• Tidak ada hasil yang ditemukan

Morfogenetik Kucing (Felis domesticus) di Jakarta Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Morfogenetik Kucing (Felis domesticus) di Jakarta Timur"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

MORFOGENETIK KUCING (

Felis domesticus

)

DI JAKARTA TIMUR

TIRTA LESMANA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

TIRTA LESMANA. Morfogenetik kucing (Felis domesticus) di Jakarta Timur. Dibimbing oleh R.R. DYAH PERWITASARI dan ACHMAD FARAJALLAH.

Kucing domestik (Felis domesticus) merupakan hewan peliharaan hasil domestikasi dari F. silvestris dan F. lybica yang telah didomestikasi sejak sejak zaman Mesir kuno, yaitu 3000-4000 tahun yang lalu. Penelitian ini bertujuan menduga keragaman kucing di wilayah Jakarta Timur berdasarkan karakter morfologi yang diekspresikan oleh 11 lokus, yaitu lokus w~W, A~a, B~b~b1, C~cb~cs~ca~c, D~d, i~I, L~l, o~O, s~S, Ta~T~tb, dan m~M. Nilai frekuensi alel dari setiap lokus dihitung menggunakan metode squere root dan maximum likelihood. Keragaman kucing di Jakarta Timur dapat dilihat berdasarkan nilai heterozigositas (h) dan heterozigositas rataan (Ĥ). Berdasarkan 2084 individu kucing yang ada di 10 kecamatan di Jakarta Timur, ditemukan alel-alel baru, yaitu cb, cs,ca, c. Sebagian besar alel tipe liar memiliki nilai frekuensi yang lebih tinggi daripada alel mutan, kecuali lokus A~a dan s~S. Nilai h untuk lokus w~W =1.2%, lokus A~a = 48.1%, lokus B~b~b1 =50.9%, lokus C~cb~cs~ca~c = 24.6%, lokus D~d = 27.3%, lokus i~I = 16.8%, lokus L~l = 18.8%, lokus o~O = 43.2%, lokus s~S = 49.9%, lokus Ta~T~tb = 42.2% dan lokus m~M = 49%. Lokus B~b~b1 memiliki nilai h tertinggi, menunjukkan bahwa kucing yang memiliki alel tersebut tersebar luas dan terjadi aliran gen melalui perkawinan acak. Nilai Ĥ di Jakarta Timur berdasarkan 11 lokus yang diamati sebesar 31.8%. Hasil ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan keragaman kucing di Jakarta Timur dibandingkan dengan penelitian Nozawa et al. (1983) yaitu sebesar 27.6%. Dalam kurun waktu 25 tahun telah terjadi peningkatan keragaman kucing sebesar 4.2% yang mungkin disebabkan oleh masuknya alel-alel baru dari kucing non lokal.

ABSTRACT

TIRTA LESMANA. Morphogenetic traits of cats (Felis domesticus) in East Jakarta. Supervised by R.R. DYAH PERWITASARI and ACHMAD FARAJALLAH.

(3)

MORFOGENETIK KUCING (

Felis domesticus

)

DI JAKARTA TIMUR

TIRTA LESMANA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Morfogenetik Kucing (

Felis domesticus

) di Jakarta Timur

Nama

: Tirta Lesmana

NIM

: G34104045

Menyetujui:

Pembimbing I

Pembimbing II

(Dr. Ir. R.R. Dyah Perwitasari, M.Sc)

(Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si)

NIP 131916787

NIP 131878947

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

(Dr. Drh. Hasim, DEA)

NIP 131578806

(5)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini berhasil di selesaikan. Judul penelitian yang dipilih dan dilakukan pada tanggal 21 Februari 2008 hingga 29 April 2008 ini adalah Morfogenetik kucing (Felis domesticus) di Jakarta Timur.terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. R. R. Dyah Perwitasari, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, fasilitas, saran, dan masukkan, serta membantu dalam penelitian dan pembuatan skripsi.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga (Bapak, Mama, Teh Ana, Aa Abib, Teh Ita, Ka Eri, Aa Somantri, Nia, Lia, Hilyah, dan Nazwa) atas kasih sayang yang diberikan serta dukungan berupa spiritual maupun material. Tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada Taufik, Tommy, Irvano, Rusna dan teman-teman Biologi angkatan 41, atas bantuan, Motivasi, semangat, dan ikatan persahabatan yang telah diberikan.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penelitian selanjutnya.

Bogor, Juni 2008

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Februari 1986 dari Ayah, Utad Utar dan Ibu, Nuryanih. Penulis merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 31 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan memilih Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...vii

DAFTAR GAMBAR ...vii

DAFTAR LAMPIRAN ...vii

PENDAHULUAN...1

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ...2

Bahan dan Alat ...2

Metode ...2

HASIL Frekuensi Alel dan Heterozigositas (h) ...3

Lokus A~a ...3

Lokus B~b~b1...4

Lokus C~cb~ cs~ ca~c...4

Lokus D~d...4

Lokus i~I ...5

Lokus L~l ...5

Lokus o~O...5

Lokus s~S...5

Lokus Ta~T~tb...6

Lokus m~M ...6

Lokus w~W ...6

Heterozigositas Rataan (Ĥ) ...7

PEMBAHASAN Frekuensi Alel pada 11 Lokus ...7

Migrasi Alel...8

Heterozigositas (h) dan Heterozigositas Rataan (Ĥ) pada 11 Lokus ...8

SIMPULAN...9

DAFTAR PUSTAKA ...9

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Gen-gen utama kucing domestik (Wright & Walters 1980) ...2 2 Frekuensi alel dan heterozigositas dari setiap lokus pada populasi kucing yang berada di

10 kecamatan di Jakarta Timur ...3 3 Nilai heterozigositas rataan (Ĥ) pada 11 lokus di Jakarta Timur dibandingkan dengan

populasi Indonesia dan Asia...7

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kucing dengan pola Agouti (tanda panah), genotipe A-B-C-D-ii T-...3 2 Kucing dengan ekspresi dari lokus B~b~b1. (a) Solid Black dengan genotipe aaB-C-D-ii; (b)

Chocolate classic tabby dengan genotipe A-bbC-D-ii tbtb ; (c) Cinnamon mackerel tabby dengan genotipe A-b1b1C-D-ii T- ...4

3 Kucing dengan ekspresi lokus C~cb~cs-ca~c. (a) Seal tabby point dengan genotipe A-B-cscs ii; (b)

Blue Burmese dengan genotipe aaB-cbcb dd I- ll; (c) Albino blue eyes dengan genotipe W-;caca ii; (d) Albino dengan genotipe W-; cc ii ...4 4 Ekspresi cac yang bersifat kodominan. Solid white (albino), odd eye kinky tail (W-; cac Mm); (b)

ekspresi alel ca terlihat pada mata sebelah kiri (biru) dan alel c terlihat pada mata sebelah kanan

(kuning) ...4 5 kucing dengan ekspresi lokus D~d. (a) Blue tabby mackerel dengan genotipe A-B-C-dd ii T-. (b)

Lilac (platinum) Buermese dengan genotipe aabbC-dd ii. (c) Light lilac tabby spotted dengan genotipe A-b1b1C-dd ii T-. Cream mackerel tabby dengan genotipe C-dd ii OO T- ...5 6 Kucing dengan ekspresi lokus i~I. (a) Silver classic tabby dengan genotipe A-B-C-D-I-tbtb. (b)

Cameo spotted tabby dengan genotipe C-D-I-T-...5 7 Chocolate & white longhairand long tail (aabbC-D-ii ll mm)...5 8 (a) Red mackerel tabby (C-D-ii OO T-) (b) Brown abyssinian tabby (A-B-C-D-ii oo Ta). (c)

Tortoiseshell & white (Calico) (aaB-C-D-ii Oo S-) ...6 9 Kucing dengan daerah putih (tanda panah) dengan genotipe A-B-C-D-ii T- S- ...6 10 Ekspresi lokus Ta~T~tb pada kucing. (a) Brown Abyssinian tabby dengan genotipe A-B-C-D-ii Ta.

(b) Red classic tabby dengan genotipe C-D-ii O- tb tb.(c) Red Mackerel tabby dengan genotipe C-D-ii O-Ta...6 11 Solid White dengan genotipe W- caca mm ...6

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Genotipe pola tabby pada kucing domestik (Wright & Walters 1980)...12 2 Genotipe warna solid pada kucing domestik (Wright & Walters 1980)...13 3 Peta Jakarta Timur...13 4 Jumlah fenotipe, frekuensi (q) dan heterozigositas (h) dari 11 lokus pada kucing di 10

kecamatan kota madya Jakarta Timur...14 5 Nilai heterozigositas (h) dan Heterozigositas rataan (Ĥ) hasil analisis ulang dari 8 lokus

karakter rambut dan karakter ekor pendek pada populasi kucing di 11 provinsi di Indonesia dan di Jakarta (cetak tebal) (Nozawa et al. 1983)...17 6 Nilai heterozigositas (h) dan Heterozigositas rataan (Ĥ) hasil analisis ulang dari 8 lokus

(10)

PENDAHULUAN

Kucing merupakan hewan peliharaan yang telah didomestikasi sejak 3000-4000 tahun lalu pada zaman Mesir kuno (Feldhamer et al. 2003). Kucing domestik (Felis domesticus) adalah hewan domestikasi yang merupakan keturunan dari kucing Eropa (Felis sylvestris) dengan kucing hutan Afrika (Felis lybica) (Wright & Walters 1980). Felis domesticus termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo Carnivora, subordo Feliformia, famili Felidae (Ewer 1973). Hewan ini memiliki ciri-ciri antara lain panjang tubuh 50-60cm, tinggi tubuh 25-28 cm, berat tubuh jantan 3-6 kg dan betina 2.25-4.5 kg, dapat hidup selama 10-30 tahun, dan memiliki panjang rambut 2-12.5 cm (Messent & Broom 1986)

Frekuensi alel yang mengendalikan ekspresi variasi pada kucing dalam suatu populasi dapat diduga melalui morfogenetik (Nozawa et al. 2004). Keragaman gen yang terdapat pada suatu populasi dapat dihitung berdasarkan nilai heterozigositas (h) dan heterozigositas rataan (Ĥ).

Warna merupakan ciri dari rambut mamalia. Zat yang memberikan warna rambut dan mata pada kucing adalah melanin (Endrawati 2005). Feldhamer et al. (2003) menyatakan bahwa terdapat dua jenis pigmen melanin, yaitu feomelanin dan eumelanin. Feomelanin memproduksi warna merah dan kuning, sedangkan eumelanin memproduksi warna hitam dan coklat.

Genotipe warna rambut kucing disandikan oleh tiga gen utama, yaitu gen pengontrol warna, gen pengontrol pola warna, dan gen pengontrol ekspresi warna. Gen-gen pengontrol warna antara lain gen warna solid (lokus B~b~b1), gen warna penuh (lokus D~d) dan gen warna oranye (lokus O~o). Gen-gen pengontrol pola warna antara lain gen albino (lokus C~cb~cs~ca~c), gen agouti (lokus A~a) dan gen tabby (lokus T ~Ta~tb). Sedangkan gen-gen pengontrol ekspresi warna antara lain gen putih dominan (lokus W~w), gen inhibitor (lokus I~i) dan gen white spotting (lokus S~s). Masing-masing gen utama saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Endrawati 2005).

Menurut Wright dan Walters (1980), gen-gen penyandi rambut kucing terletak pada kromosom autosom ataupun kromosom seks (X). Beberapa gen terletak pada kromosom autosom, yaitu lokus A~a, B~b~b1, D~d, L~l, S~s dan Ta~T~tb (Mills 1998). Lokus o~O terletak pada kromosom seks yang terpaut pada kromosom X (Audesirk et al. 2001).

Gen penyandi warna hitam (B) terletak pada lokus B~b~b1. Mutasi gen ini akan menghasilkan warna coklat (b) dan cinnamon (b1) (Vella et al. 1999). Ekspresi gen penyandi warna hitam, cokelat dan cinnamon ini berinteraksi dengan dua gen dominan warna lainnya, yaitu gen C yang terletak pada lokus C~cb~cs~ca~c dan gen D pada lokus D~d. Jika alel-alel pada lokus B~b~b1 berinteraksi dengan gen c maka warna-warna tersebut tidak akan terekspresi (albino) (Wright & Walters 1980). Interaksi antar gen pada lokus B~b~b1 dengan C~cb~cs~ca~c dan D~d disebut epistasis (Jusuf 2001).

Gen penyandi warna oranye yang terletak pada lokus O~o terpaut kromosom seks dan bersifat kodominan. Kucing dengan genotipe homozigot resesif (oo) berwarna non oranye. Warna oranye hanya muncul jika homozigot dominan (OO) pada betina dan hanya alel tunggal (O) pada jantan. Genotipe heterozigot akan menghasilkan karakter yang disebut tortoiseshell (Oo) dan umumnya betina (Robinson 1991).

Gen agouti (lokus A~a) merupakan gen pengontrol pola rambut yang menyandikan dua pigmen, yaitu feomelanin pada bagian dasar rambut dan eumelanin pada bagian tengah hingga ujung rambut (Feldhamer et al. 2003). Alel A merupakan tipe liar yang bersifat dominan yang mengekspresikan warna kuning pada dasar rambut, sedangkan alel a merupakan tipe mutan yang bersifat resesif dan mengekspresikan warna solid (Vella et al. 1999)

Wright dan Walters (1980) mengatakan bahwa ekspresi yang dihasilkan oleh gen C, berupa pigmentasi warna penuh dan mutasi gennya tersebut akan menghasilkan warna coklat sepia gelap atau burmese (cb), siamese (cs), dan albino (ca dan c). Hubungan antar alel tersebut bersifat kodominan, yaitu setiap alel memberikan pengaruh yang sama dalam menentukan fenotipe heterozigot (Jusuf 2001). Gen D akan mengekspresikan pigmentasi pekat, dan bila dalam keadaan homozigot resesif (dd) akan mengekspresikan warna pudar, contohnya : warna hitam menjadi warna biru jika memiliki gen penyandi B-C-dd (Vella et al. 1999).

(11)

Panjang ekor dikendalikan oleh gen Manx (M) yang menyebabkan pemendekan ataupun hilang ekor. Kucing berekor pendek bisa dipastikan memiliki genotipe heterozigot (Mm), karena homozigot dominan (MM) bersifat letal (Wright & Walters 1980). Panjang rambut kucing dikendalikan oleh gen panjang rambut (lokus L~l). Alel L merupakan alel dominan yang mengekspresikan rambut pendek, sedangkan alel l bersifat resesif yang akan mengekspresikan rambut panjang (Vella et al. 1999).

Nozawa et al. (1983) menyatakan bahwa Jakarta memiliki nilai-nilai h untuk sembilan lokus, yaitu lokus w~W, o~O, A~a, D~d, C~cb~ca~c, T~Ta~tb, S~s, i~I dan M~m secara berturut-turut sebesar 0.7%, 43%, 49.9%, 24.1%, 0%, 38.3%, 49.5%, 0.7% dan 49%. Nilai heterozigositas rataan (Ĥ) dari 9 lokus sebesar 28.35%.

Penelitian ini bertujuan menduga keragaman kucing (F.domesticus) di wilayah Jakarta Timur berdasarkan warna, pola warna dan ekspresi warna rambut, serta panjang ekor dan rambut.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan tempat

Penelitian dilakukan sejak tanggal 21 Februari sampai dengan 29 April 2008. Pengambilan gambar kucing dilakukan di 10 kecamatan di Jakarta Timur, yaitu Cakung, Cipayung, Ciracas, Duren Sawit, Jatinegara,

Kramat Jati, Makasar, Matraman, Pasar Rebo dan Pulogadung.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk analisis morfogenetik adalah gambar kucing yang diambil menggunakan kamera digital Casio tipe EX-S770.

Metode

Pengambilan gambar kucing dilakukan dengan cara road sampling, yaitu sampling dilakukan dengan cara berjalan pada setiap lokasi yang telah ditentukan (Aditya 2006). Waktu pengambilan gambar dilakukan antara pukul 07.30-11.00 dan pukul 15.30-17.30 WIB. Pengambilan gambar dilakukan hanya sekali setiap satu ruas jalan dalam satu lokasi untuk menghindari pengulangan.

Warna rambut, pola warna rambut, ekspresi warna, panjang ekor dan panjang rambut dicatat dan dikonversi ke notasi-notasi alel yang mengacu pada Wright dan Walters (1980) (Tabel 1). Perhitungan alel-alel untuk gen autosom yang memiliki hubungan dominan (D)-resesif (R) antar alel pada lokus A~a; B~b~b1; C~cb~cs~ca~c; D~d; i~I; L~l; S~s; Ta~T~tb; w~W dapat dilakukan dengan menggunakan metode square root, sebagai berikut:

Frekuensi alel resesif (qx)= R/n

Frekuensi alel dominan (Px)=1−qx

Standar eror (SE)=

(

1−qx

)

2/4n n = jumlah individu

R = jumlah individu resesif

Tabel 1 Gen-gen utama kucing domestik (Wright & Walters 1980)

Tipe liar Mutan

Simbol Nama Karakter Simbol Nama Karakteristik

A Agouti Pola agouti a Non-agouti Tidak berpola

B Black Hitam b Brown Cokelat muda

b1

Light brown Cinnamon atau cokelat terang C Full-colour Pigmentasi penuh cb

Burmese Cokelat sepia gelap cs

Siamese Cokelat sepia terang; pola point; iris biru

ca

Blue-eyes Putih; iris biru

c Albino Putih

D Dense Pigmentasi pekat d Dilute Pigmentasi pudar i Normal

pigmentation

Pigmentasi normal I Inhibitor* Menutupi pigmen lain; warna perak

L Normal hair Rambut pendek l Long hair Rambut panjang o Normal colour Pigmentasi normal

selain orange

O Orange Oranye atau kuning (terpaut seks)

s Normal colour Tanpa daerah putih S Piebald* Dengan daerah putih T Mackerel Pola tabby garis Ta

Abyssinian Pola tabby Abyssinian

tb

Blotched Pola tabby klasik w Normail colour Ekspresi penuh dari

gen lain

W Dominant white* Warna putih yang menutupi warna lain; iris biru m Normal tail Ekor panjang M Manx* Ekor pendek atau tidak ada;

(12)

Lokus o~O yang terpaut kromosom X akan memberikan tiga macam warna fenotipe yaitu oranye (a1), tortoiseshell (a2) dan bukan oranye (a3) dengan jumlah a1 +a2 + a3 = n. Frekuensi alel ditentukan dengan menggunakan metode maximum likelihood dengan asumsi perbandingan jantan dan betina adalah 1:1 dengan cara:

(

) (

)

(

5 3

)

2

(

)

0

3 3 2 3 3 2 1 2 3 2 1 3 2 1 2 1 = + + + + + − − + + + o o o q a a a q a a a q a a a a a

(

q

)(

q

)(

q

)

n

q

SE= o1+ o 1− o 2− o /3

Karakter ekor yang diduga bersifat poligen, frekuensi alel ekor normal dan ekor pendek dalam suatu populasi dihitung dengan qM = D/n, dan qm = 1- qM, dengan standar eror :

(

q q

)

n SE= M. m /

(Nozawa et al. 2004)

Nilai heterozigositas (h) dan heterozigositas rataan (Ĥ) yang diperlukan untuk mengetahui keragaman suatu alel dalam suatu populasi dihitung dengan cara:

(

1

)

(

2 1

)

2 − 2 −

= n

x n

hi i Hˆ =

hi/nh

dimana hi = nilai heterozigositas lokus i, xi = frekuensi alel dari lokus i dan nh = jumlah lokus yang diamati. Nilai standar eror untuk nilai h dan Ĥ sebagai berikut:

(

)

(

( )

)

(

( )

)

[

]

(

)

5 . 0 2 2 2 2 2 3 1 2 2 2 2 2 2 ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − + − − =

∑ ∑

∑ ∑

n n x x x x n

SEhi i i i i

(Nei 1987)

HASIL

Jumlah sampel kucing yang diperoleh dari 10 kecamatan Jakarta Timur adalah 2084 individu. Data sampel yang diperoleh, kemudian dianalisis menjadi frekuensi (q) alel dan heterozigositas (h) yang ditunjukkan pada Tabel 2, dan heterozigositas rataan (Ĥ) pada Tabel 3.

Frekuensi alel dan Heterozigositas Lokus A~a

Alel A (tipe liar) pada lokus A~a yang mengekspresikan pola Agouti pada dasar rambut kucing (Gambar 1). Di wilayah Jakarta Timur lokus ini memiliki nilai frekuensi yang

lebih rendah dibandingkan dengan alel a (tipe mutan), yaitu sebesar 40.3% dan 59.7% (Tabel 2). Heterozigositas pada lokus A~a sangat tinggi yaitu sebesar 48.1%.

Tabel 2 Frekuensi alel dan heterozigositas setiap lokus pada populasi kucing yang berada di 10 kecamatan di Jakarta Timur

*(-) ekor panjang; (+) ekor pendek

Gambar 1 Kucing dengan pola Agouti

(tanda panah), genotipe A- B-C-D-ii T-.

Lokus Alel Frekuensi Alel heterozigositas (q) (h) A~a

n = 1626

A a 0.403±0.010 0.597±0.010 0.481±0.003 B~b~b1 n = 2084

B b b1 0.644±0.011 0.254±0.019 0.101±0.013 0.509±0.019 C~cb ~cs ~ca ~c n = 2084

C cb cs ca c 0.863±0.011 0.011±0.038 0.012±0.027 0.026±0.020 0.088±0.011 0.246±0.009 D~d n = 2058

D d 0.837±0.011 0.163±0.011 0.273±0.008 i~I n= 2059 i I 0.980±0.011 0.020±0.011 0.168±0.007 L~l n = 2084

L l 0.895±0.011 0.105±0.011 0.188±0.008 o~O n = 2084

o O 0.685±0.009 0.315±0.009 0.432±0.005 S~s n = 2059

S s 0.528±0.010 0.472±0.010 0.499±0.001 T~Ta ~tb n = 1299

T Ta tb 0.639±0.019 0.163±0.011 0.198±0.014 0.422±0.019 w~W n= 2084 w W 0.994±0.001 0.006±0.001 0.168±0.007 m~M * n = 2084

+ -

0.428±0.011 0.572±0.011

(13)

Lokus B~b~b1

Besar nilai frekuensi alel B yang mengekspresikan warna hitam, alel b yang mengekpresikan warna cokelat, dan alel b1 yang mengekspresikan warna cinnamon pada lokus B~b~b1 (Gambar 2) secara berturut-turut di wilayah Jakarta Timur sebesar 64.4%, 25.4% dan 10.1% (Tabel 2). Kucing yang memiliki alel b1 sangat jarang ditemukan, bahkan di Kecamatan Duren Sawit dan Makasar tidak ditemukan alel b1. Heterozigositas lokus B~b~b1 di wilayah Jakarta Timur paling tinggi dibandingkan dengan lokus yang lain, yaitu sebesar 50.9% (Tabel 2).

(a) (b)

(c)

Gambar 2 Kucing dengan ekspresi dari lokus B~b~b1. (a) Solid black dengan genotipe aa B-C-D-ii; (b) Chocolate classic tabby

dengan genotipe A-bb C-D-ii tbtb ; (c)

Cinnamon mackerel tabby dengan

genotipe A-b1b1 C-D-ii T-.

Lokus C~cb~cs~ca~c

Alel C yang mengekspresikan pigmentasi penuh memiliki nilai frekuensi alel sebesar 86.3%. Alel cb, cs dan ca yang mengekspresikan warna burmese, siamese dan albino dengan iris biru sangat jarang ditemukan. Kucing yang memiliki alel cb, cs, ca dan c ditunjukkan pada Gambar 3 dan 4. Alel cs hanya ditemukan di kecamatan Pulogadung, Kramat Jati, dan Makasar dengan frekuensi sebesar 2%, 1.6% dan 9.4% (Lampiran 4). Besar nilai frekuensi alel cb, cs, ca dan c di wilayah Jakarta Timur secara berturut-turut sebesar 1.1%, 1.2%, 2.6% dan 8.8% (Tabel 2).. Nilai heterozigositas lokus ini secara keseluruhan memiliki persentasi yang kecil, yaitu sebesar 24.6%.

(a) (b)

(c) (b)

Gambar 3 Kucing dengan ekspresi lokus C~cb~cs-ca~c. (a) Seal tabby point

dengan genotipe A-B-cscs ii; (b) Blue Burmese dengan genotipe aaB-cbcb dd

I- ll; (c) Albino blue eyes dengan genotipe W-;caca ii; (d) Albino dengan

genotipe W-; cc ii.

(a)

(b)

Gambar 4 Ekspresi cac yang bersifat kodominan.

Solid white (albino), odd eye kinky tail

(W-; cac Mm); (b) ekspresi alel ca terlihat pada mata sebelah kiri (biru) dan alel c terlihat pada mata sebelah kanan (kuning).

Lokus D~d

(14)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 5 Kucing dengan ekspresi lokus D~d. (a)

blue tabby mackerel dengan genotipe A-B-C-dd ii T-. (b) Lilac (platinum) Burmese dengan genotipe aabbC-dd ii. (c) Light lilac tabby spotted dengan genotipe A-b1b1C-dd ii T-. Cream

mackerel tabby dengan genotipe C-dd

ii OO T-.

Lokus i~I

Gen inhibitor (I) pada lokus i~I mengekspresikan warna perak, sedangkan alel i mengekspresikan warna selain perak (pigmentasi normal) (Gambar 6). Kucing yang memiliki alel I sangat jarang ditemukan dengan nilai frekuensi alel sebesar 2.0%, sedangkan alel i sangat banyak ditemukan, dengan frekuensi alel sebesar 98%. Nilai heterozigositas lokus ini yaitu sebesar 16.8% menunjukkan bahwa lokus ini bersifat relatif seragam.

Gambar 6 Kucing dengan ekspresi lokus i~I.

Silver classic tabby dengan genotipe A-B-C-D-I-tbtb.

Lokus L~l

Alel L mengekspresikan rambut pendek, sedangkan alel l mengekspresikan rambut panjang pada kucing (Gambar 7). Alel L memiliki nilai frekuensi alel sebesar 89.5%, sedangkan alel l memiliki nilai frekuensi alel sebesar 10.5%. kucing yang memiliki alel l sangat jarang ditemukan di Jakarta Timur, bahkan di dua kecamatan yaitu Jatinegara dan

Cakung (Lampiran 4) tidak ditemukan. Nilai heterozigositas lokus L~l yaitu sebesar 18.8%.

Gambar 7 Chocolate, white longhairdan long tail

(aabbC-D-ii ll mm).

Lokus o~O

Lokus o~O yang terpaut kromosom X bersifat kodominan dalam keadaan heterozigot. Ekspresi dari lokus ini menghasilkan tiga fenotipe yaitu oranye (OO), non oranye (oo) dan tortoiseshell (Oo) (Gambar 8). Alel o memiliki nilai frekuensi alel sebesar 68.5% sedangkan alel O memiliki nilai frekuensi alel sebesar 31.5%. Nilai heterozigositas (h) lokus ini cukup tinggi yaitu sebesar 43.2% (Tabel 2).

(a) (b)

(c)

Gambar 8 (a) Red mackerel tabby (C-D-ii OO T-). (b) Brown abyssinian tabby (A-B-C-D-ii

oo Ta-). (c) Tortoiseshell and white

(Calico) (aaB-C-D-ii Oo S-).

Lokus S~s

(15)

Gambar 9 Kucing dengan daerah putih (tanda panah) dengan genotipe A-B-C-D-ii T-

S-.

Lokus T~Ta~tb

Alel T yang mengekspresikan pola tabby mackerel bersifat dominan terhadap alel Ta yang mengekspresikan pola tabby Abyssinian, dan tb yang mengekspresikan tabby classic. Kucing yang memiliki alel T di Jakarta Timur lebih mendominasi dibandingkan dengan alel Ta dan tb (Gambar 7). Hal tersebut dapat dilihat dari besar frekuensi alel T yaitu 63.9%, sedangkan frekuensi alel Ta dan tb secara berturut-turut sebesar 16.3% dan 19.8% (Tabel 2). Nilai heterozigositas lokus ini sebesar 42.2%.

(a) (b)

(c)

Gambar 10 Ekspresi lokus Ta~T~tb pada kucing. (a) Brown abyssinian tabby dengan genotipe A-B-C-D-ii Ta-. (b) Red classic tabby dengan genotipe C-D-ii O- tbtb.(c) Red mackerel tabby dengan

genotipe C-D-ii O-T-.

Lokus w~W

Rambut putih polos pada kucing disandikan oleh alel W (Gambar 12). Kucing yang berambut putih polos sangat jarang dijumpai di wilayah Jakarta Timur dengan nilai frekuensi alel sebesar 0.6% (Tabel 2), bahkan di tiga kecamatan yaitu Jatinegara, Pasar Rebo, dan Cakung tidak ditemukan kucing yang memiliki alel W tersebut (Lampiran 4). Presentase frekuensi alel w sangat tinggi di Wilayah Jakarta Timur yaitu

sebesar 99.4% (Tabel 2). Lokus ini juga memiliki heterozigositas yang sangat kecil yaitu sebesar 1.2% (Tabel 2). Kecamatan Pasar Rebo memiliki nilai heterozigositas tertinggi dibandingkan dengan kecamatan yang lainnya dengan nilai sebesar 2.9% (Lampiran 4).

Gambar 11 Solid White dengan genotipe W- caca mm.

Lokus m~M

Panjang ekor dikendalikan oleh gen Manx. Genotipe Mm mengekspresikan ekor pendek, sedangkan genotipe mm mengekspresikan ekor panjang. Besar nilai frekuensi kucing ekor pendek lebih kecil dibandingkan dengan kucing ekor panjang yaitu secara berturut-turut sebesar 42.8% dan 57.2% (Tabel 2). Nilai heterozigositas (h) lokus ini yaitu sebesar 49%. Ekspresi lokus ini dapat dilihat pada gambar 12.

(a)

(b)

(16)

Heterozigositas Rataan (Ĥ)

Nilai heterozigositas rataan (Ĥ) digunakan untuk melihat keragaman genetika dari multi lokus pada suatu populasi (Avise 1994). Nilai Heterozigositas rataan (Ĥ) pada 11 lokus secara keseluruhan di Jakarta Timur sebesar 31.8% (Tabel 3).

Tabel 3 Nilai heterozigositas rataan (Ĥ) pada 11 lokus di Jakarta Timur

dibandingkan dengan Indonesia dan Asia

Kecamatan Ĥ Ĥ* Ĥ**

Matraman 0.324 0.314 0.334 Cipayung 0.341 0.336 0.352 Jatinegara 0.261 0.305 0.302 Ciracas 0.298 0.339 0.354 Cakung 0.281 0.284 0.280 Pasar rebo 0.323 0.316 0.332 Duren sawit 0.298 0.302 0.311 Pulogadung 0.372 0.381 0.368 Kramat jati 0.359 0.352 0.380 Makasar 0.324 0.319 0.343 Rata-rata 0.318 0.325 0.336 * tanpa lokus B~b dan L~l sebagai

pembanding terhadap populasi di Indonesia (Nozawa et al. 1983)

** tanpa lokus B~b dan i~I sebagai pembanding terhadap populasi di Asia (Kawamoto et al. 2002)

PEMBAHASAN

Frekuensi alel pada 11 lokus

Nilai frekuensi alel tipe mutan pada lokus A~a dan S~s memiliki persentase yang lebih besar dibandingkan dengan tipe liarnya (Tabel 2). Hasil tersebut menandakan bahwa penyebaran kucing dengan alel mutan tersebut cukup luas di wilayah Jakarta Timur. Nozawa et al. (1983) menyatakan bahwa kucing yang memiliki alel S banyak dijumpai pada negara-negara di seluruh dunia.

Pada populasi kucing di Jakarta Timur ditemukan lokus baru yaitu lokus B~b~b1 dan L~l. Di wilayah Jakarta, Nozawa et al. (1983) tidak menemukan kedua lokus tersebut. Besarnya nilai frekuensi alel B, b, dan b1 berturut-turut sebesar 64.4%, 25.4%, dan 10.1% (Tabel 2). Frekuensi B yang besar dibandingkan dengan dua alel yang lainnya disebabkan alel B bersifat dominan, sedangkan dua alel yang lainnya bersifat resesif (Vella et al.1999).

Lokus C~cb~cs~ca~c merupakan lokus yang memiliki banyak alel dibandingkan dengan lokus lainnya yang terdapat pada F. domesticus. Beberapa alel pada lokus ini merupakan alel yang menjadi ciri khas pada kucing di beberapa negara. Kucing yang memiliki alel cb dan cs sangat banyak ditemukan di Thailand, sedangkan alel ca dan c banyak ditemukan di Amerika dan beberapa negara di Eropa (Vella et al. 1999; Nozawa et al. 2004). Kucing yang memiliki alel cb, cs, ca, dan c juga ditemukan di Jakarta Timur dengan nilai frekuensi alel secara berturut-turut sebesar 1.1%, 1.2%, 2.6%, dan 8.8% (Tabel 2). Nozawa et al. (1983) tidak menemukan alel cb, cs, ca, dan c pada populasi kucing di Jakarta. Hal tersebut menandakan bahwa pada populasi kucing di Jakarta Timur telah ditemukan alel baru. Kemunculan alel-alel tersebut disebabkan oleh kucing-kucing non lokal yang dipelihara oleh manusia di wilayah Jakarta Timur. Penyebaran alel-alel tersebut diduga disebabkan oleh perkawinan acak yang terjadi antara kucing lokal dengan non lokal.

Alel O di Jakarta Timur memiliki nilai frekuensi alel sebesar 31.5% (Tabel 2). Garcia et al. (2005) menyatakan bahwa alel O merupakan alel dari karakter kucing Asia. Nilai frekuensi alel O di Asia (Pakistan, Arab, Hongkong, dan Singapura) lebih tinggi dibandingkan Amerika Latin. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Nozawa et al.(2004) yang menyatakan bahwa Asia Tenggara dan Timur memiliki nilai frekuensi alel O lebih tinggi, yaitu 30% hingga 50%, dibandingkan Eropa dan Amerika Utara. Jadi dapat dikatakan bahwa frekuensi alel O yang merupakan karakter kucing Asia, cukup tinggi di Jakarta Timur.

(17)

menyatakan bahwa sebagian besar kucing Eropa memiliki alel W.

Migrasi Alel

Migrasi kucing yang terjadi di Jakarta Timur dapat dilihat dari frekuensi alel pada lokus D~d, i~I, L~l dan m~M. Alel d memiliki frekuensi sebesar 16.3%. Keberadaan alel d disebabkan oleh migrasi alel ini dari kucing-kucing non lokal seperti dari Eropa, Asia Tenggara, dan Jepang yang dibawa oleh manusia (Nozawa et al. 2004). Alel I merupakan alel tipe mutan pada lokus i~I yang banyak terdapat pada kucing non lokal yang berasal dari Eropa (Nozawa et al. 2004). Besar frekuensi alel I yaitu 2%. Alel l yang mengekspresikan rambut panjang memiliki frekuensi alel sangat rendah pada populasi kucing di Jakarta Timur, yaitu 10.5%, namun alel ini merupakan alel baru yang tidak ditemukan pada penelitian Nozawa et al. (1983) di Jakarta. Kucing yang memiliki alel l banyak terdapat pada kucing yang berasal dari Persia dan Amerika (Vella et al. 1999). Nilai frekuensi alel dari karakter ekor pendek pada penelitian ini lebih rendah daripada karakter ekor panjang. Nilai tersebut yaitu sebesar 42.8% dan 57.2%. Hasil yang serupa juga didapatkan dalam penelitian Nozawa et al. (1983) di wilayah Jakarta yaitu nilai frekuensi karakter ekor pendek sebesar 47.8%, dan karakter ekor panjang sebesar 52.2%, sehingga dapat dikatakan bahwa frekuensi dari kedua alel tersebut relatif tidak berubah dalam kurun waktu 25 tahun. Nilai frekuensi karakter ekor pendek yang rendah untuk wilayah Jakarta Timur terjadi karena populasi kucing non lokal yang dipelihara oleh manusia di kawasan perumahan mewah, sehingga dapat diduga terjadi perkawinan silang antara kucing lokal dengan kucing non lokal. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Nozawa et al. (2000) di Kumamoto, Jepang yang mendapatkan hasil hampir sama antara populasi kucing lokal di Jepang (q(+): 46.23% dan q(-): 53.77%) dengan di Jakarta Timur. Nilai frekuensi karakter ekor pendek yang rendah pada populasi lokal di Kumamoto, Jepang diduga akibat terjadi aliran gen dari kucing non lokal, yaitu siamese dan persia (Nozawa et al. 2004).

Penyebaran kucing berdasarkan frekuensi alel juga dapat dilihat pada lokus Ta~T~tb. Nozawa et al. (2004) menyatakan bahwa lokus Ta~T~tb sangat penting untuk menduga sejarah terjadi migrasi alel pada kucing domestik. Alel Ta merupakan karakter

dari populasi kucing Asia sehingga penyebarannya di Asia cukup luas (Garcia et al. 2005). Kawamoto et al. (2002) juga mengatakan bahwa frekuensi Ta sangat tinggi pada populasi kucing di Buthan, Nepal (Khosi) dan Bangladesh (Khulna), yaitu sebesar 62.3%, 100%, 79.6%. Frekuensi alel Ta di Jakarta Timur sangat rendah dibandingkan dengan beberapa negara di Asia tersebut yaitu sebesar 16.3%, sedangkan alel T memiliki frekuensi alel yang sangat tinggi sebesar 63.9% (Tabel 2). Hal tersebut terjadi karena dominasi dari alel tipe liar (alel T) (Wright & Walters 1980). Alel tb banyak terdapat pada populasi kucing Eropa (Garcia et al. 2005). Kemunculan alel tb dengan frekuensi sebesar 19.8% di wilayah Jakarta Timur disebabkan oleh migrasi kucing non lokal yang dibawa dan dijadikan hewan peliharaan oleh manusia.

Heterozigositas (h) dan Heterozigositas rataan (Ĥ) pada 11 lokus

Nilai heterozigositas (h) populasi kucing di Jakarta Timur pada 11 lokus yang diamati memiliki nilai relatif beragam. Lokus A~a, B~b~b1, o~O, S~s, T~Ta~tb, dan m~M memiliki nilai h relatif tinggi, dengan persentasi secara berturut-turut sebesar 48.1%, 50.9%, 43.2%, 49.9%, 42.2% dan 49%. Beberapa lokus lainnya, seperti lokus C~cb~cs~ca~c, D~d, I~i dan L~l memiliki nilai h yang cukup rendah, yaitu antara 15% hingga 30%, bahkan pada lokus W~w hanya sebesar 1.2% (Tabel 2). Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Nozawa et al. (1983) di Jakarta (Lampiran 4), nilai h pada beberapa lokus relatif stabil yaitu pada lokus A~a, o~O, S~s, dan m~M. Peningkatan nilai h yang cukup signifikan terjadi pada lokus C~cb~cs~ca~c, D~d, I~i, T~Ta~tb, dan w~W.

Lokus B~b~b1 di Jakarta Timur memiliki nilai h paling tinggi dibandingkan dengan lokus lainnya yaitu sebesar 50.9% (Tabel 2). Hal ini disebabkan penyebaran kucing yang memiliki alel-alel tersebut sangat luas sehingga terjadi aliran gen melalui perkawinan acak (Jacquard 1974). Sedangkan Lokus w~W memiliki nilai heterozigositas (h) yang sangat rendah yaitu sebesar 1.2%, sehingga menandakan bahwa keragaman kucing yang memiliki kedua alel tersebut sangat rendah. Hal tersebut terjadi akibat dominasi tipe liar (alel w) (Robinson 1991).

(18)

Nozawa et al. (1983) melaporkan nilai Ĥ dari 9 lokus di Jakarta sebesar 28.5% (Lampiran 5), sedangkan di Jakarta Timur memiliki nilai Ĥ sebesar 31.8% (Tabel 3). Hal ini menunjukan bahwa keragaman alel di Jakarta timur mengalami peningkatan dalam kurun waktu 25 tahun, kondisi ini disebabkan oleh perkawinan acak di dalam populasi kucing, sehingga terjadi penyebaran alel tersebut. Pada penelitian di Indonesia, Nozawa et al. (1983) mendapatkan hasil nilai Ĥ dari 9 lokus sebesar 27.6% (Lampiran 5), dan Kawamoto et al. (2002) melaporkan nilai Ĥ dari 9 lokus di Asia sebesar 25.7% (Lampiran 6). Jika dibandingkan dengan Indonesia dan Asia, nilai Ĥ di Jakarta Timur lebih tinggi dibandingkan dengan Nozawa et al. (1983). Hal tersebut menandakan bahwa keragaman alel pada populasi kucing di Jakarta Timur lebih beragam.

SIMPULAN

Pada Populasi kucing di Jakarta Timur, ditemukan lokus baru yaitu B~b~b1 dan L~l, serta alel baru yaitu cb, ca, dan c. Alel b1, l, cb, ca, dan c merupakan alel yang terdapat pada kucing non lokal yaitu Siamese, Burmese, dan Persia. Berdasarkan nilai frekuensi alel, tipe liar memiliki keragaman alel yang lebih tinggi dari tipe mutan, kecuali pada lokus A~a dan s~S. Lokus B~b~b1 memiliki keragaman alel (h) tertinggi. Jakarta Timur memiliki nilai heterozigositas rataan (Ĥ) sebesar 31.8%.

DAFTAR PUSTAKA

Aditya N. 2006. Morfogenetik Kucing (Felis domesticus) di Kecamatan Bogor Tengah Berdasarkan Karakter Morfologi. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Audesirk T, Gerald A, Bruce EB. 2001. Biology : Life on Earth. 6th Ed. New Jersey : Prentice Hall Inc.

Avise JC. 1994. Molekular Markers, Natural History and Evolutions. USA : Thompson publishing company.

Endrawati D. 2005. Studi Identifikasi Golongan Darah dan Kemungkinan Hubungannya dengan Warna Rambut pada Kucing Kampung (Felis familiaris). [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Ewer RF. 1973. The Carnivores. New York: Cornell University Pr.

Feldhamer GA, Lee CD, Stephen HV, Joseph FM. 2003. Mammalogy: Adaptation, Diversity,and Ecology. New York: McGraw-Hill Companies.

Garcia MR, Alvarez D, Shostell JM. 2005. population genetic analysis of cats populations from Mexico, Colombia, Bolivia, and the Dominican Republic: identification of different gene pools in Latin America. J Genet 84:147-171. Jacquard A. 1974. The Genetic Structure of

Population. Charlesworth D, Charlesworth B, penerjemah : Haildelberg: Spinger-Verlag. Terjemahan dari: Structures Genetiques

des Populations.

Jusuf M. 2001. Genetika I: Struktur dan Ekspresi Gen. Jakarta : CV. Sagung Seto.

Kawamoto Y, Nozawa K, Wangchuk T, Sherub. 2002. Coat-color variations of the cats in Bhutan. Rep Soc Res Native Livestock 20: 55-64.

Kawamoto Y, Nozawa K. 1998. Coat-Color and Other Morphogenetic Variations of The Cats in Malaysia. Rep Soc Res Native Livestock 16: 161-172.

Messent P, Broom D. 1986. The Ensyclopedia of Domestic Animals. Oxford :Equinox (Oxford) Ltd.

Mills VM. 1998. Population genetics of coat characteristics in domestic cats. Di dalam: Test studies for laboratory teaching. Proceeding of 19th Workshop/Conference of The Asosiation for Biology Laboratory Education (ABLE). Hlm:388-389. [Terhubung Berkala]

http//www.zoo.utoronto.ca/ble/volumes/ copyright.htm. [24 November 2007]. Nei M. 1987. Molecular Evolutionary

Genetics. New York: Columbia University Press.

Nozawa K, Kawamoto Y, Kondo K, Namikawa T. 1983. Coat-Color Polymorphisms of The Cats in Indonesia. Rep Soc Res Native Livestock 10:226-235.

Nozawa K, Maeda Y, Hasegawa Y, Kawamoto Y. 2000. Genetic Polymorphisms in Coat-Color and Other Morphological Traits of The Japanese Feral Cats – Report of The 3rd Compilation of Data. Rep Soc Res Native Livestock 18:225-268.

(19)

Frequencies of The Feral Cats in The Philppines. Rep Soc Res Native Livestock 21:275-295.

Robinson R. 1991. Genetics for Cats Breeders. Ed ke-3. London : PegamonPress.

Vella CM, Shelton LM, McGonagle JJ, Stanglein TW. 1999. Robinson’s Genetics for Cats Breeders and Veterinarians. Ed ke-4. London : Reed Educational and Profesional Publishing Ltd.

(20)
(21)

Lampiran 1 Genotipe pola tabby pada kucing domestik (Wright & Walters 1980)

Genotipe dari pola tabby Abyssinian

A-B-C-D-ii Ta- 1 Usual (ruddy) Abyssinian A-B-C-dd ii Ta- 2 Blue Abyssinian

A-bb C-D- ii Ta- 3 Chocolate (chestnut) Abyssinian A-bb C-dd ii Ta- 4 Lilac Abyssinian

A-b1b1C-D- ii Ta- 5 Non Sex-linked ”red” Abyssinian A-b1b1C-dd ii Ta- 6 Non Sex-linked ”cream” Abyssinian C-D- ii O(O) Ta- 7 Sex-linked ”red” Abyssinian C-dd ii O(O) Ta- 8 Sex-linked ”red” Abyssinian A-B-C-D-I-Ta- 9 Silver usual (ruddy) Abyssinian

Genotipe dari pola tabby Mackerel / Classic

A-B-C-D-ii T-/tbtb 1 Brown (black; ebony) tabby A-B-C-dd ii T-/ tbtb 2 Blue tabby

A-bb C-D- ii T-/ tbtb 3 Chocolate (chestnut) tabby A-b1b1C-D- ii T-/ tbtb 4 Cinnamon tabby

A-bbC-dd- ii T-/ tbtb 5 Lilac tabby C-D- ii O(O) T-/ tbtb 6 Red tabby C-dd ii O(O) T-/ tbtb 7 Cream tabby A-B-C-D-I- T-/ tbtb 8 Silver tabby C-D-I-O(O) T-/ tbtb 9 Cameo tabby

(22)

Lampiran 2 Genotipe warna solid pada kucing domestik (Wright & Walters 1980)

aaB-C-D- 1 Black aaB-C-dd 2 Blue

aabbC-D- 3 Chocolate (chesnut brown) aab1b1C-D- 4 Cinnamon

aabbC-dd 5 Lilac aab1b1C-dd 6 Light lilac

C-D-O(O) 7 Red C-ddO(O) 8 Cream

aaB-cbcbD- 9 Brown Burmese aaB-cbcbdd 10 Blue Burmese aabbcbcbD- 11 Chocolate Burmese

aabbcbcbdd 12 Lilac Burmese cbcbD-O(O) 13 Red Burmese cbcbddO(O) 14 Cream Burmese W-;caca;cc 15 White

Lampiran 3 Peta Jakarta Timur

Wilayah

JakartaTimur

Luas :

187,55 km

2
(23)

Lampiran 4 Jumlah fenotipe, frekuensi (q) dan heterozigositas (h) dari 11 lokus pada kucing di 10 kecamatan Jakarta Timur

lokus Keterangan Matraman Cipayung Jatinegara Ciracas Cakung Pasar Rebo Duren Sawit Pulogadung Kramat Jati Makasar

A~a A- 120 202 95 132 59 49 107 138 81 63

aa 68 111 40 58 36 29 66 97 53 22

n 188 313 135 190 95 78 173 235 134 85

qA 0.399±0.029 0.405±0.023 0.456±0.036 0.447±0.030 0.384±0.040 0.390±0.045 0.382±0.03 0.358±0.025 0.371±0.034 0.491±0.047

qa 0.601±0.029 0.595±0.023 0.544±0.036 0.553±0.030 0.616±0.040 0.610±0.045 0.618±0.03 0.642±0.025 0.629±0.034 0.509±0.047

h 0.481±0.010 0.483±0.007 0.498±0.006 0.496±0.005 0.476±0.016 0.479±0.017 0.474±0.012 0.460±0.013 0.469±0.015 0.503±0.003

B~b~b1

B- 160 254 115 165 80 66 156 194 115 74

bb 22 30 16 20 13 8 17 32 15 10

b1 b1

2 4 3 2 1 2 0 1 1 0

n 184 288 134 187 94 76 173 227 131 84

qB 0.639±0.034 0.656±0.028 0.623±0.040 0.657±0.034 0.614±0.048 0.637±0.053 0.687±0.036 0.619±0.031 0.651±0.041 0.655±0.051

qb 0.257±0.057 0.226±0.046 0.227±0.068 0.240±0.057 0.283±0.078 0.201±0.093 0.313±0.052 0.315±0.049 0.262±0.066 0.345±0.075

qb1

0.104±0.037 0.118±0.029 0.150±0.043 0.103±0.036 0.103±0.051 0.162±0.057 - 0.066±0.033 0.087±0.044 -

h 0.516±0.056 0.505±0.046 0.539±0.066 0.502±0.056 0.535±0.077 0.531±0.088 0.432±0.056 0.515±0.05 0.502±0.067 0.455±0.08

C~cb ~cs

~ca

~c C- 240 367 172 237 124 102 219 294 181 109

cb- 0 1 0 2 0 - 1 1 1 -

cs- 0 0 0 0 0 - - 2 1 3

ca- 0 1 0 1 0 - - 4 4 1

cc 2 5 0 2 0 3 - 3 1 -

n 242 374 172 242 124 105 220 304 188 113

qC 0.909±0.032 0.863±0.026 1 0.856±0.032 1 0.831±0.048 0.933±0.034 0.819±0.028 0.807±0.036 0.812±0.046

qcb - 0.010±0.061 - 0.032±0.083 - 0.067±0.034 0.009±0.101 0.014±0.131

qcs - - - 0 - 0.02±0.072 0.016±0.093 0.094±0.065

qca - 0.011±0.043 - 0.021±0.057 - 0.052±0.053 0.090±0.070 0.094±0.046

qc 0.091±0.032 0.116±0.026 - 0.091±0.032 - 0.169±0.048 0.099±0.029 0.073±0.036

(24)

Lampiran 4 (lanjutan) Jumlah fenotipe, frekuensi (q) dan heterozigositas (h) dari 11 lokus pada kucing di 10 kecamatan Jakarta Timur

Lokus Keterangan Matraman Cipayung Jatinegara Ciracas Cakung Pasar Rebo Duren Sawit Pulogadung Kramat Jati Makasar

D~d D- 236 356 168 230 122 101 214 287 178 111

dd 4 13 4 9 2 1 6 10 5 1

n 240 369 172 239 124 102 220 297 183 112

qD 0.871±0.032 0.812±0.026 0.847±0.038 0.806±0.032 0.873±0.044 0.901±0.049 0.835±0.033 0.817±0.029 0.835±0.036 0.906±0.047

qd 0.129±0.032 0.188±0.026 0.153±0.038 0.194±0.032 0.127±0.044 0.099±0.049 0.165±0.033 0.183±0.029 0.165±0.036 0.094±0.047

h 0.225±0.023 0.305±0.018 0.259±0.027 0.313±0.022 0.223±0.031 0.179±0.034 0.276±0.024 0.300±0.020 0.277±0.026 0.172±0.032

i~I I- 11 27 5 7 4 3 9 7 5 2

ii 229 343 167 232 120 99 211 290 178 110

n 240 370 172 239 124 102 220 297 183 112

qI 0.023±0.007 0.037±0.007 0.015±0.006 0.015±0.005 0.016±0.008 0.015±0.008 0.021±0.007 0.154±0.029 0.014±0.006 0.009±0.006

qi 0.977±0.007 0.963±0.007 0.985±0.006 0.985±0.005 0.984±0.008 0.985±0.008 0.979±0.007 0.846±0.029 0.986±0.006 0.991±0.006

h 0.045±0.013 0.072±0.013 0.029±0.013 0.029±0.011 0.032±0.015 0.029±0.016 0.041±0.013 0.260±0.020 0.027±0.012 0.018±0.012

L~l

L- 238 368 172 240 124 104 219 302 183 111

ll 4 6 0 2 0 1 1 2 5 2

n 242 374 172 242 124 105 220 304 188 113

qL 0.871±0.032 0.873±0.026 1 0.909±0.032 1 0.902±0.049 0.933±0.034 0.919±0.029 0.837±0.036 0.867±0.047

ql 0.129±0.032 0.127±0.026 0 0.091±0.032 0 0.098±0.049 0.067±0.034 0.081±0.029 0.163±0.036 0.133±0.047

h 0.224±0.023 0.222±0.018 0 0.166±0.021 0 0.177±0.033 0.126±0.021 0.149±0.019 0.274±0.026 0.232±0.033

O~O

O- 57 83 34 52 29 26 48 68 54 27

Oo 43 62 32 49 14 16 41 59 38 22

oo 142 229 106 141 81 63 131 177 96 64

n 242 374 172 242 124 105 220 304 188 113

qOO 0.319±0.026 0.299±0.020 0.288±0.030 0.315±0.026 0.276±0.034 0.316±0.039 0.308±0.027 0.318±0.023 0.386±0.031 0.335±0.038

qoo 0.681±0.026 0.701±0.020 0.712±0.030 0.685±0.026 0.724±0.034 0.684±0.039 0.692±0.027 0.682±0.023 0.614±0.031 0.665±0.038

(25)

Lampiran 4 (lanjutan) Jumlah fenotipe, frekuensi (q) dan heterozigositas (h) dari 11 lokus pada kucing di 10 kecamatan kota madya Jakarta Timur

Lokus keterangan Matraman Cipayung Jatinegara Ciracas Cakung Pasar Rebo Duren Sawit Pulogadung Kramat Jati Makasar

s~S S- 195 282 121 196 93 85 175 233 140 81

ss 45 88 51 43 31 17 45 64 43 31

n 240 370 172 239 124 102 220 297 183 112

qS 0.567±0.029 0.512±0.023 0.456±0.032 0.576±0.029 0.500±0.039 0.592±0.045 0.548±0.03 0.536±0.026 0.515±0.032 0.474±0.040

qs 0.433±0.029 0.488±0.023 0.544±0.032 0.424±0.029 0.500±0.039 0.408±0.045 0.452±0.03 0.464±0.026 0.485±0.032 0.526±0.040

h 0.492±0.006 0.500±0.001 0.498±0.005 0.489±0.007 0.502±0.002 0.486±0.013 0.497±0.005 0.498±0.003 0.501±0.002 0.501±0.004

T~Ta ~tb

T- 108 172 80 114 67 48 107 20 80 63

Ta

- 40 65 33 59 22 17 34 59 38 22

tb

- 10 8 9 5 2 1 2 6 7 1

n 158 245 122 178 91 66 143 85 125 86

qTa 0.136±0.020 0.143±0.016 0.146±0.024 0.182±0.022 0.129±0.026 0.138±0.031 0.127±0.020 0.447±0.045 0.166±0.025 0.137±0.027

qT 0.613±0.046 0.676±0.037 0.583±0.053 0.650±0.045 0.723±0.060 0.739±0.071 0.755±0.047 0.287±0.082 0.598±0.053 0.755±0.062

qtb

0.252±0.038 0.181±0.031 0.272±0.044 0.168±0.037 0.148±0.052 0.123±0.061 0.118±0.042 0.266±0.052 0.237±0.043 0.108±0.054

h 0.545±0.060 0.490±0.05 0.568±0.067 0.518±0.058 0.442±0.083 0.423±0.097 0.402±0.066 0.651±0.074 0.562±0.067 0.402±0.085

w~W ww 240 369 172 239 124 102 220 297 183 112

W- 2 5 0 3 0 3 0 7 5 1

n 242 374 172 242 124 105 220 304 188 113

qw 0.996±0.003 0.993±0.003 1 0.994±0.004 1 0.986±0.008 1 0.988±0.004 0.987±0.006 0.996±0.004

qW 0.004±0.003 0.007±0.003 0 0.006±0.004 0 0.014±0.008 - 0.012±0.004 0.013±0.006 0.004±0.004

h 0.008±0.006 0.013±0.006 0 0.012±0.007 0 0.029±0.016 - 0.023±0.008 0.026±0.012 0.009±0.009

M~m * + 75 172 69 116 48 53 84 123 101 51

- 167 202 103 126 76 52 136 181 87 62

n 242 374 172 242 124 105 220 304 188 113

q+ 0.310±0.030 0.460±0.026 0.401±0.037 0.479±0.032 0.387±0.044 0.505±0.049 0.382±0.033 0.405±0.028 0.537±0.036 0.451±0.047

q- 0.690±0.030 0.540±0.026 0.599±0.037 0.521±0.032 0.613±0.044 0.495±0.049 0.618±0.033 0.595±0.028 0.463±0.036 0.549±0.047

h 0.429±0.016 0.497±0.003 0.482±0.010 0.500±0.002 0.476±0.014 0.502±0.002 0.473±0.011 0.483±0.008 0.499±0.004 0.497±0.007

(26)

Lampiran 5 Nilai heterozigositas (h) dan Heterozigositas rataan (Ĥ) hasil analisis ulang dari 8 lokus karakter rambut dan karakter ekor pendek pada populasi kucing di 11 provinsi di Indonesia dan di Jakarta (cetak tebal) (Nozawa et al. 1983).

Provinsi& Kabupaten

n h

Ĥ

w~W o~O A~a C~cs Ta~T~tb D~d s~S i~I Q-/+

Sumatera Utara

270 0.004 0.385 0.500 0.000 0.189 0.158 0.498 0.012 0.437 0.242

Sumatera Barat

594 0.007 0.415 0.500 0.089 0.509 0.237 0.480 0.006 0.490 0.303

Lampung 59 0.380 0.428 0.388 0.000 0.310 0.000 0.499 0.000 0.238 0.249

Jawa Barat 348 0.009 0.400 0.496 1.113 0.486 0.102 0.499 0.046 0.501 0.295

Kab.Bogor 182 0.006 0.362 0.496 0.151 0.530 0.000 0.496 0.058 0.490 0.288

Jakarta 1239 0.007 0.430 0.499 0.000 0.383 0.241 0.495 0.007 0.499 0.285

Jawa Tengah

90 0.458 0.427 0.501 0.000 0.239 0.000 0.502 0.000 0.450 0.286

Jawa Timur

223 0.000 0.466 0.463 0.148 0.439 0.255 0.488 0.000 0.452 0.301

Bali 225 0.450 0.493 0.501 0.000 0.384 0.309 0.467 0.000 0.500 0.345

Lombok 140 0.000 0.501 0.502 0.000 0.038 0.000 0.478 0.000 0.300 0.202

Sumbawa 221 0.501 0.494 0.494 0.000 0.097 0.206 0.496 0.000 0.262 0.277

Sulaweai Selatan

109 0.009 0.460 0.460 0.000 0.100 0.182 0.502 0.023 0.415 0.241

Total/ rata-rata

3700 0.152 0.438 0.480 0.042 0.309 0.141 0.492 0.013 0.419 0.276

Lampiran 6 Nilai heterozigositas (h) dan Heterozigositas rataan (Ĥ) hasil analisis ulang dari 8 lokus karakter rambut dan karakter ekor pendek pada populasi kucing di beberapa negara di Asia (Kawamoto et al. 2002).

Provinsi& Kabupaten

n h

Ĥ

w~W o~O A~a C~cs Ta~T~tb D~d s~S i~I Q-/+

Bhutan 41 0.000 0.232 0.494 0.000 0.476 0.000 0.271 0.000 0.000 0.164

Pakistan (Rawalpindi)

206 0.030 0.366 0.469 0.000 0.309 0.000 0.501 0.000 0.000 0.186

Bangladesh (Dhaka)

112 0.008 0.374 0.480 0.000 0.391 0.000 0.487 0.171 0.022 0.215

Malaysia (Penang)

226 0.014 0.413 0.491 0.000 0.458 0.307 0.485 0.000 0.408 0.286

Thailand (Central)

902 0.204 0.429 0.346 0.469 0.134 0.340 0.483 0.000 0.492 0.322

Laos (Vientiane)

215 0.010 0.436 0.292 0.297 0.016 0.280 0.429 0.000 0.457 0.246

Vietnam (South)

81 0.012 0.477 0.482 0.389 0.429 0.000 0.348 0.000 0.469 0.290

Taiwan (Taipeh)

99 0.051 0.452 0.475 0.276 0.320 0.186 0.488 0.246 0.233 0.303

China (Kumming)

259 0.053 0.418 0.421 0.273 0.160 0.388 0.474 0.450 0.012 0.294

Mesir (Kairo)

242 0.008 0.431 0.388 0.000 0.477 0.429 0.474 0.247 0.000 0.269

Total/ rata-rata

(27)

MORFOGENETIK KUCING (

Felis domesticus

)

DI JAKARTA TIMUR

TIRTA LESMANA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(28)

ABSTRAK

TIRTA LESMANA. Morfogenetik kucing (Felis domesticus) di Jakarta Timur. Dibimbing oleh

R.R. DYAH PERWITASARI dan ACHMAD FARAJALLAH.

Kucing domestik (Felis domesticus) merupakan hewan peliharaan hasil domestikasi dari F. silvestris dan F. lybica yang telah didomestikasi sejak sejak zaman Mesir kuno, yaitu 3000-4000 tahun yang lalu. Penelitian ini bertujuan menduga keragaman kucing di wilayah Jakarta Timur berdasarkan karakter morfologi yang diekspresikan oleh 11 lokus, yaitu lokus w~W, A~a, B~b~b1, C~cb~cs~ca~c, D~d, i~I, L~l, o~O, s~S, Ta~T~tb, dan m~M. Nilai frekuensi alel dari setiap lokus dihitung menggunakan metode squere root dan maximum likelihood. Keragaman kucing di Jakarta Timur dapat dilihat berdasarkan nilai heterozigositas (h) dan heterozigositas rataan (ƨ). Berdasarkan 2084 individu kucing yang ada di 10 kecamatan di Jakarta Timur, ditemukan alel-alel baru, yaitu cb, cs,ca, c. Sebagian besar alel tipe liar memiliki nilai frekuensi yang lebih tinggi daripada alel mutan, kecuali lokus A~a dan s~S. Nilai h untuk lokus w~W =1.2%, lokus A~a = 48.1%, lokus B~b~b1=50.9%, lokus C~cb~cs~ca~c = 24.6%, lokus D~d = 27.3%, lokus i~I = 16.8%, lokus L~l = 18.8%, lokus o~O = 43.2%, lokus s~S = 49.9%, lokus Ta~T~tb = 42.2% dan

lokus m~M = 49%. Lokus B~b~b1memiliki nilai h tertinggi, menunjukkan bahwa kucing yang

memiliki alel tersebut tersebar luas dan terjadi aliran gen melalui perkawinan acak. Nilai ƨ di Jakarta Timur berdasarkan 11 lokus yang diamati sebesar 31.8%. Hasil ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan keragaman kucing di Jakarta Timur dibandingkan dengan penelitian Nozawa et al.(1983) yaitu sebesar 27.6%. Dalam kurun waktu 25 tahun telah terjadi peningkatan keragaman kucing sebesar 4.2% yang mungkin disebabkan oleh masuknya alel-alel baru dari kucing non lokal.

ABSTRACT

TIRTA LESMANA. Morphogenetic traits of cats (Felis domesticus) in East Jakarta. Supervised by R.R. DYAH PERWITASARI and ACHMAD FARAJALLAH.

Domestic cat (F. domesticus) is a domestication product of F. silvestris and F. lybica. This domestication occured in ancient Egypt about 3.000-4000 years ago. This research aims to estimate genetic diversity of cats around East Jakarta based on morphological characters expressed by 11 loci (w~W, A~a, B~b~b1, C~cb~cs~ca~c, D~d, i~I, L~l, o~O, s~S, Ta~T~tb, and m~M). Allele frequency of each locus measured by squere root and maximum likelihood methods. Cats diversity in East Jakarta were represented by the value of heterozygosity (h) and average heterozygosity (ƨ). Four new alleles (cb, cs,caand c) were found in 2084 samples. Those are collected in 10 districts in East Jakarta. Mostly wild type allele revealed higher frequency than mutant type allele, except A~a and s~S locus. Heterozygosity (h) value of w~W = 1.2%, A~a = 48.1%, B~b~b1=50.9%, C~cb~cs~ca~c = 24.6%, D~d = 27.3%, i~I = 16.8%, L~l = 18.8%, o~O =

43.2%, s~S = 49.9%, Ta~T~tb = 42.2% and m~M = 49%. B~b~b1 locus showed the highest

heterozygosity value (h). It means that the cats having the alleles were widely spread and there was gene flow through random mating. Based on observation of 11 locus, there was 31.8% of average heterozygosity value. The obtained result revealed that there is an increasing diversity of domestic

cats in East Jakarta compared with Nozawa et al.(1983) who found 27.6% of average

(29)

PENDAHULUAN

Kucing merupakan hewan peliharaan yang telah didomestikasi sejak 3000-4000 tahun lalu pada zaman Mesir kuno (Feldhamer et al. 2003). Kucing domestik (Felis domesticus) adalah hewan domestikasi yang merupakan keturunan dari kucing Eropa (Felis sylvestris) dengan kucing hutan Afrika (Felis lybica) (Wright & Walters 1980). Felis domesticus termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo Carnivora, subordo Feliformia, famili Felidae (Ewer 1973). Hewan ini memiliki ciri-ciri antara lain panjang tubuh 50-60cm, tinggi tubuh 25-28 cm, berat tubuh jantan 3-6 kg dan betina 2.25-4.5 kg, dapat hidup selama 10-30 tahun, dan memiliki panjang rambut 2-12.5 cm (Messent & Broom 1986)

Frekuensi alel yang mengendalikan ekspresi variasi pada kucing dalam suatu populasi dapat diduga melalui morfogenetik (Nozawa et al. 2004). Keragaman gen yang terdapat pada suatu populasi dapat dihitung berdasarkan nilai heterozigositas (h) dan heterozigositas rataan (Ĥ).

Warna merupakan ciri dari rambut mamalia. Zat yang memberikan warna rambut dan mata pada kucing adalah melanin (Endrawati 2005). Feldhamer et al. (2003) menyatakan bahwa terdapat dua jenis pigmen melanin, yaitu feomelanin dan eumelanin. Feomelanin memproduksi warna merah dan kuning, sedangkan eumelanin memproduksi warna hitam dan coklat.

Genotipe warna rambut kucing disandikan oleh tiga gen utama, yaitu gen pengontrol warna, gen pengontrol pola warna, dan gen pengontrol ekspresi warna. Gen-gen pengontrol warna antara lain gen warna solid (lokus B~b~b1), gen warna penuh (lokus D~d) dan gen warna oranye (lokus O~o). Gen-gen pengontrol pola warna antara lain gen albino (lokus C~cb~cs~ca~c), gen agouti (lokus A~a) dan gen tabby (lokus T ~Ta~tb). Sedangkan gen-gen pengontrol ekspresi warna antara lain gen putih dominan (lokus W~w), gen inhibitor (lokus I~i) dan gen white spotting (lokus S~s). Masing-masing gen utama saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Endrawati 2005).

Menurut Wright dan Walters (1980), gen-gen penyandi rambut kucing terletak pada kromosom autosom ataupun kromosom seks (X). Beberapa gen terletak pada kromosom autosom, yaitu lokus A~a, B~b~b1, D~d, L~l, S~s dan Ta~T~tb (Mills 1998). Lokus o~O terletak pada kromosom seks yang terpaut pada kromosom X (Audesirk et al. 2001).

Gen penyandi warna hitam (B) terletak pada lokus B~b~b1. Mutasi gen ini akan menghasilkan warna coklat (b) dan cinnamon (b1) (Vella et al. 1999). Ekspresi gen penyandi warna hitam, cokelat dan cinnamon ini berinteraksi dengan dua gen dominan warna lainnya, yaitu gen C yang terletak pada lokus C~cb~cs~ca~c dan gen D pada lokus D~d. Jika alel-alel pada lokus B~b~b1 berinteraksi dengan gen c maka warna-warna tersebut tidak akan terekspresi (albino) (Wright & Walters 1980). Interaksi antar gen pada lokus B~b~b1 dengan C~cb~cs~ca~c dan D~d disebut epistasis (Jusuf 2001).

Gen penyandi warna oranye yang terletak pada lokus O~o terpaut kromosom seks dan bersifat kodominan. Kucing dengan genotipe homozigot resesif (oo) berwarna non oranye. Warna oranye hanya muncul jika homozigot dominan (OO) pada betina dan hanya alel tunggal (O) pada jantan. Genotipe heterozigot akan menghasilkan karakter yang disebut tortoiseshell (Oo) dan umumnya betina (Robinson 1991).

Gen agouti (lokus A~a) merupakan gen pengontrol pola rambut yang menyandikan dua pigmen, yaitu feomelanin pada bagian dasar rambut dan eumelanin pada bagian tengah hingga ujung rambut (Feldhamer et al. 2003). Alel A merupakan tipe liar yang bersifat dominan yang mengekspresikan warna kuning pada dasar rambut, sedangkan alel a merupakan tipe mutan yang bersifat resesif dan mengekspresikan warna solid (Vella et al. 1999)

Wright dan Walters (1980) mengatakan bahwa ekspresi yang dihasilkan oleh gen C, berupa pigmentasi warna penuh dan mutasi gennya tersebut akan menghasilkan warna coklat sepia gelap atau burmese (cb), siamese (cs), dan albino (ca dan c). Hubungan antar alel tersebut bersifat kodominan, yaitu setiap alel memberikan pengaruh yang sama dalam menentukan fenotipe heterozigot (Jusuf 2001). Gen D akan mengekspresikan pigmentasi pekat, dan bila dalam keadaan homozigot resesif (dd) akan mengekspresikan warna pudar, contohnya : warna hitam menjadi warna biru jika memiliki gen penyandi B-C-dd (Vella et al. 1999).

(30)

Panjang ekor dikendalikan oleh gen Manx (M) yang menyebabkan pemendekan ataupun hilang ekor. Kucing berekor pendek bisa dipastikan memiliki genotipe heterozigot (Mm), karena homozigot dominan (MM) bersifat letal (Wright & Walters 1980). Panjang rambut kucing dikendalikan oleh gen panjang rambut (lokus L~l). Alel L merupakan alel dominan yang mengekspresikan rambut pendek, sedangkan alel l bersifat resesif yang akan mengekspresikan rambut panjang (Vella et al. 1999).

Nozawa et al. (1983) menyatakan bahwa Jakarta memiliki nilai-nilai h untuk sembilan lokus, yaitu lokus w~W, o~O, A~a, D~d, C~cb~ca~c, T~Ta~tb, S~s, i~I dan M~m secara berturut-turut sebesar 0.7%, 43%, 49.9%, 24.1%, 0%, 38.3%, 49.5%, 0.7% dan 49%. Nilai heterozigositas rataan (Ĥ) dari 9 lokus sebesar 28.35%.

Penelitian ini bertujuan menduga keragaman kucing (F.domesticus) di wilayah Jakarta Timur berdasarkan warna, pola warna dan ekspresi warna rambut, serta panjang ekor dan rambut.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan tempat

Penelitian dilakukan sejak tanggal 21 Februari sampai dengan 29 April 2008. Pengambilan gambar kucing dilakukan di 10 kecamatan di Jakarta Timur, yaitu Cakung, Cipayung, Ciracas, Duren Sawit, Jatinegara,

Kramat Jati, Makasar, Matraman, Pasar Rebo dan Pulogadung.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk analisis morfogenetik adalah gambar kucing yang diambil menggunakan kamera digital Casio tipe EX-S770.

Metode

Pengambilan gambar kucing dilakukan dengan cara road sampling, yaitu sampling dilakukan dengan cara berjalan pada setiap lokasi yang telah ditentukan (Aditya 2006). Waktu pengambilan gambar dilakukan antara pukul 07.30-11.00 dan pukul 15.30-17.30 WIB. Pengambilan gambar dilakukan hanya sekali setiap satu ruas jalan dalam satu lokasi untuk menghindari pengulangan.

Warna rambut, pola warna rambut, ekspresi warna, panjang ekor dan panjang rambut dicatat dan dikonversi ke notasi-notasi alel yang mengacu pada Wright dan Walters (1980) (Tabel 1). Perhitungan alel-alel untuk gen autosom yang memiliki hubungan dominan (D)-resesif (R) antar alel pada lokus A~a; B~b~b1; C~cb~cs~ca~c; D~d; i~I; L~l; S~s; Ta~T~tb; w~W dapat dilakukan dengan menggunakan metode square root, sebagai berikut:

Frekuensi alel resesif (qx)= R/n

Frekuensi alel dominan (Px)=1−qx

Standar eror (SE)=

(

1−qx

)

2/4n n = jumlah individu

R = jumlah individu resesif

Tabel 1 Gen-gen utama kucing domestik (Wright & Walters 1980)

Tipe liar Mutan

Simbol Nama Karakter Simbol Nama Karakteristik

A Agouti Pola agouti a Non-agouti Tidak berpola

B Black Hitam b Brown Cokelat muda

b1

Light brown Cinnamon atau cokelat terang C Full-colour Pigmentasi penuh cb

Burmese Cokelat sepia gelap cs

Siamese Cokelat sepia terang; pola point; iris biru

ca

Blue-eyes Putih; iris biru

c Albino Putih

D Dense Pigmentasi pekat d Dilute Pigmentasi pudar i Normal

pigmentation

Pigmentasi normal I Inhibitor* Menutupi pigmen lain; warna perak

L Normal hair Rambut pendek l Long hair Rambut panjang o Normal colour Pigmentasi normal

selain orange

O Orange Oranye atau kuning (terpaut seks)

s Normal colour Tanpa daerah putih S Piebald* Dengan daerah putih T Mackerel Pola tabby garis Ta

Abyssinian Pola tabby Abyssinian

tb

Blotched Pola tabby klasik w Normail colour Ekspresi penuh dari

gen lain

W Dominant white* Warna putih yang menutupi warna lain; iris biru m Normal tail Ekor panjang M Manx* Ekor pendek atau tidak ada;

(31)

Panjang ekor dikendalikan oleh gen Manx (M) yang menyebabkan pemendekan ataupun hilang ekor. Kucing berekor pendek bisa dipastikan memiliki genotipe heterozigot (Mm), karena homozigot dominan (MM) bersifat letal (Wright & Walters 1980). Panjang rambut kucing dikendalikan oleh gen panjang rambut (lokus L~l). Alel L merupakan alel dominan yang mengekspresikan rambut pendek, sedangkan alel l bersifat resesif yang akan mengekspresikan rambut panjang (Vella et al. 1999).

Nozawa et al. (1983) menyatakan bahwa Jakarta memiliki nilai-nilai h untuk sembilan lokus, yaitu lokus w~W, o~O, A~a, D~d, C~cb~ca~c, T~Ta~tb, S~s, i~I dan M~m secara berturut-turut sebesar 0.7%, 43%, 49.9%, 24.1%, 0%, 38.3%, 49.5%, 0.7% dan 49%. Nilai heterozigositas rataan (Ĥ) dari 9 lokus sebesar 28.35%.

Penelitian ini bertujuan menduga keragaman kucing (F.domesticus) di wilayah Jakarta Timur berdasarkan warna, pola warna dan ekspresi warna rambut, serta panjang ekor dan rambut.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan tempat

Penelitian dilakukan sejak tanggal 21 Februari sampai dengan 29 April 2008. Pengambilan gambar kucing dilakukan di 10 kecamatan di Jakarta Timur, yaitu Cakung, Cipayung, Ciracas, Duren Sawit, Jatinegara,

Kramat Jati, Makasar, Matraman, Pasar Rebo dan Pulogadung.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk analisis morfogenetik adalah gambar kucing yang diambil menggunakan kamera digital Casio tipe EX-S770.

Metode

Pengambilan gambar kucing dilakukan dengan cara road sampling, yaitu sampling dilakukan dengan cara berjalan pada setiap lokasi yang telah ditentukan (Aditya 2006). Waktu pengambilan gambar dilakukan antara pukul 07.30-11.00 dan pukul 15.30-17.30 WIB. Pengambilan gambar dilakukan hanya sekali setiap satu ruas jalan dalam satu lokasi untuk menghindari pengulangan.

Warna rambut, pola warna rambut, ekspresi warna, panjang ekor dan panjang rambut dicatat dan dikonversi ke notasi-notasi alel yang mengacu pada Wright dan Walters (1980) (Tabel 1). Perhitungan alel-alel untuk gen autosom yang memiliki hubungan dominan (D)-resesif (R) antar alel pada lokus A~a; B~b~b1; C~cb~cs~ca~c; D~d; i~I; L~l; S~s; Ta~T~tb; w~W dapat dilakukan dengan menggunakan metode square root, sebagai berikut:

Frekuensi alel resesif (qx)= R/n

Frekuensi alel dominan (Px)=1−qx

Standar eror (SE)=

(

1−qx

)

2/4n n = jumlah individu

R = jumlah individu resesif

Tabel 1 Gen-gen utama kucing domestik (Wright & Walters 1980)

Tipe liar Mutan

Simbol Nama Karakter Simbol Nama Karakteristik

A Agouti Pola agouti a Non-agouti Tidak berpola

B Black Hitam b Brown Cokelat muda

b1

Light brown Cinnamon atau cokelat terang C Full-colour Pigmentasi penuh cb

Burmese Cokelat sepia gelap cs

Siamese Cokelat sepia terang; pola point; iris biru

ca

Blue-eyes Putih; iris biru

c Albino Putih

D Dense Pigmentasi pekat d Dilute Pigmentasi pudar i Normal

pigmentation

Pigmentasi normal I Inhibitor* Menutupi pigmen lain; warna perak

L Normal hair Rambut pendek l Long hair Rambut panjang o Normal colour Pigmentasi normal

selain orange

O Orange Oranye atau kuning (terpaut seks)

s Normal colour Tanpa daerah putih S Piebald* Dengan daerah putih T Mackerel Pola tabby garis Ta

Abyssinian Pola tabby Abyssinian

tb

Blotched Pola tabby klasik w Normail colour Ekspresi penuh dari

gen lain

W Dominant white* Warna putih yang menutupi warna lain; iris biru m Normal tail Ekor panjang M Manx* Ekor pendek atau tidak ada;

(32)

Lokus o~O yang terpaut kromosom X akan memberikan tiga macam warna fenotipe yaitu oranye (a1), tortoiseshell (a2) dan bukan oranye (a3) dengan jumlah a1 +a2 + a3 = n. Frekuensi alel ditentukan dengan menggunakan metode maximum likelihood dengan asumsi perbandingan jantan dan betina adalah 1:1 dengan cara:

(

) (

)

(

5 3

)

2

(

)

0

3 3 2 3 3 2 1 2 3 2 1 3 2 1 2 1 = + + + + + − − + + + o o o q a a a q a a a q a a a a a

(

q

)(

q

)(

q

)

n

q

SE= o1+ o 1− o 2− o /3

Karakter ekor yang diduga bersifat poligen, frekuensi alel ekor normal dan ekor pendek dalam suatu populasi dihitung dengan qM = D/n, dan qm = 1- qM, dengan standar eror :

(

q q

)

n SE= M. m /

(Nozawa et al. 2004)

Nilai heterozigositas (h) dan heterozigositas rataan (Ĥ) yang diperlukan untuk mengetahui keragaman suatu alel dalam suatu populasi dihitung dengan cara:

(

1

)

(

2 1

)

2 − 2 −

= n

x n

hi i Hˆ =

hi/nh

dimana hi = nilai heterozigositas lokus i, xi = frekuensi alel dari lokus i dan nh = jumlah lokus yang diamati. Nilai standar eror untuk nilai h dan Ĥ sebagai berikut:

(

)

(

( )

)

(

( )

)

[

]

(

)

5 . 0 2 2 2 2 2 3 1 2 2 2 2 2 2 ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − + − − =

∑ ∑

∑ ∑

n n x x x x n

SEhi i i i i

(Nei 1987)

HASIL

Jumlah sampel kucing yang diperoleh dari 10 kecamatan Jakarta Timur adalah 2084 individu. Data sampel yang diperoleh, kemudian dianalisis menjadi frekuensi (q) alel dan heterozigositas (h) yang ditunjukkan pada Tabel 2, dan heterozigositas rataan (Ĥ) pada Tabel 3.

Frekuensi alel dan Heterozigositas Lokus A~a

Alel A (tipe liar) pada lokus A~a yang mengekspresikan pola Agouti pada dasar rambut kucing (Gambar 1). Di wilayah Jakarta Timur lokus ini memiliki nilai frekuensi yang

lebih rendah dibandingkan dengan alel a (tipe mutan), yaitu sebesar 40.3% dan 59.7% (Tabel 2). Heterozigositas pada lokus A~a sangat tinggi yaitu sebesar 48.1%.

Tabel 2 Frekuensi alel dan heterozigositas setiap lokus pada populasi kucing yang berada di 10 kecamatan di Jakarta Timur

*(-) ekor panjang; (+) ekor pendek

Gambar 1 Kucing dengan pola Agouti

(tanda panah), genotipe A- B-C-D-ii T-.

Lokus Alel Frekuensi Alel heterozigositas (q) (h) A~a

n = 1626

A a 0.403±0.010 0.597±0.010 0.481±0.003 B~b~b1 n = 2084

B b b1 0.644±0.011 0.254±0.019 0.101±0.013 0.509±0.019 C~cb ~cs ~ca ~c n = 2084

C cb cs ca c 0.863±0.011 0.011±0.038 0.012±0.027 0.026±0.020 0.088±0.011 0.246±0.009 D~d n = 2058

D d 0.837±0.011 0.163±0.011 0.273±0.008 i~I n= 2059 i I 0.980±0.011 0.020±0.011 0.168±0.007 L~l n = 2084

L l 0.895±0.011 0.105±0.011 0.188±0.008 o~O n = 2084

o O 0.685±0.009 0.315±0.009 0.432±0.005 S~s n = 2059

S s 0.528±0.010 0.472±0.010 0.499±0.001 T~Ta ~tb n = 1299

T Ta tb 0.639±0.019 0.163±0.011 0.198±0.014 0.422±0.019 w~W n= 2084 w W 0.994±0.001 0.006±0.001 0.168±0.007 m~

Gambar

Gambar 1    Kucing dengan pola Agouti  (tanda panah), genotipe  A-  B-C-D-ii T-.
Gambar  2  Kucing dengan ekspresi dari lokus  B~b~b 1 . (a) Solid black dengan genotipe  aa  B- C-D-ii; (b) Chocolate classic tabby  dengan genotipe A- bb  C-D-ii t b t b  ; (c)  Cinnamon mackerel tabby dengan  genotipe A- b 1 b 1  C-D-ii T-
Gambar 7 Chocolate, white longhair  dan long tail  (aabbC-D-ii  ll  mm).
Gambar 10  Ekspresi  lokus  T a ~T~t b  pada kucing.  (a)  Brown abyssinian  tabby dengan  genotipe A-B-C-D-ii  T a -
+7

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa kegiatan pengabdian terdahulu yang kami ambil sebagai referensi dalam melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat pada Sekolah Dasar Negeri 170 Palembang

Perubahan-perubahan yang terjadi pada tahap ini terlihat pada bagian konten (isi) dan bahasa. Angket kepraktisan yang mereka isi digunakan untuk mengetahui

Setelah perencanaan matang baik dari segi kebutuha Q ´WHQDJD VSHVLDOLVµPDXSXQ GDUL VHJL SHQGDQDDQ PDND WDKDSDQ VHODQMXWQ\D DGDODK proses perekrutan tenaga yaitu dengan

Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan Bukti Fisik, Kehandalan, Daya Tanggap, Jaminan, Empati, dan Kepuasan Konsumen .... Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan Daya Tanggap

Pelanggaran yg spt ini dpt membatalkan hasil Pemilu atau Pemilukada sepanjang berpengaruh scr signifikan, yakni krn tjd scr terstruktur, sistematis, dan masif yg ukuran-ukurannya

[r]

Panggabean, HimpunanPutusan Mahkamah Agung Mencapai Perjanjian Kredit Perbankan(Berikut Tanggapan), Jilid 1, (Bandung : Penerbit PT. Sebagai perbandingan, Pasal

Variabel kepemilikan manajerial secara parsial tidak mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia