• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Antioksidan Tikus Jantan Diinduksi CCl4 dengan Perlakuan Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak Lokal Ciemas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Status Antioksidan Tikus Jantan Diinduksi CCl4 dengan Perlakuan Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak Lokal Ciemas"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS ANTIOKSIDAN TIKUS JANTAN DIINDUKSI CCl

4

DENGAN PERLAKUAN NANOPARTIKEL KURKUMINOID

TEMULAWAK LOKAL CIEMAS

EDWIN AFITRIANSYAH

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Status Antioksidan Tikus Jantan Diinduksi CCl4 dengan Perlakuan Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak Lokal Ciemas adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Penelitian ini merupakan bagian dari proyek penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Strategis Unggulan Nasional tahun 2011 atas nama Dr Laksmi Ambarsari MS dkk dengan judul Produksi Nanokurkuminoid Berbasis Bahan Baku Terstandar Secara Genetik dan Metabolik untuk Meningkatkan Nilai Tambah Biodiversitas Lokal Demi Kemajuan Bangsa. Proyek penelitian ini didanai oleh DIKTI dengan nomor kontrak 476/SP2H/PL/Dit.Litabmas/V/2011. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Edwin Afitriansyah

(4)

ABSTRAK

EDWIN AFITRIANSYAH. Status Antikosidan Tikus Jantan Diinduksi CCl4 Perlakuan Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak Lokal Ciemas. Dibimbing oleh LAKSMI AMBARSARI dan EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH.

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) merupakan tanaman khas Indonesia memiliki aktivitas antioksidan. Pengujian klinis memperlihatkan bahwa kurkumin aman pada dosis tinggi (12 gram/hari) tetapi memiliki bioavailabilitas yang rendah. Penelitian ini bertujuan mengukur peningkatan bioavailabilitas kurkuminoid melalui efektivitas nanopartikel kurkuminoid sebagai antioksidan pada tikus yang dinduksi CCl4. Nanopartikel kurkuminoid dihasilkan dengan metode homogenisasi-ultrasonikasi, selanjutnya 27 ekor tikus jantan dibagi ke dalam 9 kelompok perlakuan yang akan dilakukan pengukuran aktivitas antioksidan hati. Produk nanopartikel kurkuminoid menunjukkan hasil yang baik dengan efisiensi penjerapan sebesar 79% dan ukuran partikel sebesar 114.4 ± 33.8 nm dengan nilai indeks polidispersitas (IP) 0.218. Secara umum, kondisi tikus percobaan setiap kelompok tidak mengalami kelainan perilaku dan gejala fisiologis lainnya. Formula terbaik analisis status antioksidan ditunjukkan pemberian nanopartikel dosis 1500 mg yang dapat menekan kondisi stres oksidatif akibat pemberian CCl4 melalui penurunan kadar malondialdehida (MDA) dan aktivitas glutation peroksidase (GPx) serta peningkatan aktivitas superoksida dismutase (SOD) dan peroksidase jika dibanding kelompok lain.

Kata kunci: antioksidan, bioavailabilitas, kurkuminoid, nanopartikel, temulawak.

ABSTRACT

EDWIN AFITRIANSYAH. Antioxidant Status in Male Rats CCl4 induce with Curcuminoid Java Turmeric Local Ciemas Nanoparticles. Supervised by LAKSMI AMBARSARI and EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH.

Java turmeric (Curcuma xanthorrhiza) is a typical Indonesian plants that has antioxidant activity. Clinical testing showed that curcumin is safe at high doses (12 g/day) but has low bioavailability. This study aimed to measure the increase curcuminoids bioavailability through nanoparticle curcuminoids effectiveness as an antioxidant in rats induce CCl4. Nanoparticle curcuminoids was produced with homogenization-ultrasonication method, after that 27 male rats were divided into 9 groups that will be measured the liver antioxidant activity. The nanoparticle curcuminoids product showed good results with the adsorption efficiency 79% and a particle size 114.4 ± 33.8 nm with IP value 0.218. Generally, the condition of each group of rats did not showed behavior and other physiological symptoms disorder. The best formula from antioxidant status analysis demonstrated 1500 mg dose of nanoparticles can suppress oxidative stress conditions caused by CCl4 administration through decreased levels of MDA and GPx activity and increased activity of SOD and peroxidase than other groups.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biokimia

STATUS ANTIOKSIDAN TIKUS JANTAN DIINDUKSI CCl

4

DENGAN PERLAKUAN NANOPARTIKEL KURKUMINOID

TEMULAWAK LOKAL CIEMAS

EDWIN AFITRIANSYAH

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Status Antioksidan Tikus Jantan Diinduksi CCl4 dengan Perlakuan Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak Lokal Ciemas

Nama : Edwin Afitriansyah NIM : G84090048

Disetujui oleh

Dr. Laksmi Ambarsari, M.S Pembimbing I

Drs. Edy DjauhariP, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc. Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah kesehatan, dengan judul Status Antioksidan Tikus Jantan Diinduksi CCl4 dengan Perlakuan Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak Lokal Ciemas.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Laksmi Ambarsari MS dan Drs. Edy DjauhariP MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Muslih dari Sekolah Pasca Sarjana Kimia, dr. Devi beserta tim dari Pusat Studi Satwa Primata, Riska, Suryadi dan Budi yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Hasil 6

Pembahasan 10

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 19

(10)

DAFTAR TABEL

1 Hasil pengukuran efisiensi penjerapan kurkuminoid 7

2 Hasil pengukuran bobot tikus selama percobaan 7

DAFTAR GAMBAR

1 Nilai rendemen ekstrak etanol temulawak 6

2 Penampakan fisik nanopartikel kurkuminoid 6

3 Hasil pengukuran distribusi ukuran dengan PSA (Particle Size Analizer) 7

4 Penampakan fisik hati tikus 8

5 Kadar MDA tiap kelompok perlakuan 9

6 Aktivitas SOD tiap kelompok perlakuan 9

7 Aktivitas glutation peroksidase tiap kelompok 9

8 Aktivitas peroksidase tiap kelompok 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 19

2 Rendemen ekstrak rimpang temulawak 20

3 Hasil pengukuran efisiensi penjerapan kurkuminoid 21 4 Hasil pengukuran ukuran partikel dengan Particle Size Analizer (PSA) 22

5 Hasil pengukuran aktivitas lipid peroksida 23

6 Hasil pengukuran aktivitas superoksida dismutase (SOD) 24 7 Hasil pengukuran aktivitas glutation peroksidase (GPx) 25

8 Hasil pengukuran aktivitas Peroksida 26

(11)

PENDAHULUAN

Perubahan lingkungan yang meningkatkan pencemaran berdampak negatif pada kesehatan. Hal tersebut disebabkan penumpukan radikal bebas di dalam tubuh. Radikal bebas terutama yang bersifat eksogen merupakan penyebab utama penyakit degeneratif seperti jantung koroner (aterosklerosis), stroke, diabetes dan kanker (Prangdimurti et al. 2006). Salah satu sumber radikal bebas dari luar yang dapat menimbulkan stres oksidatif adalah senyawa toksik seperti karbon tetraklorida (CCl4). Pada prinsipnya kerusakan sel hati akibat CCl4 disebabkan oleh peroksidasi lipid sehingga terjadi penurunan aktivitas enzim-enzim antioksidan (Benzejani 2011).

Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya menanggulangi masalah kesehatan. Obat herbal memiliki beberapa keunggulan seperti lebih ekonomis dan efek samping dari obat herbal sangat kecil. Oleh sebab itu, penggunaan obat herbal alami dengan formulasi yang tepat sangat penting dan tentunya lebih aman dan efektif (Moelyono 2007). Penggunaan bahan alam tumbuhan sebagai obat dapat diaplikasikan dalam tiga bentuk, yaitu sebagai jamu, sediaan herbal terstandar dan sediaan fitofarmaka. Penggunaan herbal yang paling diharapkan adalah penggunaannya sebagai sediaan fitofarmaka yaitu sediaan herbal terstandar dan telah menjalani serta lulus pengujian klinik. Sediaan fitofarmaka ini bukan saja menjadi alternatif dalam pengobatan, tetapi menjadi mitra sejajar obat sintetis dalam sistem layanan kesehatan formal (Moelyono 2007).

Temulawak merupakan tumbuhan yang banyak digunakan untuk obat atau bahan obat, sehingga dapat dikatakan temulawak merupakan primadona tumbuhan obat Indonesia. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) merupakan salah satu tumbuhan obat suku temu-temuan yang banyak tumbuh di Indonesia. Rimpang temulawak memiliki kandungan berupa senyawa sesquiterpen (seperti xantorizol, bisakumol, bisakurol, bisakurona, dan zingiberena) dan kurkuminoid sekitar 1– 2% (Duke et al. 2003). Kurkuminoid merupakan senyawa utama yang terkandung dalam tanaman obat temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan kunyit (Curcuma longa Linn.) yang memiliki beberapa khasiat seperti sebagai antioksidan, antiinflamasi, hepatoprotektor, imunostimulan, antifluburung dan sebagai antikanker (Rahardjo 2010).

Pengujian klinis menunjukkan bahwa kurkuminoid aman untuk manusia bahkan pada dosis tinggi (12 gram/hari) tetapi memiliki bioavailabilitas yang sangat rendah. Alasan utama penyebab rendahnya bioavalabilitas kurkuminoid adalah senyawa tersebut hampir tidak larut dalam air pada pH asam dan netral sehingga sulit terabsorpsi (Konatham et al. 2010). Selain itu, kurkuminoid mengalami metabolisme yang cepat (Anand et al. 2007) dan pengeluaran sistemik yang cepat (Wang et al. 2008).

(12)

2

nanoparticle/SLN) telah menjadi sistem koloid pembawa yang menjanjikan (Yadav et al. 2008).

Berbagai penelitian untuk mengembangkan nanopartikel lemak padat sebagai sistem pengantaran obat telah banyak dilakukan. Penelitian lebih lanjut telah berhasil mendapatkan formulasi yang tepat dalam pembentukan nanopartikel kurkuminoid tersalut lipid. Formulasi tersebut menghasilkan nanopartikel dengan ukuran partikel yang kecil dan seragam, kristalinitas yang baik, dan efisiensi penjerapan yang tinggi (>70%). Metode yang dikembangkan tersebut menggunakan metode homogenisasi-ultrasonikasi dengan amplitudo 20% dan waktu 60 menit (Mujib 2011). Namun penelitian lanjutan mengukur efektivitas nanopartikel tersebut terutama sebagai antioksidan pada tikus dengan keadaan stress oksidatif belum pernah dilakukan.

Penelitian ini bertujuan mengukur efektivitas nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat dengan metode homogenisasi dan ultrasonikasi sebagai antioksidan pada tikus dengan perlakuan stres oksidatif yang dinduksi CCl4. Hal ini dapat diukur melalui aktivitas enzim-enzim antioksidan dan kadar MDA pada tikus dengan kondisi stress oksidatif yang diberikan nanopartikel kurkuminoid tersebut. Kegiatan penelitian ini dilakukan sebagai langkah awal pemanfaatan kurkuminoid sebagai sediaan fitofarmaka.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 8 bulan mulai Januari sampai Agustus 2013. Tempat pelaksanaannya di laboratorium Kimia Fisik, Departemen Kimia FMIPA IPB; laboratorium Biofisika Material, Departemen Fisika FMIPA IPB; Laboratorium Pusat Studi Satwa Primata, Bogor; dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Bogor.

Bahan

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain simplisia rimpang temulawak varietas lokal Ciemas dan Cursina 3 hasil budidaya Pusat Studi Biofarmaka dengan ukuran 100 mesh dan kadar air 19.26%, asam palmitat (Merck), poloksamer 188, air reverse osmosis (RO), etanol, n-heksana, standar kurkuminoid, metanol, CCl4, pakan dan air minum, sekam (beeding), larutan pengukuran superoksida dismutase, peroksidase, glutation peroksidase dan malondialdehida (MDA) serta tikus (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley

berasal dari Pusat Studi Satwa Primata berumur 2-3 bulan dengan bobot 180-200 gram.

Alat

(13)

3 spektrofotometer UV-Vis (UV-1700 Pharmaspec), particle size analyzer (Delsa NanoC, Beckman Coulter), microplate reader dan kandang percobaan.

Prosedur Analisis Data

Secara keseluruhan alur penelitian dalam pengukuran efektivitas nanopartikel kurkuminoid terhadap aktivitas enzim antioksidan pada tikus yang diberi stres oksidatif adalah isolasi kurkuminoid, produksi nanokurkuminoid, perlakuan hewan coba dan pengukuran aktivitas enzim (Lampiran 1). Tahapan metode penelitian secara lebih lanjut akan dibahas pada pemaparan dibawah ini : Isolasi Kurkuminoid

Serbuk rimpang temulawak varietas lokal Ciemas dan Cursina 3 kering sebanyak 100 gram diekstraksi secara maserasi dengan etanol 96% selama 48 jam. Ekstrak disaring dan filtratnya dikumpulkan dalam labu ekstraksi. Ekstrak etanol hasil maserasi difraksinasi cair-cair dengan n-heksana(1:1). Fraksi etanol hasil fraksinasi kemudian dihilangkan pelarutnya secara freeze drying (Sutrisno et al.

2008 yang modifikasi).

Produksi Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Asam Palmitat

Fase lemak terdiri atas 1 gram asam palmitat dan 0.1 gram kurkuminoid temulawak yang dipanaskan pada suhu 75˚C sambil diaduk. Fase air terdiri atas 0.5 gram poloksamer 188 dan air RO 100 mL yang dipanaskan pada suhu 75oC. Fase lemak didispersikan ke dalam fase air sambil diaduk. Emulsi yang dihasilkan kemudian dihomogenisasi dengan kecepatan 13500 rpm selama 5 menit, selanjutnya dinginkan pada penangas es. Emulsi yang sudah dingin diultrasonikasi dengan amplitudo 20% selama 60 menit. Nanopartikel kurkuminoid yang diperoleh didinginkan pada suhu dingin (Mujib 2011).

Efisiensi Penjerapan

Nanopartikel kurkuminoid yang dihasilkan disentrifugasi dengan kecepatan 18626 g pada suhu 4°C selama 40 menit dan supernatannya didekantasi. Residunya dicuci dengan metanol untuk mengekstraksi kurkuminoid yang terjerap dan disentrifugasi kembali. Serapan supernatan metanol diukur pada panjang gelombang 425 nm. Konsentrasi kurkuminoid terjerap diperoleh dengan menggunakan persamaan regresi linear dari deret standar kurkuminoid (Yadav et al. 2008).

Ukuran Partikel

Emulsi nanopartikel kurkuminoid yang dihasilkan selanjutnya dianalisis ukuran partikelnya berdasarkan distribusi jumlah dengan menggunakan particle size analyzer (Pang et al. 2007).

Rancangan Percobaan dan Hewan Uji

(14)

4

terdiri dari 3 ekor. Sebelum percobaan tikus ditimbang bobot badan. Selanjutnya tikus dibuat rusak hatinya dengan 0.7 mL/ kgBB CCl4 25% (dalam olive oil) pada hari ke 3, 6, dan 9 secara intraperitoneal kecuali kelompok normal.

Tikus kelompok pertama diberi nanokurkuminoid temulawak lokal Ciemas dengan dosis 50 mg/kgBB, tikus kelompok kedua diberi nanokurkuminoid temulawak lokal Ciemas dengan dosis 100 mg/kgBB, tikus kelompok ketiga diberi nanokurkuminoid temulawak lokal Ciemas dengan dosis 1500 mg /kg BB, tikus kelompok keempat diberi ekstrak kurkuminoid temulawak lokal Ciemas dengan dosis 100 mg/kgBB, tikus kelompok kelima kontrol negatif diberi diberi nanokurkuminoid kosong dengan dosis 100 mg/kgBB, kelompok keenam kontrol negatif pemberian CCl4 saja, tikus kelompok ketujuh adalah kelompok kontrol positif yang diberikan vitamin C 36 mg/kgBB, tikus kelompok delapan adalah kelompok kontrol positif yang diberikan standar kurkumin 20 mg/kgBB, dan kelompok kesembilan adalah kelompok normal tanpa induksi CCl4 yang hanya diberi NaCl 0.9% dengan dosis 100 mg/kgBB. Semua sediaan diberikan secara oral dalam bentuk larutan dalam air dengan sonde lambung. Hari ke-10 tikus diambil hatinya, dicuci dengan larutan fisiologis dingin dan disimpan pada -20°C sampai dilakukan pengukuran untuk setiap enzim.

Pengukuran Konsentrasi Malonaldehida (MDA).

Preparasi sampel dengan cara 10 mg jaringan hati dihomogenisasi dengan penambahan 300 µL lisis bufer MDA (3 µL BHT 100x). Homogenat yang dihasilkan selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 13000 g selama 10 menit. Sedangkan untuk standar dilakukan dengan sebanyak 10 µL standar MDA diencerkan dengan 407 µ L ddH2O untuk mempersiapkan 0.1 M MDA. Kemudian 20 µL 0.1 M MDA diencerkan dengan penambahan 980 µL ddH2O untuk menyiapkan 2 mM MDA, selanjutnya ditambahkan 0, 2, 4, 6, 8, 10 µL dari 2 mM MDA ke tabung microcentrifuge terpisah dan disesuaikan volume akhir 200 µL dengan ddH2O. Sebanyak 600 µL larutan TBA ditambahkan dalam setiap botol berisi standar dan sampel. Selanjutnya dilakukan inkubasi pada suhu 95°C selama 60 menit. Campuran reaksi didinginkan sampai suhu kamar dalam penangas es selama 10 menit. Campuran reaksi sebanyak 200 µL (dari 800 µL reaksi campuran) dipipet ke dalam setiap sumur pada microplate untuk analisis dan dibaca absorbansi pada 532 nm (Biovision 2013).

Pengukuran Aktivitas Enzim Superoksida Dismutase (SOD)

(15)

5 Pengukuran Aktivitas Peroksidase

Homogenat dari jaringan disentrifugasi selama 15 menit pada 1000 g dalam waktu 30 menit untuk menghilangkan partikulat pelet. Sampel sebanyak 20 µ L ditambahkan ke dalam setiap sumur dan disesuaikan volume akhir 50 µL dengan bufer. Sebanyak 50 µL reaksi campuran ditambahkan pada masing-masing sampel uji dan kontrol positif hidrogen peroksida (HRP). Selanjutnya diaduk dan diinkubasi selama 3 menit pada 37°C dan dilakukan pengukuran absorbansi pada 570 nm utuk pengukuran A0. Selanjutnya diinkubasi selama 90 menit pada suhu 37°C untuk pengukuran absorbansi pada 570 nm untuk A1. Sedangkan untuk standar, sebanyak 10 µL subtrat H2O2 12.5 mM diencerkan dengan bufer 1240 µL untuk mendapatkan H2O2 substrat 0.1 mM. Substrat hasil pengenceran ditambahkan 0, 10, 20, 30, 40, 50 µL menjadi pada sumur dan ditepatkan volume akhir 50 µL dengan bufer pengujian untuk menghasilkan 0, 1, 2, 3, 4, 5 nmol/sumur standar H2O2. Untuk setiap sumur, dipersiapkan total 50 µL reaksi campuran mengandung 2 µL Probe OxiRed dan 48 µL HRP kontrol positif. Campuran diinkubasi selama 5 menit dan mengukur absorbansi pada 570 nm dalam microplate reader (Biovision 2013).

Pengukuran Aktivitas Glutathion Peroksidase (GPx)

Jaringan hati sebanyak 0.1 g dihomogenkan dalam 0.2 mL larutan bufer dingin. Selanjutnya homogenat disentrifugasi pada 10000 g selama 15 menit pada 4°C dan supernatan dikumpulkan. Reaksi campuran sebanyak 40 µL ditambahkan ke masing-masing sampel uji, kontrol positif lalu aduk. Selanjutnya campuran tersebut diinkubasi selama 15 menit. Sebanyak 10 µL cumene hydroperoxide

ditambahkan dan diaduk rata. Selanjutnya diukur absorbansi pada 340 nm pada T1 untuk membaca A1, dan diakhiri dengan pengukuran absorbansi pada 340 nm lagi di T2 setelah inkubasi reaksi pada 25°C selama 5 menit untuk membaca A2 dengan melindungi sampel dari cahaya. NADPH 40mM sebanyak 25 µ L

Rancangan acak lengkap digunakan pada rancangan penelitian ini (Mattjik dan Sumertajaya 2000). Data yang diperoleh dianalisis dengan metode ANOVA (analysis of variance) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α = 0.05. Model

rancangan tersebut adalah sebagai berikut. Yij = µ + τ + εi

Keterangan:

Yij = pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Pengaruh rataan umum

τ = Pengaruh rataan ke-i

εi = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

(16)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Ekstrak Kurkuminoid Temulawak

Hasil isolasi kurkuminoid yang diperoleh melalui proses maserasi menggunakan etanol 96% menunjukkan bahwa temulawak Ciemas memiliki nilai rendemen sebesar 7.50% yang lebih tinggi dibandingkan Cursina 3 (Gambar 1).

Gambar 1 Nilai rendemen ekstrak etanol temulawak Karakteristik Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak

Keberhasilan produksi nanopartikel kurkuminoid tersalut lipid padat dapat diamati melalui tiga parameter yaitu penampakan secara fisik, efisiensi penjerapan kurkuminoid dan ukuran partikel dari nanopartikel kurkuminoid. Penampakan secara fisik dari nanopartikel kurkuminoid dapat diamati dari kestabilan emulsi (tidak agregat), sehingga emulsi yang dihasilkan tampak homogen dan tidak terpisah (Gambar 2).

Parameter yang lain adalah efisiensi penjerapan dari kurkuminoid yang ditambahkan, sehingga didapatkan perbandingan antara kurkuminoid yang terjerap dalam sistem emulsi dengan kurkuminoid yang ditambahkan. Berdasarkan pengukuran dengan spektrofotometri didapatkan efisiensi penjerapan kurkuminoid dalam nanopartikel kurkuminoid adalah 78.99 ± 4.49 % (Tabel 1). Parameter terakhir untuk karakteristik nanpartikel kurkuminoid adalah analisis ukuran partikel dengan alat PSA (Particle Size Analizer) yang menghasilkan ukuran nanopartikel sebesar 114.4 ± 33.8 nm dengan kisaran ukuran partikel antara 86.9 - 362.4 nm (Gambar 3). Selain itu, emulsi yang dihasilkan memiliki nilai distribusi yang sempit seperti ditunjukkan oleh nilai indeks polidisperitas (PI) sebesar 0.218 (Lampiran 4). Hal tersebut menunjukkan bahwa produksi nanopartikel kuruminoid menghasilkan ukuran yang cukup kecil dengan distribusi yang cukup baik (homogen).

Gambar 2 Penampakan fisik nanopartikel kurkuminoid A = stabil (homogen), B = tidak stabil (agregat)

(17)

7 Tabel 1 Hasil pengukuran efisiensi penjerapan kurkuminoid

Pengenceran Absorbansi [Kurkumin] (mg/mL) Efisiensi penjerapan (%)

10 X 0.630 0.816 74.18

10 X 0.677 0.876 79.70

10 X 0.706 0.914 83.09

Rata - rata 78.99 ± 4.49

Gambar 3 Hasil pengukuran distribusi ukuran dengan PSA (Particle Size Analizer) Kondisi Tikus Percobaan

Secara umum, kondisi fisik tikus percobaan selama masa perlakuan tidak menunjukkan perubahan yang signifikan diantara setiap perlakuan yang diberikan mulai dari kelompok normal, kontrol dan juga perlakuan dosis. Hal tersebut dapat teramati dari pola tingkah laku yang tidak terjadi abnormalitas perilaku maupun pengamatan feses yang tidak terjadi perubahan (sama dengan normal). Parameter selanjutnya yang dapat diamati adalah perubahan bobot badan selama masa perlakuan. Berdasarkan pengamatan tersebut tidak terlihat perbedaan nyata dari persen perubahan bobot tikus selama masa percobaan dari tiap kelompoknya (Tabel 2). Tetapi dapat teramati bahwa pada hari ke-4 (satu hari setelah injeksi CCl4 pertama) kelompok kontrol negatif mengalami penurunan bobot badan sedangkan kelompok lain tidak mengalami penurunan (Tabel 2). Parameter terakhir yang dapat diamati setelah perlakuan adalah pengamatan fisik hati tikus yang dilakukan setelah eutanasia. Dari hasil tersebut, dapat terlihat bahwa induksi CCl4 menyebabkan hati tikus mengalami kerusakan yang ditandai dengan pustula pada hati yang mengindikasikan terjadinya nekrosis sel hati (Gambar 4).

Tabel 2 Hasil pengukuran bobot tikus selama percobaan

Kelompok Hari ke 0 Hari ke 2 Hari ke 4 Hari ke 6 Hari ke 8 % perubahan

Normal 175.87 186.87 188.27 186.67 186.73 6.18a

Vitamin c 146.63 158.53 160.33 158.56 162.50 10.82 a

Standar kurkumin 163.00 164.50 168.37 169.23 166.00 1.84 a

CCl4 175.76 184.93 180.57 178.80 182.43 3.80 a

Nanopartikel kosong 150.63 159.70 159.80 163.30 168.77 12.04 a

Ekstrak ciemas 145.53 157.03 156.67 162.30 161.23 10.79 a

Nanopartikel 50 mg 168.20 181.30 180.90 178.93 175.40 4.28 a

Nanopartikel 100 mg 145.76 156.27 158.37 158.07 158.43 8.69 a

(18)

8

Gambar 4 Hati tikus jantan Sprague Dawley setelah eutanasia dengan perlakuan A = normal, B = induksi CCl4

Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidatif Tikus Percobaan

Pengujian aktivitas antioksidan suatu bahan secara in vivo dapat dilakukan dengan pengukuran terhadap kadar malondialdehida (MDA), aktivitas superoksida dismutase (SOD), aktivitas glutation peroksidase (GPx) dan aktivitas peroksidase hati tikus. Pengukuran kadar MDA hati tikus menunjukkan bahwa pemberian CCl4 sebagai radikal eksogen akan meningkatkan kadar MDA dibandingkan dengan kelompok normal (Gambar 5). Hal ini juga terjadi untuk pemberian nanopartikel kurkuminoid dosis 50 mg, nanopartikel kosong dan juga ekstrak Ciemas yang mengalami peningkatan kadar MDA dibanding kelompok normal. Namun, pemberian nanopartikel kurkuminoid dosis 100 mg dan 1500 mg serta standar kurkumin memberikan hasil yang kurang lebih sama dengan kelompok normal dan menurun dibanding kelompok kontrol CCl4. Akan tetapi, perlakuan kontrol vitamin C memberikan hasil yang meningkat kadar MDA dibanding kelompok normal maupun kelompok kontrol CCl4 (Gambar 5).

Berdasarkan pengukuran aktivitas superoksida dismutase (SOD), diketahui bahwa pemberian CCl4 pada tikus menurunkan aktivitas SOD dibandingkan kelompok normal. Semua perlakuan yang diberikan memberikan hasil yang tidak berbeda jauh dengan kelompok normal. Dapat dilihat bahwa peningkatan dosis nanopartikel meningkatkan aktivitas SOD (Gambar 6). Hal yang cukup berbeda ditunjukkan oleh aktivitas glutation peroksidase, dengan pemberian CCl4 sebagai radikal eksogen yang meningkatkan aktivitas enzim GPx sebesar 2148.71 mU/mL dibandingkan dengan kelompok normal yang sebesar 755.76 mU/mL. Sedangkan pemberian vitamin C dan standar kurkumin sebagai kontrol positif akan menurunkan aktivitas GPx dengan nilai 1500-1531 mU/mL dibandingkan kelompok kontrol CCl4. Seperti dilihat dalam hasil, dengan peningkatan dosis nanopartikel yang menurunkan aktivitas enzim glutation peroksidase (Gambar 7).

(19)

9

Gambar 5 Kadar MDA tiap kelompok perlakuan

Gambar 6 Aktivitas SOD tiap kelompok perlakuan

(20)

10

Gambar 8 Aktivitas peroksidase tiap kelompok

Pembahasan Ekstrak Kurkuminoid Temulawak

Ekstraksi rimpang temulawak bertujuan memisahkan metabolit sekunder yang diduga berpotensi sebagai antioksidan yaitu kurkuminoid. Ekstak kurkuminoid diperoleh dengan mengekstraksi 100 gram serbuk temulawak dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol selama 2x24 jam. Selanjutnya, ekstrak etanol diekstraksi cair-cair menggunakan pelarut heksana. Hal ini bertujuan memisahkan lemak dan senyawa non polar seperti minyak atsiri, dan terpenoid yang ada pada sampel (Sari 2013). Fraksi etanol selanjutnya dipekatkan dengan penguap putar dan pelarut etanol dihilangkan dengan pengeringan beku (freeze-drying). Teknik maserasi yang dilakukan dengan merendam bahan tanaman dalam pelarut, sehingga terjadi pemecahan dinding sel dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut etanol. Pemilihan waktu 2x24 jam karena semakin lama waktu ekstraksi maka semakin lama juga waktu kontak antara pelarut dan bahan baku sehingga proses penetrasi pelarut kedalam sel bahan baku akan semakin baik yang menyebabkan semakin banyaknya senyawa yang berdifusi keluar sel (Basalmah 2006). Pemilihan proses ekstraksi dengan etanol 96% karena pelarut ini menghasilkan rendemen yang lebih banyak dibanding beberapa pelarut lain dan paling aman dibanding pelarut lain (Sari 2013).

Hasil ekstraksi diperoleh rendemen ekstrak sebesar 7.50% (Gambar 1) dalam bentuk pasta. Hasil ini tidak berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang menghasilkan kurkuminoid sebesar 7.62% dengan penggunaan metode yang sama (Mujib 2011). Perbedaan nilai rendemen ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya perbedaan kandungan senyawa yang bersifat polar atau nonpolar, ketebalan dinding sel dan membran sel dari masing-masing sampel yang digunakan (Nurcholis 2008), suhu serta ukuran serbuk simplisia.

(21)

11 Karakteristik Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak

Komposisi bahan untuk pembuatan nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat pada penelitian ini menggunakan formula terbaik hasil penelitian Mujib 2011, yaitu konsentrasi asam palmitat 0.1% : kurkuminoid 1% : poloksamer 188 0,5% (b/v) dengan volume 100 mL. Formula yang dihasilkan berupa emulsi keruh dengan warna kuning cerah dan tampak homogen (Gambar 2). Formulasi dilakukan pada suhu 75°C, yaitu ± 10°C di atas titik leleh asam palmitat (63°C) dengan fase lemak berada pada kondisi cair ketika didispersikan ke dalam fase berair sehingga lemak cair akan terdispersi dalam bentuk tetesan-tetesan kecil pada fase berair yang distabilkan oleh pengemulsi. Pendinginan emulsi dimaksudkan agar tetesan-tetesan lemak yang terdispersi pada fase cair dapat sesegera mungkin mengkristal dengan ukuran partikel kecil sebelum tetesan-tetesan tersebut menggumpal kembali menjadi tetesan-tetesan yang lebih besar (Anton et al. 2008). Emulsi selanjutnya diultrasonikasi agar menghasilkan nanopartikel yang seragam. Metode ultrasonikasi bertujuan untuk memecah partikel dalam emulsi menjadi partikel yang lebih kecil (Mujib 2011).

Pengendalian mutu nanopartikel lemak padat dilakukan dengan pencirian yang tepat. Keragaman ukuran partikel berkaitan erat dengan sistem penghantaran obat (Mujib 2011). Partikel dalam emulsi hasil produksi nanopartikel ditentukan dengan metode photon correlation spectroscopy (PCS) untuk mengetahui ukuran rata-rata dengan menggunakan alat particle size analyzer yang dapat mengukur partikel dengan rentang 0.6 nm hingga 7 μm. Keuntungan dari metode ini adalah analisis yang cepat, tidak memerlukan kalibrasi, dan peka terhadap partikel submikron (Menhert & Mader 2001). Nanopartikel kurkuminoid hasil produksi menunjukkan distribusi ukuran partikel sebesar 114.4 ± 33.8 nm dengan kisaran ukuran partikel antara 86.9 - 362.4 nm (Gambar 3). Hasil ini menunjukkan ukuran yang lebih kecil yang dihasilkan oleh Mujib (2011) sebesar 199.0 ± 99.6 nm. Keseragaman ukuran partikel dapat diketahui dari nilai indeks polidispersitas (IP). IP merupakan ukuran lebarnya distribusi ukuran partikel. Nilai IP yang dihasilkan adalah sebesar 0.218 yang berarti sistem emulsi memiliki distribusi ukuran partikel yang sempit dan mengindikasikan proses pembuatan emulsi yang baik. Hal tersebut karena nilai IP lebih kecil dari 0.3 menunjukkan bahwa ukuran partikel memiliki distribusi yang sempit dan nilai indeks polidispersitas lebih besar dari 0.3 menunjukkan distribusi yang lebar (Mujib 2011).

(22)

12

ditambahkan pada saat pembuatan nanopartikel lemak padat, karena merupakan perbandingan jumlah zat aktif yang terjerap dengan yang ditambahkan (Mujib 2011).

Tikus Percobaan Selama Perlakuan

Tikus percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan berumur delapan minggu, memiliki berat badan 159.60 ± 12.644 gram, berjumlah 27 ekor tikus dan berasal dan dikandangkan dari PSSP. Penggunaan tikus Sprague Dawley karena tikus ini mudah didapat dan banyak digunakan dalam penelitian imunitas. Tikus

Sprague Dawley dikandangkan pada jenis kandang biasa secara kelompok. Kandang terbuat dari bahan plastik. Kondisi gelap terang kandang pengaturan lampu 12 jam gelap dan 12 jam terang, suhu ruangan kandang sebesar 23oC. Tikus Sprague Dawley mengalami masa adaptasi selama satu minggu. Masa adaptasi bertujuan penyesuaian lingkungan baru atau lingkungan laboratorium dan pemutusan penggunaan tikus dalam percobaan misalnya tidak sakit dan berperilaku normal dan menyeragamkan kondisi tikus sebelum diberi perlakuan (Puspawati 2009). Pakan yang diberikan pada tikus dalam pelet (padatan) berupa pakan komersil yang umum digunakan pada percobaan tikus berjumlah 20 gram/ekor/hari. Pemberian pakan dalam jumlah 20 gram/ekor/hari sudah mencukupi kebutuhan konsumsi pakan tikus perhari untuk berat badan diatas 250 gram (Puspawati 2009). Akan tetapi untuk penentuan kondisi pemberian pakan tiap harinya dilakukan scoring untuk melihat sisa pakan tiap harinya sehingga menjadi patokan untuk pemberian jumlah pakan pada hari berikutnya.

Pengukuran bobot badan tikus semua kelompok perlakuan menunjukkan bahwa, tidak terjadinya peningkatan ataupun penurunan yang terjadi secara berbeda nyata dibandingkan kelompok normal. Akan tetapi, dapat terlihat bahwa hampir setiap kelompok perlakuan yang diberikan meningkatkan bobot badan tikus percobaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian sediaan perlakuan nanopartikel kurkuminoid tidak menyebabkan penurunan bobot badan tikus karena kelompok tersebut justru menunjukkan peningkatan bobot badan yang kurang lebih setara dengan kelompok normal dan lebih besar dari kelompok kontrol CCl4 (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan penelitian Puspawati (2009) yang menyatakan pemberian senyawa antioksidan pada hewan coba tidak akan memberikan efek negatif pada hewan coba bahkan menurunkan bobot badan tapi justru meningkatkan bobot hewan tersebut yang kurang lebih sama dengan kelompok normal.

(23)

13 aktivitas enzim-enzim antioksidan dan tingkat stres oksidatif dengan pengukuran kadar MDA.

Pengujian aktivitas antioksidan suatu bahan secara in vivo dapat dilakukan dengan pengukuran terhadap kadar MDA, aktivitas SOD, aktivitas glutation peroksidase dan aktivitas katalase hati tikus (Prangdimurti et al. 2006). Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pengamatan pengaruh pemberian senyawa antioksidan pada tikus yang diinduksi CCl4 terhadap aktivitas enzim-enzim antioksidan di dalam hati tikus. Pemberian senyawa antioksidan dalam tubuh dapat menurunkan tingkat stres oksidatif dengan menekan proses peroksidasi lipid yang dapat teramati dari penurunan kadar MDA. Selain itu, pemberian suatu senyawa antioksidan dapat menjaga sel dari kerusakan sel karena senyawa tersebut akan menangkal keberadaan radikal bebas yang dapat teramati dari efek perlindungan terhadap aktivitas enzim-enzim antioksidan (Puspawati 2009).

Kadar MDA dan Hubungannya terhadap Tingkat Stres Oksidatif

Pengukuran aktivitas antioksidan awal adalah pengukuran kadar MDA yang merupakan indek tidak langsung kerusakan oksidatif yang disebabkan peroksidasi lipid. Prinsip pengukuran MDA adalah reaksi antara satu molekul MDA dengan dua molekul thiobarbituric acid (TBA) yang akan membentuk senyawa kompleks berwana merah muda dan dapat diukur pada panjang gelombang 532 nm (Singh et al 2002). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pemberian CCl4 sebagai agen radikal eksogen meningkatkan kadar MDA dibandingkan dengan kelompok normal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Benzejani (2011) yang mengemukakan bahwa induksi CCl4 sebagai induksi kerusakan akut hati tikus akan meningkatkan kadar MDA hati tikus sebanyak 100% dibandingkan dengan kelompok tanpa induksi.

Sedangkan MDA sebagai produk akhir peroksidasi lipid, kadarnya dapat ditekan oleh keberadaan senyawa antioksidan. Sehingga kadar MDA yang rendah menyatakan adanya penghambatan peroksidasi lipid oleh senyawa antioksidan (Prangdimurti et al. 2006). Oleh sebab itu, perlakuan pemberian standar kurkumin, nanopartikel kurkuminoid dosis 100 mg dan 1500 mg merupakan kelompok yang efektif sebagai antioksidan karena nilainya sebanding dengan kelompok normal yaitu sebesar 6.29 nmol/mg. Hal ini karena kurkuminoid yang merupakan golongan senyawa fenolik akan mendonorkan elektron kepada senyawa radikal yang dihasilkan oleh senyawa CCl4, sehingga akan menurunkan oksidasi lipid yang secara langsung akan menurunkan kadar MDA sebagai produk akhir proses tersebut (Puspawati 2009).

(24)

14

dengan kelompok nanopartikel kurkuminoid dengan bahan aktif yang jauh lebih kecil.

Secara statistik, pemberian CCl4, ekstrak kurkuminoid, vitamin C, nanopartikel kosong dan nanopartikel kurkuminoid 50 mg berbeda nyata dengan kelompok normal. Sedangkan pemberian standar kurkumin, pemberian nanopartikel kurkuminoid 100 dan 1500 mg tidak berbeda nyata dengan kelompok normal, sehingga dapat diketahui bahwa pemberian nanopartikel kurkuminoid dosis 100 mg dan 1500 mg terdapat pola memperbaiki keadaan stres oksidatif akibat induksi CCl4 yang dilihat dari penurunan kadar MDA pada kelompok tersebut.

Aktivitas Superoksida Dismutase Hati Tikus

Pengukuran aktivitas antioksidatif selanjutnya dilakukan dengan pengukuran aktivitas SOD, hal ini karena SOD adalah enzim antioksidan utama yang berperan dalam dismutasi radikal superoksida. Prinsip pengukuran SOD dalam percobaan yang dilakukan adalah radikal superoksida dihasilkan dari kompleks xantin-xantin oksidase dan radikal superoksida ini yang akan mereduksi garam menjadi kompleks formazan yang berwarna. Sehingga aktivitas SOD yang terukur adalah kemampuan SOD dalam menangkal radikal superoksida yang berarti semakin rendah formazan yang terbentuk (Prangdimurti et al. 2006).

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pemberian CCl4 menurunkan aktivitas SOD dibandingkan kelompok normal yaitu sebesar 70.04%. Hal ini sesuai karena induksi CCl4 akan menurunkan aktivitas enzim SOD melalui keberadaan radikal yang dihasilkan oleh senyawa CCl4 (Benzejani 2011). Sedangkan hasil pengukuran terhadap perlakuan menunjukkan bahwa ekstrak ciemas, nanopartikel dosis 50 mg dan 100 mg menurunkan aktivitas SOD dibandingkan kelompok normal. Sehingga dapat diketahui bahwa pemberian perlakuan belum efektif sebagai pemberian sediaan antioksidan. Akan tetapi, pemberian dosis nanopartikel 1500 mg meningkatkan aktivitas SOD dibanding kelompok normal dan merupakan perlakuan dengan aktivitas SOD tertinggi yaitu sebesar 79.95%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa pemberian senyawa antioksidan dalam hal ini berupa kurkuminoid yang merupakan komponen fenolik akan meningkatkan aktivitas SOD dalam hati tikus karena akan menjaga sel dari kerusakan sehingga aktivitas enzim tersebut tidak akan terganggu (Nurrahman et al. 2012). Secara statistik, diketahui bahwa semua kelompok yang diberikan tidak berbeda nyata dengan kelompok normal maupun kelompok kontrol.

Aktivitas Glutation Peroksidase Hati Tikus

Pengukuran selanjutnya adalah pegukuran aktivitas glutation peroksidase, Hal ini karena GPx adalah salah satu enzim antoksidan yang secara endogen diproduksi tubuh. Prinsipnya adalah glutation peroksidase (GPx) mengkatalis glutation tereduksi (GSH) menjadi glutation teroksidasi (GSSG) yang kemudian direduksi kembali menjadi glutation tereduksi dengan enzim glutation reduktase dengan ko-faktor NADPH sebagai pereduksi.

(25)

15 jumlah GSSG yang terbentuk dari reaksi enzim tersebut (Benzejani 2011). Dan juga, GPx sebagai enzim yang mengatur konsentrasi lipid peroksida di dalam tubuh akan semakin aktif aktivitasnya dengan penambahan jumlah radikal pada tubuh. Pemberian nanopartikel kurkuminoid dosis 50 mg dan 100 mg menunjukkan aktivitas GPx masih cukup tinggi dan sebanding dengan kelompok kontrol CCl4, sehingga menggambarkan bahwa pemberian antioksidan belum efektif dalam penangkalan radikal bebas. Akan tetapi, pemberian vitamin C, standar kurkuminoid, nanopartikel kurkuminoid 1500 mg sebagai agen antioksidan menurunkan aktivitas GPx dibandingkan dengan kelompok kontrol CCl4. Hal tersebut karena pemberian senyawa antioksidan akan menurunkan peroksidasi lipid yang secara tidak langsung akan menurunkan aktivitas GPx sebagai enzim penetralisirnya. Penurunan aktivitas GPx di bawah kelompok normal seperti pada kelompok nanopartikel kosong dan ekstrak mengindikasikan kelainan yang disebabkan keberadaan radikal bebas.

Secara statistik, pemberian CCl4 akan meningkatkan aktivitas GPx secara berbeda nyata dengan kelompok normal. Namun, pemberian senyawa antioksidan seperti standar kurkumin dan nanopartikel kurkuminoid akan menurunkannya meskipun tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol CCl4 dan kelompok normal. Sehingga dapat diketahui bahwa pemberian nanopartikel kurkuminoid dapat menekan aktivitas GPx setelah induksi CCl4 untuk perbaikan sel. Adapun pemberian ekstrak kurkuminoid tidak dapat menekan keberadaan radikal bebas sehingga aktivitas GPx sangat rendah bahkan dibawah kelompok normal.

Aktivitas Peroksidase Hati Tikus

Pengukuran aktivitas antioksidatif terakhir yang dilakukan adalah pengukuran aktivitas peroksidase. Berdasarkan pengukuran didapatkan bahwa pemberian CCl4 meningkatkan aktivitas peroksidase. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa keberadaan radikal bebas akan menurunkan aktivitas enzim-enzim antioksidan endogen (Nurrahman et al. 2012). Akan tetapi, pemberian nanopartikel kurkuminoid meningkatkan aktivitas peroksidase dibandingkan dengan kelompok normal maupun kontrol CCl4. Hal yang dapat teramati adalah peningkatan pemberian dosis nanopartikel kurkuminoid dapat meningkatkan aktivitas peroksidase dan juga pemberian dosis 1500 mg merupakan kelompok dengan aktivitas peroksidase tertinggi dengan nilai 1.742 mU/mL. Pengamatan aktivitas antioksidan dengan parameter enzim peroksidase masih belum bisa dilakukan observasi lebih lanjut karena mekanisme kelompok enzim tersebut dalam penangkalan radikal bebas masih belum diketahui secara pasti. Secara statistik, diketahui bahwa seluruh kelompok perlakuan yang diberikan tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kelompok normal maupun kelompok kontrol.

Aktivitas antioksidatif Nanopartikel Kurkuminoid

(26)

16

(Benzejani). Akan tetapi, pemberian antioksidan dalam hal ini kurkuminoid yang merupakan golongan fenolik sebagai agen yang akan menekan keadaan stres oksidatif dengan melakukan hal sebaliknya melalui mekanisme pendonoran langsung elektron kepada radikal bebas pada membran sel dan sitoplasma yang akan menurunkan oksidasi lipid.

Berdasarkan pengamatan, diketahui bahwa perlakuan terbaik dalam menekan keadaan stres oksidatif berupa induksi CCl4 dalam percobaan ini adalah pemberian nanopartikel dosis 1500 mg karena dapat menurunkan kadar MDA sebesar 6.19 nmol/mg, meningkatkan aktivitas SOD sebesar 79.95% dan peroksidase sebesar 1.742 mU/mL dan juga menurunkan aktivitas GPx sebesar 1394 mU/mL. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian nanopartikel pada dosis tersebut sudah terdapat pola perbaikan akibat induksi CCl4, sehingga nilainya akan mendekati dengan kelompok normal. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis yang sebelumnya dikemukakan bahwa pembentukan nanopartikel kurkuminoid dapat meningkatkan bioavailabilitas dibandingkan dengan ekstrak kurkuminoid.

Bahkan dilihat dari efektivitas, dosis 100 mg dan 1500 mg lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan ekstrak maupun standar kurkumin. Hal tersebut karena penggunaan nanopartikel kurkuminoid memerlukan bahan aktif yang jauh lebih kecil yaitu 0.3 mg dan 0.02 mg (pada dosis nanopartikel 1500 mg dan 100 mg) dibandingkan dengan standar kurkumin sebesar 1.6 mg (pada dosis 20 mg). Sehingga pembentukan nanopartikel kurkuminoid lebih ekonomis dalam proses pengerjaannya dibandingkan dengan penggunaan standar kurkumin karena pengerjaannya lebih sederhana dan memerlukan bahan aktif yang relatif lebih sedikit.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pembentukan nanopartikel kurkuminoid dari temulawak lokal Ciemas dengan efisiensi penjerapan kurkuminoid sebesar 78.99% dan ukuran partikel sebesar 114.4 ± 33.8 nm dengan nilai IP 0.218 memiliki bioavailabilitas yang jauh lebih baik dibanding dengan ekstrak kurkminoid. Hal tersebut ditunjukkan dalam percobaan aktivitas antioksidan berupa penurunan kadar MDA, peningkatan aktivitas SOD dan peroksidase serta penurunan aktivitas GPx. Nanopartikel kurkuminoid dosis 1500 mg merupakaan perlakuan terbaik dalam peningkatan status antioksidan dibandingkan kelompok perlakuan lainnya.

Saran

(27)

17

DAFTAR PUSTAKA

Anand P, Kunnumakkara AB, Newman RA, Aggarwal BB. 2007. Bioavailability of Curcumin: Problems and Promises. Molecular Pharmaceutics 4:807–818. Anton N, Benoit JP, Saulnier P. 2008. Design and Production of Nanoparticles

Formulated From Nano-emulsion Templates – A Review. Journal of Controlled Release 128: 185–199.

Basalmah SR. 2006. Optimalisasi kondisi ekstraksi kurkuminoid temulawak: waktu, suhu, dan nisbah [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Benzejani SN, Pourabol I, Afshar RM, Mohammadi G. 2012. Hepatoprotective Effect of Otostegia persica Boiss. Shoot Extract on Carbon Tetrachloride-Induced Acute Liver Damage in Rats. Irianian Journal Pharm 11 (4): 1235-Medicinal Spices. London: CRC Press.

Kardena IM, Winaya IBO. 2011. Kadar Perasan Kunyit yang Efektif Memperbaiki Kerusakan Hati Mencit yang Dipicu CCl4. Jurnal Veteriner 12 (1) : 34-39.

Konatham S et al. 2010. Liposomal Delivery of Curcumin to Liver. Turk J Pharm Sci 7 (2) : 89-98.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan Jilid 1 Edisi ke-2 dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. Bogor: IPB Pr.

Menhert W, Mader K. 2001. Solid lipid nanoparticles production, characterization, and applications. Advanced Drug Delivery Reviews 47:165–196.

Moelyono MW. 2007. Temulawak, Ikon Obat Herbal Indonesia?.[internet].

[diunduh 2012 Des 9]. Tersedia pada :

http://herbal.unpad.ac.id/moelyono/?=14.html.

Mujib MA. 2011. Pencirian Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat [Tesis]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Nurcholis W. 2008. Profil Senyawa Penciri Bioaktifitas Tanaman Kunyit pada Agrobiofisik Berbeda [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Nurrahman, Astuti M, Suparmo, Marsetyaman HSN. 2012. Peran Tempe Kedelai Hitam Dalam Meningkatkan Aktivitas Enzim Antioksidan Dan Daya Tahan Limfosit Tikus Terhadap Hidrogen Peroksida In Vivo. Seminar Hasil-hasil Penelitian LPPM Unimus. 1-13.

(28)

18

Parhi R, Suresh P. 2010. Production of Solid Lipid Nanoparticles-Drug Loading and Release Mechanism. J. Chem Pharm 2 (1) : 211-227.

Prangdimurti E, Muchtadi D, Astawan M, Zakaria FR. 2006. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Suji. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 17(2) : 79-88.

Puspawati GKD. 2009. Kajian Aktivitas Proliferasi Limfosit dan Kapasitas Antioksidan Sorgum (Sorghum bicolor L Moench) dan Jewawut (Pennisetum sp) pada Tikus Sprague Dawley [tesis]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Rahardjo M. 2010. Penerapan SOP Budidaya untuk Mendukung Temulawak sebagai Bahan Baku Obat Potensial. Perspektif 9 : 78 – 93.

Sari DLN, Cahyono B, Kumoro AC. 2013. Pengaruh Jenis Pelarut pada Ekstraksi Kurkuminoid dari Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Chem Info 1(1) : 101-109.

Singh RP, Murthy KNC, Jayaprakasha GK. 2002. Studies on Antioxidant Activity of Pomegranate (Punica granatum) Peel and Seed Extract Using in vitro Model.

J Agri Food Chem 50: 81-86.

Sutrisno, Sukarianingsih D, Saiful M, Putrika A, Kusumaningtyas DI. 2008. Isolation, Characterization, Identification, and Analysis of Antioxidant Activity. Proceedings of The First International Symposium on Temulawak,

Bogor, 27–29 Mei 2008.

Wang X, Jiang Y, Wang YW, Huang MT, Ho CT, Huang Q. 2008. Enhanching anti-imflammation activity of curcumin through O/W nanoemulsion. Food Chemistry 108: 419–424.

(29)
(30)

20

Lampiran 2 Rendemen ekstrak rimpang temulawak

Sampel Bobot sampel (g)

Bobot terkoreksi (g)

Bobot ekstrak (g)

% rendemen

Lokal Ciemas 100 80.74 6.0594 7.5048

Cursina 3 100 82.79 3.3376 4.0314

Contoh perhitungan :

Bobot terkoreksi = (bobot sampel) – (bobot sampel x kadar air) = 100 – (100 x 19.26%)

= 100 – 19.26 = 80.74 gram % rendemen = Bobot ekstrak (g) x 100 %

Bobot terkoreksi (g)

(31)

21 Lampiran 3 Hasil pengukuran efisiensi penjerapan kurkuminoid

Kurva penentuan panjang gelombang maksimum (λmaks)

Kurva standar ekstrak kurkuminoid

Pengenceran A [Kurkumin] (mg/mL) Efisiensi penjerapan (%)

10X 0.63 0.816 74.18

10 X 0.677 0.8767 79.70

10 X 0.706 0.914 83.09

Berdasarkan persamaan yang didapatkan dari kurva standar yaitu : y = 7.744x - 0.002, maka [kurkuminoid] didapatkan dengan memasukan absorbansi sampel (A)

0.630 = 7.744x – 0.002 x = 0.630 + 0.002

7.744 x = 0.816 mg/mL

sedangkan untuk efisiensi penjerapan didapatkan dengan : Efisiensi penjerapan = Konsentrasi kurkuminoid terjerap

Konsentrasi kurkuminoid yang ditambahkan

×100%

=

0.816 x 100%

418 420 422 424 426 428 430 432

(32)

22

(33)

23 Lampiran 5 Hasil pengukuran aktivitas lipid peroksida

Kurva standar MDA

ekstrak ciemas 1.539 21.3499 8.5400

9.2584 1.0433

standar kurkumin 1.029 13.8829 5.5531

5.4048 0.1862

Berdasarkan persamaan garis y = 0.068x + 0.080,

(34)

24

Lampiran 6 Hasil pengukuran aktivitas superoksida dismutase (SOD)

Kelompok A A terkoreksi % inhibisi Rata-rata sd

standar kurkumin 0.648 0.236 50.21

(35)

25 Lampiran 7 Hasil pengukuran aktivitas glutation peroksidase (Gpx)

Kurva Standar NADPH

ekstrak ciemas 0.142 0.132 8.3846 209.6154

557.0513 302.4575

standar kurkumin 0.686 0.676 50.2308 1255.769

1531.41 279.9007

Berdasarkan persamaan garis y = 0.013x + 0.023,

(36)

26

Lampiran 8 Hasil pengukuran aktivitas Peroksidase

Kurva standar H2O2

ekstrak ciemas 0.1230 0.4309 0.2661

0.9341 0.6003

standar kurkumin 0.4140 1.6989 1.0489

1.3906 0.2988

(37)
(38)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Depok pada tanggal 16 April 1991 dari ayah Syahruddin (alm) dan Emah Saimah. Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 2 Depok tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis meneruskan pendidikan di Departemen Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB.

Gambar

Tabel 1 Hasil pengukuran efisiensi penjerapan kurkuminoid
Gambar 7 Aktivitas glutation peroksidase tiap kelompok
Gambar 8 Aktivitas peroksidase tiap kelompok

Referensi

Dokumen terkait

Otot merupakan salah satu alat yang digunakan untuk menggerakan anggota tubuh, sebagai daya penggerak aktivitas fisik diperlikan otot yang kuat, kekuatan otot juga

Bahwa benar dengan demikian Terdakwa telah meninggalkan dinas tanpa ijin atasan lain yang berwenang sejak tanggal 02 Maret 2012 sampai dengan tanggal 09 April 2012

Akibatnya, saat dilakukan perlakuan media visual, Sismantik di sekolah tersebut merasa lebih yakin terhadap informasi yang diberikan karena tidak banyak informasi lain tentang

KELURAHAN DAN DESA SEWILAYAH PUSKESMAS KOTARATU * Kegiatan utk meningkatkan 'engeta(uan an 'at i!i'a!i /a$ga !ek%la( alam be$-PH.S" #$%!!tabulati%n.. Kegiatan utk

 Pembentukan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) Kabupaten Banjarnegara sesuai dengan Keputusan Bupati Banjarnegara Nomor: 700/1290

Asetilasi tepung talas dengan larutan asam setat glasial telah berhasil dilakukan. Nilai swelling power dan kelarutan tepung talas terasetilasi dipengaruhi oleh nilai

Wacana mengenai hak milik pribadi yang jelas dan tidak dapat diganggu gugat, oleh Manji, diletakkan dalam konteks konteks mendorong tata kelola pemerintahan yang lebih baik,

proses analisa sosial, harus direkam dengan berbagai alat rekam yang ada atau yang tersedia untuk kemudian hasil-hasil rekaman itu dikelola dan diramu sedemikian rupa sehingga mampu