• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses tertangkapnya ikan karang dengan small bottom setnet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Proses tertangkapnya ikan karang dengan small bottom setnet"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

BARU SADARUN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Proses Tertangkapnya Ikan Karang dengan Small Bottom Setnet” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi dimanapun. Sumber informasi berasal dari hasil penelitian saya sendiri dan dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan oleh penulis lain. Semuanya telah saya sebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir disertasi.

Bogor, Januari 2011

(3)

supervision of Mulyono S. Baskoro, Daniel R. Monintja, dan M. Fedi A. Sondita.

Marine protected areas (MPA) have been re-empahasized as a management tool to promote sustainability of reef fisheries. While reef fish are source of food, fishermen should use environment-friendly fishing gear. Setnet is a type of fishing gear deployed to intercept fish migration. This research was aimed to compare effectiveness between yellow and green leadernets, and to assess impacts of set net operation on reefs. A number of experiments were conducted in several areas and Seribu Islands for the main experiment from October 2007 until October 2008. The yellow leader net appeared to be more effective than the green leader net in directing fish into the bagnet. Pattern of fish response to leader net appeared to be different between the two colored leadernets. Response of fish was also different among species, as indicated by fish acuity measured from density or distribution of cone cells of the eye retine. Fish with low density one cells (sergeant major / Abudefduf sp) tend to recognize net presence in short distance while those with high density can recognize it from further (tiger grouper / Epinephelus sp). Deployment and operation of small bottom setnet had no siginficant physical impact, except for limited area around leadernet where setnet posts were located. Further studies are required before wide expansion of small bottom setnet as an alternative type of gears for sustaining reef fisheries.

(4)

BARU SADARUN. “Proses Tertangkapnya Ikan Karang dengan Small Bottom Setnet”. Komisi Pembimbing: Mulyono S. Baskoro, Daniel R. Monintja, dan M. Fedi A. Sondita.

Setnet adalah alat tangkap yang dipasang atau diset secara menetap di daerah penangkapan. Small bottom setnet adalah alat tangkap yang dipasang secara menetap dengan satu leadernet yang berfungsi menghadang gerakan ikan dan menuntun ikan masuk ke badan jaring/daerah perangkap. Pengoperasian alat ini mudah dan bersifat pasif, yaitu dengan cara menunggu ikan masuk yang terperangkap. Komponen utama dari small bottom setnet adalah leadernet, playground, dan bagnet. Small bottom setnet dapat digunakan oleh nelayan tradisional dengan skala kecil dan juga dapat dipergunakan oleh nelayan modern dengan skala ukuran yang sangat besar.

Tujuan penelitian ini sebagai berikut: (1) Membandingkan pengaruh leadernet warna hijau dan kuning dalam menggiring ikan karang; (2) Mengidentifikasi pola tingkah laku ikan terhadap leadernet; (3) Mengkaji potensi kerusakan terumbu karang akibat pengoperasian smallbottom setnet. Penelitian ini diharapkan, dapat memberikan informasi tentang respon tingkah laku ikan pada leadernet dan informasi dampak kerusakan terumbu karang di kawasan konservasi akibat pemasangan small bottom setnet. Informasi ini penting bagi pengambil kebijakan dalam bidang perikanan tangkap untuk menyusun rencana pengembangan usaha penangkapan ikan karang di masa yang akan datang.

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan konservasi laut dengan pertimbangan kawasan konservasi laut memiliki ikan karang yang cukup melimpah dan harus dapat dimanfaatkan tanpa merusak terumbu karang. Lokasi penelitian tepatnya di kawasan konservasi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Penelitian ini dimulai dari bulan Oktober 2007 sampai dengan bulan Oktober 2008.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: small bottom setnet; buku untuk identifikasi ikan karang; alat tulis menulis bawah air; kamera foto bawah air; video bawah air; meteran transek; dan peralatan SCUBA diving.

Metode ujicoba dalam penelitian ini adalah experimental fishing yaitu mengoperasikan langsung small bottom setnet dengan perlakuan warna yang berbeda pada leadernet. Ada dua perlakuan pertama adalah pemasangan small bottom setnet dengan leadernet berwarna hijau. Perlakuan kedua adalah pemasangan small bottom setnet dengan leadernet berwarna kuning. Respons ikan terhadap leadernet berwarna hijau dan kuning kemudian dicatat, difoto dan direkam secara langsung di dalam air.

(5)

karang akibat pengoperasian small bottom setnet di lokasi penelitian. Metode yang digunakan untuk melihat kerusakan terumbu karang adalah point intercept transect dan metode yang digunakan untuk melihat respons pada leadernet adalah belt transect yang dimodifikasi.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1) analisis deskriptif terkait jenis warna leadernet yang tepat untuk menggiring ikan karang dan terkait dengan jenis maupun jumlah hasil tangkapan small bottom setnet, (2) analisis Chi-Square untuk mengetahui dampak operasi small bottom setnet terhadap karang

Hasil penelitian menunjukan bahwa warna pada leadernet berpengaruh dalam operasi small bottom setnet, dimana leadernet berwarna kuning lebih efektif daripada leadernet berwarna hijau dalam menggiring ikan. Jumlah ikan yang tergiring leadernet berwarna kuning sekitar 84,12%, sedangkan yang tergiring leadernet berwarna hijau sekitar 45,59%. Tingkah laku ikan terhadap leadernet terlihat bahwa pada leadernet berwarna hijau ikan cenderung menabrak dan tidak tergiring, berbeda dengan pada leadernet berwarna kuning dimana ikan cenderung tergiring dan tidak tersangkut. Hasil penelitian dampak pengoperasian small bottom setnet terhadap kerusakan terumbu karang sangat rendah dan masih bisa ditolerir. Dari beberapa paremater yang dianalisis (kecuali kehadiran ikan karang), pengaruh operasi small bottom setnet terhadap ekosistem terumbu karang tidak berdampak nyata (X2 Hitung < X2 Tabel).

(6)

@Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

SMALL BOTTOM SETNET

BARU SADARUN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Nama : Baru Sadarun

NIM : P266 00001

Program Studi : Teknologi Kelautan

Diketahui Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Ketua

Prof.Dr.Ir. Daniel R. Monintja Anggota

Dr.Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc Anggota

Ketua Program Studi Teknologi Kelautan

Prof.Dr.Ir. John Haluan, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(9)

Kupersembakan karya ini untuk :

Orang-Orang yang Membutuhkan Karya Ini Terutama Istri, Anak, dan Saudara-Saudari Tercinta Peneliti dan Pemerhati Setnet di Tanah Air serta Almamáter

(10)

Puji syukur dipanjatkan kepada ALLAH SWT atas tuntunan dan bimbingannya maka penulisan disertasi dengan judul “Proses Tertangkapnya Ikan Karang dengan Small Bottom Setnet” dapat terwujud.

Pada kesempatan ini tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak terutama: Ditjen Pendidikan Tinggi yang sudah membantu penulis memberikan bantuan beasiswa pascasarjana (BPPS), Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, dan staf administrasi yang sudah membantu penulis selama menimbah Ilmu di IPB. Terima kasih pula disampaikan kepada komisi pembimbing : Pof. Dr.Ir Mulyono S. Baskoro, M.Sc (Ketua Komisi Pembibing), Prof. Dr. Daniel R. Monintja dan Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc (Anggota Komisi Pembimbing) dengan tulus dan sabar telah membimbing penulis mulai dari awal penelitian sampai akhir penulisan. Ketua Program Studi, Staf Dosen dan Staf Administrasi Program Studi TKL yang sudah banyak membantu penulis dalam memberi ilmu pengetahuan, dan memperlancar administrasi selama penulis mengikuti studi.

Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Rektor Universitas Haluoleo, Dekan Faperta, dan Dekan FPIK atas dukungan dan bantuannya selama penulis melanjutkan studi.

Ucapan terima kasih pula ditujukan kepada Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, dan Pengelola proyek COREMAP II, Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia yang telah memberikan bantuan dana penelitian dan dana penulisan tugas akhir.

(11)

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Yaya Mulyana, Bapak Agus Dermawan, dan Ibu Elfita Nezon yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi. Mas Fis Purwangka bersama tim penyelamnya yang telah banyak membantu selama di lapangan, dan Mas Mustarudin yang juga telah banyak memberikan sumbangan konstruktifnya. Dosen dan rekan-rekan sesama mahasiswa Teknologi Kelautan serta teman-teman HIWACANA Sultra juga kami ucapkan terima kasih atas kebersamaan yang telah terjalin dan interaksi positif dalam suatu supporting system dengan penulis selama mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.

Ucapan terima kasih pula ditujukan kepada semua pihak atas jasa dan bantuannya baik secara langsung maupun tidak sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.

Semoga ALLAH SWT membalas semua kebaikan tersebut dengan rahmat dan pahala berlipat ganda. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun penulis mengharapkan kiranya tulisan ini dapat bermanfaat sebagai sumber informasi dalam usaha perikanan setnet di Tanah Air.

Bogor, Januari 2011

(12)

Baru Sadarun, dilahirkan di Raha, Sulawesi Tenggara, pada tanggal 23 Juli 1971, anak ke tujuh dari pasangan suami istri Kino Pure (Almarhum) dan Waode Safiah. Penulis masuk Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pure tahun 1978 dan tamat tahun 1984. Penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Pure dan tamat tahun 1987. Pada tahun yang sama penulis masuk Sekolah Menengah Atas (SMAN) II Raha dan tamat pada tahun 1990. Pada tahun yang sama pula penulis masuk Perguruan Tinggi Unsrat Manado, pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Program Studi Ilmu Kelautan dan tamat pada tahun 1995.

Pada tahun 1997 penulis mendapat kesempatan melanjutan pendidikan pada Program Magister Fakultas Matematika dan IPA di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang dinyatakan lulus dan berhak memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada tanggal 20 Juli 1999. Tahun 1999 penulis diangkat sebagai tenaga pengajar tetap pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian Unhalu. Pada tahun 2000 penulis kembali melanjutkan studi Program Doktor di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Kelautan (TKL). Pada tahun 2001 penulis dipekerjakan pada Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (sekarang KP3K), Departemen Kelautan dan Perikanan yang selanjutnya mulai tahun 2002 dipercaya sebagai Kepala Seksi Rehabilitasi Ekosistem Laut.

Selama berstatus mahasiswa TKL, penulis pernah mendapat penghargaan Man And Biosphere dari UNESCO PBB tahun 2001 sebagai Peneliti Muda Pengelola Lingkungan yang Peduli pada Perkembangan, Pengelolaan, Konservasi Lingkungan dan Keragaman Hayati di Indonesia. Tahun 2008 penulis dipercaya sabagai Asdir Public Awarrenes COREMAP II. Tahun 2010 penulis dipecaya sebagai tim survei terumbu karang di kawasan CTI yang diinisiasi oleh KKP, TNI-AL, dan P2O LIPI.

Dibidang penyelaman, penulis adalah Instruktur selam POSSI-B2 dengan nomor registrasi 0226 B2 Instructor. Juga penulis adalah Instruktur pada Association of Diving School International. Selain itu penulis adalah pengajar selam pada Marine and Fisheries Diving Club (MFDC-KKP) dan pada Bintang Samudra Diving Club (BS-DC). Pada tahun 2009 penulis dipercaya sebagai danru penyelam KKP pada pemecahan rekor dunia di Bunaken. Sampai saat ini penulis adalah President Scientific Diving POSSI Jakarta.

Publikasi ilmiah penting yang dibuat oleh penulis diantaranya:

• Tahun 2003 – 2007 “Buku Pengenalan Jenis Karang di Kawasan Konservasi Edisi I, II, III, IV dan V”.

• Pada tahun 2007 “ Buku Pedoman Rehabilitasi Ekosistem Karang”. • Pada tahun 2008 “Buku Petunjuk Pelaksanaan Transplantasi Karang”.

(13)

Alat penangkap ikan : Suatu alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan.

Atoll : Salah satu tipe terumbu karang; merupakan terumbu yang bermodifikasi, berbentuk cincin, tumbuh di perairan dalam yang jauh dari massa daratan benua serta melingkari sebuah gobah dangkal.

Barrier reef : Terumbu karang yang terdapat di sekitar massa daratan yang dipisahkan oleh suatu gobah atau saluran dengan berbagai ukuran.

Carrying capacity : Batas kapasitas kemampuan daya dukung suatu daerah dalam mendukung suatu kondisi sumberdaya dan fenomena yang ada.

CCRF : Code of Conduct for Responsible Fisheries yaitu tata laksana untuk perikanan yang bertanggung jawab.

CPUE : Catch per unit effort (hasil tangkapan persatuan upaya penangkapan) yaitu hasil tangkapan ikan dalam jumlah atau berat yang diambil oleh suatu upaya penngkapan tertentu yang biasanya digunakan sebagai indeks dari kelimpahan relatif.

Crescupular : Sifat dan tingkah laku ikan yang aktif pada waktu siang dan malam hari.

Diurnal : Sifat dan tingkah laku ikan yang aktif pada waktu siang hari.

Duri : Tonjolan tulang yang runcing atau tonjolan kulit yang keras dan runcing.

Efektivitas : Tingkat pencapaian hasil terhadap suatu tujuan.

Ekosistem : Suatu unit fungsional yang tersusun atas mahluk hidup dan non mahluk hidup yang saling berinteraksi.

Feeding habits : Tingkah laku mahluk hidup dalam mencari makan.

(14)

Fishing ground : Daerah yang menjadi tujuan penangkapan.

Fringing reef : Terumbu karang yang terbentuk di dekat massa daratan.

Habitat : Tempat hidup alami suatu organisme.

Herbivora : Binatang pemakan tumbuh-tumbuhan.

Karnivora : Binatang pemakan daging.

KKL : Kawasan Konservasi Laut: suatu wilayah di laut dengan batas geografis yang tegas dan jelas, ditetapkan untuk dilindungi melalui perangkat hukum atau aturan mengikat lainnya, dengan tujuan konservasi sumberdaya hayati dan kegiatan penangkapan ikan karang yang berkelanjutan.

MSY : Maximum Sustainable Yield adalah hasil tangkapan maksimum lestari yaitu jumlah suatu tangkapan maksimum yang dapat dipanen dari suatu sumberdaya ikan tanpa memngganggu kelestrian.

Nocturnal : Sifat dan tingkah laku ikan yang aktif pada waktu malam hari.

Over exploited : Kondisi sumberdaya perikanan dimana produksi tahun terakhir sudah melebihi hasil tangkapan maksimum lestari.

Over fishing : Tangkap lebih yaitu jumlah upaya penangkapan yang melebihi upaya maksimum.

Patch reef : Terumbu karang yang tubuh dari dasar laut dan belum muncul ke permukaan.

Recruitment : Penambahan individu-individu muda pada suatu stok ikan, yaitu proses terjadinya peremajaan dari spesies ikan setelah terjadinya proses penetasan telur ikan tersebut di alam.

Setting : Pemasangan alat tangkap.

(15)

Habitat ikan karang : Terumbu karang yaitu hamparan yang sebagian besar penyusun biotanya adalah koloni karang.

Trap : Alat penangkapan ikan yang prinsip kerjanya menjebak ikan untuk masuk ke dalam alat.

(16)

Penguji Luar Komisi pada :

Ujian Tertutup : 1.

(Staf pengajar FPIK , IPB)

2.

(Staf pengajar FPIK , IPB)

Ujian Terbuka : 1.

2.

Prof.Dr.Ir. Bambang Murdiyanto, M.Sc

Dr.Ir. Mohammad Imron, M.Si

Dr.Ir.Toni Ruchimat, M. Sc

(Direktur Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil)

Dr.Ir.Wudianto, M. Sc

(17)

i

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

1 PENDAHULUAN ... 1

2.3 Hubungan Antara Setnet dengan Tingkah Laku Ikan ... 15

2.3.1 Tingkah laku ikan terhadap leadernet ... 16

2.3.2 Tingkah laku ikan terhadap playground ... 17

2.4 Sumberdaya Ikan Karang ... 18

2.4.1 Klasifikasi dan anatomi ikan karang ... 18

2.4.2 Ikan karang yang umum ditemukan di kawasan konservasi laut ... 19

2.4.3 Pengelompokkan ikan karang ... 21

2.4.4 Karateristik ikan karang ... 23

2.5 Penglihatan dan Warna pada Ikan Karang ... 29

2.5.1 Penglihatan ikan karang ... 29

2.5.2 Warna dan pengaruhnya pada ikan karang ... 31

2.6 Terumbu Karang sebagai Habitat Ikan Karang ... 34

2.6.1 Habitat ikan karang ... 34

2.6.2 Klasifikasi, bentuk dan tipe terumbu karang ... 35

2.6.3 Penyebab kerusakan terumbu karang ... 37

2.7 Kawasan Konservasi Laut ... 40

2.7.1 Kawasan konservasi laut di Indonesia ... 40

2.7.2 Landasan hukum kegiatan konservasi ... 49

2.7.3 Analisis penentuan kawasan konservasi laut ... 52

3 GAMBARAN UMUM KAWASAN KONSERVASI LAUT DI LOKASI PENELITIAN ... 40

(18)

ii

4 METODOLOGI PENELITIAN ... 45

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45

4.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 45

4.2.1 Small bottom setnet ... 45

4.2.2 Sampel mata ikan ... 51

4.2.3 Peralatan pengambilan data... 51

4.2.4 Peralatan pendukung ... 52

4.3 Pengambilan Data Penelitian ... 54

4.3.1 Data tingkah laku ikan karang... 54

4.3.2 Data sampel mata ikan karang ... 58

4.3.3 Data kerusakan terumbu karang ... 63

4.4 Analisis Data ... 65

4.4.1 Analisis komposisi ... 65

4.4.2 Analisis visual axis ... 66

4.4.3 Analisis maximum sighting distance ... 87

4.4.4 Analisis chi-square ... 69

5 HASIL PENELITIAN ... 71

5.1 Respons Ikan pada Leadernet Hijau dan Kuning ... 71

5.1.1 Komposisi jumlah ekor ikan pada leadernet ... 71

5.1.2 Pola tingkah laku ikan pada leadernet ... 74

5.1.3 Sebaran jarak ikan di sekitar leadernet ... 78

5.1.4 Lama waktu ikan di leadernet ... 80

5.1.5 Lama waktu ikan di playground ... 82

5.2 Pengamatan Contoh Mata Ikan Karang yang Tertangkap ... 86

5.2.1 Tipe reseptor mata ikan karang ... 86

5.2.2 Sumbu penglihatan (visual axis) ... 94

5.2.3 Jarak pandang maksimum (maximum sightingdistance) ... 95

5.3 Dampak Pengoperasian Small Bottom Setnet ... 95

5.3.1 Dampak terhadap kondisi terumbu karang ... 96

5.3.2 Dampak terhadap lingkungan terumbu karang ... 104

6 PEMBAHASAN ... 144

6.1 Pemilihan Warna yang Tepat Pada Leadernet ... 144

6.2 Pengamatan Contoh Mata Ikan Karang yang Tergiring oleh Leadernet ... 116

6.2.1 Tipe reseptor mata ikan ... 116

6.2.2 Sumbu penglihatan (visual axis) ... 116

6.2.4 Jarak pandang maksimum (maximum sighting distance) ... 117

(19)

iii

7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 121

7.1 Kesimpulan ... 121

7.2 Saran ... 121

(20)

iv

1 Warna dan panjang gelombang cahaya ... 33

2 Spesifikasi small bottom setnet ... 46

3 Peralatan pengambilan data selama penelitian small bottom setnet ... 52

4 Peralatan scuba diving yang digunakan dalam penelitian ... 54

5 Komposisi jumlah ekor ikan terhadap leadernet hijau dan kuning ... 72

6 Sebaran jarak ikan terhadap leadernet hijau dan kuning ... 79

7 Proporsi lama waktu ikan berada pada leadernet hijau dan kuning ... 81

8 Proporsi lama waktu ikan berada di dalam playground dengan leadernet hijau dan kuning ... 83

9 Jarak pandang maksimum ikan sersan mayor terhadap objek berdiameter 3 mm (benang jaring leadernet) ... 91

10 Jarak pandang maksimum ikan kerapu terhadap objek berdiameter 3 mm (benang jaring leadernet) ... 91

11 Jarak pandang maksimum ikan sersan mayor terhadap objek berdiameter 4 mm (simpul jaring leadernet) ... 92

12 Jarak pandang maksimum ikan kerapu terhadap objek berdiameter 4 mm (simpul jaring leadernet) ... 93

13 Proporsi lokasi karang hidup di sekitar pemasangan small bottom setnet ... 97

14 Dampak pengoperasian small bottom setnet terhadap karang hidup ... 98

15 Proporsi kehadiran ikan karang di sekitar pemasangan small bottom setnet ... 99

16 Dampak pengoperasian small bottom setnet terhadap kehadiran ikan karang ... 100

(21)

v

20 Dampak pengoperasian small bottom setnet penyinaran matahari ... 106

21 Proporsi sirkulasi air di sekitar pemasangan small bottom setnet ... 108

22 Dampak pengoperasian small bottom setnet terhadap sirkulasi air ... 109

23 Proporsi kejernihan perairan karang di sekitar pemasangan

small bottom setnet ... 111

24 Dampak pengoperasian small bottom setnet terhadap kejernihan perairan .... 112

(22)

vi

1 Kerangka pemikiran... ... ...8

2 Anatomi ikan karang ... 19

3 Penampang dan pola mosaik fotoreseptor ... 30

4 Bahan penyusun small bottom setnet ... 45

5 Bagian-bagian small bottom setnet ... 47

6 Pembuatan leadernet di darat ... 50

7 Perakitan small bottom setnet di dasar perairan ... 50

8 Peralatan SCUBA diving dan perahu motor yang digunakan

selama penelitiansmall bottom setnet di Kepulauan Seribu ... 53

9 Pengambilan data tingkah laku ikan pada leadernet dengan metode

belt transect ... 55

10 Leadernet warna hijau yang digunakan dalam penelitian ... 56

11 Leadernet warna kuning yang digunakan dalam penelitian ... 57

12 Urutan pengambilan spesimen retina mata ikan ... 59

13 Contoh mata ikan yang masih segar ... 59

14 Fiksasi preparat mata ikan kerapu dan ikan sersan mayor di laboratorium FPIK IPB ... 60

15 Prosedur fiksasi untuk analisis histologi sampai pengamatan mata ikan ... 61

16 Metode pengambilan data kerusakan terumbu karang di lokasi

pemasangan small bottom setnet ... 63

17 Sebaran posisi pengambilan data kerusakan terumbu karang

di lokasi pemasangan small bottom setnet. ... 64

18 Penarikan sumbu penglihatan pada retina mata ikan ... 67

19 Skema perhitungan jarak pandang maksimum ... 69

(23)

vii

22 Pola tingkah laku ikan pada small bottom setnet dengan leadernet

berwarna kuning ... 75

23 Proses tertangkapnya ikan karang dengan small bottom setnet ... 76

24 Tingkah laku ikan dari playground ke bagnet ... 77

25 Proporsi sebaran jarak ikan terhadap leadernet hijau dan kuning ... 80

26 Proporsi lama waktu ikan berada pada leadernet hijau dan kuning ... 82

27 Proporsi lama waktu ikan berada di dalam playground dengan

leadernet hijau dan kuning ... 84

28 Rata-rata lama waktu yang dibutuhkan oleh ikan untuk berpindah dari

leadernet hijau ke playground ... 85

29 Rata-rata lama waktu yang dibutuhkan oleh ikan untuk berpindah dari

leadernet kuning ke playground ... 86

30 Fotomicrograf single cone cells dan twin cone cells ikan sersan mayor ... 87

31 Fotomicrograf single cone cells dan twin cone cells ikan kerapu ... 88

32 Sumbu penglihatan ikan sersan mayor ... 94

33 Sumbu penglihatan ikan kerapu ... 95

34 Proporsi lokasi karang hidup di sekitar pemasangan small bottom setnet ... 98

35 Proporsi lokasi kehadiran ikan karang di sekitar pemasangan

small bottom setnet ... 100

36 Proporsi lokasi keutuhan karang di sekitar pemasangan

small bottom setnet ... 103

37 Proporsi lokasi penyinaran matahari di sekitar pemasangan

small bottom setnet ... 106

38 Proporsi lokasi sirkulasi air di sekitar pemasangan small bottom setnet ... 109

39 Proporsi lokasi kejernihan perairan di sekitar pemasangan

(24)

viii

1 Karang hidup (koloni karang yang tidak mengalami kematian)

di lokasi pemasangan small bottom setnet ... 130

2 Kehadiran ikan karang di lokasi pemasangan small bottom setnet ... 131

3 Keutuhan karang di lokasi pemasangan

small bottom setnet ... 132

4 Penyinaran matahari di lokasi pemasangan small bottom setnet ... 133

5 Sirkulasi air di lokasi pemasangan small bottom setnet ... 134

6 Kejernihan perairan di lokasi pemasangan small bottom setnet ... 135

7 Jenis dan sebaran ikan yang lolos, tergiring dan berbalik arah menjauh

pada leadernet berwarna hijau ... 136

8 Jenis dan sebaran ikan yang lolos, tergiring dan berbalik arah menjauh

pada leadernet berwarna kuning ... 137

9 Respons tingkah laku ikan yang lolos, tergiring dan berbalik arah menjauh pada leadernet berwarna hijau ... 138

10 Respons tingkah laku ikan (lolos, tergiring dan berbalik arah menjauh

pada leadernet berwarna kuning ... 139

11 Hasil tangkapan small bottom setnet ... 140

12 Lokasi penelitian di kawasan konservasi laut (TNL Kepulauan Seribu) ... 144

13 Supervisi oleh komisi pembimbing di lokasi penelitian ... 145

14 Hasil tangkapan small bottom setnet dalam keadaan hidup ... 146

15 Tabel distribusi chi-square ... 147

(25)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang berada di daerah segitiga terumbu karang dunia (the coral triangle area of the world) yang merupakan pusat keanekaragaman karang dan ikan karang dunia. Keanekaragaman dan tutupan karang sangat berkaitan dengan kelimpahan ikan karang. Dengan kata lain jumlah jenis ikan karang sebanding dengan jenis karang yang ada. Sehingga dapat dikatakan bahwa wilayah perairan Indonesia yang kaya akan keragaman jenis karang juga mempunyai sumberdaya ikan karang yang melimpah.

Dalam rangka menjaga keanekaragaman sumberdaya ikan karang dan jenis karang tetap lestari, beberapa negara telah mengambil kebijakan dengan menetapkan suatu wilayah perairan sebagai marine protected area atau di Indonesia lebih dikenal dengan Kawasan Konservasi Laut (KKL). Kawasan Konservasi Laut didefinisikan sebagai suatu wilayah di laut dengan batas geografis yang tegas dan jelas, ditetapkan untuk dilindungi melalui perangkat hukum atau aturan mengikat lainnya, dengan tujuan konservasi sumberdaya hayati dan kegiatan perikanan yang berkelanjutan di sekitar wilayah KKL (Ward et al.

2001). Sampai akhir tahun 2007 pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan telah menunjuk kawasan konservasi laut daerah seluas 3,115,572,40 ha dan calon kawasan konservasi laut daerah seluas 13,591,406.15 ha serta hasil inisiasi Departemen Kehutanan seluas 5,426,092.85 ha. Sehingga sampai akhir tahun 2007 total kawasan konservasi perairan di Indonesia 22,175,610.53 ha (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut 2007). Salah satu tujuan pembentukan KKL adalah agar pemanfaatan sumberdaya di kawasan tersebut dapat dilakukan secara berkelanjutan.

(26)

merusak hasil tangkapan dan tidak merusak ekosistem terumbu karang (Baskoro 1995).

Teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan adalah suatu upaya terencana dalam menggunakan alat tangkap yang bertujuan untuk mengelola sumberdaya secara kesinambungan dalam meningkatkan mutu serta kualitas hasil tangkapan tanpa mengganggu dan merusak kondisi habitat sumberdaya sekitar. Bebarapa kriteria yang digunakan untuk melihat tingkat bahaya alat tangkap terhadap kelestarian sumberdaya (Monintja 2000) adalah hasil tangkapan tidak boleh melebihi jumlah tangkapan yang diperbolehkan, menggunakan bahan bakar sedikit, secara hukum alat tangkap tersebut legal, investasi yang dibutuhkan kecil, dan produk mempunyai pasar yang baik. Salah satu alat tangkap yang memenuhi kriteria tersebut adalah setnet.

Secara khusus small bottom setnet adalah alat tangkap yang dipasang secara menetap dengan satu leadernet yang mana fungsinya, menghadang gerakan ikan dan menuntun ikan masuk ke badan jaring/daerah perangkap (Baskoro 1995). Menurut Nomura (1981), setnet terbagi atas tiga kategori yaitu: large setnet, medium set net dan small setnet. Menurut Martasuganda (2008), setnet adalah alat tangkap yang dipasang atau diset secara menetap di daerah penangkapan. Pengoperasian alat ini mudah dan bersifat pasif, yaitu dengan cara menunggu ikan masuk yang terperangkap. Komponen utama dari alat small bottom setnet adalah

leadernet, playground, dan bagnet. Alat tangkap setnet dapat digunakan oleh nelayan tradisional dengan skala kecil dan juga dapat dipergunakan oleh nelayan modern dengan skala ukuran yang sangat besar (Purbayanto dan Baskoro 1999).

(27)

Kemampuan setnet dalam menangkap ikan sangat tergantung dari kemampuan leadernet dalam menggiring ikan-ikan yang bermigrasi. Ikan akan mudah tergiring ke playground oleh leadernet apabila leadernet tersebut terlihat dengan jelas. Menurut Guthrie and Muntz (1993), ikan memiliki kemampuan penglihatan dengan resolusi yang baik terhadap ruang dan mampu membedakan warna karena memiliki tipe sel kerucut yang merupakan fotoreseptor dan mengandung pigmen. Menurut Kawamura et al. (1996), setiap ikan mempunyai respons tersendiri terhadap setiap jenis warna pada lingkungan termasuk pada alat pengumpul dalam kegiatan penangkapan ikan.

Kemampuan ikan dalam membedakan warna tersebut juga terlihat dalam kegiatan penangkapan ikan. Menurut Kawamura et al. (1996), ikan lebih mudah menghindari alat tangkap/pengumpul berwarna putih, kuning, dan merah daripada berwarna biru dan hijau. Jumlah hasil tangkapan pada alat pengumpul berwarna biru dan hijau cenderung lebih banyak daripada alat pengumpul berwarna putih, kuning, dan merah. Disamping jumlah berbeda, jenis ikan yang terkumpul tersebut juga berbeda untuk setiap jenis warna alat pengumpul tersebut. Perbedaan tersebut terjadi karena setiap ikan mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam merespon atau membedakan warna benda yang mirip maupun berbeda /kontras dengan warna lingkungan perairan.

(28)

dalam pengoperasian small bottom setnet bila dipilih sebagai teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan terutama pada ikan karang.

Pemilihan warna leadernet yang tepat dalam operasi small bottom setnet

dapat meningkatkan efektivitas alat tangkap tersebut secara ramah lingkungan. Efektivitas alat tangkap secara ramah lingkungan adalah suatu kemampuan alat tangkap untuk mendapatkan hasil tangkapan yang optimum sesuai dengan tujuan penangkapan. Tujuan penangkapan yang dimaksud adalah usaha penangkapan yang tetap menjaga keberlangsungan sumberdaya ikan, yaitu operasi penangkapan dengan mempertimbangkan faktor keramahan terhadap lingkungan yang sesuai dengan Code of Conduct for Responssible Fisheries (Baskoro et al. 2006). Bila hal ini dapat dipertahankan tentu dapat meningkatkan kelayakan alat tangkap tersebut sebagai alat tangkap yang handal dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan sekaligus kelestarian sumberdaya ikan dan perairan.

1.2 Perumusan Masalah

Selama ini pemahaman masyarakat nelayan dan pelaku perikanan lainnya tentang alat tangkap setnet masih sangat minim, termasuk alat tangkap small bottom setnet yang potensial untuk menangkap ikan karang. Untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan guna mendukung pengembangannya ke depan, maka berbagai data yang diperlukan akan dikaji dalam penelitian ini. Dengan mengacu kepada ulasan latar belakang, hal-hal yang menjadi masalah dan perlu dikaji dalam penelitian ini untuk mendukung maksud tersebut dirumuskan dalam bentuk pertanyaan :

(1) Apakah warna leadernet berpengaruh dalam menggiring ikan karang ?

(2) Apakah ikan karang dapat membedakan warna?

(3) Bagaimana jarak dan lama waktu ikan pada small bottom setnet dengan warna leadernet yang berbeda?

(4) Apakah pengoperasian small bottom setnet secara nyata dapat merusak ekosistem terumbu karang?

(29)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini sebagai berikut:

(1) Membandingkan pengaruh leadernet warna hijau dan kuning dalam menggiring ikan karang.

(2) Mengidentifikasi pola tingkah laku ikan karang pada small bottom setnet.

(3) Mengkaji potensi kerusakan terumbu karang di kawasan konservasi laut akibat pengoperasian small bottom setnet.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

(1) Menjadi masukan bagi pemerintah untuk merumuskan berbagai kebijakan/program perikanan tangkap dalam memanfaatkan sumberdaya ikan karang di kawasan konservasi.

(2) Memberikan informasi bagi pelaku usaha perikanan tentang teknologi penangkapan ikan karang yang ramah lingkungan dalam arti selektif, tidak merusak hasil tangkapan dan tidak merusak terumbu karang.

(3) Memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang tingkah laku ikan terhadap small bottom setnet.

1.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

(1) Warna leadernet dapat meningkatkan atau mengurangi jumlah ikan karang yang dapat digiring masuk ke badan jaring.

(2) Pola tingkah laku ikan karang pada small bottom setnet berkaitan dengan kemampuan ikan membedakan warna.

(30)

1.5 Kerangka Pemikiran

Sumberdaya ikan karang di Kawasan Konservasi Laut (KKL) cukup melimpah, tersebar di sepanjang perairan dangkal yang memiliki terumbu karang. Pemanfaatan sumberdaya ikan karang oleh nelayan di tanah air telah berlangsung sejak dulu dengan menggunakan beragam alat dan metode penangkapan. Tak sedikit dari metode yang digunakan ikut mengancam dan berkontribusi merusak terumbu karang seperti penggunaan bahan peledak dan bahan beracun serta serta peralatan lain yang tidak ramah lingkungan. Bila kerusakan habitat ikan karang (terumbu karang) ini terjadi maka stok populasi ikan karang juga ikut terganggu dan terancam mengalami kepunahan.

Hal di atas bisa dihindari dengan mengembangkan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan seperti setnet. Dari tipe setnet yang ada (large, medium, small), tipe small setnet cocok dikembangkan di wilayah perairan dangkal. Pada kawasan konservasi laut yang memiliki potensi sumberdaya ikan karang dengan kedalaman kurang dari 10 meter cocok dikembangkan alat tangkap setnet tipe

small bottomsetnet.

Secara garis besar, kerangka pemikiran dalam melaksanakan penelitian proses tertangkapnya ikan karang dengan small bottom setnet dapat dilihat pada Gambar 1. Usaha perikanan small bottom setnet pada penangkapan ikan karang ditujukan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan karang yang tersedia di KKL dengan tetap memperhatikan faktor lingkungan. Penggunaan alat ini sangat baik karena dapat menangkap ikan karang tetapi tidak merusak terumbu karang di KKL sehingga small bottom setnet cocok dikembangkan sebagai teknologi penangkapan ikan karang di KKL. Kelebihan lain adalah memanfaatkan tingkah laku ikan untuk dapat menangkap ikan karang dalam keadaan hidup sehingga kualitasnya akan tetap terjaga yang diikuti dengan harga jual yang tinggi.

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini akan diujicobakan alat tangkap small bottom setnet dengan perlakuan warna yang berbeda pada

leadernet yaitu berwarna hijau dan berwarna kuning. Hal ini dimaksudkan untuk melihat warna leadernet yang paling efektif dalam menggiring ikan ke

(31)

Pemilihan lokasi yang tepat untuk pemasangan small bottom setnet dilakukan dengan metode manta taw. Analisis tingkah laku ikan dilakukan dengan metode

(32)

Gambar 1 Kerangka pemikiran ikan karang di KKL

Alat tangkap yang merusak: Bahan peledak, bahan

beracun, lain-lain

Alat tangkap yang tidak merusak: • Setnet

• Pancing, lain-lain

Large setnet Medium setnet Small setnet

Small bottom setnet

Pemilihan lokasi : Manta tow method

Analisis dampak terhadap terumbu karang di KKL

Analisis tingkah laku ikan

Point intercept transect method

Leadernet hijau Leadernet kuning Kondisi terumbu

karang di KKL

Tetap baik Mengalami

kerusakan

Analisis visual axis danMSD

Pengembangan small bottom setnet sebagai teknologi penangkapan ikan karang di kawasan konservasi laut

Small bottom setnet yang tidak merusak terumbu karang

Belt transect method

(33)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perikanan Setnet

Setnet adalah salah satu jenis alat tangkap yang dikategorikan pada alat tangkap bentuk perangkap dan menetap sifatnya. Baik dalam konstruksi maupun dalam pengoperasiannya jenis alat tangkap bentuk perangkap bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi nelayan di Indonesia. Alat penangkap ikan bentuk perangkap yang mirip dengan setnet adalah sero, perbedaannya sero terbuat dari bilah-bilah bambu sedangkan setnet terbuat dari bahan jaring. Alat alat tangkap setnet sendiri masih dalam tahap ujicoba dan belum banyak berkembang di tanah air. Menurut Nasution et al. (1986), ujicoba pertama setnet di Indonesia dilakukan di Pacitan dan Teluk Segarawedi Prigi pada tahun 1982, dengan hasil tangkap utamanya adalah Carangidae, Trichiuridae, Priacanthidae, Sphyraenidae, Scombridae, Stromateidae dan Clupeidae.

Menurut Baskoro (1995), beberapa kelebihan setnet adalah sebagai berikut: (1) dapat dioperasikan sepanjang hari, (2) ekonomis karena umumnya dioperasikan di daerah pesisir yang dekat dengan pantai sehingga hanya memerlukan sedikit bahan bakar, (3) mudah dalam pengoperasian, (4) memerlukan sedikit waktu dalam pengoperasian sekitar dua sampai tiga jam, (5) hasil tangkapan dalam keadaan hidup sehingga ikan tetap segar dan yang berukuran kecil dapat dibudidayakan, (6) alat tangkap yang menetap dan selektif karena hanya menangkap spesies yang bermigrasi.

Ikan-ikan yang menjadi tujuan penangkapan dengan setnet adalah ikan yang datang beruaya ke arah pantai. Ikan yang dalam ruayanya dihadang dan diusahakan dengan penghadangan itu, ikan akan merubah arah ruayanya menuju jaring yang telah dipasang. Ikan yang menjadi target penangkapan adalah ikan yang beruaya maka jaring haruslah dipasang pada tempat yang dilalui ikan sehingga diperlukan pengetahuan tentang “jalan yang dilalui ikan” dan untuk menemukan hal ini menghendaki pengamatan dan pengalaman (Ayodhyoa 1981).

(34)

disuatu musim, maka sukar untuk dipindah-pindahkan, maka faktor penentuan tempat sangat penting. Kemudian jaring itu sendiri merupakan suatu bangunan dalam air, maka perlu perhitungan yang teliti tentang material, kekuatan, ketahanan dan lain-lain terhadap arus, gelombang, angin serta faktor oseanografi lainnya.

Fishing ground alat tangkap setnet harus berlumpur, pasir, ataupun campuran keduanya. Arus pada daerah fishing ground harus sekecil mungkin. Akibat dari arus jaring akan mengalami perubahan bentuk, menghalang-halangi ikan untuk memasuki jaring dan akan mengalami kesukaran pada waktu pengangkatan jaring. Prinsip-prinsip pengoperasian setnet telah lama dimanfaatkan di Indonesia, misalnya pada jermal, sero, kelong, dan lain-lain sebagainya.

Umumnya ikan yang tertangkap oleh setnet dalam keadaan hidup sehingga alat ini cocok dikembangkan untuk menangkap ikan karang dan ikan hias. Untuk lebih mengoptimalkan hasil tangkapan, perlu terus dilakukan pengkajian dan penelitian yang mendalam mengenai setnet. Dengan melihat kondisi negara kita yang merupakan lintasan beberapa jenis ikan, luas terumbu karang dan perairan dangkal Indonesia yang sangat besar, jumlah pulau-pulau yang banyak dengan bentuk teluknya yang beraneka ragam, maka jenis alat tangkap ini dapat berkembang pesat, sebagai salah satu usaha atau cara memodernisasi perikanan rakyat dalam memanfaatkan sumberdaya ikan sebagai alternatif alat pemanfaat sumberdaya ikan karang, yang berarti pula memajukan sumberdaya manusia khususnya nelayan.

2.2 Konstruksi Setnet

Konstruksi setnet yang paling umum terdiri dari leadernet, playground, dan bagnet. Konstruksi yang paling sederhana hanya terdiri dari leadernet dan

bagnet sedangkan konstruksi setnet yang paling rumit terdiri dari leadernet,

playground, Ascending/descending slope net, bagnet dan bagnet. Secara detail konstruksi dan fungsi bagian-bagian setnet dapat diuraikan sebagai berikut :

(35)

(2) Playground, merupakan bagian badan jaring paling depan yang berfungsi untuk menampung ikan-ikan yang telah berhasil dibimbing dan digiring oleh

leadernet

(3) Ascending/descending slope net; yaitu bagian jaring yang berfungsi untuk mengarahkan ikan-ikan yang tertampung pada playground agar terus bergerak menuju kantong jaring

(4) Bagnet, kantong jaring yang merupakan bagian akhir dari badan jaring berfungsi untuk mengumpulkan ikan yang kemudian ditangkap dan diangkat. Beberapa jenis setnet memiliki bagian tambahan berupa bagnet kecil atau perangkap-perangkap kecil tambahan agar lebih mudah dalam memanen hasil tangkapan.

Besar kecilnya skala setnet biasanya disesuaikan dengan jenis ikan/perairan yang akan dijadikan target tangkapan, kondisi dan karakter daerah penangkapan/fishing ground. Setnet skala besar ukuran jaring utamanya (dari ujung bagnet sampai ujung playground) mencapai lebih dari 45 meter. Setnet

skala menengah ukuran jaring utamanya (dari ujung bagnet sampai ujung

playground) berkisar antara 25 meter sampai 45 meter. Setnet skala kecil ukuran jaring utamanya (dari ujung bagnet sampai ujung playground) kurang dari 25 meter.

Daerah penangkapan ikan untuk pemasangan setnet harus memperhitungkan faktor-faktor keberadaan ikan, arah ruaya ikan, faktor oseanografi, lingkungan sekitar seperti sarana dan prasarana transportasi, penyimpanan hasil tangkapan, adanya usaha perikanan di bidang pengolahan, adanya pelabuhan perikanan atau tempat pelelangan ikan dan faktor pendukung lainnya.

Menurut Martasuganda (2008) secara lengkap bagian-bagian dari setnet

jenis trap net dapat diuraikan sebagai berikut : (1) Leadernet (penaju/penggiring)

(2) Playground (serambi/ruang bermain) : serambi membujur, serambi bagian laut, serambi bagian darat, serambi bagian ujung

(36)

(4) Ascending slope net (jaring menaik)

- Jaring menaik luar : bagian laut, bagian darat, bagian bawah - Jaring menaik dalam : bagian laut, bagian darat, bagian bawah

(5) Bagnet (kantong) : bagian laut, bagian darat, bagian bawah, bagian pangkal, bagian ujung

(6) Kantong tambahan : bagian ujung, bagian pangkal (7) Pelampung

(8) Pelampung rangka utama (9) Pelampung rangka (10)Pemberat rangkan utama (11)Pemberat rangka

(1) Leadernet

Leadaernet adalah bagian setnet yang bentuknya menyerupai pagar. Dalam bahasa Jepang disebut kaki ami, sedang dalam Bahasa Indonesia disebut penaju. Bentuk penaju umumnya menyerupai bentuk gillnet yang fungsinya untuk menghadang dan mengarahkan kelompok ikan supaya mau menuju ke arah jaring utama.

Pemasangan penaju yang baik adalah dipasang secara lurus atau tidak berbelok-belok dan harus bisa menghadang arah ruaya ikan agar ikan menuju ke jaring utama. Pemasangan biasanya disesuaikan dengan jenis setnet, daerah penangkapan, jenis ikan dan jarak jaring dari garis pantai.

Tingginya jaring penaju disesuaikan dengan kedalaman perairan yang dilewati penaju. Sebagai patokan tinggi jaring penaju disamakan dengan kedalaman perairan yang dilewati penaju pada saat pasang tertinggi. Panjang jaring penaju tergantung dari jarak jaring utama ke garis pantai, makin jauh jaring utama dari garis pantai maka semakin panjang pula penaju yang akan dipasang.

(37)

(2) Playground

Playground atau serambi dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai jaring pengurung sedang dalam Bahasa Jepang disebut undojo atau kakoi ami, untuk Bahasa Inggris playground. Bagian serambi ada yang dilengkapi dengan jaring serambi dasar dan ada yang tidak.

Fungsi serambi adalah sebagai penampungan sementara sebelum ikan atau kelompok ikan diarahkan untuk memasuki jaring bagian kantong. Ukuran luas serambi berbeda sesuai dengan jenis dan skala setnet yang dipergunakan, pada umumnya semakin luas serambi, kelompok ikan akan semakin lama berada di dalam serambi. Semakin lama kelompok ikan berada dalam serambi maka akan semakin besar pula kemungkinan kelompok ikan menuju ke arah jaring menaik yang selanjutnya ikan akan memasuki bagian kantong.

(3) Sayap pintu

Sayap pintu atau disebut juga daun pintu, dalam bahasa Jepang disebut Soji

atau Ha guchi sedangkan dalam bahasa Inggris disebut winkers. Fungsi dari daun pintu atau sayap pintu adalah untuk mencegah atau mempersulit gerombolan ikan yang telah masuk ke dalam serambi supaya tidak mudah keluar lagi, dengan demikian kelompok ikan diharapkan bisa mengarah ke bagian kantong. Panjang daun pintu berkisar antara 0,3-0,5 kali kedalaman pada pintu masuk. Besarnya mesh size daun pintu yang dipakai untuk tujuan penangkapan ikan yellowtail berkisar antara 15-18 cm dengan hang-in ratio

berkisar antara 0,3-0,4.

(4) Ascending slope net

(38)

Panjang jaring menaik bagian dalam dan bagian luar antara 1,4 – 1,9 kali kedalaman pada pintu masuk, sudut kemiringan bagian luar berkisar 16 - 220 dan jaring menaik bagian dalam lebih kecil dari 16 - 220.

(5) Bagnet

Bagnet (kantong) dalam perikanan setnet adalah bagian akhir dari alat tangkap

setnet yang merupakan bagian tempat penampungan ikan dan sekaligus tempat pengambilan hasil tangkapan. Dalam bahasa Jepang disebut hako ami, fukuro ami, uo dori yang artinya jaring kantong. dalam bahasa Inggris diartikan

bagnet, kip, cod end, crimb, main net of setnet.

Untuk menampung ikan pada bagian kantong diperlukan jaring yang kuat dan bahan jaring di bagian kantong ini umumnya memakai benang sintetis seperti saran atau benang sintetis lainnya dengan nomor benang 1000 d28 - 36, jaringnya yang dirangkap memakai mata jaring kecil dengan nomor benang yang besar.

(6) Kantong tambahan

Kantong tambahan biasanya dipasang pada salah satu bagian atau beberapa bagian jaring kantong utama baik di bagian ujung atau bagian pangkal kantong utama. Bentuk dari kantong tambahan ada bermacam-macam bentuk seperti kerucut, persegi atau bentuk lain. Bagian kantong tambahan, umumnya dilengkapi dengan jaring penutup bagian atas.

Ukuran dari jaring kantong tambahan sangat bervariasi dan disesuaikan dengan jenis ikan yang akan ditangkap. Bahan jaring yang dipakai biasanya terbuat dari bahan sintetis seperti saran atau bahan sintetis lainnya. Nomor benang yang di pakai untuk tujuan penangkapan yellowtail nomor 1000 d/28 - 50, mesh size 7,6 – 9,1 cm dengan hang-in ratio berkisar 0,3 – 0,4.

(39)

jenis dan jumlah ikan yang ada di dalam kantong utama sebelum dilakukan pengambilan.

(7) Pelampung

Pelampung terdiri dari dua bagian yaitu pelampung jaring utama atau pelampung pondasi (main buoy) dan pelampung rangka float. Pelampung jaring utama terdiri dari pelampung jaring utama yang berada di sebelah serambi dan sebelah kantong.

Jenis, bentuk, ukuran dan daya apung dari pelampung rangka utama biasanya disesuaikan dengan jenis setnet dan kondisi perairan. Bahan pelampung rangka utama terdiri dari sintetis atau metal. Fungsi dari pelampung rangka utama dan pelampung rangka adalah untuk menjaga bentuk rangka setnet

supaya tidak berubah dan posisi setnet selalu menetap dan stabil di dalam air.

(8) Pemberat

Pemberat terdiri dari dua macam yaitu pemberat rangka dan pemberat jaring. Bentuk pemberat yang dipakai ada yang berbentuk jangkar, balok-balok beton atau pemberat yang terbuat dari kantong berisi pasir. Untuk pemberat yang terbuat dari kantong berisi pasir disebut ”pemberat karung berisi pasir”.

Pemberat pada setnet umumnya mempergunakan balok-balok beton atau jangkar yang bisa diangkat kembali setelah pemasangan setnet di perairan. Pemberat yang dipakai biasanya disesuaikan dengan besar kecilnya skala setnet, dasar perairan, kondisi perairan seperti kecepatan arus dan lainnya. Untuk daerah penangkapan berarus kuat, berat satu pemberat berkisar antara 10 - 22 kg untuk berarus sedang berkisar antara 6 - 11 kg sedang untuk berarus lemah beratnya antara 4 - 6 kg. Ketebalan atau diameter pemberat yang memakai wire rope berkisar antara 12 - 22 mm dan untuk bahan dari

manila rope antara 24 - 39 mm.

2.3 Hubungan Antara Setnet dengan Tingkah Laku Ikan

(40)

tergantung pada leadernet dalam membimbing dan mengarahkan ikan menuju badan jaring.

2.3.1 Tingkah laku ikan terhadap leadernet

Fungsi leadernet adalah membimbing, menggiring serta mengarahkan ikan-ikan menuju badan jaring. Leadernet umumnya dipasang pada posisi memotong garis pantai. Leadernet terbuat dari benang dengan ukuran mata jaring yang besar dan beragam antara 35 - 45 cm. Ukuran mata demikian berarti jauh lebih besar daripada ukuran tinggi tubuh ikan yang menjadi tujuan penangkapan.

Menurut Gunarso (1992) menunjukkan hasil telahaan adanya hubungan linier antara banyaknya ikan yang terjerat pada leadernet dengan banyaknya ikan yang tertangkap pada kantong jaring. Hampir sebanyak 10 - 20% kelompok-kelompok ikan yang bergerak sepanjang leadernet akan memasuki badan jaring. Ikan yellowtail yang umumnya bergabung dalam kelompok-kelompok biasanya berenang dengan kecepatan 80 cm per detik sepanjang leadernet dengan tetap menjaga jarak sekitar 10 - 15 m dari leadernet. Saat mendekati jaring kelompok-kelompok tersebut akan menyelam secara tiba-tiba pada kedalaman sekitar 70 - 150 m.

Lebih lanjut Gunarso (1992) menyatakan bahwa ada beberapa reaksi ikan yang diperoleh pada pengamatan dan telaahan baik merupakan rangkaian pengamatan tingkah laku ikan maupun pengamatan waktu yang lama antara lain : (1) Ikan sardin membentuk kelompok besar dan berenang sepanjang leadernet

mereka akan tetap membentuk dan mempertahankan jarak terhadap leadernet. Jarak tersebut akan semakin besar bila kelompok tersebut melawan arus. Kelompok ikan sardin berenang dekat permukaan dan datang dari arah lepas pantai biasanya mereka akan menyelam ke lapisan yang lebih dalam bila mendekati leadernet.

(41)

(3) Kelompok ikan yang berada dalam ketakutan misalnya diburu oleh predator, akan berenang menerobos jaring ataupun menyelamatkan diri dengan bolak-balik menerobos leadernet.

(4) Kelompok ikan yang besar datang dengan tegak lurus terhadap leadernet, mereka tidak akan segera merubah arah renang untuk mengikuti arah rentangan leadernet. Setelah beberapa selang kemudian barulah mereka lakukan dengan tetap membuat jarak tertentu terhadap leadernet. Bila ada yang berenang menembus leadernet melalui mata jaring yang besar-besar, maka selang beberapa waktu barulah ikan-ikan yang berada di sebelah belakang akan mengikuti teman-teman terdahulu.

(5) Pada umumnya ukuran mata jaring pada leadernet sesuatu alat penangkap

setnet akan lebih besar daripada ukuran tinggi tubuh ikan. Hal ini akan semakin jelas bila yang datang kelompok ikan sardin atau ikan jack mackerel

yang ukuran tinggi tubuhnya relatif rendah bila dibandingkan dengan jenis ikan salmon.

(6) Pada saat leadernet terjurai dari bahan benang serat alami dengan ukuran mata jaring yang besar, seringkali ikan yellowtail akan melarikan diri dengan jalan menerobos dinding jaring leadernet tersebut.

(7) Leadernet yang berada dalam air dalam waktu yang lama akan menjadi kotor dan fungsinya sebagai pembimbing dan penggiring ikan untuk bergerak ke arah mulut jaring akan semakin turun. Hal ini berarti bahwa hasil tangkapan akan semakin turun.

(8) Mekanisme leadernet dalam membimbing ikan berkait erat dengan tingkat visibilitas atau terlihatnya bahan jaring serta getaran arus eddy sebagai akibat terpaan arus pasang surut terhadap jaring.

2.3.2 Tingkah laku ikan terhadap playground

Tingkah laku ikan pada setnet khususnya pada bagian playground dapat diuraikan bahwa setelah melewati mulut jaring, ikan-ikan akan memasuki bagian tubuh jaring. Ikan-ikan yang memasuki tubuh jaring dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok yang melanjutkan gerak renangnya menuju bagian funnelnet

(42)

adalah ikan-ikan yang tidak langsung menuju ke bagian funnelnet akan tetapi mereka bermain-main dan berputar-putar pada playground (Gunarso 1992).

Derajat penentuan ikan-ikan melewati bagian setnet berkaitan erat dengan beberapa faktor seperti faktor ukuran mata jaring pada bagian leadernet, ukuran mulut jaring, ukuran bagian funnel net, ukuran mulut kantong serta jenis ikan itu sendiri. Rasio ikan yang masuk ternyata berbeda untuk masing-masing jenis ikan dapat dikategorikan menjadi tipe “approaching dan non-approaching” dalam Gunarso (1992) yaitu tipe pertama adalah jenis-jenis ikan yang mudah dan cepat mendekat serta memasuki jaring, namun ikan-ikan ini cepat dan mudah meninggalkan jaring. Contoh ikan jenis ini antara lain yellowtail, black sea bream, sea bass, shad, grunt, cod, flounder, atka mackerel, plaice dan lainnya. Tipe kedua, tipe non-approaching adalah jenis-jenis ikan yang sukar untuk dibimbing agar memasuki jaring, akan tetapi sekali memasuki jaring, mereka akan sukar untuk melarikan diri saat mereka tertangkap. Contoh ikan-ikan jenis ini adalah

mackerel, jack mackerel, scad, cakalang, tuna, saury pike, Spanish mackerel dan lain-lain.

2.4 Sumberdaya Ikan Karang

2.4.1 Klasifikasi dan anatomi ikan karang

Dalam Indonesian Coral Reef Foundation (2004), dikemukakan bahwa klasifikasi ikan karang adalah sebagai berikut :

Philum : Chordata

Klas : Osteichthyes Ordo : Perciformes

Famili : contoh (Lutjanidae) Genus : Contoh (Lutjanus)

Spesies : Contoh ( Lujanus kasmira)

(43)

Keterangan Gambar eye = Mata

dorsal fin = Sirip punggung caudal fin = Sirip ekor

mouth = Mulut, alat makan

gill cover = Insang sebagai organ pernapasan anal fin = Sirip bawah dekat ekor

lateral line = Gurat sisi sebagai alat sensor pectoral fin = 2 sirip dekat kepala

ventral fin = 2 sirip pada perut

Gambar 2 Anatomi ikan karang (Indonesian Coral Reef Foundation 2004)

2.4.2 Ikan karang yang umum ditemukan di Kawasan Konservasi Laut

Salah satu sumberdaya hayati penting yang ada di Kawasan Konservasi Laut (KKL) adalah sumberdaya ikan karang. Bermacam jenis ikan karang dapat ditemukan di KKL pada daerah yang memiliki terumbu karang. Jenis ikan yang melimpah di KKL antara lain ikan kepe-kepe (Chaetoddontidae), betok laut (Pomacentridae) yang berwarna-warni, ikan kakatua (Scaridae), ikan trigger

(44)

Secara lengkap, jenis-jenis family ikan karang yang umum ditemukan di kawasan konservasi laut adalah sebagai berikut:

(1) Labridae (ikan cina-cina) (2) Scaridae (ikan kakatua) (3) Pomacentridae (ikan betok)

(4) Acanthuridae (ikan butana/surgeon fish) (5) Siganidae (ikan beronang)

(6) Zanclidae (Moorish idol)

(7) Chaetodontidae (ikan kepe-kepe/butterfly fish) (8) Pomacantridae (ikan kambing-kambing/angel fish) (9) Blennidae yang bersifat demersal dan menetap (10) Gobiidae yang bersifat demersal dan menetap

(11) Apogonidae (ikan beseng), nokturnal, memangsa avertebrata, karang dan ikan kecil.

(12) Ostaciidae yang menyolok dalam bentuk dan warna (13) Tetraodontidae yang menyolok dalam bentuk dan warna

(14) Balistidae (ikan pakol) yang menyolok dalam bentuk dan warna (15) Serranidae (ikan kerapu) pemangsa dan pemakan ikan

(16) Lutjanidae (ikan kakap) pemangsa dan pemakan ikan (17) Lethrinidae (ikan lencam) pemangsa dan pemakan ikan (18) Holocentridae (ikan swangi) pemangsa dan pemakan ikan

Terdapat sepuluh famili utama ikan karang yang berperan sebagai penyumbang produksi perikanan yakni: (1) Caessiodidae, (2) Holocentridae, (3) Serranidae (4) Siganidae, (5) Scaridae, (6) Lethrinidae, (7) Priacanthidae, (8) Labridae, (9) Lutjanidae, (10) Labridae (11) Siganidae (12) Harpodontidae dan (13) Haemulidae. Dari ketiga belas famili utama ini yang tergolong ikan karang konsumsi diantaranya Caesiodidae (ekor kuning), Labridae (napoleon), Scaridae (kakatua), Serranidae (kerapu), Lutjanidae (kakap), Harpodontidae (nomei) dan Siganidae (baronang).

(45)

merupakan sumberdaya yang penting sebagai sumber protein hewani bagi kehidupan manusia (Adrim 1997).

2.4.3 Pengelompokan ikan karang

Menurut Pentury et al. (1995), Pengelompokkan ikan karang berdasarkan cara makannya dibedakan menjadi: benthic feeder, mid water feeder, dan plankton feeder. Lebih lanjut ditegaskan oleh Mc Connaughey dan Zottoli (1983) dan Syukur (2000) diacu oleh Nasution (2001) bahwa ikan yang tergolong herbivora adalah ikan yang aktif mencari makan pada siang hari, sedangkan ikan karnivor umumnya aktif mencari makan pada malam hari.

Pengelompokan ikan karang berdasarkan pola distribusi dibedakan menjadi: (1) distribusi vertikal ikan karang; dan (2) distribusi harian ikan karang. Menurut Hamelin-Vivien (1979) diacu oleh Marschiavelli (2001) mengemukakan bahwa ikan-ikan karang yang dikelompokkan berdasarkan distribusi vertikal adalah sebagai berikut :

(1) Spesies ikan karang yang hidup di dalam sedimen , seperti famili Gobiidae, Ophichtidae, Trichonotidae, dst;

(2) Spesies ikan karang yang hidup di permukaan sedimen, seperti famili Torpedinidae, Nemipteridae, Bothidae, Soleidae, Mullidae, Sydnathidae, dst; (3) Spesies ikan karang yang hidup di dalam gua-gua karang, seperti famili

Serranidae, Apogonidae, Holocentridae, Pomacanthidae, Malacanthidae, dst; (4) Spesies ikan karang yang hidup di permukaan terumbu karang, seperti famili

Pomacendtridae, Blenidae, Synodonthidae, Monacantidae, dst;

(5) Spesies ikan karang yang hidup di sekitar terumbu karang, seperti famili Labridae, Chaetodontidae, Scaridae, Acanthurdae, Balistidae, Zanclidae, dst; (6) Spesies ikan karang yang hidup di kolam air, sperti famili Tylosuridae,

Carangidae, Sphyraenidae, Clupeidae, dst.

Ikan-ikan karang yang mengikuti pola distribusi harian dibagi dalam 2 kelompok utama yaitu: kelompok ikan diurnal dan kelompok ikan nokturnal. Ikan

(46)

Cirrhitidae, Tetraodontidae, Bleniidae, dan Gobiidae. Mereka makan dan tinggal di permukaan karang serta memakan plankton yang lewat di atasnya (Allen dan Steenes (1990) dan Syukur (2000) diacu oleh Marschiavelli (2001).

Pada malam hari kelompok ikan diurnal akan masuk dan berlindung di dalam terumbu karang dan digantikan oleh kelompok ikan nokturnal (ikan malam). Pada malam hari kelompok ikan nokturnal keluar mencari makan dan disiang hari ikan-ikan ini masuk ke gua-gua atau ke celah-celah karang. Termasuk ikan nokturnal adalah famili Holocentridae, Apogonidae, Haemulidae, Muraenidae, Scorpaenidae, Serranidae, dan Labridae.

Menurut Indonesian Coral Reef Foundation (2004), Pengelompokan ikan karang berdasarkan periode aktif mencari makan dibedakan menjadi :

(1) Ikan nocturnal (aktif ketika malam hari), contohnya pada ikan-ikan dari Suku Holocentridae (swanggi), Suku Apogoninade (beseng), Suku Hamulidae, Priacanthidae (bigeyes), Muraenidae (eels), Seranidae (jewfish) dan beberapa dari suku dari Mullidae (goatfishes) dan lain-lain.

(2) Ikan diurnal (aktif ketika siang hari), contohnya pada ikan-ikan dari Suku Labraidae (wrasses), Chaetodontidae (butterflyfishes) Pomacentridae (damselfishes), Scaridae (parrotfishes), Acanthuridae (surgeonfishes), Bleniidae (blennies), Balistidae (triggerfishes), Pomaccanthidae (angelfishes), Monacanthidae, Ostracionthidae (boxfishes), Etraodontidae, Canthigasteridae, dan beberapa dari Mullidae (goatfishes).

(3) Ikan crepuscular (aktif diantara) contohnya pada ikan-ikan dari suku Sphyraenidae (baracudas), Serranidae (groupers), Carangidae (jacks), Scorpaenidae (lionfishes), Synodontidae (lizardfishes), Carcharhinidae, Lamnidae, Spyrnidae (sharks) dan beberapa dari Muraenidae (eels).

Pengelompokan ikan karang berdasarkan peranannya dibedakan menjadi :

(47)

(2) Ikan indikator; sebagai ikan penentu untuk terumbu karang karena ikan ini erat hubunganya dengan kesuburan terumbu karang yaitu ikan dari famili Chaetodontidae (kepe-kepe).

(3) Ikan lain (mayor famili); ikan ini umumnya dalam jumlah banyak dan banyak dijadikan ikan hias air laut (Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae, Pomacanthidae, Labridae, Apogonidae, dan lain-lain).

2.4.4 Karakteristik ikan karang

Dalam Indonesian Coral Reef Foundation (2004), dikemukakan karateristik ikan karang terdiri dari ikan target, ikan indikator, dan ikan famili utama. Ikan target merupakan ikan yang menjadi target untuk penangkapan atau lebih dikenal juga dengan ikan ekonomis penting atau ikan kosumsi. Karakteristik dari berbagai famili ikan target sebagai berikut :

(1) Serranidae

Famili Serranidae umumnya lebih dikenal dengan nama grouper, rock cods, coral trout, kerapu, sunu, lodi. Famili ini mempunyai banyak subfamili seperti Anthiniinae (anthias), Ephinephelinae, Gramministinae (soapfish) dan Pseudogrammitinae (podges). Umumnya famili serranidae lebih senang hidup soliter (jarang ditemukan berpasangan). Biasanya famili ini bersembunyi di gua-gua atau di bawah karang. Ukuran panjang dapat mencapai 2 m dengan berat badan dapat mencapai 200 kg. Tergolong karnivora yang memakan ikan, udang dan crustacea. Beberapa spesies dari famili Serranidae

Anyperodon leucogramminicus, Chephalopolis miniata, Epinephelus

quoyanus dan Plectropomus maculates. Subfamili Anthiinae disebut basslets, sea-perch, nona manis. Biasanya berukuran kecil, mempunyai warna terang, merah, orange, kuning dan biru. Hidup pada daerah tubir terumbu karang dan jauh dari pantai atau daerah yang mempunyai kadar garam tinggi dan selalu bermain di atas celah-celah karang.

(2) Lutjanidae

(48)

tinggi dan mempunyai gigi taring. Famili Lutjanidae memiliki warna merah, putih, kuning kecoklatan dan perak. Sebagian dari famili ini hidup bergerombol. Merupakan predator ikan, crustacea, dan plankton feeders. Mengalami perubahan bentuk pada ikan yang masih kecil dan setelah menjadi dewasa. Sebagai contoh dapat dilihat pada ikan Lutjanus kasmira, Lutjanus biguttatus, Lutjanus sebae, dan Macolor niger.

(3) Lethrinidae

Famili ini dikenal dengan nama emperor, asual, asuan, gotila, gopo, ketamba lencam, mata hari, ramin dan sikuda. Famili Lethrinidae umumnya ditemukan di daerah berpasir dan patahan karang (rubbel) pada daerah tubir. Famili Lethrinidae memiliki warna tubuh bervariasi untuk setiap jenis, tetapi ada beberapa jenis dapat berubah dengan cepat. Hal ini hampir mirip dengan famili Lutjanidae tetapi memiliki kepala agak runcing. Ukuran panjang tubuh famili ini bisa mencapai 1 meter. Tergolong karnivora dengan memakan bermacam hewan di pasir dan patahan karang,

(4) Acanthuridae

Famili ini umumnya dikenal dengan nama surgeons, botana, maum, marukut dan kuli pasir. Famili Acanthuridae memiliki duri pada pangkal ekor berjumlah 1 dan 2. Duri ini sangat tajam seperti pisau operasi dan mengandung bisa. Famili ini memiliki kulit tebal dengan sisik halus. Tergolong herbivora dan hidup secara bergerombol di daerah karang yang dangkal, contoh : Naso vlamingii, Zebrasoma scopes.

(5) Mullidae

Famili ini umumnya dikenal dengan nama goatfishes, biji nangka, kambing. Famili Mullidae memiliki jenggot (barbell). Umumnya famili ini memiliki warna merah, kuning dan siver. Hidup dan mencari makan di dasar perairan atau pasir. Contohnya : Parupeneus bifasciatus dan Upeneus tragula.

(6) Siganidae

(49)

memiliki duri-duri sirip yang berbisa, racunnya dapat menyebab rasa perih bila tertusuk durinya. Ukuran panjang tubuh berkisar 30 - 45 cm. Famili ini umumnya memakan rumput laut dan alga.

(7) Haemulidae

Famili ini umumnya dikenal dengan nama sweetlips, tiger, grunts dan bibir tebal. Famili Haemulidae ini ditemukan hidup pada gua-gua karang memiliki kulit halus dan licin. Salah satu ciri Haemulidae adalah memiliki bibir yang tebal. Famili ini memiliki warna yang terus berubah selama masa pertumbuhan. Ukuran medium sampai 90 cm. Contoh : Plectrorincus orientalis.

(8) Labridae

Famili Labridae khusus genus Cheilinus, Chaerodon dan Hemigymnus

dinamakan wrasses raksasa karena mempunyai ukuran tubuh yang agak besar (medium size 20-130 cm). Famili ini aktif mencari makan pada waktu siang hari (diurnal). Famili ini tergolong ikan yang sulit untuk didekati (pemalu). sering ditemukan pada air yang bersih dan pada tubir karang di kedalaman 10-100 m. Makanannya moluska, bulu babi, udang kecil dan invertebrata. Contoh Thallasoma sp, Cheilinus undulatus, Epibulus insidiator, Choerodon anchorago, Cheilinusb fasciatus, Labroides sp.

(9) Nemipteridae

Famili ini umumnya dikenal dengan nama spine cheeks, monocle-bream, pasir-pasir, alooumang, ijaputi, palosi pumi dan ronte. Memiliki warna yang terang. Famili ini sering ditemukan pada dasar perairan berpasir dan patahan-patahan karang (rubble). Sepintas terlihat selalu selalu diam, tapi bila terusik akan segera berenang dengan cepat. Famili ini agresif pemakan invertebrata, ikan kecil, udang, kepiting dan cacing (benthic feeders). Famili ini sebagian hidup soliter dan sebagian lagi bergerombol. Ikan ini tergolong diurnal yang aktif disiang hari dan pada malam beristirahat diantara karang-karang. Famili ini mengalami perbedaan pada saat masih kecil dan berubah setelah tumbuh dewasa.

(50)

Famili ini dikenal dengan sebutan big eyes, belanda mabuk dan mata besar. Famili Priacanthidae ini memiliki ciri-cirinya bermata besar dan umumnya berwarna merah. Sebagian hidup pada laut dalam. Tergolong ikan nokturnal yang aktif mencari makan pada malam hari, dan sebaliknya pada siang hari bersembunyi di gua-gua karang. Famili ini sangat sulit diidentifikasi di bawah air karena antara spesies memiliki kemiripan, untuk itu sebaiknya diambil spesimen.

(11)Carangidae

Famili ini umumnya dikenal dengan nama gabua, putih dan kue. Famili Carangidae termasuk ikan perenang cepat, dan tergolong ikan pelagis. Umumnya carangidae hidup secara bergerombol (schooling) dan bersifat karnivora (waktu kecil makan zooplanton). Ukuran tubuh famili carangidae dapat mencapai 2 meter.

(12)Sphraenidae

Famili ini umumnya dikenal dengan nama baracuda dan alu-alu. Famili Sphraenidae tergolong ikan perenang cepat. Biasanya hidup secara bergerombol (schoooling). Famili Sphraenidae ini memiliki gigi-gigi yang tajam dan runcing.

Karateristik ikan indikator sebagai berikut :

(1) Chaetodontidae

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran
Gambar 2  Anatomi ikan karang (Indonesian Coral Reef Foundation 2004)
Gambar 3 Penampang dan pola mosaik fotoreseptor (Sumber: Anonim 2008)
Gambar 4  Bahan penyusun small bottom setnet
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian Kim dan Dear terkait lingkungan akustik (soundscape) menyatakan bahwa secara umum perkantoran tapak terbuka menunjukkan tingkat ketidakpuasan terutama pada

Metode Hopfield modifikasi merupakan pengembangan metode Hopfield dengan menambahkan integrator metode Euler dan fungsi sigmoid unilopar serta mengasumsikan bahwa

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: (1) terdapat pengaruh penggunaan modul pembelajaran berbasis LCDS

Koeswanti (2018:7) menyatakan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning membantu peserta didik dalam mengembangkan kecakapan memecahkan masalah, meningkatkan

Futurism adalah bukanlah suatu gaya tetapi suatu pendekatan terbuka ke arsitektur, dan telah ditafsirkan kembali oleh generasi arsitek yang berbeda dari beberapa

digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengamati dan mencatat beberapa peristiwa yang berkaitan dengan peranan guru pendidikan Agama Islam dan peranan orang

Penelitian ini mengkaji tentang mekanisme kontrol sosial pada obyek wisata Silokek terhadap perilaku menyimpang remaja oleh masyarakat Nagari Silokek Kecamatan

Penelitian ini mengangkat konsep penyusunan musik yang didasarkan pada susasana dan keadaan yang terjadi dalam adegan sebuah film.Penelitian ini bertujuan untuk