• Tidak ada hasil yang ditemukan

Comparative Advantage and Trade Flow of Indonesian Cocoa in International Market

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Comparative Advantage and Trade Flow of Indonesian Cocoa in International Market"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA SAING DAN ALIRAN PERDAGANGAN KAKAO

INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANGGITA TRESLIYANA SURYANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Daya Saing dan Aliran Perdagangan Kakao Indonesia di Pasar Internasional adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

ANGGITA TRESLIYANA SURYANA. Daya Saing dan Aliran Perdagangan Kakao Indonesia di Pasar Internasional. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI dan AMZUL RIFIN.

Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, dengan produksi biji kakao Indonesia sekitar 11.81 persen dari total produksi dunia. Ekspor kakao didorong dari sisi permintaan, yakni adanya pertumbuhan konsumsi dunia yaitu sebesar 3 persen per tahun. Meskipun secara kuantitas ekspor kakao menunjukkan peningkatan, namun mulai tahun 2011 terjadi perubahan komposisi ekspor kakao Indonesia, yakni ekspor produk olahan meningkat, sedangkan biji kakao menurun. Hal ini terjadi akibat dampak penetapan pajak ekspor biji kakao yang dimulai sejak tahun 2010. Dengan tren peningkatan ekspor kakao Indonesia dan peningkatan konsumsi kakao dunia, menunjukkan potensi pasar kakao masih tinggi di pasar internasional. Volume ekspor kakao di pasar internasional ditentukan oleh daya saing kakao dan faktor-faktor penentu lainnya. Untuk itu, tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis daya saing dan tingkat persaingan kakao biji dan olahan Indonesia di pasar internasional dan (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan kakao biji dan olahan Indonesia serta potensi perdagangannya di pasar internasional. Data sekunder yang digunakan berupa data panel yaitu penggabungan antara data time series dan cross section. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) analisis deskriptif, (2) analisis daya saing dengan metode Revealed Comparative Advantage (RCA), (3) analisis korelasi rank spearman, (4) analisis data panel dengan gravity model, dan (5) analisis rasio potensi perdagangan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perdagangan kakao Indonesia di pasar internasional memiliki keunggulan komparatif tertinggi untuk biji kakao (nilai rata RCA sebesar 12.53) dan terendah untuk kakao butter (nilai rata-rata RCA sebesar 7.35), walaupun dilihat dari nilai RCA semua produk kakao menunjukkan Indonesia memiliki keunggulan komparatif. Berdasarkan hasil analisis daya saing, Indonesia memiliki korelasi yang positif dengan negara Ghana untuk pasar biji kakao, namun tidak memiliki korelasi dengan negara eksportir lainnya di pasar kakao butter dan kakao powder.

(5)

ekonomi Indonesia dengan negara tujuan. Ketiga variabel ini memiliki variabel yang sesuai dengan hipotesa.

Rasio potensi perdagangan biji kakao Indonesia menunjukkan bahwa perdagangan yang masih under trade dan berpotensi meningkat di masa mendatang adalah Amerika Serikat, China, dan Brazil. Untuk perdagangan kakao butter adalah China, Belanda, dan Jepang, sedangkan pada perdagangan kakao powder adalah Estonia, Rusia, dan Amerika Serikat. Hal ini ditunjukkan dengan rasio potensi perdagangan yang lebih besar dari satu di beberapa tahun terakhir yang artinya perdagangan Indonesia dengan mitra dagang mengalami under trade atau selama ini belum melebihi potensi perdagangan yang ada. Sedangkan potensi perdagangan kakao Indonesia memiliki tren meningkat di masa mendatang ditunjukkan oleh slope potensi perdagangan yang positif.

Dari tiga analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Indonesia dapat meningkatkan pangsa pasarnya dengan lebih memprioritaskan mengekspor biji kakao ke China, Amerika Serikat dan Brazil. Untuk kakao butter pangsa pasar sebaiknya ditingkatkan di China, Australia, dan UEA. Sedangkan untuk kakao powder, negara yang dapat ditingkatkan pangsa pasarnya adalah Estonia, Rusia dan Australia. Hal ini dikarenakan, negara-negara tersebut pertumbuhan GDP riil per kapita dan keunggulan komparatif, serta potensi perdagangan Indonesia di negara tersebut masih potensial. Untuk itu Indonesia perlu menciptakan hubungan kerjasama ekonomi timbal balik melalui perjanjian ataupun organisasi internasional.

(6)

SUMMARY

ANGGITA TRESLIYANA SURYANA. Comparative Advantage and Trade Flow of Indonesian Cocoa in International Market. Supervised by ANNA FARIYANTI and AMZUL RIFIN.

Indonesia is the third largest cocoa beans producer in the world after Ivory Coast and Ghana, since total production of cocoa beans in Indonesia around 11.81 percent of the total world production. Cocoa export is driven from the demand side, showed by the growth of world consumption around 3 percent per year. Although the quantity of cocoa exports showed an increase, however, started in 2011 there is a change in the composition of Indonesian cocoa exports, exports of processed cocoa increased, while cocoa beans decreased. This happens due to the impact of taxation cocoa exports that began in 2010. With the increasing trend of Indonesian cocoa exports and an increase in world cocoa consumption, indicating the potential cocoa market is still high in the international market. The volume of cocoa export in the international market is determined by its competitiveness and other factors. Thus, the purposes of this study are: (1) to analyze the competitiveness and the level of competition of Indonesian cocoa beans and processed cocoa in the international market and (2) to analyze the factors that affect the flow Indonesian cocoa beans and processed cocoa trade and the potential trade in the international market. Secondary data were used in the form of panel data, combination between the time series and cross section data. The analysis methods used in this study are: (1) descriptive analysis, (2) Revealed Comparative Advantage (RCA), (3) Spearman rank correlation analysis, (4) analysis of panel data with gravity models, and (5) ratio of trade potential.

The results of this study indicate that the Indonesian cocoa trade in the international market has the highest comparative advantage for cocoa beans (average value RCA 12.53) and the lowest for the cocoa butter (average value RCA 7.35), even though the value of the RCA of all cocoa products shows Indonesia has comparative advantage. Based on the competitiveness analysis, Indonesia has a positive correlation with Ghana in cocoa beans market, but has no correlation with other exporting countries in the markets of cocoa butter and cocoa powder.

The variables that significantly influence the volume of Indonesian cocoa exports are real GDP per capita of the destination country, exchange rate, and the cocoa beans export tax. All of these variables have coefficient sign that consistent with the hypothesis. In the cocoa butter model, all variables significantly affect Indonesia's export. All of these variables have coefficient sign that consistent with the hypothesis. Meanwhile, in the cocoa powder model, the variables that significantly influence the volume of exports is Indonesia's per capita real GDP, real GDP per capita of the destination country, and the economic distance between Indonesia and destination countries.

(7)

than one, which means Indonesia's trade with trading partners has not exceeded the existing trade potential. The increasing potential of Indonesian cocoa trade in the future trends indicated by the positive slope of trade potential.

From the three analyzes that have been done it can be concluded that Indonesia could increase its market share by prioritizing to export cocoa beans to China, the United States, and Brazil. In the meantime, for cocoa butter Indonesia should be increasing market share in China, Australia, and UAE. As for cocoa powder, market share still can be improved in Estonia, Russia and Australia. To that end Indonesia should create a relationship of reciprocal economic cooperation through international organizations or agreements.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

DAYA SAING DAN ALIRAN PERDAGANGAN KAKAO

INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Ratna Winandi Asmarantaka, MS

(11)

Judul Tesis : Daya Saing dan Aliran Perdagangan Kakao Indonesia di Pasar Internasional

Nama : Anggita Tresliyana Suryana NIM : H451110271

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Ketua

Dr Ir Anna Fariyanti, MSi

Anggota

Dr Amzul Rifin, SP, MA

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana,

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 30 Desember 2013

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis berjudul Daya Saing dan Aliran Perdagangan Kakao Indonesia di Pasar Internasional ini berhasil diselesaikan. Penyelesaian tesis ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Maka dari itu, dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:

1. Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Amzul Rifin, SP MA selaku Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, arahan, dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan tesis ini.

2. Dr Ir Ratna Winandi Asmarantaka, MS selaku dosen penguji luar komisi dan Dr Ir Suharno, M.ADev selaku dosen penguji perwakilan program studi pada ujian tesis atas saran dan kritikan membangun dalam penyempurnaan tesis ini.

3. Dr Ir Netti Tinaprila, MM selaku Dosen Evaluator pada kolokium proposal penelitian atas saran dan arahan yang telah diberikan sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dengan baik.

4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis dan Dr Ir Suharno, M.ADev selaku Sekretaris Program Studi Magister Sains Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Magister Sains Agribisnis atas bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Daya Saing Komoditas Pertanian 6

Perdagangan Internasional Kakao 8

Metode Analisis Perdagangan Internasional 9

Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu 10

3 KERANGKA PEMIKIRAN 11

Kerangka Pemikiran Teoritis 11

Perdagangan Internasional dan Daya Saing 11

Aliran Perdagangan Komoditas 14

Variabel Pembangun Gravity Model 14

Data Panel 16

Kerangka Pemikiran Operasional 17

Hipotesa Penelitian 19

4 METODE PENELITIAN 20

Jenis Dan Sumber Data 20

Teknik Pengolahan Data 21

Analisis Daya Saing 22

Analisis Data Panel dengan Gravity Model 24

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 27

Gambaran Umum Perdagangan Kakao Internasional 27

Subsistem Hulu 27

Subsistem On-farm 28

Subsistem Hilir 29

Perdagangan Kakao Dunia 30

Konsumsi Kakao Dunia 32

Nilai Tambah Kakao 33

Daya Saing Kakao Indonesia di Pasar Internasional 34 Analisis Daya Saing (RCA) Kakao Indonesia 35 Daya Saing Biji Kakao Indonesia di Dunia 35 Daya Saing Kakao butter Indonesia di Dunia 36 Daya Saing Kakao Powder Indonesia di Dunia 37 Analisis Daya Saing (RCA) Kakao Indonesia di Negara

(14)

Daya Saing Biji Kakao Indonesia di Negara Tujuan 38 Daya Saing Kakao Butter Indonesia di Negara Tujuan 39 Daya Saing Kakao Powder Indonesia di Negara Tujuan 41 Analisis Korelasi Daya Saing Antar Negara Eksportir Kakao Dunia 42

Korelasi Daya Saing Biji Kakao 42

Korelasi Daya Saing Kakao Butter 44

Korelasi Daya Saing Kakao Powder 44

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perdagangan Kakao Indonesia

di Pasar Internasional 45

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perdagangan Biji Kakao 45 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perdagangan Kakao Butter 51 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perdagangan Kakao Powder 55 Potensi Perdagangan Kakao Indonesia di Negara Tujuan Ekspor 59 Potensi Perdagangan Biji Kakao Indonesia 59 Potensi Perdagangan Kakao Butter Indonesia 61 Potensi Perdagangan Kakao Powder Indonesia 58 Implikasi Kebijakan Perdagangan Kakao Indonesia di Pasar

Internasional 63

Kebijakan Perdagangan Biji Kakao 63

Kebijakan Perdagngan Kakao Butter 65

Kebijakan Perdagangan Kakao Powder 66

6 SIMPULAN DAN SARAN 68

Simpulan 68

Saran 69

DAFTAR PUSTAKA 70

LAMPIRAN 75

DAFTAR TABEL

1 Produksi Biji Kakao Dunia (000 ton) 3

2 Kuantitas Ekspor Kakao Indonesia Tahun 2008 -2012 4 3 Negara Produsen Kakao berdasarkan Rata-rata Volume Ekspor

Tahun 2007 – 2011 (ton) 20

4 Negara Utama Tujuan Ekspor Kakao Berdasarkan Rata-rata Volume

Ekspor Tahun 2008 – 2012 (ton) 21

(15)

15 Korelasi daya saing antar negara eksportir kakao butter dunia 44 16 Korelasi daya saing antar negara eksportir kakao powder dunia 45 17 Hasil estimasi model aliran ekspor biji kakao Indonesia ke negara

tujuan ekspor 46

18 Hasil estimasi model aliran ekspor kakao butter Indonesia ke negara

tujuan ekspor 51

19 Nilai dan perkembangan GDP riil per kapita Indonesia tahun

2000-2012 52

20 Hasil estimasi model aliran ekspor kakao powder Indonesia ke negara

tujuan ekspor 55

21 Rasio potensi perdagangan biji kakao Indonesia ke negara tujuan tahun

2005-2012 60

22 Rasio potensi perdagangan kakao butter Indonesia ke negara tujuan

tahun 2005-2012 61

23 Rasio potensi perdagangan kakao powder Indonesia ke negara tujuan

tahun 2005-2012 62

24 Nilai rata-rata RCA biji kakao Indonesia di negara tujuan, potensi perdagangan, slope tren PP, dan tren GDP negara tujuan ekspor (2003 –

2012) 63

25 Nilai rata-rata RCA kakao butter Indonesia di negara tujuan, potensi perdagangan, slope tren PP, tren GDP, dan jarak negara tujuan ekspor

(2003 – 2012) 65

26 Nilai rata-rata RCA kakao powder Indonesia di negara tujuan, potensi perdagangan, slope tren PP, tren GDP, dan jarak negara tujuan ekspor

(2003 – 2012) 67

DAFTAR GAMBAR

1 Luas Areal dan Produksi kakao Indonesia Tahun 1990 – 2010 1 2 Produksi dan Konsumsi Kakao Dunia Tahun 2011/2012 3 3 Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional 12

4 Kerangka Pemikiran Operasional 19

5 Perubahan Produksi Biji Kakao Tahun 2002/2003 – 2011/2012 29

6 Ekspor Biji Kakao Dunia Tahun 2010/2011 31

7 Konsumsi Domestik Kakao Tahun 2002/2003 – 2010/2011 (000 ton) 32 8 Tahap Pengolahan Biji Kakao Menjadi Produk Antara 33 9 Pertumbuhan GDP riil per kapita negara tujuan ekspor (2001-2012) 48 10Volume ekspor kakao Indonesia tahun 2008 – 2012 (ton) 50 11Pertumbuhan GDP riil per kapita negara tujuan ekspor kakao butter

tahun 2001-2012 53

12Volume ekspor kakao Indonesia tahun 2008 – 2012 (ton) 55 13Pertumbuhan GDP riil per kapita negara tujuan ekspor kakao powder

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian 75 2 Data analisis RCA kakao Indonesia di pasar internasional 76 3 Data analisis RCA negara eksportir biji kakao dunia 77 4 Data analisis RCA negara eksportir kakao butter dunia 78 5 Data analisis RCA negara eksportir kakao powder dunia 79

6 Uji Chow terhadap model awal biji kakao 80

7 Output hasil olahan eviews terhadap estimasi model aliran

perdagangan biji kakao Indonesia di pasar internasional 81

8 Uji asumsi pada model biji kakao 82

9 Uji Chow terhadap model awal kakao butter 83

10 Output hasil olahan eviews terhadap estimasi model aliran

perdagangan kakao butter Indonesia di pasar internasional 84

11 Uji asumsi pada model kakao butter 85

12 Uji Chow terhadap model awal kakao powder 86 13 Output hasil olahan eviews terhadap estimasi model aliran

perdagangan kakao powder Indonesia di pasar internasional 87

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 2 Juli 1981 dari bapak Achmad Suryana dan ibu Rita Nurmalina. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal penulis diawali di SD negeri Polisi 4 Bogor dari tahun 1987 – 1993. Kemudian penulis melanjutkan studi di SMP negeri 1 Bogor dan lulus tahun 1996. Pada tahun 1999, penulis lulus dari SMU negeri 1 Bogor. Pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program studi Manajemen Agribisnis, Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 2003. Penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi ke Program Magister pada Program Studi Magister Sains Agribisnis pada tahun 2011 melalui beasiswa Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.

Pada tahun 2003, penulis mulai bekerja sebagai staf teknis di Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian. Penulis mutasi ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara, Badan Litbang Pertanian di Medan pada tahun 2008. Setahun kemudian, penulis bekerja di Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP), Badan Litbang Pertanian di Bogor hingga sekarang.

(18)

Perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mempunyai peran yang penting dalam sektor pertanian, baik dari sisi sumbangan ekonomi nasional, pendapatan petani, maupun penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2010, di tingkat nasional komoditas perkebunan menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 22.45 persen dari PDB sektor pertanian, menduduki urutan kedua setelah subsektor tanaman bahan makanan (BPS 2011). Atas dasar harga berlaku, nilai PDB perkebunan secara kumulatif mengalami peningkatan, tumbuh rata-rata per tahunnya sebesar 23.52 persen dalam periode 2005 – 2009, angka ini lebih besar dari rata-rata laju pertumbuhan PDB Pertanian (23.30%) maupun PDB nasional (17.94%) (Ditjenbun 2010). Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang merupakan komoditas unggulan nasional, dengan volume produksi terbesar kelima setelah kelapa sawit, kelapa, karet, dan tebu. Pada tahun 2010, Indonesia memproduksi 440 ribu ton kakao (ICCO 2013), dari total produksi tahun tersebut, 92.2 persennya merupakan perkebunan rakyat, 4.1 persen berasal dari perkebunan besar negara, dan 3.6 persen dari perkebunan swasta (Ditjenbun 2011).

Gambar 1 Luas Areal Pertanaman Kakao Indonesia Tahun 1990 – 2010

Sumber: Ditjenbun (2011)

Gambar 1 menunjukkan peningkatan luas areal pertanaman kakao di Indonesia. Pengembangan produksi hampir di setiap provinsi menyebabkan pertumbuhan produksi kakao tiap tahunnya. Pada tahun 2010 perkebunan kakao Indonesia tersebar di setiap provinsi kecuali DKI Jakarta, dengan luas areal sebesar 1 650 621 ha, jauh meningkat dari tahun 1990 yang hanya seluas 357 490 ha (Gambar 1). Daerah penghasil kakao terbesar berada di kawasan timur Indonesia, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. Pada tahun 2010, total luas lahan ketiga sentra produksi ini sebesar 45.39 persen dari total luas areal nasional, dan menyumbang sebesar 54.09 persen dari jumlah produksi nasional (Ditjenbun 2011). Provinsi sentra kakao di luar pulau Sulawesi adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh dan Jawa Timur.

(19)

Namun demikian, laju produktivitas kakao sejak tahun 2005 cenderung mengalami penurunan. Penurunan produktivitas kakao dimulai sejak tahun 2006 akibat tanaman tua, kurang terpelihara, dan serangan organisme pengganggu tanaman. Intervensi pemerintah melalui berbagai kegiatan lambat laun menunjukkan keberhasilan, pada tahun 2008 produktivitas kakao mulai meningkat sekitar 4.71 persen dibandingkan dengan tahun 2006. Upaya yang dilaksanakan adalah peningkatan produksi dan mutu tanaman seluas 450 000 hektar melalui Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional (Gernas Kakao) mulai tahun 2009 (Ditjenbun 2010). Gerakan ini merupakan upaya percepatan peningkatan produktivitas tanaman dan mutu hasil kakao nasional melalui pemberdayaan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan sumberdaya yang ada secara optimal. Sasaran Gernas Kakao adalah (i) perbaikan tanaman kakao rakyat seluas 450 000 ha, (ii) pemberdayaan petani melalui pelatihan dan pendampingan 450 000 petani, (iii) pengendalian hama dan penyakit seluas 450 000 ha, dan (iv) perbaikan mutu kakao sesuai standar SNI.

Pengembangan kakao tidak terlepas dari perannya sebagai salah satu komoditas perkebunan yang menjadi fokus tujuan ekspor. Pengembangan kakao merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu tanaman ekspor dalam rangka mempertahankan pangsa pasar internasional yang sudah ada serta penetrasi pasar yang baru. Sesuai dengan tujuan pemerintah yang menjadikan kakao sebagai komoditas ekspor andalan, produksi kakao yang tinggi menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen dan eksportir biji kakao terbesar di dunia. Ekspor kakao didorong dari sisi permintaan, yakni adanya pertumbuhan konsumsi dunia akan kakao selama sepuluh tahun terakhir, yaitu sebesar rata-rata 3 persen per tahun (Damayanti 2012). Jika konsumsi dunia meningkat, maka ekspor kakao Indonesia juga meningkat karena adanya peningkatan permintaan di negara importir. Permintaan konsumen akan produk kakao meningkat sejalan dengan peningkatan ekspornya (Gilber dan Varangis 2003). Alasan peningkatan permintaan kakao antara lain banyaknya hasil studi yang menunjukkan dampak positif mengkonsumsi dark chocolate yang kaya antioksidan, yaitu menurunkan resiko penyakit jantung, kanker kolon, dan diabetes, dapat menurunkan tekanan darah, serta menunda penuaan (Carnésecchi et al. 2001; Engler dan Engler 2004; Fisher et al. 2004).

(20)

Gambar 2 Produksi dan Konsumsi Kakao Dunia Tahun 2011/2012

Sumber: ICCO (2012a)

Menurut International Cocoa Organization (2013), pada tahun 2012 Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Tabel 1 menunjukkan bahwa Indonesia sebagai produsen biji kakao terbesar ketiga dunia, total produksinya sekitar 11.81 persen dari total produksi dunia. Hingga tahun 2009, lebih dari 90 persen dari total produksi biji kakao Indonesia ditujukan untuk ekspor.

Tabel 1 Produksi Biji Kakao Dunia (000 ton)

Negara 2009/2010 2010/2011 2011/2012* 2012/2013**

Afrika 2 486 3 224 2 918 2 826

Kamerun 209 229 207 225

Pantai Gading 1 242 1 511 1 486 1 475

Ghana 632 1 025 879 820

Nigeria 235 240 235 220

Lainnya 168 220 112 86

Amerika 516 561 639 606

Brazil 161 200 220 195

Ekuador 150 161 190 185

Lainnya 205 201 229 226

Asia dan Oceania 633 526 521 534

Indonesia 550 440 450 450

Papua New Guinea 39 48 39 45

Lainnya 44 39 32 39

Total Dunia 3 635 4 311 4 078 3 967

Keterangan: * Angka Estimasi; ** Angka Ramalan Sumber: ICCO (2013)

Tabel 2 menunjukkan hingga tahun 2010 terlihat bahwa sekitar 80 persen ekspor kakao masih didominasi oleh biji kakao, belum produk olahan. Meskipun secara kuantitas ekspor kakao menunjukkan peningkatan, mulai tahun 2011 tren ekspor kakao Indonesia berubah. Tren ekspor memperlihatkan ekspor produk olahan baik setengah jadi maupun jadi mengalami peningkatan, sedangkan ekspor biji kakao mengalami penurunan. Pada 2009, ekspor biji kakao mencapai 82 persen dari total produksi, angka ini menurun menjadi 51 persen pada tahun 2011. Sementara itu ekspor kakao olahan di periode yang sama mencatat kenaikan.

(21)

Tabel 2. Kuantitas Ekspor Kakao Indonesia Tahun 2008 - 2012 Jenis Kakao Kuantitas Ekspor (ton)

2008 2009 2010 2011 2012

Biji kakao 380513 439305 432427 210067 163501

Kakao butter 55584 41606 46687 82535 94345

Kakao pasta 30056 13393 20014 54922 58385

Kakao powder 34408 27540 36354 41494 43749

Cokelat 12814 12244 16159 16520 19311

Kakao shells 2164 1102 1201 4672 8485

Sumber: ITC (2013)

Pada tahun 2009 ekspor kakao olahan hanya 18 persen, namun pada tahun 2012 ekspor kakao olahan naik menjadi 56 persen, meningkat lebih dari tiga kali lipatnya (Tabel 2). Hal ini terjadi akibat dampak penetapan pajak ekspor biji kakao yang dimulai sejak tahun 2010. Pajak ekspor biji kakao ini selain mendorong ekspor kakao olahan, juga mengembangkan industri pengolahan kakao dalam negeri (kapasitas penggilingan meningkat) dan investasi baru bertambah. Kapasitas produksi penggilingan biji kakao nasional mencapai 350 ribu ton tahun 2012 dan diperkirakan akan naik menjadi 500 ribu ton di tahun 2013 (Kemenperin 2013).

Dari uraian diatas, terlihat perkembangan ekspor kakao Indonesia yang dinamis. Nilai ekspor kakao masih mempunyai peluang besar untuk ditingkatkan karena saat ini sebagian besar ekspor kakao masih dalam bentuk produk primer sehingga nilai tambah belum dapat dinikmati. Maka dengan potensi kakao yang tinggi, membuat pemerintah menetapkan kakao sebagai komoditas unggulan nasional untuk ekspor. Perhatian yang besar terhadap produksi kakao Indonesia tersebut harus diimbangi dengan peluang pasar yang yang tepat agar kakao yang dihasilkan dapat dipasarkan sesuai permintaan konsumen khususnya negara-negara tujuan ekspor kakao Indonesia

Dengan adanya kecenderungan peningkatan ekspor kakao Indonesia dan peningkatan konsumsi kakao dunia, menunjukkan bahwa potensi pasar kakao yang masih tinggi. Ditambah kondisi perdagangan bebas, menjadikan pasar internasional akan dikuasai oleh negara yang memiliki daya saing.

Perumusan Masalah

(22)

Indonesia, sebagai salah satu pemasok utama kakao di pasar internasional, merupakan eksportir ketiga terbesar biji kakao setelah Pantai Gading dan Nigeria dengan pangsa pasar 15 persen, sedangkan untuk produk olahan berupa pasta kakao, kakao butter, dan kakao bubuk, posisi Indonesia berada di posisi yang lebih rendah dengan pangsa pasar kurang dari 6 persen. Pada tahun 2010 nilai ekspor biji kakao sebesar US $1 190 740 atau 72.44 persen dari total nilai ekspor kakao secara kseluruhan (ITC 2011). Adanya perbedaan nilai ekspor yang tinggi antara biji kakao dengan produk kakao olahan, menunjukkan bahwa industri hilir kakao belum berkembang dengan baik. Indonesia masih mengandalkan biji kakao, padahal pasar internasional pun memerlukan banyak produk kakao olahan.

Sejalan dengan tujuan pengembangan kakao nasional yakni sebagai komoditas ekspor unggulan, baik biji maupun olahan, maka pemerintah mulai mengembangkan industri hilir kakao. Untuk itu, pemerintah menetapkan bea keluar bagi biji kakao hingga 15 persen melalui Peraturan Menteri Keuangan No No 67/PMK.011/2010 yang diberlakukan sejak April 2010. Peraturan ini bertujuan untuk menumbuhkan industri pengolahan kakao di dalam negeri yang akan meningkatkan ekspor produk olahan kakao yang berdaya saing. Sebagai dampaknya, ekspor kakao Indonesia pelan-pelan bergeser dari biji kakao ke produk kakao olahan. Pada Tabel 2, terlihat dalam rentang waktu lima tahun dari tahun 2008 – 2012, ekspor kakao olahan mengalami peningkatan sebesar rata-rata 33 persen per tahun, dengan peningkatan tertinggi adalah kakao pasta (43.68%), diikuti kakao butter (19.53%) dan kakao powder (7.90%).

Dengan adanya perubahan komposisi ekspor dan permintaan internasional dari masing-masing jenis produk kakao Indonesia, maka perlu diketahui daya saing kakao Indonesia baik biji maupun olahan. Hal ini dilakukan agar dapat mengetahui posisi ekspor kakao yang mana yang unggul di pasar internasional, sehingga dapat menentukan arah kebijakan ekspor kakao. Terutama dengan adanya kecenderungan penurunan produksi dunia, maka kenaikan konsumsi dunia dapat dilihat sebagai peluang yang dapat diisi oleh kakao Indonesia. Untuk itu pertanyaan penelitian pertama adalah: Bagaimana daya saing kakao Indonesia di pasar internasional?

(23)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis daya saing biji kakao dan kakao olahan Indonesia di pasar internasional.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan kakao Indonesia di pasar internasional dan potensi perdagangannya.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi penetapan prioritas kebijakan daya saing dan perdagangan kakao Indonesia di pasar internasional. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian terkait daya saing dan perdagangan internasional pada komoditas lain.

Ruang Lingkup Penelitian

Beberapa batasan diterapkan dalam melakukan penelitian agar lebih terarah dalam mencapai tujuannya. Batasan penelitian tersebut antara lain:

1. Periode tahun analisis yang digunakan yaitu 13 tahun terakhir dari tahun 2000 sampai 2012.

2. Kakao yang diteliti dalam analisis perdagangan kakao Indonesia di pasar internasional adalah biji kakao HS 18010 (cocoa beans, whole or broken raw/roasted), kakao butter HS 18040 (cocoa butter, fat and oil), dan kakao powder HS 18050 (cocoa powder, not containing added sugar or other sweetening matter).

3. Biji kakao dalam penelitian ini tidak membedakan biji kakao yang sudah fermetasi atau belum fermentasi.

4. Variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini antara lain GDP riil per kapita Indonesia dan negara tujuan, jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan, dan dummy bea keluar biji kakao. Sedangkan volume ekspor kakao (biji, butter, dan powder) sebagai variabel tak bebasnya.

5. Negara tujuan ekspor yang digunakan sebanyak 10 negara yang merupakan negara-negara tujuan ekspor utama kakao biji, butter, dan powder Indonesia.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Daya Saing Komoditas Pertanian

(24)

ketersediaan sumber daya, volume produksi, produktivitas, dan kualitas. (Dermoredjo dan Setiyanto 2008; Lubis dan Nuryanti 2011).

Salah satu metode untuk mengetahui posisi daya saing dan ekspor produk suatu negara di pasar dunia adalah metode Revealed Comparative Advantage

RCA. Asmarantaka (2011) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Dayasaing Ekspor Kopi Indonesia dengan menggunakan metode RCA tersebut. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor kopi di pasar dunia, dengan menghitung nilai pangsa produk ekspor Indonesia terhadap total ekspor ke luar negeri yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai ekspor produk tersebut di dunia. Selain metode RCA, Asmarantaka (2011) juga menggunakan pendekatan export product dynamics (EPD) untuk mengidentifikasi daya saing atau keunggulan kompetitif suatu produk, juga untuk mengetahui apakah suatu produk tersebut merupakan produk dengan performa dinamis atau tidak.

Seperti Asmarantaka (2011), Dermoredjo dan Setiyanto (2008) yang mencermati daya saing perdagangan Indonesia dan negara-negara pemasok utama kakao ke Spanyol juga menggunakan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA). Selain itu Dermoredjo dan Setiyanto (2008) juga menggunakan metode Revealed Trade Advantage (RTA) dan Trade Specialist Ratio (TSR/ISP). Hasil analisis menunjukkan posisi daya saing kakao Indonesia (HS 18100 hingga HS 18690) dibandingkan dengan pesaingnya, memiliki potensi keunggulan bersaing yang tergolong rendah hingga sedang, dengan kemampuan bersaing rendah hingga tinggi.

Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan Daryanto (2007), bahwa posisi daya saing Indonesia berdasarkan nilai RCA masih rendah dibandingkan negara-negara produsen kakao lainnya. Kemampuan daya saing kakao Indonesia masih dibawah Pantai Gading, Ghana dan Nigeria, namun dibandingkan Brazil posisi daya saing kakao Indonesia masih lebih baik. Supriatna dan Dradjat (2008) menyatakan bahwa kecenderungan daya saing kakao Indonesia di Sulawesi Tenggara menurun selama sembilan tahun (1995 – 2004) disebabkan ekspor kakao Indonesia belum berorientasi pasar, melainkan masih
berorientasi

produksi. Pemerintah perlu memberikan dukungan kebijakan yang kondusif untuk
meningkatkan daya saing kakao Indonesia, mulai dari tingkat usahatani melalui penerapan
teknologi unggulan, perbaikan pasca panen dan pemasaran.

(25)

Perdagangan Internasional Kakao

Suatu negara melakukan perdagangan internasional karena dua alasan utama yaitu karena setiap negara berbeda satu sama lain sehingga dapat memperoleh keuntungan dari perbedaan-perbedan yang dimiliki, dan untuk mencapai skala ekonomis dalam produksi, agar dapat menghasilkan barang-barang tersebut dan mengekspor dengan skala yang lebih besar. Analisis perdagangan internasional dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menentukan volume ekspor dari negara eksportir ke negara importir. Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor suatu komoditas, maka akan membantu suatu negara eksportir untuk meningkatkan volume ekspor (Yeboah et al. 2008; Dermoredjo dan Setiyanto 2008; Lubis dan Nuryanti 2011; Cassim 2001).

Untuk mengestimasi potensi ekspor kakao di bawah liberalisasi perdagangan oleh 16 negara produsen kakao ke Amerika Serikat pada tahun 1989 hingga 2003, Yeboah et al. (2008) menggunakan gravity model. Hasil penelitian mengindikasikan faktor yang berpengaruh terhadap ekspor kakao ke Amerika Serikat adalah pendapatan perkapita dan GDP Amerika Serikat, sedangkan nilai tukar terhadap US dolar tidak berpengaruh. Hal ini sejalan dengan Cassim (2001) mengenai faktor penentu perdagangan intra-regional produk kakao, kopi, dan teh di Afrika Selatan dengan gravity model, terlihat bahwa struktur mendasar dan faktor ekonomi seperti biaya transaksi perdagangan, pertumbuhan ekonomi, dan perubahan pendapatan per kapita harus menjadi fokus integrasi regional, lebih daripada kebijakan perdagangan itu sendiri. Namun bertentangan dengan Yeboah

et al., penelitian yang dilakukan oleh Nwachukwu et al. (2010) di Nigeria, menyatakan bahwa hasil estimasi OLS menunjukkan volume ekspor dunia, nilai tukar dan output kakao Nigeria merupakan faktor yang menentukan ekspor kakao Nigeria.

(26)

Indonesia tidak berkualitas untuk diolah menjadi produk olahan yang kompetitif, sehingga memerlukan campuran kakao dari negara lain, seperti kakao Ghana dan Pantai Gading. Pencampuran tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas hasil olahan biji kakao nasional sehingga dapat memenuhi standar impor di negara tujuan ekspor.

Mendukung penelitian perdagangan kakao sebelumnya, Arsyad (2007) dalam kajian dampak subsidi pupuk dan kebijakan pajak ekspor terhadap ekspor dan produksi kakao Indonesia, menemukan fakta bahwa (1) Ekspor kakao Indonesia sangat dipengaruhi oleh harga ekspor, pertumbuhan produksi kakao, nilai tukar, dan tren waktu, (2) Kebijakan subsidi harga pupuk dapat meningkatkan ekspor dan produksi kakao Indonesia, sedangkan kebijakan pajak ekspor akan berdampak negatif, yakni menurunkan ekspor dan produksi kakao. Pada penelitian Arsyad (2007) juga terlihat bahwa dalam jangka pendek, harga kakao Indonesia inelastis terhadap perubahan penawaran kakao. Artinya, perdagangan kakao tidak tergantung dari sisipenawaran.

Metode Analisis Perdagangan Internasional

Salah satu alat analisis dalam penelitian perdagangan yang sering digunakan adalah gravity model. Walau diterapkan pada berbagai jenis produk dan variabel, lintas regional dan negara dengan berbagai perbedaan situasi, dapat menyajikan hasil analisis yang baik. Variabel-variabel mendasar yang mempengaruhi aliran perdagangan adalah GDP dan jarak.

Okubo (2000) melakukan analisis dampak jarak terhadap perdagangan internasional yang dilakukan di wilayah-wilayah Jepang. Penelitian ini menarik kesimpulan adanya hubungan yang negatif antara jarak dan perdagangan internasional yaitu sebesar 1.91. Selain faktor jarak, faktor lainnya yang kuat mempengaruhi perdagangan internasional di Jepang adalah border effect. Border effect ini digambarkan sebagai hambatan perdagangan berupa tarif, ketika tarif mengalami penurunan, border effect juga mengalami penurunan, sehingga perdagangan internasional mengalami peningkatan.

Namun, dari penelitian yang dilakukan Melitz (2006) mengenai lokasi negara di Utara atau Selatan dunia dan pengaruh jarak dalam model gravity, mempertanyakan asumsi yang menyebutkan jarak sebagai penghambat perdagangan. Penelitian ini membandingkan perdagangan di wilayah Utara – Utara, Selatan – Selatan, dan Utara – Selatan. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan jarak antar wilayah Utara – Selatan dapat berarti perbedaan yang tinggi pada sumberdaya seperti perbedaan agroklimat, pendapatan perkapita, sehingga dapat meningkatkan keuntungan dalam perdagangan.

Pada penelitian Cassim (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan intra-regional di Afrika Selatan, jelas terlihat bahwa penentu utama pertumbuhan perdagangan intra-regional adalah pertumbuhan GDP dan GDP perkapita diantara negara-negara Southern African Development Community dan pengurangan biaya transaksi pada perdagangan. Namun demikian, model menunjukkan walaupun faktor-faktor struktural ini penting, juga ada faktor lain yang mempengaruhi perdagangan, yakni perbedaan bahasa.

(27)

membantu Turki untuk meningkatkan ekspor komoditasnya ke negara Uni Eropa dan memberikan informasi awal dalam persaingan dengan negara Mediterania lain. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa GDP, populasi warga Uni Eropa, populasi warga Turki di Uni Eropa dan negara non-mediterania merupakan faktor yang signifikan yang mempengaruhi ekspor buah dan sayur Turki.

Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Berdasarkan beberapa penelitian mengenai daya saing oleh Dermoredjo dan Setiyanto (2008), Daryanto (2007), Supriatna dan Dradjat (2008), serta Lubis dan Nuryanti (2011), terdapat beberapa perbedaan dengan kajian dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Kajian yang diteliti yaitu mencakup analisis daya saing dan keunggulan komparatif dengan menggunakan analisis RCA. Analisis daya saing dengan metode RCA juga dilakukan Asmarantaka (2011) Dermoredjo dan Setiyanto (2008) dan Daryanto (2007), namun demikian terdapat perbedaan dalam hal negara, jenis produk, dan tahun yang dianalisis. Periode waktu yang dianalisis oleh peneliti yaitu periode tahun 2003 sampai 2012, sedangkan kasus yang diteliti yaitu menganalisis daya saing kakao Indonesia baik biji maupun olahannya di pasar internasional juga menganalisis daya saing kakao biji dan olahan Indonesia di 10 negara tujuan ekspor utama. Selain itu, penulis juga menganalisis daya saing kakao yang dihasilkan oleh negara-negara eksportir kakao lainnya. Perbedaan lainnya yaitu penulis menambahkan analisis korelasi rank spearman untuk melihat tingkat persaingan antar negara pengekspor kakao dengan memanfaatkan nilai RCA yang diperoleh.

Perbedaan penelitian perdagangan komoditas kakao yang dilakukan pada penelitian ini dengan penelitian sejenis oleh Yeboah et al. (2008), Dermoredjo dan Setiyanto (2008), Lubis dan Nuryanti (2011), Sari (2013) dan Cassim (2001) yaitu dilihat pada metode analisis, variabel yang digunakan, dan lingkup kajian yang dilakukan. Metode analisis yang digunakan oleh penulis yaitu analisis data panel dengan gravity model, dengan tiga jenis kakao yaitu biji, butter, dan powder. Metode analisis yang digunakan penulis berbeda dengan yang dilakukan oleh Dermorejo dan Setiyanto (2008) yang menggunakan model Constant Market Share (CMS) untuk mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan ekspor produk kakao di pasar Spanyol. Metode analisis yang digunakan oleh Yeboah (2008) juga analisis data panel dengan gravity model, namun yang membedakan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu variabel bebas yang digunakan cukup berbeda.

Dari beberapa penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa perdagangan kakao Indonesia didorong dari sisi permintaan (demand side), yakni dari peningkatan volume permintaan kakao negara lain, dan variabel lainnya seperti nilai tukar, harga ekspor (Arsyad 2007; Dermoredjo dan Setiyanto 2008). Hal ini menguatkan penelitian ini yang akan menggunakan Gravity Model yang melihat faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan kakao Indonesia dari sisi permintaan.

(28)

yang dilakukan, dimana penulis menganalisis perdagangan kakao di sepuluh negara utama pengimpor kakao di dunia, sedangkan lingkup kajian yang dilakukan oleh Sari (2013) yaitu analisis perdagangan komoditas kakao di kawasan Uni Eropa.

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Perdagangan Internasional dan Daya Saing

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa perorangan (antara individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara, maupun antara pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Transaksi yang dilakukan dalam perdagangan internasional adalah melalui ekspor dan impor. Ekspor adalah barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri yang dijual secara luas di luar negeri, sedangkan impor adalah barang dan jasa yang diproduksi di luar negeri yang dijual di dalam negeri (Mankiw 2006). Kegiatan perdagangan internasional suatu negara akan cenderung mengekspor barang-barang yang biaya produksi dalam negerinya relatif lebih rendah dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri dan dapat bersaing di pasar internasional (keunggulan komparatif). Namun sebaliknya, suatu negara akan mengimpor barang-barang yang biaya produksi dalam negerinya relatif lebih mahal dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri.

Menurut Gonarsyah (1987) beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional suatu negara dengan negara lain antara lain untuk memperluas pemasaran komoditas ekspor, memperbesar penerimaan bagi kegiatan pembangunan, adanya perbedaan biaya relatif, serta adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara. Perdagangan yang timbul antara dua negara karena adanya perbedaan di dalam penawaran maupun permintaan, dapat terjadi karena beberapa hal. Dari sisi penawaran, perdagangan terjadi karena adanya perbedaan di dalam jumlah dan kualitas faktor-faktor produksi, tingkat teknologi, dan faktor eksternalitas. Sedangkan perdagangan dari sisi permintaan diakibatkan karena adanya perbedaan pendapatan dan selera (Kindleberger 1978).

Pada Gambar 3 terlihat bahwa tanpa adanya perdagangan internasional, negara 1 akan melakukan produksi dan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif komoditas X sebesar P1, sedangkan negara 2 akan berproduksi dan

berkonsumsi di titik A’ berdasarkan harga relatif P3. Jika di negara 1 berdasarkan

harga relatif P2, maka akan terjadi kelebihan penawaran apabila dibandingkan

dengan tingkat permintaan untuk komoditas X sebesar BE. Kuantitas sebesar BE itulah yang merupakan kuantitas komoditas X yang akan diekspor oleh negara 1 pada harga relatif P2. Begitu halnya untuk negara 2 jika berdasarkan harga relatif

P2 akan terjadi kelebihan permintaan yang lebih besar dari penawarannya, yaitu

sebesar B’E’. Kelebihan itu sama artinya dengan kuantitas komoditas X yang akan diimpor oleh negara 2 berdasarkan harga relatif P2. Kuantitas impor

(29)

kuantitas ekspor komoditas X yang ditawarkan oleh negara 1 (sebesar BE). Hal tersebut diperlihatkan oleh perpotongan antara kurva Dw dan kurva Sw setelah

komoditas X diperdagangkan di antara kedua negara, yang ditunjukkan oleh titik E*. Maka P2

Gambar 3 Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional

Sumber: Salvatore (1997)

Dalam perdagangan internasional, daya saing yang dimiliki oleh suatu komoditas atau kemampuan suatu negara sangat terkait dengan keunggulannya dalam menghasilkan komoditas tersebut secara efisien dibanding negara lain. Daya saing merupakan kemampuan komoditas memasuki pasar internasional dan kemampuan untuk bertahan pada pasar internasional tersebut. Daya saing atas suatu komoditas sering diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan absolut, komparatif dan kompetitif.

Teori klasik muncul sebagai landasan yang kuat bagi perkembangan perdagangan internasional selanjutnya. Teori keunggulan absolut muncul dari teori klasik yang dikemukakan oleh Adam Smith, yang sering disebut sebagai teori murni perdagangan internasional karena berdasarkan pada variabel riil bukan variabel moneter. Dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi terhadap ekspor suatu jenis barang tertentu dimana negara tersebut memiliki keunggulan absolut (absolute advantage) dan tidak memproduksi atau melakukan impor jenis barang lain dimana negara tersebut tidak mempunyai keunggulan absolut (absolute disadventage) terhadap negara lain yang memproduksi barang sejenis.

adalah harga relatif ekuilibrium untuk komoditas X setelah perdagangan internasional berlangsung.

Kemunculan teori keunggulan komparatif dari J.S Mill dan David Ricardo dianggap sebagai kritik dan penyempurna teori keunggulan absolut dari Adam Smith yang menyatakan bahwa perdagangan internasional antar dua negara akan terjadi jika kedua negara itu memperoleh keuntungan perdagangan dari masing-masing keunggulan absolut yang mereka miliki. J.S Mill beranggapan bahwa suatu negara akan mengekspor barang tertentu bila negara tersebut memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) terbesar dan mengimpor barang bila negara tersebut memiliki kerugian komparatif (comparative disadvantage).

B internasional dalam komoditas X dengan adanya biaya transportasi

(30)

Hal ini sejalan dengan David Ricardo yang mengemukakan bahwa suatu negara akan mengekspor barang ketika tenaga kerja dapat memproduksi dengan relatif efisien dan mengimpor barang ketika tenaga kerjanya memproduksi barang relatif tidak efisien, dengan kata lain pola produksi negara ditentukan oleh keunggulan komparatif (Krugman dan Obstfeld 2006). Sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi komoditas jika dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa berlangsung, selama rasio harga antar negara masih berbeda jika dibandingkan tidak terjadi perdagangan (Kindleberger 1978).

Teori yang dikemukakan oleh David Ricardo disempurnakan oleh teori Hecksher–Ohlin. Teori ini memiliki kesimpulan yaitu bahwa perdagangan internasional cenderung untuk menyamakan tidak hanya harga barang-barang yang diperdagangkan saja, tetapi juga harga faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang tersebut. Suatu negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan akan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negaranya (Salvatore 1997).

Hecksher–Ohlin mengemukakan bahwa perdagangan internasional merupakan kelanjutan dari perdagangan antar daerah yang perbedaannya terletak pada jarak, sehingga tidak dapat mengabaikan biaya produksi. Perdagangan antar negara tidak didasarkan pada keuntungan tetapi atas dasar proporsi dan intensitas faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang tersebut. Teori yang juga disebut teori ketersediaan faktor ini didasari bahwa perdagangan internasional antara dua negara terjadi akibat opportunity cost yang berbeda antara kedua negara tersebut. Perbedaan opportunity cost tersebut dikarenakan adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi, misalnya tenaga kerja, modal, atau bahan baku yang dimiliki. Akibat factor endowment yang berbeda maka sesuai hukum pasar harga dari faktor-faktor produksi tersebut berbeda antar kedua negara tersebut. Selain itu, menurut teori ini suatu negara akan mengkhususkan dalam produksi dan ekspor barang-barang yang input atau faktor produksinya relatif banyak di negara tersebut, dan impor barang yang faktor produksinya tidak dimiliki atau terbatas di negara tersebut.

Dalam perdagangan internasional, terdapat berbagai macam kebijakan restriksi, diantaranya adalah tarif dan kuota. Tarif dapat digolongkan menjadi (1) bea ekspor, (2) bea transito, dan (3) bea impor. Sedangkan kuota dapat digolongkan menjadi kuota impor dan kuota ekspor. Kebijakan lain dalam perdagangan internasional adalah penetapan subsidi. Masing-masing kebijakan yang diterapkan pada suatu komoditas di suatu negara akan memberikan dampak pada kegiatan perdagangannya.

Penelitian ini membahas daya saing kakao Indonesia secara spesifik dengan mengukur keunggulan komparatifnya. Keunggulan komparatif perdagangan kakao Indonesia baik dalam bentuk biji maupun produk olahan diukur dengan

(31)

Aliran Perdagangan Komoditas

Pertama kali gravity model digunakan dalam analisis perdagangan internasional oleh Tinberger (1962) dan Ponyohen (1963) untuk menganalisis aliran perdagangan antara negara-negara Eropa. Menurut model ini, barang ekspor dari negara i ke negara j dijelaskan oleh ukuran ekonomi masing-masing negara (GDP), populasi masing-masing negara, dan jarak antar negara (Yamarik dan Gosh 2005).

Gravity model menyajikan suatu analisa yang lebih empiris dari pola perdagangan dibandingkan model yang lebih teoritis. Model ini pada bentuk dasarnya, menjelaskan perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya, seperti GDP dan populasi. Pada intinya, gravity model memprediksi bahwa perdagangan antara negara akan meningkat dengan GDP dan menurun dengan jarak antar negara. Terdapat alasan secara teoritis untuk memasukkan beberapa variabel ke dalam gravity model. Sebagai contoh, Frankel (1997) mendeskripsikan tiga jenis biaya transaksi yang dihadapi perusahaan antara lain pengapalan, waktu yang dibutuhkan dalam pengiriman komoditas, dan budaya yang berbeda. Faktor geografis seperti lokasi negara, batas negara yang sama, dan negara yang dikelilingi daratan mempengaruhi kedua jenis biaya transaksi yang pertama. Sementara itu, bahasa dan sejarah negara seperti kesamaan bahasa dan negara penjajah mempengaruhi jenis biaya transaksi yang ketiga. Lebih jauh lagi, Heckscher-Ohlin memprediksikan bahwa negara-negara dengan faktor penyokong (endowment factors) yang berbeda akan melakukan perdagangan lebih banyak antar negara, sedangkan Linder (1961) menghipotesiskan bahwa negara dengan tingkat perkembangan yang sama akan memiliki preferensi yang sama dan akan berdagang lebih sedikit dengan negara yang memiliki faktor penyokong yang berbeda.

Pada permulaan dirumuskannya gravity model, Tinbergen (1962) dan Pöyhönen (1963) merumuskan persamaan gravity model sebagai berikut:

dimana tradeij adalah nilai dari perdagangan antara negara i (negara asal)

dan j (negara tujuan), GDPi dan GDPj menunjukkan pendapatan nasional negara i

dan j. Distanceij

Gross Domestic Product (GDP) menyatakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional pada output barang dan jasa. GDP sebagai salah satu variabel utama dalam analisis aliran perdagangan gravity model menunjukkan besarnya kemampuan perekonomian suatu negara. Semakin besar GDP yang dihasilkan suatu negara semakin besar pula kemampuan negara tersebut untuk melakukan perdagangan internasional, karena pada saat pertumbuhan ekonomi suatu negara meningkat, pendapatan konsumen meningkat maka konsumen akan meningkatkan utilitasnya dalam bentuk membeli lebih banyak barang. Bagi negara eksportir, GDP yang semakin besar akan mempengaruhi volume ekspor komoditas negara tersebut. Dan bagi negara importir besarnya GDP juga akan mengukur jarak bilateral antara dua negara dan A adalah konstanta. Persamaan tersebut disebut gravity model inti.

Variabel Pembangun Gravity Model

(32)

mempengaruhi jumlah impor komoditas tersebut. Dalam hal ini GDP yang dimiliki negara produsen dan negara tujuan ekspor akan mempengaruhi volume perdagangan (Krugman dan Obstfeld 2006). Pada model gravity dasar, perdagangan internasional bergantung pada pengukuran GDP riil antar dua negara, namun Frankel dalam Yamarik dan Ghosh (2005) menjelaskan beberapa alasan mengapa perdagangan secara positif dapat dipengaruhi tingkat perkembangan negara, misalnya produk lokal dari luar negeri dapat menjadi barang superior dalam konsumsi. Untuk itu, salah satu pengukuran tingkat perkembangan negara dapat digunakan GDP riil per kapita. Menurut Roberts (2004), baik GDP maupun GDP per kapita akan memiliki koefisien yang positif dengan volume perdagangan karena berhubungan langsung dengan perdagangan, ukuran ekonomi, dan pendapatan.

2. Jarak Indonesia dengan Negara Tujuan

Jarak adalah faktor geografi yang menjadi variabel utama gravity model untuk aliran perdagangan. Jarak juga merupakan variabel asli yang berasal dari model gravitasi Newton. Dalam kaitannya dengan perdagangan, jarak memberikan pengaruh dalam masalah biaya angkut (transportasi) produk dari titik produksi ke titik konsumsi. Jarak yang digunakan dalam ekonometrik adalah jarak garis lurus yang ditarik antara dua titik latitude-longitude, karena pengukuran jarak yang lebih spesifik dengan menggunakan rute transportasi darat dan laut tidak memberikan perbedaan yang besar (Frankel 1997). Jarak yang semakin jauh akan menyebabkan biaya untuk melakukan impor menjadi relatif lebih mahal, mendorong importir untuk menurunkan impor, dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, hubungan antara jarak dan perdagangan menjadi negatif (Cadarajat dan Yanfitri 2007).

3. Nilai Tukar

Nilai tukar adalah harga/nilai suatu mata uang terhadap mata uang lainnya (Salvatore 1997). Apabila terjadi depresiasi mata uang domestik terhadap mata uang asing, maka harga barang-barang di dalam negeri menjadi relatif lebih murah daripada harga barang-barang luar negeri. Sehingga permintaan terhadap barang-barang dalam negeri menjadi meningkat sehingga ekspor meningkat sedangkan impor menurun, dan sebaliknya. Penelitian yang dilakukan oleh Baak (2004) menarik kesimpulan bahwa depresiasi nilai tukar memiliki dampak yang positif terhadap ekspor dan sebaliknya.

4. Dummy Bea Keluar Ekspor Biji Kakao

(33)

kakao, variabel bea keluar memiliki hubungan negatif terhadap volume perdagangan biji kakao namun sebaliknya pada perdagangan kakao olahan.

Data Panel

Data panel yaitu kombinasi dari data deret waktu (time series data) dan kerat lintang (cross sectional data) atau bisa disebut juga sebagai hasil observasi terhadap sekumpulan objek pada sepanjang kurun waktu tertentu. Latar belakang digunakannya data panel karena adanya kelemahan melalui pendekatan data time series dan cross section. Jika hanya menggunakan data cross section, yang diamati hanya pada satu titik waktu, maka perkembangan ekonomi suatu wilayah antar waktu tidak dapat dilihat. Di sisi lain, penggunaan model time series juga menimbulkan persoalan tersendiri melalui peubah-peubah yang diobservasi secara agregat dari satu unit individu sehingga mungkin memberikan hasil estimasi yang bias (Firdaus 2011).

Dengan menggabungkan data time series dan cross section, panel menyediakan data yang lebih banyak dan informasi yang lebih lengkap serta bervariasi. Dengan demikian akan dihasilkan degress of freedom (derajat bebas) yang lebih besar dan mampu meningkatkan presisi dari estimasi yang dilakukan (Baltagi 2005). Data panel mampu mengakomodasi tingkat heterogenitas individu-individu yang tidak diobservasi namun dapat mempengaruhi hasil dari permodelan (individual heterogeneity). Hal ini tidak dapat dilakukan oleh studi

time series maupun cross section sehingga dapat menyebabkan hasil yang diperoleh melalui kedua studi ini akan menjadi bias. Data panel juga dapat digunakan untuk mempelajari kedinamisan data. Artinya dapat digunakan untuk memperoleh informasi bagaimana kondisi individu-individu pada waktu tertentu dibandingkan pada kondisinya pada waktu yang lainnya. Selain itu data panel dapat mengidentifikasikan dan mengukur efek yang tidak dapat ditangkap oleh data cross section murni maupun data time series murni, memungkinkan untuk membangun dan menguji model yang bersifat lebih rumit, dan dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu karena unit observasi terlalu banyak.

Terdapat dua pendekatan yang umum diaplikasikan data panel, yaitu fixed effect model (FEM) dan random effect model (REM). Keduanya dibedakan berdasarkan pada asumsi ada atau tidaknya korelasi antara komponen error

dengan peubah bebas. Penggunaan pendekatan pooled least square tidak dibahas karena dirasakan kurang sesuai dengan tujuan digunakannya data panel (Firdaus 2011).

Fixed Effect Model (FEM)

Masalah terbesar dalam pendekatan OLS adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu yang kurang sesuai dengan tujuan penggunaan data panel. Untuk mengatasi hal tersebut maka dapat digunakan pendekatan fixed effect.

(34)

Yit = ∑αiDi + βXit + ɛ it

di mana : Yit = peubah terikat

Xit = peubah bebas

α = intersep model yang berubah-ubah antar unit cross section

β = slope

D = peubah dummy

i = individu ke-i; dan t=periode waktu ke-t

ɛ = error

Dari persamaan di atas, telah ditambahkan sebanyak N-1 peubah dummy ke dalam model, sehingga besarnya derajat kebebasan berkurang menjadi NT-N-K.

Random Effect Model (REM)

Keputusan untuk memasukkan peubah dummy ke dalam FEM akan menimbulkan konsekuensi tersendiri yaitu dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Untuk mengatasi masalah tersebut maka dapat digunakan REM.

Dalam model ini, parameter yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error, karena hal inilah model ini sering juga disebut sebagai error component model. Bentuk REM dapat dijelaskan dengan persamaan berikut:

Yit = α0 + βXit + ɛ it ɛ it = uit + vit + wit

di mana: uit – N(0,δu)2 = error component cross section

vit – N(0,δv)2 = error component time series

wit – N(0,δw)2

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan Indonesia, dengan volume produksi ke lima terbesar setelah kelapa sawit, karet, kelapa, dan tebu. Pengusahaan kakao di Indonesia tersebar hampir di setiap provinsi dengan sentra utama perkebunan kakao berada di Provinsi Sulawesi. Areal pertanaman yang luas ini diakibatkan dari peran kakao sebagai sumber pendapatan devisa, terbukti dari prestasi Indonesia sebagai produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Kontribusi produksi biji kakao Indonesia terhadap produksi kakao dunia sebesar 14.6 persen. Indonesia juga menjadi negara eksportir kakao terbesar ke tiga di dunia, yang menunjukkan bahwa Indonesia memiliki peran yang sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan kakao dunia. Kebutuhan kakao dunia pun semakin meningkat setiap tahunnya. Hal-hal tersebut merupakan peluang dan potensi bagi Indonesia untuk meningkatkan

= error component combination

Asumsi yang digunakan pada model ini adalah error secara individual tidak saling berkorelasi, begitu pula dengan error kombinasinya. Penggunaan pendekatan REM dapat menghemat derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti pada pendekatan FEM. Hal ini berimplikasi pada parameter hasil estimasi akan menjadi efisien. Semakin efisien maka model semakin baik.

(35)

perdagangan kakao Indonesia di pasar internasional sehingga dapat menambah devisa dan mengembangkan perekonomian Indonesia.

Secara keseluruhan, ekspor kakao Indonesia baik biji maupun olahan mengalami peningkatan namun ekspor biji kakao umumnya bermutu rendah dan tidak difermentasi sehingga harganya dikenakan automatic detention. Sedangkan ekspor kakao olahan dalam berbagai bentuk (pasta, butter, dan powder) juga mengalami peningkatan dengan persentase yang berbeda-beda. Perbedaan volume ekspor masing-masing produk dapat terjadi karena ada bentuk produk kakao yang olahan kurang berdaya saing di pasar internasional, mengingat industri hilir kakao di Indonesia yang belum optimal ditambah lagi dengan tingkat persaingan antar negara pengekspor kakao olahan yang menghasilkan kakao dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik. Selain itu, dengan munculnya Malaysia sebagai negara pengekspor kakao olahan yang potensial baru-baru ini, maka volume ekspor kakao Indonesia dapat menurun bahkan pangsa pasar Indonesia pun bisa direbut oleh negara eksportir lain. Untuk itu diperlukan suatu analisis untuk mengetahui daya saing kakao Indonesia di pasar internasional dan analisis perdagangannya dengan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume ekspor kakao Indonesia.

(36)

Gambar 4 Kerangka Pemikiran Operasional

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini berupa dugaan tanda koefisien variabel-variabel yang mempengaruhi aliran perdagangan kakao Indonesia. Berikut adalah hipotesis penelitian pada aliran perdagangan kakao Indonesia:

1. GDP riil Indonesia memiliki hubungan positif terhadap perdagangan kakao Indonesia

2. GDP riil negara tujuan ekspor memiliki hubungan positif terhadap perdagangan kakao Indonesia

3. Jarak ekonomi memiliki hubungan yang negatif terhadap perdagangan kakao Indonesia

4. Nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan memiliki hubungan positif terhadap perdagangan kakao Indonesia

5. Bea keluar ekspor biji kakao memiliki hubungan negatif terhadap perdagangan biji kakao Indonesia

6. Bea keluar biji kakao memiliki hubungan positif terhadap perdagangan kakao butter dan powder Indonesia.

Tantangan

• Persaingan Penguasaan Pasar • Tingginya Persaingan dengan Negara

Eksportir Lain Potensi

• Indonesia Produsen Kakao Terbesar Ketiga di Dunia

• Tingkat Konsumsi Kakao Indonesia dan Dunia Meningkat

Kebijakan Mendorong Perdagangan Kakao Biji dan Olahan Indonesia

- Nilai tukar rupiah - Bea keluar biji kakao - Nilai ekspor kakao dari Indonesia

(37)

4 METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini memerlukan data-data nasional maupun internasional. Data tersebut merupakan data sekunder yang berupa data panel, penggabungan antara data time series dan cross section. Kakao yang menjadi objek penelitian adalah kakao biji (Kode HS 1801), kakao butter (Kode HS 1804), dan kakao powder (Kode HS 1805). Untuk melihat daya saing kakao Indonesia dengan Revealed Comparative Advantage, data yang digunakan adalah data ekspor kakao biji, butter, dan powder pada empat produsen utama kakao lainnya di dunia selama 10 tahun terakhir, yaitu tahun 2003 – 2012. Negara yang menjadi objek penelitian dipilih berdasarkan dari rata-rata volume ekspor tertinggi selama lima tahun terakhir, dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Negara Produsen Kakao berdasarkan Rata-rata Volume Ekspor Tahun 2007 – 2011 (ton)

Komoditas Negara Volume

Biji Kakao (1801) Pantai Gading 873 729

Ghana 457 458

Indonesia 368 428

Nigeria 319 484

Kamerun 177 448

Kakao Butter (1804) Belanda 207 896

Malaysia 105 911

Perancis 78 682

Pantai Gading 61 405

Indonesia 55 512

Kakao Powder (1805) Belanda 237 113

Malaysia 105 328

Jerman 63 456

Spanyol 47 260

Perancis 46 010

Indonesia 34 024

Sumber: ITC (2012)

(38)

Tabel 4 Negara Utama Tujuan Ekspor Kakao Indonesia Berdasarkan Rata-rata Volume Ekspor Tahun 2008 – 2012 (Ton)

Komoditas Negara Volume

Biji Kakao (1801) Malaysia 166 570

AS 54 641

Kakao Butter (1804) AS 22 313

Perancis 8 864

Kakao Powder (1805) Filipina 5 446

China 5 113

Data yang digunakan dalam penelitian bersumber dari Kementerian Pertanian khususnya Direktorat Jenderal Perkebunan RI, Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Keuangan, International Cocoa Organization (ICCO),

International Trade Center (ITC), United Nations Commodity and Trade (UN Comtrade), Food and Agriculture Organization of The United Nations (FAO),

United States Department of Agriculture (USDA) serta jurnal dan literatur ilmiah lainnya untuk memperoleh berbagai teori, data, dan fakta ilmiah yang terkait dengan topik penelitian.

Teknik Pengolahan Data

(39)

dapat diketahui kondisi perdagangan kakao antar negara serta Indonesia dalam persaingan perdagangan kakao internasional. Setelah itu, dilakukan analisis daya saing untuk mengetahui tingkat keunggulan kakao Indonesia di pasar internasional melalui analisis Revealed Comparative Advantage (RCA). Dalam analisis ini, akan dibandingkan nilai RCA biji kakao dan produk kakao olahan Indonesia dengan empat negara produsen utama lainnya di pasar internasional, dan nilai RCA Indonesia di negara-negara tujuan ekspor. Kemudian nilai RCA yang diperoleh akan dimanfaatkan untuk melakukan analisis korelasi rank spearman untuk melihat tingkat persaingan antar negara eksportir kakao dunia.

Analisis perdagangan dilakukan dengan analisis data panel menggunakan gravity model. Melalui model tersebut akan diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perdagangan (volume ekspor) kakao Indonesia di pasar internasional. Variabel pada gravity model ini adalah GDP riil perkapita Indonesia, GDP riil perkapita negara importir, jarak ekonomi Indonesia dengan importir, nilai tukar Indonesia terhadap negara importir, dan dummy bea keluar biji kakao. Hasil estimasi gravity model akan menjadi input untuk melakukan perhitungan rasio potensi perdagangan untuk mengetahui potensi perdagangan kakao Indonesia di kesepuluh negara tujuan ekspor. Data diolah secara kuantitatif dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel, SPSS dan Eviews 6 yang kemudian hasil outputnya akan diinterpretasikan.

Analisis Daya Saing

1. Revealed Comparative Advantage (RCA)

Daya saing suatu komoditas ekspor suatu negara atau industri dapat dianalisis dengan berbagai macam metode atau diukur dengan sejumlah indikator. Salah satu diantaranya adalah Revealed Comparative Advantage (RCA) yang dikenalkan oleh Balassa tahun 1965, dengan mengukur pangsa pasar ekspor suatu negara dalam kelompok industri yang sama dengan negara eksportir lainnya, sehingga banyak digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif.

Metode Revealed Comparative Advantage (RCA) digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis daya saing dan keunggulan komparatif kakao Indonesia. Konsep dasar dari metode ini yaitu keunggulan komparatif yang dimiliki suatu wilayah sebenarnya ditunjukkan oleh perdagangan antar wilayah, sehingga keunggulan komparatif suatu negara direfleksikan dalam ekspornya. Alasan utama menggunakan pangsa ekspor relatif adalah mengingat bahwa data impor cenderung lebih bias karena pemerintah sering memberlakukan berbagai pengaturan untuk menekan impor, sehingga dari data ekspor yang lebih bersih dari berbagai distorsi maka keunggulan komparatif suatu komoditas dari waktu ke waktu dapat terlihat dengan jelas.

Metode RCA mengukur kinerja ekspor suatu komoditas dari suatu negara dengan mengevaluasi peranan ekspor komoditas tertentu dalam ekspor total suatu negara dibandingkan dengan pangsa komoditas tersebut dalam perdagangan dunia. Perumusan umum RCA adalah sebagai berikut:

dimana: Xij = nilai ekspor komoditas i dari negara j

(40)

Wi = nilai ekspor dunia komoditas i

Wt

1. Nilai RCA > 1, menunjukkan bahwa pangsa komoditas i di dalam ekspor total negara j lebih besar dari pangsa rata-rata dari komoditas yang bersangkutan dalam ekspor semua negara (dunia). Hal ini berarti negara j memiliki keunggulan komparatif (memiliki daya saing kuat) sehingga relatif lebih berspesialisasi di kelompok komoditas yang bersangkutan.

= nilai total ekspor dunia

Nilai indeks daya saing suatu komoditas dalam RCA memiliki dua kemungkinan, yaitu:

2. Nilai RCA < 1, menunjukkan bahwa pangsa komoditas i di dalam ekspor total negara j lebih kecil dari pangsa rata-rata dari komoditas yang bersangkutan dalam ekspor semua negara (dunia). Hal ini berarti negara j tidak memiliki keunggulan komparatif (memiliki daya saing lemah) sehingga tidak berspesialisasi di kelompok komoditas yang bersangkutan.

2. Uji Korelasi Rank Spearman

Korelasi rank spearman (rs) adalah metode korelasi nonparametrik yang

didesain untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel, dengan syarat kedua variabel tersebut minimal mencapai pengukuran ordinal. Adapun nilai rs

dirumuskan sebagai berikut (Lee et al. 2000):

di mana:

dengan, rs : koefisien korelasi

R(Xi) : peringkat untuk sampel Xi

R(Yi) : peringkat untuk sampel Yi

d : selisih antara Xi dan Yi

n : jumlah sampel

Xi : variabel independen berskala ordinal

Yi : variabel independen berskala ordinal

Nilai rs

1. Bila nilai | r

bisa bertanda positif maupun negatif, dan nilai mutlaknya maksimal 1 dan minimal 0. Nilai rs diinterpretasikan sebagai berikut (Firdaus et al. 2011):

s

2. Bila nilai | r

| = 0, maka kedua variabel tidak berkorelasi.

s | = 1, maka kedua variabel berkorelasi sempurna, semakin tinggi

nilai | rs

3. Tanda positif pada r

| maka semakin kuat hubungan kedua variabel.

s

4. Tanda negatif pada r

menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelasi searah, yakni bila variabel x semakin tinggi maka variabel y akan cenderung semakin tinggi, dan sebaliknya.

s menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelasi

Gambar

Gambar 1  Luas Areal Pertanaman Kakao Indonesia Tahun 1990 – 2010  Sumber: Ditjenbun (2011)
Tabel 1  Produksi Biji Kakao Dunia (000 ton)
Gambar 3  Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional
Gambar 4  Kerangka Pemikiran Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Manakah yang lebih besar pengaruhnya antara kegiatan outing class dengan kegiatan pembelajaran di dalam kelas dalam pendekatan sainstifik terhadap sikap ilmiah

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi korelasi Body Mass Index (BMI) dan Body Fat Percentage (BFP) terhadap kadar HsCRP pada wanita

Keberhasilan itu diperoleh atas peran serta aktif dari anggota PMR dalam mengikuti kegiatan disertai dengan kesungguhan pembina untuk melakukan pembinaan

Alhamdulillah segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT akhirnya skripsi Saya yang berjudul “Pengaruh Kualitas Layanan dan Kepuasan Terhadap Loyalitas Nasabah

Abstrak – - Penelitian ini mengkaji diagnosis kanker serviks berdasarkan karakteristik morfologi sel serviks. Algoritma yang dikembangkan meliputi beberapa langkah:

Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara media sosialisasi dan sikap WUS dengan perilaku deteksi dini kanker serviks, sehingga diperlukannya inovasi baru yang dapat

12.Sifat cermin datar adalah tegak, terbalik, diperbesar, nyata, maya, jarak benda kecermin sama dengan jarak bayangan kecermin.. Yang bukan sifat cermind datar

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mengenai Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam film &#34;Alangkah Lucunya (Negeri Ini)&#34; , maka dapat penulis simpulkan