• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Dan Tingkat Keberhasilan Perdagangan Indonesia Dalam Asean India Free Trade Agreement (Aifta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Dan Tingkat Keberhasilan Perdagangan Indonesia Dalam Asean India Free Trade Agreement (Aifta)"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH DAN TINGKAT KEBERHASILAN

PERDAGANGAN INDONESIA DALAM ASEAN-INDIA

FREE TRADE AGREEMENT

(AIFTA)

WINA ANDARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Pengaruh dan Tingkat Keberhasilan Perdagangan Indonesia dalam ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2017

(4)

WINA ANDARI. Analisis Pengaruh dan Tingkat Keberhasilan Perdagangan Indonesia dalam ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA). Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI dan EKA PUSPITAWATI.

Integrasi ekonomi terus berkembang dengan munculnya perjanjian perdagangan baik di tingkat bilateral, regional, maupun multilateral. Indonesia telah terlibat dalam berbagai perjanjian perdagangan bebas, salah satunya adalah ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA). AIFTA mulai diberlakukan pada tahun 2010. Implementasi AIFTA menimbulkan pro dan kontra terhadap keberlangsungan perekonomian nasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja perdagangan, pengaruh, serta tingkat keberhasilan perdagangan Indonesia dalam AIFTA. Metode yang digunakan yaitu Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), Intra Industry Trade (IIT) Index, fungsi permintaan ekspor, dan trade projection approach dengan periode penelitian tahun 2005 sampai 2014.

Perdagangan Indonesia di pasar AIFTA selama tahun 2005 hingga tahun 2014 menunjukkan kinerja yang baik. Hasil analisis RCA menunjukkan bahwa terdapat 269 komoditas ekspor Indonesia yang memiliki daya saing. Hasil analisis EPD menunjukkan 166 komoditas berada pada posisi pasar rising star dan 103 komoditas berada pada posisi lost opportunity. Hasil analisis IIT menunjukkan bahwa sebanyak 100 komoditas memiliki tingkat integrasi lemah, 79 komoditas memiliki tingkat integrasi sedang, 69 komoditas memiliki tingkat integrasi kuat, 20 komoditas memiliki tingkat integrasi sangat kuat, dan hanya satu komoditas yang tidak memiliki integrasi. Kinerja perdagangan Indonesia yang baik dapat menjadi potensi untuk memaksimalkan manfaat AIFTA ke depannya.

Estimasi pengaruh implementasi AIFTA dilakukan menggunakan fungsi permintaan ekspor. Komoditas yang diestimasi adalah lima komoditas pertanian dengan nilai RCA tertinggi dan terdapat India sebagai salah satu negara tujuan ekspornya. Lima komoditas tersebut adalah coconut (copra), palm kernel or babassu oil and fractions thereof, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1513), palm oil and its fractions, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1511), cocos beans, whole or broken, raw or roasted (HS 1801), toilet or facial tissue stock, towel or napkin stock and similar paper of a kind used for household or sanitary purposes (HS 4803), dan nutmeg, mace, and cardamoms (HS 0908).

(5)

pangsa pasar ekspor Indonesia. Selain itu, kontinuitas ekspor diperlukan untuk meningkatkan kinerja perdagangan Indonesia di pasar AIFTA. Pemantauan terhadap komitmen tarif AIFTA khususnya komoditas yang termasuk Special Products dan Exclusion List diperlukan agar tarif dapat segera diturunkan sehingga pemanfaatan AIFTA terhadap perdagangan Indonesia menjadi lebih maksimal.

Kata Kunci : ASEAN-India Free Trade Agreement, fungsi permintaan ekspor, kinerja perdagangan, tingkat keberhasilan

(6)

WINA ANDARI. Analysis of Impact and Success Level of Indonesian Trade on ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA). Supervised by RINA OKTAVIANI and EKA PUSPITAWATI.

Economic integration has been evolving since trade agreements have commonly been declared, either in bilateral, regional, or multilateral level. Indonesia has been involved in many free trade agreement, particularly ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA). AIFTA has been officially implemented in 2010. The implementation of AIFTA has risen pros and cons regarding the domestic economy. This research analyse trade performance, impact, and success level of Indonesian Trade on AIFTA. There are some methods used in this research, such as Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), Intra Industry Trade (IIT) Index, export demand function, and trade projection approach, from period 2005 to 2014.

Indonesian trade in AIFTA market during 2005 to 2014 shows a good performance. RCA analysis shows that there are 269 Indonesian competitive commodities in AIFTA market. EPD analysis shows that 166 commodities are in rising star position and 103 commodities are in lost opportunity position. IIT analysis shows that 100 commodities have weak integration level, 79 commodities have moderate integration level, 69 commodities have strong integration level, 20 commodities have very strong integration level, and only one commodity does not have integration. A good trade performance can be a potency to maximize benefits of AIFTA in the future.

Impact of AIFTA implementation is estimated using export demand function. This method estimates five agriculture commodities that have highest competitiveness in AIFTA market but include India as one of the export destination country. Those five commodities are coconut (copra), palm kernel or babassu oil and fractions thereof, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1513), palm oil and its fractions, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1511), cocoa beans, whole or broken, raw or roasted (HS 1801), toilet or facial tissue stock, towel or napkin stock and similar paper of a kind used for household or sanitary purposes (HS 4803), and nutmeg, mace, and cardamoms (HS 0908).

Impact of AIFTA implementation gives varying results for five Indonesian export commodities, that is positive significant effect, negative significant effect, and not significant effect. The various results are affected by tariff commitment differences in AIFTA framework that applied for each commodity. The trade projection approach shows that the average value of success ratio for those five export commodities are less than one but approximated one. It means Indonesia has succeed to take advantage from AIFTA but still not optimal. AIFTA framework can be utilized based on tariff commitment category, lower tariff will give higher benefit to Indonesian economy.

(7)

category, is needed to increase utilization of AIFTA towards Indonesian trade.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

ANALISIS PENGARUH DAN TINGKAT KEBERHASILAN

PERDAGANGAN INDONESIA DALAM ASEAN-INDIA

FREE TRADE AGREEMENT

(AIFTA)

WINA ANDARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul Analisis Pengaruh dan Tingkat Keberhasilan Perdagangan Indonesia dalam ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA). Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Eka Puspitawati, SP, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang selalu memberikan arahan, motivasi, dan ilmu yang bermanfaat kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Erwidodo, MS selaku penguji luar komisi dan Dr Tanti Novianti, SP, MSi selaku penguji komisi pendidikan yang telah memberikan banyak pelajaran dan masukan yang berharga terhadap penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Lukytawati Anggraeni, SP, MSi dan Dr Tony Irawan, SE, MAppEc selaku ketua dan sekretaris program studi S2 Ilmu Ekonomi atas arahan dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua Widodo dan Ratna Juita, serta kakak Judo Satria, Widita Arindi, dan Arindita Widasari yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Program Studi Ilmu Ekonomi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor tempat penulis menempuh pendidikan magister, sahabat-sahabat terdekat, teman-teman fasttrack Ilmu Ekonomi angkatan 3, dan teman-teman reguler Ilmu Ekonomi angkatan 9 atas segala dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2017

(13)

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 7

Tujuan Penelitian 9

Manfaat Penelitian 10

Ruang Lingkup Penelitian 10

2 TINJAUAN PUSTAKA 10

Teori Perdagangan Internasional 10

Teori Keseimbangan Umum 12

Teori Keunggulan Komparatif 15

Teori Perdagangan Baru 16

Teori Permintaan Ekspor 16

Integrasi Ekonomi 17

Liberalisasi Perdagangan 18

Penelitian Terdahulu 19

Kerangka Penelitian 22

Hipotesis Penelitian 23

3 METODE PENELITIAN 24

Jenis dan Sumber Data 24

Metode Analisis dan Pengolahan Data 24

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 32

Analisis Kinerja Perdagangan Indonesia di Pasar AIFTA 32 Analisis Pengaruh AIFTA terhadap Perdagangan Indonesia 37 Analisis Tingkat Keberhasilan Perdagangan Indonesia di Pasar

AIFTA

45

5 SIMPULAN DAN SARAN 49

Simpulan 49

Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 50

LAMPIRAN 53

(14)

1 Jadwal komitmen tarif AIFTA 2 2 Indeks Kinerja Logistik negara anggota AIFTA tahun 2010 dan

2014

8

3 Matriks posisi daya saing EPD 25

4 Klasifikasi Indeks IIT 27

5 Nilai rata-rata daya saing komoditas Indonesia di pasar AIFTA 33 6 Posisi daya saing komoditas Indonesia di pasar AIFTA 35 7 Tingkat integrasi komoditas Indonesia di pasar AIFTA 37 8 Data time series dan cross section pada estimasi fungsi permintaan

ekspor

38

9 Hasil estimasi faktor yang memengaruhi ekspor komoditas Indonesia di pasar AIFTA

39

10 Nilai rata-rata rasio keberhasilan komoditas ekspor Indonesia di pasar AIFTA

45

11 Nilai rasio keberhasilan komoditas HS 1513 di pasar AIFTA 46 12 Nilai rasio keberhasilan komoditas HS 1511 di pasar AIFTA 47 13 Nilai rasio keberhasilan komoditas HS 1801 di pasar AIFTA 47 14 Nilai rasio keberhasilan komoditas HS 4803 di pasar AIFTA 48 15 Nilai rasio keberhasilan komoditas HS 0908 di pasar AIFTA 49

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia, India, dan ASEAN tahun 2005-2014

4

2 Perkembangan nilai ekspor Indonesia berdasarkan negara tujuan tahun 2005-2014

5

3 Perkembangan nilai impor Indonesia berdasarkan negara asal tahun 2005-2014

6

4 Nilai neraca perdagangan Indonesia dengan negara anggota AIFTA tahun 2010-2014

9

5 Perdagangan internasional ditinjau dari analisis keseimbangan parsial

11

6 Perdagangan internasional ditinjau dari analisis keseimbangan umum

12

7 Dampak tarif pada analisis keseimbangan umum untuk kasus negara kecil

13

8 Dampak tarif pada analisis keseimbangan umum untuk kasus negara kecil

14

9 Kerangka penelitian 23

(15)

1 Hasil perhitungan Revealed Comparative Advantage, Export Product Dynamic, dan Intra Industry Trade Index

54

(16)
(17)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Liberalisasi perekonomian kini semakin terlihat dalam segala bidang khususnya di dunia internasional. Konsep ini cenderung memberikan kebebasan bagi seluruh pelaku ekonomi untuk dapat memperoleh akses yang lebih besar terhadap pelaku ekonomi lainnya. Salah satu turunan dari liberalisasi perekonomian adalah liberalisasi perdagangan. Kemunculan liberalisasi perdagangan ditandai dengan mulai terbentuknya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang kini perannya digantikan oleh World Trade Organisation (WTO) sejak tahun 1994. Tujuan liberalisasi perdagangan adalah untuk meningkatkan volume dan nilai perdagangan suatu negara sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya.

Liberalisasi perdagangan terus berkembang dengan munculnya perjanjian perdagangan baik di tingkat bilateral, regional, maupun multilateral. Hingga 1 Februari 2016, WTO telah menerima 625 notifikasi perjanjian perdagangan bebas dimana 419 diantaranya sudah berlaku. Menurut Baier dan Bergstrand (2001), perdagangan dunia dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu pertumbuhan pendapatan, penurunan hambatan perdagangan, dan penurunan biaya transportasi. Beberapa substansi yang secara umum menjadi cakupan dalam perjanjian perdagangan bebas antara lain perdagangan barang, perdagangan jasa, investasi, pergerakan tenaga kerja, peningkatan kapasitas, prosedur kepabeanan, hak atas kekayaan intelektual, dan lain sebagainya.

Indonesia sendiri terlibat dalam berbagai perjanjian perdagangan bebas, salah satunya adalah ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA). Hubungan kerjasama ASEAN dengan India secara resmi diawali dengan dilakukannya dialog sektoral pada tahun 1992 dan sejak itu terus berkembang. Ide untuk membentuk perdagangan bebas ASEAN-India pertama kali diusulkan oleh India yang diungkapkan dalam ASEAN Economic Ministers (AEM)-India Consultations yang pertama pada tahun 2002. ASEAN kemudian menyambut baik hal itu dan sepakat membentuk ASEAN-India Economic Linkages Task Force (ASEAN-India Task Force) yang bertugas untuk menindaklanjuti rekomendasi yang telah diberikan oleh ASEAN-India Joint Study dan membuat rancangan kerangka kesepakatan kerjasama ekonomi ASEAN-India.

(18)

Tabel 1 Jadwal komitmen tarif AIFTA

No. Komitmen Tarif Kategori Negara Jadwal

(19)

Setelah melalui pembahasan yang panjang, perundingan mengenai AIFTA selesai pada 28 Agustus 2008 dan kemudian ditandatangani pada 13 Agustus 2009 di Bangkok, Thailand. Sesuai dengan kesepakatan, perjanjian tersebut tidak serentak diterapkan oleh semua negara anggota ASEAN. Penerapan sejak 1 Januari 2010 dilakukan oleh Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, Singapura, dan India. Kemudian menyusul negara ASEAN lainnya sesuai kesiapan dan kesepakatan masing-masing negara. Modalitas yang disepakati bersama oleh ASEAN dan India adalah menjadwalkan penurunan dan penghapusan tarif terhadap 85% pos tarif atau 75% nilai impor yang tercakup dalam Normal Track (NT) dan 10% pos tarif dalam Sensitive Track (ST). Ketika terlaksana secara penuh, AIFTA akan menghilangkan tarif pada lebih dari 90% dari keseluruhan perdagangan atau sekitar 4000 produk antara ASEAN dan India. Kedua pihak sepakat untuk mengizinkan antara 7-9% produk dapat dikeluarkan dari komitmen pemotongan tarif.

Komitmen pengurangan dan penghapusan tarif antara negara ASEAN dan India dapat dilihat pada Tabel 1. Komitmen tersebut tidak dilakukan secara serentak di seluruh negara mengingat adanya perbedaan kesiapan dan kondisi perekonomian di masing-masing negara. AIFTA memiliki kerangka kerja yang lebih longgar dibandingkan perjanjian perdagangan lainnya yang diikuti Indonesia. Kedua pihak sepakat untuk meningkatkan komitmen liberalisasi melalui proses review setelah perjanjian diimplementasikan.

Kerangka kerja AIFTA membagi komitmen tarif ke dalam beberapa kategori. Pada normal track, tingkat tarif akan diturunkan hingga 0% secara terus-menerus sesuai jadwal yang berlaku atau dengan kata lain tarif tersebut akan dihilangkan. Pada sensitive track, tingkat tarif akan diturunkan hingga 5% secara terus-menerus sesuai jadwal yang berlaku. Pada special products dan highly sensitive lists, tingkat tarif akan diturunkan hingga tingkat yang telah ditentukan untuk masing-masing produk secara terus-menerus sesuai jadwal yang berlaku. Sedangkan pada exclusion list, tingkat tarif tidak diturunkan, namun setiap tahunnya akan dilakukan peninjauan kembali dengan tujuan meningkatkan akses pasar.

(20)

Sumber : World Bank (2016)

Gambar 1 Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia, India, dan ASEAN tahun 2005-2014

Gambar 1 menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, India, dan ASEAN pada periode tahun 2005 sampai 2014. Pertumbuhan tertinggi dicapai Indonesia pada tahun 2007 sebesar 6.35%, India pada tahun 2010 sebesar 10.26%, dan ASEAN juga pada tahun 2010 sebesar 8.04%. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode tersebut yaitu sebesar 5.72%, India sebesar 7.68%, dan ASEAN sebesar 5.13%. Dalam hal ini, India memiliki kinerja perekonomian yang lebih baik daripada Indonesia dan ASEAN, namun demikian pertumbuhan perekonomian Indonesia relatif lebih stabil dibandingkan India dan ASEAN.

ASEAN yang merupakan sebuah organisasi geo-politik dan ekonomi terdiri dari sepuluh negara di kawasan Asia Tenggara. Fluktuasi ekonomi yang terjadi di ASEAN cenderung diakibatkan oleh bervariasinya kekuatan ekonomi pada masing-masing negara anggota ASEAN. Kekuatan ekonomi dapat dilihat dari pendapatan nasional serta surplus perdagangan. Negara ASEAN yang perekonomiannya tergolong kuat antara lain Singapura dan Malaysia, sedangkan yang perekonomiannya tergolong lemah antara lain Kamboja dan Laos.

Sebagai salah satu mitra utama ASEAN, India memiliki potensi perekonomiannya yang baik. India merupakan sebuah negara di Asia Selatan yang memiliki jumlah penduduk lebih dari satu miliar jiwa dan merupakan negara terbesar ketujuh berdasarkan ukuran wilayah geografis. Pada tahun 2014 India menempati posisi kedelapan PDB terbesar di dunia. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 7.68% selama sepuluh tahun terakhir, menjadikan India sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan tercepat menyaingi Cina.

Pesatnya pertumbuhan ekonomi India dimulai pada tahun 1997 yang menunjukkan peningkatan pertumbuhan ekonomi serta penurunan angka kemiskinan. Faktor-faktor yang mendorong hal tersebut antara lain berkembangnya teknologi dan infrastruktur di India. Perekonomian India yang terus berkembang dapat dilihat dengan meningkatnya nilai total perdagangan bilateral antara India dan Amerika Serikat hingga mencapai angka 50 milyar dolar AS di tahun 2008. Selain itu, peningkatan kinerja sektor industri serta pariwisata juga sangat membantu dalam modernisasi perekonomian di India.

0.00

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(21)

Perekonomian India dulunya banyak bergantung pada sektor pertanian, namun kini India telah mengalami industrialisasi sehingga perekonomiannya lebih bergantung pada sektor industri. Industri penting di India antara lain pertambangan, perminyakan, perangkat lunak, tekstil, teknologi informasi, otomotif, film, dan kerajinan tangan. Seiring berkembangnya teknologi, kini India muncul sebagai salah satu pemain besar dalam industri perangkat lunak dan otomotif di pasar dunia.

Perekonomian India yang tumbuh dengan cepat dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke negara tersebut, terlebih penurunan hambatan perdagangan melalui perjanjian perdagangan juga memperluas pasar ekspor Indonesia ke India. Sejak beberapa tahun terakhir, India telah menempati posisi keempat negara tujuan ekspor Indonesia (Kemendag 2016). Selain dengan Indonesia, perdagangan India dengan ASEAN juga terkonsentrasi di Malaysia, Singapura, dan Thailand. Keempat negara tersebut merupakan pangsa pasar terbesar untuk ekspor India di kawasan ASEAN serta sumber terbesar untuk impor India dari kawasan ASEAN (Sikdar & Nag 2011).

Sumber : World Bank (2016)

Gambar 2 Perkembangan nilai ekspor Indonesia berdasarkan negara tujuan tahun 2005-2014

Perkembangan ekspor Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2. Presentase ekspor Indonesia ke India dan ASEAN terus meningkat selama sepuluh tahun terakhir. Sebaliknya presentase ekspor Indonesia ke negara non tradisional, yaitu negara-negara selain India dan ASEAN, terus menurun. Ekspor Indonesia ke India tertinggi dicapai pada tahun 2011 yaitu sebesar 13 milyar dolar AS atau sebesar 6.5% dari total ekspor Indonesia. Ekspor Indonesia ke ASEAN tertinggi juga dicapai pada tahun 2011 yaitu sebesar 42 milyar dolar AS atau sebesar 20.6% dari total ekspor Indonesia. Rata-rata pertumbuhan ekspor Indonesia ke India selama periode tahun 2005 hingga 2014 adalah sebesar 19.12% sedangkan ke ASEAN sebesar 11.75%. Meskipun terjadi fluktuasi perdagangan antara Indonesia dengan India dan ASEAN, namun hal ini masih dianggap wajar karena penurunan dan peningkatan yang terjadi dalam jumlah yang sedikit.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

E

sk

po

r

Tahun

(22)

Sumber : World Bank (2016)

Gambar 3 Perkembangan nilai impor Indonesia berdasarkan negara asal tahun 2005-2014

Perkembangan impor Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3. Presentase impor Indonesia dari India dan ASEAN berfluktuasi dengen kecenderungan menurun selama sepuluh tahun terakhir. Sebaliknya presentase impor Indonesia dari negara non tradisional, yaitu negara-negara selain India dan ASEAN, cenderung meningkat. Impor Indonesia dari India tertinggi dicapai pada tahun 2011 yaitu sebesar 4 milyar dolar AS atau sebesar 2.4% dari total impor Indonesia. Impor Indonesia dari ASEAN tertinggi dicapai pada tahun 2013 yaitu sebesar 53 milyar dolar AS atau sebesar 28.8% dari total impor Indonesia. Rata-rata pertumbuhan impor Indonesia dari India selama periode tahun 2005 hingga 2014 adalah sebesar 19.59% sedangkan dari ASEAN sebesar 16.42%. Jika dibandingkan, rata pertumbuhan impor Indonesia masih berada di atas rata-rata pertumbuhan ekspor Indonesia baik dalam perdagangan dengan India maupun ASEAN.

Karakteristik Indonesia dan India memiliki banyak kesamaan. Berdasarkan klasifikasi World Bank, India termasuk ke dalam negara dengan pendapatan menengah ke bawah, sama halnya dengan Indonesia. Keduanya pun merupakan negara dengan populasi terbanyak dimana India menempati posisi kedua dan Indonesia menempati posisi keempat. Selain itu, India dan Indonesia termasuk ke dalam kelompok negara industri baru. Negara industri baru atau newly industrialized countries merupakan klasifikasi sosial ekonomi bagi kelompok negara berkembang yang tingkat pembangunan atau kemajuan industrinya sudah mendekati negara-negara industri maju. Kesamaan karakteristik tersebut diharapkan dapat memperkuat kerjasama Indonesia dan India dalam kerangka AIFTA.

Munculnya berbagai perjanjian perdagangan yang melibatkan Indonesia seperti AIFTA menimbulkan pro dan kontra terhadap keberlangsungan perekonomian nasional. Dengan diturunkannya hambatan perdagangan antar negara yang bersepakat, hal ini akan menimbulkan dua pilihan bagi Indonesia, yaitu mampu memanfaatkan perjanjian tersebut untuk memperluas pangsa pasar atau tidak mampu memanfaatkan perjanjian tersebut sehingga Indonesia hanya dijadikan sebagai pasar. Implementasi AIFTA tentunya akan memengaruhi

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Im

po

r

Tahun

(23)

perdagangan Indonesia, India, dan negara ASEAN lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, hal ini dapat berpengaruh pada keseimbangan perekonomian nasional di masing-masing negara khususnya di Indonesia.

Perumusan Masalah

Perjanjian perdagangan sebagai langkah nyata dari globalisasi ekonomi memiliki dampak positif maupun negatif terhadap setiap negara yang mengikutinya. Dampak positif yang dapat terjadi antara lain meningkatkan investasi, meningkatkan devisa, memperluas lapangan kerja, meningkatkan daya saing, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, memperluas diversifikasi produk, dan memperbaiki neraca perdagangan. Sedangkan dampak negatif yang dapat terjadi antara lain menciptakan ketergantungan dengan pihak asing maupun produk asing, terpengaruhnya perekonomian nasioanl oleh situasi dunia, terpengaruhnya kebijakan pembangunan nasional, terbentuknya proteksi non tarif, dan eksploitasi sumber daya (Oktaviani et al. 2014).

Khor (2002) berpendapat bahwa globalisasi ekonomi memengaruhi berbagai kelompok negara secara berbeda. Secara umum, dampak dari proses ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok negara. Kelompok pertama adalah sejumlah kecil negara yang mempelopori atau terlibat secara penuh dalam proses globalisasi ekonomi serta mengalami pertumbuhan dan perluasan kegiatan ekonomi secara pesat, yaitu negara maju. Kelompok kedua adalah negara-negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang sedang dan fluktuatif, yaitu negara-negara yang berusaha menyesuaikan diri dengan kerangka globalisasi ekonomi atau liberalisasi perdagangan dan investasi seperti negara-negara industri baru. Kelompok ketiga adalah negara-negara yang termarjinalisasikan atau yang sangat dirugikan karena ketidakmampuan mengatasi tantangan-tantangan yang muncul dari proses globalisasi ekonomi, kelompok ini didominasi oleh negara berkembang.

Kerangka kerja AIFTA tentunya akan memengaruhi perekonomian Indonesia maupun negara-negara lainnya yang ikut berpartisipasi. Menurut Asher et al. (2001), terdapat beberapa faktor yang berkontribusi untuk membawa kondisi ekonomi dan politik antara ASEAN dan India ke arah yang lebih baik. Faktor-faktor tersebut adalah lingkungan keamanan dan politik, globalisasi dan perubahan teknologi, serta kelembagaan. Potensi lainnya yang dimiliki AIFTA adalah negara anggota memiliki pangsa pasar yang besar serta pertumbuhan ekonomi dan aliran modal yang tinggi.

Perjanjian perdagangan yang terus berkembang menghasilkan suatu era baru dimana batasan antar negara semakin menipis. Dengan demikian, setiap negara dapat saling berinteraksi dengan mudahnya. Negara anggota ASEAN dan India sepakat untuk mengurangi hambatan perdagangan dengan membentuk AIFTA. Hal ini menandakan jalur-jalur perdagangan antar negara yang bersangkutan semakin terbuka lebar. Salah satu hal penting dalam aktivitas perdagangan adalah fasilitas perdagangan.

(24)

pelayanan logistik, kemampuan melacak pengiriman, serta ketepatan waktu pengiriman. Rentang nilai indeks ini antara 1 dan 5 dimana 1 menunjukkan kinerja terburuk dan 5 menunjukkan kinerja terbaik. Indeks Kinerja Logistik negara anggota AIFTA dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Indeks Kinerja Logistik negara anggota AIFTA tahun 2010 dan 2014

No. Negara Indeks Kinerja Logistik (1-5)

2010 2014

Berdasarkan Tabel 2, Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami peningkatan Indeks Kinerja Logistik selain Kamboja, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Indonesia mendapatkan nilai sebesar 2.76 pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 3.08 pada tahun 2014. Di antara negara anggota AIFTA, negara yang unggul dalam fasilitas perdagangan adalah Singapura dan Malaysia. Sedangkan Kamboja, Laos, dan Myanmar merupakan negara yang masih lemah dalam hal fasilitas perdagangan. Fasilitas perdagangan menjadi suatu hal yang penting dalam melakukan kegiatan ekspor impor antar negara. Adanya peningkatan Indeks Kinerja Logistik sejak diberlakukannya AIFTA pada tahun 2010 hingga sekarang diharapkan dapat memperlancar kegiatan perdagangan yang dilakukan Indonesia dengan negara anggota AIFTA lainnya.

Salah satu tujuan utama dari dibentuknya perjanjian perdagangan adalah memperbaiki neraca perdagangan. Dengan adanya penurunan tarif antar negara yang bersepakat, diharapkan pangsa pasar ekspor semakin meningkat. Nilai neraca perdagangan Indonesia dengan negara anggota AIFTA pada tahun 2010 dan 2014 dapat dilihat pada Gambar 4.

(25)

Sumber : World Bank (2016)

Gambar 4 Nilai neraca perdagangan Indonesia dengan negara anggota AIFTA tahun 2010 dan 2014

Defisit neraca perdagangan yang dialami Indonesia setelah diberlakukannya AIFTA tidak sesuai dengan teori maupun literatur yang ada. Menurut Salvatore (1996), integrasi ekonomi akan membuka akses perdagangan seluas mungkin antara satu negara dan lainnya. Selain itu, penelitian yang dilakukan Sikdar dan Nag (2011) menyatakan bahwa AIFTA akan memberikan keuntungan kesejahteraan positif untuk sebagian besar negara-negara ASEAN karena adanya peningkatan perdagangan.

Literatur lain menunjukkan hasil yang sama. Penelitian yang dilakukan Ahmed (2010) menyatakan bahwa baik India maupun ASEAN akan mencapai keuntungan dalam hal kesejahteraan setelah diberlakukannya AIFTA. Penurunan tarif menyebabkan pangsa pasar negara ASEAN di India meningkat secara signifikan khususnya untuk produk pertanian (Francis 2011). Namun demikian, AIFTA juga dapat berdampak negatif. Penelitian yang dilakukan Lestari dan Mahyudin (2015) menunjukkan bahwa AIFTA berpotensi menyebabkan distorsi terhadap industri lokal, sumber daya manusia, serta kebijakan pemerintah di Indonesia.

Penelitian terdahulu yang telah dilakukan terkait AIFTA lebih banyak melihat pengaruhnya pada perekonomian India. Maka dari itu, diperlukan penelitian yang melihat pengaruh AIFTA terhadap perekonomian Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kinerja perdagangan Indonesia di pasar AIFTA?

2. Bagaimana pengaruh implementasi AIFTA terhadap perdagangan Indonesia?

3. Sejauh mana tingkat keberhasilan perdagangan Indonesia di pasar AIFTA?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

IND BRN KHM LAO MMR MYS PHL SGP THA VNM

Nila

Negara mitra Indonesia di AIFTA

(26)

1. Menganalisis kinerja perdagangan Indonesia di pasar AIFTA.

2. Menganalisis pengaruh implementasi AIFTA terhadap perdagangan Indonesia.

3. Menganalisis tingkat keberhasilan perdagangan Indonesia di pasar AIFTA.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ke berbagai pihak antara lain:

1. Bagi pelaku ekonomi, penelitian ini mampu memberikan informasi dan saran yang dapat meningkatkan manfaat perjanjian perdagangan bebas di Indonesia khususnya AIFTA.

2. Bagi pemerintah, penelitian ini mampu memberikan informasi dan saran dalam menyusun kebijakan untuk peningkatan manfaat perjanjian perdagangan bebas di Indonesia khususnya AIFTA.

3. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan terkait perdagangan internasional yang diikuti Indonesia serta mengaplikasikan teori yang telah dipelajari.

4. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi referensi penelitian mengenai perjanjian perdagangan bebas khususnya AIFTA.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas pengaruh salah satu perjanjian perdagangan bebas yang diikuti Indonesia yaitu AIFTA. Analisis mengenai kinerja perdagangan Indonesia dilakukan untuk mengidentifikasi komoditas-komoditas yang berpotensi dalam kerangka AIFTA. Analisis tersebut dilakukan melalui beberapa perhitungan nilai perdagangan Indonesia dengan negara anggota AIFTA. Adapun analisis mengenai pengaruh AIFTA terhadap perdagangan Indonesia serta tingkat keberhasilan perdagangan Indonesia di pasar AIFTA dilakukan untuk meningkatkan manfaat AIFTA bagi Indonesia. Analisis ini mengacu pada diberlakukannya perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dan India pada tahun 2010. Ruang lingkup penelitian ini adalah antara Indonesia dengan negara-negara anggota AIFTA yaitu Brunei, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, dan India. Analisis pada penelitian ini menggunakan komoditas dengan kode HS empat digit dengan periode analisis tahun 2005 sampai 2014. Alat analisis yang digunakan adalah Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), Intra Industry Trade (IIT) Index, fungsi permintaan ekspor, serta trade projection approach.

TINJAUAN PUSTAKA Teori Perdagangan Internasional

(27)

Px/Py Px/Py Px/Py

SB

PB

SA

Sw

E* Pw

Ekspor

Impor PA

DB

Dw

QB

Qw

QA

X X

X DA

internasional terjadi karena adanya interaksi antara permintaan dan penawaran yang bersaing. Permintaan dan penawaran yang terjadi merupakan hasil interaksi dari kemungkinan produksi dan preferensi konsumen. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari keuntungan. Selain motif mencari keuntungan, alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah karena negara-negara yang berdagang berbeda satu sama lain dan bertujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale) (Krugman & Obstfeld 2003). Menurut Salvatore (1996), model perdagangan standar harus dilandaskan pada empat hubungan inti, yaitu :

1. Hubungan antara batas-batas kemungkinan produksi dengan kurva penawaran relatif.

2. Hubungan antara harga-harga relatif dengan tingkat permintaan.

3. Penentuan keseimbangan dunia dengan penawaran relatif dunia dan permintaan relatif dunia.

4. Dampak-dampak atau pengaruh nilai tukar perdagangan (terms of trade) terhadap kesejahteraan suatu negara.

Volume ekspor suatu komoditas dari negara tertentu ke negara lain merupakan selisih antara penawaran domestik dan permintaan domestik yang disebut sebagai kelebihan penawaran (excess supply). Di sisi lain, kelebihan penawaran dari negara tersebut merupakan permintaan impor bagi negara lain atau disebut sebagai kelebihan permintaan (excess demand). Selain dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran domestik, ekspor juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pasar dunia seperti harga komoditas itu sendiri, jumlah komoditas itu sendiri, dan komoditas substitusinya di pasar internasional, serta hal-hal yang dapat memengaruhi harga baik secara langsung maupun tidak langsung (Salvatore 1996).

Negara A Perdagangan Internasional Negara B

Sumber : Salvatore (1996)

Gambar 5 Perdagangan internasional ditinjau dari analisis keseimbangan parsial

Gambar 5 menjelaskan bahwa sebelum terjadi perdagangan internasional, negara A memiliki harga domestik lebih rendah (PA) dibandingkan dengan harga

domestik di negara B (PB). Hal ini dikarenakan produksi di negara A lebih besar

(28)

E’

E*

E 1

2

PB = PB’ = 1

PB = 1

PB’ = 1

III

III’

Negara 1

Negara 2

80 60 40 20 20 40 80 120 140 20

40

60

80 20 40

120

100

X

Y

Y

X

terjadinya perdagangan internasional antar kedua negara. Hal ini menyebabkan harga yang berlaku di perdagangan internasional berada di antara PA dan PB yaitu

PW. Dengan adanya perdagangan internasional maka akan memberikan

kesempatan negara A untuk melakukan ekspor dan negara B untuk melakukan impor. Selanjutnya keseimbangan di pasar internasional akan terjadi di titik E*.

Teori Keseimbangan Umum

Teori keseimbangan umum pertama kali dikembangkan oleh Leon Walras pada abad ke-19. Walras menyusun model keseimbangan pasar kompetitif pada sebuah sistem ekonomi pertukaran (exchange economy) dimana tidak terdapat kegiatan produksi. Dengan demikian, semua agen ekonomi adalah para konsumen sehingga aggregate supply sama dengan aggegrate demand yang dimiliki konsumen. Pada pendekatan keseimbangan umum, perubahan dalam suatu pasar akan berakibat perubahan pula di pasar lainnya. Pendekatan ini memperlakukan pasar sebagai suatu sistem. Secara sederhana, teori keseimbangan umum dapat dijelaskan dengan menggunakan model ekonomi dua pasar (Salvatore 1996). Analisis keseimbangan umum sudah memperhatikan dampak pemberlakuan tarif suatu komoditas terhadap komoditas lain, serta reaksi konsumen karena perbedaan harga relatif terhadap perubahan kombinasi konsumsi (Oktaviani et al. 2014).

Sumber : Salvatore (1996)

Gambar 6 Perdagangan internasional ditinjau dari analisis keseimbangan umum

(29)

QF,DF

QM,DM

Q2

Q1 D2

D1

slope = -P*M/P*F

slope = -P*M/P*F(1+t)

Gambar 6 menunjukkan bahwa setelah perdagangan berlangsung, Negara 1 akan memproduksi 130X dan 20Y (titik E yang identik dengan titik E*). Negara tersebut akan mengkonsumsi 70X dan 80Y (titik E ditarik dari pusat sumbu atau 0), sedangkan 60X dan 60Y sisanya akan diperdagangkan dengan Negara 2. Sementara itu, Negara 2 memproduksi 40X dan 120Y (titik E’ yang identik dengan titik E*). Negara 2 mengkonsumsi 100X dan 60Y (titik E’ ditarik dari pusat sumbu atau 0), sementara sisanya akan diperdagangkan dengan Negara 1.

Perdagangan internasional akan berada dalam kondisi ekuilibrium bila kedua negara saling mempertukarkan 60X dan 60Y berdasarkan harga relatif PB=1 yang ditunjukkan oleh titik perpotongan antara kurva tawar menawar

Negara 1 dan Negara 2 (titik E*). Harga relatif komoditas dalam kondisi keseimbangan tersebut adalah PB=1. Harga relatif berlaku dalam transaksi

domestik di masing-masing negara. Dengan demikian, produsen, konsumen, dan pedagang di kedua negara akan melakukan transaksi atas dasar harga relatif yang sama. Titik E milik Negara 1 yang terletak pada kurva indiferen III mengukur jumlah tingkat konsumsi negara tersebut diukur dari pusat sumbu atau titik 0, sementara itu titik E yang sama mengukur jumlah produksi barang X dan Y Negara 1 ditarik dari titik E’ .

Secara teori, perdagangan bebas akan memberikan manfaat yang maksimal bagi kedua negara. Namun pada kenyataannya masih terjadi distorsi pasar sebagai akibat adanya campur tangan atau intervensi pemerintah. Bentuk intervensi pemerintah yang sering dilakukan yaitu pengenaan tarif. Tarif merupakan pajak atau bea yang dikenakan terhadap suatu produk yang masuk atau keluar dari suatu negara. Dampak pemberlakuan tarif bisa berbeda antar negara. Pada negara-negara kecil yang tidak mampu memengaruhi harga dunia, penerapan tarif hanya akan mengubah harga di negara tersebut sementara harga dunia tidak mengalami perubahan. Sebaliknya, pada kasus negara besar, penerapan tarif akan mampu memengaruhi harga dunia.

Sumber : Krugman dan Obstfeld (2003)

Gambar 7 Dampak tarif pada analisis keseimbangan umum untuk kasus negara kecil

(30)

1

2 3

F M1

M2

O

slope = (P*M/P*F)1

slope = (P*M/P*F)2

DF-QF,Q*F-D*F

QM-DM,D*M-Q*M

pada harga dunia yang telah ditentukan (P*M) dan membeli produk makanan pada

harga dunia yang telah ditentukan pula (P*F). Sebelum diberlakukannya tarif,

perekonomian memproduksi pada titik Q1 dan mengkonsumsi pada titik D1 dimana kurva kemungkinan produksi bersinggungan dengan garis anggaran.

Ketika pemerintah memberlakukan tarif sebesar t pada produk makanan, harga domestik akan meningkat menjadi –P*M/P*F(1+t) dan kemiringan harga

relatif menjadi lebih landai. Menurunnya harga relatif manufaktur menyebabkan output manufaktur menurun, sementara output makanan meningkat. Pergeseran pada produksi ditunjukkan oleh pergerakan titik Q1 menjadi Q2. Dari sisi konsumen, tarif menyebabkan konsumsi makanan menurun dan konsumsi manufaktur meningkat. Pergeseran pada konsumsi ditunjukkan oleh pergerakan titik D1 menjadi D2 yang terletak pada garis anggaran baru, tetapi pada kurva indiferen yang bersinggungan dengan slope yang sama yang melewati titik produksi Q2.

Berdasarkan penjelasan tersebut, pemberlakuan tarif menyebabkan kesejahteraan negara kecil berkurang. Hal ini disebabkan produsen tidak lagi memproduksi pada titik yang memaksimalkan nilai pendapatan pada harga dunia dan konsumen tidak lagi memilih titik yang memaksimalkan kesejahteraan pada garis anggaran. Pemberlakuan tarif juga menyebabkan perdagangan antar negara berkurang.

Sumber : Krugman dan Obstfeld (2003)

Gambar 8 Dampak tarif pada analisis keseimbangan umum untuk kasus negara besar

Selanjutnya, dampak pemberlakuan tarif pada negara besar dapat dilihat pada Gambar 8. Diasumsikan terdapat dua negara, yaitu Negara A yang mengekspor produk manufaktur dan mengimpor produk makanan dan Negara B yang merupakan mitra dagangnya. Kurva penawaran Negara B diwakili oleh OF. Kurva penawaran Negara A sebelum diberlakukannya tarif diwakili oleh OM1. Keseimbangan perdagangan bebas ditentukan oleh perpotongan OF dan OM1 (titik 1) dengan harga relatif manufaktur di pasar dunia (P*M/P*F)1.

(31)

trade. Keseimbangan baru terjadi di titik 3 dengan harga relatif manufaktur (P*M/P*F)2 > (P*M/P*F)1. Dengan demikian, tarif memperbaiki terms of trade.

Namun pemberlakuan tarif berdampak ambigu pada kesejahteraan Negara A. Di satu sisi, jika kondisi perdagangan tidak membaik, tarif akan mengurangi kesejahteraan. Di sisi lain, peningkatan terms of trade cenderung meningkat kesejahteraan.

Teori Keunggulan Komparatif

Hukum keunggulan komparatif (The Law of Comparative Advantage) yang dipopulerkan oleh David Ricardo pada tahun 1817 menyatakan bahwa meskipun suatu negara kurang memiliki keunggulan absolut terhadap negara lain dalam memproduksi kedua komoditas, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara yang kurang memiliki keunggulan absolut harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi serta mengekspor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih kecil dan mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih besar (Salvatore 1996).

David Ricardo juga menjelaskan bahwa keunggulan komparatif memiliki sifat yang dinamis, sehingga suatu negara yang memiliki keunggulan komparatif pada komoditas tertentu diharuskan mampu mempertahankan dan bersaing dengan negara lain. Keunggulan atas dasar efisiensi membuat sebuah negara memiliki keunggulan komparatif (Krugman & Obstfeld 2003). Hukum keunggulan komparatif David Ricardo didasarkan pada sejumlah asumsi sederhana, yaitu :

1. Hanya terdapat dua negara dan dua komoditas. 2. Perdagangan bersifat bebas.

3. Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara.

4. Biaya produksi konstan.

5. Tidak terdapat biaya transportasi. 6. Tidak ada perubahan teknologi. 7. Menggunakan teori nilai tenaga kerja.

(32)

Teori Perdagangan Baru

Teori perdagangan baru (new trade theory) yang muncul sejak tahun 1980-an merupak1980-an suatu model y1980-ang berusaha mengatasi kekur1980-ang1980-an dari teori perdagangan standar dengan mengaitkan beberapa realitas perdagangan melalui cara yang lebih kompleks yaitu dengan memasukkan berbagai faktor yang lebih lengkap. Teori perdagangan baru menggabungkan empat inovasi dalam ekonomi neoklasik, yaitu pasar yang tidak sempurna, perilaku strategis dan ekonomi industri baru, teori pertumbuhan baru, serta argumen ekonomi politik (Deraniyagala & Fine 2001).

Bentuk perdagangan yang termasuk dalam teori perdagangan baru adalah perdagangan intra industri (intra-industry trade), yaitu perdagangan di dalam industri yang sama. Kini perdagangan internasional antara dua negara tidak hanya diakibatkan oleh perbedaan antara kedua negara tersebut. Perdagangan dua negara tidak lagi sebatas perdagangan komoditas yang berbeda. Suatu negara dapat mengekspor barang tertentu dan sekaligus mengimpor barang yang sama.

Apabila teori perdagangan neoklasik menyatakan penyebab timbulnya perdagangan karena adanya spesialisasi yang didasarkan perbedaan ketersediaan faktor produksi dan teknologi (keunggulan komparatif), maka dalam teori perdagangan baru seperti perdagangan intra industri, perdagangan tetap terjadi antarnegara yang memiliki keunggulan komparatif yang relatif sama. Perdagangan intra industri lebih didasarkan pada diferensiasi produk dan economies of scale serta mencakup perdagangan dua arah dalam industri yang sama (Firdaus 2011a).

Menurut Krugman dan Obstfeld (2003), perdagangan intra industri menghasilkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan keunggulan komparatif. Hal ini akan terjadi 1) ketika negara-negara memiliki kesamaan faktor penawaran relatif sehingga tidak ada perdagangan antar industri (inter-industry trade) dan 2) ketika skala ekonomi dan diferensiasi produk menjadi penting sehingga keuntungan dari skala yang lebih besar dan pilihan yang meningkat menjadi lebih besar. Pada kondisi ini, dampak distribusi pendapatan terhadap perdagangan akan menjadi kecil dan akan terdapat tambahan keuntungan dari perdagangan intra industri.

Teori Permintaan Ekspor

Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor yang memengaruhi permintaan. Permintaan ekspor suatu negara merupakan selisih antara produksi atau penawaran domestik dikurangi dengan konsumsi atau permintaan domestik negara yang bersangkutan ditambah dengan stok tahun sebelumnya (Salvatore 1996). Permintaan ekspor dari sebuah negara merupakan impor bagi negara lain, sehingga dapat dikatakan keduanya adalah dua sisi koin yang tak terpisahkan. Dengan demikian, faktor-faktor tersebut muncul dari negara pengimpor.

(33)

dipengaruhi oleh harga riil dan pendapatan riil negara tujuan. Teori ini dapat dirumuskan dengan :

X X (q,Yd)

X adalah kuantitas permintaan ekspor negara tujuan, q adalah harga relatif (rasio antara harga barang di negara tujuan terhadap negara asal, dan Yd adalah

pendapatan negara tujuan. Dari fungsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kenaikan harga di negara asal akan menurunkan kuantitas permintaan ekspor dan sebaliknya kenaikan harga di negara tujuan akan meningkatkan permintaan ekspor. Adapun kenaikan pendapatan mencerminkan kenaikan kesejahteraan negara tujuan sehingga akan meningkatkan konsumsinya yang pada akhirnya akan meningkatkan permintaan ekspor.

Menurut Tarman et al. (2009), secara umum faktor-faktor permintaan ekspor dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, kelompok faktor internal yang berasal dari industri komoditas ekspor itu sendiri. Faktor-faktor yang ada di dalamnya meliputi harga komoditas terkait dan harga komoditas lain, baik di negara asal ataupun negara tujuan. Harga komoditas di negara asal berpengaruh negatif terhadap permintaan, sedangkan harga di negara tujuan berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor. Adapun pengaruh variabel harga komoditas lain sangat bergantung pada jenis komoditas, apakah barang komplementer atau substitusi. Kedua, kelompok faktor eksternal yang berasal dari luar industri komoditas ekspor itu sendiri. Faktor-faktor yang ada di dalamnya antara lain populasi penduduk, nilai tukar riil, dan pendapatan nasional. Ketiga faktor tersebut berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor.

Integrasi Ekonomi

Teori integrasi ekonomi mengacu pada suatu kebijakan komersial atau kebijakan perdagangan yang secara diskriminatif menurunkan atau menghapuskan hambatan-hambatan perdagangan hanya di antara negara-negara yang saling sepakat untuk membentuk suatu integrasi ekonomi terbatas (Salvatore 1996). Definisi integrasi ekonomi dibagi menjadi dua pengertian, yaitu :

1. Penghapusan proteksi lalu lintas barang, jasa, faktor produksi, dan informasi dengan kata lain adanya kebebasan akses pasar. Hal ini tergolong dalam integrasi negatif.

2. Penyatuan politik (kebijakan) dengan kata kunci harmonisasi. Hal ini tergolong dalam integrasi positif.

Integrasi ekonomi bertujuan untuk membuka akses perdagangan seluas mungkin antara satu negara dan lainnya. Kompetisi antar para pelaku pasar akan menyebabkan penurunan harga untuk barang dan jasa yang sejenis, dengan demikian dapat meningkatkan kualitas dan memperbanyak pilihan bagi konsumen pada wilayah yang terintegrasi. Menurut Salvatore (1996), tingkatan integrasi ekonomi terdiri dari :

(34)

2. Free Trade Area (FTA), yaitu negara-negara yang sepakat menghilangkan semua hambatan perdagangan di antara negara anggota namun masih berhak untuk menentukan hambatan perdagangan yang diterapkan terhadap negara-negara luar yang bukan negara anggota.

3. Customs Union, yaitu negara-negara yang sepakat tidak hanya menghilangkan segala bentuk hambatan perdagangan di antara negara anggota tapi juga menyeragamkan kebijakan perdagangan terhadap negara-negara luar yang bukan negara anggota.

4. Common Market, yaitu negara-negara yang tidak hanya membebaskan perdagangan barang antar negara anggotanya namun juga membebaskan arus faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal.

5. Economic Union, yaitu harmonisasi atau penyelarasan antar negara anggota yang dilakukan lebih jauh bahkan dengan menyeragamkan kebijakan-kebijakan moneter dan fiskal dari masing-masing negara anggota.

Kecenderungan peningkatan proses integrasi ekonomi dan keuangan regional di berbagai belahan dunia pada dasarnya dilandasi oleh konsep dasar bahwa manfaat yang diperoleh akan lebih besar dibandingkan risiko yang akan dihadapi (Oktaviani et al. 2014)

Teori integrasi ekonomi menurut kaum liberal menyatakan bahwa perdagangan bebas akan membawa perdamaian dalam hubungan internasional. Hal ini karena perdagangan bebas akan menciptakan interdependensi dan kerjasama saling menguntungkan antar negara-negara pelaku pasar. Kaum liberal berpendapat bahwa liberalisasi dalam ekonomi akan mengarah kepada kebebasan pasar dan minimalisasi peran Negara. Di sisi lain, ancaman yang datang dari terbentuknya integrasi ekonomi yaitu dapat membatasi kewenangan suatu negara untuk menggunakan kebijakannya dalam memengaruhi kinerja ekonomi dalam negeri. Selain itu, negara yang tidak mampu bersaing hanya dijadikan pasar bagi negara-negara lain yang berdaya saing tinggi yang pada akhirnya dapat memperburuk perekonomian negara tersebut.

Liberalisasi Perdagangan

Liberalisasi perdagangan merupakan aktivitas perdagangan yang tercermin dari kegiatan ekspor dan impor dengan mengurangi atau menghilangkan hambatan perdagangan berupa tariff dan non tariff. Perekonomian dunia mengalami proses liberalisasi perdagangan ditandai dengan mulai terbentuknya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang perannya sekarang telah digantikan oleh World Trade Organisation (WTO). Tujuan liberalisasi perdagangan adalah untuk meningkatkan volume dan nilai perdagangan yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

(35)

factor), baik berupa sumber daya alam maupun sumber daya manusia, yang relatif melimpah dan atau keunggulan pembelajaran (learning advantage). Keunggulan kedua inilah yang menyebabkan keunggulan komparatif bersifat dinamik khususnya perkembangan teknologi (Oktaviani et al. 2014).

Menurut Astiyah et al. (2005), keuntungan liberalisasi perdagangan antara lain untuk meningkatkan efisiensi. Peningkatan efisiensi tersebut dilakukan melalui beberapa jalur. Pertama, melalui peningkatan produktivitas karena makin efisiennya alokasi sumber daya baik dalam suatu industri maupun antar industri. Kedua, melalui peningkatan persaingan. Liberalisasi berpotensi untuk meningkatkan kompetisi antara produsen domestik dengan luar negeri, sehingga produsen domestik yang tidak efisien akan keluar dari industri selanjutnya industri secara keseluruhan akan menjadi lebih efisien. Namun, keuntungan tersebut dapat menjadi ancaman bagi perekonomian nasional. Hal tersebut tergantung pada kesiapan industri domestik serta daya saing produk-produk domestik.

Menurut Coughlin (2003), peningkatan proyeksi output dunia menunjukkan percepatan pertumbuhan perdagangan dalam jangka pendek cenderung kecil, namun jika mengambil perspektif jangka panjang pertumbuhan perdagangan akan terus menjadi saling terkait dengan pertumbuhan output dunia.

Tekanan kompetitif akibat dari kehadiran perdagangan bebas menghasilkan efisiensi yang lebih besar, produktifitas yang lebih besar, dan kelayakan hidup yang lebih tinggi. Di sisi lain, penyesuaian biaya sangat diperlukan untuk menghapus hambatan bagi perdagangan bebas. Hal ini merupakan bagian dari proses untuk memperoleh keuntungan dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang (Dodge 2003).

Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai dampak implementasi AIFTA sudah cukup banyak dilakukan. Salah satunya adalah penelitian Sikdar dan Nag (2011) yang berjudul “Impact of India-ASEAN Free Trade Agreement: A Cross-Country Analysis Using Applied General Equilibrium Modelling”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak AIFTA baik dari sisi perekonomian maupun kesejahteraan. Dengan menggunakan Global Trade Analysis Project (GTAP) database, beberapa simulasi dilakukan dengan melibatkan skenario yang berbeda terhadap liberalisasi perdagangan India dengan kawasan ASEAN.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa pasca FTA, ekspor India ke ASEAN meningkat secara substansial, dengan akses terbesar diperoleh di Thailand, Kamboja, Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Laos. Sumber utama impor berasal dari Vietnam, diikuti oleh Filipina, Malaysia, Singapura dan Thailand. Namun, India mengalami kerugian kesejahteraan karena inefisiensi alokatif dan efek negatif perdagangan. Di kawasan ASEAN, Malaysia, Singapura dan Thailand menunjukkan keuntungan kesejahteraan positif dengan keuntungan terbesar diperoleh Singapura. Negara-negara yang lebih kecil lainnya menikmati keuntungan kesejahteraan positif kecuali Kamboja, Laos, dan Filipina. Kesejahteraan ini dicapai oleh negara-negara ASEAN terutama karena adanya peningkatan perdagangan.

(36)

khusus, kerugian Cina dipengaruhi oleh hilangnya pangsa pasar di Kamboja, India, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Dengan demikian, trade diversion terjadi di wilayah India-ASEAN sebagai akibat dari FTA. Penelitian ini juga berusaha untuk menganalisis efek jangka panjang dari FTA di India. Hasil berpendapat bahwa setelah liberalisasi perdagangan secara penuh, efisiensi alokatif India akan meningkat, tetapi efek perdagangan akan terus memburuk dan tetap negatif. India akan dapat mengatasi memburuknya perdagangan jika keuntungan dalam efisiensi alokatif digunakan untuk meningkatkan produktivitas di sektor berorientasi ekspor serta mencapai skala ekonomi.

Di tahun yang sama, Nag dan Sikdar (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Welfare Implication of India-ASEAN FTA: An Analysis Using GTAP Model”. Model GTAP digunakan untuk melakukan upaya penilaian implikasi kesejahteraan pada AIFTA dengan mempertimbangkan berbagai tahap implementasi. Hasil menunjukkan bahwa India akan memiliki manfaat yang lebih tinggi hanya ketika perjanjian telah dilaksanakan sepenuhnya. Anggota ASEAN akan mendapatkan keuntungan dari efek perdagangan yang lebih tinggi, sedangkan keuntungan India terutama akan berasal dari realokasi sumber daya dan perubahan kegiatan produksi dalam negeri yang tercermin melalui efisiensi alokatif. Permintaan impor India terhadap barang antara serta barang akhir akan tetap tinggi dan ASEAN akan memiliki keuntungan untuk memasok hal tersebut pada harga yang lebih tinggi namun lebih rendah dari harga impor yang berlaku rata-rata di India. Hal ini akan menyebabkan efek negatif perdagangan untuk India. Nilai efisiensi alokatif untuk India meningkat secara signifikan setelah ada liberalisasi secara penuh.

Ketika memasukkan kondisi persaingan tidak sempurna dan adanya peningkatan skala pengembalian di beberapa sektor di India, efek skala ekonomi, keuntungan pergeseran, dan berbagai kontribusi pajak akan menyebabkan kenaikan kesejahteraan lainnya di India. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya kondisi persaingan tidak sempurna, pergeseran keuntungan akan memungkinkan India untuk berinvestasi pada barang modal dan teknologi yang mengarah kepada efek skala ekonomi yang lebih tinggi dan dengan demikian meningkatkan ekspor lebih lanjut untuk ASEAN. Penelitian ini membawa isu yang sangat penting bahwa keuntungan dari FTA dengan ASEAN bergantung pada kemampuan perusahaan besar India untuk mengurangi biaya rata-rata dengan membawa teknologi dan kualitas input yang lebih baik. Hal ini akan meningkatkan sistem produksi di India yang pada gilirannya akan lebih mendorong sektor ekspor.

(37)

negatif pada pekerja dan upah dari kelas pekerja India. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa FTA akan berdampak buruk pada neraca perdagangan dan kerugian pendapatan untuk India yang mungkin memengaruhi kesehatan masyarakat, pendidikan masyarakat, dan belanja pemerintah yang memegang bagian signifikan dari anggaran nasional.

Veeramani dan Saini (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Impact of ASEAN-India FTA on India’s Plantation Commodities: A Simulation Analysis”. Penelitian ini mencoba melakukan penilaian kuantitatif terhadap dampak AIFTA untuk beberapa komoditas perkebunan di India yaitu kopi, teh, dan lada. Pendekatan model keseimbangan parsial, yaitu model SMART dan gravity model, digunakan untuk mensimulasikan kemungkinan peningkatan impor komoditas perkebunan dalam skema penurunan tarif AIFTA. Secara keseluruhan, hasil menunjukkan bahwa AIFTA akan menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam impor komoditas perkebunan India. Peningkatan impor sebagian besar didorong oleh trade creation daripada trade diversion. Dari sudut pandang efisiensi ekonomi, trade creation meningkatkan kesejahteraan sebagai impor baru yang menggantikan tingginya biaya produksi dalam negeri. Analisis menunjukkan bahwa pengurangan tarif dapat menyebabkan hilangnya pendapatan tarif yang signifikan oleh pemerintah. Namun, meningkatnya konsumen surplus yang melebihi hilangnya pendapatan tarif menyebabkan peningkatan keuntungan kesejahteraan secara keseluruhan. Secara umum, simulasi berdasarkan SMART dan gravity model memberikan hasil yang sama pada besarnya total peningkatan impor. Lonjakan impor berpotensi memiliki dampak negatif bagi mata pencaharian petani India yang terlibat dalam produksi komoditas tersebut. Dengan demikian, petani harus menyusun kembali struktur produksi sesuai dengan perubahan sinyal harga dan karena itu sangat penting untuk memberikan bantuan penyesuaian terhadap petani yang terkena dampak.

Mondal et al. (2012) melakukan penelitian dengan judul “Impact of ASEAN-India Free Trade Agreement on Indian Dairy Trade: A Quantitive Approach”. Model partial equilibrium SMART digunakan untuk menganalisis pengaruh AIFTA terhadap perdagangan produk olahan susu di India. Hasil menyatakan bahwa AIFTA telah menghasilkan lingkup tambahan bagi India untuk meningkatkan ekspor produk olahan susu ke negara-negara ASEAN. Penghapusan tarif melalui AIFTA menghasilkan trade creation yang besar dan menghasilkan pasar yang lebih beragam serta hubungan perdagangan pada produk relevan yang lebih luas. Di sisi lain, penghapusan tarif dari sisi India menciptakan sedikit ruang untuk negara-negara ASEAN untuk memperluas bagiannya. Ancaman impor murah bersaing dengan produk dalam negeri di pasar India tidak mengkhawatirkan. Namun bantuan penyesuaian dapat diberikan kepada produsen produk olahan susu untuk meningkatkan persaingan. Industri memerlukan strategi yang komprehensif untuk menghasilkan surplus ekspor yang lebih tinggi dan dukungan kebijakan yang konsisten memberikan dorongan untuk menghasilkan tempat yang lebih besar pada pasar produk olahan susu ASEAN.

(38)

studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa AIFTA mendistorsi industri petrokimia Indonesia dalam aspek hulu dan hilir. Pelaksanaan AIFTA memicu banjir produk impor plastik asal India dengan harga yang lebih kompetitif karena bebas bea masuk, sehingga tidak hanya melemahkan kinerja industri plastik hilir tetapi juga melemahkan keberadaan industri hulu. Hal ini disebabkan industri petrokimia antara India dan Indonesia jauh berbeda di mana industri petrokimia India secara besar-besaran sudah terintegrasi dengan kapasitas produksi yang besar sementara di Indonesia hanya kebalikannya.

Kerangka Penelitian

Liberalisasi perekonomian kini mulai muncul dan semakin berkembang dalam segala bidang baik khususnya di tingkat internasional. Hal tersebut dapat memberikan kebebasan bagi seluruh pelaku ekonomi untuk dapat memperoleh akses yang lebih besar terhadap pelaku ekonomi lain di luar batas negaranya. Salah satu turunan dari liberalisasi perekonomian adalah munculnya liberalisasi perdagangan seperti perjanjian perdagangan internasional.

Perdagangan internasional merupakan bentuk perdagangan yang lebih bebas disertai berbagai bentuk kerjasama antar negara. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi atau menghilangkan hambatan perdagangan yang disebut sebagai liberalisasi perdagangan. Salah satu contohnya adalah Indonesia yang melakukan kerjasama dalam kawasan regional ASEAN dan India atau disebut juga AIFTA. Kerangka kerja AIFTA tentunya akan memengaruhi perekonomian Indonesia maupun negara-negara lainnya yang ikut berpartisipasi. Dengan diturunkannya hambatan perdagangan antar negara yang bersepakat, hal ini akan menimbulkan dua pilihan bagi Indonesia, yaitu mampu memanfaatkan perjanjian tersebut untuk memperluas pangsa pasar atau tidak mampu memanfaatkan perjanjian tersebut sehingga Indonesia hanya dijadikan sebagai pasar.

(39)

Gambar 9 Kerangka penelitian

Hipotesis Penelitian

1. Komoditas unggulan Indonesia memiliki nilai RCA lebih dari satu, menempati posisi strategis pada matriks EPD, dan memiliki nilai IIT yang tinggi. Hal ini menunjukkan komoditas unggulan Indonesia memiliki kinerja perdagangan yang baik dan berpotensi untuk diekspor di pasar AIFTA.

2. Implementasi AIFTA melalui analisis fungsi permintaan ekspor memengaruhi perdagangan komoditas Indonesia secara positif. Hal ini menunjukkan AIFTA memperluas pangsa pasar sehingga dapat meningkatkan ekspor Indonesia. 3. Tingkat keberhasilan perdagangan Indonesia di pasar AIFTA melalui analisis

trade projection approach memiliki nilai lebih dari satu. Hal ini menunjukkan Implikasi perjanjian

Tingkat keberhasilan perdagangan

Indonesia (Trade Projection

Approach)

Rekomendasi kebijakan Variabel : 1. PDB riil perkapita 2. Nilai tukar riil 3. Harga komoditas 4. Jarak ekonomi 5. Dummy AIFTA Indikator :

1. Daya saing komoditas 2. Posisi pasar

komoditas 3. Tingkat integrasi

antar negara

Pengaruh terhadap perdagangan

Indonesia (Fungsi Permintaan

Ekspor) Kinerja perdagangan

Indonesia (RCA, EPD, IIT)

Variabel : 1. Actual Trade

2. Potential Trade

ASEAN-India Free Trade Agreement

Free Trade Agreement

(40)

implementasi AIFTA meningkatkan perdagangan Indonesia ke negara anggota AIFTA lainnya.

METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder berupa data panel yaitu gabungan data deret lintang (cross section) dan data deret waktu (time series). Data cross section yang digunakan yaitu negara anggota AIFTA dengan data time series dari tahun 2005 sampai 2014. Data sekunder tersebut diperoleh dari UN Comtrade, World Bank, dan UNCTAD. Adapun data sekunder yang digunakan antara lain nilai dan volume ekspor Indonesia, nilai dan volume impor Indonesia, produk domestik bruto, nilai tukar nominal, indeks harga konsumen, serta jarak ekonomi.

Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuantitatif dan deskriptif. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis kinerja perdagangan Indonesia di pasar AIFTA, tingkat integrasi perdagangan antara Indonesia dan negara AIFTA lainnya, pengaruh implementasi AIFTA, serta tingkat keberhasilan perdagangan Indonesia di pasar AIFTA. Sedangkan metode deskriptif digunakan untuk menjelaskan secara lebih rinci informasi-informasi yang terkandung dalam data hasil analisis. Adapun pengolahan data yang dilakukan menggunakan software Microsoft Excel 2010 dan Eviews 6.

Revealed Comparative Advantage

Metode Revealed Comparative Advantage (RCA) dapat digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif suatu komoditas di suatu negara. RCA merupakan indeks yang menunjukkan daya saing suatu negara terhadap internasional secara kuantitatif. Pada penelitian ini, metode RCA digunakan untuk mengidentifikasi kinerja perdagangan Indonesia di pasar AIFTA melalui perhitungan daya saing komoditas unggulan. Metode ini didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki suatu negara. Rumus dari nilai RCA sebagai berikut:

��� = � �

Keterangan :

Xi = Nilai ekspor komoditas i Indonesia ke AIFTA tahun ke-t (US$)

Xt = Nilai ekspor total Indonesia ke AIFTA tahun ke-t (US$)

Wi = Nilai ekspor komoditas i dunia ke AIFTA tahun ke-t (US$)

(41)

Indeks RCA dengan nilai yang sama dengan atau lebih dari 1 (RCA ≥ 1) mengindikasikan bahwa negara tersebut memiliki daya saing yang kuat pada suatu komoditi tertentu dibandingkan rata-rata dunia. Sebaliknya, jika nilai indeks kurang dari 1 (RCA < 1) maka negara tersebut tidak memiliki daya saing yang kuat pada suatu komoditi tertentu dibandingkan rata-rata dunia.

Export Product Dynamic

Metode Export Product Dynamic (EPD) dapat digunakan untuk memberikan gambaran yang baik mengenai daya saing suatu negara karena dapat mengukur posisi pasar dari komoditas suatu negara untuk tujuan pasar tertentu serta mampu membandingkan kinerja ekspor di antara negara-negara pesaing. Pada penelitian ini, metode EPD digunakan untuk mengidentifikasi kinerja perdagangan Indonesia di pasar AIFTA melalui perhitungan daya saing serta posisi pasar komoditas unggulan.

Tabel 3 Matriks posisi daya saing EPD Share of Country’s Export

in World Trade

Share of Product in World Trade Rising (Dynamic) Falling (Stagnant) Rising (Competitive)

Falling (Non-competitive)

Rising Star Lost Opportunity

Falling Star Retreat Sumber: Esterhuizen (2006)

Pada metode EPD terdapat matriks yang menunjukkan kedinamisan komoditas suatu negara tertentu. Matriks tersebut terdiri atas daya tarik pasar yang dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan suatu produk untuk tujuan pasar tertentu dan informasi kekuatan bisnis yang dihitung berdasarkan pertumbuhan dari market share sebuah negara pada tujuan pasar tertentu. Matriks posisi daya saing EPD dapat dilihat pada Tabel 3.

Untuk mempermudah melihat posisi daya saing komoditas suatu negara, Tabel 3 dapat dikonversikan menjadi Gambar 10. Sumbu X pada kuadran ini menggambarkan peningkatan pangsa pasar ekspor suatu negara di perdagangan dunia atau disebut juga kekuatan bisnis, sedangkan sumbu Y pada kuadran ini menggambarkan peningkatan pangsa pasar komoditas di perdagangan dunia atau disebut juga daya tarik pasar.

Sumber: Esterhuizen (2006)

Gambar 10 Matriks Export Product Dynamic (EPD) X Y

Retreat

Rising Star

Gambar

Tabel 1 Jadwal komitmen tarif AIFTA
Gambar 1 Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia, India, dan ASEAN
Gambar 3 Perkembangan nilai impor Indonesia berdasarkan negara asal tahun
Tabel 2 Indeks Kinerja Logistik negara anggota AIFTA tahun 2010 dan 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gaya antara molekul non polar adalah gaya terlemah dari seluruh gaya antar molekul. „Dipol sesaat&#34; dibentuk oleh pergerakkan awan

Terdapat 2 jenis pompa yang dibutuhkan pada sistem kali ini, yaitu pompa yang digunakan untuk mendinginkan air menuju ke chiller , dan pompa yang digunakan

21. Setelah seluruh Pemilih selesai memberikan suara sebagaimana dimaksud pada angka 21, Ketua KPPS mengumumkan kepada yang hadir di TPS bahwa Pemungutan Suara telah selesai

Penelitian ini memiliki tujuan menguji pengaruh struktur kepemilikan, pengawasan bank, dan siklus hidup perusahaan dengan corporate governance sebagai variabel moderasi

indikator pencapaian kompetensi yang tertera pada RPP (Akuntabilitas: Kejelasan Target) Kemudian Saya akan membuat soal evaluasi berupa soal pilihan ganda yang rahasia dan

Kategori baik ini diperoleh karena guru sudah melakukan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dirancang sebelumnya. Guru

Eksperimen dilakukan mulai jam 08.00 -14.00 WIB. Pada awal pengukuran besarnya nilai suhu masih cukup tinggi yaitu 36ºC dengan RH 69%. Hal ini terjadi karena sistem kontrol

Melalui perancangan yang sistematik dalam menentukan latihan yang berkesan, elemen seperti kajian keperluan, pemantapan isi kandungan, pelaksanaan berasaskan sekolah dan