• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Status Trofik Di Teluk Pegametan Kabupaten Buleleng Bali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Status Trofik Di Teluk Pegametan Kabupaten Buleleng Bali."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STATUS TROFIK DI TELUK PEGAMETAN

KABUPATEN BULELENG BALI

TURMUZI TAMMI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA *

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Analisis Status Trofik di Teluk Pegametan Kabupaten Buleleng Baliadalah benar hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun atau kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015

Turmuzi Tammi

(3)

RINGKASAN

TURMUZI TAMMI. Analisis Status Trofik di Teluk Pegametan Kabupaten Buleleng Bali. Dibimbing oleh NIKEN T M PRATIWI dan SIGID HARIYADI.

Teluk Pegametan Kabupaten Buleleng Bali diduga telah memiliki status trofik atau kesuburan perairan yang tinggi. Hal ini dikarenakan terdapat 865 unit keramba jaring apung (KJA) yang tidak ramah terhadap lingkungan perairan Teluk ini. Sebagaimana diketahui bahwa terdapat budidaya KJA seperti ini menghasilkan limbah nutrien N dan P yang tinggi ke perairan. Masukan nutrien ini sangat memicu peningkatan status kesuburan perairan secara berlebihan. Status trofik di Teluk Pegametan juga turut dipengaruhi faktor hidromorfologi teluk meliputi sirkulasi air secara horizontal dan pola pasang surut harian.

Profil variasi status trofik spasial maupun temporal ditentukan melalui hasil analisis klaster dengan indeks TRIX, sedangkan penentuan parameter kunci status trofik berdasarkan indeks TRIX terhadap analisis korelasi-regresi. Sebanyak 48 titik sampling diklaster menghasilkan klaster wilayah untuk bentuk variasi status trofik secara spasial. Selama tiga bulan penelitian (Agustus-Oktober) terdapat tren pasang surut yang terjadi dan mempengaruhi indeks TRIX. Hal ini menghasilkan bentuk dugaan pada variasi status trofik secara temporal mengikuti klaster pasang surut selama setahun. Penentuan parameter kunci berdasarkan hubungan korelasi kuat antara parameter kualitas air terhadap indeks TRIX.

Berdasarkan hasil penelitian telah diungkapkan bahwa variasi status trofik dapat diungkapkan secara spasial maupun temporal kemudian untuk parameter kunci melalui TRIX adalah NO3 dan Chl-a. Secara spasial, profil variasi terbagi atas dua

wilayah yakni selatan (K1) dan gabungan tengah utara (K2) dengan nilai TRIX masing-masing adalah K1 = 4,97 ± 0,92 dan K2 = 5,51 ± 0,90. Terbaginya wilayah K1 dan K2 turut dipengaruhi oleh jumlah KJA yang berbeda yakni K1 = 360 unit sedangkan K2 = 505 unit dan pola arus horizontal. Secara temporal, profil variasi terbagi atas bulan Agustus (A1) dan gabungan bulan September-Oktober (A2) dengan nilai TRIX A1 = 4,28 ± 0,99 dan A2 = 5,78 ± 0,27. Kondisi ini diikuti oleh jumlah kematian ikan terjadi dan perbedaan intensitas pasang surutnya. Semakin intensifnya KJA secara nyata memperlihatkan pengaruh terhadap profil variasi. Hal ini terlihat dengan keterkaitan jumlah produksi terbesar dari seluruh KJA yang ada yakni 51 ton/siklus dan total pakan hingga 102 ton untuk sekali panen terhadap status trofik di level hipertrofik di kawasan tersebut. Pemilihan parameter NO3 dan Chl-a

sebagai parameter kunci didasari koefesien korelasi yang tinggi yakni (NO3) r =

0,778dan (Chl-a) r = 0,534. Hubungan regresi keduanya signifikan pada TRIX (y) = 3,890 + 0,0041 (NO3) + 0,0325 (Chl-a) r = 0,708, p < 0,05.

(4)

SUMMARY

TURMUZI TAMMI. Analysis Trophic State in Pegametan Bay Buleleng Regency Bali. Supervised by NIKEN T M PRATIWI and SIGID HARIYADI.

Pegametan Bay Buleleng Regency Bali has been suspected toward trophic state greatly. Because of 865 fish-cage units (KJA) have been there intended conventionally aquaculture effort. As knowing about fish-cage efforts conventionally with high densities produced the most of nutrients loading such as N and P into water system. The nutrients input are the most influence to achieve trophic state greatly. Trophic state in this bay is also influenced by hydromorphology factor included water circulation horizontally and pattern of daily tidal event.

Trophic state variation spatially or temporally was determined by cluster analysis combined TRIX index, meanwhile the key parameters was determined by TRIX index linked correlation-regression analysis. Amounts 48 point samplings were clustered to result the cluster territory as pattern of various trophic state spatially. During three months study (August-October) was a trend of tidal events which influenced TRIX index. It indicated in trophic state temporally has been driven by a trend of tidal events in a year. Determining of key parameters based on the relationship between some of water quality parameters to TRIX index achieving significant correlation.

The result in this research was revealed about the variation of trophic state even spatially or temporally then key parameters trough with TRIX index were NO3

and Chl-a. Spatially condition showed the trophic state profile variation was divided in two clusters such as southern territory (K1) and merged center-northern territory with TRIX respectively K1= 4,97 ± 0,92 and K2 = 5,51 ± 0,90. Agglomerating territory depend on K1 and K2 have been triggered by the significant population of fish cage-net between K1 = 360 unit and K2 505 unit also influence of horizontally water distribution. According temporally situation was agglomerated in two times such as August (A1) and September-October (A2) with TRIX index A1 = 4,28 ± 0,99 and A2 = 5,78 ± 0,27. In this condition was also followed by amount of fish kills moment and the fluctuation of tidal events. Getting more intensive of fish cage-nets activities was significant showed the correlation among the highest production achieved to 51 tons/cycle and feeding total 102 tones toward hypertrophic surrounding this area. Selecting NO3 and Chl-a parameters as the key parameters

were based on the both of coefficients correlation highly were about (NO3) r = 0,778

dan (Chl-a) r = 0,534. Regression linked NO3 and Chl-a to TRIX index significantly

into equilibrium were about TRIX (y) = 3,890 + 0,0041 (NO3) + 0,0325 (Chl-a) r =

0,708, p < 0,05.

(5)

©

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingann pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

ANALISIS STATUS TROFIK DI TELUK PEGAMETAN

KABUPATEN BULELENG BALI

TURMUZI TAMMI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul Tesis : Analisis Status Trofik di Teluk Pegametan, Kabupaten Buleleng, Bali Nama : Turmuzi Tammi

NIM : C251124011

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 16 September 2015

Tanggal Lulus: Dr Ir Niken T M Pratiwi, MSi

Ketua

Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan bulan Juli sampai Oktober 2014 ini ialah status trofik, dengan judul Analisis Status Trofik di Teluk Pegametan Kabupaten Buleleng Bali .

Terima kasih Penulis ucapkan kepada Dr Ir. Niken T M Pratiwi, MSi selaku pembimbing dan Dr Ir Sigid Harayadi, MSc pembimbing sekaligus ketua program studi SDP yang telah banyak membantu melalui saran dan kritiknya. Terima kasih pula kepada penguji Dr I Nyoman Radiarta, MSc yang turut memberikan kritik dan saran untuk tesis ini. Kemudian ucapan terima kasih juga kepada Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol (BBRPBL Gondol), Balai Perikanan Observasi Laut Negara Bali (BPOL), dan laboratorium FMIPA Kimia Universitas Brawijaya Malang atas hasil analisis yang dilakukan. Rasa terima kasih tidak luput juga kepada Bapak Tatam Sutarmat atas dukungan finansial sehingga dapat menyelesaikan tesis yang dibuat ini. Terima kasih pula pada ibu yang saya cintai, keluarga, dan kakak serta teman-teman SD, SMP, SMA, S1. Kemudian untuk SDP angkatan 2011, 2012 genap/ganjil maupun 2013 serta anggota beskem THP lantai 4 yang saya sayangi terima kasih atas dorongan dan dukungannya untuk menyelesaikan tesis ini. Teman-teman lainnya yang tidak bisa sebutkan satu persatu, saya ucapkan banyak terima kasih atas segalanya.

Bogor, November 2015

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

I PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Hipotesis 2

Tujuan 2

Manfaat 2

Kerangka Pemikiran 3

II METODE 4

Lokasi dan Waktu Penelitian 4

Bahan dan Alat 4

Pengambilan Contoh Spasial dan Temporal 5

Pengukuran dan Analisis Parameter Perairan 5

Analisis Data 6

Analisis klaster 6

Indeks TRIX 7

Analsis korelasi-regresi 7

III HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Hasil 10

Pembahasan 17

IV KESIMPULAN DAN SARAN 23

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 28

(11)

DAFTAR TABEL

1 Metode dan instrumen pengukuran parameter kualitas air di Teluk Pegametan, Buleleng, Bali

6

2 Kategori status trofik berdasarkan kisaran skala indeks TRIX 7 3 Hasil Pengukuran kualitas air di Teluk Pegametan, Buleleng, Bali

selama penelitian berlangsung dari bulan Agustus-Oktober 2014

8

4 Profil kualitas air berdasarkan klaster wilayah selatan (K1) dan wilayah utara-tengah (K2) Teluk Pegametan

10

5 Profil kualitas air berdasarkan kondisi klaster waktu Agustus (A1) dan September-Oktober (A2) Teluk Pegametan

12

6 Pearson Correlation Analysis sebagai penentuan parameter kunci TRIX

di Teluk Pegametan Buleleng Bali 15

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran untuk rekomendasi pengelolaan status trofik di Teluk Pegametan yang didasari penentuan profil variasi status trofik dan parameter kuncinya

3

2 Lokasi penelitian di Teluk Pegametan, Kabupaten Buleleng, Bali dan titik-titik pengambilan contoh kualitas air

4

3 Pengambilan contoh kualitas air didasari (●) jadwal perkiraan pasang surut saat bulan purnama dan gelap selang Agustus-Oktober 2014

5

4 Kelompok spasial wilayah selatan (K1) dan utara-tengah (K2) di Teluk Pegametan, Kabupaten Buleleng, Bali

9

5 Pemetaan klaster wilayah selatan (K1) dan wilayah utara-tengah (K2) di Teluk Pegametan

10

6 Pemetaan empat zona 1, 2, 3, dan 4 yang sesuai dengan lingkupan titik-titik pengambilan contoh air

11

7 Klaster empat Zona terkait dengan kondisi pasang surut di Teluk Pegametan

11

8 Kelompok temporal yang terbagi bulan Agustus (A1) dan gabungan September-Oktober (A2)

12

9 Profil variasi status trofik berdasarkan klaster wilayah selatan (K1) dan wilayah utara-tengah (K2)

13

10 Profil variasi status trofik berdasarkan indeks TRIX pada setiap titik pengambilan contoh air terbagi atas empat wilayah yakni oligotrofik, mesotrofik, eutrofik, dan hipertrofik

13

11 Profil variasi status trofik berdasarkan klaster waktu pada bulan Agustus (A1) dan September-Oktober (A2) di Teluk Pegametan

14

12 Indeks TRIX yang bervariasi ketika pasang maupun surut antara masing-masing bulan yakni Agustus, September, dan Oktober.

14

13 Hubungan indeks TRIX terhadap konsentrasi dari parameter DIN, NO3,

Chl-a, DO, dan DIP

16

14 Hubungan konsentrasi NO3 dan Chl-a terhadap indeks TRIX 16

15 Sirkulasi air di Teluk Pegametan, Buleleng, Bali, saat surut terendah dengan akses masuk hanya melalui pesisir selatan

19

(12)

untuk prediksi selama setahun

17 Fluktuasi pasang tertinggi dan surut terendah selang kondisi purnama dan gelap pada tahun 2014 (Sumber : BPOL Negara Bali)

21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Titik koordinat Teluk Pegametan, Kabupaten Buleleng, Bali 28 2 Kalibrasi, jadwal dan prediksi pasang surut tahun 2014 29 3 Aglomerasi klaster secara spasial pada program SPSS 30 4 Aglomerasi klaster secara temporal pada program SPSS 32

5 Status trofik pada wilayah K1 dan K2 33

(13)

I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Status trofik merupakan deskripsi tingkat kesuburan sebuah perairan yang dilihat kandungan nutrien dan kelimpahan fitoplankton maupun mikroalga. Status trofik di perairan dipengaruhi oleh kehadiran nutrien yang berasal dari kegiatan antropogenik di sekitarnya maupun siklus produksi nutrien perairan secara alami (Shaw et al. 2004). Kehadiran nutrien dimanfaatkan oleh fitoplankton maupun mikroalga dalam produksi primer yang menghasilkan bahan organik secara terus menurus (Livingstone 2001). Kondisi perairan yang terlalu subur menyebabkan produksi bahan organik menjadi berlebihan dan sebagian dapat bersifat toksik pada biota air yang ada (Heisler et al. 2008). Kondisi tersebut dapat menurunkan kualitas perairan dan selanjutnya menyebabkan kerugian pada aktivitas budidaya yang sedang belangsung di perairan tersebut.

Pengelolaan status trofik diperlukan sebagai usaha untuk meminimalisir kerugian yang terjadi sebagai akibat kesuburan perairan berlebihan. Pengelolaan status trofik dilakukan berdasarkan profil variasi status trofik perairan tersebut. Hal ini dikarenakan profil variasi status trofik mengandung informasi tren yang dapat dijadikan sebagai dasar pengelolaan secara spasial maupun temporal (Scavia & Bricker 2006). Variasi status trofik yang tinggi pada umumya terjadi di perairan teluk (Souza et al. 2003). Variasi status trofik dapat dilihat dari keadaan parameter kualitas air sebagai parameter kunci (Liu et al. 2011). Penentuan parameter kunci harus berkorelasi erat pada status trofik perairan secara spesifik melalui hubungan linear pada indeks kesuburan, salah satunya adalah indeks TRIX (Lopes et al.

2007). Hubungan antara parameter kunci dan indeks tersebut dapat diekspresikan melalui persamaan regresi linear untuk meramalkan pola variabilitas status trofik yang terjadi (Karydis 2009).

Pengelolaan kesuburan perairan berdasarkan profil variasi status trofik dapat diterapkan di Teluk Pegametan, Kabupaten Buleleng, Bali. Sebanyak 865 unit KJA di Teluk Pegametan tidak ramah lingkungan dan lebih memprioritaskan produksi dibandingkan dampaknya terhadap kondisi perairan Teluk Pegametan (Sutarmat et al. 2014). Aktivitas KJA secara terus-menerus dapat mengakibatkan pengkayaan nutrien sehingga memicu peningkatan status trofik perairan (Huang et al. 2011). Intensitas maupun densitas budidaya KJA di Teluk Pegametan diduga menyebabkan variasi status trofik baik secara spasial maupun temporal. Profil variasi status trofik tersebut dapat mengarahkan pengaturan jumlah unit KJA yang tersebar di seluruh area teluk dan mengendalikan intensitas budidayanya.

(14)

2

menurun secara drastis dan parameter ini penting dalam memastikan kondisi kritis perairan ketika status trofik mencapai batas tertinggi (Boesch et al. 2001).

Analisis status trofik di Teluk Pegametan, Buleleng, Bali dengan indeks TRIX bertujuan untuk menentukan profil variasi status trofik, baik secara spasial maupun temporal dan sekaligus parameter kuncinya. Pada profil variasi status trofik tersaji dalam bentuk variabilitas indeks TRIX yang mewakili representasi pengaruh kegiatan KJA dan faktor hidromorfologi teluk. Parameter kunci dari hasil indeks TRIX dapat mendeskripsikan status trofik melalui hubungan korelasi-regresi yang terbentuk. Penentuan parameter kunci ditunjukkan sebagai bentuk indikator status trofik (Tsuzuki 2006).

Perumusan Masalah

Teluk Pegametan, Buleleng, Bali merupakan lokasi yang ideal untuk usaha keramba jaring apung (KJA). Semakin strategisnya lokasi ini diperkirakan setiap tahun selalu terjadi peningkatan jumlah unit KJA maupun intensitas budidayanya. Hal ini rentan memicu pengkayaan nutrien sekaligus ancaman untuk terjadinya peningkatan status trofik atau kesuburan perairan yang tinggi. Penelusuran akan hal tersebut juga perlu dihubungkan terhadap hidromorfologi yang ada. Faktor dari hidromorfologi difokuskan terhadap pola sirkulasi air secara horizontal dan kondisi pasang surutnya. Dengan demikian rumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

 Adakah pengaruh dari kegiatan KJA dan faktor hidromorfologi terhadap profil variasi status trofik atau kesuburan perairan di Teluk Pegametan?

 Parameter manakah yang menjadi kunci ketika terjadinya variasi status trofik di Teluk Pegametan?

Hipotesis

Terdapat variasi status trofik spasial maupun temporal di Teluk Pegametan berdasarkan kegiatan KJA dan hidromorfologi teluk. Beberapa parameter kualitas air dapat menjadi parameter kunci terhadap variasi status trofik.

Tujuan

Penentuan profil variasi status trofik berdasarkan kontribusi aktivitas KJA dan faktor hidromorfologi teluk sekaligus parameter kunci dari kualitas air yang dominan mempengaruhi variasi status trofik yang terjadi.

Manfaat

(15)

3

Kerangka Pemikiran

Kontribusi budidaya KJA dan hidromorfologi teluk diduga menentukan variasi status status trofik di Teluk Pegametan, Buleleng, Bali. Kontribusi KJA diindikasikan pada bentuk densitas dan intensitas KJA. Faktor hidromorfologi teluk berupa rutinitas pembilasan setiap bagian teluk dan kondisi pasang surutnya. Kedua ini mewakili variasi status trofik dan tergambarkan pada skema Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pemikiran untuk rekomendasi pengelolaan status trofik di Teluk Pegametan yang didasari penentuan profil variasi status trofik dan parameter kuncinya

(16)

4

II METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Berlokasi di wilayah Kabupaten Buleleng, Bali, Teluk Pegametan adalah termasuk bagian dari Teluk Sumberkima dengan luas total keseluruhannya ± 935 Ha. Teluk Pegametan sendiri hanya memiliki luas ± 340 Ha atau sepertiga dari total luas Teluk Sumberkima (Hanafi et al. 2006). Kegiatan keramba jaring apung mendominasi situasi antropogenik yang ada di Teluk ini, disamping juga terdapat aktivitas penangkapan dan budidaya rumput laut (Gambar 2). Siklus pertukaran air laut di Teluk Pegametan tidak begitu baik. Ini disebabkan Teluk Pegametan dikelilingi oleh banyak wilayah intertidal sehingga ketika surut terendah terjadi Teluk ini hampir dapat membentuk sistem perairan yang tertutup.

Gambar 2. Lokasi penelitian di Teluk Pegametan, Kabupaten Buleleng, Bali dan titik-titik pengambilan contoh kualitas air

Bahan dan Alat

(17)

5

Pengambilan Contoh Spasial dan Temporal

Secara spasial, total 48 titik pengambilan contoh kualitas air ditentukan secara acak dengan titik koordinat mewakili kondisi Teluk Pegametan (Lampiran 1). Titik 1-24 mewakili kegiatan keramba jaring apung (KJA) di wilayah selatan sedangkan 25-48 adalah wilayah tengah dan utara Teluk ini (Gambar 2). Selain berdasarkan sebaran kegiatan KJA, titik-titik pengambilan contoh turut didasari atas pendugaan faktor hidromorfologi baik wilayah selatan, tengah, maupun utara sebagai penentu profil variasi status trofik.

Secara temporal disesuaikan terhadap variasi status trofik ketika pasang maupun surut terjadi di bulan purnama dan gelap selang penelitian bulan Agustus-Oktober 2014. Jadwal pengambilan contoh kualitas air secara temporal dapat diperlihatkan pada Gambar 3 dengan tren pasang surut. Berdasarkan pada Gambar 3, bulan Agustus memiliki fluktuasi yang sangat tinggi baik saat purnama ataupun gelap jika dibandingkan dengan bulan September dan Oktober. Fluktuasi pasang surut secara kuantitatif terlihat pada amplitudonya yakni A = pasang-surut (Lampiran 2), saat bulan Agustus mencapai 157 cm (purnama) dan 136 cm (gelap). Sementara itu pada bulan September adalah 88 cm (purnama) dan 82 cm (gelap) kemudian untuk Oktober adalah 56 cm (purnama) dan 48 cm (gelap). Selain pendugaan variasi status trofik melalui tren pasang surut juga didasari atas pengaruh pada intensitas budidaya KJA yang mungkin terdapat perbedaan antara setiap bulannya. Hal ini diduga berdasarkan adanya informasi kematian ikan di KJA yang diperoleh melalui data penelitian sebelumnya.

Gambar 3. Pengambilan contoh kualitas air didasari (●) jadwal perkiraan pasang surut saat bulan purnama dan gelap selang Agustus-Oktober 2014

Pengukuran dan Analisis Parameter Perairan

(18)

6

atas fisika, kimia dan biologi. Pada parameter fisika meliputi parameter salinitas, suhu, kecerahan dan kecepatan beserta arah arus air. Parameter kimia yaitu nitrat (NO3), nitrit (NO2), amonia (NH3), fospat (PO4), dan oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO). Parameter biologi yang diukur adalah klorofil-a (Chl-a).

Instrumen dan metode pengukuran yang digunakan baik in situ maupun ex situ ditunjukkan pada Tabel 1. Pengukuran secara in situ meliputi oksigen terlarut, salinitas, kecerahan, suhu, kecepatan dan arah arus. Secara ex situ yakni parameter NO3, NO2, NH3, PO4 dan Chl-a dianalisis di laboratorium Balai Besar Riset Pusat

Budidaya Laut Gondol Bali (BBRPBL Gondol), Balai Perikanan Observasi Laut Negara Bali (BPOL Negara) dan FMIPA Kimia Universitas Brawijaya Malang.

Tabel 1. Metode dan instrumen pengukuran parameter kualitas air di Teluk Pegametan Buleleng Bali.

Parameter Satuan Metode/Instrumen

Klorofil-a (Chl-a) µg/L Metode Esktraksi Aseton (APHA 1998) Oksigen Terlarut (DO) mg/L YSI M 58 DO Meter

Oksigen Saturasi (DOi) mg/L DOi = 14,62 – 0,37T + 0,0045T

2 – 0,097Sal + 0,002TSal + 0,0003Sal2 (Weiss 1970)

Tingkat Saturasi (%O2) % (DO/DOi) x 100%

Nitrat (NO3) mg/L Metode Brucin Sulfat (SNI 06-2480-1991) Nitrit (NO2) mg/L Metode Sulfanilamid (SNI 06-6989.9-2004) Amonia (NH3) mg/L Metode Fenat (SNI 06-6989.30-2004)

Fospat (PO4) mg/L Metode Asam Askorbat (SNI 06-6989.31-2005) Kecerahan m Secchi disk

Kecepatan dan Arah Arus m/s Metode Pelampung Salinitas ‰ Refraktometer

Suhu 0C Sensor pada DO Meter

Analisis Data

Penentuan profil variasi status trofik dan perameter kuncinya sebagai tujuan penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan analisis. Berawal hasil pengukuran kualitas air yang kemudian diolah melalui analisis klaster, formula indeks TRIX, dan analisis korelasi-regresi. Penggunaan Analisis klaster dilakukan melalui program SPSS versi 16.0 sedangkan penentuan indeks TRIX dan analisis korelasi pada software Ms. Excel 2007. Pengoprasian analisis data disesuaikan berdasarkan karakteristik data dan bentuk persamaan perhitungannya.

Analisis klaster

Variasi status trofik sangat ditentukan oleh tingkat similaritas nilai kualitas air saat pengelompokan spasial dan temporal. Pengelompokan tersebut dilakukan dengan analisis klaster berdasarkan hierarchical cluster analysis dengan metode

(19)

7

Indeks TRIX

Penentuan indeks TRIX dilakukan di setiap titik pengambilan contoh air yang ditetapkan 48 titik di Teluk Pegametan dan analisis klaster spasial/temporal. Parameter yang dipilih pada penentuan indeks TRIX adalah dissolved inorganic nitrogen (DIN), dissolved inorganic phospate (DIP/PO4), klorofil-a (Chl-a), dan

tingkat saturasi (%O2). Pada penentuan indeks TRIX menggunakan formula

Vollenweider et al. (1998) yang ditunjukkan sebagai berikut.

TRIX = (Log [Chl-a x %O2x DIN x DIP] + 1.5)/1.2

DIP(Dissolved Inorganic Phospate) = PO4

Chl-a = Klorofil-a

K = 1,5 (Faktor Skala 0 – 10, Tabel 2) M = 1,2 (Konstanta)

Tabel 2. Kategori status trofik berdasarkan kisaran skala indeks TRIX

Nilai TRIX Status Trofik

Pada tahap ini dilakukan dengan menggunakan Pearson Correlation Analysis yang memasukkan data-data kualitas air dan penentuan indeks TRIX secara keseluruhan. Penetapan koefesien korelasi (r) sebagai konfirmasi dalam pemilihan parameter kunci disesuaikan hasil kesignifikannya berdasarkan aturan

(20)

8

III HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pendugaan variasi status trofik maupun parameter kunci dilihat melalui parameter kualitas air selama penelitian (Agustus-Oktober 2014). Dugaan kualitas air tersebut dibuktikan pada lima parameter yang berperan seperti oksigen (DO), kecerahan, arus air, nitrat (NO3) dan klorofil-a (Chl-a) (Tabel 3). Peranan pada

kelima parameter untuk pendugaan variasi maupun parameter kunci status trofik adalah perubahan konsentrasi yang signifikan. Seperti pada parameter DO, NO3

dan Chl-a yang telah mengalami peningkatan konsentrasi, hal sebaliknya terjadi pada parameter kecerahan dan arus air yang telah mengalami penurunan. Adanya perubahan berdasarkan konsentrasi maupun pengaruh kelima parameter seperti DO, kecerahan, arus, NO3, dan Chl-a terhadap Teluk Pegametan, maka terdapat

dugaan besar profil variasi status trofik terungkap.

Tabel. 3 Hasil pengukuran kualitas air di Teluk Pegametan, Buleleng, Bali, selama penelitian berlangsung dari bulan Agustus-Oktober 2014.

Parameter Agustus September Oktober

Profil variasi status trofik ditandai pengelompokan wilayah atau klaster yang terbentuk berdasarkan karakteristik kualitas airnya. Secara spasial, klaster telah terbagi menjadi dua wilayah yakni klaster K1 dan K2. Cakupan klaster atau wilayah K1 adalah berada di bagian pesisir selatan (1-4, 9-20, 25, dan 27-29) dan pada klaster K2 mencakup bagian tengah dan utara Teluk Pegametan (5-8, 21-24, 26, dan 30-48). Pengelompokan wilayah pada klaster K1 dan K2 dikonfirmasi melalui dendrogram (Gambar 4) dan pemetaan wilayah klaster (Gambar 5). Pada dendrogram tersebut terlihat signifikan pembagian klaster melalui koefesien jarak

(21)

9

Gambar 4. Kelompok spasial wilayah selatan (K1) dan utara-tengah (K2) di Teluk Pegametan, Kabupaten Buleleng, Bali

Klaster secara spasial seperti wilayah pesisir selatan (K1) dan gabungan utara-tengah (K2) memiliki kondisi kualitas air yang dapat menggambarkan profil variasi status trofik. Gambaran variasi status yang diduga adalah wilayah pesisir selatan berada pada status yang kurang subur dibandingkan wilayah utara dan tengah. Hal ini terlihat lima parameter kualitas air seperti DO, kecerahan, arus, NO3, dan Chl-a signifikan menggambarkan variasi status trofik menurut kedua

klaster tersebut (Tabel 4). Pendugaan untuk wilayah selatan relatif kurang subur dibandingkan utara dan tengah dikarenakan parameter oksigen yang rendah lalu berimbas pada produksi klorofil. Kurangnya produksi klorofil di wilayah selatan dipicu oleh NO3. Produksi nitrat berkaitan dengan jumlah KJA yang ada di

(22)

10

Tabel 4. Profil kualitas air berdasarkan klaster wilayah selatan (K1) dan wilayah utara-tengah (K2) Teluk Pegametan

Parameter Wilayah Selatan (K1) Wilayah Utara-tengah (K2) Rataan Kisaran Rataan Kisaran

DO (mg/L) 6,23 ± 0,46 5,77 - 6,69 7,10 ± 0,45 6,65 - 7,55

Saturasi (%) 93,40 ± 7,00 86,40 - 100,40 106,93 ± 6,95 99,98 - 113,88

Suhu (oC) 27,60 ± 0,46 27,14 - 28,06 28,35 ± 0,54 27,81 - 28,89

Salinitas (‰) 34,45 ± 0,54 33,91 - 34,99 34,16 ± 0,58 33,58 - 34,74

Kecerahan (m) 7,09 ± 1,64 5,45 -8,73 5,71 ± 0,82 4,89 - 6,53

Arus (m/s) 0,09 ± 0,11 0,00 - 0,20 0,08 ± 0,07 0,02 - 0,15

N-NO3 (mg/L) 0,19 ± 0,14 0,05 - 0,33 0,27 ± 0,16 0,11 - 0,43

N-NO2 (mg/L) < 0,001 <0,001 < 0,001 <0,001

N-NH3 (mg/L) 0,01 ± 0,01 0,00 - 0,02 < 0,001 <0,001

DIN (mg/L) 0,20 ± 0,14 0,06 - 0,34 0,28 ± 0,16 0,12 - 0,44

DIP (mg/L) 0,02 ± 0,01 0,01 - 0,03 0,02 ± 0,01 0,01 - 0,02

Chl-a (µg/L) 0,25 ± 0,13 0,12 - 0,38 0,68 ± 0,39 0,29 -1,08

Gambar 5. Pemetaan klaster wilayah selatan (K1) dan wilayah utara-tengah (K2) di Teluk Pegametan

(23)

11

Gambar 6. Pemetaan empat Zona 1, 2, 3 dan 4 yang sesuai dengan lingkupan

titik-titik pengambilan contoh air

Gambar 7. Klaster empat Zona terkait yang dikondisikan ketika pasang surut di Teluk Pegametan

Dendrogram pada Gambar 7 membuktikan bahwa kondisi baik saat pasang maupun surut mempengaruhi kualitas air secara spasial. Bukti pengaruh tersebut adalah perubahan kelompok pada empat zona. Ketika pasang, Zona 1 tergabung dengan Zona 2 dengan artian bahwa representasi ini mengikuti tren klaster K1 dan K2. Ketika surut tiba klaster terjadi perubahan dengan Zona 1 dan 3 menjadi satu kelompok. Perubahan klaster saat pasang maupun surut menandai bahwa secara spasial Teluk Pegametan memang dipengaruhi faktor hidromorfologi.

Analisis klaster (temporal)

(24)

12

Gambar 8. Kelompok temporal yang terbagi bulan Agustus (A1) dan gabungan September-Oktober (A2)

Pada klaster waktu (temporal) yang turut terbagi menjadi dua yaitu untuk bulan Agustus (A1) dan September-Oktober (A2) mampu menunjukkan adanya bentuk variasi status trofik secara temporal di Teluk Pegametan. Pendugaan secara temporal dapat mengalami variasi status trofik karena beberapa parameter kualitas air yakni DO, kecerahan, arus, NO3, dan Chl-a mengalami fluktuasi. Fluktuasi

kelima parameter tersebut sebelumnya terlihat pada hasil pengukuran kualitas air selama penelitian ini berlangsung (Tabel 3). Pendugaan variasi status trofik atas dasar kondisi dua klaster waktu adalah pada bulan Agustus (A1) memiliki status yang lebih rendah dibandingkan pada bulan September-Oktober (A2). Pada bulan Agustus rata-rata memiliki intensitas arus perairan lebih tinggi dibandingkan pada bulan September maupun Oktober. Hal ini turut mempengaruhi asupan nutrien N melalui NO3 kemudian produksi klorofil maupun oksigen yang lebih rendah pada

bulan Agustus dari pada September-Oktober (Tabel 5).

Tabel 5. Profil kualitas air berdasarkan kondisi klaster waktu Agustus (A1) dan September-Oktober (A2) Teluk Pegametan

Parameter Agustus (A1) September-Oktober (A2) Rataan Kisaran Rataan Kisaran

DO (mg/L) 6,40 ± 0,65 5,75 - 7,04 6,91 ± 0,55 6,36 - 7,45

(25)

13

tengah (K2) adalah eutrofik. Dengan hasil ini memastikan bahwa kualitas air turut memperlihatkan kondisi status trofik yang identik.

Walaupun berdasarkan kualitas air membuktikan variasi status trofik yang terbagi atas klaster K1 dan K2, akan tetapi variasi status trofik yang ditampilkan oleh kedua klaster tidak cukup baik. Hal ini dikarenakan deviasi status baik pada K1 = ± 0,92 dan K2 = ± 0,90 terlihat sama besar. Deviasi yang demikian maka kemungkinan sebagian titik sampling berada pada status yang sama dalam klaster yang berbeda. Dalam artian bahwa kisaran status trofik pada klaster K1 masih ada di klaster K2. Pembuktian hal tersebut dapat dilihat di Gambar 10. Variasi status trofik secara spasial seharusnya terbagi menjadi empat bagian dengan kondisi status yang dialamatkan pada setiap titik sampling (Lampiran 5).

Gambar 9. Profil variasi status trofik berdasarkan klaster wilayah selatan (K1) dan wilayah utara-tengah (K2)

(26)

14

Variasi status trofik secara temporal yang terbagi bulan Agustus (A1) dan September-Oktober (A2) terbukti melalui indeks TRIX keduanya. Pada bulan Agustus indeks TRIX adalah 4,28 ± 0,99 sedangkan September-Oktober 5,78 ± 0,27 (Gambar 11). Bentuk profil variasi status trofik seperti ini cukup baik, hal ini disebabkan deviasi kedua klaster terlihat sangat berbeda pada A1 = ± 0,99 dan A2 = ± 0,27. Dengan deviasi tersebut maka kisaran variasi status pada bulan Agustus berada di mesotrofik-eutrofik sedangkan pada bulan September-Oktober adalah stabil berada di status eutrofik.

Gambar 11. Profil variasi status trofik berdasarkan klaster waktu terhadap bulan Agustus (A1) dan September-Oktober (A2) di Teluk Pegametan

Kisaran variasi status trofik bulan Agustus (A1) dan September-Oktober (A2) diduga turut dipengaruhi oleh keadaan pasang surut yang berbeda ketika bulan Agustus maupun September dan Oktober. Dugaan ini diperkuat oleh indeks TRIX yang variatif pada pasang dan surut (Gambar 12). Bulan Agustus memiliki amplitudo pasang dan surut baik purnama dan gelap adalah 157 dan 136 cm. Pada kondisi amplitudo yang demikian, indeks TRIX signifikan memiliki variasi yang yang begitu tinggi ketika pasang 4,08 ± 0,83 dan surut 4,49 ± 1,15. Kondisi sebaliknya dialami ketika bulan September dengan amplitudo purnama dan gelap adalah 88 dan 82 cm, kemudian Oktober adalah 56 cm (purnama) dan 48 cm (gelap). Indeks TRIX yang ditampilkan tidak terlalu variatif di bulan September baik pasang 5,60 ± 0,15 maupun surut 5,97 ± 0,14 dan kondisi yang sama juga terjadi pada bulan Oktober yakni saat pasang 5,62 ± 0,36 dan surut 5,95 ± 0,14.

Gambar 12. Indeks TRIX yang bervariasi ketika pasang maupun surut antara masing-masing bulan yakni Agustus, September, dan Oktober

(27)

15

Analisis korelasi Pearson dan regresi TRIX

Berdasarkan analisis korelasi Pearson pada Tabel 6 menunjukkan nilai r yang berkorelasi positif yakni DIN = 0,781; NO3 = 0,778; Chl-a = 0,534; DIP atau

PO4 = 0,460; %O2 = 0,398; DO = 0,408 lalu berkorelasi terhadap indeks TRIX

pada p < 0,01. Sedangakan pada p < 0,05 yakni parameter kecerahan r = -0,355 dan arus perairan r = -0,281 mengalami korelasi secara negatif. Secara statistik ini dapat menerangkan bahwa cukup banyak beberapa parameter kualitas air sebagai salah satu pilihan parameter kunci status trofik.

Tabel 6. Pearson Correlation Analysis sebagai penentuan parameter kunci status trofik melalui hubungan linear terhadap TRIX

Parameter kualitas air seperti kelompok nutrien DIN dan DIP, parameter oksigen terlarut (DO), dan klorofil-a (Chl-a) adalah parameter yang memang menjadi indikator penentuan TRIX. Parameter lainnya seperti kecerahan dan arus perairan cukup berpengaruh terhadap indeks TRIX. Penentuan parameter kunci status trofik berdasarkan hubungannya dengan TRIX teridentifikasi melalui korelasi terkuat. Pada koefesien korelasi (r) bahwa parameter NO3 dan parameter

yang merupakan indikator indeks TRIX (DIN, DIP, DO, dan Chl-a) diperkirakan parameter dapat menjadi parameter kunci status trofik (Tabel 6).

Koefesien korelasi (r) menunjukkan sebelumnya NO3 beserta parameter

indikator indeks TRIX diduga dapat menjadi parameter kunci status trofik, namun pada penegasan tren regresi hanya NO3, DIN, Chl-a saja. Deskripsi tren regresi

dapat diperlihatkan pada Gambar 13. Pada Gambar 13 terlihat NO3, DIN, dan

Chl-a mengikut tren vChl-ariChl-asi indeks TRIX, sebChl-aliknyChl-a pChl-adChl-a hubungChl-an regresi DIP dChl-an oksigen tidak terlihat demikian. Hal ini mengindikasikan penegasan regresi turut mempengaruhi penentuan parameter kunci status trofik.

Parameter nitrat (NO3) dipilih sebagai parameter kunci untuk status trofik

melalui indeks TRIX. Pada parameter DIN meliputi (NH3) nitrit (NO2) dan nitrat

(NO3). Kenyataan hasil pada Tabel 6 cenderung merujuk hanya parameter nitrat

(NO3) saja. Hal ini dikarenakan pada parameter NH3 maupun NO2 memiliki

koefesien korelasi yang sangat kecil (r NO2 = 0,235 dan r NH3 = 0,012). Indikasi

(28)

16

Parameter klorofil-a (Chl-a) sebagai pilihan kedua setelah paramater nitrat (NO3) untuk penentuan parameter kunci status trofik pada TRIX. Ini dikarenakan

Chl-a memiliki korelasi terbesar setelah NO3 yaitu r = 0,534 kemudian cukup

berimplikatif pada kondisi variasi status trofik (Gambar 13). Keduanya juga telah memperlihatkan kesignifikan hubungan regresi linear berganda (Gambar 14).

Gambar. 13 Hubungan indeks TRIX terhadap konsentrasi dari parameter DIN, NO3, Chl-a, DO, dan DIP

(29)

17

Parameter NO3 dan Chl-a sebagai parameter kunci berdasarkan penegasan

regresi linear (Gambar 14). Terdapat kesamaan tren keduanya yang diperlihatkan ketika indeks TRIX bervariasi antara 3,00-6,00. Indeks TRIX saat berada di level tertinggi (hipertrofik) telah maksimum mencapai konsentrasi NO3 = 540 mg/m3

sedangkan Chl-a = 1,64 mg/m3. Penegasan kedua hubungan tersebut diklarifikasi

melalui analisis regresi dengan mendapatkan persamaan linear adalah TRIX (y) = 3,890 + 0,0041 (NO3) + 0,0325 (Chl-a); r = 0,708 pada taraf p < 0,05 (Lampiran

6). Persamaan tersebut dapat diaplikasikan pada penentuan status trofik secara alternatif berdasarkan keeratan hubungan terhadap indeks TRIX.

Pembahasan Kontribusi kegiatan keramba jaring apung (KJA)

Tingginya densitas antropogenik di perairan dapat menurunkan kualitas air secara signifikan (Selman et al. 2008). Hal ini juga turut dialami Teluk Pegametan melalui terbaginya wilayah teluk menjadi dua klaster yakni pesisir selatan (K1) dan utara-tengah (K2). Adanya klasterisasi suatu wilayah merepresentasi tentang baik dan buruknya kualitas air (Wu et al. 2010). Populasi KJA di klaster wilayah selatan (K1) rata-rata adalah 360 unit sedangkan klaster utara-tengah (K2) 505 unit. Apabila ini dikaitkan dengan kondisi kualitas perairan (Tabel 4) ataupun profil variasi status trofik (Gambar 9) maka terdapat korelasi yang kuat yakni wilayah K1 memiliki profil yang lebih baik dari pada K2. Korelasi digambarkan berupa konsentrasi klorofil-a (Chl-a) dan nitrat (NO3) yang rendah di wilayah K1

dibandingkan K2. Hal ini menyebabkan kisaran status trofik, di wilayah K1 status maksimal mencapai eutrofik, sedangkan pada wilayah K2 hipertrofik.

Profil kondisi perairan yang lebih baik pada wilayah pesisir selatan (K1) dibandingkan utara-tengah (K2) masih belum cukup menentukan pengaruh KJA benar-benar memberikan dampaknya. Hal ini dikarenakan hanya membandingkan dari jumlah unit KJA baik di wilayah K1 maupun K2 terhadap kualitas air dan profil variasi yang terlihat. Intensitas yang tinggi pada budidaya perairan seperti halnya pada KJA turut menurunkan kualitas perairan hingga menyebabkan status eutrofik (Mcglone et al. 2008). Oleh karena itu, perlu juga dilakukan penelusuran tentang intensitas budidaya di KJA terhadap kondisi di Teluk Pegametan.

(30)

18

kapasitasnya juga tidak terlalu besar 33.600 ekor mengisi 247 unit KJA. Artinya maksimal ikan yang dibudidayakan 136 ekor/unit KJA saja.

Secara temporal, intensitas KJA terhadap kondisi perairan terungkap pada kesesuaian kematian ikan di KJA. Berdasarkan informasi rutin tentang kematian ikan terjadi pada bulan Agustus, September, Oktober, November dan Desember 2014 adalah berturut-turut 1.545, 1.463, 2.204, 3.804 dan 5.457 ekor. Selama tiga bulan penelitian (Agustus-Oktober) telah nampak suatu keadaaan yang saling berhubungan. Kondisi yang saling berhubugan adalah ketika terjadi peningkatan populasi alga hingga menjadi blooming berawal dari pengkayaan nutrien diikuti oleh kematian ikan secara masal (Imai et al. 2006). Di Teluk Pegametan, kegiatan KJA dilaporkan puncak kematian ikan di KJA terjadi bulan September-Januari (Radiarta & Erlania 2015). Secara logis hal ini mengungkapkan bahwa sebelum terjadinya kematian masal diiringi kenaikan status trofik serta penurunan kualitas air dan ini terlihat apabila disandingkan dengan data kualitas air yang telah terbagi atas klaster A1 dan A2 (Tabel 5) dan profil variasi status trofiknya (Gambar 11).

Pada umumya kondisi perairan Teluk Pegametan memang tidak begitu baik akibat kegiatan budidaya keramba jaring apung (KJA) yang ada. Berdasarkan populasi maupun intensitas kegiatan budidaya KJA turut menurunkan kualitas perairan di Teluk ini. Karakteristik kualitas air melalui pengklasteran wilayah menandai jumlah beserta intensitas aktivitas manusia yang berlangsung di suatu perairan (Siemonov et al. 2003). Pengaruh terhadap intensitas KJA dilihat pada perbedaan status kesuburan menurut titik-titik pengambilan contohnya (Gambar 10). Kecendrungan temporal terhadap kegiatan KJA adalah setiap peningkatan atau penurunan jumlah kematian ikan di KJA menandai profil variasi status trofik.

Faktor hidromorfologi Teluk Pegametan

Kecendrungan signifikan kualitas air secara spasial sangat tergantung pada distribusi air secara horizontal sebagai faktor pembilasan atau flushing yang dapat terjadi di hampir semua perairan (Seisdedo et al. 2014). Distribusi air laut ketika pasang tertinggi di Teluk Pegametan mencakup keseluruhan area teluk sehingga pembilasan benar-benar efektif. Ketika surut terendah terjadi pembilasan menjadi sangat kurang efektif karena rutinitas berpusat pada pesisir selatan. Akses masuk air laut yang hanya terjadi di selatan lalu mendistribusikanya ke wilayah tengah-utara (Gambar 15). Bukti pola sirkulasi air pada Gambar 15 turut membagi klaster wilayah selatan (K1) dan tengah-utara (K2) adalah berdasarkan perbedaan arus perairan pada K1 maksimal 0,20 ms-1 lalu pada K2 0,15 ms-1 (Tabel 4). Kecepatan maupun arah arus dapat menentukan kualitas perairan (Jayachandran & Nandan 2011). Perbedaan kualitas air pada klaster wilayah K1 dan K2 berdasarkan faktor hidromorfologi ini memang terbentuk pengaruh yang kuat.

(31)

19

kondisi status trofik yang meningkat dari eutrofik hingga hipertrofik (Gambar 10). Situasi sebaliknya telah terjadi berdasakan pola arus secara horizontal (Gambar 15) terhadap variasi status trofik yang mengarah ke selatan cenderung mengalami kondisi lebih baik dari level oligotrofik-mesotrofik (Gambar 10).

Gambar 15. Sirkulasi air di Teluk Pegametan, Buleleng, Bali saat surut terendah dengan akses masuk hanya melalui pesisir selatan

Variasi status trofik secara temporal sangat terlihat saat melewati beberapa musim sebab mengikuti pola fluktuasi konsentrasi nutrien dan klorofil yang merupakan bagian parameter utama status trofik (Boikova et al. 2008). Dugaan fluktuasi konsentrasi nutrien dan bahkan klorofil terkait oleh perubahan musim yang dipicu perubahan arus serta intensitas pasang dan surut (Saravi et al. 2012). Potensi arus yang diikuti pasang surut di suatu pesisir atau teluk adalah sebagai faktor pembilasan nutrien yang menentukan tingkat status trofik (Krivokapic et al.

2011). Pada penelitian ini telah menentukan variasi status trofik secara temporal berdasarkan sinergi hasil klaster kualitas air selama penelitian (Agustus-Oktober) dengan klaster tren pasang surut.

(32)

20

bulan Agustus, September dan Oktober. Oleh karena itu, tren variasi status trofik secara periodik terbentuk mengikuti perubahan musim dan bulan.

Indikasi pasang surut selama tiga bulan menurut klaster A1 bulan Agustus dan A2 bulan September-Oktober memiliki kecendrungan yang sinergis ketika dihadapkan pada pola musiman selama setahun. Klaster pasang dan surut setahun menurut kelompok variasi amplitudonya, bulan Agustus mengelompok ke Mei-Juli sebagai klaster G1 kemudian September-Oktober terhadap November-April sebagai klaster G2 (Gambar 16). Kesinergisan klaster A1 ke G1 maupun A2 ke G2 memunculkan dugaan bahwa variasi status trofik pada A1 dan A2 dapat merepresentasi untuk cakupan yang lebih luas pada klaster G1 dan G2. Dengan kata lain, pada bulan Mei-Agustus variasi status trofik kisaran mesotrofik-eutrofik sedangkan September-April stabil pada eutrofik.

Variasi status trofik dipengaruhi oleh perubahan musim di suatu perairan Zoriasatein et al. (2013). Perubahan dapat ditandai dengan fluktuasi suhu maupun dinamika perairan. Di daerah yang memiliki empat musim, kecendrungan variasi status trofik terlihat jelas oleh fluktuasi suhu. Hal ini dikaitkan pada peristiwa

bloomingalgae terjadi saat suhu hangat atau musim semi tiba (Baytut et al. 2010). Peristiwa blooming algae tidak serta merta muncul tanpa ada pengkayan nutrien di perairan tersebut. Pengkayaan nutrien sendiri telah ditentukan oleh dinamika air sebagai bentuk pembilasan secara rutin terjadi (Krivokapic et al. 2011).

Kaitannya terhadap pembilasan rutin pada pasang maupun surut memiliki pola ketika perubahan musim setahun. Fluktuasi pasang tertinggi maupun surut terendah di Teluk Pegametan pada tahun 2014 diperlihatkan pada Gambar 17. Berdasarkan pola fluktuasinya Gambar 17 bahwa ada kecendrungan variasi status trofik dipastikan identik. Artinya bahwa pendugaan profil variasi status trofik untuk satu tahun dapat terbentuk berdasarkan pola fluktuasinya. Berdasarkan hal tersebut maka profil variasi status trofik selama satu tahun dapat dijadwalkan. Acuan penjadwalan menurut pola fluktuasi pasang surut di Gambar 17 mengarah pada musim angin barat dan timur perairan laut. Puncak musim angin timur terjadi bulan Juni-Agustus, sementara itu musim angin barat terjadi bulan Desember-Februari (Emiyati et al. 2014). Kelompok G1 (Mei-Agustus) dapat dimasukkan ke dalam musim angin timur dan kelompok G2 (September-April) yakni angin barat.

(33)

21

Gambar 17. Fluktuasi pasang tertinggi dan surut terendah selang kondisi purnama dan gelap pada tahun 2014 (Sumber : BPOL Negara Bali)

Penentuan parameter kunci status trofik

Penentuan parameter kunci status trofik melalui TRIX selain berdasarkan analisis secara statistik juga diperlukan acuan referensi. Pertimbangan parameter kunci status trofik dipusatkan dua hal yakni asupan nutrien dan pemanfaatnya oleh fitoplankton maupun mikroalga (Newton et al. 2003). Faktor asupan nutrien berdasarkan hasil penelitian ini terlihat signifikan kelompok untuk nutrien DIN dan menjadikan sebagai faktor utama (Tabel 6). Daerah pesisir peran nutrien N lebih potensial mempengaruhi status trofik dibandingkan terhadap P (Howarth & Marino 2006). Kemampuan pemanfaatan nutrien oleh fitoplankton atau mikroalga dilihat parameter klorofil-a (Chl-a) dan signifikan berkorelasi erat dengan TRIX.

Hasil analisis secara statistik yakni korelasi dan regresi telah menegaskan bahwa parameter nitrat (NO3) dan klorofil-a (Chl-a) sebagai parameter kunci

status trofik atas dasar hubungan korelasi-regresi TRIX. Penentuan nitrat (NO3)

telah sependapat dengan hasil studi Al-hejuje et al. (2014) pada gejala eutrofikasi di pesisir selatan Irak yang sangat dipengaruhi oleh nitrat (NO3) dan nitrit (NO2).

Namun pada hasil penelitian di Teluk Pegametan pada nitrit (r = 0,235) tidak signifikan berkorelasi terhadap indeks TRIX (Tabel 6). Pada parameter klorofil-a sangat sensitif ketika ada masukan nutrien (Boyer et al. 2009). Kesensitifitasan didasari suatu nutrien yang dimanfaatkan oleh mikroalga dalam produksi primer menghasilkan klorofil sekaligus meningkatkan biomasanya (Moncheva et al.

2002). Identifikasi hanya melalui parameter klorofil-a memiliki keefektifan karena ada korelasi yang kuat antara biomassa maupun oksigen (Baykal et al. 2011).

Aplikasi berdasarkan hasil penentuan parameter kunci status trofik indeks TRIX sebenarnya akan sangat ditekankan pada manajemen asupan nutrien baik N maupun P. Manajemen asupan nutrien merupakan penerapan pada batas nutrien

(34)

22

antara beban N dan P sehingga ini menjadi sulit mengontrol gejala eutrofikasi dengan memilih faktor nutrien mana yang perlu dikurangi (Pearl 2009). Sejak saat itu banyak kajian dilakukan dan yang paling menjanjikan adalah menekan faktor maksimum perkembangan biomasa pada mikroalga atau fitoplankton terhadap pemanfaatan nutrien (Lee & Jones-Lee 1998). Kemampuan untuk memanfaatkan asupan nutrien tercermin pada pemaksimalan produksi primer oleh mikroalga atau fitoplankton (Smith et al. 2006).

Beberapa rekomendasi untuk dasar manajemen eutrofikasi mengarah ke pengendalian parameter-parameter yang memicu kenaikan status trofik (Halim et al. 2007). Permasalahan muncul ketika secara nyata beberapa parameter yang menentukan status trofik hanya sebagian kecil yang memiliki pengaruh dominan (Ferreira et al. 2011). Hasil penelitian ini telah didapatkan parameter nitrat (NO3)

dan klorofil-a (Chl-a) yang memiliki pengaruh dominan terhadap status trofik melalui TRIX di Teluk Pegametan. Manajemen eutrofikasi perairan memerlukan informasi yang mencakup seluruh kajian status trofik (Junior et al. 2012). Salah satunya kajian melalui parameter yang dominan memicu status trofik.

Parameter nitrat (NO3) maupun klorofil-a (Chl-a) memberikan pengaruh

dominan sehingga menentukan status kesuburan perairan sebagai parameter kunci. Penentuan secara alternatif untuk mengidentifikasi status trofik melalui hubungan secara linear yakni TRIX (y) = 3,890 + 0,0041 (NO3) + 0,0325 (Chl-a) r2 = 0,708,

p < 0,05 (Gambar 14). Persamaan tersebut merupakan trobosan identifikasi status trofik melalui parameter kunci yakni NO3 dan Chl-a. Parameter kunci untuk status

trofik dapat memodifikasi sebuah tool untuk indeks trofiknya. Sebagai contoh oleh Gupta (2014) yang telah menginovasi indeks trofik TSI Carlson sehingga dapat mengkaitkan faktor N.

Implementasi hasil penelitian dalam pengelolaan status trofik di Teluk Pegametan, Kabupaten Buleleng, Bali

Kegiatan keramba jaring apung (KJA) di Teluk Pegametan hendaknya perlu suatu pengaturan demi keberlanjutan usaha ini. Pada sebaran kegiatan KJA diperkenankan untuk memfokuskan kegiatan di selatan Teluk Pegametan. Hal ini dikarenakan jumlah unit KJA di wilayah selatan masih lebih rendah di wilayah utara-tengah yang turut diikuti profil variasi status trofiknya. Selain itu didukung oleh pembilasan di wilayah selatan yang rutin terjadi dibandingkan wilayah utara-tengah meski saat surut terendah. Fokus parameter yang direkomendasikan yakni nitrat (NO3) dan klorofil-a (Chl-a) berdasarkan kecenderungan profil variasi status

yang ditunjukkan selama penelitian.

(35)

23

IV KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Profil variasi status trofik memang dipengaruhi oleh kegiatan dari keramba jaring apung (KJA) maupun faktor hidromorfologi teluk. Densitas dan intensitas KJA yang semakin meningkat akan mengiringi perubahan profil status trofik yang menuju status eutrofik hingga hipertrofik. Pada faktor hidromorfologi terlihat dari amplitudo pasang surut. Tingginya amplitudo pasang surut menyebabkan profil variasi status trofik semakin bervariasi dibandingkan saat amplitudo yang rendah. Parameter kunci status trofik di Teluk Pegametan ditunjukkan pada parameter nitrat (NO3) dan klorofil-a (Chl-a).

Saran

Pengelolaan status trofik seharusnya dapat diterapkan meninjau potensi Teluk Pegametan yang dapat mengalami pengkayaan nutrien secara berlebihan. Potensi ini terlihat dari kontribusi KJA dan faktor hidromorfologi mempengaruhi profil variasi status trofik serta menunjukkan parameter nitrat (NO3) dan klorofil-a

(36)

24

DAFTAR PUSTAKA

Al-Hejuje MM, Al-Saad HT, Hussain NA. 2014. Application of TRIX to Evaluate the Trophic Status of The Middle Part of Shatt Al-Arab River South of Iraq. Indian Journal of Applied Research. 4(5): 131-135.

Alves G, Flores-Montes M, Gaspar F, Gomes J, Feitosa F. 2013. Eutrophication and Water Quality in Tropical Brazilian Estuary. Journal of Coastal Research. 65(12):7-12.doi: 10.2112/s165-002.1.

Baykal T, Acikgoz I, Udoh AU, Yildiz K. 2011. Seasonal Variations in Phytoplankton Composition and Biomass in a Small Lowland River-Lake System (Melen River, Turkey). Turk J. Biol, 35:485-501.doi:10.3906/biy-0904-5.

Baytut O, Gonulol A, Koray T. 2010. Temporal Variation of Phytoplankton in Relation to Eutrophication in Samsun Bay, Southern Black Sea, Turkish J. Fisheries & Aquatic Sci. 10:363-372.doi:10.4194/trjfas.2010.0309.

Boesch FD, Russel BB, Robert EM. 2001. Chesapake Bay Eutrophication Scientific Understanding, Ecosystem Resotroration, and Challenges for Agriculture. J. Environ Qual. 30: 303-320.

Boikova E, Botva U, Licite V. 2008. Implemantation of Trophic Status Index in Brackish Water Quality assessment of Baltic Coastal Waters. Proc Latvian Acc of Sci. 62(3):115-119.doi:10.2478/v10046-008-0016-z.

Boyer JN, Kelbe CR, Ortner PB, Rudnick DT. 2009. Phytoplankton Bloom Status: Chlorophyll a Biomass as an Indicator of Water Quality Condition in Southern Estuaries of Florida, USA, Ecological Indicators. 9:56-57.doi:10.1016/j.ecolind.2008.11.013.

Dodds WK. 2007. Trophic State, Eutrophication and Nutrient Criteria in Streams,

J. trends in eco & evo. 22 (12):669-676.doi:10.1016/j.tree.2007.07.010 Emiyati, Kuncoro TS, Anneke KS, Manopo, Budhiman S, Hasyim B. 2014.

Analisis Multitemporal Sebaran Suhu Permukaan Laut Di Perairan Lombok Mengunakan Data Penginderaan Jauh Modis. SIMNAS Pengindraan Jarak Jauh. Hal: 470-479.

Ferreira GJ, Andersen JH, Borja A, Bricker SB, Camp J, Silva MCD, Heiskanen AS. Humborg C, Ignatiades L, Lancelot et al. 2011. Overview of Eutrophication Indicators to Assess Environmental Status within The Eutrophication Marine Strategy Framework Directive, Estuarine Coastal and Shelf Science. 93(2): 117-131.

Gupta M. 2014. A New Trophic State Index for Lagoons. J. of Ecosystems. (2014) ID 152473 8 pages. http://dx.doi.org/10.1155/2014/152473.

Halim AMA, Aboel-Khair, Fahmy MA, Shiridiah MA. 2007. Environmental Assessment on The Aqaba Gulf Coastal Waters; Egypt. Egyptian Journal of Aquatic Research. 33 (1): 1-14.

Hanafi A, W Andriyanto, D Syahidah, B Sukresno. 2006. Characteristic and Carrying Capacity of Kaping Bay, Buleleng Regency, Bali for marine aquaculture development, Prosiding Kajian Keragaan dan Pemanfaatan Perikanan Budidaya. Hal: 83-95.

(37)

25

Harmful Algal Blooms: A Scientific Consensus, J. Harmful Algae. doi:10.1016/j.hal.2008.08.006.

Howarth RW, Marino R. 2006. Nitrogen as the Limiting Nutrient for Eutrophication in Coastal Marine Ecosystems: Evolving Views over Three Decades. Limnol Oceanogr. 51 (1 part 2) 2006 164-376.

Huang YCA, H J Hsieh, Huang S C, Meng P J, Chen Y S, Keshavmurthy S, Nozawa Y, Chen C A. 2011. Nutrient Enrichment Caused by Marine Cage Culture and its Influence on Subtropical Coral Communities in Turbid Waters. J. Marine Ecology Prog. 423: 83-93. Doi: 10.3354/meps08944. Imai I Yamaguchi M, Hori Y. 2006. Eutrophication and Occurrences of Harmful

Algal Blooms in the Seto Inland Sea, Japan, Plankton Benthos Research.

1(2): 71–84, 2006.

Jayachandran PR, Nandan SB. 2011. Assessment of Trophic Change and its Probable Impact on Tropical Estuarine Environment (The Kodungallar-Azhikode estuary, India). Mitig Adapt Strategy Globe Change. 17:837-847.doi:10.1007/s11027-011-9347-1.

Junior LCC, Brandini N, Knoppers BA, De Souza WFL, Medeiros PRP. 2012. Comparaco de Modelos e Indices Para Avaliacao do Estado Trofico do Complexo Estuarino-Lagunar Mundau-Manguaba, (AL). Geochimica Brasiliensis Ouro Preto. 26(1): 7-18.

Karydis M. 2009. Eutrophication Assessment of Coastal Waters Based on Indicators: A Literature Review. Departement of Marine Sciences University of the Aegean, GR81100, Mytilini, Greece.

Krivokapic S, Pestoric B, Bosak S, Kuspilic G, Riser CW. 2011. Trophic State of Boka Kotorska Bay (South-Eastern Adriatic Sea). Fresenius Environment Bulletin, © by PSP Vol. 20 (8): 1960-1969.

Livingston Robert J. 2001.Eutrophication Processes in Coastal Systems, Micheal J Kennish, editor, Florida (USA); CRC Marine Science Series © 2001 by CRC press LCC.

Lopes Claudia Batista, Maria Eduarda Pereira, Carlos Vale, Ana Isabel Lillebo, Miguel Angelo Pardal, and Armando Costa Duarte. 2007. Assessment of Spatial Enviromental Quality Status in Ria de Aveiro (Portugal). Scienta Marina. 71(2):293-304.

Mcglone San Diego ML, Azanza RV, Villanoy CL, Jacinto GS. 2008. Eutrophic Waters, Algal Bloom and Fish Kill in Fish Farming Areas in Bolinao Pangasinan, Philipines. J. Marine Pollution Bulletin. 57:295-301.doi:10.1016/j.marpolbul.2008.03.028.

Memet V, Sen B. 2009. Assessment of Surface Water Quality Using Multivariate Statistical Techniques: A Case Study of Behrimaz Stream, Turkey.

Environ Monit Assess. doi:10.1007/s10661-008-0650-6.

(38)

26

Bulgarian Black Sea Coastal Ecosystem Ecological Quality. Water Sciences and Technology. 46 (8):19-28.

Montes FM de JF, Paulo JG, G A do Nascimento Filho, F L Gaspar, F A Feitosa, A C Santos Junior, T N F Batista, R K Travassos, M E Pitanga. 2011. The Trophic Status of an Urban Estuarine Complex in Northeast Brazil.

Journal of Coastal Research. (64): 408-411.

Newton A, Icely JD, Falcao M, Nobre A, Nunes JP, Ferreira JG, Vale C. 2003. Evaluation of Eutrophication in the Ria Fermosa Coastal Lagoon, Potugal.

Con. Shelf Research. (23):1945-1961.doi:10.1016/j.csr.2003.06.008. Paerl HW. 2009. Controlling Eutrophication aling the Freshwater-Marine

Contiunum: Dual Nutrient (N and P) Reduction are Essential. Estuaries and Coasts. doi:10.1007/s12237-009-9158-8.

Radiarta, IN, Erlania, Sugama K. 2014. Budidaya Rumput Laut, kappaphycus alvarezii Secara Terintegrasi dengan Ikan Kerapu di Teluk Gerupuk Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, J. Ris. Akuakultur. 9 (1): 125-134.

Radiarta, IN, Erlania. 2015. Pemetaan Keramba Jaring Apung Ikan Laut Di Teluk Pegametan dan Teluk Penerusan, Kabupaten Buleleng, Bali. FITA 02. in press

Salas F, Teixeira H, Marcos C, Marques JC, Ruzafa AP. 2008. Applicability of Trophic Index TRIX in two Transitional Ecosystems: the Mar Menor Lagoons (Spain) and the Mondego estuary (Portugal), ICES Journal of Marine Science.65: 1442–1448.doi:10.1093/icesjms/fsn123.

Saravi HN, Makhloug A, Vahedi F, Pourgholam. 2012. Eutrophication Trend of Caspian Sea Water Based on Absolute Trophic State Sacle Index (TRIXCS) and Unscaled Indes (UNTRIX), The first national conference of Phycology of Iran. 9: 49-60.

Scavia D, Bricker SB. 2006. Coastal Eutrophication Assesment in United States.

J. Biogeochemistry. 79: 187-208.doi:10.1007/s10533-006-9011-0.

Seisdedo M, Moreira AR, Comas AA, Arencibia G. 2014. Analysis of Tools for Trophic Status assessment of Water in Cienfuegos Bay Cuba, Pan-American Journal of Aquatic Sciences. 9(2): 103-111.

Selman M, Greenhalgh S, Diaz R, Sugg Z. 2008. Eutrophictaion and Hipoxia in Coastal Areas A Global Assessment of the State of Knowledge. WRI Policy Note, Vol 1.

Shaw RG, Moore DP. Garnett C. 2004. Eutrophication and Algal Blooms.

Encylcopedia of Life Support Systems. http://www.eolss.net/Eolss-sampleAllChapter.aspx.

Simeonov V, Stratis J A, Samara C, Zachariadis G, Vousta D, Anthemidis A, Sofoniou M, Kouimtzis T. 2003. Assessment of the Surface Water Quality in Northern Greece, J. Water Research, 37:4119-4124.doi:10.1016/s0043-1354(03)00398-1.

Smith VH, Joye SB, Robert W Howarth. 2006. Eutrophication of Freshwtaer and Marine Ecosystems. Limnol Oceanogr. 51(1 part 2): 351-355.

(39)

27

Sutarmat T, Pujiastuti, Perdana N. 2014. Pendugaan Limbah Nutrien Nitrogen dan Fosfor dari Aktivitas Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung di Teluk Pegametan. Lap. Teknis Kegiatan KKP. Balai Besar Riset Perikanan Laut Gondol (BBRPBL-Gondol) @ 2014.

Taylor D, Nixon S, Buckley SGB. 1995. Nutrient Limitation and Eutrophication of Coastal Lagoons. J Mar Ecol Ser. 127: 235-244.

Tsuzuki Y. 2006. An Attempt of Modification of Carlson’s Trophic State Index (TSI) for Brackish Lakes in Japan. J. Laguna. 13: 89-98.

Tufekci V, Kusyaka E, Tufekci H, Avaz G, Gunay AS, Tugrul S. 2013. Determination of Limited Nutrients in Turkish Coastal Waters of the Mediterranean and Aegean Seas, J. Black Sea / Mid. Environ. 19(3): 299-311.

Vollenwieder RA, Giovanardi F, Montanari G, Rinaldi A. 1998. Characterization of The Trophic State Condition of Marine Coastal Waters with Special Reference to The Nw Ardriatic Sea: J. environmentrics. 9: 329-357.

Weiss R F. 1970. Solubility of Nitrogen, Oxygen and Argon in Water and Seawater. Deep-Sea Res. 17: 721–735.

Wu M, Wang Y, Sun C, Wang H, Dong J, Yin J, Han S. 2010. Identification of Coastal Water Quality by Statistical Analysis Method in Daya Bay, South China Sea, J. Marine Pollution. doi:10.1016/j.marpolbul.2010.01.007. Zoriasatein N, Jahili S, Poor F. 2013. Evaluation of Ecological Quality Status with

(40)

28

LAMPIRAN

Lampiran 1. Titik koordinat Teluk Pegametan, Kabupaten Buleleng, Bali

Titik Koordinat

114037’9.85”E 114036’55.44”E 114036’50.55”E 114036’41.44”E

2 8

114037’8.29”E 114036’53.54”E 114036’53.72”E 114036’42.82”E

3 8

114037’6.55”E 114036’51,78”E 114036’55.53”E 114036’44.48”E

4 8

114037’9.15”E 114036’50.40”E 114036’57.53”E 114036’43.78”E

5 8

114037’7.38”E 114036’48.77”E 114036’58.49”E 114036’41.27”E

6 8

114037’5.45”E 114036’50.42”E 114036’55.35”E 114036’38.83”E

7 8

114037’3.08”E 114036’51.55”E 114036’54.02”E 114036’37.20”E

8 8

114037’1.57”E 114036’52.38”E 114036’51.89”E 114036’35.44”E

9 8

114037’0.56”E 114036’53.69”E 114036’49.32”E 114036’34.79”E

10 8

114037’2.08”E 114036’54.72”E 114036’48.70”E 114036’37.68”E

11 8

114037’3.88”E 114036’54.72”E 114036’50.13”E 114036’37.73”E

12 8

(41)

29

Lampiran 2. Kalibrasi, jadwal dan prediksi pasang surut tahun 2014.

a. Kalibrasi pasang surut

Tanggal Hasil Pengamatan Sumber BPOL Negara, 2014 Pasang Surut Pasang Surut

Tanggal Bulan Pukul (WITA) Fluktuasi (m) Pasang Surut Tertinggi Terendah

10/8/2014 Purnama I 11:00 18:00 0,67 -0,90

(42)

30

Lampiran 3. Aglomerasi klaster secara spasial pada program SPSS

a. Aglomerasi klaster untuk wilayah selatan (K1) dan utara-tengah (K2)

Agglomeration Schedule

(43)

31

b. Aglomerasi klaster untuk kondisi pasang surut berdasarkan empat zona dalam pelingkupan titik-titik pengambilan sampel.

(44)

32

Lampiran 4. Aglomerasi klaster secara temporal pada program SPSS

a. Aglomerasi Klaster Agustus (A1) dan September-Oktober (A2)

Agglomeration Schedule

Stage

Cluster Combined

Coefficients

Stage Cluster First Appears

Next Stage Cluster 1 Cluster 2 Cluster 1 Cluster 2

1 September Oktober .003 0 0 2

2 Agustus September .046 0 1 0

b. Aglomerasi Klaster Mei-Agustus (G1) dan September-April (G2) Agglomeration Schedule

Stage

Cluster Combined

Coefficients

Stage Cluster First Appears

Next Stage Cluster 1 Cluster 2 Cluster 1 Cluster 2

1 Januari Desember .014 0 0 4

2 Juni Juli .026 0 0 6

3 Februari November .035 0 0 4

4 Januari Februari .136 1 3 9

5 Maret Oktober .161 0 0 9

6 Juni Agustus .232 2 0 8

7 April September .267 0 0 10

8 Mei Juni .421 0 6 11

9 Januari Maret .436 4 5 10

10 Januari April 1.300 9 7 11

(45)

33

Lampiran 5. Status trofik pada wilayah K1 dan K2

K1 TRIX Status K2 TRIX Status 1 3,28 Oligotrofik 5 3,04 Oligotrofik 2 2,82 Oligotrofik 6 2,99 Oligotrofik 3 3,85 Oligotrofik 7 4,66 Mesotrofik 4 3,74 Oligotrofik 8 3,45 Oligotrofik 9 4,11 Mesotrofik 21 5,90 Eutrofik 10 5,33 Mesotrofik 22 6,18 Hipertrofik 11 4,71 Mesotrofik 23 6,11 Hipertrofik 12 4,76 Mesotrofik 24 5,95 Eutrofik 13 5,75 Eutrofik 26 5,72 Eutrofik 14 5,45 Eutrofik 30 5,89 Eutrofik 15 5,46 Eutrofik 31 6,04 Eutrofik 16 5,11 Eutrofik 32 5,77 Eutrofik 17 5,60 Eutrofik 33 5,74 Eutrofik 18 5,75 Eutrofik 34 5,94 Eutrofik 19 5,75 Eutrofik 35 6,06 Eutrofik 20 5,53 Eutrofik 36 5,20 Eutrofik 25 5,31 Eutrofik 37 6,06 Hipertrofik 27 5,63 Eutrofik 38 6,18 Hipertrofik 28 5,50 Eutrofik 39 6,03 Hipertrofik 29 5,90 Eutrofik 40 5,76 Eutrofik

41 5,48 Eutrofik 42 5,73 Eutrofik 43 5,77 Eutrofik 44 5,03 Eutrofik 45 6,03 Hipertrofik 46 5,85 Eutrofik 47 5,84 Eutrofik

(46)

34

Regression Statistics Coefficients SD t-stat P-value Multiple R 0.842 Intercept 3.890 0.153989 25.25898 3.23E-28 R Square 0.708 No3 0.0041 0.000508 8.080249 2.64E-10 Adjusted R Square 0.696 Chl-a 0.832 0.208082 4.000947 0.000233 Standard Error 0.516

Observations 48

ANOVA

Df SS MS F Significance F

Regression 2 29.16156 14.58078 54.67371 9.04E-13 Residual 45 12.00093 0.266687

(47)

35

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran untuk rekomendasi pengelolaan status trofik di
Gambar 2. Lokasi penelitian di Teluk Pegametan, Kabupaten Buleleng, Bali dan
Gambar 3. Pengambilan contoh kualitas air didasari (●) jadwal perkiraan pasang
Tabel 1. Metode dan instrumen pengukuran parameter kualitas air di Teluk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nyai Sabirah upacara yang dilakukan oleh masyarakat sekitar dan Pamong Desa diawali dengan membuka luwur yang menutupi sumur tersebut kemudian dicuci oleh juru kunci

curah hujannya sangat sedikit atau rendah. Stepa terda- dapat di Nusa Tenggara Timur, baik untuk peternakan. • Hutan Bakau atau Mangrove, adalah hutan yang tumbuh di pantai

Tabung reaksi I diisi dengan 15 kecambah kacang hijau, disini kacang hijau berfungsi sebagai bahan yang akan dibuktikan respirasinya pada subjek

maka aplikasi tidak dapat menambahkan produk baru, tetapi jika data yang dimasukkan benar dan kode kunci belum digunakan oleh produk lain ketika proses

Nomor grit biasanya dicetak pada bagian belakang amplas. Makin besar nomor grit, makin halus partikel abrasifnya. Rentang nomor dari nomor grit yang digunakan untuk

primer ke posisi yang lainnya maka sudut torsi pada posisi sekunder ini sama seperti bila mata itu kembali pada posisinya dengan berputar pada sumbu yang tetap yang tegak lurus

TK-TPA yang bertempat di Dusun Balumbung bernama TK-TPA Tauhidal Islam, TK-TPA ini memiliki nama yang sama dengan Majelis Taklim dan Masjid yang berada di Dusun

perubahan adalah komunitas fitoplankton, sehubungan dengan latar belakang diatas maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui komposisi dan struktur