LAPORAN TUGAS AKHIR
PROSEDUR PELAKSANAAN PENAGIHAN AKTIF
TERHADAP WAJIB PAJAK DALAM PENCAPAIAN PELUNASAN TUNGGAKAN PAJAK DI KANTOR PELAYANAN
PAJAK (KPP) PRATAMA MEDAN TIMUR O
L E H
NAMA : YOHANNES SIMANJUNTAK NIM : 102600122
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, Tuhan dan Juru Selamat pribadiku,
yang dengan kasih karuniaNya dan pertolonganNya penulis dapat menyelesaikan
Laporan Praktik Kerja Lapangan ini. Laporan Praktik Kerja Lapangan yang berjudul
“PROSEDUR PELAKSANAAN PENAGIHAN AKTIF TERHADAP WAJIB PAJAK DALAM PENCAPAIAN PELUNASAN TUNGGAKAN PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA MEDAN TIMUR “ ini disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat menyelesaikan studi di Program
Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara tahun 2012/2013.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih terdapat kekurangan-kekurangan baik dalam hal penyajian
materi maupun bahasa penyampaiannya. Oleh karena itu, dengan segala hormat dan
setulus hati serta kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Program Studi Diploma
III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
3. Ibu Arlina, SH selaku Sekretaris Jurusan Diploma III Administrasi Perpajakan
4. Bapak Patar M.N.P Hutabarat, S.ST selaku Dosen Pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan menyumbangkan pikiran kepada
penulis kearah yang lebih sempurna sehingga selesainya laporan tugas akhir ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf dan pegawai Fakultas Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu,
mendidik, membimbing penulis selama perkuliahan.
6. Kepada Tax Centre Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara yang
telah menyediakan tempat buat kami beristirahat, mengumpulkan tenaga
sebelum melakukan aktivitas kembali, terutama buat bang Firman Logos
Tarigan dan Bang Izal yang telah banyak membantu dalam proses administrasi.
7. KPP Pratama Medan Timur yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk mengadakan riset pada Dinas Pendapatan Kota Medan.
8. Bang Anggiat Simanjuntak sebagai supervisor yang telah membimbing dan
mengarahkan dalam proses pencairan data dalam tugas akhir penulis.
9. Teristimewa buat Bapak, Mama, kakak, Abang dan adikku dan keluargaku
yang lainnya atas dukungan dan doanya yang tak ada hentinya buatku.
Terimakasih juga telah memberikan yang terbaik buatku. Kalian semua adalah
kekuataan buatku dan anugerah terindah yang Tuhan berikan padaku.
10. Buat isan, dira, doni, dan tim music GMI Manna Helvetia terimakasih atas
semua hal yang telah kita lewati, suka maupun duka. Terimakasih atas Doa dan
Kerjasamanya kawan kawan. Aku sayang kalian. Kalian Luar Biasa..
sering buat silap sih. Kepada Irma Siregar, Putra Kurniawan Terimakasih
banyak telah membantu dalam pengambilan data TA ku. Makasi semua
12. Buat seseorang yang selalu setia membantu, mengigatkan dan memberikan
dukugan penuh Nova Veronica Rajagukguk
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuan
dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung yang membantu
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca. Akhirnya, penulis berharap agar laporan yang telah penulis susun dapat
memberikan sumbangan pikiran dan menambah bahan referensi yang bermanfaat
bagi semua pihak yang membacanya.
Medan, 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN ... 1
B. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... 1
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... 5
C. Uraian Teoritis ... 8
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... 10
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... 10
F. Metode Pengumpulan Data ... 12
G. Sistematika Penulisan Laporan PKLM ... 13
BAB II STRUKTUR ORGANISASI DAN FUNGSI ... 14
A. Sejarah Singkat KPP Pratama Medan Timur ... 15
B. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Timur ... 18
C. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi KPP Pratama Medan Timur ... 19
D. Gambaran Umum Pegawai Di KPP Pratama Medan Timur ... 27
BAB III GAMBARAN DATA PENAGIHAN PAJAK AKTIF ... 28
A. Pengertian Pajak ... .29
D. Dasar Hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa ... 38
E. Tata Cara Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa ... 38
G. Penagihan Seketika Sekaligus ... 40
H. Penyitaan ... 42
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI ... 52
A. Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa...52
B. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak ... 67
C. Cara Penyelesaian Masalah Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa ... 70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73
A. KESIMPULAN ... 73
B. SARAN ... 74
DAFTAR TABEL
Tabel II. 1 Jumlah Pegawai KPP Medan Timur ... 27
Tabel II. 2 Jumlah Wajib Pajak KPP Medan Timur Tahun 2011 DAN 2012 ... 54
Tabel III. 1 Jumlah Penerbitan Surat Teguran Tahun 2011 dan 2012 ... 55
Tabel IV. 1 Jumlah Penerbitan Surat Paksa Tahun 2011 dan 2012 ... 56
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Praktik kerja lapangan mandiri (PKLM) adalah sesuatu kegiatan yang
dilakukan mahasiswa secara mandiri yang bertujuan memberikan pengalaman
praktis di lapangan yang secara langsung berhubungan dengan teori-teori keahlian
yang diterima dari para dosen Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
guna mengetahui secara langsung fungsi dan tugas dalam pekerjaan sebenarnya.
Pada dasarnya, Negara adalah sebuah rumah tangga yang besar dan
memerlukan biaya yang besar pula dalam menjalankan fungsi kenegaraannya.
Sebagai Negara yang berkembang Negara Kesatuan Republik Indonesia, kini tengah
mengoptimalisasi pembangunan di segala bidang, yaitu pembangunan bidang
ekonomi, sosial budaya, hukum, pertahanan, dan lain sebagainya. Pembangunan
tersebut bertujuan untuk mencapai cita-cita bangsa yang bercantum dalam
pembukuan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan
untuk mensejahterakan rakyatnya secara adil dan makmur.
Dan dalam merealisasikan tujuan tersebut, perlu diingat bahwa pembiayaan
yang tidak kecil dan kemandirian Negara sangat dibutuhkan pada kondisi ini. Salah
satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa, yaitu dengan menggali
sumber dana yang berasal dari dalam negeri yaitu berupa pajak, yang memiliki fungsi
Pada paraktiknya, kesadaran akan kewajiban untuk membayar pajak tersebut
dari wajib pajak sangatlah kurang. Tetapi, karena berlandaskan atas Undang- Undang,
penagihan pajak tersebut dapat dipaksakan penagihannya bagi wajib pajak yang tidak
mempunyai kesadaran akan kewajibannya. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan surat paksa.
Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara perlu terus ditingakatkan
sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri
berdasarkan prinsip kemandirian. Penigkatan kesadaran masyarakat di bidang
perpajakan harus ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran aktif
masyarakat serta pemahaman akan hak dan kewajiban dalam melaksanakan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Peran serta masyarakat wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran
pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan. Namun, dalam
kenyataannya masih dijumpai adanya utang wajib pajak akibat tidak mau membayar
dan tidak memenuhi peraturan perpajakan. Perkembangan jumlah tunggakan pajak
dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah yang semakin besar. Peningkatan jumlah
tunggakan pajak ini masih belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencariannya,
namun demikian secara umum penerimaan di bidang pajak semakin meningkat.
(Harian Medan Bisnis)
Terhadap tunggakan pajak dimaksud perlu dilaksanakan tindakan penagihan
pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Kepatuhan Wajib Pajak
pajak. Dengan demikian pengakajian terhadap faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak sangat perlu mendapatkan perhatian.
Saat ini Negara Republik Indonesia menggunakan sistem self assesment
System dimana Negara memberikan kewenangan terhadap wajib pajaknya untuk
menghitung, menyotor dan melaporkan pajaknya sendiri kepada Negara yang berlaku
sekarang ini maka penagihan pajak yang dilaksanakan secara konsisten dan
berkesinambungan merupakan wujud law enforcement untuk meningkatkan
kepatuhan yang menimbulkan aspek psikologis baagi Wajib Pajak.
Tindakan penagihan pajak yang selama ini dilaksanakan adalah berdasarkan
pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa sebagaimana telah diubah terkhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2000.
Dengan demikian, penagihan pajak yang bersifat memaksa ini dilakukan
apabila Wajib Pajak atau penanggung pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar
pajak dalam waktu sebagaimana telah ditentukan dalam pemberitahuan surat
ketetapan pajak (skp) dilakukan teguran, maka penagihan selanjutnya dilakukan oleh
juru sita dengan surat sita dengan pernyataan dan penyerahan secara resmi kepada
penanggung pajak. Penagihan pajak dengan surat paksa ini dilakukan oleh juru sita
pajak pusat maupun pajak daerah. Jadi, surat paksa dalam penagihan tunggakan
pajak ini memiliki peran yang sangat penting yang bisa menentukan berhasil atau
tidaknya proses penagihan tunggakan pajak tersebut. Penagihan pajak dengan surat
Dengan Undang-Undang Penagihan Pajak yang demikian itu diharapkan
dapat memberikan penekanan yang lebih pada keseimbangan antara kepentingan
masyarakat Wajib Pajak dan Kepentingan Negara. Keseimbangan kepentingan
dimaksud berupa pelaksanaan hak dan kewajiban oleh kedua belah pihak yang tidak
berat sebelah atau tidak memihak, adil, serasi, dan selaras dalam wujud tata aturan
yang jelas dan sederhana serta memberikan kepastian hukum.
Sebagai salah satu syarat dalam penyusunan tugas akhir untuk memenuhi
syarat dalam penyelesaian studi pada Program Studi Diploma III Administrasi
Perpajakan, Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah suatu metode untuk
mempraktikkan teori yang selama ini diperoleh di bangku perkuliahan pada kondisi di
lapangan yang sebenarnya.
Diharapkan PKLM ini dapat memberikan pengetahuan yang praktis mengenai
lingkungan kerja besarta aspek-aspek perpajakan yang terdapat di dalamnya.
Dari uraian di atas, maka penulis ingin mencoba menulis laporan tugas akhir
B. Tujuan Dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri 1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
1.1 Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan penagihan pajak dengan surat
paksa pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur
1.2 Untuk mengetahui faktor penghambat dalam tata cara pelaksanaan
penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Timur
1.3 Untuk mengetahui dan mencari penyelesaian masalah dalam tata cara
pelaksanaan penagihan dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Timur
2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini ternyata sangat bermanfaat bagi semua pihak diantaranya adalah :
2.1 Bagi Mahasiswa
a. Menambah pengetahuan penulis mengenai tata cara pelaksanaan
penagihan utang pajak dengan menggunakan surat paksa.
b. Menarapkan toeri-teori dan ilmu yang telah diterima selama bangku
perkuliahan berlangsung.
c. Meningkatkan keahlian berkomunikasi dan sarana peningkatan rasa
d. Menciptakan serta menumbuhkankembangkan rasa tanggung jawab
profesionalnalisme serta kedisiplinan yang nantinya hal tersebut sangat
dibutuhkan ketika memasuki lingkungan kerja yang sesungguhnya
2.2 Bagi Kantor Pelayanan Pratama Medan Timur
a. Meningkatkan hubungan baik dengan Universitas Sumatera Utara
b. Membantu pihak Kantor Pelayanan Pajak dalam hal sosialisasi
perpajakan kepada masyarakat Wajib Pajak melalui peserta Praktik
Kerja Lapangan Mandiri yang akhirnya akan mengabdikan ilmu
perpajakan kepada masyarakat.
c. Mendapat masukan berupa ide-ide baru, saran dan gagasan bagi
Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur menyangkut penanganan
masalah perpajakan.
d. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai administrasi
perpajakan.
2.3Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
a. Mendapatkan masukan berupa ide, saran dan gagasan untuk evaluasi
kurikulum Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan bagi
penyempurnaan revisi kurikulum.
b. Menghasilkan sumber daya manusia yang lebih profesional dan
bertanggung jawab dalam menjalankan tugas-tugas yang akan dijalani
c. Mempromosikan Universitas Sumatera Utara sebagai penghasil
Sumber daya manusia yang berkualitas dan layak saing di dunia kerja.
d. Memberikan uji nyata atas disiplin ilmu yang diperoleh mahasiswa
selama masa perkuliahan kedalam dunia kerja khususnya di bidang
perpajakan.
C. Uraian Teoritis Data Praktik Kerja Lapangan
Sebelum membahas mengenai tata cara yang digunakan mencari data yang
berpotensi perpajakan, maka dalam sub ini akan dikemukakan terlebih dahulu
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan judul tersebut diatas.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, tata cara adalah tahap kegiatan untuk
menyelesaikan suatu aktivitas, metode langkah demi langkah secara pasti dalam
memecahkan suatu masalah.
Berikut ini adalah beberapa teori dasar yang berhubungan dengan judul yang
dipilih oleh penulis:
1. Pengertian Pajak
Menurut Dr.soerparman Soehamidjaja, pajak dalah iuran wajib, berupa uang
atau barang, yaitu dipungut oleh pengusaha berdasarkan norma-norma hukum, guna
menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum. Pengertian lain mengenai pajak dikemukakan juga oleh Prof.
Dr. P. J. A. Andriani, pajak adalah iuran kepada negara ( yang dapat dipaksakan ) yan
g terhutang oleh oleh wajib pajak membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang dengan pihak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
kepeluan Negara bagi kemakmuran rakyat.
2. Penagihan Pajak
Sesuai dengan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000
tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa adalah serangkaian tindakan agar
Penanggung Pajak Surat Paksa, mengusulkan pencegehan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyenderaan, menjual barang yang telah di sita.
3. Surat Paksa
Surat Paksa merupakan salah satu sarana penagihan pajak. Dengan kata lain,
sesuai dengan Pasal angka 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, yang
dimaksud dengan Surat Paksa adalah surat perintah membayar Utang Pajak dan biaya
penagihan pajak. Surat paksa diterbitkan karena jumlah pajak yang masih harus
dibayar berdasarkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai jangka
waktu yang telah ditetapkan.
4. Dasar Hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Adapun yang menjadi dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ini,
yaitu :
a. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa.
b. Peraturan Menteri Keungan Republik Imdonesia Nomor 85/PMK.03/2008
tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.
c. Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor Se-08/PJ.75/2002 tentang
Pemeriksaan Untuk Tujuan Penagihan Pajak.
d. Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-50/PJ/2010 tentang
Kebijakan Penagihan Pajak.
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Berdasarkan judul yang telah dipilih oleh penulis, maka penulis akan
menentukan ruang lingkup yang menjadi kajian dari kegiatan Praktik Kerja Lapangan
Mandiri ini. Ruang lingkup ini untuk membatasi kegiatan yang akan dilakukan agar
1. Tata cara Penagihan pajak dan cara penyelesaian masalah dalam
pelaksanaan pengihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Timur.
2. Faktor penghambat proses penagihan pajak dengan surat paksa pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur.
3. Praktik ini dilakukan pada Seksi Penagihan dengan data base yang
digunakan adalah data tahun 2009, 2010
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri, penulis melakukan
metode-metode yang akan digunakan dalam pelaksanaannya Praktik Kerja Lapangan
Mandiri. Adapun Metode yang akan digunakan penulis adalah :
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini penulis melakukan persiapan mulai dari penentuan tempat
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), mencari dan mengmpulkan bahan untuk
pembuatan proposal serta melakukan konsultasi dengan pihak dosen.
2. Studi Literatur
Pada tahap ini penulis mencari dan mengumpulkan sumber-sumber pustaka
seperti Undang-Undang, buku, artikel ilmiah, maupun literatur lain yang
berhubungan dengan objek Kinerja Lapangan Mandiri ( PKLM ).
3. Observasi Lapangan
Didalam tahap ini penulis melakukan peninjauan atau pengamatan
langsung pada Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM). Pengamatan yang
4. Pengumpulan Data
Dalam hal ini penulis mengumpulkan data primer dan skunder yang
berhubungan dengan apa yang dikerjakan pada PKLM nanti yang diperlukan dalam
penyusunan laporan akhir dari kegiatan PKLM. Data primer adalah data yang
diperoleh dari pihak pendukung seperti laporan, atau dokumen-dokumen.
5. Analisis Data dan Evaluasi
Setelah data yang diperlukan sudah terkumpul, maka penulis melakukan
analisa dan evaluasi terhadap data atau keterangan yang diperoleh selama PKLM.
F. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Metode pengumpulan data dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan
Mandiri ini dikelompokkan menjadi tiga kelompok, antara lain :
1. Wawancara (interview Guide)
Yaitu dengan cara melakukan komunikasi dan tanya jawab secara
langsung dengan pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur
mengetahui hal-hal yang menjadi objek pembahasan.
2. Metode Pengamatan
Dalam metode ini penulis langsung ke lapangan untuk melakukan
peninjauan dengan pengamatan dan pencatatan yang berkaitan dengan Praktik Kerja
Lapangan Mandiri (PKLM).
3. Daftar Dokumentasi
Dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen yang berhubungan
G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Untuk mempermudah pemahaman dalam pembahasan Praktik Kerja
Lapangan Mandiri ini maka penulis membaginya ke dalam lima bab. Adapun rincian
dari tiap-tiap bab terdiri dari :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisikan latar belakang, tujuan dan manfaat, ruang lingkup,
metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri, metode pengumpilan data serta sistematika
penulisan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
BAB II : GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM
Dalam bab ini akan dijelaskan gambaran umum objek/lokasi Praktik Kerja
Lapangan Mandiri, sejarah singkat, serta srtuktur organisasi dan fungsi
masing-masing seksi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur.
BAB III :GAMBARAN DATA TENTANG PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai pengertian-pengertian yang
berhubungan dengan masalah yang diangkat sesuai dengan peraturan-peraturan
perundang-undangan yang berlaku, Tata Cara atau prosedur pelaksanaan Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa berdasarkan Undang-Undang pada Kantor Pelayanan Pajak
BAB IV : ANALISIS EVALUASI
Pada bab ini berisi tentang data-data dan pembahasan-pembahasan mengenai
tata cara pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, faktor penghambat
pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, cara penyelesaian masalah dalam
tata cara pelaksanaan penagihan pajak sengan surat paksa pada Kantor Pelayan Pajak
Pratama Medana Timur yang telah dikumpulkan pada saat kegiatan Praktik Kerja
Lapangan Mandiri, kemudian dianalisis dan di evaluasi.
BAB V : KESIMPUAN DAN SARAN
Dalam bab ini terdiri dari dua hal yaitu kesimpulan dan saran. Kesimpulan
merupakan intisari yang mencakup seluruh objek pembahasan yang dibahas dalam
Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Sedangkan saran merupakan hal-hal, ide-ide, atau
gagasan yang harus dilaksanakan dalam melaksanakan solusi atas masalah yang
dibahas dari objek pembahasan yang terdapat dalam pelaksanaan Praktik Kerja
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)
A. Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur
Di zaman penjajahan Belanda, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dinamakan Kantor
Belasting dan kemudian berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan (setelah
merdeka) yang kemudian berubah menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan induk
organisasinya pada saat Direktur Jendral Pajak Departemen Keuangan Republik
Indonesia. Selanjutnya, pada tahun 1976 di Sumatera Utara didirikan tiga Kantor
Inspeksi Pajak yaitu :
1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan
2. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara
3. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat maka dirasakan
perlu adanya tambahan kantor untuk melayani masyarakat di dalam membayar pajak.
Oleh karena itu, didirikan Kantor Inspeksi Pajak Medan Timur (sekarang KPP
Pratama Medan Timur dan KPP Medan Kota).
Selanjutnya, untuk lebih memantapkan nilai pelayanannya kepada masyarakat,
maka berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
Jendral Pajak yang mencakup reorganisasi Kantor Inspeksi Pajak (KIP) diganti nama
menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) serta dibentuk pula Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan.
Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur didirikan pada tanggal 1 April 1994
berdasarkan Keputusan Menteri Keungan Republik Indonesia No.
Kep-758/KMK.01/1993 tanggal 3 Agustus 1993. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur
merupakan pemekaran dari tiga kantor Pelayanan Pajak, yaitu :
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan
Terhitung mulai tanggal 1 April 1994 Kantor Pelayanan Pajak berubah
menjadi empat wilayah kerja yaitu :
1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur
2. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Utara
3. Kantor Pealayanan Pajak Pratama Medan Barat
4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai
Secara bertahap sejak tahun 2002. Kantor Pelayanan Pajak telah mengalami
modrenisasi sistem dan struktur organisasi menjadi instansi yang berorientasi pada
fungsi, bukan lagi pada jenis pajak. Kantor Pelayanan Pajak modrenisasi juga
merupakan penggabungan dari Kantor Pelayanan Pajak konvensional dan Kantor
Pada tahun 2002 tersebut dibentuk dua KPP Wajib Pajak Besar atau Large
Tax Office (LTO). KPP ini menangani 300 Wajib Pajak Besar Indonesia dan hanya
mengadministrasikan dua jenis pihak, yaitu Pajak Penghasilan (PHH) dan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).
Pada tahun 2003 dibentuk 10 Kantor Pelayanan Pajak khusus:
1. Kantor Pelayanan Pajak Badan Usaha Milik Negara (KPP BUMN)
2. Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Modala Asing (KPP PMA)
3. Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Badan dan Orang Asing
4. Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa
Kemudian, pada tahun 2004 dibentuk pula KPP Madya atau Medium Tax
Office (MTO). Sedangkan KPP modren yang menangani Wajib Pajak terbanyak
adalah KPP Pratama dan Small Tax Office (STO).
KPP Pratama baru dibentuk pada tahun 2006 s.d 2008. Perbedaan utama
antara STO dengan LTO maupun MTO antara lain adalah dengan adanya Seksi
Ekstensifikasi pada STO dengan STO sehingga dapat dikatakan pula STO
merupakan ujung tombak bagi Direktorat Jendral Pajak (DJP) untuk menambah rasio
perpajakan di Indonesia.
Saat ini Kantor Pelayanan Pajak modren terbagi dari tiga jenis yaitu :
1. Kantor Pelayanan Pajak Besar
2. Kantor Pelayanan Pajak Madya
Dengan dibentuknya KPP Pratama maka Kantor Pelayanan Pajak di kota
Madya Medan menjadi tujuh KPP, yaitu :
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan, dengan ruang lingkup meliputi
daerah;
1.1 Kecamatan Medan Deli
1.2 Kecamatan Medan Labuhan
1.3 Kecamatan Medan Belawan
1.4 Kecamatan Medan Marelan
2. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur, dengan ruang lingkup
meliputi daerah :
2.1 Kecamatan Medan Tembung
2.2 Kecamatan Medan Kota
2.3 Kecamatan Medan Perjuangan
3. Kantor Pelayan Pajak Pratama Medan Kota, dengan ruang lingkup
meliputi daerah :
3.1 Kecamatan Medan Kota
3.2 Kecamatan Medan Amplas
3.3 Kecamatan Medan Area
4. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, dengan ruang lingkup
meliputi daerah :
4.1 Kecamatan Medan Maimun
4.2 Kecamatan Medan Baru
4.3 Kecamatan Medan Selayang
4.4 Kecamatan Medan Tuntungan
4.5 Kecamatan Medan Polonia
4.6 Kecamatan Medan Johor
5. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Berat, dengan ruang lingkup
meliputi dari :
5.1 Kecamatan Medan Helvetia
5.2 Kecamatan Medan Sunggal
5.3 Kecamatan Medan Petisah
6. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Binjai, dengan ruang lingkup
meliputi daerah :
6.1 Kota Binjai
6.2 Kabupaten Langkat
7. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Lubuk Pakam, dengan ruang
7.1 Kabupaten Deli Serdang
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia diputuskan
bahwa Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur dimekarkan menjadi dua Kantor
Pelayanan Pajak, yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dan Kantor
Pelayanan Pajak Medan Timur.
B. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur
Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan sistematis mengenai
penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing
dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan struktur tersebut juga untuk
membina keharmonisan kerja agar dapat dilaksanakan dengan teratur dan baik untuk
mencapai tujuan secara maksimal.
Adapun struktur organisasi yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Medan Timur adalah struktur organisasi linier adan staf yang berada di
bawah seseorang koordinasi Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak
Sumatera Utara I, dimana seluruh pegawainya adalah Pegawai Negri Sipil di bawah
naungan Kementeri Keungan Republik Indonesia.
Kantor Pelayan Pajak dapat digolongkan menjadi dua tipe, yaitu tipe A dan
tipe B. Kantor Pelayanan Pajak tipe A merupakan Kantor Pelayanan Pajak yang
tergolong dalam skala besar dan biasanyaa berada di ibukota provinsi sedangkan
Kantor Pelayanan Pajak tipe B merupakan Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah
kerjanya tidak melebihi dari wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak tipe A dan
tersebut maka KPP Pratama Medan Timur dapat digolongkan sebagai KPP tipe A
karena wilayahnya berkedudukan diwilayah di Ibukota Provinsi Sumatera Utara.
Namun, berdasarkan SK Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
162/KMK.01/1997 tanggal 10 April 1997 tentang peningkatan KPP tipe B menjadi
tipe A. Sehingga, adanya surat keputusan tersebut maka KPP tipe B tidak ada di
Kantor Wilayah Direktorat Jendral Sumatera Utara I.
Berdasarkan SK Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 94/KMK.01/1994
tanggal 29 Maret 1994 tentang susunan organisasi Departemen Keuangan, maka tipe
A terdiri dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur membawahi satu
sub bagian, delapan seksi, satu kantor penyuluhan ditambah kelompok tenaga
fungsional (yang berada diluar struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak) yakni
terdiri dari :
1. Sub Bagian Tata Usaha (TU);
2. Seksi Tata Usaha dan Perpajakan (TUP);
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI);
4. Seksi Pajak Penghasilan Orang Pribadi;
5. Seksi Pajak Penghasilan Badan;
6. Seksi Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan;
7. Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya;
8. Seksi Penagihan;
9. Seksi Penerimaan dan Keberatan;
Namun, setelah adanya modrenisasi perpajakn pada tahun 2006, KPP
Pratama yang berdasarkan Peraturan Menteri Keungan Republik Indonesia No.
132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Cara Kerja Instansi Vertikal
Direktorat Jendral Pajak, maka KPP Pratama terbagi menjadi beberapa seksi, antara
lain :
1. Sub Bagian Umum
2. Seksi pengolahan Data dan Informasi
3. Seksi Pelayanan
4. Seksi Penagihan
5. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal
6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I s.d IV
8. Seksi Jabatan Fungsioanal
C. Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur mempunyai tugas
melaksanakan penyuluhan, pelayanan, pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak
Penghasilan (PPH), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak tidak langsung lainya,
selain PBB Pedesaan dan Perkotaan (P2) dalam wilayah wewenangnya berdsarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugsanya, KPP
Pratama Medan Timur menyelengarakan fungsi :
2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;
3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan
pengolahan Surat Pemberitahuan serta penerimaan surat lainnya;
4. Penyuluhan Perpajakan;
5. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak;
6. Pelaksanaan Ekstensifikasi;
7. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak;
8. Pelaksanaan pemeriksaan pajak;
9. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak;
10. Pelaksanaan konsultasi perpajakan;
11. Pelaksanaan instensifikasi;
12. Pembetulan ketetapan pajak;
13. Pelaksanaan administrasi kantor;
D. Deskripsi dan Aktivitas Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur yang terletak di Jalan Suka
Mulya Nomor 17A Medan KPP Pratama Medan Timur dipegang oleh seorang kepala
kantor yang mempunyai tugas koordinasikan penyusunan rencana kerja KPP,
mengkoordinasikan penyusunan rencana penerimaan pajak berdasarkan potensi yang
ada dan mengkoordinasikan segala hal yang bersangkutan dengan rencana kerja yang
telah ditargetkan oleh Kantor Wilayah yang bersangkutan. Kepala kantor tersebut
membawahi sepuluh seksi dan satu kelompok jabatan fungsional. Gambaran dari
1. Sub. Bagian Umum
Sub. Bagian Umum mempunyai tugas umum sebagai berikut :
1.1Penerimaan dokumen di KPP
1.2Pemprosesan dan penatausahaan dokumen masuk
1.3Pelaksanaan pelantikan, sumpah dan serah terima jabatan serta
pengambilan sumpah Pegawai Negeri Sipil (PNS)
1.4Pelaksanaan pembayaran tagihan melalui mekanism langsung kepala
rekanan
1.5Pemusnahan dokumen, penyusunan laporan berkala KPP dan pembuatan
laporan tahunan
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
Adapun tugas umum Seksi Pengolahan Data dan Informasi adalah :
2.1Penyusunan rencana penerimaan pajak berdasarkan potensi pajak,
perkembangan ekonomi dan keuangan
2.2Penatausahaan penerimaan PBB non eloktronik
2.3Pemprosesan dan penatausahaan dokumen masuk di Seksi PDI
2.4Pembuatan dan penyampaian Surat Perhitungan dikirim ke Kantor
Pelayanan Pajak lain
2.5Pembentukan dan pemanfaatan Bank Data dan lain-lain
3. Seksi Pelayanan
Seksi Pelayanan memiliki tugas umum sebagai berikut :
3.2Penyelesaian pemindahan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajk (KPP)
lama dan baru
3.3Penyelesaian permohonan pengukuhan Pengusahaan Kena Pajak (PKP)
3.4Pendaftaran dan pencabutan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
3.5Penyelesaian permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan PPH
3.6Penerbitan Surat Teguran penyampaiannya SPT Masa dan SPT Tahunan
PPh
3.7Pelaksanaan pemenuhan permintaan konfirmasi dan klarifikasi dan
lain-lain.
4. Seksi Penagihan
Adapun tugas umum dari Seksi Penagihan, yaitu :
4.1Pemrosesan dan penatausahaan dokumen masuk di Seksi Penagihan
4.2Penatausahaan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak
(STP) beserta bukti pembayarannya
4.3Penerbitan STP Bunga Penagihan , Surat Teguran Penagihan, Surat Paksa
dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) serta Surat Keputuan
Pencabutan Sita
4.4Penyelesaian Usulan Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
4.5Pembuatan Usulan Pencegahan dan Penyenderaan terhadap Wajib Pajak
tertentu dan lain-lain
5. Seksi Pemeriksaan
5.1Penyelesaian SPT Tahunan PPh Lebih Bayar
5.2Penyelesaian Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran PPnBM
5.3Pengamatan KPP, pemerikasaan kantor, pemeriksaan lapangan dan
penyelesaian Usulan Pemeriksaan dan lain-lain .
5.4Penatausahaan Laporan Pemeriksaan Pajak dan Nota Penghitungan
6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
Adapun umum yang dimiliki Seksi oleh Seksi Ekstensifikasi Perpajakan,
antara lain :
6.1Pendaftaran objek pajak baru dengan penelitian kantor maupun lapangan
6.2Penerbitan Surat Himbauan untuk ber-NPWP
6.3Pencaraian data potensi perpajakan dalam rangka pembuatan Monografi
Fiskal
6.4Penyelesaian permohonan penundaan pengambalian SPOP dan mutasi
sebagai atau seluruhnya objek dan subjek PBB
6.5Penerbitan daftar nominatif untuk usulan SP3 PSL Ekstensifikasi dan
lain-lain
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon) yang biasanya terdiri atas empat
bagian memiliki tugas umum, yaitu :
7.1Penyelesaian permohonan penggunaan nilai buku dalam rangka
penggabungan usaha, pengambilalihan usaha atau pemekaran usaha
7.3Penyelesaian Permohonan Pembetulan Ketetapaan Pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di KPP
7.4Penyelesain Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan PPh
atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI yang diterima atau
diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan
7.5Penyelesaian Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan
PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI yang diterima
atau diporoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan
7.6Pembuatan Surat Pemberitahuan perubahan besarnya angsuran PPh Pasal
25 (Dinamisasi) dan lain-lain
8. Kelompok Jabatan Fungsional
Mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsioanal
masing-masing berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Kelompok jabatan
fungsioanal terdiri dari sejumlah jabatan fungsioanal yang terbagi dalam berbagai
kelompok sesuai dengan bidang keahliannya. Setiap kelompok dikoordinasikan oleh
pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh Kepala Wilayah dan Kepala KPP
Pratama yang bersangkutan. .
Saat ini di KPP Pratama Medan Timur tercacat ada sekitar 83 orang pegawai
yang terdaftar. Di bawah ini terdapat rincian mengenai jumlah pegawai di setiap unit
Tabel 2.1 Jumlah Pegawai KPP Pratama Medan Timur
No. Unit
Jumlah Pegawai
(orang)
1 Sub Bagian Umum 1
2 Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) 9
3 Seksi Pelayanan 16
4 Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal 4
5 Seksi Penagihan 4
6 Seksi Ekstensifikasi 4
7 Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 8
8 Seksi Pengawasasn dan Konsultasi II 6
9 Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 7
10 Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV 7
Jumlah 83 orang
BAB III
GAMBARAN TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
A. Pengertian Pajak
1. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi),
yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum. Defenisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi
sebagai berikut : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada
kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan
untuk simpanan publik (publik investment).1
2. Mr. Dr. N. J. Feldman
Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma
umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adakalanya kontraprestasi yang
dapat ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk
membiayai pengeluaran pemerintah.2
___________________________
1
Erly Suandy.2005.Hukum Pajak 2
R. Santoso Brotodihardjo. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Pajak.hal 5
3. Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orng
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang
dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
B. Penagihan Pajak
1. Pengertian Penagihan Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan salah satu
kunci keberhasialan penerimaan pajak. Hanya saja, ketika Wajib Pajak tidak
membayar pajak ataupun belum melunasi pajaknya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, akan diberikan tindakan tegas kepadanya yang diwujudkan dalam bentuk
penagihan Pajak.
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2000. Penagihan Pajak adalah merupakan serangkaian tindakan
agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan
menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,
memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyenderaan, dan menjual barang yang telah disita. Tujuan
2. Penagihan Utang Pajak
Tindakan penagihan utang pajak secara teoritis dapat dilakukan dengan 2
langkah yaitu :
a. Penagihan Pasif
Penagihan Pajak Pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak
(STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang
menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan
yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan
Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar.
Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari belum dilunasi, maka 7(tujuh)
hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang
dimulai dengan menerbitkan surat teguran.
b. Penagihan Aktif
Penagihan Pajak Aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif,
dimana dalam upaya penagihan ini Fiskus berperan aktif dalam arti tidak
hanya mengirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak, tetapi akan diikuti
dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.
3. Surat Tagihan Pajak
Yang dimaksud dengan Surat Tagihan Pajak menurut ketentuaUmum dan
Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 20 adalah surat untuk melakukan tagihan
pajak dapat diterbitkan oleh Dirjen Pajak melalui pemeriksaan ataupun
Masa Pajak yang bersangkutaan. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan
hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak.
Surat Tagihan Pajak dikeluarkan apabila antara lain :
a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.
b. Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak
sebagai akibat.
c. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau/
bunga.
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
tidak membayar faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi
tidak tepat waktu.
4. Surat Ketetapan Pajak
Yang dimaksud dengan Surat Ketetapan Pajak menurut Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 15 adalah surat ketetapan yang meliputi
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
Surat Ketetapan Pajak dapat diterbitkan karena berdasarkan pemeriksaan atau
penelitan atas data Wajib Pajak, bahwa pajak yang dihitung atau dilaporkan dalm
SPT tidak benar, sehingga masih terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar
dan pajak yang tidak atau kurang dipotong atau dipungut.
Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 15, Surat
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan
jumlah pajak yang masih harus dibayar.
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak
yang menentuakan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak
lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
Surat Keputusan Pajak dapat diterbitkan oleh Dirjen Pajak sampai dengan
jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahunan Pajak, yang disebabkan oleh :
a. Pemeriksaan atau Keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang
bayar.
b. SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah
c. Kewajiban pembukuan dan meminjam buku pada saat diperiksa tudak
dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
5. Surat Teguran
Tindakan awal dari penagihan pajak yaitu dengan penerbitan surat teguran.
Kemudian akan diterbitakan surat peringatan atau surat lain yang sejenis apabila
penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh
tempo. Penerbitan Surat Teguran dilakukan sebagai berikut :
a. Dalam hal wajib pajak tudak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak
yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan
Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKBT),
kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak
saat jatuh tempo pengajuan keberatan
b. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak
yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan
Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan
sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada Wajib Pajak
disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pengajuan banding.
c. Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak
sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada Wajib Pajak
disamapaikan Surat Teguran,setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan putusan banding.
d. Dalam hal Wajib Pajak menyetujui jumlah pajak yang masih harus dibayar
dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kepada Wajib Pajak disampaikan
Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan.
e. Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan atas Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT) setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum
tanggal diterima Surat Pemberitahuan untuk hadir oleh Wajib Pajak, kepada
Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7(tujuh) hari sejak tanggal
pencabutan pengajuan keberatan tersebut.
f. Surat Teguran dalam rangka Penagihan Pajak atas Utang Pajak Bumi dan
Bangunan dan/atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan
Bangunan (STPPBB), SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah
pajak yang harus dibayar bertambah, disampaikan kepada Wajib Pajak,
C. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP) 1. Pengertian Surat Paksa
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengab Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, Surat Paksa adalah surat perintah membayar
utang pajak dan biaya penagihan pajak.
2. Isi Dan Karakteristik Surat Paksa
Surat Paksa dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu segi isinya dan segi
karakteristiknya.
a. Dari Segi Isinya
1) Berkepala kata-kata “ Atas Nama Keadilan ” yang dengan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 4 disesuaikan bunyinya menjadi “
Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ”.
2) Nama Wajib Pajak / Penanggung Pajak, keterangan yang cukup beralasan
yang menjadi dasar penagihan, serta perintah membayar.
3) Dikeluarkan / ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan / Kepala Daerah.
b. Dari Segi Karakteristik
1) Mempumyai kekuatan hukum yang sama dengan groose dari putusan
Hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada
3) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak
(biaya-biaya penagiha).
4) Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan dan penyenderaan /
pencegahan.
Surat Paksa dalam bahasa hukum disebut sebagai parate Eksekusi (eksekusi
langsung), yang berarti bahwa penagihan pajak secara paksa dapat dilakukan tanpa
melalui proses Pengadilan Negeri. Hal ini bisa dimengerti karena surat paksa itu
mempunyai kekuatan hukum yang pasti, dimana fiskus dalam melaksanakan
kewajiban mempunyai hak “Parate Eksekusi ”.
3. Penerbitan Surat Paksa
Pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2000, Surat Paksa diterbitkan apabila :
a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan
Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis.
b. Terhadap Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran
pajak.
c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam
keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat :
1. Nama Wajib Pajak, atau Nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak.
3. Besarnya utang pajak
4. Perintah untuk membayar
4. Fungsi Surat Paksa
Adapun fungsi Surat Paksa adalah sebagai sarana atau alat pembayaran
kepada penanggung pajak untuk melunasi utang pajaknya dalam jangka waktu 2 x
24jam. Sebagai tindak lanjut untuk mencairkan tunggakan pajak atas tudak
dihiraukan penerbitan Surat Paksa maka aparatur pajak akan melaksanakan
penyitaan.
5. Mekanisme Penagihan Pajak
Penagihan Penagihan Pajak disusun secara penjadwalan :
a. 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo, bila utang pajaknya tudak dilunasi, maka
kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat Teguran.
b. 21 (dua piluh satu) hari setelah diterbitkan surat teguran ternyata masih belum
lunas, kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat Paksa.
c. Kewajiban pajak sebagaimana terutang dalam Surat Paksa adalah 2 x 24 jam.
d. Dalam hal masih belum terlunasi utang pajaknya, dapat diterbitkan Surat
Perintah untuk mengumumkan tentang pelelangan surat umum.
e. 14 (empat belas) hari setelah dilkukan tagihan dengan surat paksa, bila masih
belum melunasinya diterbitkan Surat Perintah untuk mengumumkan tentang
pelelangan surat umum.
f. 14 (empat belas) hari setelah pengumuman ternyata masih belum melunasi
D. Dasar Hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Adapun yang menjadi dasar hukum dalam Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
(PPSP), yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Peangiham Pajak
dengan Surat Paksa.
2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 85/PMK.03/2010
tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagaihan Pajak dengan
Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.
3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.75/2002 tentang
Pemeriksaan Untuk Tujuan Penagihan Pajak.
4. Surat Edaran Direktur Jendaral Pajak Nomor SE-50/PJ/2010 Tentang
Kebijakan Penagihan Pajak.
E. Tata Cara Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK.03/2008
tentang Tata Cara Pelaksanakan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan
Penagihan Seketika dan Sekaligus.
1. Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan
penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.
2. Pemberitahuan Surat Paksa Kepada Penanggung Pajak sebagaimana
oleh Jurusita Pajak dan dituangkan dalam Berita Acara sebagai pernyataan
bahwa Surat Paksa telah diberitahukan.
3. Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya berisi
hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak,nama yang
menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa serta ditandatangani oleh
Jurusita Pajak dan Penanggung Pajak.
Surat Paksa terhadap Orang Pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
1. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain
yang memeungkinkan.
2. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja
ditempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang
bersangkutan tidak dapat dijumpai.
3. Salah seoranga ahli atau pelaksanaan wasiat atau yang mengurus harta
peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan belum dibagi; atau
4. Ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan
telah dibagi.
Surat Paksa terhadap Badan diberitahukan oleh Jurusita pajak:
1. Pengurus meliputi Direksi, Komisaris, pemegang saham pengendali atau
mayoritas untuk perseroan terbuka, pemegang saham untuk perseroan
2. Kepala perwakilan, kepala cabang, atau penanggung jawab, untuk Bentuk
Usaha Tetap.
3. Direktur, pemilik modal, atau orang yang ditunjuk untuk melaksanakan dan
mengendalikan serta bertanggung jawab atas perusahaan, untuk badan usaha
lainnya seperti kontrak investasi kolektif, persekutuan, firma, dan perseroan
komanditer.
4. Ketua atau yang melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung jawab
atas yayasan, untuk yayasan;
5. Pegawai tetap ditempat kedudukan atau tempat usaha badan yang
bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang
sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3, angka 3, dan angka 4
Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, surat paksa diberitahukan kepada
Kurator, Hakim Pengawas, atau Balai Harta Peninggalan.
Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa
diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan
atau likuidator.
Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat surat kuasa khusus
untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, Surat Paksa dapat diberitahukan
kepada penerima kuasa.
F. Penagihan Seketika Sekaligus
Yang dimaksud dengan Penagihan Seketika dan Sekaligus berdasarkan Peraturan
Menteri Keungan Republik Indonesia Nomor 24/PMK/.03/2008 tentang Tata Cara
sekaligus yaitu tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak
kepada Penaggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang
meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.
Jurusita pajak melaksanakan penagihan Seketika dan sekaligus tanpa menunggu
jatuh tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan
Sekaligus yan diterbitkan oleh Pejabat apabila :
1. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau
berniat untuk itu.
2. Penanggung Pajak memindah tangankan brang yang dimiliki atau yang
dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan,
atau pekerjaan yan dilakukannya di Indonesia.
3. Terdapat tanda-tanda bahwa Penangung Pajak akan membubarkan badan
usaha, atau menggabungkan usaha, atau memekarkan usaha, atau
memindahtangankan perusahaan yang di miliki atau yang dikuasainya, atau
melakukan perubahan bentuk lainnya.
4. Badan Usaha yang dibubarkan oleh Negara;atau
5. Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau
terdapat tanda-tanda kepailitan.
Penagihan seketika dan sekaligus dilakukan terhadap seluruh utang pajak dan
semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Penyampaian Surat Perintah
Penagihan Seketika dan Sekaligus dilaksanakan secara langsung oleh jurusita pajak
1. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
2. Besarnya Utang Pajak
3. Perintah untuk membayar; dan
4. Saat pelunasan pajak
G. Penyitaan
Menurut Undang-Undang 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, pada pasal 1 anagka (14), penyitaan
adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna
dijadikan jaminan untuk melunasi utan pajak menurut peraturan
perundang-undangan. Penyitaan dilaksankan apabila utang pajak tidak dilunasi dalam jangka
waktu 2x24jam terhitung sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada penanggung
pajak.
Tujuan penyitaan itu sendiri adalah memperoleh jaminan pelunasan utang pajak
dari Penangun Pajak. Oleh karena itu, penyitaan dapat dilaksankan terhadap semua
barang Penanggung Pajak, baik yang berada di tempat tingal, tempat usaha, tempat
kedudukan Penanggung Pajak, atau ditempat lain sekalipun penguasaannya berada di
tangan pihak lain.
1. Objek Sita
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan
dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
1. Penyitaan dilaksankan terhadap barang milik Peanggung Pajak yang
berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat
lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan lain atau yang
dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa :
a. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasa, uang tunai, dan deposito
berjangka, tabungan, saldo rekening Koran, giro atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu, obligasi saham, atau surat berharga lainnya,
piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain, dengan rincian
sebagai berikut :
1) Semua barang bergerak yang ada dirumah Penanggung Pajak seperti :
- Perkakas rumah tangga (lemari, meja, dan kursi, dan sebagainya)
- Barang-barang mewah (televisi, lemari es, tape recorder, kompor
gas dan sebagaimana)
- Barang-barang perhiasan (kalung, gelang, cincin dari emas, berlian
dan batu permata lainnya)
- Uang tunai (termasuk surat-surat berharga)
- Kenderaan (mobil, sepeda motor, vespa, sepeda, dan sebagainya)
- Lain-lainnya (lukisan, jam dinding, radio dan sebagainya)
2) Semua barang bergerak yang ada ditoko Penanggung Pajak, seperti :
- Barang dagangan (baik yang berada di toko tersebut maupun yang
berda di gudang)
3) Semua barang bergerak yang ada di tempat usaha Penanggung Pajak,
seperti :
- Persediaan barang jadi maupun bahan baku, barang-barang
inventaris perusahaan lainnya, termasuk kenderaan bermotor,
mesin tik dan sebagainya
4) Semua barang bergerak yang ada di kantor Penanggung Pajak, seperti:
- Investasi kantor (mesin tik, meja, kursi, lemari besi, dan alat kantor
lainnya)
- Kenderaan bermotor (mobil, sepeda motor, vespa, dan sebagainya)
b. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan,dengan rincian sebagai
berikut:
1) rumah tinggal, bangunan kantor, bangunan perusahaan, gudang dan
sebagainya, baik yang ditempati sendiri maupun yang
disewakan/dikontrakkan kepada orang lain.
2) Kebun, sawah, dan sebagainya baik yang ditempati/dikerjakan sendiri
maupun yang disewakan/dikerjakan orang lain.
2. Penyitaan terhadap Penanggung Pajak Badan dapat dilaksanakan terhadap
barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang,
penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang
bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun ditempat lain.
3. Penyitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sampai
dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh Jurusita Pajak
4. Hak lainnya yang dapat disita selesai sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Pengecualian Objek Sita
Berdasarkan ketentuan pada pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19
Tahun 1997 tentang Peangihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah
terakhir menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, barang-barang Penanggung
Pajak yang tidak boleh disita yaitu :
a. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh
Penanggung Pajak dan keluarganya yang menjadi tanggungannya.
b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta
peralatan memasak yang berada di rumah.
c. Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas.
d. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksankan
pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari
Rp.20.000.000 (dua puluh juta)
e. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan
keluarga yang menjadi tanggungannya.
3. Surat Perintah Melaksankan Penyitaan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) adalah surat perintah yang
diterbitkan oleh Pejabat untuk melaksanakan penyitaan. Apabila utang pajak tidak
empat) jam setelah Surat Paksa diberitahukan, pejabat menerbitkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan.
Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak dilaksanakan oleh Jurusita
Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang diterbitkan oleh
Pejabat. Pejabat yang dimaksud di sini dalah pejabat yang berwenang mengangkat
dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika
dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat
Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Penentuan Harga limit, Pembatalan Lelang,
Surat Perintah Penyrnderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak
sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau utang pajak
menurut Undang-Undang Peraturan Daerah.
4. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penyitaan
Penyitaan dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan
cukup oleh Jurusita Pajak untuk melunasi utang Pajak dan biaya penagihan pajak.
Untuk tahap-tahap pelaksanaan penyitaan tersebut terbagi menjadi 6 bagian yaitu :
a. Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata dan sejenisnya, dilaksanakan
sebagai berikut :
1) Membuat rincian tentang jenis, jumlah, dan harga perhiasan yang disita
dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan
Sita.
2) Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita
b. Penyitaan terhadap uang tunai termasuk mata uang asing, dilaksanakan
1) Menghitung terlebih dahulu uang tunai yang disita dan membuat
rinciannya dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara
Pelaksanaan Sita.
2) Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.
3) Menyimpan uang tunai yang telah disita dalam tempat penyimpanan
yang selanjutnya ditempeli dengan segel sita dan kemudian
menitipkannya pada Peanggung Pajak atau menitipkannya pada bank.
c. Penyitaan terhadap kekayaan Peanggung Pajak yang disimpan di bank
berupa deposito, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya
yang dipersamakan,dilaksanakan sebagai berikut :
1) Pejabat mengajukan permintaan pemblokiran kepada bank disertai
dengan penyampaiannya Salinan Surat Paksa dan Surat Perintah
Melakukan Penyitaan.
2) Bank wajib memblokir seketika setelah menerima permintaan
pemblokiran dari Pejabat dan membuat Berita Acara Pemblokiran serta
menyampaikan salinannya kepada Pejabat dan Penanggung Pajak.
3) Jurusita Pajak setalah menerima berita acara pemblokiran dari bank
memerintahkan Penanggung Pajak untuk memberi kuasa kepada bank
agar memberitahukan saldo kekayaan yang tersimpan pada bank
tersebut kepada Jurusita Pajak.
4) Dalam hal Penanggung Pajak tidak memberikan kuasa kepada bank,
memerintahkan bank untuk memberitahukan saldo kekayaan
Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank yang dimaksud.
5) Setelah saldo kekayaan yang tersimpan pada bank diketahui, Jurusita
Pajak melaksanakan Penyitaan dan membuat Berita Acara Pelaksanaan
Sita, menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada
Penanggung Pajak dan bank yang bersangkutan.
6) Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank
setelah Penanggung Pajak melunasi Utang Pajak dan Biaya Penagihan
Pajak.
7) Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap
kekayaan Penanggung Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang
disita apabila Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak tidak dilunasi
oleh Penanggung Pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran
d. Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan sejenisnya
yang tidak diperdagangkan di bursa efek, dilaksankan sebagai berikut :
1) Melakukan inventaris dan membuat rincian tentang jenis, jumlah dan
nilai nominal atau perkiraan nilai lainnya dari surat berharga yang
disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara
Pelaksaan Sita.
2) Membuat Berita Acara Pelaksanaan Cerita
3) Membuat berita Acara pengalihan hak surat berharga atas nama dari
e. Penyitaan terhadap piutang, dilaksanakan sebagai berikut :
1) Melakukan inventaris dan membuat tentang jenis dan jumlah piutang
2) Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita
3) Membuat Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang
dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, dan salinannya disampaikan
kepada Penanggung Pajak dan pihak yang berkewajiban membayar
utang.
f. Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang tidak ada
surat sahamnya, dilaksanakan sebagai berikut :
1) Melakukan investasi dan membuat rincian tentang jumlah penyertaan
modal pada perusahaan lain dalam suatu daftar yang merupakan
lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita.
2) Membuat Berita Acara
3) Membuat Akta Persetujuan Penagihan Hak Penyertaan Modal pada
perusahaan lain dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, salinannya
disampaikan kepada perusahaan tempat penyertaan modal.
H. Jurusita Pajak
Jurusita Pajak adalah pelaksanaan tindakan penagihan pajak yang meliputi
penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan
Penyenderaan. Jurusita Pajak diangkat dan diberhentikan oleh Pejabat yang ditunjuk
1. Syarat Jurusita Pajak
Pada Pasal 1 angka 6 Undang-Undang PPSP Pasal 1 ayat 1
KMK.No.562/kmk.01/2000 Jurusita dalam melaksanakan tugasnya merupakan
pelaksanaan eksekusi dan putusan yang sama kedudukannya dengan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, untuk
dapat diangkat sebagai Jurusita Pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat
dengan itu;
b. Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda/Golongan II/a
c. Berbadan sehat;
d. Lulus pendidikan dan latihan Jurusit Pajak
e. Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian
1. Pemberhentian Surat Pajak
Jurusita Pajak diberhentikan apabila :
a. Meninggal dunia
b. Pensiun
c. Karena alih tugas atau kepentingan lainnya
d. Ternyata lalai atau tidak cakap dalam menjalankan tugas
e. Melakukan perbuatan tercela
f. Melanggar sumpah atau janji Jurusita Pajak
2. Tugas Jurusita Pajak
Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, yang menjadi tugas dari Jurusita Pajak
adalah :
a. Melaksanakan Surat Perintah Penagiha Seketika dan Sekaligus
b. Memberitahukan Surat Paksa, maksudnya menyampaikan Surat Paksa secara
resmi kepada Penanggung Pajak dengan penyertaan dan penyerahan salinan
Surat Paksa.
c. Melaksanakan Penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan.
d. Melaksanakan Penyenderaan berdasarkan Surat Perintah Penyenderaan, yaitu
BAB IV
ANALISA DAN EVALUASI
Pada pembahasan mengenai Analisa dan Evaluasi ini, penulis akan
menganalisa suatu data mengenai tunggakan