• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Regresi Cox untuk Mengetahui Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth Medan Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penerapan Regresi Cox untuk Mengetahui Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth Medan Tahun 2011"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN REGRESI COX UNTUK MENGETAHUI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KECEPATAN KESEMBUHAN PENDERITA DBD

DI RS. SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2011

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 081000124 AGNES FERUSGEL

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

Abstrak

Banyak penelitian yang outcamenya berkaitan dengan lama waktu. Penelitian ini menggunakan survival analysis, dengan metode regresi cox. Salah satu bidang yang outcamenya sering berkaitan dengan survival time ialah kesehatan. Masalah kesehatan yang sering menimbulkan KLB adalah penyakit DBD, pada tahun 2010 terjadi peningkatan KLB di Medan. Maka dari itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan kesembuhan pasien DBD. Penelitian ini adalah observasional analitik, dengan pendekatan retrospektif, dan menurut tujuannya adalah penelitian terapan karena menggunakan analisis data

survival dan regresi cox. Sampel data diambil dari catatan medis pasien DBD yang dirawat di RS. Santa Elisabeth periode 1 Januari 2011 sampai 31 Desember 2011 yaitu sebesar 369 pasien DBD. Hasil menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan kesembuhan penderita DBD di RS. Santa Elisabeth tahun 2011 adalah derajat DBD dan Jumlah trombosit > 100.000/mm3. Pasien DBD dengan derajat ringan 3,7 kali lebih cepat sembuh daripada pasien DBD dengan derajat berat dan Pasien DBD yang memiliki jumlah trombosit > 100.000/mm3 0,71 lebih cepat sembuh daripada pasien DBD yang memiliki jumlah trombosit < 50.000/mm3

(4)

Abstract

Some researches have the outcome related to survival time. This research used survival analysis with regression cox method. One of the outcomes related to survival time is health. The health issues leading into extraordinary events is dengue hemorrhagic fever (DHF). In 2010, there was the increase of the incidence of the DHF in Medan. This research was conducted to know the factors predisposing the acceleration of recovery for DHF patients. This was observational analytic with retrospective research and according to the objective it was applied research using survival data analysis and cox regression. The sample of the data was taken from medical record of DHF patients in Santa Elisabeth Hospital from 1 January 2011 up to 31 December 2011 with the sample for 369 patients. The results of the

research showed that the factors predisposing the acceleration of recovery of DHF patients in Santa Elisabeth hospital in 2011 was DHF degree and the number of thrombosite > 100,000/mm3. DHF patients with low degree (grade 1 and 2) was 3.7 times faster recovery than patients with DHF severe degrees

(grade 3 and 4) and the patient with the thrombosite > 100,000 /mm3 0.71 was to get recovery than those patients with the thrombosite < 50,000 /mm3 and with those patients with thrombosite 50,000 /mm3- 100,000/mm3.

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Agnes Ferusgel

Tempat/ Tanggal Lahir : Gresik/ 15 Juni 1990

Agama : Kristen

Status Perkawinan : Belum Menikah

Nama Orang Tua : Pertoton Ginting dan Karolina Surbakti Anak ke : 1(pertama) dari 4 (empat) orang bersaudara

Alamat Rumah : Jalan Bunga Rampai 2 no. 52, Simalingkar B. Medan

Riwayat Pendidikan

Tahun 1994 – 1996 : TK Dharma Wanita Gresik Tahun 1996 - 2002 : SDN I Gresik

Tahun 2002 - 2005 : SLTPN 26 Surabaya Tahun 2005 - 2008 : SMAN 6 Surabaya

Tahun 2008 - 2012 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan

Riwayat Organisasi

Tahun 2008 - 2010 : POMK USU

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi yang berjudul : “Penerapan Regresi Cox untuk Mengetahui Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD di RS. Santa

Elisabeth Medan Tahun 2011”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh Gelar Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini penulis persembahkan kepada ayahanda Pertoton Ginting dan ibunda Karolina

Surbakti yang telah membesarkan, mendidik, membimbing dengan penuh kasih sayang dan tak henti mendoakan penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Selama menulis laporan ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(7)

3. Bapak Drs. Abdul Jalil A.A, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi I dan Ibu Arnita, S.Si, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan bimbingan, arahan, ilmu, motivasi, serta dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Heru Santosa, MS, Ph.D dan Ibu Maya Fitria, SKM, M.Kes selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Ria Masniari Lubis, dr., MSi. selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Dosen dan staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu dan bantuan selama penulis menuntut ilmu di fakultas.

7. Pimpinan dan staf di RS. Santa Elisabeth Medan.

8. Untuk adikku tersayang Arya Mandala, Yunus Abednego, dan Besda Bethania yang selalu mendoakan dan meyemangati penulis.

(8)

10. Untuk Lepiku (Laptop tersayang) dan juga si ”fit” (sepeda motor kesayanganku) terimakasih atas kerjasamanya dan yang tak telah menemaniku dalam menyelesaikan skripsiku.

11. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tugas skripsi ini masih belum sempurna oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan menuju yg lebih baik. Semoga Tugas Sarjana ini memberi manfaat bagi siapapun yang membacanya serta dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi imu pengetahuan.

Medan, Juni 2012 Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Survival ... 8

2.1.1 Data Tersensor ... 10

2.1.2 Fungsi Survival dan Fungsi Hazard ... 12

2.2 Kaplan-Meier ... 15

2.3 Uji Log-Rank ... 16

2.4 Cox Proportional Hazard ... 17

2.6 Demam Berdarah Dengue………...22

2.6.1 Pengertian Demam Berdarah ... 22

2.6.2 Etiologi ... 22

2.6.3 Penularan Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue ... 23

2.6.4 Patogenesis ... 26

2.6.5 Manifestasi Klinis... 27

2.6.6 Terapi dan Pengobatan bagi Penderita DBD ... 29

2.6.7 Upaya Pencegahan Penyakit DBD ... 32

2.6.8 Kecepatan Kesembuhan DBD ... 32

2.7 Kerangka Konsep ... 35

2.4 Hipotesis Penelitian ... 36

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.3 Populasi... 37

(10)

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 38

3.6 Defenisi Operasional ... 38

3.7 Aspek Pengukuran ... 40

3.8 Analisis Data ... 41

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum RS. Santa Elisabeth Medan ... 43

4.1.1 Profil RS. Santa Elisabeth Medan ... 43

4.1.2 Falsafah ... 43

4.1.3 Visi RS.Santa Elisabeth Medan ... 44

4.1.4 Misi RS. Santa Elisabeth Medan ... 44

4.1.5 Pelayanan Medis ... 44

4.1.6 Pelayanan Penunjang Medis ... 44

4.1.7 Penunjang Umum ... 45

4.2 Analisis Univariat ... 45

4.2.1 Lama Rawat Inap Penderita ... 45

4.2.2 Status Penderita DBD ... 46

4.2.3 Umur ... 46

4.2.4 Jenis Kelamin ... 47

4.2.5 Kecepatan Dirujuk ke Rumah sakit ... 47

4.2.6 Derajat DBD ... 48

4.2.7 Trombosit ... 48

4.2.8 Hematokrit ... 49

4.3 Analisis Bivariat ... 49

4.3.1 Umur dan Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD... 51

4.3.2 Jenis Kelamin dan Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD ... 52

4.3.3 Kecepatan Penderita Dirujuk ke Rumah Sakit dan Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD ... 54

4.3.4 Derajat DBD dan Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD ... 55

4.3.5 Trombosit dan Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD .. 56

4.3.6 Hematokrit dan Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD ... 58

4.4 Analisis Multivariat ... 59

4.4.1 Uji Asumsi Proportional ... 60

4.4.2 Pemodelan Cox Proportional Hazard (Regresi Cox) ... 66

4.4.3 Pemeriksaan Interaksi ... 67

(11)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Faktor Umur Terhadap Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth

Tahun 2011 ... 69 5.2 Pengaruh Faktor Jenis Kelamin Terhadap Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth

Tahun 2011 ... 70 5.3 Pengaruh Faktor Kecepatan Dirujuk ke Rumah Sakit

Terhadap Terhadap Kecepatan Kesembuhan

Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth Tahun 2011 ... 71 5.4 Pengaruh Faktor Derajat DBD Terhadap Kecepatan

Kesembuhan Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth

Tahun 2011 ... 71 5.5 Pengaruh Faktor Trombosit Terhadap Kecepatan

Kesembuhan Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth

Tahun 2011 ... 72 5.6 Pengaruh Faktor Hematokrit Terhadap Kecepatan

Kesembuhan Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth

Tahun 2011 ... 73 5.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan

Kesembuhan penderita DBD di RS. Santa Elisabeth

Tahun 2011 ... 73 5.8 Keterbatasan Penelitian ... 74 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 75 6.2 Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Lampiran 1 SKA Judul Skripsi Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 4 Data Hasil Penelitian

Lampiran 5 Hasil Output Analisis SPSS 1.Analisis Univariat

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD ... 39

Tabel 4.1 Ukuran Statistik Lama Rawat Inap Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth Medan 2011... 44

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Status Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth Medan Tahun 2011 ... 45

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Umur Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth Medan Tahun 2011 ... 45

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth Medan Tahun 2011 ... 46

Tabel 4.5 Ukuran Statistik Kecepatan Penderita DBD Dirujuk ke RS.Santa Elisabeth Medan Tahun 2011 ... 46

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Derajat DBD di RS. Santa Eliaseth Medan Tahun 2011 ... 47

Tabel 4.7 Distribusi Frekue nsi Trombosit Pertama Kali Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth Medan Tahun 2011 ... 47

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Hematokrit Pertama Kali Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth Medan Tahun 2011 ... 48

Tabel 4.9 Analisis Kaplan-Meier Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth Medan ... 49

Tabel 4.10 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth Medan Tahun 2011 ... 50

Tabel 4.11 Uji Asumsi Proporsional Variabel Kandidat dengan Ketahanan Hidup Menggunakan Time Dependent Covariat ... 61

Tabel 4.12 Hasil Analisis Multivariat Pada Pemodelan awal... 65

Tabel 4.13 Hasil Analisis Multivariat Pada Pemodelan 2 ... 66

Tabel 4.14 Hasil Analisis Interaksi Multivariat ... 66

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD... 35 Gambar 4.1 Grafik Hazard dengan metode Kaplan-Meier Berdasarkan

UmurPenderita DBD di RS. Santa Elisabeth

Medan Tahun 2011 ... 51 Gambar 4.2 Grafik Hazard dengan metode Kaplan-Meier Berdasarkan

Jenis Kelamin Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth... 52 Gambar 4.3 Grafik Hazard dengan metode Kaplan-Meier Berdasarkan

Kecepatan Penderita DBD Dirujuk ke RS. Santa Elisabeth

Medan Tahun 2011 ... 53 Gambar 4.4 Grafik Hazard dengan metode Kaplan-Meier Berdasarkan

Derajat Penderita di RS. Santa Elisabeth

Medan Tahun 2011 ... 54 Gambar 4.5 Grafik Hazard dengan metode Kaplan-Meier Berdasarkan

Trombosit 1 Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth

Medan Tahun 2011 ... 56 Gambar 4.6 Grafik Hazard dengan metode Kaplan-Meier Berdasarkan

Trombosit 2 Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth

Medan Tahun 2011 ... 57 Gambar 4.7 Grafik Hazard dengan metode Kaplan-Meier Berdasarkan

Hematokrit Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth

Medan Tahun 2011 ... 58 Gambar 4.8 Grafik Log Minus Log (LML) Uji asumsi Proportional

Berdasarkan Umur DBD di RS. Santa Elisabeth

Medan Tahun 2011 ... 60 Gambar 4.9 Grafik Log Minus Log (LML) Uji asumsi Proportional

Berdasarkan Derajat DBD di RS. Santa Elisabeth

Medan Tahun 2011 ... 61 Gambar 4.10 Grafik Log Minus Log (LML) Uji asumsi Proportional

Berdasarkan Dummy Trombosit 2 Penderita DBD

di RS. Santa Elisabeth Medan Tahun 2011 ... 62 Gambar 4.11 Grafik Log Minus Log (LML) Uji asumsi Proportional

Berdasarkan Dummy Trombosit 1 Penderita DBD

di RS. Santa Elisabeth Medan Tahun 2011 ... 63 Gambar 4.12 Grafik Log Minus Log (LML) Uji asumsi Proportional

Berdasarkan Hematokrit Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth

(14)

Abstrak

Banyak penelitian yang outcamenya berkaitan dengan lama waktu. Penelitian ini menggunakan survival analysis, dengan metode regresi cox. Salah satu bidang yang outcamenya sering berkaitan dengan survival time ialah kesehatan. Masalah kesehatan yang sering menimbulkan KLB adalah penyakit DBD, pada tahun 2010 terjadi peningkatan KLB di Medan. Maka dari itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan kesembuhan pasien DBD. Penelitian ini adalah observasional analitik, dengan pendekatan retrospektif, dan menurut tujuannya adalah penelitian terapan karena menggunakan analisis data

survival dan regresi cox. Sampel data diambil dari catatan medis pasien DBD yang dirawat di RS. Santa Elisabeth periode 1 Januari 2011 sampai 31 Desember 2011 yaitu sebesar 369 pasien DBD. Hasil menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan kesembuhan penderita DBD di RS. Santa Elisabeth tahun 2011 adalah derajat DBD dan Jumlah trombosit > 100.000/mm3. Pasien DBD dengan derajat ringan 3,7 kali lebih cepat sembuh daripada pasien DBD dengan derajat berat dan Pasien DBD yang memiliki jumlah trombosit > 100.000/mm3 0,71 lebih cepat sembuh daripada pasien DBD yang memiliki jumlah trombosit < 50.000/mm3

(15)

Abstract

Some researches have the outcome related to survival time. This research used survival analysis with regression cox method. One of the outcomes related to survival time is health. The health issues leading into extraordinary events is dengue hemorrhagic fever (DHF). In 2010, there was the increase of the incidence of the DHF in Medan. This research was conducted to know the factors predisposing the acceleration of recovery for DHF patients. This was observational analytic with retrospective research and according to the objective it was applied research using survival data analysis and cox regression. The sample of the data was taken from medical record of DHF patients in Santa Elisabeth Hospital from 1 January 2011 up to 31 December 2011 with the sample for 369 patients. The results of the

research showed that the factors predisposing the acceleration of recovery of DHF patients in Santa Elisabeth hospital in 2011 was DHF degree and the number of thrombosite > 100,000/mm3. DHF patients with low degree (grade 1 and 2) was 3.7 times faster recovery than patients with DHF severe degrees

(grade 3 and 4) and the patient with the thrombosite > 100,000 /mm3 0.71 was to get recovery than those patients with the thrombosite < 50,000 /mm3 and with those patients with thrombosite 50,000 /mm3- 100,000/mm3.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Ada banyak penelitian yang outcomenya berkaitan dengan lama waktu. Secara umum waktu ini dikatakan survival time. Banyak metode analisis yang dapat digunakan untuk survival time yang lengkap. Namun, faktanya dilihat data yang ada di masyarakat sulit sekali ditemukan data dengan time survival yang lengkap dan data tersebut jarang terdistribusi secara normal, melainkan miring dan secara khas terdiri dari banyak kejadian baru. Oleh karena itu dibutuhkan analisis khusus untuk menyelesaikan masalah ini. Metode ini dikenal sebagai survival analysis (Novita Sari, 2011).

Analisis survival adalah kumpulan beberapa prosedur uji statistik untuk menganalisis data dengan variabel outcamenya adalah waktu sampai suatu kejadian muncul, dan kemungkinan adanya data tersensor merupakan karakteristik khas yang membedakan dengan analisis lain. Peristiwa dalam analisis ini dapat berupa timbulnya penyakit, kambuhnya penyakit, kesembuhan, kematian, atau sesuatu yang menarik untuk diamati pada objek tertentu (Kleinbaum dan Klein, 2005).

Pada analisis survival diperlukan suatu model yang memberi gambaran tentang

(17)

model yang menggambarkan hubungan antara survival time sebagai dependent variabel dengan satu set variabel independent (Yasril, 2009).

Regresi Cox merupakan salah satu metode yang sangat umum dan populer dari analisis survival. Dikatakan umum karena model ini tidak didasarkan pada asumsi-asumsi tentang sifat atau bentuk distribusi yang mendasari survival, dan dikatakan popular karena fungsi baseline hazard pada model tidak ditentukan, merupakan pengestimasi koefisien regresi yang baik (Kleinbaum dan Klein, 2005).

Salah satu bidang yang outcamenya sering berkaitan dengan survival time ialah kesehatan. Masalah kesehatan di Indonesia sampai saat ini masih belum dapat terselesaikan, salah satunya yaitu pada penyakit menular. Tingkat kesakitan penyakit ini masih tinggi, Terbukti dari masih banyaknya ditemukan KLB (Kejadian Luar Biasa) karena penyakit tersebut. Salah satu, penyakit menular yang seringkali menimbulkan KLB adalah penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue). Penyakit yang tersebar luas di seluruh dunia terutama, di daerah tropis ini dapat menyebabkan kematian khususnya penderita pada anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun. Penyebab penyakit DBD adalah virus dangue yang termasuk familia Togaviridae

yang ditularkan oleh nyamuk Aedes. Sebagai sumber penularannya adalah manusia dan hewan primata (Soedarto, 2007).

(18)

digambarkan secara global di daerah tropis dan beriklim sedang. Vektor penyakit ini berpindah dan memindahkan penyakit dan virus dengue melalui transportasi laut. Seorang pakar yang bernama Rush telah menulis tentang dengue yang berkaitan dengan break bone fever yang terjadi di Philadelphia tahun 1780. Kebanyakan wabah ini secara klinis adalah demam dengue walaupun ada beberapa kasus yang berbentuk haemorrhargia. Penyakit DBD di Asia Tenggara ditemukan pertama kali di Manila tahun 1954 dan bangkok tahun 1958 (Soegijanto, 2006).

Penyakit DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh tahun 1972. Kasus pertama di Jakarta dilaporkan tahun 1968, diikuti laporan dari Bandung tahun 1972, dan Jogjakarta di tahun yang sama (Soedarma 2002). Sejak itu penyakit DBD menyebar ke berbagai daerah di seluruh pelosok tanah air, kecuali yang ketinggiannya 1000 meter di atas permukaan laut. Sejak pertama kali ditemukan jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat, baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahunnya. Sejak 5 Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh provinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015 orang (Depkes RI, 2004).

(19)

Tengah, Mandailing Natal, Padang Sidimpuan , Tapanuli Selatan, Labuhan Batu, Humbang Hasundutan, Pak-Pak Barat, Serdang Bedagai dan Kabupaten Samosir, dan yang ketiga adalah daerah potensial/bebas DBD antara lain Kabupaten Nias dan Nias Selatan. Pada tahun 2010, Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan frekuensi KLB DBD. KLB DBD meningkat dari 5 kali pada tahun 2009 menjadi 10 kali pada tahun 2010 (Dinkes Provsu, 2010). Sejak tahun 2005 rata-rata insiden rate DBD per 100.000 penduduk di Provinsi Sumatera Utara telah relatif tinggi. Pada tahun 2010, jumlah kasus DBD tercatat 9.352 kasus dengan IR meningkat tajam 72/100.000 penduduk yang sebelummya pada tahun 2009 sebesar 36,2/100.000 penduduk, angka yang sangat jauh diatas indiaktor keberhasilan program dalam menekan laju penyebaran DBD. Demikian juga dengan Case Fatality Rate (CFR), tahun 2008 CFR (1,13%) tahun 2009 (1,2%), tahun 2010 (1,25 %) yang pencapaiannya masih diatas target nasional yaitu <1% ( Dinkes Provsu, 2010).

Insident Rate (IR) DBD dengan insident rate yang sangat tinggi dalam 3 tahun terakhir umumnya, dilaporkan oleh daerah perkotaan yakni Kota Medan, Deli Serdang, Pematang Siantar, Langkat dan Binjai. Pada tahun 2010, IR demam berdarah dengue (DBD) yang tertinggi diduduki wilayah Medan, dengan jumlah sebesar 3.122 kasus dan yang meninggal sebanyak 22 orang (Dinkes Provsu, 2010). Tidak hanya itu saja sejak Januari hingga September 2011 sudah tercatat 21 orang

meninggal dan 1.721 orang dilaporkan terserang DBD (Tribun Medan, 27 Oktober 2011). Berdasarkan laporan bulanan penderita DBD dan

(20)

penderita berusia 15-44 tahun, 264 berusia 5-14 tahun, 1-4 tahun 191 orang, diatas 44 tahun 134 orang, usia dibawah setahun 24 orang, dan tidak diketahui umurnya sebanyak 219 orang.

KLB dan angka kesakitan penyakit DBD yang tinggi menjadi suatu pusat perhatian. Apalagi, sampai saat ini tidak ada obat yang spesifik untuk memberantas virus dangue (Soedarto, 2007). Oleh karena itu, dibutuhkan penatalaksanaan penanganan penderita dengan cepat dan tepat sehingga dapat mempercepat penyembuhan pasien dan terhindar dari resiko perdarahan atau syok yang sering menyebabkan kematian bagi penderitanya.

Penelitian ini menerapkan analisis regresi cox untuk mengetahui faktor-faktor (umur, jenis kelamin, kecepatan penderita dikirim ke rumah sakit, derajat DBD, trombosit, dan hematokrit) yang memengaruhi kecepatan kesembuhan penderita DBD di RS. Santa Elisabeth tahun 2012.

1.2Perumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana hasil penerapan regresi

cox terhadap faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan kesembuhan penderita DBD di RS. Santa Elisabeth”

1.3Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

(21)

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik penderita DBD yang menjalani rawat inap di RS. Santa Elisabeth.

b. Untuk mengetahui tingkat kecepatan kesembuhan penderita DBD di RS. Santa Elisabeth berdasarkan faktor umur, jenis kelamin, kecepatan penderita dirujuk ke rumah sakit, derajat DBD, trombosit, dan hematokrit.

c. Untuk menganalisis faktor risiko yang berpengaruh terhadap kecepatan kesembuhan penderita DBD yaitu umur, jenis kelamin, kecepatan penderita dirujuk ke rumah sakit, derajat DBD, trombosit, dan hematokrit

1.4Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan atau sumber informasi bagi mahasiswa mengenai penerapan statistika khususnya aplikasi model regresi cox pada faktor- faktor yang memengaruhi kecepatan kesembuhan penderita DBD.

2. Sebagai bahan masukan atau sumber bagi peneliti lain.

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Survival

Analisis Survival adalah kumpulan beberapa prosedur uji statistik untuk menganalisis data dengan variabel outcamenya adalah waktu sampai suatu kejadian muncul. Waktu sampai kejadian muncul adalah tahun, bulan, minggu, atau hari mulai dari pengamatan sampai kejadian itu muncul. Yang termasuk dalam kejadian event

adalah meninggal, sakit, sembuh, kembali bekerja, kembali mengulang pekerjaan yang sama atau kejadian apapun yang mungkin muncul dalam diri seseorang (Murti, 1995).

Menurut Kleinbaum dan Klein (2005) analisis survival ialah kumpulan dari prosedur statistik untuk menganalisis data yang outcame variabelnya yang diteliti adalah waktu (time) hingga suatu peristiwa (event) muncul. Time survival dapat didefinisikan sebagai waktu dari awal observasi hingga terjadinya peristiwa, dapat dalam hari, bulan, maupun tahun. Peristiwa tersebut dapat berupa perkembangan suatu penyakit, respon terhadap perawatan, kambuhnya suatu penyakit, kematian atau peristiwa lain yang dipilih sesuai dengan kepentingan peneliti. Oleh karena itu time survival dapat berupa waktu sembuhnya dari penyakit, waktu dari memulai perawatan hingga terjadinya respon dan waktu hingga terjadi kematian (Lee dan Wang, 2003). Menurut Lee (1997) dalam penelitian Suci Amalia tahun 2010, dalam menentukan

(23)

1. Waktu awal (Time origin or starting point)

Titik awal tidak harus tanggal lahir. Bisa saja titik awal ini adalah waktu dimulainya suatu pengobatan baru atau tanggal masuk rawat inap Rumah Sakit. 2. Peristiwa akhir/waktu akhir (Ending event of interest)

Kejadian akhir tidak harus kematian. Kejadian akhir bisa saja adalah waktu keluar rawat inap Rumah Sakit.

3. Skala waktu sebagai satuan pengukuran waktu (Measurement scale for the passage of time)

Skala ini bisa berbagai hal, misalnya biaya rumah sakit dari masuk (waktu awal) sampai keluar (waktu akhir).

T adalah lama dari waktu awal (time oringin). Waktu awal harus didefinisikan dengan jelas, namun tidak harus waktu kelahiran misalnya waktu awal melakukan perawatan atau awal didiagnosa penyakit tertentu (untuk percobaan klinis). Begitu juga waktu akhir harus didefinisikan secara jelas tidak harus kematian, misalnya waktu terjadinya struk, atau waktu kambuhnya penyakit (Le, 2003).

(24)

1. Mengestimasi/memperkirakan dan menginterprestasikan fungsi survivor atau hazard dari data survival, misalnya kanker, mati, post operasi dan lain-lain.

2. Membandingkan fungsi survivor dan fungsi hazard pada dua atau lebih kelompok. 3. Menilai hubungan variabel-variabel explanatory dengan survival time/waktu

ketahanan misalnya dengan survival time/waktu ketahanan misalnya dengan menggunkan ”Cox propotional hazard”.

2.1.1 Data Tersensor

Salah satu ciri khusus yang membedakan antara analisis survival dengan analisis statistika lainnya ialah terdapatnya suatu peristiwa yang lama waktu terjadinya terhadap objek adalah bervariasi. Selain itu adanya kemungkinan beberapa objek yang waktu sampai terjadinya peristiwa tidak diobservasi secara penuh (sensor). Sensor digunakan untuk menunjukkan bahwa periode pengamatan terputus sebelum peristiwa terjadi. Menurut Machin et al (2006) data dikatakan tersensor jika observasi waktu survival hanya sebagian, tidak sampai failure event.

Penyebab terjadinya data tersensor antara lain (Le, 2003):

1. Loss to follow up, terjadi bila objek pindah, meninggal atau menolak untuk berpartisipasi.

2. Drop out, terjadi bila perlakuan dihentikan karena alasan tertentu.

3. Termination of study, terjadi bila masa penelitian berakhir semantara objek yang diobservasi belum mencapai failure event.

(25)

Sedangkan menurut Kleinbaum dan Klein (2005) ada 3 alasan umum terjadinya penyensor, yaitu:

1. Objek tidak mengalami peristiwa sebelum masa penelitian berakhir 2. Objek hilang selama masa follow-up ketika masa penelitian

3. Objek ditarik di penelitian karena kematian (jika kematian bukan peristiwa yang diobservasi) atau disebabkan alasan lain

Ada 2 jenis penyensoran (Yasril, 2009)

1. Sensor kanan , terjadi apabila orang yang kita amati tidak mengalami event, orang yang kita amati hilang dari pengmatan (lost to follow up), orang yang kita amati meninggal yang terjadi bukan karena event.

Masa pengamatan

Kanker positif Kanker sensor

2. Sensor kiri, terjadi apabila kita tidak mengetahui dengan pasti waktu dari keadaan sebelum pengamatan.

Masa pengamatan

(26)

Pada penelitian ini jenis penyensoran yang digunakan ialah right-concored, yaitu ketika waktu kesintasan objek tidak lengkap di sisi kanan masa follow-up, ketika penelitian berakhir objek masih bertahan atau objek hilang pada masa follow-up atau dikeluarkan dari penelitian.

2.1.2 Fungsi Survival dan Fungsi Hazard

Fungsi survival dan fungsi hazard merupakan fungsi yang mendasar pada analisis survival. Secara teori, fungsi survival dapat digambarkan dengan kurva mulus dan memiliki karakteritik sebagai berikut (Kleinbaum dan Klein, 2005):

1. Tidak meningkat, kurva cenderung menurun ketika t meningkat

2. Untuk t = 0, S(t) = S(0) = 1 adalah awal dari penelitian, karena tidak ada objek yang mengalami peristiwa, probabilitas waktu survival 0 adalah 1

3. Untuk t = , S(t) = S () = 0 secara teori, jika periode penelitian meningkat tanpa limit maka tidak ada satupun yang bertahan sehingga kurva survival mendekati nol

1

S(t) S() = 0

(27)

Fungsi survival merupakan hal yang pokok dalam analisis survival, karena terdapat probabilitas survival untuk berbagai nilai t yang merupakan informasi penting dari data survival. Fungsi survival digunakan untuk merepresentasikan probabilitas individu untuk survived dari waktu awal sampai beberapa waktu tertentu. Fungsi survival, S(t), didefinisikan sebagai probabilitas seorang individu bertahan lebih besar dari waktu t (Le, 1997), sehingga:

S(t) = Pr(T > t) = 1 – Pr(T<t) = 1 - F(t) (2.1) dengan F(t) adalah Cumulative Distribution Function (CDF) dari disribusi data.

Berbeda dengan fungsi survival yang fokus pada tidak terjadinya peristiwa, fungsi

hazard fokus pada terjadinya peristiwa. Oleh karena itu fungsi hazard dapat dipandang sebagai pemberi informasi yang berlawan dengan fungsi survival. Sama halnya dengan kurva fungsi survival, kurva fungsi hazard juga memiliki karakteristik, yaitu (Kleinbun dan Klein, 2005):

1. Selalu nonnegatif, yaitu sama atau lebih besar dari nol 2. Tidak memiliki batas atas

Selain itu fungsi hazard juga digunakan untuk alasan (Yasril, 2009) : 1. Memberi gambaran tentang failure rate

2. Mengindentifikasi bentuk model yang spesifik

3. Membuat model matematik untuk analisis survival biasanya ditulis dalam bentuk fungsi hazard

(28)

interval waktu antara t dan t + Δt dimana waktu survival T adalah lebih besar atau sama dengan t (Yasril, 2009).

(2.2)

(2.3)

atau

h(t) dt = Pr(t ≤ T < t + Δt |T ≥t) (2.4)

dengan kata lain, fungsi hazard h(t) menaksir proporsi kematian individu atau individu mengalami suatu kejadian dalam waktu ke-t (Kleinbaum, 2005). Saat fungsi hazard selalu konstan, maka kita akan dapatkan model constant-risk (eksponensial). Berikut Hubungan Fungsi antara fungsi kumulatif hazard, H(t), dan fungsi survival, S(t) (Le, 1997) adalah

H(t) = - ln S(t) (2.5) 2.2Kaplan-Meier

Tujuan dari analisis survival ialah mengestimasi dan mengintepretasi fungsi

(29)

dianggap sebanding dengan pengukuran berskala numerik. Penelitian ini ialah penelitian statistik nonparametrik dengan data tersensor, sehingga penggunaan metode Kaplan-Meier adalah yang paling baik.

Sebenarnya metode life-table sama dengan Kaplan-Meier, namun pada

life-table objek diklasifikasi berdasarkan karakteristik tertentu yang masing-masing karakteristik disusun dengan interval dengan menggangap peluang terjadinya efek selama masa interval adalah konstan, sehingga data yang diperoleh akan lebih umum. Sedangkan pada metode Kaplan-Meier dianalisis sesuai dengan waktu aslinya masing-masing. Hal ini mengakibatkan proporsi survival yang pasti karena menggunakan time survival secara tepat sehingga diperoleh data yang lebih akurat. Selain itu Kaplan-Meier merupakan metode yang digunakan ketika tidak ada model yang layak untuk data survival (Novita Sari, 2011).

2.3 Uji Log Rank

Uji log rank ialah sebuah uji kemaknaan untuk membandingkan fungsi

survival diantara 2 kelompok. Uji ini merupakan uji statistik nonparametrik dan sesuai digunakan ketika data tidak simetris yaitu data miring ke kanan. Selain itu uji

Log Rank banyak digunakan dalam uji klinis untuk melihat efisiensi dari suatu perawatan baru yang dibandingkan dengan perawatan yang lama apabila yang diukur adalah waktu hingga terjadi sebuah peristiwa (Wikipedia). Uji Log Rank diperluas untuk analisis stratifikasi, sebagai contoh, pengaruh variabel prognostik yang patut

(30)

Untuk menghitung Log Rank, ada beberapa tahapan (Sastroasmoro, 2002):

a. Menghitung jumlah subyek berisiko pada setiap kelompok pada waktu kegagalan (nij).

b. Menghitung jumlah subyek yang mengalami kejadian pada setiap kelompok pada waktu kegagalan (mij).

c. Menghitung jumlah subyek yang mengalami kejadian yang diharapkan untuk setiap kelompok pada waktu kegagalan (eij).

(2.6)

d. Menghitung Log Rank

(2,7)

(31)

2.4 Regresi Cox (Cox Propotional Hazard)

Fungsi survival dan fungsi hazard merupakan analisis yang digunakan untuk melihat perbedaan 2 kelompok atau lebih. Namun bila ada variabel-variabel kovariat yang ingin dikontrol atau bila menggunakan beberapa variabel penjelas dalam menjelaskan hubungan antara waktu kesintasan maka regresi cox lah yang digunakan. Jadi regresi cox dapat digunakan untuk membuat model yang menggambarkan hubungan antara waktu kesintasan sebagai dependen variabel dengan satu set variabel independen,. Variabel independen ini bisa kontinyu maupun katagorik.

Cox proportional hazard ialah pemodelan yang digunakan dalam analisis

survival yang merupakan model semiparametrik. Regresi cox proportional hazard ini digunakan bila outcame yang diobservasi adalah panjang waktu suatu kejadian. Pada mulanya pemodelan ini digunakan pada cabang statistika khususnya biostatistika yaitu digunakan untuk menganalisis kematian atau harapan hidup seseorang. Namun seiring perkembangan zaman pemodelan ini banyak dimanfaatkan di berbagai bidang. Diantaranya bidang akademik, kedokteran, sosial, science, teknik, pertanian dan sebagainya (Novita Sari, 2011).

Ketika menyelidiki suatu kasus di bidang kedokteran contohnya kasus pasien yang menderita penyakit tertentu, dibutuhkan hubungan antara time survival pasien dengan karakteristik-karakteistik klinis yang didapatkan dari data medis pasien. Menurut Machin et al (2006) dengan menotasikan rat-rata fungsi hazard h0 (t) dapat menentukan hazardh (t) pasien tertentu, dengan :

(32)

Formula model Cox merupakan perkalian dari dua besaran yaitu fungsi

baseline hazard dan bentuk exponensial untuk penjumlahan linear dari βiXi, yaitu penjumlahan dari pvariabel independen X (Kleinbun dan Klein, 2005).

Fungsi Bazeline hazard adalah hazard rate saat X = 0. h0 (t) merupakan fungsi yang tidak diketahui karena distribusi dari survival time (T) tidak diketahui. Fungsi ini hanya bergantung waktu t dan tidak mengandung X.

Exponensial Kuantitas ini hanya bergantung pada X yang disebut time independent covariate. Hal ini dikarenakan X tidak bergantung pada waktu, maka X disebut time independen covariate. Akan tetapi, apabila X bergantung pada waktu (time dependen), maka diperlukan metode yang berbeda untuk memodelkan

hazardnya.

Pada model regresi umum fungsi hazard h tergantung pada t dan kovariat dependen X1, X2, ..., Xm (t). Dan pada model cox proportional hazard sederhana, dengan kovariat X1, X2, ..., Xm tidak tergantung pada t maka fungsi hazardnya adalah sebagai berikut:

h(t, x1, x2, ..., xm, β1,β2, ..., βm) = h0 (t)exp{β1x1+ β2x2 + βmxm} (2.10)

Fungsi h0 dikatakan sebagai fungsi baseline hazard, yaitu ketika fungsi

hazard dari objek nilai semua kovariatnya adalah nol (biasanya sebagai hipotesis) dan

exp{βx1+ β2x2 + βmxm} ialah bentuk resiko relatif dari objek dengan

kovariat x1, x2, ..., xm (koresteleva, 2003).

h(t) = ho (t) exp b1X1 + b2X2...+ biXi

(33)

= ho (t)

Baseline hazard, jika X = 0

Hal yang paling khusus dari formula ini ialah mengenai asumsi proportional hazard yaitu baseline hazard ialah fungsi dari t tetapi tidak melibatkan variabel X. Berbeda dengan bentuk eksponensial yang melibatkan variabel X tetapi tidak melibatkan t. X dikatakan time-independen (tidak tergantung waktu). Asumsi pada model cox proportional hazard ialah hazard ratio yang membandingkan 2 katagori dari variabel independen adalah konstan pada setiap waktu atau tidak tergantung pada waktu. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi atau time-dependen (X bergantung waktu) maka model digunakan ialah extended cox model. Karakteristik penting lainnya dari model cox ialah baseline hazard, h0 (t), ialah fungsi yang tidak ditentukan. Inilah

yang membuat cox propotional hazard merupakan model semiparametrik.

Model cox proportional hazard merupakan pemodelan yang sangat terkenal pada analisis survival.

Menurut Kleinbaum dan Klein (2005) hal yang menyebabkan model ini terkenal dan digunakan secara luas antara lain:

1. Model cox merupakan model semiparamerik.

2. Dapat mengestimasi hazard ratio tanpa perlu diketahui h0 (t) atau baseline hazard function.

3. Dapat mengestimasi h0(t), h(t,X), dan fungsi survival. Walaupun, h0 (t) tidak spesifik.

(34)

5. Model yang aman dipilih ketika berada dalam keraguan untuk menentukan model parametriknya, sehingga tidak ada ketakutan tentang pilihan model parametrik yang salah.

6. lebih baik daripada model logistik ketika tersedianya tentang waktu kesintasan dan adanya penyensoran .

Tujuan regresi Cox (Yasril, 2009): 1. Mengestimasi hazard ratio

2. Menguji hipotesis

3. Melihat confidenceinterval dari hazard ratio

Asumsi pada model Cox Proportional Hazard adalah hazard ratio yang membandingkan dua kategori dari prediktor adalah konstan pada setiap waktu atau tidak tergantung waktu.

Secara umum, ada tiga pendekatan untuk mengkaji asumsi proportional hazard

(Yasril, 2009), yaitu :

1. Dengan pendekatan grafik

Caranya dengan membuat plot Log Minus Log (LML) dari fungsi ketahanan hidup. Pada plot ini untuk setiap strata harus paralel/sejajar. Cara ini hanya dapat digunakan untuk variabel kategorik. Untuk variabel kontinyu harus diubah menjadi kategorik (2 atau 3 kelompok). Bila setiap strata dari variabel yang diuji arahnya sejajar (paralel), maka asumsinya terpenuhi. Jika tidak sejajar (paralel) maka asumsi proporsional tidak terpenuhi.

(35)

Caranya adalah membuat interaksi antar variabel bebas dengan waktu ketahanan hidup kemudian lihat nilai signifikansinya. Asumsi proporsional terpenuhi bila nilai p > 0,05.

3. Menggunakan goodness of fit test.

Caranya adalah dengan melihat nilai p (Chi-square). Jika nilai p > 0,05 maka asumsi proporsional terpenuhi.

Ketiga cara ini mempunyai kelebihan dan kekurangan, untuk itu sebaiknya seorang peneliti menggunakan minimal dua cara untuk menguji asumsi proporsional.

Variabel kandidat yang dimasukkan dalam pengujian interaksi adalah variabel independen yang berpengaruh dengan survival time (p < 0,25). Selanjutnya pengujian interaksi antara variabel independen dengan menggunakan uji ratio likelihood. Jika nilai p < 0,05 berarti interaksi tersebut masuk ke dalam model, tetapi jika p > 0,05 variabel interaksi tidak dimasukkan dalam model. Model regresi Cox (Cox Proportional Hazard) adalah:

h(t) = ho (t) exp b1X1 + b2X2...+ biXi (2.12) Apabila asumsi tidak terpenuhi maka model yang dipakai disarankan regresi Cox dengan time dependent covariat atau extended cox model dan juga dapat menggunakan model cox stratifikasi.

2.5 Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.5.1 Pengertian Demam Berdarah

(36)

terjadi pembesaran plasma yang ditandai hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan tubuh, abnormalitas hemostasis, dan pada kasus yang parah, terjadi suatu sindrom renjatan kehilangan protein masif (dengue shock syndrome), yang dipikirkan sebagai suatu proses imunopatologik (Halstead, 2007).

2.5.2 Etiologi

Penyakit Demam Berdarah Dangue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Den-1, Den-2, Den-3 atau Den-4 yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi

Masa inkubasi penyakit DBD, yaitu periode sejak virus dangue menginfeksi manusia hingga menimbulkan gejala klinis antara 3-14 hari, rata-rata antara 4-7 hari. Penyakit DBD tidak ditularkan langsung dari orang ke orang. Penderita menjadi infektif bagi nyamuk saat viremia, yaitu beberapa saat menjelang timbulnya demam hingga saat masa demam berakhir, berlangsung selama 3-5 hari (Genis, 2008).

Nyamuk Aedes aegypti menjadi infektif 8-12 hari sesudah menghisap darah penderita DBD sebelumnya. Selama periode ini, nyamuk Aedes yang telah terinfeksi oleh virus dangue ini akan tetap infektif selama hidupnya dan potensial menularkan virus dangue kepada manusia yang rentan lainnya.

(37)

2.5.3. Penularan Demam Dengue/ Demam Berdarah Dengue

Sebagaimana model epidemiologi penyebaran penyakit infeksi yang dibuat oleh Jhon Gordon, penularan penyakit DBD dipengaruhi oleh interaksi 3 faktor yaitu sebagai berikut:

1. Faktor Penjamu (Inang)

Dalam hal ini adalah manusia yang rentan tertular penyakit DBD. DBD dapat menyerang segala usia, beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak lebih rentan tertular penyakit yang berpotensi mematikan ini. Anak-anak lebih rentan dari usia lain, salah satunya adalah karena faktor Imunitas yang relatif lebih rendah dibanding orang dewasa, selain itu kasus-kasus berat biasanya menyebabkan komplikasi yaitu syok relatif banyak dijumpai pada anak-anak.

2. Faktor Penyebab (Agent), dan Vektor Penyakit

Dalam hal ini termasuk dalam faktor agent dan vektor penyakit yang meliputi perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari suatu tempat ke tampat lain.

a. Faktor Agent (Faktor Virus dangue)

Virus dengue merupakan anggota Famili Flaviviridiae, memiliki kode genetik (genom) RNA rantai tunggal, yang dikelilingi oleh selubung zat inti (nukleokapsid) Ikosahedral dan terbungkus oleh selaput lipid (lemak). Serotipe yang mendominasi di Indonesia adalah serotipe 2 dan 3. serotipe 3 dikaitkan dengan kasus DBD berat.

(38)

Namun, hanya memberikan imunitas sementara dan parsial terhadap infeksi tipe virus lainnya. Misalnya, seseorang yang telah terinfeksi oleh virus Den-2, akan mendapatkan imunitas menetap infeksi virus Den-2 pada masa yang akan datang. Namun, ia tidak memiliki imunitas yang menetap jika terinfeksi oleh virus Den-3 dan kemudian hari gejala klinis yang timbul akan jauh lebih berat. b. Faktor Vektor DBD

Morfologi nyamuk Aedes aegypti Nyamuk Aedes aegypti betina dewasa memiliki tubuh berwarna hitam kecokelatan. Ukuran tubuh nyamuk Aedes aegypti betina antara 3-4 cm, dengan mengabaikan panjang kakinya. Nyamuk Aedes aegypti, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Setiap hari nyamuk Aedes betina dapat bertelur rata-rata 100 butir. Telur menetas dalam dua hari menjadi larva, setelah itu berubah menjadi pupa dimana larva memasuki masa dorman (inaktif, tidur). Pupa bertahan selama 2 hari, sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari. Tetapi, bisa lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung.

Pola aktivitas bersifat diurnal, yakni aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina yang menghisap darah. Hal ini dilakukan untuk memperoleh asupan protein, antara lain prostaglandin yang diperlukan untuk bertelur. Nyamuk Aedes aegypti menyukai area yang gelap dan benda-benda yang berwarna hitam atau merah.

(39)

Sangat suka tinggal dan berkembangbiak di genangan air bersih yang tidak berkontak langsung dengan tanah, Merupakan salah satu karakteristik dari nyamuk Aedes aegypti betina. Jumlah penderita DBD umumnya meningkat pada awal musim hujan yaitu antara September hingga Febuari, dimana banyak terdapat genangan air bersih di dalam benda-benda yang mampu menampung sisa air hujan. Di daerah urban berpenduduk padat, puncak penduduk terkena DBD adalah bulan Juni atau Juli. Karena itu, kesadaran manusia untuk membersihkan lingkungan menjadi salah satu upaya yang efektif dalam menekan laju penularan penyakit DBD.

2.5.4. Patogenesis

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan (Suhendro, 2006). Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindroma syok dengue (dengue syok syndrome).

Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi virus. Reaksi yang amat berbeda tampak bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah respon imun humoral.

(40)

dikaitkan dengan kemampuan virus untuk bereplikasi untuk menghasilkan titer virus yang lebih tinggi.

Sementara dalam laporan WHO Scientific Working Group: Report on Dengue (2006), ditemukan keadaan lain yang mempengaruhi keparahan penyakit dengue: 1. Adanya hubungan infeksi primer dan sekunder. Contohnya, kombinasi serotipe

primer dan sekunder DEN-1/DEN-2 atau DEN-1/DEN-3 dipandang memberi risiko yang tinggi untuk terkena dengue yang parah.

2. Imunitas individu dalam menghasilkan sitokin dan kemokin yang dihasilkan oleh aktivasi imun berhubungan dengan keparahan penyakit.

3. Semakin panjang interval antara infeksi virus dengue primer dan sekunder, maka keparahan dengue semakin meningkat.

4. Peranan genetik juga diduga berpengaruh terhadap keparahan penyakit. Penelitian menunjukkan prevalensi DBD pada orang negroid diasosiasikan dengan insidensi yang rendah (2%), sementara orang kaukasoid memilki insidensi yang lebih tinggi (30%).

2.5.5. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang mungkin timbul pasca infeksi virus dangue amat beragam mulai dari demam tidak spesifik, demam berdarah dangue (DBD) hingga yang terberat yaitu sindrom syok dangue.

1. Demam Berdarah Dengue

(41)

demam tinggi, mendadak 2-7 hari disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Fenomena patofisiologi yang utam yang menentukan beratnya penyakit dan membedakan demam berdarah dengue dari demam berdarah adalah meningginya permeabilitas kapiler pembuluh darah, menurunnya volume plasma, hipotensi, trobositopeni dan diathesis hemoragik (Hidayat R, 2008).

Masa kritis dari penyakit terjadinya fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi bervariasi dalam berat ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami shock (Depkes RI, 2004).

2. Dengue Schok Syndrome

Disfungsi sirkulasi pada DBD, dengue shock syndrome, biasanya terjadi sesudah hari 2-7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ. Ganguan perfusi ginjal ditandai oleh oliguria atau anuria dan gangguan perfusi susunan syaraf pusat ditandai oleh penurunan kesadaran. (Hidayat R, 2008).

Pada penderita penyakit DBD, dapat ditemukan gejala-gejala klinis dan kelainan laboratoris sebagai berikut :

1. Gejala Klinis

(42)

tidak nafsu anoreksia, lemah badan (malaise), nyeri sendi dan tulang serta rasa sakit di daerah belakang bola mata (retoorbita) dan wajah kemerah-merahan. b. Manifestasi perdarahan yaitu uji torniqiuet dan perdarahan spontan berbentuk

pteki, purpra, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematimasis, dan melena. c. Hepatomegali (pembesaran organ hati)

d. Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyut nadi yang teraba lemah dan cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat disertai penurunan kesadaran dan renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian.

2. Kriteria Laboratoris :

a. Penurunan jumlah trombosit, trombositopenia ≤ 100.000/mm3 b. Persentase hematokrit > 40%

3. Derajat DBD :

a. Derajat 1 : panas badan 5-7 hari, gejala umum tidak khas.

b. Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai derajat spontan pada kulit dan atau perdarahan lainnya.

c. Derajat 3 : ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi darah seperti, denyut nadi teraba lemah dan cepat >120x/menit, tekanan nadi menyempit (kurang dari 20mmhg). DBD derajat 3 merupakan peringatan awal yang mengarah pada terjadinya renjatan (syok).

(43)

2.5.6 Terapi dan Pengobatan bagi penderita DBD 1. Prinsip umum pengobatan penyakit DBD

Terapi dan pengobatan yang diberikan bagi penderita DBD bersifat sportif yaitu dengan cara mengganti kehilangan cairan tubuh yang disebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan kadar hematokrit, juga dapat disebabkan oleh gejala anoreksia, dan mual, muntah yang sering dialami penderita. Terapi bagi penderita pnyakit DBD juga bersifat simtomatis, yaitu mengurangi keluhan yang timbul, seperti panas badan, nyeri otot , perdarahan dan sebagainya.

(44)

2. Kriteria pemulangan pasien rawat inap penyakit DBD

Ada beberapa kriteria yang dapat menjadi patokan bagi paien yang dapat dipulangkan dan menjalani rawat jalan, antara lain yaitu:

a. Tidak mengalami demam, sekuang-kurangnya selama 24 jam tanpa menggunakan obat-obat penurun panas

b. Nafsu makan membaik c. Produksi urin kembal normal d. Kadar hematokrit kembali normal

e. Telah mengalami masa perawatan lebih dari 2 hari, bag pasien DBD yang mengalami syok

f. Tidak terdapat gangguan pernafasan

Jika kriteria diatas belum terpenuhi sebaiknya penderita DBD berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter jika ingin segera menjalani rawat jalan. Sebab, jika penderita penyakit DBD tetap memaksa pulang dan menjalani rawat jalan dikawatirkan kondisinya akan memburuk dan fatal.

3. Kematian karena penyakit DBD

(45)

2.5.7 Upaya pencegahan penyakit DBD

Hal-hal yang harus dillakukan untuk menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit DBD sebagai berikut:

1. Melakukan kebiasaan baik seperti makan makanan yang bergizi, rutin olahraga, dan istirahat cukup.

2. Memasuki masa pancaroba, perhatikan kebersihan lingkungan tempat tinggal dan melakukan 3M, yaitu menguras bak mandi, menutup wadah yang dapat perkembangan jentik-jentik nyamuk, dan akan lebih baik bila barang-barang bekas tersebut di daur ulang.

3. Fogging atau pengasapan hanya akan memetikan jentik nyamuk di air, keduanya harus dilakukan untuk memeutuskan rantai perkembbangan nyamuk.

4. Segera berikan obat penurun panas untuk demam apabila mengalami demam atau panas tinggi.

5. Jika tidak sembuh dan terlihat tanda-tanda lain, segera baa penderita ke rumah sakit

2.5.8 Kecepatan kesembuhan DBD

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi faktual penderita (Jaya, 2008) ialah: a. Strain Virus, strain virus dihubungkan dengan tingkat infektivitas virus serta

level viremia yang dimilikinya. 80% kasusu menunjukkan viremia masih berlangsung sampai dua hari setelah renjatan.

(46)

c. Usia Penderita, penderita DBD dengan usia dibawah 15 tahun memiliki derajat keparahan yang cenderung lebih tinggi. Makin muda usia penderita, Untuk derajat beratnya penyakit, makin besar juga mortalitasnya.

d. Pasien dengan infeksi sekunder heterolog, Pada infeksi tersebut virus berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit dan makrofag, sehingga dapat meningkatkan replikasi virus intra sel

e. Infeksi simultan oleh dua atau lebih virus dalam jumlah besar. Secara teoritis dan telah ditemukan laporan seorang penderita terinfeksi oleh empat serotipe virus secara simultan

f. Status nutrisional penderita, berkaitan dengan status gizi dan imunologis resiko komplikasi maupun infeksi sekunder. Pada kasus penderita usia dibawah 14 tahun terdapat perbedaan kejadian renjatan berdasarkan kasus nutrisional. Penderita DBD denag gizi kurang atau dengan obesitas, lebih banyak mengalami renjatan.

g. Kondisi demografis setempat, pada daerah endemik, resiko terhadap infeksi sekunder akan semakin besar. Termasuk kepadatan vektor nyamuk di suatu daerah

(47)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan kesembuhan DBD: a. Usia

Demam berdarah dengue bisa mengenai semua kelompok umur, namun terbanyak pada anak < 15 tahun (65%-95%) (Harris E, 2000) (Kalayanarooj S, 2000) Di daerah endemis dan hiperendmis seperi asia tenggara, penderita terbanyak adalah anak berusia dibawah 15 tahun, usia lebih muda pada umumnya berhubungan dengan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi. Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah faktor eksogen dan endogen seperti kondisi lingkungan, adanya penyakit yang menyertai, perubahan fisiologis atau imunologis. Berdasarkan hasil penelitian Chatarina (1999), menyatakan bahwa usia berpengaruh kecepayan kesembuhan penderita DBD di rumah sakit. Menurut Chuan Kuo, dkk. (2008) yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat kematian penderita DBD adalah usia

b. Jenis Kelamin

Pada umumnya pria lebih rentan terhadap infeksi. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa pasien berjenis kelamin laki-laki cenderung 0,6109 kali lebih cepat sembuh daripada pasien yang berjenis kelamin perempuan (Suci Amalia, 2010). Menurut Chuan Kuo, dkk. (2008) menyatakan pada penderita DBD tingkat kematian wanita lebih tinggi daripada pria.

c. Kecepatan Dirujuk ke Rumah Sakit

(48)

kecepatan rujukan ke Rumah Sakit, sehingga mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Penelitian Chatarina (1999) yang menyatakan ada pengaruh kecepatan dirujuk ke rumah sakit terhadap kecepatan kesembuhan penderita DBD

d. Trombosit

Penurunan produksi trombosit pada fase awal penyakit merupakan penyebab trombositopenia. Trombositopenia terutama disebabkan oleh penghacuran trombosit pada sirkulasi. Penurunan trombosit < 100.000/uL biasanya ditemukan antara hari sakit ketiga sampai ketujuh. Jumlah trombosit yang terus mengalami penurunan hingga < 50.000/uL mempunyai resiko 6 kali lebih besar mengalami kematian. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara trombositopenia dan syok (Ignatius, 2007), yang sangat terkait dengan derajat penyakit DBD yang dialami penderita. Suci Amalia (2010), menyatakan bahwa ada pengaruh trombosit terhadap kecepatan kesembuhan pasien DBD

e. Derajat DBD

Derajat DBD adalah tingkat keparahan yang dialami oleh penderita DBD, yang di katagorikan menjadi derajat DBD 1, 2, 3, dan 4. menurut Melani (1992) salah satu yang mempengaruhi berat ringannya penyakit adalah derajat DBD, semakin tinggi derajatnya maka semakin berat penyakit yang dialami penderita. f. Hematokrit

(49)

(1992), menyatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi berat ringannya penyakit adalah jumlah hematokrit

[image:49.612.120.546.142.428.2]

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Faktor – Faktor yang Memengaruhi Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

1. Ada hubungan umur, jenis kelamin, kecepatan penderita dirujuk ke rumah sakit, derajat DBD, trombosit dan hematokrit terhadap kecepatan kesembuhan penderita DBD.

2. Ada pengaruh umur, jenis kelamin, kecepatan penderita dirujuk ke rumah sakit, derajat DBD, trombosit dan hematokrit terhadap kecepatan kesembuhan penderita DBD.

Jenis Kelamin

Kecepatan Kesembuhan Penderita Demam

Berdarah Kecepatan penderita

dirujuk ke rumah sakit

Derajat DBD

Trombosit

Hematokrit Umur

(50)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional yaitu penelitian tanpa ada melakukan intervensi atau perlakuan terhadap objek yang diteliti. Tipe penelitian analitik yaitu menguji hubungan sebab akiba, dengan studi crossectional. Menurut tujuannya adalah penelitian terapan pada data sekunder karena menggunakan analisis data survival dan regresi cox (Erlina, 2011)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan karena belum pernah dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan kesembuhan penderita DBD sebelumnya dan dengan pertimbangan bahwa di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan terdapat data yang dibutuhkan tentang penderita DBD. Penelitian dilaksanakan dengan mengumpulkan data rekam medis mulai dari Maret hingga April 2012.

3.3 Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh data penderita demam berdarah yang dirawat inap di RS. Santa Elisabeth.

3.4 Sampel

(51)

3.5 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yaitu data penderita DBD yang diperoleh dari rekam medis RS. Santa Elisabeth tahun 2011.

3.6 Definisi Operasional

1. Kecepatan kesembuhan penderita DBD adalah probabilitas kecepatan pasien selama masa pengamatan, sejak didiagnosa menderita DBD sampai pengamatan berakhir. Pada akhir penelitian dilihat status pasien apakah terjadi event atau tidak. Status pasien dikategorikan menjadi:

0 = Sensor 1 = Event

Event adalah kejadian sembuh pada penderita DBD selama dalam waktu pengamatan.

Sensor adalah kejadian yang bukan merupakan event yang terjadi pada waktu pengamata. yaitu pasien masih sakit pada akhir penelitian, pasien mengundurkan diri atau hilang dari pengamatan (lost to follow up).

2. Umur adalah lamanya hidup penderita sejak dilahirkan hingga saat didiagnosa menderita penyakit DBD berdasarkan catatan rekam medis penderita pada saat pertama kali berobat ke RSUD Pirngadi medan Medan. Dikategorikan menjadi: 0 = <15 tahun

(52)

3. Jenis kelamin adalah ciri khusus (organ reproduksi) yang dimiliki penderita sejak lahir sesuai dengan yang tercatat pada kartu status. Dikategorikan menjadi:

0 = Perempuan 1= Laki-laki

4. Kecepatan penderita dirujuk ke rumah sakit, yang ditentukan dengan lama panas yag telah diderita pasien sebelum di rujuk ke Rumah Sakit. Dalam betuk numerik (hari)

5. Derajat DBD adalah tingkatan (stadium) penyakit DBD yang dialami pasien, yang ditentukan pada saat kepulangan pasien berdasarkan catatan rekam medis pasien. Dikategorikan menjadi :

0 = Derajat 3 dan 4 1 = Derajat 1 dan 2

6. Jumlah trombosit pertamakali masuk rumah sakit yang tercantum di berkas rekam medis. Dikategorikan menjadi:

0 = < 50.000

1 = 50.000-100.000 2 = > 100.000

7. Hematokrit variabel kadar hematokrit merupakan kadar hematokrit saat pasien pertama kali dinyatakan masuk rawat inap dikatagorikan menjadi:

(53)

3.7 Aspek Pengukuran

Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD

Variabel Kategori Skala Ukur

Umur

< 15 tahun ≥ 15 tahun

Ordinal

Jenis kelamin

Perempuan Laki-laki

Nominal

Kecepatan penderita di kirim ke rumah sakit

Tidak ada Rasio

Derajat DBD

Derajat III dan IV Derajat I dan II

Ordinal

Trombosit

< 50.000 50.000-100.000 > 100.000

Ordinal

Hematokrit

> 40% ≤ 40%

(54)

3.8 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara bertahap, yaitu dengan analisis univariat, analisis bivariat, dan analisis multivariat.

1. Analisis univariat adalah analisis distribusi variabel tunggal. Analisis univariat bertujuan untuk menggambarkan masing-masing variabel mengenai distribusinya dengan menyajikan nilai pemusatan dan ukuran variasi data

2. Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk menganalisis hubungan dua variabel. Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan dan besarnya hubungan satu variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan metode Kaplan-Meier, serta untuk melihat kemaknaan dengan menggunakan uji log rank. Metode Kaplan-Meier juga digunakan untuk menyaring variabel kandidat yang akan dimasukkan ke dalam analisis multivariat.

(55)

dilakukan dengan pemodelan maksimum. Pemodelan ini dengan memasukkan seluruh variabel dan seluruh kemungkinan interaksi antar variabel. Pengujian interaksi antara variabel independen ini dengan menggunakan uji ratio likelihood. Jika nilai p < 0,05 berarti interaksi tersebut masuk dalam model, tetapi jika p > 0,05 variabel interaksi tidak dimasukkan dalam model.

Model regresi Cox : H(t) = Ho (t) exp b1X1 + b2X2...+ biXi

Bila variabel independen merupakan kategori > 2 kategori, maka dibuat suatu

dummy variabel (variabel baru), dimana salah satu dari variabel tersebut dianggap sebagai reference group yang berguna untuk memudahkan interpretasi hasil analisis. Dalam penelitian ini variabel trombosit > 2 katagori, sehingga akan dibuat

(56)

BAB 4

HASIL PENELITIN

4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan 4.1.1. Profil Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Rumah Sakit Santa Elisabeth merupakan rumah sakit milik Kongregasi Suster Fransisikanes Santa Elisabeth. Rumah sakit yang terletak di jalan H. Misbah No. 7 Medan di areal tanah seluas seluas 19.017m2 dengan luas bangunan 13.542,8 m2, mulai dibangun pada tanggal 11 Februari 1929 dan diresmikan pada tanggal 19 November 1930. Adapun falsafah, misi, visi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan adalah:

4.1.2 Falsafah

(57)

4.1.3. Visi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Menjadikan Rumah sakit Santa Elisabeth mampu berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi atas dasar cinta kasih dan persaudaraan sejati dalam era globalisasi.

4.1.4. Misi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Meningkatkan derajat kesehatan melalui sumber daya manusia yang professional, sarana dan prasarana yang memadai dengan tetap memperhatikan masyarakat Indonesia.

4.1.5. Pelayanan Medis

Rumah sakit ini dilengkapi berbagai prasarana yang terdiri dari kamar bersalin, kamar operasi, Intensive Care Unit (ICU), Unit Gawat Darurat (UGD), klinik umum, klinik spesialis, klinik gigi, fisioterapi, hemodialisa, radiologi, endoskopi, ERCP dan klinik thrombosis/apheresis. Klinik umum dilayani dokter umum yang melayani pasien rawat jalan non emergensi dan pemeriksaan kesehatan dari perusahaan. Klinik spesialis melayani penyakit yang berkaitan dengan penyakit urologi, saraf, THT, jantung, paru, anak, onkologi, mata, gigi, bedah umum/khusus, dan kebidanan/kandungan.

4.1.6. Pelayanan Penunjang Medis

(58)

4.1.7. Penunjang Umum

Penunjang umum yang terdapat di rumah sakit ini terdiri dari administrasi, jaringan komputer, telepon, sumber air, sumber listrik, pengelolaan air limbah, instalasi gizi dan dapur umum, Central Steril Supply Departement (CSSD), teknik pemeliharaan, kendaraan, dan fasilitas umum lainnya.

4.2 Analisis Univariat

Pada analisis univariat bertujuan untuk menggambarkan masing-masing variabel penderita demam berdarah secara deskriptif

4.2.1 Lama Rawat Inap Penderita

[image:58.612.109.536.489.583.2]

Gambaran umum lama rawat inap penderita demam berdarah dengue tidak berdistribusi normal yang didapatkan dari tes Kolmogorov-Smirnov dengan p = 0,00. Didapatkan nilai mean 5 hari dan median 4 dengan standar deviasi 2. Lama rawat inap terpendek ialah 1 hari sementara lama rawat terpanjang adalah 11 hari

Tabel 4.1 Ukuran Statistik Lama Rawat Inap Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth Medan Tahun 2011

Ukuran statistic Nilai (hari)

Mean 5

Median 4

Standar Deviasi 2

Minimum 1

(59)

4.2.2 Status Penderita DBD

[image:59.612.108.531.165.230.2]

sedangkan untuk proporsi event dan sensor dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Status Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth

Medan Tahun 2011

Status Pasien N %

Event 321 87,0

Sensor 48 13,0

Dilihat dari Tabel 4.2 di atas, dari 369 penderita DBD diperoleh event (penderita yang sembuh) sebanyak 321 orang (87,0%). Sedangkan yang mengalami sensor (meninggal atau pulang atas kemauan sendiri) sebanyak 48 orang (13,0%). 4.2.3 Umur

Karakteristik umur penderita DBD di RS. Santa Elisabeth tahun 2011 adalah: Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Umur Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth

Medan Tahun 2011

Umur Penderita (tahun) N %

<15 205 55,6

≥15 164 44,4

(60)

4.2.4 Jenis Kelamin

Karakteristik jenis kelamin penderita DBD di RS. Santa Elisabeth tahun 2011 adalah: Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Penderita DBD di RS. Santa

Elisabeth Medan Tahun 2011

Jenis Kelamin N %

Perempuan 197 53,4

Laki-laki 172 46,6

Dari 369 data pasien DBD yang dirawat inap di RS. Santa Elisabeth Medan, dapat dilihat bahwa pasien DBD paling banyak adalah perempuan yaitu 197 orang (53,4%) dan sisanya 172 orang (46,6%) pasien laki-laki.

4.2.5 Kecepatan dirujuk ke Rumah Sakit

[image:60.612.111.533.453.543.2]

Kecepatan penderita dirujuk ke RS. Santa Elisabeth akan digambarkan melalui tabel berikut:

Tabel 4.5 Ukuran Statistik Kecepatan Penderita DBD Dirujuk ke RS. Santa Elisabeth Medan Tahun 2011

Ukuran statistic Nilai (hari)

Mean 4

Median 4

Standar Deviasi 2

Minimum 1

Maksimum 14

(61)

4.2.6 Derajat DBD

Karakteristik derajat DBD penderita di RS. Santa Elisabeth tahun 2011 adalah:

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Derajat Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth Medan Tahun 2011

Derajat DBD N %

1&2 290 78,6

3&4 79 21,4

Salah satu penyebab lamanya pasien DBD dirawat di rumah sakit adalah derajat keparahan yang diketahui pada saat akhir diagnose. Derajat DBD ada 4 tingkatan. Namun untuk analisis derajat DBD dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu derajat ringan (derajat 1 dan 2) sebanyak 290 orang (78,6%) , dan derajat berat (derajat 3 dan 4) sebayak 79 orang (21,4%).

4.2.7 Trombosit

Karakteristik trombosit penderita DBD di RS. Santa Elisabeth tahun 2011 adalah: Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Trombosit Pertama Kali Penderita DBD di RS.

Santa Elisabeth Medan Tahun 2011

Jumlah Trombosit/mm3 N %

< 50.0000 129 35.0

50.000-100.000 97 26,3

> 100.000 143 38,7

[image:61.612.107.534.171.231.2] [image:61.612.108.534.513.574.2]
(62)

4.2.8 Hematokrit

Karakteristik hematokrit penderita DBD di RS. Santa Elisabeth tahun 2011 adalah: Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Hematokrit Pertama Kali Penderita DBD di RS.

Santa Elisabeth Medan Tahun 2011

Jumlah Hematokrit (%) N %

≤ 40 148 59,3

> 40 221 40,7

Jumlah hematokrit pertama kali penderita DBD pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu jumlah hematokrit ≤ 40% sebanyak 150 orang dan jumlah hematokrit > 40% sebanyak 219 orang (59,3%).

4.3 Analisis Bivariat

(63)
[image:63.612.106.529.91.421.2]

Tabel 4.9 Analisis Kaplan-Meier Faktor-Faktor yang Behubungan dengan Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth Medan Tahun 2011

Variabel P

(uji Log Rank)

Interval Kepercayaan 95% Umur <

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Faktor – Faktor yang Memengaruhi Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD
Tabel 4.1 Ukuran Statistik Lama Rawat Inap Penderita DBD di RS. Santa
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Status Penderita DBD di RS. Santa Elisabeth
Tabel 4.5 Ukuran Statistik Kecepatan Penderita DBD Dirujuk ke RS. Santa Elisabeth Medan Tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait