ABSTRAK
Yunan Aftiar:
“Konsep Jihad Dalam Pendidikan Menurut DR. Yusuf Al-Qardhawi”
Adanya pandangan pemahaman yang keliru, jika dikatakan jihad maka yang ada dalam pikiran sebagian orang adalah kekerasan, peperangan, teror, bom bunuh diri. Anggapan ini muncul sejak terjadinya peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok yang menamakan islam beberapa silam yang puncaknya terhadap serangan Word Trade centre (WTC) 11 september pada tahun 2001 yang lalu.
Distorsi makna jihad sebagai kegiatan yang lebih cenderung bermakna fisik yang amat partikular, pada urutannya bukan saja terus menodai citra agama (Islam) sebagai pembawa rahmat bagi semesta, melainkan juga terus menghantui umat sebagai kekuatan laten yang destruktif dan traumatik, justru dari dalam psikologis umat sendiri. Alhasil, implikasi negatif itu tak lain hanyalah sebuah beban psikologis-historis umat yang malah menambah persoalan, bukan solusi itu sendiri yang cenderung digembor-gemborkan, padahal perjuangan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, tekun, tabah, dan tidak kenal putus asa dapat disebut sebagai jihad. Dalam terjemahan bahasa Indonesia disebut sebagai perjuangan
Yusuf Qaradhawi tampil mengartikan makna jihad pada skop yang lebih luas, memperluaskan skop jihad kepada segala sesuatu usaha yang dilakukan untuk menegakkan kalimah Allah pada tempatnya dalam segala bidang kehidupan seperti ekonomi, pendidikan, politik, maka jihad pun terbuka luas, yaitu melalui audio visual, melalui media elektronik, saluran satelit dan jaringan internet, serta media-media lainnya dan untuk dapat melaksanakan jihad dalam pendidikan harus membangun pendidikan dengan metode yang sesuai, sarana audio visual, teknologi yang canggih dan lain-lain..
Penelitian pustaka ini dilakukan untuk mengkaji beberapa buku Yusuf Qardhawi dalam bukunya Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Berdasarkan Al-Qur’an Dan As-Sunnah, Bagaimana Seharusnya Menampilkan Wajah Islam, serta
membedah islam ekstrem dan buku-buku yang lainnya. Disini didapatkan arti jihad dalam konteks pendidikan, bahwa jihad memiliki arti yang sangat luas. Mencari ilmu juga bagian daripada berjihad. Jihad pada masa sekarang ini bukanlah jihad dengan kekerasan atau peperangan tetapi bagaimana caranya mengembangkan potensi umat, masyarakat, dan bangsa, agar terciptalah ilmuwan-ilmuwan muslim yang professional yang dapat mewujudkan misi islam sebagai
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Wajah islam tampak seram di mata masyarakat Barat. Anggapan
bahwa Islam tidak toleran dan mendakwahkan agamanya dengan pedang
mendapatkan momentum yang pas dengan adanya tragedi 11 september.
Sebenarnya, menurut Karen Amstrong, kekerasan dan intoleransi yang ada
dalam tubuh umat islam tidak bersumber dari ajaran islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Islam adalah agama yang cinta damai dan islam sendiri
memproklamirkan dirinya sebagai agama yang rahmatan lil alamin, bukan hanya kepada umat islam tapi untuk semua manusia, termasuk kepada alam.
Tapi sayangnya, wajah islam yang cinta damai harus tertutupi oleh perikau
segelintir penganutnya yang menyimpang, bahkan bertentangan dari pesan
moral islam. Di Indonesia, wajah umat santri pun sempat tercoreng oleh
berbagai tindakan kekerasan, seperti peledakan bom yang memang biadab itu,
yang paling dahsyat itu adalah tragedi bom bali 12 oktober 2002 yang
menewaskan hampir 200 manusia, yang terbanyak adalah turis australia.
Akibat keganasan ini, tidak saja nama santri yang dikaitkan pada tragedi itu
jadi ternoda, citra bangsa Indonesia yang dihuni mayoritas muslim itu pun
semakin buram. Seolah-olah kaum santri secara keseluruhan menjadi
tertuduh, suatu tuduhan yang tidak dapat diterima.1
1 A.Syafii Ma’arif .
2
Diantara kata yang sering ditakuti, dibenci, disalahpahami, dan
dibonsaikan maknanya adalah kata jihad. Dalam literatur Barat umumnya, kata jihad diterjemahkan dengan holy war (perang suci), padahal perang hanyalah salah satu dari bentuk jihad.2
Perang dalam perjalanan sejarah umat manusia memiliki latar
belakang yang sangat panjang. Ia dapat disebut sebagai kembaran kehidupan
sosial umat manusia dan pasangan yang senantiasa mendampinginya.3
Bilamana membuka lembaran sejarah umat manusia pada dimensi
yang berbeda, kita tidak menemukan satu masa pun yang tidak terdapat satu
perang di dalamnya. Kita menemukan berbagai peperangan yang berkecamuk
sepanjang sejarah perjalanan umat manusia.4
Namun akibat kekurangan pemahaman sebagian orang maka perang
dianggap/diartikan sebagai satu-satunya makna dari jihad, akibatnya
perkataan jihad sering diidentikkan dengan aksi-aksi terorisme seperti
pengeboman, pembunuhan, penculikan, bentrokan dan lain-lain sehingga
menimbulkan kegelisahan dan ketakutan terutama di kalangan umat
non-Muslim. Oleh karenanya, ada banyak salah penerapan ketika jihad diartikan
dan dipahami dalam satu makna, yaitu sebuah penawaran alternatif hidup
mulia atau mati syahid.
Pemahaman inilah yang tentunya banyak melahirkan keadaan dimana
jiwa seseorang menjadi lebih sulit dikendalikan dan mendorong seseorang
bertindak yang merugikan baik diri maupun agamanya sendiri. Keadaan ini
akan terus berlangsung semakin parah ketika seseorang ataupun kelompok
menjadikan jihad sebagai bentuk perjuangan senjata, sedangkan dimensi
lainnya misalnya hujjah tidak dihitung sebagai jihad. Inilah yang menjadikan
orientalis Barat memandang bahwa jihad dalam Islam menjadi stereotip,
2 A.Syafii Ma’arif .
meluruskan makna jihad,(jakarta:CMM 2005) cet.pertama. hal 173
3
M. T. Misbah Yazdi. Perlukah Jihad ? Meluruskan Salah Paham tentang Jihad dan
Terorisme. terj. Akmal Kamil, (Jakarta: Al-Huda, 2006), cet. Pertama, hal. vii
4
M. T. Misbah Yazdi. Perlukah Jihad ? Meluruskan Salah Paham tentang Jihad dan
dimana jihad seringkali diartikan sebagai perang suci (holy war) untuk menyebarkan agama Islam.5
Padahal Nabi Muhammad telah mengajarkan/mencontohkan kepada
kita selaku umatnya bagaimana sebenarnya cara berjihad di jalan Allah. Salah
satunya dengan memacu semangat persatuan, tolong menolong dan
persaudaraan sesama muslim. Sesungguhnya golongan orang-orang kafir dan
munafik benar-benar murka bila mereka melihat orang mukmin komitmen
kepada agamanya dan antusias untuk merealisasikan tuntutan Allah,
sebagaimana marah mereka semakin memuncak bila mereka melihat kaum
Muslimin bersatu padu, bersaudara, saling menyayangi, saling mencintai dan
tolong-menolong dalam bidang amal saleh dan takwa. Inilah fenomena kaum
Muslimin yang dapat membangkitkan rasa amarah golongan orang-orang
kafir dan munafik.
Distorsi makna jihad sebagai kegiatan yang lebih cenderung bermakna
fisik yang amat partikular, pada urutannya bukan saja terus menodai citra
agama (Islam) sebagai pembawa rahmat bagi semesta, melainkan juga terus
menghantui umat sebagai kekuatan laten yang destruktif dan traumatik, justru
dari dalam psikologis umat sendiri. Alhasil, implikasi negatif itu tak lain
hanyalah sebuah beban psikologis-historis umat yang malah menambah
persoalan, bukan solusi itu sendiri yang cenderung digembor-gemborkan,
padahal perjuangan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, tekun, tabah,
dan tidak kenal putus asa dapat disebut sebagai jihad. Dalam terjemahan
bahasa Indonesia disebut sebagai perjuangan.6
Konsepsi islam jihad dengan maknanya yang luas lagi itu berwujud
segala rupa perjuangan yang sangat banyak kandungannya dan sangat besar
gelanggang usahanya meliputi segala macam pergerakan dan segenap usaha
yang dikerjakan karena Allah, dilaksanakan atas kehendaknya dan untuk
mencari keridhaaNya semata-mata.
5
Istilah holy war berasal dari sejarah Eropa yang bermakna perang karena alasan-alasan keagamaan. Lihat Ahmadi Sofyan, IslamOn Jihad, (Jakarta: Lintas Pustaka, 2005), hlm. vi.
6
4
Para ulama telah mencoba mengorek cakupan pengertian jihad itu
dengan bermacam-macam istilah qital dan harb dengan batasan-batasannya masing-masing. Namun secara garis besar dapat disimpulkan kepada dua hal
yakni:
1. Jihad dalam makna yang umum dan
2. Jihad dengan makna yang khusus7
Al Qurthuby menjelaskan pengertian jihad ialah semua perbuatan
yang menunjukkan kepada usaha mengerjakan sesuatu yang diperintahkan
Allah dan meninggalkan diri untuk mentaati Allah serta menolak ajakan hawa
nafsu. Dan berperang melawan syetan dengan menolak atas segala godaannya
sekaligus ajakannya untuk berbuat zalim dan kufur.
Demikian multi dimensinya cakupan pengertian jihad secara populer
dalam ajaran islam. Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubah 122.
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Qs.At-Taubah:122)
Ayat di atas jelas menunjukkan kepada kita tidak seharusnya untuk
semuanya berjihad ke (medan perang) tapi kita juga diharuskan untuk
berjihad dalam pengajaran dan pendidikan, hal ini mengingatkan betapa
pentingnya pendidikan dan pengajaran diniyah. Kata nafar dalam ayat diatas jelas menuju kepada pendidikan dan pengajaran yang biasa di gunakan untuk
berjihad.
7
Syaikhul Islam Al-Ghazali berkata:”wajib ada di setiap mesjid atau disuatu tempat seorang faqih yang mengajarkan dien. Demikian juga pada sebuah pemukiman begitu juga wajib bagi setiap faqih menyediakn waktu
untuk melawat ke negara-negara tetangga seperti irak, Arab,Kurdi, untuk
mengajar untuk mengajar ilmu dien dan ilmu-ilmu syariat .8
Diantara pendidikan yang baik yaitu menyiapkan jiwa-jiwa yang
sanggup berperang ketika tiba masanya untuk itu. Perjuangan yang terakhir
ialah perjuangan dengan bersenjata, dengan pedang dan tombak. Sedangkan
perjuangan dengan dakwah dan memberikan penjelasan, dan perjuangan
dengan Al-qur’an adalah perjuangan yang harus dilakukan sejak hari pertama.dalam surat al-furqan:52
Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar. (QS. al-furqan:52)
Pendidikan yang sedang kita bincangkan adalah termasuk jenis
pendidikan ini, yakni berjihad di jalan Allah.9
Syaikh Yusuf al-Qaradhawi yang juga salah satu penggerak organisasi
Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam hal ini menyerukan wajibnya mendahulukan
pendidikan daripada peperangan, mendahulukan pembentukan pribadi
daripada menduduki pos-pos yang penting.10
Yang dimaksudkan oleh Yusuf al-Qardhawi dengan pendidikan dan
pembentukan di sini ialah membina manusia Mu’min yang dapat mengemban misi da’wah; bertanggung jawab menyebarkan risalah Islam; tidak kikir
terhadap harta benda; tidak sayang kepada jiwanya dalam melakukan
perjuangan di jalan Allah SWT. Pembinaan dan pembentukan manusia seperti
itu, merupakan gambaran yang paling tepat bagi generasi Mu’min Yang
8
Yusuf Al-Qaradhawi dkk,berjuang di jalan Allah, (jakarta; gema insani press, 1992 hal 51
9
Yusuf Al-Qaradhawi,dkk ,berjuang di jalan Allah, (jakarta; gema insani press, 1992 hal 53
10
Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur’an dan
6
hendak mengemban panji perbaikan dan kebangkitan. Usaha seperti itu harus
mendahului perjuangan bersenjata untuk mengubah suatu masyarakat dan
mendirikan agama.
Jihad pula secara umum adalah suatu usaha yang bersungguh-sungguh
untuk melakukan sesuatu kerja, Ibnu Abbas mendefinisikan jihad sebagai
penumpuan seluruh usaha dan tenaga untuk sesuatu perkara.11
Para ulama dan intelektual Islam mempunyai beberapa pendapat
dalam mengartikan jihad, di antaranya :
a. Imam mazhab yang empat berpendapat, jihad adalah berperang
menggunakan senjata dan membantu orang-orang yang berperang.12
b. Ibnu Rusyd berpendapat, sesungguhnya kata jihad fi sabilillah apabila
disebut secara mutlak maka maksudnya adalah memerangi orang-orang
kafir dengan pedang sampai mereka masuk Islam atau membayar jizyah
(pajak) dengan patuh, sedang mereka dalam keadaan tunduk.13
c. Ibnu Taimiyah menulis, jihad itu hakikatnya ialah berusaha
bersungguh-sungguh untuk menghasilkan sesuatu yang diridhai Allah daripada
keimanan, amal shaleh dan menolak sesuatu yamg dimurkai Allah dari
kekufuran, kefasikan dan kedurhakaan. 14
Sejatinya, kesalehan sejati membawa pada keberagamaan yang
toleran, moderat, solider, beradab, dan tidak membelenggu. Dengan
demikian, tujuan teologis agama adalah memanusiakan manusia melalui
pembebasan yang fitrah secara universal tanpa kecuali. Di situlah makna
jihad mesti diletakkan.
Yang menarik di sini adalah, hasil penelitian tentang makna jihad,
penulis mendapati Ulama salaf mendefinisikan jihad kepada peperangan
bahkan sebagian mereka mengartikan jihad itu sebagai qital. Namun menurut
11
Ibnu Qayyim, Zaad al-Ma’ad, (Beirut, al-Risalah Publisher, 1998), cet.3, jilid 3, hal.8
12
Abdullah Azzam, Tarbiyah Jihadiyah, (Solo:Pustaka al-‘Alaq, 2003), Jilid 9, cet 1, hal.152
13
Ibnu Rusyd, Muqaddimah, (Beirut: Dar al-Fiqr, t.t), Jilid 1, hal. 369
14
ulama kontemporer, khususnya Dr. Yusuf Al-Qardhawi mereka
memperluaskan skop jihad kepada segala usaha yang dilakukan untuk
meletakkan kalimah Allah pada tempatnya dalam segala bidang kehidupan
seperti ekonomi, pendidikan, politik dan lain sebagainya.
Penulis melihat perbedaan ini terjadi karena pendekatan yang diambil
oleh ulama mengikuti perubahan zaman. Ulama salaf hidup dalam dunia
Islam yang dipimpin oleh umat Islam dan mereka tidak menghadapi serangan
daripada orang bukan Islam, kecuali serangan itu hanya dalam bentuk militer
saja, manakala ulama terkemudian hidup dalam dunia yang diperintah oleh
orang bukan Islam atau orang Islam yang telah terpengaruh dengan doktrin
dan pemikiran barat pasca runtuhnya khilafah pada tahun 1924, mereka
menghadapi serangan musuh-musuh Islam dari berbagai aspek kehidupan
seperti ekonomi, pendidikan, politik dan lain sebagainya. Dari sini penulis
tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang jihad dalam skripsi yang
berjudul “Konsep Jihad Dalam Pendidikan Menurut DR. Yusuf Al-Qaradhawi ”.
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Perkataan jihad sering diidentikkan dengan aksi-aksi terorisme
seperti pengeboman, pembunuhan, penculikan, bentrokan dan lain-lain
sehingga menimbulkan kegelisahan dan ketakutan terutama di kalangan
umat non-Muslim. Oleh karenanya, ada banyak salah penerapan ketika jihad
diartikan dan dipahami dalam satu makna, yaitu sebuah penawaran alternatif
hidup mulia atau mati syahid.
Tertarik dengan hal ini, penulis ingin mencoba mengkaji lebih jauh
mengenai pemahaman tentang jihad, namun agar tidak terlalu meluas, di sini
penulis membatasi permasalahan ini dengan memfokuskan pada konsep
jihad dalam persepektif pendidikan dan melihat bagaimana konsep jihad
Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi dalam pendidikan dan sebagai bahan
8
2. Perumusan Masalah
a. Bagaimana konsep jihad dalam pendidikan ?
b. Bagaimana DR. Yusuf Qardhawi Mengartikan makna jihad dalam
pendidikan?
c. Bagaimana metode pembelajaran dalam pendidikan dan relevansinya
dengan konsep jihad dalam pendidikan menurut DR. Yusuf Qardhawi
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini dilakukan dalam rangka :
a. Untuk mendapatkan sebuah pemahaman baru dalam kajian tentang
konsep jihad yang sebenarnya menurut Islam, seiring dengan kesalahan
tentang pemahaman dan perealisasian jihad yang baru-baru ini semakin
mencuat ke permukaan.
b. Untuk mengetahui bagaimana konsepsi Jihad menurut Ulama
kontemporer khususnya Imam Yusuf Al-Qaradhawi.
2. Penelitian ini juga bermanfaat;
a. Untuk menambah wawasan keilmuan mengenai makna jihad.
b. Bagi pengembangan disiplin Ilmu, penulisan skripsi ini diharapkan
dapat memberikan sumbangsih dan bahan masukan pada
pengembangan disiplin ilmu.
D. Metodologi Penelitian
Dalam skripsi ini, ada tiga aspek penelitian yang digunakan.
1. Metode pengumpulan data
Penelitian skripsi ini termasuk penelitian kepustakaan (library research), suatu metode dengan cara mengumpulkan data dan informasi, baik berupa buku-buku maupun artikel-artikel yang kemudian
diidentifikasikan secara sistematis dan analitis, dengan didukung dan
dibantu dengan berbagai macam sarana yang terdapat di ruang pustaka.
Sedangkan data-data yang diperlukan dapat dicari dari
utama, dalam hal ini yang menjadi sumber utama adalah kitab-kitab yang
khususnya membahas tentang karya Yusuf al-Qaradhawi tentang jihad.
Kemudian data yang bersifat sekunder, yaitu data-data yang lebih dahulu
dikumpulkan dan dilaporkan dari sumber-sumber yang lain, yang ada
relevansinya dengan masalah yang diteliti yang kemudian disebut dengan
data atau sumber pendukung.
2. Metode Pembahasan
Dalam metode ini penulis menggunakan :
a. Metode Deskriptif, yaitu suatu pembahasan yang bermaksud untuk
menggambarkan mengenai data-data dalam rangka menguji hipotesa
atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu
sedang berjalan dari pokok masalah. Langkah ini diambil sebagai awal
yang sangat penting karena akan menjadi dasar bagi penelitian
selanjutnya.
b. Metode Analisis, yaitu suatu bahasan dengan cara memberikan
interpretasi-interpretasi terhadap data-data yang terkumpul dan
tersusun. Jadi metode deskriptif analitis adalah suatu pembahasan yang
bertujuan untuk membuat gambaran terhadap data-data yang telah
tersusun dan terkumpul dengan cara memberikan interpretasi terhadap
data tersebut.
3. Metode Penulisan
Secara tekhnis penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku
10
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG JIHAD
A.
Definisi Jihad
1. Pengertian Jihad Menurut Bahasa Arab
Dalam hal ini, Syaikh Zhāfir al-Qasimy menulis:
Tidak diragukan lagi, sesungguhnya kata jihad adalah kata/istilah Islami yang khusus digunakan setelah kedatangan Islam dan belum dikenal pada masa jahiliyah. Perkataan ini tidak terdapat dalam syair-syair jahiliyah (Arab kuno), baik yang lampau maupun baru, baik yang semakna maupun yag menyerupainya. Dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwasanya kata jihad adalah kata yang berhubungan dengan urusan deen (agama); datang bersamaan dengan datangnya Islam, sebagaimana kata shalat, zakat dan lain-lainnya yang tidak terdapat dalam perkataan jahiliyah. Jadi, hanya dikhususkan untuk peristilahan dalam Islam dengan makna/pengertian yang khusus pula, tidak serupa dengan makna kalimat lainnya.1
Jika ditelaah akar katanya dalam bahasa Arab, kata jihad berasal
dari akar kata jahada – yajhadu – jahdan/juhdan, yang diartikan sebagai
ath-thaqah, al-masyaqah dan mubalaqah ”kekuatan”, ”kesulitan” dan
”usaha”.
Adapun jihad berkedudukan sebagai masdar ”kata benda” daripada jahada, yaitu bab faa’ala daripada jahada di atas dan diartikan sebagai: berusaha menghabiskan segala daya kekuatan, baik berupa perkataan
maupun perbuatan.2
1 Syaikh Zhāfir al
-Qāsimī, al-Jihad wa al-Huqūq ad-Dauliyah aľ- mmah fi al-Islam
(Beirut: Dār al-Ilm li al-Malāyīn, 1986), hal. 13
2 Ibnu Manzū
r, Lis n al-Arab, (Qaherah: ad-Dār al-Mishriyyah li al-Ta‟līfi wa
Secara bahasa, secara garis besarnya, jihad dapat pula diartikan
sebagai: penyeruan (ad-dakwah), menyuruh kepada yang ma‟ruf dan
mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar), penyerangan
(ghazwah), pembunuhan (qital), peperangan (harb), penaklukan (siyar), menahan hawa nafsu (jihad an-nafs) dan lain yang semakna dengannya ataupun mendekati.3
Berdasarkan pengertian tersebut, jihad adalah kata Islami yang
mengandung pengertian luas, dapat diartikan sebagai perang, dakwah dan
sejenisnya dan tidak tepat jika hanya diartikan dengan salah satu
pengertian saja. Dalam bahasa Indonesia/melayu, perkataan yang hampir
menyamai perkataan jihad adalah kata perjuangan karena sifatnya yang umum dan mengandung pengertian luas, seluas pengertian dan keumuman
makna jihad.4
2. Pengertian Jihad Menurut Pendapat Para Tokoh-Tokoh Islam
Al-Hafidz Ibn Hajar, berkata : ” Keutamaan tidak bisa didekati dengan qiyas, Jihad adalah seutama-utama amal perbuatan secara mutlak.5
Moenawar Khalil merumuskan pengertian jihad ini sebagai
berikut” kata-kata jihad itu diambil dari bahasa arab, dari asal kata ”jahd”
yang artinya usaha atau”juhd” yang artinya kekuatan. Dan arti menurut
aslinya yaitu” bersungguh-sungguh mencurahkan segenap tenaga untuk melawan musuh.6
Taufiq Ali Wahbah mengajukan pengertian itu adalah sebagai
berikut”
”jihad adalah pengerahan segala kemampuan dan potensi dalam memerangi musuh. Jihad diwajibkan atas kaum muslimin demi membela
3
Abdul Baqi Ramadhan, al-Jihad Sabiluna(Tabuk: Muthobi‟ al-Shamal al-Qubra, 1986), hal. 13
4
Hilmi Bakar Al-Mascaty, Panduan Jihad untuk Aktivis Gerakan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), cet.1, hal. 4
5
Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath Al-Bariy, juz 6. hal. 5
6
12
agama Allah, dan jihad baru dilakukan setelah timbulnya gangguan-gangguan yang dilakukan musuh terhadap kaum muslimin.7
Dr. Mohammad Khair Al-Haekal, di dalam Al-Jihad Wa Al-Qitaal,
berpendapat bahwa “ Jihad adalah amal yang paling utama dibandingkan amal-amal yang lain”. Sebab, Nash-nash Qath’I jelas melebihkan jihad di atas amal perbuatan yang lain.8
Hukum asal Jihad adalah fardhu Kifayah. Pendapat ini dianut oleh
mayoritas Fuqaha. Ibn Rusyd dalam kitab Bidayaatul Mujtahid, menyatakan: Para Ulama telah sepakat bahwa hukum Jihad adalah
fardhu kifayah, bukan fardhu a’in.9
“Jihad merupakan kewajiban yang termasuk dalam kategori fardhu kifayah. Ini adalah pendapat mayoritas ahli ilmu. Namun, pernah dituturkan bahwa Ibn Musayyab menyatakan bahwa hukum jihad adalah
fardhu a’in”.10
Ibn Hazm dalam kitab Al-Muhalla berpendapat, “ Jihad merupakan kewajiban (fardhu) bagi kaum muslim. Jika sudah ada orang yang menyerang musuh, memerangi musuh di negeri-negeri mereka dan menjaga benteng-benteng kaum muslim, maka gugurlah kewajiban ini bagi kaum muslim yang lain. Namun jika belum dilaksanakan, maka kewajiban ini tidak gugur”.
Imam Syaukaniy dalam kitab Al-Sail Al-Jaraar mengatakan,
“Dalil-dalil yang menunjukan kewajiban jihad, baik Al-Qur’an maupun sunnah, kebanyakannya telah mewajibkan aktifitasnya ini. Hanya saja, kewajiban tersebut hanyalah sekedar fardu kifayah. Jika sebagian kaum muslim telah melaksanakan kewajiban ini, maka gugurlah bagi yang lain. Dan sebelum dilaksanakan oleh sebagian kaum muslim, hukumnya adalah
fardhu a’in atas seluruh mukallaf.”11
7
Taufiq Ali Wahbah, aljihad fil islam, (Saudi: dar allawa). hal 21
8
Mohammad Khair Haekal, Al-Jihaad wa Al-Qitaal, juz 2. hal. 852
9
Syamsudin Ramadhan Al-Nawiy, “Hukum Islam Seputar Jihad dan Mati Syahid”, hal. 67
10
Ibnu Al-Qudamah, Al-Mughniy juz 10. hal. 364
11
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa jihad dengan artinya yang khusus yaitu pengerahan segala
kemampuan dalam memerangi musuh ketika mendapat
gangguan-gangguan yang dilakukan musuh terhadap kaum muslimin. Dan hukum
jihad ini adalah fardhu kifayah artinya apabilasebagian kaum muslim telah
melaksanakan kewajiban ini, maka gugurlah bagi yang lain. Dan sebelum
dilaksanakan oleh sebagian kaum muslim, hukumnya adalah fardhu a‟in
atas seluruh mukallaf.
B.
Dasar Hukum Jihad
1. Dalil-dalil dari Al-Qur’an
Kata jihad, dalam bentuk fi‟il maupun isim, disebutkan 41 kali
dalam Al-Qur‟an, tersebar dalam 19 surat. Ayat-ayat jihad dalam konteks
perjuangan ditemukan sebanyak 28 ayat, terletak dalam surat-surat sebagai
berikut: Al-Baqarah: 218, Ali „Imrān: 142, An-Nisā: 95, Al-Mãidah: 35
dan 54, Al-Anfāl: 72, 74 dan 75, At-Taubah: 16, 19, 20, 24, 41, 44, 73, 81,
86 dan 88, An-Nahl:110, Al-Furqan: 52, Al-Ankabūt: 6 dan 69,
Muhammad: 31, Al-Hujurāt: 15, Al-Mumtahanah: 1, Ash-Shaf: 11 dan
At-Tahrīm: 9.12
Kata jihad dalam Al-Qur‟an mengandung beberapa pengertian
menurut urutan turunnya ayat. Ada yang berarti penyeruan (dakwah),
pemaksaan, peperangan dan lainnya. Di antaranya ada yang menggunakan
fi sabilillah dan ada yang tidak. Untuk lebih memperjelas pengertiannya,
berikut ini akan dikemukakan beberapa contoh:
a. Surah al-Furqān: 52
Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir. Dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur’an dengan jihad yang besar
12
14
Sehubungan dengan pengertian ini, Ibnu Qayyim menulis:
Tidak diragukan lagi bahwa perintah jihad mutlak datang selepas hijrah. Adapun jihad hujjah (jihad keterangan) diperintahkan-Nya di Makkah dengan firman-Nya, ”Maka janganlah kamu mengikuti
orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan
Al-Qur’andengan jihad yang besar.” Inilah surah Makkiyah dan jihad di dalamnya adalah jihad tabligh dan jihad hujjah.13
Jelaslah bahwa arti jihad pada ayat ini adalah menyampaikan
hujjah kepada orang-orang yang ingkar ataupun berdiskusi dengannya
menggunakan dalil-dalil pasti yang akan membuat mereka yakin
terhadap kebenaran Islam. Jihad dalam pengertian ini semakna dengan
perkataan dakwah atau seruan ke jalan Islam.
b. Surah al-‟Ankabūt: 69
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan Kami.(QS. Al- Ankabut: 69)
Kata jihad pada ayat tersebut mengandung pengertian
bersungguh-sungguh melaksanakannya dengan penuh ketabahan dan
kesabaran untuk mendapatkan ridha Allah di jalan-Nya.
c. Surah al-‟Ankabūt: 8
Dan jika keduanya berjihad (memaksamu) untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah
kamu mengikuti keduanya”.
Kata jihad pada ayat tersebut mengandung pengertian memaksa
dengan penuh kesungguhan untuk mengikutinya ataupun
memerintahkan dengan paksa yang sungguh-sungguh.
d. Surah al-‟Ankabūt: 6
13
Dan barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri.
Kata jihad pada ayat tersebut mengandung pengertian bekerja
keras mengeluarkan seluruh kemampuan yang ada untuk mendapatkan
apa yang diinginkan.
e. Surah at-Taubah: 41
Berangkatlah kamu, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Kata jihad dalam ayat tersebut mengandung pengertian
peperangan, yaitu memerangi orang-orang ingkar dengan menggunakan
senjata agar mereka takluk di bawah kekuasaan Islam. Arti jihad seperti
pada ayat inilah yang selalu diartikan kebanyakan orang untuk kata
jihad.
Berdasarkan beberapa ayat tersebut, jelaslah bahwa di dalam
Al-Qur‟an, jihad tidak hanya digunakan untuk satu pengertian saja, namun digunakan untuk beberapa pengertian yang mengandung makna sebagai
tabligh, dakwah, pamaksaan, kesungguhan ataupun peperangan.
Selain itu, ada pula ulama yang berpendapat, ”Jika kata jihad
diiringi kalimat fi sabilillah sesudahnya, kata itu tidak mengandung penngertian lain kecuali berperang menggunakan senjata. Akan tetapi, jika
tidak diiringi kalimat fi sabilillah setelahnya dapat diartikan selain dari
16
2. Dalil-dalil dari As-Sunnah
Rasulullah SAW dalam hadis-hadisnya, juga menggunakan
beberapa pengertian terhadap jihad, diantaranya sebagai berikut:
a. Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Mas‟ud RA,
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
Tiada seorang Nabi pun yang diutus Allah pada umat sebelumku kecuali ada pada mereka di antara umatnya orang-orang hawari (pengikut setia) dan sahabat-sahabat yang mengambil sunnahnya dan berpegang teguh pada perintahnya, kemudian datanglah sesudah mereka beberapa generasi yang mengatakan apa yang mereka tidak lakukan dan melakukan apa yang mereka tidak perintahkan. Barang siapa yang berjihad atas mereka dengan tangannya, ia adalah orang mukmin dan barang siapa yang berjihad atas mereka dengan lisannya, ia adalah orang mukmin dan barang siapa yang berjihad atas mereka dengan hatinya, ia adalah orang
mukmin. Tidak ada selain itu daripada iman sebesar biji sawi pun. (HR. Muslim)
Jihad menggunakan tangan adalah peperangan menggunakan
senjata, jihad menggunakan lisan adalah seruan dan peringatan
(dakwah), sedangkan hati adalah berdiam diri karena tidak mampu
mengubahnya. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi SAW
Barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran maka rubahlah dengan tangannya (kekuasaan), maka apabila tidak bisa rubahlah dengan lisannya maka
apabila tidak bisa dengan hati. Itulah selemah-lemahnya iman (HR.Imam
Muslim)
14
b. Hadis yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Abbas RA,
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada kewajiban hijrah setelah pembukaan kota Mekah. Yang ada adalah kewajiban jihad dan niat. Jika kamu diseru untuk keluar ke medan jihad, maka berangkatlah. (HR. Muslim)
Jihaddalam hadis ini berarti peperangan melawan musuh-musuh.
c. Hadis yang diriwayatkan at-Tarmidzi dari Abu Sa‟id al-Khudri RA,
Diriwayatkan dari Abi Sa’id al-Khudri RA berkata, bahwa Nabi SAW pernah bersabda: sesungguhnya di antara jihad yang paling utama adalah mengatakan keadilan (perkataan yang benar) di hadapan penguasa yang zalim. (HR. at-Tirmidzi)
Jihad dalam hadis ini mengandung pengertian seruan dan
peringatan dengan ajaran Islam agar mereka kembali kepada Islam
dan meninggalkan kemungkaran.
d. Hadis yang diriwayatkan al-Bukhari dari Abdullah bin ‟Amr RA,
Diriwayatkan dari Abdullah bin ’Amr RA berkata: Telah datang seorang
pemuda kepada Rasulullah SAW untuk meminta izin agar diperbolehkan ikut
berjihad. Rasulullah bertanya kepadanya, ”Apakah kedua orang tuamu
masih hidup?”, Pemuda tadi menjawab, ”Iya!”, Maka Rasulullah SAW
bersabda, ”Tetaplah kamu kepada keduanya dan berjihadlah pada mereka.
(HR. al-Bukhari)
15
Imam Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim, (Amman: Al-Maktab al-Islāmī, 2000) cet.1, hal. 386
16
Imam at-Tirmidzi, Jami’ at-Tirmidzi, (Riyadh: Dar al-Salam, 1999), cet.1, hal. 499
17
18
e. Hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah dari Aisyah RA,
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa beliau bertanya kepada Rasulullah
SAW, “Adakah kewajiban atas wanita untuk berjihad?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya, jihad untuk wanita bukannya peperangan
menghadapi musuh, tetapi haji dan umrah (HR. Ibnu Majah)
f. Hadis yang diriwayatkan al-Bukhari dari Jabir RA,
Diriwayatkan dari Jabir RA bahwa Nabi SAW pernah bersabda: Sebaik-baik orang yang mati syahid ialah Hamzah bin Abdul Muthalib dan laki-laki yang berdiri di hadapan pemimpin yang zalim, ia memerintahnya (berbuat yang
ma’ruf) dan melarangnya (berbuat yang mungkar) karena Allah, kemudian pemimpin yang zalim itu membunuhnya. (HR. al-Bukhari)
Jihad di sini diartikan sebagai amar ma‟ruf nahi munkar, yaitu
menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran.
Beberapa hadis tersebut jelas menunjukan bahwa jihad tidak
selamanya tepat diartikan sebatas satu pengertian seperti peperangan
bersenjata saja, namun meliputi segala bentuk kebajikan yang diridhai
Allah SWT.
C. Macam-Macam Jihad
Jihad-jihad yang disebutkan dalam Kitabullah dan As-Sunnah dapat
digolongkan menjadi lima jihad,yaitu:
1. jihad dengan lisan (jihad bil lisan)
2. jihad dengan pengajaran dan pendidikan (jihad at- ta’lim)
3. jihad dengan kekuatan tangan/kekuasaan (jihad bil yad)
4. jihad politik (jihad as-siyasah) dan,
18
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Dar al-Kitab al-Lubnani, t.t.), jilid 2, hal. 968
19
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari, (Qaherah: Dār al
5. jihad harta (jihad bil-maal)20
Adanya kelima jenis jihad diatas adalah berdasarkan pada nash-nash
Al-qur‟an dan As-Sunnah, antara lain:
a. Rasulullah bersabda:
berjihadlah terhadap kaum musyrikin dengan harta, jiwa, dan lisan kamu. (HR. Ahmad, Abu daud, Nasa’i, Ibnu Hibban, dan Al -Hakim dari Anas). Dalam hadist ini terdapat tiga jenis jihad, yaitu jihad
maal, jihad bil-yad, dan jihad bil-lisan.
b. Rasulullah SAW Bersabda :
sebaik-baik jihad adalah menyampaikan kebenaran dihadapan penguasa yang zhalim. (HR.Abu Daud dan Ibnu Majah dari Abu Said Al-Hudrie, hadist marfu’)
Dalam hadist ini terdapat perintah untuk berjihad dihadapan
penguasa. Ini berarti termasuk jihad as-siyasah.
c. Allah SWT berfirman :
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Ayat ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya pendidikan
dan pengajaran diniyah. Yang tentu saja harus dikelola secara terprogram
dan dengan mengikuti kemajuan zaman dalam hal metoda maupun sarana,
baik yang berkenaan dengan perangkat keras maupun perangkat lunaknya.
20
20
Kata nafar dalam ayat diatas jelas menuju kepada pendidikan dan
pengajaran yang biasa digunakan untuk berjihad. 21
B. JIHAD PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN
1. Lapangan Jihad
a. Berjihad Mencari Ilmu
Setiap orang memiliki hak atas pendidikan. Ilmu pengetahuan wajib
diusahakan pemerataannya untuk didapat secara mudah oleh semua orang
tanpa kecuali. Bakat, fikiran dan perasaan seseorang tidak akan berkembang,
kecuali dipupuk oleh ilmu pengetahuan.
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu. Perintah ini
dikumandangkan sejak awal kehadiran islam. Buktinya ayat yang pertama
sekali turun berisi perintah untuk membaca. Hal ini menunjukkan bahwa
islam telah menjadikan membaca sebagai ajaran yang sangat penting. Karena
dengan membaca manusia dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Dan dengan
ilmu pengetahuan hidup manusia akan berkembang dan maju. Yang
dimaksud dengan “membaca dengan nama Allah yang telah mneciptakan”
adalah membaca ayat-ayat Allah. Ayat-ayat Allah itu ada dua macam.
Pertama, ayat yang tertulis berupa wahyu Allah yang tercantum dalam
Al-Qur‟an. Kedua ayat-ayat kauniyah, yaitu tanda-tanda kebesaran Allah yang diciptakan di alam semesta berikut hukum universalyang mengaturnya yang
disebut dengan hukum alam (sunnatullah). Manusia dapat menciptakan kemajuan tekologi yang canggih seperti sekarang ini dikarenakan kepandaian
manusia untuk membaca. Kita sebagai umat islam harus rajin membaca
karena membaca selain banyak manfaatnya untuk menambah ilmu juga
termasuk ibadah karena merupakan perintah Allah SWT. 22
Berkaitan dengan dalil yang menujukkan menuntut ilmu, jihad dapat
dilihat dalam firman Allah dan hadist nabi.
21
Yusuf Al-Qaradhawi,dkk ,berjuang di jalan Allah, (jakarta; gema insani press, 1992 hal 52
22
Imam Thabarani dalam kitabnya Al-Kabir, meriwayatkan dari Bakir
bin Ma‟ruf dari Al‟qamah, dari Rasulullah SAW, bahwa beliau bersabda :
Bagaimana halnya dengan kaum-kaum yang tidak memberi pelajran kepada tetangga-tetangga mereka, tidak menasehati mereka,
tidak menyuruh mereka kepada ygn me’ruf dan mencegah dari yang munka. Dan bagaimana halnya dengan kaum-kaum yang tidak belajar dari tetangga-tetangga mereka, tidak mengambil pelajaran, dan tidak mnegambil nasehat. Demi Allah, Allah berfirman :
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Qs.At-Taubah:122)23
Dalam ayat 122 surat At-Taubah diatas terdapat dua perintah Allah
kepada orang-orang yang beriman. Pertama perintah untuk pergi ke medan
perang(berperang) melawan musuh kafir. Kedua perintah untuk
memperdalam ilmu pengetahuan. Keduanya, baik pergi ke medan perang
maupun menuntut ilmu itu merupakan wajib.
Ayat diatas diawali “tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min
itu pergi semuanya (ke medan perang)” ayat ini menuntut adanya pembagian tugas. Pembagian tugas ini harus didasari oleh kesanggupan dan kemampuan.
Ada yang sanggup hanya pergi medan perang dan ada yang sanggup hanya
pergi ke medan ilmu.(Hamka, juz XI, 1994: 87) kedua tugas itu wajib dan
penting serta saling melengkapi. Berdasarkan pembagian tugas itu maka tidak
wajib bagi semua orang beriman berangkat ke medan perang, bersenjata
melawan musuh sampai mati syahid sedangkan tidak ada yang memperdalam
ilmu dan agama. Juga tidak wajib semua orang beriman berangkat
23
22
memperdalam ilmu agama sedangkan tidak ada yang berperang melawan
musuh. Pembagian tugas ini sangat diperlukan. Kewajiban ke medan perang
diharapkan akan muncul pahlawan-pahlawan islam yang menjadikan umat
islam hidup aman dan berwibawa. Sedangkan kewajiban menuntut ilmu
diharapkan akan muncul ulama dan cendekiawan muslimm yang bisa
mengangkat umat dari kebodohan dan keterbelakangan. Adanya pembagian
tugas ini didasari oleh kondisi, kemampuan, dan kesempatan yang berbeda.
Namun alangkah mulianya jika ada orang beriman yang memiliki
kemampuan keduanya sekaligus. Yaitu ia sebagai pahlawan di medan perang
juga sebagai ahli ilmu. Dalam sebuah hadistnya rasul memuji dua kelompok
di atas, yaitu orang yang berjihad ke medan perang dan memperdalam ilmu24.
Manusia yang paling dekat dengan derajat kenabian adalah orang berilmu dan orang yang berperang membela agama Allah. Orang berilmu mengajarkan kepada manusia tentang segala sesuatu yang didatangkan oleh rasul. Sedangkan orang yang berperang membela
agama Allah mereka berperang menyelematkan apa yang dibawa oleh rasul. (HR. Abu
Naim)
Dalam hadist yang lain dijelaskan bahwa orang yang pergi dari
rumahnya,mengembara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ke tempat lain
maka orang tersebut dihitung sebagai orang yang berjuang(jihad) di jalan Allah swt. Hal ini dijelaskan dalam hadist nabi yang diriwayatkan oleh Imam
Turmudzi:
orang yang keluar dalam mencari ilmu maka dia adalah berada di jalan Allah sampai ia
kembali. (HR. Bukhari)25
24
Salman Harun dkk, Tahdzib Jurnal Pendidikan Agama Islam. ( Jakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK vol.II. 2008) hal 85
25
Kalau kita perhatikan sejarah para sahabat nabi yang empat(Abu Bakar,
Umar, Usman, dan Ali), selain mereka memiliki ilmu pengetahuan yang
mendalam tentang agama mereka juga memimpin Negara dan memimpin
peperangan. Sahabat rasul yang lain seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas‟ud, Ibnu
Umar selain mereka orang yang mendalam ilmu agamanya juga mereka ahli
dalam peperangan.
Lanjutan ayat diatas berbunyi” Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.
Ayat ini secara tegas menunjukkan bahwa kewajian memperdalam ilmu
agama itu bukan untuk semua ummat islam, tapi sebagiannya saja. Pada
zaman nabi masih hidup keadaan selalu dalam keadaan perang. Oleh karena
itu, diperlukan kader-kader yang siap untuk terjun ke medan perang. Saat ini
kitapun harus tetap waspada terhadap musuh-musuh islam yang akan
menyerang. Seandainya keadaan mendesak kitapun wajib ambil bagian pergi
ke medan perang. Namun yang paling mendesak saat ini adalah jihad dengan
ilmu yakni menghapuskan masyarakat dari kobodohan dan keterbelakangan.
Masih banyak umat islam yang tidak mengerti agamanya sendiri. Sehingga ia
tidak tahu kewajiban agama yang harus dilakukan. Oleh karena itu,
masyarakat terutama pemerintah berkewajiban untuk memfasilitasi
masyarakat agar mereka bisa menuntut ilmu.
Islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu pengetahuan baik
laki-laki maupun perempuan. Waktunya sangat panjang, yaitu dari buaian ibu
sampia liang kubur. Tempatnya bias disekolah, dimajelis perpustakaan ,
mesjid, dan lain sebagainya. Kewajiban menuntut ilmu itu ditegaskan oleh
24
Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap umat islam. .(HR. Ibnu Majah)26
Orang yang menuntut ilmu lalu mengamalkannya akan memperoleh
derajat yang mulia di sisi Allah swt. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam
Al-Qur‟an:
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(Qs.Al-Mujadilah: 11)
Berkaitan dengan kewajiban menuntut ilmu. Para ulama membaginya
menjadi dua. Pertama wajib ain yaitu mesti dilaksanakan oleh setiap orang
islam . dalam hal ini adalah menuntut ilmu tentang dasar-dasar agama yang
prinsip yang mesti ia ketahui secara pasti. Yang meliputi ilmu tentang
keimanan kepada Allah, malaikat, rasul, kitab dan sebagainya., ilmu tentang
kewajiban beragama seperti sholat, puasa, zakat, haji dan sebagainya dan
kewajiban yang berhubungan dengan sesam manusia. Pengetahuan yang
termasuk wajib ain jumlahnya tidak banyak dan bias dipelajari oleh semua
umat islam tapi sangat penting. Oleh karena itu hukumnya wajib ain.
Kedua wajib kifayah yaitu kewajiban yang cukup ditunaikan oleh
sebagian umat islam dalam hal inin adalah menuntut ilmu yang sifatnya
memperdalam (spesialisasi).
Orang islam yang sudah berhasil memperdalam ilmu agama dengan
susah payah . mereka yang belajar di perguruan tinggi baik dalam negeri
ataupun luar negeri seperti, Mesir, Arab Saudi, Amerika, Inggris, dan
sebagainya dan mendapatkan gelar akademik mereka tidak boleh beridiam
diri. Ilmunya tidak boleh digunakan untuk dirinya sajatapi ia harus
sebarluaskan kepada orang lain. Maka jika mereka telah kembali ke kampung
halaman wajib mengajrkan ilmunya kepada masyarakat, menasehati dan
26
member peringatan kepada mereka agar masyarakat memperoleh keselamatan
dunia dan akhirat.
b. Ilmu Dan Ulama
Islam adalah agama yang mengintegrasikan ilmu dengan agama. Lebih
dari itu, islam menyeru umatnya untuk mencari ilmu tanpa dibatasi oleh
waktu dan tempat. Sejarah mencatat, diluar agama islam hubungan antara
ilmu dan agama pernah mengalami konfrontasi yang hebat diman
masing-masing memiliki pendirian yang tidak dapat dipertemukan. Dan sampai saat
ini konfrontasi tersebut masih terjadi. Di dunia Barat, tercatat dalam sejarah
bahwa dalam zaman pertengahan terdapat doktrin yang mengatakan bahwa “tiap-tiap keterangan ilmu yang tidak sesuai dengan faham gereja harus
dibatalkan oleh kepala gereja”. Sebagai contoh adalah teori Copernicus (1507). Teori ini mengatakan bahwa bukan matahari yang mengelilingi bumu
melainkan bumi yang berputar mengelilingi matahari. Galilei yang membela
teori Copernicus diatas diancam dengan hukum bakar. Akhirnya Galilei
membatalkan sikapnya itu yang diyakini benar secara ilmiah. Peristiwa
tersebut menimbulkan tuduhan bahwa agama menjadi penghalang bagi
kemerdekaan berpikir dan kemajuan ilmu.
Ilmu memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Islam
memposisikan sebagai perkara yang dapat mengangkat martabat
kemanusiaan. Hal ini dapat kita lihat dalam al-qur‟an surat al-mujadillah ayat
11.
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. .(Qs.Al-Mujadilah: 11)
Dalam tafsir Al-Azhar karangan buya hamka ayat diatas ditafsirkan sebagai berikut:
“Ada orang yang diangkat Allah derajathya kebih tinggi daripada orang
26
dapat kita melihat pada raut muka, pada wajah, pada sinar mata orang yang
beriman dan berilmu. Ada saja tanda yang dapat dibaca oleh orang yang arif
bijaksana bahwa si fulan ini beriman, si fulan ini orang berilmu. Iman
member cahaya pada jiwa, disebut juga pada moral. Sedang ilmu
pengetahuan member sinar pada mata. Iman dan ilmu membuat orang jadi
mantap, membuat orang jadi agung, walaupun tidak ada pangkat jabatan
yang disandangnya. Sebab cahaya itu datang dari dalam dirinya bukan
disepuhkan dari luar. Pokok hidup utama adalah iman dan pokok
pengiringnya adalah ilmu. Iman tidak disertai ilmu dapat membawa dirinya
terperosok mengerjakan pekerjaan yang disangka menyembah Allah, padahal
mendurhakai Allah. Sebaliknya orang yang berilmu saja tidak diserta atau
yang tidak membawanya kepada iman, maka ilmunya dapat membahyakan
bagi dirinya sendiri ataupun bagi sesame manusia. Ilmu manusia tentang
tenaga atom msalnya, alangkah penting ilmu itu, itu kalau disertai iman.
Karena ia akan membawa faedah bagi seluruh perikemanusiaan. Tetapi ilmu
itu pun dapat dipergunakan orang untuk memusnahkan sesamanya manusia,
karena jiwanya tidak di control oleh iman kepada Allah.”(Hamka, juz XXVIII, 1994:31) 27
Hal yang dipandang masih relevan dalam pembahasan peranan ilmu ini
adalah ulama. Kata ulama merupakan bentuk jama‟ dari kata „aliim yaitu
orang yang tahu atau yang memiliki pengetahuan agama dan alam raya di
mana pengetahuannya itu menimbulkan rasa takut atau tunduk kepada Allah
swt. Hal ini sejalan dengan firman Allah swt:
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
(QS. Al-Fathir: 28)
Hamka menafsirkan ayat diatas sebagai berikut:
“Dalam ayat ini bertemu kata ulama, yang berarti orang-orang yang berilmu. Dan jelaspula bahwa ilmu itu adalah luas sekali. Alam disekeliling kita, sejak dari air hujan yang turun dari langimenghidupkan bumi yang telah mati,sampai kepada gunung-gunung menjulang langit warna-warni pada
27
gunung sampai yang lain-lain yang disebutkan manusia, binatang melata, binatang ternak dan berbagai warna, sungguh-sungguh menkajubkan dan meyakinkan tentang kekuasaan Allah. Tentang ulama atau orang-orang yang berpengetahuan, Ibnu Katsir telah menafsirkan “tidak lain orang yang merasa takut kepada Allah itu hanyalah ulama yang telah mencapai makrifat, yaitu mengenal tuhan menilik. Maha Besar, Maha Kuasa, Maha Mengetahui, yang mempunyai sekalian sifat kesempurnaan dan yang empunya asmaul
husna. Apabila ma’rifat bertambah sempurna dan ilmu terhadap Nya bertambah matang, ketakutan kepada Nyapun bertambah besar dan bertambah banyak apabila direnungkan ayat 28 ini jelaslah jangkauan ulama itu amatlah luas. Nampaklah bahwa guru bukanlah semata-mata kitab saja.ada juga pepatah “alam terbentang jadikan guru. Alam itu sendiri adalah kitab yang setelah berguru kepada alam terbukalah hijab dan jelaslah tuhan dengan serba-serbi kebesaran dan keagungan-Nya, lalu timbullah rasa takut kalau-kalau umur telah terbuang percuma saja. Dengan demikian jelas pula bahwa ulama bukanlah sempit hanya sekedar orang yang tahu hukum-hukum agama secara terbatas dan bukan orang yang hanya mengaji kitab fiqh dan bukan pula ditentukan oleh jubah dan serban besar. Malahan kadang-kadang dalam perjalanan sejarah telah kerapkali agama
terancambah karena oleh serban besar.” (Hamka, Juz XXII, 1994: 246) 28
Dari penafsiran ayat diatas dapat disimpulkan bahwa ulama adalah
orang yang memiliki pengetahuan yang luas. Ulama bukanlah orang yang
hanya mengetahui hukum-hukum agama secara terbatas atau mengaji kitab
fiqh dan bukan pula orang yang memakai serban yang melintang besar.
Ulama adalah orang yang benar-benar mengetahui apa yang tertulis (kitab)
dan yang tidak tertulis (alam). Dengan menguasai keduanya maka ulama
mampu menyingkap tabir kebesaran Allah dan merasa lemah dihadapan-Nya.
Sering timbul pertanyaan tentang perbedaan antara jihad dengan lisan
dan jihad pendidikan. Jawabnya adalah jihad dengan lisan itu
sungguh-sungguh mencegah, menentang, menghentikan penyelewengan secara lisan
agar-orang-orang yang bersangkutan kembali lagi kepada islam.sedangkan
jihad taklim adalah sungguh-sungguh mengajarkan, menyampaikan ilmu, dan
mendidik orang-orang yang ingin menghayati islam. Memang diantara
keduanya mengandung banyak persamaan, akan tetapi tetap saja berbeda.29
28
Salman Harun dkk, Tahdzib Jurnal Pendidikan Agama Islam. ( Jakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK vol.II. 2008) hal 83
29
28
Jihad taklim itu menyangkut taklim dan tarbiyah. Jadi tidak hanya
sebatas transfer ilmu, akan tetapi harus mendidik. Dan selain memberi ciri
intelek, jihad taklim juga harus mencerminkan akhlak yang terpuji.
1. Allah SWT berfirman :
Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (QS. Al- Baqarah: 151)
Ayat tersebut dengan jelas menyatakan asas-asas pengajaran
(taklim) dalam islam, yaitu taklim kitab dan taklim sunnah.
Dan dengan kedua asas tersebut taraf atau kedudukan Rabbaniyyin
akan tercapai sebagaimana firman Allah SWT :
Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya .(QS. Ali Imran: 79)
Seorang muslim wajib mempelajari Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Jika
kewajiban ini dikerjakan dengan baik maka ia menjadi seorang muslim
yang baik pula.
2. Karena seorang muslim tidak akan mencapai kefahaman yang diharapkan
cuplikan-cuplikan Al-Qur‟an dan As-Sunnah saja, maka diharuskannya baginya
mempelajaari ilmu-ilmu alat atau ilmu yang dapat mengantarkannya
kepada kefahaman hukum-hukum yang terdapat di dalam Al-Qur‟an dan
As-Sunnah. Misalnya dengan mempelajari ilmu tauhid, fiqh, akhlak, dan
ilmu-ilmu alat (contoh bahasa arab). Begitu pula, ilmu ushul fiqh pun
menjadi penting dan mesti diketahui oleh seorang muslim agar dia bisa
memahami masalah hukum yang harus diketahui.
3. Sejarah kenabian dan sejarah islam lainnya yang merupakan gambaran
lengkap dari sosok penampilan serta wajah islam, bisa ditempatkan
sebagai sumber keteladanan. Untuk memahami ayat-ayat Al-Qur‟an tidak
bisa dipisahkan dari sejarah kenabian sebab berkaitan dengan
asbabun-nuzulnya. Oleh karena itubelajar sejarah menjadi penting bagi setiap
muslim.
4. Karena setiap muslim itu dituntut untuk senantiasa ebih memikirkan
kepentingan islam dan umatnya daripada yang lain-lainnya maka secara
otomatis setiap muslim juga harus mengetahui kandisi umat islam dan
kondisi alam islami saat ini.
5. Karena adanya fitnah dan tuduhan-tuduhan jahat dari musuh-musuh islam
dan juga dari islam sendiri (fasik, munafik), maka menjadi keharusan bagi
setiap muslim untuk mengetahui segala rencana jahat (makar jahat)
mereka beserta sasarannya, untuk menghindarkan umat islam dari
perangkap makar mereka serta menyelamatkan umat dari sasaran mereka.
6. Karena bahasa Arab dan semua ilmu alat menjadi anak kunci dalam
memahami dienul islam maka sudah seharusnya umat islam berusaha lebih
giat untuk menguasainya dengan sebaik-baiknya.
7. Pengajian (tadabbur) dan usaha memahami islam adalah sangat penting bagi umat islam. Maka seyogyanya bagi setiap muslim benar-benar
memperhatikan masalah ini.
8. Karena semua ilmu berguna untuk menjelaskan tiga pokok utama bagi
30
seharusnya juga mempelajari secara mendalam tentang ketiga pokok
tersebut secara sempurna.30
Jadi jelas bahwa di dalam suatu lingkungan umat islam itu harus ada
sekelompok or