• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Tipologi Wilayah dan Karakteristiknya dalam Mendukung Program Pengembangan Kawasan Agropolitan (Studi Kasus : Kabupaten Sambas)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Tipologi Wilayah dan Karakteristiknya dalam Mendukung Program Pengembangan Kawasan Agropolitan (Studi Kasus : Kabupaten Sambas)"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN TIPOLOGI WILAYAH DAN KARAKTERISTIKNYA

DALAM MENDUKUNG PROGRAM PENGEMBANGAN

KAWASAN AGROPOLITAN

(Studi Kasus : Kabupaten Sambas)

Oleh :

Endang Werdiningsih

A24101024

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KAJIAN TIPOLOGI WILAYAH DAN KARAKERISTIKNYA

DALAM MENDUKUNG PROGRAM PENGEMBANGAN

KAWASAN AGROPOLITAN

(Studi Kasus : Kabupaten Sambas)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Endang Werdiningsih

A24101024

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Kajian Tipologi Wilayah dan Karakteristiknya dalam Mendukung Program Pengembangan Kawasan Agropolitan (Studi Kasus : Kabupaten Sambas)

Nama : Endang Werdiningsih NRP : A24101024

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr NIP. 130 367 082 NIP. 131 879 339

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. NIP. 130 422 698

(4)

RINGKASAN

ENDANG WERDININGSIH. Kajian Tipologi Wilayah dan Karakteristiknya dalam Mendukung Program Pengembangan Kawasan Agropolitan. (Di bawah bimbingan SANTUN R. P. SITORUS and ERNAN RUSTIADI)

Kabupaten Sambas memiliki potensi sumberdaya alam dan lahan untuk komoditi unggulannya yang bernilai komersial, yaitu tanaman jeruk pontianak/siam dan padi sawah. Keberadaannya pada kawasan pengembangan agropolitan diharapkan menciptakan dampak pada perkembangan kawasan yang berbasis pertanian, sesuai dengan karakteristik tipologi kawasannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tingkat perkembangan desa dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sekaligus menentukan tipologi wilayah desa-desa di Kabupaten Sambas.

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis skalogram, analisis komponen utama, analisis gerombol, analisis regresi berganda metode forward stepwise, dan analisis fungsi diskriminan.

Hasil analisis skalogram menunjukkan teridentifikasinya desa-desa pusat pelayanan di Hirarki I karena ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanannya lebih tinggi dan lengkap serta lebih memadai daripada desa-desa dengan hirarki yang lebih rendah (hirarki II dan III), terutama sarana pendidikan dan kesehatan. Umumnya, desa-desa yang berhirarki lebih rendah memiliki tingkat aksesibilitas relatif lebih sulit dan berlokasi di sekitar atau pinggir desa-desa dengan tingkat hirarki yang lebih tinggi.

(5)

Perkembangan Desa sebagai variabel respon dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (faktor-faktor yang diduga) sebagai variabel penjelas. Variabel-variabel yang berpengaruh secara berurutan dari yang terbesar sampai yang terkecil berdasarkan besar kecilnya nilai koefisien regresi adalah : fasilitas kesehatan, kawasan padat penduduk dan pemukiman, fasilitas pendidikan tinggi, pendapatan desa, rasio luas nonsawah dan nonpangan, serta rasio luas ladang.

(6)

SUMMARY

ENDANG WERDININGSIH. Study of Regional Type and Its Characteristic in Supporting Agropolitan Area Development Program-Sambas Regency. (SANTUN R. P. SITORUS and ERNAN RUSTIADI as advisors)

Sambas Regency is potential on its natural resources and land for its superior commodity, that are pontianak/siam citrus and rice plant. Hopefully, the presentation of Sambas Regency in Agropolitan Development Area created an impact of regional development based on agriculture, appropriate with its regional type characteristic.

The research was conducted to study village development level and its influence factors, and to determine villages regional type of Sambas Regency.

The data analysis techniques used were the modified scalogram analysis, principal component analysis, cluster analysis, forward stepwise of multiple regression analysis, and discriminant function analysis.

The result of modified scalogram analysis showed that villages of center service location was identified as hierarchy I (because the rural infrastructure and agroservice facilities were higher and more complete compare with those at villages with the lower hierarchy (hierarchy II and hierarchy III), especially educational and health infrastructure. Villages with lower hierarchy were generally had relatively worse accessibility level and located around villages with higher hierarchy.

(7)

that affected in a series from the highest to the lowest based on regression coefficient marked, were health facility, population density and settlement area, high educational facility, village income ratio, size ratio of nonricefield and noncrop, also unirigated agricultural field ratio.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purwokerto, Jawa Tengah pada hari Senin tanggal 01 November 1982, dari pasangan Bapak Suryono dan Ibu Sutarti sebagai anak sulung dari lima bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis dimulai ketika memasuki TK Karya Mandiri di Tangerang pada tahun 1988. Setahun kemudian penulis memasuki jenjang pendidikan dasar di SD Negeri Pasar Baru III Tangerang dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri II Tangerang selama tiga tahun. Selanjutnya, pada tahun 1998 penulis belajar di SMU Negeri I Tangerang dan berhasil menamatkannya pada tahun 2001. Penulis diterima menjadi mahasiswa di Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) sejak tahun 2001.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kupanjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karunia, kasih sayang serta ridlo-Nya sehingga penulis diberikan kekuatan, kesabaran, dan kesehatan untuk menyelesaikan seluruh rangkaian penelitian dan penyusunan tugas akhir. Sesungguhnya penulis tidak mengetahui segala sesuatu sedikitpun, kecuali atas izin-Nya hingga akhirnya penulis mendapatkan peluang dan petunjuk melalui hamba-hamba-Nya yang terpilih dalam mengungkap sebagian kecil rahasia ilmu-Nya di bidang perencanaan pengembangan sumberdaya lahan.

Pada kesempatan ini kuhaturkan sembah sujud untuk Bapak dan Ibu atas seluruh cucuran dan perasan keringat serta pengorbanan yang tulus dalam mengungkap seluruh getar emosionalku. Cinta dan rindu yang hangat khusus kukirimkan untuk ketiga saudariku di rumah dan adikku di surga.

Rasa hormat, ucapan terima kasih, dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis haturkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus selaku Pembimbing Skripsi I atas segala bimbingan, arahan, dan bantuannya selama penulis menyelesaikan tugas akhir. Ungkapan terima kasih juga tak lupa penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Pembimbing Skripsi II atas konsultasi, saran-saran, dan masukan-masukannya. Kata ”terima kasih” akan senantiasa selalu terucap untuk Ibu Dra. Khursatul Munibah, MSc yang telah membimbingku selama kuliah. Ungkapan terima kasih disampaikan pula kepada Bapak Atang Sutandi atas kesediaannya sebagai dosen penguji pada ujian skripsi.

Terima kasih ini tentu saja selalu diapresiasikan secara spesial satu per satu kepada pihak-pihak yang turut serta dalam mendukung proses penyelesaian tugas akhirku, yaitu :

• Mba Mia Ermyanila ”she is my special counselour” yang telah mencurahkan segenap waktu dan tenaganya untuk ide-ide, diskusi, serta pencerahan yang menakjubkan. Terima kasih atas segalanya karena ”I do nothing without you ” • Editor terbaik yang pernah kutemui : Futriya Yuliantiningsih.

(10)

• Mitra kerja seperjuanganku : inne, tangky, mei-mei, lia_somad, yani kus nengky, e’na, opppie, eyu, dan dimas. Terima kasih pula kusampaikan untuk Mas Tanto, Mba Dee-Spy, dan Mas Heri atas kenangan yang unik.

• Teman-teman AMIGOS 38 : 3lili, subekhi, patme, yuli, mamet, abe, widyo, nyit_nyit, emi, serta seluruh soiler 38 yang tidak mungkin disebutkan satu per satu. Terima kasih untuk kebersamaannya selama ini dan semoga kekuatan ini tak akan pernah berakhir.

• Teman baikku di Tangerang, mantan smanitra yang tak pernah lupa : Cahyo dan Seto. Trims tuk segenap doa, dukungan, dan dorongannya hingga tetap mampu membuatku tidak patah semangat. Trims tuk semua telpon, sms, dan

e-mail.

• Mba Dian, Mas Janu, Mba Ied, serta seluruh Staff Pengajar di Bagian Perencanaan dan Pengembangan Sumberdaya Lahan atas segala bantuan dan fasilitas yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih untuk Ibu Ir. Dyah Panuju untuk peminjaman buku-bukunya. • Teman seatap tempat berbagi duka, suka, dan cita di Wisma Nurr Jannah,

terutama m’ Rin_si ratu chating and Sitimur_si ratu sms.

• A huge thanks especially goes to mas dQ, the one i’ve never 4get about…who have never let me down.

Penulis sadar bahwa karya kecil ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan yang membangun dari semua pihak. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukannya. Amin.

Dramaga, Oktober 2005

(11)

KAJIAN TIPOLOGI WILAYAH DAN KARAKTERISTIKNYA

DALAM MENDUKUNG PROGRAM PENGEMBANGAN

KAWASAN AGROPOLITAN

(Studi Kasus : Kabupaten Sambas)

Oleh :

Endang Werdiningsih

A24101024

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

KAJIAN TIPOLOGI WILAYAH DAN KARAKERISTIKNYA

DALAM MENDUKUNG PROGRAM PENGEMBANGAN

KAWASAN AGROPOLITAN

(Studi Kasus : Kabupaten Sambas)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Endang Werdiningsih

A24101024

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Kajian Tipologi Wilayah dan Karakteristiknya dalam Mendukung Program Pengembangan Kawasan Agropolitan (Studi Kasus : Kabupaten Sambas)

Nama : Endang Werdiningsih NRP : A24101024

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr NIP. 130 367 082 NIP. 131 879 339

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. NIP. 130 422 698

(14)

RINGKASAN

ENDANG WERDININGSIH. Kajian Tipologi Wilayah dan Karakteristiknya dalam Mendukung Program Pengembangan Kawasan Agropolitan. (Di bawah bimbingan SANTUN R. P. SITORUS and ERNAN RUSTIADI)

Kabupaten Sambas memiliki potensi sumberdaya alam dan lahan untuk komoditi unggulannya yang bernilai komersial, yaitu tanaman jeruk pontianak/siam dan padi sawah. Keberadaannya pada kawasan pengembangan agropolitan diharapkan menciptakan dampak pada perkembangan kawasan yang berbasis pertanian, sesuai dengan karakteristik tipologi kawasannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tingkat perkembangan desa dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sekaligus menentukan tipologi wilayah desa-desa di Kabupaten Sambas.

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis skalogram, analisis komponen utama, analisis gerombol, analisis regresi berganda metode forward stepwise, dan analisis fungsi diskriminan.

Hasil analisis skalogram menunjukkan teridentifikasinya desa-desa pusat pelayanan di Hirarki I karena ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanannya lebih tinggi dan lengkap serta lebih memadai daripada desa-desa dengan hirarki yang lebih rendah (hirarki II dan III), terutama sarana pendidikan dan kesehatan. Umumnya, desa-desa yang berhirarki lebih rendah memiliki tingkat aksesibilitas relatif lebih sulit dan berlokasi di sekitar atau pinggir desa-desa dengan tingkat hirarki yang lebih tinggi.

(15)

Perkembangan Desa sebagai variabel respon dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (faktor-faktor yang diduga) sebagai variabel penjelas. Variabel-variabel yang berpengaruh secara berurutan dari yang terbesar sampai yang terkecil berdasarkan besar kecilnya nilai koefisien regresi adalah : fasilitas kesehatan, kawasan padat penduduk dan pemukiman, fasilitas pendidikan tinggi, pendapatan desa, rasio luas nonsawah dan nonpangan, serta rasio luas ladang.

(16)

SUMMARY

ENDANG WERDININGSIH. Study of Regional Type and Its Characteristic in Supporting Agropolitan Area Development Program-Sambas Regency. (SANTUN R. P. SITORUS and ERNAN RUSTIADI as advisors)

Sambas Regency is potential on its natural resources and land for its superior commodity, that are pontianak/siam citrus and rice plant. Hopefully, the presentation of Sambas Regency in Agropolitan Development Area created an impact of regional development based on agriculture, appropriate with its regional type characteristic.

The research was conducted to study village development level and its influence factors, and to determine villages regional type of Sambas Regency.

The data analysis techniques used were the modified scalogram analysis, principal component analysis, cluster analysis, forward stepwise of multiple regression analysis, and discriminant function analysis.

The result of modified scalogram analysis showed that villages of center service location was identified as hierarchy I (because the rural infrastructure and agroservice facilities were higher and more complete compare with those at villages with the lower hierarchy (hierarchy II and hierarchy III), especially educational and health infrastructure. Villages with lower hierarchy were generally had relatively worse accessibility level and located around villages with higher hierarchy.

(17)

that affected in a series from the highest to the lowest based on regression coefficient marked, were health facility, population density and settlement area, high educational facility, village income ratio, size ratio of nonricefield and noncrop, also unirigated agricultural field ratio.

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purwokerto, Jawa Tengah pada hari Senin tanggal 01 November 1982, dari pasangan Bapak Suryono dan Ibu Sutarti sebagai anak sulung dari lima bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis dimulai ketika memasuki TK Karya Mandiri di Tangerang pada tahun 1988. Setahun kemudian penulis memasuki jenjang pendidikan dasar di SD Negeri Pasar Baru III Tangerang dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri II Tangerang selama tiga tahun. Selanjutnya, pada tahun 1998 penulis belajar di SMU Negeri I Tangerang dan berhasil menamatkannya pada tahun 2001. Penulis diterima menjadi mahasiswa di Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) sejak tahun 2001.

(19)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kupanjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karunia, kasih sayang serta ridlo-Nya sehingga penulis diberikan kekuatan, kesabaran, dan kesehatan untuk menyelesaikan seluruh rangkaian penelitian dan penyusunan tugas akhir. Sesungguhnya penulis tidak mengetahui segala sesuatu sedikitpun, kecuali atas izin-Nya hingga akhirnya penulis mendapatkan peluang dan petunjuk melalui hamba-hamba-Nya yang terpilih dalam mengungkap sebagian kecil rahasia ilmu-Nya di bidang perencanaan pengembangan sumberdaya lahan.

Pada kesempatan ini kuhaturkan sembah sujud untuk Bapak dan Ibu atas seluruh cucuran dan perasan keringat serta pengorbanan yang tulus dalam mengungkap seluruh getar emosionalku. Cinta dan rindu yang hangat khusus kukirimkan untuk ketiga saudariku di rumah dan adikku di surga.

Rasa hormat, ucapan terima kasih, dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis haturkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus selaku Pembimbing Skripsi I atas segala bimbingan, arahan, dan bantuannya selama penulis menyelesaikan tugas akhir. Ungkapan terima kasih juga tak lupa penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Pembimbing Skripsi II atas konsultasi, saran-saran, dan masukan-masukannya. Kata ”terima kasih” akan senantiasa selalu terucap untuk Ibu Dra. Khursatul Munibah, MSc yang telah membimbingku selama kuliah. Ungkapan terima kasih disampaikan pula kepada Bapak Atang Sutandi atas kesediaannya sebagai dosen penguji pada ujian skripsi.

Terima kasih ini tentu saja selalu diapresiasikan secara spesial satu per satu kepada pihak-pihak yang turut serta dalam mendukung proses penyelesaian tugas akhirku, yaitu :

• Mba Mia Ermyanila ”she is my special counselour” yang telah mencurahkan segenap waktu dan tenaganya untuk ide-ide, diskusi, serta pencerahan yang menakjubkan. Terima kasih atas segalanya karena ”I do nothing without you ” • Editor terbaik yang pernah kutemui : Futriya Yuliantiningsih.

(20)

• Mitra kerja seperjuanganku : inne, tangky, mei-mei, lia_somad, yani kus nengky, e’na, opppie, eyu, dan dimas. Terima kasih pula kusampaikan untuk Mas Tanto, Mba Dee-Spy, dan Mas Heri atas kenangan yang unik.

• Teman-teman AMIGOS 38 : 3lili, subekhi, patme, yuli, mamet, abe, widyo, nyit_nyit, emi, serta seluruh soiler 38 yang tidak mungkin disebutkan satu per satu. Terima kasih untuk kebersamaannya selama ini dan semoga kekuatan ini tak akan pernah berakhir.

• Teman baikku di Tangerang, mantan smanitra yang tak pernah lupa : Cahyo dan Seto. Trims tuk segenap doa, dukungan, dan dorongannya hingga tetap mampu membuatku tidak patah semangat. Trims tuk semua telpon, sms, dan

e-mail.

• Mba Dian, Mas Janu, Mba Ied, serta seluruh Staff Pengajar di Bagian Perencanaan dan Pengembangan Sumberdaya Lahan atas segala bantuan dan fasilitas yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih untuk Ibu Ir. Dyah Panuju untuk peminjaman buku-bukunya. • Teman seatap tempat berbagi duka, suka, dan cita di Wisma Nurr Jannah,

terutama m’ Rin_si ratu chating and Sitimur_si ratu sms.

• A huge thanks especially goes to mas dQ, the one i’ve never 4get about…who have never let me down.

Penulis sadar bahwa karya kecil ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan yang membangun dari semua pihak. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukannya. Amin.

Dramaga, Oktober 2005

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... i

DAFTAR GAMBAR... iii

DAFTAR LAMPIRAN... iv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Ruang dalam Sistem Wilayah... 5

2.2. Wilayah Adminisratif-Politis atau Wilayah Geografis... 6

2.3. Pengembangan Wilayah Khusus 2.3.1. Wilayah Perencanaan ... 6

2.3.2. Wilayah Homogen ... 7

2.4. Konsep Wilayah Nodal ... 8

2.5. Pengembangan Wilayah Fungsional Menurut Sistem Perkotaan 2.5.1. Konsep Pertumbuhan Kutub (Growth Pole) ... 9

2.5.2. Konsep Agropolitan ... 10

2.6. Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah... 12

2.7. Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) ... 12

2.8. Analisis Gerombol (Cluster Analysis) ... 15

2.9. Analisis Fungsi Diskriminan (Discriminant Function Analysis) ... 17

(22)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian... 20 3.2. Jenis Data, Sumber Data, dan Alat Penelitian... 20 3.3. Tahapan Penelitian ... 20 3.4. Metode Analisis Data

3.4.1. Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah ... 21 3.4.2. Analisis Komponen Utama... 22 3.4.3. Analisis Gerombol ... 23 3.4.4. Analisis Fungsi Diskriminan ... 23 3.4.5. Analisis Regresi Berganda ... 23 IV.KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Kondisi Topografi, Geografi, dan Komponen Fisik Lainnya

4.1.1. Topografi dan Geografi ... 25 4.1.2. Komponen Fisik Lainnya ... 26 4.2. Penggunaan Lahan dan Kependudukan ... 28 4.3. Prasarana Umum ... 29 4.4. Kondisi Pertanian di Kabupaten Sambas ... 32 V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hirarki Wilayah Berdasarkan Hasil Analisis Skalogram... 35 5.2. Penyusun Komponen-komponen Utama ... 40 5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Perkembangan Desa ... 43

(23)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 59 6.2. Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA... 61

(24)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman 1. Identifikasi Variabel Tujuan ... 21 2. Nilai Selang Hirarki Pusat Pelayanan ... 22 3. Kondisi Topografi Berdasarkan Bentuk Wilayah Dan Ketinggian... 25 4. Luas Wilayah Kabupaten Sambas Menurut Jenis Tanah ... 27 5. Curah Hujan Rata-rata Bulanan pada tahun 2002 di Beberapa Kecamatan

di Kabupaten Sambas... 28 6. Panjang Jalan Kabupaten Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi Jalan ... 29 7. Panjang Jalan Kabupaten Menurut Status Pengawasan dan Jenis

(25)
(26)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman 21.Diagram Sub-sub Wilayah Inti dengan Berbagai Tingkat Hirarki Pada

Wilayah Nodal ... 9 22.Skema Keterkaitan Desa dan Kota dalam Hubungannya dengan

Interaksi Spasial antar Subsistem Rantai Agribisnis/Agroindustri akibat

(27)

DAFTAR LAMPIRAN

(28)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Konsep pembangunan suatu bangsa terkait erat dengan kesadaran yang terbentuk melalui pengalaman-pengalamannya yang sifatnya tidak statis atau dinamis. Dengan demikian, paradigma pembangunan dapat saja mengalami pergeseran, sementara paradigma-paradigma baru bermunculan menggantikannya. Pembangunan atau development adalah suatu kata yang mulai populer pada masa sesudah Perang Dunia II (Streeten, 1981 dalam Nurzaman, 2002). Pada saat itu, tingkat Pendapatan Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product

merupakan indikator yang sangat praktis yang dapat dipakai untuk mengukur tingkat perkembangan pembangunan. PDB terus diperbesar sampai titik tertentu melalui industrialisasi sehingga diharapkan proses pemerataan pembangunan akan berlangsung dengan sendirinya melalui proses yang sering dikenal dengan proses penetesan ke bawah (Trickling Down Process) ke wilayah serta golongan ekonomi yang kurang. Akan tetapi, hal tersebut ternyata tidak sepenuhnya benar. Pada kenyataaannya banyak sekali peristiwa ketegangan sosial yang timbul dari masalah-masalah kesenjangan pendapatan, dan seringkali berakibat pada jatuhnya rejim-rejim pemerintahan yang berkuasa.

Hal seperti di atas terjadi, misalnya di India pada periode 1961-1966 secara tegas menyatakan bahwa konsep perkembangan yang dianut adalah konsep

industrial growth pole (Mathur, 1979 dalam Nurzaman, 2002), atau yang biasa disebut juga sebagai pembangunan dari atas atau development from above.

(29)

leading’ di wilayah yang paling strategis (Mathur, 1978 dalam Nurzaman, 2002). Konsep growth pole cenderung menciptakan efek negatif yang dapat menurunkan keberlanjutan pembangunan. Perlombaan dalam peningkatan PDB dapat menyebabkan terjadinya eksploitasi berlebihan atau pengurasan besar-besaran (massive backwash effect) dari pedesaan ke perkotaan. Hal ini berakibat pada habisnya sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui dan menurunnya kualitas sumberdaya alam yang dapat diperbaharui.

Dengan mempertimbangkan sisi lain dari konsep di atas, tidak mengherankan apabila tumbuh alternatif lain dari konsep perkembangan, sebut saja paham pembangunan dari bawah (development from below). Konsep ini mengandalkan participatory planning terhadap sumberdaya dan keahlian setempat. Semua surplus wilayah dikembalikan lagi ke wilayah (atau negara) karena pada dasarnya persoalan pengembangan wilayah dapat diselesaikan melalui pendekatan ruang (spasial).

(30)

mengoptimalkan hasil-hasil pembangunan sebelumnya pada Kawasan Andalan baik pada daerah-daerah Kawasan Sentra Produksi (KSP), Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), maupun pada Kawasan Tertinggal. Pembangunan pertanian pedesaan yang strateginya didasarkan pada ‘agro-based sustainable development’ mema dukan (mensinergikan) pengembangan strategi agribisnis dengan pendekatan wilayah (spasial). Berarti, pembangunan akan dilaksanakan melalui Daerah Pusat Pertumbuhan (DPP) yang memasok hasil produksi pertanian (produk unggulan).

Karena DPP pada agropolitan direncanakan banyak (tidak hanya satu seperti pada Pertumbuhan Kutub), maka tempat/kota yang berkembang itu (agropolis) jumlahnya banyak di seluruh wilayah, sehingga perkembangan dan kemakmuran lebih merata. Pembangunan yang dipercepat ini perlu dilaksanakan dengan serius dengan mengintegrasikan semua sektor dan pihak-pihak terkait (stakeholder). Sektor pertanian telah terbukti merupakan salah satu sektor pembangunan yang mampu bertahan pada saat krisis meskipun tingkat kesejahteraan petani tidak meningkat setiap tahunnya.

(31)

perekonomian yang masih mengandalkan sektor pertanian sebagai sektor penyumbang yang terbesar.

Selain itu, Pemerintah Kabupaten Sambas juga merencanakan program pegembangan Paloh-Sajingan Besar (PALSA) untuk dijadikan sebagai daerah industri, pariwisata, dan perdagangan yang berorientasi pasar internasional. Beberapa alasan yang menjadi dasar pemilihan lokasi di kawasan tersebut, antara lain : posisi geografis yang sangat strategis, kaya akan sumberdaya alam, memiliki panorama laut yang indah dan eksotik, serta letaknya berbatasan langsung dengan negara tetangga (Sarawak-Malaysia). Hal ini menjadikan Kabupaten Sambas harus dibenahi sebagai serambi depan suatu negara.

1.2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengkaji tingkat perkembangan desa-desa di Kabupaten Sambas, Propinsi Kalimantan Barat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Ruang dalam Sistem Wilayah

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya (UU No. 24 Tahun 1992). Pada dokumen yang sama, tata ruang didefinisikan sebagai wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Ruang memiliki beberapa elemen atau unsur yang penting antara lain adalah : (i) jarak, (ii) lokasi, (iii) bentuk dan (iv) ukuran atau skala. Unsur-unsur ini secara bersamaan menyusun unit tata ruang yang disebut wilayah (Hanafiah, 1982).

Wilayah adalah satuan geografis dengan batas-batas tertentu yang bagian-bagiannya saling bergantung secara internal (Nasoetion, 1988 dalam Syafrizal, 1990). Menurut Dusseldorp (1973) dalam Jayadinata (1999) dapat dibuat tiga macam wilayah pengembangan, yaitu : (a) menurut prinsip homogenitas atau uniformitas, yaitu wilayah geografi fisik/sosial, wilayah ekonomi, atau wilayah budaya; (b) menurut konsep hubungan ruang, yaitu wilayah fungsional yang disebut juga wilayah terpusat ; dan (c) menurut wilayah yang khusus yaitu wilayah terbelakang, wilayah aliran sungai, wilayah pedesaan, dan sebagainya yang dikembangkan menurut prinsip uniformitas.

(33)

yang khusus karena sifat alamiahnya yang memiliki korelasi spasial (spatial intercorrelation). Obyek-obyek atau kejadian-kejadian yang terdistribusi di dalam ruang cenderung tidak saling bebas, namun saat diterjemahkan dalam analisis-analisis statistika cenderung diasumsikan bersifat independen (saling bebas) untuk tujuan penyederhanaan (Rustiadi et al., 2003).

2.2. Wilayah Adminisratif-Politis atau Wilayah Geografis

Wilayah administratif sering disebut sebagai wilayah otonomi yang termasuk perencanaan wilayah teritorial (formal). Artinya suatu wilayah yang dibatasi atas dasar kenyataan bahwa wilayah tersebut berada dalam batas-batas pengelolaan administrasi/tatanan politis tertentu. Wilayah ini umumnya dipimpin oleh suatu sistem birokrasi atau suatu sistem kelembagaan dengan otonomi tertentu yang mempunyai suatu otoritas melakukan keputusan dan kebijakan sendiri dalam pengelolaan sumberdaya-sumberdaya di dalamnya.

Pengembangan wilayah secara administratif atau secara geografis, misalnya pengembangan daerah Jawa Barat (Propinsi Jawa Barat), atau pengembangan wilayah geografis Jawa Barat (yang terdiri atas Propinsi Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta), dengan mengembangkan seluruh wilayah pedesaan dan perkotaannya. Hal itu termasuk perencanaan wilayah teritorial (formal).

2.3. Pengembangan Wilayah Khusus 2.3.1. Wilayah Perencanaan

(34)

matriks dasar kesatuan hidroorologis sehingga dalam pengelolaannya direncanakan melalui pendekatan teritorial (formal), misalnya pembangunan bendungan untuk irigasi atau untuk pembangkit tenaga listrik. Pengembangan DAS yang telah dilakukan di Indonesia antara lain : DAS Citarum di Jawa Barat dengan Bendungan Jatiluhur, Cirata dan Saguling serta DAS Brantas di Jawa Timur.

2.3.2. Wilayah Homogen

Konsep perwilayahan homogen diawali oleh kegiatan evaluasi sumberdaya lahan seperti evaluasi kesesuaian lahan (land suitability) atau kemampuan lahan (land capability) terhadap suatu jenis komoditas tertentu. Keunggulan potensi sumberdaya tanah dan iklim di wilayah ini merupakan

‘comparative advantage’ yang sifatnya homogen dan dominan. Umumn ya faktor-faktor yang tidak dominan sifatnya heterogen, misalnya jumlah penduduk, pengetahuan, keterampilan, kelembagaan petani, pasar dan sebagainya. Konsep wilayah homogen lebih menekankan aspek homogenitas (kesamaan) di dalam kelompok dan memaksimumkan perbedaan (kompleksitas, varians, ragam) antar wilayah-wilayahnya atau antar komponen-komponen di dalamnya (Rustiadi et al., 2003).

(35)

2.4. Konsep Wilayah Nodal

Wilayah diasumsikan sebagai suatu “sel hidup” yang mempunyai plasma dan inti. Inti (pusat) merupakan pusat-pusat pelayanan/pemukiman yang berfungsi sebagai: (1) tempat terkonsentrasinya penduduk, (2) pasar bagi komoditi-komoditi pertanian maupun industri, (3) sebagai pusat pelayanan terhadap daerah

hinterland, serta (4) sebagai lokasi pemusatan industri manufaktur yang diartikan sebagai kegiatan yang mengorganisasikan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan suatu output tertentu. Sedangkan plasma adalah daerah belakang (periferi/hinterland) yang berfungsi sebagai : (1) pemasok (produsen) bahan-bahan mentah dan/atau bahan-bahan baku, (2) pemasok tenaga kerja melalui urbanisasi, (3) sebagai daerah pemasaran barang dan jasa industri manufaktur dan umumnya terdapat interdependensi antara inti dan plasma, serta (4) sebagai fungsi-fungsi keseimbangan ekologis (Rustiadi et al., 2003).

Batas fisik dari setiap daerah pelayanan bersifat sangat baur dan dinamis karena sangat dipengaruhi oleh perkembangan sistem transportasi. Oleh karena itu, struktur wilayah ini sangat efisien khususnya dalam mendukung perkembangan ekonomi dan sistem transportasi.

(36)
[image:36.612.211.423.78.261.2]

Keterangan : 1, 2, 3 menunjukkan urutan hierarki pusat

Gambar 1. Diagram Sub-sub Wilayah Inti dengan Berbagai Tingkat Hirarki Pada Wilayah Nodal (Rustiadi et al., 2003).

2.5. Pengembangan Wilayah Fungsional Menurut Sistem Perkotaan 2.5.1. Konsep Pertumbuhan Kutub (Growth Pole)

Konsep pertumbuhan kutub (growth pole) dikenal juga sebagai pembangunan dari atas (development from above) yang sifatnya top down

(komando). Menurut Mathur (1978) dalam Nurzaman (2002) konsep growth pole adalah konsep yang menekankan pada pembangunan industri ’leading’ di wilayah yang paling strategis. Dengan cara tersebut, pembangunan akan berjalan dengan cepat begitu pula dengan PDB.

Dalam konsep tersebut terdapat istilah penjalaran dan penetesan (spread and trickling down) serta penarikan dan pemusatan (backwash and polarization). Investasi diberikan pada kota besar, dengan pendirian bahwa jika kegiatan terkonsentrasi dalam suatu ruang, maka konsentrasi itu menimbulkan external economics yang mengakibatkan bertambahnya kegiatan baru pada kawasan kota tersebut. Proses demikian mempertinggi aglomerasi ekonomi (Jayadinata, 1999). Pada kenyataannya proses

2

2

2

2

3 3

3 3

3

3

3

3 3

3

3 3

3

(37)

penetesan ke bawah tidak otomatis berlangsung dengan sendirinya. Selain PDB dan pendapatan per kapita, pemerataan juga perlu diperhatikan. Jose Luis Corragio menguraikan bagaimana growth center theory bukannya menyebabkan penetesan perkembangan, tetapi malahan menyebabkan ketergantungan yang semakin besar dari periphery terhadap center

(Weaver, 1981 dalam Nurzaman, 2002). 2.5.2. Konsep Agropolitan

(38)

berbagai hal yang dapat memperkuat fungsi/peran ’agropolis’ sebagai lokasi pusat pelayanan sistem kawasan sentra-sentra aktivitas ekonomi berbasis pertanian. Tipologi pengembangan disesuaikan dengan karakteristik tipologi kawasan yang dilayaninya (Saefulhakim, 2004).

Sitorus dan Nurwono (1998) menjelaskan bahwa persyaratan terbentuknya Agropolitan adalah kota yang memiliki nilai tambah (efisien) baik dalam pelayanan jasa-jasa yang mudah dan murah dibandingkan dari kota terdekat maupun dalam produksi dan pemasaran serta memilliki

hinterland yang kegiatan perekonomian utamanya adalah di bidang agribisnis (ada rantai agribisnisnya). Interaksi spasial antar subsistem agribisnis/agroindustri dilakukan melalui peningkatan economic of scope

[image:38.612.133.506.402.697.2]

dan economic of scale, bukan ditentukan oleh batas luasan administratifnya, seperti desa/kelurahan, kacamatan, atau kabupaten.

Gambar 2. Skema keterkaitan desa dan kota dalam hubungannya dengan interaksi spasial antar subsistem rantai agribisnis/agroindustri AGROPOLITAN

TUJUAN : EFISIEN PRODUKTIF

SUBSISTEM MEKANISME PENGENDALIAN

SUBSISTEM USAHA TANI PENGGUNAAN TANAH

SUBSISTEM MANAJEMEN

INFORMASI

SUBSISTEM PEMASARAN

HASIL

SUBSISTEM PENGOLAHAN HASIL USAHA TANI

Membangun Keterkaitan/Interaksi Spasial antar Subsistem Rantai Agribisnis/Agroindustri

Peningkatan Nilai Tambah Lokal Pedesaan

Penguatan Sektor Pedesaan

Pembangunan Desa-Kota Berimbang

TRANSFORMASI PENINGKATAN NILAI TAMBAH

ALIRAN (FLOW) PENGENDALI KEBIJAKSANAAN

(39)

2.6. Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah

Perkembangan wilayah desa-desa di Kabupaten Sambas ditentukan dengan metode skalogram. Metode ini digunakan untuk mengetahui keragaan tiap-tiap desa di sembilan kecamatan di Kabupaten Sambas berdasarkan seluruh potensi sumberdaya fisik, sosial, dan ekonomi wilayah. Asumsi yang digunakan adalah : 1. Tingkat hirarki suatu wilayah ditentukan oleh jumlah penduduk, jumlah jenis,

dan jumlah unit sarana/prasarana pada suatu wilayah.

2. Wilayah dengan hirarki/orde yang lebih tinggi adalah pusat pelayanan bagi wilayah dengan hirarki/orde yang lebih rendah.

Unsur-unsur yang digunakan dalam metode skalogram adalah jumlah penduduk, jumlah jenis, jumlah unit serta kualitas fasilitas pelayanan yang dimiliki masing-masing desa.

Menurut Rustiadi et al. (2003), model untuk menentukan Indeks Perkembangan Desa adalah :

= n

i ij

j I

IPD ' dimana

i i ij ij

SD I I

I' = − min

IPD : Indeks perkembangan desa ke-j

ij

I : Nilai (skor) indeks perkembangan ke-i terkoreksi (standarisasi) desa ke-j

min

i

I : Nilai (skor) indeks perkembangan ke-i terkecil (minimum)

i

SD : Standar deviasi indeks perkembangan ke-i

2.7. Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis)

(40)

berkorelasi atau saling bebas), namun lebih representatif dibandingkan dari variabel-variabel asal, sehingga informasi yang terkandung masih relatif sama. Variabel-variabel baru itu disebut faktor atau principal component.

PCA mampu mentransformasikan kumpulan peubah berkorelasi menjadi peubah baru yang tidak berkorelasi (Dillion dan Goldstein, 1984 dalam Suryani, 1994). Format data untuk PCA umumnya membentuk matriks berukuran n x p, yang mana n menunjukkan jumlah contoh pengamatan (baris) sedangkan p

menyimbolkan jumlah variabel (kolom). Format data untuk PCA dapat digambarkan sebagai berikut :

X11 X12 X13 ... X1p

X21 X22 X23 ... X2p

Xn1 Xn2 Xn3 ... Xnp

Persamaan umum PCA yang dihasilkan adalah sebagai berikut : Yk = ak1X1 + ak2X2 + ... + akpXp

Output data hasil analisis komponen utama umumnya memiliki variabel-variabel baru (faktor) yang lebih sedikit dan orthogonal, dengan nilai ragam (variance) yang relatif sama. Hasil analisis komponen utama adalah sebagai berikut :

(a) Nilai akar ciri (eigenvalues), yaitu nilai yang menggambarkan keragaman data pada variabel-variabel baru (faktor utama) hasil analisis. Dengan kata lain, faktor utama hasil analisis PCA mampu menjelaskan keragaman data awal sekaligus mewakili variabel-variabel asal sebesar nilai akar ciri tadi. Persamaan untuk memperoleh nilai akar ciri (eigenvalues) adalah :

[

]

[

]

) 1 ( )

1

( 1 1 1 1 1 1 1

2

a a Sa

a a

a S

y

y + −

∂ = −

+λ λ

Nilai akar ciri didapat dari persamaan tersebut, jika dapat ditentukan nilai a

(41)

(b) Tabel kumulatif akar ciri (communalities), yaitu tabel yang menunjukkan besarnya nilai keragaman/keterwakilan data masing-masing variabel atau peubah asal terhadap faktor-faktor utama yang diperoleh.

(c) Nilai pembobot (eigenvector) atau disebut sebagai PC loadings (factor loadings). Vektor pembobot adalah parameter yang menggambarkan hubungan (peran) setiap peubah (variabel) dengan komponen utama ke-i. Nilai loading diperoleh dari persamaan berikut :

1 1

1 a λ

r = , dimana :

1

r : besarnya korelasi antar peubah asal dengan komponen utama ke-i

1

a : nilai vektor pembobot utama ke-i

1

λ : akar ciri (eigenvalue) komponen utama ke-i

Jadi, loadings menunjukkan besarnya nilai korelasi antara variabel asal dengan komponen utama ke-i yang diinterpretasikan berdasarkan marked loading > 0.7. Nilai yang berkorelasi positif menyatakan bahwa faktor utama ke-i berbanding lurus dengan variabel penjelas. Sebaliknya, nilai dengan korelasi negatif menyatakan bahwa faktor utama ke-i berbanding terbalik dengan variabel penjelas. Nyata tidaknya korelasi antar komponen utama ke-i terhadap peubah asal dapat diuji dengan

persamaan berikut :

2 1

2

r n r t

− −

= , dimana :

t : nilai t pada taraf nyata yang diinginkan

n : contoh data yang dianalisis

r : nilai korelasi

(42)

digunakan jika terdapat analisis lanjutan setelah PCA. Pada umumnya, PC scores ke-1 dan ke-2 atau selanjutnya dapat dibandingkan, maka PC scores ini perlu dibakukan untuk menghilangkan keragaman antar komponen ke-i. Persamaan untuk pembakuan tersebut adalah :

λ scores PC baku scores

PC =

PCA dapat digunakan sebagai analisis antara maupun analisis akhir. PCA sebagai analisis antara dapat menghilangkan multikolinearitas data dan menyederhanakan satu set data dengan variabel besar. Sedangkan PCA sebagai analisis akhir berfungsi dalam pengelompokkan variabel-variabel penting dari satu kelompok variabel penduga pada suatu fenomena sekaligus pemahaman akan struktur dan hubungan antar variabel.

2.8. Analisis Gerombol (Cluster Analysis)

Analisis gerombol (Cluster Analysis) akan mengelompokkan individu-individu sampel ke dalam beberapa gerombol/kelas yang relatif homogen, sehingga segugus data yang multivariabel dapat digambarkan secara sederhana dengan ciri, sifat, dan karakteristik yang hampir sama atau relatif mirip. Analisis gerombol dapat dilakukan untuk tujuan : (1) menggali data atau eksplorasi data,

(2) mereduksi data menjadi gerombol data baru dengan jumlah lebih kecil, (3) men-generalisasikan suatu populasi untuk memperoleh suatu hipotesis, dan (4) menduga karakteristik data-data.

(43)

Teknik hirarki terdiri dari dua metode, yaitu metode pengelompokkan (agglomerative) dan metode pembagian (divisive). Metode berhirarki dilakukan jika jumlah gerombol yang ditentukan sudah diketahui. Unit-unit analisis yang dikelompokkan akan bergerombol sesuai dengan kedekatan/kemiripan karakteristiknya masing-masing. Pembentukan kelompok dengan metode agglomeratif ini dapat digambarkan dalam suatu diagram pohon (Tree Diagram) atau dendogram.

Beberapa metode yang populer digunakan pada hierarchical clustering method antara lain : centroid method, nearest-neighbour or single linkage method, farthest-neighbour or complete linkage method, average linkage method, dan

ward’s method (Sharma, 1996).

Pada penelitian ini digunakan Metode Ward’s, yang mana penggabungan antara dua gerombol data dilakukan dengan menghitung jumlah kuadrat jarak dari kedua gerombol hipotesis.

Teknik penggerombolan non hirarki dilakukan dengan metode K-means-clustering dan disajikan dalam bentuk Scatterplot (K-means method). Metode ini digunakan jika jumlah gerombol belum diketahui. Penggerombolan selanjutnya dilakukan terhadap seluruh unit berdasarkan seluruh karakteristik yang diamati.

Ukuran kehomogenitasan atau kemiripan individu-individu tersebut didasarkan pada jauh dekatnya jarak antar variabel. Semakin dekat jaraknya maka individu-individu yang berada di dalam satu gerombol tersebut akan semakin mirip. Ukuran kemiripannya dirumuskan dengan Squared Eucledian Distance

(DIJ). Semakin kecil nilai DIJ maka akan semakin besar nilai kemiripan yang

(44)

umumnya diabaikan. Perumusan umum nilai eucledian distance adalah :

(

)

=

= p

i

j i

IJ Z Z

D

1

2

, untuk kasus multivariabel dan univariabel; dimana :

IJ

D adalah jarak eucledian antara unit spasial i dan j

i

Z dan Zj adalah atribut dari spasial i dan j (kasus univariabel)

mi

Z dan Zmj adalah nilai atribut dari unit spasial i dan j untuk peubah Zm (dalam kasus multivariabel)

'

mi

Z dan Zmj' adalah nilai dari Zmi dan Zmj yang telah distandarkan

Asumsi yang harus dipenuhi dalam penggunaan jarak eucledian ini adalah bahwa antar variabel tidak terjadi multicollinearitas atau variabel- variabel yang ada saling tegak lurus (orthogonal). Oleh karena itu, data yang digunakan untuk analisis gerombol telah melalui transformasi PCA.

2.9. Analisis Fungsi Diskriminan (Discriminant Function Analysis)

Analisis fungsi diskriminan (Discriminant Function Analysis) atau DFA adalah teknik analisis untuk menentukan parameter-parameter yang diduga (fungsi pembeda antar kelompok), sehingga dapat ditentukan sifat dan ciri utama kelompok yang telah ditentukan melalui analisis gerombol.

Pada DFA, data yang digunakan sebagai variabel tujuan (dependent variable) bersifat kualitatif sedangkan variabel penjelasnya (explanatory variable) berupa data kuantitatif.

Jika diasumsikan bahwa Gi = (fj, dimana j = 1, 2, …, M) adalah kelompok

wilayah berdasarkan analisis gerombol. Hasil klasifikasi sebelumnya telah diketahui jumlah serta anggota dalam gerombol tersebut, sehingga Gi dapat ditulis

kembali menjadi Gi = (fjk, dimana j = 1, 2, …, Mk) dengan asumsi bahwa k adalah

(45)

hasil analisis gerombol dapat dituliskan dengan persamaan berikut :

i q qi i

i oi

i a a F a F a F

G = + 1 1+ 2 2+...+ +ε , dimana F1, F2, …, Fq adalah

variabel-variabel yang telah diketahui melalui analisis gerombol sedangkan εi adalah nilai

standard error kelompok. Parameter-parameter yang akan diduga melalui fungsi

diskriminan adalah aoi, a1i, a2i, …, aqi.

Fungsi klasifikasi diwujudkan sebagai fungsi kepekaan peluang f(z) :

(

)





= z m

C z

F

2 1 exp )

2 (

1 )

(

2

π , dimana

C : determinan matriks ragam peragam

z : vektor berdimensi N

( )

z E

m= : rataan vektor berdimensi N

(

)(

)

[

z m z m

]

E

C= − − : matriks ragam berukuran N x N 2.10. Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis)

Analisis regresi berganda (Multiple Regression Analysis) adalah metode statistik untuk merumuskan model pendugaan variabel tujuan (dependent variable) terhadap variabel-variabel penjelas (explanatory variable) lain yang diamati. Pada analisis regresi berganda, variabel penjelas maupun variabel tujuan adalah data yang bersifat kuantitatif.

Persamaan yang dihasilkan dari model regresi berganda harus memenuhi beberapa asumsi berikut ini :

1. E

( )

εi =0,untuk setiap ,i dimana i =1,2,...,n,artinya rata-rata kesalahan

pengganggu (standard error) adalah nol.

2. Kov

(

εij

)

=0,ij, artinya kovarian

(

εij

)

=0, dengan kata lain tidak ada
(46)

3. Var

( )

εi2 =σ2,untuk setiap ,i dimana i =1,2,...,n,artinya setiap kesalahan

pengganggu memiliki varian yang sama.

4. Kov

(

εi,x1i

)

=Kov

(

εi,x2i

)

=0,artinya kovarian kesalahan pengganggu memiliki

varian yang sama dengan setiap peubah bebas tercakup dalam persamaan linear berganda.

5. ε

(

0;σ2

)

,

N

i= kesalahan pengganggu menyebar normal dengan rata-rata nol

dan varian σ2.

6. Tidak ada multikolinearitas, artinya tidak ada hubungan linear yang eksak antara peubah-peubah penjelas atau saling bebas (orthogonal).

Persamaan umum model regresi berganda adalah :

n n

o A X A X

A

Y = + 1 1+...+ , dimana

Y : Fungsi tujuan/peubah yang diduga (dependent variable)

o

A : Nilai konstanta/koefisien fungsi regresi (intercept)

X : Variabel penjelas/ variabel yang diduga (independent variable)

n

A : Nilai konstanta/koefisien variabel penjelas fungsi regresi

(47)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Bagian Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan sejak bulan Februari 2005 dan hingga bulan Juli 2005.

Wilayah studi yang dikaji adalah 171 desa yang tersebar di sembilan kecamatan di Kabupaten Sambas, Propinsi Kalimantan Barat.

3.2. Jenis Data, Sumber Data, dan Alat Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Badan Pusat Statistik (BPS) berupa data Potensi Desa (PODES) tahun 2003 serta peta digital unit-unit wilayah administratif Kabupaten Sambas, Propinsi Kalimantan Barat.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat komputer, alat tulis, dan perangkat lunak (software), terdiri dari Microsoft Excel 2000, Statistica Versi 5.0, dan Arc View GIS 3.2.

3.3. Tahapan Penelitian

Tahapan-tahapan yang dilakukan pada penelitian ini adalah : (1) Studi pustaka tentang kawasan agropolitan di Kabupaten Sambas (2) Penyusunan dan pengajuan proposal

(3) Proses pemilihan data-data yang diperlukan (4) Analisis data sesuai dengan tujuan penelitian

(48)
[image:48.612.130.509.91.370.2]

Tabel 1. Identifikasi Variabel Tujuan

No Tujuan Data Analisis atau Metode Output

• Data PODES 2003 (BPS)

• Peta digital unit-unit wilayah administratif Kabupaten Sambas

• Analisis Skalogram Termodifikasi • Pembuatan Peta Tematik

Hirarki Desa

• Hirarki dan Indeks Perkembangan Desa (IPD) di Kabupaten Sambas • Peta Hirarki dan Peta IPD

di Kabupaten Sambas 1. a. Mengkaji tingkat

perkembangan desa-desa di Kabupaten Sambas berdasarkan potensi sumberdaya wilayah

b. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan desa-desa di Kabupaten Sambas

• Data PC scores hasil

PCA sebagai variabel penjelas

• Data IPD skalogram sebagai variabel tujuan

Analisis Regresi metode

stepwise (Stepwise Multiple Regression)

• Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi tingkat perkembangan desa • Persamaan atau model

indeks perkembangan desa terhadap faktor-faktor baru hasil PCA

• Data PODES 2003 (BPS)

• Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis)

• Peubah-peubah baru atau Faktor- faktor yang orthogonal • Nilai Eigenvalues • Data PC scores • Data PC Loading • Data PC scores hasil

analisis PCA

• Analisis Gerombol (Cluster Analysis)

• Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Cluster • Tabel anggota

masing-masing cluster • Tipologi Wilayah

Desa-desa di Kabupaten Sambas 2. Menentukan tipologi

dan karakteristik desa-desa di Kabupaten Sambas

• Data PC scores hasil analisis PCA sebagai variabel penjelas • Data IPD

• Analisis Diskriminan (Discriminant Function Analysis)

• Tabel Nilai Ketepatan • Fungsi Klassifikasi Hasil

DFA

3.4. Metode Analisis Data

3.3.1. Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah

Tipologi dan posisi desa-desa yang terdapat di masing-masing kecamatan terhadap keseluruhan desa di sembilan kecamatan di Kabupaten Sambas dapat dikaji dengan menganalisis tingkat perkembangan wilayahnya melalui metode skalogram termodifikasi.

Pada penelitian ini digunakan data Potensi Desa (PODES) tahun 2003 kuantitatif yang menggambarkan seluruh potensi sumberdaya fisik, sosial, dan ekonomi wilayah. Data yang diperlukan untuk analisis skalogram adalah data PODES 2003 yang telah melalui proses rasionalisasi dan terdiri dari 36 variabel.

Urutan kegiatan pada analisis data dengan metode skalogram antara lain : 1. Melakukan pemilihan (filtering) terhadap seluruh data PODES 2003 sehingga

(49)

2. Melakukan seleksi terhadap data-data kualitatif tadi sehingga hanya data-data yang relevan saja yang akan digunakan.

3. Melakukan rasionalisasi data.

4. Melakukan seleksi terhadap data-data hasil rasionalisasi hingga diperoleh 36 variabel untuk analisis skalogram. Variabel-variabel yang digunakan pada metode ini adalah variabel-variabel yang secara signifikan mencirikan tingkat perkembangan desa-desa di Kabupaten Sambas, Propinsi Kalimantan Barat. Variabel-variabel tersebut selengkapnya disajikan pada Lampiran 1.

5. Berikutnya, melakukan standarisasi data terhadap 36 variabel tadi.

6. Menentukan indeks perkembangan desa (IPD) dan kelas hirarkinya, kemudian diplotkan pada peta dasar.

[image:49.612.131.492.533.574.2]

Pada penelitian ini, IPD dikelompokkan ke dalam tiga kelas hirarki, yaitu kelas hirarki I (tinggi), kelas hirarki II (sedang) dan kelas hirarki III (rendah). Penentuannya didasarkan atas nilai standar deviasi IPD (St dev), nilai rataan IPD, dan nilai rataan IPD dijumlah dengan dua kali nilai standar deviasinya. Nilai yang didapat untuk selang hirarki dan digunakan untuk menentukan kelas hirarki dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Selang Hirarki Pusat Pelayanan

No. Nilai Selang (x) Kelas Hirarki Tingkat Hirarki

1. x > [rataan IPD + (2 * Stdev IPD)] I Tinggi

2. rataan < x < (2 * Stdev) II Sedang

3. x < rataan III Rendah

(50)

Analisis komponen utama terhadap data tersebut dilakukan beberapa kali hingga diperoleh tabel nilai PC scores terbaik, yaitu : PC scores dengan nilai akar ciri (eigenvalues) diatas 70%; jumlah faktor-faktor baru yang diperoleh pada tabel

factor loading dibawah sepuluh; dan korelasi antar variabel-variabel asal dengan faktor-faktor baru pada factor loading dapat diinterpretasikan secara logis.

3.4.3. Analisis Gerombol (Cluster Analysis)

Analisis gerombol (Cluster Analysis) mengelompokkan desa-desa berdasarkan kemiripan karakteristiknya. Penggerombolan dilakukan dengan teknik non hirarki-K-means-clustering metode Ward’s. Desa -desa di lokasi studi dikelompokkan ke dalam tiga gerombol (cluster), yang mana desa-desa yang berada di dalam satu gerombol memiliki ukuran kehomogenitasan atau kemiripan yang relatif hampir sama. Unit data untuk analisis gerombol adalah data PC scores hasil PCA. Sedangkan hasilnya adalah anggota cluster.

3.4.4. Analisis Fungsi Diskriminan (Discriminant Function Analysis)

Analisis fungsi diskriminan (Discriminant Function Analysis) atau DFA akan menentukan sifat dan ciri utama kelompok yang telah ditentukan melalui analisis gerombol.

Data yang diperlukan untuk DFA adalah data indeks cluster sebagai variabel tujuan dan PC scores PCA sebagai variabel penjelas.

3.4.5. Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis)

Analisis regresi berganda dilakukan untuk merumuskan model pendugaan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat perkembangan desa.

(51)

[image:51.612.136.523.75.637.2]

Gambar 3. Skema Alur Metodologi Penelitian Factor

Loading

56 variabel penentu

tipologi wilayah

rasionalisasi

Indeks Perkembangan Desa (IPD)

seleksi

Analisis Komponen Utama (PCA)

seleksi (R2

, eigenvalues)

Factor Scores

skalogram termodifikasi

Clustering Analysis

Member of Each Cluster

(anggota cluster)

Tipologi Wilayah Analisis Fungsi

Diskriminan (DFA)

Fungsi Tiap Tipologi

Faktor Penciri Tipologi

Analisis Regresi Berganda

Metode Forward

Stepwise

Hirarki Desa 36 variabel penentu tingkat

perkembangan desa

Model/Persamaan Penentu Tingkat Perkembangan Desa

Peta Hirarki

Desa variabel

kuantitatif variabel

kuantitatif

PODES 2003

(52)

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Kondisi Topografi, Geografi, dan Komponen Fisik Lainnya 4.1.1. Topografi dan Geografi

[image:52.612.160.508.302.410.2]

Secara topografis, hampir separuh dari luas Kabupaten Sambas merupakan wilayah dataran rendah/pantai dan sisanya merupakan dataran rendah/bergelombang, dataran berbukit dan bergunung, serta daerah terjal. Keadaan topografi selengkapnya disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kondisi Topografi Berdasarkan Bentuk Wilayah dan Ketinggian

Bentuk Wilayah Luas (Ha) Ketinggian

(mdpl) Luas (Ha) Keterangan

dataran rendah/ pantai (59.20%) 378 611 0 – 7 (28.61%) 182 995 daerah pesisir pantai

dataran rendah/ bergelombang

150 184

(23.48%) 7 – 25

195 616

(30.58%) daerah relatif datar dataran berbukit dan

bergunung

102 760

(16.07%) 25 – 100

150 184

(23.48%) daerah bergelombang

dataran terjal (1.25%) 8.015 100 - 250 (7.20%) 46 044 daerah berbukit

> 250 64 371

(10.06%) daerah bergunung Sumber : Program Pembangunan Pertanian dan Kehutanan Terpadu di Kabupaten Sambas Tahun

2001-2005, Dinas Pertanian dan Kehutanan kabupaten Sambas

Secara geografis, Kabupaten Sambas terletak di bagian paling utara Kalimantan Barat, terletak diantara 2o08' LU-0o33' LU dan 108o39' BT -110o04' BT. Batas wilayah Kabupaten Sambas secara administratif adalah : Sebelah Utara : Serawak (Malaysia Timur) dan Laut Natuna

Sebelah Selatan : Kabupaten Bengkayang Sebelah Barat : Laut Natuna

(53)
[image:53.612.143.496.81.325.2]

Gambar 4. Peta Administrasi Kabupaten Sambas

Luas Kabupaten Sambas seluruhnya adalah 6 395.7 km2 atau sekitar 4.36% dari luas wilayah Propinsi Kalimantan Barat. Desa terluas adalah Sei Bening yang meliputi 44.38% dari total luas Kecamatan Sajingan Besar atau 9.79% dari total luas Kabupaten Sambas, sedangkan desa yang luasnya terkecil adalah Pasar Melayu yang meliputi 0.05% dari total luas Kecamatan Selakau atau 0.01% dari total luas Kabupaten Sambas. Proporsi luas wilayah desa-desa di Kabupaten Sambas menurut batas administrasi selengkapnya terdapat pada Lampiran 3.

4.1.2. Komponen Fisik Lainnya Jenis Tanah

Jenis tanah di Kabupaten Sambas umumnya terjadi karena pengaruh aktivitas sungai dan bahan organik di tiga Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan luas hamparan (catchment area) mencapai 516.200 Ha, yakni DAS Paloh, DAS Sambas, serta DAS Sebangkau.

#

PETA ADMINISTRASI KABUPATEN SAMBAS

Kilom eters

20 0 20 40 60 80

jalan negara jalan propinsi jalan arteri primer jalan kolektor primer L E G E N D A

Skala

# Desa Sepinggan

Lokasi Inti K awasan Agropolitan

Kab. Sam bas

Propinsi Kalimantan Barat

Sumber : Peta Digital Indonesia 1:696780

Kec. Paloh

Kec. Sajingan Besar

Kec. Teluk Keramat

Kec. Jawai

Kec. Pemangkat

Kec. Selakau Kec. Tebas

(54)
[image:54.612.158.507.275.400.2]

Dilihat dari segi persebarannya, jenis tanah di daerah datar, relatif datar, dan bergelombang meliputi tanah-tanah alluvial, organosol, podsol, dan podsolik merah kuning; sedangkan di daerah berbukit dan bergunung meliputi tanah-tanah latosol dan podsolik merah kuning. Jenis tanah alluvial ada seluas 230 630 Ha, organosol 136 230 Ha, podsol 44 600 Ha, podsolik merah kuning 157.32 Ha, dan latosol 70 790 Ha. Informasi mengenai luas wilayah Kabupaten Sambas menurut jenis tanah disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas Wilayah Kabupaten Sambas Menurut Jenis Tanah

Jenis Tanah/ Type of Soil No. Kecamatan Luas Area

(Ha) Organosol (Ha)

Alluvial (Ha)

Podsol (Ha)

Latosol (Ha)

PMK (Ha)

1 Selakau 29.25 9.95 7.3 - 10.5 1.5

2 Pemangkat 28.39 2.5 6.3 - 19.59 -

3 Tebas 39.564 9.03 9.241 - 3.291 18.002

4 Sambas 50.305 4.471 9.95 - 3.375 28.564

5 Jawai 28.75 3.3 24.45 - - -

6 Teluk Keramat 74.11 33.438 22.91 1.638 1.638 12.406

7 Sejangkung 29.126 6.201 1.806 11.11 11.11 2.417

8 Sajingan Besar 139.12 30.946 47.81 22.12 22.12 22.118

9 Paloh 114.88 12.97 75.1 75.1 - 26.184

Jumlah 533.5 112.806 204.9 110 71.62 111.19

Sumber : BPN Kabupaten Sambas (Sambas dalam Angka 2002)

Klimatologi

Kabupaten Sambas dikenal sebagai daerah penghujan dengan intensitas tinggi. Curah hujan tahun 1999-2000 rata-rata 1898.41 mm/tahun dengan curah hujan tertinggi terjadi antara bulan Oktober sampai Desember dan curah hujan terendah terjadi antara bulan Juli sampai Agustus. Intensitas curah hujan yang cukup tinggi disebabkan karena daerahnya yang berhutan tropis dan disertai dengan kelembaban udara yang cukup tinggi.

(55)
[image:55.612.160.506.159.310.2]

Informasi selengkapnya mengenai curah hujan rata-rata bulanan tercantum pada Tabel 5.

Tabel 5. Curah Hujan Rata-rataBulanan pada tahun 2002 di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Sambas (mm/bulan)

Bulan Selakau Pemangkat Tebas Sambas Jawai Teluk

Keramat Sejangkung Paloh Januari 591.50 438.00 539.00 746.00 311.00 815.00 622.00 - Februari 171.00 201.00 222.50 472.00 113.00 187.00 215.00 308.90 Maret 152.50 149.00 248.50 372.00 102.00 62.00 274.00 79.70 April 170.00 147.00 237.00 315.00 86.00 124.00 590.00 136.40 Mei 135.00 216.00 251.50 180.00 221.00 103.00 524.00 221.00 Juni 179.50 255.00 - 360.00 195.00 130.00 324.00 141.00 Juli 9.00 18.00 32.00 125.00 23.00 - 240.00 38.00 Agustus 118.00 90.00 125.00 168.00 23.00 42.00 158.00 31.00 September 172.00 193.00 372.00 243.00 364.00 378.00 326.00 315.70 Oktober 143.00 116.00 121.00 170.00 345.00 134.00 475.00 130.70 November 326.00 319.00 418.00 315.00 426.00 152.00 495.00 392.00 Desember 340.00 284.00 216.00 213.00 458.00 149.00 223.00 247.00

rata-rata

2002 208.96 202.17 252.95 306.58 222.25 206.91 372.17 185.58 Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sambas (Sambas Dalam Angka2002)

4.2. Penggunaan Lahan dan Kependudukan

Penggunaan lahan yang ada pada dasarnya terkait erat dengan kondisi kependudukan yang meliputi jumlahnya, pertumbuhannya, persebaran dan kepadatannya, komposisinya menurut umur, rasio ketergantungan serta status perkawinan. Berdasarkan angka Proyeksi Penduduk Tahun 2002, penduduk Kabupaten Sambas berjumlah sekitar 467 196 jiwa dengan kepadatan penduduk sekitar 73 jiwa/km2 atau 2 567 jiwa per desa (BPS Kabupaten Sambas, 2002).

(56)

proporsi serta kepadatannya secara rinci di desa-desa di sembilan kecamatan di Kabupaten Sambas disajikan pada Lampiran 4.

Berdasarkan data Potensi Desa Kabupaten Sambas tahun 2003, penggunaan lahan yang paling dominan adalah penggunaan lahan bukan sawah dengan proporsinya mencapai 36.24% dari luas seluruh total penggunaan lahan. Sedangkan penggunaan lahan untuk bangunan industri memiliki proporsi terkecil, yaitu hanya 0.09% dari luas lahan yang ada dan hampir tidak ada lahan yang digunakan untuk sawah berpengairan. Penggunaan lahan secara rinci menurut kecamatan di Kabupaten Sambas tercantum pada Lampiran 5.

4.3. Prasarana Umum Transportasi

[image:56.612.131.508.563.633.2]

Prasarana transportasi, baik fasilitas jalan, transportasi di darat, dan transportasi sungai dan laut merupakan prasarana pengangkutan yang penting dalam memudahkan mobilitas penduduk dan lalu lintas barang dari satu daerah ke daerah lain. Pada tahun 2002, panjang jalan kabupaten di wilayah Kabupaten Sambas tidak mengalami pertambahan, yakni 899.05 km. Keterangan mengenai panjang jalan menurut jenis permukaan dari kondisi jalan serta menurut status dan jenis permukaan secara berturut-turut disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 6. Panjang Jalan Kabupaten Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi Jalan

Sumber : Dinas Kimpraswil Kabupaten Sambas (Sambas dalam Angka 2002)

Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan

2000 2001 2002 2000 2001 2002

Aspal 296.87 299.4 299.4 Baik 104.5 167.67 213.35

Kerikil 40.45 28.5 28.5 Sedang 177.07 87.65 74.45

Tanah 526.13 571.15 571.15 Rusak 55.75 75.58 48.1

Lainnya - - - Rusak Berat 526.13 571.15 563.15

(57)
[image:57.612.132.474.95.179.2]

Tabel 7. Panjang Jalan Kabupaten Menurut Status Pengawasan dan Jenis Permukaan

Jenis Permukaan No.

Status Pengawasan Aspal Kerikil Tanah Lainnya TOTAL

1 Negara - - - - -

2 Propinsi 182.20 - - - 182.20

3 Kabupaten 299.40 28.50 571.15 - 899.05

Tahun 2002 481.60 28.50 571.15 - 1081.25

Tahun 2001 481.60 28.50 571.15 - 1081.25

Tahun 2000 540.78 40.45 657.03 - 1238.26

Sumber : Dinas Kimpraswil Kabupaten Sambas (Sambas dalam Angka 2002)

Prasarana transportasi darat meliputi dermaga penyeberangan, steiger angkutan sungai dan steiger penyeberangan. Dua unit dermaga penyeberangan Ferry berlokasi di Kecamatan Teluk Keramat dan Tebas. Enam unit steiger angkutan sungai berlokasi di Kecamatan Teluk Keramat, Sambas, Sejangkung, Tebas, Pemangkat dan Selakau. Steiger penyeberangan sebanyak tujuh unit berlokasi di Kecamatan Teluk Keramat, Tebas, Jawai dan Pemangkat.

Prasarana transportasi laut berupa fasilitas pelabuhan laut antar pulau dan luar negeri berlokasi di Sintete, Kecamatan Pemangkat. Selain berfungsi sebagai angkutan barang, kapal-kapal yang masuk ke pelabuhan juga mengangkut penumpang. Bila dibandingkan tahun sebelumnya, ternyata jumlah penumpang yang datang selama tahun 2002 mengalami peningkatan 24.16%, sedangkan yang keluar mengalami penurunan sebanyak 15.91%.

Listrik

Pelayanan kebutuhan listrik di Kabupaten Sambas diselenggarakan oleh PT. PLN (Persero) Wilayah V Cabang Singkawang melalui sembilan unit PLTD, masing-masing PLTD Pemangkat, Tebas, Santebang, Sambas, Sekura, Sejangkung, Liku, Sajingan Besar dan Balai Gemuruh.

(58)

Air Bersih

Pemenuhan penyediaan air bersih sebagian diperoleh dari PDAM yang berkedudukan di Singkawang (kantor pusat) dengan cabang perusahaan/unit produksi di Pemangkat dan Sambas. Sementara itu, penyediaan air bersih di pedesaan yang tidak terjangkau PDAM diupayakan melalui prasarana/sarana air bersih yang dikelola oleh masyarakat sendiri seperti sumur dangkal/pompa, PAH, dan instalasi air bersih (sistem perpipaan pedesaan).

Pos dan Telekomunikasi

Fasilitas pelayanan Pos dan Giro yang terdapat di Kabupaten Sambas adalah berupa kantor pembantu, Pos Desa, dan Pos Keliling yang tersebar di sembilan kecamatan. Fasilitas pelayanan telekomunikasi dengan sistem otomatis/digital berdasarkan wilayah kerjanya dibagi atas :

(1) Kantor Cabang PT. Telkom Pemangkat yang melayani Kecamatan Selakau, Pemangkat, dan Jawai dengan kapasitas jaringan 2 772 SST (jumlah terpasang sebanyak 2 510 SST).

(2) Kantor Cabang PT. Telkom Tebas yang melayani Kecamatan Tebas dengan kapasitas jaringan 910 SST (jumlah terpasang sebanyak 770 SST).

(3) Kantor Cabang PT. Telkom Sambas yang melayani Kecamatan Sambas, Sejangkung, Teluk Keramat, Paloh dan Sajingan Besar dengan kapasitas jaringan 2 688 SST (jumlah terpasang 1 499 SST).

Pengairan

(59)

Selain itu, di wilayah Kabupaten Sambas juga telah dibangun dan didayagunakan tanggul penahan abrasi pantai sepanjang 635 m yang berlokasi di Desa Penjajab, Kota Pemangkat.

4.4. Kondisi Pertanian di Kabupaten Sambas Pertanian Tanaman Pangan

[image:59.612.136.464.327.475.2]

Tiga komoditas utama yang sudah diusahakan dan berpotensi untuk dikembangkan adalah padi, palawija, dan hortikultur. Informasi lengkap mengenai luas panen dan rata-rata produksi, serta produksi total komoditi padi (padi sawah dan padi ladang) dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Sawah

No. Kecamatan Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ton/Ha) Produksi (ton)

1 Selakau 8 075 33.51 27 061

2 Pemangkat 10 015 33.62 33 668

3 Tebas 12 662 32.98 41 759

4 Sambas 4 503 31.93 14 378

5 Jawai 9 340 32.78 30 801

6 Teluk Keramat 16 205 28.27 45 811

7 Sejangkung 1 812 26.46 4 794

8 Sajingan Besar 66 26.20 173

9 Paloh 3 250 31.02 10 081

2002 65 928 30.75 208 526

2001 80 891 30.63 247 795

2000 72 582 29.55 214 465

1999 74 928 31.32 234 667

1998 65 747 29.16 191 701

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sambas (Sambas dalam Angka 2002)

Lahan yang potensial untuk tanaman padi adalah 26 723 Ha dan telah diusahakan seluas 22 000 Ha, berarti masih terdapat sekitar 3 790 Ha yang dapat digunakan untuk pengembangan tanaman padi. Produksi padi di Kabupaten Sambas pada tahun 2002 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2001, yakni sebesar 15.85% atau menurun sebanyak 39 269 ton.

(60)
[image:60.612.133.509.93.256.2]

Tabel 9. Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Produksi Komoditi Palawija

Keterangan Jagung Ubi Kayu Ubi

Jalar

Kacang

Tanah kedelai

Kacang <

Gambar

Gambar 1. Diagram Sub-sub Wilayah Inti dengan Berbagai Tingkat Hirarki Pada
Gambar 2. Skema keterkaitan desa dan kota dalam hubungannya dengan interaksi spasial antar subsistem rantai agribisnis/agroindustri akibat peningkatan nilai tambah (Saefulhakim, 2004)
Tabel 1. Identifikasi Variabel Tujuan
Tabel 2. Nilai Selang Hirarki Pusat Pelayanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rekomendasi Rumusan Masalah 2 Apa yang menjadi faktor internal dan eksternal dalam pengembangan Agrowisata Desa Kerta sebagai pariwisata berkelanjutan di Kawasan Agropolitan

Kota pertanian dapat merupakan Kota menengah, kota kecil, kota Kecamatan, kota perdesaan yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang mendorong pertumbuhan pedesaan

Desa Srimartani merupakan salah satu desa di Kabupaten Bantul yang menjadi binaan dari Universitas Gadjah Mada yang bekerjasama dengan Badan Amil Zakat Nasional

Temuan-temuan menarik yang diperoleh dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: (a) variabel-variabel yang diduga sebagai faktor yang berpengaruh pada

Desa Srimartani merupakan salah satu desa di Kabupaten Bantul yang menjadi binaan dari Universitas Gadjah Mada yang bekerjasama dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)

Atribut-atribut yang sensitif berpengaruh atau perlu diintervensi terhadap peningkatan status keberlanjutan wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang untuk pengembangan

Dari 13 variabel biofisik tanah dan lingkungan dan 4 komoditi palawija yang dianalisis dengan orthogonalisasi variabel PCA, terdapat tiga indeks yang berkontribusi

Temuan-temuan menarik yang diperoleh dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: (a) variabel-variabel yang diduga sebagai faktor yang berpengaruh pada