• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa Di Sma Martia Bhakti Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa Di Sma Martia Bhakti Bekasi"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

DI SMA MARTIA BHAKTI BEKASI

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh: Siti Khoirunnisa NIM: 108011000127

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

DI SMA MARTIA BHAKTI BEKASI

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh: Siti Khoirunnisa NIM: 108011000127

Dosen Pembimbing

Pembimbing 1 Pembimbing II

Dra. Eri Rossatria, M.Ag Ahmad Irfan Mufid, MA NIP: 1947071711966082001 NIP: 197102141997031001

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

Skripsi berjudul Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa Di SMA Martia Bhakti Bekasi

disusun oleh Siti Khoirunnisa, NIM. 108011000127, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 6 Mei 2013

Yang mengesahkan,

Pembimbing 1 Pembimbing II

(4)

Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi” disusun oleh SITI KHOIRUNNISA Nomor Induk Mahasiswa 108011000127, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 27 Mei 2013, dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 27 Mei 2012

Panitia Ujian Munaqosah

Ketua Panitia Tanggal Tanda Tangan

Bahrissalim. M. Ag

NIP : 19680307 199803 1 002 ... ...

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/ Prodi)

Drs. Sapiudin Shidiq, M. Ag

NIP : 19670328 200003 1 001 ... ...

Penguji 1

Dr. Yayah Nurmaliah MA ... ...

Penguji 2

Siti Khadijah, MA ... ... NIP : 19700727 199703 2 004

Mengetahui, Dekan

(5)

i

Kecerdasan Emosional Siswa Di SMA Martia Bhakti Bekasi ABSTRAK

Selama ini banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi belajar yang tinggi diperlukan kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi. Namun, menurut hasil penelitian terbaru dibidang psikologi membuktikan bahwa IQ bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang, tetapi ada banyak faktor lain yang mempengaruhi salah satunya adalah kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi yang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.

Permasalahan yang terjadi karena adanya anak/siswa yang ber-IQ tinggi tetapi prestasi akademiknya menurun, ini merupakan permasalahan yang harus dicari solusinya. Dari alasan tersebut penulis mencoba mengadakan penelitian mengenai bagaimana peranan guru pendidikan agama Islam terhadap pembinaan kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tentang peranan guru pendidikan agama Islam terhadap pembinaan kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, dari populasi 198 siswa yang dipilih menjadi sampel sebanyak 40 siswa, dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cara acak (Random Sampling).

Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket, wawancara, dan observasi. Angket sebagai alat untuk menjaring jawaban siswa, sedangkan wawancara dilakukan terhadap guru pendidikan agama Islam. Observasi dilakukan dengan mengamati kondisi sekolah dan segala objek penelitian di sekolah.

Teknik analisa data dilakukan dengan cara mentabulasikan data sesuai dengan jawaban siswa yang sejenis, Selanjutnya dipersentasikan dan peneliti melakukan interpretasi data dengan hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi atau gambaran masing-masing aspek yang diteliti berdasarkan tanggapan responden

Hasil penelitian disimpulkan bahwa Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa di SMA Martia Bkahti Bekasi dengan kategori baik.

(6)

ii

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan skrispsi ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa petunjuk kepada umat manusia dan membimbing mereka kejalan yang di ridhai Allah SWT.

Laporan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta. Laporan skripsi ini membahas tentang “Peranan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Terhadap Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi”

Selanjutnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan yang dihadapi selama penulisan skripsi ini. Namun atas bimbingan-Nya dan motivasi dari berbagai pihak penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kesempurnaan merupakan sebuah proses yang harus dijalani. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang berjasa dalam penulisan skripsi ini, diantaranya:

1. Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, MA Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bahrissalim MA, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

3. Sapiudin Shidiq MA, Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam

4. Tanenji MA, penasehat akademik yang telah membimbing dan memotivasi mahasiswanya.

(7)

iii

pendidikan di perguruan tinggi dan dapat menyelesaikan skrispsi ini. 7. Segenap Bapak/ Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang telah

memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi para mahasiswanya.

8. Seluruh staf perpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, yang telah memberikan pelayanan dan fasilitas serta buku-buku yang penulis perlukan.

9. Seluruh guru SMA Martia Bhakti Bekasi ibu Rhandu, ibu Wahyu, bapak Suwargono, bapak Zaenal, bapak Somantri selaku guru Pendidikan Agama Islam

10.Teman-teman seperjuangan Jurusan PAI angkatan 2008, khususnya kelas D. terima kasih atas motivasi dan dukungannya.

Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, mudah-mudahan bantuan, bimbingan, semangat dan do’a yang telah diberikan menjadi pintu datanganya ridha dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat kelak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya.

Jakarta, 6 Mei 2013

(8)

iv

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI A. Peranan Guru Pendidikan Agama Islam ... 10

1. Pengertian Peranan ... 10

2. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam ... 11

3. Peran dan Tugas Guru PAI ... 15

4. Syarat dan Tanggung Jawab Guru Pendidikan Agama Islam 26 B. Pengertian Kecerdasan Emosional ... 29

1. Pengertian Kecerdasan ... 29

2. Pengertian Emosi ... 33

3. Pengertian Kecerdasan Emosional ... 35

4. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional ... 39

5. Pengembangan Kecerdasan Emosional ... 45

6. Kecerdasan Emosional dalam Pendidikan Islam ... 46

7. Metode dalam Membina Kecerdasan Emosional ... 52

C. Hasil Penelitian yang Relevan ... 54

(9)

v

C. Populasi dan Sampel ... 59

D. Teknik Pengumpulan Data ... 60

E. Teknik Analisis Data ... 64

F. Interpretasi Data ... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum SMA Martia Bhakti Bekasi ... 67

1. Sejarah Singkat SMA Martia Bhakti ... 67

2. Visi dan Misi ... 68

3. Keadaan Guru dan Karyawan ... 69

4. Keadaan Siswa ... 72

5. Sarana dan Prasarana ... 72

6. Ekstrakulikuler ... 74

B. Deskripsi Data ... 75

1. Peranan Guru PAI dalam pembinaan kecerdasan emosional siswa ... 75

2. Kecerdasan Emosional Siswa ... 88

C. Interpretasi Data ... 104

1. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa ... 104

2. Kecerdasan Emosional Siswa ... 108

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 110

B. Saran ... 111 DAFTAR PUSTAKA

(10)

vii Lampiran 1 : Lembar Uji Referensi

Lampiran 2 : Angket Penelitian

Lampiran 3 : Hasil Angket Penelitian Peranan Guru PAI

Lampiran 4 : Hasil Angket Penelitian Kecerdasan Emosional

Lampiran 5 : Berita Wawancara

Lampiran 6 : Surat Permohonan Izin Penelitian

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki peran penting dalam rangka memelihara eksistensi setiap bangsa di dunia sepanjang zaman. Pendidikan sangat menentukan bagi terciptanya peradaban masyarakat yang lebih baik. Untuk itulah perwujudan masyarakat yang berkualitas tersebut menjadi tanggung jawab pendidikan, terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subjek yang makin berperan menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri, dan berdaya saing dengan bangsa-bangsa di dunia.

Pemerintah Indonesia telah menggariskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan dan pengajaran dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menurut pasal 1, Undang-Undang ini disebutkan:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”1

Pengertian pendidikan di atas menunjukkan bahwa tugas seorang pendidik adalah membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi yang dimiliki

1

(12)

anak didik, serta ikut berperan serta di dalam meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta membentuk kepribadian siswa baik secara lahir maupun batin.

Sedangkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam pasal 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 adalah:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan mendidik watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 2

Dari pengertian pendidikan dan fungsi serta tujuan pendidikan di atas, maka akan tampak jelas target dari pendidikan itu sendiri yaitu diharapkan akan terwujudnya manusia-manusia Indonesia yang mempunyai potensi dan kepribadian seutuhnya, yang mampu bertanggung jawab untuk dirinya maupun orang-orang yang berada disekitarnya.

Tujuan utama pendidikan ialah mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan secara simultan dan seimbang, sehingga terjadi suatu hubungan baik antara masing-masing kecakapan yang menjadi tujuan dari pendidikan tersebut. Dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat besar untuk pengetahuan, namun di sisi lain mengesampingkan pengembangan sikap atau nilai dan perilaku dalam pembelajarannya. Penyelenggaraan pendidikan dewasa ini terlihat lebih menekankan pada segi pengembangan intelektual peserta didik, dan masyarakat kita pada umumnya beranggapan bahwa hanya dengan kecerdasan intelektual seorang anak mampu menghadapi tantangan era globalisasi di masa depan.3

Faktanya dalam dunia pendidikan, ukuran keberhasilan belajar tidak hanya terletak pada prestasi belajar yang dinyatakan dalam raport, melainkan juga terletak pada perubahan sikap dan perilaku ke arah yang lebih baik. Hal ini disebabkan secara otomatis menjadi pribadi yang berhasil dalam hidupnya.

2

Ibid.

3

Lawrence E. Shapiro, Kia-kia Mengaja kan Keceda an Emo ional Anak, (Jakarta:

(13)

Akhir-akhir ini, banyak diberitakan di beberapa media masa tentang kasus tawuran, mungkin kata tersebut sering kita dengar dan baca di media massa. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, membunuh, dan lain-lain). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/masal merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa-siswa di tingkat SLTP/SMP. Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita semua.

Banyaknya tawuran antar pelajar di kota-kota besar di Indonesia merupakan fenomena menarik untuk dibahas. Disini penulis akan memberi beberapa contoh dari berita-berita yang ada. Hanya dalam waktu setahun, 13 pelajar di Jabodetabek tewas mengenaskan gara-gara tawuran. Yang terakhir, Alawy Yusianto Putra, siswa SMA Negeri 6, Jakarta Selatan, meninggal terkena senjata tajam. Sudah sepantasnya pelaku tawuran dihukum pidana.4 Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Untung S Rajab mengatakan, yang terjadi bukan tawuran, melainkan penyerbuan siswa SMAN 70 ke SMAN 6. Dalam penyerbuan itu, para pelaku membawa senjata tajam seperti gir dan celurit serta potongan kayu. Bahkan di Jakarta Utara, tawuran antar pelajar sudah mengarah pada kriminalitas, berupa perampokan. Salah satunya tawuran yang terjadi di kawasan Pademangan, 13 September 2012. Dalam rekontruksi yang digelar Polsek Pademangan, di Jalan Benyamin Sueb, 6 tersangka siswa SMK Taman Siswa Taman Madya 1 Kemayoran menyerang sejumlah pelajar SMA Negeri 40 Pademangan yang melintas di jalan. Setelah menyerang tersangka merampas dompet dan telepon seluler milik korban.5

Kondisi seperti ini terbukti memengaruhi pendidikan di Indonesia saat ini, yang masih lebih menghargai kecerdasan intelektual (Intelligence Qutient) dari pada kecerdasan-kecerdasan yang lain. Peserta didik lebih sering dites IQ, namun tidak pernah diberi tes-tes kecerdasan yang lain seperti EQ (Emotional Qutient)

4

Gunawan, “Pelaku Harus Dipidanakan, Beri Sanksi Juga Jajaran Manajemen Sekolah”,

Komp, Jakarta, 26 September 2012, h. 1.

5

(14)

atau SQ (Spiri Qien). Dalam sistem pendidikan di Indonesia, siswa yang cerdas adalah siswa yang nilai-nilai raport sekolah atau Indeks Prestasinya (IP) tinggi. Sementara sikap, kreativitas, kemandirian, emosi dan spiritualitas belum mendapat penilaian yang proporsial.6

Berbagai gejala kehidupan saat ini, seperti dekadensi moral, pengikisan nilai-nilai budaya bangsa dan berbagai hal lain sangat berpotensi mengikis jati diri bangsa. Nilai-nilai kehidupan yang diperihara menjadi goyah bahkan berangsur-angsur hilang. Perambatan budaya luar yang kurang ramah terhadap budaya bangsa ini pada gilirannya menuntut peranan pendidikan emosional untuk benar-benar menjamin lahirnya generasi yang tanggung secara intelektual maupun moral.

Menurut Goleman, khusus pada orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi atau ber-IQ tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah, maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress.7

Merupakan suatu kenyataan bahwa kecerdasan yang digambarkan melalui

Inelligence Qien (IQ), belum tentu menjamin keberhasilan belajar seorang

anak. IQ tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan, karena hanya merupakan kemampuan memecahkan persoalan yang bertumpu pada akal sehat serta rasio semata.8 Sekurang-kurangnya terdapat delapan kecerdasan lain seperti yang ditawarkan oleh Howard Gardner yang dapat dikembangkan untuk menopang kehidupan siswa dimasa yang akan datang. Kedelapan kecerdasan tersebut ialah kecerdasan linguistic, kecerdasan matematis, kecerdasan visual,

6

Agus Efendi, Revoli Kecean Abad 21, (Bandung: Alfabeta, 2005), Cet. Ke-1, h. 4.

7

Daniel Goleman, Emional Inelligence, Kecean Em ional,. Terj, T. Hermaya,

(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), Cet. Ke-11, h. 61

8

(15)

kecerdasan musical, kecerdasan fisik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan naturalis.9

Dari berbagai hasil penelitian, telah banyak terbukti bahwa kecerdasan emosi memiliki peran jauh lebih significan dibanding kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan otak (IQ) barulah sebatas syarat minimal meraih keberhasilan, namun kecerdasan emosilah yang sesungguhnya (hampir seluruhnya terbukti) mengantarkan seseorang menuju puncak prestasi. Terbukti, banyak orang-orang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, terpuruk ditengah persaingan. Sebaliknya banyak yang mempunyai kecerdasan intelektual biasa-biasa saja, justru sukses menjadi bintang-bintang kinerja, pengusaha- pengusaha sukses, dan pemimpin-pemimpin di berbagai kelompok. Di sinilah kecerdasan emosi (EQ) membuktikan eksistensinya.10

Penelitian psikologis dibidang kecerdasan menemukan perlu dikembangkannya kecerdasan emosional yang bertumpu pada karakteristik pribadi anak, agar anak lebih mampu mengatasi berbagai tantangan yang merupakan kunci sukses dalam menata hidupnya.11 Kecerdasan emosional yang secara umum mencakup kesadaran diri, kontrol diri, kemandirian, ketekunan, semangat dan motivasi diri, empati serta kecakapan dalam bersosalisasi. Semua ini merupakan kemampuan-kemampuan dasar yang dibutuhkan setiap pribadi agar berhasil dalam hidupnya.12

Hendaknya orangtua dan guru tidak hanya mementingkan dan memperhatikan pendidikan anak hanya pada segi intelektualnya (IQ) saja, akan tetapi lebih penting dari itu, dari segi Emosional (EQ) pun orang tua atau guru harus mementingkan dan memperhatikannya.

Kecerdasan emosional tidaklah ditentukan sejak lahir, melainkan dapat dipupuk dan dikembangkan dalam diri anak melalui pembiasaan sehari-hari.

9

Collin Rose, dkk., S Acceleed Le ning: Reoli Belaj Ce Abad 21 Be kan Rie Teb P a Ilman, (Bandung: Jabal, 2007), h. 21-25.

10

Ary Ginanjar Agustian, R ia Se Memb Kece an Em!i Dan Spiial ESQ: Em!ional Spii" Q!ie, The ESQ W# 165: 1 Ian, 6 R Iman Dan 5 R Ilam, (Jakarta: Penerbit Arga, 2005), h. 17.

11

E. Shapiro, op. ci., h. 4.

12

GeMozaik, Pei #a Pendidikan Kecean Em!ional, h. 1-2, (http://Google.com),

(16)

Keluarga dan sekolah seharusnya berperan aktif dalam memberikan stimulus melalui penanaman nilai yang baik dan tepat, guna memupuk kecerdasan emosional pada anak. Lingkungan yang pertama dikenal anak adalah keluarga, keluarga merupakan bentuk kekerabatan terkecil dalam dunia sosial. Seorang anak dalam keluarga mendapat pendidikan yang pertama dan utama dari orang tuanya. Keluarga juga sangat berperan dalam membentuk pribadi yang matang guna memupuk kecerdasan emosional anak. Hal ini senada dengan pendapat Goleman yang mengungkapkan bahwa kehidupan keluarga merupakan sekolah kita yang pertama dalam mempelajari emosi.13

Anak merupakan titipan (amanah) dari Allah SWT. Orang tua merupakan pemeran utama dalam mendidik anak-anaknya. Secara kodrati bayi dilahirkan dalam keadaan suci, keluargalah yang membesarkannya menjadi baik atau buruk. Orang tua dalam hal ini bertanggung jawab untuk selalu mengembangkan potensi yang dibawa oleh anak semenjak lahir agar menjadi lebih baik. Dalam konsep Islam, keluarga adalah penanggung jawab utama terpeliharanya potensi tersebut.

Ketika dalam keluarga bagi sebagian anak bukan lagi merupakan landasan kokoh dalam perkembangan dirinya. Maka sekolah yang merupakan lingkungan kedua anak, menjadi sebagai salah satu tempat dimana anak dapat mencari pembentukan terhadap kekurangan dalam bidang kecerdasan emosional yang kurang ia dapatkan di kehidupan keluarga. Dalam hal ini sekolah memikul tanggung jawab untuk memberdayakan kecerdasan emosional anak didiknya.

Konsep pendidikan emosional dapat dengan baik dikembangkan oleh peserta didik ketika disajikan dalam bentuk yang empiris. Dalam kurikulum pendidikan nasional, penanaman kecerdasan emosional ini terintegrasikan dalam berbagai studi, diantaranya adalah bidang studi pendidikan agama Islam (PAI). Artikulasi Pendidikan Islam dipahami sebagai wawasan atau pengetahuan agama Islam yang mengedepankan nilai-nilai moral, etika dan estetika dalam kehidupan sehari-hari.

13

John Gottman, Ki$%-kia% Membe&$'kan Anak yang Memiliki Kece' ( $&an Em) &ional,

(17)

Dalam rangka mencapai pendidikan, Islam mengupayakan pembinaan seluruh potensi manusia secara serasi dan seimbang dengan terbinanya seluruh potensi manusia secara sempurna; diharapkan ia dapat melaksanakan fungsi pengabdiannya sebagai khalifah di muka bumi. Untuk dapat melaksanakan pengabdian tersebut harus dibina seluruh potensi yang dimiliki yaitu potensi spiritual, kecerdasan, perasaan, dan kepekaan. Potensi-potensi itu sesungguhnya merupakan kekayaan dalam diri manusia yang amat berharga.14

Dengan melihat urgensi peran guru, khususnya guru agama dalam melaksanakan rangkaian-rangkaian kegiatan pengajaran agama yang dengannya diharapkan agar siswa siswinya mampu memahami dan mengimplementasikan pendidikan agama yang telah diberikan, baik ketika belajar di sekolah maupun diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Serta dengan memeperhatikan bagaimana realitas kualitas pendidikan kita dan upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan sehingga bisa menghasilkan SDM yang lebih berkualitas sebagaimana yang diharapkan, agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang produktif dan memiliki kepercayaan diri yang kuat sehingga mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain dalam kehidupan global ini.

Dari pengamatan penulis di SMA Martia Bhakti Bekasi permasalahan yang sering muncul dan sering dialami siswa khususnya dalam kecerdasan emosionalnya adalah siswa belum mampu mengontrol emosi, lebih mudah tersinggung, memiliki sensitifitas yang tinggi, kurang percaya diri, komunikasi kurang baik antar teman, mudah terpengaruh, egois, kurang menghargai sesama teman dan adanya perasaan minder dalam pergaulan.15

Melihat permasalahan di atas, maka pihak sekolah harus aktif melakukan pendekatan dan pembinaan kepada seluruh siswa baik yang melakukan penyimpangan-penyimpangan maupun yang tidak, supaya mereka terhindar dari perilaku-perilaku yang menyimpang demi tercapainya tujuan pendidikan yang dikehendaki.

14

Abudin Nata, Fil*af+, Pendidikan -*lam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. Ke-1,

h. 53-54

15

(18)

Dalam hal ini merupakan tanggung jawab seluruh pihak sekolah, termasuk di dalamnya guru Pendidikan Agama Islam yang selanjutnya di sebut guru agama, demi tercapainya tujuan pendidikan di sekolah. Adapun tugas pokok guru agama adalah mendidik dan mengajarkan pengetahuan agama ke pribadi anak didik yang peranan utamanya adalah mengubah sikap mental anak didik untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa serta mampu mengamalkan ajaran agama. Dengan dasar itulah penulis merasa perlu dan tertarik untuk meneliti fenomena di atas yang kemudian dituangkan dalam bentuk sebuah skripsi dengan judul: “Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi”

B.

Identifikasi Masalah

Berkaitan dengan latar belakang di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Lembaga pendidikan hanya mengedepankan pada pembinaan kecerdasan intelektual (IQ) semata tanpa diimbangi kecerdasan emosional (EQ).

2. Kurangnya perhatian guru dalam membina kecerdasan emosional siswa di sekolah

3. Adanya ketimpangan prilaku sosial yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia.

4. Mayoritas dari setiap pelaksanaan pendidikan masih berorientasi pada aspek-aspek pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) saja, padahal pembelajaran yang berhasil adalah pembelajaran yang menyeimbangkan berbagai aspek antara lain aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif yang menanamkan nilai-nilai sikap dan moral kepada peserta didik.

C.

Pembatasan Masalah

(19)

1. Peranan guru PAI dalam skripsi ini dibatasi pada peranan guru PAI dalam pembinaan kecerdasan emosional siswa, peranan yang dimaksud adalah peranan guru sebagai pendidik, pembimbing, motivator, pengelola kelas dan evaluator.

2. Kecerdasan emosional yang dimaksud dalam skripsi ini adalah kemampuan untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan

D.

Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

“Bagaimana Peranan Guru PAI Dalam Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa Di SMA Martia Bhakti Bekasi?”

E.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini diantaranya adalah:

Untuk mengetahui peranan guru pendidikan agama Islam dalam membina kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi.

F.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1) Kegunaan teoritis, yaitu pengembangan ilmu pengetahuan dan penambahan wawasan mengenai peran guru Pendidikan Agama Islam dalam mencerdaskan emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi

(20)

10

BAB II

KAJIAN TEORI

A.

Peranan Guru Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Peranan

Sebelum penulis membahas tentang pengertian Guru Pendidikan Agama Islam ada baiknya penulis membahas tentang pengertian peranan. Peranan adalah kata dasar “peran” yang ditambahkan akhiran “an”, peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti perangkat tingkah laku yang diharapkan dapat dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat.1 Setelah mendapatkan akhiran “an”, kata peran memiliki arti yang berbeda, diantaranya.

a) Peranan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa.2

b) Peranan adalah konsekuensi atau akibat kedudukan atau status seseorang.3 Berdasarkan pengertian peranan yang telah dikemukakan di atas, maka menurut pendapat penulis, peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian atau seseorang yang mempunyai wewenang dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya untuk mencapai tujuan.

1

WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), h. 333

2

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kam./ Be/01 Baha/a Indone/ia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2007), ed. 3, h. 854.

3

(21)

2. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam

Al-Qur’an telah mengisyaratkan peran para nabi dan pengikutnya dalam pendidikan dan fungsi fundamental mereka dalam pengkajian ilmu-ilmu Ilahi serta aplikasinya. Isyarat tersebut, salah satunya terdapat dalam firman-Nya berikut ini:

$

Z

/

‘

]

è

/#

r

Ng

‹

ù

wq

™‘

Nk]B

#

q=

G

ƒ

Nk

Ž

=

æ

7

G

»ƒ

#

ä

OgJ=

è

ƒ

r

=

»

G

39

#

pJ3

t

:

#

r

Nk

Ž

.

“

ƒ

r

4

7R

)

M

R

&

“

ƒ

•è

9

#

O

Š

3

s

9

#

ÇÊËÒÈ

Ya T3456 Kami, 3738lah 3673k me9eka 8e8o9ang Ra83l da9i kalangan me9eka,

:ang akan membacakan kepada me9eka a:a7-a:a7 Engk5 3, dan mengaja9kan

kepada me9eka Al ki7ab (Al Q39an) dan Al-Hikmah (A8-S3665 4) 8e97a men83cikan

me9eka. Se836; ;346:a Engk5 3lah :ang Maha K358a lagi Maha Bijak8ana. (QS.

Al-Baqoroh: 129)4

Ayat di atas dapat dipahami bahwa umat Islam dianjurkan untuk mengajarkan ilmu pengetahuan dan menjadi seorang guru agama kepada orang lain atau siswa, mendidiknya dengan akhlak Islam dan membentuknya menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.

Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah swt, khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.5

Istilah lain yang lazim dipergunakan untuk pendidik adalah guru. Kedua istilah tersebut bersesuaian artinya. Bedanya, istilah guru seringkali dipakai di lingkungan pendidikan formal, sedangkan pendidik dipakai di lingkungan formal, informal maupun nonformal.

4

Tim Pustaka Al-Kautsar, M<=haf Al-Q<>’an dan Te>jem?@A Ba, (Jakarta: Pustaka

Al-Kautsar, 2009), h. 20

5

H. Ihsan Hamdani, H. A. Fuad Ihsan, Fil=af? C Pendidikan D =lam, (Bandung: Pustaka Setia,

(22)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Sedangkan guru agama adalah guru yang mengajarkan agama.6

Menurut Zakiah Daradjat menyatakan bahwa: “Guru adalah seseorang yang memiliki kemampuan dan pengalaman yang dapat memudahkan dalam melaksanakan peranannya dalam membimbing siswanya, ia harus sanggup menilai diri sendiri tanpa berlebih-lebihan, sanggup berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain, selain itu perlu di perhatikan pula bahwa ia juga memiliki kemampuan dan kelemahan.”7

Menurut M. Arifin “guru adalah orang yang membimbing, mengarahkan, dan membina anak didik menjadi manusia yang matang atau dewasa dalam sikap dan kepribadiannya, sehingga tergambarlah dalam tingkah lakunya nilai-nilai agama Islam”.8

Guru adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau kelas. Secara lebih khusus lagi, ia mengatakan bahwa guru adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing. Guru dalam pengertian tersebut, menurutnya bukanlah sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu, akan tetapi adalah anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa besar serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa.9

Kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis dari berbagai pengertian di atas, maka guru atau pendidik dapat diartikan sebagai orang yang mendidik, yaitu yang bekerja dalam bidang pendidikan dan mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan atau kedewasaan seorang anak.

6Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kam

EF BeF GH Bah GFa IndoneFia, edisi. 3, h. 337.

7

Zakiah Daradjat, MeJodologi PengajGHan Agama KFlam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996),

cet. 1, h. 266

8

M. Arifin, FilFafGJ Pendidikan Agama K Flam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1987), h. 100

9

(23)

Guru dalam Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembang anak didik dengan mengupayakan seluruh potensinya, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik. Guru juga berarti orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai tingkat kedewasaan, serta mampu berdiri sendiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah SWT. Disamping itu juga, ia mampu sebagai makhluk sosial dan makhluk individu yang mandiri.10

Kesimpulan yang dapat di ambil dari beberapa pengertian diatas, bahwa guru agama adalah orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik melalui suatu proses bimbingan jasmani dan rohani yang dilakukan dengan kesadaran untuk mengembangkan potensi anak didik menuju ke arah kedewasaan. Guru agama tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan agama saja, tetapi ia juga harus dapat membentuk, menumbuhkan dan memberikan nilai-nilai ajaran agama kepada siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan latihan, sehingga memberikan perubahan pada pertumbuhan jasmani dan rohani si terdidik menuju kedewasaan dalam pola berfikir dan memiliki sikap dan nilai yang bermanfaat bagi masyarakat dan kebudayaan yang sesuai dengan cita-cita pendidikan. Dengan demikian yang menjadi sasaran pokok adalah bimbingan dan pimpinan kepada anak yang sedang berkembang jasmani atau rohani menuju kesempurnaan.

Mengenai pengertian Pendidikan Agama Islam sendiri ada beberapa pendapat para ahli. Diantaranya sebagai berikut:

M. Arifin menyatakan bahwa:“pendidikan agama Islam adalah Proses mengarahkan dan membimbing manusia didik kearah pendewasaan pribadi yang beriman dan berilmu pengetahuan yang saling memperkokoh dalam perkembangan mencapai titik optimal kemampuannya”.11

10

Muhammad Nurdin, KiaL Menjadi GMNM PNofeOional, (Jogjakarta: Prisma Sophie

Jogjakarta, 1994), h. 156

11

M. Arifin, KapiLa SelekLa Pendidikan, PQOlam dan UmMR), (Jakarta: Bumi Aksara, 1993),

(24)

Menurut Zakiyah Daradjat, Pendidikan Agama Islam adalah “suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandang hidup.”12

Menurut Abdul Majid dan Dian Andayani mengatakan, “Pendidikan agama Islam adala upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungan dengan keturunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa”.13

Tayang Yusuf, dalam bukunya Abdul Majid dan Dian Andayani dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Agama ITlam BeUbaTiT KompeVenTi menjelaskan pendidikan Agama Islam adalah “usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertakwa kepada Allah swt”.14

Menurut A. Tafsir, pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.

Pengertian pendidikan agama Islam di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana yang diberikan kepada peserta didik untuk menumbuhkan jasmani dan rohani secara optimal untuk mencapai bentuk manusia yang berkualitas menurut ajaran Islam yaitu manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT. Dikatakan sebagai usaha sadar karena pendidika itu dilakukan secara sengaja dan mempunyai tujuan terencana dimaksudkan agar pendidik tidak dapat dilakukan seadanya, tetapi harus dengan persiapan yang matang, pelaksanaan yang teratur, evaluasi yang terukur serta tingkatan yang membedakan peserta didik dalam kelompok yang berbeda satu sama lain.

12

Zakiah Daradjat, IlmW Pendidikan XYlam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Cet. Ke-10, h. 86

13

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama XYlam BeZ[ \YiY Kompe]enYi,

(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-3, h. 130.

14

(25)

Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam itu secara keseluruhannya mencakup bidang studi Al-Qur’an Hadis, Keimanan, Akhlak, Fiqh/Ibadah dan Sejarah. Hal tersebut menggambarkan bahwa ruang lingkup Pendidikan Agama Islam mencakup perwujudan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah swt, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan makhluk lainnya maupun lingkungannya (Habl^_ minallah wa

habl^_minanna`)

Penjelasan guru dan pendidikan agama Islam di atas, dapat disimpulkan bahwa guru pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar orang dewasa yang bertanggung jawab dalam membina, membimbing, mengarahkan, melatih, menumbuhkan dan mengembangkan jasmani dan rohani anak didik ke arah yang lebih baik agar menjadi menusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di muka bumi sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.

3. Peran dan Tugas Guru PAI a. Peran Guru

Seorang guru dalam melaksanakan aktivitas keguruannya memiliki banyak peran yang harus dilaksanakan. Diantaranya dalam kegiatan belajar mengajar dimana seorang guru sangat memiliki pengaruh yang besar sekali terhadap keberhasilan kegiatan belajar mengajar, agar tujuan pendidikan dapat terwujud dengan baik.

Menurut Drs. M. Uzer Usman, peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar adalah “Terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa menjadi tujuannya”.15

Peranan guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal. Yang akan dikemukakan disini adalah peranan yang dianggap paling dominan dan

15

Moh. Uzer Usman, Menjadi Gcec Peofefional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011),

(26)

diklasifikasikan sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut:

Menurut Moh. Uzer Usman, peran guru di bagi beberapa macam, diantaranya:

1) Guru Sebagai Demonstrator(Pendidik)

Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecgijej, atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.16 Agar tercapainya apa yang diinginkan guru agama itu tercapai, maka dari itu guru sendiri harus terus belajar agar memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar.

2) Guru Sebagai Pengelola Kelas

Peran guru sebagai pengelola kelas (leajning managej), guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap belajar lingkungan itu turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik. Lingkungan yang baik ialah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.

Menurut Uzer Usman dalam bukunya Menjadi ki ji pjofelional, tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar mengajar agar mencapai hasil yang biak. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang

16

(27)

memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.17

Sebagai pengelola kelas guru bertanggung jawab memelihara lingkungan fisik kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan untuk membimbing proses-proses intelektual dan sosial didalam kelas. Tanggung jawab yang lain ialah membimbing pengalaman-pengalaman siswa sehari-hari kearah melf fiqecxed behazioq.

Pengelola kelas yang baik ialah mengadakan kesempatan bagi siswa untuk sedikit demi sedikit mengurangi ketergantungannya pada guru sehingga mampu membimbing kegiatannya sendiri dan tidak lupa pula menciptakan lingkungan belajar yang baik serta serta dapat menggunakan fasilitas yang ada secara optimal begitu pula dengan pemeliharaannya.

Kualitas dan kuantitas belajar siswa di dalam kelas bergantung pada banyak faktor, antara lain guru, hubungan pribadi antara siswa di dalam kelas, serta kondisi umum dan suasana di dalam kelas.

3) Guru Sebagai Mediator dan Fasilitator

Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan demikian media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.18

Sadirman A. M. dalam bukunya yang berjudul Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar menjelaskan bahwa “Guru sebagai fasilitator, yaitu guru memberikan fasilitas dan kemudahan dalam proses belajar mengajar. Misalnya dengan menciptakan suasana belajar mengajar yang sedemikian rupa, serasi

17

Ibid., h. 10

18

(28)

dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar mengajar akan berlangsung secara efektif”.19

4) Guru Sebagai Evaluator

Di dalam Proses belajar mengajar guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik yaitu guru dapat mengetahui keberhasilan dan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar, guru dapat mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan cukup efektif memberi hasil yang baik dan memuaskan atau sebaliknya. Guru hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu-kewaktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik (feedback) terhadap proses belajar mengajar.20

Guru hendaknya mampu dan terampil dalam melaksanakan penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui prestasi yang di capai oleh siswa setelah melaksanakan proses belajar mengajar akan terus menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal. Dan materi yang sudah disampaikan itu sudah tepat sehingga mendapatkan hasil yang optimal.

Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru.

E. Mulyasa, dalam bukunya “Menjadi Guru Profesional” mengatakan bahwa diantara tugas guru yang utama dalam pembelajaran adalah:

a. Guru Sebagai Pendidik

Mendidik dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaannya baik secara jasmani maupun rohani. Oleh karena itu, mendidik dikatakan sebagai upaya pembinaan pribadi, sikap mental dan akhlak anak didik. Dibandingkan dengan pengertian “mengajar”, maka pengertian “mendidik” lebih mendasar. Mendidik tidak sekedar {|an}fe| of

19

Sadirman A. M, ~ €eak‚i dan Mƒ€i„…‚i Belaj… Mengaj…, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2004), Cet. Ke-11, h. 145.

20

(29)

kno†ledge, tetapi juga ‡ˆan‰feˆ of Šal‹e‰. Mendidik diartikan lebih komprehensif, yakni usaha membina diri anak didik secara utuh, baik matra kognitif, psikomotorik maupun efektif, agar tumbuh sebagai manusia-manusia yang berpribadi.21

Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.

Berkaitan dengan tanggung jawab; guru harus mengetahui, serta memahami nilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berprilaku dan berbuat sesuai dengan nilai norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam kehidupan bermasyarakat.22

b. Guru Sebagai Pengajar

Sebagai pengajar, guru harus memiliki tujuan yang jelas, membuat keputusan secara rasional agar peserta didik memahami keterampilan yang dituntut oleh pembelajaran. Untuk kepentingan tersebut, perlu dibina hubungan yang positif antara guru dengan peserta didik. Hubungan ini menyangkut bagaimana guru merasakan apa yang dirasakan peserta didiknya dalam pembelajaran, serta bagaimana peserta didik merasakan apa yang dirasakan gurunya. Sebaiknya guru mengetahui bagaimana peserta didik memandangnya, karena hal tersebut sangat penting dalam pembelajaran, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Hal ini akan menjadi jelas jika secara hati-hati menguji bagaimana guru merasakan apa yang dirasakan peserta didik dalam pembelajaran (empati).23

c. Guru Sebagai Pembimbing

Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (jŒ‹ ˆne), yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas

21

Sadirma, op.ciŽ., h. 53

22

E. Mulyasa, Menjadi G  Pofe‘ional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet.

Ke-11, h. 37

23

(30)

kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral, dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks. Sebagai pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Semua itu dilakukan berdasarkan kerjasama yang baik dengan peserta didik, tetapi guru memberikan pengaruh utama dalam setiap aspek perjalanan. Sebagai pembimbing, guru memiliki berbagai hak dan tanggung jawab dalam setiap perjalanan yang di rencanakan dan dilaksanakannya.24

d. Guru Sebagai Evaluator

Selain menilai hasil belajar peserta didik, guru harus pula menilai dirinya sendiri, baik sebagai perencana, pelaksana, maupun penilai program pembelajaran. Oleh karena itu, dia harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang penilaian program sebagaimana memahami penilaian hasil belajar. Sebagai perancang dan pelaksana program, dia memerlukan balikan tentang efektivitas programnya agar bisa menentukan apakah program yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Perlu diingat bahwa penilaian bukan merupakan tujuan, melainkan alat untuk mencapai tujuan.

Dr. Wina Sanjaya, M.Pd, menjelaskan bahwa agar proses pengajaran menjadi optimal, maka peran guru diantaranya, yaitu:

1) Guru Sebagai Sumber Belajar

Peran guru sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Bisa kita menilai baik atau tidaknya seorang guru hanya dari penguasaan materi pelajaran.

2) Guru Sebagai Fasilitator

Peran guru sebagai fasilitator dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting, kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa menagkap pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.

24

(31)

3) Guru Sebagai Pengelola

Sebagai pengelola pembelajaran (lea’ning manaje’), guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas guru juga dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa.

4) Guru Sebagai Demonstrator

Peran guru sebagai demonstrator adalah peran untuk mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan.

5) Guru Sebagai Pembimbing

Guru sebagai pembimbing, yaitu guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.25

Sebagai pembimbing dalam proses pembelajaran, ini berarti guru dituntut untuk mampu memberikan bimbingan belajar kepada siswanya. Tujuan bimbingan secara umum adalah membantu murid-murid agar mendapat penyesuaian yang baik dalam situasi belajar, sehingga setiap murid dapat belajar dengan efisien sesuai dengan kemampuan yang dimiliknya.

Untuk jelasnya tujuan pelayanan bimbingan belajar dirinci sebagai berikut: a. Memberikan cara-cara belajar yang efisien dan efektif bagi seorang

anak atau kelompok anak.

b. Menunjukkan cara-cara mempelajari dan menggunakan buku pelajaran c. Memberikan informasi (sarana dan petunjuk) bagi yang memanfaatkan

perpustakaan.

d. Menunjukkan cara-cara menghadapi kesulitan belajar dalam bidang studi tertentu.26

Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu dapat dilihat dari adanya perbedaan. Walaupun secara fisik mungkin memiliki kemiripan, tetapi pada hakikatnya mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan dan sebagainya. Perbedaan itulah yang menuntut guru harus berperan sebagai

25

Wina Sanjaya, S“ ”•“egi Pembelaj•”an Be”–”ie— “ •˜i ™ “ •— š •” P”o˜e˜ Pendidikan, (Jakarta:

PT. Kencana, 2006), Ed-1, Cet. Ke-5, h. 21-26.

26

Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, P˜ikologi Belaj• ”, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), Cet.

(32)

pembimbing. Membimbing siswa agar dapat menemukan potensi yang dimilikinya sebagai bekal hidup mereka. Membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh berkembang sebagai manusia ideal yang menjadi harapan setiap orang tua dan masyarakat.

6) Guru sebagai Motivator

Proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai motivasi dalam belajar. Oleh sebab itu, guru perlu menumbuhkan motivasi belajar siswa. Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif mengembangkitkan motivasi belajar siswa, yaitu dengan cara:

a. Memperjelas tujuan yang ingin dicapai b. Membangkitkan minat siswa

c. Menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar d. Berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa e. Berikan penilaian

f. Berilah komentar terhadap hasil pekerjaan siswa g. Ciptakan persaingan dan kerja sama.27

Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi rendah bukan berarti oleh kemampuannya yang rendah, tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan segala kemampuannya. Dengan demikian dapat dikatakan siswa berprestasi rendah belum tentu disebabkan oleh kemampuannya yang rendah pula, tetapi mungkin disebabkan oleh tidak adanya dorongan atau motivasi.

Sebagai motivator guru harus mampu menciptakan suasana yang merangsang siswa untuk tetap bersemangat dalam melakukan kegiatan-kegiatan sekolah dan dapat meningkatkan kecerdasan siswa.

Menurut E Mulyasa dalam bukunya Implemen›aœi Kžik Ÿm Tingka›

Sa› ¡ Pendidikan Kemandižian Gž dan Kepala Sekolah, mengemukakan

bahwasanya: Guru sebagai motivator hendaknya guru bertanggung jawab mengarahkan pada yang baik, harus menjadi contoh, sabar, dan penuh pengertian. Guru harus mampu menumbuhkan disiplin dalam diri (œelf

27

(33)

dicipline). Untuk kepentingan tersebut, guru harus mampu melakukan tiga hal sebagi berikut:

a. Membantu peserta didik mengembangkan pola prilaku untuk dirinya b. Membantu peserta didik meningkatkan standar prilakunya

c. Menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat untuk menegakkan disiplin.28

7) Guru sebagai Evaluator

Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Yang mempunyai fungsi untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan atau menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap materi kurikulum, dan untuk menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang telah diprogramkan.29

Seorang guru hendaknya harus memiliki kemampuan dan terampil dalam melaksanakan penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui prestasi yang dicapai siswa setelah melaksanakan proses belajar, dan dengan penilaian juga dapat memotivasi seorang guru untuk mengajar lebih maksimal.

b. Tugas Guru

Salah satu faktor yang paling menentukan dalam proses pembelajaran di kelas adalah guru. Tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar guru merupakan peranan aktif (medium) antara peserta didik dengan ilmu pengetahuan. Secara umum dapat dikatakan bahwa tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru adalah mengajak orang lain berbuat baik. Tugas tersebut identik dengan dakwah Islamiyah yang bertujuan mengajak umat Islam untuk berbuat baik. Di dalam Al-Qur’an Al-Imran ayat 104 Allah SWT berfirman:

`3

F

9r

N3YB

pB

&

bq

ã‰

ƒ

’

<

)

Ž



ƒ

:

#

br



B

'

ƒ

r

$r

è

RQ

$/

bqgZ

ƒ

r

`

ã



3YJ9

#

4

7

´»

9r

&

r

Nd

cq

s

=

ÿ

J9

#

ÇÊÉÍÈ

28

E. Mulyasa, Impleme£¤ ¥¦i K§¨ik§© §ª Tingk¥¤ « ¥¤ §an Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi

Aksara, 2009), h. 192

29

(34)

Dan hendaklah ada di an¬a­a kam® ¯egolongan ®ma¬ °ang men°e­® kepada

kebajikan, men°®­®± kepada °ang ma'­®f dan mencegah da­i °ang m®²ka­,

me­ekalah o­ang-o­ang °ang be­®²¬®² ³´ (Q.S Al-Imran: 104)

Guru agama tidak hanya bertugas melaksanakan pendidikan Agama dengan baik, akan tetapi guru agama juga harus bisa memperbaiki pendidikan agama yang terlanjur salah diterima oleh anak didik, baik dalam keluarga, dan pembinaan kembali terhadap pribadi yang baik.

Menurut Slameto dalam bukunya Belaja­ dan Fak¬o­-fak¬o­ °ang

Mempenga­®± µn°a menerangkan bahwa tugas guru adalah:

a) Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang

b) Memberikan fasilitas pencapaian tujuan pengalaman belajar yang memadai c) Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan

penguasaan diri.30

Menurut Heri Jauhari Muhtar dalam bukunya “Fiih Pendidikan”, mengatakan bahwa secara umum tugas pendidik atau guru yaitu:

1) Mujaddid, yaitu sebagai pembaharu ilmu, baik dalam teori maupun praktek, sesuai dengan syariat Islam

2) Mujtahid, yaitu sebagai pemikir yang ulung, dan 3) Mujahid, yaitu sebagai pejuang kebenaran.31

Sedangkan Uzer Usman menjelaskan beberapa tugas guru diantaranya: a) Tugas Profesional

Tugas profesional yaitu tugas yang berkenaan dengan profesi tugas guru, yang meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengambangkan nilai-nilai hidup. Lebih lanjut ia menjelaskan mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengatahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa, dalam hal ini guru berprofesi untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik maka seorang guru hendaknya memahami segala aspek pribadi anak didiknya, baik segi jasmani

30

Slameto, Belaj·¸ dan Fak¹ º ¸-fak¹ º¸ »ang Mempe¼ ½· ¸¾¿ ¾¼ »a, (Jakarta: Rineka Cipta,

2010), Cet. Ke-5, h. 97.

31

Heri Jauhari Muhtar, FiÀ Áh Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), Cet.

(35)

maupun segi rohani. Guru hendaknya menganal dan memahami tingkat perkembangan anak didik.32

Di samping memahami siswa, guru juga harus mengenal dan memahami dirinya, agar terhindar dari konflik yang berhubungan dengan tugasnya seperti frustasi dan ketidakmampuan menyesuaikan dirinya, sehingga ia dapat memahami dan membantu siswa dengan sebaik-baiknya.

a) Tugas kemanusiaan

Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua, ia harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya. Pelajaran apapun yang diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi siswanya dalam belajar. Bila seorang guru dalam penampilannya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak akan dapat menanamkan benih pengajarannya itu kepada para siswanya. Para siswa enggan menghadapi guru yang tidak menarik (rapih).

b) Tugas kemasyarakatan

Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di lingkungannya, karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Ini berarti bahwa guru berkewajiban untuk mencerdaskan kemajuan masyarakat dan bangsa ini, dengan kata lain bahwa guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berdasarkan Pancasila.33

Abu Ahmad, menjelaskan bahwa tugas profesional guru agama adalah sebagai berikut:

1. Guru harus dapat menetapkan dan merumuskan tujuan instruksional dan target yang hendak di capai.

2. Guru agama harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai berbagai metode menggunakan dalam situasi yang sesuai.

3. Guru agama harus dapat memilih bahan dan mempergunakan alat-alat pembantu dan menciptakan kegiatan yang dilakukan anak didik dalam pengalaman kaifiyah pelajaran agama tersebut.

32

Uzer Usman, op. ciÂ., h. 6

33

(36)

4. Guru agama harus dapat menetapkan cara-cara penilaian setiap hasil sesuai dengan target dan situasi yang khusus. Adapun yang dinilai adalah apa yang dilakukan anak didik setelah menerima pelajaran agama.34

Pada dasarnya tugas pokok guru ada dua, yaitu mendidik dan mengajar siswa di sekolah, tetapi untuk menciptakan pengajaran dan pendidikan yang lebih baik, seorang guru dituntut untuk profesional dalam tugasnya seperti menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis serta member teladan yang baik kepada siswa maupun masyarakat disekitarnya dan sebagainya.

4. Syarat dan Tanggung Jawab Guru Pendidikan Agama Islam

Syarat utama menjadi guru agama, selain ijazah dan syarat-syarat yang lain mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberikan pendidikan dan pengajaran.

Bagi guru agama, disamping harus memiliki syarat-syarat tersebut, masih harus ditambah dengan syarat-syarat yang lain, yang oleh Direktorat Pendidikan Agama telah ditetapkan sebagai berikut:

a. Setiap pendidik harus memiliki sifat Ãabbani

b. Seorang pendidik hendaknya mengajarkan ilmunya dengan penuh rasa sabar

c. Seorang pendidik harus memiliki kejujuran dengan menerapkan apa yang dia ajarkan dalam kehidupan pribadinya

d. Seorang pendidik harus memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas e. Seorang pendidik harus cerdik dan terampil dalam menciptakan metode

pengajaran yang variatif serta sesuai dengan materi pelajaran

f. Seorang pendidik harus mampu bersikap tegas dan melakukan sesuatu sesuai proporsinya sehingga ia akan mampu mengontrol dan menguasai siswa

g. Seorang pendidik harus mampu memahami psikologi anak, psikologi perkambangan, dan psikologi pendidikan

h. Seorang pendidik harus peka terhadap fenomena kehidupan yang sedang berkembang

i. Seorang pendidik harus memiliki sifat adil terhadap seluruh anak didiknya.35

34

Abu Ahmad, MeÄodik KÅÆÇ ÆÇ Pendidikan Agama ÈÇlam, (Bandung: Amrico, 1986), h. 100

35

(37)

Persyaratan tersebut bahwa seorang guru agama yang diharapkan adalah mereka yang mempunyai pengetahuan luas serta dapat mengamalkannya, yang nampak dalam tingkah laku sehari-hari, misalnya adil, penyabar, pemaaf, bersih jasmani dan rohaninya serta ikhlas dalam menjalankan tugasnya.

Guru agama yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa seorang guru agama itu tidak cukup hanya seorang yang berilmu pengetahuan agama saja, akan tetapi harus mengamalkannya melalui iman dan taqwa kepada Allah SWT, serta bersosialisasi dengan masyarakat dengan baik dan benar. Sebab guru agama adalah cerminan figur Rasulullah SAW bagi umat Islam yang harus diteladani seluruh tingkah lakunya. Dalam menjalani tugasnya mengajar, mendidik serta membimbing anak didiknya yang berbeda satu sama lainnya, seorang guru agama perlu membekali dirinya dengan ilmu-ilmu lain, misalnya ilmu psikologi pendidikan, bimbingan konseling dan sebagainya.

Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada setiap diri anak didik. Tidak ada seorang guru pun yang mengharapkan anak didiknya menjadi sampah masyarakat.

Tanggung jawab guru adalah untuk memberikan sejumlah norma kebaikan kepada anak didiknya agar tahu mana perbuatan yang susila dan asusila, mana perbuatan yang bermoral dan amoral. Semua norma itu tidak mesti harus guru berikan ketika di kelas, di luar kelas pun sebaiknya guru contohkan melalui sikap, tingkah laku, dan perbuatan. Pendidikan dilakukan tidak semata-mata dengan perkataan, tetapi dengan sikap, tingkah laku dan perbuatan.36

Djamarah merinci lagi bahwa tanggung jawab pendidik adalah sebagai berikut:

a. KoÉekÊoÉ, yaitu pendidik bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk, koreksi yang dilakukan bersifat menyeluruh dari efektif sampai ke psikomotor.

b. InËpiÉaÊoÉ, yaitu pendidik menjadi inspirator/ilham bagi kemajuan belajar siswa/mahasiswa, petunjuk bagaimana belajar yang baik, dan mengatasi permasalahan lainnya.

36

Syaiful Bahri Djamarah, GÌÍÌ dan Anak Didik dalam ÎÏÐeÍakÑi EÒÌÓÔÐif, (Jakarta: PT.

(38)

c. InfoÕmaÖoÕ, yaitu pendidik harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

d. OÕgani×aÖoÕ, yaitu pendidik harus mampu mengelola kegiatan akademik (belajar).

e. MoÖiØÙ ÖoÕ, yaitu pendidik harus mampu mendorong peserta didik agar bergairah dan aktif belajar.

f. Ini×iaÖoÕ, yaitu pendidik menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran.

g. Fa×iliÖÙÖoÕ, yaitu pendidik dapat memberikan fasilitas yang memungkinkan memudahkan kegiatan belajar.

h. Pembimbing, yaitu pendidik harus mampu membimbing anak didik

menjadi manusia dewasa susila yang cakap.

i. Demon×ÖÕaÖoÕ, yaitu jika diperlukan pendidik bisa mendemontrasikan

bahan pelajaran yang susah dipahami.

j. Pengelola kela×, yaitu pendidik harus mampu mengelola kelas untuk

menunjang interaksi edukatif.

k. MediaÖoÕ, yaitu pendidik menjadi media yang berfungsi sebagai alat

komunikasi guna mengefektifkan proses interaksi edukatif.

l. SÚÛeÕØi×oÕ, yaitu pendidik hendaknya dapat memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran, dan

m. EØalÚÙ ÖoÕ, yaitu pendidik dituntut menjadi evaluator yang baik dan jujur.

37

Guru harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam rangka membina jiwa dan watak anak didik. Dengan demikian, tugas dan tanggung jawab guru adalah untuk membentuk anak didik agar menjadi orang bersusila yang cakap, berguna bagi agama, nusa dan bangsa di masa yang akan datang.38

Keutamaan profesi guru dalam agama Islam sangatlah besar sehingga Allah SWT menjadikannya sebagai tugas yang diemban Rasulullah SAW, sebagaimana diisyaratkan dalam Firman-Nya surat Ali Imran ayat 164:

‰

)9

`B

!#

’

?

ã

ûü

ZBsJ9

#

Œ

)

]

è

/

Nk

Ž

ù

wq

™‘

`B

Mg

¡ÿ

R

&

#

q=

G

ƒ

Nk

Ž

=

æ

¾

m

G

»ƒ

#

ä

Nk

Ž

2

“

ƒ

r

NgJ=

è

ƒ

r

=

»

G

39

#

pJ6

t

:

#

r

b

)

r

#

qR

%

.

`B

@

6

%

’

"9

@

»

=

Ê

ûü

7

B

ÇÊÏÍÈ

SÚÜÝÝÚÞ Allah Öelah membeÕi kaÕÚÜia kepada oÕang-oÕang ßang beÕiman keÖika Allah meÜ ÝÚÖÚ× dianÖaÕa meÕeka

×eo

Õang Ra×Úl daÕi golongan meÕeka ×endi

Õi,

ßang membacakan kepada meÕeka aßaÖ-aßaÖ Allah, membeÕ×ihkan (jiàa) meÕeka,

dan mengajaÕkan kepada meÕeka Al kiÖab dan Al hikmah. dan Se×ÚÜÝÝÚÞ Ü ßa

37

A. Fatah Yasin, Dimeáâi-dimeáâi Pendidikan ãâlam, (Malang: UIN Malang Press, 2008),

Cet. Ke-1, h. 67.

38

(39)

åebelæm (kedçèangan Nabi) ièæ, meéeka adalah benaé-benaé dalam keåeåaèan

êang nêaèa. (Q.S Ali Imran: 164)

Dalam pembentukan kepribadian anak didiknya di sini guru agama mempunyai pengaruh yang sangat besar, sebagai figur bagi anak didiknya, baik apa yang dilakukan, diucapkan, maupun tindakannya.

Dalam hal ini Abdurrahman An-Nahlawi menyatakan bahwa tanggung jawab dan tugas seorang guru agama diantaranya:

a. Fungsi penyucian, artinya seorang guru berfungsi sebagai pembersih diri, pemeliharaan diri, pengembangan, serta pemeliharaan fitrah manusia.

b. Fungsi pengajaran, artinya seorang guru berfungsi sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan berbagai keyakinan kepada umat manusia agar mereka menerapkan seluruh pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.39

Mengingat lingkup pekerjaan guru, seperti yang telah dilukiskan di atas, maka tugas guru itu meliputi: Peéèama, guru sebagai pengajar. Keëæ ç, guru sebagai pembimbing. Ketiga sebagai pemegang administrasi atau guru sebagai “Pemimpin” (Manajer Kelas).40 Keèiga, tug

Gambar

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrument
Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Angket
Table 3.3 Skala Persentase
Tabel 4.1 Keadaan Guru SMA Martia Bhakti Bekasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

We used the attenuation functions obtained for 20 frequencies to calculate Q using equation 3. 5) with high frequency-dependency coefficient obtained for S- waves beneath

(Indrajani, 2015), dalam penelitian yang berjudul “Perancangan Sistem Basis Data pada Klinik”, merupakan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis dan merancang basis

Polda Lampung, Kepolisian Daerah Lampung menggelar Buka Puasa Bersama Kapolda Beserta Personil Polda Lampung, warakauri, wartawan dan anak yatim piatu di Halaman Polda Lampung..

Sebelum menjelaskan apa saja isi dari rencana bisnis yang perlu Anda buat, saya ingin menjelaskan bahwa membangun bisnis internet pada intinya hanyalah mengerjakan 3 tahap atau

Berdasarakan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap ke 3 orang informan atau 3 pasangan yang menikah di usia muda yaitu tampak bahwa faktor yang paling

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ Analisis Current Ratio (CR) dan Return on Assets (ROA) Terhadap

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kredit adalah suatu usaha pemberian prestasi baik berupa barang, jasa, atau uang dari suatu pihak (pemberi kredit) kepada

Optimasi dilakukan pada humectant yaitu propilen glikol dan gliserol dengan parameter sifat fisis krim yang diuji meliputi : viskositas, daya sebar, dan stabilitas krim