• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gordiv (gorges divers) dan cahaya untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan di palabuhan ratu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gordiv (gorges divers) dan cahaya untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan di palabuhan ratu"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR PKMP

GORDIV (GORGES DIVERS) DAN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN IKAN DI PALABUHAN RATU

BIDANG KEGIATAN

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN (PKMP)

Disusun Oleh:

Ketua : Wawan Dedi Ariawan C44110016/2011 Anggota : Rany Gustriany C44110007/2011

Maulana Aksan C44110038/2011 Slamet Achrodi C44110048/2011

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita ucapkan kehadirat tuhan yang maha esa atas terselesaikannya pelaksanaan kegiatan dari penelitian program kreativitas mahasiswa yang sepenuhnya didanai oleh direktorat tinggi jendral pendidikan (dikti) tahun anggaran 2013 dengan topik penelitian “gordive (gorges divers) dan cahaya untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan di palabuhanratu. Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian ini mulai dari pembuatan alat, proses pengambilan data dilapangan, sampai dengan penyusunan laporan akhir ini, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Penelitian ini mempunyai maksud dan tujuan untuk memodifikasi alat pancing rawai vertikal dan horizontal sebagai alat tangkap gorges divers untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan guna meningkatkan hasil perairan di Indonesia dengan teknologi yang ramah lingkungan. Dengan adanya gordive ini diharapkan usaha penangkapan ikan berlangsung secara terus menerus tanpa adanya perusakan habitat ikan diperairan laut,sehingga hasil tangkapan nelayan meningkat. Gordive ini merupakan modivikasi dari pancing karibia yang merupakan perpaduan dari pancing rawai vertical dan horizontal yang diopresaikan secara pasif dengan menggunakan umpan alami dan umpan buatan berupa cahaya lampu celup bawah air (Lacuba).

Demikian yang dapat kami sampaikan dalam penyusunan laporan akhir ini, kritikan dan saran yang membangun dari pihak pembaca sangatlah diharapkan karena penulis menyadari masih banyak hal yang perlu diperbaiki dalam penyusunan ini kurang dan lebihnya dari penulis mengucapkan beribu-ribu terima kasih.

Bogor, Juli 2013

(4)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kepulauan Indonesia yang terdiri dari 5,8 juta km2 perairan laut dan sekitar 0,55 juta km2 perairan umum memiliki keanekaragaman jenis sumber daya ikan yang cukup tinggi dan potensi yang cukup besar. Potensi sumberdaya ikan diduga berkisar antara 10,5-12,9 juta ton/tahun yang meliputi potensi perikanan laut 6,6-7,2 juta ton/tahun, dan perairan tawar antara 1,4-3,6 juta ton/tahun. Tingkat pemanfaatan sekitar 22,33% yang meliputi laut 30,0%, budidaya pantai 14,5% dan perikanan tawar 13,7% (Nurzali Naamin dkk, 1990). Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003 menuliskan bahwa konfigurasi kepulauan Indonesia serta letaknya pada posisi silang yang sangat strategis, juga dilihat dari kondisi lingkungan serta kondisi geologisnya, Indonesia memiliki 5 (lima) keunggulan komparatif, yaitu, bahwa :

* Wilayah perairan Indonesia memiliki keragaman hayati yang tidak ternilai.

* Indonesia merupakan tempat pertemuan tiga lempeng tektonik, sehingga wilayah tersebut kaya akan kandungan sumbrdaya alam dasar laut. Namun juga merupakan wilayah yang relative rawan terhadap terjadinya bencana alam.

* Perairan Indonesia merupakan tempat terjadinya aliran arus lintas antara samudera pasifik dan samudera Indonesia, sehingga merupakan wilayah yang memegang peranan penting dalam sistem arus global yang menentukan variabilitas iklim nasional, regional dan global.

(5)

mampu memanfaatkan kekayaan alam tersebut. Hal ini terlihat pada hasil tangkapan ikan oleh nelayan cenderung sedikit dan mengakibatkan pendapatan nelayan semakin memprihatinkan.

Berkurangnya hasil tangkapan disebabkan oleh tidak efektifnya alat tangkap yang digunakan dengan sumberdaya ikan yang tersedia (Imron dkk, 2009). Olehnya itu diperlukan alat penangkapan ikan yang dapat memberikan usaha pengeksplorasian lebih efisin dan ramah lingkungan, seperti pancing atau lines. Pancing adalah alat penangkapan ikan yang paling sederhana dan paling banyak digunakan oleh nelayan di seluruh perairan Indonesia. Seiring dengan kemajuan jaman, alat tangkap pancing mengalami banyak modifikasi, baik dari kontruksi dan cara pengoperasiannya (Puspito, 2009).

(6)

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan Indonesia terhadap potensi perairan khususnya di Palabuhan Ratu yaitu kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai cara yang baik dan menghasilkan tangkapan yang maksimal serta ramah lingkungan. Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi yang baik dan ramah lingkungan untuk meningkatkan hasil tangkapan para nelayan.

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah bertujuan untuk melakukan pengoperasian alat tangkap ikan menggunakan Gorges divers untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan guna meningkatkan hasil perairan di Indonesia dengan teknologi yang ramah lingkungan.

1.4 Luaran yang Diharapkan

Adapun luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah publikasi nasional dan internasional tentang gorges sebagai teknologi yang ramah lingkungan untuk meningkatkan hasil tangkapan perikanan berkaitan dengan besarnya potensi perairan serta memberi rekomendasi terhadap pihak terkait mengenai upaya dalam meningkatkan hasil tangkapan perairan yang efektif dan efisien.

1.5 Kegunaan

Kegunaan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut :

 Mendesain dan memodifikasi alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan.  Meningkatkan hasil penangkapan ikan untuk meningkatkan pendapatan

(7)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alat Tangkap Pancing

Gorges atau Pancing ialah salah satu alat tangkap yang umum dikenal masyarakat luas,utamanya dikalangan nelayan Indonesia (Baskoro, 2012). Pancing ini memiliki sifat kesederhanaan dalam pengoperasiannya sebagai alat penangkapan ikan ramah lingkungan. Alat tangkap ini terdiri dari pancing/kail, tali utama, pelampung, pemberat, dan joran. Selanjutnya (Puspito, 2009) menyatakan bahwa Pancing adalah alat penangkapan ikan yang paling sederhana dan paling banyak digunakan oleh nelayan di seluruh perairan Indonesia. Seiring dengan kemajuan jaman, alat tangkap pancing mengalami banyak modifikasi, baik dari kontruksi dan cara pengoperasiannya.

Modifikasi dari alat tangkap pancing ini salah satunya dikenalkan dengan pancing rawai. Berdasarkan susunan mata pancing pada tali utamanya, rawai dapat dibedakan menjadi tiga (Sadhori,1984), yaitu :

1. Rawai tegak (vertikal longline);

2. Rawai mendatar (horizontal longline); dan 3. Pancing landung.

(8)

ikan saat meloloskan diri. Dua buah kili-kili terpasang pada satu unit alat tangkap ini, yakni kili-kili yang terpasang pada ujung tali utama dan pada pangkal tali cabang. Agar pada pengoperasiannya antara tali cabang dan tali utama tidak mudah terbelit rawai vertikal dilengkapi dengan tali untang atau kawat barlen. Tali ini diikatkan pada kili-kili pertama dan kedua dengan menggunakan tali yang ukurannya sama dengan tali utama sepanjang 20-30 cm. Bagian antara tali cabang dan mata pancing dipasang tali untang sepanjang 10-20 cm. Komponen terakhir pada alat tangkap rawai vertikal ialah penggulung (reel) berfungsi untuk memudahkan pengoperasian pancing. Penggulung ini terbuat dari bahan kayu atau plastik,berbentuk seperti roda dengan ukuran tertentu tergantung panjang tali pancing (Nurhayati, 2006).

(9)

2.2 Gelombang Cahaya

Cahaya adalah berkas-berkas kecil dalam spektrum elektromagnetik dengan kisaran 400 – 700 milimikron yang mengandung semua warna dan kasat mata.cahaya lampu merupakan suatu umpan buatan (optical bait) yang digunakan untuk dan mengkonsentrasikan ikan (Vond Brant,1984). Selanjutnya dijelaskan bahwa kisaran panjang gelombang antara 3600 – 7800 A0 dengan frekuensi cahaya tampak bervariasi dari 4,3x1014– 7,9x1014 Hz. Iluminasi cahaya diukur dalam lux meter (1 lx = 1 lm/km2), dimana iluminasi cahaya ini tergantung pada intensitas dan jarak dari sumber cahaya. Isacs 1991 menyebutkan bahwa intensitas cahaya ialah ukuran kemampuan suatu sumber cahaya untuk memancarkan cahaya baik secara umum maupun pada suatu arah tertentu. Sementara itu Iluminasi cahaya atau kecermelangan cahaya (E) didefinisikan sebagai jumlah cahaya yang masuk kedalam kolom air yang tergantung pada intensitas cahaya dan jarak dari permukaan (Ben – Yami,1987). Pengukuran ilumisai cahaya dari suatu sumber dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan matematik berikut :

E = C/r2 ; dimana :

 E adalah iluminasi cahaya (lux)

 C adalah kuat sumber cahaya (Candela)  R adalah jarak dari sumber cahaya (m)

Iluminasi cahaya akan berkurang dengan semakin meningkatnya jarak dari sumber cahaya dan nilainya akan berkurang apabila cahaya tersebut memasuki media air. Pemudaran intensitas cahaya menurut (Nikonorov,1975) yang terjadi didalam kolom perairan terjadi secara eksponensial berdasarkan hukum Buger seperti berikut :

Ix = I0e-kx atau Ex = Eoe-kx

(10)

tembusnya kedalam air. Selain dari panjang gelombang yang menentukan penetrasi cahaya yang masuk kedalam kolom perairan ada juga faktor – faktor lain yang memengaruhinya seperti absorbsi cahaya dari partikel – partikel air,kecerahan perairan,pemantulan cahaya oleh permukaan laut,serta ada pula dikarenakan perubahan musim dan lintang geografis (Nybakken,1988). Dengan adanya hambatan- hambatan tersebut,nili iluminasi (lux) suatu sumber cahaya akan semakin menurun dengan semakin meningkatnya jarak dari sumber cahaya tersebut.

Dengan sifat- sifat fisik yang dimiliki oleh cahaya dan kecenderungan tingkah laku ikan dalam merespon adanya cahaya. Nelayan kemudian menciptakan cahaya buatan untuk mengelabuhi ikan sehingga melakukan tingkah laku tertentu untuk memudahkan dalam operasi penagkapan ikan. Tingkah laku ikan kaitannya terhadap respon cahaya ini dimanfaatkan oleh nelayan dalam pengoperasian alat penangkapan ikan, seperti pada alat tangkap bagan,pure seine,pukat pantai,rumpon,dll.

2.3 Tingakah Laku Ikan Disekitar Cahaya

Studi tentang tingkah laku ikan diperlukan untuk mengetahui kesesuain alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan yang sesuai dengan kriteria dari sasaran tangkapan ikan. Menurut He (1989) adalah adaptasi dari badan ikan terhadap lingkungan eksternal dan internal sedangkan reaksi ikan merupakan respon yang berhubungan dengan tingkah laku ikan,karena adanya rangsangan eksternal. Ikan tertarik terhadap reaksi cahaya menurut Nomura dan Yamazaki (1977) dikarenakan ikan – ikan yang tertarik terhadap cahaya dipengaruhi oleh adanya dorongan atau rangsangan dari ikan itu sendiri,kuat cahaya optimum,adanya makanan,dan keharusan pergerakan oleh sifat fototaksis positif ikan itu sendiri. Sedangakan menurut He (1989), ikan berenang mendekati sumber cahaya karena tiga hal,yakni : mengikuti

(11)

arus, level lingkungan cahaya (dini hari dan bulan purnama), intensitas dan warna cahaya, makanan, ataupun ada tidaknya predator/ikan pemangsa lain. Nomura dan Yamazaki (1977) menyatakan bahwa penangkapan ikan dengan cahaya tidak efektif pada bulan purnama (full moon),karena iluminasi cahaya lampu dan cahaya bulan pada kedalam 20 meter hampir sama yaitu masing – masing 0,033 lux dan 0,032 lux. 2.4 Pemanfaatan Cahaya Dalam Usaha Penangkapan Ikan

Penggunaan cahaya listrik dalam kegiatan penangkapan ikan pertama kali dikembangkan di Jepang sekitar tahun 1900an. Selanjutnya berkembang keberbagai belahan dunia,termasuk Indonesia. Di Indonesia penggunaan lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan tidak diketahui secara pasti,yang diduga perikanan dengan alat bantu cahaya berkembang dari bagian timur perairan Indonesia dan menyebar kebagian barat periaran Indonesia.

Gerombolan ikan dan ketertarikan ikan pada sumber cahaya bervariasi antar jenis ikan, perbedaan ini umumnya dipengaruhi oleh adanya perbedaan Phylogenetic dan ekologi. Varheijen (1959) menyebutkan bahwa ikan melihat sumber cahaya dalam keadaan gelap di malam hari menjadi disorientasi secara optik dan bereaksi. Dimana hanya satu mata yang dirangsang,sehingga terjadi gerakan secara tidak beraturan dan tidak menentu dari ikan pada area iluminasi.

(12)

III. METODE PENDEKATAN

3.1 Metode Pengambilan Data

Penelitian ini dilakukan secara experimental fishig, yakni data yang diambil melalui percobaan alat Pancing/Gordive yang disetting secara langsung di lapangan menggunakan satu buah kapal penangkapan ikan, dimana gordive yang diopersikan ini secara langsung bersamaan disetting, satu bagian alat tangkap pancing/gordive ini tanpa lampu dan berlampu. Gordive tanpa lampu sebagai control atau perbandingan sedangkan gordive berlampu hasil dari modifikasi pancing rawai karibia ini berfungsi sebagai tested gear ( alat tangkap yang diuji cobakan).

Pengambilan data dilakukan dengan lima kali ulangan pada masing-masing alat tangkap gordive yang dilihat perbedaannya setiap satu jam pada saat pengoperasian alat tangkap gordive ini.

3.2 Pengumpulan Data

Data hasil tangkapan ikan yang diperoleh di ukur panjang total (cm), berat tubuh ikan (kg), dan body girth sebagai ukuran ikan yang digunakan dalam patokan identifikasi dari hasil tangkapan.

Data yang diperoleh merupakan data primer yakni data yang berkaitan secara langsung dengan hasil dari tangkapan ikan yang diperoleh. Data primer ini meliputi :

 Panjang total (cm ) adalah panjang ikan yang diukur mulai dari bagian ujung mulut hingga bagian ekor yang paling ujung.

 Body girth adalah ukuran lingkar tubuh ikan. Ada dua kategori yang diperlukan saat mengukur body girth ini, yakni net mark body girth merupakan ukuran lingkar tubuh ikan pada lokasi terjeratnya ikan pada mata jaring sedangkan maximum body girth adalah ukuran maksimum lingkar tubuh ikan tersebut.

(13)

IV. PELAKSANAAN PROGRAM

4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

(14)

Peta diatas merupakan peta lokasi penelitian dan pengambilan data primer yang dilakukan di Palabuhanratu. Dimana data primer ini berupa data hasil tangkapan ikan yang tertangkap pada alat tangkap pancing dengan atau tanpa cahaya lampu celup bawah air (Lacuba). Pengambilan data dilakukan secara experimental fishing,yakni secara langsung melakukan percobaan alat pancing rawai vertikal yang disetting diperairan secara pasif dan melakukan pengangkatan alat keatas kapal (hauling) setiap 1 jam dengan masing-masing alat dilakukan lima kali pengulangan. 4.2 Tahapan Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu kegiatan persiapan, pelaksanaan dan pelaporan hasil penelitian. Kegiatan direncanakan berlangsung selama 3 (tiga) bulan tahun 2012. Jadwal Kegiatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tata waktu pelaksanaan penelitian

No. Kegiatan

2013

Bulan ke-

1 2 3 4 5 6

1. Persiapan

a. Survei pendahuluan b. Perizinan penelitian c. Pembuatan alat 2. Pelaksanaan penelitian

a. Penelitian di lapangan 3. Pelaporan hasil penelitian

a. Pengolahan data

(15)

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu persiapan (survey pendahuluan, perizinan penelitian, & pembuatan alat), pengambilan data primer dan sekunder, pengolahan dan analisis data serta formulasi hasil penelitian. Selanjutnya penelitian juga dilakukan empat kali trip, di hari dan waktu yang berbeda. Trip pertama dan kedua berturut dari tanggal 29– 31Maret 2013. Sedangkan trip ketiga dan keempat dilakukan pada tanggal 27 Mei 2013, yang masing-masing dilaksanakan pada waktu dini hari dan malam hari.

4.3 Instrumen Pelaksanaan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :  Kapal ukuran 8 x 1 meter ;

 Timbangan dengan skala terkecil 1 gram ;  Alat dokumentasi ;

 Line rope/penggulung ;

 Luxmeter untuk mengukur iluminasi cahaya;dan

 Fish finder untuk menentukan lokasi penangkapan yang cocok. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

 Tali atau benang ;

 Gorges atau mata pancing ;  Timah dan besi sebagai pemberat;  Batu baterai sebanyak 12 buah;

 Umpan (ikan tembang & sayatan ikan layur) ;serta  Lacuba (Lampu Celup Bawah Air).

Gambar 2. Pancing

(16)

4.4 Rekapitulasi Rancangan dan Realisasi Biaya

Biaya yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Rincian Biaya pada Tabel 2.

Tabel 2. Anggaran penelitian

c. Transportasi membawa 5 unit Gorges

d. Pembuatan modifikasi gorges 5 buah @Rp 120.000

a. Transportasi , Akomodasi 5 Orang @Rp 150.000 b. Konsumsi 5 orang @Rp.200.000

c. Biaya Sewa Kapal Untuk 5 Kali Trip @Rp 400.000 d. Olah Data, Pembuatan, Dan Penggandaan Laporan. e. Sewa Camera @Rp. 100.000 x 5 kali trip

(17)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Ikan Hasil Tangkapan

Penelitian ini menggunakan metode experimental fishing, yakni data yang diperoleh dari pengambilan data secara langsung dilapangan menggunakan instrumen gordive yang dipadukan dengan cahaya buatan lampu celup bawah air (lacuba). Data yang terambil merupakan data primer yang dianalisis berdasarkan keragaman jenis hasil tangkapan menggunakan instrumen alat tangkap gordive dengan cahaya lampu dibandingkan dengan gordive tanpa cahaya lampu, didapatkan 3 jenis ikan yang berbeda genus dan spesiesnya yakni ikan gerot-gerot, kuniran, dan kerongan.Berikut tabel komposisi hasil tangkapan ikan tanpa dan dengan cahaya lampu buatan berdasarkan trip dan spesies ikan,serta ukuran hasil tangkapan.

Tabel 3. Hasil Tangkapan tanpa menggunakan cahaya

No Trip

(18)

Analisis keragaman hasil tangkapan yang ditunjukan diagram pie diatas dalam persentase hasil tangkapan ikan tanpa menggunakan gordive lampu menunjukan hasil tangkapan yang kurang beragam, seperti tidak tertangkapnya ikan Upenephelus sulphures.

Tabel 4. Hasil tangkapan dengan menggunakan cahaya

No Trip

(19)

Hasil tangkapan ikan yang ditangkap dengan gordive dengan menggunakan cahaya dari lampu celup bawah air (Lacuba), persentase dari hasil tangkapan ikannya dapat diperlihatkan dengan menggunakan diagram pie berikut :

Analisis keragaman hasil tangkapan yang ditunjukan diagram pie diatas dalam persentase hasil tangkapan ikan dengan menggunakan gordive lampu menunjukan hasil tangkapan yang lebih baik, ini ditunjukan dengan beragamnya dari jenis ikan yang tertangkap, yang bila dibandingkan dengan gordive tanpa lampu hasil tangkapan ikannya kurang beragam, seperti pada alat tangkap gordive tanpa lampu tidak mendapatkan spesies ikan upenephelus sulphures, sedangkan pada gordive berlampu mendapatkan hasil tiga spesies ikan yang berbeda termasuk upenephelus sulphures.

Berdasarkan dari kedua tabel diatas diperoleh hasil tangkapan total ikan yang didapatkan dengan alat tangkap Gordive kedalam persentase memperlihatkan hasil secara nyata sebagai berikut :

20% 60%

20% 20%

Persentase Hasil Tangkapan Ikan

Menggunakan Gordive Lampu

Pomadasys maculatum Terapon theraps

Upeneus sulphureus

38%

50% 12%

Persentase Total Hasil Tangkapan Ikan

(20)

Perbandingan hasil tangkapan yang diperoleh dari data yang diambil secara langsung dilapangan dengan alat tangkap gordive tanpa atau dengan cahaya lampu celup bawah air (Lacuba) yang didesain sedemikian rupa agar kedap air dan dapat menjaga agar lampu tetap menyala didalam air ditunjukan pada grafik berikut :

(21)

5.2 Pengukuran Iluminasi Cahaya

Iluminasi cahaya atau kecermelangan cahaya (E) didefinisikan sebagai jumlah cahaya yang masuk kedalam kolom air yang tergantung pada intensitas cahaya dan jarak dari permukaan (Ben – Yami,1987). Pengukuran ilumisai cahaya dari suatu sumber dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan matematik berikut :

E = C/r2 ; dimana :

 E adalah iluminasi cahaya (lux)

 C adalah kuat sumber cahaya (Candela)  R adalah jarak dari sumber cahaya (m)

Iluminasi cahaya akan berkurang dengan semakin meningkatnya jarak dari sumber

cahaya dan nilainya akan berkurang apabila cahaya tersebut memasuki media air. Pemudaran

intensitas cahaya menurut (Nikonorov,1975) yang terjadi didalam kolom perairan terjadi

secara eksponensial berdasarkan hukum Buger seperti berikut :

(22)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Penelitian ini memberikan hasil yang secara signifikan baik untuk mengembangkan perikanan pada alat tangkap pancing rawai karibia yang dipadukan dengan cahaya lampu celup bawah air dengan hasil modifikasi berupa Gorges divers

(Gordive) mengingat alat tangkap pancing/Gordive ini merupakan alat tangkap yang paling selektif dalam menangkap hasil tangkapan ikan dengan ukuran yang telah layak tangkap sehingga alat tangkap ini dapat menciptakan kegiatan perikanan yang berkelanjutan dikarenakan ramah terhadap lingkungan atau tidak merusak habitat ikan di perairan. Penelitian ini juga menunjukan bahwa persentase hasil tangkapan dari Gordive berlampu lebih baik dan beragam dibandingkan dengan Gordive tanpa lampu.

6.2 Saran

Perlu diadakannya penelitian lanjutan mengenai alat tangkap Gordive ini seperti pada perbedaan penggunaan warna cahaya lampu celup bawah air (Lacuba) pada perikanan pancing/Gordive dan ketahanan lampu agar kedap air sehingga lampu dapat menyala secara terus menerus dalam air serta perlu diadakannya penelitian perikanan pancing mengingat khusus untuk perikanan pancing di Indonesia sangatlah kurang padahalnya keselektivan pancing sangat tinggi.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Anggawangsa,R.F.2008. Pengaruh Perbedaan Penggunaan Bentuk Mata Pancing Terhadap Hasil Tangkapan Layur (Trichiurus sp.) di Palabuhanratu. Skripsi. Bogor : Program Sarjana. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. 2003. Quicklook riset kelautan dan perikanan.

Departemen Kelautan dan Perikanan.

Baskoro, M. S., 2012. Metode Penangkapan Ikan : Bogor:Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan-FPIK Institut Pertanian Bogor.

Dwiponggo,am badruddin,d nugroho dan seiyono.1991. potensi dan penyebaran sumberdaya ikan demersal. Jakarta : direktorat jendral perikanan,puslitbang perikanan,po-lipi.

Imron, M, Iskandar, M. D., dan Sriwiyono E.1997. Eksplorasi Ikan Pelagis dengan Jaring Insang Lingkar (Encircling Gillnet )dan Alat Bantu Rumpon Lampu Diperairan Pelabuhan Ratu-seminar hasil penelitian IPB. Bogor :Staf Pengajar Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, IPB.

Mulyadi S. 2005. Ekonomi Kelautan. Jakarta : Rajawali pers.

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Cetakan I. Jakarta : Djambatan. 356 Hal.

Nurhayati, Y. 2006. Pengaruh kedalaman terhadap komposisi hasil tangkapan pancing ulur (handline) pada perikanan layur diperairan palabuhanratu,kabupaten sukabumi,jawa barat. Skripsi. Bogor : program sarjana. Program studi pemanfaatan sumberdaya perikanan, Fakultas perikanan dan ilmu kelautan,institut pertanian Bogor.

Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. 2007. Data Statistika Perikanan Tahun 2006. Sukabumi : PPN Palabuhanratu.

Puspito, G. 2009. Pancing. Bogor : Departemen PSP-FPIK Institut Pertanian Bogor.

Puspito, G. 2009. Lampu Petromaks: Manfaat, Kelemahan dan solusinya pada Periakanan Bagan.Bogor. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan IPB.

(24)

Saanin, R. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Vol 1 dan ii. Bandung : Bina Cipta.

Sadhori, S. 1984. Teknik Penangkapan Ikan. Bandung : Angkasa.

Tobing,T.M.D.N.2008. Pemusatan Cahaya Petromaks Pada Areal Kerangka Jaring Dipermukaan Air Menggunakan Tudung Berbentuk Kerucut Terpancung : Pengaruhnya Terhadap Hasil Tangkapan Bagan. Skripsi. Bogor : Program Sarjana. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Widodo, J dan Suadi. 2006. Pengelolaan sumberdaya Perikanan Laut.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Wiyono, E. S, R. I. Wahju, dan F. Purwangka. 2001. Kuantifikasi Perilaku Perubahan Iliminasi Cahaya Buatan Pada Media Air-Laporan Kegiatan.

(25)
(26)

KONSULTASI SEBELUM PEMBERANGKATAN KE LAPANGAN

PERSIAPAN ALAT

(27)

PRAKTEK LAPANG

HAULING

Gambar

Tabel 1. Tata waktu pelaksanaan penelitian
Gambar 2. Pancing
Tabel 2. Anggaran penelitian
Tabel 3. Hasil Tangkapan tanpa menggunakan cahaya
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah yang memberikan arahan penulisan skripsi yang sesuai dengan kepentingan pengembangan Jurusan Pendidikan

Dilihat dari gambar 4.3 dapat dilihat dendrogram average linkage lebih seimbang dibandingkan dengan dendrogram single linkage. Proses pengelompokan dengan menggunakan

Interaksi antara faktor personal dan lingkungan dapat menyebabkan munculnya kecemasan akademis pada siswa Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Sekolah mewajibkan


 Hal
 ini
 akan
 nampak
 bagi
 Sutjipto
 dan
 Ridwan
 ketika
 menghadapi
 sebuah
 perbedaan
 pendapat.
 Sutjipto
 mengangankan
 sebuah


Bertambahnya kecepatan pengadukan akan menghasilkan keramik dengan porositas yang rendah, sehingga menghasilkan keramik, dengan penyebaran pori yang semakin kecil

mengalami kegagalan peserta didik perlu mengetahui variabel-variabel yang harus dikontrol dengan ketat.Urutan yang akan ditempuh sewaktu eksperimen berlangsung.

Kandungan gizi yang terdapat dalam bahan makanan tersebut yaitu energi 1549,99 kkal atau setara dengan energi yang dianjurkan, protein 60,85 g atau lebih besar 4,85 g dari protein

Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, perlu