UJI PEMBERIAN PEG 6000 TERHADAP MORFOLOGI BENIH KARET (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) TANPA CANGKANG
SETELAH PENYIMPANAN
SKRIPSI
Oleh:
MUHAMMAD HUSNI 080301049/AGRONOMI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UJI PEMBERIAN PEG 6000 TERHADAP MORFOLOGI BENIH KARET (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) TANPA CANGKANG
SETELAH PENYIMPANAN
SKRIPSI
Oleh:
MUHAMMAD HUSNI 080301049/AGRONOMI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UJI PEMBERIAN PEG 6000 TERHADAP MORFOLOGI BENIH KARET (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) TANPA CANGKANG
SETELAH PENYIMPANAN
SKRIPSI
Oleh:
MUHAMMAD HUSNI 080301049/AGRONOMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Skripsi : Uji pemberian PEG 6000 terhadap morfologi benih kareti(Hevea IIbrassiliensis, Muell-Arg.) tanpa cangkang setelah ipenyimpanan Nama : Muhammad Husni
NIM : 080301049 Program Studi : Agronomi
Di Setujui Oleh : Komisi Pembimbing
(Ir. Charloq, MP.) (Ir. Balonggu Siagian, MS.)
Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing NIP: 1961 1109 1986 01 2001 NIP : 1949 0102 1979 03 1002
Diketahui Oleh :
(Dr.Ir. T Sabrina, M.Agr.Sc, Ph.D) Ketua Program Studi Agroekoteknologi NIP. 1964 0620 1998 03 2001
ABSTRAK
MUHAMMAD HUSNI: Uji Pemberian Polyethylene Glycol 6000 terhadap Morfologi Benih Karet (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) Tanpa Cangkang setelah Penyimpanan, dibimbing oleh Charloq dan Balonggu Siagian.
Benih karet merupakan benih rekalsitran mengandung kadar air yang sangat tinggi, memiliki daya simpan yang rendah, sehingga cepat mengalami kemunduran (deteriorasi), oleh sebab itu dibutuhkan perlakuan khusus pada periode penyimpanan untuk mempertahankan viabilitas benih. Penggunaan PEG 6000 sangat membantu dalam penyimpanan benih rekalsitran karena memiliki potensi osmotikum sel yang dapat membatasi perubahan kadar air dan oksigen pada benih. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan konsentrasi PEG 6000 yang tepat dalam meningkatkan daya simpan benih. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2012 di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap non-faktorial dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan PEG 6000 terdiri dari 0, 15, 30, dan 45 %w/v. Parameter diamati benih berjamur dan berkecambah di penyimpanan dan daya kecambah benih setelah penyimpanan.
Hasil penelitian menunjukkan PEG 6000 berpengaruh tidak nyata terhadap benih berjamur di penyimpanan dan daya kecambah benih setelah penyimpanan namun berpengaruh sangat nyata terhadap benih berkecambah di penyimpanan, hasil terbaik dicapai pada PEG 30% serangan jamur pada benih saat penyimpanan dapat ditekan menjadi 19,67%, benih berkecambah di penyimpanan 0,33% dan daya kecambah benih setelah penyimpanan 99,67%.
ABSTRACT
MUHAMMAD HUSNI: Giving Polyethylene Glycol 6000 test on Morphology Rubber
Shelled Seed (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) after storage, supervised by Charloq and
Balonggu Siagian.
Rubber seeds are recalcitrant seeds have a very high water content, low storability, so rapid had deterioration, and therefore required special treatment on the storage period to maintain seed viability. Using PEG 6000 increased storage recalcitrant seeds because it has the potential to limit cell osmoticum changes in water content and oxygen on seed. The purpose of this study to get the right PEG 6000 concentration to improve seed storability. The research was conducted in January and March 2012 at the Seed Technology Laboratory, Agricultural Faculty, North Sumatra University, Medan – Indonesia. Randomly complete design was applied with four treatments and four replications, i.e: PEG 6000 (w v); 0%, 15%, 30%, 45%. Parameters observed the fungus attacks and germinate seeds in storage, germinate seeds ability after storage.
The results showed that PEG 6000 was not siqnificant effect on fungal seed, seed germination during storage and best result was achieved at 30% PEG , fungal attack on the seed during storage can be reduced up to 19.67%, 0.33% germinated seeds in storage and seed germination rate after storage was 99.67%.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang, Sumatera Barat, pada tanggal 18 Januari 1991 dari ayah
Abdul Hamid dan ibu Mahmudbi. Penulis merupakan anak ketujuh dari 7 bersaudara.
Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Amir Hamzah, Medan dan pada tahun 2008
terdaftar sebagai mahasiswa program studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan
diantaranya anggota Departemen Infotas BKM Al-Mukhlisin FP USU 2008/2009, anggota
pengurus Pengajian Nadhatus Subhan FP USU 2009/2010 . Penulis melaksanakan praktek kerja
lapangan di PT. Perkebunan Nusantara 3, Sei Buluh, Kab. Serdang Bedagai pada bulan Juli
DAFTAR ISI
Penyimpanan Benih Rekalsitran ... 6
Polyethylene Glycol 6000 (PEG 6000) ... 9
Parameter yang Diukur ... 14
Kajian Morfologi Persentase benih berjamur pada penyimpanan (%) ... 14
Persentase benih berkecambah di penyimpanan (%) ... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kajian Morfologi
Persentase benih berjamur pada penyimpanan (%) ... 21
Persentase benih berkecambah di penyimpanan (%) ... 24
Daya kecambah benih setelah penyimpanan pada 21 HST (%) ... 27
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 45
Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Pemberian PEG 6000
Terhadap Morfologi Benih Karet (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) Tanpa Cangkang Setelah Penyimpanan”
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Ir. Charloq, MP
sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Balonggu Siagian, MS sebagai anggota komisi
pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada
penulis mulai dari penyusunan sampai selesainya skripsi ini. Terimakasih sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua penulis yang telah mendukung dan memberi semangat selama ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada konsultan statistik Bapak
Abu Yazid SP., M.Stat, dan kepada pegawai Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian
USU, serta semua teman-teman MILITAN 2008 yang tak dapat disebutkan satu per satu.
Akhir kata, walaupun penulis menyadari skripsi ini adalah sebagian kecil dari seri
penelitian disertasi ketua komisi pembimbing, saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini
masih sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat khusus untuk peneliti selanjutnya dan
masyarakat pada umumnya.
Medan, Juli 2013
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Rataan persentase benih berjamur pada penyimpanan (%)………21
2. Rataan persentase benih berkecambah di penyimpanan (%)………...…..25
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Pengaruh PEG terhadap benih berjamur pada penyimpanan...22
2. Pengaruh PEG terhadap benih berkecambah di penyimpanan………..25
3. Pengaruh PEG terhadap daya kecambah benih setelah penyimpanan pada 21 HST
ABSTRAK
MUHAMMAD HUSNI: Uji Pemberian Polyethylene Glycol 6000 terhadap Morfologi Benih Karet (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) Tanpa Cangkang setelah Penyimpanan, dibimbing oleh Charloq dan Balonggu Siagian.
Benih karet merupakan benih rekalsitran mengandung kadar air yang sangat tinggi, memiliki daya simpan yang rendah, sehingga cepat mengalami kemunduran (deteriorasi), oleh sebab itu dibutuhkan perlakuan khusus pada periode penyimpanan untuk mempertahankan viabilitas benih. Penggunaan PEG 6000 sangat membantu dalam penyimpanan benih rekalsitran karena memiliki potensi osmotikum sel yang dapat membatasi perubahan kadar air dan oksigen pada benih. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan konsentrasi PEG 6000 yang tepat dalam meningkatkan daya simpan benih. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2012 di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap non-faktorial dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan PEG 6000 terdiri dari 0, 15, 30, dan 45 %w/v. Parameter diamati benih berjamur dan berkecambah di penyimpanan dan daya kecambah benih setelah penyimpanan.
Hasil penelitian menunjukkan PEG 6000 berpengaruh tidak nyata terhadap benih berjamur di penyimpanan dan daya kecambah benih setelah penyimpanan namun berpengaruh sangat nyata terhadap benih berkecambah di penyimpanan, hasil terbaik dicapai pada PEG 30% serangan jamur pada benih saat penyimpanan dapat ditekan menjadi 19,67%, benih berkecambah di penyimpanan 0,33% dan daya kecambah benih setelah penyimpanan 99,67%.
ABSTRACT
MUHAMMAD HUSNI: Giving Polyethylene Glycol 6000 test on Morphology Rubber
Shelled Seed (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) after storage, supervised by Charloq and
Balonggu Siagian.
Rubber seeds are recalcitrant seeds have a very high water content, low storability, so rapid had deterioration, and therefore required special treatment on the storage period to maintain seed viability. Using PEG 6000 increased storage recalcitrant seeds because it has the potential to limit cell osmoticum changes in water content and oxygen on seed. The purpose of this study to get the right PEG 6000 concentration to improve seed storability. The research was conducted in January and March 2012 at the Seed Technology Laboratory, Agricultural Faculty, North Sumatra University, Medan – Indonesia. Randomly complete design was applied with four treatments and four replications, i.e: PEG 6000 (w v); 0%, 15%, 30%, 45%. Parameters observed the fungus attacks and germinate seeds in storage, germinate seeds ability after storage.
The results showed that PEG 6000 was not siqnificant effect on fungal seed, seed germination during storage and best result was achieved at 30% PEG , fungal attack on the seed during storage can be reduced up to 19.67%, 0.33% germinated seeds in storage and seed germination rate after storage was 99.67%.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam
upaya peningkatan devisa Indonesia. (Kompas, 2006). Hasil studi REP (Rubber Eco Project) meyatakan bahwa permintaan karet alam dan sintetik dunia pada tahun 2035 diperkirakan sebesar 31.3 juta ton untuk industri ban dan nonban, dan 15 juta ton
diantaranya berasal dari karet alam (Anwar, 2006).Sekitar 60% perkebunan karet di
Indonesia memiliki produktivitas yang rendah, yaitu 400-700 kg/ha/tahun (Karyudi et
al. 2001). Produktivitas perkebunan karet rakyat sebesar 610 kg/ha/ tahun dan
perkebunan besar negara dan swasta 1.100-1.200 kg/ha/tahun (Direktorat Jenderal
Perkebunan 2005).
Salah satu langkah yang dapat mendorong peningkatan produksi karet Indonesia
adalah peremajaan lahan karet yang telah memasuki tahapan tidak produktif (tanaman
berusia di atas 20 tahun), di samping tetap melakukan perluasan lahan.
(http.www.bumn.go.id, 2012).Penyediaan bahan tanaman karet unggul merupakan
upaya yang dilakukan untuk mendukung Program Revitalisasi Perkebunan yang di
canangkan pemerintah dalam usaha pengembangan perkebunan karet rakyat melalui
peremajaan tanaman , hal ini menyangkut ketersediaan benih karet yang tepat waktu dan
jumlahnya (Warta Perkaretan, 2008).
Kebutuhan benih karet selama 2006-2010 cukup besar yaitu mencapai 472 juta
bibit, namun ketersediian bibit nasional hanya 45-65 juta bibit per tahun. Sehingga
terjadi kekurangan bibit sampai dengan 276 juta bibit (Warta
dipersiapkan secara baik dengan memperhatikan viabilitas benih karet, karena benih
karet merupakan benih rekalsitran yang viabilitasnya cepat menurun (Sutopo, 2002).
Karet sebagai benih rekalsitran umumnya tidak mempunyai masa
dormansi sehingga proses metabolisme perkecambahan berjalan terus
(Copeland dan McDonald, 1995), benih memiliki kadar air yang tinggi, semakin tinggi
kadar airnya semakin tinggi respirasi yang terjadi akan berakibat pada berlangsungnya
perkecambahan (Kartasapoetra, 2003). Respirasi dapat menyebabkan terjadinya
perombakan cadangan makanan di dalam benih. Semakin lama proses respirasi maka
cadangan makanan yang digunakan semakin banyak, yang akan menyebabkan
terjadinya kemunduran viabilitas benih (Fatonah, 2011). Syatrianty, et al (2007),
melaporkan pada penelitian benih kakao terjadi penurunan kadar lemak dan karbohidrat
dengan cepat pada benih berkadar air tinggi (31-35%) yang disebabkan karena
terjadinya respirasi dan perkecambahan selama penyimpanan. Respirasi yang tinggi
selama penyimpanan, secara langsung juga dapat menyebabkan viabilitas dan vigor
benih menurun (Purwanti, 2004). Selain itu adanya respirasi yang tinggi pada benih
rekalsitran akan memicu kelembaban lingkungan yang tinggi di sekitar benih, hal ini
merupakan lingkungan yang cocok bagi munculnya organisme perusak misalnya jamur,
dengan demikian benih akan banyak mengalami kerusakan (Kartasapoetra, 2003),
Karena masa hidup biji rekalsitran yang pendek, maka masalah penyimpanan baik
jangka pendek maupun jangka pajang perlu mendapat perhatian (Roberts, 1973). Justice
dan Bass (1994), menyatakan tujuan utama penyimpanan benih tanaman adalah uintuk
mengawetkan cadangan makanan dari satu musim ke musim berikutnya (Sahupala,
dalam keadaan baik (daya kecambah tetap tinggi), melindungi biji dari serangan hama
dan jamur.
Untuk menghambat deteriorasi tersebut maka benih harus disimpan dengan
metode tertentu agar benih tidak mengalami kerusakan ataupun penurunan mutu.
PEG adalah salah satu senyawa yang mempunyai sifat dalam mengontrol imbibisi
dan hidrasi benih (Nemoto et al., l995). Bahan polyethylene glycol merupakan senyawa inert dengan rantai polimer panjang telah digunakan secara meluas untuk penelitian
(Steuter, l981). PEG yang berada di luar membran sel benih akan membentuk lapisan
tipis yang melindungi benih dan berfungsi sebagai penyangga kadar air benih dan keluar
masuknya oksigen (respirasi) (Rahardjo, 1986). Merujuk penelitian sebelumnya,
Charloq (2004) melaporkan bahwa pada penyimpanan dua variasi benih yang berbeda
dengan pemberian PEG, dimana semakin tinggi konsentrasi PEG yang diberikan maka
semakin lama benih mempertahankan daya kecambahnya. Sebaliknya semakin lama
benih disimpan maka semakin cepat daya kecambah berkurang. Setelah melewati
periode penyimpanan selama 14 hari, benih mampu berkecambah hingga 86,21 %.
Charloq (2011) melaporkan pada pengujian efikasi fungisida terhadap serangan jamur
saat penyimpanan benih rekalsitran karet didapatkan bahwa kombinasi PEG 6000 30%
dan fungisida 40 gr/1 kg benih dalam periode penyimpanan 2, 4, 8, 12 hingga 16 hari
sangat efektif menekan benih berkecambah sampai 10,67% dan pertumbuhan jamur
sampai 18%.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian lanjutan
Tujuan Penelitian
Untuk mendapatkan konsentrasi PEG 6000 yang tepat dalam meningkatkan daya
simpan benih karet (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) selama penyimpanan.
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh PEG 6000 dalam meningkatkan daya simpan benih
karet (Hevea brassiliensis, Muell-Arg.) dan mempertahankan sifat morfologi setelah periode penyimpanan.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas
TINJAUAN PUSTAKA
Benih Karet
Benih karet tergolong benih rekalsitran. Robert (1973 dalam Farrant et al, 1988) memperkenalkan istilah benih ortodox dan rekalsitran untuk meggambarkan
kondisi benih sebelum simpan. Benih ortodox rontok dari tanaman induknya pada
kondisi kadar air rendah karena mengalami pengeringan ketika proses pemasakan dan
secara umum dapat dikeringkan hingga kadar air 5% tanpa kerusakan. Karena sifat ini,
benih ortodox dapat disimpan dalam waktu yang lama. Sebaliknya benih rekalsitran
tidak mengalami pengeringan pada saat pemasakan dan mengalami rontok dari tanaman
induknya pada kondisi kadar air yang relatif tinggi. Akibatnya benih rekalsitran sangat
peka terhadap kerusakan karena desikasi dan tidak dapat disimpan di bawah
kondisi-kondisi yang cocok untuk benih ortodox. (King dan Roberts, 1980; Farrant et al, 1988).
Benih rekalsitran memiliki sifat antara lain, biji yang tidak pernah kering di
pohon, tetapi akan merekah dan jatuh dari pohon setelah tecapai masak fisiologis
dengan kadar air sekitar 35%; biji tidak tahan kekeringan dan tidak mempunyai masa
dormansi, dan biji akan mati bila kadar air sampai di bawah nilai titik kritis yaitu
12%-20%; viabilitas atau daya tumbuh biji cepat menurun walaupun dipertahankan dalam
kondisi lembap, dan daya simpannya umumnya singkat; biji tidak dapat dikeringkan
karena akan mengalami kerusakan, sehingga tidak dapat disimpan pada kondisi
lingkungan kering; dalam proses konservasi, biji dipertahankan dalam keadaan lembap
(kadar air 32-35%); biji dengan kadar air 32-35%, jika disimpan pada suhu di bawah
0oC akan mengalami pembekuan sel; dan kisaran suhu penyimpanan biji karet yang
Hal yang penting dipahami dan di pedomani agar didalam penanganan biji karet,
viabilitas yang cukup tinggi dan dapat dipertahankan adalah pengumpulan biji, seleksi
biji, pengemasan biji untuk pengiriman dan penyimpanan biji (Siagian, 2006).
Saat ini biji yang dianjurkan sebagai benih untuk batang bawah berasal dari klon
GT 1, AVROS 2037, BPM 24, PB 260, dan RRIC100. Biji dari klon LCB 1320, PR
228, dan PR 300 masih boleh digunakan, namun sulit didapat akibat luas tanaman yang
makin berkuran (Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009). Tanaman karet
PB-260 merupakan klon penghasil lateks yang dianjurkan untuk dikembangkan di
Indonesia mulai tahun 1991. Karakteristik klon PB-260 adalah pertumbuhan lilit batang
pada saat tanaman belum menghasilkan dan telah menghasilkan sedang, tahan terhadap
penyakit daun utama (Corynespora, Colletotrichum, dan Oidium). Potensi produksi awal cukup tinggi dengan rata-rata produksi aktual 2.107 kg/ha/tahun selama 9 tahun
penyadapan dan tidak respon terhadap stimulan. Lateks berwarna kekuningan.
Pengembangan tanaman dapat dilakukan pada daerah beriklim sedang dan basah.
(Erlan, 2004).
Penyimpanan Benih Rekalsitran
Benih rekalsitran mempunyai kadar air tinggi, untuk itu dalam penyimpanan
kadar air benih perlu dipertahankan selama penyimpanan agar mutu benih tetap
terjaga (Sahupala, 2007).
Benih sebagai organisme hidup, penyimpangan-penyimpangannya sangat
ditentukan oleh kadar air benih, jenis benih, tingkat kematangannya serta temperatur
penyimpanan. Jadi dalam penyimpanannya (sebagai organisme hidup yang melakukan
respirasi), dimana respirasi ini menghasilkan panas dan air dalam benih maka makin
berlangsungnya perkecambahan, karena didukung oleh kelembaban lingkungan yang
besar/tinggi; Kelembaban lingkungan yang tinggi merupakan lingkungan yang cocok
bagi organisme perusak misalnya jamur, dengan demikian benih akan banyak
mengalami kerusakan (Kartasapoetra, 2003).
Menurut Harrington (1972), penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat
menimbulkan resiko benih terserang Jamur. Benih akan mengalami kemunduran
tergantung dari tingginya faktor-faktor kelembaban relatif udara dan suhu lingkungan
dimana benih disimpan (Purwanti, 2004).
Jamur di gudang merupakan salah satu penyebab kemunduran mutu benih
(deterioration). Benih akan mengalami perubahan warna dan menjadi tidak berkecambah, serta kemungkinan timbul zat beracun (toksik). Jamur gudang utama
adalah beberapa spesies dari genus Asperigillus dan Penicillium. (Sukarman dan Maharani, 2003)
Benih/biji-bijian yang disimpan di gudang, bila penyimpanannya tidak baik akan
dapat dirusak oleh jamur gudang (storage fungi) seperti Aspergillus, Penicillium, Mucor, dan Rhizopus dalam berbagai bentuk seperti :
1. Turunnya persentase kecambah benih
2. Perubahan warna
3. Peningkatan suhu, sehingga benih menjadi rusak
4. Perubahan senyawa biokimia benih
5. Dapat terbentuknya racun (toxin), dan
6. Penurunan berat benih/biji.
Respirasi dapat terjadi pada saat penyimpanan benih bila ada enzim-enzim, baik
yang memiliki fungsi sangat khusus maupun memiliki fungsi umum. Semakin lama
proses respirasi terjadi, semakin banyak pula cadangan makanan benih yang digunakan
(Justice dan Bass 1994). Enzim amilase pada benih akan merombak pati menjadi
glukosa, enzim lipase merombak lemak dan gliserol, sedangkan enzim protease
merombak protein menjadi asam amino. Senyawa-senyawa sederhana ini akan
ditransport ke embrio untuk pertumbuhan (Gardner, et al., 1991).
Hasil respirasi dalam penyimpanan benih berupa panas dan uap air. Panas yang
timbul sebagai hamburan energi dalam benih yang seharusnya disimpan selama
penyimpanan, secara langsung dapat menyebabkan viabilitas dan vigor benih menurun
(Purwanti, 2004). Benih yang mundur, kecepatan respirasinya meningkat yang
menyebabkan pengurangan cadangan makanan (Ependi, 2009).
Polyethylene Glycol (PEG)
Senyawa Polyethylene glycol (PEG) dengan rumus molekul (HO-CH2-(CH2-O-CH2)n-CH2-OH) merupakan senyawa polimer berantai panjang, tidak berubah (inert),
bukan ionik dan tidak beracun (Krizek, 1985).
PEG-6000 merupakan serbuk licin putih atau potongan putih kuning gading,
praktis tidak berbau dan tidak berasa. Polyethylene glycol H(O-CH2-CH2)nOH memiliki harga n 158 dan 204 dengan BM 7000 sampai 9000. Kelarutan PEG-6000
yaitu mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan dalam kloroform P, serta praktis
tidak larut dalam eter P. PEG 6000 mempunyai berat jenis 1.080 g/cm3, khasiatnya
Polietilena oksida atau sering disebut polietilena glikol (PEG) adalah nonionik, secara luas digunakan sebagai koloid penstabil dalam makanan, cat dan dalam formula
obat-obatan kosmetik (Golander, 1992 dalamRita, 2005).
Dibawah ini adalah struktur kimia PEG :
H H (Mexal dkk, 1975 dalam Rita, 2005)
PEG memiliki sifat mempertahankan potensi osmotik sel pada benih, molekul
PEG yang berada di luar membran sel benih akan membentuk lapisan tipis yang
melindungi benih dan berfungsi sebagai penyangga kadar air benih dan keluar
masuknya oksigen (respirasi) (Rahardjo, 1986).
Polyethylene glycol mempunyai beberapa keuntungan antara lain : secara fisiologi inert, tidak terhidrolisis, tidak mendukung pertumbuhan jamur, mempunyai
beberapa macam molekul (Sujono, 2003).
Penelitian tentang PEG telah dilakukan oleh Charloq (2004) yang menyatakan
bahwa peranan PEG dalam menekan absorbsi air ke dalam benih karet sangat besar,
pada perlakuan PEG 45% disertai lama penyimpanan hingga 16 hari mampu
menghasilkan perkecambahan karet sebesar 70 %. Perlakuan sampai konsentrasi 45%
dan 34.07% mampu mencegah berkecambah dan berjamurnya benih karet dalam
Perkecambahan Benih
Perkecambahan benih dimulai dengan penyerapan air oleh benih (imbibisi) dan
diakhiri dengan munculnya akar atau radikula (Bewley dan Black, 1985). Menurut
Copeland (1976) perkecambahan benih adalah mulai aktifnya pertumbuhan embrio yang
mengakibatkan pecahnya kulit benih dan munculnya tanaman muda.
Perkecambahan terjadi karena beberapa faktor yang terdiri faktor dalam dan luar,
faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih karet antara lain; tingkat
kemasakkan benih, ukuran benih, adanya dormansi, serta ada tidaknya zat penghambat
perkecambahan yang ada di dalm dan luar benih. Faktor luar yang mempengaruhi
perkecambahan adalah; adanya air, cahaya, dan oksigen, serta terdapatnya suhu yang
sesuai bagi perkecambahan dan medium yang tepat bagi perkecambahan benih (Sutopo,
2004).
Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari
perubahan-perubahan morfologi, fisiologis dan biokimia. Tahap pertama
perkecambahan benih dimulai dari proses penyerapan air oleh benih yang diikuti
melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan
kegiatan sel-sel dan enzim-enzim serta naiknya respirasi benih. Tahap selanjutnya
adalah terjadinya peruraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi
bentuk-bentuk melarut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh. Tahap ke empat merupakan
asimilasi dari bahan yang telah diuraikan tadi ke daerah meristematik untuk
menghasilkan energy bagi kegiatan pembentukkan komponen dan pertumbuhan sel yang
baru. Tahap kelima merupakan pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan,
pembesaran dan pembagian sel pada titik tumbuh (Utomo, 2006).
Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak
mempunyai viabilitas tinggi. Bahkan pada beberapa jenis tanaman, benih yang demikian
tidak akan dapat berkecambah. Diduga pada tingkatan tersebut benih belum memiliki
cadangan makanan yang cukup dan juga pembentukan embrio belum sempurna (Sutopo,
2002)
Kesegaran benih karet harus tetap di pertahankan selama penyimpanan maupun
pengiriman ke tempat yang lainnya. Benih karet yang mendapat perlakuan
penyimpanan 0, 3, 7, 10, dan 14 hari masing- masing memiliki daya kecambah 85 %,
63%, 35%, 30%, dan 0 %. (Berita P4TM, 1985, dalam Balai Penelitian Sembawa,
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas
permukaan laut, mulai bulan Januari 2012 hingga bulan Maret 2012.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Benih Karet klon PB 260,
Polyethylene Glycol-6000 sebagai pelapis endosperm benih dalam penyimpanan, fungisida dengan bahan aktif phyraclostrobin dan metiram, aquades untuk pelarut, alkohol 96% untuk sterilisasi, pasir steril , kapas, label, air dan bahan-bahan lain yang
mendukung penelitian ini.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah , kayu pemecah biji kotak
kardus sebagai tempat penyimpanan, plastik bening ukuran 25 x 40 cm sebagai wadah
pembungkus benih, bak kecambah , handsprayer, gelas ukur untuk mengukur volume,
timbangan analitik , thermohygrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban ruangan,
kertas plano untuk mengeringkan benih, pinset, keranjang tiris, ember, gembor kecil dan
alat-alat lain yang mendukung pelaksanaan penelitian.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Non-Faktorial, dengan 4 taraf perlakuan konsentrasi Polyethylene Glycol 6000 (PEG 6000):
P0 = Konsentrasi PEG 0% w/v
P2 = Konsentrasi PEG 30% w/v
P3 = Konsentrasi PEG 45% w/v
Jumlah ulangan : 4 ulangan
Jumlah benih tiap unit percobaan : 260 benih
Jumlah unit percobaan : 4 x 4 = 16 unit
Total benih dalam penyimpanan : 4 x 4 x 260 = 4160 benih
Sehingga di dapatkan unit percobaan sebagai berikut:
P0 I P1 I P2 I P3 I
P0 II P1 II P2 II P3 II
P0 III P1 III P2 III P3 III
P0 IV P1 IV P2 IV P3 IV
Hasil penelitian dianalisis menggunakan sidik ragam dengan model linier
Rancangan Acak Lengkap (Gomez dan Gomez, 1995) :
Y
ij= µ + τ
i+
ε
ijY
ij = Hasil pengamatan perlakuan polyethylene glycol ke-i, ulangan ke-jµ
= Rataan umum.τ
i = Pengaruh polyethylene glycol ke-iε
ij = Pengaruh galat perlakuan polyethylene glycol ke-I dan ulangan ke-jData hasil penelitian yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji beda rataan
berdasarkan uji jarak berganda duncan (DMRT) pada taraf 5% dan 1% (Steel dan
Parameter yang Diukur Kajian Morfologi
Persentase benih berjamur di penyimpanan (%)
Dilakukan dengan menghitung persentase benih berjamur dalam penyimpanan ,
dengan rumus :
Benih Berjamur
Benih Berjamur = x 100% Jumlah Benih Disimpan
Persentase benih berkecambah di penyimpanan (%)
Dilakukan dengan menghitung persentase benih berkecambah dalam
penyimpanan, dengan rumus :
Benih Berkecambah
Benih Berkecambah = x 100% Jumlah Benih Disimpan
Daya kecambah benih setelah penyimpanan pada 21 HST (%)
Dilakukan dengan menghitung persentase benih berkecambah dalam
pengecambahan 21 hari setelah persemaian benih, dihitung berdasarkan persentase
jumlah kecambah normal pada pengamatan, dihitung dengan rumus : (Sadjad, 1993)
Benih Berkecambah
Daya Kecambah Benih = x 100% Jumlah Benih Dikecambahkan
Pelaksanaan Penelitian 1. Penyediaan Benih
Benih diperoleh dari Balai Penelitian Sungai Putih, Galang, Deli Serdang. Benih
yang digunakan adalah klon PB 260, yang memiliki cangkang yang mengkilat dan tidak
2. Pencucian Benih
Benih kemudian dicuci menggunakan air bersih untuk menghilangkan kotoran
yang melekat pada benih. Benih dicuci berkali-kali hingga pada bilasan terakhir tidak
ada lagi kotoran pada air, selanjutnya benih ditiriskan.
3. Pemecahan Cangkang
Pemecahan cangkang dilakukan untuk melihat kondisi endosperm yang yang
sehat , padat dan berwarna putih. Pemecahan cangkang dilakukan dengan hati-hati
dengan menggunakan pemecah cangkang.
4. Sortasi Benih
Sortasi benih bertujuan untuk menjaga mutu benih agar benih yang digunakan
sesuai dengan kriteria. Benih yang busuk, lembek , berwarna kuning kecoklatan atau
coklat, dan mengkriput di sisihkan. Sortasi dilakukan hingga 4 kali oleh orang yang
berbeda.
6. Pembuatan Larutan
Larutan yang dibuat terdiri dari 4 taraf yaitu, P0 = tanpa PEG , P1 = 150 gram
PEG , P2 = 300 gram PEG , P3 = 450 gram PEG, masing- masing dilarutkan dalam
satu liter aquades kemudian ditambahkan fungisida dengan bahan aktif phyraclostrobin dan metiram (Cabrio Top 60 WP) dengan dosis dasar 40gr/kg benih pada masing – masing taraf pada wadah yang berbeda.
7. Perendaman Benih dalam Larutan
Perendaman benih dilakukan selama ± 10 menit di dalam ember yang berisi
larutan sesuai dengan perlakuan, seluruh benih harus terendam di dalam larutan. Setelah
8. Pengeringan Benih
Pengeringan benih dilakukan dengan cara meletakkan benih diatas kertas plano
± 6 jam.
9. Pengemasan Benih
Pengemasan dilakukan dengan plastik transparan ukuran 40 x 25 cm. Kemasan
plastik sebelumnya telah dilubangi dengan jarak yang sama untuk memberikan aerase
pada benih, selanjutnya benih dimasukkan ke dalam kotak dengan ukuran 35 x 25 x 20
cm, yang telah diberikan lubang dengan jarak yang sama.
10. Penyimpanan Benih
Penyimpanan benih dilakukan selama 16 hari, dan setelah 16 hari penyimpanan
diamati perubahan yang terjadi pada benih antara lain benih berjamur dan benih yang
berkecambah.
11. Pengecambahan Benih
Benih kemudian dikecambahkan di dalam bak kecambah yang telah berisi pasir
steril. Pengecambahan dilakukan selama 21 hari dan diamati perubahan morfologi yang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kajian morfologiPersentase benih berjamur di penyimpanan (%)
Data sidik ragam benih berjamur di penyimpanan disajikan pada Tabel
Lampiran 2. Dari hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan PEG 6000
berpengaruh tidak nyata terhadap benih berjamur di penyimpanan. Rataan persentase
benih berjamur pada penyimpanan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan persentase benih berjamur pada penyimpanan (%)
PEG (%w/v) Ulangan Rataan
I II III IV
P0 = 0% 14,67 25,33 16,00 9,33 16,33
P1 = 15% 20,00 25,33 20,00 40,00 26,33
P2 = 30% 24,00 21,33 26,67 6,67 19,67
P3 = 45% 32,00 33,33 18,67 16,00 25,00
Rataan 22,67 26,33 20,33 18,00 21,83
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa rataan benih berjamur di penyimpanan
relatif tinggi pada perlakuan P1, yaitu 26,33% yang berbeda tidak nyata dengan P0
(16,33%), P2 (19,67%), dan P3 (25,00%).
Hubungan antara persentase benih berjamur di penyimpanan dengan konsentrasi
Gambar 1. Pengaruh PEG terhadap benih berjamur di penyimpanan (% )
Berdasarkan Tabel dan Gambar 1 dapat dilihat bahwa serangan jamur pada
seluruh perlakuan benih selama penyimpanan kurang dari 30%, hasil ini tercapai
berkat peran dari fungisida yang mengandung bahan phyraclostrobin yang bekerja dengan menghambat respirasi pada mitokondria, dengan menghalangi transfer elektron
dalam rantai pernafasan sehingga menghambat pertumbuhan jamur pada benih yang
disimpan (APVMA, 2013). Perlakuan pelapisan larutan PEG secara tidak langsung
menekan serangan jamur melalui kinerja PEG yang dapat menekan laju respirasi benih
saat penyimpanan, dan penambahan fungisida pada saat sebelum penyimpanan, hal ini
juga sesuai dengan penelitian Charloq (2011) pada pengujian efikasi fungisida terhadap
serangan jamur saat penyimpanan benih rekalsitran karet didapatkan bahwa kombinasi
PEG 6000 30% dan fungisida 40 gr/1 kg benih dalam periode penyimpanan 2, 4, 8, 12
hingga 16 hari sangat efektif menekan pertumbuhan jamur sampai 18%, dan juga
laporan Rahni (2007) pada penyimpanan 3 bulan, perlakuan fungisida + PEG-6000 35%
memperlihatkan kemampuan menekan pertumbuhan jamur simpan terbaik yaitu 40%,
dan juga pernyataan Rahardjo (1986) bahwa molekul PEG dapat berfungsi sebagai
dapat membatasi respirasi pada benih. Dalam penelitian ini manfaat dari pemecahan
cangkang benih berperan penting, karena seleksi benih semakin ketat dimana sortasi
benih terpilih dengan kriteria endosperm berwarna putih, padat, tidak ada cacat, tidak
berlendir dan tidak busuk sehingga dapat menekan serangan jamur selama
penyimpanan.
Masih timbulnya serangan jamur pada benih-benih rekalsitran sampai saat ini
belum berhasil ditekan hingga 0 %, hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Misrun
(2010), yang melaporkan bahwa pada penyimpanan 16 hari serangan jamur pada benih
yang telah mendapat perlakuan fungisida, mencapai 24,70% dalam wadah simpan
plastik berlubang. Ada dua dugaan timbulnya serangan jamur pada penelitian ini, yaitu
benih karet sebagai benih rekalsitran memiliki kadar air yang sangat tinggi (35% -
48%), akan mendorong laju respirasi benih menjadi sangat tinggi yang membuat kondisi
penyimpanan menjadi lembab, kondisi yang lembab terjadi akibat panas dan uap air
yang ditimbulkan dari respirasi benih yang tinggi (Purwanti, 2004), hal ini akan memicu
serangan jamur pada benih, sementara dugaan lain timbulnya serangan jamur adalah
pada saat pengeringan benih setelah perlakuan PEG benih belum kering total, sehingga
ketika akan disimpan kondisi benih tersebut lebih lembab dibanding dengan benih
tanpa mendapat perlakuan PEG (P0), hal ini memicu serangan jamur, sejalan pula
dengan pernyataan Kartasapoetra (2003) yang menyatakan bahwa pada saat
penyimpanan, benih melakukan kegiatan respirasi yang menghasilkan panas dan uap
air dalam benih, sehingga menyebabkan kelembaban lingkungan menjadi tinggi.
Kelembaban lingkungan yang tinggi merupakan lingkungan yang ideal bagi organisme
menimbulkan resiko benih terserang jamur. Pemberian fungisida dapat menekan
serangan jamur di penyimpanan, menurut Budiarti dan Yulmiarti (1997), serangan
jamur merusak benih secara langsung maupun tidak langsung yaitu dengan merusak
dinding sel benih maupun melalui toksin yang dihasilkannya.
Dari hasil pemeriksaan di laboratorium menunjukkan bahwa, jenis jamur yang
menyerang benih di penyimpanan antara lain; aspergillus spp., penicillium spp., dan colletotrichum spp. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Sukarman dan Maharani (2003) yang menyatakan bahwa jamur gudang utama penyebab kemunduran mutu benih
(deterioration) adalah beberapa spesies dari genus aspergillus spp. dan penicillium spp. Sedangkan colletotrichum spp. diduga merupakan jamur lapangan yang terbawa/menyerang benih sebelum dipanen.
Persentase benih berkecambah di penyimpanan (%)
Data sidik ragam benih berkecambah di penyimpanan disajikan pada Tabel
Lampiran 5 . Dari hasil analisis sidik ragam setelah ditransformasi √y terlihat bahwa
perlakuan PEG 6000 berpengaruh sangat nyata terhadap benih berkecambah di
penyimpanan. Rataan persentase benih berkecambah pada penyimpanan serta hasil uji
beda rataan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan persentase benih berkecambah di penyimpanan (%)
PEG (%w/v) Ulangan Rataan
17,67
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa persentase benih berkecambah di
penyimpanan yang tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa PEG yaitu sebesar 17,67%
yang berbeda sangat nyata dengan perlakuan P1 (0,67%), P2 (0,33%), dan P3 (0,67%).
Hubungan antara persentase benih berkecambah di penyimpanan dengan
konsentrasi PEG dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Pengaruh PEG terhadap benih berkecambah di penyimpanan
Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa pemberian berbagai taraf konsentrasi PEG
menghasilkan benih berkecambah di penyimpanan yang mengikuti garis kuadratik
menurun kemudian menaik, titik optimum dicapai pada konsentrasi PEG 31,35%
dengan persentase benih berkecambah 0%. Benih karet pada umumnya tidak
mempunyai masa dormansi (Copeland & Mc Donald, 1995) sehingga dalam waktu
singkat akan tumbuh (berkecambah) dan/atau turun daya tumbuhnya apabila tidak
mendapat perlakuan tertentu. Hasil penelitian ini menunjukkan efektifitas PEG dalam
mengurangi benih berkecambah selama penyimpanan sampai 0,33% pada P2 dan
perlakuan PEG dimana tekanan osmosis diluar dan di dalam benih hampir sama
sehingga masuk dan keluarnya air melalui imbibisi dan difusi dapat ditekan , akhirnya
perkecambahan benih dapat berkurang pada saat benih dalam periode penyimpanan,
dalam hal ini menunjukkan bahwa perlakuan P2 (PEG 30%) merupakan konsentrasi
yang mendekati kondisi osmotikum benih. Hasil ini juga sesuai dengan Charloq (2011)
melaporkan pada penyimpanan benih rekalsitran karet didapatkan bahwa kombinasi
PEG 6000 30% dan fungisida 40 gr/1 kg benih dalam periode penyimpanan 2, 4, 8, 12
hingga 16 hari sangat efektif menekan benih berkecambah sampai 10,67%, Roberts
(1973) menambahkan bahwa masalah perkecambahan dapat diatasi dengan pemberian
PEG bagi beberapa species-species tanaman, Copeland and McDonald (1995) mengatakan bahwa PEG dapat menghambat perkecambahan benih melalui potensial
osmosis yang ditimbulkannya. Potensial osmosis tinggi dapat menghambat
perkecambahan benih (Bewley and Black, 1985).
Tingginya jumlah benih berkecambah di penyimpanan pada benih tanpa PEG
(P0) disebabkan karena tiadanya senyawa PEG, sehingga respirasi pada benih
berlangsung lebih cepat jika dibandingkan pada benih yang diberikan senyawa PEG.
Respirasi tinggi tersebut menyebabkan terjadinya perombakan cadangan makanan yang
ada didalam benih. Hal inilah yang menyebakan benih berkecambah di penyimpanan,
namun respirasi yang tinggi tersebut tidak diikuti oleh tingginya benih yang berjamur
dalam penyimpanan hal ini disebabkan adanya peran dari fungisida yang mencegah
timbulnya jamur.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan efektifitas dari PEG untuk
mempertahankan daya simpan benih dengan mengurangi benih berjamur dan
rekalsitran yang akan disimpan ataupun didistribusikan dalam waktu yang cukup lama.
PEG pada benih karet dapat menjadi alternatif bagi pengiriman jarak jauh pengganti dari
serbuk gergaji, karena keunggulan PEG selain memiliki nilai osmotikum yang menjaga
viabilitas benih tetap tinggi, PEG juga meningkatkan efesiensi benih dengan
pengurangan bobot dan volume dalam pengirimannya. Selain itu pemecahan cangkang
dengan tujuan untuk menyeleksi endosperm benih dapat menjadi jaminan bahwa benih
yang disalurkan dan digunakan merupakan benih yang dalam kondisi baik dan bebas
dari cacat.
Daya kecambah benih setelah penyimpanan pada 21 HST (%)
Data sidik ragam daya kecambah benih di penyimpanan disajikan pada Tabel
Lampiran 7 . Dari hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa perlakuan PEG 6000
berpengaruh tidak nyata terhadap daya kecambah benih. Rataan daya kecambah benih
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan daya kecambah benih setelah penyimpanan pada 21 HST (%)
PEG (%w/v) Ulangan Rataan
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa rataan daya kecambah benih setelah
penyimpanan relatif tinggi pada perlakuan P2 yaitu 99,67%, yang berbeda tidak nyata
dengan P0 (98,67%), P1 (97,33%) , dan P3 (98,67%).
98,67
ipenyimpanan pada 21 HST (%)
Berdasarkan Tabel dan Gambar 3 diatas menunjukkan indikasi tingginya
viabilitas benih yang ditunjukkan pada hasil penelitian ini melalui daya kecambah benih
setelah penyimpanan pada seluruh perlakuan konsentrasi PEG diperoleh diatas 97%,
hasil ini lebih baik bila dibandingkan dengan penyimpanan dengan serbuk gergaji
selama 15 hari pada suhu kamar maka daya kecambah benih akan turun hingga 40%
(Siagian, N. 2 Maret 2013, komunikasi pribadi), sedangkan laporan dari Berita P4TM
dalam Balit Sembawa (2009), menyatakan bahwa benih karet yang mendapatkan
perlakuan penyimpanan selama 0, 3, 7, 10, dan 14 hari masing-masing memiliki daya
kecambah 85%, 63%, 35%, 30% dan 0%. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan
Charloq (2004) melaporkan bahwa pada penyimpanan dua variasi benih yang berbeda
dengan pemberian PEG, dimana semakin tinggi konsentrasi PEG yang diberikan maka
semakin lama benih mempertahankan daya kecambahnya. Sebaliknya semakin lama
benih disimpan maka semakin cepat daya kecambah berkurang. Setelah melewati
Dalam hal ini kinerja PEG dapat mengatur imibibisi air dan proses difusi pada benih
selama dalam penyimpanan hingga mendekati kondisi osmotikum benih, hal ini
didukung dengan pernyataan Rahardjo (1986) bahwa PEG memiliki sifat
mempertahankan potensi osmotikum sel yang dapat digunakan untuk membatasi O2
pada medium perkecambahan atau penyimpanan. Hal ini sangat baik untuk mengurangi
proses metabolisme benih, sehingga cadangan makanan pada endosperm benih tidak
terkuras, dan pada saat fase perkecambahan benih dapat menghasilkan daya kecambah
yang sangat tinggi, cadangan makanan yang ada di dalam endosperm benih sangat
penting dipertahankan pada periode penyimpanan agar tidak terjadi kemunduran
(deterioration) pada benih. Hasil penelitian Samjaya et al. (2010) menyatakan bahwa penurunan mutu benih berkorelasi positif dengan lamanya benih karet disimpan karena
adanya proses respirasi yang mengakibatkan hampir semua cadangan makanan termasuk
protein, lemak, dan karbohidrat berkurang selama benih disimpan. Pemberian PEG
dapat menghindari deteriorasi pada benih.
Selain dari peranan PEG dan fungisida adanya seleksi terhadap benih yang di
lakukan pada saat pemecahan cangkang mendukung daya kecambah yang tetap tinggi
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. PEG 6000 sangat nyata menekan benih berkecambah dipenyimpanan sampai
0,33% dan dapat menekan benih berjamur hingga 19,67% pada konsentrasi 30%.
2. PEG 6000 berbeda tidak nyata atau mampu mempertahankan daya kecambah benih
diatas 97%
3. PEG 6000 30% merupakan konsentrasi terbaik dalam meningkatkan daya simpan
benih karet dan mempertahankan sifat morfologi setelah periode penyimpanan.
Saran
Penelitian selanjutnya perlu sinergi dengan para ahli mesin menemukan /
mengimprovisasi / merekayasa mesin pemecah cangkang benih karet yang presisi untuk
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairil.2006. Perkembangan Pasar Dan Prospek Agribisnis Karet Di Indonesia Lokakarya Budidaya Tanaman Karet, pada tanggal 4-6 September 2006 Medan, diselenggarakan oleh Balai Penelitian Sungei Putih,Pusat Penelitian Karet.Galang.
APVMA. 2013.Journal Australian Pesticides & Veterinary Medicines Authority. APVMA. Australia.
Balai Penelitian Sembawa. 2009. Pengolahaan Bahan Tanam Karet. Pusat Penelitian Karet. Palembang.
Bewley, J.D. andM. Black. 1985. Seeds Physiology of Development and Germination.
Plennum Press. New York and London. 367 p.
Budiarti, Tati dan Yulmiarti. 1997. Pengaruh Dosis Fungisida Dan Periode Penyimpanan Terhadap Viablitas Benih Kakao. Bul. Agron. 25(3) 7-14 (1997). IPB. Bogor.
Charloq, 2004. Upaya Peningkatan Ketahanan Simpan Dua Variasi Benih Karet (Hevea
Brasiliensis, Muell - Arg) Dikupas Melalui Pemberian Polyethylene Glycol.
Thesis Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.
, 2011.Test Efficacy of Fungicide Against Fungi on Seed Storage Ruber (Hevea
Brasiliensis, Muell - Arg) Shelled. Prosiding. Seminar Ilmiah Dies Natalis USU
ke-59 (SI-Dies 2011). Medan.
Copeland , L.O. 1976. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publishing Company. Minnesota. 369 p.
Copeland , L.O. and M.B. McDonald. 1995. Principles of Seed Science and Technology. Chapman and Hall Press. New York. 409 p.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2005. Road Map Komoditas Karet. Direktorat Jenderal
Perkebunan, Jakarta. hlm. 14.
Ependi,I. 2009. Kemunduran Benih. UGM. Yogyakarta.
Erlan. 2004. Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Klon
PB 260 di polybag akibat perlakuan media dan lama penyimpanan. Jurnal Akta Agrosia Vol.7 No.2. sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Sriwigama. Palembang. Hlm 52-56.
Gardner, F. W; P. Pearce and Mitchen. 1991. Fisiologi Pertumbuhan Dan Perkembangan Tanaman. UI Press. Jakarta. (Alih bahasa: Herawati).
Hardegree, S.P. and W.E. Emmerich. 1992. Seed germination response of four southwestern range grasses to equilibrium at subgermination matric-potential. Agron. J. 84:994-998.
Harrington, J.F. 1972. Seed storage and longevity. In: T.T. Kozlowski (Ed.).Seed biology Vol. III. Academic Press. New York.
Http://www.bumn.go.id/ptpn5/id/galeri/ peremajaan- dan- perluasan-perkebunan-karet- dalam- tuntutan- peremajaan -perkebunan-karet-rakyat/.
Justice,O.L. and L.V. Bass. 1994. Prinsip Praktek Penyimpanan Benih. Terjemahan: Rennic. Rajawali Press. Jakarta.
Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi Benih. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Karyudi, R. Azwar, Sumannadji, Istianto, I. Suhendry, M. Supriadi, C. Nancy, Sugiharto, Sudiharto, dan U. Junaidi. 2001. Analisis biaya produksi dan strategi peningkatan daya saing perkebunan karet nasional. Warta Pusat PenelitianKaret20(1):1-24.
King, M.A. and E.H. Robert. 1979. Storage of Recalcitrane Seed Achievments and Possible Approaches. IPGRI Secretariat. Rome.
Kompas. 2006. Kinerja Ekspor Karet Capai Rekor. Kompas. [Rabu, 02 Agustus 2006].
Krizek, D.T. 1985. Methods of Inducing Water Stress in Plants. Hort. Sci 0 (6) : 1028-1038.
Mardinus. 2003. Patologi Benih dan Jamur Gudang. Andalas University Press. Padang.
Misrun, Srinidiyanti. 2010. Daya Simpan Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Dengan
Pemberian Polyethylene Glycol (PEG) Pada Berbagai Wadah Simpan. Skripsi. Fakultas Pertanian USU. Medan.
Purwanti, S. 2004. Kajian Ruang Simpan Terhadap Kualitas Benih
Kedelai Hitam dan Kedelai Kuning. UGM. Yogyakarta.
Rahardjo, P. 1986. Penggunaan PEG sebagai Medium Penyimpanan Benih Kakao. Pelita Perkebunan. 2 (3): 103-108.
Rahni, Nini Mila dan Satya Agustina L 2007 . Penggunaan Polyethylene Glycol-6000
Dan Fungsida Delsene MX-200 Pada Penyimpanan Benih Kakao (Theobroma
Rita, F. 2005. Perkecambahan Dan Anatomi Akar Beberapa Varietas Kedelai Berdaya Hasil Tinggi Terhadap Cekaman Kekeringan Dengan Menggunakan PEG 6000. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang. Hal: 15-16.
Roberts, E.H. 1973. Predicting the Storage life of Seeds. Seed Science and Technology. 1:499-514.Kuala Lumpur.
Roberts, E.H. and M.W. King. 1980. The characteristics of recalcitrant seeds. In H.F.
Chin and E.H. Roberts (Eds). Recalcitrant Crop Seeds p. 1-5. Tropical Press SDN BHD. Kuala Lumpur.
Sahupala, A. 2007. Teknologi Benih.Pelatihan Penanaman Hutan di Maluku & Maluku
Utara – Ambon, 12 – 13 Desember 2007.
Samjaya, Z.R., Z.R. Djafar, Z.P. Negara, M. Hasmeda, dan H. Suryaningtiyas. 2010. Respirasi dan penurunan mutu benih karet selama penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Bidang Pertanian “Pertanian Terintegrasi untuk Mencapai Millenium Development Goals (MDGs)”. Volume I Bidang Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian Universitas Sriwiaya. Palembang. Hal 421 – 434.
Siagian, Nurhawaty. 2006. Pembibitan Dan Pengadaan Bahan Tanam Karet Unggul. Balai Penelitian Sungei Putih . Galang.
Siagian, Nurhawaty. Staf Peneliti Lembaga Penelitian Sungei Putih. Galang, Deli Serdang. Komunikasi Pribadi. [2 Maret 2013].
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie, 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Penerjemah B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Steuter, A.A. 1981. Water potential of aqueous polyethylene glycol. Plant Physiol. 67:64-67.
Umar, T; Riske, A.;Hendra ; Novel ; Meli ;Danang ; Istia Tri. 2009. Tugas Teknologi Sediaan Aseptis Infus Glukosa Natrium Klorida. Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Utomo, Budi. 2006. Karya Ilmiah: Ekologi Benih. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian USU. Medan.
Warta Perkaretan . 2008. Penyiapan Benih Karet Klon Unggul dan Pengembangan Kelembagaan Untuk Mendukung Revitalisasi Perkebunan Karet. Volume 27 No.1. Pusat Penelitian Karet.