• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komputasi dan Analisis Kecepatan Rambat Gelombang Seismik di Perairan Tarakan Bagian Timur Provinsi Kalimantan Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komputasi dan Analisis Kecepatan Rambat Gelombang Seismik di Perairan Tarakan Bagian Timur Provinsi Kalimantan Utara"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Latar Belakang

Saat ini perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi semakin canggih pada bidang kelautan. Kegiatan–kegiatan tersebut antara lain ekplorasi kekayaan bawah laut seperti minyak bumi, air laut dalam, serta energi dan mineral lain yang terkandung didalamnya. Selain itu juga banyak pemetaan terkait sedimentasi, struktur geologi, kawasan rawan bencana, maupun kepentingan militer terhadap wilayah bawah laut di suatu daerah.

Daerah Tarakan merupakan salah satu daerah penghasil migas terbesar di provinsi terbaru ini. Daerah ini juga berbatasan langsung dengan wilayah yang masih menjadi sengketa antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Malaysia yakni wilayah Ambalat yang diperkirakan mengandung hasil bumi berupa minyak bumi, sehingga menjadikannnya daerah peneltian yang menarik untuk diteliti. Progadasi delta ke arah timur dan forced regression selama turunnya muka laut mengendapkan batuan reservoar di daerah lereng kontinental dalam suatu rejim sesar-anjak di muka delta (toe-thrusting system). Adanya lapisan-lapisan yang mengandung batuan reservoar yang dapat memerangkap hidrokarbon serta batubara menjadikan daerah penelitian Tarakan menarik untuk dieksplorasi lebih jauh dengan penerapan metode seismik.

Survei seismik merupakan metode yang saat ini digunakan untuk menentukan struktur dasar laut, kedalaman laut, minyak dan gas maupun sedimen. Ada dua macam metode dasar seismik yaitu seismik refraksi dan seismik refleksi. Seismik refleksi bekerja terhadap perubahan kecepatan sebagai fungsi kedalaman serta merekam dan menggunakan semua medan gelombang yang direkam. Seismik refleksi mempunyai beberapa kelemahan seperti hilangnya sinyal akibat kondisi geologi wilayah objek serta biaya akuisisi yang mahal. Ekplorasi seismik refleksi dibagi menjadi dua yakni seismik dangkal dan seismik dalam yang dibedakan berdasarkan tujuan eksplorasi serta penggunaan sumber energinya dimana semakin dalam jangkauannya maka semakin besar energi yang akan digunakan dalam proses akusisinya seperti pendeteksian minyak dan gas bumi (Trabant 1984).

(2)

gelombang P. Nilai kecepatan Gelombang P di kerak bumi 5-7 km/s, mantel dan inti bumi >8 km/s, air 1.5 km/s dan udara 0.3 km/s sedangkan Gelombang S di kerak bumi 3-4 km/s, mantel bumi >4.5 km/s dan inti bumi 2.5-3 km/s.

Energi suara yang dihasilkan dari gelombang seismik dapat berasal dari boomer, sparker dan air gun yang selanjutnya akan merambat ke medium yang terdapat di laut seperti air, laut, pasir, lanau, batu bara, minyak serta gas di bawah laut dan kemudian diterima oleh streamer yang didalamnya terdapat hidrofon. Data seismik yang didapat dari hasil akuisisi selanjutnya diolah dengan melakukan komputasi pada data tersebut. Komputasi merupakan kegiatan mendapatkan penyelesaian atau solusi atas persoalan yang dinyatakan dalam model matematis, biasanya dengan memberikan perintah tertentu dalam suatu formula di dalam software komputer. Komputer memainkan bagian pentingnya dalam merumuskan dan menyelesaikan suatu permasalahan dengan komputasi. Banyak masalah komputasi yang menarik dalam pengolahan data seismik ini seperti menganalisa kecepatan rambat gelombang seismik yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan menghilangkan noise serta gangguan-gangguan lainnya yang dapat menyebabkan kesalahan dalam mengintepretasikan hasil akhir. Perekaman data seismik di laut mengalami banyak gangguan (noise) yang muncul seperti multiple, self-noise yang berasal dari alat yang digunakan, angin, gelombang, dan hujan (Lurton 2002). Salah satu akibat yang disebabkan oleh noise saat perekaman di lapangan adalah terjadinya multiple yang dapat mengganggu dalam interpretasi sinyal seismik, untuk itu dibutuhkan pengolahan atau pemrosesan sinyal sehingga dapat mengurangi efek multiple yang terjadi. Gelombang multiple terjadi karena adanya kontras penurunan kecepatan sehingga akan terjadi refleksi selain refleksi gelombang utama sebelum energi diterima oleh receiver (Van Der Kruk 2001). Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan signal to noise ratio (SNR) melalui analisa kecepatan yang benar dan sesuai dengan kondisi geologi bawah permukaan yang mendekati keadaan yang sebenarnya, sehingga sinyal yang kembali dan diterima benar-benar merupakan representasi dari geologi bawah permukaan tanpa adanya sinyal yang berasal baik dari multiple maupun noise. Estimasi akurat yang digunakan untuk menghitung kedalaman dari reflektor bawah permukaan berdasarkan data seismik biasanya disebut dengan model kecepatan (Simon dan Andrew 2011).

(3)

Perumusan Masalah

Sinyal seismik laut yang kembali dari objek biasanya tidak hanya data reflektifitas objek di laut melainkan turut ikut data yang tidak diinginkan dari penerimaan sinyal tersebut. Data yang tidak diinginkan tersebut seperti gangguan (noise) maupun multiple pada data seismik. Multiple dapat menyebabkan permasalahan dalam menghasilkan kualitas data yang baik, sehingga data yang dihasilkan dalam suatu penampang survei seismik sulit untuk diinterpretasi dengan baik. Sinyal yang diterima biasanya dilakukan proses-proses pengolahan lanjutan sehingga yang didapat benar-benar murni dari objek dan bukan yang lain, salah satu metodenya yakni analisa kecepatan. Analisa kecepatan ini dilakukan dengan melakukan picking nilai kecepatan berdasarkan banyak hal seperti gradasi warna yang terkuat, picking tidak dilakukan ke kiri semblance serta memperhatikan panel offset dimana garis harus lurus tidak naik maupun turun. Proses analisa kecepatan ini jika dilakukan dengan baik dan benar maka akan menghasilkan sinyal reflektifitas yang bebas dari adanya gangguan-gangguan seperti multiple dikarenakan telah dipisahkan saat proses tersebut diterapkan. Nilai kecepatan yang didapatkan tersebut turut mempengaruhi proses-proses pengolahan selanjutnya dalam data seismik seperti normal move out (NMO), stacking, dan migrasi sehingga tidak hanya dapat menaikkan nilai signal to noise ratio (SNR) tetapi juga menjadi Quality Control (QC) dalam pengolahan untuk menghasilkan penampang seismik yang lebih baik serta mudah diintepretasi kondisi bawah permukaannnya.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung kecepatan rambat gelombang suara bawah laut yang didapatkan dari hasil survei seismik, menganalisisnya untuk interpretasi dalam memperoleh informasi mengenai kondisi di bawah permukaan laut yang mendekati keadaan sebenarnya serta meningkatkan nilai signal to noise ratio (SNR).

Kerangka Hipotesis

(4)

seismik laut sering membuat hasil akhir dari penampang seismik sulit untuk diinterpretasi kondisi bawah permukaannya.

(5)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

Teknologi Seismik

Metode seismik laut merupakan salah satu bagian dari seismologi eksplorasi yang dikelompokkan dalam metode geofisika aktif, dimana pengukurannya dilakukan dengan menggunakan sumber seismik seperti airgun untuk menghasilkan gelombang suara dan streamer yang ditarik di belakang kapal yang bergerak untuk menangkap sinyal refleksi yang kembali (Biescas et al. 2013). Umumnya sinyal pantulan suara sedimen di dasar laut biasanya lebih besar dibandingkan dengan air laut karena pengaruh dari impedansi sedimen tersebut dimana semakin keras suatu objek atau target maka impedansinya akan semakin besar (Evans et al. 2007). Gelombang seismik dengan metoda refleksi terbagi atas tiga bagian penting yaitu akuisisi data seismik, pemrosesan data seismik dan intepretasi hasil (Hasanudin 2005).

Menurut Drijkoningen (2003), ketika sumber suara diberikan terjadi gerakan gelombang di dalam medium (tanah/batuan) yang memenuhi hukum-hukum elastisitas ke segala arah dan mengalami pemantulan yang kemudian direkam sebagai fungsi waktu. Berdasar data rekaman inilah dapat diperkirakan bentuk lapisan/struktur di dalam tanah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 1 menjelaskan sistem kerja seismik laut, pada saat sumber suara dari airgun diledakkan maka suara akan menjalar ke bawah perairan hingga menembus dasar perairan yang kemudian akan diterima kembali oleh streamer yang telah terpasang hidrofon di dalamnya.

Gambar 1. Seismik Laut (http://www.geomore.com/seismic.html)

(6)

Selain bahan peledak sederhana, sumber yang paling sering digunakan adalah airgun, sparker, dan boomer (Lurton 2002).

Hukum-Hukum Dalam Gelombang Seismik

Beberapa hukum terkait dengan sifat dari perambatan gelombang seperti (Susilawati. 2004) :

1. Hukum Snellius : Gelombang akan dipantulkan atau dibiaskan pada bidang batas antara dua medium

�1 = Kecepatan gelombang pada medium 1 �2 = Kecepatan gelombangpada medium 2

Kecepatan gelombang seismik merupakan kecepatan perambatan yang mengalami gangguan melalui media material yang merupakan media fisik ditunjukan pada Tabel 1. Di sisi lain kecepatan partikel mengacu pada gerakan sebagian media, hal ini merupakan fungsi dari gangguan medium. Suhu dan tekanan (yang tergantung terutama pada kedalaman), serta litologi, pengepakan butir, dan porositas mempengaruhi efek kecepatan gelombang seismik. Variasi litologi dan kandungan fluida serta gas dengan batuan berpori dapat menjadi sumber penting dari kekuatan variasi kecepatan. Demikian pula, rekahan kecil dapat menyebabkan pengurangan kecepatan dalam material (Hubral dan Krey 1980).

Tabel 1. Massa jenis dan Kecepatan Gelombang di Sedimen (Sumber : Lurton 2002)

Sediment Type P (kg/m3) V (m/s) Silty clay (Lempung lanauan) 1300 1485 Clayey silt (Lanau lempungan) 1500 1515 Sand-silt-clay (Lumpur pasiran) 1600 1560 Sand-silt (Lumpur pasir) 1700 1605 Silty sand (Pasir berlumpur) 1800 1650 Very fine sand (Pasir sangat halus) 1900 1680 Fine sand (Pasir halus) 1950 1725 Coarse sand (Pasir kasar) 2000 1800

(7)

gelombang tersebut akan cenderung melalui zona-zona kecepatan tinggi dan menghindari zona-zona kecepatan rendah.

3. Prinsip Huygens : Tititk-titik yang dilewati gelombang akan menjadi sumber gelombang baru. Prinsip Huygens menyatakan bahwa setiap titik-titik

pengganggu yang berada di depan muka gelombang utama akan menjadi sumber bagi terbentuknya deretan gelombang yang baru. Jumlah energi total deretan gelombang baru tersebut sama dengan energi utama.

Kecepatan Gelombang Seismik

Menurut Priyono (2006), sifat elastis batuan di bumi sangat bervariasi. Pada jenis batuan yang samapun dapat memiliki sifat elastis yang berbeda, misalnya disebabkan tingkat kekompakan dari batuan tersebut. Pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa faktor petrologi dan geologi sangat berpengaruh terhadap kecepatan penjalaran gelombang seismik. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 yang menunjukkan nilai kecepatan yang berbeda-beda pada setiap medium yang dilalui oleh gelombang suara. Faktor-faktor penting yang berpengaruh terhadap penjalaran gelombang seismik antara lain adalah sebagai berikut :

1. Sifat elastis dan densitas batuan 2. Porositas

3. Tekanan, baik akibat dari tekanan luar atau tekanan pori

4. Temperatur, dimana sifat elastis berubah karena batuan mencair atau akibat pengaruh kedalaman.

5. Sejarah terjadinya, seperti pengaruh tektonik, pengaruh kimiawi atau termal yang menyebabkan batuan berubah, pengaruh pelapukan, transportasi dan sedimentasi.

6. Umur batuan, batuan yang berumur tua umumnya sangat kompak, porositas kecil, densitas besar dan umumnya mempunyai kecepatan lebih besar dibandingkan batuan sejenis yang lebih muda.

Tabel 2. Kecepatan Sedimen (Priyono, 2006)

Medium/Sedimen Kecepatan (m/s) Impedansi Akustik gr/cm2. S

Udara 310-360 0.004

Batu Pasir Lepas 1500-2500 27-60 Batu Pasir Kompak 1800-4300 40-116

Marl 2000-4700 20-120

(8)

Auhidrit, Batu Garam 4500-6500 110-140

Batu Bara 1600-1900 20-35

Pada batuan sedimen, kecepatan sangat penting untuk dipelajari karena batuan ini mempunyai potensi diketemukannya minyak bumi, gas maupun mineral lainnya.

Seismik Refleksi

Gelombang seismik dengan metoda refleksi terbagi atas tiga bagian penting yaitu pertama adalah akuisisi data seismik yaitu kegiatan memperoleh data dari lapangan yang disurvei, kedua pemrosesan data seismik sehingga dihasilkan penampang seismik yang mewakili daerah bawahan permukaan yang akan diinterpretasikan, dan yang ketiga intepretasi data itu. Kualitas data seismik sangat ditentukan oleh kesesuaian antara parameter pengukuran lapangan dengan kondisi lapangan yang ada seperti kondisi geologi serta kondisi areal survei (Hasanuddin 2005). Pantulan gelombang akustik tersebut terjadi pada bidang batas di antara dua lapisan sedimen dengan impedansi akustik yang beda (Hukum Zoepprits) , sehingga besarnya amplitudo refleksi akan tergantung pada perbedaan koefisien refleksi.

Umumnya sumber energi ditempatkan pada atau dekat permukaan. Gelombang seismik menjalar ke bawah permukaan dan direfleksikkan kembali oleh bidang reflektor dan di rekam dipermukaan dengan alat penerima (geopon atau hidropon). Model sederhana untuk menggambarkan geometri refleksi adalah model sederhana reflektor horisontal dengan kecepatan konstan seperti diperlihatkan pada Gambar 2. Jarak antara sumber – penerima dengan jarak X disebut Offset. Waktu tempuh (t) dapat dirumuskan sebagai berikut :

t = 2 �

2+(/2)2

... (2)

Pada kasus normal incidence (zero off set) dimana x = 0, waktu tempuhnya adalah : t0= 2

� �

(9)

Noise (Gangguan Suara)

Noise adalah gelombang yang tidak dikehendaki dalam sebuah rekaman seismik sedangkan data adalah gelombang yang dikehendaki. Dalam seismik refleksi, gelombang refleksilah yang dikehendaki sedangkan yang lainya diupayakan untuk diminimalisir. Noise merupakan komponen penting dari akustik bawah air meliputi hal yang berbeda dimana semuanya menambah sinyal yang tidak diharapkan dan menurunkan kinerja sistem akustik bawah air. Lurton (2002) membagi penyebab kebisingan suara ke dalam empat kelompok, yakni :

1. Ambient noise. Jenis noise ini dari luar sistem dan berasal dari alam (angin, gelombang, hujan, hewan) atau disebabkan manusia (aktivitas maritim, industri). Noise ini adalah independen dari sistem sonar atau kondisi penyebarannya.

2. Self-noise. Kebisingan yang diderita oleh sistem akustik bawah air itu sendiri. Bisa disebabkan oleh dukungan platform (pancaran noise, aliran noise, gangguan listrik, atau noise thermal.

3. Gema. Jenis noise ini efek sistem sonar aktif saja, seperti yang disebabkan oleh kekacauan (yang dihasilkan oleh sinyal sonar). Hal ini dapat begitu keras untuk menutupi pendeteksian gema sasaran yang diharapkan.

4. Acoustic interference. Jenis noise ini dihasilkan oleh sistem akustik lain yang beroperasi di sekitarnya, biasanya onboard perahu yang sama atau platform kapal selam.

Multiple adalah pengulangan refleksi akibat ’terperangkapnya’ gelombang seismik dalam air laut atau terperangkap dalam lapisan batuan lunak. Pada Gambar 3, Terdapat beberapa macam multiple: (a) water-bottom multiple, (b) peg-leg multiple dan (c) intra-bed multiple (Abdullah 2008). Data seismik diperoleh dengan menggunakan sumber energi yang menghasilkan gelombang elastik dan direfleksikan kembali oleh lapisan bawah permukaan ke receiver yang ada di permukaan.. Refleksi gelombang utama (primary) memberikan informasi penting seperti kecepatan dan identifikasi struktur bawah permukaan. Namun saat perekaman selain gelombang utama, refleksi multipel juga ikut terekam. Refleksi multiple sering menggangu refleksi gelombang primer dan membuat jelek penampang seismik.

(10)

Di dalam rekaman seismik, masing-masing multipel akan menunjukkan morfologi reflektor yang sama dengan reflektor primernya akan tetapi waktunya berbeda.Untuk model peg leg multiple (model b), multiple akan muncul pada waktu tempuh gelombang refleksi primer ditambah waktu tempuh sea bottom. Untuk model intra bed multipel, multipel akan muncul pada waktu tempuh gelombang primer top gamping ditambah waktu tempuh dalam shale.

ProMAX

ProMAX merupakan nama dari suatu software pengolah data seismik yang dikeluarkan Landmark, sebuah perusahaan yang salah satu produknya berupa software-software untuk bidang geologi dan geofisika (G & G software). Secara garis besar, ProMAX dibentuk oleh tiga level struktur ruang kerja yang terdiri dari AREA, LINE, dan FLOW. Ketika memasuki ProMAX, pertama-tama user harus mendefinisikan ruang kerja AREA dengan mengetikkan nama dari daerah survei seismik yang bersangkutan. Setelah masuk ke dalam direktori AREA, maka selanjutnya user harus mendefinisikan ruang kerja LINE dengan mengetikkan suatu nama dari lintasan pada daerah survey seismik yang bersangkutan. Di dalam direktori LINE, user dapat mendefinisikan langkah -langkah pengolahan data seismik dalam kelompok-kelompok flow dengan mengetikkan nama dari kelompok flow yang bersangkutan di dalam jendela FLOW. Di dalam direktori FLOW inilah user dapat memilih proses-proses yang akan digunakan, berdasarkan subflow yang telah disediakan oleh ProMAX dan dengan menggunakan database yang dibuat atau didefinisikan sendiri oleh user (Jusri 2005).

Format Rekaman dan Input Data

Menurut Talagapu (2005), Gelombang seismik yang terpantul beserta noise dan gelombang lainnya diterima oleh geophone masih berupa analog. Gelombang analog ini dicuplik menjadi digital dengan menggunakan multiplexer pada interval tertentu di saat perekaman. Biasanya data seismik dari lapangan (field tape) masih ada dalam format multiplex dan ditampilkan dalam bentuk common shot gather, oleh karena itu perlu dilakukan perubahan dari format urutan waktu (time sequential) ke urutan trace (trace sequential).

Geometry

(11)

Pada dasarnya koreksi geometri berusaha mencocokkan antara file number (terdapat di observer report) dengan data seismik yang direkam dalam 1 shot (dalam pita magnetik atau media penyimpanan yang lain).

Editing dan Muting

Menurut Priyono (2006), selama proses akuisisi dilakukan seringkali hasil rekaman terganggu oleh beberapa sebab seperti pembalikan polaritas, trace mati, noise dan sebagainya. Gangguan-gangguan tersebut semestinya diedit, jika tidak dilakukan maka akan mengurangi kualitas data saat dilakukan stacking. Trace-trace yang tidak diinginkan dapat dirubah dengan cara memberi angka nol, atau memotong sebagian dari sinyal yang tidak diinginkan. Tahapan ini memiliki tujuan untuk memunculkan sinyal-sinyal refleksi, sehingga sinyal-sinyal yang tidak mencerminkan refleksi akan dianggap sebagai informasi yang tak perlu ditampilkan sehingga dapat dihilangkan. Proses yang dilakukan dalam tahap ini meliputi muting dan editing. Muting adalah proses untuk membuang sinyal-sinyal gelombang langsung dan gelombang refraksi. Editing berbeda dengan muting, jika muting beroperasi dalam dua dimensi (x-t) sekaligus, maka editing beroperasi dalam satu dimensi dan bersifat sangat lokal. Editing berusaha mengedit atau mengoreksi amplitudo-amplitudo yang dianggap jelek yang ada pada setiap trace seismik yang terekam. Jika amplitudo-amplitudo gelombang di dalam suatu trace ternyata jelek semua maka editing berusaha menjadi killing dimana semua amplitudo yang tidak bernilai nol di dalam trace tersebut diset menjadi nol.

Deconvolution

Menurut Abdullah (2008), dekonvolusi adalah proses pengolahan data seismik yang bertujuan untuk meningkatkan resolusi vertikal dengan cara mengkompres wavelet seismik. Dekonvolusi umumnya dilakukan sebelum stacking akan tetapi dapat juga diterapkan setelah stacking. Selain meningkatkan resolusi vertikal, dekonvolusi dapat mengurangi efek 'ringing' atau multiple yang mengganggu interpretasi data seismik. Gelombang seismik yang dikirim ke dalam bumi mengalami proses konvolusi (filtering).

Analisa Kecepatan

Sifat elastis batuan di bumi sangat bervariasi.Pada jenis batuan yang samapun dapat memiliki sifat elastis yang berbeda, misalnya disebabkan tingkat kekompakan dari batuan tersebut (Rahadian 2011).Pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa faktor petrologi dan geologi sangat berpengaruh terhadap kecepatan penjalaran gelombang seismik.

(12)

dt interpretasi dilakukan pada area-area yang jauh dari lokasi sumur.Masalah lainnya adalah adanya struktur geologi yang kompleks sehingga menimbulkan variasi kecepatan terhadap kedalaman. Hal-hal tersebut dapat menimbulkan masalah dalam penentuan posisi struktur dan masalah pada waktu dilakukan proses migrasi. Oleh karena itu analisa kecepatan adalah suatu proses yang sangat penting dalam tahapan pemrosesan data seismik.

Menurut Priyono (2006), Kecepatan seismik yang sering digunakan dalam pekerjaan eksplorasi dibagi menjadi :

1. Kecepatan Sesaat (instantaneous velocity) dirumuskan sebagai berikut : V inst ……….... (3)

Kecepatan gelombang seismik yang diukur sepanjang sumur menggunakan peralatan sonic logging adalah pendekatan yang baik untuk kecepatan sesaat ini.

2. Kecepatan interval, merupakan kecepatan yang menjalar pada lapisan yang homogen yang terletak di antara dua bidang batas yang dirumuskan sebagai berikut :

V int = ……… (4)

dimana : Δz = ketebalan lapisan dan Δt = waktu yang ditempuh sejauh Δz 3. Kecepatan rata-rata, dirumuskan sebagai berikut :

...………. (5)

Kecepatan rata-rata merupakan kecepatan yang diukur pada survei kecepatan, dimana geopon ditempatkan pada lobang sumur, sedangkan sumber ledakan sebagai energi pembangkit gelombang ditempatkan dipermukaan.

4. Kecepatan Root Mean Square (RMS), dirumuskan sebagai berikut :

yaitu akar kuadrat rata-rata (root mean square) dari kecepatan interval. 5. Kecepatan NMO, dirumuskan sebagai berikut :

……… (6)

(13)

dimana :

X = offset / jarak shot ke receiver T0 = Waktu refleksi pada x = 0

Tx = Waktu refleksi pada jarak offset X

6. Kecepatan stacking, merupakan kecepatan yang diperoleh pada proses stacking setelah data CDP gather dilakukan koreksi NMO. KEcepatan ini diperoleh bersamaan dengan tahap analisa kecepatan pada pengolahan data seismik.

Normal Move Out (NMO)

Menurut Yilmaz dalam Abdullah (2008), NMO adalah perbedaan antara Two Way Time (TWT) pada offset tertentu dengan TWT pada zero offset. Koreksi NMO dilakukan untuk menghilangkan efek jarak. Gambar 4 menunjukkan hubungan antara waktu ketika waktu tertentu t(x) dengan waktu ketika zero offset t(0). Model perlapisan horizontal, koreksi NMO dirumuskan dengan :

t2(x) = t2(0) + x2/ v2rms

ΔtNMO = t(x) – t(0) untuk offset yang kecil vrms ≈ vstack

Gambar 4. Normal Move Out (NMO)

(14)

Gambar 5. Efek pemilihan model kecepatan: (a) sebelum koreksi NMO (b) model kecepatan yang tepat (c) kecepatan terlalu rendah (d) kecepatan terlalu tinggi.

Stacking

(15)

3.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama delapan bulan yang diawali dengan akuisisi data survei seismik yang telah dilakukan pada bulan September - Oktober 2012 di perairan Tarakan bagian timur Provinsi Kalimantan Utara. Daerah ini terletak pada koordinat 3° 19’ LU - 3° 20’ LU dan 118 ° 34’ BT - 119° 38’ BT seperti yang ditampilkan pada Gambar 6. Pengolahan data pada peneltian ini dikerjakan pada dua tempat. Pengolahan data SEG-D hingga menjadi hasil penampang seismik serta intepretasi geologi dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL) di Bandung dan pengolahan hasil nilai kecepatan dan intepretasinya dilakukan di Laboratorium Komputasi Data Akustik Kelautan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan , Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 6. Peta Lokasi Alat dan Bahan

Perangkat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 macam yaitu perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras berupa 1 unit komputer dengan spesifikasi Processor core i5, Harddisk 1 Terabyte dan RAM 4 GB dengan sistem operasi Linux yang dijalankan di Windows menggunakan VMWare 7. Perangkat lunak yang digunakan adalah Landmark ProMAX 2D Version 5000.0.20 dan Microsoft Excell. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data TRKN-5 dan TRKN-6 dengan format SEG-D hasil akuisisi seismik di perairan Tarakan, Kalimantan Utara.

Komputasi Data Seismik

(16)

diawali dengan pembuatan Area, Line dan Flows pada program ProMAX seperti yang ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Struktur Ruang Kerja ProMAX

Data seismik direkam dalam common-shot gather. Common-Shot Gather adalah sekumpulan trace yang mempunyai atau berasal dari satu source point yang sama. Karena pada umumnya pengolahan data seismik dilakukan pada domain Common-Midpoint (CMP), maka data common-shot gather tadi disusun dan di-sort ke bentuk CMP gather. CMP gather adalah sekumpulan trace yang memiliki titik tengah (midpoint) yang sama. Sebelum proses stacking, masing-masing CDP gather dikoreksi perbedaan offset yang sering disebut Normal Move Out (NMO). Sebuah fungsi kecepatan yang disebut stacking velocity dibutuhkan dalam koreksi NMO. Stacking velocity didapat dari sebuah proses yang disebut velocity analysis. Velocity Analysis adalah perhitungan dan penentuan fungsi kecepatan (stacking velocity) dari pengukuran fungsi velocity normal move out. Perhitungan dibuat dengan mengasumsikan fungsi kecepatan normal moveout (VNMO), menerapkannya ke CDP gather, mengukur koherensi pada fungsi VNMO tersebut, dan mengubah fungsi VNMO untuk mencari koherensi maksimal. Nilai-nilai koherensi ini diukur, dipetakan dan diberi skala warna untuk proses velocity picking. Nilai-nilai koherensi yang telah dikontur disebut juga dengan semblance.

Semblance panel menampilkan nilai-nilai koherensi dari berbagai trace dalam kontur skala warna sebagai fungsi waktu dan kecepatan. Warna kontur merah melambangkan nilai semblance maksimum, sehingga melambangkan juga fungsi kecepatan NMO yang paling tepat untuk mengkoreksi event seismik yang menghasilkan koherensi yang jugadigunakan untuk menentukan fungsi stacking velocity dengan cara memilih nilai-nilai semblance yang paling tepat. Gather panel juga digunakan dalam menentukan fungsi kecepatan. Gather panel menampilkan super gather dari sejumlah CDP yang telah ditentukan. Super gather didapat dari sejumlah CDP yang masing-masing tracenya di-stack secara

common-offset, sehingga menghasilkan hanya satu CDP gather, yaitu super gather. Panel yang menampilkan deret trace-trace dari beberapa CDP yang telah di-stack

(17)

saat pemilihan yang digunakan terlalu tinggi, maka akan melengkung ke bawah. Panel Dynamic Stack menampilkan pendekatan data stack yang dihitung dengan menggunakan fungsi kecepatan yang telah dipilih. Panel ini digunakan sebagai kontrol kualitas (QC) dari fungsi kecepatan yang dipilih. Keempat panel velocity analysis tersebut digunakan sebagai acuan atau patokan dalam menentukan NMO velocity yang paling tepat untuk digunakan dalam proses stacking. Hasil dari proses ini menghasilkan brute stack. Brute stack ini dihasilkan hanya untuk melihat gambaran awal dari suatu event seismik. Trace seismik mencerminkan respon dari medan gelombang elastik terhadap kontras impedansi akustik (reflektivitas) pada batas lapisan batuan sediment yang satu dengan batuan sediment yang lain. Koefisien refleksi sebagai fungsi dari kecepatan gelombang P dan densitas masing-masing lapisan batuan.

Pengambilan Data Seismik

Pengambilan data seismik dilakukan setelah selesainya survei seismik di perairan Kotamadya Tarakan Provinsi Kalimantan Utara oleh para peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL) Bandung dengan menggunakan Kapal penelitian Geomarin III milik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) . Data hasil survei seismik merupakan data digital dalam format SEG-D (format data seismik yang dikeluarkan oleh Society of Exploration Geophysicist) yang kemudian akan diolah dengan software ProMAX. Data ini diambil setelah survei selesai pada bulan Oktober tahun 2012 dengan memindahkan data format SEG-D ke Harddisk External dari ruang penyimpanan data di ruang geofisik kapal.

Pengolahan Data Seismik

(18)

kecepatan single yang akan dijadikan sebagai acuan parameter kecepatan saat melakukan TAR. True Amplitudo Recovery (TAR) dilakukan dengan tujuan memperoleh amplitudo gelombang seismik yang seharusnya dimiliki serta mengembalikan amplitudo serta frekuensi yang melemah karena penyerapan energi oleh bumi. Proses dekonvolusi dilakukan setelah proses TAR, proses ini dilakukan untuk meningkatkan resolusi vertikal dengan cara mengkompres wavelet seismik.

(19)

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Filtering Data

Menurut Abdullah (2008), frekuensi yang digunakan dalam pengolahan data seismik umumnya berada pada kisaran 10 Hz – 70 Hz, sehingga sinyal yang didapat perlu dilakukan filtering frekuensinya. Filtering menggunakan bandpass filter lebih umum digunakan karena gelombang seismik terkadang terkontaminasi dengan noise frekuensi rendah dan noise frekuensi tinggi. Filtering ini dilakukan untuk mendapatkan frekuensi sinyal data primer reflektifitas bumi dan membuang frekuensi lainnya seperti noise dan multiple. Hasil Gambar 9 merupakan hasil tampilan penampang seismik yang didapat langsung dari masukan data input data sesimik TRKN-6 tanpa proses filtering. Tampilan ini masih terlihat kasar dan belum dapat diinterpretasikan dengan baik karena masih banyaknya sinyal-sinyal yang tidak diharapakan mengganggu tampilannya sehingga mempengaruhi dalam hal intepretasi. Gambar pada saat di kolom perairan, dasar perairan dan sub-dasar perairan belum terlihat dengan jelas dikarenakan frekuensi yang digunakan belum dibatasi sehingga semua frekuensi ikut terekam bahkan noise juga ikut terekam di dalamnya sehingga perlu dilakukan proses berikutnya agar didapatkan hasil penampang yang lebih baik. Pengambilan nilai frekuensi tertentu menggunakan bandpass filter, maka akan didapatkan hasil penampang sementara yang lebih baik lagi.

Gambar 9. Profil Seismik sebelum Bandpass Filter

Gambar 10 memperlihatkan hasil penampang seismik sementara yang lebih baik saat penerapan bandpass filter. Kedalaman perairan, kolom perairan dan lapisan sub-dasar perairan terlihat lebih jelas jika dibandingkan dengan yang tidak menggunakan bandpass filter, ini dikarenakan penerapan filtering ini memanfaatkan rentang frekuensi yang tertentu sehingga tidak semua frekuensi ikut di dalamnya. Sinyal-sinyal yang direkam terkadang bukan hanya data yang kita inginkan, melainkan rekaman multiple bahkan noise yang berada di permukaan yang juga ikut terekam sehingga akan menghasilkan gambaran penampang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11. Hasil gambar menunjukkan dasar perairan yang mulai menurun ke arah akhir lintasan yang dimulai saat kedalaman pada waktu 100 ms hingga 500 ms dan sinyal terlihat

Sinyal Sub-Dasar Perairan Sinyal di Kolom Perairan

(20)

mulai melemah sampai kedalaman waktu di atas 1000 ms. Gambar juga menampilkan sinyal pada sejumlah channel yang digunakan saat survey berlangsung yang berjumlah 48 channel, hal ini menandakan ada 4 section pada streamer yang diaktifkan saat survey dan data ini penting sebagai data input di pengolahan geometri selanjutnya.

Gambar 10. Profil Seismik sesudah Bandpass Filter

Geometri

Menurut Jusri (2004), pada flow ini dilakukan pendefinisian geometri dari data yang telah di-loading sesuai dengan geometri penembakan pada saat pengambilan data di lapangan. Informasi mengenai geometri akan menjadi suatu identitas (header) dari trace seismik yang terekam, dan akan menjadi suatu atribut yang sangat vital dalam pengolahan data seismik selanjutnya. Tabel parameter pengolahan yang digunakan pada data TRKN-6 sepeti yang ditunjukkan oleh Tabel 3. Parameter-parameter lapang yang didapat di lapangan ini selanjutnya digunakan saat pengolahan data geometri. Pengolahan ini bertujuan untuk mencocokkan data lapang dengan data yang direkam dalam 1 (satu) kali penembakan.

Tabel 3. Parameter – Parameter yang Digunakan dalam Pengolahan

Parameter Nilai

Shot Interval 25 meter Group Interval 12.5 meter Near Channel 1

Far Channel 48

Interval Channel 12.5 meter Minimum Offset 100 meter Nominal Source Depth 3 meter Nominal Receiver Depth 7 meter Distance Between CDP 6.25 meter Number of Shots 2890

Sinyal Channel 1 pada Sub-Dasar Perairan

Sinyal Channel 26 di Kolom Perairan

(21)

Muting

Sinyal yang terdapat pada bagian atas dasar laut biasanya masih terdapat gangguan dari noise baik dari multipel, ledakan langsung sumber suara yang langsung diterima oleh hidropon serta frekuensi lain yang diluar seismik. Sinyal yang berada diatas garis berwarna hijau pada Gambar 11 dapat dihilangkan dengan melakukan proses muting. Umumnya dalam pengolahan data seismik, proses-proses yang terjadi di kolom perairan sering diabaikan dan hanya fokus pada dasar serta sub-dasar perairan dikarenakan objek yang menjadi target terdapat di daerah tersebut dan sinyal yang terdapat di kolom perairan dihilangkan untuk mereduksi noise pada data. Gambar 11 menampilkan sinyal-sinyal yang berada di atas garis warna hijau yang terletak pada kedalaman perairan saat waktu 50 ms – 450 ms merupakan sinyal rekaman yang terjadi di kolom perairan sehingga untuk memudahkan pengolahan, sinyal-sinyal ini dilakukan proses muting.

Gambar 11. Profil Seismik sebelum Muting

Hasil proses muting seperti yang ditunjukkan di Gambar 12 menampilkan tampilan yang lebih bersih pada bagian atas dasar laut mulai dari waktu 50 ms – 450 ms dan hanya menyisakan data dasar dan sub-dasar sehingga diharapkan akan mempermudah pengolahan selanjutnya.

Gambar 12. Profil Seismik sesudah Muting

Dasar Perairan

Sinyal Channel 36di Kolom Perairan

(22)

Dekonvolusi

Proses dekonvolusi dilakukan pada penampang ini dengan tujuan untuk meningkatkan resolusi vertikal dengan cara mengkompres wavelet seismik. Dekonvolusi ini selain meningkatkan resolusi vertikal, dekonvolusi dapat mengurangi efek 'ringing' atau multipel yang mengganggu interpretasi data seismik (Abdullah 2008). Gelombang seismik yang dikirim ke dalam bumi mengalami proses konvolusi (filtering). Menurut Cary (2001), dekonvolusi prediktif yang diterapkan dalam pemrosesan ini dilakukan dengan mencari bagian-bagian yang bisa diprediksi dari trace seismik dan menghilangkannya untuk dapat meminimalisir multiple yang banyak ditemukan pada data TRKN-6. Penerapan dekonvolusi ini memberikan hasil tampilan penampang seismik yang lebih terlihat lebih baik dari sebelum penerapannya. Penampang yang ditampilkan oleh Gambar 13 merupakan bagian contoh dari hasil penampang sementara seismik yang belum baik, hal ini disebabkan adanya ketidakmenerusan sinyal pada penampang tersebut. Penampang pada lapisan sub-dasar memperlihatkan gambaran sinyal yang terputus atau tidak menerus sehingga sulit untuk dilakukan interpretasi terhadap penampang. Sinyal yang tidak menerus ini terlihat pada lapisan sub-dasar perairan saat waktu 900 ms – 1200 ms dan 1400 ms – 2200 ms.

Gambar 13. Profil Seismik sebelum Dekonvolusi

Penampang seismik pada Gambar 14 yang telah melalui tahapan dekonvolusi yang ditunjukkan oleh bulatan warna hitam pada gambar memperlihatkan penampang yang berbeda dengan yang belum dilakukan proses dekonvolusi. Penampang pada lapisan sub-dasar memperlihatkan gambaran sinyal yang terputus sehingga sulit untuk dilakukan interpretasi terhadap penampang. Sinyal yang tidak menerus ini terlihat pada lapisan sub-dasar perairan saat waktu 900 ms – 1200 ms dan 1400 ms – 2200 ms. Penampang memperlihatkan pada lapisan sub-dasar sinyalnya dan kemenerusannya terlihat lebih jelas. Hal ini penting dilakukan untuk mempermudah interpreter dalam menginterpretasikan hasil penampang yang sesuai dengan kondisi geologi bawah permukaan.

Multiple Dasar Perairan

Kolom Perairan

(23)

Gambar 14. Profil Seismik sesudah Dekonvolusi

Radon Filter

Abdullah (2008) mendefinisikan transformasi radon sebagai teknik penjumlahan trace seismik pada sudut tertentu yang ditujukan untuk memperjelas kehadiran reflektor miring, menghilangkan multipel serta meningkatkan rasio signal terhadap noise (SNR). Prinsip dari transformasi radon adalah mengubah

data dari domain waktu t(x) ke τ-ρ sehingga dengan mute yang tepat bisa memisahkan gelombang utama (primary) dan multiple (Rahadian 2011). Transformasi radon dilakukan untuk menekan keberadaan longpath multiple yang diakibatkan oleh dasar laut. Data seismik yang merupakan data dengan domain waktu (T) dan jarak (X) ditansformasikan secara linier ke dalam domain waktu pada jarak nol/time intercept (τ) dan slowness (p). Dalam domain inilah data seismik di-muting untuk menghilangkan multiple yang terkontaminasi.

Pemrosesan multiple dengan menggunakan radon mampu menghilangkan multipel walaupun tidak menghilangkannya secara penuh, hal ini dapat terlihat masih terdapatnya multiple maupun noise yang ditampilkan pada Gambar 15. Gambar 15 menunjukkan adanya multiple yang dimulai dari waktu 3100 ms sampai 5100 ms. Multiple ini dapat membuat kesalahan dalam picking kecepatan, sehingga yang seharusnya didapat kecepatan reflektor dari sedimen justru kecepatan multiple yang merupakan data yang tidak diinginkan yang dapat menurunkan kualitas hasil dari penampang seismik. Pemrosesan dengan menggunakan radon diharapkan mampu menghilangkan efek multiple yang ada di dalam data.

Gambar 15. Profil sebelum Radon Filter

Dasar Perairan

Kolom Perairan

Sinyal terlihat lebih menerus

(24)

Gambar 16 menunjukkan multiple maupun noise yang terdapat saat belum dilakukannya proses radon mulai sedikit hilang dan berkurang setelah dilakukannya proses radon. Proses ini sedikit memudahkan penulis untuk melakukan proses picking kecepatan seismik dikarenakan tampilan mulai terlihat bersih dari multipel maupun noise sehingga sinyal dari perekaman yang berasal dari objek yang diinginkan dengan sinyal multipel mulai bisa dibedakan keberadaannya. Hasil picking ini sangat berpengaruh dalam penentuan kecepatan sehingga hasil akhir tampilan seismik menunjukkan hasil yang lebih mudah untuk diintepretasikan.

Gambar 16. Picking Kecepatan setelah Radon Filter

Normal Move Out (NMO)

(25)

Gambar 17. Picking sebelum NMO

Penerapan proses normal move out (NMO) seperti yang ditampilkan pada Gambar 18 memperlihatkan pemilihan model kecepatan telah dilakukan dengan sesuai, ini dapat dilihat dari tampilan pada kolom offset yang memperlihatkan model kecepatan dengan garis yang sudah lurus. Koreksi NMO dilakukan untuk menghilangkan efek jarak.

Gambar 18. Picking setelah NMO

4.2 Analisis Kecepatan Rambat Gelombang Seismik

a. Lintasan 6 CDP 1 – CDP 2001

(26)

terdapat pada setiap CDP ini. Secara horizontal, pada lapisan deltaic ini nilai kecepatan rambat pada CDP 1 sampai CDP 2001 cukup bervariasi namun tidak terlalu besar nilainya. Kecepatan rambat seismik terkecil pada lapisan ini terdapat di CDP 1201 dengan nilai 1508.3 m/s pada waktu 100 ms dan terbesar pada CDP 1 sampai CDP 401 pada waktu 600 ms dengan nilai kecepatan 1595 m/s. Lapisan dibawah waktu 600 ms sedikit sulit untuk dibedakan, ini dikarenakan keseragaman hasil penampang seismik yang tidak menunjukkan adanya lapisan sedimen yang baru. Lapisan kedua ini dimulai dari waktu 700 ms sampai 5900 ms. Pada penampang terlihat gambaran dasar laut yang datar atau flat dimulai dari CDP 1 sampai CDP 1501. Selanjutnya, dasar perairan pada penampang memperlihatkan kondisi geologi yang mulai menurun ke arah bawah mulai CDP 1601 sampai 2001. Secara vertikal, masing-masing CDP mempunyai nilai kecepatan rambat yang bervariasi dan semakin tinggi seiring peningkatan kedalaman. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan sedimen yang berbeda serta kedalaman perairan yang semakin dalam ke arah akhir dari lintasan survei.

Gambar 19. Penampang Seismik CDP 1-CDP 2001

(27)

300 ms – 600 ms, CDP 1901 saat waktu 400 ms – 700 ms dan CDP 2001 saat waktu 400 ms – 800 ms.

Secara umum, kecepatan rambat semakin bertambah seiring penambahan kedalaman. Kecepatan rambat pada CDP 1 meningkat seiring penambahan kedalaman yang dimulai dari 1523 m/s pada waktu 50 ms dan pada waktu 2650 ms – 5950 ms kecepatan rambat bertahan pada nilai 2510.8 m/s. Kecepatan rambat CDP 101 mengalami peningkatan dari 1523 m/s pada waktu 50 ms dan saat waktu 2650 ms – 5950 ms kecepatan rambat bertahan pada nilai 2513.8 m/s. CDP 201 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1521 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2519.6 m/s pada waktu 2650 ms – 5950 ms. CDP 301 mengalami peningkatan dari kecepatan rambat 1514.2 m/s pada waktu 50 ms dan pada waktu 2650 ms – 5950 ms kecepatan rambat berakhir pada nilai 2518.4 m/s. Kecepatan rambat CDP 401 mengalami peningkatan dari 1506.1 m/s pada waktu 50 ms dan saat waktu 2350 ms – 5950 ms kecepatan rambat bertahan pada nilai 2518.4 m/s. Kecepatan rambat pada CDP 501 meningkat seiring penambahan kedalaman yang dimulai dari 1512.4 m/s pada waktu 50 ms dan pada waktu 2450 ms – 5950 ms kecepatan rambat bertahan pada nilai 2528.5 m/s. CDP 601 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1529 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2544.4 m/s pada waktu 2450 ms – 5950 ms. CDP 701 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1529.6 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2554 m/s pada waktu 2450 ms – 5950 ms. CDP 801 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1518.2 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2559.4 m/s pada waktu 2450 ms – 5950 ms. CDP 801 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1518.2 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2559.4 m/s pada waktu 2450 ms – 5950 ms. CDP 901 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1515.3 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2562.5 m/s pada waktu 2250 ms – 5950 ms.

CDP 1001 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1516.5 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2553.7 m/s pada waktu 2250 ms – 5950 ms. CDP 1101 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1511.4 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2543.4 m/s pada waktu 2450 ms – 5950 ms. CDP 1201 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1506.2 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2554.3 m/s pada waktu 2450 ms – 5950 ms. CDP 1301 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1508.3 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2570.7 m/s pada waktu 2450 ms – 5950 ms. CDP 1401 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1514.8 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2566.7 m/s pada waktu 2450 ms – 5950 ms. CDP 1501 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1517.5 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2554.8 m/s pada waktu 2450 ms – 5950 ms. CDP 1601 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1517 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2553.3 m/s pada waktu 2450 ms – 5950 ms. CDP 1701 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1523 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2556.2 m/s pada waktu 2450 ms – 5950 ms. CDP 1801 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1530.3 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2557 m/s pada waktu 2550 ms – 5950 ms. CDP 1901 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1529.6 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2552.5 m/s pada waktu 2550 ms

(28)

Berdasarkan data pada grafik kecepatan, setelah melewati dasar perairan maka kecepatan seismik semakin meningkat yang disebabkan medium yang dilewatinya semakin padat. Kecepatan pada sedimen juga dapat dipengaruhi oleh umur batuan, sifat elastis dan densitas batuan, porositas, maupun tekanan. Nilai kecepatan rambat gelombang seismik dari mulai CDP 1- CDP 2001 dapat dilihat pada gambar grafik kurva kecepatan rambat CDP 1 – CDP 2001 di Lampiran 2.

Gambar 20 menunjukkan kualitas kontrol kecepatan seismik yang ditampilkan dalam warna-warna yang berbeda. Hasil dari analisa kecepatan dapat dilihat pada tampilan di velocity viewer. Dari tampilan kecepatan terlihat setiap warna mempunyai nilai kisaran kecepatan yang berbeda dengan warna yang lainnya. Secara umum tampilan velocity viewer memperlihatkan kisaran kecepatan dari 1506 m/s – 2570 m/s. Warna biru misalnya memiliki kisaran kecepatan berkisar antara 1506 m/s - 1650 m/s dengan rata-rata ketebalan kedalamannya sebesar 694.32 m. Warna cyan memiliki kisaran kecepatan berkisar dari 1651 m/s - 1850 m/s dengan rata-rata ketebalan kedalamannya sebesar 175.05 m. Warna hijau memiliki kisaran kecepatan 1851 m/s – 2250 m/s dengan rata-rata ketebalan kedalamannya sebesar 1886.46 m. Warna kuning memiliki kisaran kecepatan 2251 m/s – 2370 m/s dengan rata-rata ketebalan kedalamannya sebesar 508.31 m. Warna merah memiliki kisaran kecepatan 2371 m/s – 2570 m/s dengan rata-rata ketebalan kedalamannya sebesar 9857.3 m.

Gambar 20. Hasil Analisa Kecepatan CDP 1 – CDP 2101 di Velocity Viewer Nilai kecepatan rambat pada dasar perairan menunjukkan berbagai variasi nilai kecepatan. Berdasarkan data pada Tabel 4, kondisi geologi dasar laut menunjukkan semakin ke arah akhir lintasan semakin bertambah dalam kedalaman dasar perairannya. Tampilan penampang seismik pada gambar 21 menunjukkan lapisan flat (datar) dari CDP 1 sampai CDP 1501 yang mempunyai dasar perairan saat waktu 100 ms dengan kisaran kecepatan rambat 1508 m/s - 1531 m/s. Dasar perairan mulai mengalami penurunan saat CDP 1601 dan CDP 1701 yang diketahui menyentuh dasar perairan saat waktu 200 ms dengan kecepatan rambat sebesar 1532 m/s dan1530.5 m/s dan CDP 1801 saat waktu 300 ms dengan nilai kecepatan rambat 1545.4 m/s. Dasar perairan terdalam pada bagian data seismik TRKN 6 ke-1 ini dapat dilihat pada CDP 1901dan CDP 2001 yang mempunyai dasar perairan saat waktu 400 ms dengan kecepatan rambat 1547.8 m/s dan 1525.6 m/s. Nilai kecepatan rambat mulai CDP 1 sampai CDP 2001 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

V = 2371 m/s – 2570 m/s (Merah)

V = 1851 m/s – 2250 m/s (Hijau) V = 2251 m/s – 2370 m/s (Kuning)

(29)

Tabel 4. Kecepatan Rambat CDP 1 – CDP 2001 di Dasar Perairan

No CDP Waktu (ms) Kecepatan (m/s) Dugaan Jenis Sedimen* Koef Refleksi**

1 1 100 1526.3 Clayey silt 0.1965

*(Sumber : Lurton, 2002), ** (Hasil Perhitungan)

Berdasarkan data dari Tabel 4 tersebut, diperkirakan jenis sedimen atau kandungan material yang terdapat di dasar perairan setiap CDP tersebut dengan mengacu pada Lurton (2002) berjenis sedimen clayey silt (lanau lempungan). Kecepatan gelombang seismik merupakan kecepatan perambatan yang mengalami gangguan melalui media material yang merupakan media fisik. Data sumur (well log) sebenarnya sangat diperlukan untuk dapat mengetahui kandungan sedimen yang sebenarnya. Di sisi lain kecepatan partikel mengacu pada gerakan sebagian media, hal ini merupakan fungsi dari gangguan medium. Suhu, tekanan, litologi, pengepakan butir, dan porositas mempengaruhi efek kecepatan gelombang seismik. Variasi litologi dan kandungan fluida serta gas dengan batuan berpori dapat menjadi sumber penting dari kekuatan variasi kecepatan. Rekahan kecil juga dapat menyebabkan pengurangan kecepatan dalam material (Hubral and Krey, 1980). Hasil Tabel 4 juga menunjukkan nilai koefisien refleksi pada sedimen bernilai koefisien positif, hal ini berarti sedimen tersebut memiliki lapisan impedansi bagian atas yang lebih rendah dari bagian bawahnya. Nilai koefisien refleksi masing-masing lapisan dicari dengan menggunakan rumus R= �2 − �1

(30)

sebagai lapisan pertama dan �2 adalah sedimen dasar perairan. Contoh perhitungan koefisien refleksi ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 21 merupakan grafik kurva gabungan CDP dari 1 sampai dengan 2001. Gambar 21 menunjukkan nilai kecepatan rambat terletak diantara 1506.1 m/s – 2570.7 m/s. Nilai kecepatan rambat tertinggi pada gambar ditunjukkan oleh CDP 1301 garis warna merah jambu (pink) dengan titik bintang sebesar 2570.7 m/s pada waktu dimulai dari 2450 ms dan terendah oleh CDP 401 garis biru dengan titik bintang sebesar 1506.1 m/s pada waktu 50 ms.

Gambar 21. Kurva Gabungan Kecepatan Seismik CDP 1 - CDP 2001

b. Lintasan 6 CDP 2101 – CDP 4001

(31)

Gambar 22. Penampang Seismik CDP 2101-CDP 4001

Bagian ke-2 dari data seismik TRKN-6 ini dimulai dari CDP 2101- CDP 4001. Berdasarkan nilai kecepatan rambat pada kolom perairan, CDP 4001 mempunyai nilai kecepatan rambat tertinggi sebesar 1552.9 m/s mulai dari waktu 50 ms sampai 1650 ms yang dapat diklasifikasikan sebagai air laut berdasarkan tampilan penampang seismik bahwa nilai tersebut masih terjadi di kolom perairan, selanjutnya nilai kecepatan rambat terendah ditunjukkan oleh CDP 2401 saat waktu 50 ms yang mempunyai nilai kecepatan rambat sebesar 1506.4 m/s dan diklasifikasikan sebagai air laut berdasarkan tampilan penampang seismik bahwa nilai tersebut masih terjadi di kolom perairan. Lapisan deltaic pada data bagian ke-2 ini masih terlihat, namun tidak seperti bagian data ke-1 yang terdapat diatas waktu 500 ms melainkan bervariasi mulai dari waktu 600 ms – 2100 ms yang diperkirakan merupakan lapisan wilayah pengendapan di dalam lingkungan laut bentukan material-material yang berasal dari sungai yang lebih halus. Lapisan deltaic pada CDP 2101 sampai CDP 4001 ini dapat ditemukan di semua CDP yang ada di bagian ke-2 data seismik TRKN-6 ini. Lapisan ini mempunyai nilai kecepatan yang bervariasi dimulai dari 1507 m/s - 1780.8 m/s. Kecepatan 1507 m/s berada pada CDP 2401 saat waktu 650 ms dan yang bernilai 1780 m/s saat waktu 2150 ms ditunjukkan oleh CDP 4001.

Secara umum, kecepatan rambat semakin bertambah seiring penambahan kedalaman. Kecepatan rambat pada CDP 2101 meningkat seiring penambahan kedalaman yang dimulai dari 1511.1 m/s pada waktu 50 ms dan pada waktu 2550 ms – 5950 ms kecepatan rambat bertahan pada nilai 2544.2 m/s. Kecepatan rambat CDP 2201 mengalami peningkatan dari 1508 m/s pada waktu 50 ms dan saat waktu 2550 ms – 5950 ms kecepatan rambat bertahan pada nilai 2546.7 m/s. CDP 2301 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1506.5 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2525.5 m/s pada waktu 3050 ms – 5950 ms. CDP 2401 mengalami peningkatan dari kecepatan rambat 1506.4 m/s pada waktu 50 ms dan pada waktu 3050 ms – 5950 ms kecepatan rambat berakhir pada nilai 2508.4 m/s. Kecepatan rambat CDP 2501 mengalami peningkatan dari 1520.3 m/s pada waktu 50 ms dan saat waktu 2850 ms – 5950 ms kecepatan rambat bertahan pada nilai 2533.7 m/s. Kecepatan rambat pada CDP 2601 meningkat seiring penambahan kedalaman yang dimulai dari 1530.8 m/s pada waktu 50 ms dan pada waktu 2850 ms – 5950 ms kecepatan rambat bertahan pada nilai 2556.8 m/s. CDP 2701 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1524 m/s dan berakhir pada kecepatan

Multiple

Multiple Multiple

(32)

rambat 2557.2 m/s pada waktu 2950 ms – 5950 ms. CDP 2801 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1518.4 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2554.3 m/s pada waktu 3050 ms – 5950 ms. CDP 2901 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1520.5 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2549.8 m/s pada waktu 3050 ms – 5950 ms.

CDP 3001 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1521.2 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2546.7 m/s pada waktu 3050 ms – 5950 ms. CDP 3101 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1521.2 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2546.5 m/s pada waktu 3050 ms – 5950 ms. CDP 3201 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1523.1 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2544.9 m/s pada waktu 3350 ms – 5950 ms. CDP 3301 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1528.7 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2537.4 m/s pada waktu 3350 ms – 5950 ms. CDP 3401 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1530.5 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2539.5 m/s pada waktu 3350 ms – 5950 ms. CDP 3501 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1523.4 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2557.5 m/s pada waktu 3350 ms – 5950 ms. CDP 3601 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1520.5 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2563.6 m/s pada waktu 3350 ms – 5950 ms. CDP 3701 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1528.8 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2552.5 m/s pada waktu 4150 ms – 5950 ms. CDP 3801 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1544.9 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2548.1 m/s pada waktu 4150 ms – 5950 ms. CDP 3901 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1554.7 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2553.1 m/s pada waktu 4150 ms – 5950 ms. CDP 4001 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1552.9 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2544.2 m/s pada waktu 4150 ms – 5950 ms. Berdasarkan data pada grafik kecepatan, setelah melewati dasar perairan maka kecepatan seismik semakin meningkat yang disebabkan medium yang dilewatinya semakin padat. Kecepatan pada sedimen juga dapat dipengaruhi oleh umur batuan, sifat elastis dan densitas batuan, porositas, maupun tekanan. Nilai kecepatan rambat gelombang seismik dari mulai CDP 2101- CDP 4001dapat dilihat pada gambar grafik kurva kecepatan rambat CDP 2101- CDP 4001di Lampiran 3.

(33)

Gambar 23. Hasil Analisa Kecepatan CDP 2101- CDP 4001 di Velocity Viewer Nilai kecepatan rambat pada dasar perairan maupun sub-dasar perairan menunjukkan berbagai variasi nilai kecepatan. CDP 4001 mempunyai dasar perairan terdalam yang ditunjukkan saat waktu 1800 ms dengan kecepatan rambat berkisar 1564.2 m/s sedangkan dasar perairan yang terendah ditunjukkan oleh CDP 2101 saat waktu 500 ms dengan kecepatan rambat 1518.5 m/s. Nilai kecepatan dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini.

Tabel 5. Kecepatan Rambat CDP 2101- 4001 di Dasar Perairan

No CDP Waktu (ms) Kecepatan (m/s) Dugaan Jenis Sedimen* Koef Refleksi**

1 2101 500 1518.5 Clayey silt 0.1940

2 2201 600 1517.6 Clayey silt 0.1937

3 2301 600 1508.4 Clayey silt 0.1908

4 2401 700 1511 Clayey silt 0.1916

5 2501 800 1535.2 Clayey silt 0.1993

6 2601 800 1539.4 Clayey silt 0.2006

7 2701 800 1529 Clayey silt 0.1973

8 2801 800 1521.3 Clayey silt 0.1949

9 2901 900 1536.2 Clayey silt 0.1996

10 3001 900 1530 Clayey silt 0.1977

11 3101 900 1525.9 Clayey silt 0.1964

12 3201 900 1525.6 Clayey silt 0.1963

13 3301 900 1529.8 Clayey silt 0.1976

14 3401 1000 1534.4 Clayey silt 0.1990

15 3501 1100 1529.4 Clayey silt 0.1975

16 3601 1300 1563.4 Sand-silt-clay 0.2387

17 3701 1400 1563.8 Sand-silt-clay 0.2388

18 3801 1600 1596.2 Sand-silt-clay 0.2484

19 3901 1700 1554 Sand-silt-clay 0.2358

20 4001 1800 1564.2 Sand-silt-clay 0.2389

*(Sumber : Lurton, 2002), ** (Hasil Perhitungan) V = 1506 m/s – 1650 m/s (Biru)

V = 1651 m/s – 1850 m/s (Cyan) V = 1851 m/s – 2250 m/s (Hijau)

V = 2251 m/s – 2370 m/s (Kuning)

(34)

Berdasarkan data dari Tabel 5 tersebut, diperkirakan jenis sedimen atau kandungan material yang terdapat di dasar perairan setiap CDP tersebut dengan mengacu pada Lurton (2002) berjenis sedimen clayey silt (lanau lempungan) serta sand silt clay (lumpur pasiran). Kecepatan gelombang seismik merupakan kecepatan perambatan yang mengalami gangguan melalui media material yang merupakan media fisik. Data sumur (well log) sebenarnya sangat diperlukan untuk dapat mengetahui kandungan sedimen yang sebenarnya. Di sisi lain kecepatan partikel mengacu pada gerakan sebagian media, hal ini merupakan fungsi dari gangguan medium. Suhu dan tekanan (yang tergantung terutama pada kedalaman), serta litologi, pengepakan butir, dan porositas mempengaruhi efek kecepatan gelombang seismik. Variasi litologi dan kandungan fluida serta gas dengan batuan berpori dapat menjadi sumber penting dari kekuatan variasi kecepatan. Rekahan kecil juga dapat menyebabkan pengurangan kecepatan dalam material (Hubral and Krey, 1980). Hasil Tabel 5 juga menunjukkan nilai koefisien refleksi pada sedimen bernilai koefisien positif, hal ini berarti sedimen tersebut memiliki lapisan impedansi bagian atas yang lebih rendah dari bagian bawahnya. Nilai koefisien refleksi masing-masing lapisan dicari dengan menggunakan rumus R= �2−�1

�2+ �1 dan nilai impedansi (Z) dengan rumus Z=ρc. �1

menggunakan air laut sebagai lapisan pertama dan �2 adalah sedimen dasar perairan. Contoh perhitungan koefisien refleksi ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 24 merupakan grafik kurva gabungan CDP dari 2101 sampai dengan 4001. Gambar 26 menunjukkan nilai kecepatan rambat terletak diantara 1506.5 m/s – 2557.5 m/s. Nilai kecepatan rambat tertinggi pada gambar ditunjukkan oleh CDP 3501 garis warna hijau dengan titik bulat sebesar 2557.5 m/s pada waktu dimulai dari 3350 ms dan terendah oleh CDP 2401 garis hijau dengan titik segitiga sebesar 1506.5 m/s pada waktu 50 ms.

Gambar 24. Kurva Gabungan Kecepatan Seismik CDP 2101 - CDP 4001

c. Lintasan 6 CDP 4101 – CDP 6001

(35)

perairannya datar pada awalnya dan semakin menanjak ke atas pada CDP 4201. Penampang selanjutnya menunjukkan adanya penurunan dasar perairan yang dimulai dari CDP 4201 sampai CDP 5901 dikarenakan sesar normal dan dasar perairan memperlihatkan kondisi geologi dasar perairan yang naik ke atas kembali saat CDP 6001. Secara vertikal, masing-masing CDP mempunyai nilai kecepatan rambat yang bervariasi dan semakin tinggi seiring peningkatan kedalaman. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan sedimen yang berbeda serta kedalaman perairan yang semakin dalam ke arah akhir dari lintasan survei.

Gambar 25. Penampang Seismik CDP 4101-CDP 6001

Secara umum, kecepatan rambat semakin bertambah seiring penambahan kedalaman. Kecepatan rambat pada CDP 4101 meningkat seiring penambahan kedalaman yang dimulai dari 1549.3 m/s pada waktu 50 ms dan pada waktu 4450 ms – 5950 ms kecepatan rambat bertahan pada nilai 2538.4 m/s. Kecepatan rambat CDP 4201 mengalami peningkatan dari 1541.3 m/s pada waktu 50 ms dan saat waktu 4450 ms – 5950 ms kecepatan rambat bertahan pada nilai 2536 m/s. CDP 4301 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1530.4 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2536.4 m/s pada waktu 4450 ms – 5950 ms. CDP 4401 mengalami peningkatan dari kecepatan rambat 1521.6 m/s pada waktu 50 ms dan pada waktu 4450 ms – 5950 ms kecepatan rambat berakhir pada nilai 2541.3 m/s. Kecepatan rambat CDP 4501 mengalami peningkatan dari 1513.9 m/s pada waktu 50 ms dan saat waktu 4350 ms – 5950 ms kecepatan rambat bertahan pada nilai 2546.3 m/s. Kecepatan rambat pada CDP 4601 meningkat seiring penambahan kedalaman yang dimulai dari 1511.9 m/s pada waktu 50 ms dan pada waktu 4350 ms – 5950 ms kecepatan rambat bertahan pada nilai 2531.8 m/s. CDP 4701 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1518.8 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2510.7 m/s pada waktu 4350 ms – 5950 ms. CDP 4801 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1531.3 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2498.1 m/s pada waktu 4450 ms – 5950 ms. CDP 4901 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1533.4 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2493.1 m/s pada waktu 4550 ms – 5950 ms.

(36)

waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1539.2 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2479.4 m/s pada waktu 5050 ms – 5950 ms. CDP 5301 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1538.1 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2479.8 m/s pada waktu 5050 ms – 5950 ms. CDP 5401 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1540.9 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2492.2 m/s pada waktu 4550 ms – 5950 ms. CDP 5501 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1546.8 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2500.5 m/s pada waktu 4450 ms – 5950 ms. CDP 5601 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1547.1 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2498.6 m/s pada waktu 4950 ms – 5950 ms. CDP 5701 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1541.8 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2492 m/s pada waktu 5150 ms – 5950 ms. CDP 5801 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1534.8 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2482.9 m/s pada waktu 5250 ms – 5950 ms. CDP 5901 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1522.4 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2481.3 m/s pada waktu 5250 ms – 5950 ms. CDP 6001 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1511.1 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2489.7 m/s pada waktu 4150 ms – 5250 ms. Berdasarkan data pada grafik kecepatan, setelah melewati dasar perairan maka kecepatan seismik semakin meningkat yang disebabkan medium yang dilewatinya semakin padat. Kecepatan pada sedimen juga dapat dipengaruhi oleh umur batuan, sifat elastis dan densitas batuan, porositas, maupun tekanan. Nilai kecepatan rambat gelombang seismik dari mulai CDP 4101- CDP 6001dapat dilihat pada gambar grafik kurva kecepatan rambat CDP 4101- CDP 6001di Lampiran 4.

(37)

Gambar 26. Hasil Analisa Kecepatan CDP 4101- CDP 6001 di Velocity Viewer Dasar perairan terdalam pada bagian data seismik TRKN 6 ke-3 ini adalah CDP 6001 yang mempunyai dasar perairan saat waktu 3100 ms dengan kecepatan rambat 1520.7 m/s. Sedangkan dasar perairan terdangkal pada bagian data seismik TRKN 6 ke-3 ini adalah CDP 4601 dan CDP 4701 saat waktu 1800 ms dengan nilai kecepatan rambat 1541.7 m/s dan 1546.7 m/s. Nilai kecepatan rambat mulai CDP 4101 sampai CDP 6001 dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6. Kecepatan Rambat CDP 4101- 6001 di Dasar Perairan

No CDP Waktu (ms) Kecepatan (m/s) Dugaan Jenis Sedimen* Koef Refleksi**

1 4101 1900 1566.7 Sand-silt-clay 0.2397

2 4201 1900 1557.9 Sand-silt-clay 0.2370

3 4301 1900 1550.6 Clayey silt 0.2041

4 4401 1900 1543.6 Clayey silt 0.2019

5 4501 1900 1553.3 Clayey silt 0.2049

6 4601 1800 1541.7 Clayey silt 0.2013

7 4701 1800 1546.7 Clayey silt 0.2029

8 4801 1900 1562.1 Sand-silt-clay 0.2383

9 4901 2000 1560.6 Sand-silt-clay 0.2378

10 5001 2300 1581.2 Sand-silt-clay 0.2440

11 5101 2300 1553.3 Clayey silt 0.2049

12 5201 2400 1590.4 Sand-silt-clay 0.2467

13 5301 2600 1586.3 Sand-silt-clay 0.2455

14 5401 2700 1580.2 Sand-silt-clay 0.2437

15 5501 2700 1576.3 Sand-silt-clay 0.2425

16 5601 2900 1591.1 Sand-silt-clay 0.2469

17 5701 2900 1574.2 Sand-silt-clay 0.2419

18 5801 3000 1571 Sand-silt-clay 0.2409

19 5901 3200 1581.3 Sand-silt-clay 0.2440

20 6001 3100 1520.7 Clayey silt 0.1947

*(Sumber : Lurton, 2002), **(Hasil Perhitungan) V = 2371 m/s – 2570 m/s (Merah)

V = 2251 m/s – 2370 m/s (Kuning)

V = 1851 m/s – 2250 m/s (Hijau) V = 1651 m/s – 1850 m/s (Cyan)

(38)

Berdasarkan data dari Tabel 6 tersebut, diperkirakan jenis sedimen atau kandungan material yang terdapat di dasar perairan setiap CDP tersebut dengan mengacu pada Lurton (2002) berjenis sedimen clayey silt (lanau lempungan) dan sand silt clay ( lumpur pasiran). Kecepatan gelombang seismik merupakan kecepatan perambatan yang mengalami gangguan melalui media material yang merupakan media fisik. Data sumur (well log) sebenarnya sangat diperlukan untuk dapat mengetahui kandungan sedimen yang sebenarnya. Di sisi lain kecepatan partikel mengacu pada gerakan sebagian media, hal ini merupakan fungsi dari gangguan medium. Suhu, tekanan, litologi, pengepakan butir, dan porositas mempengaruhi efek kecepatan gelombang seismik. Variasi litologi dan kandungan fluida serta gas dengan batuan berpori dapat menjadi sumber penting dari kekuatan variasi kecepatan. Rekahan kecil juga dapat menyebabkan pengurangan kecepatan dalam material (Hubral and Krey, 1980). Hasil Tabel 6 juga menunjukkan nilai koefisien refleksi pada sedimen bernilai koefisien positif, hal ini berarti sedimen tersebut memiliki lapisan impedansi bagian atas yang lebih rendah dari bagian bawahnya. Nilai koefisien refleksi masing-masing lapisan dicari dengan menggunakan rumus R= �2−�1

�2+ �1

dan nilai impedansi (Z) dengan

rumus Z=ρc. �1 menggunakan air laut sebagai lapisan pertama dan �2 adalah sedimen dasar perairan. Contoh perhitungan koefisien refleksi ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 27 merupakan grafik kurva gabungan CDP dari 4101 sampai dengan 6001. Gambar menunjukkan nilai kecepatan rambat terletak diantara 1511.1 m/s - 2546.3 m/s. Nilai kecepatan rambat tertinggi pada gambar ditunjukkan oleh CDP 4501 garis warna biru titik + (plus) sebesar 2546.3 m/s pada waktu 4350 ms dan terendah oleh CDP 6001 garis merah jambu (pink) titik kotak sebesar 1511.1 m/s pada waktu 50 ms.

Gambar 27. Kurva Gabungan Kecepatan Seismik pada CDP 4101-6001

d. Lintasan 6 CDP 6101 – CDP 8001

(39)

ditandai dengan kenaikan dasar perairan atau dapat disebut bukit pada struktur dasar perairannya. Secara vertikal, masing-masing CDP mempunyai nilai kecepatan rambat yang bervariasi dan semakin tinggi seiring peningkatan kedalaman. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan sedimen yang berbeda serta kedalaman perairan yang semakin dalam ke arah akhir dari lintasan survei.

Gambar 28. Penampang Seismik CDP 6101-CDP 8001

Secara umum, kecepatan rambat semakin bertambah seiring penambahan kedalaman. Kecepatan rambat pada CDP 6101 meningkat seiring penambahan kedalaman yang dimulai dari 1514.2 m/s pada waktu 50 ms dan pada waktu 5250 ms – 5950 ms kecepatan rambat bertahan pada nilai 2493 m/s. Kecepatan rambat CDP 6201 mengalami peningkatan dari 1523.6 m/s pada waktu 50 ms dan saat waktu 5250 ms – 5950 ms kecepatan rambat bertahan pada nilai 2490.4 m/s. CDP 6301 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1528.3 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2489 m/s pada waktu 5150 ms – 5950 ms. CDP 6401 mengalami peningkatan dari kecepatan rambat 1534.6 m/s pada waktu 50 ms dan pada waktu 5150 ms – 5950 ms kecepatan rambat berakhir pada nilai 2487 m/s. Kecepatan rambat CDP 6501 mengalami peningkatan dari 1542 m/s pada waktu 50 ms dan saat waktu 5350 ms – 5950 ms kecepatan rambat bertahan pada nilai 2485.7 m/s. Kecepatan rambat pada CDP 6601 meningkat seiring penambahan kedalaman yang dimulai dari 1540.8 m/s pada waktu 50 ms dan pada waktu 5650 ms – 5950 ms kecepatan rambat bertahan pada nilai 2489.9 m/s. CDP 6701 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1533.6 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2495 m/s pada waktu 5650 ms – 5950 ms. CDP 6801 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1526.1 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2493.8 m/s pada waktu 5650 ms – 5950 ms. CDP 6901 pada waktu 50 ms memiliki kecepatan rambat 1516.1 m/s dan berakhir pada kecepatan rambat 2487.8 m/s pada waktu 5650 ms – 5950 ms.

Gambar

Gambar 5. Efek pemilihan model kecepatan: (a) sebelum koreksi NMO (b)  model  kecepatan  yang  tepat  (c)  kecepatan  terlalu  rendah  (d)  kecepatan terlalu tinggi
Gambar 6. Peta Lokasi   Alat dan Bahan
Gambar 7. Struktur Ruang Kerja ProMAX
Gambar 8. Diagram Alir Pengolahan Data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum, ada dua hasil utama dari penelitian siklus pertama dan siklus kedua. Hasil penelitian tersebut meliputi nilai literasi saintifik meliputi: konsep saintifik,

kalangan ulama tafsir sunni menyatakan bahwa Allah SWT hanya membenarkan dua cara dalam penyaluran nafsu seksual. Pertama, melalui pasangan yang dinikahi tanpa

1) Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi. Seseorang yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas yang dihadapinya harus segera

Pendapat ini dikuatkan oleh Yafie bahwa pemanfaatan dana zakat yang dijabarkan dalam ajaran fiqih memberi petunjuk perlunya suatu kebijakan dan kecermatan, di mana perlu

Kinerja pengabdian masyarakat/ profesi, yaitu kegiatan yang dimaksudkan sebagai pengabdian kepada mesyarakat umum atau masyarakat profesinya, memberikan penyuluhan kesehatan,

Mereka dibagi secara acak menjadi dua kelompok, kelompok kontrol yang diajarkan pada keperawatan medikal bedah yang dibagi dalam metode pembelajaran tradisional

Pencahayaan alami dalam penelitian ini adalah pencahayaan yang masuk ke ruangan dalam rumah, hasil uji statistik bivariat ternyata pencahayaan alami merupakan faktor risiko yang

Perusahaan yang memiliki kinerja baik biasanya adalah perusahaan yang memiliki rasio di atas rasio rata-rata industri, akan tetapi angka yang lebih rendah dibandingkan