PEMBUATAN DAN PENGUJIAN EFEKTIVITAS ALAT
PENAHAN STEMFLOW PADA POHON PINUS (Pinus merkusii)
SADAPAN
DEVY NUR ALFISYAHRIN
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
PEMBUATAN DAN PENGUJIAM EFEKTIVITAS ALAT
PENAHAN STEMFLOW PADA POHON PINUS (Pinus merkusii)
SADAPAN
DEVY NUR ALFISYAHRIN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
ABSTRAK
DEVY NUR ALFISYAHRIN. E 14080066. Pembuatan dan Pengujian Efektivitas Alat Penahan Stemflow Pada Pohon Pinus (Pinus merkusii) Sadapan. Dibimbing oleh JUANG R. MATANGARAN.
Penelitian ini bertujuan untuk mendesain dan membuat alat penahan
stemflow yang mampu mengurangi masuknya air hujan kedalam wadah penampungan getah dan menguji alat penahan stemflow pada pohon Pinus merkusii sadapan. Penelitian dilakukan dengan pembuatan alat penahan stemflow
yang terbuat dari botol plastik air mineral 1,5 liter, ban sepeda bagian luar dengan diameter 60 cm dan selang tipis dengan ukuran diameter 1,5 inchi. Alat penahan
stemflow dipasangkan pada pohon Pinus merkusii sebanyak tiga jenis alat pada tiga pohon, masing-masing berdiameter 20 cm, 40 cm dan 60 cm. Pengukuran dilakukan setiap hari hujan selama 20 kali hari hujan. Volume air hujan tertampung pada wadah penampungan getah, yang menampung volume air terkecil merupakan alat penahan stemflow yang efektif. Analisis data menunjukkan bahwa alat penahan stemflow yang berpengaruh terhadap volume air tertampung pada wadah penampungan getah adalah alat penahan stemflow
yang terbuat dari botol plastik air mineral 1,5 liter. Alat ini memiliki volume air tertampung paling rendah pada diameter pohon 20 cm sebesar 18,00 ml, pohon diameter 40 cm sebesar 46,25 ml dan pada pohon dengan diameter 60 cm memiliki volume air tertampung sebesar 24,33 ml. Alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter berdasarkan pertimbangan biaya pembuatan memililki biaya pembuatan paling rendah yaitu sebesar Rp.868/unit.
Kata kunci : Alat penahan stemflow, volume air tertampung dan Pinus merkusii
ABSTRACT
DEVY NUR ALFISYAHRIN. E14080066. Design and Examine the Effectiveness of Brace Stemflow The Pine Tree (Pinus merkusii) Tapping. Supervised by JUANG R. MATANGARAN.
The objective of the research is to design and develop a tool to brace the stemflow
in order to reduce the water from the rain fall in to the resin container. Research was conducted by making stemflow brace made from a plastic bottle of mineral water 1.5 liter, bicycle tire outer diameter of 60 cm and a rubber tube with a diameter of 1.5 inches.
Stemflow brace attached to the tree pinus, three types of tools on three trees, each measuring of tree diameter 20 cm, 40 cm and 60 cm. Measurements were taken every day for a 20 days rain. The result showed that the stemflowbrace that effective to reduce volume of water and resin stored inside the storage container brace stemflow was made from a plastic bottle of mineral water 1.5 liter. This tool has the lowest volume of water deposited on a tree 20 cm diameter by 18.00 ml, 40 cm diameter tree at 46.25 ml and the tree with a diameter of 60 cm has a volume of 24.33 ml of water reservoir. Stemflowbrace from a plastic bottle of mineral water 1.5 liter have adequate consideration of the cost of making with lowest cost at Rp 868/unit.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya ilmiah berjudul Pembuatan dan
Pengujian Efektivitas Alat Penahan Stemflow Pada Pohon Pinus (Pinus merkusii) Sadapan adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen
pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Semua sumber data informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2013
Devy Nur Alfisyahrin
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pembuatan dan Pengujian Efektivitas Alat Penahan
Stemflow Pada Pohon Pinus (Pinus merkusii) Sadapan.
Nama : Devy Nur Alfisyahrin
NIM : E14080066
Departemen : Manajemen Hutan
Menyetujui:
Dosen Pembimbing,
Dr Ir Juang R. Matangaran, MS
NIP. 19631221 198803 1 001
Mengetahui:
Ketua Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan IPB,
Dr Ir Didik Suharjito, MS
NIP. 19630401 199403 1 001
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai tugas
akhir yang berjudul “Pembuatan Dan Pengujian Efektivitas Alat Penahan Stemflow Pada Pohon Pinus (Pinus merkusii) Sadapan” dengan sebaik-baiknya. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan kelulusan
program mayor Strata Satu di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa bantuan
berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada:
1. Orang tua tercinta ibunda Umiyati dan ayahanda Nurkam Muzani, yang
senantiasa memberikan inspirasi, bimbingan, dorongan moral dan material
serta doa yang tiada henti terucap, kakak-kakakku tersayang Tati Nur Hayati,
Nur Laelati Qodri, Nana Nur Jannah dan Ruri Nuri Sholati, atas rasa kasih
sayang serta doanya, dan segenap keluarga yang selalu mendukung dalam
penyusunan tugas akhir.
2. Dr Ir Juang R. Matangaran, MS yang tidak pernah lelah membimbing penulis,
memberikan kritik dan saran serta nasihat kepada penulis dalam
menyelesaikan karya ilmiah ini.
3. Dra Sri Rahaju, MSi selaku dosen moderator pada seminar hasil penelitian, Dr
Ir Prijanto Pamungkas, MSc F. Trop selaku dosen penguji dan Dr Ir Gunawan
Santosa, MS selaku ketua sidang.
4. Sahabat-sahabat terbaikku, Astrida RM Sigiro, Sidik Maulana, Linda Lestari,
Mike Dwi Hisma, Eharapenta Tarigan, Hesti Septianingrum, Afif Safariyah,
Dwi Endah dan M. Zainur Rizal atas bantuan dan dukungannya dalam
penelitian maupun bantuannya dalam penyusunan tugas akhir.
5. Semua pihak HPGW yang membantu dalam melaksanakan penelitian.
6. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Desember 1990 di Indramayu,
Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Penulis adalah anak keenam dari
enam bersaudara, pasangan bapak Nurkam Muzani dan ibu Umiyati. Penulis
memulai pendidikan Sekolah Dasar Negeri Paoman IV pada tahun 1996 dan lulus
tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 2
Sindang-Indramayu pada tahun 2002 sampai tahun 2005. Kemudian penulis
melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Sindang-Indramayu pada tahun 2005
sampai tahun 2008, selanjutnya pada tahun yang sama penulis diterima sebagai
Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selain aktif diperkuliahan, penulis juga aktif disejumlah organisasi
kemahasiswaan, yakni sebagai anggota komisi informasi dan komunikasi BEM
2009-2010, panitia Bina Corps Rimbawan tahun 2010, panitia Temu Manager
tahun 2010 dan sebagai asisten praktikum pemanenan hutan. Penulis juga
memperoleh dana DIKTI untuk kegiatan PKM (Pekan Kreativitas Mahasiswa)
dengan judul PKM “Pembuatan Brownis dari Talas Sebagai Bahan Diversivikasi Pangan”. Penerima beasiswa IPB Speak ‘s Out pada tahun 2011-2013.
Selama pendidikan, penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan (PPEH) di Sawal-Pangandaran, Jawa Barat, Praktek Pengelolaan
Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat serta
Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Suka Jaya Makmur Ketapang-Melawi,
Kalimantan Barat selama periode Juni-Agustus 2012 sebagai salah satu syarat
untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor, penulis
menyelesaikan skripsi dengan judul “Pembuatan dan Pengujian Efektivitas Alat
Penahan Stemflow pada Pohon Pinus (Pinus merkusii)” di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat dibimbing oleh Dr Ir Juang R.
DAFTAR ISI
Model Arsitektur Pohon Pinus (Pinus merkusii) 5
Syarat Tumbuh dan Ciri-Ciri Pohon Pinus (Pinus merkusii) 5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus 9
Penyadapan Getah Pinus 11
Getah Pinus 14
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat 16
Alat dan Bahan 16
Metode Pengumpulan Data 16
Pengolahan Data 20
Penyadapan Ketika Musim Hujan 25
Analisis Biaya Pembuatan Alat Penahan Stemflow 33
KESIMPULAN DAN SARAN
Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 35
DAFTAR TABEL
1 Bagan Rancangan Percobaan 20
2 Struktur Annova 21
3 Volume Air yang Tertampung Pada Keempat Perlakuan 26 4 Analisis Ragam Keempat Perlakuan Pada Pohon Pinus
Berdiameter 20 cm 29
5 Uji Duncan Rata-Rata Volume Air Keempat Perlakuan
Pada Pohon Pinus diameter 20 cm 30
6 Analisis Ragam Keempat Perlakuan Pada Pohon Pinus
Berdiameter 40 cm 30
7 Uji Duncan Rata-Rata Volume Air Keempat Perlakuan
Pada Pohon Pinus diameter 40 cm 30
8 Analisis Ragam Keempat Perlakuan Pada Pohon Pinus
Berdiameter 60 cm 31
9 Uji Duncan Rata-Rata Volume Air Keempat Perlakuan
Pada Pohon Pinus diameter 60 cm 31
10 Pertimbangan Biaya/Unit Penggunaan Alat Penahan
Stemflow Pada Pohon Pinus merkusii berdiameter 20 cm,
40 cm dan 60 cm 33
5 Wadah tambahan untuk menampung air yang penuh dari
wadah penampungan getah 19
1 Volume Air Rata-Rata Tertampung Pada Pohon
Berdiameter 20 cm Setiap Hari Hujan 38
2 Volume Air Rata-Rata Tertampung Pada Pohon
Berdiameter 40 cm Setiap Hari Hujan 39
3 Volume Air Rata-Rata Tertampung Pada Pohon
Berdiameter 60 cm Setiap Hari Hujan 40
PENDAHULUAN
Latar BelakangSaat ini, masyarakat dan berbagai instansi tertentu telah banyak melakukan
kegiatan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu. Hasil hutan bukan kayu merupakan
hasil alam yang diambil dari kawasan hutan dan bukan merupakan kayu serta
mencakup benda-benda nabati atau hewani yang ada di hutan. Hasil alam ini bisa
berasal dari lingkungan alam dan bisa juga berasal dari lingkungan yang
dibudidayakan manusia (Sofyan 1998). Salah satu kegiatan pemanfaatan hasil
hutan bukan kayu yaitu pemanenan getah pinus. Getah pinus yang dimanfaatkan
dapat berasal dari jenis yang berbeda-beda. Beberapa jenis pinus antara lain Pinus
insularis, Pinus cassia, Pinus oocarpa, Pinus caribaea (Martini 1978).
Menurut Mirov (1967), terdapat 100 lebih spesies pinus yang biasa
dimanfaatkan. Di Indonesia, salah satu spesies yang paling banyak dimanfaatkan
adalah Pinus merkusii. Pinus merkusii adalah salah satu jenis pohon penting dan
cukup potensial di Indonesia. Kayu pohon pinus dipakai sebagai bahan baku
industri pulp dan kertas, korek api, dan getahnya dimanfaatkan untuk gondorukem
dan terpentin. Menurut Anggaraeni dan Suharti (1996), Pinus merkusii Jung et De
Vriese adalah salah satu jenis pohon yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
industri kertas, korek api, pulp, alat tulis dan terpentin. Disamping itu jenis pohon
ini sangat cocok untuk reboisasi tanah-tanah yang rusak dan dapat dengan
langsung ditanam di padang alang-alang.
Penyadapan getah pinus dilakukan dengan berbagai metode diantaranya
dengan metode quarre (koakan), metode bor, metode portugis, dan metode riil.
Menurut Rochidajat dan Sukawi (1987), penyadapan getah Pinus merkusii sebagai
hasil sampingan telah lama dilakukan di Indonesia terutama di Jawa dan di
Sumatera. Percobaan penyadapan getah telah dilakukan sejak tahun 1920 di tanah
Gayo Aceh oleh Brandt Buys, Ferdinand dan Japing. Penyadapan getah pinus ini
sebagaimana telah diketahui dengan jalan penyulingan dihasilkan gondorukem
dan terpentin. Gondorukem digunakan antara lain dalam industri batik dan kertas.
2
Banyak kendala-kendala yang muncul dalam melakukan pemanenan getah
pinus, terutama kendala dalam memperoleh hasil sadapan yang tinggi dengan
menggunakan metode quarre. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
sadapan baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal berasal dari
pohon itu sendiri, sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan. Faktor
eksternal yang dimaksud adalah yang mempengaruhi hasil getah yang telah keluar
dari dalam pohon (hasil sadapan di dalam wadah penampung) dengan penyadapan
menggunakan metode quarre. Salah satu yang mempengaruhi banyaknya hasil
sadapan dengan menggunakan metode quarre adalah getah yang telah tertampung
di wadah penampung adalah getah tertampung bersama dengan air hujan. Ketika
terjadi hujan, maka itu akan menjadi salah satu masalah yang sering dihadapi oleh
para penyadap dalam melakukan penyadapan getah. Pada saat hujan, hasil getah
yang tertampung menjadi bercampur dengan air sehingga akan mempengaruhi
banyaknya getah yang dihasilkan. Air hujan yang dimaksud adalah air hujan yang
mengalir pada batang pohon yang biasa disebut dengan “stemflow”. Stemflow
adalah air hujan yang tertahan pada tajuk yang jatuh ke permukaan tanah secara
tidak langsung yang mengalir melalui batang pohon.
Air stemflow yang ikut tertampung akan dipisahkan dengan getah,
sehingga akan ada sedikit banyak getah yang terbawa oleh air ketika dipisahkan.
Getah tersebut akan terbuang dan tidak dapat digunakan lagi. Dengan demikian,
hasil yang diperoleh akan lebih banyak akan berkurang sehingga akan mengurangi
banyaknya hasil sadapan getah yang seharusnya diperoleh.
Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu:
1. Mendesain dan membuat alat penahan stemflow yang mampu mengurangi
masuknya air hujan kedalam wadah penampungan getah.
2. Menguji alat penahan stemflow pada pohon Pinus merkusii sadapan.
Manfaat
1. Memperoleh alat penahan stemflow baru berupa botol plastik air mineral
1,5 liter, ban sepeda dan selang yang efektif.
2. Alat penahan stemflow dapat mengurangi air hujan yang masuk ke dalam
Hipotesis
Alat penahan stemflow dapat menahan aliran air hujan pada batang pohon
pinus sehingga tidak sampai ke dalam wadah penampung getah. Dengan demikian
dapat mempertahankan hasil sadapan getah yang diperoleh di dalam wadah
TINJAUAN PUSTAKA
Aliran BatangCurahan hujan yang jatuh di permukaan bumi pada lahan bervegetasi ada
yang seluruhnya jatuh ke permukaan tanah sehingga menjadi bagian dari air tanah
dan ada yang tidak seluruhnya jatuh ke tanah sehingga tidak berperan dalam
membentuk kelembaban tanah, air, larian atau air tanah (Kaimuddin 1994). Air
hujan yang jatuh menembus tajuk vegetasi dan menyentuh tanah akan menjadi
bagian air tanah (Kaimuddin 1994). Air hujan yang tertahan beberapa saat oleh
vegetasi, untuk kemudian diuapkan kembali (hilang) ke atmosfer atau diserap oleh
vegetasi yang bersangkutan disebut intersepsi air hujan (rainfall interception
loss). Air ini akan kembali ke lagi ke udara sebagai air intersepsi tajuk, serasah
dan tumbuhan bawah.
Air hujan yang jatuh menyentuh tanah dapat terjadi secara langsung
maupun tidak langsung. Perbedaan penutupan vegetasi hutan merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi jatuhnya air hujan seluruhnya menyentuh
permukaan tanah atau tidak. Penutupan vegetasi menyebabkan butir-butir hujan
yang jatuh tidak langsung menyentuh permukaan tanah, akan tetapi ditahan oleh
tajuk pohon yang kemudian dialirkan secara perlahan melalui batang ke
permukaan tanah yang disebut stemflow dan sebagian jatuh secara langsung dari
tajuk berupa tetesan air yang dinamakan throughfall (Soerjono 1987). Aliran
batang (stemflow) adalah bagian dari curah hujan yang terjatuh kemudian tertahan
oleh tajuk vegetasi, lalu mengalir melalui batang dan sampai kepermukaan tanah.
Menurut Aththorick (2000), aliran batang merupakan bagian hujan yang
terintersepsi, berkumpul dan mengalir kepermukaan tanah melalui batang.
Menurut Anwar (2003), aliran batang merupakan bagian presipitasi yang
mencapai tanah dengan mengalir kebawah melalui batang pohon.
Percabangan pada pohon berpengaruh terhadap sisa air jatuhan yang
tertahan pada posisi lebih atas. Semakin banyak percabangan maka air hujan yang
tertahan akan semakin banyak, sehingga aliran batang (stemflow) yang terjadi
akan semakin banyak. Faktor lainnya yaitu kemiringan cabang pada suatu pohon,
hal tersebut berpengaruh terhadap aliran hujan yang akan menuju batang, hingga
Model Arsitektur Pohon Pinus (Pinus merkusii)
Menurut Manokaran dalam Nurhidayah (2009), pengetahuan tentang
model arsitektur pohon sangat penting untuk mengetahui peranannya dalam
mengintersepsi curah hujan. Curah hujan yang akan ditahan oleh tajuk vegetasi,
sebagian di uapkan ke atmosfer dan sebagian lagi jatuh ke lantai hutan sebagai
curahan tajuk (throughfal). Pinus (Pinus merkusii) merupakan salah satu contoh
model Rauh dari golongan Conifera. Arsitektur pohon model Rauf dibentuk oleh
sebuah batang monopodial dan orthotropik dengan pertumbuhan ritmik dan
membentuk percabangan yang orthotropik. Cabang-cabang ini secara genetik
identik dengan batang.
Gambar 1 Arsitektur pohon model Rauh
Berdasarkan hasil penelitian, pengukuran aliran batang Nurhidayah
(2009), menunjukkan bahwa aliran batang pada model pohon Rauf lebih besar
dari pada aliran batang pada pohon jenis pohon kakao (Theobroma cacao L)
dengan model Nozeran.
Syarat Tumbuh dan Ciri-Ciri Pohon Pinus merkusii
Pada mulanya penanaman pinus di lahan hutan khususnya jenis Pinus
merkusii Jungh et de Vriese, bertujuan untuk mempercepat reboisasi dan
rehabilitasi lahan-lahan kosong dalam kawasan hutan. Pinus merkusii merupakan
jenis pionir yang mampu bertahan hidup dan pertumbuhannya sangat cepat (fast
growing) serta mampu tumbuh dengan baik pada ketinggian tempat 200-2000
mdpl dengan persyaratan tidak terlalu sulit. Walaupun demikian agar dapat
tumbuh dengan baik dibutuhkan ketinggian tempat diatas 400 mdpl, dengan
6
Kayu Penanaman pinus khususnya di Pulau Jawa pada tahun 70-an dan
pada mulanya diajukan untuk mereboisasi tanah kosong, disamping sebagai
persiapan memenuhi pasokan kebutuhan bahan baku kayu industri kertas.
Tanaman pinus di Pulau Jawa didominasi oleh jenis Pinus merkusii Jungh et de
Vriese. Menurut Priyono dan Siswamartana (2002), sistematika tanaman Pinus
merkusii dapat diuraikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Gymnospermae
Class : Conifera
Familia : Pinaceae
Genus : Pinus
Species : Pinus merkusii Jungh et de Vriese
Menurut Priyono dan Siswamartana (2002), pada umumnya pohon pinus
dapat mempunyai ukuran raksasa dengan tinggi 30 - 40 m atau lebih, panjang
batang bebas cabang 2 - 23 meter, diameter dapat mencapai 100 cm dan tidak
berbanir, kulit luar kasar, berwarna coklat tua, tidak mengelupas, beralur lebar dan
dalam, tajuk berbentuk kerucut, serta daunnya merupakan daun jarum. Daun
jarum mulai gugur setelah berumur kira-kira satu setengah tahun dan selanjutnya
pengguguran ini berlangsung terus, tetapi karena musim gugur tidak nyata, pohon
pinus tidak pernah gundul. Pinus merkusii adalah satu-satunya jenis famili
pinaceae yang tumbuh secara alami di Indonesia. Daerah penyebarannya meliputi
Thailand, Laos, Burma, Vietnam, dan Indonesia.
Persyaratan tumbuhnya cukup mudah, dapat tumbuh pada tanah yang
kurang subur, tanah berpasir, dan tanah berbatu, tetapi tidak dapat tumbuh pada
tanah becek. Jenis ini menghendaki iklim basah sampai agak kering dengan tipe
hujan A sampai C pada ketinggian 200 mdpl, 100 mdpl kadang-kadang tumbuh di
bawah ketinggian 200 mdpl dan mendekati daerah pantai.
Menurut Harahap (2000), tinggi P. merkusii dapat mencapai 20 – 40 m
dengan diameter 100 cm dan batang bebas cabang 2 - 23 m. Pinus tidak berbanir,
kulit luar kasar, berwarna coklat kelabu sampai coklat tua, tidak mengelupas dan
beralur lebar serta dalam. Kayu pinus berwarna coklat-kuning muda, berat jenis
berbunga dan berbuah sepanjang tahun, terutama pada bulan Juli - November. Biji
yang baik warna kulitnya kering kecoklatan, bentuk bijinya bulat, padat, dan tidak
berkerut. Jumlah biji kering 57.900 butir per kg.
Kayu pinus memiliki berat jenis 0,46 sampai 0,70-an tergolong kedalam
kelas awet IV dan kelas kuat II sampai III (Rianse 2001). Syarat-syarat tumbuh
pohon pinus adalah:
a. Iklim
Pinus merkusii termasuk jenis intoleran yang terdapat pada daerah
bermusim kering pendek, dengan curah hujan 1500-2500 mm/thn, juga
terdapat didaerah-daerah bermusim kemarau tiga sampai empat bulan
dalam setahun dengan curah hujan 1000-1800 mm/thn. Meskipun Pinus
merkusii dapat tumbuh lebih baik didaerah-daerah yang mendapat hujan
sepanjang tahun.
b. Tanah
Pinus merkusii tidak meminta syarat yang tinggi terhadap tanah, jenis ini
dapat tumbuh pada tanah yang terkurus dan terkering. Meskipun demikian
faktor tanah dapat berpengaruh terhadap kondisi pertumbuhan serta
kualitas pohon (Suharlan et al. 1980).
Pinus (Pinus merkusii) merupakan jenis tumbuhan asli Indonesia dengan
sebaran alam di daerah Sumatera. Di Sumatera tegakan pinus di bagi menjadi tiga
strain yaitu strain Aceh, Kerinci dan Tapanuli. Pinus tidak menuntut syarat yang
tinggi terhadap tanah, dapat tumbuh pada daerah yang kurang subur dan
ketinggian tempat 1000 – 1500 mdpl serta dapat mencapai tinggi pohon antara 20
– 40 meter. Kayu pinus memiliki kualitas yang cukup baik untuk berbagai tujuan.
Pinus mempunyai kegunaan ganda seperti bahan baku pulp dan kertas, terpentin,
pensil dan kayu pertukangan. Pinus juga merupakan jenis yang mampu
menghasilkan getah dengan nilai ekonomi yang tinggi (Hardiwinoto et al. 2011).
Jenis ini dapat tumbuh pada iklim yang berbeda-beda, tetapi yang paling
baik ialah pada iklim tipe B. Curah hujan minimal yang dibutuhkan ialah 1.500
mm/thn dan akan tumbuh lebih baik di daerah yang sepanjang tahun mendapatkan
hujan. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan berkisar 17°C dan 27°C,
8
dibawah naungan pertumbuhannya tidak baik. Di Indonesia pinus dapat tumbuh
pada ketinggian 200-2000 mdpl. Pertumbuhan yang optimum dicapai pada
ketinggian antara 400-1.500 mdpl dan pertumbuhan maksimal pada 900-1.500
mdpl (Pasaribu 2008).
Tanaman pinus dikenal sebagai pohon pioner. Kepioneran pinus ini
dinyatakan dalam batas kemampuannya untuk tumbuh dengan baik pada suatu
lahan dengan kesuburan rendah, dimana tanaman hutan jenis komersial lainnya
tidak mampu tumbuh dengan baik. Kisaran persyaratan tumbuh tanamaan pinus
yang amat lebar menyebabkan jenis ini termaksuk jenis pioner dan sering
digunakan sebagai tanaman reboisasi. Pinus mampu tumbuh pada lahan paling
tidak subur dan terkering, pinus diketahui mampu tumbuh pada kisaran ketinggian
dari 3 – 4000 m diatas permukaan laut. Kemampuan tanaman pinus tumbuh di
lahan tidak subur dengan kisaran ketinggian yang lebar diatas, dikarenakan
adanya hubungan istimewa (simbiosa) antara akar pinus dengan bakteri dan
jamur. Diluar kemampuan pinus sebagai tanaman pioner, ada sisi lain yang
dianggap kelemahan pinus sebagai jenis tanaman reboisasi, yaitu bahwa tegakan
pinus hingga saat ini dianggap sebagai tegakan yang boros air (Purwanto 1994).
Dilihat dari jenis pinus yang memiliki bentuk yang ramping, lurus dengan
tinggi yang dapat mencapai antara 60 sampai 70 meter dan diameter mencapai
satu meter dan memiliki kulit batang yang berwarna kelabu tua dan beralur agak
dalam, bentuk batang bulat, memanjang dan lurus tetapi kadang-kadang ada juga
yang bengkok serta selalu hijau sepanjang tahun. Tajuk pohon pinus pada
umumnya tidak terlalu lebar, mudah diidentifikasi dari udara karena bentuk
tajuknya runcing dan daunnya berbentuk jarum dengan buah yang berbentuk
kerucut, biji bersayap yang terletak secara berpasangan dalam lapisan sisik
(Rianse 2001).
Ciri-ciri fisik pinus yang sedikit mengeluarkan getah adalah alur-alur pada
kulit tidak dalam, kayunya jika dilukai kayunya tampak warnanya agak cerah
putih kekuningan dan tajuk jarang atau tidak lebat. Pohon yang mengeluarkan
banyak getah dicirikan dengan alur kulit yang dalam, kayunya jika dilukai
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus
Menurut Suharlan et al. (1980), produksi getah dipengaruhi oleh
faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal berupa faktor-faktor tempat tumbuh serta
tindakan pengelolaan yang berpengaruh terhadap produksi getah secara langsung
maupun tidak langsung melalui faktor-faktor internal.
Faktor eksternal seperti fluktuasi musim panas dan musim dingin atau
musim kemarau dan musim hujan akan menyebabkan fluktuasi produksi getah.
Pengaruh cuaca terlihat antara musim panas dan musim dingin. Musim panas akan
memberikan produksi getah yang lebih tinggi, tetapi musim panas yang terus
menerus pun tidak baik pengaruhnya terhadap aliran getah karena getah cepat
mengering sehingga aliran getah terhenti. Unsur iklim lain yang berpengaruh
terhadap produksi getah dalam hubungan dengan musim adalah suhu udara.
Cuaca yang dingin memperlambat aliran getah. Kelembaban kadar air
berpengaruh secara langsung ataupun tak langsung, terhadap kuantita dan kualita
produksi getah. Faktor luar lain yang berpengaruh selain iklim adalah tindakan
manusia berupa gangguan yang bersifat negatif. Kegiatan manusia yang
berpengaruh positif terhadap produksi getah adalah tindakan pengelolaan yaitu
memanfaatkan faktor-faktor alami yang berpengaruh terhadap getah secara
menguntungkan. Tajuk yang besar dan baik akan meningkatkan produksi getah
sehingga perlu diberikan kebebasan perkembangan tajuk dengan cara penjarangan
yang memberikan ruang yang cukup bagi pertumbuhan yang baik (Suharlan et al.
1980).
Faktor internal yang mempengaruhi produksi getah adalah sifat genotipa
dan fenotipa pohon. Produksi getah pinus berbeda menurut jenis, misalnya Pinus
caribaea mengahasilkan getah yang lebih banyak dengan kerak yang menempel
pada pohon lebih sedikit daripada Pinus palustris. Pinus merkusii merupakan
penghasil getah terbanyak setelah Pinus khasya. Pinus khasya dapat memproduksi
getah sebanyak 7 kg/pohon/thn, sedangkan Pinus merkusii sebanyak 6
kg/pohon/thn (Suharlan et al. 1980).
Faktor internal lain yang berpengaruh terhadap produksi getah pinus
adalah keadaan, bentuk dan perkembangan pohon, misalnya besar tajuk, diameter
10
berpengaruh terhadap produksi getah. Saluran-saluran getah yang banyak berada
didalam kayu gubal. Pohon dengan tajuk besar relatif menerima cahaya matahari
yang lebih banyak sehingga terjadi fotosintesis dengan hasil yang lebih besar
daripada pohon-pohon dengan tajuk yang kecil. Pohon-pohon dengan tajuk
memenui 30% sampai 50% dari total tinggi pohon akan memproduksi getah lebih
banyak daripada pohon-pohon dengan tajuk hanya 25% dari tinggi total pohon
(Suharlan et al. 1980).
Menurut Darwo dan Nana (1974), tanaman yang berumur lebih tua
cenderung akan menghasilkan getah yang lebih banyak karena dengan
bertambahnya umur tanaman, maka diameter pohon akan semakin besar dan
pembuatan mal dalam satu pohon bisa dibuat lebih dari satu. Selain itu kerapatan
tegakan dapat mempengaruhi produksi getah karena kerapatan akan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman terutama kearah samping, yaitu dengan
bertambahnya diameter pohon dan untuk pohon yang lebih lebar, dengan
demikian, kemampuan pohon untuk memproduksi getah lebih banyak. Produksi
getah tusam yang paling banyak adalah tanaman yang berumur lebih tua akan
menghasilkan getah yang banyak.
Menurut Sugiyono et al. (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi getah adalah:
1. Umur pohon
Perbedaan umur pohon berpengaruh atas hasil getah. Umur pohon
menghasilkan getah semakin banyak pada batas umur tertentu.
2. Tajuk pohon
Hasil getah tiap pohon berhubungan langsung dengan besarnya tajuk,
karena dalam tajuklah proses fotosintesis terjadi. Pohon dengan tajuk lebar
akan menerima cahaya matahari lebih banyak, sehingga akan terjadi
proses fotosintesis yang lebih banyak dibandingkan dengan pohon yang
memiliki tajuk lebih kecil. Hasil fotosintesi yang besar akan menambah
pertumbuhan diameter pohon.
3. Diameter
Pohon dengan diameter kurang dari 25 cm dan setinggi dada menghasilkan
lingkaran tahun yang lebar, tajuk rata atau penuh dan bentuk kerucut serta
mempunyai tinggi tajuk sampai seperempat dari tinggi pohonnya.
4. Kesehatan pohon
Kesehatan pohon berpengaruh langsung terhadap kelancaran proses
fotosintesis pertumbuhan batang dan pembentukan kayu gubal.
Pohon-pohon sehat mengahasilkan getah lebih banyak dari pada Pohon-pohon-Pohon-pohon
yang terserang penyakit.
5. Perbedaan jenis pohon.
Pinus yang menghasilkan getah terhadap beberapa jenis dengan produksi
berbeda.
Upaya meningkatkan getah menurut Sugiyono et al. (2001), getah pinus dapat diperoleh dengan penyadapan batang pohon. Saluran getah yang akan
menyempit atau buntu dan apabila masih muda getah yang dapat keluar dengan
segera mengalami pembekuan di mulut saluran getah yang disadap, sehingga
menyumbat mulut saluran getah. Agar permukaan luka sadapan selalu terbuka dan
getah tidak membeku dapat digunakan stimulansia tertentu. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap produksi getah yaitu, bonita tanah. Pohon-pohon yang
tumbuh pada tanah yang berbonita tinggi, pertumbuhannya lebih baik dan pada
gilirannya produksi getahnya lebih banyak, karena kandungan unsur hara.
Dari berbagai hasil penelitian, penulis mencatat bahwa produksi getah
pinus dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luas areal sadap, kualitas tempat
tumbuh, ketinggian tempat tumbuh, jumlah koakan tiap pohon, jangka waktu
pelukaan, sifat genetis pohon, perlakuan kimia berupa pemberian stimulansia,
keterampilan penyadap dan lain-lain (Matangaran 2006).
Penyadapan Getah Pinus
Penyadapan getah pinus dengan menggunakan metode quarre, adalah
kekhawatiran tumbanganya pohon karena angin. Apabila tetap menggunakan
metode quarre maka dapat dilakukan dengan pemanenan getah hanya pada lokasi
tertentu. Teknik pemanenan getah ini mempertimbangkan arah angin sehingga
pohon yang dipanen getahnyan terlindung dari terpaan kencang. Cara lain adalah
dengan memodifikasi petel sedemikian rupa sehingga tidak merusak kayu terlalu
12
Getah pinus terdapat pada bagian kayu bukan pada bagian kulit atau
kambium seperti kopal aghatis. Getah pinus terbentuk jika terjadi luka pada kayu.
Resin akan keluar melalui saluran resin (saluran interselluler sel) dengan maksud
menutup luka tersebut. Saluran resin terbentuk kearah memanjang batang diantara
sel-sel trakeida atau melintang radial dalam berkas jaringan-jaringan kayu.
Saluran kearah memanjang batang (vertikal) biasanya lebih besar dibandingkan
dengan saluran kearah radial. Saluran resin arah radial ini yang mengakibatkan
para penyadap melukai batang lebih dalam dari aturan yang dibuat. Sesungguhnya
luas permukaan luka sadap yang menentukan banyaknya saluran getah yang
terluka hingga getah lebih banyak keluar, makin luas bagian kayu yang terluka
maka makin banyak hasil panen getah (Matangaran 2006).
Getah pinus pada sadapan batang pohon pinus berada di dalam saluran
getah yang arahnya vertikal (longitudinal, aksial) dan horizontal (radial dan
konsentrik). Saluran getah ini dapat terbentuk secara lisigen, sizogen maupun
siziliogen. Sebaran saluran getah siziliogen banyak terdapat pada pohon pinus
yang disadap (Kasmudjo 2011).
Menurut Kasmudjo (2011), pohon pinus yang akan disadap harus
memenuhi beberapa ketentuan, yaitu:
1. Dengan dasar diameter minimum. Cara ini menggunakan dasar diameter
minimum dari pohon pinus yang akan disadap, yaitu berdiameter diatas 15
cm. Prinsip metode ini adalah mengambil hasil pertama getah saat riap
tumbuh pohon/tegakan tersebut maksimum, yaitu pada umur lebih dari 10
tahun atau memasuki kelas umur (KU) III. Biasanya dasar ini digunakan
apabila klas perusahaan hanya diutamakan untuk mengambil getahnya.
2. Dengan dasar pemilihan pohon. Cara ini dipakai untuk suatu perusahaan
yang mengolah pinus secara terintregasi (untuk berbagai kegunaan
termaksuk dari kayunya). Pohon-pohon yang akan disadap adalah
pohon-pohon yang pada waktu mendatang akan dijarangi atau ditebang yaitu
sejak umur diatas 10 tahun (memasuki KU III) sampai pada daur tebangan
atas umur penjarangannya.
Adapun faktor perlakuan oleh manusia yang mempengaruhi menurut
1. Bentuk sadapan, yaitu hasil getah dari sadapan bentuk koakan paling
banyak, kemudian menyusul bentuk ril dan bor.
2. Arah sadapan, yaitu arah menghadapkan luka tersebut. Arah sadapan
menghadap ketimur paling banyak menghasilkan getah kemudian
menghadap ke utara, selatan dan barat.
3. Arah pembaharuan, yaitu kearah atas atau kearah bawah. Pembaharuan
kearah atas produksi getahnya lebih banyak
4. Upaya stimulansia, yaitu upaya perangsangan pada luka sadapan dengan
bahan kimia asam. Upaya stimulansia harus menggunakan pedoman yang
teliti agar tidak merugikan. Bahan stimulansia yang dapat digunakan
antara lain asam sulfat, socepas, asam oksalat, CuSo4, bolus alba dan
sebagainya.
Pemberian stimulansia yang umumnya berupa asam keras menyebabkan
saluran getah dan sel-sel parenkim akan terhidrolisis sehingga getah yang encer
semakin banyak yang keluar melebihi normal. Teori lain menyatakan asam
sebagai penyangga sehingga getah sukar membentuk rantai sikliknya dan tetap
dalam bentuk aldehide mengakibatkan getah encer tetap keluar melebihi normal
(Riyanto dalam Matangaran 2006).
Pemberian stimulansia diketahui dapat meningkatkan produksi getah
secara nyata. Tetapi dari hasil pengamatan bahwa ada pengaruh nyata terhadap
pengurangan produktivitas getah setelah beberapa bulan pelukaan diberi
stimulansia dengan konsentrasi yang tinggi. Pemberian stimulansia dalam
konsentrasi yang tinggi akan menyebabkan kayu bekas pelukaan memerah
kemudian berubah lebih gelap dan akhirnya tidak mengeluarkan getah
(Matangaran 2006).
Menurut hasil penelitian dari Rochidajat dan sukawi (1978), penyadapan
getah pinus di Indonesia merupakan usaha untuk memanfaatkan tegakan-tegakan
pinus yang telah ada, sebagai hasil sampingan sebelum tegakan masak tebang
sebelum tegakan dipanen hasil kayunya. Tegakan pada umumnya merupakan,
tegakan yang tidak atau belum mendapat pemeliharaan secara teratur. Hal ini
disebabkan oleh berbagai hal, antara lain faktor keamanan dan ketiadan biaya.
14
dan Jawa Tengah, keadaan tegakan itu menurut pandangan mata memberi kesan
sebagai berikut:
1. Tegakan rapat dengan batang kecil-kecil dan sebagian bengkok-bengkok.
2. Tajuk menutup sehingga cahaya matahari hanya sedikit yang dapat masuk
kedalam tegakan.
3. Ditegakan terasa lembab dan dingin.
Keadaan seperti ini menimbulkan berbagai masalah didalam usaha
penyadapan getah pinus. Secara singkat masalah-masalah ini antara lain dapat
disebutkan sebagai berikut:
1. Keadaan tegakan dengan pohon yang terlalu rapat dan diameter pohon
yang kecil mengakibatkan produksi getah pinus per pohon mejadi relatif
kecil.
2. Kurangnya cahaya matahari yang masuk kedalam tegakan menyebabkan
suhu udara didalam tegakan menjadi relatif rendah. Hal ini menyebabkan
getah menjadi cepat mengering sehingga penetasan getah selanjutnya
menjadi terhambat.
3. Dengan diameter batang yang relatif kecil, maka kerusakan yang
diakibatkan oleh pembuatan koakan menjadi relatif lebih besar, sehinnga
kerugian kayu baik mutu maupun jumlahnya menjadi besar.
4. Dengan biaya produksi yang tinggi, terutama para produsen gondorukem
di Sumatera mendapatkan kesulitan didalam bersaing. Apalagi terpentin
yang dihasilkan belum dpat dimanfaatkan secara maksimal.
Getah Pinus
Getah tusam setelah didestilasi akan menghasilkan gondorukem dan
terpentin. Gondorukem banyak dibutuhkan untuk campuran bahan pembatikan,
indutri sabun, kertas dan cat sedangkan terpentin banyak digunakan sebagai bahan
pelarut. Contoh dari getah resin diberikan gondorukem. Gondorukem merupakan
produk getah resin, sebagai residu tertinggal yang diperoleh pada pengolahan
getah pinus (Kasmudjo 2011). Gondorukem adalah istilah yang digunakan sebagai
sebutan umum untuk produk pengolahan getah dari pohon jenis pinus.
Gondorukem bahan yang berharga murah dan mudah merupakan resin natural
berwarna kuning jernih sampai kuning tua. Kualitas getah akan menentukan
kualitas dan rendemen gondorukem yang dihasilkan. Getah pohon pinus
mengandung 70-75% gondorukem, 20-25% terpentin (Suharlan et al. 1980).
Menurut Suharlan et al. (1980), mengatakan bahwa getah pinus
merupakan campuran asam-asam resin yang larut dalam pelarut netral atau pelarut
organik non polar seperti eter dan heksan. Getah pinus terdapat pada saluran resin
(interseluler). Pada kayu daun jarum terdapat dua macam saluran resin traumatis
yang terbentuk akibat pelukaan dalam kayu. Getah menghasilkan gondorukem
dan terpentin. Kegunaan dari gondorukem adalah sebagai bahan vernis, bahan
sizin pada sabun, sealing wax, bahan pelapis, bahan solder, tinta, cat, dan
lain-lain. Terpentin biasa digunakan sebagai bahan pengencer cat dan vernis, bahan
pelarut lilin, dan bahan pembuatan kamper sintesis. Gondorukem dapat digunakan
secara murni maupun sebagai campuran, yaitu dalam industri batik, dalam industri
kertas sebagai bahan sizing, bahan industri sabun sebagai bahan penyampur dan
untuk pembuatan vernis: tinta cetak, bahan isolasi listrik, korek api, lem, industri
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat,
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober
sampai November 2012.
Alat dan Bahan
Objek penelitian yang digunakan adalah pohon Pinus merkusii dengan diameter 20 cm, 40 cm dan 60 cm. Alat penahan stemflow berupa, selang dengan diameter 1 inchi, ban sepeda bekas dengan diameter 60 cm, botol aqua 1,5 liter.
Alat dan bahan tambahan berupa paku dengan panjang 2 cm dan 5 cm, batok
kelapa, plinkot, lem aibon dan lem fox, wadah plastik ukuran 15 cm x 10 cm x 10
cm, gunting, golok, palu, kuas, cat, label, meteran, gelas ukur dan tally sheet. Alat yang digunakan dalam pengolahan data adalah kalkulator dan komputer dengan
program statistik Software SAS V8.
Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang diambil mencakup data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diperoleh dari hasil kegiatan pengamatan di lapangan
yaitu berupa hasil pengukuran volume air yang tertampung di dalam wadah
penampungan getah (batok kelapa) pada saat hujan akibat adanya stemflow. Data
sekunder adalah data yang mendukung data primer yang tidak langsung diperoleh
di lapangan seperti data mengenai kondisi umum lokasi penelitian, meliputi
sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), letak dan luas , iklim, keadaan
tanah, data curah hujan.
Dalam kegiatan penelitian ini dilakukan beberapa langkah untuk
memperoleh data. Adapun tahapan metode kerja yang akan dilakukan adalah:
1. Survey di lapangan.
2. Memilih pohon contoh yang akan diberi perlakuan sebanyak 36 pohon
tersebut dikelompokkan menjadi 3 kelompok berdasarkan diameter yaitu
12 pohon berdiameter 20 cm, 12 pohon berdiameter 40 cm, dan 12 pohon
berdiameter 60 cm dengan kondisi sehat dan tidak cacat. Setiap pohon
pada masing-masing kelompok homogen.
3. Pembuatan alat penahan stemflow:
a. Pembuatan alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5
liter:
Pada bagian atas dan bawah botol plastik air mineral tersebut dipotong.
Setelah bagian atas dan bagian bawah dipotong, botol plastik dibelah
menjadi dua bagian. Kemudian botol tersebut dipotong-potong dengan
ukuran ± 7 cm. Pemotongan ini dimaksudkan agar botol plastik air
mineral tersebut dapat lebih mudah dibentuk ketika dipasang pada
pohon. Potongan botol direkatkan secara vertikal dengan
menggunakan lem aibon. Panjang botol yang telah direkatkan
sepanjang 35 cm atau 7 potongan botol plastik air mineral 1,5 liter.
(A) (B)
Gambar 2 Sketsa alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter
(A), foto alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter
(B)
b. Pembuatan alat penahan stemflow dari ban sepeda :
Ban yang digunakan adalah ban sepeda kecil bagian luar dengan
diameter 60 cm. Ban sepeda lalu dipotong menjadi dua bagian,
18
digunting habis, sehingga ban tersebut menjadi lebih mudah untuk
dibentuk. Ban yang sudah dipotong besinya, lalu dipotong kembali
pada bagian pinggir dalamnya agar luasan pada ban lebih besar dan
tidak melipat. Panjang ban sepeda yang digunakan adalah 35 cm.
(A) (B)
Gambar 3 Sketsa alat penahan stemflow dari ban sepeda (A), foto alat penahan
stemflow dari ban sepeda (B)
c. Pembuatan alat penahan stemflow dari selang:
Selang yang digunakan adalah selang tipis (ukuran diameter 1
inch) dengan panjang selang 50 cm. Selang tersebut dibelah namun
tidak sampai menjadi dua bagian yang terpisah.
(A) (B)
Gambar 4 Sketsa alat penahan stemflow dari selang (A), foto alat penahan
stemflow dari selang (B)
4. Masing-masing kelompok pohon diberi perlakuan menggunakan alat
penahan stemflow dari selang, alat penahan stemflow dari ban sepeda
bekas, alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter dan
sama sekali tidak diberi alat penahan stemflow (sebagai kontrol). Dengan
kata lain masing-masing alat dipasang pada 3 pohon berdiameter berbeda.
5. Setelah itu dilakukan pemasangan alat penahan stemflow yang telah
dibuat. Masing-masing alat tersebut dipaku pada pohon dengan paku
berukuran 2 cm pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah dengan
kemiringan 45°. Pemasangan alat dilakukan hingga menutupi setengah sisi
pohon tampak depan.
6. Alat yang telah dipasang, kemudian dilapisi oleh plinkot (bahan yang
digunakan sebagai pelapis anti bocor) pada bagian tepi-tepi pohon untuk
menutup celah-celah kecil, sehingga tidak mengalir ke wadah
penampungan getah.
7. Untuk mencegah tumpahnya air ke tanah dari wadah penampungan getah
(batok kelapa) akibat berlebihan, maka dibuat penampung tambahan
dibawah wadah penampungan getah (batok kelapa) berupa wadah plastik
kecil dengan ukuran 15 cm x10 cmx 10 cm, sehingga air tidak ada yang
terbuang (data lebih akurat).
Gambar 2 Wadah tambahan untuk menampung air yang tumpah dari wadah penampungan getah
8. Dilakukan pengukuran volume air setiap hari hujan menggunakan gelas
ukur dilihat dari air yang masuk ke dalam penampungan getah pada pohon
pinus (batok kelapa). Jumlah pengukurann volume air dilakukan pada 20
hari hujan.
20
Penelitian ini menggunakan 36 pohon contoh yang terdiri dari 3 kelompok
diameter yaitu berdiameter 20 cm, 40 cm, dan 60 cm untuk mewakili
masing-masing diameter kecil, besar, dan sedang. Data volume air yang akan diukur
selama 20 hari hujan dimasukkan ke dalam tabel data (Tabel 1). Kemudian
dilakukan pengolahan data, untuk mengetahui pengaruh pemberian alat penahan
stemflow yang dipasang terhadap volume air pada pohon tanpa alat (kontrol).
Tabel 1 Bagan rancangan percobaan
Hari Hujan Perlakuan
Yik = volume air pada perlakuan ke-i, ulangan ke-k
i = 1, 2,3,4
Untuk mengetahui pengaruh faktor perlakuan pemberian alat penahan
stemflow terhadap volume air yang tertampung maka dilakukan analisis ragam atau Analysis of Variance (ANOVA). Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam untuk rancangan acak lengkap satu faktor yaitu
faktor perlakuan dengan ulangan yang sama. Perhitungan analisis dilakukan
Faktor Korelasi (FK) =( )2/rt
JKT = 2 – FK
JKR = 2– FK JKS = JKT-JKR
Hasil perhitungan jumlah kuadrat setiap faktor selanjutnya ditabulasikan
dalam bentuk tabel analisis ragam seperti yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Struktur tabel analisis ragam untuk rancangan acak lengkap satu faktor dengan ulangan yang sama
Pengujian terhadap pengaruh alat steamflow
H0 : τ1 = τ2 = …….τi = 0
H1 : sekurangnya ada satu τi ≠ 0
Terima H0 : Perbedaan taraf perlakuan yang diberikan perlakuan alat penahan
steamflow dan yang tidak diberikan perlakuan (kontrol) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap respon percobaan pada
selang kepercayaan 95% (α=0,05).
Terima H1 : Sekurangnya ada taraf perlakuan yang diberikan alat penahan
stemflow yang memberikan pengaruh nyata terhadap respon
percobaan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05).
Hasil uji F-hitung yang diperoleh dari ANOVA dibandingkan dengan F-tabel pada
selang kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan kaidah:
1. Jika F-hitung < F-tabel maka H0 diterima, H1 ditolak sehingga perlakuan alat
memberikan pengaruh tidak nyata terhadap besarnya volume air akibat
stemflow pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05).
2. Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak, H1 diterima sehingga perlakuan alat
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Lokasi dan LuasHPGW terletak 2,4 km dari poros jalan Sukabumi - Bogor (desa Segog).
Dari simpang Ciawi berjarak 46 km dan dari Sukabumi 12 km. Secara Geografis
Hutan Pendidikan Gunung Walat berada pada 106°48'27''BT sampai
106°50'29''BT dan -6°54'23''LS sampai -6°55'35''LS. Secara administrasi
pemerintahan HPGW terletak di wilayah Kecamatan Cibadak, Kabupaten
Sukabumi. Sedangkan secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah
Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi. Luas kawasan Hutan Pendidikan Gunung
Walat adalah 359 Ha, terdiri dari tiga blok, yaitu Blok Timur (Cikatomas) seluas
120 Ha, Blok Barat (Cimenyan) seluas 125 Ha, dan Blok Tengah (Tangkalak)
seluas 114 Ha (HPGW 2009).
Gambar 6 Foto lokasi HPGW
Topografi dan Iklim
HPGW terletak pada ketinggian 460-715 m dpl. Topografi bervariasi dari
landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan ke bagian
utara mempunyai topografi yang semakin curam. Pada punggung bukit kawasan
ini terdapat dua patok triangulasi KN 2.212 (670 m dpl.) dan KN 2.213 (720 m
dpl.). Klasifikasi iklim HPGW menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B,
dengan dengan nilai Q = 14,3%-33% dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar
antara 1600 – 4400 mm. Suhu udara maksimum di siang hari 29° C dan minimum 19° C di malam hari (HPGW 2009).
Tanah dan Hidrologi
Tanah HPGW adalah kompleks dari podsolik, latosol dan litosol dari batu
endapan dan bekuan daerah bukit, sedangkan bagian di barat daya terdapat areal
peralihan dengan jenis batuan Karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk
beberapa gua alam karst (gamping). HPGW merupakan sumber air bersih yang
penting bagi masyarakat sekitarnya terutama di bagian selatan yang mempunyai
anak sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu anak sungai Cipeureu,
Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. Kawasan HPGW masuk ke
dalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri (HPGW 2009).
Vegetasi
Tegakan Hutan di HPGW didominasi tanaman damar (Agathis lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla) dan jenis lainnya seperti kayu afrika (maesopsis eminii), rasamala (Altingia excelsa), Dalbergia latifolia, Gliricidae sp, Shorea sp, dan akasia (Acacia mangium). Di HPGW paling sedikit terdapat 44 jenis tumbuhan, termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis
bambu. Selain itu terdapat jenis tumbuhan obat sebanyak 68 jenis. Potensi tegakan
hutan ± 10.855 m3 kayu damar, 9.471 m3 kayu pinus, 464 m3 puspa, 132 m3 sengon, dan 88 m3 kayu mahoni. Pohon damar dan pinus juga menghasilkan
getah kopal dan getah pinus. Di HPGW juga ditemukan lebih dari 100 pohon plus
damar, pinus, maesopsis/kayu afrika sebagai sumber benih dan bibit unggul
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyadapan Ketika Musim HujanKegiatan penyadapan dengan menggunakan metode quarre, di Hutan Pendidikan Gunung Walat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor eksternal seperti musim kemarau dan musim hujan, musim hujan
menyebabkan fluktuasi produksi getah. Musim kemarau akan memberikan
produksi getah yang lebih tinggi. Akan tetapi musim kemarau yang terus-menerus
tidak baik pengaruhnya terhadap aliran getah karena getah cepat mengering
sehingga aliran getah terhenti. Faktor internal yang berpengaruh terhadap
produksi getah pinus adalah keadaan, bentuk dan perkembangan pohon, misalnya
besar tajuk, diameter pohon, riap dan sistem perakaran (Suaharlan et al. 1980).
Pohon dengan tajuk besar relatif menerima cahaya matahari yang lebih banyak,
sehingga terjadi fotosintesis dengan hasil yang lebih besar dari pada pohon-pohon
dengan tajuk yang kecil (Suharlan et al. 1980).
Penyadapan getah dengan metode quarre memiliki kendala pada saat musim hujan, salah satunya adalah pengambilan hasil sadapan getah pinus. Hutan Pendidikan Gunung Walat telah melakukan pembuatan pelindung getah, sehingga
air hujan tidak masuk ke dalam wadah penampungan getah, namun dari
pemasangan alat yang telah dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat belum
diketahui kemampuannya dalam melindungi getah agar tidak terkena air hujan.
Berbagai hasil penelitian mencatat bahwa, produksi getah pinus dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu luas areal sadap, kualitas tempat tumbuh, ketinggian tempat
tumbuh, jumlah koakan tiap pohon, jangka waktu pelukaan, sifat genetis pohon,
perlakuan kimia berupa pemberian stimulansia, keterampilan penyadap dan
lain-lain (Matangaran 2006).
Pada saat musim hujan, wadah penampungan getah (batok kelapa) penuh
oleh air hujan. Selain karena air hujan, dipengaruhi juga oleh pola pemanenan
yang tidak sesuai jadwal panen di Hutan Pendidikan Gunung Walat, yaitu tiga
hari. Penyadapan dengan menggunakan metode quarre dilakukan perbaharuan
luka setiap 3 hari sekali, dengan menambahkan luka sadapan baru 3 - 5 mm
produktivitas getah yang telah tertampung. Semakin lama waktu pemanenan, akan
semakin banyak air hujan yang tertampung. Waktu satu minggu untuk melakukan
pemanenan getah maupun pembaharuan luka lebih dari tiga hari tidak akan
mempengaruhi peningkatan produktivitas getah. Faktor eksternal yang
berpengaruh terhadap produksi getah salah satunya adalah tindakan manusia yang
bersifat negatif. Kegiatan manusia yang berpengaruh negatif terhadap produksi
getah adalah tindakan pemanenan dan pembaruan luka yang tidak sesuai jadwal
(Suharlan et al. 1980). Curah hujan yang tinggi akan menyebabakan kelembaban
di sekitar luka sadapan menjadi tinggi dan hal tersebut dapat menyebabkan getah
dapat menggumpal (Sugiyono et al. 2001).
(A) (B)
Gambar 7 Getah dan air yang penuh dan terbuang keluar batok (A), getah yang bercampur air ketika musim hujan (B)
Wadah penampungan getah memiliki volume penampungan sebesar 300
ml–350 ml, ketika wadah penampungan getah menampung air melebihi kapasitas
tampung, maka air tersebut akan mengalir terbuang bersama dengan getah yang
tertampung. Getah juga terbuang bersama dengan air saat dipisahkan. Hal ini
mempengaruhi produktivitas hasil sadapan, karena kegiatan tersebut dilakukan
tidak hanya pada satu pohon, namun dilakukan pada seluruh getah hasil sadapan
yang bercampur dengan air.
Menurut Indrajaya dan Wuri (2008), daun dan tajuk pinus dapat
mengurangi hujan netto melalui proses intersepsi. Air hujan yang jatuh pada tajuk
pinus akan langsung terintersepsi. Air hujan yang jatuh menyentuh tanah dapat
26
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jatuhnya air hujan seluruhnya
menyentuh permukaan tanah atau tidak. Penutupan vegetasi menyebabkan
butir-butir hujan yang jatuh tidak langsung menyentuh permukaan tanah, akan tetapi
ditahan oleh tajuk pohon yang kemudian dialirkan secara perlahan melalui batang
ke permukaan tanah yang disebut stemflow dan sebagian jatuh secara langsung
dari tajuk berupa tetesan air yang dinamakan throughfall (Soerjono 1987).
Stemflow pada pohon pinus lebih rendah dibandingkan dengan jenis pohon lain, tetapi stemflow yang jatuh pada pohon pinus sadapan menyebabkan berkurangnya getah yang telah tertampung.
Hasil pengukuran kemampuan keempat perlakuan terhadap pohon pinus
menunjukkan angka rata-rata standar deviasi sebagai berikut.
Tabel 3 Volume air yang tertampung pada keempat perlakuan (rata-rata dan standar deviasi) pada pohon berdiameter 20 cm, 40 cm dan 60 cm
Volume air yang tertampung (ml) pada pohon berdiameter
Alat 20 cm 40 cm 60 cm
Standar deviasi digunakan untuk mengetahui keragaman dari rata-rata
volume air tertampung masing-masing alat penahan stemflow pada pohon berdiameter 20 cm, 40 cm dan 60 cm setiap hari hujan. Tingginya standar deviasi
yang diperoleh, dipengaruhi juga dari efektivitas alat dalam menahan air hujan.
Botol plastik air mineral 1,5 liter pada pohon berdiameter 20 cm, memiliki
keragaman rata-rata volume air berkisar 18,00 ± 5,70 ml, dimana rata-rata volume
air yang tertampung terendah sebesar 5,70 ml dan rata-rata volume air yang
rata-rata volume air terendah sebesar 5,72 ml dan rata-rata-rata-rata volume air tertampung
tertinggi sebesar 24,33 ml.
Diperoleh volume air dari alat penahan stemflow menggunakan botol plastik air mineral 1,5 liter menghasilkan nilai rata-rata dan standar deviasi yang
lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai rata-rata alat lainnya. Kondisi ini
terjadi pada pohon berdiameter 20 cm, 40 cm, maupun 60 cm. Hal ini
menunjukkan bahwa, alat stemflow berupa botol plastik air mineral 1,5 liter merupakan alat yang efektif dalam menahan air stemflow dibandingkan dengan alat yang lainnya. Penggunaan alat penahan stemflow dari selang pada pohon berdiameter 20 cm memiliki volume air yang tertinggi, hal ini disebabkan oleh
kelemahan alat penahan stemflow dari selang,yaitu banyaknya selang yang menutup dan melipat, sehingga tidak mampu dalam menahan air hujan yang
mengalir melalui batang, akibatnya air tertampung pada alat dan masuk kedalam
wadah.
Efektivitas menahan air hujan dari alat penahan stemflow, dilihat dari volume air tertampung rata-rata terendah dari setiap alat penahan stemflow yang digunakan pada pohon pinus, maupun pada pohon kontrol (tidak diberi alat
penahan stemflow). Salah satu faktor yang mempengaruhi volume air yang tertampung pada wadah penampungan getah adalah curah hujan yang terjadi
setiap hari hujannya. Curah hujan yang terjadi setiap hari hujannya memiliki
curah hujan yang berbeda, maka volume air yang tertampung dalam wadah
penampungan getah yang masuk melalui aliran batang pada pohon pinus berbeda.
Pada pohon pinus berdiameter 40 cm, volume air terendah adalah volume
air pada pohon dengan alat penahan stemflow terbuat dari botol plastik air mineral 1,5 liter yaitu sebesar 46,25 ml dan volume air tertinggi adalah volume air pada
kontrol sebesar 93,16 ml.
Volume air terendah pada pohon berdiameter 60 cm adalah penggunaan
alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter sebesar 24,33 ml dan kontrol (tidak diberi alat penahan stemflow) memiliki volume air tertampung tertinggi yaitu, sebesar 56,75 ml. Volume air rata-rata yang diperoleh dari setiap
28
hujan turun. Menurut Mannokaran dalam Kaimuddin (1994), apabila terjadi hujan dengan intensitas rendah dan waktu singkat, maka tidak terjadi aliran batang.
Berdasarkan volume data yang diperoleh, rata-rata volume air tertinggi
adalah pada pohon berdiameter 40 cm, karena terletak pada topografi yang curam
dan berbeda dengan topografi pada pohon dengan diameter 20 cm dan 60 cm yang
memiliki topografi yang sama, yaitu tidak terlalu curam. Topografi curam
menyebabkan, air percikan hujan dari tanah masuk kedalam wadah penampungan
getah. Hal ini dapat dilihat adanya tanah yang masuk pada wadah penampungan
getah.
Gambar 8 Posisi wadah penampungan getah pada pohon berdiameter 40 cm yang
berada pada sisi atas lereng yang memungkinkan percikan air hujan dari tanah masuk ke wadah penampungan getah
Berdasarkan analisis, alat penahan stemflow yang terbuat dari botol plastik air mineral 1,5 liter efektif digunakan untuk semua kelas diameter dibandingkan
dengan penggunaan alat penahan stemflow dari selang, ban sepeda dan kontrol. Alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter mampu menahan aliran batang yang mengalir masuk kedalam wadah penampungan getah, sehingga
air hujan yang masuk melalui aliran batang menjadi berkurang. Alat penahan
stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter memiliki volume air paling rendah selama 20 kali hari hujan dengan curah hujan yang berbeda-beda tiap hari
hujannya. Semakin sedikitnya air hujan yang mengalir melalui batang dan masuk
pada wadah penampungan getah, dapat mengurangi terbuangnya getah bersama
Menurut Siregar et al. (2006), pada saat curah hujan kecil air hujan yang
tertahan oleh tajuk seluruhnya terintersepsikan. Pada lokasi penelitian terdapat
beberapa wadah penampungan getah (batok) yang tidak terisi air ketika curah
hujan rendah. Penutupan tajuk yang rapat menyebabkan kapasitas intersepsi hujan
menjadi lebih besar (Murtilaksono et al. 2007). Pohon pinus yang menghasilkan getah tinggi adalah pohon yang memiliki tajuk lebat dan lebar, karena didalam
tajuklah terjadi proses fotosintesis. Menurut Ruslan dalam Aththorick (2000), pohon dengan tajuk yang lebat dapat menahan air hujan yang jatuh lebih banyak,
sehingga air yang tertahan oleh tajuk tersebut akan banyak terintersepsi dan air
hujan yang menjadi stemflow pun banyak.
Untuk mengetahui pengaruh faktor perlakuan pemberian alat penahan
stemflow terhadap volume air yang tertampung maka dilakukan analisis ragam untuk pohon berdiameter 20 cm. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
penggunaan alat penahan stemflow pada pohon Pinus merkusii berpengaruh nyata terhadap besarnya volume air yang tertampung akibat stemflow pada selang
kepercayaan 95% (α=0,05). Hasil dari analisis terdapat pada Tabel 4.
Tabel 4 Analisis ragam keempat perlakuan pada pohon pinus berdiameter 20 cm
Sumber
Keterangan: * = Nyata pada selang kepercayaan 95%
Berdasarkan Tabel 4 hasil analisis ragam menunjukkan terdapat pengaruh
nyata dari pemberian alat penahan stemflow pada pohon pinus dengan diameter 20 cm dari hasil analisis ragam diperoleh nilai F hitung untuk alat penahan stemflow
pada pohon dengan diameter 20 cm senilai 6,22 nilai tersebut lebih besar dari
nilai F tabel pada selang kepercayaan 95% yaitu sebesar 3,13.
Pengaruh pemberian alat penahan stemflow pada pohon pinus dengan diameter 20 cm terhadap volume air yang tertampung berdasarkan uji Duncan
30
Tabel 5 Uji Duncan rata-rata volume air keempat perlakuan pada pohon pinus diameter 20 cm
Duncan Grouping Volume Rata-Rata (ml) Perlakuan
A** 54,33 Selang
penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter berbeda nyata dengan alat penahan stemflow dari selang, ban sepeda dan kontrol terhadap volume air.
Hasil analisis ragam pemberian alat penahan stemflow pada pohon berdiameter 40 cm, menunjukkan bahwa penggunaan alat penahan stemflow pada pohon Pinus merkusii berpengaruh nyata terhadap besarnya volume air akibat
stemflow pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05).
Tabel 6 Analisis ragam keempat perlakuan pada pohon pinus berdiameter 40 cm
Sumber
Keterangan: * = Nyata pada selang kepercayaan 95%
Dilihat dari Tabel 6 hasil analisis ragam menunjukkan terdapat pengaruh
nyata dari pemberian alat penahan stemflow pada pohon pinus dengan diameter 40 cm, hasil sidik ragam diperoleh nilai F hitung untuk alat penahan stemflow pada pohon dengan diameter 40 cm senilai 12,86, nilai tersebut lebih besar dari nilai F
tabel pada selang kepercayaan 95% yaitu sebesar 3,13. Untuk mengetahui
pengaruh pemberian alat penahan stemflow pada pohon pinus dengan diameter 40 cm dilakukan uji lanjut Duncan, dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Uji Duncan rata-rata volume air keempat perlakuan pada pohon pinus diameter 40 cm
Duncan Grouping Rata-rata (ml) Perlakuan
A 93,17 Kontrol
B** 51,92 Ban sepeda
B** 46,25 Botol plastik air mineral 1,5 liter
B** 47,00 Selang
Dari hasil uji Duncan seperti dilihat pada Tabel 7, pemberian alat penahan
stemflow pada pohon pinus menyatakan bahwa kontrol dengan alat penahan
stemflow dari ban, selang dan botol plastik air mineral 1,5 liter berbeda nyata. Kondisi tajuk yang rapat pada lokasi pohon pinus berdiameter 20 cm dan 40 cm,
memiliki aliran batang yang lebih rendah karena memiliki penutupan tajuk yang
lebih rapat dibandingkan dengan penutupan tajuk lokasi pohon berdiameter 60
cm. Menurut Skau dalam Aththorick (2001), menunjukkan bahwa makin rapat keadaan tajuk, air hujan yang menjadi aliran batang menjadi rendah.
Tabel 8 Analisis ragam keempat perlakuanpada pohon pinus berdiameter 60 cm
Sumber
Keterangan: * = Nyata pada selang kepercayaan 95%
Perhitungan analisis ragam Tabel 8 hasil analisis ragam, menunjukkan
terdapat pengaruh nyata dari pemberian alat penahan stemflow pada pohon pinus dengan diameter 60 cm dari hasil analisis ragam diperoleh nilai F hitung untuk
alat penahan stemflow pada pohon dengan diameter 60 cm senilai 10,13, nilai tersebut lebih besar dari nilai F tabel pada selang kepercayaan 95% yaitu sebesar
3,13. Diamana F hitung > F tabel maka dapat dikatakan bahwa pemberian alat
penahan stemflow pada pohon pinus terhadap volume air rata-rata yang tertampung berpengaruh nyata. Untuk mengetahui pengaruh pemberian
masing-masing alat penahan stemflow pada pohon pinus terhadap volume air rata-rata tertampung pada pohon dengan diameter 60 cm dilakukan uji lanjut Duncan.
Tabel 9 Uji Duncan rata-rata volume air keempat perlakuan pada pohon pinus diameter 60 cm
Duncan Grouping Rata-rata (ml) Perlakuan
A** 56,75 Kontrol
A** 51,17 Ban sepeda
B 38,17 Selang
C 24,33 Botol plastik air mineral 1,5 liter