THE INFLUENCE OF SELF-ESTEEM AND SOCIAL ANXIETY ON VICTIM OF BULLYING ADOLESCENTS IN PALANGKARAYA, CENTRAL
BORNEO
Okta Viarae Tirsae
ABSTRACK
This study aimed to explain the influence of self-esteem on social anxiety among victims of bullying adolescents. The hypothesis said there was negative influence of self-esteem on social anxiety. The subjects for this study were 143 victim of bullying adolescents in Palangkaraya, Central Borneo. The purposive sampling technique was employed. Data were collected using the scales of self-esteem and social anxiety. Data were analyized using the simple linear regression analysis. Result shows the regression value of R = 0, 074, p = 0,001. There is a negative influence of self-esteem on social anxiety among victim of bullying adolescents in Palangkaraya, Central Borneo.
PENGARUH HARGA DIRI TERHADAP KECEMASAN SOSIAL PADA REMAJA KORBAN BULLYING DI PALANGKARAYA, KALIMANTAN
TENGAH
Okta Viarae Tirsae
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh harga diri dengan kecemasan sosial pada remaja korban bullying. Hipotesis adalah pengaruh negatif harga diri terhadap kecemasan sosial. Subjek adalah 143 remaja korban bullying di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan skala harga diri dan skala kecemasan sosial dengan menyebarkan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi sederhana dan diperoleh nilai (R = 0, 074, p = 0,001). Hal ini menunjukkan ada pengaruh negatif harga diri terhadap kecemasan sosial pada remaja korban bullying.
PENGARUH HARGA DIRI TERHADAP KECEMASAN SOSIAL
PADA REMAJA KORBAN BULLYING DI PALANGKARAYA,
KALIMANTAN TENGAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh : Okta Viarae Tirsae
119114053
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
HALAMAN MOTTO
Yang hatinya teguh, Kau jagai dengan damai sejahtera, sebab kepadaMulah ia percaya
-Yesaya 26 : 3-
“Iman mengalahkan kecemasan”
Kecemasan membuat kita melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, Kecemasan membuat kita menjadi lumpuh sebelum kita akhirnya
benar-benar jatuh,
Kecemasan menimbulkan berbagai masalah dimana kedamaian Seharusnya justru berada,
Percaya dan bergantunglah kepada Allah untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang akan mengakhiri kecemasanmu.
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada,
Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai dan membimbingku, Kedua orang tuaku,
Kakak laki-lakiku, Kakak perempuanku,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Bapa di surga karena atas penyertaanNya dan belas kasihNya-lah yang kuat sehingga penulis dapat menyelesaikan skkripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari ada banyak pihak yang telah berkontirbusi besar hingga skripsi ini dapat selesai. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. T. Priyo Widianto, M. Si, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M. Si, Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dahrma
3. Ibu Debri Pristinella M.Si, Dosen pembimbing akademik dan Dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing saya selama mennjalani perkuliahan di Fakultas Psikologi Sanata Dharma dan dengan sangat sabar membimbing penulis. Ibu juga banyak memberikan ilmu pengetahuan dan saran bagi penulis dalam melakukan penulisan skripsi ini.
4. Semua Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi Sanata Dharma yang telah membagikan pengetahuan dan ilmunya kepada penulis.
5. Mas Muji, Mas Gandung, Mas Doni, Bu Nanik, dan Pak Gie yang dengan kerendahan hati dan keramahan membantu penulisan selama di Fakultas Psikologi
6. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Palangkaraya, yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.
PENGARUH HARGA DIRI TERHADAP KECEMASAN SOSIAL PADA REMAJA KORBAN BULLYING DI PALANGKARAYA, KALIMANTAN
TENGAH
Okta Viarae Tirsae
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh harga diri dengan kecemasan sosial pada remaja korban bullying. Hipotesis adalah pengaruh negatif harga diri terhadap kecemasan sosial. Subjek adalah 143 remaja korban bullying di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan skala harga diri dan skala kecemasan sosial dengan menyebarkan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi sederhana dan diperoleh nilai (R = 0, 074, p = 0,001). Hal ini menunjukkan ada pengaruh negatif harga diri terhadap kecemasan sosial pada remaja korban bullying.
THE INFLUENCE OF SELF-ESTEEM AND SOCIAL ANXIETY ON VICTIM OF BULLYING ADOLESCENTS IN PALANGKARAYA, CENTRAL BORNEO
Okta Viarae Tirsae
ABSTRACK
This study aimed to explain the influence of self-esteem on social anxiety among victims of bullying adolescents. The hypothesis said there was negative influence of self-esteem on social anxiety. The subjects for this study were 143 victim of bullying adolescents in Palangkaraya, Central Borneo. The purposive sampling technique was employed. Data were collected using the scales of self-esteem and social anxiety. Data were analyized using the simple linear regression analysis. Result shows the regression value of R = 0, 074, p = 0,001. There is a negative influence of self-esteem on social anxiety among victim of bullying adolescents in Palangkaraya, Central Borneo.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
ABSTRACT ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB 1 : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar belakang ... 1
B. Rumusan Masalah... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
a. Manfaat Teoritis ... 8
b. Manfaat Praktis ... 9
BAB II : LANDASAN TEORI ... 9
A. Harga Diri ... 9
1. Pengertian Harga diri ... 9
2. Aspek-aspek dalam Harga Diri ... 10
4. Tingkat Harga Diri ... 12
B. Kecemasan sosial (Social Anxiety) ... 13
1. Pengertian Kecemasan ... 13
2. Pengertian Kecemasan Sosial ... 14
3. Gejala-gejala Kecemasan Sosial ... 15
4. Penyebab Kecemasan Sosial ... 16
5. Aspek-aspek Kecemasan Sosial ... 18
C. Remaja ... 20
1. Pengertian Remaja ... 20
2. Perkembangan Psikososial Pada Remaja ... 21
D. Bullying ... 22
1. Pengertian Bullying... 22
2. Jenis-jenis Bullying ... 23
3. Remaja korban Bullying ... 24
E. Hubungan Harga Diri dengan Kecemasan Sosial ... 24
F. Bagan (kerangka berpikir) ... 28
G. Hipotesis ... 29
BAB III : METODE PENELITIAN ... 30
A. Jenis Penelitian ... 30
B. Variabel Penelitian ... 30
1. Variabel Bebas ... 30
2. Variabel Tergantung ... 30
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 30
1. Kecemasan Sosial ... 30
2. Harga Diri ... 31
D. Deskripsi Subjek ... 31
1. Populasi ... 31
2. Sampel ... 32
E. Instrumen Penelitian ... 33
1. Skala Kecemasan Sosial ... 33
2. Skala Harga Diri ... 33
3. Cara Pemberian Skor... 38
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 39
1. Validitas ... 39
2. Reliabilitas ... 40
3. Seleksi Aitem ... 41
4. Teknik Analisis Data ... 41
a. Uji Normalitas ... 41
b. Uji Linearitas ... 42
5. Pengujian Hipotesis ... 42
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43
A. Pelaksanaan Penelitian ... 43
B. Deskripsi Subjek dan Data Demografis Subjek ... 43
C. Deskripsi Data Penelitian ... 49
D. Analisis Data Penelitian... 50
1. Uji Asumsi ... 50
2. Uji Hipotesis ... 51
E. Pembahasan ... 54
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 57
A. Kesimpulan ... 57
B. Saran ... 57
C. Keterbatasan Penelitian ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Blueprint Skala Kecemasan Sosial Sebelum Uji Coba ... 34
Tabel 2 : Hasil blue print kecemasan sosial setelah try out ... 35
Tabel 3 : Skala Kecemasan Sosial ... 36
Tabel 4 : Blueprint Skala Harga Diri Sebelum Uji Coba ... 37
Tabel 5 : Hasil blue print harga diri setelah try out ... 37
Tabel 6 : Skala Harga Diri ... 38
Tabel 7 : Cara Pemberian Skor ... 39
Tabel 8 : Reliabilitas skala kecemasan sosial sebelum uji coba ... 40
Tabel 9 : Reliabilitas skala keemasan sosial setelah uji coba ... 40
Tabel 10 : Reliabilitas skala harga diri sebelum uji coba... 41
Tabel 11 : Reliabilitas skala harga diri setelah uji coba ... 41
Tabel 12 : Deskripsi Data Sekolah ... 44
Tabel 13 : Tingkat Bullying... 45
Tabel 14 : Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia ... 46
Tabel 15 : Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47
Tabel 16 : Deskripsi Perbedaan Jenis Kelamin ... 47
Tabel 17 : Data Penelitian ... 49
Tabel 18 : Hasil Uji Normalitas ... 50
Tabel 19 : Hasil Uji Linearitas ... 51
Tabel 20 : Hasil Uji Hipotesis ... 52
Tabel 21 : Hail Uji Anova ... 53
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Skala Uji Coba Harga Diri dan Kecemasan Sosial ... 63
Lampiran 2 : Reliabilitas Skala Harga Diri dan Kecemasan Sosial ... 78
Lampiran 3 : Skala Penelitian ... 89
Lampiran 4 : Hasil Penelitian ... 98
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Steinberg (2002) mengatakan bahwa fase remaja berkisar pada usia 13-22 tahun. Batubara (2010) menyatakan remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada periode ini berbagai perubahan terjadi baik perubahan hormonal, fisik, psikologis, maupun sosial (Batubara, 2010). Pada ruang lingkup sosial, remaja dituntut untuk bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan selalu memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain. Gerungan (2009) menegaskan bahwa interaksi sosial dapat terjadi apabila individu mampu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan. Interaksi sosial adalah hubungan individu satu dengan yang lain, di mana individu tersebut memengaruhi satu sama lain (Walgito, 1978).
suatu kelompok, harus mengikuti beberapa aturan. Dalam mengikuti aturan kelompok, remaja di haruskan merokok, menyerahkan uang saku, memukuli orang lain. Jika menolak mengikuti aturan kelompok, maka remaja tersebut menjadi korban.
Tindakan tidak menyenangkan inilah yang disebut dengan tindakan bullying. Hasil survei yang dilakukan pada 4800 remaja di sekolah dan perguruan tinggi di UK, menyatakan bahwa remaja yang berkisar pada usia 13-20 tahun terlibat dengan kasus bullying (The Annual Bullying Survey [TABS], 2015). Hasil survei mengenai gambaran bullying di sekolah menyatakan bahwa Yogyakarta mencatat angka tertinggi mengenai kasus „Bullying‟ yaitu dengan hasil sebesar 70,65 % bahwa kasus
Bullying terjadi di SMP dan SMA di Yogyakarta dibandingkan kota Jakarta dan Surabaya. Juwita, seorang Psikolog Universitas Indonesia, mengatakan, tingginya kasus bullying di Yogyakarta belum diketahui penyebabnya (Lin, 2008).
Tingkat keseringan kasus bullying di Indonesia memberikan dampak negatif bagi korban. Pada kasus tato Hello Kitty di Yogyakarta, 9 siswi SMA di Yogyakarta tega menganiaya teman sendiri karena memiliki tato yang sama (Mahmud, 2015). Ibu korban, Menik Pardiyem mengungkapkan bahwa putrinya tidak ingin pergi ke sekolah dan hanya berdiam diri di rumah. Ibu korban mengatakan “Keluar rumah saja tidak berani, hanya menonton televisi atau ke kamar”. Siswi kelas 2 SMA tersebut enggan untuk bertemu dengan teman-temannya kecuali teman akrab dan keluarganya saja (Suryani, 2015).
adalah siswi kelas tiga SMP di Al-Jannah dan mulai masuk sekolah baru tersebut pada bulan Januari 2015. Koordinator Humas Al-Jannah Yossi Srianita, Senin, (16/3/2015) mengatakan, "Nadhira tidak di-bully selama di SMP Al-Jannah. Bullying terjadi di sekolah sebelumnya," (Putera, 2015). Nadhira melarikan diri dari rumah karena merasa stress dan diperlakukan buruk oleh teman-teman di sekolah. Nadhira mengatakan, "Saya stress karena di-bully teman-teman,", di Polsek Metro Taman Sari, Jumat lalu, (Tamaela, 2015).
Andina (2014) mengatakan bahwa dampak bullying tidak selalu langsung terlihat. Dampak tersebut terakumulasi beberapa tahun mendatang dengan menunjukkan gejala memburuknya kesehatan mental anak. Korban yang di-bully cenderung menampakan respon negatif, sulit untuk memercayai orang lain, kurang asertif, agresi, sulit mengontrol amarah, rendah diri, isolasi dan merasa cemas.
Oort et al (2011) menyatakan bahwa hasil penelitian yang dilakukan pada 2, 220 remaja laki-laki dan perempuan yang mengalami gejala kecemasan menemukan faktor seperti penolakan dari orang tua adalah indikator kecemasan pada masa remaja awal, sedangkan faktor-faktor lain seperti penganiayaan dari teman sebaya adalah indikator kecemasan pada jangka panjang.
perasaan malu yang ditandai dengan kejanggalan atau kekakuan, hambatan dan kecenderungan untuk menghindari situasi sosial. Oort et al (2011) mengatakan bahwa faktor penyebab kecemasan sosial karena adanya pengalaman traumatis seperti penganiayaan, intimidasi, dan ancaman dari teman sebaya, sehingga peneliti berasumsi bahwa penganiayaan, intimidasi, dan ancaman dari teman sebaya merupakan tindakan bullying yang memicu kecemasan sosial pada remaja korban bullying.
Penelitian Raj dan Yen (2009) pada remaja di Pulau Penang, Malaysia menunjukkan korelasi negatif yang signifikan antara tingkat harga diri dengan kecemasan sosial. Penelitian Ndoily dkk (2013) tentang hubungan antara harga diri dan kecemasan sosial pada remaja perempuan korban bullying di SMA “X”, memiliki hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara harga diri dengan kecemasan sosial. Hal ini
disebabkan karena subjek penelitian belum benar-benar mengungkapkan penilaian terhadap harga diri mereka sendiri. Tetapi saat diberikan skala kecemasan sosial, subjek nampak memiliki kecemasan sosial yang berada pada kategori sedang. Penelitian Liaqat dan Akram (2014) tentang hubungan antara harga diri dan kecemasan sosial pada remaja akhir dengan cacat fisik di sekolah berkebutuhan khusus, Punjab Selatan, menunjukkan hasil bahwa semakin rendah level harga diri, maka kecemasan sosialnya tinggi, begitu pula sebaliknya.
teman sebaya menyebabkan remaja menghindari interaksi sosial dan mungkin memperkuat evaluasi diri yang negatif.
Taylor, Peplau, dan Sears (2009) menegaskan bahwa hasil evaluasi terhadap diri kita sendiri merupakan salah satu bagian dari harga diri, sehingga apabila dihubungkan dengan kasus bullying, Myers (2012) mengatakan pada saat individu dengan harga diri rendah merasa terancam, seringkali mengambil sudut pandang negatif pada semua hal. Individu dengan harga diri rendah kemungkinan mengalami kesulitan menjalani interaksi sosial yang memicu kecemasan sosial. Oleh sebab itu, peneliti menduga bahwa harga diri kemungkinan memengaruhi dan menyebabkan timbulnya kecemasan sosial pada remaja korban bullying.
Penelitian oleh Ahmad, Bano, Ahmad, dan Khanam (2013) tentang seberapa besar harga diri memengaruhi dan memicu terjadinya kecemasan pada 210 remaja. Hasil penelitian di analisis dengan regresi linier sederhana yang memiliki hasil bahwa harga diri berpengaruh dan menjadi faktor munculnya kecemasan sosial [R² = 0,175, F (1, 208) = 44,149, p <. 001)] pada remaja. Maka, peneliti mengambil topik harga diri sebagai variabel bebas yang dalam pengaruhnya pada kecemasan sosial sebagai variabel tergantung dalam penelitian ini.
lain secara positif. Individu dengan harga diri rendah cenderung meragukan kemampuannya dan berkeyakinan bahwa orang lain meragukan kemampuannya.
Dayakisni dan Hudaniah (2009) menyatakan bahwa kecenderungan seseorang untuk menilai dirinya sendiri ini berkaitan dengan tingkat harga diri. Mujiyati (2015) mengatakan bahwa siswa yang mendapatkan perlakuan negatif secara berulang-ulang memunculkan penilaian diri yang rendah terhadap diri sendiri maupun orang lain, hal ini menyebabkan siswa menarik diri dari lingkungan sosial.
Hasil penelitian tingkat harga diri oleh Jamir, devi, Lenin, dan Roshan (2014) pada remaja SMP dan SMA di India menunjukkan bahwa bullying menyebabkan harag diri rendah dan depresi. Penelitian oleh Khairiah, Muhdi & Budiono (2012) menyatakan harga diri rendah berkorelasi positif pada perilaku bullying, karena korban memiliki harga diri rendah dan memiliki sifat lebih ke arah pasif.
menanggulangi tindakan bullying dengan baik, begitu pula sebaliknya. Hasil perbedaan penelitian inilah menjadi salah satu dasar peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
Kasus bullying di Kalimantan dianggap sebagai bahan candaan, sehingga tidak menyadari dampak yang diakibatkan bagi korban. Berdasarkan hasil wawancara awal pengetahuan tentang bullying yang dilakukan peneliti kepada dua siswa SMAN (X) dan dua siswa SMPN (X), Palangkaraya, Kalimantan Tengah, menunjukkan hasil bahwa bullying dianggap sebagai bahan candaan, karena pelaku yang mem-bully beranggapan bahwa hal tersebut sebagai hiburan semata. Menurut para siswa dari masing-masing sekolah tersebut mengatakan bahwa pihak sekolah mengetahui adanya kasus bullying, namun karena dalam keseharian sekolah telah menjadi hal yang biasa, maka tidak terlalu ditanggapi dengan serius (Amiani, Theresia & dkk, komunikasi pribadi, 17-20 April 2015).
Uraian di atas memperlihatkan bahwa tingginya kasus bullying menimbulkan berbagai konsekuensi negatif seperti tingkat harga diri dapat memengaruhi dan menimbulkan kecemasan sosial pada remaja, oleh sebab itu penelitian tentang “Pengaruh harga diri terhadap kecemasan sosial pada remaja korban bullying di Palangkaraya, Kalimantan Tengah” penting untuk dilakukan.
B. Rumusan masalah :
C. Tujuan penelitian :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh harga diri terhadap kecemasan sosial pada remaja korban bullying di Palangakaraya, Kalimantan Tengah”.
D. Manfaat Penelitian : a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi di bidang psikologi khususnya yang berkaitan dengan psikologi remaja dan psikologi sosial.
b. Manfaat praktis :
Hasil penelitian ini diharapkan :
1. Bagi remaja, memberikan gambaran jelas mengenai pengaruh harga diri terhadap kecemasan sosial pada remaja korban bullying, sehingga remaja dapat menggunakan informasi tersebut sebagai bahan pertimbangan dalam perilakunya sehari-hari saat berada di sekolah. 2. Bagi orang tua, mengetahui tingkat harga diri dan kecemasan sosial
pada remaja korban bullying.
3. Bagi pihak sekolah seperti kepala sekolah dan guru, membantu memberikan informasi tentang tingkat harga diri dan kecemasan sosial pada remaja korban bullying, agar dapat meminimalisirkan tindakan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Harga Diri
1. Pengertian Harga Diri
Coopersmith (1967) mendefinisikan harga diri sebagai evaluasi diri yang dibuat oleh individu mengenai dirinya sendiri. Evaluasi tersebut diekspresikan dengan sikap setuju atau tidak setuju terhadap suatu penilaian atau pendapat, tingkat keyakinan individu terhadap dirinya sendiri sebagai orang yang mampu, penting, dan merasa apakah dirinya berharga atau tidak. Selain itu, Steinberg (2002) mengatakan bahwa harga diri secara umum cenderung dapat membuat seseorang menjadi lebih stabil sesuai dengan usianya.
Taylor, Peplau, dan Sears (2009) mengatakan bahwa self-esteem (penghargaan diri) merupakan hasil evaluasi tentang diri kita sendiri, artinya, kita tidak hanya menilai seperti apa diri kita kita tetapi juga menilai kualitas-kualitas diri kita.
2. Aspek – Aspek dalam Harga Diri
Coopersmith (dalam Trisakti dan Astuti, 2014), harga diri memiliki empat aspek, yaitu :
1. Keberartian (Significance)
Keberartian menyangkut seberapa besar individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, berharga, adanya penerimaan, kepedulian, dan rasa kasih sayang yang diterima individu dari orang lain. Hal ini merupakan bentuk atau suatu ekspresi dari penghargaan dan ketertarikan atau kesukaan orang lain, dan dari rasa penghargaan serta ketertarikan tersebut secara umum dikategorikan dengan istilah penerimaan dan popularitas, dan kebalikannya adalah penolakan serta isolasi.
2. Kekuatan (power)
Kemampuan individu untuk dapat mempengaruhi dan mengontrol tingkah laku dirinya dan orang lain yang ditandai dengan adanya pengakuan dan rasa hormat, serta penghargaan yang diterima atau pendapat dan kebenaran yang diterima individu dari orang lain
3. Kemampuan (Competence)
4. Kebajikan (Virtue)
Kepatuhan individu dalam mengikuti prinsip, etika, moral dan agama. Hal tersebut ditandai dengan kepatuhan individu dan sikap diri yang positif dalam menjauhi tingkah laku yang tidak baik untuk menuju keberhasilan. 3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Harga Diri
Wirawan dan Widiastuti (dalam Sari, 2009) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri adalah, sebaga berikut :
1. Faktor fisik
Steinberg (2002) menyatakan tidak sedikit remaja yang selalu memiliki pemikiran bahwa fisik menentukan harga diri mereka. Hal ini mungkin karena harga diri dan fisik memiliki keterkaitan dengan penerimaan teman sebaya di lingkungan sosial, seperti ciri fisik dan penampilan wajah. Beberapa individu memiliki harga diri tinggi saat memiliki wajah yang menarik, Wirawan dan Widyastuti (dalam Sari, 2009 : 4).
2. Faktor Psikologis
Nurihsan dan Agustin (2011) menegaskan bahwa kondisi psikologis meliputi pengalaman dan proses belajar. Sebagai contoh, kepuasan kerja dan menjalin relasi dengan orang lain, Wirawan dan Widyastuti (dalam Sari, 2009 : 4).
3. Faktor Lingkungan sosial
Widyastuti, 2009) memberikan contoh, orang tua yang menerima kemampuan anak, maka anak tersebut menerima dirinya sendiri. Sebaliknya, bila orang tua tidak menerima kekurangan anak, maka anak merasa tidak dihargai, disayangi dan memiliki harga diri rendah.
4. Tingkat Harga Diri
Tingkat harga diri yang dimiliki setiap orang berbeda beda, oleh karena itu Coopersmith (dalam Pambudhi, Suroso, dan Meiyuntariningsih, 2015) membedakannya menjadi dua golongan, yaitu harga diri tinggi dan harga diri rendah yang akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Individu dengan Harga Diri Tinggi (High Self Esteem)
Individu yang memiliki harga diri tinggi lebih aktif dan dapat mengekpresikan diri dengan baik, dapat menjalin relasi dengan orang lain dan dapat menerima kritik dan saran dari orang lain dengan baik. Individu dengan harga diri tinggi tidak berfokus kepada dirinya sendiri, memiliki kualitas diri yang tinggi, tidak terpengaruh terhadap penilaian orang lain sehingga tingkat kecemasannya lebih rendah dan memiliki pertahanan diri yang kuat dan seimbang.
Menurut Kernis (2006), ketika individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi feedback yang negatif dari orang lain, maka individu tersebut akan menjaga evaluasi diri yang dimilikinya dan membuang perasaan tidak berharga dalam dirinya tersebut.
2. Harga Diri yang Rendah (Low self-esteem)
Individu dengan harga diri rendah memiliki perasaan ditolak, takut gagal dalam menjalin relasi dengan orang lain, mudah putus asa, merasa tidak diperhatikan dan merasa diasingkan. Selain itu, Individu dengan harga diri rendah cenderung kurang dapat mengekspresikan diri, kaku dan secara pasif mengikuti lingkungan. Heatherton dan Wyland (2003) mengatakan bahwa individu yang memiliki harga diri yang rendah saat berada dalam ruang lingkup sosial, seringkali akan mengalami kecemasan sosial. Individu tersebut cenderung memiliki perhatian yang besar tehadap gambaran diri dan selalu khawatir terhadap pandangan orang lain terhadapnya. Nevid, Rathus, dan Greene (2003) mengatakan bahwa kecemasan sosial adalah ketakutan berlebihan terhadap evaluasi negatif dari orang lain.
Uraian di atas menyimpulkan bahwa tingkatan harga diri memengaruhi seseorang. Tingkat harga diri dibagi menjadi dua bagian, yaitu harga diri tinggi dan harga diri rendah.
B. Kecemasan Sosial (Social Anxiety) 1. Pengertian kecemasan
2. Pengertian Kecemasan Sosial
American Psychiatric Association (2013) mengartikan kecemasan sosial sebagai proses yang ditandai dengan ketakutan dan lebih berhati-hati dengan orang-orang di sekitarnya. Hal ini senada dengan Davidson, Neale, dan Kring (2006) menyatakan bahwa kecemasan sosial adalah ketakutan menetap dan tidak rasional yang berkaitan dengan keberadaan orang lain. Selain itu, menurut Dayakisni dan Hudaniah (2009) kecemasan sosial adalah perasaan tidak nyaman dengan kehadiran orang lain, yang selalu disertai oleh perasaan malu yang ditandai dengan kejanggalan atau kekakuan, hambatan dan kecenderungan untuk menghindari interaksi sosial.
La Greca dan Lopez (1998) mengungkapkan bahwa kecemasan sosial adalah ketakutan yang menetap terhadap situasi sosial dan menghadapi evaluasi dari orang lain, diamati, takut dipermalukan dan dihina. Selain itu, Schelenker dan Leary (1983 dalam Leary, 1983) bahwa kecemasan sosial adalah kecemasan yang menghasilkan kemungkinan mengevaluasi secara interpersonal pada situasi yang nyata disekitar individu atau mengevaluasi melalui imajinasi dalam situasi sosial.
3. Gejala-gejala Kecemasan Sosial
Davidson, Neale, dan Kring (2006) menyatakan bahwa kecemasan sosial muncul pada saat masa remaja, yaitu saat kesadaran sosial dan interaksi dengan orang lain menjadi sangat penting dalam kehidupan masa remaja. Hofmann dan Dibartolo (2010) menyatakan bahwa kecemasan sosial memiliki gejala sebagai berikut :
1. Gejala kognitif, ditandai evaluasi negatif, percakapan internal yang negatif. Individu merasa terancam pikirkan orang lain mengenai dirinya. Kecemasan sosial secara khas dengan cepat merespon secara negatif yang sebenarnya tidak terjadi.
2. Gejala perilaku, ditandai dengan ketakutan dalam situasi sosial, mereka evaluasi secara negatif dan perilaku menghindar.
3. Gejala fisik pada ditandai dengan pipi memerah, otot mengencang, dan berkeringat. Individu dengan kecemasan sosial terlalu tinggi dalam menaksir kecemasannya. Individu merasa bahwa orang lain memandang secara negatif dan berfokus pada gejala yang dihadapi sehingga menimbulkan evaluasi negatif mengenai orang lain (Hotmann dan Dibartolo, 2010 : 400).
4. Penyebab kecemasan sosial
Penyebab kecemasan sosial adalah sebagai berikut (Leary, 1983): 1. Orang yang Tidak Dikenal (Strangers)
Strangers adalah seseorang yang memiliki sedikit informasi tentang dirinya untuk diketahui oleh orang lain. Selain itu, mereka memiliki pengaruh yang kuat untuk memicu seseorang mengalami kecemasan sosial. Hasil survey yang dilakukan oleh Zimbardo (1977) dalam Leary (1983), bahwa individu dengan jelas menampakkan rasa malu pada orang-orang yang tidak dikenal dalam situasi sosial, dikarenakan strangers membuat mereka malu. Namun menjadi lebih parah apabila individu tersebut terus merasa malu dan cemas meskipun ia sudah mengenal orang tersebut.
2. Evaluasi Diri (Self-Evaluation)
3. Pengalaman masa lalu (Past experiences)
Setiap orang pasti mempunyai pengalaman masa lalu dan ingatan seseorang pada kejadian di masa lalu membawa pengaruh yang kuat terhadap apa yang akan terjadi di masa depan (Leary, 1983). Pengalaman masa lalu dihubungkan dengan lingkungan. APA (2013) menyatakan lingkungan meningkatkan kecemasan sosial karena adanya peran kausatif, sebagai contoh, akibat penganiayaan di masa kanak-kanak atau kesengsaraan akibat serangan secara psikososial.
4. Genetika (genetic)
Leary (1983) mengungkapkan bahwa berbicara keras, perilaku, cara berpikir dan perasaan secara tidak langsung adalah sesuatu yang diwariskan dari orang tua. Beberapa studi menguji seberapa besar faktor genetik berperan dalam kecemasan sosial. Pengaruh genetik sangat berperan, terutama pada lingkungan yang membuat mereka secara negatif terpengaruh oleh stress yang memicu kecemasan sosial (APA, 2013). 5. Harga Diri ( Self-Esteem)
rendah kemungkinan mengalami kecemasan sosial dibandingkan dengan orang yang memiliki harga diri tinggi.
6. Kemampuan Sosial (Social Skill)
Kemampuan sosial merupakan sesuatu yang sering dipelajari di kehidupan sehari-hari. Leary (1983) menyatakan bahwa alasan individu untuk tidak melakukan proses belajar sosial karena melakukan interaksi seperti pertemuan sosial adalah sesuatu yang tidak menguntungkan dan berpendapat bahwa individu-individu lainnya menggangap dirinya tidak memiliki kemampuan sosial.
5. Aspek-aspek kecemasan Sosial :
La Greca dan Lopez (Olivarez, 2005) mengemukakan tiga aspek kecemasan sosial :
a. Ketakutan akan evaluasi negatif.
orang lain atau kelompok pada saat ia melakukan pidato di depan umum. Hal ini merupakan salah satu aspek kognitif dari kecemasan sosial.
b. Penghindaran sosial dan rasa tertekan dalam situasi yang baru atau dengan orang yang tidak dikenal.
La Greeca dalam Olivers (2005) mengatakan bahwa penghindaran sosial dan rasa tertekan dalam situasi baru adalah pada saat individu merasa gugup saat berbicara dan tidak mengerti mengapa hal tersebut bisa terjadi. Merasa malu pada saat dekat dengan orang lain, gugup pada saat bertemu dengan orang yang baru dikenal maupun yang sudah dikenal. Merasa khawatir saat mengerjakan sesuatu yang baru di depan orang lain, sehingga pada saat individu merasakan hal tersebut, yang dapat dilakukan adalah dengan menghindari kontak mata dan situasi sosial. Beidel (2015) menyatakan bahwa penghindaran sosial dan rasa tertekan dalam situasi yang baru merupakan salah satu aspek perilaku dari kecemasan sosial. c. Penghindaran sosial dan rasa tertekan yang dialami secara umum atau
dengan orang yang baru dikenal.
membentuk kecemasan sosial, Beidel (2005) menyatakan bahwa hal ini termasuk dalam aspek psikologis.
Uraian di atas menyimpulkan bahwa faktor kecemasan sosial terbentuk dari ketakutan akan evaluasi negatif (aspek kognitif), penghindaran sosial dan rasa tertekan dalam situasi yang baru (aspek perilaku) dan penghindaran sosial dan rasa tertekan yang dialami secara umum dengan orang yang baru dikenal (aspek psikologis).
C. Remaja
1. Pengertian Remaja
Remaja pada merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau seseorang yang menunjukkan tingkah laku seperti susah diatur, dan sebagainya (Sarwono, 2007). Berkaitan dengan sosial, remaja juga membutuhkan proses pencapaian kematangan dalam hubungan sosialnya. Yusuf (2001) mengungkapkan bahwa perkembangan sosial pada remaja adalah proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi, moral dan agama.
Fase masa remaja berkisar pada usia 13-22 tahun (Steinberg, 2002), sedangkan menurut Yusuf (2004) mengatakan bahwa fase-fase perkembangan usia remaja berlangsung pada usia 12-18 tahun. Berdasarkan uraian para peneliti tentang batasan usia remaja, maka dapat disimpulkan bahwa batasan rentang usia pada remaja adalah berlangsung pada usia 12-13 sampai 18-22 tahun.
2. Perkembangan Psikososial Pada Remaja
Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga, Nurihsan dan Agustin (2011).
a. Remaja yang tidak populer menarik diri, pemalu, penakut dan lebih cenderung untuk menjadi korban bullying.
b. Remaja yang tidak populer menghindar dan menarik diri, mereka cenderung gugup menjalin relasi dengan remaja lainnya, oleh sebab itu, remaja yang menarik diri dapat menjadi korban bullying.
D. Bullying
1. Pengertian Bullying
Santrock (2007) mengatakan bahwa bullying adalah perilaku verbal dan fisik yang dimaksudkan untuk menggangu seseorang yang lebih lemah. Hal ini senada dengan pernyataan Wicaksana (2008) menyatakan bahwa bullying adalah kekerasan fisik dan psikologis jangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok, terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi dimana ada hasrat untuk melukai atau menakuti serta membuat korban tertekan. Bullying adalah sebuah situasi di mana penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang (SEJIWA, 2008).
2. Jenis-jenis Bullying
Beberapa jenis dan wujud bullying, adalah (SEJIWA, 2008) :
a. Bullying fisik adalah jenis bullying yang bias dilihat karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya, contoh dari bullying fisik seperti menampar, menimpuk, menginjak kaki, menimpuk, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, menghukum dengan berlari keliling lapangan atau push up, dan menolak
b. Bullying verbal adalah jenis bullying yang bisa dideteksi karena dapat ditangkap melalui indra pendengaran kita. Contoh dari bullying verbal adalah memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menuduh, menyoraki, menebar gosip, memfitnah, dan menolak.
c. Bullying psikologis adalah jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap oleh mata atau telinga. Sebagai contoh seperti mencibir, mengucilkan, memandang sinis, melototi, memandang penuh ancaman dan mendiamkan.
menghindar, dan cemas pada situasi sosial. Davidson, Neale, dan Kring (2006) mengatakan kecemasan sosial dapat terjadi atau muncul pada saat masa remaja, yaitu saat munculnya kesadaran sosial dan interaksi dengan orang lain menjadi sangat penting dalam kehidupan masa remaja.
3. Remaja korban Bullying
Remaja korban bullying adalah individu yang mengalami penindasan, pengucilan, dan penolakan teman sebaya serta lingkungan sosial. SEJIWA (2008) menyatakan remaja korban bullying kemungkinan memiliki kepercayaan bahwa hinaan dan cercaan memang patut diterima, karena merasa buruk rupa, tidak pandai, atau populer.
Beberapa ciri yang dijadikan korban bullying, yaitu bertubuh kecil, lemah, sulit bergaul, kurang percaya diri, canggung (sering salah bicara atau bertindak), memiliki aksen bahasa yang berbeda, menyebalkan, tidak berparas tampan atau cantik, miskin, kurang pandai dan anak yang gagap.
E. Pengaruh Harga Diri terhadap Kecemasan Sosial pada Remaja Korban
Bullying
remaja korban bullying, karena kondisi yang dialami remaja saat menjadi korban menurut SEJIWA (2008) adalah gelisah, takut, menjadi pendiam, menyendiri, harga diri rendah dan cemas.
Kecemasan sosial berawal dari rasa cemas pada saat berada dalam situasi sosial. Davidson, Neale, dan Kring (2006) mengatakan bahwa kecemasan sosial muncul pada saat masa remaja, yaitu saat munculnya kesadaran sosial dan interaksi dengan orang lain menjadi sangat penting dalam kehidupan remaja. Dayakisni dan Hudaniah (2009) mengatakan bahwa kecemasan sosial adalah perasaan tidak nyaman dengan kehadiran orang lain, yang disertai oleh perasaan malu, kekakuan, hambatan dan kecenderungan untuk menghindari interaksi sosial.
Kernis (2006) menambahkan bahwa harga diri yang sehat mampu mengevaluasi secara positif dan percaya diri terhadap dirinya sendiri. Coopersmith (dalam Trisakti dan Astuti, 2014) mengatakan bahwa individu dengan harga diri tinggi cenderung percaya bahwa ia mampu, berarti, berharga, adanya penerimaan, kepedulian, dan rasa kasih sayang yang diterima dari individu yang lain.
individu dengan harga diri rendah memiliki perasan ditolak, takut gagal dan mudah putus asa.
Heartherton dan Wyland (2003) menyatakan pada saat individu dengan harga diri tinggi berada dalam ruang lingkup sosial, maka mengarahkannya individu yang lain memercayainya, oleh karena itu, individu dengan harga diri tinggi kemungkinan memiliki kecemasan sosial yang rendah. Namun berbeda situasi dengan remaja korban bullying, remaja yang menarik diri, akan cenderung menutup diri, menghindar, harga diri rendah dan cemas pada situasi sosial.
Heatherton dan Wyland (2003) mengatakan bahwa individu yang memiliki harga diri rendah saat berada dalam ruang lingkup sosial, seringkali akan mengalami kecemasan sosial. Individu cenderung memiliki perhatian yang besar tehadap gambaran dirinya dan selalu khawatir terhadap pandangan orang lain. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Storch, Masia, Crisp, dan Klein (2005) pada 144 remaja, yaitu bahwa remaja yang cemas secara sosial mengatakan sedikit persahabatan yang positif dan kurang dukungan dari persahabatan yang telah ada. Interaksi yang mengancam antara teman sebaya dapat menyebabkan remaja menghindari interaksi sosial dan mungkin dapat memperkuat evaluasi diri yang negatif.
sudut pandang negatif pada semua hal. Individu dengan harga diri rendah mengalami kesulitan menjalani interaksi sosial yang memicu kecemasan sosial. Oleh sebab itu, ada kemungkinan bahwa harga diri memengaruhi dan menyebabkan kecemasan sosial pada remaja korban bullying.
Leary (1983) menyatakan bahwa harga diri memiliki hubungan tinggi dengan kecemasan sosial daripada konstruk atau gagasan-gagasan lain yang sebelumnya sudah pernah diuji. Taylor, Peplau, dan Sears (2009) mengatakan bahwa self-esteem (penghargaan diri) merupakan hasil evaluasi dan menilai kualitas-kualitas tentang dirinya sendiri.
Leary (1983) mengatakan harga diri yang rendah mampu diasosiasikan pada keyakinan individu yang tidak mampu menilai orang lain secara positif, yang mana memicu kecemasan sosial. Individu dengan harga diri rendah cenderung meragukan kemampuan dan berkeyakinan bahwa orang lain meragukan kemampuannya.
F. Bagan (kerangka berpikir)
Harga Diri Tinggi Harga Diri Rendah
G. Hipotesis :
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif yang menekankan pada data-data berupa angka yang diolah dengan metode statistika. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh harga diri terhadap kecemasan sosial pada korban bullying. B. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas : Harga Diri
2. Variabel Tergantung : Kecemasan Sosial C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Kecemasan Sosial
2. Harga diri
Harga diri merupakan hasil evaluasi tentang diri kita sendiri. Tingkat harga diri pada individu akan diukur melalui skala harga diri yang disusun berdasarkan aspek-aspek berdasarkan teori Coopersmith (dalam Trisakti dan Astuti, 2014), yaitu keberartian (Significance) yang menyangkut seberapa besar individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, berharga, adanya penerimaan, kepedulian, dan rasa kasih sayang yang diterima individu dari orang lain. Kekuatan (power) yaitu kemampuan individu untuk memengaruhi dan mengontrol tingkah laku dirinya dan orang lain yang ditandai dengan adanya pengakuan dan rasa hormat, serta penghargaan yang diterima dari orang lain. Selain itu, kemampuan (Competence) yaitu tingkat dimana kemampuan yang tinggi dalam pelaksanaan tugas-tugas yang cukup bervariasi dan yang terakhir adalah kebajikan (Virtue) yaitu kepatuhan individu dalam mengikuti prinsip etis, moral dan agama.
D. Deskripsi Subjek 1. Populasi
2. Sampel
Hasan (2002) mengatakan bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang memiliki karakteristik yang jelas dan lengkap serta mampu memawakili populasi tersebut. Sampel dalam penelitian ini adalah remaja korban bullying di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Kriteria subjek yang dipilih adalah remaja laki-laki dan perempuan yang tergolong dalam usia remaja. Peneliti menetapkan subjek berdasarkan pada rentang usia 12-22 tahun. Hal ini dikarenakan Stenbergh (2002) menetapkan usia 12-22 tahun masih termasuk dalam kategori remaja. Alasan peneliti memilih subjek remaja khususnya remaja korban bullying karena menurut Steinbergh (2002) remaja yang tidak populer cenderung menarik diri, pemalu, penakut, dan lebih cenderung untuk menjadi target bullying, sehingga peneliti berasumsi bahwa remaja korban bullying memiliki harga diri rendah dibandingkan remaja yang tidak mengalami tindakan bullying.
3. Metode Pengambilan Data
E. Instrumen Penelitian
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah skala psikologi dan menggunakan dua jenis skala, yaitu skala kecemasan sosial dan skala harga diri. Jenis skala yang digunakan ini adalah skala Likert, yaitu dengan empat alternatif jawaban yang dipisahkan menjadi pernyataan favorable dan unfavorable, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).
1. Skala Kecemasan Sosial
Alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data mengenai kecemasan sosial, peneliti menyusun sendiri alat ukur berdasarkan aspek-aspek yang membentuk kecemasan sosial, yaitu ketakutan akan evaluasi negatif, penghindaran sosial dan rasa tertekan dalam situasi yang baru atau dengan orang yang tidak kenal, serta penghindaran sosial dan rasa tertekan yang dialami secara umum atau dengan orang yang baru dikenal. Skala yang telah disusun ini menggunakan empat alternatif jawaban yang dipisahkan menjadi pernyataan favorable dan unfavorable, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).
2. Skala Harga Diri
jawaban yang dipisahkan menjadi pernyataan favorable dan unfavorable, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Tabel 1 Blueprint Skala Kecemasan Sosial Sebelum Uji Coba
No Aspek Kecemasan Sosial Favorable Unfavorable Jumlah Bobot
1. Ketakutan akan evaluasi negatif 14 14 28 35% 2. Penghindaran sosial dan rasa
tertekan dalam situasi yang baru atau dengan orang yang baru dikenal
15 15 30 37,5%
3. Penghindaran sosial dan rasa tertekan yang dialami secara umum atau dengan orang yang baru dikenal
11 11 22 27,5%
Tabel 2 Hasil blue print kecemasan sosial setelah try out
Tabel 3 skala kecemasan sosial
No Aspek Kecemasan Sosial Favorable Unfavorable Jumlah
1. Ketakutan akan evaluasi negatif 4
(3, 15, 22, 4)
dalam situasi yang baru atau dengan orang
yang baru dikenal
3. Penghindaran sosial dan rasa tertekan yang
dialami secara umum atau dengan orang
Tabel 4 Blueprint Skala Harga Diri Sebelum Uji Coba
Tabel 5 Hasil blue print harga diri setelah try out
No Aspek harga diri Favorable Unfavorable Jumlah
Tabel 6 Hasil skala harga diri
No Aspek harga diri Favorable Unfavorable Jumlah
1. Keberartian
Tabel 6 menunjukkan bahwa setelah dilakukan perhitungan validitas dan reliabilitas, maka aitem yang gugur di buang dan yang sahih diacak dan disusun kembali dengan nomor urut yang baru, sehingga membentuk skala yang baru, yaitu skala harga diri yang dapat digunakan untuk melakukan pelaksanaan penelitian.
3. Cara Pemberian Skor
STS = 1, sedangkan penilaian pada jawaban item unfavorable adalah SS= 1, S = 2, TS =3, STS = 4
Tabel 7 Cara Pemberian Skor
Aitem Favorable Aitem Unfavorable
Pilihan Jawaban
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas
2. Reliabilitas
Azwar (2003) mengatakan bahwa reliabilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran dipercaya, diandalkan, dan memiliki konsistensi. Reliabilitas mengacu pada seberapa tinggi kecermatan pengukuran (Azwar, 2015). Reliabilitas dapat dilihat melalui koefisien reliabilitas, yaitu terentang mulai pada angka 0 sampai dengan 1. Apabila koefisien reliabilitas yang mendekati satu, maka reliabilitas termasuk dalam kategori tinggi (Azwar, 2003).
a.Koefisien reliabilitas untuk skala kecemasan sosial sebelum dilakukan uji coba adalah sebesar 0,801. Setelah dilakukan uji coba, koefisien reliabilitas menjadi sebesar 0,867.
Tabel 8 Reliabilitas skala kecemasan sosial sebelum uji coba Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items .801 80
Tabel 9 Reliabilitas skala keemasan sosial setelah uji coba Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items .867 34
Tabel 10 Reliabilitas skala harga diri sebelum uji coba
Tabel 11 Reliabilitas skala harga diri setelah uji coba Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items .861 34
3. Seleksi Aitem
Sebagai kriteria dalam pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem- total, biasanya digunakan batasan lebih dari 0,30. Setiap aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 dianggap tinggi atau memuaskan. Sedangkan aitem yang memiliki kurang dari 0,30 diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya beda rendah atau dinyatakan gugur, (Azwar, 2015).
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan melalui tahapan dua uji asumsi, adalah sebagai berikut :
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan melalui aplikasi SPSS for windows versi 16.0 untuk mengetahui apakah distribusi pada variabel bebas dan variabel tergantung bersifat normal atau tidak.
Reliability Statistics
b. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan melalui aplikasi SPSS for windows versi 16.0 untuk mengetahui apakah ada hubungan antara variabel bebas dan variabel garis lurus atau tidak
5. Pengujian Hipotesis Penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti menyiapkan alat ukur psikologi berupa skala harga diri dan skala kecemasan sosial. Waktu yang dibutuhkan peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian uji coba sampai dengan penelitian sebenarnya adalah selama 1 bulan 28 hari, yaitu dimulai dari tanggal 10 november 2015 – 6 Januari 2016. Kriteria subjek adalah remaja korban bullying, sehingga peneliti melakukan pendekatan personal untuk membagikan skala secara pribadi kepada subjek dan mendatangi sekolah yang ada di Palangkaraya. Uji coba dilaksanakan pada beberapa sekolah SMA dan SMP di Palangkaraya. Jumlah subjek pada uji coba adalah sebanyak 60 orang, sedangkan pada penelitian sebenarnya adalah sebanyak 143 orang.
B. Deskripsi Subjek dan Data Demografis Subjek
SMP Swasta dengan persentase sebesar 33,64% dan 21 SMA Swasta dengan persentase sebesar 19,10%.
Peneliti hanya mendapatkan delapan sekolah karena di Kalimantan tengah mengalami kabut asap, sehingga siswa/i diliburkan selama tiga bulan. Pada saat peneliti ingin menyebarkan skala, banyak pihak sekolah berkeberatan dengan alasan penelitian mengurangi waktu belajar siswa/i di sekolah. Berikut data sekolah yang telah ditetapkan peneliti untuk diambil datanya.
Tabel 12 Deskripsi Data Sekolah
Sekolah menengah Atas (SMA) Jumlah subjek persentase SMAN 5 Palangkaraya 20 14% SMAN 3 Palangkaraya 20 14% SMA Garuda 20 14% SMA 1 Palangkaraya 11 7,7%
Sekolah menengah Pertama (SMP)
SMPN 2 Palangkaraya 20 14% SMPN 8 Palangkaraya 20 14% SMP Nathania 20 14% SMPN 3 Palangkaraya 12 8,4%
Tabel 12 menunjukkan bahwa 143 subjek, diantaranya terdiri dari siswa SMA dan SMP pada beberapa sekolah. Pada kateggori SMA, terdapat 20 subjek di SMAN 5 P.Raya dengan persentase sebesar 14%, 20 subjek pada SMAN 3 P.Raya dengan persentase sebesar 14%,20 subjek pada SMA Garuda dengan persentase sebesar 14% dan terdapat 12 subjek pada SMAN 1 P.Raya dengan persentase sebesar 7,7%.
Pada kategori SMP, terdapat 20 subjek di SMPN2 P.Raya dengan persentase sebesar 14%, 20 subjek pada SMPN 8 P.Raya dengan persentase sebesar 14%, 20 subjek pada SMP NATHANIA dengan persentase sebesar 14% dan terdapat 12 subjek pada SMPN 3 P.Raya dengan persentase sebesar 8,4%.
Tabel 13 Tingkat Bullying
Jenis bullying frekuensi Persentase Bullying Verbal 29 20,8% Bullying Psikologis 11 7,7% Bullying fisik 3 2,1% Bullying fisik dan verbal 17 11,8% Bullying verbal dan psikologis 55 38,5% Bullying verbal, fisik, dan 28 19,6% Psikologis
Total 143 100%
mengalami bullying psikologis dengan persentase sebesar 7,7%, 3 remaja mengalami bullying fisik dengan persentase sebesar 2,1%. Selain itu, 17 orang mengalami bullying fisik dan verbal dengan persentase sebesar 11,8% , 55 orang bullying verbal dan psikologis dengan persentase sebesar 38,5%, serta 28 orang mengalami tiga jenis bullying seperti verbal, fisik, dan psikologis dengan persentase sebsar 19,6%.
Tabel 14 Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia
Kategori usia Jumlah Persentase Remaja awal (12-14 tahun) 72 50,5% Remaja tengah (15-17 tahun) 64 44,8% Remaja akhir (18-19 tahun) 7 4,9%
Total 143 100%
Tabel 15 Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 61 42,6%
Perempuan 82 57,3%
Total 143 100%
Tabel 15 menunjukkan bahwa terdapat 61 subjek dengan jenis kelamin laki-laki (42,6%) dan 82 subjek berjenis kelamin perempuan (57,3%). Untuk menganalisis perbedaan jenis kelamin pada skor harga diri dan kecemasan sosial maka dilakukan uji t-test, yaitu dengan menggunakan independent sample t – test. Uji independent sample t-test digunakan untuk membandingkan rata-rata dari dua kelompok yang tidak berhubungan satu dengan yang lain, dengan tujuan apakah kedua kelompok tersebut memiliki rata-rata yang sama atau tidak, Santoso (2015.
Tabel 16 Deskripsi Perbedaan Jenis Kelamin
Group Statistics
Gender N Mean SD Std. Error Mean
Kecemasansosial 1 61 8 4.21 7.603 .973
2 82 87.72 5.791 .640
Hargadiri 1 61 79.52 6.68 .856
2
82 76.39
7.451 .823 *1 = laki-laki
Independent Samples test
Levene‟s Test
for Equality of
Variances T-test for Equality of Means
F Sig. T Df Sig.
(2-tailed)
MD SED 95% Confidence Interval of
the Difference
Tabel 16 menunjukkan bahwa pada harga diri, terlihat bahwa nilai t hitung > t tabel (2.598> 1.65) dan p = 0,010, yang berarti terdapat perbedaan harga diri pada laki-laki dan perempuan. Berdasarkan hasil pada tabel group statistic, nilai mean pada laki-laki adalah 79.52 dan pada perempuan nilai M = 76.39, yang berarti bahwa harga diri laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.
C. Deskripsi Data Penelitian
Pada deskripsi penelitian, peneliti membandingkan mean teoritis dan mean empiris untuk memperoleh hasil dari skor subjek pada setiap variable penelitian.
Tabel 17 Data Penelitian
Variabel N Data Hipotetik Data Empiris
Mean Skor SD Mean Skor SD
Max Min Max Min
Harga Diri 143 85 136 34 17 77.73 95 56 7.277
Kecemasan Sosial 143 85 136 34 17 86.22 102 65 6.825
D. Analisis Data Penelitian 1. Uji Asumsi
Hasil uji asumsi sebagai berikut : a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah apakah sebaran data normal atau tidak, Siregar (2015). Sebuah data dapat dikatakan normal bila Asymp.sig (p) lebih besar dari 0,05. Metode yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov test dengan menggunakan SPSS for windows versi 16.0.
Tabel 18 Hasil Uji Normalitas Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Hargadiri .079 143 .067 .979 143 .026
Kecemasansosial .065 143 .200* .981 143 .040 a. Lilliefors Significance Correction
Tabel 18 menunjukkan bahwa skala pada harga diri memiliki nilai p sebesar 0,067 dan skala kecemasan sosial memiliki nila p sebesar 0,200. Nilai p pada kedua skala tersebut lebih besar daripada standar (p > 0,05) sehingga skala harga diri dan skala kecemasan sosial memiliki data yang normal.
b. Uji Linearitas
memiliki hubungan yang linear atau tidak, Siregar (2015). Uji linearitas memiliki signifikan dari tabel test of linearity, yaitu (p < 0,05).
Tabel 19 Hasil Uji Linearitas
Tabel 19 menunjukkan bahwa hubungan antara harga diri dengan kecemasan sosial pada remaja korban bullying memiliki nilai F sebesar 10.782 dengan nilai p = 0,001. Hasil menunjukkan bahwa hasil p lebih kecil dari standar signifikan, yaitu (p < 0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa kedua variabel adalah linear.
2. Uji Hipotesis
Setelah melakukan dua uji asumsi, maka peneliti melakukan analisis pada harga diri dengan kecemasan sosial. Penghitungan uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi sederhana dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 16.0.
F Sig
Kecemasan sosial* Harga
Diri
Between
Groups
(Combined) 1.113 0,337
Linearity 10.782 0,001
Deviation from
Linearity
Tabel 20 Hasil Uji Regresi
Tabel 20 menunjukkan bahwa ada hubungan antara variabel harga diri dan kecemasan sosial, yaitu nilai (r) = -0,273 dengan nilai p = 0,000. Oleh Sebab itu, bila seorang individu memiliki harga diri yang rendah maka memiliki kecenderungan mengalami kecemasan sosial yang tinggi, begitu pula sebaliknya.
Tabel 20 menunjukkan bahwa nilai R Square = 0,074. Hasil tabel menunjukkan bahwa sumbangan efektif harga diri terhadap kecemasan sosial adalah sebesar 7,4 %, yang menunjukkan bahwa ada pengaruh harga diri
Correlations
Kecemasansosial hargadiri
Pearson Correlation Kecemasansosial 1.000 -.273
Hargadiri -.273 1.000
Sig. (1-tailed) Kecemasansosial . .000
Hargadiri .000 .
N Kecemasansosial 143 143
Hargadiri 143 143
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .273a .074 .068 6.590
a. Predictors: (Constant), hargadiri
terhadap kecemasan sosial, sedangkan 92,6 % dipengaruhi oleh faktor lain pada kecemasan sosial yang tidak diungkap dalam penelitian ini.
Tabel 21 Hasil uji Anova signifikan sebesar 0,001, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh harga diri terhadap kecemasan sosial pada remaja korban bullying.
Tabel 22 Hasil uji Coefficients
Coefficientsa
Tabel 22 menunjukkan bahwa nilai t tabel untuk dk = 141 (dk=143-2) sehingga memperoleh nilai t tabel sebesar 1,976. Sedangkan pada tabel 25 memiliki nilai t hitung = -3,364, yang menunjukkan bahwa t hitung > t tabel sehingga memang terdapat pengaruh pada harga diri terhadap kecemasan sosial.
E. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh harga diri terhadap kecemasan sosial pada remaja korban bullying di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Berdasarkan hasil penelitian, harga diri rendah berpengaruh terhadap kecemasan sosial pada remaja korban bullying.
Hasil uji regresi, menunjukkan bahwa terdapat sumbangan efektif harga diri pada kecemasan sosial, yaitu dengan persentase sebesar 7,4 %. Hasil ini mendukung penelitian Ahmad, Bano, Ahmad, dan Khanam (2013) pada 210 remaja dengan analisis regresi linier sederhana yang memiliki hasil bahwa harga diri berpengaruh dan menjadi faktor munculnya kecemasan sosial [R² = 0,175, F (1, 208) = 44,149, p <. 001)] pada remaja.
Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Raj dan Yen (2009) yang meneliti tentang hubungan antara kecemasan sosial dan harga diri berdasarkan jenis kelamin pada remaja di Pulau Penang, Malaysia yang memiliki hasil bahwa terdapat perbedaan signifikan antara perempuan dan laki-laki, dimana pada perempuan memiliki kecemasan sosial lebih tinggi yaitu dengan nilai M = 43,24, SD = 11,57 dibandingkan dengan laki-laki yang memiliki M = 38,95, SD = 11,50, t (298) = 3,223, p = <0,05. Namun, menurut APA (2013) yang menyatakan bahwa laki-laki lebih banyak mengalami kecemasan sosial dibandingkan dengan perempuan.
Hasil analisis regresi pada tabel 22, menunjukkan persamaan regresi, yaitu Y = 106,092 + (-0, 256) X. Persamaan tersebut dimaksudkan untuk memprediksi perubahan pada kecemasan sosial yang ditunjukkan dengan nilai t hitung > t tabel (1,976 > - 3, 364). Persamaan tersebut dapat memengaruhi bahwa kecemasan sosial sebagai variabel tergantung akan berubah - 0, 256 untuk perubahan sebesar satu pada harga diri. Pada tabel 22, hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai R Square = 0,074. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengaruh harga diri terhadap kecemasan sosial adalah sebesar 7,4 %, sedangkan 92,6 % kemungkinan dipengaruhi oleh faktor yang lain.
korban bullying memiliki harga diri tinggi, maka ia akan memiliki kecenderungan untuk mengalami kecemasan sosial yang rendah.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh negatif pada harga diri terhadap kecemasan sosial, yaitu dengan nilai R Square = 0,074. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengaruh harga diri terhadap kecemasan sosial adalah sebesar 7,4 %, sedangkan 92,6 % kemungkinan dipengaruhi oleh faktor yang lain. Semakin remaja korban bullying memiliki harga diri rendah, semakin tinggi kecenderungan kecemasan sosialnya, begitu pula sebaliknya.
B. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian adalah jumlah skala yang gugur cukup banyak. Hal ini mungkin karena subjek tidak dengan benar menjawab skala penelitian.
C. Saran
1. Penelitian selanjutnya, disarankan untuk menggunakan subjek dengan rentang usia remaja yang lebih luas supaya lebih representatif.
2. Peneliti selanjutnya, disarankan untuk menggunakan bantuan asisten, dengan tujuan membantu meminimalisirkan skala yang gugur pada saat
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Z. R., Bano, N., Ahmad, R., & Khanam, S. J. (2013). Social Anxiety in adolescents: Does Self Esteem Matter ? Journal of Social Sciences & Humanities, Vol. 2 No. 2.
Alwisol. (2010). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Andina, E. (2014). Budaya Kekerasan Antar Anak Di Sekolah Dasar. Info Singkat - Vol. VI, No. 09/I/P3DI/Mei/2014.
Andri, D. (2015). "SMP AL-Janah Sebut Nadhira Di-Bully di Sekolah lamanya".
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/03/16/23042471/SMP.Al-Jannah.Sebut.Nadhira.DiBully.di.Sekolah.Lamanya. Diakses 26 Maret 2015
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition. Arlington, VA : American Psychiatric Publishing.
Azwar, S. (2010). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Azwar, S. (2015). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: 2015. Baron, B. B. (2006). Social Psychology. America: Pearson Education.
Batubara, J. R. (2010). Adolesecent Development. Sari Peidatri, Vol. 12, No. 1, Juni 2010.
Coopersmith, Stanley. (1967). The Antecedents of Self Esteem. San Fransisco: W. H. Freeman.
Dayaksikni, T. & Hudainah (2009). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press.
Davidson, G. C., Neale, J. M., & Kring, A. M. (2006). Psikologi Abnormal. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Gerungan, W. A. (2009). Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Hasan, M. (2002). Pokok Pokok Materi Metodelogo Penelitian & Aplikasinya. Ciawy
Jamir, T., Phil, M., Devi, N. P., Lenin, R., & Roshan. (2014). The Relationship Between Bullying Victimization, Self-Esteem, and Depression Among School Going Adolescents. International Journal in Management and Social Science, Vol.2 Issue-12.
Kasmadi, S., & Sunariah, N. S. (2013). Panduan Modern Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.
Khairiah, M. &. (2012). Korelasi Antara Perilaku Bullying Dan Tingkat Self-Esteem Pada Pelajar Dua Buah SMPN di Surabaya. Journal of Psychology.
La Greca, A. M, Lopez, N (1998). Social anxiety among adolescent: Linkages with peer relation and friendships. Journal of abnormal Child Psychology. Vol. 26(2) : 83-94.
LaFarr, M. (2010). A Quantitative Study of Gay Identity Development and Social Anxiety . Massachusetts school of professional psychology. Vol. 2 No. 3. Leary, M. R. (1983). Understanding Social Anxiety. America : SAGE Publications. Liaqat, A. &. (2014). Relationship between Self-esteem and Social Anxiety among
Physically Handicapped People. International Journal of Innovation and Science Research, Vol.9 No. 2 Sep. 2014, pp. 307-316.
Lin. (2008). “Kekerasan di Sekolah, Yogya Paling Tinggi”. http://nasional.kompas.com/read/2008/05/17/14491761/kekerasan.di.sekolah. yogya.paling.tinggi. Diakses 31 Maret 2015
Liow, J. (2009). Hubungan Bullying dengan Harga Diri pada Remaja Siswa Sekolah yang Menjadi Korban Bullying. Journal of Psychology, Universitas Gunadharma.Vol. 3, No. 1 Okt. 2009.
Mahmud, F. (2015). “Gara-gara tato hello-kitty siswi di Yogyakarta aniaya temannya”. dari http://m.liputan6.com/news/read/2176886/gara-gara-tato-hello-kitty-siswi-d-yogyakarta-aniaya-temannya. Diakses 15 Maret 2015 Mujiyati. (2015). Peningkatan Self-Esteem Siswa Korban Bullying Melalui Teknik