• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik biometrik pohon Shorea leprosula Miq. studi kasus pada hutan tanaman haurbentes, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik biometrik pohon Shorea leprosula Miq. studi kasus pada hutan tanaman haurbentes, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON

Shorea leprosula

Miq.

(Studi Kasus pada Hutan Tanaman Haurbentes,

Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)

ALFIETA NUR BAROROH

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)

ALFIETA NUR BAROROH E 14102019

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan

pada

Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(3)

Judul Skripsi : KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON

Shorea leprosula Miq. (Studi Kasus pada Hutan Tanaman Haurbentes, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor) Nama Mahasiswa : ALFIETA NUR BAROROH

NRP : E14102019

Departemen : Manajemen Hutan

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS Ir. Iwan Hilwan, MS NIP. 130 933 588 NIP. 132 578 802

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan IPB

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799

(4)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan hidayah-Nya penulis berhasil menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya. Berkat bimbingan Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang serta dorongan dari keluarga, teman-teman, dan Pembimbing berbagai hambatan dapat diatasi. Maka dari itu, selain syukur kepada Allah SWT, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada para pihak, sebagai berikut : 1. Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS sebagai Pembimbing I dan Ir. Iwan

Hilwan, MS sebagai Pembimbing II yang dengan sabar membimbing, memberi saran, dan bantuan selama penelitian berlangsung sampai tersusunnya skripsi ini.

2. Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan, dan Dr. Ir. Agus Hikmat, MSc selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

3. Kelompok Peneliti Silvikultur pada Pusat Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Bogor atas izinnya dalam pengambilan data serta izin penelitian di Hutan Tanaman Haurbentes.

4. Kedua orang tua Penulis, Chizni, dan Arsyad atas segala support dan doanya yang telah mendukung selama Penulis melakukan penelitian, terutama untuk mama yang selalu mendoakan Penulis dengan tulus.

5. Pak Arsyad, Pak Ondi, dan Pak Suwandi atas bantuan pengambilan data di Hutan Tanaman Haurbentes.

6. Yuni, Linda, Teti, Adit, Indah, Ona, Dodi, Wien, teman-teman MNH 39, BDH 39, THH 39, dan KSH 39, Perwira 50 gals. Terima kasih banyak ya. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak yang membutuhkan.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta 9 Juni 1985 dari ayah Lukman Nul Hakim dan ibu Widia Asriatun. Penulis merupakan putri kedua dari 3 bersaudara.

Pada tahun 1990, penulis bersekolah di SDS Trisula 3 Jakarta, kemudian melanjutkan ke tingkat menengah, yaitu di SLTPN 74 Jakarta pada tahun 1996 dan di SMUN 21 Jakarta pada tahun 1999. Penulis berhasil masuk Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 melalui jalur USMI dan memilih Fakultas Kehutanan dengan Manajemen Hutan sebagai jurusannya, selanjutnya penulis memfokuskan pada bidang biometrika hutan.

Kegiatan praktek lapang yang pernah diikuti antara lain Praktek Umum Kehutanan (PUK) di daerah Baturaden yaitu BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) Gunung Slamet Barat, KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) Banyumas Timur dan di daerah Cilacap yaitu BKPH Rawa Timur, KPH Banyumas Barat serta Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) bersama mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM di Getas (KPH Ngawi) pada tahun 2005. Pada tahun 2006 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Sinarsari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif pada kegiatan kemahasiswaan seperti menjadi anggota IFSA (International Forestry Student Association). Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten beberapa mata kuliah, seperti menjadi asisten MK Biologi untuk mahasiswa TPB pada tahun 2004 dan asisten MK Dendrologi untuk mahasiswa kehutanan pada tahun 2004.

(6)

Halaman

KATA PENGANTAR... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Famili Dipterocarpaceae ... 3

Tinjauan Umum Shorea leprosula Miq. ... 3

Model Arsitektur Shorea leprosula Miq ... 5

Parameter Individu Pohon... 6

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas ... 11

Tanah dan Topografi ... 11

Iklim dan Curah Hujan... 12

Flora ... 12

METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13

Alat dan Bahan Penelitian... 13

Metode Penelitian ... 14

Analisis Data ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Sekunder Hasil Pengukuran Dimensi Pohon...23

Sebaran Pohon Contoh...24

Hubungan antara Diameter Pohon dengan Dimensi Pohon Lainnya...25

(7)

Relatif...32

Penyusunan Persamaan Taper...32

Angka Bentuk Batang Rata-rata Shorea leprosula Miq. ...34

Hubungan antara Rasio Diameter dengan Angka Bentuk Pohon ...35

Penyusunan Persamaan Rasio Diameter ...36

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...38

Saran... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(8)

Halaman

1 Kelas kelerengan areal Hutan Tanaman Haurbentes ... 12

2 Deskripsi statistik dimensi pohon ... 23

3 Sebaran data pohon contoh berdasarkan dbh ... 24

4 Deskripsi statistik dimensi pohon contoh ... 25

5 Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter setinggi dada ... 27

6 Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter pangkal... 29

7 Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter bebas cabang ... 30

8 Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter tajuk ... 31

9 Persamaan Taper... 33

10 Simpangan rata-rata dan simpangan agregatif yang diuji dengan menggunakan angka bentuk batang ... 35

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(10)

Halaman

1 Rekapitulasi data pengukuran dimensi pohon... 43 2 Korelasi data dan model umum dimensi pohon... 47 3 Korelasi data dan model umum persamaan taper... 52 4 Nilai Simpangan Rata-rata dan Simpangan Agregat dari rata-rata angka

bentuk setinggi dada... 54 5 Nilai Simpangan Rata-rata dan Simpangan Agregat dari rata-rata angka

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan hujan tropika di Indonesia dengan luas sekitar 143 juta hektar terdiri dari banyak jenis pohon. Secara alami hutan ini didominasi oleh famili Dipterocarpaceae yang terdiri dari sembilan genus dengan ratusan jenis dan tersebar antara lain di Pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Maluku. Beberapa species dari famili Dipterocarpaceae merupakan pohon-pohon raksasa yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

Di Haurbentes yang terletak di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor telah dibangun Hutan Tanaman koleksi Dipterocarpaceae seluas 100 Ha yang dikelola oleh Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Badan Litbang Departemen Kehutanan. Sampai dengan tahun 1997 di Haurbentes telah ditanam 21 jenis Shorea, enam jenis Hopea, dua jenis Dipterocarpus, dua jenis Dryobalanops, satu jenis Vatica, dan satu jenis Anisoptera. Seluruh jenis dinilai mampu beradaptasi dengan keadaan tempat tumbuh di areal hutan tersebut yang ditandai dengan adanya regenerasi secara alami (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2000).

Setiap pohon mempunyai penampilan fisik yang sama sehingga untuk dapat menggambarkan suatu pohon berbeda dengan pohon yang lain diperlukan karakteristik pohon yang khas. Karakteristik biometrik diperoleh dengan mengukur dimensi pohon yang dapat menggambarkan pohon tersebut. Informasi karakteristik setiap dimensi pohon pada berbagai tingkat umur memegang peran penting dalam kunci gambaran suatu jenis pohon.

(12)

Fungsi taper ini disusun dalam bentuk hubungan antara diameter batang relatif (d/D) dan tinggi batang relatif (h/H), dimana parameter D (diameter setinggi dada) dan H (tinggi pohon) dipengaruhi oleh tingkat umur tegakan, kesuburan tanah, dan kerapatan tegakan. Fungsi taper yang disusun oleh satu atau lebih pohon contoh pada suatu kelompok akan dapat menggambarkan pola bentuk batang lainnya dalam kelompok tersebut.

Dalam penelitian ini dipelajari keragaman karakteristik biometrik pohon yaitu dimensi-dimensi pohon yang dapat diukur dan dinyatakan secara kuantitatif, untuk jenis S. leprosula. Selanjutnya akan dianalisis keragaman setiap macam dimensi pohon yang diukur pada berbagai tingkat umur dan hubungan antar karakteristik.

Tujuan

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Famili Dipterocarpaceae

Dipterocarpaceae merupakan salah satu famili terpenting di antara famili-famili lain dunia pembuka kelompok di Indonesia. Spesies-spesies dari famili-famili ini umumnya mendominasi hutan hujan tropika. Pada saat ini suku Dipterocarpaceae sudah tercatat memiliki 512 jenis dalam 16 marga. Di Indonesia dijumpai sembilan marga yaitu Shorea, Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Anisoptera, Vatica, Parashorea, Upuna,dan Cotylelobium (Djamhuri, Hilwan, Istomo, dan Soerianegara 2002).

Menurut Heyne (1987), pohon-pohon dari famili Dipterocarpaceae umumnya besar dan tinggi, batang lurus, silinder, dan berbanir. Sedangkan menurut Newman, Burgess, dan Whitmore (1999), ciri-ciri umum famili Dipterocarpaceae adalah : pohonnya berukuran kecil sampai sangat besar, kayunya mengandung damar, serta batang utama biasanya berbentuk silinder, jarang berlekuk, dan umumnya memiliki banir.

Pulau Kalimantan merupakan daerah yang memiliki keanekaragaman Dipterocarpaceae terbesar di dunia. Pulau ini merupakan habitat asli famili Dipterocarpaceae yang pada umumnya tumbuh pada ketinggian 300–400 m di atas permukaan laut (Hamzah 1982 dalam Putro 1993).

Tinjauan Umum Shorea leprosula Miq. 1. Habitus

(14)

2. Batang

Seperti pada famili Dipterocarpaceae lainnya, batang S. leprosula bulat, lurus sekali, dan baru bercabang pada kira-kira 60% dari tinggi total pohon (Ardikoesoema dan Noerkamal 1955). S. leprosula merupakan jenis pohon dengan batang yang lurus atau agak lurus dan berbanir kecil kuat. Umumnya jenis ini berasal dari Palembang dimana kulit kayunya mengeluarkan damar (Heyne 1987).

3. Daun

Daun berbentuk lonjong, jorong atau bundar telur sungsang; berukuran 5.9-14.5 cm x 3.5-7.3 cm, ujung luncip pendek atau tumpul, pangkal berbentuk pasak atau membundar (Newman et al. 1999).

4. Buah

Buah S. leprosula berbentuk bulat telur, ujungnya agak lancip, berbulu halus berwarna pucat, mempunyai tiga sayap dengan panjang 6-9 cm, dan lebar pertengahan sayap 1-1.5 cm dimana dua sayap pendek berbentuk garis (Sutamo dan Riswan 1997).

5. Tajuk

Tajuknya selalu menghijau atau melebar dalam lapisan tajuk teratas dan hanya mempunyai sedikit cabang besar. Dari jauh tajuknya mudah dikenal karena warnanya tembaga atau tembaga kekuning-kuningan. Di waktu muda tajuknya agak tebal tetapi menjadi tipis setelah tua (Ardikoesoema dan Noerkamal 1955).

6. Penyebaran dan Tempat Tumbuh

(15)

5

arah timur sampai Irian Jaya dan Papua Nugini. Kebanyakan berupa pohon-pohon besar yang mencapai puncak tajuk dan banyak yang merupakan penjulang (Djamhuri et al. 2002).

Penyebaran S. leprosula di Indonesia meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, P. Bangka, dan P. Belitung. Tempat tumbuhnya yaitu pada tanah datar kering. Umumnya terdapat pada tanah-tanah liat dalam hutan campuran Dipterocarpaceae, sampai ketinggian 700 m (Sutamo dan Riswan 1997).

7. Sifat-sifat Pohon

S. leprosula merupakan jenis penting dalam hutan hujan tropika. Jenis ini tergolong meranti merah dan biasa dikenal dengan nama dagang meranti tembaga Kebanyakan jenis pohon S. leprosula merupakan pohon-pohon setengah toleran.

Selain memiliki karakteristik seperti golongan Shorea spp yang pada umumnya memiliki tinggi total (TT) dan diameter setinggi dada (DBH) yang besar, jenis S. leprosula memiliki sifat cepat tumbuh (fast growth) dengan rata-rata riap tahunan 1.2 cm. Dengan riap tersebut maka S. leprosula akan memerlukan waktu yang lebih singkat untuk membentuk DBH dan TT yang sama dibandingkan dengan jenis Shorea yang lain (Hidayanto 2006).

Model Arsitektur Shorea leprosula Miq.

Pohon hutan memiliki pola pertumbuhan yang khas bagi setiap jenis. Pola pertumbuhan pohon dapat dijadikan ciri pengenal suatu jenis pohon. Pada hakekatnya, setiap jenis pohon memiliki satu model pertumbuhan. Namun, sebaliknya satu model pertumbuhan dapat dimiliki oleh berbagai jenis pohon, baik dari satu marga maupun dari marga atau bahkan dari suku yang berbeda.

(16)

perangkat yang membentuk suatu model arsitektur adalah perkembangan batang pokok, perkembangan cabang, serta letak bunga atau pembungaan.

Model arsitektur dari S. leprosula yaitu model Roux. Dari model ini terlihat bahwa batang S. leprosula bersifat monopodial yaitu perkembangan batang pokok yang tidak terbagi dan cabang yang arah pertumbuhannya menuju ke samping (plagiotropik). Pada model Roux cabang-cabang pohon tidak ritmik tetapi menerus pada batang yaitu apabila satu cabang tumbuh pada ketinggian tertentu pada batang pokok diikuti cabang-cabang lain dan tidak jelas berulangnya. Model Roux dapat terlihat seperti pada Gambar 1 (Sutisna, Kalima, dan Purnadjaja 1998).

Gambar 1. Model Arsitektur Shorea leprosula (Sumber : Sutisna et al. 1998)

Parameter Individu Pohon 1. Umur Pohon

(17)

7

2. Diameter Pohon

Menurut Husch, Miller, dan Beers (1971), diameter merupakan salah satu parameter pohon yang mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang potensi hutan untuk keperluan pengelolaan. Dalam mengukur diameter, yang lazim dipilih adalah diameter setinggi dada karena pengukurannya paling mudah

Diameter pohon adalah panjang garis lurus yang menghubungkan dua buah titik pada lingkaran luar pohon dan melalui titik pusat penampang melintangnya. Besarnya diameter pohon bervariasi menurut ketinggian dari permukaan tanah. Oleh karena itu dikenal istilah diameter setinggi dada atau diameter breast height (dbh), yaitu diameter yang diukur pada ketinggian setinggi dada dari permukaan tanah (Husch, Beers, dan Kershaw 2003).

Di negara-negara yang menggunakan sistem metrik, diameter setinggi dada biasanya diukur pada ketinggian batang 1.3 meter dari atas permukaan tanah. Untuk pohon-pohon berbanir lebih dari 1.3 meter dari atas permukaan tanah, pengukuran diameter dilakukan pada 20 cm di atas banir (Belyea 1950).

3. Tinggi Pohon

Husch et al. (2003) mengemukakan bahwa tinggi pohon merupakan jarak antara titik atas pada batang pohon dengan titik proyeksinya pada bidang mendatar yang melalui titik bawah (pangkal pohon).

Loetsch, Zohrer, dan Haller (1973) memberikan definisi dari tinggi yang digunakan dalam kegiatan inventarisasi hutan, yaitu :

a. Tinggi total, yaitu jarak vertikal antara pangkal pohon dengan puncak dari pohon tersebut.

b. Tinggi bebas cabang, yaitu tinggi pohon dari pangkal batang di permukaan tanah sampai cabang pertama untuk jenis daun lebar atau crown point untuk jenis konifer, dan

(18)

4. Bentuk Batang

4.1 Angka Bentuk

Angka bentuk atau faktor bentuk (form factor) merupakan suatu nilai/angka hasil perbandingan antara volume pohon dan volume silinder yang besarnya kurang dari satu. Angka bentuk pohon dapat didefinisikan sebagai berikut :

• Merupakan konstanta untuk mengkoreksi volume silinder guna mendapatkan volume sebenarnya pohon pada dimensi tinggi dan diameter setinggi dada yang sama

• Merupakan suatu angka pecahan (< 1) hasil dari pembagian antara volume

sebenarnya pohon oleh volume silinder yang memiliki dimensi diameter setinggi dada dan tinggi yang sama.

Macam-macam angka bentuk pohon menurut dimensi pohon yang digunakan untuk perhitungan yaitu : angka bentuk pohon absolut, setinggi dada, dan normal (Husch 1963).

4.2 Kusen Bentuk

Kusen bentuk dapat diartikan sebagai angka hasil perbandingan antara diameter atas dan diameter bawah. Kusen bentuk dapat dipastikan ada mengingat umumnya batang pohon tidak silindris sehingga ada faktor keruncingan.

Macam kusen bentuk ada dua yaitu kusen bentuk normal yang merupakan perbandingan antara diameter pada ketinggian setengah dari tinggi pohon dengan diameter setinggi dada dan kusen bentuk absolut yang merupakan perbandingan antara diameter pada ketinggian setengah dari tinggi pohon dengan diameter pada ketinggian 10% tinggi dari pangkal pohon (Belyea 1950).

4.3 Taper

Menurut Husch (1963) bentuk batang dibagi menjadi dua tipe, yaitu :

(19)

9

2. Deliquescent, yaitu pohon yang berbentuk tidak teratur, dimana pada ketinggian tertentu bercabang-cabang besar dan banyak dijumpai pada jenis-jenis kayu daun lebar.

Menurut Husch et al. (2003), bentuk-bentuk batang yang menyusun suatu pohon ada 4 macam, yaitu silinder, paraboloid, kerucut, dan neiloid. Keempat macam bentuk batang tersebut tidak selalu ada pada pohon, namun yang sering dijumpai adalah bentuk neiloid, kerucut, dan paraboloid.

Husch et al. (2003) menggambarkan bagian-bagian batang pohon yang bentuknya teratur yang menyusun suatu pohon, disusun berturut-turut dari pangkal sampai puncak oleh bentuk batang neiloid, paraboloid, dan kerucut, seperti yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Bentuk geometrik bagian-bagian batang pohon (Sumber Husch et al. 2003)

Menurut Husch et al. (2003), Taper diartikan sebagai suatu bentuk yang meruncing sedangkan definisi taper pohon adalah pengurangan atau semakin mengecilnya diameter batang atau seksi batang pohon dari pangkal hingga ujungnya. Taper pohon ini secara umum disebut pula bentuk batang atau lengkung bentuk.

(20)

Laasasenaho (1993) menyatakan bahwa bentuk kurva taper hampir sama pada pohon-pohon yang berbeda ukuran pada jenis pohon yang sama, sehingga memungkinkan model taper dapat dibuat berdasarkan diameter relatif dan tinggi relatif. Bentuk persamaan umumnya adalah sebagai berikut :

( d/D ) = f ( h/H ) atau ( d/D) = f{1 – ( h/H) }. dimana :

d = diameter ujung batang relatif D = diameter setinggi dada (dbh)

H = tinggi batang pohon dari atas permukaan tanah h = tinggi batang bebas cabang

5. Tajuk

(21)

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak dan Luas

Hutan Tanaman Haurbentes secara administrasi Pemerintahan termasuk ke dalam desa Curug, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Sedangkan menurut administrasi Kehutanan termasuk Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Jasinga, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jasinga, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Lokasi Hutan Tanaman Haurbentes secara astronomis terletak pada 6°32’ LU – 6°33’ LS dan 106°26’ BT-106°27’ BT.

Luas Hutan Tanaman ini adalah 100 ha yang dibangun pada tahun 1940 di areal kawasan hutan milik Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Sampai tahun 1997 Hutan Tanaman Haurbentes terbagi menjadi 177 petak, dimana di dalamnya terdapat 66 jenis asli dan enam jenis eksotik (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2000).

Tanah dan Topografi

Tanah di Hutan Tanaman Haurbentes terdiri dari tiga jenis tanah yaitu : tanah Podsolik Merah Kuning, Regosol, dan Acid Brown Forest Soil.

(22)

Tabel 1 Kelas kelerengan areal Hutan Tanaman Haurbentes No Bentuk

Wilayah

Kelas Kemiringan Lereng (%) Luas (Ha)

1 Datar 0-8 0,13

2 Landai 8-15 5,95

3 Agak curam 15-25 1,35

4 Curam 25-45 33,66

5 Sangat curam > 45 8,91

Jumlah 50,00 Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2000

Iklim dan Curah Hujan

Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, tipe curah hujan di wilayah Hutan Tanaman Haurbentes adalah tipe A dan tidak memiliki bulan kering. Curah hujan rata-rata di Hutan Tanaman Haurbentes sebesar 3000-4000 mm/tahun dan jumlah hari hujan rata-rata 140-260 hari/tahun (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2000).

Flora

(23)

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Hutan Tanaman Haurbentes, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Pengambilan data sekunder dilakukan pada awal Juni sampai pertengahan Juni 2006. Pengukuran pohon contoh dilakukan selama satu bulan yaitu awal pertengahan Juni sampai dengan pertengahan Juli 2006. Kegiatan yang dilakukan adalah pengukuran dimensi pohon jenis S. leprosula pada berbagai tingkat umur serta pengambilan data sekunder hasil pengukuran yang telah dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor.

Alat dan Bahan Penelitian

Ada dua macam alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu yang digunakan untuk keperluan pengambilan data di lapangan yang terdiri dari :

1. Pita ukur

2. Spiegel Relascope Bitterlich tipe Wide scale 3. Haga hypsometer

4. Alat tulis 5. Tangga 6. Parang 7. Kamera

Alat yang kedua yaitu yang digunakan untuk keperluan pengolahan data, terdiri dari :

1. Kalkulator

2. Komputer dengan software Minitab Ver.13 dan Microsoft Excel

(24)

cabang, diameter per seksi, diameter tajuk, panjang seksi batang, tinggi total serta tinggi bebas cabang dari setiap pohon contoh. Data sekunder yang diambil meliputi data dimensi pohon hasil pengukuran Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan serta keadaan umum lokasi penelitian.

Metode Penelitian 1. Pemilihan Pohon Contoh.

Pohon yang diambil sebagai pohon contoh dipilih secara purposive sampling, yaitu pohon contoh diambil dengan sengaja berdasarkan sebaran umur dengan tetap memperhatikan keterwakilan dari diameter pohon tersebut.

Pohon-pohon yang dipilih sebagai pohon contoh dan diukur dimensinya adalah pohon-pohon S. leprosula yang memiliki bentuk batang baik dan sehat ditinjau dari segi ekonomis yaitu yang tidak mengandung cacat, tidak miring atau bengkok, dan mempunyai diameter setinggi dada lebih dari 20 cm.

2. Pengukuran Dimensi Pohon

Pohon yang diukur dimensinya pada berbagai tingkat umur diambil sebanyak lima pohon dengan memperhatikan keterwakilan diameter setinggi dadanya. Dimensi pohon yang diukur yaitu : diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter per seksi, diameter tajuk, tinggi total, tinggi bebas cabang, serta panjang seksi.

3. Pembagian Batang

(25)

15

Keterangan :

Ht = tinggi pohon total

H = tinggi pohon bebas cabang

hi = tinggi batang dari atas tanah sampai ketinggian pada diameter ujung seksi ke-i

di = diameter ujung seksi ke-i pi = panjang seksi

h1 = ht, tinggi diameter pangkal pohon

Gambar 3. Pembagian batang (seksi) pada pohon contoh

4. Perhitungan Volume Pohon Contoh

(26)

Gp = luas bidang dasar pangkal seksi batang Gu = luas bidang dasar ujung seksi batang l = panjang seksi batang

n = jumlah seksi batang

5. Penentuan Angka Bentuk Batang Pohon.

Angka bentuk batang (f) ditentukan dengan cara membandingkan volume aktual yang diperoleh dengan menggunakan rumus Smalian dengan volume silindernya, dimana :

Vs = volume silinder, dengan menganggap diameter dengan tinggi silinder Dalam penelitian ini akan dicari dua macam angka bentuk pohon, yaitu :

• Angka bentuk setinggi dada (fbh)

• Angka bentuk absolut (fabs)

(27)

17

Analisis Data

1. Hubungan antara Diameter Pohon dengan Dimensi Pohon Lainnya

Berdasarkan hipotesis yang ada maka akan dicari hubungan antara diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total serta tinggi bebas cabang. Setiap dimensi tersebut akan dicari korelasinya untuk menentukan dimensi apa yang paling menggambarkan karakteristik S. leprosula. Tingkat keeratan hubungan antara dua peubah diukur dari besarnya nilai koefisien korelasi (r) dengan rumus :

Besarnya nilai r berkisar antara -1 sampai +1. Jika nilai r = -1 maka hubungan diameter dengan dimensi pohon lainnya merupakan korelasi negatif sempurna dan sebaliknya jika nilai r = +1 maka hubungan diameter dengan dimensi pohon lainnya merupakan korelasi positif sempurna. Bila r mendekati -1 atau +1 maka hubungan antara peubah itu kuat dan terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya ( Walpole 1993). Dalam menentukan dimensi yang paling dapat menggambarkan S. leprosula maka pada awalnya akan dicari matrik korelasi dari setiap dimensi yang ada.

2. Hubungan antara Diameter Relatif dengan Tinggi Relatif

(28)

3. Hubungan antara Rasio Diameter dengan Angka Bentuk Pohon

Besarnya keeratan hubungan antara dua peubah diukur dari besarnya nilai koefisien korelasi (r). Maksud dari mencari hubungan antara rasio diameter dengan angka bentuk ini adalah dalam hal keefisienan pangukuran, dimana jika didapat korelasi yang besar maka tanpa menghitung angka bentuk pohon kita dapat mengetahui volume pohon hanya dengan menghitung rasio diameter pohon

4. Penyusunan Persamaan Regresi

Penelitian ini menggunakan peubah bebas berupa diameter pohon dan peubah tidak bebas yaitu dimensi pohon lainnya, bisa berupa diameter ataupun tinggi pohon untuk melihat hubungan yang nyata antara dimensi pohon untuk keperluan penggambaran karakteristik biometrik pohon. Data hasil pengamatan di lapangan berupa diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total serta tinggi bebas cabang dianalisis secara statistik untuk mendapatkan bentuk persamaan regresi hubungan analisis data tersebut.

Analisis ini dilakukan setelah terbukti bahwa antara diameter pohon dengan dimensi pohon lainnya terdapat hubungan yang nyata. Model-model persamaan yang dibuat umumnya menggunakan hubungan peubah-peubah sebagai berikut :

D’= f (D) atau H = f(D)

Dari persamaan tersebut dapat dibuat model persamaan regresi linearnya yaitu Y = bo + b1xi + ei

5. Penyusunan Persamaan Taper

Data dengan panjang seksi tiap dua m yang didapat di lapangan kemudian dianalisis secara statistik untuk mendapatkan persamaan regresi. Persamaan yang akan dianalisis antara lain :

(d/D) = f { (h/H) } (d/D)2 = f { (h/H) }

(d/D) = f { (h/H), (h/H)2 } (d/D)2 = f { (h/H), (h/H)2 }

(29)

19

6. Penyusunan Persamaan Regresi Rasio Diameter

Persamaan regresi ini menggunakan peubah bebas berupa rasio diameter dan peubah tidak bebas yaitu angka bentuk pohon. Maksud dari mencari persamaan regresi antara rasio diameter dengan angka bentuk ini adalah dalam hal keefisienan pengukuran, dimana hanya dengan menghitung rasio diameter maka kita dapat mengetahui angka bentuk pohon.

Model-model persamaan yang dibuat umumnya menggunakan hubungan peubah-peubah sebagai berikut :

f abs = f (d/d’) atau f bh = f (d/d’) dimana :

d = diameter pohon fabs = angka bentuk absolut fbh = angka bentuk setinggi dada

Dari persamaan tersebut dapat dibuat model persamaan regresi linearnya yaitu Y = bo + b1xi + ei

7. Pemilihan Model Terbaik Persamaan Regresi dan Persamaan Taper

Dari hasil penyusunan model menggunakan beberapa persamaan regresi yang telah ditetapkan maka dilakukan penentuan untuk memilih model terbaik dengan menggunakan beberapa kriteria yaitu sebagai berikut :

1) Uji keberartian model

Uji keberartian model merupakan pengujian peranan peubah bebas terhadap peubah tidak bebasnya. Pada pengujian ini dilakukan uji signifikansi F-test dengan membandingkan nilai F hitung dengan F tabel.

Hipotesis yang digunakan

Ho : βi sama dengan nol, untuk semua i

H1 : sekurang-kurangnya ada satu βi yang tidak sama dengan nol

Kriteria yang digunakan

(30)

Uji nilai F hitung > F tabel pada tingkat nyata 5% atau 1% maka hubungan regresi antara peubah tidak bebas dengan peubah bebasnya adalah sangat nyata atau nyata.

2) Uji keterandalan model

Pemilihan model terbaik sebagai bentuk umum persamaan regresi menurut Suhendang (1990) dilakukan dengan cara pengujian keterandalan model dari setiap pendekatan yang dilakukan. Beberapa besaran yang dipakai dalam penilaian keterandalan model ini adalah koefisien determinasi (R2), koefisien determinasi yang terkoreksi (R2adj), besarnya peluang untuk menolak Ho padahal Ho benar berdasarkan pada data yang ada (nilai-p) pada pengujian koefisien regresi, serta nilai simpangan baku (s). Adapun kriteria yang dipakai dalam pengujian keterandalan model berdasarkan setiap besaran tersebut adalah sebagai berikut :

a) Koefisien determinasi

Perhitungan besarnya nilai koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk melihat tingkat ketelitian dan keeratan hubungan, dimana koefisien determinasi adalah suatu ukuran yang menyatakan besarnya proporsi dari variabilitas di sekitar y rata-rata yang disebabkan oleh regresi (pengaruh x terhadap y).

R2 = JKregresi x 100 % JKtotal

b) Koefisien determinasi terkoreksi

Perhitungan Ra2 ini dimaksudkan untuk menambah keyakinan dalam penerimaan model terbaik. Perhitungan nilai koefisien determinasi terkoreksi dengan rumus

Ra2 = 1- (JKS)/(n-p) x 100%

(JKT)/(n-1)

(31)

21

c) Besarnya peluang untuk menolak Ho padahal Ho benar berdasarkan data yang ada (nilai-p) pada pengujian koefisien regresi.

Dari bentuk persamaan regresi dapat dilihat bahwa persamaan regresi yang ada hanya dapat berarti apabila sedikitnya ada satu β dari β1, β2, ..., βk yang tidak bernilai 0. Apabila hal ini tidak dapat dipenuhi maka peubah-peubah bebas X tidak akan dapat dipakai untuk menduga peubah tidak bebas Y. Untuk mengetahui hal ini biasanya dilakukan pengujian terhadap hipotesis :

Ho : β1, β2, ..., βk = 0

H1 : minimal ada satu βi yang tidak sama dengan nol (i = 1, 2, ..., k)

Ukuran dari keterandalan pengujian hipotesis ini biasanya dicirikan oleh besarnya nilai-p. Adapun kriteria uji keterandalan menurut besaran ini adalah jika nilai-p < 5% maka model cukup terandalkan dan sebaliknya jika nilai-p > 5% model tidak cukup terandalkan.

d) Simpangan baku (s)

Model yang dianggap layak adalah model dengan nilai simpangan bakunya kecil. Nilai s menunjukkan besarnya penyimpangan antara data aktual dengan dugaan model, yang akan makin terandalkan dengan nilai s yang semakin kecil. Nilai s ditentukan dengan rumus :

Menurut Brusch dalam Husch (1963), tingkat keakuratan suatu model dapat ditentukan oleh besarnya Simpangan rata-rata (SR) dan Simpangan agregatif (SA)

(32)

keakuratan yang semakin rendah. Nilai SA yang terbaik adalah nilai SA yang paling mendekati nol.

Perhitungan SR dan SA dengan menggunakan rumus :

n

Keterangan : SR = simpangan rata-rata SA = simpangan agregat

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Sekunder Hasil Pengukuran Dimensi Pohon

Berdasarkan data hasil pengukuran dimensi pohon yang pengukurannya dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan maka dapat diperoleh informasi lengkap nilai terkecil, terbesar, dan rata-rata diameter setinggi dada, tinggi total, dan tinggi bebas cabang dari seluruh pohon S. leprosula. Deskripsi data statistik dimensi pohon pada berbagai umur (tahun) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Deskripsi statistik dimensi pohon

Umur N dbh Ttot Tbc

(th) min max

rata-rata min max

rata-rata min max

rata-rata

11 200 3.8 30.2 17.5 2.0 15.0 9.7 0.8 10.0 5.6 18 42 15.0 46.2 31.9 13.5 29.0 22.3 4.5 18.0 13.9 19 95 11.7 48.7 29.4 7.0 29.0 19.0 3.5 18.0 12.2 35 11 21.8 63.2 43.4 24.0 32.0 28.6 10.0 21.0 15.7 52 69 26.8 84.7 50.9 22.0 35.0 30.3 10.0 23.0 17.0

64 3 102.7 121.4 109.5 34.0 36.0 35.3 21.0 24.0 22.3 Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, diolah lebih lanjut oleh

peneliti

Keterangan : dbh = diameter setinggi dada Ttot = tinggi total pohon Tbc = tinggi bebas cabang N = jumlah pohon

(34)

Terjadi penyimpangan nilai minimun diameter setinggi dada pada pohon berumur 19 tahun, dimana nilainya lebih kecil dibandingkan pada pohon berumur 18 tahun, sehingga hal ini berpengaruh pada nilai rata-rata diameter setinggi dada. Hal yang sama terjadi pada nilai minimum tinggi total pada pohon berumur 19 tahun, dimana nilainya juga lebih kecil dibandingkan pada pohon berumur 18 tahun.

Pada Tabel 2 dapat terlihat bahwa semakin bertambah umur S. leprosula maka akan semakin bertambah pula ukuran dimensi pohon yang bersangkutan baik itu diameter setinggi dada, tinggi total, dan tinggi bebas cabang. Hal ini sesuai dengan karakteristik suatu pohon, dimana setiap pohon akan bertambah ukurannya dikarenakan pohon tersebut mengalami pertumbuhan.

Sebaran Pohon Contoh

Pengukuran pohon contoh dilakukan pada pohon berdiri sebanyak 30 pohon yang terbagi menjadi 177 seksi batang. Pohon contoh ini berasal dari 13 petak S. leprosula yang tersebar di Hutan Tanaman Haurbentes, yaitu pada petak 33, 35, 37, 47, 49, 53, 82, 84, 88, 100c, 164, 173, dan petak 174. Data yang diukur meliputi diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter per seksi, diameter tajuk, tinggi total, tinggi bebas cabang, serta panjang seksi.

Pohon contoh dipilih secara disengaja (purposive sampling) dengan memperhatikan sebaran diameter dan kondisi pohon sehingga dapat memenuhi keterwakilan data dan menghasilkan ragam yang kecil. Keterwakilan diameter setinggi dada dalam menentukan pohon contoh dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran data pohon contoh berdasarkan dbh

No Dbh Tbc Jumlah

4.8-7.7 7.8-10.7 10.8-13.7 13.8-16.7 16.8-19.7 19.8-22.7

1 16.7-35.6 6 2 2 1 11

2 35.7-54.6 4 2 3 1 10

3 54.7-73.6 3 3

4 73.7-92.6 1 1 2

5 92.7-111.6 1 2 3

6 112.7-130.7 1 1

(35)

25

Pohon-pohon contoh tersebut tergolong dalam umur 13 tahun, 20 tahun, 21 tahun, 37 tahun, 54 tahun, dan 66 tahun. Karena keterbatasan umur pohon maka hanya enam umur pohon yang dapat diukur dimensinya. Deskripsi data statistik dimensi pohon contoh dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Deskripsi statistik dimensi pohon contoh

Dimensi Nilai minimum Nilai maksimum Rata-rata

Diameter setinggi dada 16.7 125.5 50.1

Diameter pangkal 17.5 126.1 51.7

Diameter bebas cabang 10.0 77.0 34.4

Diameter tajuk 2.1 10.4 5.1

Tinggi total 12.0 39.0 25.6

Tinggi bebas cabang 4.8 20.8 10.3

Deskripsi statistik dimensi yang terlihat pada Tabel 4 merupakan rekapitulasi data hasil pengukuran dimensi pohon contoh pada berbagai umur yang diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan.

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa diameter maksimum pohon S. leprosula di Haurbentes adalah sebesar 125.5 cm dimana hal ini tidak melewati batasan karakteristik biometrik S. leprosula yaitu bahwa diameter S. leprosula maksimum mencapai 175 cm (Sutamo dan Riswan 1997). Hal ini juga berlaku untuk tinggi total dan tinggi bebas cabang, dimana nilai yang ada tidak melebihi karakteristik biometrik S. leprosula menurut Sutamo dan Riswan (1997) yaitu bahwa tinggi total maksimum 60 m dan batang bebas cabang maksimum mencapai 35 m.

Hubungan antara Diameter Pohon dengan Dimensi Pohon Lainnya

(36)

korelasinya untuk melihat hubungan antara dimensi apa yang paling erat. Matriks korelasi diameter dengan dimensi pohon lainnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Keeratan hubungan antara diameter setinggi dada dengan dimensi pohon lainnya berdasarkan tingginya nilai korelasi secara berurutan yaitu diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, dan tinggi bebas cabang. Berdasarkan matrik korelasi terlihat bahwa diameter setinggi dada mempunyai hubungan yang tinggi dengan diameter pangkal dengan nilai korelasi sebesar 0.999. Nilai ini menggambarkan bahwa hubungan antara kedua peubah tersebut kuat dimana setiap peningkatan diameter setinggi dada akan diikuti dengan peningkatan diameter pangkal pohon.

Diameter pangkal mempunyai korelasi yang paling erat dengan diameter setinggi dada. Korelasi lainnya dengan diameter pangkal secara berurut berdasarkan semakin eratnya hubungan yaitu diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, serta tinggi bebas cabang.

Nilai korelasi antara diameter pangkal dengan tinggi total pohon adalah 0.713, nilai ini menggambarkan keeratan hubungan yang tinggi antara diameter pangkal dengan tinggi total dan korelasi yang bernilai positif menunjukkan bahwa setiap peningkatan diameter pangkal akan diikuti dengan peningkatan tinggi total pohon. Diameter bebas cabang juga berkorelasi erat dengan tinggi total pohon. Hal ini terlihat dari tingginya nilai korelasi yaitu sebesar 0.699.

Sama halnya dengan diameter lainnya, diameter bebas cabang juga mempunyai hubungan yang erat dengan diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter tajuk, tinggi total, dan tinggi bebas cabang. Korelasi yang paling erat dengan diameter bebas cabang adalah diameter pangkal, yang terlihat dari nilai korelasinya sebesar 0.918.

(37)

27

Dari nilai korelasi yang ada maka dapat diketahui bahwa hubungan yang paling erat dengan tinggi total pohon adalah diameter setinggi dada dan diameter pangkal. Tinggi bebas cabang pohon mempunyai hubungan yang erat dengan diameter setinggi dada dan diameter pangkal pohon, terlihat dari tingginya nilai korelasi yaitu sebesar 0.634 dan 0.621.

Dari keseluruhan nilai korelasi yang ada maka dapat diketahui bahwa dimensi yang menjadi variabel kunci adalah diameter setinggi dada, diameter pangkal, tinggi total pohon, dan tinggi bebas cabang. Dengan adanya variabel kunci ini maka untuk dapat mengetahui gambaran S. leprosula dapat diperoleh dengan melihat hubungan antara dimensi pohon tersebut.

Penyusunan Persamaan Regresi

Persamaan ini menggunakan peubah bebas berupa diameter pohon dan peubah tidak bebas yaitu dimensi pohon lainnya, berupa diameter pohon dan tinggi pohon. Analisis ini dilakukan setelah terbukti bahwa antara diameter pohon dengan dimensi pohon lainnya terdapat hubungan yang nyata.

Persamaan regeresi dengan menggunakan peubah bebas berupa diameter setinggi dada dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter setinggi dada

No Persamaan sq

R-sq(adj)

S Nilai -p

F-hit

1 Ttot = 14.8 + 0.214 DBH

53.5 51.8 5.834 0.000 32.21*

2 TBC = 5.37 + 0.0988 DBH 40.1 38.0 3.530 0.000 18.78*

3 D.pangkal = 1.67 + 0.998 DBH 99.8 99.9 1.284 0.000 14467.53*

4 D.bbscab = 6.57 + 0.555 DBH 84.3 83.7 7.014 0.000 149.98*

5 D.tajuk = 1.58 + 0.0695 DBH 83.3 82.7 0.9102 0.000 139.94*

F0.05 (1;28) = 4.2 F0.01 (1;28) = 7.64 * = sangat nyata

(38)

Berdasarkan nilai pengujian keterandalan model dapat diketahui bahwa diameter setinggi dada dapat menjelaskan variasi diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter tajuk serta tinggi total secara memuaskan. Sedangkan variasi tinggi bebas cabang kurang dapat dijelaskan oleh diameter setinggi dada.

Koefisien determinasi (R2) dari model yang terbentuk antara diameter setinggi dada dengan diameter pangkal sebesar 0.998 serta antara diameter setinggi dada dengan tinggi bebas cabang sebesar sebesar 0.401. Diameter setinggi dada dapat menjelaskan sebesar 99.8% variasi diameter pangkal pohon dan 40.1% variasi tinggi bebas cabang pohon sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain. Dari perbandingan uji statistik F antara nilai F-hitung terhadap F-tabel dapat diketahui keberartian persamaan regresi yang merupakan hubungan antara peubah bebas dengan peubah tidak bebas.

Dari tabel di atas diketahui bahwa semua persamaan di atas memiliki nilai F-hitung yang lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata 1% dan taraf nyata 5%. Hal ini menunjukkan bahwa diameter setinggi dada berpengaruh sangat nyata untuk menduga nilai diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, serta tinggi bebas cabang pada masing-masing persamaan yang diuji, sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara diameter dengan dimensi pohon lainnya dapat diterima.

Berdasarkan nilai-p yang diperoleh dapat dilihat bahwa persamaan yang ada dapat diandalkan karena nilai-p kurang dari 5% yaitu sebesar 0.000. Artinya berdasarkan data yang ada sedikitnya terdapat satu nilai koefisien regresi (βi ; i = 1, 2) yang tidak bernilai nol (0).

(39)

29

Tabel 6 Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter pangkal

No Persamaan sq

R-sq(adj)

S Nilai -p

F-hit

1 Ttot = 14.8 + 0.209 D.pangkal

50.9 49.2 5.994 0.000 29.03*

2 TBC = 5.31 + 0.0970 D.pangkal 38.6 36.4 3.576 0.000 17.58*

3 DBH = - 1.57 + 1.00 D.pangkal 99.8 99.8 1.286 0.000 1447.53*

4 D.bbscab = 5.63 + 0.556 D.pangkal 84.5 83.9 6.963 0.000 152.60*

5 D.tajuk = 1.46 + 0.0697 D.pangkal 83.4 82.8 0.9708 0.000 140.85*

F0.05 (1;28) = 4.2 F0.01 (1;28) = 7.64 * = sangat nyata

Dari tabel di atas diketahui bahwa semua persamaan di atas memiliki nilai F-hitung yang lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata 1% dan taraf nyata 5%. Hal ini menunjukkan bahwa diameter pangkal berpengaruh sangat nyata untuk menduga nilai diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, serta tinggi bebas cabang pada masing-masing persamaan yang diuji.

Berdasarkan nilai koefisien determinasi dapat diketahui bahwa diameter pangkal dapat menjelaskan variasi diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk serta tinggi total secara memuaskan. Sedangkan variasi tinggi bebas cabang kurang dapat dijelaskan oleh diameter pangkal. Hal ini dapat terlihat dari rendahnya nilai koefisien determinasi antara diameter pangkal dengan tinggi bebas cabang yaitu sebesar 0.386. Diameter pangkal dapat menjelaskan sebesar 38.6% variasi tinggi bebas cabang sedangkan sisanya sebesar 61.4% dijelaskan oleh faktor lain.

(40)

Persamaan regeresi yang terbentuk antara diameter bebas cabang sebagai peubah bebas dengan dimensi pohon lainnya sebagai peubah tidak bebas dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter bebas cabang

No Persamaan R-sq R-sq(adj) S Nilai-p F-hit

1 Ttot = 13.9 + 0.338 D.bbscab

48.8 47.0 6.119 0.000 26.73*

2 TBC = 7.19 + 0.0912 D.bbscab 12.5 9.4 4.268 0.055 4.00

3 DBH = - 2.09 + 1.52 D.bbscab 84.3 83.7 11.61 0.000 149.98*

4 D.pangkal = - 0.54 + 1.52 D.bbscab 84.5 83.9 11.50 0.000 152.60*

5 D.tajuk = 1.30 + 0.110 D.bbscab 75.5 74.6 1.104 0.000 86.23*

F0.05 (1;28) = 4.2 F0.01 (1;28) = 7.64 * = sangat nyata

Diameter bebas cabang dapat menjelaskan lebih rendah variasi dimensi pohon lainnya dibandingkan dengan diameter setinggi dada dan diameter pangkal. Hal ini terlihat dari lebih kecilnya nilai koefisien determinasi yang diperoleh dari persamaan regresi yang terbentuk dengan menggunakan peubah bebas diameter bebas cabang.

Dari tabel di atas diketahui bahwa persamaan kedua memiliki nilai F-hitung yang lebih kecil dari F-tabel pada taraf nyata 1% dan taraf nyata 5%. Hal ini menunjukkan bahwa diameter bebas cabang tidak berpengaruh nyata untuk menduga nilai tinggi bebas cabang pada persamaan yang diuji. Sedangkan untuk persamaan lainnya berdasarkan nilai F-hitung yang lebih besar dari F-tabel maka dapat diketahui bahwa diameter bebas cabang berpengaruh sangat nyata untuk menduga nilai diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter tajuk, dan tinggi total pada masing-masing persamaan yang diuji.

(41)

31

memuaskan. Koefisien determinasi (R2) dari model yang terbentuk antara diameter bebas cabang dengan diameter pangkal sebesar 0.845, dengan tinggi total sebesar 0.488, serta dengan tinggi bebas cabang sebesar sebesar 0.125. Diameter bebas cabang dapat menjelaskan sebesar 84.5% variasi diameter pangkal pohon, 48.8% variasi tinggi total pohon, serta 12.5% variasi tinggi bebas cabang sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain.

Persamaan regresi yang dibuat dalam menduga nilai dimensi pohon dengan menggunakan peubah bebas berupa diameter tajuk dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter tajuk

No Persamaan sq

R-sq(adj)

S Nilai -p

F-hit

1 Ttot = 12.1 + 2.65 D.tajuk 47.7 45.8 6.186 0.000 25.55*

2 TBC = 4.98 + 1.06 D.tajuk 26.6 24.0 3.909 0.004 10.14*

3 DBH = - 10.6 + 12.0 D.tajuk 83.3 82.7 11.95 0.000 139.94*

4 D.pangkal = - 8.96 + 12.0 D.tajuk 83.4 82.8 11.90 0.000 140.85*

5 D.bbscab = - 0.53 + 6.89 D.tajuk 75.5 74.6 8.756 0.000 86.23*

F0.05 (1;28) = 4.2 F0.01 (1;28) = 7.64 * = sangat nyata

Dari keseluruhan diameter pohon yang ada, diameter tajuk yang mempunyai nilai koefisien determinasi terkecil dengan dimensi pohon lainnya dibandingkan diameter setinggi dada, diameter pangkal, dan diameter bebas cabang. Dari tabel di atas diketahui bahwa semua persamaan di atas memiliki nilai F-hitung yang lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata 1% dan taraf nyata 5%. Hal ini menunjukkan bahwa diameter tajuk berpengaruh sangat nyata untuk menduga nilai diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas cabang, tinggi total, serta tinggi bebas cabang pada masing-masing persamaan yang diuji.

(42)

memuaskan. Diameter tajuk dapat menjelaskan sebesar 83.4% variasi diameter pangkal pohon, 83.3% variasi diameter setinggi dada, 75.5% variasi diameter bebas cabang, 47.7% variasi tinggi total pohon, serta 26.6% variasi tinggi bebas cabang sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain.

Berdasarkan nilai-p yang diperoleh dapat dilihat bahwa persamaan yang ada dapat diandalkan karena nilai-p kurang dari 5% yaitu sebesar 0.000. Artinya berdasarkan data yang ada sedikitnya terdapat satu nilai koefisien regresi (βi ; i = 1, 2) yang tidak bernilai nol (0).

Hubungan antara Diameter Batang Relatif dengan Tinggi Batang Relatif

Hubungan antara diameter relatif dengan tinggi relatif dapat diukur dari besarnya nilai koefisien korelasi (r). Dari hasil perhitungan diketahui nilai korelasi antara diameter relatif (d/D) dan tinggi relatif (h/H) adalah –0.794, nilai ini menggambarkan keeratan hubungan yang tinggi antara diameter relatif dengan tinggi relatifnya dan korelasi yang bernilai negatif menunjukkan bahwa setiap peningkatan tinggi relatif akan diikuti dengan penurunan diameter relatif. Hal ini sesuai dengan Walpole (1993) yang menyatakan bahwa jika nilai r mendekati 1 atau -1 maka hubungan antara kedua peubah itu kuat dan berarti terdapat korelasi yang tinggi di antara keduanya.

Penyusunan Persamaan Taper

Persamaan taper yang disusun pada penelitian ini ada enam persamaan taper yang menggunakan seluruh data diameter relatif dan tinggi relatif. Persamaan taper disusun menggunakan peubah tak bebas berupa diameter relatif yaitu (d/D) dan (d/D)2 serta peubah bebas berupa tinggi relatif yaitu (h/H), (h/H)2 dan (h/H)3. Secara keseluruhan model umum persamaan taper dapat dilihat pada Lampiran 3.

(43)

33

Tabel 9 Persamaan Taper

No Persamaan R2 R2adj S Nilai-p F-hit

1 d/D = 1.03 - 0.333 h/H 63.1 62.9 0.08604 0.000 298.94 *

2 d/D = 1.04 - 0.429 h/H + 0.0975 (h/H)2 63.8 63.4 0.0854 0.000 153.54* 3 d/D = 1.04 - 0.426 h/H + 0.085 (h/H)2 +

0.009 (h/H)3

63.8 63.2 0.08564 0.000 101.78*

4 (d/D)2 = 1.04 - 0.559 h/H 66.7 66.5 0.1334 0.000 350.95* 5 (d/D)2 = 1.06 - 0.640 h/H + 0.0823 (h/H)2 66.9 66.5 0.1334 0.000 176.07* 6 (d/D)2 = 1.06 - 0.436 h/H - 0.726 (h/H)2 +

0.627 (h/H)3

68.4 67.8 0.1308 0.000 124.62*

F0.05 (3;173) = 2,6 F0.01 (3;173) = 3.78 * = sangat nyata

Keberartian persamaan regresi yang merupakan hubungan antara peubah bebas dengan peubah tidak bebas dapat diketahui dari uji statistik F dengan membandingkan nilai F-hitung terhadap F-tabel. Dari tabel diatas diketahui bahwa semua persamaan taper umum memiliki nilai F-hitung yang lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata 1% dan taraf nyata 5%. Hal ini menunjukkan bahwa semua tinggi relatif pada masing-masing persamaan taper yang diuji berpengaruh sangat nyata untuk menduga nilai diameter relatif, sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa persamaan taper dapat disusun berdasarkan hubungan diameter relatif dengan tinggi relatif dapat diterima.

Ketelitian atau keberartian dari persamaan yang dihasilkan ditentukan dari besarnya nilai Koefisien determinasi (R2), Koefisien determinasi terkoreksi (R2adj), Simpangan baku (s), dan nilai-p. Berdasarkan nilai-nilai tersebut yang diperoleh dari hasil pengujian maka keenam persamaan tersebut di atas cukup teliti untuk digunakan sebagai persamaan taperS. leprosula.

(44)

koefisien determinasi ini dapat menggambarkan tingkat ketelitian dan keeratan hubungan antara peubah bebas dan peubah tidak bebasnya.

Persamaan keenam tersebut memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 68.4% dan untuk nilai koefisien determinasi terkoreksi sebesar 67.8%. Nilai koefisien determinasi ini menunjukkan bahwa peubah tak bebas persamaan tersebut dapat dijelaskan sebesar 68.4% oleh peubah bebasnya sedangkan sisanya sebesar 21.6% dijelaskan oleh peubah yang lain. Persamaan ini memiliki nilai koefisien yang cukup tinggi dimana semakin besar nilai koefisien determinasi maka semakin baik persamaan tersebut dalam menerangkan keragaman datanya.

Nilai simpangan baku sisaan (S) persamaan keenam lebih kecil dibandingkan nilai S persamaan kelima. Kedua nilai besaran tersebut berbeda sebesar 0.0026 (0.26%). Berdasarkan perbedaan nilai besaran ini maka persamaan keenam lebih teliti daripada persamaan kelima. Peningkatan ketelitian persamaan keenam sebesar 0.26% diduga akibat penambahan peubah bebas (h/H)3.

Berdasarkan nilai-p yang diperoleh dapat dilihat bahwa semua persamaan taper yang ada dapat diandalkan karena nilai-p untuk setiap persamaannya kurang dari 5%. Artinya berdasarkan data yang ada sedikitnya terdapat satu nilai koefisien regresi (βi ; i = 1, 2) yang tidak bernilai nol (0).

Angka Bentuk Batang Rata-Rata Shorea leprosula Miq.

Angka bentuk yang diperoleh pada penelitian yaitu :

1) Angka bentuk absolut berdasarkan volume aktual sebesar 0.71 2) Angka bentuk setinggi dada berdasarkan volume aktual sebesar 0.77

(45)

35

Tabel 10 Simpangan rata-rata dan simpangan agregatif dari persamaan volume yang diuji dengan menggunakan angka bentuk batang

Persamaan penduga volume dengan angka bentuk f -absolut f- setinggi dada

No Simpangan dalam (%)

0.71 0.77

1 Rata-rata 10.01 8.52

2 Agregat 1.35 1.35

Dengan melihat Tabel 10 tersebut, nilai SR dari angka bentuk absolut tidak memenuhi kriteria keakuratan karena lebih dari 10% sedangkan angka bentuk setinggi dadamemenuhi kriteria keakuratan. Untuk nilai SA dari semua angka bentuk tidak memenuhi kriteria keakuratan karena mempunyai nilai lebih dari 1%.

Penggunaan angka bentuk 0.77 relatif lebih teliti jika dibandingkan dengan angka bentuk 0.71. Hasil pengujian angka bentuk 0.77 memberikan nilai simpangan rata-rata lebih kecil dari 10% dan simpangan agregatif yang lebih besar dari 1%, sehingga angka bentuk batang ini secara statistik cukup memenuhi syarat untuk dipakai sebagai faktor koreksi pada pendugaan volume batang S. leprosula.

Hubungan antara Rasio Diameter dengan Angka Bentuk Pohon

Nilai rasio diameter yang diperoleh yaitu rata-rata dari perbandingan antara diameter bebas cabang dengan diameter setinggi dada (dbc/dbh), dan diameter bebas cabang dengan diameter pangkal (dbc/dp). Sedangkan angka bentuk pohon yang diperoleh adalah rata-rata dari angka bentuk batang, baik angka bentuk setinggi dada ataupun angka bentuk absolut.

(46)

penurunan rasio diameter bebas cabang dengan dbh. Rendahnya nilai korelasi ini juga terjadi pada hubungan antara rasio diameter dengan angka bentuk lainnya.

Penyusunan Persamaan Rasio Diameter

Persamaan ini menggunakan peubah bebas berupa rasio diameter dan peubah tidak bebas yaitu angka bentuk pohon. Perhitungan nilai rasio diameter dengan angka bentuk pohon dapat dilihat pada Lampiran 6. Seluruh persamaan regresi dari rasio diameter secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil analisis regresi dari persamaan rasio diameter dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Persamaan regresi dari rasio diameter

No Persamaan R2 R2adj S

Nilai-p

F-hit

1 f bh = 0.944 - 0.241 dbc/dbh 10.8 7.7 0.09998 0.076 3.40

2 f absolut = 0.816 - 0.146 dbc/dbh

6.4 3.0 0.08097 0.179 1.90

3 fbh2 = 0.877 - 0.378 dbc/dbh 11.1 7.9 0.1548 0.072 3.49

4 fabs2 = 0.663 - 0.208 dbc/dbh 6.3 3.0 0.1155 0.179 1.90 5 f bh = 0.930 - 0.230 dbc/dp 8.2 5.0 0.1014 0.124 2.51

6 f absolut = 0.817 - 0.154 dbc/dp 5.9 2.5 0.08117 0.196 1.76

7 fbh2 = 0.855 - 0.362 dbc/dp 8.5 5.3 0.1570 0.118 2.61

8 fabs2 = 0.663 - 0.217 dbc/dp 5.8 2.4 0.1158 0.200 1.72

F0.05 (1;28) = 4.20 F0.01 (1;28) = 7.64 * = sangat nyata

(47)

37

Dari dua persamaan terbaik yang ada ternyata dapat diketahui bahwa rasio diameter mempunyai hubungan model yang lebih baik terhadap angka bentuk setinggi dadadibandingkan angka bentuk absolut. Hal ini terlihat dari nilai koefisien determinasi antara rasio diameter dengan angka bentuk setinggi dada yang lebih tinggi daripada nilai koefisien determinasi antara rasio diameter dengan angka bentuk absolut.

Berdasarkan nilai-p yang diperoleh dapat dilihat bahwa semua persamaan rasio diameter yang ada tidak dapat diandalkan karena nilai-p lebih dari 5%. Artinya berdasarkan data yang ada tidak ada satupun nilai koefisien regresi (βi ; i = 1, 2) yang tidak bernilai nol (0).

(48)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. S. leprosula pada umur 11 tahun mempunyai nilai diameter setinggi dada (dbh) minimum 3.8; maksimum 30.2; rata-rata 17.5 cm, tinggi total (Ttot) min 2; maks 15; rata-rata 9.7 m, serta tinggi bebas cabang (Tbc) min 0.8; maks 10; rata-rata 5.6 m. Umur 18 tahun mempunyai dbh min 15; maks 46.2; rata-rata 31.9 cm, Ttot min 13.5; maks 29; rata-rata 22.3 m, serta Tbc min 4.5; maks 18; rata-rata 13.9 m. Umur 19 dbh min 11.7; maks 48.7; rata-rata 29.4 cm, Ttot min 7; maks 29; rata-rata 19 m, serta Tbc min 3.5; maks 18; rata-rata 12.2 m. Umur 35 dbh min 21.8; maks 63.2; rata-rata 43.4 cm, Ttot min 24; maks 32; rata-rata 28.6 m, serta Tbc min 10; maks 21; rata-rata 15.7 m. Umur 52 tahun mempunyai dbh min 26.8; maks 84.7; rata-rata 50.9 cm, Ttot min 22; maks 35; rata-rata 30.3 m, serta Tbc min 10; maks 23; rata-rata 17 m. Umur 64 dbh min 102.7; maks 121.4; rata-rata 109.47 cm, Ttot min 34; maks 36; rata-rata 35.3 m, serta Tbc min 21; maks 24; rata-rata 22.3 m.

2. Korelasi tertinggi dari hubungan antara diameter dengan dimensi pohon lainnya yaitu pada korelasi antara diameter setinggi dada dengan diameter pangkal pohon sebesar 0.998.

3. Persamaan regresi terbaik yang terbentuk dengan menggunakan peubah bebas berupa diameter pohon, yaitu :

(49)

39

4. Persamaan taper S. leprosula di Hutan Penelitian Haurbentes dapat disusun berdasarkan hubungan antara diameter relatif dan tinggi relatif, dimana korelasinya bernilai -0.794. Kurva taper terbaik yang dihasilkan berbentuk kuadratik dengan persamaan tapernya adalah: (d/D)2 = 1.06 - 0.436 h/H - 0.726 (h/H)2 + 0.627 (h/H)3 dengan nilai koefisien determinasi (R2) 68.4%, koefisien determinasi terkoreksi (R2adj) 67.8%, dan nilai simpangan 0.1308. 5. Angka bentuk batang yang dimiliki S. leprosula di Hutan Tanaman

Haurbentes yaitu sebesar 0.71 untuk angka bentuk absolut dengan nilai Simpangan Rata-rata (SR) 10.01%, dan Simpangan Agregat (SA) 1.35% serta untuk angka bentuk setinggi dada sebesar 0.77 dengan nilai SR 8.52% dan SA 1.35%.

Saran

1. Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk jenis pohon lain terutama untuk jenis Dipterocarpaceae lainnya serta perlunya panambahan dimensi pohon yang diukur karena semakin banyak karakteristik maka akan makin dapat menggambarkan model pohon sebenarnya.

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Ardikoesoema RI, T Noerkamal. 1955. Percobaan Tanaman Shorea leprosula di Jawa. Bogor: Balai Penyelidikan Kehutanan.

Belyea HC. 1950. Forest Measurement. New York: John Wiley and Sons Inc.

Djamhuri E, I Hilwan, Istomo, I Soerianegara. 2002. Dendrologi. Laboratorium Ekologi Hutan. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Hidayanto MA. 2006. Diagnosis Jenis Shorea parvifolia Dyer. dan Shorea leprosula Miq. Berdasarkan RAPD. Skripsi. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan.

Husch B. 1963. Forest Mensuration and Statistics. New York: The Ronald Press Company.

Husch B, CI Miller, TW Beers. 1971. Forest Mensuration (Translated by H Simon). New York: The Ronald Press Company.

Husch B, TW Beers, JA Kershaw. 2003. Forest Mensuration. New Jersey: John Wiley and Sons Inc.

Kelompok Peneliti Silvilkultur Pusat Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 2004. Data Hasil Pengukuran Dimensi Pohon. Bogor : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Tidak Dipublikasikan.

Laasasenaho J. 1993. Modelling Taper Curves and Stem Increment. Proceedings IUFRO p. 54-57. USA: West Virginia University.

[Litbang Kehutanan]. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 2000. Leaflet Hutan Penelitian Haurbentes Jasinga. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Loetsch F, F Zohrer, KE Haller. 1973. Forest Inventory Vol II (Translated by KF Panzer). Munchen: BLV Verlagsgesellschaft.

(51)

41

Putro, LHS. 1993. Model Penduga Volume Batang Melalui Pengujian Bentuk Batang Meranti Merah (Shorea parvifolia Dyer.) Berdasarkan Integrasi Persaman Taper di Kalimantan. Skripsi. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.

Suhendang E. 1990. Hubungan antara Dimensi Tegakan Hutan Tanaman dengan Faktor Tempat Tumbuh dan Tindakan Silvikultur pada Hutan Tanaman Pinus merkusii Jungh et de Vriese di Pulau Jawa. Disertasi. Bogor: Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.

Sutamo H, S Riswan. 1997. Latihan Mengenal Pohon Hutan : Kunci Identifikasi dan Faktor Jenis. Bogor: Prosea Indonesia.

Sutisna U, T Kalima, Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Bogor. Yayasan Prosea.

Wahjono D. 1989. Penyusunan Persamaan Taper dan Pendugaan Volume Batang Pinus merkusii Jungh et de Vriese di KPH Bandung Utara Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Tesis. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.

(52)
(53)

43

Lampiran 1 Rekapitulasi data pengukuran dimensi pohon contoh

(54)
(55)
(56)
(57)

47

Lampiran 2 Korelasi data dan model umum dimensi pohon

Correlations: DBH, D.pangkal, D.bbscab, D.tajuk, Ttot, TBC

DBH D.pangka D.bbscab D.tajuk Ttot

Regression Analysis: Ttot versus DBH

The regression equation is

R denotes an observation with a large standardized residual X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Regression Analysis: TBC versus DBH

(58)

Regression Analysis: D.pangkal versus DBH

The regression equation is D.pangkal = 1.67 + 0.998 DBH Predictor Coef SE Coef T P

Regression Analysis: D.bbscab versus DBH

The regression equation is D.bbscab = 6.57 + 0.555 DBH Predictor Coef SE Coef T P

Regression Analysis: D.tajuk versus DBH

The regression equation is D.tajuk = 1.58 + 0.0695 DBH Predictor Coef SE Coef T P

Regression Analysis: Ttot versus D.pangkal

The regression equation is Ttot = 14.8 + 0.209 D.pangkal Predictor Coef SE Coef T P

Regression Analysis: TBC versus D.pangkal

(59)

49

Regression Analysis: DBH versus D.pangkal

The regression equation is DBH = - 1.57 + 1.00 D.pangkal Predictor Coef SE Coef T P

Regression Analysis: D.bbscab versus D.pangkal

The regression equation is D.bbscab = 5.63 + 0.556 D.pangkal Predictor Coef SE Coef T P

Regression Analysis: D.tajuk versus D.pangkal

The regression equation is D.tajuk = 1.46 + 0.0697 D.pangkal Predictor Coef SE Coef T P

Regression Analysis: Ttot versus D.bbscab

(60)

Regression Analysis: TBC versus D.bbscab

The regression equation is TBC = 7.19 + 0.0912 D.bbscab Predictor Coef SE Coef T P

Regression Analysis: DBH versus D.bbscab

The regression equation is DBH = - 2.09 + 1.52 D.bbscab Predictor Coef SE Coef T P

Regression Analysis: D.pangkal versus D.bbscab

The regression equation is D.pangkal = - 0.54 + 1.52 D.bbscab Predictor Coef SE Coef T P

Regression Analysis: D.tajuk versus D.bbscab

The regression equation is D.tajuk = 1.30 + 0.110 D.bbscab Predictor Coef SE Coef T P

Regression Analysis: Ttot versus D.tajuk

(61)

51

Regression Analysis: TBC versus D.tajuk

The regression equation is TBC = 4.98 + 1.06 D.tajuk Predictor Coef SE Coef T P

Regression Analysis: DBH versus D.tajuk

The regression equation is DBH = - 10.6 + 12.0 D.tajuk Predictor Coef SE Coef T P

Regression Analysis: D.pangkal versus D.tajuk

The regression equation is D.pangkal = - 8.96 + 12.0 D.tajuk Predictor Coef SE Coef T P

Regression Analysis: D.bbscab versus D.tajuk

(62)

Lampiran 3 Korelasi data dan model umum persamaan taper

Correlations: h/H, d/D

Pearson correlation of h/H and d/D = -0.794 P-Value = 0.000

Correlations: h/H, d/D, (d/D)^2, (h/H)^2, (h/H)^3

h/H d/D (d/D)^2 (h/H)^2

Regression Analysis: d/D versus h/H

The regression equation is d/D = 1.03 - 0.333 h/H Predictor Coef SE Coef T P

Regression Analysis: d/D versus h/H, (h/H)^2

The regression equation is d/D = 1.04 - 0.429 h/H + 0.0975 (h/H)^2 Predictor Coef SE Coef T P

Regression Analysis: d/D versus h/H, (h/H)^2, (h/H)^3

(63)

53

Regression Analysis: (d/D)^2 versus h/H

The regression equation is (d/D)^2 = 1.04 - 0.559 h/H Predictor Coef SE Coef T P

Regression Analysis: (d/D)^2 versus h/H, (h/H)^2

The regression equation is (d/D)^2 = 1.06 - 0.640 h/H + 0.0823 (h/H)^2 Predictor Coef SE Coef T P

Regression Analysis: (d/D)^2 versus h/H, (h/H)^2, (h/H)^3

(64)

Lampiran 4 Nilai Simpangan Rata-rata dan Simpangan Agregat dari rata-rata angka bentuk setinggi dada

No Vai Vsil Vti Vai-Vti (Vai-Vti)/Vti SR SA

1 7.0045 9.1024 6.8268 0.1777 0.0260 8.52 1.35

2 12.0461 17.8240 13.3680 1.3219 0.0742

3 10.5323 18.8690 14.1518 3.6195 0.1918

4 16.2695 24.1097 18.0823 1.8128 0.0752

5 0.4620 0.6816 0.5112 0.0493 0.0723 6 1.4390 1.7907 1.3430 0.0959 0.0536 7 1.3049 1.6202 1.2151 0.0898 0.0554 8 3.1423 4.8313 3.6235 0.4812 0.0996 9 2.4067 2.7827 2.0870 0.3197 0.1149 10 1.1500 1.4623 1.0967 0.0533 0.0365 11 0.5996 0.6615 0.4961 0.1034 0.1563 12 0.9187 1.0627 0.7970 0.1216 0.1145 13 2.5018 3.6444 2.7333 0.2316 0.0635 14 3.4929 5.0434 3.7826 0.2897 0.0574 15 0.1080 0.1314 0.0985 0.0094 0.0719 16 0.2169 0.2769 0.2077 0.0092 0.0331 17 0.6418 0.9369 0.7027 0.0609 0.0650 18 0.5017 0.5768 0.4326 0.0690 0.1197 19 0.5918 0.9055 0.6791 0.0873 0.0964 20 1.0167 1.3802 1.0352 0.0185 0.0134 21 0.3092 0.5080 0.3810 0.0718 0.1413 22 0.4958 0.6359 0.4769 0.0189 0.0298 23 1.0626 1.3337 1.0003 0.0623 0.0467 24 1.5559 2.1570 1.6177 0.0619 0.0287 25 2.1820 2.8549 2.1412 0.0408 0.0143 26 0.2169 0.2399 0.1799 0.0370 0.1543 27 0.3834 0.4623 0.3467 0.0367 0.0793 28 0.3304 0.3459 0.2594 0.0710 0.2053 29 0.5605 0.6003 0.4502 0.1102 0.1836 30 0.5028 0.5315 0.3987 0.1042 0.1960

Jumlah 73.9466 80.5224 2.6700

(65)

55

(66)

Lampiran 6 Perhitungan nilai rasio diameter dan angka bentuk pohon

(67)

57

Lampiran 7 Korelasi data dan model umum rasio diameter

Correlations: dp/dbh; dbc/dbh; dbc/dp; f bh; f absolut

dp/dbh dbc/dbh dbc/dp f buatan

Regression Analysis: fbh^2 versus dbc/dbh

The regression equation is fbh^2 = 0.877 - 0.378 dbc/dbh

Predictor Coef SE Coef T P

R denotes an observation with a large standardized residual

Regression Analysis: fbh^2 versus dbc/dp

The regression equation is fbh^2 = 0.855 - 0.362 dbc/dp

Predictor Coef SE Coef T P

Gambar

Gambar 1. Model Arsitektur Shorea leprosula
Gambar 2. Bentuk geometrik bagian-bagian batang pohon
Tabel 1   Kelas kelerengan areal Hutan Tanaman Haurbentes
Gambar 3. Pembagian batang (seksi) pada pohon contoh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebaliknya, jika suatu proses memiliki CPU burst yang lebih besar dibandingkan dengan waktu quantum, maka proses tersebut akan dihentikan sementara jika sudah mencapai waktu

Tidak terdapat pengaruh beban kerja terhadap kelelahan menunjukan dari hasil regresi logistik ordinal dengan nilai p-value (0,961) &gt; α-(0,05). Terdapat pengaruh

WIDODO SUDIYONO,

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut: (a) mengkaji standar isi dan kompetensi dasar pembelajaran kimia SMA, khususnya pokok bahasan hidrolisis

Meski membaik dari triwulan sebelumnya, defisit transaksi berjalan triwulan IV-2014 tercatat lebih besar dibandingkan dengan defisit sebesar US$4,3 miliar (2,05% PDB)

Para Pihak akan mengadakan konsultasi bilateral antara para pejabatnya terkait masalah-masalah hubungan dan kerja sama bilateral serta isu-isu regional dan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fragmen gen NRAMP-1|S ac I ekson 11 dan INOS|AluI intron 24 pada pada ayam Sentul Seleksi bersifat polimorfik karena terdapat tiga

Salah satunya dengan memenuhi kebutuhan bahan-bahan industri melalui pendirian pabrik industri kimia dan diusahakan untuk dapat mengekspor produk kimia seperti sodium