• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Manfaat Ekonomi Dan Strategi Pengembangan Unit Pengelolaan Sampah Organik (Ups) Di Kota Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Manfaat Ekonomi Dan Strategi Pengembangan Unit Pengelolaan Sampah Organik (Ups) Di Kota Depok"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

RENDY RAZAK

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

ANALISIS MANFAAT EKONOMI DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN UNIT PENGELOLAAN SAMPAH

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA KELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Manfaat Ekonomi dan Strategi Pengembangan Unit Pengelolaan Sampah Organik (UPS) di Kota Depok adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Rendy Razak

(4)
(5)

ABSTRAK

RENDY RAZAK. Analisis Manfaat Ekonomi dan Strategi Pengembangan Unit Pengelolaan Sampah Organik (UPS) di Kota Depok. Dibimbing oleh UJANG SEHABUDIN.

Penanganan sampah di kota dengan jumlah penduduk yang padat menjadi hal yang penting untuk menjaga lingkungan agar tetap bersih. Disisi lain, penanganan sampah dapat menghasilkan manfaat ekonomi yang dirasakan baik untuk pengelola sampah maupun masyarakat. Manfaat ekonomi berupa hasil olahan sampah dan penyerapan tenaga kerja yang diperoleh Kota Depok dalam membangun Unit Pengolahan Sampah (UPS), menjadikan sampah bukan lagi sebagai sumber masalah melainkan manfaat yang dapat digunakan. UPS merupakan pengolahan sampah yang hanya mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos. Kota Depok saat ini memiliki 10 UPS yang terdapat di beberapa kecamatan. Pengolahan sampah organik yang diolah UPS Kota Depok sudah mencapai 0.6 persen perhari atau sebesar 2.84 ton perhari. Nilai perolehan manfaat bersih yang diterima proyek UPS, yaitu sebesar Rp 472 959 990. Perolehan manfaat bersih ini didapat dari hasil olahan sampah dan biaya retribusi warga yang dikurangi oleh biaya operasionalnya, selain itu, salah satu proyek UPS yang dianalisis manfaat dan biayanya yaitu UPS Merdeka I dinyatakan layak untuk dijalankan karena memiliki NPV sebesar Rp 540 336 932, Net B/C 7.56 dan IRR 15.68% dalam skala waktu 5 tahun dengan tingkat diskonto sebesar 14%. Analisis ini menunjukan bahwa proyek ini memiliki manfaat yang lebih daripada biayanya apabila terdapat asumsi penjualan pupuk yang dihasilkan oleh UPS Merdeka I dan biaya retribusi terhadap warga sekitar. Manfaat lain adalah pengangguran yang menurun sebesar 0.15%. Strategi dalam mengembangkan proyek UPS pemerintah yaitu mendukung secara agresif kebijakan yang telah dilakukan.

(6)
(7)

ABSTRACT

RENDY RAZAK. Analysis Benefit of Economy and Development Strategy of Organic Waste Management Unit (UPS) in Depok City. Supervised by

UJANG SEHABUDIN.

Waste management in a big city is essential for keeping clean the environment. In the other hand, there are several benefits through operational of waste management itself that could be acceptence by owner or even society. The benefits are the operational of making fertilizer and decreasing unemployment. Depok city recently has built program due to solve waste problem especially organic waste called UPS (Unit Pengelolaan Sampah). In this case, UPS just concerns about processing the organic waste into fertilizer. There are 10 UPS in Depok city which active to contribute recycling organic waste. Organic waste which produce in Depok city has been recycled by UPS up to 0.6% or 2.84 ton per day from total 480 ton per day. The total net benefit could be received from operational of waste management is Rp 472 959 990. Besides, as if one of UPS could be analyze by looking how feasible the project using NPV, IRR and Net B/C with discount rate 14% in 5 years then it shows feasible because it has NPV by Rp 540 336 932, Net B/C by 7.56 and IRR by 15.68%. The other benefit from waste management is labour growth, UPS has decreased unemployment by 0.15 %. The strategy to develop UPS is aggresive strategy which means keep supporting goverment program by participating on it. Keywords : decreasing unemployment, development strategy, organic

(8)
(9)

RENDY RAZAK

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

ANALISIS MANFAAT EKONOMI DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN UNIT PENGELOLAAN SAMPAH

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga dalam kesempatan kali ini saya selaku penulis dapat mengerjakan tugas akhir untuk menempuh gelar sarjana di Institut Pertanian Bogor. Penelitian dengan judul “Analisis Manfaat Ekonomi dan Strategi Pengembangan Unit Pengelolaan Sampah Organik (UPS) di Kota Depok” dibuat karena besarnya keingintahuan penulis terhadap bagaimana UPS di Kota Depok memberikan manfaat ekonomi dari pengolahan sampah dan pengaruhnya terhadap masyarakat di Kota Depok. Penulisan skripsi ini melibatkan institusi terkait seperti Unit Pengelolaan Sampah (UPS) dan Dinas Kebersihan dan Pertanaman Kota Depok sebagai data masukan terhadap penelitian yang nantinya akan diolah dan menjadi hasil karya yang bermanfaat untuk pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi serta kerja sama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Ayahanda tercinta (Ahmad Rizki S.E), Ibunda tercinta (Badariah Pratami), Kakak dan Adik tersayang (Reza Rizatama S.E dan Rivanza Ilham) yang selalu memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Ir. Ujang Sehabudin, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan selesai.

3. Dosen penguji utama bapak Prof. Dr. Ir. Bonar M Sinaga, M.A dan dosen penguji perwakilan departemen Osmaleli, S.E, M.Si yang telah memberi ilmu, saran dan masukan pada skripsi ini.

4. Bapak Isnarto dan bapak Heryanto selaku pengelola UPS Merdeka I, bapak Burhanudin selaku pengurus dibidang operasional UPS, mas Erwin dan bang Rahman selaku petugas UP S di Merdeka I, bapak Hamzah selaku PNS di DKP dan bapak Zamrowi selaku Kepala Dinas Kebersihan dan Pertanaman Kota Depok yang memberi ilmu mengenai pengelolaan sampah organik.

5. Seluruh dosen dan staff Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas dukungan selama masa kuliah

6. Seluruh rekan–rekan ESL 47, rekan-rekan DPM TPB IPB, rekan-rekan DPM FEM IPB atas kerjasama dan semangat yang diberikan kepada penulis.

7. Sahabat di kampus: Taufiq, Yaris, Azfar, Reza, Adi, Fikri, Aldi, Rizaldi, Nana Uswa, Shiraz dan lain-lain yang tidak bisa disebut satu per satu. Teman satu bimbingan: Rima, II, Dila, Jaza, Rendy, Andry, Firman, Kurnia, Sara, Novia, Inggit, dan Deni serta sahabat-sahabat di SMA: Dimas, Yusi, Agung, Richi, Nanda, Ahmad, Karjo, Laode, Dimas T dan Toro yang telah membantu suka dan duka dalam proses pembuatan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini membawa manfaat untuk kita semua.

Bogor, Agustus 2015

(14)
(15)

DAFTAR ISI

(16)

6.3 Pengembangan Strategi Unit Pengelolaan Sampah Merdeka I ... 57

6.3.1 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal UPS ... 57

6.3.2 Analisis Data Kualitatif Matriks SWOT ... 61

6.3.3 Evaluasi Faktor Internal dan Ekternal ... 63

6.3.4 Program Pengembangan UPS ... 69

VII PENUTUP ... 71

7.1 Kesimpulan ... 71

7.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(17)

DAFTAR GAMBAR

1 Jumlah penduduk Kota Depok pada tahun 2005 hingga 2010 ... 2

2 Indeks daya beli (IDB) masyarakat Kota Depok tahun 2005- 2009 ... 3

3 Diagram proses pengambilan keputusan strategis ... 14

4 Diagram analisis SWOT ... 15

5 Tingkat pencemaran yang efisien... 21

6 Diagram tata kelola sampah Kota Depok ... 23

7 Diagram alur rekomendasi strategi ... 25

8 Diagram matriks SWOT ... 32

9 Posisi penilaian proyek melalui pendekatan kuantitatif ... 35

10 Letak geografis Kota Depok ... 38

11 Produksi sampah domestik di Kota Depok per hari ... 39

12 Komposisi sumber sampah di Kota Depok ... 40

13 Status kepemilikan atas lahan UPS di Kota Depok ... 42

14 Presentase tingkat pendidikan tenaga kerja UPS Kota Depok ... 44

15 Alur pengolahan sampah di lapangan ... 47

16 Posisi proyek UPS dalam diagram analisis SWOT ... 68

DAFTAR TABEL

1 Kepadatan penduduk Kota Depok berdasarkan kecamatan tahun 2010 ... 3

2 Pengelolaan sampah rumah tangga menurut kecamatan di Kota Depok ... . 5

3 Jenis dan sumber data penelitian ... 27

4 Data responden yang diwawancara ... 28

5 Pembobotan faktor internal proyek ... 34

6 Pembobotan faktor eksternal proyek ... 34

7 Jumlah penduduk dan KK (kartu keluarga) Kota Depok tahun 2013 ... 38

8 Nama dan lokasi unit pengelolaan sampah organik di Kota Depok ... 43

Nomor Halaman

(18)

9 Jumlah pegawai UPS di Kota Depok tahun 2013 ... 44

10 Jumlah KK yang berpartisipasi pada pemilihan sampah di UPS Merdeka I ... 46

11 Penerimaan sampah organik dan anorganik UPS Merdeka I beserta hasil pupuk organiknya pada bulan Februari s/d Mei 2014 ... 48

12 Data pengolahan sampah di 10 UPS per tahunnya ... 49

13 Potensi manfaat ekonomi pengelolaan UPS dari hasil pengolahan dan biaya retribusi dalam satu tahun ... 51

14 Total manfaat ekonomi proyek UPS dalam satu tahun ... 52

15 Biaya pembangunan UPS tahun 2014 ... 53

16 Biaya operasional UPS Kota Depok per bulannya ... 53

17 Data penerimaan proyek UPS Merdeka I ... 54

18 Data biaya investasi UPS Merdeka I yang dikeluarkan pada tahun 2013 ... 55

19 Data biaya operasional UPS Merdeka I per bulannya ... 56

20 Analisis biaya dan manfaat proyek UPS Merdeka I ... 56

21 Matriks SWOT strategi pengembangan proyek UPS... 61

22 Nilai faktor internal (strenghts) oleh pengelola UPS ... 64

23 Nilai faktor internal (weaknesses) oleh pengelola UPS ... 65

24 Nilai faktor eksternal (opportunities) oleh pengelola UPS ... 66

25 Nilai faktor eksternal (threats) oleh pengelola UPS ... 67

26 Data pengembangan UPS di Kota Depok ... 70

DAFTAR LAMPIRAN

1 Dokumentasi kegiatan UPS dan kondisi UPS ... 79

2 Kuisioner pengembangan strategi SWOT ... 81

3 Cashflow ... 85

4 Tenaga kerja di 10 UPS Kota Depok ... 87

5 Data Sampah Organik dan Anorganik Unit Pengolahan Sampah Di Kota Depok Tahun 2014... 97 Nomor

Nomor Halaman

(19)
(20)
(21)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan konsumsi akan pangan, sandang, dan papan adalah dasar pemenuhan yang harus didapat oleh setiap orang. Kebutuhan tersebut sejalan dengan tingkat populasi yang ada di suatu daerah, apabila tingkat populasi di suatu daerah tinggi maka kebutuhan konsumsi masyarakat di daerah tersebut akan semakin meningkat dan sampah yang dihasilkan akan meningkat pula. Masyarakat yang tidak mampu menangani sampah cenderung untuk membuang sampah disembarang tempat seperti di jalan atau di sungai. Sampah ini akan mencemari lingkungan sekitar dan menimbulkan bau yang tidak sedap, selain itu dampak umum yang terjadi oleh sampah adalah banjir dan banyaknya penyakit yang timbul seperti diare dan demam berdarah (DBD).

Keterbatasan lahan di suatu daerah yang memiliki populasi tinggi tidak akan mampu menampung volume sampah yang dihasilkan dari sisa konsumsi masyarakat. Belum lagi banyaknya transaksi ekonomi seperti banyaknya pedagang kecil maupun pedagang besar yang mulai berkembang di suatu daerah. Ramainya pedagang dan banyaknya pemukiman menjadi indikator penting bagi pemerintah daerah dalam mengantisipasi masalah sampah yang nantinya akan ditampung. Saat ini, sampah masih menjadi permasalahan karena dampak negatif yang ditimbulkan lebih besar daripada dampak positifnya. Sampah selain berkorelasi positif dengan jumlah penduduk juga merupakan ancaman bagi peningkatan taraf hidup masyarakat karena ternyata timbulan sampah semakin tinggi dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

(22)

dapat mengubah perilaku masyarakat. Pengelolaan sampah diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan pemerintah, pemerintahan daerah, serta peran masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif, dan efisien.

Sampah menjadi permasalahan serius sejalan dengan bertambahnya penduduk dan perubahan pola hidup masyarakat di suatu lingkungan (Cahyani 2009). Salah satu kota yang memiliki peningkatan pertumbuhan penduduk dan pola hidup masyarakat yang cepat adalah Kota Depok. Kota Depok merupakan kota yang terdapat di provinsi Jawa Barat yang memiliki jumlah penduduk terbesar ketiga setelah Kota Bandung dan Kota Bekasi.

Sumber: Bappeda Kota Depok (2010)

Gambar 1. Jumlah penduduk Kota Depok pada tahun 2005 hingga 2010 Kota Depok memiliki pertumbuhan penduduk yang meningkat setiap tahunnya, tercatat pada Gambar 1 penduduk Kota Depok memiliki jumlah penduduk pada tahun 2010 sebesar 1.736 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 4.27 persen. Hal ini menunjukan dengan bertambahnya penduduk di Kota Depok maka tingkat volume sampah yang dihasilkan akan semakin bertambah karena konsumsi dari masyarakat Kota Depok. Kota Depok memiliki luas sebesar 200.29 km2 terlihat pada Tabel 1.

0

2005 2006 2007 2008 2009 2010

(23)

Tabel 1. Kepadatan penduduk Kota Depok berdasarkan Kecamatan tahun 2010

Sumber: Bapedda Kota Depok (2010)

Tingkat kepadatan penduduk terbesar pada tahun 2010, yaitu terdapat di kecamatan Sukmajaya sebesar 12.946. Kota Depok memiliki 11 kecamatan dengan total kelurahan sebanyak 63 kelurahan.

Sumber: Bapedda Kota Depok (2010)

Gambar 2. Indeks Daya Beli (IDB) masyarakat Kota Depok tahun 2005-2009 Kota Depok memiliki Indeks Daya Beli (IDB) masyarakat yang setiap tahun ke tahun semakin meningkat. Peningkatan IDB masyarakat ini ditunjukan pada Gambar 2, selain itu pencapaian laju pertumbuhan ekonomi Kota Depok pada tahun 2009 yaitu sebesar 6.22 persen.

Pertambahan penduduk dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kota Depok ini mengakibatkan kapasitas penanganan sampah yang biasa dilakukan oleh pemerintah Kota Depok (kumpul-angkut-buang) tidak mampu menyesuaikan

(24)

laju produksi sampah sehingga menyebabkan terjadinya ketimpangan antara kapasitas sampah dan kebutuhan pelayanan. Pemerintah Kota Depok telah memberikan langkah - langkah insentif dalam penangan permasalahan sampah karena meningkatnya sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di daerah Cipayung, Depok. Pada dua tahun terakhir, akibat migrasi, angka tumpukan sampah meningkat kurang lebih 3 ribu meter kubik per hari, kini menjadi 4500 meter kubik per hari.

Berdasarkan kebutuhan akan sistem penanganan sampah Kota Depok, maka pada tahun 2013 pemerintah Kota Depok telah mencanangkan program pengelolaan sampah terpadu, yaitu Unit Pengelolaan Sampah (UPS) yang dinilai dapat mengatasi permasalahan sampah khususnya sampah organik. Keberadaan program pengelolaan sampah yang terpadu ini tidak hanya menyangkut masalah kebersihan dan lingkungan saja, namun juga menyimpan potensi manfaat ekonomi dan sosial. Masuknya unsur teknologi, SDM, sistem, hukum, sosial, dan dana dalam suatu program pengelolaan sampah, akan menjadikan sampah tidak lagi diletakkan sebagai sumber masalah, tetapi sebaliknya, dipandang sebagai sumber daya yang dapat diolah dan dikelola untuk memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Manfaat tersebut antara lain adalah menghasilkan produk bernilai jual seperti pupuk kompos dan menciptakan lapangan kerja.

1.2Rumusan Masalah

Sampah menjadi masalah penting untuk kota yang padat penduduknya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut (Sudrajat 2007).

1. Volume sampah yang sangat besar sehingga melebihi kapasitas daya tampung tempat pembuangan sampah akhir atau TPA.

2. Lahan TPA semakin sempit karena tergeser tujuan penggunaan lain

3. Teknologi pengelolaan sampah tidak optimal sehingga sampah lambat membusuknya. Hal ini menyebabkan percepatan peningkatan volume sampah lebih besar dari pembusukannya.

4. Sampah yang sudah matang dan telah berubah menjadi kompos tidak dikeluarkan dari TPA karena berbagai pertimbangan.

(25)

6. Pengelolaan sampah dirasakan tidak memberikan dampak positif kepada lingkungan.

7. Kurangnya dukungan kebijakan dari pemerintah, terutama dalam memanfaatkan produk sampingan dari sampah sehingga menyebabkan tertumpuknya produk tersebut di TPA.

Permasalahan sampah merupakan hal yang krusial, bahkan sampah dapat dikatakan sebagai masalah kultur karena dampaknya terkena pada sisi kehidupan terutama di kota–kota besar.

Rumus yang telah diteliti oleh pemerintah Kota Depok, yaitu volume sampah yang dihasilkan per orang rata-rata sekitar 0.6 kg/kapita/hari dan jumlah penduduk Kota Depok pada tahun 2014 diperkirakan sebesar 2 juta jiwa, apabila diakumulasikan ke dalam angka maka satu hari warga depok menghasilkan sampah sebesar 1200 ton per hari.

Tabel 2. Pengelolaan sampah rumah tangga menurut kecamatan di Kota Depok (m3/hari)

No Kecamatan Dibuang

dan

Sumber: Bappeda Kota Depok (2012)

(26)

oleh karena itu, Unit Pengelolaan Sampah (UPS) menjadi salah satu program pemerintah Kota Depok dalam mengontrol sampah organik dan membuat sampah tersebut menjadi barang yang berguna dan dipakai, yaitu pupuk kompos.

Pupuk kompos merupakan barang hasil olahan sampah organik yang mempunyai nilai dan mampu memberikan harga pasar. Saat ini, pupuk yang dihasilkan dari UPS telah diuji di labolatorium Jepang dapat membuat tanaman menjadi tumbuh subur karena pupuk tersebut memiliki kualitas yang tinggi namun pupuk tersebut masih belum memiliki harga pasar atau diperdagangkan dan perlu diketahui nilai ekonominya. Nilai pupuk tersebut nantinya akan memberikan manfaat pada proyek tersebut, selain itu, dengan dibangunnya UPS manfaat ekonomi lain yang dihasilkan yaitu tidak adanya biaya retribusi bagi warga yang memilah sampah dan banyaknya tenaga kerja lokal yang diperkerjakan pada proyek tersebut. Dari penjelasan di atas, maka rumusan masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Berapa besar manfaat ekonomi UPS yang dilihat dari besarnya nilai pengolahan sampah, biaya retribusi warga dan penyerapan tenaga kerja? 2. Bagaimana manfaat dan biaya dari salah satu proyek UPS apabila proyek

UPS dikelola oleh pihak swasta?

3. Bagaimana strategi pengembangan dan perencanaan dalam pengelolaan sampah pada UPS Kota Depok?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis manfaat ekonomi proyek UPS dan strategi pengembangannya, adapun tujuan khusus dalam penelitian ini, yaitu:

1. Mengestimasi nilai manfaat ekonomi UPS yang dilihat dari besarnya nilai manfaat ekonomi pengolahan sampah organik, biaya retribusi warga, dan penyerapan tenaga kerja lokal.

2. Menganalisis kelayakan (NPV, IRR dan Net B/C) dari salah satu proyek UPS, yaitu proyek UPS Merdeka I apabila dikelola oleh pihak swasta. 3. Menganalisis strategi pengembangan UPS menggunakan analisis SWOT

(27)

strategi sistem pengelolaan sampah di UPS di Kota Depok dan pengembangannya.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang dapat diperoleh yaitu bagi institusi terkait akan menambah studi pustaka mengenai manfaat ekonomi langsung dari proyek pengolahan sampah organik; bagi pemerintah Kota Depok khususnya Dinas Kebersihan dan Pertanaman, penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan kebijakan strategi mengenai pengelolaan sampah; bagi penulis, penelitian ini akan menambah pengalaman serta pengetahuan mengenai sampah dan pengelolaannya selain itu, sebagai implementasi pelajaran yang telah dipelajari selama masa kuliah; bagi pembaca, penelitian ini akan menjadi studi lanjutan mengenai topik yang bersangkutan; bagi pihak swasta, penelitian ini akan menjadikan referensi dalam menjalankan proyek sampah dengan melihat biaya dan maanfaat yang diperoleh.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

(28)
(29)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kajian Teoritis 2.1.1 Sampah dan Jenisnya

Sampah didefinisikan sebagai suatu benda yang tidak digunakan atau dikehendaki dan harus dibuang, yang dihasilkan oleh kegiatan manusia. Dengan demikian, sampah dapat berasal dari kegiatan industri, pertambangan, pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, rumah tangga, perdagangan, dan kegiatan manusia lain-lainnya (Manik 2009).

Jenis sampah berdasarkan zat pembentuknya, dibedakan sebagai sampah organik dan sampah anorganik. Jenis sampah juga sering dikelompokkan menjadi limbah benda padat (waste), limbah cair atau air bekas (sewage), kotoran manusia (human waste). Secara umum, pengelompokan sampah hanya untuk benda-benda padat dengan pembagian sebagai berikut:

1. Sampah yang mudah membusuk (garbage), misalnya sisa makanan. 2. Sampah yang tidak mudah membusuk (rubbish), terdiri dari:

a. Sampah yang mudah terbakar, misalnya kertas, kayu, dan b. Sampah yang tidak mudah terbakar, misalnya kaca, kaleng

3. Sampah bangkai binatang (dead animal), terutama binatang besar (kucing, anjing, tikus)

4. Sampah berupa abu hasil pembakaran (ashes), misalnya pembakaran kayu, batu bara, arang.

5. Sampah padat hasil industri (industrial waste), misalnya potongan besi, kaleng kaca.

6. Sampah padat yang berserakan di jalan-jalan (street sweeping), yaitu sampah yang dibuang oleh penumpang atau pengemudi berkendaraan bermotor.

2.1.2 Pengolahan dan Penanganan Sampah

(30)

apartemen dan sejenisnya (vertikal atau bangunan lebih dari dua lantai). Untuk perumahan biasa dapat dibedakan antara perumahan teratur dan tidak teratur. Perumahan teratur umumnya berupa kompleks perumahan, yang penanganan sampahnya dapat dilakukan masing-masing rumah dengan menempatkan sampahnya didepan rumah untuk diambil oleh petugas kebersihan pada hari dan waktu yang ditentukan. Untuk perumahan teratur yang memiliki halaman yang luas dianjurkan untuk memproses sampah basah(organik)nya menjadi kompos dengan cara sederhana (menimbun). Jika lingkungan tidak memiliki lahan untuk pengumpulan, pemerintah kota harus menyediakan kontainer.

Menurut UU No 18 tahun 2008 pengelolaan sampah didefinisikan sebagai kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengolahan sampah merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sampah, disamping memanfaatkan nilai yang masih terkandung dalam sampah itu sendiri (bahan daur ulang, produk lain, dan energi). Pengolahan sampah dapat dilakukan berupa transformasi listrik (pemilahan dan pengurangan), kimia (insenerasi) dan biologi (pengomposan). Beberapa pendekatan teknologi pengelolaan sampah, dikemukakan oleh Tusy (1999) dalam Basyarat 2006, yaitu:

1. Penanganan sampah terintegrasi (integrated solid waste management), dilakukan melalui hirarki pengelolaan sebagai berikut:

a. Pengurangan sampah pada sumbernya (source reduction). Tahap ini meliputi pengurangan jumlah atau toksisitas sampah, hal ini sangat efektif dalam mengurangi kuantitas sampah, biaya penanganan, serta dampak terhadap lingkungan yang dilakukan melalui perancangan dan fabrikasi bahan pengemas produk dengan kandungan toksisitas yang rendah, volume bahan yang minimum serta tahan lama.

b. Daur ulang sampah melalui pemisahan dan pengelompokan sampah; persiapan sampah untuk diguna ulang, diproses ulang, dan difabrikasi ulang; penggunaan, pemrosesan dan fabrikasi sampah.

(31)

diperolehnya bahan yang dapat diguna ulang (re-use) dan di daur ulang (recycling); dan diperolehnya produk hasil konversi (seperti kompos) dan energi dalam bentuk panas dan biogas.

d. Landfilling, cara ini merupakan alternatif terakhir dan dilakukan terhadap sampah yang tidak dapat didaur ulang dan tidak dapat dimanfaatkan lagi

2. Teknologi proses dan pemisahan sampah, teknologi ini digunakan untuk pemisahan pemrosesan bahan sampah.

3. Teknologi konversi secara termal, teknologi ini digunakan untuk mengurangi volume sampah sekaligus untuk mendapatkan energi yang dapat dikelompokan menjadi proses pembakaran (combustion), gasifikasi (gasification) dan pirolisa (pyrolisis).

4. Teknologi konversi secara biologis, teknologi ini digunakan untuk memanfaatkan sampah melalui proses biologis yang dapat menghasilkan kompos, energi (gas methan) atau gabungan keduanya.

5. Teknologi konversi secara kimiawi, cara ini digunakan untuk memproses sampah dengan menghasilkan produk kimia seperti glukosa, furtural, minyak, gas sintetis, selulosa asetat.

6. Landfilling, merupakan usaha terakhir setelah dilakukan proses-proses sebelumnnya.

2.1.3 Proyek

(32)

Kegiatan proyek biasanya dilakukan untuk berbagai bidang, antara lain (Kasmir,

et al 2003):

1. Pembangunan fasilitas baru,

artinya merupakan kegiatan yang benar–benar baru dan belum pernah ada sebelumnya, sehingga ada penambahan usaha baru.

2. Perbaikan fasilitas yang sudah ada,

merupakan kelanjutan dari usaha yang sudah ada sebelumnya. Artinya sudah ada kegiatan sebelumnya, namun perlu dilakukan tambahan atau perbaikan yang diinginkan.

3. Penelitian dan pengembangan

merupakan kegiatan penelitian yang dilakukan untuk suatu fenomena yang muncul dimasyarakat, lalu dikembangkan sedemikian rupa sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Dalam praktiknya timbulnya suatu proyek disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:

1. Permintaan pasar

Artinya adanya suatu kebutuhan dan keinginan dalam masyarakat yang harus disediakan. Hal ini disebabkan karena jenis produk yang tersedia belum mencukupi atau memang belum ada sama sekali.

2. Meningkatkan kualitas produk

Bagi perusahaan tertentu proyek yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas atau mutu suatu produk. Hal ini dilakukan karena tingginya tingkat persaingan yang ada.

3. Kegiatan pemerintah

Artinya merupakan kehendak pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat atas suatu produk atau pelayanan melalui proyek – proyek tertentu.

2.1.4 Pemasaran Produk Hasil Olahan Sampah

(33)

dengan PLTD, oleh karena itu aspek pemasarannya tidak menjadi masalah. Sementara bahan organik dan anorganik yang dapat dijual habis dan merupakan bagian sosial dari kegiatan ini untuk meningkatkan kehidupan masyarakat golongan ekonomi lemah.

Kompos adalah suatu produk yang sangat diperlukan dan seharusnya mudah untuk dijual di Indonesia. Ada beberapa alasan yang mendukung hal tersebut yaitu sebagai berikut (Sudradjat 2007).

1. Daratan Indonesia, khususnya di luar Jawa, sebagian besar merupakan tanah yang miskin hara dan miskin bahan organik (podsolik). Tanah yang subur hanya di P. Jawa

2. Sebagian besar tekstur, sifat fisik, dan keasaman tanah lahan pertanian yang subur sudah rusak oleh pupuk kimia.

3. Harga pupuk kimia yang tinggi dan sangat dipengaruhi oleh harga minyak bumi. Selain itu, pupuk kimia banyak dipalsukan dan dapat merusak tanah. 4. Di masa depan, pertanian Indonesia, bahkan dunia akan kembali ke

pertanian organik.

Berdasarkan alasan tersebut, sebaiknya kebutuhan pupuk di dalam negeri digantikan oleh pupuk kompos. Pergantian ini hanya bisa dilaksanakan dengan bantuan kebijakan pemerintah yang mengharuskan menggunakan pupuk kompos untuk seluruh bidang kegiatan seperti pertanian pangan, perkebunan, dan kehutanan. Selain itu, perlu juga dibuat peraturan yang mengalihkan pemasaran pupuk kimia secara bertahap untuk tujuan ekspor. Proses pergantian ini harus dilakukan secara bertahap, disesuaikan dengan terbentuknya sistem produksi dan tata niaga kompos di setiap kodya atau kabupaten.

Secara bertahap tetapi pasti, pupuk kompos akan meningkatkan produktivitas tanaman. Produktivitasnya akan melampaui tanaman yang diberi pupuk kimia pada tahun ke-4. Dengan aplikasi kompos secara sinabung dan teratur, sifat kimia dan tekstur tanah yang rusak oleh pupuk kimia juga akan dapat direhabilitasi (Sudradjat 2007).

2.1.5 Analisis SWOT (Strengths,Weaknesses,Opportunities,Threats)

(34)

strategi perusahaan atau proyek. Analisis ini didasarkan pada logika dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Analisis SWOT mempertimbangkan faktor lingkungan eksternal peluang dan ancaman yang dihadapi proyek serta lingkungan internal kekuatan dan kelemahan.

Gambar 3. Diagram proses pengambilan keputusan strategis

Penelitian dengan menggunakann SWOT menunjukan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal strenghts dan weaknesses serta lingkungan eksternal opportunities dan threaths yang dihadapi suatu proyek. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threaths) dengan faktor internal kekuatan (strenghts) dan kelemahan (weaknesses) (Rangkuti 2011).

Kuadran 1 : Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. proyek tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategis).

(35)

adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi.

Kuadran 3 : Fokus strategi proyek ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang yang lebih baik.

Kuadran 4 : Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, proyek tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

Sumber : Freddy Rangkuti (2011)

Gambar 4. Diagram analisis SWOT

2.1.6 Ketenagakerjaan

Pengertian tenaga kerja atau man power mulai sering dipergunakan di Indonesia. Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga, secara praktis pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan hanya dari batas umur. Setiap negara memberikan batasan umur yang berbeda beda. India sebagai contoh menggunakan batasan umur 14 sampai dengan 60 tahun sedangkan orang yang berumur di bawah 14 tahun dan di atas 60 tahun digolongkan sebagai bukan tenaga kerja. Amerika Serikat menggunakan batas minimum 14 tahun tanpa batas umur maksimum, kemudian sejak tahun 1967 batas umur dinaikan menjadi 16 tahun.

Tujuan dari pemilihan batas umur tersebut adalah supaya definisi yang diberi sedapat mungkin menggambarkan kenyataan yang sebenarnya. Tiap negara memilih umur yang berbeda karena situasi tenaga kerja di masing-masing negara juga berbeda. Indonesia semula dipilih batas umur 10 tahun tanpa batas usia

Berbagai Peluang

Berbagai Ancaman

Kelemahan Internal Kekuatan Internal

1. Mendukung strategi agresif

2. Mendukung strategi diversifikasi 3. Mendukung strategi

turn-around

(36)

maksimum, dengan demikian tenaga kerja di Indonesia dimaksudkan sebagai penduduk yang berumur 10 atau lebih. Penduduk berumur dibawah 10 tahun digolongkan sebagai bukan tenaga kerja. Pemilihan 10 tahun sebagai batas umur minimum berdasarkan kenyataan bahwa dalam umur tersebut sudah banyak penduduk berumur 10 terutama di desa-desa sudah bekerja atau mencari pekerjaan.

Meningkatnya kegiatan pendidikan akan mengakibatkan jumlah penduduk dalam usia sekolah yang melakukan kegiatan ekonomi akan berkurang, apabila wajib sekolah 9 tahun diterapkan, maka anak-anak sampai dengan umur 14 tahun akan berada di sekolah, dengan kata lain jumlah penduduk yang bekerja dalam batas umur tersebut akan menjadi sangat kecil, sehingga batas umur minimum lebih tepat dinaikan menjadi 15 tahun. Pertimbangan tersebut sesuai undang – undang no 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan yang telah menetapkan batas usia kerja menjadi 15 tahun (Simanjuntak 1998).

2.2Penelitian Terdahulu

Dewi (2008) melakukan penelitian yang serupa di Kota Depok. Penelitian dengan judul Evaluasi Ekonomi dan Sosial Unit Pengolahan Sampah Kota Depok memiliki tujuan untuk melihat berapa manfaat bersih yang dihasilkan pada UPS

pilot project di RW 11 Griya Tugu Asri, Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok. Metode yang digunakan yaitu menggunakan anlasis biaya-manfaat,

avoided transportation cost, uji perubahan perilaku. UPS dengan volume sampah yang diolah sebesar 7.56 m3/hari mampu menghasilkan potensi nilai olahan sampah Rp 51 634 264/ tahun dan Rp 81 059 694 857 jika seluruh sampah domestik Kota Depok diolah lebih lanjut. Manfaat bersih pengolahan sampah Kota Depok, terdiri dari manfaat bersih operasional dan avoided transportation cost, yang dihasilkan mampu mencapai Rp 105 101 317 536/ tahun walaupun manfaat bersih dalam skala UPS bernilai negatif hal tersebut disebabkan tidak semua sampah dikota Depok dapat terlayani.

Cahyani (2009) melakukan penelitian mengenai topik yang serupa namun berbeda dengan metode yang digunakan. Penelitian dengan judul Analisis Faktor

(37)

jauh faktor faktor yang berpengaruh terhadap produksi sampah diperumahan Cipinang Elok yang akan diolah dengan menggunakan analisis regresi linear berganda, selain itu, penelitian ini juga menganalisis kelayakan secara finansial

dari usaha pengelolaan sampah pabrik kompos “Mutu Elok” di perumahan

Cipinang Elok dengan menggunakan kriteria kelayakan NPV, IRR, dan Net B/C. Dalam analisis kelayakan finansialnya dilakukan uji sensitivitas dengan tiga skenario yaitu adanya subsidi harga kompos pemerintah sebesar Rp 350/kg, perubahan alokasi dana dari kas warga untuk pabrik kompos “Mutu Elok” sebesar 5% dan perubahan tarif retribusi kebersihan di perumahan Cipinang Elok sebesar 5%. Pada penelitian ini hanya ingin melihat sisi lain studi kasus dari daerah yang berbeda dan melihat pustaka yang digunakan dalam penelitiannya.

(38)
(39)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Perhitungan Biaya dan Manfaat Ekonomi Proyek Publik

Tujuan analisis proyek harus disertai dengan definisi biaya–biaya dan manfaat–manfaat. Biaya merupakan segala sesuatu yang dapat mengurangi suatu tujuan, sedangkan manfaat merupakan segala sesuatu yang membantu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya dapat juga didefinisikan sebagai pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan manfaat yang diterima. Biaya suatu proyek dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya bersifat jangka panjang, seperti tanah, bangunan, pabrik, dan mesin.

2. Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan, seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja

3. Biaya lainnya seperti pajak, bunga dan pinjaman

Manfaat juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan kontribusi terhadap suatu proyek. Manfaat proyek dapat dibedakan menjadi: 1. Manfaat langsung yaitu manfaat yang secara langsung dapat diukur dan

dirasakan sebagai akibat dari investasi, seperti peningkatan pendapatan, kesempatan kerja, dan penurunan biaya

2. Manfaat tidak langsung yaitu manfaat yang secara nyata diperoleh dengan tidak langsung dari proyek dan bukan merupakan tujuan utama proyek, seperti perubahan produktivitas tenaga kerja karena perbaikan kesehatan atau keahlian, perbaikan distribusi pendapatan dan lain sebagainya.

Kriteria yang biasa digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan suatu proyek adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dan investasi tersebut dengan manfaat-manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya proyek (Gittinger, 1986).

(40)

berkepentingan langsung dalam benefit dan biaya proyek adalah individu atau pengusaha. Dalam hal ini, yang dihitung sebagai benefit adalah apa yang diperoleh orang – orang atau badan – badan swasta yang menanamkan modalnya dalam proyek tersebut. Sebaliknya suatu perhitungan dikatakan perhitungan sosial atau ekonomi, bila yang berkepentingan langsung dalam benefit dan biaya proyek adalah pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini, yang dihitung adalah seluruh benefit yang terjadi dalam masyarakat sebagai hasil dari proyek dan semua biaya yang terpakai terlepas dari siapa saja yang menikmati benefit dan siapa yang mengorbankan sumber-sumber tersebut.

3.1.2 Economy of Waste Management

Residu atau limbah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas ekonomi dan akan meningkat sejalan dengan peningkatan aktivitas tersebut. Oleh karenanya, pencemaran merupakan fenomena yang bersifat pervasive (akan tetap ada) sebagai akibat dari aktivitas ekonomi, pada sudut prinsip ekonomi sumberdaya, jalan yang terbaik dalam menangani pencemaran adalah bagaimana mengendalikan pencemaran tersebut ketingkat yang paling efisien (Fauzi, 2004)

Kelangkaan membuat manusia harus menentukan pilihan yang secara tidak langsung menyiratkan adanya biaya. Keputusan atau pilihan tersebut menimbulkan yang disebut dalam ilmu ekonomi sebagai biaya (opportunity cost). Biaya peluang adalah biaya yang dikorbankan untuk menggunakan sumberdaya untuk tujuan tertentu, yang diukur dari manfaat yang dilepasnya karena tidak menggunakannya untuk tujuan lain, atau dengan kata lain, diukur dengan satuan komoditi lain yang seharusnya diperoleh (Lipsey et al, 1993).

Biaya untuk melakukan aktivitas pengurangan pencemaran disebut

(41)

(opportunity). Gambar 5 menunjukan tingkat pencemaran yang efisien adalah tingkat pencemaran dimana MAC sama dengan MD (e*).

Sumber: Fauzi (2004)

Gambar 5. Tingkat pencemaran yang efisien

Menurut Bernstein (1992), terdapat tiga macam pengenaan biaya yang dapat dikenakan dalam proses pengumpulan dan pembuangan sampah yaitu biaya penggunaan, biaya pembuangan, dan biaya produk. Biaya pengguna pada umumnya dikenakan pada pelayanan pengumpulan dan pemeliharaan sarana pemerintah dalam mengelola sampah dan dianggap sebagai pelayanan yang wajar. Biaya penggunaan dikenakan untuk menutupi total biaya operasional dan tidak mencerminkan biaya marjinal sosial dampak lingkungan. Biaya pembuangan adalah biaya yang dikenakan dalam layanan pembuangan sampah, sedangkan biaya produk dikenakan pada sampah yang sudah tidak dimanfaatkan lagi.

Bartone et al (1990) menyatakan municipal solid waste management

(MSWM) sebagian besar berupa pelayanan yang mensyaratkan adanya peralatan dan fasilitas khusus umumnya menghabiskan 20-50% anggaran dana operasional pemerintah. Pembiayaan MSWM dapat diperoleh dari penerimaan pemerintah seperti pajak lokal dan retribusi bagi pengguna jasa. Untuk memulihkan biaya (cost recovery), perancang suatu proyek MSWM harus memperhitungkan pelayanan persampahan sebagai suatu private goods dan juga public goods. Perhitungan tersebut dilakukan karena MSWM menyediakan pelayanan terhadap kebutuhan rumah tangga ataupun pengusaha (privat) serta memberikan dampak positif terhadap sektor kesehatan publik dan lingkungan hidup lokal. Oleh karenanya, dalam menentukan cara memulihkan MSWM, perancang proyek harus merencanakan sebagian porsi pemulihan biaya dari manfaat dari sektor

MD MAC

Rp

Pencemaran w

(42)

swasta/privat sedangkan untuk manfaat sosial/publik dapat dibayar oleh pemerintah.

Menurut Bartone et al. (1990), ada dua instrumen finansial dasar dalam skema pemulihan biaya MSWM, yaitu: 1) penerimaan pemerintah, yang termasuk pajak lokal dan transfer antar pemerintah (Pemda), dan 2) retribusi/pungutan biaya pada pengguna jasa, yang termasuk pajak keuntungan dan biaya sukarela (tarif) yang dikenakan langsung pada objek yang menerima layanan persampahan, untuk layanan pengangkutan dan pembuangan sampah jika hanya memberikan manfaat secara sosial maka biaya tersebut dapat dipulihkan dengan pendapatan pemerintah. Jika dilakukan oleh swasta, pemilihan biaya dilakukan melalui pemungutan retribusi (tipping fees) yaitu pungutan yang langsung dikenakan untuk mengoperasikan fasilitas pengangkutan dan pembuangan sampah. Tipping fees dikenakan berdasarkan volume, berat, dan terkadang jenis sampah yang diangkut.

Efisiensi ekonomi menjadi hal yang penting dalam suatu pengelolaan pencemaran. Efisiensi ekonomi adalah kriteria yang dapat diterapkan pada beberapa tingkatan input untuk mencerminkan suatu tingkatan output tertentu. Suatu perusahaan, dalam hal ini proyek pengolahan sampah, dinyatakan efisien jika meminimumkan biaya dan memperoleh laba. Efisiensi ekonomi pengelolaan sampah salah satunya dapat dinilai dari manfaat bersih (net benefit) yang dihasilkan. Manfaat bersih dapat berupa selisih antara potensi penerimaan dari hasil olahan sampah, dan biaya retribusi dengan biaya pengelolaan sampah.

3.1.3 Sistem Tata Kelola Sampah di UPS

(43)

terutama organik sangat banyak, seperti melalui lubang biopori jika terdapat lahan halaman atau yang tidak memiliki lahan/halaman dengan menggunakan wadah seperti pot atau baskom, sedangkan anorganik sampah tersebut bisa langsung dijual di bank sampah.

Setelah semua sudah dilakukan usaha pengolahan, hasil olahan tersebut tidak semuanya terolah dan menjadi pupuk. Hasil sisa olahan tersebut disebut residu dan akan berakhir di TPA (Tempat Pemrosesan Akhir). Saat ini, residu yang dihasilkan di UPS masih belum dapat diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Pengertian residu adalah material sisa dari hasil olahan sampah atau material sisa yang tidak dapat diolah hanya dengan menggunakan perlengkapan sederhana. Penanganan sampah residu sangatlah sulit dibandingkan dengan sampah jenis lainnya, maka dari itu diperlukan penanganan khusus di TPA agar sampah residu dapat diolah kembali menjadi energi layak guna. Sampah residu yang diolah nantinya tidak semuanya bisa terolah, melainkan akan menghasilkan residu kembali berupa serbuk putih seperti tepung dan residu tersebut tidak berbahaya pada lingkungan.

TPA Kota Depok belum menerapkan penanganan sampah residu dengan baik, sehingga sampah residu tersebut masih ditampung di lahan luas. Sampah residu yang menumpuk akan menghasilkan gas etanol yang berbahaya bagi lingkungan apabila dibiarkan begitu saja.

(44)

3.2Kerangka Pemikiran Operasional

Pemerintah Kota Depok telah berupaya untuk menangani permasalahan sampah yang semakin lama semakin tidak terkontrol. Meningkatnya penduduk dan taraf hidup atau ekonomi masyarakat Kota Depok maka meningkat pula produksi sampah yang dihasilkan. TPA yang berada di Kota Depok tidak mampu lagi menampung sampah yang diproduksi masyarakat karena lahan yang terbatas dan sistem yang digunakan TPA hanya menggunakan sistem controlled sanitary landfill dan penumpukan sampah tersebut akan menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan dana dalam menyediakan pelayanan sampah berupa unit pengelolaan sampah (UPS) dengan upaya mengoptimalkan usaha dalam mengurangi produksi sampah yang dihasilkan khususnya sampah organik.

Pembangunan proyek UPS ini menyimpan berbagai manfaat ekonomi mulai dari manfaat langsung (direct benefit) hingga manfaat tidak langsung (indirect benefit). Manfaat langsung yang dapat dirasakan adalah hasil pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos yang nantinya akan digunakan untuk kegiatan pertanian atau pertamanan, pada kasus ini, pupuk yang dihasilkan oleh UPS tidak dijual, maka, manfaat langsung dari hasil olahan sampah tersebut akan diakumulasikan dari besarnya harga pupuk yang dijual dipasar dengan jumlah produksi pupuk yang dihasilkan di UPS. Selain itu, manfaat langsung yang dapat dirasakan dari proyek UPS, yaitu akan melihat dari nilai ekonomi biaya pelayanan retribusi warga dan nilai ekonomi penyerapan tenaga kerja lokal. Seperti yang diketahui bahwa warga yang telah ikut berpartisipasi dalam proses pemilahan sampah sudah tidak membayar retribusi sampah, maka nilai tersebut akan menjadi manfaat ekonomi langsung yang dihasilkan dari proyek UPS kepada masyarakat apabila masyarakat membayar pelayananan retribusi sampah dengan melihat jumlah partisipan UPS yang dikalikan dengan besarnya biaya retribusi masyarakat. Manfaat yang dihasilkan ini akan dijumlahkan dan dikurangi dengan biaya operasional dan biaya pembangunan UPS agar mendapatkan manfaat bersih (net benefit) dari proyek UPS.

(45)

UPS Merdeka I dengan melihat nilai kelayakan dari NPV, IRR dan Net B/C. Penelitian ini juga mengkaji strategi mengenai kekuatan dan kelemahan kondisi internal proyek UPS serta peluang dan ancaman kondisi eksternalnya melalui dua data, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Metode yang digunakan dalam mengkaji strategi yaitu dengan menggunakan metode analisis SWOT. Data kualititatif melihat dari sisi kondisi UPS melalui peraturan pemerintah no 5 tahun 2014 dan dibuat matriks SWOT lalu dikembangkan dalam data kuantitatif yang melihat dari penilaian sisi pengelola UPS. Semua dianalisis dan menjadi satu kesatuan rekomendasi strategi dalam mengelola UPS menjadi proyek yang lebih baik.

Gambar 7. Diagram alur rekomendasi strategi Kebutuhan sistem

penanganan sampah UPS

Timbunan sampah yang menumpuk akibat : - Jumlah penduduk yang terus meningkat - Lahan yang terbatas

Identifikasi faktor internal dan eksternal UPS

(46)
(47)

IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), UPS Merdeka I dan sembilan UPS di Kota Depok. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Agustus-Oktober 2014, dan dilanjutkan pada bulan Januari 2015.

4.2Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang dibutuhkan yaitu data primer dan data sekunder. Menurut Hasan (2004) data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan atau yang memerlukannya, contohnya seperti pemberian kuisioner, data survei, data observasi, dan sebagainya, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber - sumber yang telah ada. Data ini biasanya diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan - laporan penelitian terdahulu, contohnya seperti data yang sudah tersedia ditempat-tempat tertentu seperti perpustakaan dan BPS. Data sekunder diperoleh melalui berbagai lembaga yang terkait seperti Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok, Badan Pusat Statistik Kota Depok, instansi yang terkait, buku, skripsi, dan internet.

Tabel 3. Jenis dan sumber data penelitian

No Tujuan Sumber Data Alat Analisis

1 Mengestimasi nilai manfaat ekonomi UPS yang dilihat dari besarnya nilai pengolahan sampah organik, penyerapan tenaga kerja dan

penurunan biaya pemerintah akan

penggunaan pupuk

Produksi pupuk kompos

di setiap UPS Kota

Depok, jumlah KK yang terlibat, harga jual kompos di pasar, data tenaga kerja dan upah, data penggunaan pupuk kompos di UPS Kota Depok

Sumber: DKP

Total net benefit, analisis deskriptif

2 Menganalisis biaya dan manfaat proyek UPS Data finansial proyek UPS (biaya investasi, biaya operasional, biaya lain-lain), data produksi pupuk di UPS Merdeka I, dan data jumlah KK yang terlibat

3 Menganalisis strategi pengembangan UPS menggunakan analisis SWOT (Strenghts, Weaknesess, Opportunities, and Threats) dalam merancang strategi sistem pengelolaan

di UPS di Kota Depok dan

pengembangannya.

Peraturan pemerintah

Kota Depok no 5 tahun

2014, wawancara

pengelola UPS terkait kondisi UPS

Sumber: DKP dan UPS Merdeka I

(48)

4.3Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dimaksudkan sebagai pencatat peristiwa atau karakteristik dari sebagian atau seluruh elemen populasi penelitian. Pengumpulan data penelitian dapat dilakukan berdasarkan cara-cara tertentu. Berdasarkan cara pengumpulannya, dikenal beberapa cara pengumpulan data penelitian, antara lain pengamatan (observasi), literatur, penggunaan angket (kuisioner), dan wawancara (Hasan 2004).

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dengan empat cara, yaitu pengamatan (observasi), penelusuran literatur, penggunaan kuisioner dan wawancara. Adapun penjelasan dari ke empat cara tersebut kepada penelitian ini. 1. Pengamatan (observasi) terhadap kondisi di lapangan keadaan UPS yang

selama ini berjalan, apakah keadaan UPS di Kota Depok berjalan dengan baik atau terdapat kendala yang dapat menghambat pengolahan sampah, pengamatan dilapangan ini akan langsung dicatat dan dianalisa agar dapat memahami kondisi di UPS.

2. Penelusuran literatur dengan melihat penelitian terdahulu dan melalui instansi terkait yang nantinya akan dilihat perbandingannya apakah UPS tetap memiliki dampak yang sama atau menjadi signifikan meningkat atau menurun terhadap masyarakat. Penelitian ini akan menjadi bahan pertimbangan kembali bagi peneliti yang berminat dengan tema atau topik yang sesuai dan menjadi bahan acuan yang akan tetap terus berjalan.

3. Wawancara langsung terhadap pengelola UPS dengan melampirkan kuisioner dan pekerja yang bertugas di lokasi UPS serta masyarakat sekitar. Tabel 4. Data responden yang diwawancara

No Responden Jumlah (orang) Keterangan

1 Koordinator UPS 10 mengetahui strategi

pengembangan UPS di Kota Depok

2 Pegawai Dinas Kebersihan dan Pertanaman

4 mengetahui biaya pembangunan UPS dan kegiatan UPS

(49)

operasional dan stafnya memiliki tujuan untuk mengetahui kegiatan operasional UPS dan pembiayaan investasi UPS. Masyarakat sekitar yang diwawancara hanya untuk mengetahui keberadaan UPS di lingkungan sekitar.

4.4 Metode Pengambilan Sampel

Terdapat 44 UPS di Kota Depok yang terdaftar pada Dinas Kebersihan dan Pertanaman, namun dipilih 10 UPS secara purposive sampling atau pengambilan sampel dipilih secara sengaja karena 10 UPS tersebut hanya mengolah sampah organik saja sedangkan 34 UPS lainnya masih berbentuk TPS (tempat pembuangan sementara). Sepuluh UPS tersebut, yaitu: UPS Merdeka I, UPS Merdeka II, UPS Permata Regency, UPS Cilangkap, UPS Ratu Jaya, UPS Universitas Indonesia, UPS Gunadarma, UPS Walikota, UPS Bojong Sari, dan UPS Pondok Petir.

4.5 Metode Analisis Data

Analisis yang digunakan pada penelitian sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu terdapat tiga alat analisis yang digunakan. Pertama, menganalisis manfaat ekonomi UPS dengan melihat besarnya hasil pupuk yang dihasilkan di UPS, penyerapan tenaga kerja dan biaya retribusi yang dapat diberikan. Kedua, menganalisis biaya dan manfaat proyek UPS apabila dikelola oleh pihak swasta dengan melihat NPV, IRR dan Net B/C, dan yang terakhir, menganalisis strategi yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dari 10 proyek UPS di Kota Depok dan pengembangannya. Alat untuk mengolah data menggunakan

Microsoft Office Excel. Berikut metode-metode analisis yang digunakan dalam penelitian:

4.5.1 Manfaat Ekonomi UPS

(50)

Kota Depok no 5 tahun 2012 dan dalam mencari nilai penyerapan tenaga kerja dibutuhkan data jumlah UPS, jumlah pekerja dari masyarakat lokal dan tingkat upah tenaga kerja di UPS.

Nilai pupuk kompos dari hasil UPS akan dihitung dengan kegiatan operasional UPS berupa manfaat dari biaya retribusi warga dan nilai penyerapan tenaga kerja lalu diselisihkan dengan biaya pembangunan UPS dan operasionalnya agar mendapatkan manfaat bersih total (total net benefit).

Total net benefit = (nilai produksi pupuk + biaya retribusi warga + nilai penyerapan tenaga kerja) – (biaya pembangunan UPS + biaya operasional UPS)

NPK = JPH x HP...(1) keterangan : NPK = Nilai pupuk kompos

JPH = Jumlah pupuk yang dihasilkan HP = Harga pupuk yang dijual dipasaran

BR = JKK x TrC...(2) keterangan : BR = Biaya retribusi warga

JKK = Jumlah kartu keluarga yang berpartisipasi TrC = Transportation cost

NPTK = � x � x � ...(3) keterangan : NPTK = Nilai penyerapan pekerja (Rp/tahun)

Uk = Upah kerja (Rp/hari/orang) Qk = Jumlah pekerja (orang)

Uk = Jumlah UPS di Kota Depok

4.5.2Analisis Finansial Proyek UPS

UPS yang dikelola pemerintah ini akan dicoba untuk dianalisis kelayakannya apabila dikelola oleh pihak swasta dengan memasukan nilai manfaat dari hasil olahan sampah (pupuk organik) dan biaya retribusi dengan melihat besarnya NPV, IRR, dan Net B/C.

a. Net Present Value (NPV)

Keuntungan bersih suatu proyek adalah pendapatan kotor dikurangi jumlah biaya, maka NPV suatu proyek adalah selisih PV (present value) arus

(51)

� = �=1� �(1 +�)−�...(4) keterangan:

NB = Net benefit = benefit – cost

i = Discount factor (suku bunga dengan 16 %)

n = Tahun

b. Internal Rate of Return

IRR atau internal rate of return adalah suatu tingkatan discount rate yang menghasilkan net present value sama dengan 0 (nol), dengan demikian hasil perhitungan IRR lebih besar dari social opportunity cost of capital (SOCC) dikatakan proyek/usaha tersebut feasible, bila sama dengan SOCC maka peluang pokok dan dibawah SOCC proyek tersebut tidak feasible. Besarnya nilai IRR harus dihitung nilai NPV1 dan nilai NPV2 dengan cara coba-coba, apabila nilai

NPV1 telah menunjukan angka positif maka discount factor yang kedua harus

lebih besar dari SOCC dan sebaliknya apabila NPV1 menunjukan angka negatif

maka discount factor yang kedua berada di bawah SOCC atau discount factor. Nilai IRR berada antara nilai NPV positif dan NPV negatif yaitu pada NPV = 0. Rumus untuk IRR dapat dirumuskan sebagai berikut.

= �1+( � 1

1−� 2)� (�2− �1)

...(5)

keterangan : i1 = Tingkat discount rate yang menghasilkan NPV 1

i2 = Tingkat discount rate yang menghasilkan NPV 2

nilai kelayakan bagi IRR apabila IRR > i pada tingkat diskonto awal dan tidak layak apabila IRR < i pada tingkat diskonto awal.

c. Net Benefit Cost Ratio

Net benefit cost ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara net benefit

yang telah di-discount (NPV) positif (+) dengan net benefit yang telah di-discount

(NPV) negatif (-), dengan formula sebagai berikut: �� =� (+)

− ...(6)

(52)

4.5.3 Analisis SWOT dan Pembobotannya a. Data Kualitatif

Data kualitatif pada analisis SWOT, yaitu pembuatan matriks. Matriks yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis proyek dengan menggunakan matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi proyek dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Penentuan strategi ini melihat dari kondisi UPS yang sedang berlangsung yang nantinya dibandingkan dengan peraturan Pemerintah no 5 tahun 2014. Matriks ini menghasilkan empat sel

kemungkinan alternatif strategis.

Gambar 8. Diagram matriks SWOT Keterangan:

a. Strategi SO: strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran proyek, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya

b. Strategi ST: ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki proyek untuk mengatasi ancaman

c. Strategi WO: strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada

d. Strategi WT: strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman .

(53)

b. Data Kuantitatif

Data SWOT kualitatif sebelumnya dapat dikembangkan secara kuantitatif melalui perhitungan Analisis SWOT yang dikembangkan oleh Pearce dan Robinson (1997). Metode ini melibatkan pengelola pada penilaian suatu proyek agar diketahui secara pasti posisi organisasi yang sesungguhnya. Perhitungan yang dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:

1. Melakukan perhitungan skor (a) dan bobot (b) point faktor serta jumlah total perkalian skor dan bobot (c = a x b) pada setiap faktor S-W-O-T; Menghitung skor (a) masing-masing point faktor dilakukan secara saling bebas (penilaian terhadap sebuah point faktor tidak boleh dipengaruhi atau mempengeruhi penilaian terhadap point faktor lainnya. Pilihan rentang besaran skor sangat menentukan akurasi penilaian namun yang lazim digunakan adalah dari 1 sampai 10, dengan asumsi nilai 1 berarti skor yang paling rendah dan 10 berarti skor yang paling tinggi, namun pada penelitian ini akurasi penilaian ditentukan dari 1 sampai 5 berdasarkan jumlah faktor. Perhitungan bobot (b) masing-masing point faktor dilaksanakan secara saling ketergantungan. Artinya, penilaian terhadap satu point faktor adalah dengan membandingkan tingkat kepentingannya dengan point faktor lainnya, sehingga formulasi perhitungannya adalah nilai yang telah didapat (rentang nilainya sama dengan banyaknya point faktor) dibagi dengan banyaknya jumlah point faktor).

2. Melakukan pengurangan antara jumlah total faktor S dengan W (d) dan faktor O dengan T (e); Perolehan angka (d = x) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu X, sementara perolehan angka (e = y) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu Y;

(54)

Tabel 5. Pembobotan faktor internal proyek

No Strengths Skor Bobot Total

1

2 dst.

Total Kekuatan

No Weaknesses Skor Bobot Total

1

2 dst.

Total Kelemahan

Selisish Total Kekuatan – Total Kelemahan = S – W = x

Tabel 6. Pembobotan faktor eksternal proyek

No Opportunities Skor Bobot Total

1

2 dst.

Total Peluang

No Threats Skor Bobot Total

1

2 dst.

Total Ancaman

Selisish Total Peluang – Total Ancaman = S – W = y

(55)

Gambar 9. Posisi Penilaian Proyek Melalui Pendekatan Kuantitatif

Gambar 9 menunjukan letak posisi proyek setelah melakukan penilaian. Posisi ini sangat menentukan proyek dalam pemilihan strategi yang akan diputuskan melalui data kualitatif atau matriks SWOT.

Kuadran I (positif,positif)

Posisi ini menandakan sebuah proyek yang kuat dan berpeluang, rekomendasi strategi yang diberikan adalah progresif, artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal

Kuadran II (positif,negatif)

Posisi ini menandakan sebuah proyek yang kuat namun menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah diversifikasi strategi, artinya proyek dalam kondisi mantap namu menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda proyek akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya. Oleh karenanya, proyek disarankan untuk segera memperbanyak ragam strategi taktisnya.

Kuadran III (negatif,positif)

Posisi ini menandakan sebuah proyek lemah namun sangat berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah ubah strategi, artinya proyek disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya sebab strategi yang lama

(56)

dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus memperbaiki kinerja proyek.

Kuadran VI (negatif,negatif)

Posisi ini menandakan sebuah proyek yang lemah dan menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah strategi bertahan, artinya kondisi internal proyek berada pada pilihan dilematis, oleh karenanya proyek disarankan untuk menggunakan strategi bertahan, mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok. Strategi ini dipertahankan agar terus membenahi diri.

4.5.4 Asumsi Dasar

Asumsi ini dibuat agar mempermudah peneliti dalam mengolah data agar hasil yang diperoleh menjadi lebih relevan dan diterima. Asumsi yang digunakan dalam menganalisis manfaat ekonomi dan strategi pengembangan UPS, yaitu:

a. Proyek UPS yang diteliti dalam menganalisis nilai potensi manfaat ekonomi UPS, penyerapan tenaga kerja dan pengembangan strategi, yaitu sepuluh UPS di Kota Depok sedangkan untuk analisis kelayakan dipilih secara sengaja, yaitu UPS Merdeka I

b. Umur proyek yang akan dianalisis yaitu selama 5 tahun dengan melihat umur ekonomis bangunan proyek.

c. Sumber modal awal dalam menganalisis kelayakan proyek UPS pada UPS Merdeka I menggunakan sumber dana pinjaman dari bank BRI dengan dana sebesar Rp 200 000 000 di akhir bulan Desember tahun 2013

(57)

V GAMBARAN UMUM

5.1 Letak Geografis Kota Depok

Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6o 19’00’’ – 6o28’00’’ Lintang Selatan dan 106o43’00’’ – 106o55’30’’ Bujur Timur. Bentang alam Depok dari Selatan ke Utara merupakan daerah dataran rendah – perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50 – 140 meter diatas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15 persen. Kota Depok sebagai salah satu wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 200.29 km2. Wilayah Kota Depok berbatasan dengan tiga Kabupaten dan satu Provinsi. Secara lengkap wilayah ini mempunyai batas – batas sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat Kabupaten Tanggerang dan wilayah daerah khusus ibukota Jakarta.

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pondokdede Kota Bekasi dan Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor.

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojonggede Kabupaten Bogor.

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunung Sindur.

(58)

produktivitas tinggi di bagian utara dan akifer dengan produktivitas sedang di bagian selatan dengan penyebaran akifer luas dengan debit antara 1-5 liter/detik. Keadaan ini menunjukkan bahwa Kota Depok memiliki kandungan air tanah yang cukup baik. Selain sumberdaya air tanah di Kota Depok juga terdapat sumberdaya air lain yang berasal dari sumberdaya air permukaan yang meliputi 30 setu dan 14 sungai yang melintasi Kota Depok.

Sumber: Bappeda Kota Depok (2014)

Gambar 10. Letak geografis Kota Depok

Letak Kota Depok sangat strategis, diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor. Hal ini menyebabkan Kota Depok semakin tumbuh pesat seiring dengan meningkatnya perkembangan jaringan transportasi yang tersinkronisasi secara regional dengan kota – kota lainnya.

Tabel 7. Jumlah penduduk dan KK (kartu keluarga) Kota Depok tahun 2013

No Kecamatan Jumlah Penduduk Jumlah KK

1 Pancoran Mas 259 124 72 877

2 Cimanggis 266 879 77 945

3 Sawangan 148 815 40 682

4 Limo 89 601 24 775

5 Sukmajaya 275 510 78 252

6 Baji 171 267 50 977

7 Cipayung 155 223 41 860

8 Cilodong 149 674 42 071

9 Cinere 113 112 31 995

10 Tapos 263 602 77 438

11 Bojong Sari 114 793 31 619

(59)

Tabel 7 menunjukan jumlah penduduk Kota Depok tahun 2013 mencapai 1 962 160 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki 990 289 jiwa dan penduduk perempuan 971 871 jiwa. Kepadatan penduduk Kota Depok tahun 2013 mencapai 9 797 jiwa/km2. Kecamatan Sukmajaya merupakan kecamatan terpadat di Kota Depok dengan tingkat kepadatan 13 431 jiwa/km2. Kemudian pancoran mas dengan tingkat kepadatan 13 043 jiwa/km2, sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Sawangan yaitu sebesar 5 385 jiwa/km2 .

5.2Kondisi Sampah di Kota Depok

Sampah yang terdapat di Kota Depok saat ini telah mencapai kurang lebih 1200 ton per hari, perolehan nilai ini didapat dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok dan sebagian besar sampah domestik yang dihasilkan berasal dari sampah rumah tangga. Produksi sampah di Kota Depok pada Gambar 11 yang berasal dari rumah tangga sebesar 60%, pasar tradisional 10%, kawasan 10%, pasar perniagaan 8%, fasilitas publik 5%, kantor 2%, lainnya seperti di sungai atau di lahan kosong sebesar 5%.

Sumber : DKP Kota Depok (2014)

Gambar 11. Produksi sampah domestik di Kota Depok per hari

Saat ini, Kota Depok sudah memiliki jembatan timbang dalam mengukur sampah yang masuk ke TPA, sehingga perolehan produksi sampah dinyatakan dalam satuan berat yaitu ton atau kilogram (kg). Perolehan sumber produksi

60%

2% 8% 10%

10% 10%

5%

Jumlah Timbulan Sampah Harian Menurut Sumber

Rumah tangga

Kantor

Pasar Perniagaan

Pasar Tradisional

FasPub

Kawasan

Gambar

Gambar 3. Diagram proses pengambilan keputusan strategis
Gambar 4. Diagram analisis SWOT
Gambar 5. Tingkat pencemaran yang efisien
Gambar 6. Diagram tata kelola sampah Kota Depok
+7

Referensi

Dokumen terkait

6.2.1 Kepercayaan yang Menyimpang Efektivitas negatif yang dimaksudkan disini seperti susahnya mengubah suatu kepercayaan ataupun keyakinan masyarakat terhadap

digunakan pada tahap penurunan kristalinitas adalah 6 mL larutan natrium hidroksida untuk setiap 1 g abu layang. Metode pembuatan adsorben dari abu layang batubara

berat Sepsis disertai salah satu gejala gangguan fungsi organ, hipoperfusi, hipotensi, asidosis laktat, oliguria, atau gangguan status mental akut Tidak ada perubahan

semakin sedikit fasa ferit yang terlihat bila dibandingkan dengan raw material yang dikarenakan ferit dan sementit berubah menjadi perlit pada pada proses

Rencana strategi Desa Wisata Belok yang masuk dalam kategori desa wisata belum berkembang adalah penganekaragaman atraksi wisata, pemberdayaan kelompok sadar wisata, mencari

Kedua informan mempersepsikan tagline Veet “cantik itu kulit mulus bebas bulu” merupakan bentuk informasi seputar metode baru cara menghilangkan bulu tubuh pada

Oleh karenanya, sikap sangatlah penting bagi seorang pelayan yang melayani umat, bahwa ia harus menjadi contoh atau teladan bagi orang lain, tidak menunjukkan