KANTONG
Nepenthes x ventrata
ROMY AGUS SAPUTRO
A24070067
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
Nepenthes is a kind of carnivorous plant which can trap insects or the others animal and can digest this to get some nutrient. As an ornamental plant,
Nepenthes have to appear the attractive of this form espescially this pitcher. Plants generally need fertilizer to promote their growth and development. This study aimed at determining the effect of fertilization on the growth and pitcher formation of Nepenthes x ventrata. In the original habitat Nepenthes form pitchers if they lack of nutrients. This is make a question that can fertilization improve the pitcher formation of Nepenthes x ventrata.
Experiment was conducted at Suska Nursery from February until June 2011. Plants were treated with the N: P: K, 60-30-30, 32-10-10 and 10-55-10 and at different concentrations ie, 0.5, 1 and 2 gL-1. Fertilizer was applied weekly to the growing media. Scoring were made on number of leaves,continuous leaf length, plant height, time of pitchers initiation, the number of pitchers and pitcher diameter and length weekly. During the course of the experiment, daily relative temperature, humidity and EC (Electrical Conductivity) of the growing media were recorded.
The results showed that combination of fertilizer with different composition and concentration did not affect Nepenthes growth and development. Application of fertilization resulted in smaller size pitchers compared to control plants. Nepenthes x ventrata is incuding a kind of Nepenthes which is easy to be cultivated, but the pitcher can be appeared in 10 weeks and in 12 weeks they haven’t been appeared from all of these leaves.Future research on Nepenthes
should be conducted in a longer period since it take a lont time for the plants to adapt to the new growing environment, and require a relatively longer time compared with other types of ornamental plants in general.
RINGKASAN
ROMY AGUS SAPUTRO. Aplikasi Berbagai Komposisi dan Konsentrasi Pupuk Majemuk untuk Pembentukan Kantong Nepenthes x ventrata.
(Dibimbing oleh SINTHO WAHYUNING ARDIE dan KRISANTINI).
Kantong Semar (Nepenthes) merupakan jenis tanaman karnivora yang
mampu memerangkap serangga atau hewan lain dan mencernanya sehingga
menjadi sumber hara untuk mempertahankan hidupnya. Sebagai tanaman hias
yang mulai dibudidayakan, tanaman Nepenthes harus menampilkan sosok yang
menarik terutama pada kantongnya. Salah satu perlakuan yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kualitas tanaman hias ialah pemupukan. Penelitian ini
bertujuan mengetahui pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan kantong
Nepenthes x ventrata. Di habitat aslinya tanaman ini membentuk banyak kantong
pada kondisi kekurangan unsur hara. Hal tersebut yang menimbulkan pertanyaan,
apakah pemupukan akan meningkatkan pembentukan kantong pada Nepenthes x
ventrata.
Tanaman Nepenthes x ventrata yang digunakan adalah hasil stek yang
telah berumur 2 bulan. Tanaman ini diberi perlakuan pemupukan dengan
komposisi N:P2O5:K2O yang berbeda yaitu 60-30-30, 32-10-10 dan 10-55-10
dengan konsentrasi 0.5 g.L-1,1 g.L-1, dan 2 g.L-1. Pemupukan ini dilakukan pada
media tanam setiap minggu diikuti pengamatan yang meliputi, jumlah tunas,
panjang daun, tinggi tanaman, waktu munculnya inisiasi kantong, jumlah kantong
dan diameter serta panjang kantong. Pengamatan lingkungan dilakukan terhadap
suhu, kelembaban, pH, dan EC (Electrical Conductivity) media tanam. Data
parametrik hasil pengamatan diuji dengan sidik ragam dan jika menunjukkan
pengaruh nyata dilanjutkan dengan pengujian Duncan pada taraf α= 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk dengan perbedaan
komposisi dan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
pertumbuhan dan pembentukan kantong Nepenthes x ventrata. Tanaman yang
dipupuk menghasilkan kantong dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan
Nepenthes yang relatif mudah dibudidayakan, sehingga pengamatan hanya
dilakukan selama 12 minggu setelah perlakuan. Namun, rata-rata kantong pertama
baru muncul pada minggu ke 10, sehingga pada minggu ke 12 belum semua daun
memunculkan kantongnya. Untuk penelitian selanjutnya disarankan lama
APLIKASI BERBAGAI KOMPOSISI DAN KOMPOSISI
PUPUK MAJEMUK UNTUK PEMBENTUKAN
KANTONG
Nepenthes x ventrata
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
ROMY AGUS SAPUTRO
A24070067
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
Judul : APLIKASI BERBAGAI KOMPOSISI DAN
KONSENTRASI PUPUK MAJEMUK UNTUK
PEMBENTUKAN KANTONG
Nepenthes x ventrata
Nama :
ROMY AGUS SAPUTRO
NIM :
A24070067
Menyetujui,
Pembimbing I
Dr. Sintho Wahyuning Ardie, SP., M.Si. NIP. 19820706 200501 2 001
Pembimbing II
Dr. Ir. Krisantini, M.Sc. NIP. 19620110 198503 2 002
Mengetahui.
Ketua Departemen
Agronomi dan Hortikultura
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr. NIP. 19611101 198703 1 003
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kotamadya Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 12
Agustus 1989. Penulis merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara keluarga
Bapak Abdul Rochim, SH dan Almh. Ibu Mulyanah.
Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri Subah 1 pada tahun 1995.
Pada tahun 2001 penulis melanjutkan studi di SLTP Negeri 3 Batang, dan pada
tahun 2004 penulis masuk SMA Negeri 1 Pekalongan. Sejak tahun 2007 penulis
menjadi mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian di Institut Pertanian Bogor dengan jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Penulis juga mengambil minor di Departemen Arsitektur Lanskap,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor untuk memperdalam ilmu mengenai
tanaman hias dan lanskap.
Selama masa perkuliahan, penulis cukup aktif dalam beberapa kepanitiaan
dan organisasi. Berbekal hobi mengembangkan dan budidaya tanaman hias,
penulis mengikuti organisasi Club Tanaman Hias dan Bunga (CTHB) di bawah
organisasi Himpunan Mahasiswa Agronomi dan pernah menjadi asisten
praktikum mata kuliah Pembiakan Tanaman pada tahun 2011. Penulis juga
mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa dalam tiga bidang yaitu kewirausahaan
tanaman hias, kultur jaringan dan budidaya. Penulis juga mengikuti Organisasi
Mahasiswa Daerah Pekalongan (IMAPEKA). Selama kuliah penulis juga pernah
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kekuatan, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik. Skripsi yang berjudul “Aplikasi Perbedaan Komposisi dan
Konsentrasi Pupuk Majemuk untuk Pembentukan Kantong pada Nepenthes x
ventrata” ini disusun oleh penulis sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana
di Departemen Agronomi dan Hortikultura.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Sintho Wahyuning Ardie, SP., MSi. dan Dr. Ir. Krisantini, MSc. selaku
pembimbing skripsi yang telah memberikan masukan dan saran untuk
pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi.
2. Dr. Ir. Ketty Suketi, MSi. selaku penguji/ wakil urusan ujian skripsi yang
memberikan masukan dan saran untuk perbaikan penulisan skripsi.
3. Dr. Ir. Sugiyanta, MS. selaku pembimbing akademik yang telah membimbing
selama menjalani perkuliahan hingga penyelesaian studi.
4. Bapak Muhammad Apriza Suska selaku pemilik dan penanggungjawab Suska
Nursery sebagai tempat penelitian penulis yang telah memberikan bimbingan
selama penelitian.
5. Bapak dan Ibu dosen beserta staf Departemen Agronomi dan Hortikultura yang
telah memberikan ilmu dan pelayanan terbaik selama menjalani perkuliahan.
6. Bapak, almh. Ibu dan seluruh keluarga besar yang selalu memberikan kasih
sayang dan mendukung serta memberikan motivasi dalam segala aktivitas
penulis dalam menyelesaikan studi.
7. Teman-teman Departemen Agronomi dan Hortikultura angkatan 44 yang telah
memberikan motivasi dan masukan selama menjalani perkuliahan.
8. Keluarga besar IMAPEKA yang selalu memberikan motivasi dan menjadi
keluarga yang sanggup memajukan daerah asal, Pekalongan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan terutama di bidang pertanian. Terima kasih.
Bogor, Februari 2012
Halaman
Tempat dan Waktu Penelitian ... 9
Bahan dan Alat ... 9
Metode Penelitian ... 10
Pelaksanaan Penelitian ... 11
Pengamatan ... 12
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14
Kondisi Umum ... 14
Pengamatan Lingkungan ... 15
Suhu ... 15
Kelembaban Relatif Harian... 17
Electrical Conductivity ... 17
Derajat Keasaman (pH) ... 18
Pengaruh Pemupukan terhadap Jumlah Daun dan Tinggi Tanaman ... 19
Pengaruh Pemupukan terhadap Inisiasi Kantong ... 23
Pengaruh Pemupukan terhadap Kualitas dan Ukuran Kantong ... 25
Nomor Halaman
1. Bagian-bagian Kantong pada Nepenthes. ... 5
2. Kantong N. x ventrata dan kedua tetuanya, N. alata dan
N. ventricosa. ... 6
3. Bahan Tanam Nepenthes x ventrata Berupa Stek Berakar yang
Berumur 8 Minggu (a), dan Kondisi Awal Penelitian (b). ... 9
4. Siklus Pembentukan Kantong Nepenthes x ventrata ... 15
5. Hama Kutu Putih (Pseudococcus spp.) pada Nepenthes x ventrata. 16
6. Rata-Rata Suhu Harian selama Penelitian... 16
7. Rata-Rata Kelembaban Relatif Harian selama Penelitian. ... 17
8. Konduktivitas Elektrik Media Tanam Nepenthes x ventrata selama
Penelitian ... 18
9. Jumlah Daun Tanaman Nepenthes x ventrata pada Beberapa Minggu setelah Perlakuan. ... 20
10. Kenaikan Tinggi Tanaman Nepenthes x ventrata ... 22
11. Waktu Tanaman Nepenthes x ventrata membentuk kantong pipih. 23
12. Waktu Tanaman Nepenthes x ventrata Membentuk Kantong dari
Kantong Pipih. ... 24
13. Penampilan Kantong Nepenthes x ventrata ... 25
14. Diameter Kantong Tanaman Nepenthes x ventrata pada Perlakuan
C2K1, C2K2 dan Kontrol. ... 26
15. Perbandingan Diameter Kantong Tanaman Nepenthes x ventrata
pada Perlakuan C2K1, C2K2 dan Kontrol dengan Umur Kantong.27
16. Panjang Kantong pada Tanaman Nepenthes x ventrata pada
Perlakuan C2K1, C2K2 dan Kontrol. ... 28
17. Perbandingan Panjang Kantong Tanaman Nepenthes x ventrata
pada Perlakuan C2K1, C2K2 dan Kontrol dengan Umur Kantong. 29
18. Warna Kantong Nepenthes x ventrata pada Perlakuan Kontrol, C3K1, dan C2K2 ... 30
Nomor Halaman
1. Komposisi Unsur Hara Pupuk Majemuk yang Digunakan dalam
Penelitian ... 10
2. Jumlah Daun pada Berbagai Perlakuan Pemupukan ... 19
3. Pertumbuhan Vegetatif pada Akhir Pengamatan ... 21
4. Inisiasi Kantong hingga 12 MSP... 25
Nomor Halaman
1. Tata Letak Percobaan ... 36
2. Sidik Ragam Jumlah Daun Nepenthes x ventrata ... 37
Latar Belakang
Kantong Semar (Nepenthes sp.) merupakan tanaman yang termasuk dalam
golongan tanaman perangkap. Tanaman ini juga biasa dikenal sebagai tanaman
karnivora karena dapat menjadi perangkap sekaligus memangsa serangga.
Nepenthes tersebar dari Madagaskar, Seychelles, India, Srilangka, Indocina, Cina
Selatan, Semenanjung Malaysia, Filipina, Indonesia, Australia bagian Utara
hingga kepulauan di Pasifik (Phillips, 2008).
Nepenthes sangat menarik untuk diteliti karena jenis tersebut digolongkan
ke dalam tanaman hias unik bersama Amorphophallus, Rafflesia, dan tanaman
karnivora lainnya. Berbeda dengan tanaman hias yang lain yang lebih
menonjolkan keindahan dari bunga atau daunnya, Nepenthes memiliki kantong
dengan keunikan bentuk dan corak sehingga mempunyai potensi yang baik
sebagai tanaman hias pot. Selain itu, Indonesia memiliki keragaman Nepenthes
yang sangat tinggi. Sekitar 65% spesies Nepenthes dunia berasal dari Indonesia
terutama di pulau Sumatra dan Kalimantan (Hernawati dan Akhriadi, 2006).
Nepenthes juga memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Menurut Redaksi
Trubus (2006), bahwa volume penjualan Nepenthes mencapai 100 000-500 000
tanaman per tahun dengan nilai Eur 1.5-7.5 juta sehingga dimanfaatkan oleh
negeri Belanda sebagai sumber penjualan di bidang tanaman hias pot.
Nepenthes termasuk dalam daftar CITES (Convention on International
Trade Endangered Species of Wild Flora and Fauna), yaitu pada apendiks I dan II
yang keberadaanya terancam kepunahan (Hernawati dan Akhriadi, 2006). Spesies
tanaman yang terdaftar dalam apendiks CITES merupakan spesies yang
dilindungi karena terancam punah, sehingga perdagangan nya dilarang atau
dibatasi (Arief, 2010). Semua jenis Nepenthes dilindungi di habitat aslinya karena
keberadaanya yang terancam kepunahan akibat adanya pembukaan hutan
sehingga terjadi degradasi habitatnya (Hernawati dan Akhriadi, 2006). Nepenthes
yang boleh diperdagangkan adalah yang merupakan hasil dari penangkaran dan
ini sudah mulai dikembangkan secara ex-situ dan ditangkarkan. Oleh karena itu,
para penggemar maupun penyilang mulai banyak mengembangkan Nepenthes
hibrida yang lebih tahan terhadap cekaman lingkungan, sehingga mampu hidup di
lingkungan yang berbeda dari habitat aslinya. Salah satunya yaitu Nepenthes x
ventrata yaitu silangan dari N. alata dan N. ventricosa. Nepenthes jenis ini
memiliki kantong yang cukup panjang dan hidup secara epifit dengan menjulur
dan merambat pada pohon. Nepenthes x ventrata juga merupakan jenis Nepenthes
yang relatif mudah dikembangbiakkan. Kantong dari Nepenthes x ventrata juga
biasa digunakan sebagai kantong potong setelah kering dengan penggunaan
pewarna dan zat pengawet sebagai aksen lain pendamping bunga potong.
Kantong pada Nepenthes terbentuk dari bagian daun yang termodifikasi
menjadi perangkap mangsa seperti serangga maupun hewan kecil lainnya. Oleh
karena itu, Nepenthes dapat hidup pada daerah yang sangat miskin hara karena
sudah mendapatkan nutrisi seperti protein dan mineral dari serangga yang
terperosok ke dalamnya. Pemberian pupuk tambahan diharapkan dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman sehingga layak diperjualbelikan sebagai
tanaman hias. Pada beberapa tanaman karnivora pemberian pupuk dapat
meningkatkan pertumbuhan dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi
pupuk tambahan. Salah satu indikasi bahwa Nepenthes sehat yaitu dengan melihat
banyaknya kantong serta akar yang terbentuk. Dalam rangka mengembangkan
Nepenthes secara ex-situ, di mana ketersediaan serangga tidak sebanyak pada
habitat aslinya dan kondisi lingkungan tumbuh dapat dikontrol, perlu diketahui
komposisi dan konsentrasi pupuk yang optimal.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi dan konsentrasi
pupuk majemuk yang optimal untuk pembentukan kantong pada Nepenthes x
ventrata.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dari penelitian ini adalah,
1. Pemupukan, baik komposisi maupun konsentrasi, dapat mempengaruhi
pembentukan kantong pada Nepenthes x ventrata.
2. Pemupukan, baik komposisi maupun konsentrasi, dapat mempengaruhi
Botani Nepenthes
Nepenthes sp. yang umum dikenal dengan Kantong Semar digolongkan
dalam tumbuhan karnivora yang hidup di lingkungan hutan tropik basah yang
memiliki kelembaban udara di atas 70% (Mansur, 2007). Nepenthes sp. tumbuh
dan tersebar mulai dari Australia bagian Utara, Asia Tenggara hingga Cina bagian
Selatan. Menurut Mansur (2007) secara botani, Nepenthes diklasifikasikan ke
dalam,
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Dilleniidae
Ordo : Nepenthales
Famili : Nepenthaceae
Genus : Nepenthes
Spesies : Nepenthes spp
Kantong pada Nepenthes terbentuk dari bagian daun yang termodifikasi
menjadi perangkap mangsa seperti serangga maupun hewan kecil lainnya. Daun
yang termodifikasi menjadi kantong terdiri dari sulur, tutup, sayap dan bagian
lubang yang terdiri dari zona lilin dan kelenjar pencernaan yang dapat melumat
serangga dan menghisap nutrisi yang ada di dalamnya (Wang, 2007).
Bagian-bagian kantong pada Nepenthes ditunjukkan pada Gambar 1. Menurut Phillips et
al. (2008), serangga akan tertarik pada cairan nektar pada bagian bibir kantong,
penutup kantung dan pada zona lilin yang licin sehingga terperangkap ke dalam
zona pencernaan (digestive glands) yang mengandung enzim pencernaan yang
kental. Menurut Mansur (2007) bahwa enzim pencernaan pada Nepenthes sp.
disebut proteolase yang akan mengubah serangga yang terperangkap menjadi
zat-zat yang lebih sederhana.
Nepenthes × ventrata merupakan hibrida alami dengan tetua N. alata dan
N. ventricosa. Seperti kedua spesies induknya, N. x ventrata adalah endemik dari
Filipina (Fleming, 1979). Nepenthes x ventrata memiliki bentuk yang memanjang
dengan warna jingga segar hasil perpaduan dari kedua induknya. Nepenthes alata
yang cenderung berwarna dominan hijau dan Nepenthes ventricosa yang memiliki
bibir kantong yang tebal dan berwarna jingga tergabung sifat fenotipenya pada
keturunannya yaitu Nepenthes x ventrata yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Nepenthes x ventrata merupakan salah satu jenis Nepenthes yang paling umum
dibudidayakan, dan sering disebut sebagai Nepenthes alata. Jenis ini relatif mudah
tumbuh dalam ruangan dan biasanya merupakan tanaman berkantong tropis yang
populer, karena spesies ini dapat hidup di dataran rendah hingga dataran tinggi.
Selain sebagai tanaman hias pot, kantong dari N. x ventrata juga biasa digunakan
sebagai kantong potong setelah kering dengan penggunaan pewarna dan zat
pengawet sebagai aksen lain pendamping bunga potong (Fleming, 1979).
Gambar 1. Bagian-bagian kantong pada Nepenthes. Kantong adalah daun yang
Gambar 2. Kantong N. x ventrata dan kedua tetuanya, N. alata dan N. ventricosa (Sumber foto: Suska Nursery, Bogor).
Nepenthes merupakan tanaman tahunan yang hidup menjalar, merambat,
ataupun berbentuk perdu. Nepenthes dapat hidup pada dataran rendah maupun
dataran tinggi. Spesies Nepenthes yang hidup di dataran rendah membutuhkan
kelembaban yang cukup tinggi berkisar antara 70-90% dengan suhu 25-35 °C,
sedangkan spesies yang hidup pada dataran tinggi memerlukan suhu 20-30 °C
pada siang hari dan 12-20 °C pada malam hari (Clarke, 1997). Salah satu contoh
spesies dataran tinggi adalah Nepenthes argentii yang membutuhkan suhu rendah
maksimal 25 oC, kelembaban yang tinggi dan drainase yang baik serta
pencahayaan yang optimal (Rybka et al., 2005). Umumnya Nepenthes yang hidup
di dataran rendah tumbuh di tempat-tempat yang berair atau dekat sumber air pada
substrat yang bersifat asam (Phillips et al., 2008). Nepenthes juga membutuhkan
cahaya matahari intensif dengan panjang siang hari antara 10-12 jam setiap hari
sepanjang tahun (Clarke, 1997).
Kelestarian Nepenthes mulai terancam karena meluasnya konversi lahan
cara penebangan dan pembakaran hutan. Nepenthes termasuk dalam tanaman
langka berdasarkan International Union for the Conservation of Nature (IUCN)
dan World Conservation Monitoring Centre (WCMC), dan di Indonesia
dilindungi oleh Undang-undang konservasi PP No. 7 tahun 1999 tentang
Pengawetan dan Pelestarian Tumbuhan dan Satwa Liar. Nepenthes juga tergolong
dalam flora CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of
Wild Fauna and Flora) yang merupakan konvensi internasional yang
menggabungkan tema satwa liar dan perdagangan dengan alat yang mengikat
secara hukum untuk mencapai tujuan konservasi dan pemanfaatan secara
berkelanjutan (Redaksi Trubus, 2006). CITES terdiri atas tiga bagian yaitu
Apendiks I yang memuat daftar spesies terancam punah serta dilarang
diperjualbelikan, Apendiks II yang memuat daftar spesies yang tidak terancam
punah, tetapi perdagangan harus dikendalikan untuk menghindari kepunahan,
serta Apendiks III yang memuat daftar spesies yang perlu dilindungi dan dibatasi
perdagangannya oleh suatu negara (Arief, 2010). Hernawati dan Akhriadi (2006)
menyatakan bahwa Nepenthes yang sering dijumpai seperti Nepenthes x ventrata
termasuk dalam Apendiks II, yaitu spesies yang boleh diperjualbelikan jika
jumlahnya banyak dan berasal dari hasil budidaya. Dua jenis Nepenthes yang
termasuk dalam Apendiks I yaitu N. rajah dan N. khasiana (Redaksi Trubus,
2006), serta N. masoalensis yang termasuk dalam daftar merah IUCN (Schlosser,
2005) tidak dapat diperjualbelikan karena keberadaannya sangat dilindungi.
Perdagangan Nepenthes yang diperbolehkan dikenal dengan sebutan White market
dan dikategorikan dalam perdagangan legal untuk dikoleksi karena tanaman sudah
diintroduksi untuk perbanyakan secara in vitro maupun penangkaran (Cantley et
al., 2005).
Nepenthes hidup pada daerah yang terbuka dan agak terlindung di habitat
yang miskin unsur hara dan kelembaban yang cukup tinggi. Beberapa habitat
Nepenthes antara lain adalah hutan hujan tropik, hutan pegunungan, hutan
gambut, hutan kerangas, gunung kapur, padang savana dan danau. Meskipun
unsur hara yang terdapat pada habitat tersebut cukup rendah, kelembaban yang
Pemupukan Nepenthes
Pada habitat aslinya, Nepenthes hidup pada daerah yang sangat miskin
hara sehingga sistem perakarannya tidak berkembang dengan baik (Adlassnig et
al., 2005), karena itu sebagian besar unsur hara yang dibutuhkannya diperoleh
melalui serangga yang dicerna di dalam kantongnya seperti pada N. mirabillis
(Schulze et al., 1997). Daun Nepenthes yang telah termodifikasi menjadi kantong
memiliki fungsi yang lebih dominan dan memiliki fungsi yang serupa dengan akar
pada tanaman bukan karnivora dalam hal penyediaan nutrisi (Adlassnig et al.,
2005). Secara umum, pada habitat aslinya Nepenthes sp memiliki kandungan N
daun yang lebih rendah dibandingkan tanaman lain yang hidup pada habitat yang
sama (Osunkoya et al., 2007), sehingga pemberian pupuk tambahan diharapkan
dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pada beberapa tanaman karnivora
pemberian pupuk dapat meningkatkan pertumbuhan dibandingkan dengan
tanaman yang tidak diberi pupuk tambahan (Adamec, 1997), dan pada N.
talangensis, pemupukan dapat meningkatkan kandungan N pada daun, laju
fotosintesis, dan biomassa tanaman (Pavlovic et al., 2010). Salah satu faktor yang
menentukan efisiensi pemupukan pada Nepenthes adalah kelembaban media, yaitu
diperlukan media yang lembab tetapi tetap porous agar tidak merusak akar
(Redaksi Trubus, 2006; Budiana, 2007). Jika kelembaban dan pencahayaan tepat
Nepenthes akan memiliki kantong sehat. Ciri-ciri Nepenthes sehat yaitu daun
menghijau, kantong mempunyai corak yang menarik dan menjuntai dari setiap
sulur serta memiliki sosok tanaman yang kompak. Kriteria layak jual seperti ini
dapat terwujud melalui perawatan yang intensif salah satunya dengan pemupukan
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di bawah struktur naungan plastik UV di
Suska Nursery, Kampung Ciderum, Caringin, Bogor, dengan curah hujan 2 500-
5 000 mm/tahun, ketinggian 400 m dpl, dan suhu 15-27 oC. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2011.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman
Nepenthes x ventrata yang berasal dari stek dan telah berumur delapan minggu
setelah tanam (MST) serta memiliki empat ruas daun (Gambar 3). Media tanam
yang digunakan yaitu arang sekam dan cocopeat yang dicampur rata dengan
perbandingan 2:1 (v/v). Pupuk yang digunakan adalah pupuk majemuk dengan
komposisi N:P2O5:K2O (6-30-30), (32-10-10), dan (10-55-10). Komposisi unsur
hara dalam pupuk majemuk yang digunakan disajikan dalam Tabel 1. Alat yang
digunakan untuk penelitian ini adalah pH strip, Total Dissolve Solids (TDS) meter
yang sudah dikalibrasi, gelas ukur, serta termometer bola basah - bola kering.
(a) (b)
Gambar 3. Bahan Tanam Nepenthes x ventrata Berupa Stek Berakar yang
Tabel 1. Komposisi Unsur Hara Pupuk Majemuk yang Digunakan dalam
Molybdenum (Mo) 0.0005 0.0005 0.0005
Seng (Zn) 0.05 0.05 0.05
Sumber : http://agroshops.awardspace.com/growcalc.htm [18 Januari 2011]
Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu
komposisi pupuk majemuk dengan tiga taraf yaitu NPK 6-30-30, 32-10-10, dan
10-55-10. Faktor kedua adalah konsentrasi pupuk majemuk dengan tiga taraf,
yaitu 0.5 g.L-1, 1 g.L-1, dan 2 g.L-1. Tanaman yang tidak diberi pupuk digunakan
sebagai kontrol. Tiap perlakuan terdiri atas 5 ulangan dengan 1 pot tanaman
Model matematika rancangan percobaan ini sebagai berikut :
Yij = µ + αi +βj+(αβ)ij+ εij, dimana :
Yij :nilai peubah yang diamati
µ : nilai rataan umum
αi : pengaruh perlakuan komposisi pupuk ke-i
βj : pengaruh perlakuan konsentrasi pupuk ke-j
(αβ)ij : interaksi yang terjadi antara komposisi ke-i dan konsentrasi pupuk ke-j
εij : pengaruh galat percobaan
Analisis data dilakukan dengan uji F dan apabila hasilnya berpengaruh
nyata, dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α =
5% untuk melihat perlakuan yang terbaik.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa kegiatan antara lain:
1. Persiapan alat dan bahan
Persiapan alat dan bahan penanaman diantaranya persiapan alat
penanaman seperti tray dan pot sebagai tempat penanaman stek serta
gunting tanaman untuk memotong batang Nepenthes sebagai bahan tanam
stek. Media yang dipersiapkan yaitu sekam bakar dan cocopeat dengan
perbandingan 2:1 (v/v).
2. Persiapan tanaman Nepenthes x ventrata dari stek 8 MST
Penanaman Nepenthes x ventrata dilakukan pada bulan Februari
2011. Bahan tanamnya yaitu stek batang muda Nepenthes x ventrata yang
diambil dari batang yang berdekatan dengan tanah, bukan yang telah
menjalar. Batang tersebut dipilih karena menurut Suska (komunikasi
pribadi) lebih berpotensi mengeluarkan kantong daripada batang yang
telah menjalar. Selain itu batang muda dipilih agar pertumbuhannya dapat
seragam karena ruas-ruasnya yang tidak terlalu jarang (jauh). Aplikasi
3. Pemeliharaan
Pemeliharaan meliputi pemberian perlakuan pupuk majemuk
dengan kombinasi antara komposisi dan konsentrasi yang sudah
disebutkan, penyiangan gulma, dan pengendalian hama dan penyakit.
Pupuk majemuk diberikan langsung ke media tanaman kecuali pada
tanaman kontrol. Masing-masing pupuk diaplikasikan sesuai dengan
perlakuan dengan disiramkan ke media sebanyak 20 mL (kapasitas lapang
satuan pot). Tanaman diletakkan pada tempat ternaung menggunakan net
yang melalukan cahaya ± 50%
Pengamatan
Pengamatan dilakukan sejak awal penelitian pada tanggal 4 April 2011,
sebelum pemupukan, dan setiap minggu setelah perlakuan selama 12 minggu,
pengamatan yang dilakukan ialah
1. Jumlah tunas atau daun pada bibit tanaman,
2. Kenaikan tinggi tanaman (cm), dilakukan dengan cara mengukur dari pangkal
batang hingga titik tumbuh tanaman,
3. Waktu muncul kantong pertama,
4. Jumlah kantong per tanaman,
5. Diameter dan panjang kantong utuh (cm) dengan cara menggunakan jangka
sorong dan diukur diameter pada perut kantong dan panjangnya dari ujung
hingga pangkal kantong.
Pengamatan dilakukan selama 12 minggu setelah aplikasi, yaitu hingga tanaman
dewasa dan membentuk kantong. Pengamatan lingkungan yang diamati ialah
y Suhu rata-rata harian dan kelembaban relatif (RH),
Suhu dan RH harian diamati sebagai data penunjang untuk memonitor
kesesuaian lingkungan terhadap perkembangan tanaman Nepenthes x
ventrata . Pengamatan dilakukan menggunakan termometer bola
basah-kering yang ditempatkan di tengah lay out tanaman.
y Electrical Conductivity (EC) dan pH.
Pengamatan EC dan pH media dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
EC menggunakan TDS meter yang sudah dikalibrasi dan pH
menggunakan pH strip setiap dua minggu sekali.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Penelitian dimulai pada bulan Februari dengan menanam stek tanaman
Nepenthes x ventrata yang berasal dari tanaman induk yang berumur ± 2 tahun
Panjang stek yang digunakan tidak seragam karena sulitnya mendapatkan tanaman
induk dengan panjang ruas maupun batang yang sama. Stek yang digunakan
terdiri atas 4 ruas dan memiliki 4 daun (tinggi antara 5-10 cm). Stek tersebut
dipelihara selama 8 minggu sehingga terbentuk akar sebelum diberi perlakuan.
Pertumbuhan stek tanaman Nepenthes sangatlah lambat. Sebagian besar stek
(50%) yang ditanam mati sehingga hanya terdapat 50 tanaman yang tersisa dan
dapat digunakan untuk diberikan perlakuan pemupukan.
Pengamatan pertumbuhan tanaman Nepenthes x ventrata ini dilakukan pada
bulan April 2011 setelah tanaman sudah berumur 8 MST dan telah memiliki akar
yang cukup kokoh untuk diberi perlakuan. Sedangkan pengamatan dihentikan
pada minggu ke 12 setelah perlakuan atau 3 bulan, karena pada umur inilah
tanaman Nepenthes sudah mulai membentuk kantong dan layak untuk dipasarkan.
Awal sebelum perlakuan, tanaman terdiri atas 4 ruas dan 4 daun yang
sebagian daunnya dipotong untuk mengurangi transpirasi. Setelah diberikan
perlakuan pada 8 MST, sulur terbentuk dari ujung daun pada 8 minggu setelah
perlakuan. Ujung sulur tersebut membentuk kantong pipih yang akan terbuka
menjadi kantong utuh pada selang waktu 2 minggu atau lebih (Gambar 4). Jadi
kantong utuh akan terbentuk setelah tanaman berumur 10 MSP atau lebih dari
Gambar 4. Siklus Pembentukan Kantong Nepenthes x ventrata, (a) stek 4 ruas,
(b) inisiasi membentuk kantong pipih, (c) kantong utuh tertutup, (d) kantong utuh terbuka, (e) kondisi akhir pengamatan kantong
Pengamatan Lingkungan
Suhu
Suhu tempat penelitian berkisar antara 23-25 0C menandakan bahwa
rata-rata suhu harian cukup sejuk. Suhu diamati ketika pagi hari saat dilakukan
penyiraman. Suhu optimum tanaman Nepenthes dataran rendah berkisar antara
23-31 0C. Suhu rendah ini juga dipengaruhi sering turun hujan pada bulan April
dan Mei. Pada awal bulan April (1 MSP) mengalami perbedaan suhu yang cukup
berbeda yaitu 27 0C (Gambar 6). Meskipun suhu yang cukup rendah, tanaman
Nepenthes membutuhkan cahaya matahari penuh untuk memacu pertumbuhan
kantongnya. Pada penelitian ini diberikan naungan plastik UV agar dapat diatur
panyiramannya tetapi tidak mengurangi masuknya cahaya matahari. Kelembaban
tinggi akan berpengaruh baik pada pertumbuhan tanaman Nepenthes karena sesuai
habitat aslinya di alam yaitu di bawah hutan maupun di semak-semak rawa.
a b c
Namun pada penelitian ini suhu yang cukup rendah dan kelembaban yang
cukup tinggi menyebabkan adanya hama kutu putih (Pseudococcus spp.) yang
hidup menempel pada bagian bawah daun (Gambar 5). Hama ini muncul dan
berkembang pesat saat kondisi lingkungan tanaman lembab terutama pada
pergantian musim (Redaksi Trubus, 2006). Sanitasi dilakukan secara manual
setiap hari bersamaan dengan penyiraman. Tindakan pencegahan juga dilakukan
dengan menyemprot insektisida sistemik Pegasus 200EC dengan dosis 0.5 ml L-1
per dua minggu. Suhu yang rendah di malam hari yang berkisar 10-12 0C dan
suhu siang hari yang berkisar antara 25-30 0C merupakan suhu optimum
perkembangan tanaman Nepenthes terrestrial seperti Nepenthes x ventrata.
Gambar 5. Hama Kutu Putih (Pseudococcus spp.) pada Nepenthes x ventrata.
Gambar 6. Rata-Rata Suhu Harian selama Penelitian bulan April-Juni 2011
Kelembaban Relatif Harian
Pada habitat aslinya tanaman Nepenthes hidup dalam lingkungan dengan
kelembaban 70-90%. Kelembaban relatif harian yang ditunjukkan oleh
termometer bola basah-bola kering menunjukkan bahwa lingkungan tempat
tumbuh tanaman mempunyai kelembaban berkisar 87-91%, sehingga kondisi
kelembapan di lokasi penelitian sudah sesuai dengan kebutuhan Nepenthes
(Gambar 7). Pada 3 MSP menunjukkan kelembaban relatif harian yang tertinggi
karena pada minggu tersebut hujan turun hampir setiap hari. Tanpa kelembaban
yang memadai kantong Nepenthes tidak terbentuk.
Gambar 7. Rata-Rata Kelembaban Relatif Harian selama Penelitian bulan April-Juni 2011.
Electrical Conductivity
Konduktivitas elektrik atau EC (Electrical Conductivity) adalah ukuran
kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik, diukur dalam satuan
Siemens/m, atau mmhos/cm. EC menunjukkan bahwa media tanam yang
digunakan mengandung kadar garam tertentu yang dapat menghantarkan arus
listrik. Menurut Budiana (2007) bahwa nilai EC meningkat sejalan dengan
meningkatnya salinitas tanah dan pertumbuhan yang optimal terjadi pada kisaran
EC tertentu (100-1 000 ppm). Menurut Zoko (2011) konduktivitas elektrik media
tanam optimal tanaman merambat berkisar antara 1 400-1 680 ppm contohnya
pada tanaman Monstera sp.. Jadi pada pengamatan ini EC (<600 ppm) media
tanam masih tergolong rendah. EC media tanam Nepenthes x ventrata pada
minggu awal lebih tinggi dibandingkan EC pada pengamatan selanjutnya karena
penambahan pupuk majemuk dapat menambah salinitas media. EC tersebut
menunjukkan bahwa kadar salinitas pupuk tidak terlalu tinggi dan masih dapat
diserap dengan baik oleh tanaman, karena hara yang berupa pupuk merupakan
golongan garam, maka sangat penting untuk mengetahui kemampuan daya hantar
listriknya, air yang murni tidak mengalirkan arus listrik (EC = 0). EC semakin
menurun sampai minggu ke 12 menunjukkan pertumbuhan tanaman sudah mulai
optimal. Electrical Conductivity yang semakin menurun menunjukkan bahwa
penyerapan pupuk oleh tanaman lebih banyak daripada yang tercuci dan tertinggal
di media tanam.
Keterangan : 1 μS/cm = 0.5 ppm 1mmhos/cm = 640 ppm
Gambar 8. Konduktivitas Elektrik Media Tanam Nepenthes x ventrata selama
Penelitian. Keterangan: Kontrol = tanpa penggunaan pupuk
majemuk; C1 = NPK 6-30-30; C2= NPK 32-10-10; C3 = NPK
10-55-10; K1 = 0.5 g L-1; K2 = 1 g L-1; K3 = 2 g L-1
Derajat Keasaman (pH)
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH media diukur untuk
mengetahui apakah media tanam yang digunakan asam atau basa. Nilai pH media
dipengaruhi dengan nyata oleh perlakuan komposisi media. Nilai pH terlihat
berkisar antara 5-6, karena pengamatan hanya menggunakan pH strip.
Pertumbuhan tanaman sangat tergantung dari derajat keasaman media tanam (pH).
Derajat keasaman media tanam (pH media) masih dalam kisaran yang sesuai
untuk tanaman hias berdaun seperti yang dilaporkan oleh peneliti terdahulu
(Conover, 1980) bahwa kisaran terbaik untuk hampir semua tanaman berdaun
adalah antara 5.5 sampai 6.5. Karena pH rata-rata yang terukur setiap harinya
berkisar 5.5, pH media cukup netral dan baik untuk pertumbuhan tanaman.
Pengaruh Pemupukan terhadap Jumlah Daun dan Tinggi Tanaman
Hasil uji-F menunjukkan bahwa perlakuan masing-masing konsentrasi dan
komposisi pupuk majemuk tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah
daun selama 12 minggu penelitian (Tabel 2).
Tabel 2. Jumlah Daun pada Berbagai Perlakuan Pemupukan
Perlakuan Jumlah daun pada minggu ke
0 2 4 6 8 10 12
Konsentrasi Pupuk (g.L-1)
Kontrol 1.00 1.40 1.80 2.40 3.40 4.25 5.00 0.5 g L-1 0.93 1.29 2.00 2.07 2.64 3.33 3.58 1 g L-1 0.80 1.40 1.71 2.00 2.50 3.50 4.31 2 g L-1 0.93 1.54 1.92 2.23 3.08 4.08 4.77
Nilai rataan jumlah daun Nepenthes x ventrata yang diamati disajikan pada
Gambar 9. Gambar ini lebih menunjukkan dengan lebih jelas bahwa rataan
kombinasi antara komposisi dan konsentrasi (C*K) tidak memberikan pengaruh
nyata.
Gambar 9. Jumlah Daun Tanaman Nepenthes x ventrata pada Beberapa Minggu
setelah Perlakuan. Keterangan: Kontrol = tanpa penggunaan pupuk
majemuk; C1 = NPK 6-30-30; C2= NPK 32-10; C3 = NPK
10-55-10; K1 = 0.5 g L-1; K2 = 1 g L-1; K3 = 2 g L-1
Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa kenaikan jumlah daun hampir sama
antar perlakuan. Tanaman dengan perlakuan C2K2 memiliki jumlah daun
terbanyak pada 12 MSP, sedangkan pada perlakuan C2K1 pada minggu ke 12
jumlah daun menurun karena adanya daun tua yang sudah mengering.
Kombinasi komposisi dan konsentrasi pupuk majemuk tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap jumlah daun pada 12 MSP, dan kenaikan tinggi tanaman
pada interval 11-12 MSP terlihat pada hasil sidik ragam berikut (Tabel 3).
Tabel 3. Pertumbuhan Vegetatif pada Akhir Pengamatan (12 MSP)
Perlakuan Jumlah daun (helai) Kenaikan tinggi tanaman (cm)
Kontrol 2.83a 2.53a
C1K1 2.67a 2.39a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut DMRT pada taraf α=5%; KK= Koefisiensi Keragaman: data hasil transformasi √(x+1); Kontrol = tanpa penggunaan pupuk majemuk; C1 = NPK 6-30-30; C2 = NPK 32-10-10; C3 = NPK 10-55-10; K1 = 0.5 g L-1; K2 = 1 g L-1; K3 = 2 g L-1
Pertumbuhan tanaman Nepenthes yang cukup lambat hanya memberikan
rataan jumlah daun sekitar 2 helai per tanaman hingga 12 MSP. Pemupukan tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun sampai minggu ke 11. Namun,
pada 12 MSP (Tabel 3) terlihat perlakuan C2K1 berbeda nyata dengan perlakuan
kontrol. Selain itu perlakuan ini juga memberikan nilai rataan menurun pada
kenaikan tinggi pada interval 11-12 MSP. Hal ini disebabkan pada minggu
terakhir rataan menurun disebabkan adanya ulangan yang mati dan ulangan yang
tidak bertambah jumlah daunnya serta tingginya.
Pengaruh pemupukan terhadap tinggi tanaman diukur dengan pertambahan
atau kenaikan tinggi tanaman setiap minggu karena tanaman sejak awal tidak
memiliki tinggi yang seragam (5-10 cm). Hasil uji-F menunjukkan bahwa
perlakuan kombinasi komposisi dan konsentrasi pupuk majemuk (C*K) tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap kenaikan tinggi tanaman (Gambar 10). Pada
kurva ini terlihat bahwa pertumbuhan perlakuan C1K1 memiliki pertambahan
kenaikan tinggi tanaman yang cukup signifikan. Kurva tergambar naik turun
bahkan ada yang tidak bertambah tinggi. Sehingga rataan perlakuan yang
tergambar dalam kurva dapat naik, bahkan turun. Hasil tersebut terlihat dalam
gambar 10.
Gambar 10. Kenaikan Tinggi Tanaman Nepenthes x ventrata. Keterangan:
pertambahan tinggi tanaman dihitung dari selisih tinggi tanaman dengan tinggi 1 minggu sebelumnya; Kontrol = tanpa penggunaan
pupuk majemuk; C1 = NPK 6-30-30; C2= NPK 32-10-10; C3 =
NPK 10-55-10; K1 = 0.5 g L-1; K2 = 1 g L-1; K3 = 2 g L-1
Pengamatan pertumbuhan tinggi Nepenthes x ventrata menunjukkan bahwa
tinggi tanaman tidak bertambah secara drastis tetapi sedikit demi sedikit.
Pertumbuhan vegetatif sudah mulai berubah menjadi pertumbuhan inisiasi
kantong. Diduga hal ini berkaitan dengan semakin menurunnya nilai EC media
dari awal penelitian hingga minggu terakhir pengamatan (Gambar 8).
Tinggi tanaman optimal penyerapan hara juga semakin optimal. Electrical
Conductivity tinggi terlihat pada minggu awal perlakuan karena media yang
awalnya tidak memiliki hara tanpa adanya pemupukan ditambahkan pupuk
majemuk yang sekaligus dapat menambah salinitas media. EC semakin menurun
sampai minggu ke 12 menunjukkan hara yang berada di media sudah banyak
terserap oleh tanaman.
Pengaruh Pemupukan terhadap Inisiasi Kantong
Saat inisiasi kantong merupakan saat di mana daun akan memunculkan
inisiasi kantong pada sulur di ujung daunnya. Pada penelitian ini saat inisiasi
kantong terjadi pada minggu ke 9 setelah perlakuan, ditandai dengan munculnya
kantong pipih hanya pada tiga perlakuan yaitu kontrol, C1K3, dan C2K2 (Gambar
11). Tidak ada perbedaan saat inisiasi kantong akibat berbagai perlakuan
pemupukan. Namun, ada satu perlakuan yang memulai inisiasi kantongnya
terlebih dahulu yaitu pada 8 MSP yaitu perlakuan C1K3, yaitu kombinasi dari
pupuk majemuk NPK 6-30-30 dengan konsentrasi 2 g L-1. Sedangkan pada
perlakuan lain daun baru yang terbentuk hanya menghasilkan sulur yang
memanjang dan belum terdapat indikasi bahwa akan membentuk kantong.
Menurut Hernawati dan Akhriadi (2006) pada habitat aslinya Nepenthes
membentuk banyak kantong pada kondisi kekurangan hara sehingga pembentukan
kantong pada kondisi tersebut bertujuan untuk memperoleh hara dari serangga
yang terperangkap. Oleh karena itu, perlakuan pemupukan diduga telah
meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman sehingga tanaman tidak
membentuk kantong.
Gambar 11. Waktu Tanaman Nepenthes x ventrata membentuk kantong pipih.
Keterangan: Kontrol = tanpa penggunaan pupuk majemuk; C1 =
Kantong pipih yang terbentuk tidak seluruhnya menjadi kantong utuh.
Hingga 12 MSP hanya pada 3 perlakuan yakni kontrol, C2K2, dan C3K1 yang
telah membentuk kantong utuh. Ketiga perlakuan tersebut tidak memberikan
perbedaan nyata karena kantong terbentuk seminggu setelah kantong pipih,
meskipun ada sebagian kantong dari perlakuan kontrol dan C3K1 yang
membutuhkan waktu 2 minggu (Gambar 12).
Gambar 12. Waktu Tanaman Nepenthes x ventrata Membentuk Kantong dari
Kantong Pipih. Keterangan: Kontrol = tanpa penggunaan pupuk
majemuk; C2= NPK 32-10-10; C3 = NPK 10-55-10; K1 = 0.5 g L
-1
; K2 = 1 g L-1
Pembentukan kantong juga dipengaruhi banyaknya cahaya matahari yang
diterima, semakin banyak cahaya yang diterima semakin cepat kantong terbentuk.
Dalam penelitian ini pembentukan kantong utuh yang diharapkan pada setiap
perlakuan tidak terjadi dan hanya terjadi pada ketiga perlakuan tersebut sehingga
perlakuan ini dapat diaplikasikan untuk pembentukan kantong lebih cepat
dibandingkan perlakuan yang lain. Hal tersebut ditandai oleh perubahan bentuk
kantong dari kantong pipih (Gambar 13a) menjadi kantong utuh (Gambar 13b).
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Waktu Sejak Terbentuknya Kantong Pipih (minggu)
(a) (b)
Gambar 13. Penampilan Kantong Nepenthes x ventrata (a) Kantong Pipih (b)
Kantong Utuh
Perlakuan C3K1 menghasilkan lebih banyak kantong dibandingkan kontrol
dan C2K2. Pada perlakuan lain sulur yang terbentuk tidak semuanya membentuk
kantong pipih, bahkan tanpa adanya pembentukan kantong utuh hingga 12 MSP
(Tabel 4).
Tabel 4. Inisiasi kantong pada 12 MSP
Perlakuan Jumlah
Keterangan: Kontrol = tanpa penggunaan pupuk majemuk; C1 = NPK 6-30-30; C2 = NPK 32-10-10; C3 = NPK 10-55-32-10-10; K1 = 0.5 g L-1; K2 = 1 g L-1; K3 = 2 g L-1
Pada tabel 4 menunjukkan jumlah inisiasi kantong (kantong pipih) yang
muncul sampai 12 MSP yaitu pada perlakuan kontrol mempuyai nilai rataan yang
paling tinggi. Hal ini memperlihatkan bahwa perlakuan pemupukan tidak
pemupukan, kantong yang terbentuk lebih banyak dibandingkan dengan yang
diberi pupuk. Pada habitat aslinya bahwa Nepenthes akan memunculkan
kantongnya di saat tanaman mengalami kekurangan hara atau nutrisi (Mansur,
2007). Namun, kantong yang terbentuk perlakuan C3K1 memiliki presentase
tertinggi. Perlakuan pupuk dengan kombinasi 0.5 g.L-1 NPK 10-55-10 ini
memberikan waktu yang lebih singkat membentuk kantong dibandingkan
perlakuan lain hingga 12 MSP. Pada semua perlakuan sebenarnya sudah
membentuk inisiasi kantong berupa sulur dan kantong pipih di ujung sulurnya,
tetapi hingga pengamatan 12 MSP sebagian besar belum berkembang menjadi
kantong utuh. Jadi diduga tanpa menggunakan pemupukan inisiasi kantong
(kantong pipih) yang terbentuk lebih banyak hingga 12 MSP. Namun, pemupukan
diperlukan untuk membentuk kantong utuh dan kualitas kantong yang baik.
Pengaruh Pemupukan terhadap Kualitas dan Ukuran Kantong
Diameter Kantong
Perlakuan yang membentuk kantong utuh hanya terdapat pada tanaman
C3K1, kontrol, dan C2K2. Kantong pada semua perlakuan sudah terbentuk, tetapi
hanya tiga perlakuan tersebut yang dapat membentuk kantong utuh baik itu
menutup atau sudah terbuka (Gambar 14).
Gambar 14. Diameter Kantong Tanaman Nepenthes x ventrata Perlakuan C2K1,
C2K2 dan Kontrol. Keterangan: Kontrol = tanpa penggunaan
Tanaman pada perlakuan C3K1 memiliki diameter kantong yang terbesar
pada 12 MSP dibandingkan dengan tanaman pada perlakuan kontrol dan C2K2
(Gambar 15) karena kantong utuhnya terbentuk lebih awal dibandingkan
perlakuan kontrol dan C2K2. Pada ketiga perlakuan tersebut kantong utuh
terbentuk pada selang waktu seminggu setelah kantong pipih terbentuk, meskipun
ada sebagian yang terbentuk pada selang waktu 2 minggu (Gambar 12).
Gambar 15. Perbandingan Diameter Kantong Tanaman Nepenthes x ventrata
Perlakuan C2K1, C2K2 dan Kontrol pada Umur Kantong yang Sama. Keterangan: Kontrol = tanpa penggunaan pupuk majemuk;
C1 = NPK 6-30-30; C2= NPK 32-10-10; C3 = NPK 10-55-10; K1
= 0.5 g L-1; K2 = 1 g L-1; K3 = 2 g L-1
Pada ketiga perlakuan tersebut pemberian perlakuan C3K1 atau pupuk
majemuk 10-55-10 tetap memberikan diameter kantong terbesar pada umur 3
minggu dari kantong pipih. Pertumbuhan diameter kantong pada perlakuan
tersebut akan optimal pada umur 5 minggu terlihat pada kantong pertama yang
sudah stabil diameternya pada minggu selanjutnya
0
Umur Kantong sejak Terbentuk dari Kantong Pipih (minggu)
Panjang Kantong
Panjang kantong pada tanaman yang diamati dari ujung kantong tempat
menempelnya penutup hingga pangkal kantong tempat berakhirnya sulur daun.
Pada pengamatan ini dilakukan pada tanaman yang hanya memiliki kantong utuh
yakni kontrol, C3K1, dan C2K2 seperti pada pengamatan diameter kantong.
Gambar 16. Panjang Kantong pada Tanaman Nepenthes x ventrata Perlakuan
C2K1, C2K2 dan Kontrol. Keterangan: Kontrol = tanpa
penggunaan pupuk majemuk; C1 = NPK 6-30-30; C2= NPK
32-10-10; C3 = NPK 10-55-32-10-10; K1 = 0.5 g L-1; K2 = 1 g L-1; K3 = 2 g L-1
Setelah melihat hasil pada Gambar 16 terdapat panjang kantong pada
tanaman kontrol pada akhir pengamatan (12 MSP) memiliki nilai tertinggi yaitu
dengan rataan 7 cm. Hal ini menunjukkan bahwa kantong yang dimodifikasi dari
daun tanaman kontrol menjadi lebih panjang. Ukuran kantong yang lebih panjang
akan memperbesar peluang serangga untuk terperangkap dan terperosok ke
dalamnya. Hal ini bisa disebabkan sesuai habitat aslinya bahwa kantong atas
cenderung membentuk corong memanjang dan tidak membulat. Pada perlakuan
C3K1 mengalami penurunan, tetapi bukan penyusutan rataan panjang kantong
karena pada 11 MSP terdapat kantong utuh baru pada perlakuan tersebut sehingga
rataan panjang kantong dibagi dengan pertambahan tersebut begitu juga pada
rataan diameternya.
Gambar 17. Perbandingan Panjang Kantong Tanaman Nepenthes x ventrata
Perlakuan C2K1, C2K2 dan Kontrol pada Umur Kantong yang Sama. Keterangan: Kontrol = tanpa penggunaan pupuk majemuk;
C1 = NPK 6-30-30; C2= NPK 32-10-10; C3 = NPK 10-55-10; K1
= 0.5 g L-1; K2 = 1 g L-1; K3 = 2 g L-1
Pada umur 1-3 minggu setelah kantong pipih, tanaman pada kontrol
membentuk kantong terpanjang dibandingkan perlakuan C2K2 dan C3K1
(Gambar 14). Pada gambar menunjukkan pertumbuhan panjang kantong pada
perlakuan tersebut akan optimal pada umur 5 minggu terlihat pada kantong
pertama perlakuan C3K1 yang sudah stabil panjangnya pada minggu selanjutnya.
Warna Kantong
Pemupukan juga memberikan pengaruh pada perubahan warna pada
kantong Nepenthes x ventrata. Pada perlakuan kontrol, C2K2 dan C3K1 terdapat
perbedaan warna pada kantong yang terbentuk (Gambar 18). Pada perlakuan
kontrol kantong lebih cerah dan berwarna cenderung kuning, sedangkan yang
mendapat perlakuan pemupukan berwarna jingga.
0
Umur Kantong sejak Terbentuk Kantong Pipih (minggu)
(a) (b) (c)
Gambar 18. Warna Kantong Nepenthes x ventrata pada (a) Kontrol (b) C3K1
(c) C2K2. Keterangan: Kontrol = tanpa penggunaan pupuk
majemuk; C1 = NPK 6-30-30; C2= NPK 32-10; C3 = NPK
10-55-10; K1 = 0.5 g L-1; K2 = 1 g L-1; K3 = 2 g L-1(sumber : foto penelitian).
Hernawati dan Akhriadi (2006) menyatakan bahwa Nepenthes yang tumbuh
dalam kondisi hara terbatas akan membentuk kantong besar dan berwarna cerah,
sedangkan yang mendapat nutrisi cenderung lebih kecil dan kurang berwarna.
Namun, jenis kantong atas (terbentuk pada jenis yang epifit) memiliki warna yang
kurang menarik karena lebih bisa terlihat serangga dibandingkan dengan kantong
bawah (dekat permukaan tanah) yang memiliki corak beragam untuk menarik
serangga. Oleh karena itu, pemberian pupuk dapat memberikan warna pada
Nepenthes x ventrata sehingga menjadi lebih menarik dibandingkan di habitat
aslinya.
Nepenthes x ventrata merupakan jenis Nepenthes yang membentuk kantong
atas. Kantong atas adalah kantong yang terbentuk dari daun yang menjulang ke
atas karena sosok tanaman yang merambat. Kantong jenis ini memiliki ciri-ciri
lebih langsing daripada kantong bawah, memanjang, tidak memiliki sayap dan
corak yang monoton. Karena Nepenthes ini letaknya sudah cukup tinggi dari
permukaan tanah sehingga tidak perlu adanya sayap dan corak untuk merangsang
serangga untuk datang. Karena lokasi tumbuh yang tinggi, maka Nepenthes jenis
yang lebih besar dan banyak. Kantong atas menyimpan cairan dalam jumlah
sedikit sehingga lebih ringan (Redaksi Trubus, 2006).
Pada pengamatan kantong dijumpai berbagai jenis serangga, terutama
semut (Gambar 19). Serangga tertarik untuk mendekati Nepenthes karena adanya
kelenjar nektar di sekitar dinding kantong. Karena bibir kantong memiliki lapisan
lilin yang licin, serangga tersebut akan tergelincir dan masuk ke dalam kantong.
Menurut Handoyo (2006) serangga yang terperangkap akan dicerna menjadi
senyawa organik oleh sejenis enzim dalam kantong sehingga dapat mendukung
pertumbuhan pada lahan miskin hara. Enzim dan bakteri yang berada pada cairan
di dalam kantong Nepenthes akan menguraikan jaringan sel serangga untuk
diserap nitrogennya.
Kesimpulan
Aplikasi pupuk majemuk dengan komposisi dan konsentrasi yang berbeda
tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan pembentukan kantong Nepenthes
x ventrata. Bahkan tanaman kontrol atau tanpa pemberian pupuk dapat
membentuk kantong lebih banyak dengan ukuran lebih panjang. Perlakuan C1K3
(2 g.L-1 NPK 6-30-30) merupakan perlakuan yang membentuk inisiasi kantong
yang pertama. Namun, hanya perlakuan pemupukan C2K2 dan C3K1 (1 g.L-1
NPK 32-10-10 dan 0.5 g.L-1 NPK 10-55-10) yang dapat membentuk dan
mempertahankan kantong lebih baik daripada perlakuan yang lainnya yang hanya
menghasilkan sulur atau hanya inisiasi kantong. Jika dilihat dari jumlah daun
perlakuan C2K2 lebih dominan tetapi perlakuan C3K1 merupakan perlakuan
terbaik dalam membentuk sulur, kantong pipih serta presentase kantong yang
terbentuk.
Tanaman Nepenthes dapat memunculkan inisiasi kantong pada 9 MSP, dan
pengamatan hingga 12 MSP menunjukkan bahwa sebagian besar kantong pipih
belum membentuk kantong utuh sehingga potensial membentuk kantong pada
pengamatan yang lebih panjang. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tanaman
yang diberi pupuk tetap mampu membentuk kantong dan menghasilkan warna
kantong yang lebih menarik. Jadi pemupukan dapat digunakan untuk membentuk
kantong lebih berkualitas sehingga layak diperjualbelikan.
Saran
Pada penelitian selanjutnya perlu ditambahkan waktu yang lebih lama (>12
MSP), sehingga memberi cukup waktu bagi tanaman untuk membentuk kantong
utuh. Penggunaan tanaman yang sudah remaja sangat disarankan karena
pertumbuhan Nepenthes yang lambat hingga pada setiap daunnya sudah dapat
membentuk kantong. Disarankan pula untuk meneliti aplikasi pupuk daun, dengan
pertimbangan akar yang sedikit yang dimiliki Nepenthes mungkin menyebabkan
DAFTAR PUSTAKA
Adamec, L. 1997. Mineral nutrition of carnivorous plants: a review. The Botanical Review 63: 273-299
Adlassnig, W., M. Peroutka, H. Lambers, and I.K. Lichtscheidl. 2005. The roots of carnivorous plants. Pant and Soil 274: 127-140.
Arief, A. J. 2010. Hasil Cop 15 CITES dan Implementasinya di Indonesia.
P2biologi,LIPI. Bogor (http://www.biologi.lipi.go.id/bio_indonesia/ hasil
cop 15 cites dan implementasinya di indonesia)
Budiana, N. S. 2007. Memupuk Tanaman Hias. Penebar Swadaya. Depok. 84 hal.
Cantley R., C. Clark, J. Cokendolpher, B. Rice and A. Wistuba. 2005. Nepenthes
clipeata Survival Project. Carnivorous Plant Newsletter 34(4): 116-120
Clarke, C. 1997. Nepenthes of Borneo. Natural History Publications. Sabah. 209
hal
Conover, C.A. 1980. Foliage Plant. dalam Introduction to Floriculture. Edit by Roy A. Larson. Academic Press. Inc. New York. 607p
Fleming, R. 1979. Hybrid Nepenthes. Carnivorous Plant Newsletter 8(1): 10–12.
Handoyo, F., dan Maloedyn S. 2006. Petunjuk Praktis Perawatan Nepenthes.
Agromedia Pustaka. Depok. 66 hal.
Hernawati, dan P. Akhriadi. 2006. A Field Guide to The Nepenthes of Sumatra.
Pili NGO Movement. Bogor. 94 hal.
http://agroshops.awardspace.com/growcalc.htm [18 Januari 2011]
Mansur, M. 2007. Keanekaragaman jenis Nepenthes (Kantong Semar) dataran
rendah di Kalimantan Tengah. Berita Biologi 8(5): 335-339.
Mansur, M. 2007. Nepenthes Kantong Semar yang Unik. Penebar Swadaya.
Jakarta.100 hal.
Osunkoya, O.O, S.D. Daud, B. Di-Giusto, F.L. Wimmer, and T.M. Holige. 2007. Construction cost and physico-chemical properties of the assimilatory
organs of Nepenthes species in Northern Borneo. Annals of Botany 99:
Pavlovic, A., L. Singerova, V. Demko, J. Santrucek, and J. Hudak. 2010. Root nutrient uptake enhances photosyntetic assimilation in prey-deprived
carnivorous pitcher plant Nepenthes talangensis. Photosynthetica 48(2):
227-223.
Phillips, A. A. Lamb, and C. C. Lee. 2008. Pitcher Plants of Borneo. Natural History Publications. Sabah. Malaysia
Redaksi Trubus. 2006. Nepenthes. Trubus Infokit vol. 5. Depok. 284 hal.
Rybka V., R. Rybkova, and R. Cantley. 2005. Nepenthes argentii on Sibuyan
Island.Carnivorous Plant Newsletter 34(2): 47-50
Schlosser E., 2005. Notes on some known carnivorous plants from Madagascar. Carnivorous Plant Newsletter 34(4): 100-105
Schulze W., E.D. Schulze, J.S. Pate, and A.N. Gillison. 1997. The nitrogen supply
from soils and insects during growth of the pitcher plants Nepenthes
mirabilis, Cephalotus follicularis, and Darlingtonia californica. Oecologia 112: 464-471.
Wang, C. W. 2007. Nepenthes Enzymes. Proceedings of The 2007 Sarawak
Nepenthes Summit. Sarawak Forestry Corporation. Sarawak. Hal. 40-46
Zoko, G. 2011. Mengenal EC, Mengetahui Batas Elektrokonduktivitas Larutan pada Tanaman. Plant Physiology Laboratory, Biotechnologi Dept. PT. BISI International Tbk. (http://www.scribd.com/doc/36254241/Mengenal-EC [18 Januari 2011])
Lampiran 1. Tata Letak Percobaan
Keterangan :
kontrol : Kontrol (tanpa penggunaan pupuk majemuk)
C1K1 : 0.5 g L-1 NPK 6-30-30
C1K2 : 1 g L-1 NPK 6-30-30
C1K3 : 2 g L-1 NPK 6-30-30
C2K1 : 0.5 g L-1 NPK 32-10-10
C2K2 : 1 g L-1 NPK 32-10-10
C2K3 : 2 g L-1 NPK 32-10-10
C3K1 : 0.5 g L-11 NPK 10-55-10
C3K2 : 1 g L-1 NPK 10-55-10
C3K3 : 2 g L-1 NPK 10-55-10
Nepenthes is a kind of carnivorous plant which can trap insects or the others animal and can digest this to get some nutrient. As an ornamental plant,
Nepenthes have to appear the attractive of this form espescially this pitcher. Plants generally need fertilizer to promote their growth and development. This study aimed at determining the effect of fertilization on the growth and pitcher formation of Nepenthes x ventrata. In the original habitat Nepenthes form pitchers if they lack of nutrients. This is make a question that can fertilization improve the pitcher formation of Nepenthes x ventrata.
Experiment was conducted at Suska Nursery from February until June 2011. Plants were treated with the N: P: K, 60-30-30, 32-10-10 and 10-55-10 and at different concentrations ie, 0.5, 1 and 2 gL-1. Fertilizer was applied weekly to the growing media. Scoring were made on number of leaves,continuous leaf length, plant height, time of pitchers initiation, the number of pitchers and pitcher diameter and length weekly. During the course of the experiment, daily relative temperature, humidity and EC (Electrical Conductivity) of the growing media were recorded.
The results showed that combination of fertilizer with different composition and concentration did not affect Nepenthes growth and development. Application of fertilization resulted in smaller size pitchers compared to control plants. Nepenthes x ventrata is incuding a kind of Nepenthes which is easy to be cultivated, but the pitcher can be appeared in 10 weeks and in 12 weeks they haven’t been appeared from all of these leaves.Future research on Nepenthes
should be conducted in a longer period since it take a lont time for the plants to adapt to the new growing environment, and require a relatively longer time compared with other types of ornamental plants in general.
Latar Belakang
Kantong Semar (Nepenthes sp.) merupakan tanaman yang termasuk dalam
golongan tanaman perangkap. Tanaman ini juga biasa dikenal sebagai tanaman
karnivora karena dapat menjadi perangkap sekaligus memangsa serangga.
Nepenthes tersebar dari Madagaskar, Seychelles, India, Srilangka, Indocina, Cina
Selatan, Semenanjung Malaysia, Filipina, Indonesia, Australia bagian Utara
hingga kepulauan di Pasifik (Phillips, 2008).
Nepenthes sangat menarik untuk diteliti karena jenis tersebut digolongkan
ke dalam tanaman hias unik bersama Amorphophallus, Rafflesia, dan tanaman
karnivora lainnya. Berbeda dengan tanaman hias yang lain yang lebih
menonjolkan keindahan dari bunga atau daunnya, Nepenthes memiliki kantong
dengan keunikan bentuk dan corak sehingga mempunyai potensi yang baik
sebagai tanaman hias pot. Selain itu, Indonesia memiliki keragaman Nepenthes
yang sangat tinggi. Sekitar 65% spesies Nepenthes dunia berasal dari Indonesia
terutama di pulau Sumatra dan Kalimantan (Hernawati dan Akhriadi, 2006).
Nepenthes juga memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Menurut Redaksi
Trubus (2006), bahwa volume penjualan Nepenthes mencapai 100 000-500 000
tanaman per tahun dengan nilai Eur 1.5-7.5 juta sehingga dimanfaatkan oleh
negeri Belanda sebagai sumber penjualan di bidang tanaman hias pot.
Nepenthes termasuk dalam daftar CITES (Convention on International
Trade Endangered Species of Wild Flora and Fauna), yaitu pada apendiks I dan II
yang keberadaanya terancam kepunahan (Hernawati dan Akhriadi, 2006). Spesies
tanaman yang terdaftar dalam apendiks CITES merupakan spesies yang
dilindungi karena terancam punah, sehingga perdagangan nya dilarang atau
dibatasi (Arief, 2010). Semua jenis Nepenthes dilindungi di habitat aslinya karena
keberadaanya yang terancam kepunahan akibat adanya pembukaan hutan
sehingga terjadi degradasi habitatnya (Hernawati dan Akhriadi, 2006). Nepenthes
yang boleh diperdagangkan adalah yang merupakan hasil dari penangkaran dan
ini sudah mulai dikembangkan secara ex-situ dan ditangkarkan. Oleh karena itu,
para penggemar maupun penyilang mulai banyak mengembangkan Nepenthes
hibrida yang lebih tahan terhadap cekaman lingkungan, sehingga mampu hidup di
lingkungan yang berbeda dari habitat aslinya. Salah satunya yaitu Nepenthes x
ventrata yaitu silangan dari N. alata dan N. ventricosa. Nepenthes jenis ini
memiliki kantong yang cukup panjang dan hidup secara epifit dengan menjulur
dan merambat pada pohon. Nepenthes x ventrata juga merupakan jenis Nepenthes
yang relatif mudah dikembangbiakkan. Kantong dari Nepenthes x ventrata juga
biasa digunakan sebagai kantong potong setelah kering dengan penggunaan
pewarna dan zat pengawet sebagai aksen lain pendamping bunga potong.
Kantong pada Nepenthes terbentuk dari bagian daun yang termodifikasi
menjadi perangkap mangsa seperti serangga maupun hewan kecil lainnya. Oleh
karena itu, Nepenthes dapat hidup pada daerah yang sangat miskin hara karena
sudah mendapatkan nutrisi seperti protein dan mineral dari serangga yang
terperosok ke dalamnya. Pemberian pupuk tambahan diharapkan dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman sehingga layak diperjualbelikan sebagai
tanaman hias. Pada beberapa tanaman karnivora pemberian pupuk dapat
meningkatkan pertumbuhan dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi
pupuk tambahan. Salah satu indikasi bahwa Nepenthes sehat yaitu dengan melihat
banyaknya kantong serta akar yang terbentuk. Dalam rangka mengembangkan
Nepenthes secara ex-situ, di mana ketersediaan serangga tidak sebanyak pada
habitat aslinya dan kondisi lingkungan tumbuh dapat dikontrol, perlu diketahui
komposisi dan konsentrasi pupuk yang optimal.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi dan konsentrasi
pupuk majemuk yang optimal untuk pembentukan kantong pada Nepenthes x
ventrata.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dari penelitian ini adalah,
1. Pemupukan, baik komposisi maupun konsentrasi, dapat mempengaruhi
pembentukan kantong pada Nepenthes x ventrata.
2. Pemupukan, baik komposisi maupun konsentrasi, dapat mempengaruhi
Botani Nepenthes
Nepenthes sp. yang umum dikenal dengan Kantong Semar digolongkan
dalam tumbuhan karnivora yang hidup di lingkungan hutan tropik basah yang
memiliki kelembaban udara di atas 70% (Mansur, 2007). Nepenthes sp. tumbuh
dan tersebar mulai dari Australia bagian Utara, Asia Tenggara hingga Cina bagian
Selatan. Menurut Mansur (2007) secara botani, Nepenthes diklasifikasikan ke
dalam,
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Dilleniidae
Ordo : Nepenthales
Famili : Nepenthaceae
Genus : Nepenthes
Spesies : Nepenthes spp
Kantong pada Nepenthes terbentuk dari bagian daun yang termodifikasi
menjadi perangkap mangsa seperti serangga maupun hewan kecil lainnya. Daun
yang termodifikasi menjadi kantong terdiri dari sulur, tutup, sayap dan bagian
lubang yang terdiri dari zona lilin dan kelenjar pencernaan yang dapat melumat
serangga dan menghisap nutrisi yang ada di dalamnya (Wang, 2007).
Bagian-bagian kantong pada Nepenthes ditunjukkan pada Gambar 1. Menurut Phillips et
al. (2008), serangga akan tertarik pada cairan nektar pada bagian bibir kantong,
penutup kantung dan pada zona lilin yang licin sehingga terperangkap ke dalam
zona pencernaan (digestive glands) yang mengandung enzim pencernaan yang
kental. Menurut Mansur (2007) bahwa enzim pencernaan pada Nepenthes sp.
disebut proteolase yang akan mengubah serangga yang terperangkap menjadi
zat-zat yang lebih sederhana.
Nepenthes × ventrata merupakan hibrida alami dengan tetua N. alata dan
N. ventricosa. Seperti kedua spesies induknya, N. x ventrata adalah endemik dari
Filipina (Fleming, 1979). Nepenthes x ventrata memiliki bentuk yang memanjang
dengan warna jingga segar hasil perpaduan dari kedua induknya. Nepenthes alata
yang cenderung berwarna dominan hijau dan Nepenthes ventricosa yang memiliki
bibir kantong yang tebal dan berwarna jingga tergabung sifat fenotipenya pada
keturunannya yaitu Nepenthes x ventrata yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Nepenthes x ventrata merupakan salah satu jenis Nepenthes yang paling umum
dibudidayakan, dan sering disebut sebagai Nepenthes alata. Jenis ini relatif mudah
tumbuh dalam ruangan dan biasanya merupakan tanaman berkantong tropis yang
populer, karena spesies ini dapat hidup di dataran rendah hingga dataran tinggi.
Selain sebagai tanaman hias pot, kantong dari N. x ventrata juga biasa digunakan
sebagai kantong potong setelah kering dengan penggunaan pewarna dan zat
pengawet sebagai aksen lain pendamping bunga potong (Fleming, 1979).
Gambar 1. Bagian-bagian kantong pada Nepenthes. Kantong adalah daun yang