• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Kerusakan Pohon Jalur Hijau Jalan Yang Disebabkan oleh Tanaman Strangler (Pencekik) di Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Kerusakan Pohon Jalur Hijau Jalan Yang Disebabkan oleh Tanaman Strangler (Pencekik) di Kota Bogor"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KERUSAKAN POHON JALUR HIJAU JALAN YANG

DISEBABKAN OLEH TANAMAN

STRANGLER

(PENCEKIK)

DI KOTA BOGOR

DIBYANTI DANNISWARI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Evaluasi Kerusakan Pohon Jalur Hijau Jalan yang Disebabkan oleh Tanaman Strangler (Pencekik) di Kota Bogor” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Dibyanti Danniswari

(4)
(5)

ABSTRAK

DIBYANTI DANNISWARI. Evaluasi Kerusakan Pohon Jalur Hijau Jalan yang Disebabkan oleh Tanaman Strangler (Pencekik) di Kota Bogor. Dibimbing oleh NIZAR NASRULLAH.

Pohon jalur hijau jalan di sejumlah tempat di Kota Bogor ditumbuhi oleh tanaman pencekik. Tanaman pencekik dapat menjadi penyebab tumbangnya pohon jalur hijau dan membahayakan keselamatan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melakukan analisis vegetasi tanaman pencekik di Kota Bogor, mengevaluasi kerusakan yang disebabkan oleh tanaman pencekik, dan menyusun rekomendasi pemeliharaan pohon yang terkena tanaman pencekik. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei di Jalan Jend. Ahmad Yani, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Pemuda, Jalan Dr. Semeru, dan Jalan Jend. Sudirman. Data yang dikumpulkan mencakup spesies dan jumlah tanaman pencekik beserta pohon inangnya; diameter pohon; tinggi inang dan tanaman pencekik; kelebatan akar dan tajuk pencekik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies pencekik yang ditemukan di Kota Bogor, antara lain, adalah Ficus benjamina, Ficus glauca, Ficus elastica, dan Schefflera actinophylla.

Spesies yang paling banyak ditemukan adalah F. benjamina dengan indeks nilai penting sebesar 185,9. Di antara kelima lokasi penelitian, jalur hijau yang mengalami kerusakan paling tinggi adalah Jalan Pemuda dengan jumlah pohon yang rusak sebesar 37,9% dari total pohon rusak di seluruh lokasi penelitian. Pemeliharaan pada pohon jalur hijau yang tercekik berbeda bergantung pada tingkat kerusakan yang dialaminya.

Kata kunci: dominansi, frekuensi, kelimpahan, pemeliharaan pohon, pohon jalur hijau, tanaman pencekik.

ABSTRACT

DIBYANTI DANNISWARI. Evaluation of Roadside Greenbelt Trees Damage Caused by Strangler Plants in Bogor. Supervised by NIZAR NASRULLAH.

Some roadside greenbelt trees in Bogor are found strangled by strangler plants. Strangler plants sometimes be the cause of roadside greenbelt trees to fall. Therefore, the objective of this study is to analyze the vegetation of strangler plants in Bogor, to evaluate damage caused by stranglers, and to compose strangled trees maintenance recommendations. This study was conducted by survey method at Jalan Jend. Ahmad Yani, Jalan Jend. Sudirman, Jalan Pemuda, Jalan Dr. Semeru, and Jalan Ir. H. Juanda. The collected data consisted of tree species and number of stranglers; tree diameter; host tree and strangler height; and strangler canopy and root density. The results showed that there are some strangler species found in Bogor, those are Ficus benjamina, Ficus glauca, Ficus elastica, and Schefflera actinophylla. The most frequent species in Bogor is F. benjamina. It has the highest important value index at 185,9. Among those five study locations, the most damaged roadside greenbelt is Jalan Pemuda with 37,9% of all damaged trees are there. The maintenance for every strangled trees is different according to the damage level.

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2014

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

EVALUASI KERUSAKAN POHON JALUR HIJAU JALAN YANG

DISEBABKAN OLEH TANAMAN

STRANGLER

(PENCEKIK)

DI KOTA BOGOR

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DIBYANTI DANNISWARI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi yang berjudul “Evaluasi Kerusakan Pohon Jalur Hijau Jalan yang disebabkan oleh Tanaman Strangler (Pencekik) di Kota Bogor” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian.

Penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. selaku pembimbing yang telah banyak mengarahkan, memberikan saran, dan menyediakan waktunya selama penulisan skripsi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Di samping itu, penghargaan dan ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada segenap keluarga ARL 47 atas dukungannya.

Penulis berharap studi ini dapat memberikan manfaat baik secara akademis maupun praktis.

Bogor, Agustus 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Peneliatian 2

Manfaat Penelitian 2

Kerangka Pemikiran 2

TINJAUAN PUSTAKA 4

Evaluasi 4

Jalur Hijau Jalan 4

Tanaman Pencekik 5

Analisis Vegetasi 9

METODE 10

Lokasi dan Waktu Penelitian 10

Alat dan Bahan 10

Metode Penelitian 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Kondisi Umum 18

Jalan Jenderal Ahmad Yani 19

Jalan Ir. H. Juanda 20

Jalan Pemuda 21

Jalan Dr. Semeru 22

Jalan Jenderal Sudirman 23

Analisis Vegetasi Tanaman Pencekik 25

Frekuensi Tanaman Pencekik 25

Kelimpahan Tanaman Pencekik 28

Dominansi Tanaman Pencekik 30

Indeks Nilai Penting 32

Keragaman Tanaman Pencekik 33

Hubungan Tanaman Pencekik dengan Pohon Inang 34

Penilaian Kerusakan Pohon Jalur Hijau Jalan 38

(14)

SIMPULAN DAN SARAN 46

Simpulan 46

Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 48

LAMPIRAN 51

(15)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah plot penelitian yang diamati 12

2 Klasifikasi diameter batang pohon 13

3 Klasifikasi tinggi pencekik 14

4 Klasifikasi kelebatan tajuk pencekik 14

5 Klasifikasi kelebatan akar pencekik 15

6 Klasifikasi jumlah akar pencekik 15

7 Kualifikasi stadium pertumbuhan pencekik 15

8 Klasifikasi stadium kerusakan pohon inang 17

9 Klasifikasi kerusakan jalur hijau jalan 17

10 Ilustrasi rekomendasi pemeliharaan 18

11 Daftar populasi pohon tepi jalan di dalam plot penelitian 18 12 Analisis vegetasi tanaman pencekik pada seluruh lokasi penelitian 26 13 Analisis vegetasi tanaman pencekik per lokasi penelitian 27

14 Indeks keragaman tanaman pencekik 32

15 Spesies inang beserta tanaman pencekiknya 35

16 Keberadaan pencekik berdasarkan diameter pohon 37

17 Keberadaan pencekik berdasarkan tinggi pohon 37

18 Kerusakan pohon jalur hijau Kota Bogor 38

19 Keterangan spesies inang dan pencekik Gambar 21 41

20 Kerusakan jalur hijau Kota Bogor 41

21 Rekomendasi jenis pemeliharaan 44

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 3

2 Proses tanaman pencekik mencekik inangnya dalam tiga tahap 6 3 (a) Tajuk, (b) daun, dan (c) buah F. benjamina (beringin) 7

9 Pertumbuhan tanaman pencekik (a) stadium 1, (b) stadium 2,

(c) stadium 3, (d) stadium 4, dan (e) stadium 5 16

15 Contoh spesies pencekik yang ditemukan di lapang: (a) Ficus benjamina (beringin), (b) Ficus elastica (beringin karet), (c)

Ficus glauca (bunut), dan (d) Schefflera actinophylla 26

(16)

17 Burung di pohon jalur hijau Jalan Ahmad Yani 29 18 Bentuk kanopi (a) F. elastica, (b) F. benjamina, dan

(c) S. actinophylla di Jalan Ir. H. Juanda 31

19 Pohon pencekik dengan inang yang sudah mati 35

20 Tanaman pencekik yang ada di pohon palem raja 36

21 Pohon dengan kerusakan (a) sangat ringan, (b) ringan, (c) cukup parah,

(d) parah, dan (e) sangat parah 40

22 Tingkat kerusakan jalur hijau jalan 41

23 Pohon dengan kerusakan sangat parah di Jalan Jend. Ahmad Yani 42 24 Pohon dengan kerusakan sangat parah di Jalan Pemuda 43

DAFTAR LAMPIRAN

1 Form penelitian 51

2 Sebaran plot penelitian 52

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penurunan kualitas lingkungan terjadi di berbagai tempat, terutama di kota-kota besar. Permasalahan lingkungan yang terjadi, antara lain, berkurangnya area resapan air, tingginya pencemaran udara, hingga menurunnya kenyamanan manusia. Salah satu solusi yang diterapkan untuk mengatasi menurunnya kualitas lingkungan adalah dengan membentuk ruang terbuka hijau (RTH). Salah satu bentuk RTH yang banyak ditemukan di perkotaan adalah jalur hijau jalan karena cenderung tidak memerlukan area yang luas. Jalur hijau jalan merupakan bagian jalan yang ditanami berbagai tanaman, terutama pohon. Jalur penanaman harus berada di luar ruang manfaat jalan dan dapat berada di ruang milik jalan (rumija) atau ruang pengawasan jalan (ruwasja). Hanya tanaman di median jalan yang diperbolehkan berada di dalam ruang manfaat jalan (PU 2012).

Kota Bogor merupakan salah satu kota besar yang berkedudukan sebagai kota penyangga DKI Jakarta. Sebagai kota penyangga, aktivitas masyarakat di dalam Kota Bogor semakin lama akan semakin padat. Keberadaan jalur hijau diperlukan agar dapat menyeimbangkan kondisi lingkungan. Jalur hijau dapat menjalankan fungsinya dengan optimal jika disertai dengan kondisi pohon-pohon yang baik. Pohon jalur hijau di Kota Bogor umumnya berupa pohon yang sudah dewasa sehingga mampu memberikan manfaat maksimal bagi lingkungan. Namun, sebagian dari pohon tersebut terbelit oleh tanaman strangler (pencekik) sehingga dikhawatirkan tidak dapat berfungsi maksimal.

Tanaman pencekik adalah jenis tanaman yang awalnya hidup menumpang pada tanaman inang (epifit). Benih tanaman pencekik umumnya terbawa oleh hewan liar dan terjatuh di dahan pohon. Akar dan tajuk tanaman pencekik akan tumbuh pada dahan pohon tersebut. Seiring dengan pertumbuhannya, tanaman pencekik akan mengirimkan akar-akar ke tanah untuk mengambil nutrien secara langsung. Ketika akar pencekik sudah menapai tanah, pertumbuhannya akan semakin cepat dan lama-kelamaan akan melilitkan diri kepada tanaman inang (Lodge 2005). Tanaman ini sering mematikan pohon inangnya, tajuk tanaman pencekik akan menghalangi sumber cahaya dan akarnya akan menjadi pesaing dalam mengambil nutrien. Tajuk dan akar yang terus bertambah lebat akan membuat pohon inang kalah dalam memperebutkan cahaya dan nutrien, akibatnya pohon inang akan mati.

(18)

tumbang ke jalan. Kota Bogor memiliki curah hujan yang tinggi sehingga faktor iklim juga dapat menjadi salah satu ancaman bagi keselamatan pengguna jalan.

Di Kota Bogor, terdapat lima jalan raya yang sering dilalui dan diperkirakan pohon-pohon inangnya rawan tumbang, yaitu Jalan Jend. Sudirman, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Jend. Ahmad Yani, Jalan Pemuda, dan Jalan Dr. Semeru. Jalan-jalan tersebut merupakan jalan yang tergolong relatif tua. Kelima jalan tersebut penting untuk diperhatikan agar kejadian pohon tumbang akibat tanaman pencekik dapat dicegah. Oleh karena itu, lokasi tersebut dijadikan lokasi penelitian dalam melakukan evaluasi terhadap kerusakan yang disebabkan oleh tanaman pencekik. Hasil evaluasi merupakan landasan yang penting agar dapat menentukan tindakan pemeliharaan yang tepat di masa yang akan datang.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, tujuan penelitian ini adalah

1. melakukan analisis vegetasi terhadap tanaman pencekik di Kota Bogor, 2. melakukan penilaian kerusakan pohon jalur hijau yang disebabkan oleh

tanaman pencekik, dan

3. menyusun rekomendasi pemeliharaan fisik pohon yang ditumpangi oleh tanaman pencekik.

Manfaat Penelitian

Secara akademis, penelitian ini bermanfaat dalam melengkapi literatur bagi kalangan akademik tentang kerusakan jalur hijau yang disebabkan oleh tanaman pencekik. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pihak pengelola lanskap jalur hijau agar melakukan tindakan yang tepat terhadap keberadaan tanaman pencekik di jalur hijau jalan.

Kerangka Pemikiran

Jalur hijau Kota Bogor terdiri dari berbagai komposisi tanaman. Pohon merupakan komponen utama yang menyusun jalur hijau jalan. Di jalur hijau Kota Bogor, terdapat sebagian pohon yang secara tidak sengaja ditumpangi oleh tanaman pencekik. Keberadaan tanaman pencekik di pohon jalur hijau diduga akan mempengaruhi kondisi jalur hijau secara keseluruhan. Pada tingkat tertentu, keberadaan tanaman pencekik dapat menjadi salah satu penyebab kerusakan jalur hijau karena sifatnya yang dapat mematikan pohon inang.

(19)

Gambar 1 Kerangka pemikiran Jalur hijau jalan Kota Bogor

Pohon dewasa Terkena tanaman pencekik

Inventarisasi:

1. Jumlah tanaman pencekik dan pohon inang 2. Jenis tanaman pencekik dan pohon inang 3. Lingkar batang

4. Tinggi pohon 5. Kelebatan tajuk 6. Kelebatan akar

Analisis

Analisis vegetasi: 1. Frekuensi

2. Kelimpahan 3. Dominansi

4. Indeks nilai penting (INP) 5. Keragaman spesies

Penilaian kerusakan pohon: 1. Penilaian diameter batang 2. Penilaian tinggi pencekik 3. Penilaian kelebatan tajuk

tanaman pencekik 4. Penilaian kelebatan akar

tanaman pencekik

5. Penilaian jumlah akar pencekik 6. Penilaian stadium pertumbuhan

pencekik

7. Penilaian kerusakan pohon inang dan jalur hijau

Rekomendasi pemeliharaan: 1. Pemotongan akar pencekik

2. Pengelupasan akar pencekik dari batang pohon inang

3. Pemangkasan berat pada akar dan tajuk pencekik

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Evaluasi

Evaluasi merupakan proses penyediaan informasi tentang tingkat pencapaian suatu kegiatan, perbedaan suatu kondisi dengan standar tertentu, serta penilaian tentang kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh pelaksanaan kinerja tertentu (Umar 2002). Kegiatan evaluasi membutuhkan data untuk dianalisis dengan alat-alat yang relevan untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pelaksanaan kegiatan tertentu, dibutuhkan standar pembanding yang ideal. Dengan adanya standar, dapat diketahui jika ada permasalahan yang terjadi di lapang. Permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan menjadikan standar sebagai acuan dalam membentuk rumusan alternatif pemecahan masalah.

Evaluasi berarti penilaian, penaksiran, dan pengkajian terhadap sesuatu. Evaluasi selalu didahului dengan kegiatan pengukuran dan penilaian. Tujuan evaluasi adalah untuk menghimpun data dan informasi yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan. Kegiatan evaluasi termasuk di dalamnya menelaah keputusan yang sudah diambil terhadap suatu program. Melalui tindakan evaluasi, akan diketahui hal yang perlu diperbaiki, dikurangi, dan/atau dilanjutkan. Evaluasi juga mencakup penilaian terhadap kondisi saat ini disertai penetuan penyebab kejadian tersebut dan tingkat kerusakan yang terjadi (Suswandi 2008). Hasil dari kegiatan evaluasi akan digunakan untuk membuat atau merevisi keputusan yang sudah diambil.

Menurut Martinez (2011), evaluasi merupakan penilaian objektif terhadap suatu proyek, program, atau aturan tertentu yang sedang berjalan ataupun sudah selesai. Evaluasi merupakan hal yang bersifat periodik atau dilakukan setiap beberapa waktu sekali. Evaluasi digunakan sebagai jawaban atas pertanyaan mengenai desain, implementasi, dan hasil dari suatu kegiatan. Kegiatan evaluasi dapat menjawab tiga tipe pertanyaan, yaitu pertanyaan deskriptif, normatif, dan sebab-akibat. Untuk menjawab tipe pertanyaan deskriptif, evaluasi dilakukan untuk mengetahui hal yang terjadi dan mendeskripsikan keadaan serta proses dalam hal tersebut. Untuk menjawab tipe pertanyaan normatif, evaluasi dilakukan dengan membandingkan suatu hal yang ada dengan yang seharusnya. Evaluasi tipe ini menilai ketercapaian suatu target yang telah ditetapkan. Untuk menjawab tipe pertanyaan sebab-akibat, evaluasi yang dilakukan berupa pemeriksaan terhadap akibat yang sudah terjadi dan mencari tahu penyebabnya.

Jalur Hijau Jalan

(21)

umumnya berupa semak atau pohon kecil dengan tajuk terbuka. Median jalan memisahkan dua jalan yang berlawanan sehingga harus dapat mendukung keselamatan dan menghindari silau cahaya lampu kendaraan di malam hari.

Keberadaan pepohonan di jalur hijau jalan memiliki beragam fungsi bagi lanskap jalan, yaitu fungsi bagi lingkungan, desain, teknis, dan estetika (Forrest 2006). Pohon jalur hijau berguna bagi lingkungan terutama dari segi atmosfer. Pohon sangat berperan dalam memperbaiki kualitas udara karena pohon menyerap karbon dioksida dan mengeluarkan oksigen. Pohon juga menyerap polutan gas dan menjerap partikel dari udara di sekitarnya sehingga dampak yang ditimbulkan oleh polutan dapat dikurangi. Selain itu, pohon juga merupakan sumber makanan serta habitat bagi satwa liar.

Jika dilihat dari segi desain, pohon jalur hijau berfungsi dalam memberikan kesan kesatuan (unity), menjadi penghubung antarruas jalan atau struktur bangunan, pengarah laju kendaraan, bingkai pemandangan, kamuflase, dan pembentuk ruang. Pohon di jalur hijau dapat melembutkan kesan kaku yang timbul dari bangunan. Dari segi teknis, pohon dapat menjaga kelembaban tanah dan mencegah terjadinya erosi. Fungsi ini berguna terutama jika jalur hijau berada di dekat badan air. Kategori fungsi terakhir dari pohon jalur hijau jalan adalah untuk menghadirkan estetika. Pohon sendiri sudah memiliki nilai keindahan alami, tetapi bentuk tajuk, daun, dan bunga yang beragam dapat menimbulkan nilai estetika yang berbeda bergantung pada spesies pohonnya.

Menurut Simonds dan Starke (2006), jenis tanaman yang sebaiknya digunakan sebagai pohon jalur hijau adalah spesies lokal di lokasi tersebut. Penggunaan jenis tanaman lokal pada jalur hijau adalah cara paling baik dalam mempreservasi spesies lokal, terutama di wilayah perkotaan. Jumlah lahan untuk RTH di perkotaan semakin lama semakin terbatas dan hal ini akan mengancam spesies lokal yang ada sehingga penanaman spesies lokal di jalur hijau merupakan salah satu solusi yang dapat diterapkan.

Tanaman Pencekik

Tanaman pencekik disebut juga sebagai tanaman hemiepifit. Tanaman hemiepifit adalah tanaman yang menghabiskan sebagian awal siklus hidupnya sebagai tanaman epifit, yaitu tanaman yang menumpang pada pohon lain sebagai inangnya. Hemiepifit terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok hemiepifit yang mematikan inangnya dan kelompok hemiepifit yang permanen menumpang pada inang di dekatnya. Berdasarkan pengelompokan tersebut, tanaman pencekik termasuk dalam kelompok pertama karena tanaman pencekik adalah jenis tanaman yang awalnya hidup sebagai tanaman epifit, membelitkan akarnya pada pohon atau benda lain, kemudian mengeluarkan akar-akarnya ke tanah dan menjadi tanaman yang independen. Jenis hemiepifit yang mematikan inangnya memiliki jumlah terbatas dan sering kali termasuk ke dalam genus Ficus.

(Pugnaire dan Valladares 2007).

(22)

tahun bergantung pada tinggi pohon inang (Hood 2004). Tanaman hemiepifit disebut memiliki gaya hidup ‘mencekik’ karena akar-akar yang dimilikinya tumbuh mengelilingi batang pohon inang. Seiring dengan pertambahan ukuran diameter akar, akar-akar tersebut akan menekan batang pohon. Proses ini akan terus menerus terjadi hingga xilem pada batang pohon inang tidak mampu lagi mentransport air dan nutrien ke atas sehingga pohon inang akan mati dan meninggalkan tanaman pencekik sebagai pohon independen. Selain karena nutrien, penyebab lain matinya pohon inang adalah terjadinya kompetisi cahaya karena tajuk pencekik yang lebat menghalangi tanaman inang memperoleh cahaya (Lodge 2005). Pohon inang yang tidak dapat menjalankan fotosintesis dan transport nutrien dengan baik akan mengalami pembusukan sebelum mati. Tanaman pencekik bukan termasuk ke dalam jenis parasit karena pencekik dapat sepenuhnya hidup mandiri dan memperoleh haranya dari embun, hujan, dan tanah, tidak dari pohon inangnya.

Menurut Hood (2004), benih tanaman pencekik umumnya disebarkan oleh hewan liar. Terdapat banyak spesies liar yang memakan buah dari tanaman pencekik, mulai dari burung, kelelawar, dan monyet. Biji buah tersebut tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan hewan sehingga benih dari buah tersebut keluar melalui kotoran hewan. Ketika hewan tersebut sedang berada di atas pohon, maka benihnya akan tertinggal di sana dan dapat tumbuh jika disertai dengan kondisi yang sesuai. Benih yang tertinggal di pohon membutuhkan bantuan bakteri agar lapisan luarnya dapat hancur. Gambar 2 mengilustrasikan proses tanaman pencekik mencekik inangnya, yaitu diawali dari jatuhnya kotoran hewan liar yang mengandung benih pencekik, kemudian tanaman tersebut mengirimkan akar-akarnya ke tanah, dan mencekik pohon inangnya.

Gambar 2 Proses tanaman pencekik mencekik inangnya dalam tiga tahap Sumber: Bodach (2006)

(23)

penyebaran benih, tetapi tetap saja terdapat hambatan lain. Ketika benih sudah menemukan tempat untuk tumbuh, benih tersebut dapat dimakan oleh semut. Meski semut memakan sebagian besar benih tanaman pencekik, terdapat kemungkinan semut tersebut memindahkan beberapa benih ke tempat lain yang justru lebih sesuai sebagai tempat tumbuh tanaman pencekik. Dengan demikian, tanaman pencekik dapat tumbuh bergantung pada arsitektur percabangan pohon, tipe kulit batang, dan kondisi lain di sekitarnya, seperti semut dan nutrien.

Spesies tanaman pencekik yang paling sering ditemui biasanya berasal dari spesies Ficus spp. (Moraceae), tetapi terkadang ditemukan juga dari jenis lain, seperti genus Schefflera (Araliaceae), Clusia (Clusiaceae), Griselinia (Cornaceae), dan Meterosideros (Myrtaceae). Spesies-spesies tersebut akan tumbuh sebagai pohon biasa jika benihnya berkecambah di tanah (Thomas 2014). Spesies dari genus Ficus yang banyak dijumpai di Indonesia adalah F. benjamina dan F. elastica. F. benjamina sering juga disebut beringin. F. benjamina merupakan spesies yang paling banyak dijadikan bonsai. Spesies ini dapat tumbuh menjadi pohon yang sangat besar dengan tinggi dan lebar mencapai lebih dari 20 meter. Spesies ini memiliki bentuk tajuk membulat (Gambar 3a), kadang seperti kubah. Daunnya cukup tebal, mengilap, dan evergreen (Gambar 3b). Biasanya percabangan tajuk beringin akan membentuk kanopi yang sangat padat sehingga tidak ada tanaman lain yang dapat hidup di bawahnya.

Benih F. benjamina dan juga Ficus lain terdapat di dalam synconia yang sering kali dianggap sebagai buahnya. Synconia merupakan bagian kepala bunga lengkap, meliputi batang, tangkai, dan bunga, yang berdaging (Gambar 3c). Adanya daging pada bagian tersebut menyebabkan synconia sering dikenali sebagai buah Ficus. Di dalam buah tersebut, terdapat sejumlah bunga yang siap diserbuki oleh serangga. Pada bagian atas buah tersebut terdapat celah kecil yang terbuka. Celah tersebut memberikan akses kepada serangga polinator (Agaonidae) untuk membantu proses penyerbukan (Hiller 2011).

Gambar 3 (a) Tajuk, (b) daun, dan (c) buah F. benjamina (beringin) Sumber: Urban Forest (2012)

(a) (b)

(24)

F. benjamina sering digunakan sebagai tanaman ornamental dalam lanskap dan dalam ruangan. Namun, spesies ini tidak dianjurkan untuk dijadikan pohon tepi jalan dan di lapangan parkir karena buahnya mudah jatuh dan menyebabkan area di sekitarnya terlihat berantakan. Selain itu, ukuran dewasa pohon ini juga terlalu besar. Jika ingin digunakan di tepi jalan atau di area perumahan, pohon ini harus dipangkas secara intensif. Jika ingin dimanfaatkan di dalam taman ataupun area luas lainnya, pohon ini dapat dibiarkan tumbuh hingga tajuk dan perakarannya masif. F. benjamina yang berukuran besar akan menimbulkan kesan alami pada taman, terutama jika pohon ini dibiarkan mencekik salah satu pohon yang ada di taman (Gilman dan Watson 1993a).

F. benjamina toleran terhadap pemangkasan berat. Oleh karena itu, pohon ini dapat dibuat menjadi semak, screen, dan topiari. F. benjamina dapat tumbuh pada tempat yang ternaungi dan tidak ternaungi selama tanahnya terdrainase dengan baik. F. benjamina dan spesies Ficus lain menyukai tempat yang lembab agar benihnya dapat berkecambah sehingga spesies-spesies tersebut paling banyak ditemukan pada negara tropis (Titus dalam Nadkarni dan Wheelwirght 2000).

Spesies yang juga banyak ditemukan di Indonesia adalah F. elastica. Tajuknya sangat rapat dan letak percabangan yang tidak tentu (Gambar 4a). Tingginya dapat mencapai 30 m di habitat aslinya di hutan hujan tropis, tetapi yang paling banyak ditemui memiliki tinggi berkisar antara 7 hingga 12 m. F. elastica dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias, screen, dan penaung. F. elastica sering disebut beringin karet atau karet kebo. Daunnya sangat tebal, besar, mengilap, dan tergolong dalam tanaman evergreen (Gambar 4b). Buahnya tidak terlalu atraktif bagi hewan liar karena tidak mencolok dan sering tertutup oleh daunnya yang besar (Gambar 4c). Pohon ini sebaiknya tidak digunakan sebagai pohon tepi jalan karena mudah tumbang jika diterpa angin kencang. Salah satu upaya agar pohon ini dapat berdiri lebih kuat adalah dengan memotong percabangan lateral dan akar-akar yang lemah (Gilman dan Watson 1993b).

Gambar 4 (a) Tajuk1, (b) daun2, dan (c) buah2F. elastica (beringin karet) sumber: 1Mercadante (2010); 2Navie (2011)

(a)

(b)

(25)

Selain yang berasal dari spesies Ficus, spesies pencekik juga berasal dari spesies Schefflera, seperti Schefflera actinophylla dan Schefflera arboriocola.

Dalam bahasa Inggris, keduanya sering disebut umbrella plants, sedangkan dalam bahasa Indonesia, keduanya disebut walisongo. Spesies yang lebih umum dijumpai di Indonesia adalah S. actinophylla. Sama seperti spesies pencekik lainnya, S. actinophylla (walisongo) merupakan tanaman asli hutan hujan tropis. Bentuk tajuknya agak menguncup ke bawah dan cukup padat (Gambar 5a), tingginya dapat mencapai 15 m. Walisongo memiliki daun besar, mengilap, dan

palmate yang terdiri 7−16 daun (Gambar 5b). Warna buahnya adalah hitam keunguan, berukuran sekitar 7 mm (Gambar 5c). Buah walisongo mencolok karena bentuknya yang unik dan mudah ditemukan (Gilman dan Watson 1993c).

Gambar 5 (a) Tajuk1, (b) daun2, dan (c) buah3S. actinophylla (walisongo) Sumber: 1Siyang (2011); 2Plants & Flowers (2013); 3Wagner (2013)

Analisis Vegetasi

Menurut Soerianegara dan Indrawan dalam Fachrul (2007), analisis vegetasi dalam ekologi tumbuhan adalah cara untuk mempelajari struktur vegetasi dan komposisi jenis tumbuhan. Tujuan analisis vegetasi adalah untuk mengetahui komposisi dan struktur tumbuhan di wilayah yang ingin dipelajari. Selain itu, analisis vegetasi juga dapat dilakukan untuk mengetahui dampak lingkungan terhadap vegetasi tertentu. Pengamatan harus dilakukan pada vegetasi yang terganggu dan tidak terganggu.

Analisis vegetasi dilakukan dengan cara mendeskripsikan vegetasi. Deskripsi vegetasi adalah cara untuk mempelajari komposisi dan struktur vegetasi

(a)

(b)

(26)

yang disajikan secara kuantitatif dengan parameter kerapatan, frekuensi, dan dominansi tutupan tajuk atau luas bidang dasar. Teknik-teknik penunjang dalam melakukan analisis vegetasi, antara lain, adalah teknik sampling plot (seperti petak tunggal), petak ganda, dan jalur transek, yaitu tanpa plot, misalnya metode Bitterlich, individu terdekat, kuadran, dan cara berpasangan.

Pendeskripsian vegetasi dapat pula dilakukan dengan menganalisis morfologi atau penampakan luar vegetasi. Ciri-ciri utama yang dapat dimanfaatkan adalah tinggi vegetasi, proyeksi tajuk, dan life-form atau bentuk hidup dan bentuk pertumbuhan. Menurut Kuchler dalam Fachrul (2007), dalam mendeskripsikan life-form terdapat dua kelompok, yaitu dalam menggambarkan

basic life-form dan special life-form. Basic life-form digunakan dalam mendeskripsikan bentuk-bentuk dasar, seperti ukuran daun, bentuk daun, jenis tanaman evergreen/decidious, dan jenis liken/rumput/herba. Sementara special life-form digunakan dalam mendeskripsikan bentuk hidup yang unik, seperti jenis pemanjat, tumbuhan sukulen, tumbuhan graminae berkayu, dan epifit.

Menurut Fachrul (2007), untuk melakukan analisis vegetasi yang ideal diperlukan serangkaian tahap pengamatan dimulai dari (1) penelitian pendahuluan, (2) penentuan sebaran vegetasi dan cara sampling, (3) penentuan besar dan luas sampling unit, (4) metode pengamatan, (5) pengumpulan data menurut parameter lingkungan dan vegetasi yang dibutuhkan, (6) tabulasi data, (7) analisis data statistik, dan (8) penarikan simpulan.

Beberapa analisis yang dapat mendukung proses analisis vegetasi adalah menghitung nilai indeks nilai penting (INP) dan indeks keragaman. INP merupakan indeks kepentingan yang menggambarkan pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistemnya (Fachrul 2007). INP merupakan nilai gabungan dari kelimpahan, frekuensi, dan dominansi. Angka INP yang besar menggambarkan bahwa spesies tersebut sangat mempengaruhi kestabilan ekosistem tempat tinggalnya. INP diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu tinggi, sedang, dan rendah agar maknanya dapat terlihat dengan jelas. INP juga berguna untuk melihat tingkat dominansi suatu spesies terhadap spesies lainnya.

Indeks keragaman merupakan parameter yang berguna dalam membandingkan berbagai spesies, terutama jika ingin melihat pengaruh gangguan faktor lingkungan terhadap komunitas. Indeks keragaman juga dapat digunakan untuk mempelajari tingkat suksesi dan stabilitas spesies dalam komunitas. Semakin tinggi indeks keragaman suatu komunitas berarti jenis spesies yang terdapat pada komunitas tersebut melimpah. Hal itu juga berarti bahwa komunitas tersebut sudah tua dan relatif stabil.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

(27)

Gambar 6 Lokasi penelitian

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. hagameter, yaitu alat untuk menghitung tinggi pohon; 2. roll meter untuk menghitung panjang plot dan data pohon;

3. kamera digital untuk mengambil foto tanaman pencekik di lapang; 4. formulir pengisian data lapang beserta alat tulis (Lampiran 1); 5. peta dasar.

Alat dan bahan untuk mengolah data adalah sebagai berikut: 1. AutoCAD untuk mendigitasi peta;

2. Adobe Photoshop untuk menghitung kelebatan tajuk dan akar tanaman pencekik;

3. data dan sketsa lokasi pohon yang diperoleh pada saat penelitian.

Metode Penelitian

Penelitian dan evaluasi kerusakan pohon dilakukan dengan metode survei lapang dan studi pustaka. Tahapan evaluasi dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Inventarisasi

(28)

Tabel 1 Jumlah plot penelitian yang diamati

No Jalan Jumlah plot

1 Jl Jend. Ahmad Yani 10

2 Jl Ir. H. Juanda 5

3 Jl Pemuda 10

4 Jl Dr. Semeru 10

5 Jl Jend. Sudirman 10

Jumlah 45

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder untuk melakukan analisis dan penilaian. Data primer yang dikumpulkan ketika pengamatan di lapang adalah sebagai berikut.

1) Jumlah dan spesies pohon inang dan pencekik

Proses identifikasi dilakukan dengan cara mengisi formulir yang telah disiapkan untuk pengamatan (Lampiran 1).

2) Diameter batang pohon setinggi dada (Diameter at Breast High)

Diameter batang dihitung dengan mengukur lingkar batang pada tinggi dada (140-145 cm dari permukaan tanah) menggunakan roll meter. Kemudian ukuran diameter diperoleh dengan rumus keliling lingkaran, yaitu ; dengan K adalah keliling/lingkar batang; adalah bilangan 3,14; dan d adalah diameter batang.

3) Jari-jari tajuk pohon inang dan pencekik

Jari-jari tajuk dihitung menggunakan roll meter dan luas proyeksi tajuk dihitung dengan rumus luas lingkaran, yaitu ; dengan L adalah luas lingkaran ; adalah bilangan 3,14; dan r adalah jari-jari tajuk.

4) Tinggi pohon inang dan pencekik

Pengukuran tinggi pohon inang dilakukan dengan menggunakan hagameter. Tinggi pencekik dihitung dari akar terpanjang hingga tajuk tertinggi. Titik tertinggi pohon dibidik dengan hagameter dari jarak yang sesuai dengan skala pohon. Skala yang digunakan diatur berdasarkan perkiraan tinggi pohon, jika tinggi pohon sekitar 15 m, skala yang digunakan adalah 15 m (Gambar 7). Hal yang sama dilakukan untuk perkiraan tinggi 20 m, 25 m, dan 30 m. Hasil yang terbaca ditambahkan dengan tinggi mata pengamat untuk mendapatkan tinggi pohon.

Gambar 7 Skala pada hagameter (a) jarak 15 m, (b) jarak 20 m, (c) jarak 25 m, dan (d) jarak 30 m

5) Foto

(29)

2. Analisis

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap data yang telah dikumpulkan dari proses inventarisasi. Hal-hal yang perlu dianalisis antara lain analisis vegetasi dan penilaian kerusakan pohon jalur hijau. Analisis yang dilakukan meliputi hal-hal berikut:

1) Analisis vegetasi (Shannon-Wiener dalam Desyana 2011) a. Frekuensi

Ket: Pi = Jumlah individu suatu spesies dibagi jumlah total spesies Ni = Jumlah individu spesies i

N total = Jumlah total individu

H = Indeks keragaman Shannon-Wiener

2) Penilaian kerusakan pohon jalur hijau jalan

Penilaian kerusakan pohon inang dilakukan dengan memberi nilai terhadap aspek yang telah diinventarisasi.

a. Penilaian diameter batang

Hasil pengukuran lingkar batang pohon di lapang dikonversi menjadi diameter lalu diklasifikasikan menurut Tabel 2.

Tabel 2 Klasifikasi diameter batang pohon

Skor Kualifikasi DBH (cm)

(30)

b. Penilaian tinggi pencekik

Dilakukan perhitungan persen tinggi pencekik terhadap tinggi pohon dengan cara berikut. Kemudian hasil tersebut diklasifikasikan menurut Tabel 3.

Tabel 3 Klasifikasi tinggi pencekik

Skor Kualifikasi Tinggi Pencekik (%)

1 Sangat muda P ≤ 20

2 Muda 20 < P ≤ 40

3 Sedang 40 < P ≤ 60

4 Hampir dewasa 60 < P ≤ 80

5 Dewasa 80 < P ≤ 100

c. Penilaian kelebatan tajuk pencekik

Kelebatan tajuk dihitung melalui foto yang telah diambil berdasarkan metode dalam Tinche (2006). Foto berukuran 3000 x 4000 px diolah menggunakan Adobe Photoshop dengan memberi grid dan menghitung jumlah grid yang tertutup oleh daun pencekik (Gambar 8).

Gambar 8 Ilustrasi foto yang diberi grid

Setelah foto ditandai, kelebatan tajuk dihitung dengan rumus berikut dan diklasifikasikan menurut Tabel 4.

Tabel 4 Klasifikasi kelebatan tajuk pencekik

Skor Kualifikasi Kelebatan (%)

1 Tidak lebat T ≤ 20

2 Sedikit lebat 20 < T ≤ 40

3 Cukup lebat 40 < T ≤ 60

4 5

Lebat Sangat lebat

60 < T ≤ 80 80 < T ≤ 100

Pohon inang

(31)

d. Penilaian kelebatan akar pencekik

Kelebatan akar dihitung dengan metode yang serupa dengan kelebatan tajuk pencekik, tetapi bagian yang ditandai adalah bagian batang pohon. Selanjutnya hasil dari perhitungan akan diklasifikasikan menurut Tabel 5.

Tabel 5 Klasifikasi kelebatan akar pencekik

Skor Kualifikasi Kelebatan (%)

1 Tidak lebat A ≤ 20

Kalasifikasi dibuat berdasarkan data yang diperoleh di lapangan. Berdasarkan pengamatan di lapang, jumlah akar di atas 30 buah sudah sulit dihitung. Oleh karena itu, dihasilkan klasifikasi menurut Tabel 6.

Tabel 6 Klasifikasi jumlah akar pencekik

Skor Kualifikasi Kelebatan (buah)

1 Tidak lebat 1 < JA ≤ 8,25

f. Penilaian stadium pertumbuhan tanaman pencekik

Stadium pertumbuhan dibuat berdasarkan gabungan antara parameter kelebatan akar dan tajuk tanaman pencekik. Skor diberikan sesuai dengan stadium pertumbuhannya. Stadium pertumbuhan memiliki kualifikasi seperti Tabel 7 dan diilustrasikan seperti Gambar 9.

Tabel 7 Kualifikasi stadium pertumbuhan pencekik

Stadium Kualifikasi

1 Akar tidak lebat, akar belum sampai tanah, tajuk baru muncul

2 Akar sedikit lebat, sebagian akar sudah sampai tanah, tajuk mulai berkembang

3 Akar cukup lebat, sekitar separuh tajuk inang sudah tertutup oleh tajuk pencekik

4 Akar sudah lebat, seluruh akar sudah sampai tanah, tajuk sudah lebat

(32)

Gambar 9 Pertumbuhan tanaman pencekik (a) stadium 1, (b) stadium 2, (c) stadium 3, (d) stadium 4, dan (e) stadium 5

g. Penilaian stadium kerusakan pohon inang

Tingkat kerusakan pohon inang dilihat dari jumlah skor kerusakan yang dimiliki oleh suatu pohon. Tingkat kerusakan ditentukan berdasarkan perhitungan berikut, kemudian diklasifikasikan berdasarkan Tabel 8.

(a) (b)

(c) (d)

(33)

Tabel 8 Klasifikasi stadium kerusakan pohon inang

Stadium Kualifikasi Deskripsi Kerusakan (%) 1 Sangat

2 Ringan Sedikit permukaan batang inang tertutup akar pencekik, sangat

4 Parah Hampir seluruh batang inang tertutup akar pencekik, sebagian

Kerusakan jalur hijau dinilai berdasarkan tingkat kerusakan pohon yang ada di dalamnya dan dibandingkan dengan skor kerusakan tertinggi yang dapat dialami oleh jalur hijau tersebut. Selanjutnya diklasifikasikan menurut Tabel 9.

Tabel 9 Klasifikasi kerusakan jalur hijau jalan

Stadium Kualifikasi Kerusakan (%)

1 Sangat ringan J ≤ 20

(34)

solusi terbaik terhadap kehadiran tanaman pencekik yang dapat merusak jalur hijau jalan.

Tabel 10 Ilustrasi rekomendasi pemeliharaan Stadium Tingkat

a : pemotongan akar tanaman pencekik b : pengelupasan akar tanaman pencekik c : pemangkasan tajuk tanaman pencekik d : pemangkasan akar tanaman pencekik e : penebangan pohon inang beserta pencekik f : mempertahakan tanaman pencekik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Kota Bogor memiliki curah hujan yang sangat tinggi. Menurut data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kota Bogor pada tahun 2012, curah hujan rata-rata di Kota Bogor mencapai 4.425 mm/tahun (BPS 2013). Suhu rata-rata di Kota Bogor adalah 27,20C dengan kelembaban relatif rata-rata adalah 80%. Kelima lokasi penelitian, yaitu Jalan Jend. Ahmad Yani, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Pemuda, Jalan Dr. Semeru, dan Jalan Jend. Sudirman memiliki kondisi yang berbeda-beda. Pepohonan yang menyusun jalur hijau di lokasi penelitian secara lengkap disajikan dalam Tabel 11.

Tabel 11 Daftar populasi pohon tepi jalan di dalam plot penelitian

Nama Jalan No Nama Lokal Nama Latin Jumlah Total Jl Jend. Ahmad Yani 1 Kenari Canarium commune Linn. 110

120 2 Nangka Artocarpus heterophyllus Lam. 1

3 Akasia Acacia auriculiformis A.Cunn. ex Benth

2

4 Mahoni Swietenia mahogani L. Jacq. 6

5 Flamboyan Delonix regia (Bojer ex Hook.) Raf.

3 Palem putri Veitchia merillii (Becc.) H.E. Moore.

2

4 Cemara kipas Thuja orientalis Linn. 1 5 Kapuk Ceiba pentandra (L.) Gaertn 2 6 Dadap merah Erythrina crista-galli Linn. 1

(35)

Tabel 11 Daftar populasi pohon tepi jalan di dalam plot penelitian (lanjutan)

Nama Jalan No Nama Lokal Nama Latin Jumlah Total Jalan Pemuda 1 Kenari Canarium commune Linn. 93

98 2 Tanjung Mimusoph elengii Linn. 1

3 Cemara kipas Thuja orientalis Linn. 4

Jalan Dr. Semeru 1 Kenari Canarium commune Linn. 130

135 2 Pulai Alstonia scholaris (L.) R.Br. 2

3 Kelapa Cocos nucifera Linn. 1 4 Nangka Artocarpus heterophyllus Lam. 1

5 Ki hujan Samanea saman (Jacq.) Merr. 1

Jalan Jend. Sudirman 1 Kenari Canarium commune Linn. 19

108 2 Palem raja Roystonea regia (Kunth) O.F.

Cook

53

3 Jambu Psidium guajava Linn. 2 4 Flamboyan Delonix regia (Bojer ex Hook.)

Raf.

1

5 Biola cantik Ficus lyrata Warb. 1 6 Saputangan Maniltoa grandiflora (A.Gray)

Scheff.

11

7 Ki hujan Samanea saman (Jacq.) Merr. 1 8 Cemara kipas Thuja orientalis Linn. 7 9 Mahoni Swietenia mahogani L. Jacq. 8 10 Nangka Artocarpus heterophyllus Lam. 2 11 Bambu Bambusa vulgaris Schrad. Ex

J.C.Wendl. mengelola area jalan ini berada pada pemerintah pusat (Purnamasari 2003). Jalan ini memanjang dari barat daya hingga timur laut. Jalan Jend. Ahmad Yani memiliki panjang ± 2,2 km dengan lebar ± 15 m. Jalan ini terdiri dari dua jalur kendaraan searah yang merupakan terusan dari Jalan Jend. Sudirman. Jalan ini tidak terlalu lebar sehingga tidak terdapat median di tengahnya (Gambar 10). Kedua sisi jalan ini mempunyai jalur pedestrian yang cukup lebar. Jalur ini terkadang juga digunakan oleh sepeda. Jalur pedestrian dalam keadaan baik, tetapi terdapat titik-titik tertentu dengan jalur pedestrian yang berlumut dan kurang terawat. Hal ini disebabkan oleh lebatnya tajuk pohon yang ada di atasnya sehingga kelembaban menjadi tinggi dan tumbuh lumut.

Gambar 10 Potongan Jalan Jend. Ahmad Yani

a: badan jalan

b: jalur hijau

c: drainase

(36)

Lahan di sekitar Jalan Jend. Ahmad Yani digunakan sebagai area permukiman, lapangan olahraga, perdagangan, dan perkantoran. Penggunaan lahan yang paling utama terlihat adalah untuk perkantoran. Kantor-kantor yang ada di jalan ini, antara lain, adalah Badan Pertahanan Nasional (BPN), Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Jasa Raharja, dan Kantor Imigrasi. Selain itu, terdapat sebuah pabrik di jalan ini. Pada siang hari, sekitar pukul 12, di hari kerja, akan banyak pegawai yang keluar untuk beristirahat sehingga pada waktu-waktu tersebut jalan akan menjadi ramai dan kadang terjadi kemacetan. Di Jalan Jend. Ahmad Yani juga terdapat pintu masuk menuju Gelanggang Olah Raga (GOR) Pajajaran.

Iklim mikro di kawasan Jalan Jend. Ahmad Yani tergolong cukup sejuk dan agak lembab. Suhu yang sejuk dan udara yang lembab disebakan oleh tutupan kanopi pohon yang sangat luas. Kanopi pohon jalur hijau yang sudah tua dan besar menyebabkan terbentuknya koridor angin sehingga angin berhembus kencang di sepanjang jalan. Laju kendaraan yang searah membuat kendaraan berjalan cepat turut membuat angin semakin kencang. Adanya pepohonan tua tersebut menjadi ciri khas yang dimiliki oleh jalan ini.

Pepohonan yang menyusun jalur hijau Jalan Jend. Ahmad Yani antara lain adalah kenari (Canarium commune Linn.), nangka (Artocarpus heterophyllus

Lam.), akasia (Acacia auriculiformis A.Cunn. ex Benth), mahoni (Swietenia mahogani L. Jacq), dan flamboyan (Delonix regia (Bojer ex Hook) Raf.). Di antara semua jenis pohon tersebut, jenis yang paling banyak ditemukan adalah pohon kenari. Jarak tanam pohon pada jalan ini kurang konsisten, terdapat pohon-pohon yang ditanam dengan jarak 4 meter atau bahkan kurang. Pada umur pohon-pohon yang dewasa, hal ini dapat menyebabkan perkembangan percabangan tidak sempurna. Selain itu, hal ini juga dapat merugikan tanaman karena akan terjadi persaingan dalam merebut nutrien. Secara visual, susunan pohon yang terlalu rapat dapat menimbulkan kesan gelap.

Jalan Ir. H. Juanda

(37)

Gambar 11 Potongan Jalan Ir. H. Juanda

Mengingat letaknya yang berada di pusat kota, Jalan Ir. H. Juanda memiliki intensitas penggunaan yang sangat tinggi. Selain lahan yang berbatasan dengan Istana Bogor, lahan di sekitar jalan ini digunakan sebagian besar untuk kawasan komersial, perkantoran, dan pendidikan. Penggunaan lahan di sekitar Jalan Ir. H. Juanda digunakan oleh Balai Kota Bogor, Kantor Pos Kota Bogor, Bank CIMB Niaga, Bank Bukopin, SMA Negeri 1 Bogor, dan Sekolah Regina Pacis.

Iklim mikro di Jalan Ir. H. Juanda dipengaruhi oleh penggunaan lahan di sekitarnya. Ketika berjalan di trotoar, dapat dirasakan bahwa suhu di bawah pohon terasa nyaman. Komposisi jalur hijau di Ir. H. Jalan Juanda yang umumnya terdiri dari pohon besar membentuk iklim mikro yang nyaman. Namun pada ruas-ruas tertentu, seperti bagian depan Balai Kota terasa terik karena vegetasi yang digunakan adalah vegetasi tajuk terbuka, yaitu palem raja. Vegetasi dengan tajuk terbuka membuat kelembaban relatif menjadi lebih rendah dan suhu lebih tinggi. Penggunaan palem ini cukup baik agar keberadaan balaikota tidak terhalangi.

Jalur hijau di Jalan Ir. H. Juanda hanya terdapat pada satu sisi jalan tempat balaikota berada, sementara pada sisi lainnya, yaitu pada luar pagar Istana Bogor, tidak terdapat jalur hijau sama sekali. Jalur hijau yang ada di jalan ini diisi oleh pohon kenari, palem raja, dan beringin yang cukup besar. Terkadang ditemukan burung di pohon kenari. Selain pohon tersebut terdapat spesies lain seperti palem raja (Roystonea regia (Kunth) O.F.Cook), palem putri (Veitchia merillii (Becc.) H.E.Moore), cemara kipas (Thuja orientalis Linn.), kapuk (Ceiba petandra (L.) Gaertn), dadap merah (Erythrina crista-galli Linn.), dan mahoni (Swietenia mahogani L. Jacq.).

Jalan Pemuda

Jalan Pemuda berada di Kelurahan Tanah Sareal, Kota Bogor. Jalan Pemuda memiliki panjang jalan ± 1,9 km dan lebar ± 15 m (Gambar 12). Status Jalan Pemuda adalah jalan kotamadya, berarti kewenangan dalam mengelola jalan ini dimiliki oleh Dinas Lalu Lintas Jalan Kota Bogor (Purnamasari 2003). Jalan ini terletak dekat dengan Jalan Jend. Ahmad Yani. Kedua jalan tersebut sama-sama merupakan jalan searah, tetapi arahnya berlawanan. Arus kendaraan yang melewati Jalan Pemuda mengarah ke utara, sedangkan arus kendaraan di Jalan Ahmad Yani mengarah ke barat daya/selatan. Jalan Pemuda sudah dibangun sejak zaman kolonial Belanda. Jalan ini juga dilengkapi dengan jalur pedestrian, hanya saja hanya satu sisi, yaitu sisi yang berada di sebelah kanan (barat) kendaraan, sementara di sisi satunya tidak tersedia jalur pedestrian.

a: badan jalan

b: jalur hijau

(38)

Gambar 12 Potongan Jalan Pemuda

Secara umum, lahan di sekitar Jalan Pemuda digunakan untuk permukiman, perdagangan, perindustrian, lapangan olahraga, dan perkantoran. Pada salah satu sisi jalan, yaitu di bagian kiri (timur) kendaraan, terdapat titik-titik yang digunakan untuk berjualan sehingga jalur hijau terputus pada bagian tersebut. Keberadaan pabrik ban PT Good Year Indonesia yang memiliki pintu masuk lebar juga membuat kontinuitas pohon terputus. Pada jalan ini terdapat pintu utama untuk memasuki GOR Pajajaran. Selain GOR, terdapat juga kantor seperti Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor, Jamsostek, kantor PT Alas Indah Remaja, dan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Iklim mikro di Jalan Pemuda cukup teduh terutama ketika berjalan di jalur pedestrian. Suhu yang sejuk dan adanya hembusan angin membuat jalan ini nyaman digunakan, baik untuk pejalan kaki maupun pengguna kendaraan. Tegakan pohon kenari dengan tajuk yang cukup rimbun membuat jalur pedestrian hampir seluruhnya tertutup bayangan, hanya bagian yang jalur hijaunya tidak ada saja yang tidak tertutup.

Pohon yang berada di jalur hijau Jalan Pemuda umumnya adalah pohon kenari (Canarium commune Linn.). Umur pohon kenari di jalan ini sudah sangat tua karena sudah ditanam sejak zaman penjajahan Belanda. Maka, tidak mengherankan jika ditemukan pohon kenari yang tingginya melebihi 25 m. Selain pohon kenari, jenis pohon lain yang dijumpai adalah pohon tanjung (Mimusoph elengii Linn.), cemara kipas (Thuja orientalis), angsana (Pterocarpus indicus

Willd.), palem putri (Veitchia merillii (Becc.) H.E.Moore), bunga kupu-kupu (Bauhinia purpurea Linn.), dan nangka (Arthrocarpus heterophyllus Lam.). Selain pohon kenari dan angsana, pohon lain hanya terdapat dalam jumlah sedikit.

Jalan Dr. Semeru

Jalan Dr. Semeru terletak di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Jalan Semeru terbentang sepanjang ±1,4 km. Lebar jalan ± 20 m dan tidak terdapat median di tengahnya. Jalan ini memiliki trotoar pada kedua sisinya (Gambar 13). Trotoar tersebut dalam kondisi baik, tetapi pada beberapa titik, kondisi trotoar berlumut karena lingkungan yang terlalu lembab. Volume kendaraan yang melewati jalan ini cukup tinggi.

a: badan jalan

b: jalur hijau

c: drainase

(39)

Gambar 13 Potongan Jalan Dr. Semeru

Penggunaan lahan di Jalan Dr. Semeru sangat beragam, mulai dari kawasan komersial, permukiman, kesehatan (rumah sakit), pendidikan, dan lain-lain. Pada ruas-ruas tertentu, terdapat deretan pengusaha nursery yang menjual berbagai macam tanaman hias. Keberadaan nursery membuat visual jalan menjadi semakin indah dan mempunyai ciri khas. Sekitar 300 m pada kedua sisi jalan digunakan untuk nursery. Penggunaan lahan lain di jalan ini adalah adanya rumah toko (ruko) yang berfungsi sebagai salon, rumah makan, dan sebagainya. Saat pengamatan dilakukan (April 2014), terdapat pekerjaan konstruksi deretan ruko baru di dekat nursery. Pembangunan ini dikhawatirkan akan menyebabkan ditebangnya pohon jalur hijau dan semakin berkurangnya ruang terbuka hijau. Terdapat dua rumah sakit besar di jalan ini, yaitu Rumah Sakit Karya Bhakti dan Rumah Sakit Marzoeki Mahdi. Di ruas seberang rumah sakit, trotoar digunakan untuk berjualan oleh pedagang kaki lima. Kondisi ini mengganggu kenyamanan pejalan kaki, tetapi sekaligus dicari oleh pengguna jalan. Pada jalan ini juga terdapat lapangan rumput yang sering digunakan pada berbagai acara, seperti olahraga, latihan bermotor, atau perayaan tertentu.

Iklim mikro di Jalan Semeru cukup teduh karena banyaknya pohon-pohon tua yang mengisi jalur hijau jalan. Namun, jalur hijau ini tidak kontinu hingga ujung jalan, melainkan hanya separuh bagian yang berisi jalur hijau. Ruas dari pertigaan Jalan Manunggal hingga pertigaan Pasar Mawar terasa sangat terik karena tidak ada jalur hijau. Tidak terdapat pohon besar pada ruas jalan tersebut, melainkan hanya terdapat beberapa pot tanaman yang diletakkan pada trotoar.

Vegetasi yang terdapat di jalur hijau jalan terdiri dari beberapa jenis pohon, dengan jenis yang paling banyak ditemukan adalah pohon kenari (Canarium commune Linn.). Selain pohon kenari, pohon lain yang ditemui adalah trembesi (Samanea saman (Jacq.) Merr.), pulai (Alstonia scholaris (L.) R.Br.), beringin (Ficus benjamina Linn.), kelapa (Cocos nucifera Linn.), dan nangka (Arthrocarpus heterophyllus Lam.). Umur sebagian besar pohon jalur hijau sudah sangat tua, tetapi terdapat sejumlah tanaman baru yang sengaja ditanam untuk menyulam pohon yang tumbang atau rusak.

Jalan Jend. Sudirman

Jalan Jend. Sudirman merupakan salah satu jalan kolektor primer Kota Bogor yang terletak di Kecamatan Bogor Tengah. Jalan ini memanjang utara-selaran serta menghubungkan Jalan Ir. H. Juanda dengan Jalan Jend. Ahmad Yani

a: badan jalan

b: jalur hijau

c: drainase

(40)

dan Jalan Pemuda. Panjang jalan ini adalah ± 1,3 km dengan lebar ± 24 m. Jalan Jenderal Sudirman terdiri dari empat jalur kendaraan dua arah yang dilewati oleh angkutan umum dengan berbagai jurusan, kendaraan pribadi, dan terkadang sepeda. Tidak terdapat median di sepanjang jalan ini, tetapi terdapat jalur pedestrian di kedua sisinya (Gambar 14). Jalur pedestrian berupa paving block

tergolong dalam kondisi baik, hanya saja pada beberapa titik, seperti di depan kantor PLN, sering terlihat adanya pedagang kaki lima yang menghalangi sirkulasi pejalan kaki.

Gambar 14 Potongan Jalan Jend. Sudirman

Lahan di sekitar Jalan Sudirman dominan digunakan sebagai kawasan bisnis, perkantoran, perdagangan, dan permukiman. Namun, selain sebagai kawasan komersial, area tertentu di sekitar Jalan Jend. Sudirman juga digunakan untuk fungsi lain, seperti panti asuhan, dan museum. Lokasi yang strategis dan berada di pusat kota membuat Jalan Jend. Sudirman mudah dicapai baik dengan kendaraaan pribadi maupun kendaraan umum. Hal ini menyebabkan tingginya volume kendaraan bermotor yang melewatinya. Volume kendaraan paling tinggi terjadi pada siang hari sekitar pukul dua belas siang.

Iklim mikro di Jalan Sudirman sangat dipengaruhi oleh kondisi di sekitar tapak. Lahan yang sebagian besar digunakan untuk kawasan perdagangan dan perkantoran menyebabkan suhu udara di Jalan Sudirman panas. Selain itu, keberadaan bangunan tersebut juga menyebabkan terbatasnya ruang untuk jalur hijau. Keberadaan pepohonan dikhawatirkan membuat bangunan terhalangi, oleh karena itu tidak banyak bangunan yang bagian depannya terdapat pohon. Selain itu, jalan yang lebar dan tidak adanya tanaman di median juga turut membuat suhu di jalan ini tinggi. Pemilihan tanaman dengan tajuk terbuka, seperti palem raja, membuat jalan ini terasa agak terik.

Vegetasi yang mendominasi sepanjang Jalan Sudirman adalah palem raja (Roystonea regia (Kunth) O.F.Cook). Selain itu, jenis tanaman lain yang ada di Jalan Sudirman, antara lain, adalah pohon saputangan (Maniltoa grandiflora

(A.Gray) Scheff.), kenari (Canarium commune Linn.), flamboyan (Delonix regia

(Bojer ex Hook) Raf.), biola cantik (Ficus lyrata Warb.), bungur (Lagerstromia speciosa Linn.), ki hujan (Samanea saman (Jacq.) Merr.), dan beringin (Ficus benjamina Linn.). Jenis-jenis tanaman tersebut dapat ditemukan soliter, massal, ataupun masuk dalam kelompok campuran. Pola penanaman di jalur hijau ini kurang teratur. Pada area tertentu, seperti di sekitar Martabak Air Mancur, kontinuitas jalur hijau terpotong karena adanya pertokoan, rumah makan, atau bangunan lain. Pada ruas lain juga terdapat jalur hijau yang tanamannya ditanam

a: badan jalan

b: jalur hijau

c: drainase

(41)

tidak rapat, seperti dari Dunkin Donuts hingga Bogor Permai. Penelitian yang dilaksanakan oleh Triyanti (2000) menunjukkan bahwa terdapat beberapa jenis burung yang ada di daerah ini, burung tersebut, antara lain, adalah burung walet sapi (Collocalia esculenta L.), burung layang biasa (Hirunda tahitica J.F.Gmelin), dan burung gereja (Passer montanus L.).

Analisis Vegetasi Tanaman Pencekik

Frekuensi Tanaman Pencekik

Tanaman pencekik yang ditemukan di lokasi penelitian terdiri dari empat spesies, yaitu beringin (Ficus benjamina Linn.), beringin karet (Ficus elastica

Roxb.), bunut (Ficus glauca Liebm.), dan walisongo (Schefflera actinophylla

Endl.) seperti yang disajikan pada Gambar 15. Dari keempat spesies tersebut, spesies yang memiliki frekuensi relatif paling besar adalah F. benjamina sebesar 63,6%, kemudian diikuti berturut-turut oleh spesies F. elastica, F. glauca, dan S. actinophylla (Tabel 12). Jika dibandingkan dengan spesies lainnya, perbedaan besar frekuensi F. benjamina sangat signifikan. Hal ini menggambarkan bahwa spesies tersebut adalah spesies yang paling sering dijumpai pada plot penelitian. Dari total 45 plot penelitian, spesies ini dijumpai pada 28 plot. Hal ini diduga terjadi karena benih F. benjamina lebih mudah tersebar jika dibandingkan dengan benih spesies lain. Hood (2004) mengatakan bahwa benih pencekik dapat disebarkan oleh hewan liar, seperti burung, kelelawar, atau monyet, dan dapat juga tersebar karena adanya hembusan angin. Penyebaran oleh burung terjadi ketika burung tersebut memakan buah Ficus sp. kemudian benihnya keluar melalui kotoran burung karena tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan. Benih yang tertinggal di pohon membutuhkan bantuan bakteri agar lapisan luarnya dapat hancur sehingga Ficus sp. dapat tumbuh. Dugaan lain dari besarnya frekuensi F. benjamina adalah karena lapisan luar benihnya lebih lunak jika dibandingkan dengan spesies lain.

Frekuensi relatif yang paling rendah dimiliki oleh F. glauca dan S. actinophylla. Kedua spesies tersebut memiliki besar frekuensi relatif yang sama, yaitu 11,4%. Rendahnya frekuensi yang dimiliki kedua spesies tersebut menggambarkan bahwa distribusi benih relatif tidak luas. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya kendala dalam penyebaran benih yang mungkin terjadi karena buahnya tidak menarik bagi hewan liar (Gilman dan Watson 2013). Meskipun penyebaran benih dapat dibantu oleh angin, hewan adalah agen penyebar benih paling efektif sehingga jika buah tidak dimakan oleh hewan liar, kemungkinan benihnya akan tersebar menjadi kecil. Besar frekuensi kedua spesies tersebut relatif tidak berbeda jauh dengan F. elastica sehingga hal yang sama juga mungkin dialami oleh F. elastica.

(42)

Gambar 15 Contoh spesies pencekik yang ditemukan di lapang: (a) Ficus benjamina (beringin), (b) Ficus elastica (beringin karet), (c) Ficus glauca (bunut), dan (d) Schefflera actinophylla

Tabel 12 Analisis vegetasi tanaman pencekik pada seluruh lokasi penelitian

Nama Ilmiah Nama Lokal Jumlah Ind

Jumlah Plot

Luasan tajuk (m2) F

FR (%)

K (ind/ha)

KR (%) D

DR

(%) INP

Ficus benjamina Beringin 39 28 2648,9 0,6 63,6 7,1 60,9 4,8 61,3 185,9

Ficus elastica Beringin karet 7 6 1214,7 0,1 13,6 1,3 10,9 2,2 28,1 52,7

Ficus glauca Bunut 9 5 390,8 0,1 11,4 1,6 14,1 0,7 9,0 34,5

Schefflera actinophylla Walisongo 9 5 64,9 0,1 11,4 1,6 14,1 0,1 1,5 26,9

Total 64 45 4352,4 1,0 100,0 11,7 100,0 7.9 100.0 300,0

Keterangan: F: Frekuensi; FR: Frekuensi Relatif; K: Kelimpahan; KR: Kelimpahan Relatif; D: Dominansi; DR: Dominansi Relatif; INP: Indeks Nilai Penting

(a) (b) (c) (d)

(43)

Tabel 13 Analisis vegetasi tanaman pencekik per lokasi penelitian

Keterangan: F: Frekuensi; FR: Frekuensi Relatif; K: Kelimpahan; KR: Kelimpahan Relatif; D: Dominansi; DR: Dominansi Relatif; INP: Indeks Nilai Penting

(44)

Area penelitian di Jalan Ir. H Juanda hanya terdiri dari 5 plot. Pada kelima plot tersebut, ditemukan tiga jenis spesies tanaman pencekik, yaitu Ficus benjamina, Ficus elastica, dan S. actinophylla. Frekuensi relatif paling besar kembali dimiliki oleh F. benjamina, yaitu sebesar 50,0%, sedangkan dua spesies lain, F. elastica dan S. actinophylla, memiliki frekuensi relatif yang sama, yaitu 25,0%.

Jalan Pemuda memiliki jumlah spesies yang paling banyak jika dibandingkan dengan lokasi studi lain. Spesies pencekik yang ditemukan di jalan ini berjumlah empat spesies yang terdiri dari F. benjamina, F. elastica, F. glauca,

dan S. actinophylla. Seperti pada lokasi studi lain, F. benjamina memiliki frekuensi yang paling tinggi. Spesies ini ditemukan pada 9 plot sehingga memiliki frekuensi relatif sebesar 64,3%. Spesies yang memiliki frekuensi realtif paling rendah adalah F. elastica dan F. glauca sebesar 7,1%. Spesies dengan frekuensi relatif tertinggi adalah F. benjamina, yaitu sebesar 66,7%, sedangkan dua spesies lainnya memiliki frekuensi relatif yang sama, yaitu 16,7%. Spesies F. benjamina memiliki frekuensi paling besar di seluruh lokasi penelitian. Hal ini menggambarkan bahwa penyebaran benih spesies tersebut diduga lebih mudah jika dibandingkan dengan spesies lain.

Dari kelima jalur hijau yang dijadikan lokasi studi, jalur hijau yang memiliki total frekuensi seluruh tanaman pencekik tertinggi adalah Jalan Pemuda, dengan nilai 1,4 (Tabel 13), berarti banyak plot penelitian di Jalan Pemuda yang di dalamnya terdapat tanaman pencekik. Berdasarkan pengamatan, 9 dari 10 plot penelitian di Jalan Pemuda ditinggali oleh tanaman pencekik. Hal ini diduga terjadi karena kondisi masing-masing plot yang hampir seragam. Tidak ada kondisi plot yang benar-benar berbeda, misalnya dilihat dari segi kontinuitas pohon, tidak ada plot yang pohonnya sangat jarang atau plot dengan kondisi yang sangat gersang.

Jalan yang total frekuensi seluruh tanaman pencekiknya paling kecil adalah Jalan Jend. Sudirman dengan nilai 0,6. Hal ini menggambarkan bahwa hanya sedikit plot di Jalan Sudirman yang di dalamnya terdapat tanaman pencekik. Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa dari 10 plot, hanya ada 4 plot yang ditinggali oleh tanaman pencekik. Hal ini diduga terjadi karena kondisi plot yang tidak seragam, terdapat plot dengan komposisi tanaman inang yang sedikit atau plot dengan kondisi iklim mikro yang lebih panas. Kelembaban yang rendah pada plot-plot tertentu menyebabkan tidak adanya tanaman pencekik karena habitat tanaman pencekik adalah tempat dengan kelembaban relatif tinggi.

Kelimpahan Tanaman Pencekik

(45)

actinophylla, dan F. elastica. Secara keseluruhan, terdapat 58 pohon yang ditumpangi oleh tanaman pencekik. Namun, jumlah individu tanaman pencekik yang ditemukan pada lokasi studi adalah 64 tanaman. Terdapat beberapa pohon yang ditumpangi oleh dua atau tiga tanaman pencekik pada waktu yang bersamaan. Hal ini diduga karena kondisi pohon tersebut yang mendukung hidupnya beberapa spesies yang berbeda pada waktu yang bersamaan. Dari total 64 tanaman, 39 di antaranya merupakan F. benjamina. Hal ini memperlihatkan bahwa spesies tersebut mudah hidup di berbagai tempat dan benihnya lebih mudah tersebar. Di lain sisi, spesies yang kelimpahannya paling rendah adalah F. elastica, yaitu dengan kelimpahan relatif sebesar 10,9%.

Pada lokasi studi Jalan Jend. Ahmad Yani, spesies yang mempunyai kelimpahan relatif lebih besar adalah F. benjamina dengan nilai 70,0%, sedangkan spesies yang kelimpahannya lebih kecil adalah F. elastica dengan nilai 30% (Tabel 13). Kejadian ini diduga dapat terjadi karena wujud buah F. benjamina yang lebih menarik dan lebih mudah ditemukan jika dibandingkan dengan F. elastica (Gambar 16). Selain itu, hal tersebut dapat pula didukung oleh kondisi jalur hijau Jalan Jend. Ahmad Yani yang diisi oleh pohon kenari dewasa. Pohon yang sudah dewasa mengakibatkan terbentuknya kanopi tajuk pohon di kedua sisi jalan saling menyatu dan membentuk koridor angin di bawahnya. Angin yang kencang dapat memicu terbangnya benih F. benjamina dari pohon yang satu ke pohon yang lain sehingga jumlah individu spesies tersebut semakin banyak. Hal ini turut didukung oleh adanya burung yang sering hinggap pada pohon-pohon di Jalan Jend. Ahmad Yani (Gambar 17) karena burung dapat menjadi vektor yang membawa benih F. benjamina.

Gambar 16 Buah (a) F. benjamina dan (b) F. elastica

Gambar 17 Burung di pohon jalur hijau Jalan Ahmad Yani

(46)

Pada lokasi studi Jalan Ir. H. Juanda, spesies yang kelimpahan relatifnya paling besar adalah S. actinophylla, yaitu dengan nilai 44,4%. Perbedaan nilai kelimpahan antar spesies di jalan ini tidak terlalu signifikan. Spesies yang kelimpahannya paling rendah adalah F. elastica, yaitu 22,2%. Hal ini diduga terjadi karena kondisi lingkungan yang lebih menguntungkan bagi walisongo. S. actinophylla diduga memiliki selang toleransi lingkungan yang tinggi, karena selama pengamatan dilakukan, spesies ini dapat ditemukan hidup di tempat yang panas dengan kelembaban yang relatif tidak begitu tinggi, tetapi dapat juga hidup di bawah nangan dengan kondisi yang lembab. Jika dikaitkan dengan kondisi di lapang, jalur hijau Jalan Ir. H. Juanda cenderung agak terbuka dan tidak terlalu lembab karena ukuran jalannya yang sangat lebar. Kondisi ini diduga lebih menguntungkan bagi walisongo.

Pada lokasi studi Jalan Pemuda, F. benjamina merupakan tanaman yang memiliki kelimpahan relatif paling tinggi dengan nilai 64,0%. Kelimpahan relatif paling rendah dimiliki oleh F. elastica dengan nilai 4,0%. Hal ini dapat dikaitkan dengan tampilan buah F. benjamina yang lebih menarik perhatian burung. Total kelimpahan pencekik paling tinggi terdapat pada jalan ini, yaitu 20,5. Tingginya kelimpahan pencekik diduga disebabkan oleh kondisi iklim mikro yang mendukung pertumbuhan tanaman pencekik disertai dengan umur pohon inang yang relatif tua. Selain itu, lebar Jalan Pemuda yang tidak begitu besar diduga mempermudah persebaran benih tanaman pencekik.

Di lokasi studi Jalan Dr. Semeru, F. benjamina kembali menjadi spesies yang memiliki kelimpahan relatif paling besar dengan nilai 58,3%, sedangkan spesies yang kelimpahannya paling kecil adalah F. glauca dengan nilai 41,7%. Pada lokasi penelitian Jalan Jend. Sudirman, spesies yang kelimpahan relatifnya paling besar adalah F. benjamina, yaitu sebesar 75,0%, sementara spesies lainnya, yaitu F. glauca dan S. actinophylla memiliki besar kelimpahan relatif yang sama, yaitu 12,5%. Kelimpahan spesies tertentu yang nilainya besar di suatu jalan juga dapat disebabkan oleh keberadaan tanaman tersebut yang ditanam secara sengaja oleh warga yang tinggal di area tapak.

Dominansi Tanaman Pencekik

Berdasarkan hasil perhitungan dominansi masing-masing spesies pencekik di seluruh lokasi studi, diperoleh bahwa F. benjamina merupakan spesies yang paling dominan dengan dominansi relatif sebesar 61,3% (Tabel 12). Besar dominansi berkaitan dengan luas tutupan tajuk tanaman pencekik. Lebar tajuk tanaman ditentukan oleh faktor genetis spesies tersebut dan adaptasinya terhadap lingkungan. Tingginya dominansi F. benjamina jika dibandingkan dengan spesies lainnya diduga terjadi karena bentuk tajuknya yang cenderung melebar. Pada saat dewasa, F. benjamina akan cenderung memanfaatkan nutrien yang diperolehnya untuk tumbuh menyebar daripada untuk menambah tinggi. Kemudian, tajuknya akan membentuk kanopi yang luas seperti payung dengan percabangan menggantung (Riffle dalam Starr et al. 2003). Tajuk yang melebar mengakibatkan tutupan kanopi menjadi luas sehingga dominansi pun semakin besar. Kondisi ini ditambah dengan frekuensi dan kelimpahan yang memang sudah besar jelas menyebabkan dominansinya menjadi paling besar.

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran
Gambar 3  (a) Tajuk, (b) daun, dan (c) buah F. benjamina (beringin) Sumber: Urban Forest (2012)
Gambar 4  (a) Tajuk1, (b) daun2, dan (c) buah2 F. elastica (beringin karet)
Gambar 5  (a) Tajuk 1, (b) daun2, dan (c) buah3 S.  actinophylla (walisongo)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Gunungkidul nomor: 2281Y\PTSl20l4 tanggal 29 Septemb er 2014 tentang Pembentukan Satuan Tugas Gunungkidul Emergency Service (GES), dengan ini

For the last several years we have been going to Las Vegas for our family Vacations over spring break and the kids enjoy it.. They get to go on roller coasters, swim, play video

[r]

[r]

Aplikasi informasi sarana dan prasarana pendidikan berbasis WebGIS dipilih karena dalam penyampaian dan tampilan sebuah sistem informasi geografis lebih menarik dan

Karena Negara harus mewujudkan, menjamin, dan memelihara keberadaan otonomi perguruan tinggi, maka Negara TIDAK BOLEH LEPAS TANGGUNGJAWAB atas penyelenggaraan

Bedasarkan hasil dan pembahasan dari kripsi yang berjudul “Perbedaan Aerobic Exercise Dengan Contract Relax Stretching Dan Ice Massage Terhadap Penurunan Nyeri

ABSTRAK - Masalah dalam penelitian ini adalah penanda kohesi gramatikal apa saja yang terdapat pada teks “Perintis Homestay Rumah Gadang?” Penelitian ini bertujuan untuk