• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan dan pengujian efektivitas alat penahan stemflow pada pohon pinus (Pinus merkusii) sadapan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan dan pengujian efektivitas alat penahan stemflow pada pohon pinus (Pinus merkusii) sadapan"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN DAN PENGUJIAN EFEKTIVITAS ALAT

PENAHAN STEMFLOW PADA POHON PINUS (Pinus merkusii)

SADAPAN

DEVY NUR ALFISYAHRIN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

PEMBUATAN DAN PENGUJIAM EFEKTIVITAS ALAT

PENAHAN STEMFLOW PADA POHON PINUS (Pinus merkusii)

SADAPAN

DEVY NUR ALFISYAHRIN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

ABSTRAK

DEVY NUR ALFISYAHRIN. E 14080066. Pembuatan dan Pengujian Efektivitas Alat Penahan Stemflow Pada Pohon Pinus (Pinus merkusii) Sadapan. Dibimbing oleh JUANG R. MATANGARAN.

Penelitian ini bertujuan untuk mendesain dan membuat alat penahan

stemflow yang mampu mengurangi masuknya air hujan kedalam wadah penampungan getah dan menguji alat penahan stemflow pada pohon Pinus merkusii sadapan. Penelitian dilakukan dengan pembuatan alat penahan stemflow

yang terbuat dari botol plastik air mineral 1,5 liter, ban sepeda bagian luar dengan diameter 60 cm dan selang tipis dengan ukuran diameter 1,5 inchi. Alat penahan

stemflow dipasangkan pada pohon Pinus merkusii sebanyak tiga jenis alat pada tiga pohon, masing-masing berdiameter 20 cm, 40 cm dan 60 cm. Pengukuran dilakukan setiap hari hujan selama 20 kali hari hujan. Volume air hujan tertampung pada wadah penampungan getah, yang menampung volume air terkecil merupakan alat penahan stemflow yang efektif. Analisis data menunjukkan bahwa alat penahan stemflow yang berpengaruh terhadap volume air tertampung pada wadah penampungan getah adalah alat penahan stemflow

yang terbuat dari botol plastik air mineral 1,5 liter. Alat ini memiliki volume air tertampung paling rendah pada diameter pohon 20 cm sebesar 18,00 ml, pohon diameter 40 cm sebesar 46,25 ml dan pada pohon dengan diameter 60 cm memiliki volume air tertampung sebesar 24,33 ml. Alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter berdasarkan pertimbangan biaya pembuatan memililki biaya pembuatan paling rendah yaitu sebesar Rp.868/unit.

Kata kunci : Alat penahan stemflow, volume air tertampung dan Pinus merkusii

(4)

ABSTRACT

DEVY NUR ALFISYAHRIN. E14080066. Design and Examine the Effectiveness of Brace Stemflow The Pine Tree (Pinus merkusii) Tapping. Supervised by JUANG R. MATANGARAN.

The objective of the research is to design and develop a tool to brace the stemflow

in order to reduce the water from the rain fall in to the resin container. Research was conducted by making stemflow brace made from a plastic bottle of mineral water 1.5 liter, bicycle tire outer diameter of 60 cm and a rubber tube with a diameter of 1.5 inches.

Stemflow brace attached to the tree pinus, three types of tools on three trees, each measuring of tree diameter 20 cm, 40 cm and 60 cm. Measurements were taken every day for a 20 days rain. The result showed that the stemflowbrace that effective to reduce volume of water and resin stored inside the storage container brace stemflow was made from a plastic bottle of mineral water 1.5 liter. This tool has the lowest volume of water deposited on a tree 20 cm diameter by 18.00 ml, 40 cm diameter tree at 46.25 ml and the tree with a diameter of 60 cm has a volume of 24.33 ml of water reservoir. Stemflowbrace from a plastic bottle of mineral water 1.5 liter have adequate consideration of the cost of making with lowest cost at Rp 868/unit.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya ilmiah berjudul Pembuatan dan

Pengujian Efektivitas Alat Penahan Stemflow Pada Pohon Pinus (Pinus merkusii) Sadapan adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen

pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan

tinggi atau lembaga manapun. Semua sumber data informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

Devy Nur Alfisyahrin

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pembuatan dan Pengujian Efektivitas Alat Penahan

Stemflow Pada Pohon Pinus (Pinus merkusii) Sadapan.

Nama : Devy Nur Alfisyahrin

NIM : E14080066

Departemen : Manajemen Hutan

Menyetujui:

Dosen Pembimbing,

Dr Ir Juang R. Matangaran, MS

NIP. 19631221 198803 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Fakultas Kehutanan IPB,

Dr Ir Didik Suharjito, MS

NIP. 19630401 199403 1 001

(7)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai tugas

akhir yang berjudul “Pembuatan Dan Pengujian Efektivitas Alat Penahan Stemflow Pada Pohon Pinus (Pinus merkusii) Sadapan” dengan sebaik-baiknya. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan kelulusan

program mayor Strata Satu di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa bantuan

berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan

setinggi-tingginya kepada:

1. Orang tua tercinta ibunda Umiyati dan ayahanda Nurkam Muzani, yang

senantiasa memberikan inspirasi, bimbingan, dorongan moral dan material

serta doa yang tiada henti terucap, kakak-kakakku tersayang Tati Nur Hayati,

Nur Laelati Qodri, Nana Nur Jannah dan Ruri Nuri Sholati, atas rasa kasih

sayang serta doanya, dan segenap keluarga yang selalu mendukung dalam

penyusunan tugas akhir.

2. Dr Ir Juang R. Matangaran, MS yang tidak pernah lelah membimbing penulis,

memberikan kritik dan saran serta nasihat kepada penulis dalam

menyelesaikan karya ilmiah ini.

3. Dra Sri Rahaju, MSi selaku dosen moderator pada seminar hasil penelitian, Dr

Ir Prijanto Pamungkas, MSc F. Trop selaku dosen penguji dan Dr Ir Gunawan

Santosa, MS selaku ketua sidang.

4. Sahabat-sahabat terbaikku, Astrida RM Sigiro, Sidik Maulana, Linda Lestari,

Mike Dwi Hisma, Eharapenta Tarigan, Hesti Septianingrum, Afif Safariyah,

Dwi Endah dan M. Zainur Rizal atas bantuan dan dukungannya dalam

penelitian maupun bantuannya dalam penyusunan tugas akhir.

5. Semua pihak HPGW yang membantu dalam melaksanakan penelitian.

6. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Desember 1990 di Indramayu,

Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Penulis adalah anak keenam dari

enam bersaudara, pasangan bapak Nurkam Muzani dan ibu Umiyati. Penulis

memulai pendidikan Sekolah Dasar Negeri Paoman IV pada tahun 1996 dan lulus

tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 2

Sindang-Indramayu pada tahun 2002 sampai tahun 2005. Kemudian penulis

melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Sindang-Indramayu pada tahun 2005

sampai tahun 2008, selanjutnya pada tahun yang sama penulis diterima sebagai

Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI) di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selain aktif diperkuliahan, penulis juga aktif disejumlah organisasi

kemahasiswaan, yakni sebagai anggota komisi informasi dan komunikasi BEM

2009-2010, panitia Bina Corps Rimbawan tahun 2010, panitia Temu Manager

tahun 2010 dan sebagai asisten praktikum pemanenan hutan. Penulis juga

memperoleh dana DIKTI untuk kegiatan PKM (Pekan Kreativitas Mahasiswa)

dengan judul PKM “Pembuatan Brownis dari Talas Sebagai Bahan Diversivikasi Pangan”. Penerima beasiswa IPB Speak ‘s Out pada tahun 2011-2013.

Selama pendidikan, penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan

Ekosistem Hutan (PPEH) di Sawal-Pangandaran, Jawa Barat, Praktek Pengelolaan

Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat serta

Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Suka Jaya Makmur Ketapang-Melawi,

Kalimantan Barat selama periode Juni-Agustus 2012 sebagai salah satu syarat

untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor, penulis

menyelesaikan skripsi dengan judul “Pembuatan dan Pengujian Efektivitas Alat

Penahan Stemflow pada Pohon Pinus (Pinus merkusii)” di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat dibimbing oleh Dr Ir Juang R.

(9)

DAFTAR ISI

Model Arsitektur Pohon Pinus (Pinus merkusii) 5

Syarat Tumbuh dan Ciri-Ciri Pohon Pinus (Pinus merkusii) 5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus 9

Penyadapan Getah Pinus 11

Getah Pinus 14

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat 16

Alat dan Bahan 16

Metode Pengumpulan Data 16

Pengolahan Data 20

Penyadapan Ketika Musim Hujan 25

Analisis Biaya Pembuatan Alat Penahan Stemflow 33

KESIMPULAN DAN SARAN

(10)

Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 35

(11)

DAFTAR TABEL

1 Bagan Rancangan Percobaan 20

2 Struktur Annova 21

3 Volume Air yang Tertampung Pada Keempat Perlakuan 26 4 Analisis Ragam Keempat Perlakuan Pada Pohon Pinus

Berdiameter 20 cm 29

5 Uji Duncan Rata-Rata Volume Air Keempat Perlakuan

Pada Pohon Pinus diameter 20 cm 30

6 Analisis Ragam Keempat Perlakuan Pada Pohon Pinus

Berdiameter 40 cm 30

7 Uji Duncan Rata-Rata Volume Air Keempat Perlakuan

Pada Pohon Pinus diameter 40 cm 30

8 Analisis Ragam Keempat Perlakuan Pada Pohon Pinus

Berdiameter 60 cm 31

9 Uji Duncan Rata-Rata Volume Air Keempat Perlakuan

Pada Pohon Pinus diameter 60 cm 31

10 Pertimbangan Biaya/Unit Penggunaan Alat Penahan

Stemflow Pada Pohon Pinus merkusii berdiameter 20 cm,

40 cm dan 60 cm 33

5 Wadah tambahan untuk menampung air yang penuh dari

wadah penampungan getah 19

1 Volume Air Rata-Rata Tertampung Pada Pohon

Berdiameter 20 cm Setiap Hari Hujan 38

2 Volume Air Rata-Rata Tertampung Pada Pohon

Berdiameter 40 cm Setiap Hari Hujan 39

3 Volume Air Rata-Rata Tertampung Pada Pohon

Berdiameter 60 cm Setiap Hari Hujan 40

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini, masyarakat dan berbagai instansi tertentu telah banyak melakukan

kegiatan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu. Hasil hutan bukan kayu merupakan

hasil alam yang diambil dari kawasan hutan dan bukan merupakan kayu serta

mencakup benda-benda nabati atau hewani yang ada di hutan. Hasil alam ini bisa

berasal dari lingkungan alam dan bisa juga berasal dari lingkungan yang

dibudidayakan manusia (Sofyan 1998). Salah satu kegiatan pemanfaatan hasil

hutan bukan kayu yaitu pemanenan getah pinus. Getah pinus yang dimanfaatkan

dapat berasal dari jenis yang berbeda-beda. Beberapa jenis pinus antara lain Pinus

insularis, Pinus cassia, Pinus oocarpa, Pinus caribaea (Martini 1978).

Menurut Mirov (1967), terdapat 100 lebih spesies pinus yang biasa

dimanfaatkan. Di Indonesia, salah satu spesies yang paling banyak dimanfaatkan

adalah Pinus merkusii. Pinus merkusii adalah salah satu jenis pohon penting dan

cukup potensial di Indonesia. Kayu pohon pinus dipakai sebagai bahan baku

industri pulp dan kertas, korek api, dan getahnya dimanfaatkan untuk gondorukem

dan terpentin. Menurut Anggaraeni dan Suharti (1996), Pinus merkusii Jung et De

Vriese adalah salah satu jenis pohon yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku

industri kertas, korek api, pulp, alat tulis dan terpentin. Disamping itu jenis pohon

ini sangat cocok untuk reboisasi tanah-tanah yang rusak dan dapat dengan

langsung ditanam di padang alang-alang.

Penyadapan getah pinus dilakukan dengan berbagai metode diantaranya

dengan metode quarre (koakan), metode bor, metode portugis, dan metode riil.

Menurut Rochidajat dan Sukawi (1987), penyadapan getah Pinus merkusii sebagai

hasil sampingan telah lama dilakukan di Indonesia terutama di Jawa dan di

Sumatera. Percobaan penyadapan getah telah dilakukan sejak tahun 1920 di tanah

Gayo Aceh oleh Brandt Buys, Ferdinand dan Japing. Penyadapan getah pinus ini

sebagaimana telah diketahui dengan jalan penyulingan dihasilkan gondorukem

dan terpentin. Gondorukem digunakan antara lain dalam industri batik dan kertas.

(13)

2

Banyak kendala-kendala yang muncul dalam melakukan pemanenan getah

pinus, terutama kendala dalam memperoleh hasil sadapan yang tinggi dengan

menggunakan metode quarre. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

sadapan baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal berasal dari

pohon itu sendiri, sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan. Faktor

eksternal yang dimaksud adalah yang mempengaruhi hasil getah yang telah keluar

dari dalam pohon (hasil sadapan di dalam wadah penampung) dengan penyadapan

menggunakan metode quarre. Salah satu yang mempengaruhi banyaknya hasil

sadapan dengan menggunakan metode quarre adalah getah yang telah tertampung

di wadah penampung adalah getah tertampung bersama dengan air hujan. Ketika

terjadi hujan, maka itu akan menjadi salah satu masalah yang sering dihadapi oleh

para penyadap dalam melakukan penyadapan getah. Pada saat hujan, hasil getah

yang tertampung menjadi bercampur dengan air sehingga akan mempengaruhi

banyaknya getah yang dihasilkan. Air hujan yang dimaksud adalah air hujan yang

mengalir pada batang pohon yang biasa disebut dengan “stemflow”. Stemflow

adalah air hujan yang tertahan pada tajuk yang jatuh ke permukaan tanah secara

tidak langsung yang mengalir melalui batang pohon.

Air stemflow yang ikut tertampung akan dipisahkan dengan getah,

sehingga akan ada sedikit banyak getah yang terbawa oleh air ketika dipisahkan.

Getah tersebut akan terbuang dan tidak dapat digunakan lagi. Dengan demikian,

hasil yang diperoleh akan lebih banyak akan berkurang sehingga akan mengurangi

banyaknya hasil sadapan getah yang seharusnya diperoleh.

Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Mendesain dan membuat alat penahan stemflow yang mampu mengurangi

masuknya air hujan kedalam wadah penampungan getah.

2. Menguji alat penahan stemflow pada pohon Pinus merkusii sadapan.

Manfaat

1. Memperoleh alat penahan stemflow baru berupa botol plastik air mineral

1,5 liter, ban sepeda dan selang yang efektif.

2. Alat penahan stemflow dapat mengurangi air hujan yang masuk ke dalam

(14)

Hipotesis

Alat penahan stemflow dapat menahan aliran air hujan pada batang pohon

pinus sehingga tidak sampai ke dalam wadah penampung getah. Dengan demikian

dapat mempertahankan hasil sadapan getah yang diperoleh di dalam wadah

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Aliran Batang

Curahan hujan yang jatuh di permukaan bumi pada lahan bervegetasi ada

yang seluruhnya jatuh ke permukaan tanah sehingga menjadi bagian dari air tanah

dan ada yang tidak seluruhnya jatuh ke tanah sehingga tidak berperan dalam

membentuk kelembaban tanah, air, larian atau air tanah (Kaimuddin 1994). Air

hujan yang jatuh menembus tajuk vegetasi dan menyentuh tanah akan menjadi

bagian air tanah (Kaimuddin 1994). Air hujan yang tertahan beberapa saat oleh

vegetasi, untuk kemudian diuapkan kembali (hilang) ke atmosfer atau diserap oleh

vegetasi yang bersangkutan disebut intersepsi air hujan (rainfall interception

loss). Air ini akan kembali ke lagi ke udara sebagai air intersepsi tajuk, serasah

dan tumbuhan bawah.

Air hujan yang jatuh menyentuh tanah dapat terjadi secara langsung

maupun tidak langsung. Perbedaan penutupan vegetasi hutan merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi jatuhnya air hujan seluruhnya menyentuh

permukaan tanah atau tidak. Penutupan vegetasi menyebabkan butir-butir hujan

yang jatuh tidak langsung menyentuh permukaan tanah, akan tetapi ditahan oleh

tajuk pohon yang kemudian dialirkan secara perlahan melalui batang ke

permukaan tanah yang disebut stemflow dan sebagian jatuh secara langsung dari

tajuk berupa tetesan air yang dinamakan throughfall (Soerjono 1987). Aliran

batang (stemflow) adalah bagian dari curah hujan yang terjatuh kemudian tertahan

oleh tajuk vegetasi, lalu mengalir melalui batang dan sampai kepermukaan tanah.

Menurut Aththorick (2000), aliran batang merupakan bagian hujan yang

terintersepsi, berkumpul dan mengalir kepermukaan tanah melalui batang.

Menurut Anwar (2003), aliran batang merupakan bagian presipitasi yang

mencapai tanah dengan mengalir kebawah melalui batang pohon.

Percabangan pada pohon berpengaruh terhadap sisa air jatuhan yang

tertahan pada posisi lebih atas. Semakin banyak percabangan maka air hujan yang

tertahan akan semakin banyak, sehingga aliran batang (stemflow) yang terjadi

akan semakin banyak. Faktor lainnya yaitu kemiringan cabang pada suatu pohon,

hal tersebut berpengaruh terhadap aliran hujan yang akan menuju batang, hingga

(16)

Model Arsitektur Pohon Pinus (Pinus merkusii)

Menurut Manokaran dalam Nurhidayah (2009), pengetahuan tentang

model arsitektur pohon sangat penting untuk mengetahui peranannya dalam

mengintersepsi curah hujan. Curah hujan yang akan ditahan oleh tajuk vegetasi,

sebagian di uapkan ke atmosfer dan sebagian lagi jatuh ke lantai hutan sebagai

curahan tajuk (throughfal). Pinus (Pinus merkusii) merupakan salah satu contoh

model Rauh dari golongan Conifera. Arsitektur pohon model Rauf dibentuk oleh

sebuah batang monopodial dan orthotropik dengan pertumbuhan ritmik dan

membentuk percabangan yang orthotropik. Cabang-cabang ini secara genetik

identik dengan batang.

Gambar 1 Arsitektur pohon model Rauh

Berdasarkan hasil penelitian, pengukuran aliran batang Nurhidayah

(2009), menunjukkan bahwa aliran batang pada model pohon Rauf lebih besar

dari pada aliran batang pada pohon jenis pohon kakao (Theobroma cacao L)

dengan model Nozeran.

Syarat Tumbuh dan Ciri-Ciri Pohon Pinus merkusii

Pada mulanya penanaman pinus di lahan hutan khususnya jenis Pinus

merkusii Jungh et de Vriese, bertujuan untuk mempercepat reboisasi dan

rehabilitasi lahan-lahan kosong dalam kawasan hutan. Pinus merkusii merupakan

jenis pionir yang mampu bertahan hidup dan pertumbuhannya sangat cepat (fast

growing) serta mampu tumbuh dengan baik pada ketinggian tempat 200-2000

mdpl dengan persyaratan tidak terlalu sulit. Walaupun demikian agar dapat

tumbuh dengan baik dibutuhkan ketinggian tempat diatas 400 mdpl, dengan

(17)

6

Kayu Penanaman pinus khususnya di Pulau Jawa pada tahun 70-an dan

pada mulanya diajukan untuk mereboisasi tanah kosong, disamping sebagai

persiapan memenuhi pasokan kebutuhan bahan baku kayu industri kertas.

Tanaman pinus di Pulau Jawa didominasi oleh jenis Pinus merkusii Jungh et de

Vriese. Menurut Priyono dan Siswamartana (2002), sistematika tanaman Pinus

merkusii dapat diuraikan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Gymnospermae

Class : Conifera

Familia : Pinaceae

Genus : Pinus

Species : Pinus merkusii Jungh et de Vriese

Menurut Priyono dan Siswamartana (2002), pada umumnya pohon pinus

dapat mempunyai ukuran raksasa dengan tinggi 30 - 40 m atau lebih, panjang

batang bebas cabang 2 - 23 meter, diameter dapat mencapai 100 cm dan tidak

berbanir, kulit luar kasar, berwarna coklat tua, tidak mengelupas, beralur lebar dan

dalam, tajuk berbentuk kerucut, serta daunnya merupakan daun jarum. Daun

jarum mulai gugur setelah berumur kira-kira satu setengah tahun dan selanjutnya

pengguguran ini berlangsung terus, tetapi karena musim gugur tidak nyata, pohon

pinus tidak pernah gundul. Pinus merkusii adalah satu-satunya jenis famili

pinaceae yang tumbuh secara alami di Indonesia. Daerah penyebarannya meliputi

Thailand, Laos, Burma, Vietnam, dan Indonesia.

Persyaratan tumbuhnya cukup mudah, dapat tumbuh pada tanah yang

kurang subur, tanah berpasir, dan tanah berbatu, tetapi tidak dapat tumbuh pada

tanah becek. Jenis ini menghendaki iklim basah sampai agak kering dengan tipe

hujan A sampai C pada ketinggian 200 mdpl, 100 mdpl kadang-kadang tumbuh di

bawah ketinggian 200 mdpl dan mendekati daerah pantai.

Menurut Harahap (2000), tinggi P. merkusii dapat mencapai 20 – 40 m

dengan diameter 100 cm dan batang bebas cabang 2 - 23 m. Pinus tidak berbanir,

kulit luar kasar, berwarna coklat kelabu sampai coklat tua, tidak mengelupas dan

beralur lebar serta dalam. Kayu pinus berwarna coklat-kuning muda, berat jenis

(18)

berbunga dan berbuah sepanjang tahun, terutama pada bulan Juli - November. Biji

yang baik warna kulitnya kering kecoklatan, bentuk bijinya bulat, padat, dan tidak

berkerut. Jumlah biji kering 57.900 butir per kg.

Kayu pinus memiliki berat jenis 0,46 sampai 0,70-an tergolong kedalam

kelas awet IV dan kelas kuat II sampai III (Rianse 2001). Syarat-syarat tumbuh

pohon pinus adalah:

a. Iklim

Pinus merkusii termasuk jenis intoleran yang terdapat pada daerah

bermusim kering pendek, dengan curah hujan 1500-2500 mm/thn, juga

terdapat didaerah-daerah bermusim kemarau tiga sampai empat bulan

dalam setahun dengan curah hujan 1000-1800 mm/thn. Meskipun Pinus

merkusii dapat tumbuh lebih baik didaerah-daerah yang mendapat hujan

sepanjang tahun.

b. Tanah

Pinus merkusii tidak meminta syarat yang tinggi terhadap tanah, jenis ini

dapat tumbuh pada tanah yang terkurus dan terkering. Meskipun demikian

faktor tanah dapat berpengaruh terhadap kondisi pertumbuhan serta

kualitas pohon (Suharlan et al. 1980).

Pinus (Pinus merkusii) merupakan jenis tumbuhan asli Indonesia dengan

sebaran alam di daerah Sumatera. Di Sumatera tegakan pinus di bagi menjadi tiga

strain yaitu strain Aceh, Kerinci dan Tapanuli. Pinus tidak menuntut syarat yang

tinggi terhadap tanah, dapat tumbuh pada daerah yang kurang subur dan

ketinggian tempat 1000 – 1500 mdpl serta dapat mencapai tinggi pohon antara 20

– 40 meter. Kayu pinus memiliki kualitas yang cukup baik untuk berbagai tujuan.

Pinus mempunyai kegunaan ganda seperti bahan baku pulp dan kertas, terpentin,

pensil dan kayu pertukangan. Pinus juga merupakan jenis yang mampu

menghasilkan getah dengan nilai ekonomi yang tinggi (Hardiwinoto et al. 2011).

Jenis ini dapat tumbuh pada iklim yang berbeda-beda, tetapi yang paling

baik ialah pada iklim tipe B. Curah hujan minimal yang dibutuhkan ialah 1.500

mm/thn dan akan tumbuh lebih baik di daerah yang sepanjang tahun mendapatkan

hujan. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan berkisar 17°C dan 27°C,

(19)

8

dibawah naungan pertumbuhannya tidak baik. Di Indonesia pinus dapat tumbuh

pada ketinggian 200-2000 mdpl. Pertumbuhan yang optimum dicapai pada

ketinggian antara 400-1.500 mdpl dan pertumbuhan maksimal pada 900-1.500

mdpl (Pasaribu 2008).

Tanaman pinus dikenal sebagai pohon pioner. Kepioneran pinus ini

dinyatakan dalam batas kemampuannya untuk tumbuh dengan baik pada suatu

lahan dengan kesuburan rendah, dimana tanaman hutan jenis komersial lainnya

tidak mampu tumbuh dengan baik. Kisaran persyaratan tumbuh tanamaan pinus

yang amat lebar menyebabkan jenis ini termaksuk jenis pioner dan sering

digunakan sebagai tanaman reboisasi. Pinus mampu tumbuh pada lahan paling

tidak subur dan terkering, pinus diketahui mampu tumbuh pada kisaran ketinggian

dari 3 – 4000 m diatas permukaan laut. Kemampuan tanaman pinus tumbuh di

lahan tidak subur dengan kisaran ketinggian yang lebar diatas, dikarenakan

adanya hubungan istimewa (simbiosa) antara akar pinus dengan bakteri dan

jamur. Diluar kemampuan pinus sebagai tanaman pioner, ada sisi lain yang

dianggap kelemahan pinus sebagai jenis tanaman reboisasi, yaitu bahwa tegakan

pinus hingga saat ini dianggap sebagai tegakan yang boros air (Purwanto 1994).

Dilihat dari jenis pinus yang memiliki bentuk yang ramping, lurus dengan

tinggi yang dapat mencapai antara 60 sampai 70 meter dan diameter mencapai

satu meter dan memiliki kulit batang yang berwarna kelabu tua dan beralur agak

dalam, bentuk batang bulat, memanjang dan lurus tetapi kadang-kadang ada juga

yang bengkok serta selalu hijau sepanjang tahun. Tajuk pohon pinus pada

umumnya tidak terlalu lebar, mudah diidentifikasi dari udara karena bentuk

tajuknya runcing dan daunnya berbentuk jarum dengan buah yang berbentuk

kerucut, biji bersayap yang terletak secara berpasangan dalam lapisan sisik

(Rianse 2001).

Ciri-ciri fisik pinus yang sedikit mengeluarkan getah adalah alur-alur pada

kulit tidak dalam, kayunya jika dilukai kayunya tampak warnanya agak cerah

putih kekuningan dan tajuk jarang atau tidak lebat. Pohon yang mengeluarkan

banyak getah dicirikan dengan alur kulit yang dalam, kayunya jika dilukai

(20)

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus

Menurut Suharlan et al. (1980), produksi getah dipengaruhi oleh

faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal berupa faktor-faktor tempat tumbuh serta

tindakan pengelolaan yang berpengaruh terhadap produksi getah secara langsung

maupun tidak langsung melalui faktor-faktor internal.

Faktor eksternal seperti fluktuasi musim panas dan musim dingin atau

musim kemarau dan musim hujan akan menyebabkan fluktuasi produksi getah.

Pengaruh cuaca terlihat antara musim panas dan musim dingin. Musim panas akan

memberikan produksi getah yang lebih tinggi, tetapi musim panas yang terus

menerus pun tidak baik pengaruhnya terhadap aliran getah karena getah cepat

mengering sehingga aliran getah terhenti. Unsur iklim lain yang berpengaruh

terhadap produksi getah dalam hubungan dengan musim adalah suhu udara.

Cuaca yang dingin memperlambat aliran getah. Kelembaban kadar air

berpengaruh secara langsung ataupun tak langsung, terhadap kuantita dan kualita

produksi getah. Faktor luar lain yang berpengaruh selain iklim adalah tindakan

manusia berupa gangguan yang bersifat negatif. Kegiatan manusia yang

berpengaruh positif terhadap produksi getah adalah tindakan pengelolaan yaitu

memanfaatkan faktor-faktor alami yang berpengaruh terhadap getah secara

menguntungkan. Tajuk yang besar dan baik akan meningkatkan produksi getah

sehingga perlu diberikan kebebasan perkembangan tajuk dengan cara penjarangan

yang memberikan ruang yang cukup bagi pertumbuhan yang baik (Suharlan et al.

1980).

Faktor internal yang mempengaruhi produksi getah adalah sifat genotipa

dan fenotipa pohon. Produksi getah pinus berbeda menurut jenis, misalnya Pinus

caribaea mengahasilkan getah yang lebih banyak dengan kerak yang menempel

pada pohon lebih sedikit daripada Pinus palustris. Pinus merkusii merupakan

penghasil getah terbanyak setelah Pinus khasya. Pinus khasya dapat memproduksi

getah sebanyak 7 kg/pohon/thn, sedangkan Pinus merkusii sebanyak 6

kg/pohon/thn (Suharlan et al. 1980).

Faktor internal lain yang berpengaruh terhadap produksi getah pinus

adalah keadaan, bentuk dan perkembangan pohon, misalnya besar tajuk, diameter

(21)

10

berpengaruh terhadap produksi getah. Saluran-saluran getah yang banyak berada

didalam kayu gubal. Pohon dengan tajuk besar relatif menerima cahaya matahari

yang lebih banyak sehingga terjadi fotosintesis dengan hasil yang lebih besar

daripada pohon-pohon dengan tajuk yang kecil. Pohon-pohon dengan tajuk

memenui 30% sampai 50% dari total tinggi pohon akan memproduksi getah lebih

banyak daripada pohon-pohon dengan tajuk hanya 25% dari tinggi total pohon

(Suharlan et al. 1980).

Menurut Darwo dan Nana (1974), tanaman yang berumur lebih tua

cenderung akan menghasilkan getah yang lebih banyak karena dengan

bertambahnya umur tanaman, maka diameter pohon akan semakin besar dan

pembuatan mal dalam satu pohon bisa dibuat lebih dari satu. Selain itu kerapatan

tegakan dapat mempengaruhi produksi getah karena kerapatan akan

mempengaruhi pertumbuhan tanaman terutama kearah samping, yaitu dengan

bertambahnya diameter pohon dan untuk pohon yang lebih lebar, dengan

demikian, kemampuan pohon untuk memproduksi getah lebih banyak. Produksi

getah tusam yang paling banyak adalah tanaman yang berumur lebih tua akan

menghasilkan getah yang banyak.

Menurut Sugiyono et al. (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi getah adalah:

1. Umur pohon

Perbedaan umur pohon berpengaruh atas hasil getah. Umur pohon

menghasilkan getah semakin banyak pada batas umur tertentu.

2. Tajuk pohon

Hasil getah tiap pohon berhubungan langsung dengan besarnya tajuk,

karena dalam tajuklah proses fotosintesis terjadi. Pohon dengan tajuk lebar

akan menerima cahaya matahari lebih banyak, sehingga akan terjadi

proses fotosintesis yang lebih banyak dibandingkan dengan pohon yang

memiliki tajuk lebih kecil. Hasil fotosintesi yang besar akan menambah

pertumbuhan diameter pohon.

3. Diameter

Pohon dengan diameter kurang dari 25 cm dan setinggi dada menghasilkan

(22)

lingkaran tahun yang lebar, tajuk rata atau penuh dan bentuk kerucut serta

mempunyai tinggi tajuk sampai seperempat dari tinggi pohonnya.

4. Kesehatan pohon

Kesehatan pohon berpengaruh langsung terhadap kelancaran proses

fotosintesis pertumbuhan batang dan pembentukan kayu gubal.

Pohon-pohon sehat mengahasilkan getah lebih banyak dari pada Pohon-pohon-Pohon-pohon

yang terserang penyakit.

5. Perbedaan jenis pohon.

Pinus yang menghasilkan getah terhadap beberapa jenis dengan produksi

berbeda.

Upaya meningkatkan getah menurut Sugiyono et al. (2001), getah pinus dapat diperoleh dengan penyadapan batang pohon. Saluran getah yang akan

menyempit atau buntu dan apabila masih muda getah yang dapat keluar dengan

segera mengalami pembekuan di mulut saluran getah yang disadap, sehingga

menyumbat mulut saluran getah. Agar permukaan luka sadapan selalu terbuka dan

getah tidak membeku dapat digunakan stimulansia tertentu. Faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap produksi getah yaitu, bonita tanah. Pohon-pohon yang

tumbuh pada tanah yang berbonita tinggi, pertumbuhannya lebih baik dan pada

gilirannya produksi getahnya lebih banyak, karena kandungan unsur hara.

Dari berbagai hasil penelitian, penulis mencatat bahwa produksi getah

pinus dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luas areal sadap, kualitas tempat

tumbuh, ketinggian tempat tumbuh, jumlah koakan tiap pohon, jangka waktu

pelukaan, sifat genetis pohon, perlakuan kimia berupa pemberian stimulansia,

keterampilan penyadap dan lain-lain (Matangaran 2006).

Penyadapan Getah Pinus

Penyadapan getah pinus dengan menggunakan metode quarre, adalah

kekhawatiran tumbanganya pohon karena angin. Apabila tetap menggunakan

metode quarre maka dapat dilakukan dengan pemanenan getah hanya pada lokasi

tertentu. Teknik pemanenan getah ini mempertimbangkan arah angin sehingga

pohon yang dipanen getahnyan terlindung dari terpaan kencang. Cara lain adalah

dengan memodifikasi petel sedemikian rupa sehingga tidak merusak kayu terlalu

(23)

12

Getah pinus terdapat pada bagian kayu bukan pada bagian kulit atau

kambium seperti kopal aghatis. Getah pinus terbentuk jika terjadi luka pada kayu.

Resin akan keluar melalui saluran resin (saluran interselluler sel) dengan maksud

menutup luka tersebut. Saluran resin terbentuk kearah memanjang batang diantara

sel-sel trakeida atau melintang radial dalam berkas jaringan-jaringan kayu.

Saluran kearah memanjang batang (vertikal) biasanya lebih besar dibandingkan

dengan saluran kearah radial. Saluran resin arah radial ini yang mengakibatkan

para penyadap melukai batang lebih dalam dari aturan yang dibuat. Sesungguhnya

luas permukaan luka sadap yang menentukan banyaknya saluran getah yang

terluka hingga getah lebih banyak keluar, makin luas bagian kayu yang terluka

maka makin banyak hasil panen getah (Matangaran 2006).

Getah pinus pada sadapan batang pohon pinus berada di dalam saluran

getah yang arahnya vertikal (longitudinal, aksial) dan horizontal (radial dan

konsentrik). Saluran getah ini dapat terbentuk secara lisigen, sizogen maupun

siziliogen. Sebaran saluran getah siziliogen banyak terdapat pada pohon pinus

yang disadap (Kasmudjo 2011).

Menurut Kasmudjo (2011), pohon pinus yang akan disadap harus

memenuhi beberapa ketentuan, yaitu:

1. Dengan dasar diameter minimum. Cara ini menggunakan dasar diameter

minimum dari pohon pinus yang akan disadap, yaitu berdiameter diatas 15

cm. Prinsip metode ini adalah mengambil hasil pertama getah saat riap

tumbuh pohon/tegakan tersebut maksimum, yaitu pada umur lebih dari 10

tahun atau memasuki kelas umur (KU) III. Biasanya dasar ini digunakan

apabila klas perusahaan hanya diutamakan untuk mengambil getahnya.

2. Dengan dasar pemilihan pohon. Cara ini dipakai untuk suatu perusahaan

yang mengolah pinus secara terintregasi (untuk berbagai kegunaan

termaksuk dari kayunya). Pohon-pohon yang akan disadap adalah

pohon-pohon yang pada waktu mendatang akan dijarangi atau ditebang yaitu

sejak umur diatas 10 tahun (memasuki KU III) sampai pada daur tebangan

atas umur penjarangannya.

Adapun faktor perlakuan oleh manusia yang mempengaruhi menurut

(24)

1. Bentuk sadapan, yaitu hasil getah dari sadapan bentuk koakan paling

banyak, kemudian menyusul bentuk ril dan bor.

2. Arah sadapan, yaitu arah menghadapkan luka tersebut. Arah sadapan

menghadap ketimur paling banyak menghasilkan getah kemudian

menghadap ke utara, selatan dan barat.

3. Arah pembaharuan, yaitu kearah atas atau kearah bawah. Pembaharuan

kearah atas produksi getahnya lebih banyak

4. Upaya stimulansia, yaitu upaya perangsangan pada luka sadapan dengan

bahan kimia asam. Upaya stimulansia harus menggunakan pedoman yang

teliti agar tidak merugikan. Bahan stimulansia yang dapat digunakan

antara lain asam sulfat, socepas, asam oksalat, CuSo4, bolus alba dan

sebagainya.

Pemberian stimulansia yang umumnya berupa asam keras menyebabkan

saluran getah dan sel-sel parenkim akan terhidrolisis sehingga getah yang encer

semakin banyak yang keluar melebihi normal. Teori lain menyatakan asam

sebagai penyangga sehingga getah sukar membentuk rantai sikliknya dan tetap

dalam bentuk aldehide mengakibatkan getah encer tetap keluar melebihi normal

(Riyanto dalam Matangaran 2006).

Pemberian stimulansia diketahui dapat meningkatkan produksi getah

secara nyata. Tetapi dari hasil pengamatan bahwa ada pengaruh nyata terhadap

pengurangan produktivitas getah setelah beberapa bulan pelukaan diberi

stimulansia dengan konsentrasi yang tinggi. Pemberian stimulansia dalam

konsentrasi yang tinggi akan menyebabkan kayu bekas pelukaan memerah

kemudian berubah lebih gelap dan akhirnya tidak mengeluarkan getah

(Matangaran 2006).

Menurut hasil penelitian dari Rochidajat dan sukawi (1978), penyadapan

getah pinus di Indonesia merupakan usaha untuk memanfaatkan tegakan-tegakan

pinus yang telah ada, sebagai hasil sampingan sebelum tegakan masak tebang

sebelum tegakan dipanen hasil kayunya. Tegakan pada umumnya merupakan,

tegakan yang tidak atau belum mendapat pemeliharaan secara teratur. Hal ini

disebabkan oleh berbagai hal, antara lain faktor keamanan dan ketiadan biaya.

(25)

14

dan Jawa Tengah, keadaan tegakan itu menurut pandangan mata memberi kesan

sebagai berikut:

1. Tegakan rapat dengan batang kecil-kecil dan sebagian bengkok-bengkok.

2. Tajuk menutup sehingga cahaya matahari hanya sedikit yang dapat masuk

kedalam tegakan.

3. Ditegakan terasa lembab dan dingin.

Keadaan seperti ini menimbulkan berbagai masalah didalam usaha

penyadapan getah pinus. Secara singkat masalah-masalah ini antara lain dapat

disebutkan sebagai berikut:

1. Keadaan tegakan dengan pohon yang terlalu rapat dan diameter pohon

yang kecil mengakibatkan produksi getah pinus per pohon mejadi relatif

kecil.

2. Kurangnya cahaya matahari yang masuk kedalam tegakan menyebabkan

suhu udara didalam tegakan menjadi relatif rendah. Hal ini menyebabkan

getah menjadi cepat mengering sehingga penetasan getah selanjutnya

menjadi terhambat.

3. Dengan diameter batang yang relatif kecil, maka kerusakan yang

diakibatkan oleh pembuatan koakan menjadi relatif lebih besar, sehinnga

kerugian kayu baik mutu maupun jumlahnya menjadi besar.

4. Dengan biaya produksi yang tinggi, terutama para produsen gondorukem

di Sumatera mendapatkan kesulitan didalam bersaing. Apalagi terpentin

yang dihasilkan belum dpat dimanfaatkan secara maksimal.

Getah Pinus

Getah tusam setelah didestilasi akan menghasilkan gondorukem dan

terpentin. Gondorukem banyak dibutuhkan untuk campuran bahan pembatikan,

indutri sabun, kertas dan cat sedangkan terpentin banyak digunakan sebagai bahan

pelarut. Contoh dari getah resin diberikan gondorukem. Gondorukem merupakan

produk getah resin, sebagai residu tertinggal yang diperoleh pada pengolahan

getah pinus (Kasmudjo 2011). Gondorukem adalah istilah yang digunakan sebagai

sebutan umum untuk produk pengolahan getah dari pohon jenis pinus.

Gondorukem bahan yang berharga murah dan mudah merupakan resin natural

(26)

berwarna kuning jernih sampai kuning tua. Kualitas getah akan menentukan

kualitas dan rendemen gondorukem yang dihasilkan. Getah pohon pinus

mengandung 70-75% gondorukem, 20-25% terpentin (Suharlan et al. 1980).

Menurut Suharlan et al. (1980), mengatakan bahwa getah pinus

merupakan campuran asam-asam resin yang larut dalam pelarut netral atau pelarut

organik non polar seperti eter dan heksan. Getah pinus terdapat pada saluran resin

(interseluler). Pada kayu daun jarum terdapat dua macam saluran resin traumatis

yang terbentuk akibat pelukaan dalam kayu. Getah menghasilkan gondorukem

dan terpentin. Kegunaan dari gondorukem adalah sebagai bahan vernis, bahan

sizin pada sabun, sealing wax, bahan pelapis, bahan solder, tinta, cat, dan

lain-lain. Terpentin biasa digunakan sebagai bahan pengencer cat dan vernis, bahan

pelarut lilin, dan bahan pembuatan kamper sintesis. Gondorukem dapat digunakan

secara murni maupun sebagai campuran, yaitu dalam industri batik, dalam industri

kertas sebagai bahan sizing, bahan industri sabun sebagai bahan penyampur dan

untuk pembuatan vernis: tinta cetak, bahan isolasi listrik, korek api, lem, industri

(27)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat,

Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober

sampai November 2012.

Alat dan Bahan

Objek penelitian yang digunakan adalah pohon Pinus merkusii dengan diameter 20 cm, 40 cm dan 60 cm. Alat penahan stemflow berupa, selang dengan diameter 1 inchi, ban sepeda bekas dengan diameter 60 cm, botol aqua 1,5 liter.

Alat dan bahan tambahan berupa paku dengan panjang 2 cm dan 5 cm, batok

kelapa, plinkot, lem aibon dan lem fox, wadah plastik ukuran 15 cm x 10 cm x 10

cm, gunting, golok, palu, kuas, cat, label, meteran, gelas ukur dan tally sheet. Alat yang digunakan dalam pengolahan data adalah kalkulator dan komputer dengan

program statistik Software SAS V8.

Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang diambil mencakup data primer dan data sekunder. Data

primer adalah data yang diperoleh dari hasil kegiatan pengamatan di lapangan

yaitu berupa hasil pengukuran volume air yang tertampung di dalam wadah

penampungan getah (batok kelapa) pada saat hujan akibat adanya stemflow. Data

sekunder adalah data yang mendukung data primer yang tidak langsung diperoleh

di lapangan seperti data mengenai kondisi umum lokasi penelitian, meliputi

sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), letak dan luas , iklim, keadaan

tanah, data curah hujan.

Dalam kegiatan penelitian ini dilakukan beberapa langkah untuk

memperoleh data. Adapun tahapan metode kerja yang akan dilakukan adalah:

1. Survey di lapangan.

2. Memilih pohon contoh yang akan diberi perlakuan sebanyak 36 pohon

(28)

tersebut dikelompokkan menjadi 3 kelompok berdasarkan diameter yaitu

12 pohon berdiameter 20 cm, 12 pohon berdiameter 40 cm, dan 12 pohon

berdiameter 60 cm dengan kondisi sehat dan tidak cacat. Setiap pohon

pada masing-masing kelompok homogen.

3. Pembuatan alat penahan stemflow:

a. Pembuatan alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5

liter:

Pada bagian atas dan bawah botol plastik air mineral tersebut dipotong.

Setelah bagian atas dan bagian bawah dipotong, botol plastik dibelah

menjadi dua bagian. Kemudian botol tersebut dipotong-potong dengan

ukuran ± 7 cm. Pemotongan ini dimaksudkan agar botol plastik air

mineral tersebut dapat lebih mudah dibentuk ketika dipasang pada

pohon. Potongan botol direkatkan secara vertikal dengan

menggunakan lem aibon. Panjang botol yang telah direkatkan

sepanjang 35 cm atau 7 potongan botol plastik air mineral 1,5 liter.

(A) (B)

Gambar 2 Sketsa alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter

(A), foto alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter

(B)

b. Pembuatan alat penahan stemflow dari ban sepeda :

Ban yang digunakan adalah ban sepeda kecil bagian luar dengan

diameter 60 cm. Ban sepeda lalu dipotong menjadi dua bagian,

(29)

18

digunting habis, sehingga ban tersebut menjadi lebih mudah untuk

dibentuk. Ban yang sudah dipotong besinya, lalu dipotong kembali

pada bagian pinggir dalamnya agar luasan pada ban lebih besar dan

tidak melipat. Panjang ban sepeda yang digunakan adalah 35 cm.

(A) (B)

Gambar 3 Sketsa alat penahan stemflow dari ban sepeda (A), foto alat penahan

stemflow dari ban sepeda (B)

c. Pembuatan alat penahan stemflow dari selang:

Selang yang digunakan adalah selang tipis (ukuran diameter 1

inch) dengan panjang selang 50 cm. Selang tersebut dibelah namun

tidak sampai menjadi dua bagian yang terpisah.

(A) (B)

Gambar 4 Sketsa alat penahan stemflow dari selang (A), foto alat penahan

stemflow dari selang (B)

4. Masing-masing kelompok pohon diberi perlakuan menggunakan alat

penahan stemflow dari selang, alat penahan stemflow dari ban sepeda

(30)

bekas, alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter dan

sama sekali tidak diberi alat penahan stemflow (sebagai kontrol). Dengan

kata lain masing-masing alat dipasang pada 3 pohon berdiameter berbeda.

5. Setelah itu dilakukan pemasangan alat penahan stemflow yang telah

dibuat. Masing-masing alat tersebut dipaku pada pohon dengan paku

berukuran 2 cm pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah dengan

kemiringan 45°. Pemasangan alat dilakukan hingga menutupi setengah sisi

pohon tampak depan.

6. Alat yang telah dipasang, kemudian dilapisi oleh plinkot (bahan yang

digunakan sebagai pelapis anti bocor) pada bagian tepi-tepi pohon untuk

menutup celah-celah kecil, sehingga tidak mengalir ke wadah

penampungan getah.

7. Untuk mencegah tumpahnya air ke tanah dari wadah penampungan getah

(batok kelapa) akibat berlebihan, maka dibuat penampung tambahan

dibawah wadah penampungan getah (batok kelapa) berupa wadah plastik

kecil dengan ukuran 15 cm x10 cmx 10 cm, sehingga air tidak ada yang

terbuang (data lebih akurat).

Gambar 2 Wadah tambahan untuk menampung air yang tumpah dari wadah penampungan getah

8. Dilakukan pengukuran volume air setiap hari hujan menggunakan gelas

ukur dilihat dari air yang masuk ke dalam penampungan getah pada pohon

pinus (batok kelapa). Jumlah pengukurann volume air dilakukan pada 20

hari hujan.

(31)

20

Penelitian ini menggunakan 36 pohon contoh yang terdiri dari 3 kelompok

diameter yaitu berdiameter 20 cm, 40 cm, dan 60 cm untuk mewakili

masing-masing diameter kecil, besar, dan sedang. Data volume air yang akan diukur

selama 20 hari hujan dimasukkan ke dalam tabel data (Tabel 1). Kemudian

dilakukan pengolahan data, untuk mengetahui pengaruh pemberian alat penahan

stemflow yang dipasang terhadap volume air pada pohon tanpa alat (kontrol).

Tabel 1 Bagan rancangan percobaan

Hari Hujan Perlakuan

Yik = volume air pada perlakuan ke-i, ulangan ke-k

i = 1, 2,3,4

Untuk mengetahui pengaruh faktor perlakuan pemberian alat penahan

stemflow terhadap volume air yang tertampung maka dilakukan analisis ragam atau Analysis of Variance (ANOVA). Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam untuk rancangan acak lengkap satu faktor yaitu

faktor perlakuan dengan ulangan yang sama. Perhitungan analisis dilakukan

(32)

Faktor Korelasi (FK) =( )2/rt

JKT = 2 – FK

JKR = 2– FK JKS = JKT-JKR

Hasil perhitungan jumlah kuadrat setiap faktor selanjutnya ditabulasikan

dalam bentuk tabel analisis ragam seperti yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Struktur tabel analisis ragam untuk rancangan acak lengkap satu faktor dengan ulangan yang sama

Pengujian terhadap pengaruh alat steamflow

H0 : τ1 = τ2 = …….τi = 0

H1 : sekurangnya ada satu τi ≠ 0

Terima H0 : Perbedaan taraf perlakuan yang diberikan perlakuan alat penahan

steamflow dan yang tidak diberikan perlakuan (kontrol) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap respon percobaan pada

selang kepercayaan 95% (α=0,05).

Terima H1 : Sekurangnya ada taraf perlakuan yang diberikan alat penahan

stemflow yang memberikan pengaruh nyata terhadap respon

percobaan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05).

Hasil uji F-hitung yang diperoleh dari ANOVA dibandingkan dengan F-tabel pada

selang kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan kaidah:

1. Jika F-hitung < F-tabel maka H0 diterima, H1 ditolak sehingga perlakuan alat

memberikan pengaruh tidak nyata terhadap besarnya volume air akibat

stemflow pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05).

2. Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak, H1 diterima sehingga perlakuan alat

(33)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Lokasi dan Luas

HPGW terletak 2,4 km dari poros jalan Sukabumi - Bogor (desa Segog).

Dari simpang Ciawi berjarak 46 km dan dari Sukabumi 12 km. Secara Geografis

Hutan Pendidikan Gunung Walat berada pada 106°48'27''BT sampai

106°50'29''BT dan -6°54'23''LS sampai -6°55'35''LS. Secara administrasi

pemerintahan HPGW terletak di wilayah Kecamatan Cibadak, Kabupaten

Sukabumi. Sedangkan secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah

Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi. Luas kawasan Hutan Pendidikan Gunung

Walat adalah 359 Ha, terdiri dari tiga blok, yaitu Blok Timur (Cikatomas) seluas

120 Ha, Blok Barat (Cimenyan) seluas 125 Ha, dan Blok Tengah (Tangkalak)

seluas 114 Ha (HPGW 2009).

Gambar 6 Foto lokasi HPGW

Topografi dan Iklim

HPGW terletak pada ketinggian 460-715 m dpl. Topografi bervariasi dari

landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan ke bagian

utara mempunyai topografi yang semakin curam. Pada punggung bukit kawasan

ini terdapat dua patok triangulasi KN 2.212 (670 m dpl.) dan KN 2.213 (720 m

dpl.). Klasifikasi iklim HPGW menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B,

dengan dengan nilai Q = 14,3%-33% dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar

antara 1600 – 4400 mm. Suhu udara maksimum di siang hari 29° C dan minimum 19° C di malam hari (HPGW 2009).

(34)

Tanah dan Hidrologi

Tanah HPGW adalah kompleks dari podsolik, latosol dan litosol dari batu

endapan dan bekuan daerah bukit, sedangkan bagian di barat daya terdapat areal

peralihan dengan jenis batuan Karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk

beberapa gua alam karst (gamping). HPGW merupakan sumber air bersih yang

penting bagi masyarakat sekitarnya terutama di bagian selatan yang mempunyai

anak sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu anak sungai Cipeureu,

Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. Kawasan HPGW masuk ke

dalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri (HPGW 2009).

Vegetasi

Tegakan Hutan di HPGW didominasi tanaman damar (Agathis lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla) dan jenis lainnya seperti kayu afrika (maesopsis eminii), rasamala (Altingia excelsa), Dalbergia latifolia, Gliricidae sp, Shorea sp, dan akasia (Acacia mangium). Di HPGW paling sedikit terdapat 44 jenis tumbuhan, termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis

bambu. Selain itu terdapat jenis tumbuhan obat sebanyak 68 jenis. Potensi tegakan

hutan ± 10.855 m3 kayu damar, 9.471 m3 kayu pinus, 464 m3 puspa, 132 m3 sengon, dan 88 m3 kayu mahoni. Pohon damar dan pinus juga menghasilkan

getah kopal dan getah pinus. Di HPGW juga ditemukan lebih dari 100 pohon plus

damar, pinus, maesopsis/kayu afrika sebagai sumber benih dan bibit unggul

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyadapan Ketika Musim Hujan

Kegiatan penyadapan dengan menggunakan metode quarre, di Hutan Pendidikan Gunung Walat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal.

Faktor eksternal seperti musim kemarau dan musim hujan, musim hujan

menyebabkan fluktuasi produksi getah. Musim kemarau akan memberikan

produksi getah yang lebih tinggi. Akan tetapi musim kemarau yang terus-menerus

tidak baik pengaruhnya terhadap aliran getah karena getah cepat mengering

sehingga aliran getah terhenti. Faktor internal yang berpengaruh terhadap

produksi getah pinus adalah keadaan, bentuk dan perkembangan pohon, misalnya

besar tajuk, diameter pohon, riap dan sistem perakaran (Suaharlan et al. 1980).

Pohon dengan tajuk besar relatif menerima cahaya matahari yang lebih banyak,

sehingga terjadi fotosintesis dengan hasil yang lebih besar dari pada pohon-pohon

dengan tajuk yang kecil (Suharlan et al. 1980).

Penyadapan getah dengan metode quarre memiliki kendala pada saat musim hujan, salah satunya adalah pengambilan hasil sadapan getah pinus. Hutan Pendidikan Gunung Walat telah melakukan pembuatan pelindung getah, sehingga

air hujan tidak masuk ke dalam wadah penampungan getah, namun dari

pemasangan alat yang telah dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat belum

diketahui kemampuannya dalam melindungi getah agar tidak terkena air hujan.

Berbagai hasil penelitian mencatat bahwa, produksi getah pinus dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu luas areal sadap, kualitas tempat tumbuh, ketinggian tempat

tumbuh, jumlah koakan tiap pohon, jangka waktu pelukaan, sifat genetis pohon,

perlakuan kimia berupa pemberian stimulansia, keterampilan penyadap dan

lain-lain (Matangaran 2006).

Pada saat musim hujan, wadah penampungan getah (batok kelapa) penuh

oleh air hujan. Selain karena air hujan, dipengaruhi juga oleh pola pemanenan

yang tidak sesuai jadwal panen di Hutan Pendidikan Gunung Walat, yaitu tiga

hari. Penyadapan dengan menggunakan metode quarre dilakukan perbaharuan

luka setiap 3 hari sekali, dengan menambahkan luka sadapan baru 3 - 5 mm

(36)

produktivitas getah yang telah tertampung. Semakin lama waktu pemanenan, akan

semakin banyak air hujan yang tertampung. Waktu satu minggu untuk melakukan

pemanenan getah maupun pembaharuan luka lebih dari tiga hari tidak akan

mempengaruhi peningkatan produktivitas getah. Faktor eksternal yang

berpengaruh terhadap produksi getah salah satunya adalah tindakan manusia yang

bersifat negatif. Kegiatan manusia yang berpengaruh negatif terhadap produksi

getah adalah tindakan pemanenan dan pembaruan luka yang tidak sesuai jadwal

(Suharlan et al. 1980). Curah hujan yang tinggi akan menyebabakan kelembaban

di sekitar luka sadapan menjadi tinggi dan hal tersebut dapat menyebabkan getah

dapat menggumpal (Sugiyono et al. 2001).

(A) (B)

Gambar 7 Getah dan air yang penuh dan terbuang keluar batok (A), getah yang bercampur air ketika musim hujan (B)

Wadah penampungan getah memiliki volume penampungan sebesar 300

ml–350 ml, ketika wadah penampungan getah menampung air melebihi kapasitas

tampung, maka air tersebut akan mengalir terbuang bersama dengan getah yang

tertampung. Getah juga terbuang bersama dengan air saat dipisahkan. Hal ini

mempengaruhi produktivitas hasil sadapan, karena kegiatan tersebut dilakukan

tidak hanya pada satu pohon, namun dilakukan pada seluruh getah hasil sadapan

yang bercampur dengan air.

Menurut Indrajaya dan Wuri (2008), daun dan tajuk pinus dapat

mengurangi hujan netto melalui proses intersepsi. Air hujan yang jatuh pada tajuk

pinus akan langsung terintersepsi. Air hujan yang jatuh menyentuh tanah dapat

(37)

26

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jatuhnya air hujan seluruhnya

menyentuh permukaan tanah atau tidak. Penutupan vegetasi menyebabkan

butir-butir hujan yang jatuh tidak langsung menyentuh permukaan tanah, akan tetapi

ditahan oleh tajuk pohon yang kemudian dialirkan secara perlahan melalui batang

ke permukaan tanah yang disebut stemflow dan sebagian jatuh secara langsung

dari tajuk berupa tetesan air yang dinamakan throughfall (Soerjono 1987).

Stemflow pada pohon pinus lebih rendah dibandingkan dengan jenis pohon lain, tetapi stemflow yang jatuh pada pohon pinus sadapan menyebabkan berkurangnya getah yang telah tertampung.

Hasil pengukuran kemampuan keempat perlakuan terhadap pohon pinus

menunjukkan angka rata-rata standar deviasi sebagai berikut.

Tabel 3 Volume air yang tertampung pada keempat perlakuan (rata-rata dan standar deviasi) pada pohon berdiameter 20 cm, 40 cm dan 60 cm

Volume air yang tertampung (ml) pada pohon berdiameter

Alat 20 cm 40 cm 60 cm

Standar deviasi digunakan untuk mengetahui keragaman dari rata-rata

volume air tertampung masing-masing alat penahan stemflow pada pohon berdiameter 20 cm, 40 cm dan 60 cm setiap hari hujan. Tingginya standar deviasi

yang diperoleh, dipengaruhi juga dari efektivitas alat dalam menahan air hujan.

Botol plastik air mineral 1,5 liter pada pohon berdiameter 20 cm, memiliki

keragaman rata-rata volume air berkisar 18,00 ± 5,70 ml, dimana rata-rata volume

air yang tertampung terendah sebesar 5,70 ml dan rata-rata volume air yang

(38)

rata-rata volume air terendah sebesar 5,72 ml dan rata-rata-rata-rata volume air tertampung

tertinggi sebesar 24,33 ml.

Diperoleh volume air dari alat penahan stemflow menggunakan botol plastik air mineral 1,5 liter menghasilkan nilai rata-rata dan standar deviasi yang

lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai rata-rata alat lainnya. Kondisi ini

terjadi pada pohon berdiameter 20 cm, 40 cm, maupun 60 cm. Hal ini

menunjukkan bahwa, alat stemflow berupa botol plastik air mineral 1,5 liter merupakan alat yang efektif dalam menahan air stemflow dibandingkan dengan alat yang lainnya. Penggunaan alat penahan stemflow dari selang pada pohon berdiameter 20 cm memiliki volume air yang tertinggi, hal ini disebabkan oleh

kelemahan alat penahan stemflow dari selang,yaitu banyaknya selang yang menutup dan melipat, sehingga tidak mampu dalam menahan air hujan yang

mengalir melalui batang, akibatnya air tertampung pada alat dan masuk kedalam

wadah.

Efektivitas menahan air hujan dari alat penahan stemflow, dilihat dari volume air tertampung rata-rata terendah dari setiap alat penahan stemflow yang digunakan pada pohon pinus, maupun pada pohon kontrol (tidak diberi alat

penahan stemflow). Salah satu faktor yang mempengaruhi volume air yang tertampung pada wadah penampungan getah adalah curah hujan yang terjadi

setiap hari hujannya. Curah hujan yang terjadi setiap hari hujannya memiliki

curah hujan yang berbeda, maka volume air yang tertampung dalam wadah

penampungan getah yang masuk melalui aliran batang pada pohon pinus berbeda.

Pada pohon pinus berdiameter 40 cm, volume air terendah adalah volume

air pada pohon dengan alat penahan stemflow terbuat dari botol plastik air mineral 1,5 liter yaitu sebesar 46,25 ml dan volume air tertinggi adalah volume air pada

kontrol sebesar 93,16 ml.

Volume air terendah pada pohon berdiameter 60 cm adalah penggunaan

alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter sebesar 24,33 ml dan kontrol (tidak diberi alat penahan stemflow) memiliki volume air tertampung tertinggi yaitu, sebesar 56,75 ml. Volume air rata-rata yang diperoleh dari setiap

(39)

28

hujan turun. Menurut Mannokaran dalam Kaimuddin (1994), apabila terjadi hujan dengan intensitas rendah dan waktu singkat, maka tidak terjadi aliran batang.

Berdasarkan volume data yang diperoleh, rata-rata volume air tertinggi

adalah pada pohon berdiameter 40 cm, karena terletak pada topografi yang curam

dan berbeda dengan topografi pada pohon dengan diameter 20 cm dan 60 cm yang

memiliki topografi yang sama, yaitu tidak terlalu curam. Topografi curam

menyebabkan, air percikan hujan dari tanah masuk kedalam wadah penampungan

getah. Hal ini dapat dilihat adanya tanah yang masuk pada wadah penampungan

getah.

Gambar 8 Posisi wadah penampungan getah pada pohon berdiameter 40 cm yang

berada pada sisi atas lereng yang memungkinkan percikan air hujan dari tanah masuk ke wadah penampungan getah

Berdasarkan analisis, alat penahan stemflow yang terbuat dari botol plastik air mineral 1,5 liter efektif digunakan untuk semua kelas diameter dibandingkan

dengan penggunaan alat penahan stemflow dari selang, ban sepeda dan kontrol. Alat penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter mampu menahan aliran batang yang mengalir masuk kedalam wadah penampungan getah, sehingga

air hujan yang masuk melalui aliran batang menjadi berkurang. Alat penahan

stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter memiliki volume air paling rendah selama 20 kali hari hujan dengan curah hujan yang berbeda-beda tiap hari

hujannya. Semakin sedikitnya air hujan yang mengalir melalui batang dan masuk

pada wadah penampungan getah, dapat mengurangi terbuangnya getah bersama

(40)

Menurut Siregar et al. (2006), pada saat curah hujan kecil air hujan yang

tertahan oleh tajuk seluruhnya terintersepsikan. Pada lokasi penelitian terdapat

beberapa wadah penampungan getah (batok) yang tidak terisi air ketika curah

hujan rendah. Penutupan tajuk yang rapat menyebabkan kapasitas intersepsi hujan

menjadi lebih besar (Murtilaksono et al. 2007). Pohon pinus yang menghasilkan getah tinggi adalah pohon yang memiliki tajuk lebat dan lebar, karena didalam

tajuklah terjadi proses fotosintesis. Menurut Ruslan dalam Aththorick (2000), pohon dengan tajuk yang lebat dapat menahan air hujan yang jatuh lebih banyak,

sehingga air yang tertahan oleh tajuk tersebut akan banyak terintersepsi dan air

hujan yang menjadi stemflow pun banyak.

Untuk mengetahui pengaruh faktor perlakuan pemberian alat penahan

stemflow terhadap volume air yang tertampung maka dilakukan analisis ragam untuk pohon berdiameter 20 cm. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa

penggunaan alat penahan stemflow pada pohon Pinus merkusii berpengaruh nyata terhadap besarnya volume air yang tertampung akibat stemflow pada selang

kepercayaan 95% (α=0,05). Hasil dari analisis terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4 Analisis ragam keempat perlakuan pada pohon pinus berdiameter 20 cm

Sumber

Keterangan: * = Nyata pada selang kepercayaan 95%

Berdasarkan Tabel 4 hasil analisis ragam menunjukkan terdapat pengaruh

nyata dari pemberian alat penahan stemflow pada pohon pinus dengan diameter 20 cm dari hasil analisis ragam diperoleh nilai F hitung untuk alat penahan stemflow

pada pohon dengan diameter 20 cm senilai 6,22 nilai tersebut lebih besar dari

nilai F tabel pada selang kepercayaan 95% yaitu sebesar 3,13.

Pengaruh pemberian alat penahan stemflow pada pohon pinus dengan diameter 20 cm terhadap volume air yang tertampung berdasarkan uji Duncan

(41)

30

Tabel 5 Uji Duncan rata-rata volume air keempat perlakuan pada pohon pinus diameter 20 cm

Duncan Grouping Volume Rata-Rata (ml) Perlakuan

A** 54,33 Selang

penahan stemflow dari botol plastik air mineral 1,5 liter berbeda nyata dengan alat penahan stemflow dari selang, ban sepeda dan kontrol terhadap volume air.

Hasil analisis ragam pemberian alat penahan stemflow pada pohon berdiameter 40 cm, menunjukkan bahwa penggunaan alat penahan stemflow pada pohon Pinus merkusii berpengaruh nyata terhadap besarnya volume air akibat

stemflow pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05).

Tabel 6 Analisis ragam keempat perlakuan pada pohon pinus berdiameter 40 cm

Sumber

Keterangan: * = Nyata pada selang kepercayaan 95%

Dilihat dari Tabel 6 hasil analisis ragam menunjukkan terdapat pengaruh

nyata dari pemberian alat penahan stemflow pada pohon pinus dengan diameter 40 cm, hasil sidik ragam diperoleh nilai F hitung untuk alat penahan stemflow pada pohon dengan diameter 40 cm senilai 12,86, nilai tersebut lebih besar dari nilai F

tabel pada selang kepercayaan 95% yaitu sebesar 3,13. Untuk mengetahui

pengaruh pemberian alat penahan stemflow pada pohon pinus dengan diameter 40 cm dilakukan uji lanjut Duncan, dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Uji Duncan rata-rata volume air keempat perlakuan pada pohon pinus diameter 40 cm

Duncan Grouping Rata-rata (ml) Perlakuan

A 93,17 Kontrol

B** 51,92 Ban sepeda

B** 46,25 Botol plastik air mineral 1,5 liter

B** 47,00 Selang

(42)

Dari hasil uji Duncan seperti dilihat pada Tabel 7, pemberian alat penahan

stemflow pada pohon pinus menyatakan bahwa kontrol dengan alat penahan

stemflow dari ban, selang dan botol plastik air mineral 1,5 liter berbeda nyata. Kondisi tajuk yang rapat pada lokasi pohon pinus berdiameter 20 cm dan 40 cm,

memiliki aliran batang yang lebih rendah karena memiliki penutupan tajuk yang

lebih rapat dibandingkan dengan penutupan tajuk lokasi pohon berdiameter 60

cm. Menurut Skau dalam Aththorick (2001), menunjukkan bahwa makin rapat keadaan tajuk, air hujan yang menjadi aliran batang menjadi rendah.

Tabel 8 Analisis ragam keempat perlakuanpada pohon pinus berdiameter 60 cm

Sumber

Keterangan: * = Nyata pada selang kepercayaan 95%

Perhitungan analisis ragam Tabel 8 hasil analisis ragam, menunjukkan

terdapat pengaruh nyata dari pemberian alat penahan stemflow pada pohon pinus dengan diameter 60 cm dari hasil analisis ragam diperoleh nilai F hitung untuk

alat penahan stemflow pada pohon dengan diameter 60 cm senilai 10,13, nilai tersebut lebih besar dari nilai F tabel pada selang kepercayaan 95% yaitu sebesar

3,13. Diamana F hitung > F tabel maka dapat dikatakan bahwa pemberian alat

penahan stemflow pada pohon pinus terhadap volume air rata-rata yang tertampung berpengaruh nyata. Untuk mengetahui pengaruh pemberian

masing-masing alat penahan stemflow pada pohon pinus terhadap volume air rata-rata tertampung pada pohon dengan diameter 60 cm dilakukan uji lanjut Duncan.

Tabel 9 Uji Duncan rata-rata volume air keempat perlakuan pada pohon pinus diameter 60 cm

Duncan Grouping Rata-rata (ml) Perlakuan

A** 56,75 Kontrol

A** 51,17 Ban sepeda

B 38,17 Selang

C 24,33 Botol plastik air mineral 1,5 liter

Gambar

Gambar 3  Sketsa alat penahan stemflow dari ban sepeda (A), foto alat penahan
Gambar 6  Foto lokasi HPGW
Gambar 7   Getah dan air yang penuh dan terbuang keluar batok (A), getah yang
Tabel 5  Uji Duncan rata-rata volume air keempat perlakuan pada pohon pinus diameter 20 cm
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa struktur birokrasi yang ada dan yang bersangkutan dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Indragiri Hulu

DI KELURAHAN BUNGKUTOKO KECAMAT BUNGKUTOKO KECAMATAN AN ABELI ABELI KOTA KENDARI. KOTA

Dengan meningkatnya kesadaran nasional setelah Sumpah Pemuda, maka pada tahun 1930 organisasi kepanduan seperti IPO, PK (Pandu Kesultanan), PPS (Pandu Pemuda Sumatra)

terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar teknik dasar roll depan antara siswa yang mengikuti model pembelajaran Observasional Bandura dengan model

Hasil analisis data menunjukkan bahwa upaya guru penjasorkes SMP Negeri 2 Kuta Baro Aceh Besar dalam mempersiapkan siswa mengikuti kegiatan Olimpiade Olahraga Siswa

biasanya dengan cara mengirim pesan atau menelfon petugas tata usaha (TU).. yang kemudian petugas tata usaha membuat tulisan di kertas

Coding Tryout Data Mentah Aitem Skala Persepsi Terhadap Dukungan Sosial Yang Diterima

Pada form informasi Favourite Facility (Gambar 9), staf dapat mengetahui fasilitas yang paling sering digunakan oleh customer selama menginap di hotel sesuai dengan bulan dan