SIFAT KEAWETAN, KETERAWETAN DAN PENGERINGAN KAYU GANITRI (Elaeocarpus sphaericus Schum) ASAL SUKABUMI
ARIZAL SANI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sifat Keawetan, Keterawetan dan Pengeringan Kayu Ganitri (Elaeocarpus sphaericus Schum) Asal Sukabumi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Arizal Sani
ABSTRAK
ARIZAL SANI. Sifat Keawetan, Keterawetan dan Pengeringan Kayu Ganitri (Elaeocarpus sphaericus Schum) Asal Sukabumi. Dibimbing oleh TRISNA PRIADI
Ganitri (Elaeocarpus sphaericus Schum) adalah pohon tropis yang tumbuh sangat baik di Sukabumi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat keawetan, keterawetan, dan sifat pengeringan kayu ganitri sehingga dapat diolah dan menghasilkan produk yang lebih baik. Respon yang diamati dalam penelitian ini adalah nilai mortalitas rayap tanah dan nilai penurunan berat kayu yang diakibatkan serangan rayap tanah serta sifat keterawetannya. Sedangkan pengujian sifat pengeringan meliputi kecepatan pengeringan, evaluasi cacat, dan jadwal pengeringan. Hasil pengujian keawetan dari rayap tanah Coptotermes curvignatus
menunjukkan bahwa kayu ganitri dan kayu sengon memiliki nilai keawetan yang tidak jauh berbeda dikarenakan kayu tersebut termasuk ke dalam kelas awet V, sedangkan kayu nangka memiliki nilai keawetan paling tinggi. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dibandingkan dengan standar, keterawetan kayu ganitri sangat mudah diawetkan dengan nilai retensi 22,87 kg/m³ dan penetrasinya 27,80 mm atau 94,24%. Kayu ganitri memiliki sifat pengeringan agak buruk dilihat dari cacat permukaan yang besar, untuk itu disusun jadwal pengeringan dengan suhu awal 53 oC dan suhu akhir 83 oC sedangkan kelembabannya (RH) yaitu awal 85% dan akhir 30%.
Kata kunci: boraks, C. curvignatus, ganitri, jadwal pengeringan, keterawetan
ABSTRACT
ARIZAL SANI. The Durability, Treatability and Drying Properties of Ganitri Wood (Elaeocarpus sphaericus Schum) from Sukabumi. Supervised by TRISNA PRIADI
Ganitri (Elaeocarpus sphaericus Schum) is a tropical plant that also grows in Sukabumi. The aim of this research was to evaluate the durability, treatability, and drying properties of ganitri wood, hence the best practice to utilize the wood can be achieved. Variables evaluated in this study were the mortality rate of subterranean termites, the wood samples weight loss caused by subterranean termites attack, and also the treatability of wood sample using borax as the preservative agent. The drying properties include wood drying rate, defects and the drying schedule. The results from wood durability testing using subterranean termites Coptotermes curvignatus show that ganitri wood and sengon wood have the same durability class (V) while nangka wood has higher durability. Ganitri
wood was very easy to be preserved with wood retention of 22,87 kg/m³ and the penetration of 27,80 mm or 94,24%. The drying properties of ganitri wood is rather poor which is pront to surface check. The best drying schedule for ganitri wood found in this research using initial and final temperatures consequtively 53 0C and 83 0C while the initial and final humidity (RH) are 85% and 30%.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan
SIFAT KEAWETAN, KETERAWETAN DAN PENGERINGAN KAYU GANITRI (Elaeocarpus sphaericus Schum) ASAL SUKABUMI
ARIZAL SANI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah Sifat Pengolahan, dengan judul Sifat Keawetan, Keterawetan dan Pengeringan Kayu Ganitri (Elaeocarpus sphaericus Schum) Asal Sukabumi Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Trisna Priadi selaku pembimbing,yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Sugama dari Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi yang telah banyak membantu mencari informasi mengenai kayu Ganitri, ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada E. Suherman dan E. Kartini sebagai orang tua yang telah memberikan doa, kasih sayang, dukungan moril dan material. Bapak Suhada, Bapak Kadiman, Bapak Anhari dan Ibu Esti dari Divisi Laboratorium Rayap dan Teknologi Peningkatan Mutu Kayu yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kakak, adik dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih selanjutnya penulis ucapkan untuk Milki, Indri, Irsyad, Fifia, Depin, Gita, Vira teman-teman THH 48 lainnya dan teman-teman L7 yang telah membantu dalam memberi dukungan kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Bahan 2
Alat 2
Prosedur Analisis Data 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Hasil 9
Pembahasan 9
SIMPULAN DAN SARAN 15
Simpulan 15
Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 15
LAMPIRAN 17
DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah 4 2 Kriteria penilaian keawetan kayu dari serangan rayap tanah 4 3 Kriteria penilaian keawetan kayu dari serangan jamur pelapuk 4 4 Klasifikasi keterawetan berdasarkan tingkat penetrasi dengan
metode perendaman dingin. 6
5 Perubahan suhu dan kelembaban pada awal dan akhir pengeringan
kayu Terazawa (1965) dalam Basri (2005) 8
6 Hasil uji lanjut duncan penurunan berat kayu dari rayap tanah 9 7 Hasil uji lanjut duncan mortalitas rayap tanah 10 8 Nilai keawetan kayu dari serangan rayap tanah 11 9 Nilai keawetan kayu dari serangan jamur pelapuk 11 10 Hasil uji lanjut duncan penurunan berat kayu uji graveyard test 12
11 Tabel hasil uji keterawetan kayu ganitri 12
12 Evaluasi sifat dasar pengeringan 13
13 Suhu dan RH pengeringan 13
14 Jadwal pengeringan 14
15 Evaluasi cacat jadwal pengeringan 14
DAFTAR GAMBAR
1 Pengujian keawetan alami kayu ganitri dari serangan rayap
tanah C.curvignathus saat pengumpanan 3
2 Pengujian keawetan alami kayu ganitri di alam terbuka
(graveyard test) 5
3 Nilai penurunan berat kayu sengon, kayu ganitri dan kayu nangka
akibat serangan rayap tanah 9
4 Graveyard test sesudah pengumpanan (kayu nangka, kayu sengon,
dan kayu ganitri) 10
5 Jenis rayap yang menyerang contoh uji kayu 10 6 Persentase kehilangan berat kayu ganitri, kayu nangka dan kayu
sengon pada uji kubur 11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Lampiran 1 nilai penurunan berat dan mortalitas dari serangan
rayap tanah 18
2 Lampiran 2 nilai penurunan berat dari serangan rayap tanah
(graneyard test) 19
3 Lampiran 3 analisis sidik ragam 20
4 Lampiran 4 data hasil keterawetan 21
5 Lampiran 5 gambar penetrasi bahan pengawet kayu boraks pada
kayu ganitri 22
6 Lampiran 6 gambar hasil uji rayap tanah skala laboratorium 22 7 Lampiran 7 klasifikasi cacat dan sifat pengeringan Terazawa
8 Lampiran 8 perubahan suhu dan kelambaban pada awal dan
akhir pengeringan kayu (Terazawa 1965) 24
9 Lampiran 9 Suhu bola kering dan depresi suhu bola basah
berdasarkan kadar air kayu (Torgeson 1951) 24 10 Lampiran 10 Nilai kelembaban udara relatif berdasarkan suhu
bola kering dan depresi bola basah (Torgeson 1951) 25 11 Lampiran 11 Nilai cacat dalam uji pengeringan kayu
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kayu lesser known species (kurang dikenal) umumnya belum banyak dimanfaatkan oleh pengguna terutama industri perkayuan karena kayunya yang belum dikenal baik dan membutuhkan penelitian yang mendalam mengenai karakteristik kayunya. Jenis-jenis kayu tersebut hanya diketahui secara lokal dan biasanya belum tersedia di pasaran dalam jumlah yang memadai atau hanya dipasarkan dalam skala kecil. Menurut Martawijaya et al. (2005), Indonesia diperkirakan memiliki 4000 jenis kayu, 400 jenis diantaranya mempunyai potensi sebagai kayu perdagangan, dari jumlah tersebut 267 jenis telah dikenal dalam perdagangan sisanya sebanyak 133 jenis masih digolongkan sebagai kayu kurang dikenal.
Kayu mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda, dalam pengolahannya memerlukan penanganan yang berbeda pula. Darisisi produsen, sifat kayu penting artinya dalam proses produksi dan pemasaran, sedangkan bagi konsumen lebih memudahkan untuk memilih kayu-kayu yang cocok untuk kepentingannya.
Pohon ganitri (Elaeocarpus sphaericus Schum) adalah tumbuhan tropis Asia yang tumbuh tersebar mulai dari India, Nepal, Srilanka, Myanmar, Malaysia, dan Indonesia. Di Indonesia pohon ganitri tumbuh tersebar di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Ganitri dapat tumbuh baik mulai dari pinggir pantai sampai ketinggian 1200 meter diatas permukaan laut Zuhud et al. (2013).
Permasalahan yang timbul adalah pemanfaatan jenis ini belum dilengkapi informasi yang cukup mengenai sifat pengolahannya. Dengan mengetahui sifat pengolahannya, maka pemanfaatan kayu ini dapat lebih optimal sehingga mampu memberikan nilai tambah (added value) terhadap kayu tersebut, meningkatkan nilai jual serta menghasilkan produk kayu yang lebih berkualitas.
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat keawetan, keterawetan, dan sifat pengeringan kayu ganitri sehingga dapat diolah dan menghasilkan produk yang lebih baik.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang bermanfaat mengenai sifat pengolahan kayu ganitri sehingga dapat menjadi alternantif bahan baku yang komersial untuk meningkatkan penggunaan secara optimal sebagai bahan baku furniture dan bahan bangunan yang berkualitas dan bernilai tinggi.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sifat Dasar Kayu, Laboratorium Pengerjaan Kayu (workshop) dan Laboratorium Rayap di Divisi Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung selama 6 bulan yaitu dimulai pada bulan Januari - Juni 2015.
Bahan
Bahan utama yang digunakan sebagai objek penelitian adalah kayu ganitri (Elaeocarpus sphaericus Schum) yang berasal dari Sukabumi, Jawa Barat. Tiga log dari pohon yang berbeda dengan diameter diatas dada (DBH) 25-30 cm. Contoh uji dibuat berdasarkan standar yang digunakan. Bahan lainnya adalah rayap tanah
Coptotermes curvignatus Holmgren kasta pekerja dan bahan pengawet kayu boraks. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven Memmert, timbangan analitik, desikator, cawan petri, bejana plastik, linggis, water bath, botol uji, kamera, caliper, moisture meter, alat hitung, dan alat tulis.
Prosedur Penelitian Pengujian Keawetan Alami Kayu
3 menggunakan alumunium foil yang telah diberi lubang untuk mengatur sirkulasi udara dan disimpan di tempat yang gelap selama 4 minggu. Sebagai pembanding dalam penelitian ini digunakan kayu nangka dan kayu sengon yang mewakili kelas awet II dan kelas awet IV. Setiap minggu aktivitas rayap diamati. Bila kadar air pasir berkurang bisa ditambahkan kembali aquades secukupnya tanpa menggangu aktivitas rayap. Setelah 4 minggu botol uji dibongkar, kayu dibersihkan dan dioven pada suhu 60±2 0C selama 48 jam untuk mendapatkan nilai berat kayu setelah pengujian (W2). Adapun klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah mengacu pada Standar Nasional Indonesia 01-7207-2006 (Tabel 1).
Gambar 1 Pengujian keawetan alami kayu ganitri dari serangan rayap tanah
Coptotermes curvignatus saat pengumpanan
� % = w −w� x 100%
keterangan:
P = Penurunan berat (%)
W1 = Berat kering oven contoh uji sebelum pengujian (gram ) W2 = Berat kering oven contoh uji setelah pengujian (gram )
Perhitungan nilai mortalitas rayap pada contoh uji terhadap rayap tanah adalah sebagai berikut :
� = D x 100% keterangan :
MR = Mortalitas rayap (%) D = Jumlah rayap mati (ekor)
4
Tabel 1 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah
Kelas Ketahanan Penurunan berat (%)
I Sangat tahan <3,52
II Tahan 3,52 - 7,50
III Sedang 7,50 - 10,96
IV Buruk 10,96 - 18,94
V Sangat buruk 18,94 - 31,89
Sumber: Standar Nasional Indonesia 01-7207-2006
Uji lapang keawetan kayu dengan metode uji kubur (graveyard test) berdasarkan ASTM D 1758-02. Ukuran contoh uji kayu 45,7 x 2 x 2 cm3. Sebelum melakukan uji kubur contoh uji dikeringkan pada suhu 60 0C selama 48 jam. Setelah itu contoh uji dikubur 2/3 dari panjang totalnya dalam tanah di Arboretum Fahutan dengan jarak kubur antar contoh uji 30 cm dan jarak antar baris 60 cm. Pengujian dilakukan selama 3 bulan. Setelah masa pengujian berakhir, contoh dikeluarkan dari tanah dan dibersihkan permukaannya untuk kemudian diamati tingkat kerusakannya. Penilaian tingkat kerusakan contoh uji oleh rayap tanah dan jamur pelapuk pada uji lapang dengan mengacu pada (Tabel 2 dan tabel 3).
Tabel 2 Kriteria penilaian keawetan kayu dari serangan rayap tanah Nilai
keawetan Kondisi serangan
10 Tidak ada serangan; ada 1-2 gigitan rayap
9 Gigitan ≤ 3% melintang contoh uji
8 3% < gerekan ≤ 10% melintang contoh uji
7 10% < gerekan ≤ 30% melintang contoh uji
6 30% < gerekan ≤ 50% melintang contoh uji
4 50% < gerekan ≤ 70% melintang contoh uji
0 Rusak > 70% melintang contoh uji Sumber: ASTM D 1758-02
Tabel 3 Kriteria penilaian keawetan kayu dari serangan jamur pelapuk Nilai
keawetan Kondisi serangan
10 Tidak ada pelapukan; ada sedikit bekas serangan jamur
9 Serangan ≤ 3% melintang contoh uji
8 3% < lapuk ≤ 10% melintang contoh uji
7 10% < lapuk ≤ 30% melintang contoh uji
6 30% < lapuk ≤ 50% melintang contoh uji
4 50% < lapuk ≤ 70% melintang contoh uji
5
Gambar 2 Pengujian keawetan alami kayu ganitri di alam terbuka (graveyard test)
Nilai kehilangan berat contoh uji dihitung menggunakan persamaan berikut :
� % = w −w� x 100%
keterangan:
P = Penurunan berat (%)
W1 = Berat kering oven contoh uji sebelum pengujian (gram) W2 = Berat kering oven contoh uji setelah pengujian (gram)
Pengujian Sifat Keterawetan Kayu
Pengujian sifat keterawetan kayu merujuk pada SNI 03-3233-1998. Contoh uji bebas cacat mewakili bagian pangkal dan ujung batang dibuat dengan ukuran 10 x 6 x 6 cm3. Contoh uji kondisi kering udara yaitu dengan kadar air dibawah 20%. Kedua ujung dilapisi dengan parafin kemudian contoh uji ditimbang berat awal sebelum pengawetan (B0). Kemudian dilakukan proses rendaman dingin dengan bahan pengawet boraks dengan konsentrasi 5%. Proses rendaman dingin diawali dengan memasukan contoh uji kayu ke dalam bak pengawetan, kemudian bahan pengawet dialirkan ke dalam bak pengawet sampai permukaan larutan mencapai 10 cm diatas tumpukan kayu. Perendaman di dalam pengawet boraks dilakukan selama 48 jam. Selanjutnya contoh uji ditiriskan sampai tidak ada larutan yang menetes, kemudian ditimbang (B1) untuk menghitung nilai retensinya.
R = � −� � x K
keterangan:
R = retensi (kgm-3)
B1 = berat contoh uji setelah pengawetan (kg) B0 = berat contoh uji sebelum pengawetan (kg) V = volume contoh uji (m3)
6
Langkah selanjutnya contoh uji dibiarkan sampai kering udara untuk mengukur nilai penetrasi bahan pengawet. Untuk menghitung dalamnya penetrasi, dilakukan dengan cara contoh uji dipotong melintang pada bagian tengahnya, pada masing-masing penampang potongan contoh uji disemprotkan larutan bahan pereaksi yang sesuai dengan bahan aktif yang akan diuji secara berurutan. Bahan pereaksi untuk boron berupa pereaksi A yang terdiri dari 10 g serbuk kunyit dalam 100 ml alkohol. Pereaksi B yaitu 80 ml alkohol dan 20 ml asam klorida pekat yang dijenuhkan dalam asam salisilat. Apabila terjadi perubahan warna (dari kuning menjadi merah) menandakan adanya boron dalam kayu. Pengukuran penetrasi dilakukan dengan 2 cara yaitu pengukuran kedalaman penetrasi dilakukan dari ke empat sisi yang ditembus oleh bahan pengawet lalu dirata-ratakan. Pengukuran penetrasi juga dilakukan menggunakan persentase luas yang dihitung dengan kertas millimeter blok untuk memudahkan dalam menghitung kedalaman retensi bahan pengawet, berikut adalah rumus yang digunakan :
=
X +X +X +XNketerangan :
= Rata-rata penetrasi (mm) X1 = Kedalaman retensi 1 (mm) X2 = Kedalaman retensi 2 (mm) X3 = Kedalaman retensi 3 (mm) X4 = Kedalaman retensi 4 (mm) N = Jumlah retensi yang diukur Rumus persentase penetrasi bahan pengawet :
X = L gi e pe e i
L pe p g k y
�
%
Persyaratan retensi dan penetrasi bahan pengawet didasarkan pada nilai yang terdapat dalam SNI 03-5010.1-1999 sebagai berikut:
1) Retensi bahan pengawet sebesar 8,0 kg m-3 untuk penggunaan di bawah atap,dan 11,0 kg m-3 untuk penggunaan di luar atap.
2) Penetrasi bahan pengawet sebesar 5 mm.
Tabel 4 Klasifikasi keterawetan berdasarkan tingkat penetrasi dengan metode perendaman dingin
7 Pengujian Sifat Pengeringan Kayu
Pengujian sifat pengeringan kayu berdasarkan metode Terazawa (1965). Contoh uji berukuran 20 x 10 x 2,5 cm3 kondisi segar (kadar air >30%) dengan 12 kali pengulangan. Contoh uji dibersihkan dari serabut-serabut lepas dengan menggunakan cutter. Kemudian contoh uji disusun bertumpuk dengan menggunakan ganjal kayu di dalam oven. Selanjutnya contoh uji tersebut dikeringkan pada suhu konstan 100 °C hingga mencapai kondisi kering tanur. Cacat yang terjadi diamati setiap 3 jam selama pengamatan tersebut berlangsung. Berdasarkan penilaian cacat terhadap contoh uji dengan tingkat terparah, ditetapkan suhu dan kelembaban (awal dan akhir) pengeringan berdasarkan Terazawa (1965) (Tabel 5).
Rancangan jadwal pengeringan jenis kayu tersebut berdasarkan Forest Product Laboratory (FPL) Madison dalam Torgeson (1951). Jadwal pengeringan yang sudah disusun diuji menggunakan contoh uji papan tangensial berukuran 60 x 20 x 2,5 cm3. Percobaan pengeringan dilakukan di dalam kilang pengering konvensional. Pada akhir pengeringan alat pengatur suhu dan kelembaban dimatikan namun kipas dibiarkan tetap menyala selama sekitar 6 jam sebelum papan dikeluarkan dari dapur pengering. Selanjutnya dilakukan evaluasi nilai cacat pengeringan dan laju pengeringan dengan rumus :
= KAa − ���
keterangan :
L = Laju pengeringan (%/hari) KAa = Kadar air awal (%) KAb = Kadar air akhir (%)
8
Tabel 5 Perubahan suhu dan kelembaban pada awal dan akhir pengeringan kayu Terazawa (1965) dalam Basri (2005)
Jenis cacat Suhu (ºC) dan Sumber: Terazawa (1965) dalam Basri (2005)
Analisis data
Analisis data hasil pengujian pengaruh jenis kayu terhadap keawetan (penurunan berat kayu) menggunakan metode deskriptif dan analisis keragaman menggunakan rancangan percobaan acak lengkap 1 faktor 3 taraf. Aplikasi pengolah data yang digunakan yaitu Microsoft Excel 2010 dan SPSS 16.0. Apabila uji F-hitung pada taraf 5% menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan. Model matematis untuk RAL adalah sebagai berikut :
Yij =
μ
+τ
i +ɛ
ijketerangan :
Yij = Nilai pengamatan penurunan berat pada perlakuan τ
(jenis kayu) ke-i (sengon, ganitri dan nangka) dan ulangan ke-j (4 kali pengulangan)
µ = Rataan umum
τi = Pengaruh perlakuan τ (jenis kayu) ke-i (sengon, ganitri dan nangka)
ɛij = Kesalahan percobaan τ pada perlakuan ke-i
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Keawetan Kayu terhadap Serangan Rayap Tanah Berdasarkan SNI 01-7207-2006
Adanya serangan rayap tanah ditandai dengan pengotoran permukaan kayu dengan bekas tanah yang masih menempel. Berdasarkan pengujian laboratorium yang telah dilakukan selama 4 minggu diperoleh nilai rata-rata penurunan berat kayu ganitri, kayu sengon dan kayu nangka (Gambar 3).
Gambar 3 Nilai penurunan berat kayu sengon, kayu ganitri dan kayu nangka akibat serangan rayap tanah.
Gambar 3 menunjukkan bahwa kayu ganitri memiliki sifat keawetan lebih tinggi dari kayu sengon, tetapi lebih rendah dari kayu nangka. Pandit dan Kurniawan (2008) menyatakan bahwa keawetan alami kayu sengon termasuk kedalam kelas awet IV-V, sehingga kayu sengon kurang tahan terhadap serangan rayap tanah. Sedangkan Febrianto et al. (2013) menyatakan bahwa keawetan alami kayu nangka dari rayap tanah termasuk ke dalam kelas awet II sehingga kayu nangka tahan terhadap serangan rayap tanah. Kayu nangka merupakan kayu yang paling tahan terhadap serangan rayap tanah. Dari penelitian Heyne (1987) dalam Bintari (2002) diketahui bahwa kayu nangka mengandung zat ekstraktif morine. Diduga bahwa jenis zat ekstraktif inilah yang tidak disukai oleh rayap. Pernyataan ini diperkuat oleh Syafii (2001) bahwa zat ekstraktif sangat berperan dalam keawetan alami kayu. Tabel 6 Hasil uji lanjut duncan penurunan berat kayu dari rayap tanah
32.34b
Nilai rata-rata Perlakuan Kelas awet
4,24975a Nangka II
22,97075b Ganitri V
10
Nilai penurunan berat kayu ganitri tidak berbeda nyata dengan kayu sengon tetapi berbeda nyata dari kayu nangka, akibat serangan rayap tanah (Tabel 6). Hasil tersebut menunjukkan bahwa keawetan alami dari rayap tanah kayu ganitri dan kayu sengon relatif sama yaitu memiliki kelas awet V, sedangkan kualitas keawetan kayu nangka dari rayap tanah lebih baik dibandingkan kayu ganitri dan kayu sengon.
Uji Kubur (Graveyard Test) Berdasarkan ASTM D 1758-02
Hasil pengujian lapang keawetan alami kayu (Gambar 4) menunjukkan bahwa kerusakan kayu yang ditemukan sebagian besar disebabkan oleh serangan rayap tanah
jenis Macrotermes (Gambar 5), sedangkan bekas serangan jamur pelapuk relatif sedikit.
(a) (b)
(c)
Gambar 4 Graveyard test sesudah pengumpanan (a) kayu ganitri, (b) kayu sengon, (c) kayu nangka
Gambar 5 Jenis rayap yang menyerang contoh uji kayu
11
Gambar 6 Persentase kehilangan berat kayu ganitri, kayu nangka dan kayu sengon pada uji kubur
Gambar 6 menunjukan bahwa kayu ganitri mempunyai nilai persentase kehilangan berat yang lebih besar dari kayu sengon, sehingga dapat disimpulkan bahwa kayu ganitri sangat tidak tahan terhadap serangan rayap tanah.
Tabel 8 Nilai keawetan kayu dari serangan rayap tanah
Jenis kayu Nilai keawetan
Ganitri 4
Sengon 6
Nangka 10
Tingginya nilai keawetan (Tabel 8) dan penurunan berat kayu ganitri pada pengujian lapang tidak hanya rayap tanah yang menyerang contoh uji tetapi ada faktor lain seperti serangan jamur pelapuk dan lingkungan yang sangat lembab, sehingga organisme perusak kayu mudah menyerang contoh uji. Pada habitat aslinya, rayap mempunyai sifat mencari makanan dengan jenis kayu yang diinginkan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Nuriyatin et al. (2003) bahwa kekhasan jenis-jenis kayu akan mempengaruhi perilaku rayap, pada saat rayap mencicipi sumber makanan dan jika dirasakan adanya zat ekstraktif yang bersifat racun maka rayap akan berpindah ke bagian lain untuk mencari sumber makanan lain.
Tabel 9 Nilai keawetan kayu dari serangan jamur pelapuk
Jenis kayu Nilai keawetan
Ganitri 7
Sengon 9
Nangka 10
Pengujian lapang ini tidak hanya rayap yang menyerang contoh uji tetapi ada organisme perusak kayu lain yaitu jamur pelapuk yang berperan dalam merusak contoh uji. Meskipun serangannya relatif sedikit (Tabel 9), tetapi berpengaruh terhadap penurunan berat pada pengujian lapangan.
12
Tabel 10 Hasil uji lanjut duncan penurunan berat kayu uji graveyard test
Hasil analisis ragam (Lampiran 3) nilai kehilangan berat kayu menunjukkan adanya pengaruh yang nyata dari jenis kayu terhadap penurunan berat pada pengujian keawetan lapangan. Berdasarkan hasil uji lanjut duncan pada (Tabel 10), keawetan alami kayu nangka pada pengujian lapang sangat baik, namun keawetan alami kayu sengon dan ganitri pada pengujian lapang lebih buruk.
Pengujian Sifat Keterawetan Berdasarkan SNI 03-3233-1998 Nilai rata-rata retensi bahan pengawet boraks pada kayu ganitri yaitu 22,87 kg/m³ (Tabel 11). Pengujian keterawetan pada kayu ganitri menunjukkan bahwa hasil retensi bahan pengawet boraks masuk dalam standar SNI yakni sebesar 8,00 kg/m³ untuk penggunaan di bawah atap dan 11,00 kg/m³ untuk penggunaan di luar atap. Adapun hasil nilai penetrasi yang diperoleh sebesar 27,80 mm (Tabel 11) sehingga masuk kedalam standar yang ditetapkan yakni 5 mm (SNI 03-5010.1-1999).
Tabel 11 Hasil uji sifat keterawetan kayu ganitri
Nilai rata-rata penetrasi bahan pengawet boraks masuk ke dalam kayu ganitri yakni sebesar 94,24 % (Tabel 11). Berdasarkan klasifikasi keterawetan menurut metode IUFRO dalam Smith dan Tamblyin (1970), maka penetrasi bahan pengawet boraks pada kayu ganitri dengan metode perendaman dingin tergolong mudah. Metode rendaman dingin selama 48 jam ini cocok digunakan pada kayu ganitri sehingga tidak perlu metode lain seperti rendaman panas-dingin maupun vakum yang memerlukan energi dan biaya yang lebih mahal untuk mengawetkan kayu ini.
Pengujian Sifat Pengeringan Kayu
Hasil pengujian sifat pengeringan kayu ganitri berdasarkan Terazawa (1965) yang dimodifikasi Basri et al. (2007) menyimpulkan bahwa kayu ganitri memiliki sifat pengeringan agak buruk (Tabel 12). Cacat pengeringan retak dalam dan deformasi (perubahan bentuk) tidak terlalu parah yaitu mempunyai nilai 1,
Nilai rata-rata Perlakuan
13 sedangkan untuk cacat terparah pada retak permukaan yaitu mempunyai nilai 5 sehingga menyebabkan kayu ganitri memiliki sifat pengeringan agak buruk. Pecah permukaan kayu terjadi pada awal proses pengeringan ketika kadar air kayu masih tinggi. Menurut Yamashita et al. (2013), retak diakibatkan perubahan dimensi yang tidak sama antara permukaan kayu dengan bagian dalamnya, pada bagian permukaan kayu lebih cepat mengering tetapi pada bagian dalam kayu masih jenuh dengan air. Retak pada umumnya terjadi pada sepanjang jari-jari kayu karena merupakan bagian terlemah pada kayu. Menurut Rasmussen (1961), pecah permukaan dapat terjadi dalam jari-jari kayu, saluran resin maupun dalam lapisan mineral. Cara untuk menghindari terjadinya cacat ini adalah dengan memberikan kelembaban udara yang tinggi pada permulaan pengeringan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi Walker (2007).
Tabel 12 Evaluasi sifat dasar pengeringan Jenis
Hasil uji pengeringan dilanjutkan dengan menyusun jadwal pengeringan untuk kayu ganitri berdasarkan cacat terparah yang dialami kayu pada saat uji pendahuluan pengeringan. Cacat terparah yang dialami kayu ganitri adalah retak permukaan yaitu bernilai 5 (Tabel 12), Berdasarkan Terazawa (1986) dalam Basri (2007) sehinga ditetapkan suhu bola kering dan depresi suhu bola basah dengan suhu awal 530 C dan suhu akhir 83 0C sedangkan kelembabannya (RH) yaitu awal 85% dan akhir 30% (Tabel 13). Merujuk pada jadwal pengeringan Forest Product Laboratory (FPL) Madison dalam Torgeson (1951), maka jadwal pengeringan yang dapat digunakan untuk kayu ganitri terdapat pada (Tabel 14).
14
Pengujian jadwal pengeringan menunjukan keberhasilan dalam pengendalian cacat permukaan, setelah menggunakan jadwal pengeringan nilai maksimal yang diperoleh memiliki nilai 2 (Tabel 15).
Tabel 15 Evaluasi cacat jadwal pengeringan Jenis
15
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil pengujian keawetan kayu dari rayap tanah Coptotermes curvignatus
dalam skala laboratorium dan lapangan menunjukkan bahwa kayu ganitri dan kayu sengon memiliki nilai keawetan yang tidak jauh berbeda dikarenakan kayu ganitri dan sengon memiliki nilai keawetan yang sama yaitu kelas awet V. Kayu ganitri sangat mudah diawetkan dengan pengawet boraks, nilai retensi yang diperoleh adalah 22,87 kg/m³ dan nilai penetrasinya 27,80 mm atau 94,24%. Sifat pengeringan kayu ganitri memiliki sifat pengeringan agak buruk, sehingga disusun jadwal pengeringan yang bisa digunakan dengan suhu awal 53 0C dan suhu akhir 83 0C sedangkan kelembaban awal 85% dan kelembaban akhir 30%.
Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai efektifitas bahan pengawet kayu boraks terhadap kayu ganitri, serta perlu adanya uji perlakuan pendahuluan sebelum pengeringan kayu ganitri sehingga dapat mengurangi cacat pada saat pengeringannya.
DAFTAR PUSTAKA
[ASTM] American Society for Testing and Materials. 2002. Test Method of Evaluating Wood Preservatives by Field Test with Stakes. ASTM D 1758-02. Basri E. 2005. Bagan pengeringan dasar 16 jenis kayu Indonesia. JPHH.
23(1):23-33.
Basri ERGN, Triantoro, Wahyudi. 2007. Sifat dan jadwal pengeringan lima jenis kayu papua barat. J Pen Has Hut. 5 (1): 57-62.
Bintari AN. 2002. Pengaruh Jenis Kayu dan Arah Radial Terhadap Proporsi Sel, Wettabilitas dan Keteguhan rekat Tiga Jenis Kayu [skripsi]. Yogyakarta (ID): Fakultas Kehutanan UGM.
Febrianto F, Pranata AZ, Arinana, Gumilang A. 2013. Keawetan alami Sembilan jenis kayu dari kampus dramaga Institut Pertanian Bogor terhadap serangan rayap. JITKT. 11 (1):19-28.
Martawijaya A, I Kartasujana, K Kadir, SA Prawira. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan.
Nuriyatin N, Apriyanto E, Satriya N, Saprinurdin. 2003. Ketahanan lima jenis kayu berdasarkan posisi kayu di pohon terhadap serangan rayap. JIPI. 5 (2): 77-82.
Rasmussen EF. 1961. Dry Kiln Operator’s Manual. US. Departement of Agricultural. Agric.
Sucipto T. 2009. Pengeringan Kayu Secara Umum [skripsi]. Sumatera Utara (ID): Fakultas Pertanian USU.
16
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. Uji Ketahanan dan Produk Kayu Terhadap Organisme Perusak Kayu. SNI 01-7207-2006.
Syafii W 2001. Eksplorasi dan Identifikasi Komponen Bio-Aktif Beberapa Jenis Kayu Tropis dan Kemungkinan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Pengawet Kayu Alami. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Smith DNR and N Tamblyn. 1970. Proposed Scheme for An International Standard Test for The Resistance of Timbers to Impregnation With Preservatives. New Zealand (AU): Forest Product Research Laboratory
Terazawa S.1965. An Easy method for the determination of wood drying schedule. Wood Industry. Wood Technological Association of Japan 20 (5):216-226. Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Anatomi Kayu: Struktur Kayu, Kayu sebagai
Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Walker JCF. 2006. Primary Wood Processing: Priciples and Practice 2nd ed.
London (GB): Springer.
Yamashita K, Hirakawa Y, Saito S, Nakatani H, Ikeda M, Ohta M. 2013. Effect of cross-sectional dimensions on bow and surface checking of sugi
(Cryptomeria japonica ) Boxed-Heart Square Timber Dried by Conventional Kiln Drying. J Jap Wood Res Soc. 60 (1): 1-11.
17
18
19 Lampiran 2 Nilai penurunan berat dari serangan rayap tanah (graveyard test)
20
Lampiran 3 Analisis sidik ragam
Pengaruh jenis kayu terhadap penurunan berat oleh rayap tanah Source Type III sum of
squares df
Mean
square F Sig,
Corrected
Model 1636,752
a 2 818,376 15,559 ,001
Intercept 4730,454 1 4730,454 89,937 ,000
Jenis kayu 1636,752 2 818,376 15,559 ,001
Error 473,378 9 52,598
Total 6840,584 12
Corrected
Total 4,167 11
Pengaruh jenis kayu terhadap penurunan berat oleh rayap tanah (graveyard test)
Source
Type III Sum of Squares
df Mean
Square F Sig,
Corrected
Model 23736,078
a 2 11868,039 49,631 ,000
Intercept 45901,470 1 45901,470 191,954 ,000 Jenis kayu 23736,078 2 11868,039 49,631 ,000
Error 3586,909 15 239,127 Total 73224,458 18
Corrected
21 Lampiran 4 Data hasil keterawetan kayu ganitri
Nilai retensi pada kayu ganitri Contoh
Nilai penetrasi pada kayu ganitri
Contoh uji Penetrasi (cm) Penetrasi (mm)
Arah 1 Arah 2 Rata-rata Rata-rata
Nilai persentase penetrasi pada kayu ganitri
22
Lampiran 5 Gambar penetrasi pengawet kayu boraks pada kayu ganitri
Penetrasi dengan pengawet boraks Cara perhitungan penetrasi pengawet Lampiran 6 Gambar hasil uji rayap tanah skala laboratorium
Sengon Ganitri Nangka
23 Lampiran 7 Klasifikasi cacat dan sifat pengeringan Terazawa (1986) dalam Basri
et al (2007) Retak permukaan
Perubahan bentuk atau deformasi Selisih ukuran tebal
(mm) Klasifikasi Sifat pengeringan
0- 0,3 1 Sangat baik
0,3-0,6 2 Baik
0,6-1,2 3 Agak baik
1,2-1,8 4 Sedang
1,8-2,5 5 Agak buruk
2,5-3,5 6 Buruk
>3,5 7 Sangat buruk
Retak dalam
Jumlah cacat retak dalam Klasifikasi Sifat pengeringan
0 1 Sangat baik
1 besar / 2 kecil 2 Baik
2 besar / 4-5 kecil 3 Agak baik
4 besar / 7-9 kecil 4 Sedang
6-8 besar / 15 kecil 5 Buruk
17 besar / banyak kecil 6 Sangat buruk
Nilai retak
permukaan (%) Klasifikasi Sifat pengeringan
0-5 1 Sangat baik
>5-10 2 Baik
>10-20 3 Agak baik
>20-30 4 Sedang
>30-50 5 Agak buruk
>50-70 6 Buruk
24
Lampiran 8 perubahan suhu dan kelambaban pada awal dan akhir pengeringa kayu (Terazawa 1965)
Lampiran 9 Suhu bola kering dan depresi suhu bola basah berdasarkan kadar air kayu (Torgeson 1951)
Kadar air pada tahap awal
Temperatur bola kering (0C)
T-Kadar air awal dan perubahannya (%)
25 Lampiran 10 Nilai kelembaban udara relatif berdasarkan suhu bola kering dan
26
27