PT BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk

Skripsi diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum

Untuk memenuhi syarat-syarat memeperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

Oleh :

Erli Nuryadi

NIM : 103046128297

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

ABSTRAKSI

Krisis perekonomian yang melanda Bangsa Indonesia telah membuktikan sistem perbankan konvensional tidak tangguh. Sejak itulah menjamur bank syariah Indonesia. Layaknya bank konvensional, bank syariah pun memberikan pelayanan jasa simpanan, pinjaman dan jasa lainnya yang menunjang usaha masyarakat. Salah satu jasa pelayanan penunjang usaha ini adalah jasa bank garansi. Dalam bank syariah jasa bank garansi ini disebut kafalah.

Dalam penulisan skripsi ini yang akan menjadi pembahasan adalah mengenai jasa kafalah dengan pokok permasalahan :

1. Bagaimana ketentuan konsep jaminan pelaksanaan bank garansi yang ada di PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk?

2. Bagaimana praktek pelaksanaan pemberian Bank Garansi dalam sistem Syariah (Kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ?

3. Apakah yang menjadi kendala-kendala dalam pemberian Bank Garansi dalam sistem Syariah (Kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk?

4. Bagaimanakah penyelesaian dalam mengatasi kendala-kendala pemberian Bank Garansi dalam sistem Syariah (Kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ?

(3)

konvensional dengan kafalah terdapat beberapa perbedaan meskipun bentuk penyajiannya sama, perbedaan tersebut meliputi dasar hukum, persyaratan, pengelolaan jaminan lawan, imbalan dan kandungan riba.

Pelaksanaan pemberian kafalah di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk dilaksanakan melalui beberapa tahap yaitu tahap permohonan penerbitan kafalah. Tahap analisa pemberian kafalah kemudian keputusan pemberian kafalah, tahap pengikatan akad kafalah, dan yang terakhir penyelesaian pemberian kafalah.

Dalam pemberian kafalah di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk sering terjadi permasalahan kerancuan terhadap wanprestasi, hal ini dapat diselesaikan melalui jalan musyawarah dan masalah tidak kembalinya surat asli yang seharusnya dikembalikan kepada bank, hal ini dapat diselesaikan dengan penyegelan arsip-arsip

kafalah yang ada di bank dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Dari kelebihan kafalah

yang dimiliki, ada beberapa hal yang harus diperbaiki, yaitu penempatan kafalah

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam, pemberi segala potensi dalam diri manusia. Tuhan yang menganugrahi kehidupan dan semua fasilitasnya di bumi ini. Shalawat dan salam bagi Nabi Muhammad SAW pembawa pesan suci Al-Qu’ran, pemberi sugesti terhadap segala kebajikan. Rasul akhir jaman, suri tauladan para pejuang kebebasan. Salam sejahtera semoga tercurahkan untuk para pengikutnya yang tetap konsisten dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan.

Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis baik secara langsung atau tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini yang tidak akan mendekati kesempurnaan tanpa bantuannya. Oleh karena itu penulis memberikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

(5)

2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag, selaku Ketua Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah dan Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H selaku sekretaris Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah.

3. Bapak Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, MA. dan Bapak Dedy Nursyamsi, SH. MHum. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing, memberikan arahan, koreksi, saran, ilmu pengetahuan dan pengalamannya hingga penulisan skripsi ini terselesaikan.

4. Kepada pimpinan perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum khususnya Ibu Lilik Istiqadriyah, S.Ag, SS, Bapak Ramdani, SE, Bapak Zuhri, SIP, Farhan Mustofa, SEI. beserta staff perpustakaan utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu Penulis untuk mendapatkan buku-buku yang berkaitan dengan skripsi ini.

5. Kepada Bapak dan Ibu Dosen dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan kontribusi pemikiran Ekonomi Islam dalam perkuliahan,

6. Bapak Mochammad Andriansyah, Bapak Danni, Mbak Narti, Mas Rohim, yang telah meluangkan waktunya di tengah kesibukannya, dan terima kasih atas data yang diberikan baik input/output serta saran yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(6)

segala hal, dan semua Keluarga yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu di sini, yang telah memberikan bantuan baik moril, maupun materiil secara langsung maupun tidak langsung.

8. Semua sahabat-sahabat dalam perkuliahan Firmansyah (Kuple), Eldri (Botak), Abdi (Batu), Eqi, Aqib, Rahmat, Rahmat Gunawan (Ragun), Imam, Reva, Budi, Rahmadi, Andi odang, Agung, Izul, Hamied el Anthony, Eny, Diah, Amel, Listi, Munji, Nolita, Ina, Halimah, Icha, Santy, Nanda, Uni, Ida, Devy, Seha, serta seluruh teman-teman Muamalah Perbankan Syariah kelas C yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih untuk kehangatan persahabatannya semoga kekal dan abadi.

9. Semua sahabat-sahabatku Pondok Pesantren La-Tansa: Bang Apoy Wali, Nurjannah, Rizal, Ulil, Syahid, Ricca, serta seluruh teman-teman senasib seperjuangan yang terus memberikan berbagai macam dukungan. My Beloved Segha Band semoga jalinan ukhuwah kita terbina selamanya.

10.Untuk Orang yang selalu memberikanku semangat dalam hidupku dan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar, makasih banget neng Lela Nurmalah. 11.Untuk rekan-rekan seperjuangan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu

“Angkatan 2003” (We are definitely the best team in Faculty...”)

12.Seluruh staff dan karyawan akademik Fakultas Syariah dan Hukum.

(7)

karena itu penulis sangat memaklumi sekiranya masih banyak kritik yang dilontarkan, hal ini guna perbaikan dan penyempurnaan lebih lanjut.

Demikianlah, penulis bersyukur dapat menyelesaikan kuliah ini atas bantuan tokoh-tokoh tersebut diatas. Untuk semua ini penulis mengucapkan terima kasih, semoga Allah SWT memberikan ganjaran yang berlipat ganda dan memberkahi hidup kita semua sehingga dapat memberikan yang terbaik bagi hidup ini.

Akhir kata, semoga sekecil apapun kebaikan yang telah kita lakukan, akan menjadi investasi kekal di akhirat nanti. Amin....

Jakarta, 23 September 2008

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI... i

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR SKEMA... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ... 8

C. Studi Review Terdahulu... 9

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian... 11

E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan... 13

F. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II BANK GARANSI DALAM BANK SYARIAH (KAFALAH) A. Pengertian Umum dan dasar hukum Bank Syariah ... 17

B. Produk – produk Perbankan Syariah ... 19

C. Bank Garansi dalam Bank Konvensional ... 24

D. Bank Garansi (Kafalah) dalam Bank Syariah ... 28

BAB III GAMBARAN UMUM DAN KONSEP JAMINAN PELAKSANAAN BANK GARANSI (KAFALAH) PADA PT BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk A. Gambaran Umum PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ... 47

(9)

2. Sejarah singkat PT Bank Muamalat Indonesia,Tbk... 47

3. Visi dan Misi PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk ... 49

4. Strategi Usaha PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk... 50

5. Struktur Organisasi PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk ... 51

6. Produk dan Jasa PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk ... 52

7. Penghargaan yang diperoleh PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk ... 59

B. Konsep Jaminan Pelaksanaan Bank Garansi Di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk... 60

BAB IV PRAKTEK DAN KENDALA PELAKSANAAN BANK GARANSI PADA PT BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk A. Praktek Jaminan Pelaksanaan Bank Garansi Dalam Sistem Syariah (Kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk... 67

B. Kendala-Kendala Dan Penyelesaian Jaminan Pemberian Bank Garansi Dalam Sistem Syariah (Kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ... 76

C. Analisa Dari Penulis ... 80

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA... 89

(10)

DAFTAR SKEMA

a....Skema 1.1 ... 35 b...Skema

1.2 ... 64 c...Skema

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil Wawancara.

2. Surat Pengantar Wawancara. 3. Surat Permohonan Penelitian. 4. Surat permohonan Data.

5. Surat Keterangan Riset dari Bank Muamalat.

6. Brosur Pengajuan Penjaminan Bank Garansi Bank Muamalat.

7. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Tentang Pemberian Garansi Oleh Bank.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia sebelum mengalami keterpurukan ekonomi melakukan pembangunan yang berkelanjutan dengan faktor yang sangat mendasar yaitu faktor pendanaan. Dalam arti sejauh mana dana mampu berperan sebagai pendukung utama kegiatan pembangunan yang dilaksanakan. Bagi Indonesia dan umumnya negara-negara yang sedang membangun usaha, penghimpunan dan memang menjadi bagian yang menonjol serta memerlukan pengelolaan sebaik-baiknya. Dana didapat dari berbagai sumber baik dari dalam negeri maupun yang berasal dari bantuan luar negeri yang memang perlu ditata secara mapan disertai penyesuaian dengan pertumbuhan atau perkembangan kemajuan pembangunan agar penggunaannya tidak sia-sia.

(13)

usaha atau bisnis yang meminta jasa baik bank sebagai pihak untuk bekerja sama dalam hal dana.

Kebijakan pemerintah tentang deregulasi perbankan diakui telah banyak membawa perubahan dalam sistem manajemen perbankan nasional. Hal ini terbukti di saat krisis ekonomi terjadi mulai pertengahan Juli 1997 dimana bank-bank yang secara manajerial tidak dikelola secara profesional dan hati-hati terpaksa harus dilikuidasi, dibekukan dan diambil alih. Dari bulan Juli 1997 sampai dengan 13 Maret 1999, pemerintah telah menutup kurang lebih dari 55 bank, mengambil alih 11 bank (bank take over) dan 9 bank lainnya dibantu untuk mengambil program rekapitalisasi. Dari 240 bank yang ada sebelum krisis moneter, hanya tinggal 73 bank swasta yang dapat bertahan tanpa bantuan pemerintah (Wijaya, 2000; Arifin, 2000).

(14)

beroperasi atas dasar prinsip syariah melalui bagi hasil, tidak beroperasi atas dasar bunga /riba, gharar, dan maisyir, dan karenanya tidak mempraktekkan pemberian bunga kepada deposan maupun penarikan bunga dari para pemimpin dana/ nasabah pembiayaan.

Kedua, tidak mengalami negative spread. Hal ini terjadi karena bank Muamalat tidak memberikan bunga, dalam hal ini bagi hasil lebih besar dari yang diperoleh, melainkan revenue sharing dari hasil usaha nyata atas penyaluran dana masyarakat kepada sektor usaha yang dibiayai bank. Ketiga, tidak mengambil posisi untuk melakukan spekulasi mata uang (gharar) sehingga tidak mengalami problem NOP (net Open Position). Keempat, bertumpu pada pemilikan terhadap usaha kecil dan menengah (UKM) yang terbukti tangguh dan tahan dalam menghadapi krisis perekonomian nasional.

(15)

dengan nilai kemanusiaan dan nilai agama. Selain itu kebijaksanaan uang ketat yang masih diberlakukan untuk meredam kegiatan spekulasi terhadap valuta asing tidak memungkinkan turunnya tingkat bunga dalam waktu dekat (Antonio, 1998). Dengan spesifikasi di atas, bank syari’ah memberikan peluang kepada masyarakat luas, khususnya pengusaha kecil dan menengah untuk memperoleh pembiayaan perbankan tanpa dibebani oleh pikiran negative spread dari bunga. Dengan sistem bagi hasil, kedua belah pihak yang terlibat dalam transaksi bisnis dapat menggunakan hak preferensinya untuk menentukan kelanjutan usaha mereka. Transaksi bisnis akan berlanjut jika terjadi tawar menawar (bargaining) yang didasari atas prinsip kerelaan masing-masing kedua belah pihak1.

Dari penjelasan diatas maka dapat dilihat bahwa permasalahan menjadi rumit karena jumlah bank sakit yang diakibatkan oleh kredit macet karena bank menggunakan sistem pembungaan yang merupakan bagian dari riba yang keberadaannya sangat mencekik rakyat. Dan hal ini telah membuktikan bahwa bank konvensional telah menzalimi perekonomian rakyat. Maka haruslah dicari sistem perbankan lain untuk menggantikan sistem perbankan konvensional. Terdapat sebuah solusi untuk menggunakan sistem perbankan syari’ah yang tidak menggunakan sistem pembungaan yang dianggap telah menimbulkan banyak kerugian. Sistem perbankan syariah menggunakan sistem bagi hasil, karena menurut ajaran Islam pemberian bunga atau penerapan sistem pembungaan adalah

1

(16)

termasuk riba yang dilarang oleh ajaran Islam. Allah SWT menurunkan risalah larangan praktek riba dengan menggunakan empat tahapan, yakni 2 :

1. Allah memberikan pengertian bahwa riba tidak akan menambah kebaikan disisi Allah. Allah berfirman:

!"

#$%

&

'

)

)*

+,

-.

/

012

4

567 ,809

:; <1/= >

?@A

4

0BCDE

F GF

-H>I

J KL >@M<N&

Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Ruum : 39).

Disebut pertama karena ia turun pada periode Mekkah, sedangkan ayat-ayat lain yang berbicara tentang riba turun pada periode Madinah. Pembicaraan tentang riba pada ayat ini hanya memberi gambaran bahwa riba yang disangka orang menghasilkan penambahan harta, dalam pandangan Allah tidak benar. Yang benar zakatlah yang mendatangkan lipat ganda. Disini tidak dijelaskan bahwa riba itu dilarang. Terhadap riba yang dibicarakan dalam surat Ar-Rum ini sebagai mufassir ada yang berpendapat bahwa riba tersebut bukan riba yang diharamkan. Riba dalam ayat ini berupa pemberian sesuatu kepada orang lain

2

(17)

yang tidak didasarkan keikhlasan seperti pemberian hadiah dengan harapan balasan hadiah yang lebih besar. Ulama lain seperti Al-Alusi dan Sayyid Qutb memilih berpendapat bahwa riba dalam ayat itu adalah tambahan yang dikenal dalam muamalah sebagai yang diharamkan oleh Syar’i. kalau Sayyid Rasyid Rida menyatakan bahwa haramnya riba itu semenjak turunnya surat Ali Imran : 130, berarti ia membenarkan pendapat kelompok pertama3.

2. Allah memberikan gambaran siksa bagi Yahudi dengan salah satu karakternya suka memakan riba. Allah SWT berfirman :

O PQK!R

-:ST

UV

<W

0I

62& X 0?

.HY. ZP 

[E B

W 

@[DP

?G'

.H

]?5

.H

I

I1^_!

`ab!R0c

4

*

d,8

H

I#b e '

7

=

@1 U

fY

g

? * 

.H!h!P&8 '

$%

&

'

)

)*

`a

iE B&

!

7

j@1 k@ '

"T=

LE l-P

.HfY m

n

,b 

oNW

'

-Artinya: “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan Karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-Nisaa’ : 160-161).

3

(18)

3. Allah SWT melarang memakan riba yang berlipat ganda. Allah SWT berfirman :

0hp/ FDE /

:ST

UV

2

+q

>PKr-F

=

*LE0>@s '

*t,L0>E+Mp

Ku)

V

.H lvP0>

J < !P&L>

wlx

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imran : 130).

4. Allah melarang dengan keras dan tegas semua jenis riba. Allah SWT berfirman :

0hp/ FDE /

:ST

UV

*

Kuy

V

z

{

|}

=

J!u

* 8

"~

*

p

J!•

-.HV

>P0>&L

j {F

-O€. 0 !

4

'!

<c

J!u

.R>

.HKRZP

-z) z z

.HKR

%

&

'

+q

:; <N!P@K

+q

:

; <NZP@K>

rBƒ

-rB

(19)

Dengan turunnya ayat terakhir tentang riba tersebut, maka seharusnya dapat mengubah paradigma berfikir orang-orang beriman, untuk tidak sekali-kali berhubungan dengan riba.

Selain dari sistem pembungaan atau riba yang dilarang agama, bank syariah juga mempunnyai keunggulan berupa penerapan sistem bagi hasil yang tidak akan merugikan pihak manapun, selain itu terbukti bahwa eksistensi bank dengan sistem syariah lebih bertahan menghadapi krisis perekonomian karena bank bersistem syariah tidak tergantung pada perubahan tingkat suku bunga.

Pada bank syariah juga terdapat produk-produk jasa yang hampir sama dengan produk jasa bank pada bank konvensional, di bank bersistem syariah terdapat jasa penyimpanan atau tabungan, jasa deposito, jasa investasi, jasa peminjaman dan jasa penjaminan, seperti bank garansi yang umumnya terdapat pada bank konvensional, namun dalam hal ini pemberian bank garansi yang diberikan oleh bank bersistem syariah tentu memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan pemberian bank garansi dalam bank bersistem konvensional. Apa dan bagaimana bank garansi dalam sistem perbankan syariah inilah yang kemudian akan menjadi bahasan dalam skripsi dengan mengambil contoh dari pelaksanaan bank garansi di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk selaku bank yang bersistemkan syariah.

(20)

Syariah (Kafalah) Dan Pelaksanaanya Pada PT. Bank Muamalat Indonesia,

Tbk”.

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini pembahasan akan dibatasi pada analisa mengenai pemberian bank garansi dalam bank bersistem syariah dan pelaksanaanya di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :

4. Bagaimana ketentuan konsep jaminan pelaksanaan bank garansi yang ada di PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk?

5. Bagaimana praktek pelaksanaan pemberian bank garansi dalam sistem syariah (kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk?

6. Apakah yang menjadi kendala-kendala dalam pemberian bank garansi dalam sistem Syariah (kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk?

7. Bagaimanakah penyelesaian dalam mengatasi kendala-kendala pemberian bank garansi dalam sistem syariah (kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk?

C. Studi Review Terdahulu

(21)

Winiati, mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2004.

Menurut penulis dalam penulisan skripsinya bahwa kafalah menurut syariah Islam adalah menggabungkan, sekaligus atau menjamin. Adapun dalam sistem perbankan syariah prinsip kafalah dapat diaplikasaikan dalam bentuk pemberian jaminan, salah satunya adalah pada produk jasa bank.

Secara umum aplikasi kafalah pada praktek bank garansi di Bank Syariah tidak bertentangan dengan prinsip syariah Islam. Didalam pembahasan yang ada pada skripsi tersebut adalah :

1. Bagaimana teori kafalah dalam prespektif hukum Islam ?

2. Bagaimana konsep dan operasional kafalah pada praktek garansi bank dalam perbankan syariah ?

3. bagaimana tinjauan hukum Islam tentang kafalah, khususnya pada praktek garansi bank di bank BNI Syariah ?

Konsep Al-Kafalah Dalam Bank Syariah dan Bank Garansi pada Bank Konvensional (studi perbandingan terhadap sistem jasa pelayanan pada lembaga perbankan), oleh Nur Arifiah mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2005.

(22)

pelaksanaanya, dimana pada kafalah mengacu pada Al-Qur’an dan Hadits, serta Ijma para ulama.

Tinjauan umum pelaksanaan penerbitan bank garansi pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk, oleh Enggar Aries Setyowati mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jakarta tahun 2004.

Menurut penulis didalam pelaksanaan penerbitan bank garansi harus menilai dengan 5 C (character, capacity, capital, collateral, condition of economic), pemberian bank garansi pada nasabah mengandung suatu tingkat risiko tertentu. Didalam pemberian bank garansi kepada terjamin dituntut untuk menyediakan kontra jaminan sebagai tindakan dalam rangka memperkecil risiko yang dihadapi.

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Penulisan skripsi ini mempunyai tujuan umum dan khusus, antara lain : 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan dan memberi penjelasan serta pengetahuan kepada masyarakat mengenai pemberian bank garansi dalam sistem syariah. Dan memberikan analisa mengenai bank garansi dalam bank yang bersistem syariah dan penerapannya di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.

(23)

Selain dari tujuan umum diatas, penulisan skripsi inipun mempunyai tujuan khusus yang hendak dicapai oleh penulis, antara lain :

a Untuk mengetahui bagaimana ketentuan konsep jaminan pelaksanaan bank garansi yang ada di PT Bank Muamalat Indoneia, Tbk.

b Untuk mengetahui bagaimana praktek pelaksanaan pemberian bank garansi dalam sistem syariah (kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.

c Untuk mengetahui kendala-kendala dalam pemberian bank garansi dalam sistem syariah (kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.

d Untuk mengetahui bagaimanakah penyelesaian dalam mengatasi kendala-kendala pemberian bank garansi dalam sistem syariah (Kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini antara lain :

a. Bagi penulis, dapat menambah pengetahuan membandingkan hasil yang diterima pada waktu perkuliahan secara klasikal dengan pada saat aplikasi ekonomi islam, serta memberikan nuansa baru tentang bagaimana cara membuat karya ilmiah yang baik.

b. Kepada Bank, dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam proses yang telah dilaksanakan dan dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran untuk kemudahan dalam transaksi bank garansi dalam sistem syariah kafalah

(24)

c. Secara Akedemisi penulisan skripsi ini juga merupakan wujud dari tanggungjawab penulis pada Fakultas Syariah Jurusan Muamalah dalam rangka untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Starata Satu (S1) Ekonomi Islam. dan sebagai rujukan dan referensi untuk penulisan skripsi berikutnya.

d. Bagi pihak lain, dapat juga digunakan sebagai informasi dan sumber ilmu pengetahuan serta memberikan gambaran proses dan prosedur bank garansi dalam sistem syariah kafalah, dan diharapkan juga akan memberikan kemudahan untuk masyarakat yang belum mengetahui produk kafalah secara syariah.

E. Metode Penelitian Dan Teknik penelitian

Menurut Robert Bogdan dan Steven J. Taylor, yang dimaksud dengan metodologi penelitian ilmiah adalah : “The process, principles and procedures by which approach problems and seek answers. In the social sciences the term applies to how one conducts research”4. Metodologi pada hakekatnya berusaha untuk memberikan pedoman tentang cara-cara seseorang ilmuwan untuk mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya. Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian ialah usaha untuk untuk menghimpun serta menemukan hubungan-hubungan yang ada antara fakta-fakta yang diamati secara seksama.

4

(25)

Apabila dikaitkan dengan ilmu pengetahuan Jenis penelitian penulisan skripsi ini yang utama adalah Field Research ialah penelitian lapangan langsung kepada objek penelitian ialah PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Selain itu juga dilakukan penelitian Library Research ialah studi pustaka yang berkaitan dengan objek penulisan atau penelitian terutama tentang Bank garansi pada sistem Perbankan Syariah5.

Adapun jenis data yang dikumpulkan adalah Data Kualitatif ialah data yang disuguhkan dalam bentuk dua parameter “abstrak”, atau data yang tidak didasarkan dalam angka-angka (Kuantitatif)6.

Sedangkan teknik Pengumpulan data dilakukan dengan :

1. Wawancara, adalah suatu proses tanya jawab lisan, dimana 2 orang atau lebih berhadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengar dengan telinga sendiri dari suaranya7.

2. Studi Dokumentasi, menurut Irawan (2000; 70), studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang ditujukan kepada subyek penelitian8.

5

Wawancara pribadi dengan Pak Dedy Nursyamsi. Tangerang, 18 Maret 2008.

6

Boediono dan Wayan Koster, Teori Dan Aplikasi: Statistika dan Probabilitas (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 6.

7

Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula

(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004), h. 88.

8

(26)

Penyajian data dilakukan dengan diskriptif kualitatif, artinya data kualitatif yang diperoleh dengan secara dokumentasi. Sedangkan analisa data, dilakukan dengan analisa content, analisa data yang didasarkan data yang terkait dengan obyek penelitian9.

Teknik penulisan berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Tahun 2007 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan penulisan dan memahami isi penelitian sebagaimana gambaran diatas, penulis mencoba mengaplikasikan bahasan dalam bentuk tulisan yang sistematis sebagai berikut :

BAB

I Pembahasan diawali dengan pendahuluan yang menguraikan argumentasi seputar signifikasi studi ini. Selain itu, pendahuluan diisi dengan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan teknik penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II Selanjutnya pembahasan diarahkan kepada bank garansi dalam bank syariah (kafalah) yang mencakup tentang :

9

(27)

pengertian umum dan dasar hukum bank syariah, produk – produk perbankan syariah, bank garansi dalam bank konvensional, bank garansi (kafalah) dalam bank syariah.

BAB III Gambaran umum dan konsep jaminan pelaksanaan bank garansi (kafalah) pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk menguraikan tentang: Gambaran umum PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk: Lokasi riset, sejarah singkat, visi dan misi, strategi usaha, struktur organisasi, produk dan jasa, serta penghargaan yang diperoleh PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Konsep jaminan pelaksanaan bank garansi di PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk.

(28)
(29)

BAB II

BANK GARANSI DALAM BANK SYARIAH (KAFALAH)

G. Pengertian Umum Dan Dasar Hukum Bank Syariah

Keterpurukan ekonomi Bangsa Indonesia yang mulai terlihat pada tahun 1997 adalah disebabkan banyak faktor. Satu diantaranya adalah faktor keterpurukan perbankan Indonesia seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Pada saat itu bank yang berjatuhan adalah bank dengan sistem konvensional. Sehingga banyak terjadi ketidakpuasan terhadap sistem perbankan konvensional maka terdapat beberapa pemikiran para pakar perbankan untuk mencari sistem perbankan yang lebih baik. Dan pilihannya jatuh pada sistem perbankan syariah. Yang dianggap paling tangguh menghadapi krisis moneter saat itu.

(30)

menerapkan sistem ekonomi Islam salah satu cara yang efektif adalah dengan mendirikan perbankan syariah atau perbankan Islam.

Bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam atau bank yang tata cara beroperasinya mengacu pada ketentuan Al-Quran dan Hadits10. Di sinilah kemudian perbankan syariah harus menjadi alternatif bahkan solusi bagi perkembangan pembangunan ekonomi nasional. Dasar pemikiran terbentuknya bank dengan prinsip syariah ini adalah bersumber dari adannya pelarangan riba dalam Al-Quran dan Hadits, seperti yang disebutkan dalam bab sebelumnya. Walaupun institusi bank ini tidak dikenal dalam kosakata fiqih Islam, pada masa Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, maupun Bani Abbas telah melakukan praktek-praktek yang tergolong sebagai fungsi perbankan. Fungsi-fungsi itu seperti menerima deposit, menyalurkan dana dan transfer dana yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah. Jelas bahwa pada zaman Rasulullah SAW telah terdapat individu-individu yang melaksanakan fungsi perbankan. Berdasarkan kenyataan ini dan dari adanya ketentuan-ketentuan dalam Al-Quran dan Hadits yang melarang pemungutan riba dan menyerukan agar umat manusia saling bekerjasama dengan jalan yang halal, maka para pemikir Islam mencoba menggali dan mengkaji sebuah konsep perbankan Islam yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah sehingga terciptalah sistem perbankan Islam atau syariah yang bertitik tolak dari ketentuan-ketentuan Al-Quran dan

10

(31)

Hadits serta fungsi-fungsi perbankan kuno yang dijalankan oleh Rasulullah dan sahabat-sahabatnya.

H. Produk – produk Perbankan Syariah

Menurut Adiwarman Karim, pada dasarnya produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu 11: 1. Produk Penyaluran Dana (financing), 2. Produk Penghimpunan Dana (funding), 3. Produk Jasa (service).

Dibawah ini akan dijelaskan produk-produk yang ditawakan perbankan syariah diatas.

1. Penyaluran Dana, dalam penyaluran dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunannya, yaitu 12:

a. Pembiayaan dengan prinsip jual beli (ba’i), prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adannya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas nama barang yang dijual. Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yaitu :

11

Ir. Adiwarman A Karim, SE, MBA, MAEP, Bank Islam Analisis Fiqih dalam Keuangan, edisi ketiga (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.2007), h.97.

12Ibid

(32)

1) Pembiayaan Murabahah adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannnya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin). 2) Pembiayaan Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang

diperjual belikan belum ada. Oleh karena itu,barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan tunai.

3) Pembiayaan Istishna, menyerupai produk Salam, tapi dalam

Istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran.

b. Pembiayaan dengan prinsip sewa (Ijarah), transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang pada

ijarah objek transaksinya adalah jasa.

c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (syirkah), produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah,

(33)

bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud.

2) Pembiayaan Mudharabah, adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.

d. Pembiayaan dengan akad pelengkap, untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tapi ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Uraian berikut ini akan membahas akad-akad pelengkap, antara lain :

1) Hiwalah (alih utang-piutang) adalah untuk membantu supplier

mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.

2) Rahn (gadai), adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.

3) Qardh, adalah pinjaman uang.

(34)

5) Kafalah (garansi bank), garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran.

2. Produk Penghimpunan Dana, penghimpunan dana di bank syariah dapat berupa giro, tabungan dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan

mudharabah. Antara lain 13:

a Prinsip wadi’ah, prinsip wadi’ah yang diterapkan disini adalah wadi’ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadi’ah dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah

prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi, sedangkan wadi’ah dhamanah pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.

b Prinsip mudharabah, dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpanan atau deposan bertindak sebagai sahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan murabahah atau ijarah seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula tersebut digunakan bank untuk melakukan mudharabah kedua. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal bank menggunakannya

13Ibid

(35)

untuk melakukan mudharabah kedua, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi.berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi dua yaitu : 1) Mudharabah Mutlaqah (URIA), tidak ada pembatasan bagi bank

dalam menggunakan dana yang dihimpun.

2) Mudharabah Muqayyadah (RIA), dibagi menjadi dua jenis, yaitu a) Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet, jenis mudharabah ini

merupakan simpanan khusus (restricted investment) di mana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, atau disyaratkan digunakan dengan akad tertentu atau untuk nasabah tertentu.

b) Mudharabah Muqayyadah of Balance Sheet, jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari bisnis (pelaksana usaha).

3. Jasa Perbankan, selain menjalankan fungsinya sebagai intermediasi

(36)

berbagi pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa tersebut berupa 14:

a Sharf (Jual Beli Valuta Asing), pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.

b Ijarah (Sewa), jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian). Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.

I. Bank Garansi Dalam Bank Konvensional

Dalam dunia usaha, modal merupakan hal mutlak yang diperlukan untuk berbagai tahapan kegiatan. Modal dalam bentuk uang dapat diberikan dalam bentuk uang tunai, ataupun juga bisa melalui jaminan dalam bentuk surat berharga. Terkadang pengusaha lebih memilih menggunakan surat berharga, karena untuk memperoleh uang tunai bukanlah hal yang mudah. Surat-surat berharga tersebut dapat dijadikan jaminan untuk membiayai suatu usaha atau proyek. Jaminan semacam ini biasanya diberikan oleh bank dengan catatan terlebih dahulu agar nasabah menyediakan jaminan lawan dimana besarnya jaminan lawan biasanya melebihi nilai proyek yang dijaminkan. Hal ini dilakukan

14Ibid

(37)

guna menjamin nasabah apabila akan mengerjakan proyek. Jaminan yang diberikan nasabah memiliki sejumlah uang sehingga si pemberi proyek akan merasa yakin tidak akan dirugikan jika proyeknya dijalankan oleh si pengusaha tersebut. Jaminan ini dikenal dengan nama Bank Garansi15.

Jadi dapat disimpulkan pendapat Kasmir SE MM diatas bahwa pengertian dasar dari bank garansi adalah merupakan jaminan pembayaran yang diberikan oleh bank kepada suatu pihak, baik perorangan maupun perusahaan atau badan dalam bentuk surat jaminan16.

Pemberian jaminan ini maksudnya adalah bahwa bank menjamin akan memenuhi (membayar) kewajiban-kewajiban dari pihak yang dijaminkan kepada pihak yang menerima jaminan apabila yang dijaminkan di kemudian hari ternyata tidak memenuhi kewajiban kepada pihak lain sesuai dengan yang diperjanjikan atau cidera janji.

Bank Garansi terdapat pada beberapa peraturan antara lain pada Undang-undang nomor 13 tahun 1968 Tentang Bank Sentral Bab XI Pasal 41 ayat 6 menyatakan bahwa bank memberikan jaminan bank dengan tanggungan yang cukup. Hal yang sama pun disebutkan dalam UU Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Pokok-pokok Perbankan Bab V Pasal 23 ayat 7. Namun kedua Undang-undang ini tidak berlaku lagi dan telah diganti dengan Undang-undang nomor 7 tahun

15

Kasmir, SE., MM, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), Cet. 1, h.194.

16Ibid

(38)

1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan yang kemudian diubah dengan melakukan penambahan pada Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-undang nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Tetapi dalam ketiga undang-undang ini pun tidak menjelaskan secara rinci tentang bank garansi. Undang-undang ini hanya menyebutkan tentang jaminan, itupun sepintas saja. Penjelasan secara rinci mengenai bank garansi ini dijelaskan pada peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 11/ 110/ Kep./ Dir Tentang Pemberian Jaminan Oleh Bank dan Pemberian Jaminan Oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank. Menurut Surat Keputusan ini, jaminan tidak hanya diberikan oleh bank tetapi juga oleh lembaga keuangan bukan bank, maka berdasarkan pasal 1 pada surat keputusan tersebut dapat diketahui beberapa hal tentang jaminan yang dimaksud antara lain17 :

1. Jaminan adalah berbentuk warkat yang diterbitkan oleh Bank atau lembaga keuangan bukan bank yang menimbulkan adanya kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima jaminan apabila yang dijamin melakukan wanprestasi atau cidera janji.

2. Jaminan ini dilakukan dengan penandatanganan surat berharga dimana surat berharga tersebut menimbulkan kewajiban membayar bagi bank atau lembaga keuangan bukan bank apabila pihak yang dijamin melakukan cidera janji.

17

(39)

3. Jaminan ini adalah jaminan yang terjadi karena adanya perjanjian bersyarat sehingga dapat menimbulkan kewajiban finansial bagi bank atau lembaga keuangan bukan bank.

Pada Pasal 2 ayat 1 surat keputusan ini menyebutkan bahwa18 pemberian jaminan sebagaimana dimaksud pada pasal 1 ayat 1 yang diterbitkan oleh bank adalah bank garansi. Kemudian Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia ini dicabut kemudian disempurnakan dan digantikan oleh surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/ 88/ Kep/ Dir. tanggal 18 Maret 1991 tentang Pemberian Garansi Oleh Bank. Pada surat keputusan ini disebutkan pengertian bank garansi yaitu disebut dalam pasal 1 ayat 3a yang bunyinya adalah 19:

Garansi adalah garansi dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima garansi apabila pihak yang dijamin cidera janji (wanprestasi). Kesimpulan yang dapat ditarik dari pasal-pasal dalam surat keputusan tersebut adalah bahwa pengertian bank garansi adalah suatu jaminan dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap penerima jaminan apabila terjamin melakukan wanprestasi.

18

Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia, Tentang Pemberian Jaminan Oleh Bank Dan Pemberian Jaminan Oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank, Nomor. 11/ 110/ Kep./ Dir, tanggal 28 Maret 1979, pasal 2 ayat 1.

19

(40)

J. Bank Garansi (Kafalah) Dalam Bank Syariah

1. Pengertian Kafalah

Kafalah secara etimologi berarti menjamin. Dan secara terminologi muamalah adalah mengumpulkan tanggung jawab penjamin dengan tanggung jawab yang dijamin dalam masalah hak atau hutang sehingga hak atau utang itu menjadi tanggung jawab penjamin. Kemudian dalam teknis perbankan

kafalah adalah pemberian jaminan kepada nasabah atas usahanya untuk melakukan kerjasama dengan pihak lain20.

Dan menurut Syafi’i Antonio (1999), kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung21.

Sedangkan menurut Adiwarman Karim, garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Untuk jasa-jasa ini, bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan22.

20

Muamalat Institue, Research, Training, Consulting and Publiction (Jakarta : 08/06/2007), h.32.

21

Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003), h. 31.

22

(41)

Pendapat lain juga mengatakan bahwa yang dimaksud kafalah adalah merupakan23: Jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga dalam rangka memenuhi kewajiban dari pihak yang ditanggung (makful anhu) apabila pihak yang ditanggung cidera janji atau wanprestasi.

Dengan berkembangnya perbankan syariah, kafalah dimasukkan sebagai produk pelayanan jasa perbankan. Secara teknis perbankan dapat dikatakan bahwa pihak bank memberikan jaminan kepada nasabahnya sehubungan dengan kontrak kerja atau perjanjian yang telah disepakati antara nasabah dengan pihak ketiga. Nasabah adalah penjamin. Pemberi jaminan ini memberikan kepastian dan keamanan bagi pihak ketiga untuk melaksanakan isi perjanjian atau kontrak yang telah disepakati tanpa ada rasa khawatir terjadi sesuatu dengan nasabah misalnya cidera janji untuk memenuhi prestasinya.

2. Dasar Hukum

Pemberian bank garansi dijadikan salah satu produk perbankan syariah karena bank garansi sebagai suatu bentuk jaminan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Al-Quran dan Hadits membolehkan umat manusia untuk menolong sesamanya dalam bentuk penjaminan.

23

(42)

Mengenai penjaminan dapat dilihat pada ayat-ayat Al-Quran yaitu24 : a. Surat Yusuf ayat 72 yang berbunyi adalah :

U

<1#u&L j

<n

|B!P0N&

0N

U0

?!

a …†

>

j '

?!

M W

09

Br

Artinya:”Penyeru-penyeru itu berkata: Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan Aku menjamin terhadapnya”.(QS. Yusuf: 72) b. Surat Al Ma’idah ayat 2 yang berbunyi :

j

0>

Z

!

#

&

l‡

&uˆk

+q

j

0>

Z

# & [‰

`J%

@1>&

7

Ku)

V

)J!u

V

<1/

1,V

#€

u

>&

!

r

Arti ini adalah sebagian kutipan dari Surat diatas yang menerangkan tentang Kafalah ”Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.

c. Surat Yusuf ayat 66 juga mengemukakan bahwa :

$

U

@

Š'

|c. G'

.HKR0>

7‹yŒ0?

`J >

>

*u

.

:•

4

‹A)2> -F

24
(43)

L•

?!

…q!u

J '

t

.H l!

•NZP

-Z.

 <h u

.

$

U

v

7 Z

$ Ku j

‘ab

8

RR

Artinya: ”Ya'qub berkata: Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah, bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kamu dikepung musuh". tatkala mereka memberikan janji mereka, Maka Ya'qub berkata: "Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini)”.(QS. Yusuf: 66)

Selain ketentuan dari ayat-ayat Al-Qur’an, pemberian kafalah ini berdasarkan pada beberapa Hadits, antara lain :

Hadist Nabi Riwayat Bukhari:

"#$ % %& #'(% #) %*+,%- +.% ($/( +0(ﺏ %2% %3%ﺱ (0%

%%

#4

% (+ 5ﺱ( #3

%6(7%3% 89%: ( # %%; <%= %%>+ﺏ %*+?( # (@+A %BC3%ﺱ% +'(7%3% #) DC3%: 8*+C

%E ( # %& 5F(7%G %H% %? (9%6%; % %& %E ( # %& I0(%J +'(7%3% (9%K % %%;

( # %%; L% (M# <%= %%>+ﺏ %*+?# CB#N +'(7%3% DC3%O%;

89%: +) % ( #ﺱ%- %

( # %& 5F(7%G %H% %? (9%6%; % %& (B%P%ﻥ %9(7+& I0(%J +'(7%3% (9%K % %& %6(7%3%

%6(7%3% 89%: ( # %%; +2%R+ CR +ﺏ %*+?# CB#N %6(7%3% DC3%O%; % (7+ﻥ %ﻥ%J %2%N%S%N

%; % %& %E ( # %& 5F(7%G %H% %? (9%K % %&

%2%N%S%N ( # 5& I0(%J +'(7%3% (9%6

% +'(7%3% 89%: %%J %T%& #ﺏ% % %& (B#U++V %: D%3% ( W3%: % %& % (7+ﻥ %ﻥ%J

+'(7%3% DC3%O%; #'#(%J C*%3% % +) % (

#ﺱ%X Y Z

(44)

Rasulullah, shalatkanlah ia.” Beliau bersabda : ”Apakah ia mempunyai hutang ?” Dijawab : ”ya”, Beliau bersabda : ”Apakah ia meninggalkan sesuatu ?” Mereka menjawab : ”Tiga Dinar.” Maka beliau menshalatkannya. Kemudian dibawa jenazah yang ketiga dan mereka berkata : ”Shalatkanlah ia.” Beliau bersabda : ”Apakah ia meninggalkan sesuatu ?” mereka menjawab, ”Tidak !” Beliau bertanya : ”Adakah dia mempunyai hutang ?” Mereka menjawab : ”Ada, tiga dinar !” Beliau bersabda : ”Shalatkanlah temanmu”. Abu Qatadah berkata, ”Shalatkanlah ia wahai Rasulullah dan saya yang menanggung hutangnya.” Maka beliau menshalatkannya.” (HR. Bukhari)25.

Mengenai pemberian kafalah ini selain disebutkan pada hadits di atas, Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K Lubis menambahkan hadits lainnya yang berkaitan dengan kafalah, yaitu hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud, At Tirmidzi yang yang menjelaskan bahwa “Dari Abi Umamah, bahawa Rasulullah SAW besabda ‘Penjamin adalah orang yang berkewajiban mesti membayar26.

Selain ayat-ayat Al-Quran dan Hadits, ketentuan-ketentuan yang menjadi dasar pemberian kafalah ini adalah berupa Kaidah Fiqih yang berbunyi “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkan dan bahaya (beban berat) harus dihilangkan”27.

Dengan adanya ayat-ayat Al-Quran dan Hadits diatas, Dewan Syariah Nasional mengeluarkan fatwa tentang kafalah dan menetapkan fatwa Dewan

25

Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari al-Ja’fi, Shahih al-Bukhari, (Beirut : Daar Ibnu Katsir, 1987), Juz II, h. 799.

26

Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika:1996),cet. 2.h 150.

27

(45)

Syariah Nasional Nomor 11/DSN-MUI/ IV/2000 tentang kafalah yang ditetapkan tanggal 08 muharram 1421H atau tanggal 13 April 2000. Fatwa ini menetapkan bahwa pemberian jasa kafalah dilakukan dengan prosedur masing-masing bank syariah yang memberikan, dengan mengacu pada ketentuan umum bank garansi yang telah ditetapkan Bank Indonesia dan rukun kafalah yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Pemberian fatwa ini didasarkan pada latar belakang yaitu dalam menjalankan usaha, seseorang sering memerlukan penjaminan dari pihak yang lain melalui akad kafalah. Pemberian kafalah ini diberikan dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan usaha seseorang. Maka Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang kafalah sebagai pedoman bagi Lembaga Keuangan Syariah terutama Bank Syariah.

Bagi kafalah yang diterbitkan oleh bank syariah di Indonesia maka harus tunduk pada ketentuan yang terdapat pada KUHPerdata, yaitu Buku III Bab XVII Pasal 1820 sampai dengan Pasal 185028. Pasal-pasal ini mengatur masalah pertanggungan, baik sifatnya secara umum, akibat-akibat yang timbul bagi kedua pihak dan hapusnya perjanjian ini. Pada bagian ini yang akan memberikan perlindungan bagi para pihak yang membuatnya yaitu pihak bank dan pihak yang dijamin. Karena kafalah adalah termasuk perkaitan accesoir,

28

(46)

maka terdapat pihak ketiga yang terkait didalamnya, yaitu pihak penerima jaminan. Keberadaan pihak ketiga ini dilindungi oleh Pasal 1314 dan 1340 KUHPerdata. Selain harus tunduk pada ketentuan KUHPerdata, pemberian

kafalah juga harus tunduk pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia mengenai pemberian bank garansi dan Surat Edaran Bank Indonesia mengenai pemberian bank garansi.

3. Jenis-jenis Kafalah

Menurut Syafi’i Antonio dalam buku Islamic Banking Bank Syariah dari Teori ke Praktek menyebutkan kafalah dalam syariah dibagi menjadi 5 jenis yaitu 29:

a. Kafalah bin-Nafs, merupakan akad memberikan jaminan atas diri (personal quarantee). Sebagai contoh, dalam praktik perbankan untuk bentuk kafalah bin-nafis adalah seseorang nasabah yang mendapat pembiayaan dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat. Walaupun bank secara fisik tidak memegang barang apapun, tetapi bank berharap tokoh tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang dibiayai mengalami kesulitan.

29

Muhammad Syafi’i Antonio, Islamic Banking Bank Syariah dari Teori ke Praktik, cet 1

(47)

b. Kafalah bil-Maal, merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang.

c. Kafalah bit-Taslim, jenis kafalah ini biasa dilakukan untuk menjamin pengembalian atas barang yang disewa, pada waktu masa sewa berakhir. Jenis jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan penyewaan (leasing company). Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa deposit/ tabungan dan bank dapat membebankan uang jasa (fee) kepada nasabah itu.

d. Kafalah al-Munajazah, adalah jaminan mutlak yang tidak dapat dibatasi oleh jangka waktu dan untuk kepentingan/ tujuan tertentu. Salah satu bentuk kafalah al-munajazah adalah pemberian jaminan dalam bentuk

performance bondsjaminan prestasi’, suatu hal yang lazim di kalangan perbankan dan hal sesuai dengan bentuk akad ini.

e. Kafalah al-Muallaqah, bentuk jaminan ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al-munajazah, baik boleh industri perbankan maupun asuransi. Secara umum, skema 1.1 aplikasi al-kafalah dalam perbankan syariah dapat digambarkan sebagai berikut :

PENANGGUNG (Lembaga Keuangan)

DITANGGUNG

(Nasabah)

TERTANGGUNG

(48)

JAMINAN KEWAJIBAN

Skema 1.1 al-Kafalah

Keterangan :

1) Bank sebagai lembaga keuangan menjamin pihak yang ditanggung (nasabah), dengan menyerahkan jaminan (Garansi Bank) kepada tertanggung (pihak ketiga/ pemilik proyek) apabila di kemudian hari nasabah melakukan cidera (ingkar) janji/ wanprestasi.

2) Nasabah (pihak yang ditanggung) memiliki kewajiban kepada pemilik proyek untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan perjanjian kerja yang disepakati antara pihak yang ditangggung/ pihak pelaksana kerja dengan pihak tertanggung/ pihak pemberi kerja.

4. Syarat-syarat Kafalah

Kafalah sebagai suatu jasa penjaminan merupakan salah satu bentuk perikatan dalam Islam. sebagai suatu bentuk perikatan dalam Islam, maka syarat sahnya suatu perikatan berupa kafalah haruslah berdasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam Islam. Menurut pendapat Sayyid Sabiq dalam buku Hukum Perikatan Islam, menyebutkan bahwa syarat sahnya suatu perikatan adalah 30:

a. Tindak hukum syariah yang disepakati; Maksudnya bahwa perjanjian yang diadakan oleh para pihak itu bukanlah perbuatan yang bertentangan

30

(49)

dengan hukum atau bertentangan dengan hukum syariah, sebab perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan hukum syariah adalah tidak sah. Maka dengan sendirinya tidak ada kewajiban bagi masing-masing pihak untuk menepati atau melaksanakan perjanjian tersebut. Dengan kata lain segala bentuk perjanjian yang bertentangan dengan hukum syariah dengan sendirinya batal demi hukum. Dasar hukum mengenai hal ini adalah pada Hadist Rasulullah SAW yang berbunyi “Segala bentuk persyaratan yang tidak ada dalam kitab Allah adalah batil, sekalipun seribu syarat”.

b. Harus sama ridha dan ada pilihan; Maksudnya perjanjian yang diadakan para pihak haruslah didasarkan kepada kesepakatan kedua belah pihak, yaitu masing-masing pihak ridha atau rela akan isi perjanjian tersebut atau dengan kata lain isi perjanjian tersebut adalah kehendak para pihak. Dalam hal ini tidak boleh ada paksaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain. Apabila perjanjian terdapat unsur pemaksaan, maka dengan sendirinya perjanjian yang diadakan tidak mempunyai kekuatan hukum. c. Harus jelas dan gamblang; Maksudnya apa yang di perjanjikan oleh para

(50)

Syarat-syarat mengenai perikatan Islam di atas merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh segala jenis perikatan yang dilakukan dalam kehidupan masyarakat termasuk didalamnya perikatan dalam hal kafalah. Lebih tepatnya disebut sebagai syarat umum bagi perikatan kafalah. Secara khusus kafalah memiliki syarat mutlak tersendiri yang lebih tepat bila disebut sebagai syarat khusus perikatan kafalah. Dikatakan sebagai syarat khusus karena syarat-syarat isi berisikan hal-hal yang teknis mengenai kafalah dan syarat-syarat ini tidak dapat disamakan dengan syarat bagi perikatan lainnya.

Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Rukun dan Syarat Kafalah terdiri dari 31:

1. Pihak Penjamin (Kafil)

a Baligh (dewasa) dan berakal sehat.

b Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan dengan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut. 2. Pihak Orang yang berhutang (Ashiil makfuul’anhu) :

a Sanggup menyerahkan tanggunganya (piutang) kepada penjamin. b Dikenal oleh penjamin.

3. Pihak Orang yang berpiutang (Makfuul Lahu) : a Diketahui identitasnya.

b Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa. c Berakal sehat.

31

(51)

4. Obyek Penjaminan (Makful Bihi) :

a Merupakan tanggungan pihak/ orang yang berhutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan.

b Bisa dilaksanakan oleh penjamin.

c Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau di bebaskan.

d Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya. e Tidak bertentangan dengan syariah (diharamkan).

Dari segi hukum Islam adanya penjaminan kafalah ini dibenarkan karena banyak mendatangkan keuntungan bagi masyarakat dalam bermu’amalah. Sahnya kafalah bergantung kepada syarat-syarat yang ditentukan dalam perundang-undangan Islam.

5. Peranan Kafalah

Peranan kafalah pada dasarnya adalah untuk meningkatkan hubungan mu’amalah sesama umat muslim pada khususnya dan umuat manusia pada umumnya yang didalamnya terkandung unsur tolong menolong. Memberikan penjaminan merupakan salah satu bentuk tolong menolong.

(52)

pengembangan usahanya. Peranan kafalah secara umum adalah untuk memperlancar transaksi atau kerjasama bagi pihak-pihak yang akan melakukan suatu transaksi maupun kerjasama yang bernilai besar dan mengandung risiko. Selain itu peranan kafalah adalah untuk meningkatkan produktifitas perbankan dan produktifitas pengusaha.

Secara khusus peranan kafalah bagi para pihak adalah 32: a. Bagi pihak yang dijamin selaku nasabah bank ;

Artinya bahwa dengan diberikannya kafalah oleh bank, maka nasabah bisa mendapatkan atau mengerjakan proyek dari pihak ketiga, karena biasanya pemilik proyek menentukan syarat-syarat tertentu dalam mengerjakan proyek yang mereka miliki.

b. Pihak terjamin ( pemillik proyek ) biasa disebut sebagai pihak ketiga, Artinya bahwa dengan adanya kafalah yang diberikan oleh bank maka pemilik proyek akan mendapat suatu jaminan bahwa proyeknya yang akan dikerjakan oleh si nasabah bank tadi akan diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Karena kafalah merupakan pengambilalihan risiko oleh bank apabila nasabah cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya.

c. Pihak yang menjamin hal ini adalah pihak bank,

Artinya bahwa dengan adanya kafalah yang diterbitkan oleh bank maka pihak bank akan memperoleh fee atau imbalan yang diperhitungkan dari

32

(53)

nilai risiko yang ditanggung oleh bank atas kafalah yang telah diberikan, selain itu juga penjamin akan memperoleh pahala karena melakukan penjaminan bagi orang lain Karena penjaminan ini merupakan suatu sifat kebajikan.

Pemberian kafalah sangatlah mendukung transaksi bisnis yang dilakukan oleh pihak-pihak pelaksana transaksi, karena dapat menimbulkan dan memberikan rasa aman dan kondusif bagi kelangsungan bisnis. Dengan adanya rasa aman dan percaya ini akan mengembangkan usaha yang dilaksanakan oleh masyarakat. Selain itu peranan yang terdapat dalam pemberian kafalah adalah meningkatnya kerjasama antara masyarakat dengan bank.

6. Subjek Hukum dalam Hukum Positif dan Hukum Islam

a. Subjek Hukum dalam Hukum Positif

Subjek hukum adalah sesuatu badan yang mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum, baik perbuatan sepihak maupun perbuatan dua pihak. Pada dasarnya subjek hukum terdiri dari manusia (natuurlijke persoon) dan badan hukum (rechtspersoon)33.

33

(54)

Namun melihat pada kenyataan pada prakteknya disini Daeng Naja membagi subjek hukum sebagai pihak-pihak (lawan dari bank) dalam suatu perjanjian kredit dan atau bank garansi, yaitu34:

1) Perorangan dan perusahaan perorangan 2) Badan usaha dan badan hukum :

a) Badan usaha yang berbadan hukum dan b) Badan usaha yang tidak berbadan hukum.

Ada beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan pembagian subjek hukum tersebut diatas, yaitu35:

1) Ditinjau dari segi jumlah pemiliknya, perusahaan dikelompokkan menjadi: a) Perusahaan perseorangan yang dimiliki oleh seorang pengusaha saja

dan

b) Perusahaan persekutuan yang dimiliki oleh lebih dari seorang atau beberapa orang pengusaha yang bekerja sama dalam suatu persekutuan.

2) Ditinjau dari segi status pemiliknya, perusahaan akan di kelompokkan menjadi36:

a) Perusahaan swasta yang dimiliki oleh pengusaha swasta termasuk koperasi dan,

34Ibid

, H.R Daeng Naja, Hukum Kredti dan Bank Garansi, h. 25.

35Ibid

, H.R Daeng Naja, Hukum Kredti dan Bank Garansi, h. 25.

36Ibid

(55)

b) Perusahaan negara yang dimiliki oleh negara atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

3) Ditinjau dari segi bentuk hukumnya, perusahaan akan dibagi menjadi37: a) Perusahaan berbadan hukum yang selalu berupa persekutuan dan, b) Perusahaan tidak berbadan hukum yang selain dapat berupa

perusahaan persekutuan yang dapat pula berupa perusahaan perseorangan.

b. Subjek Hukum dalam Hukum Islam (Mahkum ‘Alaih),

Subjek hukum atau pelaku hukum (Mahkum ‘Alaih) ialah orang-orang yang dituntut oleh Allah untuk berbuat, dan segala tingkah lakunya telah diperhitungkan berdasarkan tuntutan Allah itu. Didalam istilah Fiqih, subjek hukum itu disebut mukallaf atau orang-orang yang dibebani hukum, atau

mahkum ‘alaih yaitu orang yang kepadanya diperlakukan hukum38.

Seperti yang diterangkan bahwa definisi hukum taklif adalah “titah Allah yang menyangkut perbuatan mukallaf yang berhubungan dengan tuntutan atau pilihan untuk berbuat”39.

Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa ada dua hal yang harus terpenuhi pada seseorang untuk dapat disebut mukallaf (subjek hukum), yaitu dia mengetahui tuntutan Allah itu dan ia mampu melaksanakan tuntutan

37Ibid

, H.R Daeng Naja, Hukum Kredti dan Bank Garansi, h. 26.

38

Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, Jakarta, Kencana , 2008, Cet. Ketiga, h. 389.

39Ibid

(56)

tersebut. Dua hal tersebut merupakan syarat taklif atas subjek hukum. Adapun penjelasannya sebagai berikut40:

a. Ia memahami atau mengetahui titah Allah tersebut yang menyatakan bahwa ia terkena tuntutan Allah.

b. Ia telah mampu menerima beban taklif atau beban hukum yang dalam istilah ushul fiqih disebut ahluli al-taklif. Kecakapan menerima taklif

atau yang disebut ahliyah yaitu kepantasan untuk menerima taklif. Kepantasan itu ada dua macam yaitu41:

1) kepantasan untuk dikenai hukum (ahliyah al-wujub), kecakapan dalam bentuk ini berlaku bagi setiap manusia ditinjau dari segi ia adalah manusia, semenjak ia dilahirkan sampai menghembuskan nafas terakhir dalam segala sifat, kondisi dan keadaanya. Kemudian para ahli Ushul membagi ahliyah al-wujub itu kepada dua tingkatan :

a) Ahliyah al-wujub naqisah atau kecakapan dikenai hukum secara lemah, yaitu kecakapan seorang manusia untuk menerima hak, tetapi tidak menerima kewajiban atau kecakapan untuk dikenai kewajiban tatapi tidak pantas mnerima hak.

40Ibid

, Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, h. 389.

41Ibid

(57)

b) Ahliyah al-wujub kamilah atau kecakapan dikenai hukum secara sempurna, yaitu kecakapan seseorang untuk dikenai kewajiban dan juga untuk menerima hak.

2) kepantasan untuk menjalankan hukum .(ahliyah al-ada’), terdiri dari tiga tingkat. Setiap tingkat ini dikaitkan kepada batas umur seorang manusia yaitu42:

a) Adim al-ahliyah atau tidak cakap sama sekali, yaitu manusia semenjak lahir sampai mencapai umur tamyiz sekitar umur 7 tahun.

b) Ahliyah al-ada’ naqishah atau cakap berbuat hukum secara lemah, yaitu manusia yang telah mencapai umur tamyiz (kira-kira 7 tahun) sampai batas dewasa.

c) Ahliyah al-ada’ kamilah atau kecakapan berbuat hukum secara sempurna, yaitu manusia telah mencapai usia dewasa.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara hukum Islam dan hukum Positif berkaitan dengan apa yang dimaksud subjek hukum, menurut hukum Positif subjek hukum itu adalah manusia dan badan hukum, sedangkan menurut hukum Islam subjek hukum itu hanyalah manusia mukallaf saja. oleh karena itu apabila bank dalam hal ini, Bank Syariah ingin disebut sebagai Bank Syariah yang sesuai dengan aturan hukum Islam. Maka setiap perjanjian, setiap transaksi yang dilakukan,

42Ibid

(58)

apabila perbankan menyebut atas nama bank, atau bank sebagai pihak, yang dimaksud adalah penanggung jawab atau pimpinan, pengurus, pemilik, pemegang saham dari bank tersebut, apabila yang dimaksud terbatas pada bank sebagai badan hukum, maka bank tersebut belum dapat disebut sebagai bank syariah43.

43

(59)
[image:59.612.116.528.154.507.2]

BAB III

GAMBARAN UMUM DAN KONSEP JAMINAN PELAKSANAAN BANK

GARANSI (KAFALAH) PADA PT BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk

A. Gambaran Umum PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk

1. Lokasi Riset

Penulis menjadikan PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk tepatnya di Muamalat Institue yang berkantor di Ruko Pinangsia Jl. Futuris No. 2/3 Karawaci Office Park, Karawaci – Tangerang sebagai lokasi riset.

2. Sejarah Singkat PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk

(60)

Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan.

Pada tahun 1997-1998, Indonesia dilanda krisis mioneter yang memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional tegulung oleh kredit macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Ditahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp. 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp. 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal.


Gambar

GAMBARAN UMUM DAN KONSEP JAMINAN PELAKSANAAN BANK

Referensi

Dokumen terkait

Kepatuhan dalam membuang sampah merupakan perilaku, sikap dan tingkah laku masyarakat di Surabaya yang menunjukkan kesanggupan untuk mentaati dan menjalankan

Bab II yang terdiri dari tinjauan teoritis yang didalamnya terdapat mengenai pengertian religius, dimensi-dimensi religius menurut para ahli, pengertian dari

Baca kesemua kenyataan tersebut dan anda diminta secara spontan menentukan kedudukan diri anda berhubung dengan kenyataan-kenyataan itu dengan membulatkan satu angka di petak

Koorders tercatat sebagai orang pertama yang menemukan gambut di Indonesia pada tahun 1895, melalui pengamatannya di hutan rawa pantai Timur Sumatera (Noor dan Sarwani,

Selama ini pungutan Daerah diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun

H1a: Ketika diberikan informasi audit seri panjang dengan urutan positif-negatif secara sekuensial, keputusan individu setelah melakukan self-review akan lebih baik daripada

The bioplastic was produced from sorghum starch as a matrix and combined with filler (sorghum stalk), fiber (E. spinosum) , and plasticizer (glycerol).. Sorghum grain as a raw

Skripsi yang berjudul “ Analisis Penerapan PSAK – 102 Murabahah (Studi Kasus Pada BMT Rahmat Syariah Kediri) ” , ini ditulis untuk memenuhi.. sebagian persyaratan akademik