• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pemberian maaf terhadap agresivitas remaja siswa SMA YZA 2 Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pemberian maaf terhadap agresivitas remaja siswa SMA YZA 2 Bogor"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN MAAF TERHADAP

AGRESIVITAS REMAJA SISWA SMA YZA 2 BOGOR

Oleh:

FIKA RATNA YULIATI

105070002233

Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam

memperoleh gelar sarjana psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)

“Barangsiapa memaafkan saat

dia mampu membalas maka Allah

akan memberinya maaf pada hari

kesulitan.

(HR. Ath-Thabrani)”

(5)

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(B) Maret 2011

(C) Fika Ratna Yuliati

(D) Pengaruh Pemberian Maaf Terhadap Agresivitas Pada Remaja di SMA YZA 2 Bogor

(E) xxiv+109 halaman + xiv Lampiran

(F) Jumlah kekerasan yang terjadi di Indonesia dari tahun ke tahunnya semakin meningkat. Untuk kekerasan di kalangan remaja yang terus menerus naik setiap tahunnya. Yaitu tahun 1993 untuk daerah Jakarta dan sekitarnya ada 80 kasus, lalu meningkat lebih dari 125% pada tahun berikutnya, yaitu sekitar 183 kasus, lalu pada tahun 1995 meningkat menjadi 194 kasus. Dimana kekerasan itu sendiri termasuk dalam bagian agresivitas dan penelitian Worthingthon menyatakan bahwa seseorang yang tidak memberikan maaf memiliki aktifitas otak yang sama dengan otak orang yang sedang stres, marah, dan melakukan penyerangan (agresif). Artinya, dengan memberikan maaf, sseseorang bisa terhindar atau dapat meminimalisasi rasa marah, tindak penyerangan. Yang kesemuanya itu adalah bagian dari agresivitas.(Worthington:2005)

.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian maaf dengan agresivitas remaja siswa SMA YZA 2 Bogor. Responden penelitian berjumlah 60 orang yang ditentukan dengan teknikSimple Random Sampling. Instrumen yang digunakan berbentuk skala model likert yang terdiri dari dua skala. Yaitu skala pemberian maaf dan skala agresivitas. Skala pemberian maaf yang berjumlah 11 item dan skala agresivitas yang berjumlah 17 item. Dengan hasil reabilitasnya sebesar 0.841 untuk pemberian maaf dan 0.763 untuk agresivitas.

(6)

sepuluh variabel yang ada (reduction in revenge, reduction in avoidance, agresi fisik, agresi verbal, rasa marah, sikap permusuhan, variabel berdasarkan jenis kelamin, usia, sedang mengalami konflik atau tidak dan variabel berdasarkan lamanya konflik itu terjadi), hanya dua variabel yang signifikan. Yaitu: reduction in revenge dan reduction in avoidance.

Saran yang diajukan dalam penelitian ini berupa saran teoritis dan praktis. Saran teoritis: mengharapkan penelitian lanjutan menggunakan variabel lain yang berkaitan selain pemberian maaf. Seperti: faktor internal (frustasi, deindividuasi, stress, keprbadian) dan/atau faktor ekternal, seperti: lingkungan social, interaksi teman sebaya, lingkungan keluarga (kekuasaan dan kepatuhan, efek senjata, provokasi, alcohol dan naza, suhu udara, media massa, budaya) dan penulis menyarankan pula agar menambah data gambaran umum responden seperti status sosial keluarga: pekerjaan orang tua, status rumah apakah rumah sendiri atau mengontrak.

Saran praktis yang penulis ajukan adalah kepada lembaga atau pihak yang berkaitan dengan penelitian ini seperti: lembaga pendidikan atau pihak sekolah untuk mengadakan training atau seminar yang berkaitan dengan pemberian maaf dan agresivitas yang diperuntukkan bukan hanya untuk siswa,tapi juga untuk seluruh warga sekolah. Hal ini agar meminimalisasi meningkatnya agresivitas, sehingga dapat mengurangi angka kekerasan khususnya di kalangan remaja awal. Kepada orang tua ataupun bapak/ibu guru untuk memberikan pendidikan sejak dini dan membiasakan diri sehingga menjadi contoh teladan kepada anak/murid cara meminimalisasi agresivitas dengan memberikan maaf. Hal ini agar dapat meningkatkan keinginan untuk saling memaafkan agar bila terjadi konflik sekalipun,tidak akan terlalu menimbulkan dampak yang sangat merugikan.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi pada Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jahja Umar, PhD. 2. Pembantu Dekan I, Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si dan Dosen Pembimbing

Akademik, Diana Mutiah, M.Si.

3. Dosen Pembimbing I, Prof. Hamdan Yasun, M.Si dan Dosen Pembimbing II, Ikhwan Luthfi, M.Psi atas seluruh nasehat, masukan, motivasi, inspirasi serta saran dan kritik yang membangun sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

(8)

skripsi ini tepat waktu) dan juga ke-2 kakaku Muhammad Nurhasan, M.Si beserta istri, Syifa ushundusiah dan Fajar Anugrah Ramdhan (terimakasih untuk dukungannya..baik secara langsung maupun tidak langsung)

5. Untuk Dhery Haryadi Suhendra, terimakasih atas semua waktu, tenaga, biaya yang telah dicurahkan kepada penulis sehingga penulispun dapat kembali bangkit dan menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih tak terhingga untuk ilmu pengetahuan yang telah diberikan. 7. Seluruh staff akademik, dan petugas perpustakaan Fakultas Psikologi,

yang juga tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan bapak dan ibu.

8. Keluarga besar mahasiswa Fakultas Psikologi, khususnya rekan-rekan angkatan 2005 kelas A. Dan lebih khusus lagi untuk qori, Pian, imel, nadia,dalla, syifa, Alyn,Icha, Nur, dina dona. (Terimakasih untuk semua bantuannya, semoga kita dapat terus saling membantu dan mendoakan dalam kebaikan).

9. Keluarga besar SMA YZA 2 Bogor dan keluarga Besar Pesantren Alhamidiyah Depok yang telah mengizinkan saya untuk mengadakan penelitian dan banyak membantu dalam proses penelitian ini.

(9)

Akhir kata, semoga Allah meridhoi dan membalas segala kebaikan seluruh pihak yang ikut membantu. Dan penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang membangun, sangat peneliti nantikan. Semoga skripsi ini dapat memberi keberkahan untuk semua kalangan.amin

(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ... xi

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... xii

MOTTO ... xiii

ABSTRAKSI ... xiv

KATA PENGANTAR ... xvi

DAFTAR ISI ... xix

DAFTAR TABEL ... xxiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.2.1. Batasan Masalah ... 7

1.2.2. Rumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 10

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 12

1.4. Sistematika penulisan. ... 12

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ... 15

2.1. Agresivitas ... 15

2.1.1. Pengertian Agresivitas ... 15

2.1.2. Faktor Penyebab/Pemicu Agresivitas ... 16

2.1.3. Bentuk-bentuk Agresi ... 23

2.1.4. Teori-teori Agresi ... 28

2.2. Pemberian Maaf ... 32

2.2.1. Pengertian Pemberian maaf ... 32

(11)

2.2.3. Maaf dan Kesehatan Mental ... 38

2.2.4. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Maaf ... 39

2.2.5. Proses Memaafkan ... 42

2.3. Remaja Awal ... 44

2.3.1. Pengertian Remaja Awal ... 44

2.3.2. Tugas-tugas Perkembangan ... 47

2.4. Kerangka Berfikir ... 50

2.5. Hipotesis ... 54

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 58

3.1. Jenis Penelitian ... 58

3.1.1. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 58

3.1.1.1. Pendekatan Penelitian ... 58

3.1.1.2. Metode Penelitian ... 59

3.2. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional... 59

3.2.1. Definisi Konseptual ... 59

3.2.2. Definisi Operasional ... 60

3.3. Populasi dan Sampel ... 61

3.3.1. Populasi... 61

3.3.2. Sampel ... 61

3.3.3. Tehnik Pengambilan Sampel ... 61

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 62

3.4.1. Tehnik Pengumpulan Data... 62

(12)

3.2.2. Uji Validitas ... 65

3.2.2. Uji Reabilitas... 66

3.5. Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 66

3.5.1. Hasi Uji Coba Skala Pemberian Maaf ... 67

3.5.2. Hasil Uji Coba Skala Agresivitas... 67

3.6. Hasil Uji Reabilitas Skala pemberian maaf dengan agrsifitas ... 68

3.7. Tehnik Analisa Data ... 69

3.8. Prosedur Penelitian ... 70

3.9. Tahap Analisa Data ... 71

BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISI DATA ... 72

4.1. Gambaran Umum Responden ... 72

4.1.1. Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 73

4.1.2. Gambaran Responden Berdasarkan Sedang Mengalami konflik/tidak ... 74

4.1.3. Gambaran Responden Berdasarkan Lamanya konflik itu terjadi. Dari awal konflik hingga hari penelitian .... 74

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 75

4.2.1. Skala Pemberian Maaf ... 76

4.2.2. Skala Agresivitas ... 78

4.3. Hasil Uji Hipotesis ... 79

4.4. Analisis Regresi ... 89

(13)

4.5.1. Uji Beda Agresivitas Berdasarkan jenis kelamin ... 95

4.5.2. Uji Beda Agresivitas Berdasarkan Usia ... 97

4.5.3. Uji Beda Agresivitas Berdasarkan Sedang mengalami konflik/tidak ... 97

4.5.4. Uji Beda Agresivitas Berdasarkan Lamanya konflik itu terjadi. Dari Awal hingga Hari penelitian ... 99

4.6. Hasil Pengolahan Data ... 100

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ... 103

5.1. Kesimpulan ... 103

5.2. Diskusi ... 105

5.3. Saran ... 108

5.3.1. Saran Teoritis... 108

5.3.2. Saran Praktis ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 110

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Skla Likert 4 Kemungkinan ... 50

Tabel 3.2 Blue Print Skala Pemberian Maaf... 51

Tabel 3.3 Blue Print Skala Agresivitas ... 52

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai r ... 53

Tabel 3.5 Blue Print Skala Pemberian Maaf ... 54

Tabel 3.6 Blue Print Skala Agresivitas ... 55

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 72

Tabel 4.2 Gambaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin ... 73

Tabel 4.3 Gambaran Responden berdasarkan sedang berkonflik/tidak ... 74

Tabel 4.4 Gambaran Responden berdasarkan lamanya konflik itu... 75

Tabel 4.5 Deskriptive Statistik ... 76

Tabel 4.6 Kategorisasi Klasifikasi Pemberian Maaf ... 76

Tabel 4.7 Klasifikasi skala Pemberian Maaf ... 77

Tabel 4.8 Kategorisasi Agresivitas ... 78

Tabel 4.9 Klasifikasi skor skala Agresivitas ... 79

Tabel 4.10 Correlations ... 80

Tabel 4.11 Anova ... 82

Tabel 4.12 Hasil analisi masing-masing variabel ... 84

Tabel 4.13 Hasil uji analisis determinasi ... 85

(15)

Tabel 4.15 Hasil uji beda agresivitas berdasarkan jenis kelamin ... 87

Tabel 4.16 Hasil uji beda agresivitas berdasarkan usia ... 88

Tabel 4.17 Hasil uji beda agresivitas berdasarkan kelas ... 89

Tabel 4.18 Hasil uji beda agresivitas berdasarkan alamat ... 90

Tabel 4.19 Hasil uji beda agresivitas berdasarkan sedang berkonflik/tidak ... 91

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara dengan berbagai macam budaya, bahasa dan tentunya masalah. Salah satu masalah yang cukup sering terjadi, cukup sering muncul di tayangan-tayangan media. Baik di media cetak maupun elektronik adalah masalah kekerasan. Kekerasan yang terjadi seperti: kekerasan pada anak, kekerasan rumah tangga, demo anarkis, perkelahian antar mahasiswa, tawuran remaja, kekerasan yang dilakukan oleh geng/kelompok remaja.

Jumlah kekerasan yang terjadi di Indonesia pun dari tahun ke tahunnya semakin meningkat. Untuk kekerasan di kalangan remaja yang terus menerus naik setiap tahunnya. Yaitu tahun 1993 untuk daerah Jakarta dan sekitarnya ada 80 kasus, lalu meningkat lebih dari 125% pada tahun berikutnya, yaitu sekitar 183 kasus, lalu pada tahun 1995 meningkat menjadi 194 kasus.Lalu kekerasan pada anak saja, per Desember 2008 mencapai 1.900 kasus, kekerasan pada wanita per 2006 – September 2009 mencapai 1.580 kasus, itupun hanya untuk wilayah NTT (Nusa Tenggara Timur) dan sementara hingga Mei tahun ini, jumlah kasus kekerasan terhadap anak mencapai 236. (http://www.republika.co.id)

(17)

julukan). (www.namovanma.co.nr. )Atau yang baru-baru ini banyak bermunculan, berita tentang kekerasan yang dilakukan geng/kelompok remaja. Geng/kelompok yang melakukan kekerasan adalah diantaranya kekerasan yang terungkap pada akhir November 2007 lalu. Kekerasan yang dilakukan oleh geng gazper yang beranggotakan siswa salah satu SMA di daerah pondok labu-jakarta selatan. Terhadap junior mereka pada saat orientasi siswa baru seperti membebani siswa baru dengan beban tugas yang tidak masuk akal, atau seperti memunculkan “aksi” membentak. Atau kasus yang terjadi pada pertengahan Juni 2008 lalu, media sempat dikejutkan dengan salah satu berita mengenai kekerasan yang dilakukan beberapa orang pelajar putri di Pati yang menamakan diri mereka sebagai geng nero. Atau kekerasan yang dilakukan oleh kelompok geng lainnya seperti geng motor. Yang melakukan penganiayaan terhadap anggota yang akan bergabung bersama mereka.

Tindak kekerasan yang dipaparkan di atas merupakan gambaran agresi. Seperti yang dikemukakan Myers (dalam Sarwono, 2002). Bahwa yang dimaksud dengan perbuatan agresif adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti dan merugikan orang lain.

(18)

tidak adil dan adanya banyak perubahan mengganggu yang terjadi di tempat kerja dalam tahun-tahun terakhir. (Byrne dan Baron: 2005)

Perilaku agresi sebagaimana tingkah laku lain muncul karena adanya faktor pencetus atau pendorong. Baik dari luar (eksternal) maupun dalam (internal) individu yang menghendaki kemunculan perilaku tersebut. Suatu stimulus, baik internal maupun eksternal jika cukup kuat akan mampu memicu sebuah tindakan. Namun, menetap atau tidaknya sebuah tindakan tergantung pada

reinforcement dan reward yang didapat individu tersebut karena tindakannya, semakin positif reinforcement dan reward-nya maka perilaku tersebut akan cenderung menetap. (Luthfi, Saloom,Yasun: 2009) .dan seperti yang telah disebutkan diatas bahwa faktor pencetus agresi muncul karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dapat menimbulkan perilaku agresi adalah frustasi,deindividuasi,stress,kepribadan/personality. Kemudian karena manusia adalah mahluk social yang selalu mengadakan relasi social dengan sesamanya, maka faktor eksternalpun menjadi faktor pencetus munculnya perilaku agresi,baik di lingkungan social, interaksi teman sebaya, lingkungan keluarga.faktor eksternal yang dapat menimbulkan perilaku agresi adalah kekuasaan dan kepatuhan, efek senjata,provokasi, alcohol dan obat-obatan (NAZA:narkotika dan zat berbahaya lainnya),suhu udara, budaya.

Namun dem ikian, hasil penelit ian yang dilakukan oleh W ort hingt on Jr,

pakar psikologi di Virginia Commonw ealt h Universit y, AS, dkk merangkum kait an

(19)

Healt h Research and M edical Pract ice” (M emaafkan dalam Penelit ian Kesehat an

dan Prakt ek Kedokt eran),di jurnal Explore, M ei 2005, Vol.1, No.3, Wort hingt on

dkk memaparkan dampak sikap memaafkan t erhadap kesehat an jiw a raga, dan

penggunaan “ obat memaafkan” dalam penanganan pasien. Orang yang t idak

memaafkan t erkait erat dengan sikap marah, yang berdampak pada penurunan

fungsi kekebalan t ubuh. M ereka yang t idak memaafkan memiliki akt ifit as ot ak

yang sama dengan ot ak orang yang sedang st res, marah, dan melakukan

penyerangan (agresif).

Penelitian tersebut mengemukan bahwa orang yang tidak memaafkan terkait erat dengan sikap marah, yang berdampak pada penurunan fungsi kekebalan tubuh. Mereka yang tidak memaafkan memiliki aktifitas otak yang sama dengan otak orang yang sedang stres, marah, dan melakukan penyerangan (agresif). Artinya, dengan memberikan maaf, sikap marah yang mungkin timbul dapat dicegah atau dapat diminimalisir. Sehingga hal-hal yang mengarah pada bentuk-bentuk penyerangan (baik secara verbal ataupun non verbal) cenderung lebih rendah.

(20)

Memberikan maaf merupakan hal yang sangat penting. Karena seperti apa yang disebutkan bahwa keuntungan dari memberikan maaf adalah diantaranya: mempercepat penyembuhan baik secara emosional dan fisik. Itu artinya, dengan memaafkan kita dapat lebih cepat sembuh. Baik secara emosional maupun fisik. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa dalam menghadapi suatu masalah, akan berdampak pada fisik maupun mental. Misalnya tidak nafsu makan atau bahkan malah berlebihnya nafsu makan, yang akhirnya mengakibatkan fisik menjadi kurang stabil, atau karena masalah tersebut mood menjadi jelek. Bila hal itu terjadi, besar kemungkinan segala aktifitas yang biasa dikerjakan sehari-hari akan terhambat. Namun, dengan memberikan maaf, dampak negatif tersebut akan cepat sembuh. Sehingga rutinitas sehari-haripun dapat kembali berjalan dengan lancar.

Di samping itu, agama Islampun sangat menganjurkan untuk memberikan maaf. Keuntungan memberikan maaf terdapat pada Alqur’an surat Asy-syuro ayat 40:

Artinya: Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik. Maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.

(21)

Kemudian dalam surat lain Allah berfirman: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhan-Mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa”. (Q.S Ali Imran:134). Yang kemudian dijelaskan lagi pada ayat berikutnya tentang siapa-siapa saja orang-orang bertaqwa itu. “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.

Jadi jelas sekali dalam ayat tersebut, bahwa hadiah dari Allah bagi orang-orang yang yang mau memaafkan kesalahan orang-orang lain. Yaitu berupa ampunan dan surga yang seluas langit dan bumi.

Kemudian agar t empat yang dipilih adalah t em pat yang sesuai dengan

kebut uhan penelit ian ini yait u SM A YZA Bogor. SM A YZA Bogor t erlet ak di Jalan

Dr. Semeru 59 RT 001/ 12 Kelurahan M ent eng,Bogor Barat . Dipilih karena sisw a

SM A YZA Bogor ini, cukup sering melakukan aksi t aw uran. Terhit ung dari Juni

2009-Juni 2010 ini sudah ada beberapa kasus. Diant aranya: pada t anggal 9 juni

2009 Di Ciaw i, pet ugas Polsek Bogor Timur berhasil mengamankan 23 pelajar

dari SM A YZA dan YKTP. M ereka dit angkap karena t erlibat t aw uran di Jalan Raya

t ajur, usai menont on konser di gedung YPI Ciaw i yang dihadiri Kaka, vokalis

group band Slank.(ht t p:/ / w w w .poskot a.co.id/ krim inal/ 2009/ 06/ 09/

(22)

Kejuruan Teknik Bogor (YKTB) dan SM A YZA yang sama-sama t erlet ak di Jalan

Semeru, Kecamat an Bogor Barat . Walaupun aksi-aksi t ersebut dapat diredam

oleh sat gas pelajar dan w arga set empat.

(ht t p:/ / w w w .bat aviase.co.id/ node/ 160476).

Permasalahan

1.2.1. Batasan Masalah

Agar penelitian yang dilakukan dapat terjangkau dan terarah, maka aspek yang diteliti dibatasi sebagai berikut:

1. Pemberian maaf yang dimaksud dalam penelitian ini adalah McCulough (1988) mendefinisikan forgiveness adalah: The reduction in avoidance motivation and revenge motivation. (dalam Rusydi:2009)

2. Reduction in revenge yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penurunan tingkat balas dendam.

3. Reduction in avoidance yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penurunan tingkat menghindari pelaku

4. Agresifit as yang dimaksud dalam penelit ian ini adalah

sebagaimana yang t elah dikelompokkan oleh Buss dan Perry ke

dalam 4 (empat ) bent uk.yait u: agresi fisik,agresi verbal,rasa marah

(23)

5. Agresi fisik yang dimaksud dalam penelit ian ini adalah komponen

dari perilaku mot orik sepert i melukai dan menyakit i orang lain

secara fisik

6. Agresi verbal yang dimaksud dalam penelit ian ini adalah

komponen mt ot orik sepert i melukai dan menyakit i orang lain,

hanya saja melalui verbalisasi.

7. Rasa marah yang dimaksud dalam penelit ian ini adalah emosi at au

afekt if sepert i ket erbangkit an dan kesiapan psikologis unt uk

bersikap agresif.

8. Sikap permusuhan yang dimaksud dalam penelit ian ini adalah

perw akilan dari komponen perilaku kognit if sepert i perasaan

benci dan curiga pada orang lain.

9. Remaja awal yang di maksud adalah siswa SMA YZA Bogor X atau XI. Berusia 15-16 tahun, berada dalam satu kelompok yang sama minimal 4 bulan

10. Jenis kelamin. Menurut KBBI adalahsifat (keadaan) jantan atau betina.

11. Usia. Usia menurut KBBI adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan).

(24)

13. Lamanya konflik itu terjadi. Dari awal konflik sampai hari penelitian. Lamanya konflik itu terjadi. Dari awal konflik sampai hari penelitian yang dimaksud di sini adalah rentangan atau panjang antara awal konflik itu terjadi sampai pada hari penelitian.

1.2.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada pengidentifikasian permasalahan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan tersebut sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara pemberikan maaf dengan agresivitas remaja siswa SMA YZA 2 Bogor?

2. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara reduction in revenge dengan agresivitas pada remaja siswa SMA YZA 2 Bogor?

3. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara reduction in avoidance

dengan agresivitas pada remaja siswa SMA YZA 2 Bogor?

4. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara reduction in revenge dan

avoidance dengan agresi fisik remaja siswa SMA YZA 2 Bogor?

5. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara reduction in avoidance

dengan agresi verbal remaja siswa SMA YZA 2 Bogor?

6. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara reduction in revenge dan

(25)

7. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara reduction in revenge dan

avoidance dengan sikap permusuhan remaja siswa SMA YZA 2 Bogor?

8. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara jenis kelamin dengan agresivitas remaja siswa SMA YZA 2 Bogor?

9. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara Usia dengan agresivitas remaja siswa SMA YZA 2 Bogor?

10. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara sedang mengalami konflik/tidak dengan agresivitas remaja siswa SMA YZA 2 Bogor?

11. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara lamanya konflik itu terjadi sampai hari penelitian dengan agresivitas remaja siswa SMA YZA 2 Bogor

1.2.4. Tujuan dan Manfaat 1.4.1. Tujuan

Adapun tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara pemberikan maaf dengan agresivitas remaja awal di SMA YZA 2 Bogor.

2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara reduction inrevenge dengan agresivitas remaja awal di SMA YZA 2 Bogor.

(26)

4. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara reduction in revenge dan avoidance dengan agresi fisik pada remaja awal di SMA YZA 2 Bogor.

5. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara reduction in revenge dan avoidance dengan agresivitas pada remaja awal di SMA YZA 2 Bogor.

6. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara reduction in avoidance dengan agresi verbal pada remaja awal di SMA YZA 2 Bogor.

7. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara reduction in revenge dan avoidance dengan rasa marah pada remaja awal di SMA YZA 2 Bogor.

8. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara reduction in revenge dan avoidance dengan sikap permusuhan pada remaja awal di SMA YZA 2 Bogor.

9. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara jenis kelamin dengan agresivitas remaja awal di SMA YZA 2 Bogor.

(27)

11. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara sedang mengalami konflik/tidak dengan agresivitas remaja awal di SMA YZA 2 Bogor.

12. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara lamanya konflik tersebut. Dari awal hingga hari penelitian dengan agresivitas remaja awal di SMA YZA 2 Bogor.

Manfaat

1. Secara teoritis untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam psikologi kognitif dan psikologi pendidikan khususnya kemampuan mengingat siswa.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi remaja (Khususnya) agar senantiasa memberikan maaf kepada orang yang telah melakukan bentuk tindakan agresi. umunya bagi para orang tua/guru/pengurus yayasan.

1.4 Sistematika Penulisan

(28)

Bab 1 Pendahuluan

Pada bab pertama ini diulaskan secara jelas tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab 2 Kajian pustaka

Pada bab dua ini dijabarkan secara rinci mengenai pengertian agresivitas, faktor penyebab/pemicu agresivitas, bentuk-bentuk agresi, teori-teori agresi. Pengertian pemberian maaf, anjuran memaafkan dalam Islam, maaf dan kesehatan mental, faktor yang mempengaruhi pemberian maaf, proses memaafkan, pengertian remaja, tugas-tugas perkembangan remaja. Kerangka berfikir.

Bab 3 Metodologi penelitian

Pada bab tiga ini diulaskan secara jelas tentang jenis penelitian yang meliputi pendekatan dan metode penelitian, definisi konseptual dan operasional variable. Pengambilan sample yang meliputi populasi dan sampel penelitian, tehnik pengambilan sampel. Metode pengumpulan data yang meliputi tehnik pengumpulan data dan instrumen penelitian, tehnik uji instrumen penelitian. Tehnik analisis data

Bab 4 Presentasi dan análisis data

(29)

Bab 5 Kesimpulan, diskusi, saran

(30)

BAB 2 Kajian Pustaka

2.1. Agresifitas

2.1.1. Pengertian Agresifitas

Kata agresif/agresifitas berasal dari bahasa “latin” yang berarti melukai atau menyerang orang lain.(Luthfi,Saloom,Yasun:2009)

Menurut Berkowitz (1995) bahwa yang dimaksud dengan agresifitas adalah mengacu pada kecenderungan yang relative tetap untuk menjadi agresif dalam berbagai situasi yang berbeda. Dimana agresi itu sendiri sebagai segalabentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental.

Menurut Chaplin dalam kamus lengkap psikologi. Agresivitas adalah kecenderungan habitual (yang dibiasakan) untuk memamerkan permusuhan. Pernyataan diri secara tegas, penonjolan diri, penuntutan atau pemaksaan diri; pengejaran dengan penuh semangat suatu cuta-cita. Dominasi social, kekuasaan social, khususnya yang diterapkan secara ekstrim.

(31)

perilaku yang di munculkan seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang sifatnya menyakiti lawannya baik secar fisik maupn psikis sehingga tidak dapat diterima secara sosial (agresi sebagai aksi). (Luthfi,Saloom,Yasun:2009)

Buss (dalam Edmunds dan Kendrik,1980) menyatakan bahwa agresivitas merupakan suatu variabel kepribadian, suatu kelas respon yang menetap dan luas. (Lutfi,Saloom, Yasun:2009)

Menurut Baron dan Richardson (Krahe,2001dalam Luthfi dkk,2009), agresivitas adalah “Any form of behavior directed toward the goal of harming or injuring another living being how is motivated to avoid such treatment” , atau setiap perilaku yang ditujukan untuk membahayakan atau melukai mahluk hidup lain dan telah diperkirakan akan menghasilkan konskwensi tersebut (ada harapan dan niat)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa agresifitas adalah perilaku/tindakan yang dapat menyakiti/melukai seseorang dengan sengaja, baik secara fisik maupun psikis, untuk tujuan tertentu sehingga tidak dapat diterima secara social.

2.1.2. Faktor Penyebab/Pemicu Agresifitas

Agresivitas dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal: A. Faktor Internal

(32)

1. Frustasi

Adalah situasi dimana individu terhambat atau gagal dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya atau mengalami hambatan untuk bebas bertindak dalam rangka mencapai tujuan. Frustasi menimbulkan agresi. Individu yang mengalami frustasi apabila maksun dan keinginannya yang diperjuangkan dengan intensif,mengalami hambatan atau kegagalan. Akibat dari frustasi tersebut timbul rasa jengkel atau kecewa sehingga perasaan yang meluap-luap itu mencari jalan keluarnya.

2. Deindividuasi

Adalah suatu keadaan dimana individu kehilangan kesadarn atas dirinya (self awarness) yang diakibatkan oleh situasi yang merasa tertekan. Deindividuasi memiliki efek behavioral yang kuat terhadap individu, yaitu efek agresi,kecemasan dan depresi.

3. Stress

(33)

kepada segenap proses, baik yang bersumber pada kondisi-kondisi internal seperti kondisi emosional, pengaruh hormon, dan lain-lain yang bersifat fa’ali, maupun lingkungan eksternal seperti perubahan social, memburuknya kondisi perekonomian itu memberikan andil bagi meningkatnnya kriminalitas, termasuk didalamnya tindak kekerasan atau agresi, yang menuntut penyesuaian atas organism.

4. Kepribadian/personality

Orang dengan kepribadian otoriter memiliki kecenderungan agresi lebih tinggi. Demikian juga halnya dengan orang yang bertempramen pemarah, memiliki kecenderungan agresi lebih tinggi dibandingkan temperamen bukan pemarah.

B. Faktor Eksternal

(34)

(1) Lingkungan Sosial

(2) Interaksi Teman Sebaya

(3) Lingkungan Keluarga

1. Kekuasaan dan kepatuhan

Kekuasaan yang dimaksud disini adalah kekuasaan yang cenderung disalahgunakan dan penyalahgunaan tersebut merubah kekuasaan menjadi kekuasaan yang memaksa, yang memiliki efek langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku agresif seperti yang ditujukan Hitler, Mussolini, Stalin dan sejumlah besar manipulator kekuasaan lainnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Weber bahwa kekuasaan adalah kesempatan dan seseorang atau kelompok untuk merealisasikan keinginan-keinginannya dalam tindakan komunal bahkan meskipun harus berhadapan dengan perlawanan dari seseorang atau sekelompok orang yang berpartisipasi dalam tindakan komunal tersebut.

2. Efek senjata

(35)

berhubungan dengan senjata api cenderung menjadi lebih agresif daripada individu yang tidak berhubungan dengan senjata api. Namun, dalam penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Brooker dan Buss serta Page dan Sheidh menghasilkan kesimpulan yang berlawanan bahwa efek dari kehadiran senjata tidak menunjukkan hasil yang signifikan terhadap kecenderungan perilaku agresi seseorang. Ternyata, efek senjata terhadap perilaku agresi ini lebih dipengaruhi oleh persepsi individu terhadap senjata api itu sendiri. Individu yang mempersepsikan senjata api sebagai benda yang berbahaya justru akan memperlihatkan perilaku cemas.

3. Provokasi

(36)

(penghinaan) terhadap harga dirinya maka ia akan cenderung bersikap agresif kepada provokator.

Orang akan lebih mudah marah diprovokasi, ketika mereka merasa atau menganggap pencapaian dari tujuan mereka menjadi tidak dapat dipenuhi sesuai dengan hasil yang diharapkan. Semakin besar hasil yang diharapkan untuk dicapai oleh seseorang aka semakin mudah pula seseorang diprovokasi ketika harapn itu tidak tercapai. Jadi provokasi adalah perilaku orang lain yang memancin kita untuk membalasnya dengan berperilaku agresif.

4. Alkohol dan obat-obatan (NAZA: narkotika dan zat berbahaya lainnya)

(37)

5. Suhu udara

Merupakan faktor yang jarang diteliti meski sejak dulu ada dugaan bahwa suhu udara berpengaruh terhadap tingkah laku termasuk perilaku agresif. Namun hal ini belum jelas, bagaimana pengaruh suhu udara itu terhadap agresivitas individu-individu di Negara-negara yang tidak mengenal perubahan iklim yang mencolok seperti di Negara kita.

6. Media massa

Peran media massa dalam pemunculan agresi adalah sebagai “trigger” atau pencetus. Media massa menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk melakukan agresi dengan modeling atau belajar dari orang lain yang terpampang di media massa. 7. Budaya

Beberapa daerah mengembangkan budaya kekerasan/agresi. Orang yang lebih agresi mendapatkan penghargaan sosial yang tinggi dalam suatu masyarakat.

(38)

2.1.3. Bentuk-bentuk Agresi

Bentuk-bentuk agresi yang dirangkum dari pembagian agresi Geen (1998), Olweus (2003) serta Sulliva (2000) (dalam Luthfi, Saloom, Yasun:2009) membagi agresi ke dalam dua bentuk besar, yaitu:

1. agresi langsung (direct aggresion) yaitu agresifitas yang dilakukan secara terang-terangan, ditujukan secara langsung kepada korban dan dengan jelas berasal dari aggressor (serangan terbukaagresi ini dibagi lagi kedalam dua bagian:

a. Fisik yaitu memukul, menendang, mendorong,

menjambak, menonjok, mencubi,

menjegal/menyengkat, meludahi, mengunci seseorang, menggigit, merusak/mengambil paksa barang orang lain.

b. Verbal seperti meledek, menghina dengan perkataan, mengancam dengan perkataan, ancaman kekerasan, pemberian nama ejekan, memaki, menggoda (teasing), mengejek, menghina/mengganggu dengan sengaja, mengkritik penampilan di depan orang.

(39)

oleh korban atau orang lain. Serangan ini biasanya memakai struktur social yang tersedia untuk menyakiti korban, misalnya melalui menipulasi hubunngan atau kedudukan sosial pihak tersebut secara sengaja. Agresivitas ini dibagi lagi ke dalam tiga bagian:

a. Merusak reputasi/status sosial: menyebarkan gossip tidak benar, menjelek-jelekkan target (sasaran) di “belakangnya’’, memitnah, menulis dan mnyebarkan rahasia target.

b. Merusak atau memanipulasi hubungan: mengeluarkan target dari kelompok, mengucilakan, menghasut teman lain untuk memusuhi target, merebut teman/pacar/sahabat target, tidak menghiraukan target, mengancam akan memusuhi atau menjauhi target jika target tidak melakukan apa yang diminta.

(40)

seperti membalikkan badan (memunggungi), menyenggol dan berpura-pura tidak sengaja.

Sedangkan Buss dan Perry (dalam Luthfi, Saloom, Yasun: 2009) mengelompokkan bentuk agresi tersebut ke dalam empat bentuk, yaitu:

a. Agresi fisik

mer upakn komponen dari perilaku motorik seperti melukai an menyakiti orang lain secara fisik misalnya dengan menyerang dan memukul

b. Agresi verbal

Merupakan komponen motorik seperti melukai dan menyakiti orang lain, hanya saja melalui verbalisasi, misalnya berdebat, menunjukkan ketidaksukaan dari ketidaksukaan kepada orang lain, kadang kala sering menyebarkan gossip.

c. Rasa marah

Merupakan emosi atau afektif seperti keterbangkitan dan kesiapan psikologis untuk bersikap agresif, misalnya mudah kesal, hilang kesabaran dan tidak mampu mengontrol rasa marah.

(41)

Merupakan perwakilan dari komponen perilaku kognitif seperti perasaan benci dan curiga pada orang lain, merasa kehidupan yang dialami tidak adil dan iri hati.

Berdasarkan motifnya, dibedakan menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu: a. Hostile aggression (agresi amarah/emosi)

Yaitu agresi yang didasarkan pada motif/dorongan untuk melampiaskan amarah atau emosi. Kemarahan yang tidak dapat tersalurkan akhirnya akan terwujud dalam perilaku melukai orang lain. Karakteristik ini menunjukkan bahwa tujuan dari perilaku agresi adalah ekspresi rasa marah atau frustasi yang dialami atau untuk dilampiaskan emosi itu sendiri. b. Instrumental aggression

(42)

Luthfi dkk (2009) menyatakan bentuk agresi yang lain adalah agresi yang didasarkan pada batasan atau penilaian bahwa tindakan agresi tersebut melanggar hukum atau tidak. Pelanggaraan terhadap hukumformal/positif (undang-undang dll) serta hukum yang tidak tertulis (norma/adat dsb).

1. Prososial aggression

Walaupun secara umum agresi adalah tindakan menyerang atau melukai orang lain, tetapi tindakan tersebut mendapat pemakluman atau tidak menimbulkan masalah, bahkan terkadang didukung. Misalnya tindakan polisi menembak perampok. Tindakan menembak itu sendiri adalah agresi, tetapi dikaitkan dengan perampok sebagai korban, maka perilaku ini adalah prososial agresi. Tujuan utama dari psrososial agresi adalah menegakkan hukum atau adat atau melindungi kepentingan bersama.

2. Anti sosial aggression

(43)

2.1.4. Teori-teori Agresi

Teori agresi memberi gambaran bagaimana perilaku agresi itu muncul. Pendekatan untuk memberikan penjelasan kemunculan agresi terdiri dari 4(empat), yaitu: teori bawaan, lingkungan, kognitif dan afektif (GAAM: general affective aggression model).Luthfi dkk (2009)

1. Bawaan

Teori bawaan menekankan pada kemunculan agresi sebagai sesuatu yang inheren/terberi dalam setiap orang.

a. Agresi sebagai instink

Kelompok ini beranggapan bahwa agresi sebagai dorongan naluriah/instingtif yang dimiliki oleh seseorang. setiap orang memiliki insting/naluri untuk agresi. Perbedaan kemunculan agresifitas antar individu dipengaruhi oleh control dari individu tersebut.

b. Genetis

(44)

dengan agresifitas rendah. Pokok pikiran lainnya adalah bahwa agresi terkait dengan hormoh testoteron. Semakin tinggi hormone testosterone yang dimiliki seseorang maka orang tersebut cenderung untuk menjadi lebih agresif.

Tokoh kedua adalah Lagerspetz (1979) berpandangan bahwa agresi adalah karakter atau sifat yang diturunkan dari orang tua ke anak dan seterusnya. Lagerspetz berpendapat bahwa orang tua yang agresi, maka anaknya akan agresif pula. Dasar pikiran Lagerspetz adalah teori Mendell.

2. Lingkungan

Agresi merupakan perilaku yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Agresi adalah reaksi terhadap stimulus lingkungan. Perilaku tersebut adalah:

1) Frustasi agresi klasik

(45)

Teori ini muncul sebagai usaha untuk mengvaluasi teori frustasi klasik. mendapatkan sesuatu tidaklah serta merta memunculkan agresi. Jadi antara frustasi dan agresi memiliki variable antara yaitu marah. Dan frustasi baru akan memunculkan marah bila ternyata tidak perilaku lain yang dapat dijadikan alternative

2) Deprivasi

Keadaan ini kurang bersifat subjektif. Seseorang akan merasa kurang atau merasa cukup dengan membandingkan keadaan dirinya dengan orang lain. Kondisi kekurangan yang bersifat objektif (benar-benar kekurangan) disebut deprivasi absolute, sedangkan deprivasi relative adalah dianggap tidak sebandingkan atau tidak sama dengan yang dimiliki orang lain. Dan deprivasi relative lebih berpeluang memunculkan agresi dibandingkan dengan deprivasi absolute. Tetapi yang perlu dicatat adalah kondisi deprivasi tidak serta merta mendatangkan agresi. Tetapi masih membutuhkan “cue” atau pemicu. Hal-hal yang dapat memicu adalah peluang, kesempatan dan media massa.

3) Belajar social

(46)

dipelajari model yang dilihat di lingkungan social, baik dalam keluarga, masyarakat amupun media massa.

Selain belajar social dengan modeling, reward dan punishment adalah faktor yang juga memperkuat munculnya agresi. Seseorang yang merasa mendapatkan imbalan/reward dengan agresi, tentunya dia akan mengulanginya lagi dikesenpatan lain.

3. Kognitif

Agresi menurut pendekatan kognisi adalah hasil pengolahan informasi di level/ranah kognisi. Proses kognisi yang menimbulkan agresi adalah adanya kesalahan melakukan ketegorisasi dan stribusi.

(47)

kondisi-kondisi yang berperan muncul secara bersamaan. Faktor-faktor/kondisi tersebut adalah faktor internal sebagai individu differences, yang meliputi trait, attitude dan belief tentang kekerasan, nilai-nilai kekerasan, skill atau pengetahuan dan kemampuan berkelahi dan senjata. Sedangkan faktor eksternal meliputi situasi-situasi yang mendatangkan frustasi seperti serangan dari pihak lain, munculnya model/ provokator, keberadaan cue/pencetus (seperti keberadaan senjata) dan ketidaknyamanan yang dirasakan secara subjektif.

Agresi baru akan muncul bila seluruh faktor-faktor di atas muncul secara bersamaan. Bila salah satu faktor ternyata tidak hadir, besar kemungkinan agresi tidak akan dimunculkan seseorang.

2.2. Pemberian Maaf

2.2.1. Pengertian Pemberian maaf

(48)

Besar Bahasa Indonesia adalah pembebasan seseorang dr hukuman (tuntutan, denda, dsb) krn suatu kesalahan; ampun: minta maaf; 2 ungkapan permintaan ampun atau penyesalan: maaf , saya datang terlambat; 3 ungkapan permintaan izin untuk melakukan sesuatu: maaf, bolehkah saya bertanya;. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian maaf adalah preses, cara, perbuatan memberi atau

memberikan pembebasan kepada seseorang dari

hukuman(tuntutan,denda,dsb)karenasuatukesalahan.

Secara istilah Pemaafan merupakan kesediaan untuk menanggalkan kekeliruan masa lalu yang menyakitkan, tidak lagi mencari-cari nilai dalam amarah dan kebencian, dan menepis keinginan untuk menyakiti orang lain atau diri sendiri.(Smedes,1988)

(49)

Kemudian beliaupun menjelaskan Forgiveness is a process (or the result of a process) that involves a change in emotion and attitude regarding an offender.

Most scholars view this an intentional and voluntary process, driven by a

deliberate decision to forgive. This process results in decreased motivation to

retaliate or maintain estrangement from an offender despite their actions, and

requires letting go of negative emotions toward the offender. Theorists differ in

the extent to which they believe forgiveness also implies replacing the negative

emotions with positive attitudes including compassion and benevolence. In any

event, forgiveness occurs with the victim’s full recognition that he or she deserved

better treatment, one reason why Mahatma Gandhi contended that “the weak can

never forgive. Forgiveness is an attribute of the strong” .

Artinya: Memaafkan adalah sebuah proses (atau hasil dari suatu proses) yang melibatkan perubahan di emosi dan sikap mengenai pelaku. Kebanyakan ahli berpandangan bahwa ini merupakan disengaja dan proses sukarela, didorong oleh keputusan sengaja untuk mengampuni. hasil proses ini menurunnya motivasi untuk membalas atau mempertahankan kerenggangan dari pelaku meskipun

tindakan mereka, dan membutuhkan melepaskan

emosi negatif terhadap pelaku. Teoretikus berbeda dalam sejauh mana mereka percaya pengampunan juga menyiratkan menggantikan emosi negatif dengan

(50)

pantas mendapatkan perlakuan yang lebih baik, salah satu alasan mengapa Mahatma Gandhi berpendapat bahwa "Yang lemah tidak pernah bisa memaafkan. Pengampunan adalah atribut yang kuat.

Kemudian McCulough (1988) mendefinisikan forgiveness adalah: The reduction in avoidance motivationandrevenge motivation. (dalam Rusydi:2009) Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian maaf adalah kesediaan untuk menanggalkan/menghilangkan apa yang telah terjadi/memberikan kebebasan/mengikhlaskan kekeliruan masa lalu, tidak lagi mencari-cari nilai dalam amarah dan kebencian sehingga dapat mencegah atau menepis keinginan untuk berespons destruktif (merusak/menyakiti) terhadap diri sendiri ataupun orang lain yang kemudian dapat meningkatkan dorongan untuk berkonsiliasi dengan pihak yang telah menyakiti.

2.2.2. Anjuran memaafkan dalam Islam

Terdapat pada Qur’an, diantaranya:

Artinya: “Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”.

(51)

Artinya:”Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

ayat Ini berhubungan dengan sumpah abu bakar r.a. bahwa dia tidak akan memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri 'Aisyah. Maka turunlah ayat Ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu dan menyuruh mema'afkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mendapat hukuman atas perbuatan mereka itu.

(52)

Artinya:” Tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan, Sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan”.

4. Q.S Ali ‘Imron ayat 133-134

Artinya:”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa(133). (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.(134)

(53)

2.2.3. Maaf dan Kesehatan Mental

Maaf dan pemberian maaf saling berkaitan. lima keuntungan dari forgiveness. Yaitu:

1. membantu menyembuhkan secara psikologis kepada perubahan efek positif

2. meningkatkan kesehatan fisik dan mental

3. mengembalikan kekuatan personal korban

4. membantu rekonsiliasi antara orang yang menyakiti dan orang yang disakiti

5. mempromosikan akan harapan resolusi konflik pada dunia nyata

Keuntungan dari lain dari forgiveness, yaitu:

1. mempercepat penyembuhan baik secara emosional dan fisik

2. bebas dari ketegangan dan rasa sakit kronik

3. meningkatkan kekuatan fisik

4. mengurangi stress

5. mendorong peningkatan system imun

6. pencernaan dan fungsi perut yang lebih baik

(54)

8. terbebas dari depresi dan rasa benci

9. terbebas dari merasa tersabotase

10. memiliki energi lebih, kontrol lebih baik secara fisik maupun mental

11. hidup lebih panjang

12. memiliki pandangan yang lebih positif

13. meningkatkan kegembiraan

14. waktu reaksi yang lebih cepat

15. lebih bersahabat dan lebih toleran

16. lebih sukses

17. meningkatkan kesadaran dan kecerdasan

18. memiliki kemampuan untuk membangun hubungan baru

19. pikiran yang damai

2.2.4. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Maaf

(55)

a. Empati

Empati adalah kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain. Kemampuan untuk empati ini erat kaitannya dengan pengambilalihan peran. Melalui empati terhadap pihak yang menyakiti, seseorang dapat memahami perasaan pihak yang menyakiti merasa bersalah dan tertekan akibat perilaku yang menyakitkan. Dengan alasan itulah beberapa penelitian menunjukkan bahwa empati berpengaruh terhadap proses pemaafan

. Empati juga menjelaskan variabel sosial psikologis yang mempengaruhi pemberian maaf yaitu permintaan maaf (apologies) dari pihak yang menyakiti. Ketika pelaku meminta maaf kepada pihak yang disakiti maka hal itu bisa membuat korban lebih berempati dan kemudian termotivasi untuk memaafkannya

.

b. Atribusi terhadap pelaku dan kesalahannya

(56)

bermaksud menyakiti sehingga ia mencari penyebab lain dari peristiwa yang menyakitkan itu. Perubahan penilaian terhadap pe ristiwa yang menyakitkan ini memberikan reaksi emosi positif yang

kemudian akan memunculkan pemberian maaf terhadap pelaku

c. Tingkat kelukaan

Beberapa orang menyangkal sakit hati yang mereka rasakan untuk mengakuinya sebagai sesuatu yang sangat menyakitkan. Kadang-kadang rasa sakit membuat mereka takut seperti orang yang dikhianati dan diperlakukan secara kejam. Mereka merasa takut mengakui sakit hatinya karena dapat mengakibatkan mereka membenci orang yang sangat dicintainya, meskipun melukai. Merekapun menggunakan berbagai cara untuk menyangkal rasa sakit hati mereka. Pada sisi lain, banyak orang yang merasa sakit hati ketika mendapatkan bukti bahwa hubungan interpersonal yang mereka kira akan bertahan lama ternyata hanya bersifat sementara. Hal ini sering kali menimbulkan kesedihan yang mendalam. Ketika hal ini terjadi, maka pemaafan tidak bisa atau sulit terwujudkan

d. Karekteristik kepribadian

(57)

dermawan, sopan dan fleksibel juga cenderung menjadi empatik dan bersahabat. Karakter lain yang diduga berperan adalah cerdas, analitis, imajinatif, kreatif, bersahaja, dan sopan

e. Kualitas hubungan

Seseorang yang memaafkan kesalahan pihak lain dapat dilandasi oleh komitmen yang tinggi pada relasi mereka. Ada empat alasan mengapa kualitas hubungan berpengaruh terhadap perilaku memaafkan dalam hubungan interpersonal. Pertama, pasangan yang mau memaafkan pada dasarnya mempunyai motivasi yang tinggi untuk menjaga hubungan. Kedua, dalam hubungan yang erat ada orientasi jangka panjang dalam menlain hubungan di antara mereka. Ketiga, dalam kualitas hubungan yang tinggi kepentingan satu orang dan kepentingan pasangannya menyatu. Keempat, kualitas hubungan mempunyai orientasi kolektivitas yang menginginkan pihak-pihak yang terlibat untuk berperilaku yang memberikan keuntungan di antara mereka.

2.2.5. Proses Memaafkan

(58)

dan memadamkan kebencian terhadap seseorang yang menyakiti bila dibalut, apalagi ditambah dengan obat, ibaratnya memberi antibiotik untuk mematikan sumber sakit.

Kedua yaitu meredakan kebencian. Kebencian adalah respon alami seseorang terhadap sakit hati yang mendalam dan kebencian yang memerlukan penyembuhan. Kebencian sangat berbahaya kalau dibiarkan berjalan terus. Tidak ada kebaikan apapun yang datang dari kebencian yang dimiliki seseorang. Kebencian sesumgguhnya melukai si pembenci sendiri melebihi orang yang dibenci. Kebencian tidak bisa mengubah apapun menjadi lebih baik bahkan kebencian akan membuat banyak hal menjadi lebih buruk.

Dengan berusaha memahami alasan orang lain menyakiti atau mencari dalih baginya atau instropeksi sehingga ia dapat menerima perlakuan yang menyakitkan maka akan berkurang atau hialnglah kebencian itu.

(59)

bahwa mereka tidak menderita dan tidak berpura-pura bahwa orang yang bersalah tidak begitu penting. Asumsinya, memaafkan adalah melepaskan orang yang serta berdamai dengan diri sendiri dan orang lain.

Keempat yaitu berjalan bersama. Bagi dua orang yang berjalan bersama setelah bermusuhan memerlukan ketulusan. Pihak yang menyakiti harus tulus menyatakan kepada pihak yang disakiti dengan tidak akan menyakiti hati lagi. Pihak yang disakiti perlu percaya bahwa pihak yang meminta maaf menepati janji yang dibuat. Mereka juga harus berjanji untuk berjalan bersama di masa yang akan datang dan saling membutuhkan satu sama lain.

Proses memaafkan adalah proses yang berjalan perlahan dan memerlukan waktu Semakin parah rasa sakit hati semakin lama pula waktu yang diperlukan untuk memaafkan. Kadang-kadang seseorang melakukannya dengan perlahan-lahan sehingga melewati garis batas tanpa menyadari bahwa dia sudah melewatinya. Proses juga dapat terjadi ketika pihak yang disakiti mencoba mengerti kenapa hal itu terjadi bersama-sama dengan upaya meredakan kemarahan.

2.3 Remaja

2.3.1 Pengertian Remaja

(60)

menyenangkan”. Meskipun remaja yang lebih tua sebenarnya masih tergolong “anak belasan tahun”, sampai ia mencapai usia dua puluh satu tahun, namun istilah belasan tahun-yang secara popular dihubungkan dengan pola perilaku khas remaja muda-jarang dikenakan pada remaja yang lebih tua. Biasanya disebut “pemuda” atau “pemudi”, atau malahan disebut “kawula muda”, yang menunjukkan bahwa masyarakat belum melihat adanya perilaku yang matang selama awal masa remaja. Hurlock:206-207)

Definisi remaja yang bersifat konseptual. Dikemukakan tiga criteria yaitu: biologi, psikologi dan sosioekonomi, yaitu:

1. individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual skundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan social ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relative lebih mandiri.

(61)

Definis remaja untuk masyarakat Indonesia, sebagai pedoman umum dapat digunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikahuntuk remaja Indonesia dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

1. Usia belasan tahun adalah usia ketika pada umumnya tanda-tanda sekunder mulai tampak (kriteria fisik)

2. Di banyak masyarakat Indonesia, usia belasan tahun sudah dianggap akil baligh, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak menggapnya lagi sebagai anak-anak(kriteria sosial).

3. Pada usia tersebut, mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa, seperti tercapainya identitas diri (ego identity, menurut Erik Erikson), tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual (menurut Freud) dan tercapainya puncak perkembangan kognitif (piaget) maupun moral (kohlberg) (criteria psikologi)

(62)

dikalangan masyarakat kelas menengah ke atas yang mempersyaratkan berbagai hal (terutama pendidikan setinggi-tingginya) untuk mencapai kedewasaannya sebelum usia tersebut.

5. Dalam definisi di atas, status perkawinan sangat menentukan. Hal itu karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita secara menyeluruh. Seorang yang sudah menikah, pada usia berapapun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun kehidupan masyarakat dan keluarga. Oleh karena itu, definisi di sini dibatasi khusus untuk yang belum nikah.

Dengan demikian, remaja dapat didefinisikan sebagai seseorang berumur 10-24 tahun,telah ada tanda-tanda kematangan. Baik secara fisik maupun psikis,masih menggantungkan diri pada orang tua dan belum menikah.

2.3.2 Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja

Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku. Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja menurut Hurlock (1998)antara lain:

1. Menerima keadaan fisik

2. Menerima peran seks dewasa

3. Mempelajari hubungan baru dengan lawan jenis

(63)

5. Belum mandiri secara ekonomis, sehingga untuk mandiri secara ekonomis mereka harus bekerja

6. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep yang penting bagi kecakapan social

7. Membentuk nilai-nilai baru sesuai orang dewasa

8. Mempersiapkan diri untuk usia pernikahan

Dra. Yulia Singgih D. Gunarsa (2003) mengemukakan tujuh tugas perkembangan remaja, yaitu:

1. Menerima keadaan fisiknya. Baik berhubungan dengan penampilan maupun cirri-ciri Janis kelamin. Karena pada masa ini remaja mengalami berbagai macam perubahan fisik. Perubahan fisik tergantung dengan pertumbuhannya dan kematangan seksual. Pertumbuhan fisik menghasilkan panjang lengan dan tungkai maupun tinggi badan yang tidak selalu sesuai dengan harapan remaja maupun lingkungan.

2. Memperoleh kebebasan emosional. Tugas perkembangan ini sering menimbulkan pertentangan-pertentangan dalam keluarga. Pertentangan dan perselisihan faham yang tidak terselesaikan di rumah sering “memaksa” remaja mencari ketenangan di luar rumah.

(64)

baik yang mengarahkan maupun yang mengombang ambingkannya. Pada masa remaja “bekal” pegangan hidup dari orang tua sering dianggapnya sudah kadaluarsa. Dalam kekosongan ini remaja mudah terombang-ambing, tidak tahu tempatnya, tidak dapat menempatkan dirinya sehingga perlu melaksanakan tugas perkembangan selanjutnya

4. Menemukan model untuk identifikasi. Menurut E.H. Erikson, pada masa ini remaja harus menemukan identitas diri. Ia harus memiliki gaya hidup sendiri, yang bisa dikenal dan ajek walaupun mengalami berbagai macam perubahan.

5. Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri. Dalam hal ini remaja perlu refleksi diri. Sehingga ia akan mengetahui sejauh mana jangkauan kesanggupannya bisa mencapai kemungkinan dan kesempatan yang diperolehnya secra nyata, dan menerima apa yang didapatkannya sebagai hasil refleksi.

(65)

“falsafah hidup” sebagai pegangan dalam pengendalian gejolak dorongan dalam dirinya.

7. Meninggalkan reaksi dan cara penyesuaian kekanak-kanakan. Seorang remaja diharapkan bisa meninggalkan kecenderungan, keinginan untuk menang sendiri. Sepanjang masa peralihan ini, remaja harus belajar melihat dari sudut pandang orang lain. Belajar mengingkari kesenangan diri sendiri, menangguhkan hal-hal menyenangkan dan mendahulukan pelaksanaan tugas dan kewajiban

2.4. Kerangka Berfikir

Pemberian maaf adalah kesediaan untuk menanggalkan/menghilangkan apa yang telah terjadi/memberikan kebebasan/mengikhlaskan kekeliruan masa lalu, tidak lagi mencari-cari nilai dalam amarah dan kebencian sehingga dapat mencegah atau menepis keinginan berespon destruktif (merusak/menyakiti) terhadap diri sendiri ataupun orang lain yang kemudian dapat meningkatkan dorongan untuk berkonsiliasi dengan pihak yang telah disakiti.

Seseorang yang memilik t ingkat pemberian maaf yang rendah cenderung

t ingkat agresivit asnya t inggi. Hal ini sepert i yang dikemukakan oleh Wort hingt on

Jr, pakar psikologi di Virginia Commonw ealt h Universit y, AS, dkk merangkum

kait an ant ara memaafkan dan kesehat an. Dalam karya ilmiahnya, “ Forgiveness in

Healt h Research and M edical Pract ice” (M emaafkan dalam Penelit ian Kesehat an

(66)

dkk memaparkan dampak sikap memaafkan t erhadap kesehat an jiw a raga, dan

penggunaan “ obat memaafkan” dalam penanganan pasien. Orang yang t idak

memaafkan t erkait erat dengan sikap marah, yang berdampak pada penurunan

fungsi kekebalan t ubuh. M ereka yang t idak memaafkan memiliki akt ifit as ot ak

yang sama dengan ot ak orang yang sedang st res, marah, dan melakukan

penyerangan (agresif).

Penelitian tersebut mengemukan bahwa orang yang tidak memaafkan terkait erat dengan sikap marah, yang berdampak pada penurunan fungsi kekebalan tubuh. Mereka yang tidak memaafkan memiliki aktifitas otak yang sama dengan otak orang yang sedang stres, marah, dan melakukan penyerangan (agresif). Artinya, dengan memberikan maaf, sikap marah yang mungkin timbul dapat dicegah atau dapat diminimalisir. Sehingga hal-hal yang mengarah pada bentuk-bentuk penyerangan (baik secara verbal ataupun non verbal) cenderung lebih rendah.

Dimana agresivitas itu sendiri menurut Chaplin dalam kamus psikologi adalah kecenderungan habitual (yang dibiasakan) untuk memamerkan permusuhan.pernyataan diri secara tegas, penonjolan diri, penuntutan atau pemaksaan diri; pengejaran dengan penuh semangat suatu cita-cita. Dominasi sosial, kekuasaan sosial,khususnya yang diterapkan secara ekstrim.

(67)

mengembangkan ke-2 variabel itu menjadi masing-masing: variabel pemberian maaf dikembangkan dengan menambahkan 2 dimensi yang ada. Yaitu: reduction in revenge dan reduction in avoidance. Dan untuk variabel agresivitas dikembangkan dengan menambahkan empat dimensi yang ada menurut Buss dan Pery (dalam Luthfi,dkk). Yaitu: agresi fisik, agresi verbal, rasa marah dan sikap permusuhan.

Disamping itu, peneliti juga menambahkan beberapa lainnya. Yaitu berdasarkan pada hal lain yang dapat menjelaskan gambaran umum orang tersebut.seperti jenis kelamin, usia, sedang berkonflik/tidak dan lamanya konflik itu terjadi.

(68)

Gambar 2.1.

Skema kerangka berfikir

Keterangan:

Kotak yang memiliki arah panah menuju kotak tersebut sebagai dependen variabel, sedangkan kotak yang tidak ada arah panah menuju kotak tersebut sebagai independen variabel.

Usia Jenis Kelamin

Pemberian maaf

Reduction in avoidance

Agresivitas

Sedang berkonflik/tidak

Lamanya konflik terjadi Reduction in

revenge

Agresi fisik

Agresi verbal

Rasa marah

(69)

2.5 Hipotesis

Karena di dalam penelitian ini terdapat dua aspek pemberian maaf, 4 (empat) faktor demografi seperti jenis kelamin, usia, sedang mengalami konflik/tidak dan lamanya konflik itu terjadi.dari awal hingga hari penelitian dan 4 (empat) aspek agresivitas. Maka dapat ditarik sebanyak 11 hipotesa minor. Untuk setiap korelasi antara suatu jenis pemberian maaf dengan agresivitas.

Selanjutnya untuk keperluan analisa statistika maka hipotesa-hipotesa diatas diubah menjadi hipotesa mayor yaitu:

Ha: ada pengaruh yang signifikan antara pemberian maaf dengan agresifitas pada remaja awal SMA YZA Bogor.

Ho: tidak ada pengaruh yang signifikan antara pemberian maaf dengan agresifitas pada remaja awal SMA YZA Bogor.

Sedangkan untuk hipotesa minor yaitu :

HO1 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara reduction in revenge dengan

agresifitas pada remaja awal SMA YZA Bogor

Ha1 : Ada hubungan yang signifikan antara reduction in revenge dengan

agresifitas pada remaja awal SMA YZA Bogor

HO2 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara reduction in avoidance dengan

(70)

Ha2 : Ada hubungan yang signifikan antara reduction in avoidance dengan

agresifitas pada remaja awal SMA YZA Bogor.

HO3 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan

agresifitas pada remaja awal SMA YZA Bogor

Ha3 : Ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan agresifitas pada

remaja awal SMA YZA Bogor

HO4 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan agresifitas pada

remaja awal SMA YZA Bogor

Ha4 : Ada hubungan yang signifikan antara usia dengan agresifitas pada remaja

awal SMA YZA Bogor

HO5 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara sedang mengalami

konflik/tidak dengan agresifitas pada remaja awal SMA YZA Bogor. Ha5 : Ada hubungan yang signifikan antara sedang mengalami konflik/tidak

dengan agresifitas pada remaja awal SMA YZA Bogor.

HO6 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya konflik itu terjadi.dari

(71)

Ha6 : Ada hubungan yang signifikan antara lamanya konflik itu terjadi.dari awal

hingga hari penelitian dengan agresifitas pada remaja awal SMA YZA Bogor.

HO7 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara reduction in avoidance dan

reduction in revenge dengan agresi fisik pada remaja awal SMA YZA Bogor.

Ha7 : Ada hubungan yang signifikan antara reduction in avoidance dan reduction

in revenge dengan agresi fisik pada remaja awal SMA YZA Bogor.

HO8 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara reduction in avoidance dan

reduction in revenge dengan agresi verbal pada remaja awal SMA YZA Bogor.

Ha8: Ada hubungan yang signifikan antara reduction in avoidance dan reduction

in revenge dengan agresi verbal pada remaja awal SMA YZA Bogor. HO9 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara reduction in avoidance dan

reduction in revenge dengan rasa marah pada remaja awal SMA YZA Bogor.

Ha9 : Ada hubungan yang signifikan antara reduction in avoidance dan reduction

(72)

HO10 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara reduction in avoidance dan

reduction in revenge dengan sikap permusuhan pada remaja awal SMA YZA Bogor.

Ha10 : Ada hubungan yang signifikan antara reduction in avoidance dan reduction

(73)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai metode dan hal-hal yang menentukan penelitian, dan dalam hal ini akan dibatasi secara sistematis sebagai berikut: jenis penelitian, variabel penelitian, subjek penelitian, metoe dan instrumen pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur dan teknik analisis data.

3. 1 Jenis penelitian

3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

3.1.1.1 Pendekatan Penelitian

(74)

3.1.1.2 Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelanjutan metode deskriptif. Pada metode deskriptif, data dihimpun, disusun secara sistematis, faktual dan cermat. Namun tidak dielaskan hubungan di antara variabel. Hubungan antara variabel diteliti dan dijelaskan. metode penelitian korelasional. (Hasan:1997). Dan menurut sevilla penelitian korelasi adalah penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Adapun dalam penelitian ini, variabel yang dikorelasikan tersebut adalah pemberian maaf terhadap agresifitas remaja awal SMA YZA 2 Bogor.

3.2 Definisi konseptuap dan definisi operasional variable

3.2.1 Definisi Konseptual Variabel

Definisi konseptual adalah definisi yang diperoleh dari kamus. Definisi ini adalah arti akademik arti universal dari sebuah kata atau kelompok kata. Definisi ini lebih formal dan abstrak dibandingkan dengan definisi operasional (Sevilla, 1993). Definisi konseptual diambil berdasarkan teori. Dalam penelitian ini definisi konseptual dari masing-masing variabel adalah:

Gambar

Gambaran Umum Responden  .....................................................
Tabel 4.15
Gambar 2.1.
Tabel 3.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilatar belakangi oleh fenomena-fenomena kekerasan oleh remaja yang terjadi akhir-akhir ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) perilaku

Dari pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa model penemuan terbimbing adalah suatu model dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa- siswa untuk menemukan

Pertama, belajar menunjukan suatu aktifitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja. Oleh sebab itu pemahaman kita pertama yang sangat penting adalah

Seseorang yang sering berlatih atau berolahraga kemungkinan memiliki stamina yang baik dengan memiliki nilai VO 2 Max lebih tinggi, sehingga dapat melakukan

Mohammad Asrori (2007:183) menyatakan bahwa motivasi dapat diartikan sebagai: 1) dorongan yang timbul pada diri seseorang, secara disadari atau tidak disadari, untuk

Dahulu Kota Batu ialah termasuk dalam bagian Kabupaten malang. Yang dimana kemudian saat itu Kota Batu telah ditetapkan sebagai kota yang berdiri sendiri ialah

Islam menganjurkan aktifitas layanan bimbingan dan konseling itu merupakan suatu ibadah kepada Allah SWT suatu bantuan kepada orang lain, termasuk layanan

Dalam hal tersebut terdapat dalam penelitian menurut Pertiwi 2018 Kelekatan adalah remaja yang memiliki kelekatan aman pada ibu akan memiliki kemampuan sosialisasi yang baik, lebih