• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan lanskap pantai alam indah Kota Tegal sebagai kawasan ekowisata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan lanskap pantai alam indah Kota Tegal sebagai kawasan ekowisata"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN LANSKAP PANTAI ALAM INDAH KOTA TEGAL

SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA

KHARIS FATKHUSSALAM

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap Pantai Alam Indah Kota Tegal Sebagai Kawasan Ekowisata adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

KHARIS FATKHUSSALAM. Perencanaan Lanskap Pantai Alam Indah Kota Tegal Sebagai Kawasan Ekowisata. Dibimbing oleh AFRA DN MAKALEW.

Pantai Alam Indah (PAI) merupakan salah satu tempat wisata yang terletak di kawasan pesisir Kota Tegal. Terjadinya beberapa masalah lingkungan, seperti banjir, abrasi pantai dan pencemaran laut, secara terus menerus mengakibatkan kualitas lanskap kawasan wisata ini mengalami degradasi, baik dari segi kualitas lingkungan ataupun estetika kawasan wisata. Oleh karena itu, PAI membutuhkan penataan kawasan wisata yang lebih mengutamakan aspek lingkungan. Caranya adalah dengan mengembangkan wisata yang berbasis alam, yakni ekowisata. Penelitian ini bertujuan membuat rencana lanskap Pantai Alam Indah sebagai kawasan ekowisata. Metode penelitian yang digunakan merupakan modifikasi dari metode perencanaan tapak yang dikemukakan oleh Gold (1980). Metode ini meliputi lima tahapan, yaitu persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan. Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis kualitatif dan kuantitatif. Hasil dari penelitian ini berupa rencana lanskap Pantai Alam Indah sebagai kawasan ekowisata yang meliputi rencana ruang, rencana sirkulasi, rencana vegetasi, rencana aktivitas dan fasilitas, serta rencana daya dukung kawasan. Rencana ruang Ekowisata PAI terdiri dari enam ruang, yaitu ruang penerimaan, transisi, wisata, pendidikan alam, pelayanan dan konservasi. Rencana sirkulasinya dibedakan menjadi tiga jalur, yaitu jalur primer, sekunder dan tersier. Pada rencana vegetasinya, menggunakan tanaman yang memenuhi fungsi sebagai pengontrol iklim, rekayasa lingkungan, keperluan arsitektural dan keindahan.

(5)

ABSTRACT

KHARIS FATKHUSSALAM. The Landscape Planning of Alam Indah Beach as an Ecotourism Area in Tegal City. Supervised by AFRA DN MAKALEW.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

PERENCANAAN LANSKAP PANTAI ALAM INDAH KOTA TEGAL

SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

(8)

Judul Skripsi : Perencanaan Lanskap Pantai Alam Indah Kota Tegal Sebagai Kawasan Ekowisata

Nama : Kharis Fatkhussalam NIM : A44080052

Disetujui oleh

Dr Ir Afra DN Makalew, MSc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Nurisjah, MSLA Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2012 ini ialah wisata berbasis ekologi, dengan judul Perencanaan Lanskap Pantai Alam Indah Kota Tegal Sebagai Kawasan Ekowisata.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Afra DN Makalew, MSc selaku pembimbing, serta Ibu Dr Ir Tati Budiarti, MS dan Ibu Dr Ir Indung Sitti Fatimah, MSi yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada segenap staf Bappeda, Disporabudpar, KLH dan Kantor Administrasi Pelabuhan Kota Tegal, yang telah banyak membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, Rahmedia Alfi Rahmi serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayang dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL i

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Kerangka Pikir 2

TINJAUAN PUSTAKA 4

Lanskap Pesisir dan Pantai 4

Ekosistem Pantai dan Peranannya 5

Ekowisata 6

Perencanaan Lanskap 8

Perencanaan Lanskap Pantai Sebagai Kawasan Ekowisata 9

METODOLOGI 10

Lokasi dan Waktu 10

Batasan Studi 10

Alat dan Bahan 11

Metode Penelitian 11

KONDISI UMUM WILAYAH 16

Administratif dan Geografis 16

Kondisi Fisik dan Lingkungan 17

Pola Penggunaan Lahan 20

Kondisi Sosial 21

HASIL DAN PEMBAHASAN 23

Data dan Analisis 23

Sintesis 54

Konsep Perencanaan 54

Perencanaan Lanskap 60

(12)

Simpulan 76

Saran 77

DAFTAR PUSTAKA 79

LAMPIRAN 81

(13)

DAFTAR TABEL

1. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian 12

2. Asumsi peringkat dan bobot kualitas sumberdaya PAIa 14

3. Penggunaan Lahan di Kota Tegal Tahun 2010a 20

4. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kota Tegal Tahun 2010a 22

5. Hasil Penilaian Tingkat Kenyamanan Pada Tapak 28

6. Mata Pencaharian Masyarakat Kelurahan Mintaragen Tahun 2010a 51 7. Tingkat kesesuaian tapak untuk pengembangan kegiatan ekowisata 52 8. Hubungan jenis ruang dengan fungsi vegetasi yang dibutuhkan 58 9. Jenis ruang, alokasi masing-masing ruang serta fungsi dan luas areanya

dalam kawasan Ekowisata PAI 60

(14)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pikir Penelitian 3

2. Pola zonasi mangrove dan asosiasinya dengan hewan air lainnya 6

3. Peta Lokasi Penelitian 10

4. Proses Perencanaan Lanskap (Gold 1980) 11

5. Peta Administrasi Kota Tegal 16

6. Peta Topografi Kota Tegal 17

7. Peta Batimetri Perairan Kota Tegal 19

8. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Tegal Tahun 2006-2010 21

9. Peta Batas Lokasi Studi 24

10. Peta Topografi Lokasi Studi 26

11. Peta Landform Lokasi Studi 27

12. Peta Analisis Tanah 29

13. Grafik Fluktuasi Unsur Iklim Mikro Pada Tapak 30

14. Peta Analisis Iklim 32

15. Genangan – genangan air di tapak pada musim hujan 33

16. Peta Analisis Hidrologi 34

17. (a) Burung Tekukur (Streptopelia sp.) dan (b) Burung Trinil Pantai

(Actitis hypoleucos) 36

18. Peta Analisis Vegetasi dan Satwa 37

19. Peta Analisis Penutupan Lahan 39

20. Kondisi mangrove di kawasan obyek wisata PAI 40

21. Peta Analisis Area Rawan Bencana 41

22. Peta Analisis Kawasan Lindung 43

23. Peta Aksesibilitas Menuju Tapak 44

24. Kondisi jalan utama menuju tempat wisata yang tergenangi air ketika

musim hujan 45

25. Lama perjalanan dari beberapa kota besar menuju Kota Tegal 45

26. Peta Analisis Atraksi Wisata 46

27. Sun set dan Sun rise yang terlihat dari Objek Wisata PAI 47 28. Tenda – tenda pedagang yang berjejer di tepi pantai 47 29. Kondisi anjungan wisata yang mengalami kerusakan 48 30. Fluktuasi jumlah pengunjung Obyek Wisata PAI Kota Tegal tahun

2006-2010 49

31. Peta Analisis Variasi Kegiatan 50

32. Peta Komposit 53

33. Peta Rencana Blok 55

34. Diagram Konsep Ruang 56

35. Diagram Konsep Sirkulasi 57

36. Rencana Lanskap Ekowisata PAI 61

37. Rencana Lanskap Parsial A 62

38. Rencana Lanskap Parsial B 63

39. Rencana Lanskap Parsial C 64

40. Rencana Lanskap Parsial D 65

41. Contoh ilustrasi rencana jalur sirkulasi 67

(15)
(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuisioner Penelitian 81

2. Karakteristik Pengunjung 84

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km serta memiliki potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang sangat melimpah (Dahuri et al. 2008). Sumberdaya pesisir dan lautan yang dapat ditemui di Indonesia, antara lain hutan mangrove, terumbu karang, populasi satwa air dan berbagai bentang alam pesisir yang unik. Kondisi pemandangan alamiah tersebutlah yang menjadi daya tarik bagi wisatawan saat ini, khususnya wisatawan manca negara. Oleh karena itu, bagi beberapa daerah pesisir berkesempatan untuk mengembangkan wisata yang dimiliki berdasarkan potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang ada di daerahnya masing-masing.

Kota Tegal merupakan salah satu daerah yang berada di kawasan pesisir utara Pulau Jawa dengan garis pantai sepanjang ± 7,5 km dari Sungai Gangsa di bagian barat sampai Sungai Ketiwon di bagian timur. Obyek wisata yang menjadi andalan kota ini yaitu Pantai Alam Indah (PAI) yang terletak di daerah pesisir Kelurahan Mintaragen, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal. Obyek wisata yang memiliki luas ± 21 Ha ini dikelola oleh Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kota Tegal dan telah diresmikan sejak tahun 1978 (SAMPAN 2009).

Sejak pertama kali dibuka, objek wisata PAI menjadi tempat yang cukup favorit untuk berlibur bagi masyarakat Kota Tegal dan sekitarnya. Kondisi topografi objek wisata ini relatif datar dengan kemiringan pantai yang landai. Pantainya terdiri dari pasir laut yang padat berwarna coklat dengan kadar garam yang cukup tinggi. Arus dan gelombang lautnya juga relatif kecil. Selain itu, keindahan panorama alamnya juga cukup bagus. Pengunjung dapat menikmati deburan air laut dan pemandangan lepas pantai serta sun rise dari atas anjungan.

Meningkatnya pemanfaatan kawasan PAI sebagai obyek wisata menyebabkan semakin banyak arus wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan panorama alamnya. Seiring dengan itu, permintaan wisatawan terhadap kelengkapan fasilitas juga terus meningkat. Hal itu semakin menekan persediaan sumberdaya alam yang ada. Kondisi tersebut diperburuk oleh masalah lingkungan yang melanda kawasan objek wisata. Beberapa masalah lingkungan, seperti rob, abrasi pantai dan pencemaran, juga terus melanda kawasan objek wisata ini dan daerah sekitarnya. Masalah-masalah tersebut menyebabkan kualitas lanskap kawasan PAI mengalami penurunan, baik dilihat dari kualitas ekologi atau pun estetika kawasan.

(18)

Tujuan Penelitian

a) mendeskripsikan kondisi fisik, biofisik, sosial dan ekologi kawasan objek wisata Pantai Alam Indah,

b) mengidentifikasi dan menganalisis potensi sumberdaya alam dan sumberdaya wisata serta permasalahan yang ada di kawasan objek wisata Pantai Alam Indah,

c) merencanakan lanskap Pantai Alam Indah sebagai kawasan ekowisata.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Tegal, khususnya Dinas Pariwisata Kota Tegal, dalam mengembangkan kawasan wisata pantai yang berbasis ekowisata. Secara umum, penelitian ini harapannya dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi dalam pengembangan ekowisata di kawasan pesisir.

Kerangka Pikir

Kota Tegal memiliki objek wisata andalan, yaitu Pantai Alam Indah (PAI). Sebagai tempat wisata tentunya tidak lepas dari permasalahan, khususnya masalah lingkungan. Di kawasan PAI, permasalahan lingkungan yang sering terjadi di antaranya, seperti rob, abrasi pantai dan pencemaran pantai. Masalah-masalah tersebut menyebabkan kualitas lanskap kawasan PAI mengalami penurunan, baik dilihat dari kualitas ekologi atau pun estetika kawasan.

Kawasan PAI membutuhkan suatu penataan kawasan wisata yang lebih mempertimbangkan aspek lingkungan untuk mengatasi masalah-masalah yang ada. Caranya adalah dengan mengembangkan wisata yang berbasis alam, yakni ekowisata. Oleh karena itu, perlu dikaji kembali beberapa aspek yang terkait dengan tapak, seperti aspek fisik, biofisik, ekologi dan sosial serta aspek wisata. Aspek-aspek tersebut dikaji dengan tujuan untuk mengetahui potensi dan kenyamanan pada tapak yang masih dapat dikembangkan, serta mencari solusi terbaik untuk menangani kendala dan bahaya yang ada pada tapak.

(19)

Ga

mbar

1. K

era

n

g

k

a P

iki

r Pen

eli

ti

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Lanskap Pesisir dan Pantai

Menurut Rakhman dalam Ariani (2000), lanskap adalah wajah dan karakter lahan/tapak dengan segala kegiatan kehidupan didalamnya yang merupakan bagian atau total lingkungan hidup manusia beserta makhluk lainnya sejauh mata memandang, sejauh indra dapat menangkap dan sejauh imajinasi dapat membayangkan. Elemen-elemen lanskap dibagi menjadi dua macam, yaitu elemen utama dan elemen penunjang (Simonds 1983). Elemen lanskap utama adalah elemen lanskap dominan yang tidak dapat diubah, seperti bentukan-betukan gunung dan pantai. Elemen lanskap penunjang adalah elemen lanskap yang dapat diubah, seperi bukit-bukit dan sungai-sungai kecil. Berdasarkan kedua definisi tersebut, manusia hanya diperbolehkan melakukan modifikasi terhadap elemen lanskap utama untuk kepentingannya dan dibebaskan melakukan perubahan terhadap elemen lanskap penunjang dengan tetap memperhatikan keberlanjutannya.

Adapun definisi pesisir menurut Depdagri (2007) dalam UU RI No.27 Tahun 2007 Pasal 1, yaitu daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, dimana batas ke arah laut adalah 12 mil wilayah kewenangan provinsi atau sepertiganya wilayah kewenangan kabupaten/kota, dan batas ke arah daratan adalah kecamatan pesisir. Menurut Soegiarto dalam Dahuri et al. (2008), pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Wilayah pesisir ke arah darat meliputi daratan yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut. Sementara wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

(21)

Ekosistem Pantai dan Peranannya

Menurut Dahuri (2003), pada wilayah pesisir secara umum terdapat dua ekosistem, yaitu ekosistem alami dan ekosistem buatan. Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir, antara lain terumbu karang (coral reefs), hutan mangrove, padang lamun (seagrasses), pantai berpasir (sandy beach), pantai berbatu (rocky beach), formasi pescaprae, formasi barrigtonia, estuaria, laguna dan delta. Adapun ekosistem buatan di wilayah pesisir, antara lain tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan agroindustri dan kawasan pemukiman.

Pantai merupakan salah satu ekosistem alami yang ada di wilayah pesisir yang biasanya ditumbuhi oleh tumbuhan pionir. Selain itu, komunitas tumbuhan di kawasan pantai memiliki keanekaragaman jenis yang rendah dan sebagian besar merupakan tumbuhan yang telah menyesuaikan diri terhadap habitat pantai. Jenis tumbuhan yang umum dijumpai, yaitu Casuarina equisetifolia. Jika kondisi pantai terbuka, maka tumbuhan yang muncul adalah pakis-pakisan, rumput, jahe-jahean dan herba (Dahuri 2003).

Adapun formasi pescaprae yaitu tumbuhan yang mendominasi zona tebing pantai yang terakresi. Ekosistem ini umumnya terdapat di belakang pantai berpasir dan didominasi oleh vegatasi pionir, khususnya kangkung laut (Ipomoea pescaprae). Biasanya di bagian belakangnya diikuti rerumputan, seperti Cyperus, Fimbristylis dan Ischaemum (Dahuri 2003). Daun dari tanaman formasi pescaprae memiliki kemampuan menjerat dan mengendapkan pasir yang terbawa oleh angin. Akarnya dapat berperan dalam menstabilkan deposit pasir dan mengurangi intrusi air laut karena kemampuannya menyerap garam.

Sementara formasi barringtonia, yaitu komunitas rerumputan dan semak belukar serta pepohonan yang biasanya tumbuh dan berkembang di pantai berbatu tanpa deposit pasir dimana formasi pescaprae tidak dapat tumbuh. Komposisi ekosistem ini sangat seragam di seluruh Indonesia. Meskipun ekosistem ini terdiri dari berbagai macam spesies, umumnya didominasi oleh beberapa jenis pepohonan, seperti Casuarina equisetifolia dan Callophyllum innopphyllum (Dahuri et al. 2008). Formasi barringtonia berperan sebagai stabilisator beting pasir dan memberi nilai estetik yang khas pada pantai.

(22)

Gambar 2. Pola zonasi mangrove dan asosiasinya dengan hewan air lainnya Secara ekologis, hutan mangrove memiliki peran yang sangat banyak, antara lain: melawan dan mengendalikan abrasi pantai, mengurangi tiupan angin kencang dan terjangan ombak laut, menyerap dan mengurangi bahan pencemar (polutan) dari air, mempercepat laju sedimentasi yang akhirnya menimbulkan tanah timbul sehingga daratan bertambah luas dan mengendalikan intrusi air laut. Selain itu, hutan mangrove juga sebagai tempat tumbuh berbagai jenis tumbuhan dan satwa, tempat asuhan (Nursery ground), tempat memijah (Spawning ground), penghasil kayu dan non kayu seperti madu, obat-obatan, tonik, minuman, ikan, udang, kepiting serta dapat dijadikan sebagai tempat rekreasi.

Ekowisata

Pada UU RI No.10 Tahun 2009 Pasal 1 disebutkan bahwa, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah (Debudapar 2009). Adapun definisi dari wisata menurut Gunn (1994) dalam bukunya yang berjudul Tourism Planning: Basics, Conceps, Cases yaitu perpindahan sementara dari orang atau sekelompok orang ke tempat tujuan wisata yang terletak di luar tempat mereka biasa tinggal atau bekerja, dimana aktivitas dilakukan selama berada di tempat wisata dan fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sementara menurut Cooper et al. (1998), definisi wisata dapat dilihat dari segi permintaan atau pun penawaran. Dilihat dari segi permintaan, Cooper sependapat dengan Gunn. Dari segi penawaran, Cooper berpendapat bahwa wisata diartikan sebagai industri wisata yang meliputi semua perusahaan wisata, organisasi dan fasilitas yang dimaksudkan untuk melayani kebutuhan dasar dan keinginan wisatawan.

(23)

perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab dengan cara mengkonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Pada dasarnya ekowisata memiliki tiga konsep dasar yaitu (1) perjalanan outdoor di kawasan alam yang tidak menimbulkan kerusakan lingkungan, (2) mengutamakan penggunaan fasilitas transportasi yang diciptakan dan dikelola masyarakat kawasan wisata itu sendiri dan (3) menaruh perhatian besar pada lingkungan alam dan budaya lokal (Damanik dan Weber 2006).

Bentuk-bentuk wisata dapat direncanakan dan dikembangkan berdasarkan enam hal, yaitu (1) kepemilikan atau pengelola area wisata, (2) sumberdaya, (3) perjalanan wisata/lama tinggal, (4) tempat kegiatan, (5) wisata utama atau wisata penunjang, dan (6) daya dukung tapak dengan tingkat penggunaan pengunjung. Sebuah daerah tujuan wisata juga harus terdapat elemen-elemen wisata, seperti transportasi dan akses bagi satu masyarakat atau lebih, satu masyarakat atau lebih dengan keperluan umum dan layanan wisata yang mencukupi, sekelompok atraksi wisata yang memenuhi kebutuhan pasar, serta transportasi yang dapat menghubungkan antara kota-kota dan atraksi wisata (Gunn 1994).

Suatu tempat direncanakan dan dikembangkan sebagai tempat wisata karena memiliki potensi khas. Adapun definisi dari potensi wisata yaitu semua objek (alam, budaya, buatan) yang memerlukan banyak penanganan agar dapat memberikan nilai daya tarik bagi wisatawan. Daya tarik utama yang mendorong kehadiran para wisatawan di suatu tempat wisata dan menentukan keberhasilan kawasan wisata tersebut adalah objek dan atraksi wisata.

Objek wisata merupakan suatu keadaan alam dan perwujudan ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah dari suatu tempat, sehingga memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Kualitas objek wisata yang baik terkait dengan empat hal, yaitu keunikan, otentisitas, originalitas dan keragaman. Keunikan diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan daya tarik yang khas melekat pada suatu objek wisata, misalnya komodo dan habitatnya di Pulau Komodo. Originalitas mencerminkan keaslian atau kemurnian, yakni seberapa jauh suatu objek wisata tidak terkontaminasi oleh atau tidak mangadopsi model atau nilai yang berbeda dengan nilai aslinya. Otentisitas sering dikaitkan dengan derajat keantikan atau eksotisme budaya sebagai atraksi wisata. Otentisitas juga merupakan sebuah kategori nilai yang memadukan sifat alamiah, eksotis dan bersahaja dari suatu daya tarik wisata. Keragaman (diversitas) artinya keanekaragaman objek wisata yang disuguhkan kepada wisatawan (Damanik dan Weber 2006).

Adapun definisi dari atraksi wisata menurut Damanik dan Weber (2006), yaitu objek wisata, baik bersifat tampak (tangible) atau pun tidak tampak (intangible), yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan. Gunn (1994) menambahkan, bahwa atraksi wisata memiliki dua fungsi utama. Pertama, atraksi wisata membangkitkan rasa ketertarikan pada tempat wisata. Kedua, atraksi wisata memberikan kepuasan kepada para pengunjung. Atraksi wisata dapat dibagi menjadi tiga, yaitu alam, budaya dan buatan. Atraksi alam meliputi pemandangan alam, seperti gunung, danau, sungai, hutan dan lain-lain. Atraksi budaya meliputi peninggalan sejarah, seperti candi dan adat istiadat. Adapun atraksi buatan dapat dimisalkan Kebun Raya Bogor.

(24)

Sebagai produk, ekowisata merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumberdaya alam. Sementara dari perspektif pasar, ekowisata merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan. Adapun sebagai pendekatan pengembangan, ekowisata merupakan metode pemanfaat dan pengelola sumberdaya wisata secara ramah lingkungan (Damanik dan Weber 2006).

Perencanaan Lanskap

Di dalam Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 2008 Pasal 1 disebutkan bahwa, perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia (Bappenas 2008). Perencanaan juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk alat yang sistematis dan diarahkan untuk mendapatkan tujuan serta maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan, dan pembangunan (Nurisyah 2000). Adapun perencanaan lanskap yaitu suatu kegiatan penataan yang berbasis lahan (land based planning) melalui kegiatan pemecahan masalah dan proses pengambilan keputusan jangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap yang fungsional estetik dan lestari. Perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas rekreasi berdasarkan pertimbangan kondisi sumberdaya yang tersedia.

Menurut Gold (1980) dalam bukunya yang berjudul Recreation Planning and Design, proses perencanaan tapak terdiri atas lima tahap yaitu tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan tapak. Pada tahap persiapan disusun tujuan perencanaan dan pengumpulan informasi yang relevan. Selanjutnya, pada tahap inventarisasi dilakukan pengambilan data awal melalui survei lapang, pengukuran dan wawancara. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dan spasial untuk mengetahui potensi pengembangan, kendala, kenyamanan dan bahaya yang terdapat pada tapak serta zona-zona kesesuaian pengembangan lahan. Kemudian pada tahap sintesis dilakukan pemasukan konsep yang akan dikembangkan pada tapak, sehingga menghasilkan rencana blok. Setelah itu, rencana blok dikembangkan menjadi rencana lanskap (Landscape plan) pada tahap perencanaan tapak yang disesuaikan dengan tujuan perencanaan.

(25)

Perencanaan Lanskap Pantai Sebagai Kawasan Ekowisata

Pendekatan perencanaan yang utama pada lanskap pesisir yang akan dikembangkan sebagai suatu kawasan wisata adalah perhitungan daya dukung tiap ekosistem atau sub-ekosistem pembentuk kawasan pesisir. Hal tersebut didasarkan pada karakeristik kawasan pesisir, termasuk pantai, yang rentan terhadap gangguan dan perubahan fisik. Selain daya dukung kawasan, menurut Damanik dan Weber (2006), pada perencanaan suatu kawasan sebagai ekowisata harus memperhatikan aksesibilitas dan fasilitas dalam kawasan tersebut. Aksesibilitas menuju objek dan atraksi wisata harus memudahkan wisatawan saat berkunjung. Adapun fasilitas dan pelayanan dalam kawasan wisata diharapkan mampu memberikan kenyamanan dan memenuhi kebutuhan wisatawan.

(26)

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di kawasan obyek wisata Pantai Alam Indah (PAI) yang terletak di Kelurahan Mintaragen, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal (Gambar 3). Luas tapak yang menjadi objek penelitian ± 21 hektar. Kegiatan penelitian yang meliputi persiapan, pengumpulan data dan pengolahan data dilaksanakan selama empat bulan, yaitu mulai dari bulan Februari 2012 hingga Mei 2012.

Batasan Studi

Batas kawasan studi dari penelitian ini yaitu hanya pada area yang masuk kedalam kawasan objek wisata Pantai Alam Indah (PAI), sesuai dengan rencana yang telah dibuat oleh Dinas Pariwisata Kota Tegal. Kegiatan studi ini dilaksanakan sampai pada tahap perencanaan lanskap (landscape plan). Adapun hasil studi dari penelitian ini berupa rencana lanskap kawasan wisata Pantai Alam Indah (PAI) sebagai kawasan ekowisata yang dilengkapi dengan beberapa gambar ilustrasi.

Sumber: Bappeda Kota Tegal (2011)

(27)

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam inventarisasi tapak antara lain peta satelit lokasi studi, kamera digital, kuisioner serta alat gambar dan alat tulis. Sementara untuk mengolah data menggunakan laptop beserta software (AutoCad, Sketchup dan Adobe Photoshop). Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian antara lain peta-peta tematik, data fisik dan biofisik tapak (topografi, tanah, iklim, hidrologi, vegetasi dan satwa), data ekologis dan data kuisioner.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah modifikasi dari metode perencanaan tapak yang dikemukakan oleh Gold (1980). Metode tersebut terdiri atas lima tahapan, yaitu persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan.

Persiapan

Hal terpenting pada tahap ini, yaitu penetapan tujuan perencanaan. Adapun hal-hal lain yang perlu dilakukan pada tahap ini, antara lain pengajuan usulan penelitian, konsultasi dengan dosen pembimbing, pengurusan dokumen-dokumen yang diperlukan selama penelitian dan pengumpulan informasi yang relevan. Inventarisasi

Pada tahap inventarisasi dilakukan pengambilan data awal melalui survei lapang, pengukuran dan wawancara. Data yang dibutuhkan meliputi data fisik, biofisik, ekologi dan sosial serta wisata (Tabel 1). Data tersebut terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan, pengukuran dan wawancara langsung, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka seperti buku, laporan, jurnal atau pun dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan tapak.

(28)

Tabel 1. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian

Jenis data Interpretasi data Sumber data Bentuk

data

Lokasi

Letak geografis dan batas wilayah

Batas wilayah studi dan luas wilayah studi

Elevasi, relief dan kemiringan. Struktur geologi, batuan, jenis

tanah dan tekstur tanah. Curah hujan, kecepatan angin,

suhu dan kelembaban. Kualitas air, aliran permukaan

dan drainase. Batimetri, Pasang surut, arus

dan gelombang.

Vegetasi dan satwa Jenis vegetasi dan satwa Observasi, KLH Kota Tegal

Jenis tutupan lahan pantai Jenis ekosistem pantai, Ekosistem yang terancam Jenis bencana alam, Area

rawan bencana

Jenis dan bentuk kebudayaan masyarakat setempat

Jenis atraksi dan objek wisata

Ketersediaan jalur dan kondisi Jenis kendaraan Jenis dan kondisi

Asal dan jumlah pengunjung

(29)

Analisis

Data dan informasi yang terkumpul dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif berupa analisis deskriptif mengenai potensi, kenyamanan, kendala dan bahaya yang terdapat pada tapak. Hal-hal yang berkaitan dengan potensi dan kenyamanan dikembangkan untuk mencapai tujuan perencanaan, sedangkan hal-hal yang termasuk kendala dan bahaya dicarikan alternatif penyelesaiannya.

Tingkat kenyamanan pengguna dapat ditentukan dengan menggunakan suatu rumus yang diperkenalkan oleh Nieuwolt (1977) sebagai berikut:

= 0,8 +500

dimana, THI : Temperature Humidity Index T : Suhu Udara (0C)

RH : Kelembaban Relatif (%)

Jika melihat rumus tersebut, unsur suhu dan kelembaban menjadi faktor utama yang mempengaruhi kenyamanan dan aktifitas manusia pada suatu area.

Sementara analisis secara kuantitatif berupa analisis spasial yang dilakukan terhadap beberapa faktor, baik dari aspek fisik, biofisik, ekologi dan wisata. Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan teknik overlay, yaitu penggabungan beberapa peta tematik. Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam teknik overlay yaitu:

1. penentuan kategori dan pemeringkatan,

Pada langkah ini setiap faktor dari setiap aspek dikategorikan berdasarkan tingkat dampak faktor terhadap tapak. Kemudian masing-masing kategori pada setiap faktor diberikan peringkat atau nilai berdasarkan kemungkinan pengembangan yang mengacu pada kepuasan pengunjung. Pemeringkatan dilakukan dengan memberi nilai antara 1 (satu) sampai 3 (tiga) terhadap masing-masing kategori pada setiap faktor. Kategori dan peringkat dari setiap faktor disajikan dalam Tabel 2.

2. penentuan bobot,

Selanjutnya pembobot diberikan pada setiap faktor dengan nilai yang berbeda, karena masing-masing faktor memiliki dampak dan tingkat kepentingan yang Lanjutan Tabel 1. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian

Jenis data Interpretasi data Sumber data Bentuk data

Peraturan

Tata guna lahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Bappeda Kota Tegala

Sekunder, Spasial

aBappeda : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, BMKG : Badan Meteorologi Klimatologi

(30)

berbeda serta akan berubah berdasarkan waktu. Pada kasus perencanaan lanskap kawasan wisata PAI diasumsikan bahwa faktor-faktor dari aspek ekologi memiliki dampak yang lebih tinggi dari pada aspek wisata (adaptasi Gunn 1994). Besarnya nilai bobot dari setiap faktor disajikan dalam Tabel 2. 3. pemberian skor

Pemberian skor dilakukan dengan cara mengalikan nilai masing-masing kategori dari setiap faktor dengan bobot faktornya.

Hasil dari teknik ini berupa peta komposit yang menggambarkan klasifikasi kesesuaian tapak untuk pengembangan ekowisata. Peta tersebut pada awalnya berupa area-area dengan jumlah skor yang berbeda-beda. Oleh karena itu, diperlukan rentang skor untuk menyederhanakan dan memudahkan dalam membuat klasifikasi kesesuaian.

Menurut Walpole (1995), untuk mendapatkan rentang skor dari sekumpulan angka dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. menentukan banyaknya selang kelas yang diperlukan,

2. menentukan wilayah data yang akan dibuat selang, dengan cara skor terbesar dikurangi skor terkecil,

3. membagi wilayah tersebut dengan banyaknya selang kelas untuk mendapatkan lebar selang,

4. menentukan batas bawah kelas pada selang pertama, kemudian menambahkan lebar selang untuk mendapatkan batas atas kelasnya,

5. sementara untuk batas-batas selang kelas yang lainnya dapat diperoleh dengan menambahkan lebar selang. Ini dilakukan sampai mendapatkan selang kelas yang terakhir.

Tabel 2. Asumsi peringkat dan bobot kualitas sumberdaya PAIa

Aspek Faktor Kategori Peringkat Bobot (%) %

Fisik dan Biofisik

Tanah Sangat peka Peka

Iklim Tingkat radiasi tinggi Tingkat radiasi sedang

Vegetasi dan Satwa Spesies non-endemik Spesies endemik

(31)

Sintesis

Peta komposit dari hasil analisis dijadikan acuan dalam menentukan alternatf pengembangan ruang yang direncanakan dalam bentuk rencana blok. Kemudian, pada tahap ini perlu dibuat juga konsep dasar perencanaan yang menjadi dasar dalam pengembangan konsep perencanaan selanjutnya. Konsep dasar perencanaan dalam penelitian ini, yaitu rencana lanskap Pantai Alam Indah sebagai kawasan ekowisata. Adapun pengembangan konsep yang dibuat berupa konsep ruang, konsep vegetasi, konsep sirkulasi serta konsep fasilitas dan aktivitas.

Perencanaan Lanskap

Pada tahap ini dilakukan pengembangan rencana blok secara lebih detail menjadi sebuah rencana lanskap (landscape plan). Adapun rencana lanskap yang dibuat meliputi rencana ruang, rencana vegetasi, rencana sirkulasi serta rencana aktivitas dan fasilitas. Selain itu, dibuat juga rencana daya dukung kawasan dengan tujuan untuk menjaga keberlanjutan ekologi kawasan wisata. Menurut Boulon (1985) dalam Soebagio (2004), untuk menentukan daya dukung pengunjung dalam sebuah area wisata dengan standar individu (m2/orang) dapat ditentukan dengan rumus berikut:

�� =� = �� � � � = �

dimana:

DD = Daya Dukung K = Koefisien rotasi

A = Luas area yang digunakan wisatawan N = Jam kunjungan per area yang diijinkan S = Standar rata-rata individu R = Rata-rata waktu kunjungan

T = Total kapasitas kunjungan yang diperkenankan

Lanjutan Tabel 2. Asumsi peringkat dan bobot kualitas sumberdaya PAI

Aspek Faktor Kategori Peringkat Bobot (%) %

Wisata Atraksi wisata Non-alami / Buatan

Alami / Asli

1 2

10 20

Variasi kegiatan ≥ 7 Kegiatan 4-6 Kegiatan ≤ 3 Kegiatan

1 2 3

10

(32)

KONDISI UMUM WILAYAH

Administratif dan Geografis

Kota Tegal secara geografis terletak pada posisi 109008’ BT sampai 109010’ BT dan 6050’ LS sampai 6053’ LS. Secara administrasi, batas wilayah Kota Tegal adalah sebagai berikut (Gambar 5):

 Sebelah Utara : Laut Jawa

 Sebelah Timur : Kabupaten Tegal  Sebelah Selatan : Kabupaten Tegal  Sebelah Barat : Kabupaten Brebes

Berdasarkan laporan tahunan Survei Pertanian (SP-VA) yang dilakukan BPS, luas wilayah Kota Tegal adalah 39,68 km2 atau 0,11% dari luas Provinsi Jawa Tengah. Secara administrasi, Kota Tegal dibagi menjadi 4 kecamatan dengan 27 kelurahan. Adapun luasan wilayah dari keempat kecamatan tersebut, yaitu Kecamatan Tegal Barat sebesar 15,13 km2, Kecamatan Margadana sebesar 11,76 km2, Kecamatan Tegal Selatan sebesar 6,43 km2 dan Kecamatan Tegal Timur sebesar 6,36 km2 (BPS 2011).

(33)

Kondisi Fisik dan Lingkungan

Posisi Kota Tegal dapat dikatakan sangat strategis karena terletak di jalur Pantura yang menghubungkan beberapa kota besar di bagian utara Pulau Jawa. Selain itu, wilayahnya juga berbatasan langsung dengan Laut Jawa sehingga memiliki kekayaan laut yang cukup melimpah. Jika dilihat dari kondisi topografinya, Kota Tegal terbagi dalam dua bagian yaitu daerah pantai dan daerah dataran rendah. Sebelah utara merupakan daerah pantai yang relatif datar dan sebelah selatan merupakan daerah dataran rendah. Arah kemiringan topografi yaitu dari selatan ke utara dengan rata-rata ketinggian antara 0-3 meter di atas permukaan air laut (KLH 2011).

Gambar 6. Peta Topografi Kota Tegal

Sementara kondisi fisiografi Kota Tegal dan sekitarnya berdasarkan zonasi fisiografi Jawa Tengah oleh Van Bemmelen (1949) terletak pada Zona Dataran Pantai Utara. Zona ini tersusun oleh satuan endapan alluvial dan alluvial pantai yang didominasi oleh endapan pasir dan lempung. Endapan Alluvial tersusun atas lempung, lanau dan pasir, sedangkan endapan alluvial pantai berupa endapan pasir di dataran pantai yang bersifat lepas (Bappeda 2010).

Berdasarkan data dari BPDAS Pemali Jratun (2009), jenis tanah untuk wilayah Kota Tegal ada dua macam, yaitu tanah Alluvial dan tanah Regosol. Tanah Alluvial yaitu tanah yang terbentuk dari pengendapan lumpur sungai yang terdapat di dataran rendah. Tanah ini berwarna kelabu dan tergolong sangat subur sehingga baik untuk pertanian. Secara umum, sifat tanah ini mudah digarap, dapat menyerap air dan permeabilitasnya cukup baik. Sementara tanah Regosol yaitu

(34)

tanah yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan beku dan batuan sedimen. Tanah ini kadang disebut juga tanah pasir. Ciri dari tanah ini antara lain butirannya kasar, berkerikil dan kurang subur sehingga kurang baik untuk pertanian. Jika dilihat dari struktur tanahnya, secara umum Kota Tegal memiliki struktur tanah berupa tanah pasir dan tanah liat (Bappeda 2010).

Adapun kondisi iklim Kota Tegal tergolong kedalam iklim tropis. Setiap tahun hanya ada dua musim, yaitu musim kemarau antara bulan April sampai dengan bulan September dan musim penghujan antara bulan oktober sampai dengan bulan Maret. Jika dilihat dari tipe iklimnya, berdasarkan klasifikasi Smith dan Ferguson wilayah Kota Tegal termasuk kedalam tipe C dimana jumlah bulan basah tidak pernah kurang dari 6 bulan (BPDAS 2009). Pada tahun 2010, rata-rata jumlah curah hujan dalam setahun sebesar 131 mm dengan rata-rata hari hujan per bulan sebanyak 13 hari. Sementara temperatur udara rata-rata per bulannya mencapai 27,90oC dengan kelembaban rata-rata per bulan yaitu 81,5%. Adapun kecepataan udara maksimal rata-rata di Kota Tegal pada tahun 2010 yaitu sebesar 20 knot atau 37,04 km/jam (BPS 2011).

Berdasarkan masterplan drainase Kota Tegal dapat diketahui bahwa Kota Tegal diapit oleh dua sungai besar sebagai drainase utama, yaitu Sungai Ketiwon di sebelah timur dan Sungai Gangsa di sebelah barat. Dua sungai tersebut merupakan batas alam yang memisahkan Kota Tegal dengan wilayah tetangganya. Selain itu, kota ini juga dialiri oleh tiga sungai lainnya yaitu Sungai Kemiri, Sungai Sibilis dan Sungai Gung. Sungai Sibilis dan Sungai Kemiri merupakan drainase kota untuk wilayah Tegal Barat, Tegal Selatan dan Margadana. Sementara Sungai Gung merupakan drainase kota untuk wilayah Tegal Timur. Namun, sayangnya kelima sungai tersebut lebih cenderung menjadi tempat pembuangan limbah oleh masyarakat yang tinggal di sekitar sungai-sungai tersebut (Bappeda 2010).

Sebagai kota pesisir, Kota Tegal memiliki garis pantai sepanjang ± 7,5 km dari Sungai Gangsa sampai Sungai Ketiwon. Kondisi pantainya terdiri dari pasir laut yang padat berwarna coklat dengan tingkat kemiringan yang landai. Pantai tersebut memiliki arti yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat Kota Tegal, baik secara ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis, pantai Kota Tegal merupakan ekosistem yang dapat memberikan jaminan terhadap keberlangsungan daur makanan, terutama sebagai nursery ground bagi berbagai bentuk kehidupan laut, seperti ikan, udang, kepiting dan sebagainya. Secara ekonomi, pantai Kota Tegal berperan dalam menunjang mata pencaharian penduduk, tempat perdagangan, maupun sebagai sumber pendapatan asli daerah.

Sementara kondisi perairan laut Kota Tegal berdasarkan peta batimetri tahun 2004 (Gambar 7), wilayah perairan Kota Tegal memiliki kedalaman laut antara 0-20 meter. Pada bagian pinggir pantai kedalaman berkisar antara 0-5 meter. Secara umum kondisi topografi dasar laut di perairan Kota Tegal memiliki tingkat kemiringan yang relatif landai. Akan tetapi, terdapat tonjolan yang berupa terumbu karang. Terumbu karang tersebut lebih dikenal masyarakat dengan nama Karang Jeruk, karena bentuknya mirip seperti Buah Jeruk.

(35)

dan sekitar 3.600 m2 di bagian dasar. Kedalaman rata-rata karang tersebut berkisar antara 3-7 meter. Kondisi tutupan karang hidup pada Terumbu Karang Jeruk telah mengalami penurunan, yaitu hanya berkisar antara 20% - 49,37%. Kondisi tersebut disebabkan oleh gelombang dan arus yang tinggi pada saat terjadi musim barat serta aktivitas nelayan di sekitar perairan Karang Jeruk (Isdarmawan 2008).

Berdasarkan data pasang surut dari Kantor Administrasi Pelabuhan Kota Tegal, dapat diketahui bahwa sifat pasang surut perairan Kota Tegal termasuk kedalam tipe campuran dominan ganda. Maksudnya yaitu dalam sehari semalam lebih sering terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Akan tetapi, dalam sehari tingkat pasang dan surutnya berbeda. Keadaan pasang surut di wilayah perairan Indonesia ditentukan oleh penjalaran pasang surut dari Samudra Pasifik dan India serta morfologi pantai dan batimetri perairan (Diposaptono 2007).

Kondisi arus suatu perairan dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti angin, pasang surut, gradien tekanan atau pun Gaya Coriolis. Arus permukaan di Laut Jawa lebih dipengaruhi oleh angin, sedangkan arus-arus di kedalaman laut yang lebih dalam lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan pasang surut dan sifat-sifat fisik lainnya seperti perbedaan temperatur, salintas dan tekanan (Diposaptono 2007). Pada musim barat (musim penghujan) di bulan Desember – Maret, bertiup angin dari barat ke timur di atas permukaan Laut Jawa sehingga arus permukaan Laut Jawa secara umum bergerak ke arah timur dengan kecepatan rata-rata 0,705 km/jam. Adapun pada musim timur (musim kemarau) di bulan Juni – September, bertiup angin dari timur ke barat di atas permukaan Laut Jawa sehingga arus permukaan Laut Jawa secara umum bergerak ke arah barat dengan kecepatan rata-rata 0,561 km/jam. Sementara pada musim peralihan dari barat ke timur,

Gambar 7. Peta Batimetri Perairan Kota Tegal

(36)

kecepatan arus rata-rata 0,366 km/jam, dan saat musim peralihan timur ke barat kecepatan arus rata-rata mencapai 0,322 (BPDAS 2009).

Selain mempengaruhi gerakan arus permukaan laut, angin juga mempengaruhi besarnya gelombang laut. Adapun gelombang laut yang timbul di perairan laut Kota Tegal relatif tenang dengan ketinggian kurang dari satu meter. Pada musim peralihan di bulan Maret – Mei dan bulan September – November, gelombang laut yang terjadi dari arah utara relatif lemah. Sementara pada musim timur di bulan Juni – Agustus, gelombang laut di perairan Kota Tegal cukup besar dengan ketinggian mencapai 1,5 meter. Namun, kondisi gelombang ini relatif kecil dibanding angin barat yang mempunyai potensi gelombang lebih besar (BPDAS 2009).

Pola Penggunaan Lahan

Pola pemanfaatan lahan di Kota Tegal dapat diklasifikasikan sebagai berikut : kawasan pemerintahan, kawasan permukiman, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan sarana kesehatan, kawasan sarana pendidikan, kawasan sarana peribadatan, kawasan transportasi, kawasan industri, kawasan pertanian dan perikanan, kawasan pelabuhan perikanan (PPP), kawasan konservasi pantai, kawasan rekreasi pantai. Permukiman terpusat pada wilayah Tegal Timur dan bagian Timur dari Tegal Barat, sedangkan areal persawahan terbentang dengan luas sebagian besar pada wilayah Margadana. Sementara pertambakan dapat ditemukan pada daerah pesisir disebelah Utara kota dan pada bagian Barat dari Tegal Barat, berbatasan dengan Kabupaten Brebes (KLH 2011).

Adapun berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Pertanian (DKP) Kota Tegal tahun 2010, pola penggunaan lahan di Kota Tegal terbagi atas lahan sawah dan lahan bukan sawah (BPS 2011). Tabel 3 menyajikan secara rinci penjabaran dari kedua pola penggunaan lahan tersebut.

Tabel 3. Penggunaan Lahan di Kota Tegal Tahun 2010a

Penggunaan Lahan Luas Lahan (ha) Persentase (%)

Lahan Sawah

a. Pengairan Teknis 891,55 22,47

b. Pengairan Semi Teknis - -

c. Pengairan Sederhana - -

Lahan Bukan Sawah

a. Bangunan/Pekarangan 1.721,97 43,40

b. Tegal/Kebun 42,57 1,07

c. Tambak 441,34 11,12

d. Lain-Lain 870,57 21,94

Total 3.968,00 100,00

(37)

Kondisi Sosial Demografi

Menurut BPS Kota Tegal (2011), jumlah penduduk Kota Tegal berdasarkan hasil registrasi penduduk pada tahun 2010 tercatat berjumlah 240.540 jiwa yang terdiri dari 119.367 jiwa penduduk laki-laki (49,62%) dan 121.173 jiwa penduduk perempuan (50,38%). Angka pertumbuhan penduduk Kota Tegal untuk tahun 2010 mengalami penurunan cukup drastis, yaitu mencapai -5,03% bila dibandingkan dengan angka pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya. Perkembangan penduduk Kota Tegal pada tahun 2006-2010 disajikan dalam grafik berikut ini:

Kepadatan penduduk rata-rata di Kota Tegal pada tahun 2010 sebesar 6.062 jiwa/Km². Kepadatan penduduk tertinggi berada di Kelurahan Debong Kidul sebesar 14.357 jiwa/Km², sedangkan kepadatan terendah di Kelurahan Muarareja sebesar 692 jiwa/Km². Jumlah rumahtangga di Kota Tegal pada tahun 2010 mencapai 63.948 dengan rata-rata jumlah anggota per rumahtangga sebanyak 3,76 orang (BPS 2011).

Adapun jumlah penduduk usia kerja di Kota Tegal pada tahun 2010 tercatat sebanyak 156.390 jiwa yang terdiri dari 78.210 jiwa laki-laki dan 78.180 jiwa perempuan. Namun, berdasarkan data yang ada jumlah penduduk yang bekerja pada masing-masing lapangan kerja yang ada sebanyak 125.412 jiwa (80,19%). Sementara total pencari kerja mencapai 4.893 jiwa (BPS 2011).

Berdasarkan data dari BPS Kota Tegal tahun 2010, mata pencaharian penduduk Kota Tegal yaitu petani sendiri, buruh tani, nelayan, pengusaha, buruh industri, buruh bangunan, pedagang, pengangkutan, PNS/ABRI, pensiunan dan lain-lain. Jumlah penduduk untuk setiap jenis mata pencaharian disajikan dalam Tabel 3 di bawah ini. Selain memberikan gambaran ekonomi masyarakat Kota Tegal, informasi yang terkandung dalam Tabel 4 juga dapat menggambarkan pola hidup masyarakat Kota Tegal pada umumnya.

114000 116000 118000 120000 122000 124000 126000 128000

2006 2007 2008 2009 2010

Juml

ah

P

enduduk (

Jiwa

)

Tahun Laki-Laki Wanita

(38)

Tabel 4. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kota Tegal Tahun 2010a

Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase (%)

Petani Sendiri 2.779 2,21

Buruh Tani 5.841 4,66

Nelayan 11.784 9,40

Pengusaha 2.294 1,83

Buruh Industri 21.634 17,25

Buruh Bangunan 20.791 16,58

Pedagang 23.675 18,88

Angkutan 6.217 4,96

PNS/ABRI 8.253 6,58

Pensiunan 5.423 4,32

Lainnya 16.721 13,33

Total 125.412 100

aSumber: BPS Kota Tegal (2011)

Pariwisata

Adanya pariwisata membuat Kota Tegal memiliki nilai lebih dibandingkan daerah sekitarnya. Selain menambah pendapatan daerah, pariwisata juga dapat mendukung berkembangnya potensi alam maupun buatan yang dimiliki Kota Tegal. Obyek wisata yang ada di Kota Tegal meliputi Pantai Alam Indah (PAI) Kota Tegal di Kelurahan Mintaragen yang tergolong wisata alam dan Bahari Water Park di Kelurahan Pesurungan Lor yang tergolong wisata buatan. Wisatawan yang berkunjung ke kedua objek wisata tersebut kebanyakan adalah wisatawan domestik. Pada tahun 2011, wisatawan domestik tercatat sejumlah 282.554 orang. Wisatawan umumnya ramai berkunjung pada hari libur dan akhir pekan (Bappeda 2011).

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data dan Analisis Kondisi Tapak

1) Batas Tapak

Kawasan obyek wisata Pantai Alam Indah (PAI) terletak di Kelurahan Mintaragen, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal. Kawasan objek wisata ini berjarak sekitar 3 km dari pusat kota. Secara administratif, kawasan wisata PAI memiliki batas-batas sebagai berikut (Gambar 9):

 sebelah utara : Laut Jawa,

 sebelah timur : Jalan Halmahera dan Sungai Gung,  sebelah selatan : Jalan Jawa dan pemukiman,  sebelah barat : Jalan Jawa dan pelabuhan.

Jika dilihat dari kondisi fisik di lapangan, antara kawasan wisata ini dan daerah sekitarnya dibatasi oleh tembok yang terbuat dari beton dan susunan batu bata dengan tinggi sekitar 2,5 meter.

Batas suatu kawasan wisata umumnya dibuat dalam bentuk pagar oleh pihak pengelolanya. Namun, beberapa tempat wisata ada juga yang menggunakan batas alam sebagai batasan wilayahnya. Selain memberikan kejelasan antara kawasan wisata dengan tata guna lahan yang ada di sekitarnya, batas tapak juga dibuat untuk memberikan keamanan bagi para pengunjung di dalam area wisata. Pagar yang dibuat sebaiknya tidak tertutup rapat dan masih memungkinkan pandangan orang di luar area wisata tetap dapat menikmati keindahan laut. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan kesatuan ruang antara area wisata dengan lingkugan sekitarnya.

Kawasan objek wisata PAI Kota Tegal pada awalnya hanya memiliki luas lahan sekitar 4 Ha. Kemudian seiring dengan adanya pembangunan sarana pendukung kegiatan wisata, luasnya ditambah hingga menjadi 7 Ha. Kini, kawasan objek wisata ini telah memiliki luas lahan sekitar 21 Ha. Hal tersebut disesuaikan dengan rencana pengembangan kawasan objek wisata PAI yang telah dibuat oleh Dinas Pariwisata Kota Tegal. Adapun rincian kepemilikan lahan seluas 21 Ha tersebut, yaitu 75% merupakan tanah milik PT PELINDO III dan 25% merupakan tanah milik Pemerintah Daerah Kota Tegal.

(40)

Ga

mbar

9

.

P

eta

B

at

as

L

o

ka

si S

(41)

2) Topografi dan Kemiringan Lahan

Kawasan objek wisata PAI merupakan bagian dari daerah pantai Kota Tegal di bagian utara, sehingga memiliki kondisi topografi yang relatif datar. Jika dilihat pada peta topografi Kota Tegal, objek wisata ini berada di atas area dengan ketinggian sekitar 0 – 0,5 meter di atas permukaan laut (Gambar 10). Kondisi tapak yang demikian sebenarnya membawa keuntungan tersendiri, karena dapat digunakan untuk berbagai aktivitas dan kegiatan rekreatif manusia serta mudah untuk peletakkan berbagai sarana penunjang kegiatan wisata.

Namun, di sisi lain kondisi tapak yang demikian juga mudah terkena luapan air laut (rob), terutama ketika air laut mengalami pasang cukup tinggi. Hal ini disebabkan posisinya yang tepat berhadapan langsung dengan laut sehingga dampak rob begitu nyata. Oleh karena itu, diperlukan penanganan khusus untuk mencegah bencana rob tersebut. Misalnya, dengan membangun tanggul penghalang dari beton untuk mencegah luapan air laut atau dengan menanam barisan tanaman pada jarak tertentu dari bibir pantai untuk membentuk tanggul secara alami.

Dari hasil survey di lapangan, landform khas pantai yang dapat ditemukan di kawasan objek wisata PAI antara lain dataran pasang surut (tidal flat), gisik (beach) dan beting gisik (beach ridge) (Gambar 11). Dataran pasang surut yang ada di objek wisata ini normalnya berjarak ± 50 meter dari garis pantai terendah. Akan tetapi, ketika terjadi pasang air laut yang cukup tinggi, daratan kawasan objek wisata ini dapat terkena dampak luapan air laut. Adapun area gisik berada pada area yang hampir sama dengan area dataran pasang surut dan di belakangnya merupakan area beting gisik. Gundukan pasir yang membentang sepanjang pantai di belakang gisik sudah tidak tampak lagi, karena telah dibuat datar oleh pihak pengelola untuk dijadikan tempat aktivitas para pengunjung. Pada beberapa bagian juga telah dimanfaatkan para pedagang untuk membangun saung-saung yang dijadikan tempat istirahat para wisatawan sambil menikmati makanan. 3) Geologi dan Tanah

Ditinjau dari aspek geologi, kawasan objek wisata PAI Kota Tegal termasuk kedalam Zona Dataran Pantai Utara, dimana zona ini tersusun atas satuan endapan Alluvial dan Alluvial pantai. Akan tetapi, pada tapak lebih didominasi oleh endapan Alluvial pantai yang berupa endapan pasir di dataran pantai yang bersifat lepas. Hal ini disebabkan posisinya yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa.

Adapun jenis tanah di kawasan objek wisata PAI tergolong kedalam jenis tanah Alluvial. Tanah ini sering dijumpai di daerah pinggiran sungai besar atau pantai. Tanah ini berwarna kelabu dan tergolong sangat subur sehingga baik untuk pertanian. Secara umum, sifat tanah ini mudah digarap, dapat menyerap air dan permeabilitasnya cukup baik. Bila didrainasekan dengan baik, tanah ini akan sangat produktif. Berdasarkan klasifikasi tanah menurut Thorp dan Smith (1941) dalam Soepardi (2002), tanah Alluvial tergolong kedalam jenis tanah azonal, yaitu tanah yang tidak mempunyai diferensiasi horizon. Lapisan pada profil tanah sebagai hasil pembentukan bersifat tidak nyata. Umumnya tanah ini terbentuk dari bahan alluvial.

(42)

Ga

mbar

10. P

eta T

opo

gr

afi

L

oka

si S

(43)

Ga

mbar

11. P

eta

L

andfor

m

L

oka

si S

(44)

daerah pantai. Di sisi lain, vegetasi yang tumbuh di sepanjang pantai mempunyai kemampuan mengurangi intrusi air laut sehingga konsentrasi tanah di belakang daerah pantai dapat terlindung dengan baik. Gambar 12 menunjukkan hasil analisis tanah berdasarkan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi.

4) Iklim Mikro dan Kenyamanan

Iklim mikro adalah keadaan atmosfer ruang luar (outdoor space) pada luasan area tertentu yang terdiri dari unsur radiasi matahari, angin, suhu udara, kelembaban udara dan curah hujan (Ariani 2000). Unsur – unsur iklim tersebut berhubungan erat dengan tingkat kenyamanan dan aktivitas manusia. Oleh karena itu, keadaan iklim mikro suatu tapak perlu diperhitungkan ketika akan direncanakan untuk tujuan tertentu. Gambar 13 menunjukkan fluktuasi suhu udara, kelembaban udara, curah hujan serta kecepatan dan arah angin pada tapak dan daerah sekitarnya pada periode tahun 2010.

Berdasarkan data dari BMKG Kota Tegal tahun 2010, suhu maksimum pada tapak dan daerah sekitarnya berkisar antara 30,3 oC – 32,2 oC dan suhu minimum berkisar antara 24,6 oC – 25,9 oC (Gambar 13a). Sementara kelembaban udara berkisar antara 79% - 85%, dimana kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari dan Desember (Gambar 13b). Adapun curah hujan teringgi terjadi pada bulan April dengan jumlah curah hujan sebanyak 308,2 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli dengan jumlah curah hujan sebanyak 91,9 mm (Gambar 13c).

Tingkat kenyamanan di suatu area dapat dilihat secara kuantitatif melalui besarnya nilai THI (Temperature Humidity Index). Menurut Fandeli (2009) dalam Azmi (2010), di Indonesia suatu area dikatakan nyaman apabila memiliki nilai THI antara 21 - 27. Tabel 5 berikut ini menunjukkan hasil penilaian tingkat kenyamanan pada tapak berdasarkan rumus THI, yang diperoleh dengan memasukkan nilai suhu (T) minimum dan maksimum serta kelembaban udara (RH).

Tabel 5. Hasil Penilaian Tingkat Kenyamanan Pada Tapak

Suhu (oC) RH (%) THI Keterangan

24.6 85.0 23.86 > 21

25.2 81.5 24.27 > 21

25.7 79.0 24.62 > 21

30.3 85.0 29.39 > 27

31.5 81.5 30.33 > 27

32.2 79.0 30.85 > 27

(45)

Ga

mbar

12. P

eta

Ana

li

sis

Ta

na

(46)
(47)

Berdasarkan pengamatan di lapangan, para pengunjung ramai beraktivitas di pinggir pantai ketika pagi dan sore hari. Pada saat menjelang siang hari sekitar pukul 10.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB, tingkat radiasi matahari dan suhu udara dirasakan cukup tinggi sehingga para pengunjung mencari tempat-tempat yang teduh seperti di bawah pohon dan saung-saung. Elemen peneduh berupa pohon berkanopi dirasakan efektif dalam memodifikasi iklim mikro pada lahan terbuka, seperti pantai. Selain memberi naungan dan mereduksi efek radiasi matahari, pohon juga mampu menurunkan suhu yang ada di sekitarnya sampai beberapa derajat serta mengurangi penetrasi air hujan dan mengontrol kecepatan angin. Gambar 14 menunjukkan penyebaran tingkat radiasi pada tapak.

Kecepatan angin maksimal rata-rata yang melintasi kawasan objek wisata PAI dan daerah sekitarnya yaitu sebesar 20 knot (37,04 km/jam). Kecepatan angin tertinggi terjadi pada bulan Februari dengan kecepatan maksimal 43 knot (79.64 km/jam) menuju arah tenggara. Sementara kecepatan angin terendah terjadi pada bulan Juli dengan kecepatan maksimal 12 knot (22,22 km/jam) menuju arah timur laut. Meskipun kecepatan angin tertinggi terjadi pada bulan Februari, hal ini tidak sampai menimbulkan masalah pada tapak dan daerah sekitarnya, karena arah angin menuju tenggara. Justru yang harus diwaspadai yaitu pada bulan April, dimana kecepatan angin berada pada kecepatan maksimal rata-rata (20 knot) dengan arah menuju barat daya. Inilah salah satu penyebab sebagian wilayah Kelurahan Mintaragen, khususnya yang dekat dengan laut (termasuk tapak) sering terkena bencana rob setiap tahunnya. Oleh karena itu, diperlukan penambahan sabuk hijau pantai untuk mengurangi resiko terjadinya bencana tersebut.

5) Hidrologi

Sungai Gung merupakan salah satu drainase kota yang melintasi Kelurahan Mintaragen dan juga menjadi batas alam bagi kawasan objek wisata PAI. Panjang Sungai Gung sekitar 7,5 km dengan debit air sekitar 0,875-116 m3/detik. Sungai Gung banyak mendapatkan limbah dari buangan kota, limbah domestik (rumah tangga) dan buangan dari industri kecil (logam, tahu dan krupuk). Menurut pihak KLH Kota Tegal, kualitas air Sungai Gung digolongkan ke dalam Mutu Air Kelas II, dimana air hanya dapat digunakan untuk sarana rekreasi air, budidaya ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Hal ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah RI No.82 Tahun 2001. Dari hasil pengamatan pihak KLH tahun 2011, beberapa parameter sudah berada di atas baku mutu air kelas II, seperti BOD, COD, DO, total fosfat, belerang sebagai H2S, MBAS, Fecal Coliform dan total coliform. Oleh karena itu, keberadaan mangrove di muara sungai dan sabuk hijau sungai perlu dijaga supaya polutan-polutan tersebut dapat diendapkan sebelum sampai ke Laut Jawa. Dengan begitu dampak pencemaran laut dapat dikurangi.

(48)

Ga

mbar

14. P

eta

Ana

li

sis

I

kli

(49)

amblesan tanah. Semua itu dapat dicegah dengan cara memaksimalkan penyerapan air hujan ke dalam tanah, sehingga ketersediaan air tanah akan selalu tercukupi. Cara ini dapat ditempuh melalui pembuatan lubang – lubang resapan biopori, sumur – sumur resapan serta memperbanyak tegakan pohon dan mempertahankan pohon – pohon yang telah dewasa.

Relief tapak yang relatif datar menyebabkan aliran air di permukaan tanah (run off) berjalan kurang baik. Setiap musim hujan datang sering kali terjadi genangan air di beberapa titik pada tapak, seperti Gambar 15. Kondisi ini tentunya sangat mengganggu para pengunjung yang datang. Adapun Gambar 16 yaitu hasil analisis spasial aspek hidrologi lokasi studi berdasarkan parameter run off.

Gambar 15. Genangan – genangan air di tapak pada musim hujan

Kondisi sistem aliran drainase yang kurang baik semakin memperburuk keadaan tersebut. Limbah yang dihasilkan para pedagang dan sampah – sampah penduduk yang terbawa aliran air hujan menyebabkan penyumbatan pada saluran drainase. Kondisi ini menyebabkan pendangkalan dan juga menimbulkan bau tidak sedap akibat sampah organik yang terurai. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembangunan kembali jalan utama dalam tapak dengan menggunakan material yang masih memungkinkan air hujan dapat meresap ke dalam tanah. Selain itu, perlu didukung juga dengan pengendalian sampah dan limbah yang dihasilkan para pedagang serta pembuatan sistem saluran drainase yang dikombinasikan dengan lubang resapan biopori.

6) Hidro-oceanografi

Secara keseluruhan, kecepatan arus permukaan air laut di PAI dan sekitarnya ± 0,1 m/detik. Menurut Diposaptono (2007), kondisi arus permukaan air laut di Laut Jawa lebih dipengaruhi oleh angin. Oleh karena itu, ketika bulan April, dimana angin bergerak menuju arah barat daya dengan kecepatan 20 knot, terjadi musim timur laut. Kondisi ini mengakibatkan arus Laut Jawa secara umum mengalir dari timur laut menuju barat daya. Karena angin bergerak dengan kecepatan maksimum rata-rata, maka kecepatan arus permukaan air laut juga lebih besar dari biasanya dan membawa gelombang laut yang cukup besar. Hal inilah yang harus diwaspadai oleh pihak pengelola atau pun para pengunjung.

(50)

Gamb

ar

16. P

eta

Ana

li

sis

Hidr

olog

(51)

mencapai ketinggian ≥ 1 meter, dapat berpotensi menimbulkan rob pada kawasan-kawasan yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Inilah salah satu penyebab sebagian wilayah Kelurahan Mintaragen, khususnya yang dekat dengan laut (termasuk tapak) sering terkena bencana rob setiap tahunnya.

Beberapa alternatif penyelesaian yang dapat diambil untuk menanggulangi masalah – masalah tersebut di antaranya, melakukan penambahan sabuk hijau pantai, membuat pemecah gelombang dan membuat kanal untuk menampung luapan air laut. Selain itu, pihak pengelola objek wisata PAI harus menghimbau para pengunjungnya untuk selalu waspada ketika melakukan aktivitas di tepi pantai, khususnya saat bulan April. Pihak pengelola juga harus terus meningkatkan pengamanan dan pengawasan di kawasan objek wisata PAI untuk menanggulangi terjadinya masalah – masalah yang tidak diharapkan.

7) Vegetasi dan Satwa

Secara umum, vegetasi yang dijumpai di kawasan objek wisata PAI tersusun atas vegetasi dari formasi pescaprae, formasi barringtonia dan formasi mangrove. Adapun vegetasi dari formasi pescaprae di kawasan PAI yaitu tumbuhan yang mendominasi bagian gisik pantai. Formasi vegetasi ini didominasi oleh vegatasi pionir, seperti kangkung laut (Ipomoea pescaprae) yang di belakangnya diikuti rerumputan, seperti Cyperus, Fimbristylis dan Ischaemum. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan tepi pantai yang terdapat formasi ini memiliki deposit pasir lebih banyak dari pada tepi pantai yang terbuka dan resiko terkena abrasi air laut juga lebih kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Dahuri (2003) yang menyebutkan bahwa akar dari tanaman formasi pescaprae memiliki kemampuan dalam menstabilkan deposit pasir dan mengurangi intrusi air laut karena kemampuannya menyerap garam. Daunnya mampu menjerat dan mengendapkan pasir yang terbawa oleh angin.

Sementara vegetasi dari formasi barringtonia di kawasan objek wisata PAI yaitu komunitas rerumputan, semak belukar serta pepohonan yang tumbuh dan berkembang di bagian beting gisik pantai. Formasi vegetasi ini didominasi oleh jenis pepohonan, seperti Cemara laut (Casuarina equisetifolia) dan Waru laut (Thespesia populnea). Selain itu, di lapangan juga ditemukan beberapa jenis pohon lainnya, seperti Akasia (Acacia mangium), Glodogan (Polyathia longifolia), Ketapang (Terminalia catappa) dan Palem putri (Veitchia merillii). Pepohonan tersebut merupakan tumbuhan yang telah menyesuaikan diri terhadap habitat pantai. Secara ekologis, formasi barringtonia dapat berperan sebagai stabilisator beting pasir, mengurangi intrusi air laut dengan tingkat toleransi yang sedikit lebih rendah dari formasi pescaprae, pengendali iklim mikro dan habitat satwa, terutama burung. Adapun fungsi estetika yang tidak kalah pentingnya yaitu memberi nilai keindahan visual yang khas pada pantai.

(52)

sedimentasi yang akhirnya menimbulkan tanah timbul sehingga daratan bertambah luas dan mengendalikan intrusi air laut. Selain itu, hutan mangrove juga dapat dijadikan sebagai tempat rekreasi berbasis pada pendidikan.

Mengingat pentingnya nilai ekologi dan estetika yang dimiliki oleh formasi

– formasi vegetasi yang ada di sepanjang pantai PAI, maka lebih tepat bila area tersebut dikonservasi. Apabila ingin dilakukan pengembangan untuk kepentingan wisata, sebaiknya hanya bersifat non-intensif. Pengembangan pada area yang relatif labil (zona formasi pantai) harus dibatasi, sedangkan pada area yang stabil (zona budidaya) dapat dilakukan pengembangan secara leluasa dengan tetap memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan. Dengan begitu, kualitas ekologi dan estetika kawasan objek wisata PAI dapat tetap terjaga dan memungkinkan untuk terus ditingkatkan menjadi lebih baik.

Sementara jenis satwa yang ditemukan di kawasan PAI saat pengamatan diantaranya, yaitu Burung Gereja (Passer montanus), Burung Tekukur (Streptopelia sp.), Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan Burung Trinil Pantai (Actitis hypoleucos). Pada saat pengamatan juga dijumpai beberapa biota laut seperti Kepiting, Ubur – ubur, Kerang dan ikan. Ubur – ubur muncul ke permukaan air sekitar pukul 09.00 – 10.00 WIB, namun kondisi sekarang ini jumlahnya sudah sedikit. Padahal sebelumnya berjumlah cukup banyak, menurut salah satu pengunjung. Jika komunitas Ubur – ubur ini dapat dipulihkan kembali seperti kondisi semula, tentu dapat menjadi salah satu potensi atraksi wisata yang cukup menarik untuk dikembangkan.

Gambar 17. (a) Burung Tekukur (Streptopelia sp.) dan (b) Burung Trinil Pantai (Actitis hypoleucos)

Jika ingin menghadirkan komunitas burung dalam suatu lanskap pantai, tentunya perlu diciptakan ruang hidup yang senantiasa mampu menopang rantai hidupnya. Habitat yang telah ada di kawasan Objek Wisata PAI saat ini adalah komunitas vegetasi mangrove, namun jumlahnya masih sangat terbatas. Oleh karena itu, jumlah mangrove di kawasan PAI harus terus ditingkatkan untuk meningkatkan jumlah keanekaragaman jenis burung yang ada, mengingat jenis burung yang berasosiasi dengan mangrove cukup banyak dan unik. Gambar 18 merupakan hasil analisis spasial untuk persebaran vegetasi dan satwa di kawasan objek wisata PAI.

(53)

Ga

mbar

18. P

eta

Ana

li

sis

Ve

g

etasi da

n S

atw

Gambar

Tabel 2. Asumsi peringkat dan bobot kualitas sumberdaya PAIa
Gambar 5. Peta Administrasi Kota Tegal
Gambar 6. Peta Topografi Kota Tegal
Gambar 7.  Peta Batimetri Perairan Kota Tegal
+7

Referensi

Dokumen terkait

mobile android yang mengimplementasikan semua kebutuhan di atas, mulai dari penyediaan informasi tutor atau guru les yang ada, pencarian tutor atau guru les sesuai

a. Menjaga dan meningkatkan tingkat kepercayaan dari masyarakat terhadap koperasi jasa keuangan. Mengetahui kinerja koperasi jasa keuangan. Melindungi harta kekayaan koperasi

pelajaran seni budaya/keterampilan/mulok, 1 pengawas mata pelajaran penjas/olahraga, 1 pengawas BK, 2 pengawas rumpun kejuruan teknik dan industri, dan 2 pengawas

[r]

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan. © Asaretkha Adjane 2012 Universitas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan juvenil kima Tridacna squamosa pada kondisi terumbu karang yang berbeda di perairan Bolok dan Kuanheum Nusa

Permasalahan mutu dan keamanan pangan produk hasil perikanan terjadi pada berbagai jenis produk, tahapan kegiatan maupun wilayah dengan berbagai jenis bahan berbahaya dan

Encik Mustaza Ahmad Pengarah Pusat Sukan Encik Mohd Fisol Hj.Saud. Timbalan Pengarah Pusat Sukan