• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh model pembelajaran learning cycle terhadap hasil belajar fisika pada konsep massa jenis (penelitian di SMP Islam Ruhama Pisangan-ciputat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh model pembelajaran learning cycle terhadap hasil belajar fisika pada konsep massa jenis (penelitian di SMP Islam Ruhama Pisangan-ciputat)"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

Oleh:

NGATIATUL MABSUTHOH 105016300607

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

terhadap hasil belajar fisika pada konsep massa jenis (Eksperimen SMP Islam

Ruhama Ciputat - Tangerang)”. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, Mei 2010. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran learning cycle terhadap hasil belajar fisika pada konsep massa jenis. Penelitian dilakukan di SMP Islam Ruhama dengan metode yang digunakan adalah eksperimen semu (

quasi experiment ). Sampel penelitian ini adalah kelas VII A dan VII B sebanyak 63 orang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes objektif tipe

pilihan ganda dengan empat pilihan (option) yang digunakan untuk mengukur peningkatan hasil belajar fisika siswa pada konsep massa jenis. Instrumen

dianalisis dengan menggunakan software ANATES. Hasil penelitian menunjukkan hasil posttest kelas eksperimen mengalami peningkatan dibandingkan hasil posttest pada kelas kontrol, hasil penelitian tersebut diperkuat dengan hasil uji-t pada taraf α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa model

pembelajaran learning cycle berpengaruh terhadap hasil belajar fisika.

(3)

v

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Segala puji penulis panjatkankehadirat Allah SWT yang telah memberikan

taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini, yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan (S. Pd). Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada

junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia

kejalan yang terang benderang, beserta keluarga dan para sahabatnya. Penulis

berharap skripsi ini dapat memberi kontribusi dalam bidang ilmu pengetahuan,

khususnya di bidang pendidikan fisika.

Terselesainya skripsi ini tidak terlepas dari pertisipasi dari semua pihak

yang telah membantu terselesainya skripsi ini. Sehingga penulis ucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosada, M.A, selaku Dekan FITK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Ibu Nengsih Juanengsih, M. Pd, selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan IPA

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

4. Ibu Erina Hertanti, M. Si, selaku Kepala Prodi Pendidikan Fisika Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

5. Bapak Sujiyo Miranto, M. Pd, selaku Dosen Pembimbing I yang telah

meluangkan waktunya untuk memberi arahan, bimbingan, motivasi, serta

nasehat sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Bapak Iwan Permana Suwarna, M. Pd, selaku Dosen Pembembing II yang

telah meluangkan waktunya dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan

bimbingan, nasehat, motivasi, dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini

(4)

v

Islam Ruhama Pisangan-Ciputat.

9. Bapak Drs. Bagus, S. Pd, selaku guru pembimbing mata pelajaran fisika yang

telah banyak memberikan ilmunya, arahan, dan bimbingannya selama

pelaksanaan penelitian.

10.Seluruh dewan guru dan staff SMP Islam Ruhama yang selalu membantu

penulis

11.Teruntuk Suami tercinta Fadlan, S.Pd.SD yang selalu memberikan semangat

dan motovasi baik moril maupun materil serta doanya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

12.Teruntuk Ibunda Hj. Maryam, Ayahanda H. Hadi Mustofa dan

saudara-saudariku tersayang yang selalu memberikan dorongan dan motivasi baik

moril maupun materil serta doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

13.Teruntuk semua sahabat dan mahasiswa fisika 2005 yang telah memberikan

motivasi, semangat, dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

Akhirnya penulis hanya dapat berdoa semoga Allah SWT memberikan balasan

yang setimpal kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesainya skripsi

ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat menambah wawasan

pengetahuan bagi para pembaca.

Alhamdulillahirobbil’Alamin

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh.

Jakarta, Mei 2010

Penulis,

(5)

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASYAH ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTARGAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Hasil Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Landasan Teori ... 6

1. Pembelajaran Konstruktivisme ... 6

2. Learning Cycle ... 12

3. Hakikat Proses Belajar Mengajar ... 21

4. Fisika dan Hasil Belajar Fisika ... 26

B. Kerangka Berpikir ... 32

C. Perumusan Hipotesis ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

B. Metode Penelitian ... 35

vii

(6)

2. Uji Reabilitas ... 38

3. Uji Tingkat Kesukaran ... 39

4. Daya Pembeda ... 40

F. Variabel Penelitian ... 42

G. Teknik Pengumpulan Data ... 43

H. Teknik Analisis ... 43

1. Uji Prasyarat Analisis Data ... 43

a. Uji Normalitas ... 44

b. Uji Homogenitas ... 45

2. Uji Hipotesis ... 45

3. Uji Normalitas Gain ... 46

I. Hipotesis Statistik ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 48

1. Deskripsi Data Pretest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 48

2. Deskripsi Data Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 49

3. Deskripsi Data Normal Gain Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 50

B. Analisis Data ... 51

1. Uji Normalitas ... 51

2. Uji Homogenitas ... 53

3. Uji Hipotesis ... 55

C. Interpretasi Hasil Penelitian ... 57

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 57

(7)

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(8)

Tabel 2. 1 Model Siklus Belajar ... 15

Tabel 3. 1 Desain Penelitian ... 35

Tabel 3. 2 Perincian Populasi dan Sampel ... 37

Tabel 3. 3 Kriteria Uji Reabilitas ... 39

Tabel 3. 4 Kriteria Uji Tingkat Kesukaran ... 39

Tabel 3. 5 Kriteria Daya Pembeda ... 40

Tabel 3. 6 Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar ... 41

Tabel 3. 7 Kriteria N-Gain ... 46

Tabel 4. 1 Perbedaan Mean Hasil Belajar ... 51

Tabel 4. 2 Uji Normalitas Kelompok Eksperimen dan KontroL ... 52

Tabel 4. 3 Uji Normalitas N-Gain Hasil Belajar Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 52

Tabel 4. 4 Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 54

Tabel 4. 5 Uji Homogenitas N-Gain Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 55

(9)

Ditengah gerak pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, pendidikan sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan. Maju mundurnya perkembangan suatu bangsa juga ditentukan

oleh maju mundurnya pendidikan bangsa itu. Oleh karena itu mengingat

pentingnya pendidikan maka pendidikan harus diperhatikan dan dilaksanakan

dengan sebaik-baiknya.

Dalam hal ini, terlihat betapa pentingnya upaya menyelaraskan mutu

pendidikan dengan tuntutan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sebab, sikap dan kemampuan seperti yang di sebutkan di atas tentu tidak bisa

hadir begitu saja, melainkan harus ditumbuhkan secara bertahap dan terencana

melalui pendidikan yang berkualitas.

Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mengkaji tentang

berbagai fenomena alam dan memegang peranan yang sangat penting dalam

perkembangan sains dan teknologi. Fisika dipandang sebagai dasar bagi

pembangunan ilmu dan teknologi karena melalui belajar fisika dapat dibentuk

pola berfikir ilmiah sehingga mata pelajaran fisika sangat diperlukan untuk

dipelajari di sekolah. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pelajaran fisika

dianggap sebagai pelajaran yang paling sulit dan menjadi momok bagi siswa.

Ketidaktahuan siswa mengenai kegunaan fisika dalam kehidupan sehari-hari

menjadi penyebab mereka cepat bosan dan tidak tertarik pada pelajaran fisika,

disamping itu pengajaran fisika secara monoton, metode pembelajaran yang

kurang bervariasi, dan hanya berpegang teguh pada buku paket saja. Jika

keadaan ini dibiarkan terus dalam waktu yang panjang, tentu akan

berpengaruh bagi hasil belajar siswa baik pada pelajaran fisika, dan akan

memberi dampak yang buruk bagi pertumbuhan pendidikan nasional. Hasil

(10)

satu penyebabnya adalah kurang tepatnya guru menggunakan metode yang

sesuai untuk siswa.

Metode ceramah sering sekali digunakan dalam proses belajar

mengajar, jika ceramah dilakukan secar terus menerus (monoton)

mengakibatkan kejenuhan pada siswa, sehingga daya tangkap siswa menurun

dan informasi yang diterima oleh siswa menjadi lebih sedikit. Guru sebaiknya

menyesuaikan metode pendidikan dan pengajaran untuk memudahkan anak

didik memahami pelajaran. Sebagai fasilitator seharusnya guru dapat

menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan membimbing siswa

untuk aktif dalam proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran dapat

berjalan dengan baik dan menghasilkan perubahan dalam diri siswa, baik

dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Namun faktamya dalam proses

pembelajaran siswa jarang berlatih mengerjakan soal-soal dengan sedikit

modifikasi, siswa hanya terbiasa mengerjakan soal-soal yang sifatnya

menerapkan rumus yang ada. Siswa tidak mampu menganalisis soal dan

berpikir cermat. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak menguasai konsep

fisika dengan baik.

Berdasarkan fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa

terhadap konsep fisika masih kurang. Oleh karena itu, perlu pembelajaran

yang tidak hanya memberi konsep-konsep dalam bentuk yang utuh dan

bersifat hafalan tanpa melalui pengolahan potensi yang ada pada diri siswa.

Hal ini karena pembelajaran yang bersifat menghafal akan menhakibatkan

pembelajaran kurang bermakna bagi siswa, sehingga siswa hanya menghafal

tanpa memahami benar isi pelajaran dan hal ini tentu akan menghambat

pemahaman konsep fisika berikutnya.

Untuk mengetahui hal tersebut, salah satunya adalah memilih metode

atau model pembelajaran yang tepat, karena proses belajar mengajar

merupakan suatu proses yang memerlukan perhatian khusus, keuletan,

ketekunan, dan kerajinan. Oleh karena itu agar proses belajar mengajar yang

sedang berlangsung berhasil dan berdaya guna secara efektif, maka proses

(11)

dituntut untuk dapat memilih secara selektif metode atau model pembelajaran

mana yang dapat digunakan dan sesuai dengan tujuan, bahan materi, alat bantu,

dan evaluasi yang ditetapkan, karena keberhasilan proses belajar mengajar

dipengaruhi banyak faktor, diantaranya pemilihan metode mengajar, minat

siswa terhadap materi yang diajarkan dan peran guru dalam mengatasi

kesulitan belajar.

Model pembalajaran, dipandang paling punya peran strategis dalam

upaya mendongkrak keberhasilan proses belajar mengajar. Karena ia bergerak

dengan melihat kondisi kebutuhan siswa, sehingga guru diharapkan mampu

menyampaikan materi dengan tepat tanpa mengakibatkan siswa mengalami

kebosanan. Namun sebaliknya, siswa diharapkan dapat tertarik dan terus

mengikuti pelajaran, dengan keingintahuan yang berkelanjutan.

Model learning cycle merupakan proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan belajar yang aktif melakukan asimilasi, akomodasi, dan

organisasi ke dalam struktur kognitif. Berdasarkan wawancara dengan guru

mata pelajaran fisika diketahui bahwa rerata hasil ujian siswa pada materi

sebelumnya masih rendah. Dalam upaya meningkatkan kreativitas siswa

mengemukakan gagasan dan prestasi belajar fisika, perlu strategi

pembelajaran yang mengimplementasikan model pembelajaran learning cycle.

Pembelajaran dengan model learning cycle ini cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran fisika. Hal ini karena model pembalajaran learning cycle

adala suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered)

yang memiliki rangkaian tahapan-tahapan kegiatan (fase) yang diorganisasi

sedemikian rupa yang didalamnya terdapat metode eksperimen, sehingga

siswa dapat menemukan sendiri pengetahuannya dengan cara proses

mengamati, mencatat hasil pengamatan, menganalisis dan menyimpulkan

kegiatan praktikum yang telah dirancang oleh guru, siswa juga dapat

berdiskusi bersama teman-teman. Hal itu akan membuat belajar fisika

menjadi menyenangkan dan lebih berkesan, karena siswa terlibat langsung

(12)

kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan

aktif.

Dengancara ini, siswa dapat lebih mudah memahami konsep-konsep

fisika, khususnya pada konsep massa jenis. Pada konsep tersebut apabila siswa

hanya diberikan penjelasan mereka akan kebingungan untuk membedakan

massa dengan massa jenis dan sebagainya. Dengan model pembelajaran

learning cycle diharapkan dapat memudahkan siswa dalam memahami konsep massa jenis tersebut dan dan dapat merangsang kemampuan berpikir

siswa serta tercipta dialog antara siswa dengan guru sehingga proses

pembelajaran lebih bermakna.

Berdasarkan latar belakang itulah, peneliti mencoba untuk

mengadakan penelitian tentang model pembelajaran learning cycle. Dengan mengambil judul skripsi: PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN

LEARNING CYCLE TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA PADA KONSEP MASSA JENIS.

B. Identifikasi Masalah

Dengan melihat masalah yang telah diuraikan sebelumnya dapat

diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Banyak siswa yang menganggap fisika adalah pelajaran yang sulit

dipelajari karena penggunaan metode pembelajaran yang kurang tepat.

2. Banyak siswa yang tidak aktif dalam kegiatan pembelajaran fisika, karena

pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered).

3. Guru sulit memilih metode pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan

tujuan, jenis dan sifat meteri yang diajarkan.

4. Banyak siswa yang merasa bosan dalam pembelajaran fisika, hal ini

disebabkan karena guru lebih banyak menggunakan metode ceramah

sehingga kurang menarik minat siswa.

5. Sebagian besar guru belum mampu menciptakan suasana pembelajaran

yang menarik dan menyenangkan, sehingga siswa kurang termotivasi dan

(13)

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah pada skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh penggunaan pembelajaran learning cycle terhadap hasil belajar fisika pada konsep massa jenis.

2. Hasil belajar yang diteliti hasil belajar pada ranah konitif tingkat C1

sampai C3.

3. Model pembelajaran yang diterapkan adalah model pembelajaran learning cycle yang diadaptasi dari Mayer, dan penelitian ini mengacu pada

learning cycle deskriptif.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumusakan

masalah sebagai berikut: ”Apakah model pembelajaran learning cycle

berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar fisika?”.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan problematika yang telah dirumuskan, maka kegiatan

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran

learning cycle terhadap hasil belajar fisika pada konsep massa jenis.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Bagi pihak guru dapat dijadikan bahan masukan dalam meningkatkan

proses pembelajaran fisika, serta lebih memperhatikan, menerapkan, dan

merealisasikan metode pembelajaran, yang nantinya akan meningkatkan

hasil belajar siswa.

2. Bagi siswa dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar serta

meningkatkan rasa sosial diantara mereka.

(14)

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Pembelajaran Kontruktivisme

Salah satu landasan teoritik pendidikan modern termasuk CTL adalah

teori pembalajaran kontruktivisme. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan

pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui

keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih

diwarnai student centered daripada teaching centered. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa.1

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam

teori pembelajaran kontruktivis. Teori kontruktivis ini menyatakan bahwa

siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks,

mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila

aturan-aturan itu sudah tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar

memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja

memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha

dengan susah payah dengan ide-ide.2

Kontruktisvisme adalah proses membangun atau menyusun

pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Jean

Piaget menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek

semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap

setiap objek yang diamatinya.3 Bagi kontruktivisme, pembelajaran bukanlah

1

Trianto, Model-Model pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h. 106.

2

Trianto, Model-Model pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h.13.

3

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Beroientasi Standar Proses Pendidikan, ( Jakarta: Kencana Prenada, 2008). h.264

(15)

kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu

kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya.4

Kontruktivisme merupakan paradigma alternatif yang muncul sebagai

dampak dari revolusi ilmiah yang terjadi dalam beberapa dasawarsa terakhir

(Kuhn, 1970). Seiring dengan hal tersebut, kemudian kontruktivisme menjadi

kata kunci dalam hampir setiap pembicaraan mengenai pembelajaran di

berbagai kalangan. Kontruktivisme ini yang menjadi landasan terhadap

berbagai seruan dan kecendrungan yang muncul dalam dunia pembelajara.5

Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif

menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan.

Bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya.

Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur

kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa

harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme

yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus

melalui proses rekonstruksi.

Hal yang paling penting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa

dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan.

Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan

pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap

hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan.

Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri

dalam kehidupan kognitif siswa.

Gagne seperti yang dikutip oleh Mariana (1999) menyatakan untuk

terjadinya belajar pada diri siswa diperlukan kondisi belajar, baik kondisi

internal maupun kondisi eksternal. Kondisi internal merupakan peningkatan

memori siswa sebagai hasil belajar terdahulu. Memori siswa yang terdahulu

merupakan komponen kemampuan yang baru dan ditempatkannya

4

Paulina Panen, dkk. Kontruktivisme dalam Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka (PAU-PPAI-UT), 2001)., h. 22

5

(16)

sama. Kondisi eksternal meliputi aspek atau benda yang dirancang atau ditata

dalam suatu pembelajaran.6

Piaget (1990) menjelaskan pentingnya berbagai faktor internal

seseorang seperti tingkat kematangan berpikir, pengetahuan yang telah

dimiliki sebelumnya, konsep diri, dan keyakinan dalam proses belajar.

Berbagai faktor internal tersebut mengidikasikan kehidupan psikologi

seseorang, serta begaimana dia mengembangkan struktur dan strategi kognitif,

dan emosinya. Sebagai contoh, Piaget menjelaskan bahwa perkembangan

kognitif manusia sesuai urutan atau sequence tertentu. Kemampuan berpikir pada satu tahap yang lebih tinggi merupakan perkembangan dari

tahapan-tahapan sebelumnya. Pada tahap yang lebih tinggi seseorang lebih mampu

berpikir terorganisasi dan abstrak (abstract thinking). Piaget menyebutkan sebgai kemampuan untuk mengembangkan skema berpikir (schemas, berarti

building blocks of thinking).7

Masyarakat pendidikan sains ingin melihat pelajar belajar sains

sebagai suatu proses. Mereka, terlebih di Amerika Serikat, ingin menyaksikan

para pelajar belajar sains dan matematika dengan cara yang berarti,

memperkaya, dan memungkinkan mereka menginterpretasikan alam semesta

ini dalam pengertian ilmiah. Menurut Tobin dkk., masyarakat pendidikan

sekarang ini sedang mengalami proses mirip dengan yang oleh Kuhn disebut

pergeseran paradigma (paradigm shift). Bila beberapa puluh tahun lalu kontruktivisme belum diterima secara umum, sekarang ini ada usaha untuk

mengerti kontruktivisme dalam seluruh bidang pendidikan. Revolusi kognitif

ini menantang dan memberikan semangat, namun sekaligus juga

membingungkan dan menakutkan karena suatu makna baru dari pencarian

dalam bidang pendidikan muncul. Perubahan sikap ini sungguh memberikan

semangat untuk para ahli dan mereka yang terlibat dalam dunia pendidikan

untuk menggunakan prinsip-prinsip kontruktivisme dalam pembaruan

pendidikan. Tetapi sekaligus hal itu juga dapat membingungkan karena

6

Trianto, Model-Model pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, h 12 7

(17)

banyak segi kontruktivisme yang kurang jelas dan dapat disalahartikan.

Kontruktivisme banyak digunakan dalam macam-macam bentuk dan makna,

sehinggga kadang-kadang menjadi kabur.8

Dalam banyak penelitian diungkapkan bahwa teori perubahan konsep

ini dipengaruhi atau didasari oleh filsafat kontruktivisme. Kontruktivisme,

yang menekankan bahwa pengetahuan dibentuk oleh siswa yang sedang

belajar, dan teori perubahan konsep, yang menjelaskan bahwa siswa

mengalami perubahan konsep terus menerus, sangat berperanan dalam

menjelaskan mengapa seorang siswa bisa salah mengerti dalam menangkap

suatu konsep yang ia pelajari. Kontruktivisme membantu untuk mengerti

bagaimana siswa membentuk pengetahuan yang tidak tepat. Dengan demikian,

seorang pendidik dibantu untuk mengarahkan siswa dalam pembentukan

pengetahuan mereka yang lebih tepat. Teori perubahan konsep sangat

membantu karena mendorong pendidik agar menciptakan suasana dan

keadaan yang memungkinkan perubahan konsep yang kuat pada murid

sehingga pemahaman mereka lebih sesuai dengan pemahaman ilmuwan.

Namun, pengertian yang berbeda tersebut bukanlah akhir perkembangan

karena setiap kali mereka masih dapat mengubah pengertiannya sehingga

lebih sesuai dengan pengertian ilmuwan. “Salah pengertian” dalam memahami

sesuatu, menurut teori kontruktivisme dan teori perubahan konsep, bukanlah

akhir dari segala-galanya melainkan justru menjadi awal untuk perkembangan

yang lebih baik.9

Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium,

diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan

ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan

mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pembelajar.

Gagasan kontruktivisme mengenai pengetahuan adalah sebagai berikut:

8

Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 12

9

(18)

a. Pengetahuan bukan merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi

selalu merupakan kontruksi kenyataan melalui kegiatan mahasiswa (Mind as inner individual representation of outer reality).

b. Mahasiswa mengkontruksi skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur

dalam membangun pengetahuan, sehingga setiap individu siswa memiliki

skema kognitif, kategori, konsep, dan stuktur yang berbeda. Dalam hal ini,

proses abstraksi dan refleksi seseorang menjadi sangat berpengaruh dalam

konstruksi pengetahuan (Reflection/abstraction as primary).

c. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep masing-masing individual

mahasiswa. Struktur konsep dapat membentuk pengetahuan bila konsep

baru yang diterima dapat dikaitkan atau dihubungkan (proposisi) dengan

pengalaman yang dimiliki mahasiswa. Dengan demikian, pengetahuan

adalah apa yang ada dalam pikiran setiap mahasiswa (Kniwledge as residing in the mind).

d. Dalam proses pembentukan pengetahuan, kebermaknaan merupakan

interprestasi individu mahasiswa terhadap pengalaman yang dialaminya

(Meaning as internally constructed). Perampatan makna merupakan proses negosiasi antara individu mahasiswa dengan pengalamannya melalui

interaksi dalam proses belajar (menjadi tahu) (Learning as negotiated contruction of meaning).10

Secara garis besar, ada beberapa prinsip dasar pembelajaran

kontruktivisme, yaitu:

a) Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif.

b) Tekanan proses belajar terletak pada siswa.

c) Mengajar adalah membantu siswa belajar.

d) Penekanan dalam proses belajar lebih kepada proses bukan hasil akhir.

e) Kurikulum menekankan partisipasi siswa.

f) Guru sebagai fasilitator.11

10

Paulina Panen, dkk. Kontruktivisme dalam Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka (PAU-PPAI-UT), 2001), h. 7 - 8

11

(19)

Menurut prinsip kontruktivisme, seorang guru berperan sebagai

mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan

dengan baik, yaitu dengan:

a) Menyediakan pengalaman belajar yang dapat memungkinkan siswa

bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian.

b) Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang

keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan

gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka, menyediakan

sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif, menyediakan

kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa.

c) Memotivator, mengevaluasi, dan menunjukkan hasil apakah pemikiran

siswa dapat didorong secara aktif atau tidak.12

Yang terpenting dalam teori kontruktivisme adalah bahwa dalam

proses belajar siswalah yang harus mendapatkan tekanan. Merekalah yang

harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya guru ataupun

orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya.

Penekanan belajar siswa aktif ini dalam dunia pendidikan sangat penting

dalam dan perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan

membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif mereka.

Mereka akan terbantu menjadi orang yang kritis menganalisis suatu hal karena

mereka berpikir dan bukan meniru saja.13

Menurut Widodo, tahapan pembelajaran yang kontruktivis terdiri dari

lima tahapan yang saling berurutan, yaitu:

a. Pendahuluan; tahap penyiapan pembelajaran untuk mengikuti kegiatan

pembelajaran.

b. Eksplorasi; tahap pengidentifikasian dan pengaktifan pengetahuan awal

siswa.

12

Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 66

13

(20)

c. Retrukturisasi; tahap restrukturisasi pengetahuan awal siswa agar

terbentuk konsep yang diharapkan.

d. Aplikasi; tahap penerapan konsep yang telah dibangun pada

konteks/kondisi yang berbeda ataupun dalam kehidupan sehari-hari.

e. Review dan Evaluasi; tahap peninjauan kembali apa yang telah terjadi

pada diri siswa berkaitan dengan suatu konsep/pembelajaran.14

Kontruktivisme memaknai belajar sebagai proses mengkontruksi

pengetahuan melalui proses internal seseorang dan interaksi dengan orang lain.

Dengan demikian hasil belajar akan dipengaruhi oleh kompetensi dan struktur

intelektual seseorang. Hasil belajar dipengaruhi pula oleh tingkat kematangan

berpikir, pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, serta faktor internal

lainnya, seperti, konsep diri, dan percaya diri dalam proses belajar. Di

samping itu hasil belajar juga dipengaruhi oleh dialog dengan orang lain dan

lingkungan.

Paham kontruktivisme, berpandangan bahwa mengajar bukan kegiatan

memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang

memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan

menggunakan pengetahuan awal yang dimiliki siswa. Dengan demikian,

pembelajaran kontruktivisme tidak lagi berpegang pada konsep pengajaran

dan pembelajaran yang lama, dimana guru hanya mentransfer ilmu kepada

siswa tanpa siswa itu berusaha sendiri dan menggunakan pengalaman dan

pengetahuan yang mereka miliki.

2. Learning Cycles

Siswa mempunyai pengalaman hidup dalam dirinya sebagai konsepsi

awal siswa. Apabila kita ungkap konsep awal mereka, maka dengan mudah

siswa tersebut dapat menerima pengetahuan/materi baru karena siswa tersebut

secara tidak langsung membangun pengetahuannya sendiri. Model

pembelajaran tersebut menurut Dahar (1988) dikenal dengan model

konstruktivisme. Model konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang

14

(21)

proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan

pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini

hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri (self-regulation). Dan pada akhir proses belajar, pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui

pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya (Herron, 1988)15.

Konflik kognitif tersebut terjadi saat interaksi antara konsepsi awal

yang dimiliki anak dengan fenomena baru yang dapat diintegrasikan begitu

saja, sehingga diperlukan perubahan/modifikasi struktur kognitif (skemata)

untuk mencapai keseimbangan. Peristiwa ini akan terjadi secara berkelanjutan

selama mahasiswa menerima pengetahuan baru. Terjadinya proses modifikasi

struktur kognitif dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini :

Gambar 2. 1: Skema Perolehan Pengetahuan-Stanobridge

15

Ahmad Anwar Yusa, Peningkatan Kualitas Pembelajaran Perhitungan Kekuatan Konstruksi Bangunan Sederhana Melalui Penerapan Model Siklus Belajar (Learning Cycle) di SMKN 5 Bandung dari http://pkk.upi.edu/invotec_1-9.pdf, 2009,. h. 2

Hasil Belajar

(Hasil Interaksi dengan Lingkungan)

Skema

Perbandingan dengan konsepsi awal

Tidak cocok Cocok

Mengerti Keseimbangan

Cocok Akomodasi

Ketidakseimbangan Jalan Buntu (Tidak Mengerti) Ketidakseimbangan

(22)

Secara rinci menurut Hilda (2002) dapat dikemukakan bahwa dalam

kegiatan belajar mengajar yang mengacu pada model konstruktivisme seorang

pendidik (guru) harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Mengakui adanya konsepsi awal yang dimiliki siswa melalui pengalaman

sebelumnya.

b. Menekankan pada kemampuan minds-on dan hands-on.

c. Mengakui bahwa dalam proses pembelajaran terjadi perubahan konseptual.

d. Mengakui bahwa pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif.

e. Mengutamakan terjadinya interaksi sosial.16

Salah satu strategi mengajar untuk menerapkan model konstruktivisme

ialah penggunaan pendekatan siklus belajar (learning cycle) (Herron, 1988). Siklus belajar adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan mengikuti pola

tertentu yang terdiri dari tiga tahap, yaitu :

a). Tahap eksplorasi, dimaksudkan untuk mengali konsepsi awal siswa.

Dalam tahap ini guru berperan secara tidak langsung. Guru merupakan

pengamat yang telah siap dengan berbagai pertanyaan guna membantu

siswa (individu atau kelompok). Siswa aktif melakukan kegiatan yang

dapat melatih keterampilan proses, seperti mencatat, mengkomunikasikan,

menafsirkan dan sebagainya.

b). Tahap pengenalan konsep adalah tahap dimana guru mengumpulkan

informasi dari para siswa berkaitan dengan pengalaman mereka dalam

tahap eksplorasi. Pada tahap ini guru meminta siswa mengungkapkan hasil

bacaan (rangkuman) yang telah mereka lakukan pada tahap eksplorasi.

Dilakukan diskusi dan pengenalan konsep-konsep yang dibahas.

c). Tahap penerapan konsep adalah tahap dimana guru menyiapkan situasi

yang dapat dipecahkan berdasarkan pengalaman eksplorasi dan

pengenalan konsep. Pada tahap ini diberikan permasalahan yang dapat

dipecahkan dengan menerapkan konsep-konsep yang telah dijelaskan

16

(23)

sebelumnya. Tahapan-tahapan model siklus belajar tersebut secara ringkas

akan dijelaskan pada tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 2. 1

Model Siklus Belajar (diadaptasi dari Meyer, 1986)17

Tahap Siklus

Belajar

Indikator

Guru Siswa

Eksplorasi Mengidentifikasi konsep yang

akan diajarkan. Guru berposisi

dengan cara menghubungkan

konsep yang

diperoleh melalui eksplorasi.

Membimbing

siswa pada pemahaman

konsep baru yang

bermakna. Cara yang dapat

dilakukan yakni

dengan mengembangkan

strategi bertanya

Mencoba memahami konsep

baru dan

berdiskusi dalam hal yang

berkaitan dengan

fenomena pada tahap

eksplorasi.

Aplikasi Mendukung siswa untuk

menguji kemampuannya

Memperoleh penguatan

pada perkembangan

17

(24)

Tahap Siklus

Belajar

Indikator

Guru Siswa

dalam menerapkan

konsep pada situasi

yang baru. Guru

berposisi sebagai mentor

struktur mental yang

baru

Anthony W. Lorsbach, menyatakan:

“The learning cycle is an estabilished planning method in sciensce education and consistent with contemporary theories about how individuals learn. It is easy to learn and useful in creating opportunities to learn science”.

Siklus belajar adalah sebuah metode perencanaan yang didirikan dalam

ilmu pendidikan dan konsisten dengan teori-teori kontemporer tentang

bagaimana individu belajar. Hal ini mudah dipelajari dan berguna dalam

menciptakan kesempatan untuk belajar sains.18

Macmallin dan Collier, menyatahan:

”Methods are the procedures of instruction that are salected to help learners achieve the objectives or to internalize the content of message.”19

Metode adalah prosedur pengajaran yang dipilih untuk membantu

siswa mencapai tujuan/ menginternalisasikan isi atau pesan.

Learning cycle merupakan salah satu model perencanaan yang telah diakui dalam pendidikan IPA. Siklus belajar dikembangkan berdasarkan teori

yang dikembangkan pada masa kini tentang bagaimana siswa seharusnya

belajar. Model ini merupakan model yang mudah untuk digunakan oleh guru

dan dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas belajar

18

Anthoni W. Lorsbach, The Learning Cycle as a Tool for Planning Science Instruction, dari http://www.coe.ilstu.edu/scienceed/lorsbach/257lrcy.htm, h 1

19

(25)

IPA pada setiap siswa kita. Dalam perkembangannya learning cycle tiga fase saat ini telah berkembang dan disempurnakan menjadi lima fase dan

enam fase. Pada learning cycle lima fase diperkenalkan oleh Roger Bybee. Siklus belajar terdiri dari lima fase (5E) yang saling berhubungan satu

sama lainnya, yaitu:

a. Fase Engage (Menarik Perhatian-Mengikat)

Fase engage merupakan fase awal. Pada fase ini guru menciptakan situasi

teka-teki yang sesuai dengan topic yang akan dipelajari siswa. Guru dapat

mengajukan pertanyaan (misalnya: mengapa hal ini terjadi? Bagaimana

cara mengetahuinya? dll) dan jawaban siswa digunakan untuk mengetahui

hal-hal apa saja yang telah diketahui oleh mereka. Fase ini dapat pula

digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa.

b. Fase Exploration (Eksplorasi)

Selama fase eksplorasi, siswa harus diberi kesempatan untuk bekerja sama

dengan teman-temannya tanpa arahan langsung dari guru. Fase ini

menurut teori Piaget merupakan fase “ketidakseimbangan” dimana siswa

harus dibuat bingung. Fase ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk

menguji hipotesis atau prediksi mereka, mendiskusikan dengan teman

sekelompoknya dan menetapkan keputusan.

c. Fase Explain (Menjelaskan)

Pada fase ini guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan

kalimat mereka sendiri.

d. Fase Expand (Perpanjangan)

Pada fase ini siswa harus mengaplikasikan konsep dan kecakapan yang

telah mereka miliki terhadap situasi lain.

e. Fase Evaluate (Evaluasi)

Evaluasi dilakukan selama pembelajaran dilangsungkan. Guru bertugas

untuk mengobservasi pengetahuan dan kecakapan siswa dalam

mengaplikasikan konsep dan perubahan berfikir siswa.20

20

(26)

Model learning cycle menurut Lawson diklasifikasikan menjadi tiga begian berdasarkan jenjang pendidikan yang mentapkannya. Ketiga macam

siklus belajar yaitu:

a. Siklus belajar ”deskriptif”, para siswa menemukan dan memberikan suatu

pola empiris dalam suatu konteks khisus (ekspolari); guru memberi nama

pada pola itu (pengenalan istilah atau konsep); kemudian pola itu

ditentukan dalam konteks-konteks lain (aplikasi konsep). Bentuk siklus

belajar ini disebut deskriptif, sebab siswa dan guru hanya memberikan apa

yang mereka amati tanpa usaha untuk melahirkan hipotesis-hipotesis untuk

menjelaskan hasil pengamatan mereka. Ditinjau dari segi penalarannya,

siklus belajar deskriftif menghendaki hanya pola-pola deskriptif, misalnya

seriasi, klasifikasi dan konservasi.

b. Siklus belajar ”empiris-induktif, para siswa juga menemukan dan

memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus (eksplorasi),

tetapi mereka selanjutnya mengemukakan sebab-sebab yang mungkin

tentang terjadinya pola itu. Hal ini membutuhkan penggunaan penalaran

analogi untuk memindahkan atau mentrasfer konsep-konsep yang telah

dipelajari dalam konteks-konteks lain pada konteks baru ini (pengenalan

konsep). Konsep tersebut dapat diperkenalkan oleh para siswa, guru, atau

kedua-duanya. Siklus belajar empiris-induktif bersifat intermediat,

menghendaki pola-pola penalaran deskriptif, tetapi pada umumnya

melibatkan pula pola-pola tingkat tinggi.

c. Siklis belajar ”hipotesis-deduktif”, para siswa diminta untuk merumuskan

jawaban-jawaban (hipotesis-hipotesis) yang mungkin terhadap pertanyaan.

Selanjutnya para siswa diminta untuk menurunkan

konsekuensi-konsekuensi logis dari hipotesis-hipotesis ini, dan merencanakan serta

melakukan eksperimen untuk menguji hipotesis (eksplorasi). Analisis

hasil-hasil eksperimen menyebabkan beberapa hipotesis ditolak,

sedangkan yang lain diterima dan konsep-konsep dapat diperkenalkan

(27)

dapat diterapkan diterapkan pada situasi-situasi lain di kemudisn hari

(aplikasi konsep).21

Berdasarkan uraian diatas model pembelajaran learning cycle patut dikedepankan, karena model belajar ini sesuai dengan teori belajar Piaget yang

berbasis kontruktivisme. Piaget menyatakan bahwa belajar merupakan

pengembangan aspek kognitif yang meliputi; struktur, isi dan fungsi. Struktur

intelektual merupakan organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki individu

untuk memecahkan masalah-masalah. Isi adalah perilaku khas individu dalam

merespon masalah yang dihadapinya. Sedangkan fungsi merupakan proses

perkembangan intelaktual yang mencakup adaptasi dan organisasi.22

Bagi piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi

dan akomodasi, proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi

pada lingkungannya, terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksinambungan ini maka terjadilah akomodasi, dan struktur yang ada

mengalami perubahan atau struktur baru timbul.23

Dari proses asimilasi ke akomodasi diharapkan dapat mengembangkan

struktur mental sehingga dapat diorganisasikan dengan konsep lain yang telah

dimiliki. Organisasi yang baik dari intelektual seseorang akan tercermin dari

respon yang diberikan dalam menghadapi masalah.

Implementasi learning cycle dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan kontruktivisme yaitu:

a. Siswa belajar secara aktif , siswa mempelajari materi secara bermakna

dengan bekerja dan berpikir, pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman

siswa.

b. Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa,

informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu.

21

Ratna W Dahar, Teori-teori Belajar,(Jakarta : Erlangga, 1996), h. 164 – 165. 22

Fauziatul Fajaroh, Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (learning cycle), dari http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/20. h 1 - 2

23

(28)

c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan

pemecahan masalah. (Hudojo, 2001).24

Model pembelajaran learning cycle yang berorientasi pada pembelajaran kontruktivisme ini sangat memperhatikan pengalaman dan

pengetahuan awal siswa serta bertujuan untuk meningkatkan pemahaman

konsep siswa. Oleh karena itu pada setiap fase pembelajarannya guru dituntut

untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang beranjak isu-isu sains yang

relevan dengan lingkungan siswa, memicu proses disekuilibrium-ekuilibrium

pada diri siswa serta memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi

dengan orang lain dalam mengemukakan dan mengembangkan pemahaman

tentang fenomena sains.

Lima unsur dasar dalam metode pembelajaran siklus belajar (learning cycle) adalah:

a. Sintak, menghadapkan masalah, guru membawa beberapa contoh untuk

dieksporasikan kemudian siswa menemukan masalahnya dan

mengeksporasi dengan berkelompok dengan menjawab permasalahan yang

telah ia dapatkan.

b. Sistem sosial dengan jalan bekerja secara berkelompok untuk

mengeksporasi materi. Pada sistem ini yang dikembangkan adalah prinsip

kerjasama dan kesamaan derajat.

c. Prinsip reaksi yang harus dikembangkan adalah penyampaian hasil

eksporasi secara lugas dan dipahami oleh pendengar, memberi kesempatan

kepada rekannya yang lain untuk bertanya dan memberi jawaban tanpa

menyinggung sesama.

d. Sarana pembelajaran yang diperlukan adalah media pembelajaran berupa

media asli, literatur, dsb dan tehnik pembelajaran yang tepat untuk

mendukung pelaksanaan model pembelajaran siklus belajar seperti teknik

kerja kelompok.

24

(29)

e. Produk, yaitu hasil yang diperoleh siswa setelah belajar baik berupa

pemahaman, konsep maupun simpulan. Selain itu diharapkan siswa

mampu menerapkan hasil pemahaman didalam kehidupan. 25

Keuntungan model pembelajaran learning cycle yaitu:

a. Meningkatkan motivasi belajar karena pembelajaran dilibatkan secara aktif

dalam proses pembelajaran.

b. Membantu mengembangkan sikap ilmiah pembelajar.

c. Pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Kelemahan model belajar learning cycle yaitu:

a. Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan

langkah-langkah pembelajaran.

b. Menuntut kesungguhan dan kreatifitas guru dalam merancang dan

melaksanakan proses pembelajaran.

c. Memerlukan pengolahan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi.

d. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun

rencana dan melaksanakan pembelajaran.26

Berdasarkan tahapan-tahapan dalam model pembelajaran bersiklus

yang diuraikan di atas, diharapkan siswa tidak hanya mendengar keterangan

guru tetapi dapat berperan aktif untuk menggali dan memperkaya pemahaman

mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari, sehingga dapat membangun

pemahaman dan pengetahuan siswa sesuai prinsip kontruktivisme dalam

belajar membangun pengetahuan dan memperoleh pembelajaran yang

bermakna.

3. Hakikat Proses Belajar Mengajar

Dalam perkembangan kehidupan manusia tidak dapat lepas dari proses

belajar. Dari lahir hingga dewasa dengan dorongan rasa ingin tahu serta

adanya kebutuhan interaksi dengan individual lain dan lingkungannya.

25

I Kudek Adi Hirawan, Model Siklus Belajar (Learning Cycle), dari http://www.scribd.com/dok/16315603/Model-Siklus-Belajar

26

(30)

Manusia terdorong untuk mempelajari segala hal yang sederhana hingga yang

kompleks. Belajar juga merupakan proses dari perkembangan hidup manusia.

Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat

latihan dan pengalaman. Belajar sesungguhnya adalah ciri khas manusia dan

yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan oleh manusia

merupakan bagian dari hidupnya, berlangsung seumur hidup, kapan saja, dan

di mana saja, baik di sekolah, di kelas, di jalanan dalam waktu yang tak dapat

ditentukan sebelumnya. Namun demikian, satuhal sudah pasti bahwa belajar

yang dilakukan oleh manusia senantiasa dilandasi oleh iktikad dan maksud

tertentu. Berbeda halnya dengan kegiatan yang dilakukan oleh binatang (yang

sering juga dikatakan sebagai belajar).27

Menurut kaum kontruktivis, belajar merupakan proses aktif pelajar

mengkontruksi arti teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar juga

merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau

bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang

sehingga pengertiannya dikembangkan.28

Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah) belajar berarti kegiatan

pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta

sebanyak-banyaknya. Jadi dalam hal ini belajar dipandang dari sudut berapa banyak

materi yang dikuasai oleh siswa. Adapun secara kualitatif (tinjauan mutu)

belajar ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta

cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini

difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk

memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.

Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan

latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang

27

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h 154

28

(31)

menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi

segenap aspek organisme atau pribadi.29

Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek dan

sebagai objek dari kegiatan pengajaran. Karena itu, inti proses pengajaran

tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan

pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik

berusaha secara aktif untuk mencapainya. 30

Kegiatan belajar mengajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Memiliki tujuan, yaitu untuk membentuk anak dalam suatu perkembangan

tertentu.

b. Terdapat mekanisme, prosedur, langkah-langkah, metode dan teknik yang

direncanakan dan didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

c. Fokus materi jelas, terarah dan terencana dengan baik.

d. Adanya aktifitas anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya

kegiatan belajar mengajar.

e. Aktor guru yang cermat dan tepat.

f. Terdapat pola aturan yang ditaati guru dan anak didik dalam proporsi

masing-masing.

g. Limit waktu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

h. Evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi produk.31

Keaktifan anak didik bukan hanya dinilai dari segi fisik namun dari

segi kejiwaan, karna apabila hanya fisik saja yang aktif sedangkan pikiran dan

mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan tujuan pembelajaran yang akan

dicapai kemungkinan besar tidak akan tercapai semaksimal mungkin. Belajar

pada hakitkatnya adalah ”perubahan” yang terjadi di dalam diri seseorang

setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Jadi apabila terjadi perubahan

pada diri seorang anak, maka anak tersebut telah belajar.

29

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002), h 10-11

30

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002), h 38.

31

(32)

Ada asumsi atau anggapan bahwa belajar adalah semata-mata

mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk

informasi dari materi pembelajaran. Ada pula yang beranggapan bahwa

belajar adalah latihan belaka seperti yang nampak dalam latihan membaca da

menulis. Padahal , sesungguhnya menurut Skinner belajar adalah suatu proses

adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.

Gredler (1986) mendefinisikan belajar sebagai proses memperoleh berbagai

kemampuan, keterampilan dan sikap. Belajar merupakan tahapan perubahan

seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman

dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.32

Hilgard dan Bower, dalam bukunya Theories of Learning (1975) mengemukakan. “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku

seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman

yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu

tidak dapat dijelaskan atau dasar kecendrungan respon pembawaan,

kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan,

pengaruh obat, dan sebagainya).”33Dari kesimpulan di atas, maka dapat

dikatakan bahwa belajar adalah Suatu proses perubahan seorang anak dalam

segala hal, baik dalam segi tingkah laku, pemikiran serta keterampilan.

Ciri – ciri perubahan dalam pengertian belajar menurut Lameto (1987)

meliputi:

a. Perubahan yang terjadi berlangsung secara sadar, sekurang-kurangnya

sadar bahwa pengetahuannya bertambah, sikapnya berubah,

kecakapannya berkembang, dan lain-lain.

b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional. Belajar bukan

proses yang statis karena terus berkembang secara grandual dan setiap

hasil belajar memiliki makna dan guna yang praktis.

c. Perubahan belajar bersifat positif dan aktif. Belajar senantiasa menuju

perubahan yang lebih baik.

32

R. Angkowo dan A. Kosasih, Optimalisasi Media Pembelajaran, (Jakarta: Grasindo, 2007), h. 47.

33

(33)

d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, bukan hasil belajar

jika perubahan itu hanya sesaat, seperti berkeringat, bersin, dan lain-lain.

e. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah. Sebelum belajar,

seseorang hendaknya sudah menyadari apa yang akan berubah pada

dirinya melalui belajar.

f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku, bukan bagian-bagian

tertentu secara parsial.34

Mengajar pasti merupakan kegiatan yang mutlak memerlukan

keterlibatan individu anak didik. Bila tidak ada anak didik atau objek didik,

siapa yang diajar. Hal ini perlu sekali guru sadari agar tidak terjadi kesalahan

tafsiran terhadap kegiatan pengajaran. Karena itu, belajar dan mengajar

merupakan istilah yang sudah beku dan menyatu di dalam konsep pengajaran.

Guru yang mengajar dan anak yang belajar adalah dwi tunggal dalam

perpisahan raga jiwa bersatu antara guru dan anak didik.

Peran guru sebagai pembimbing bertolak dari cukup banyaknya anak

didik yang bermasalah. Dalam belajar ada anak didik yang cepat mencerana

bahan, ada anak didik yang sedang mencerna bahan, dan ada pula anak didik

yang lamban mencerna bahan yang diberikan oleh guru. Ketiga tipe belajar

anak didik ini menghendaki agar guru mengatur strategi pengajaran yang

sesuai dengan gaya-gaya belajar anak didik. Akhirnya, bila hakikat belajar

adalah ”perubahan”, maka hakikat belajar mengajar adalah proses ”pengaturan”

yang dilakukan oleh guru.

4. Fisika dan Hasil Belajar Fisika

Pendidikan sains atau lebih dikenal dengan Imu Pengetahuan Alam

(IPA), seperti pendidikan pada umumnya, memiliki peranan yang sangat

penting dalam pembentukan kepribadian dan perkembangan intelektual anak.

Dengan berbagai upaya dilakukan, pendidikan sains senantiasa mengalami

pengkajian ulang dan pembaruan untuk mencari bentuknya yang paling sesuai.

34

(34)

Menurut Fisher, sains adalah bangunan pengetahuan yang diperoleh

menggunakan metode berdasarkan observasi. Carin dan Sund, mengatakan

sains adalah suatu sistem untuk memahami semesta dengan data yang

dikumpulkan melalui observasi atau eksperimen yang dikontrol. Sedangkan

menurut Dawson, sains adalah aktivitas pemecahan masalah oleh manusia

yang termotivasi akan keingintahuannya terhadap alam di sekelilingnya dan

keingintahuanya untuk memahami, menguasai, dan mengolahnya demi

kebutuhannya.35

“Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan proses dan

produk tentang pengkajian gejala alam (Sund & Trowbridge, 1973)”. Lahirnya

istilah IPA dimulai pada saat manusia memperhatikan gejala-gejala alam,

mencatatnya, dan kemudian mempelajarinya. “Pengetahuan yang diperoleh

mula-mula terbatas pada hasil pengamatan seadanya, kemudian semakin luas

akibat dari hasil pemikirannya (Harmoni, 1992)”.

Menurut Gagne yang dikutip oleh Dahar (1988), belajar merupakan

suatu proses dimana suatu organisme mengalami perubahan perilaku karena

adanya pengalaman. Pendapat senada disampaikan oleh Woolfolk dan

McCune-Nocolich (1984) yang menyatakan bahwa proses belajar telah terjadi

jika di dalam diri anak telah terjadi perubahan. Perubahan dalam diri anak

dikatakan sebagai hasil proses belajar jika perubahan tersebut diperoleh dari

pengalaman sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Jadi belajar ditandai

oleh dua faktor yaitu adanya perubahan dan pengalaman. Menurut Fisher

seperti dikutip oleh Amien (1990), IPA termasuk fisika merupakan kumpulan

pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode yang

berdasarkan observasi. Dengan demikian dalam pembelajaran IPA (fisika)

diharapkan ada keterlibatan langsung antara anak dengan objek yang sedang

dipelajari.

Menurut Hardy dan Fleer (1996) pengertian sains dalam perspektif

yang lebih luas adalah sebagai berikut:

35

Nani Dahniar, Sains Project sebagai Salah Satu Alternatif dalam Meningkatkan

(35)

a. Sains sebagai kumpulan pengetahuan. Sains sebagai kumpulan

pengetahuan mengacu pada kumpulan berbagai konsep sains tang sangat

luas. Sains dipertimbangkan sebagai akumulasi berbagai pengetahuan

yang telah ditemukan sejak zaman dahulu sampai penemuan pengetahuan

yang sangat baru. Pengetahuan tersebut berupa fakta, konsep, teori, dan

generalisasi yang menjelaskan tentang alam.

b. Sains sebagai suatu proses penelusuran (investigation). Sains sebagai suatu proses penelusuran umumnya merupakan suatu pandangan yang

menghubungkan gambaran sains yang berhubungan erat dengan kegiatan

laboratorium beserta perangkatnya.

c. Sains sebagai kumpulan nilai. Sains sebagai kumpulan nilai berhubungan

erat dengan penekanan sains sebagai proses.

d. Sains sebagai suatu cara untuk mengenal dunia. Proses sains dipengaruhi

oleh cara di man orang memahami kehidupan dan dunia di sekitarnya.

e. Sains sebagai institusi sosial. Sains seharusnya dipandang dalam

pengertian sebagai kumpulan profesional, di mana melalui sains para

ilmuan dilatih dan diberi penghargaan akan hasil karya yang telah

dihasilkan, didanai, dan diatur dalam masyarakat, dikaitkan dengan unsur

pemerintah bahkan dipengaruhi oleh politik.

f. Sains sebagai hasil konstruksi manusia. Pandangan ini menunjuk pada

pengertian bahwa sains sebenarnya merupakan penemuan dari suatu

kebenaran ilmiah mengenai hakikat semesta alam.

g. Sains sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Orang menyadari bahwa

apa yang dipakai dan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sangat

dipengaruhi oleh sains.36

Salah satu dari cabang ilmu pengetahuan alam (IPA) adalah ilmu fisika

yang merupakan ilmu yang mempelajari fenomena alam. Ilmu fisika yang

merupakan dasar dari sains adalah ilmu yang diperoleh berdasarkan

pengamatan dan eksperimen, serta menghubungkan kernyataan-kenyataan

berdasarkan metode ilmiah sehingga keberadaannya sangat penting bagi

36

(36)

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu setiap orang

harus mampu mengembangkan hasil belajarnya dalam pendidikan di era ini.

Secara sederhana pengertian fisika ialah ilmu pengetahuan atau sains

tentang energi, transformasi energi, dan kaitannya dengan zat. Sebagaimana

sains yang lain, fisika juga mengalami perkembangan yang pesat terutama

sejak abat ke-19. oleh karena itu orang membagi fisika dalam fisika klasik dan

fisika modern. Fisika klasik merupakan akumulasi dari pengetahuan,

teori-teori, hukum-hukum tentang sifat zat dan energi yang sebelum tahun 1900

mengalami penyempurnaan. Sekitar tahun 1900 terjadi beberapa fenomena

anomali dalam fisika klasik sehingga melahirkan fisika modern. Fisika

modern mempelajari struktur dasar suatu zat, yakni molekul, atom, inti serta

partikel dasar.37

Fisika adalah ilmu tentang gejala dan perilaku alam sepanjang dapat

diamati oleh manusia. Jadi, jelas bahwa teknik-teknik pengamatan (observasi)

merupakan bagian yang amat penting dalam pengajaran fisika. Manusia

memiliki lima indra, tetapi khisus ilmu fisika yang terutama menggarap benda

mati, penglihatan dan pendengaran merupaka dua indra yang paling banyak

dipakai.38

Fisika mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam

lingkup ruang dan waktu. Fisikawan mempelajari perilaku dan sifat materi

dalam bidang yang sangat beragam, mulai dari partikel submikroskopis yang

membentuk segala materi (fisika partikel) hingga perilaku materi alam

semesta sebagai satu kesatuan kosmos. Fisika adalah ilmu yang mempelajari

kejadian-kejadian alam serta interaksi antara benda-benda, atau materi-materi

di alam ini. Banyak faktor yang dapat membuat pembelajaran fisika menjadi

lebih menarik dan menghasilakan prestasi siswa yang tinggi. Namun, satu

faktor terpenting untuk hal itu adalah keterlibatan siswa secara aktif dalam

proses pembelajaran. Siswa terlibat secara aktif dalam mengamati,

mengoperasikan alat, atau berlatih menggunakan objek konkret sebagai bagian

37

Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h 31 38

(37)

dari pelajaran. Membicarakan hakikat fisika sama halnya dengan

membicarakan hakikat sains karena fisika merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari sains. Oleh sebab itu, karakter fisika pada dasarnya sama

dengan karakteristik sains pada umumnya.

Ilmu fisika tidak hanya menggarap gejala dan perilaku alam secara

kualitatif, tetapi juga secara kuantitatif. Untuk itu, diperlukan juga unsur

kecermatan dan ketelitian, yang menjadi salah satu andalan dari kemahiran

pengamatan. Yang dimaksud dengan ”pengamatan” di sini bukan hanya

pengamatan secara langsung, tetapi juga pengamatan tidak langsung. Oleh

sebab itu, dalam bahan ajar ini kedua jenis pengamatan itu dibedakan.

Meskipun demikian, batas-batas perbedaan antara keduanya tidak terlalu tajam

untuk dipermasalahkan.39

Pada dasarnya ilmu pengetahuan dapat digolongkan menjadi beberapa

golongan, diantaranya adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang membehas

tentang fenomena alam, kemudian IPA dibagi menjadi beberapa cabang

disiplin ilmu, diataranya adalah fisika. Dimana fisika merupakan cabang ilmu

pengetahuan yang memepelajari tentang gejala-gejala alam yang terjadi di

dalamnya.

Dari sudut pandang ontologi, IPA yang kita pelajari memperagakan

berbagai fenomena alam yang indah mempesona, yaitu keragaman,

keserupaan, keteraturan, kelestarian nisbi, dan kejadian-kejadian yang bersifat

probabilistik, sehingga manusia merasa tertarik kepada alam seisinya dan

kemudian mengagungkan penciptannya. Inilah nilai religius (agama) yang

disumbangkan pendidikan IPA kepada anak didik. Semakin luas dan semakin

dalam seseorang mempelajari IPA, semakin kecil ia merasa sebagai makhluk

bila dibandingkan dengan Tuhan Yang Maha Kuasa yang menciptakan alam

seisinya yang mengandung rahasia tak habis-habisnya.40

Kegiatan proses belajar mengajar ada dua aspek utama pada mata

pelajaran IPA, yaitu aspek teoritis dan empiris. Kedua aspek ini saling terkait

39

Suprapto Brotosiswoyo, Hakikat Pembelajaran MIPA Di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Pekerti-MIPA, 2001), h. 7.

40

(38)

dan saling mengisi. Ide-ide yang melahirkan teori harus diuji secara empiris.

Jika suatu teori tidak dapat dijelaskan melalui ceramah atau eksperimen

karena konsep yang abstrak seperti massa jenis dan sifat zat, maka guru dapat

memberikan suatu model pembelajaran yang dapat mengkonkretkan sebuah

teoriyang abstrsk sehingga peningkatan pemahaman siswa akan meningkat

yang berpengaruh juga pada hasil belajar fisikanya.

Hasil belajar tampak terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa,

yang dapat diamati dan dapat diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan

sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya

peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan

sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan

menjadi sopan dan sebagainya.41

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa

setelah menerima pengalaman belajarnya.42 Hasil belajar harus memenuhi

syarat sebagai berikut :

a. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi

tinggi, baik secara individual maupun kelompok.

b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus

telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok.

Namun demikian, indikator yang banyak dipakai sebagai tolak ukur

keberhasilan adalah daya serap.43

Dalam pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, menggunakan

klasifikasi hasil belajar dari Bunyamin Bloom yang secara garis besar menjadi

3 ranah, yaitu :

a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari

enam aspek yaitu, pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,

sintesis, dan evaluasi.

41

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h 155

42

Nana Sudjana, Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004) h. 22

43

Gambar

Gambar 2. 1: Skema Perolehan Pengetahuan-Stanobridge
Tabel 2. 1
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Tabel. 3. 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

menyekolahkan anaknya di sekolah SD Tarbiyatul Islam, juga sebagai mitra dalam pengembangan MBS,dan juga ikut mendukung program-program yang ada pada sekolah atau yang

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya menyatakan bahwa Skripsi dengan judul: Analisis Kondisi Keuangan Perusahaan dengan Menggunakan Model Altman (Z- score) dan Model

Aspek Budaya, Sosial, dan Ekonomi dari Tiwah (Upacara M asyarakat Dayak Tomun Lamandau) Nina Putri Hayam Dey, Sri Suwartiningsih, Daru Purnomo.. The Power of the Language of

Jumlah subyek dalam penelitian ini adalah 50 orang dengan kriteria subyek yang tergabung dalam salah satu band yang memiliki kontrak kerja dengan pihak Cafe.. Pengumpulan

Hal ini tertuang pada penyajian berita-berita yang ekslusif, dapat dibaca dengan cepat, tata wajah tampilan yang fleksibel dan menarik serta lebih menekankan

GİRNE AMERİKAN ÜNİVERSİTESİ GIRNE AMERICAN UNIVERSITY Lisansüstü Eğitim ve Araştırma Enstitüsü Institute of Graduate Studies and Research Doktora Yeterlik Yazılı Sınav

Menunjuk Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan lslam Kementerian Agama Republik lndonesia Nomor 363 tahun 2017 tentang Panduan Penerbitan Nomor lnduk Siswa Madrasah

organizations) mendefinisikan pengendalian internal sebagai proses yang diimplementasikan oleh dewan komisaris, pihak manajemen dan mereka yang berada dibawah arahannya