• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Usaha Benih Lele Di Kelompok Pembudidaya Ikan Jumbo Lestari Ciseeng Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pengembangan Usaha Benih Lele Di Kelompok Pembudidaya Ikan Jumbo Lestari Ciseeng Bogor"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BENIH LELE DI

KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN JUMBO

LESTARI CISEENG BOGOR

SALMAN FAJRI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Strategi Pengembangan Usaha Benih Lele di Kelompok Pembudidaya Ikan Jumbo Lestari Ciseeng Bogor” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Salman Fajri

(4)
(5)

ABSTRAK

SALMAN FAJRI. Strategi Pengembangan Usaha Benih Lele di Kelompok Pembudidaya Ikan Jumbo Lestari Ciseeng Bogor. Dibimbing oleh HENY KUSWANTI DARYANTO.

Pokdakan Jumbo Lestari merupakan kelompok pembudidaya ikan yang berfokus pada usaha pembenihan ikan lele. Tingginya permintaan terhadap lele konsumsi menuntut Pokdakan Jumbo Lestari melakukan pengembangan bisnis agar mampu bersaing dalam memenuhi kebutuhan petani pembesar terhadap pasokan benih lele. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi yang tepat dalam upaya pengembangan usaha benih lele pada Pokdakan Jumbo Lestari. Hasil penelitian dijelaskan secara deskriptif dan menggunakan metode kuantitatif. Tahap input penelitian ini menggunakan matriks EFE dan IFE yang menghasilkan enam faktor kunci utama eksternal dan delapan faktor kunci utama internal yang mempengaruhi usaha. Matriks EFE menunjukkan bahwa ketersediaan pasar untuk lele konsumsi sebagai peluang utama dengan skor sebesar 0.856 dan perubahan iklim sebagai ancaman terbesar dengan skor 0.5. Matriks IFE menunjukkan bahwa indukan berkualitas merupakan kekuatan utama dengan skor 0.642 dan kegiatan promosi merupakan kelemahan terbesar dengan skor 0.178. Tahap pencocokan menggunakan matriks SWOT menghasilkan empat alternatif strategi. Tahap keputusan menggunakan analisis QSPM menghasilkan strategi mengajukan bantuan indukan lele mutiara kepada pemerintah sebagai prioritas.

Kata kunci: matriks EFE, matriks IFE, matriks SWOT, analisis QSPM

ABSTRACT

SALMAN FAJRI. Hatchery Business Development Strategy at Jumbo Lestari Fish Farmers Group in District Ciseeng Regency Bogor. Supervised by HENY KUSWANTI DARYANTO.

Pokdakan Jumbo Lestari was one of fish farmers group which focusing on hatchery of catfish. In order to fulfill the high demand of catfish, Pokdakan Jumbo Lestari tried to plan a development strategy for the business to compete in the market. The research purpose was to arrange proper development strategy for

Pokdakan Jumbo Lestari’s hatchery business. Data collected were analyzed using

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BENIH LELE DI

KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN JUMBO

LESTARI CISEENG BOGOR

SALMAN FAJRI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

..$0 #*!)+!0 ,*,!0'&''0+ 0 '! 0$0!0(##'0.&(0

&0 0

+,*!0!+'0 ((*0 0 %&'0"*!0

0 0

!+,.".!0($ 0

*0*0 0

(+'0&!&!'0

!#, .!0($ 0

(10)
(11)

PRAKATA

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Strategi Pengembangan Usaha Benih Lele di Kelompok Pembudidaya Ikan Jumbo Lestari

Ciseeng Bogor” ini berhasil diselesaikan. Pengumpulan data dilakukan sejak bulan Agustus 2015.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Heny K. Daryanto, MEc atas arahan dan bimbingannya selaku dosen pembimbing. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Mad Iwan dan seluruh pengurus Kelompok Pembudidaya Ikan Jumbo Lestari yang telah membantu selama pengumpulan data dalam penyelesaian tugas akhir ini. Ungkapan terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis, Bapak Syaifullah dan Ibu Efliza Mukhlia serta seluruh keluarga, atas segala doa, motivasi dan kasih sayangnya. Selain itu, penulis juga berterimakasih kepada pihak-pihak yang banyak membantu dalam proses penyusunan skripsi, Nur Mulyani, teman-teman Dramaga Cantik S02, seluruh teman Agribisnis angkatan 48 dan semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu oleh penulis. Terima kasih atas dukungan dan bantuan semua pihak selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 8

Lingkungan Usaha Budidaya Lele 8

Strategi Pengembangan 10

KERANGKA PEMIKIRAN 11

Kerangka Pemikiran Teoritis 11

Kerangka Pemikiran Operasional 14

METODE 16

Lokasi dan Waktu Penelitian 16

Jenis dan Sumber Data 16

Metode Pengumpulan Data 16

Metode Analisis Data 17

GAMBARAN UMUM KELOMPOK 21

Visi dan Misi Kelompok 23

Struktur Organisasi Kelompok 23

Sumber Daya Kelompok 24

Kegiatan Produksi Kelompok 25

Kegiatan Pemasaran Kelompok 26

ANALISIS LINGKUNGAN USAHA 26

Analisis Lingkungan Eksternal 27

Analisis Lingkungan Internal 32

Identifikasi Peluang dan Ancaman Eksternal 36

Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan Internal 39

FORMULASI STRATEGI 40

Tahap Input 41

Tahap Pencocokan 44

Tahap Keputusan 46

PENUTUP 47

Simpulan 47

Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 49

LAMPIRAN 52

(14)

DAFTAR TABEL

1. Produksi benih lele Kab. Bogor menurut kecamatan tahun 2010-2014 5

2. Kelompok UPR aktif Desa Babakan tahun 2014 6

3. Matriks evaluasi faktor eksternal 18

4. Matriks evaluasi faktor internal 19

5. Matriks SWOT 20

6. Bentuk dasar QSPM 20

7. Daftar sumberdaya fisik Pokdakan Jumbo Lestari 25 8. Data produksi benih Pokdakan Jumbo Lestari 2013-2014 26

9. Matriks EFE (External Factor Evaluation) 41

10.Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) 43

11.Urutan prioritas strategi usaha Pokdakan Jumbo Lestari 47

DAFTAR GAMBAR

1. Laju pertumbuhan PDB sektor pertanian tahun 2010-2014 (persen) 1

2. Produksi lele nasional tahun 2010-2014 2

3. Volume produksi ikan lele tahun 2010-2014 3

4. Harga Ikan Lele DKI Jakarta Tahun 2014-2015 4

5. Kerangka pemikiran operasional 15

6. Kerangka formulasi strategi 17

7. Struktur organisasi Pokdakan Jumbo Lestari 24

8. Target peningkatan produksi ikan lele tahun 2015-2019 28 9. Tingkat konsumsi ikan Kab. Bogor tahun 2010-2014 29

10.Matriks analisis SWOT 46

DAFTAR LAMPIRAN

1. Perolehan bobot faktor kunci eksternal 52

2. Perolehan bobot faktor kunci internal 52

3. Perolehan peringkat faktor kunci eksternal 53

4. Perolehan peringkat faktor kunci internal 53

5. Tabel Quantitative Strategic Planning Matrix 54

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian dalam PDB Nasional terdiri atas lima sub sektor yaitu tanaman pangan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Perikanan merupakan salah satu sub sektor yang berperan penting dalam membantu pertumbuhan perekonomian nasional, hal ini ditunjukkan dengan laju pertumbuhan PDB Perikanan yang mengalami trend peningkatan selama periode tahun 2010-2014. Pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2014, laju pertumbuhan PDB perikanan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan PDB Nasional dan PDB sub sektor pertanian lainnya, bahkan PDB sub sektor pertanian lain memiliki kencenderungan mengalami trend penurunan selama periode tahun 2010-2014 dibandingkan dengan PDB Perikanan.

Sumber: LAKIP KKP 2015

Pada Gambar 1 terlihat bahwa laju pertumbuhan PDB Perikanan meningkat pada tahun 2014 mencapai 6.97% dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 6.86%. Laju pertumbuhan ini lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan PDB sub sektor pertanian lainnya pada tahun 2013 dan tahun 2014. Pertumbuhan sub sektor perikanan pada tahun 2014 ini dipengaruhi oleh peningkatan produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Peningkatan volume produksi yang signifikan terjadi pada perikanan budidaya dalam kurun waktu 2012-2014 mencapai 5 juta ton. Pada tahun 2012, volume produksi perikanan budidaya sebesar 9 675 533 ton menjadi 14 521 349 ton pada tahun 2014. Di samping itu, komoditas perikanan budidaya yang mengalami peningkatan pada tahun 2014 antara lain ikan mas mencapai 484 ribu ton, lele mencapai 613 ribu ton dan rumput laut mencapai 10 juta ton. Jika dibandingkan dengan perikanan budidaya, peningkatan volume produksi perikanan tangkap mengalami kenaikan yang tidak terlalu besar. Peningkatan volume produksi selama periode tahun 2012-2014 tidak mencapai 1 juta ton. Pada tahun 2012, volume produksi perikanan tangkap sebesar 5 829 194 ton menjadi 6 200 180 ton pada tahun 2014 (KKP 2015).

0 1 2 3 4 5 6 7 8

2010 2011 2012 2013 2014

PDB Nasional

Tanaman Bahan Makanan

Tanaman Perkebunan

Peternakan

Kehutanan

Perikanan

(16)

2

Ikan lele merupakan salah satu komoditas yang saat ini sedang dikembangkan oleh pemerintah untuk meningkatkan volume produksi perikanan budidaya (DJPB 2009). Pertumbuhan produksi ikan lele konsumsi sepanjang tahun 2010-2014 meningkat rata-rata sebesar 26.43% per tahun yakni pada tahun 2010 sebesar 242 ribu ton meningkat menjadi 613 ribu ton pada tahun 2014. Hal ini menunjukkan adanya suatu target untuk meningkatkan ketersediaan produksi ikan lele agar dapat menyeimbangi kecenderungan permintaan pasar yang terus meningkat. Gambar 2 menampilkan tingkat produksi lele secara nasional.

Sumber: KKP 2015

Ikan lele merupakan komoditas ikan air tawar yang relatif mudah dibudidayakan karena memiliki kemampuan adaptasi yang cukup tinggi terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, sehingga para pembudidaya tertarik untuk membudidayakan komoditas ikan air tawar ini. Modal usaha yang dibutuhkan untuk membudidayakan lele juga cukup murah karena dapat menggunakan sumberdaya yang relatif mudah didapatkan (Ferdian et al 2012). Permintaan terhadap lele yang terus mengalami peningkatan juga mendorong komoditas ikan air tawar ini menjadi tumpuan utama dalam meningkatkan volume produksi perikanan budidaya.

Menurut Laporan Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2014 menunjukkan bahwa capaian produksi untuk komoditas ikan lele selama periode tahun 2010-2014 ternyata belum memenuhi target yang telah ditetapkan pemerintah. Penetapan target produksi ini didasarkan pada kondisi kebutuhan dan ketersediaan ikan lele di pasar (DJPB 2015). Gambar 3 menampilkan volume produksi komoditas ikan lele tahun 2010-2014.

100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000

2010 2011 2012 2013 2014

Produksi Lele (ton)

(17)

3

sumber: Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2015

Berdasarkan data volume produksi ikan lele tahun 2014 menunjukkan bahwa capaian produksi untuk komoditas ikan lele belum terpenuhi seluruhnya. Pemerintah menetapkan jumlah produksi untuk komoditas ikan lele pada tahun 2014 sebesar 639 206 ton, namun capaian produksi riil hanya mencapai 613 ribu ton. Kondisi tersebut mengakibatkan kurangnya pasokan ikan lele di pasar, sehingga menyebabkan harga komoditas tersebut mengalami kenaikan. Jumlah permintaan yang tinggi, jika tidak diikuti dengan jumlah pasokan yang mencukupi, maka akan terjadi shortage yang menyebabkan ketersediaan barang di pasar menjadi langka dan harga barang tersebut menjadi tinggi1. Harga ikan lele di daerah Tangerang Selatan dan DKI Jakarta tahun 2015 menyentuh angka Rp 24 000/kg dari sebelumnya hanya Rp 20 000 – Rp 22 000/kg2. Sementara itu, harga ikan lele di daerah Jawa Barat pada tahun 2015 juga mengalami kenaikan menjadi Rp 15 000/kg dari sebelumnya Rp 11 000 - Rp 12 000/kg (Sulistyo 2015). Gambar 4 menampilkan fluktuasi harga ikan lele yang terjadi di daerah DKI Jakarta.

1

Elistifani T M. 2013. Permintaan dan Penawaran dalam Mempengaruhi Perilaku Produsen dan Konsumen [internet]. [diacu 2016 Februari 29]. Tersedia pada http://www.triscamiaa-fisip12.web.unair.ac.id/

2

Abdullah N. 2015. Di Tangerang, Permintaan Lele Tinggi [internet]. [diacu 2016 Februari 29]. Tersedia pada http://www.jakarta.bisnis.com

100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000 800,000

2010 2011 2012 2013 2014

Target (ton)

Capaian (ton)

(18)

4

Sumber: Info Pangan DKI Jakarta 2016

Gambar 4 Harga Ikan Lele DKI Jakarta Tahun 2014-2015

Provinsi Jawa Barat merupakan daerah penyumbang produksi terbesar komoditas ikan air tawar ini. Tingkat produksi lele Provinsi Jawa Barat tahun 2013 merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan daerah lain yakni mencapai 197 ribu ton, disusul oleh Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah masing-masing mencapai 79 ribu ton dan 75 ribu ton. Sentra pengembangan budidaya ikan lele di Jawa Barat tersebar di beberapa kabupaten, salah satunya adalah Kabupaten Bogor (DJPB 2014).

Pada tahun 2011, berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia menetapkan Kabupaten Bogor sebagai kawasan minapolitan lele percontohan (pilot project) di Indonesia (KKP 2011). Sejak mulai dicanangkan sebagai kawasan minapolitan pada tahun 2011, Kabupaten Bogor telah banyak melakukan peningkatan produksi, khususnya untuk komoditas lele. Dukungan sumberdaya alam dan manusia serta kondisi iklim, lahan dan air yang mendukung, menjadikan Kabupaten Bogor sebagai sentra produksi beberapa komoditas ikan air tawar, salah satunya lele (Radiarta et al 2012).

Pada tahun 2013, produksi lele Kabupaten Bogor mencapai 32% dari total produksi Provinsi Jawa Barat (DISNAKAN Kab. Bogor 2014). Sementara itu, pada tahun 2014 Ikan lele telah menjadi komoditas ikan air tawar dengan tingkat produksi benih terbanyak di Kabupaten Bogor. Penyumbang produksi ikan lele terbesar di Kabupaten Bogor berasal dari empat kecamatan yaitu Kecamatan Ciseeng, Kecamatan Parung, Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Gunung Sindur. Tabel 1 menampilkan informasi mengenai empat kecamatan dengan tingkat produksi benih lele terbesar di Kabupaten Bogor.

21,000.00 21,500.00 22,000.00 22,500.00 23,000.00 23,500.00 24,000.00 24,500.00 25,000.00

SMT I-14 SMT II-14 SMT I-15 SMT II-15

Harga Ikan Lele

(19)

5 Tabel 1 Produksi benih lele Kab. Bogor menurut kecamatan tahun 2010-2014

Kecamatan Tahun (ribu ekor)

2010 2011 2012 2013 2014

Ciseeng 30 030 202 850 650 458 871 403 940 602

Parung 15 600 105 234 337 893 452 667 493 289

Ciampea 6 988 47 139 151 358 202 771 220 968

Gunung Sindur 6 011 40 552 130 208 174 436 190 090

Sumber: DISNAKAN Kab. Bogor 2014

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor tahun 2014 menunjukkan bahwa Kecamatan Ciseeng memiliki tingkat produksi paling tinggi periode tahun 2010-2014. Kontribusi produksi lele Kecamatan Ciseeng terhadap produksi total Kabupaten Bogor mengalami peningkatan pada tahun 2014 mencapai 22% dibandingkan dengan tahun 2013 yang hanya mencapai 21%. Faktor pendukung yang menjadikan Kecamatan Ciseeng mampu menghasilkan benih ikan lele tertinggi di Kabupaten Bogor adalah potensi lahan budidaya yang dimiliki. Potensi lahan Kecamatan Ciseeng merupakan yang terbesar se-Kabupaten Bogor, yakni mencapai 1 309 Ha yang terdiri dari 8 desa, salah satunya Desa Babakan. Desa Babakan merupakan desa dengan potensi lahan budidaya paling tinggi diantara desa-desa lain di Kecamatan Ciseeng, yakni sebesar 283 Ha (DISNAKAN Kab. Bogor 2014).

Rumusan Masalah

Desa Babakan merupakan salah satu desa yang berada dalam kawasan minapolitan Kabupaten Bogor dengan fokus utama komoditasnya adalah ikan lele. Penetapan sebagai kawasan minapolitan ini didasarkan pada faktor potensial yang dimiliki, salah satunya adalah sumberdaya manusia di Desa Babakan yang sebagian besar masyarakatnya sudah melakukan kegiatan budidaya lele sejak masih remaja, sehingga kemampuan teknis para pembudidaya sudah cukup terampil dan berpengalaman dalam melakukan budidaya lele.

(20)

6

Tabel 2 Kelompok UPR aktif Desa Babakan tahun 2014

Nama Kelompok Jumlah

Sumber: Rencanan Kerja Tahunan Penyuluh Kec. Ciseeng 2015

Pada Tabel 2 terlihat bahwa Pokdakan Jumbo Lestari merupakan kelompok yang memiliki tingkat produksi benih lele tertinggi di Desa Babakan. Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Ciseeng tahun 2011 menjelaskan bahwa Pokdakan Jumbo Lestari merupakan salah satu kelompok yang terpilih sebagai kelompok P2MKP (Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan) pada tahun 2011 yang dibentuk atas arahan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kelompok P2MKP merupakan kelompok pembudidaya ikan yang membantu tugas penyuluh dalam membina kelompok lain. Hal ini dimaksudkan untuk membantu mempercepat proses pertumbuhan perikanan di suatu wilayah. Penentuan kelompok P2MKP ini didasarkan pada kinerja dan keaktifan kelompok dalam melakukan kerjasama dengan pemerintah (BP3K Kec. Ciseeng, 2011).

Walaupun demikian, menurut informasi yang diperoleh dari ketua kelompok menjelaskan bahwa permintaan benih yang dibutuhkan oleh konsumen ternyata belum semua dapat dipenuhi oleh kelompok. Rata-rata permintaan benih dari konsumen tiap bulan mencapai 2 juta ekor benih yang berasal dari konsumen langganan sebesar 1 juta ekor benih dan sisanya dari konsumen baru sebesar 1 juta ekor benih. Akan tetapi, kemampuan produksi kelompok dalam memenuhi permintaan tersebut sebesar 70 - 80%. Penyebab hal ini antara lain karena faktor kesuburan tanah yang mengalami penurunan akibat pemakaian selama lebih dari 10 tahun dan faktor kemampuan indukan yang semakin menurun mempengaruhi produktivitas benih yang dihasilkan secara langsung. Pada awal pembelian indukan, kemampuan memproduksi benih masih tinggi. Namun setelah digunakan selama beberapa tahun, kapasitas produksi benih mengalami penurunan. Umur penggunaan maksimal indukan yang digunakan kelompok saat ini hanya sampai dua tahun, setelah dua tahun indukan sudah harus diganti dengan indukan yang baru.

(21)

7 cuaca dan iklim yang sekarang ini sulit diprediksi, sehingga membuat benih ikan lele mudah mengalami stress dan rentan terhadap penyakit. Dibutuhkan perencanaan strategis yang tepat untuk menghadapi persoalan tersebut. Perencanaan strategis yang baik adalah tindakan yang didasarkan pada pengorganisasian kekuatan dan kelemahan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada, serta secara bersamaan juga menghindari ancaman yang akan dihadapi. Mengetahui ciri khas dan kemampuan yang dimiliki merupakan hal penting sebelum menentukan strategi atau tindakan yang akan diambil.

Berdasarkan penjelasan kondisi usaha pembenihan yang terdapat pada Pokdakan Jumbo Lestari tersebut, maka rumusan masalah yang dapat dibuat adalah: Bagaimana strategi pengembangan usaha yang tepat bagi Pokdakan Jumbo Lestari dalam memenuhi permintaan terhadap benih lele?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi faktor kunci eksternal dan internal yang mempengaruhi Pokdakan Jumbo Lestari dalam upaya memenuhi permintaan benih lele 2. Menentukan alternatif strategi pengembangan usaha yang sesuai dan dapat

diterapkan Pokdakan Jumbo Lestari dalam upaya memenuhi permintaan benih lele

3. Merumuskan prioritas strategi pengembangan usaha yang sebaiknya dilakukan Pokdakan Jumbo Lestari dalam upaya memenuhi permintaan benih lele

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, wawasan dan referensi kepada pengurus Pokdakan Jumbo Lestari, pemerintah setempat dan para pembaca dalam memahami lingkungan usaha pada budidaya benih lele. Bagi pengurus Pokdakan Jumbo Lestari diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dan referensi dalam melakukan pengembangan usaha kelompok. Bagi pemerintah setempat diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam memahami lingkungan usaha pembenihan lele dan melakukan pengembangan pada bidang budidaya lele. Bagi para pembaca diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan wawasan mengenai lingkungan usaha pembenihan lele, sehingga dapat merencanakan dan menjalankan usaha di bidang budidaya lele dengan baik.

Ruang Lingkup Penelitian

(22)

8

TINJAUAN PUSTAKA

Lingkungan Usaha Budidaya Lele

Lingkungan usaha merupakan segala sesuatu yang mempengaruhi aktivitas usaha suatu lembaga atau organisasi. Lingkungan yang dapat mempengaruhi aktivitas usaha tidak hanya berasal dari dalam (internal) lembaga atau organisasi, melainkan juga berasal dari luar (eksternal). Oleh karena itu, dalam memahami faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap usaha diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu: faktor internal dan faktor eksternal (Dedi 2014). Aspek lingkungan internal yang di analisis pada usaha budidaya lele umumnya berkaitan dengan aspek manajemen, aspek pemasaran, aspek keuangan dan aspek operasional. Aspek lingkungan eksternal yang dianalisis meliputi aspek ekonomi, aspek politik, aspek sosial budaya, aspek teknologi dan aspek persaingan (Anshari 2011).

Aspek produksi pada budidaya lele mencakup pemilihan benih dan pemeliharaan ikan berupa pemberian pakan dan obat-obatan (Anshari 2011). Kemampuan pembudidaya lele dalam melakukan proses produksi saat ini sudah cukup baik, karena adanya dukungan dari pemerintah setempat melalui pembinaan terkait teknik budidaya yang sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure). Selanjutnya, aspek pemasaran meliputi produk, pemilihan lokasi, penetapan harga, dan promosi. Diversifikasi produk olahan lele belum banyak dilakukan di Indonesia. Pengolahan ikan lele menjadi fillet bisa dibuat untuk tujuan ekspor dengan harga jual yang lebih baik, daripada hanya menjual lele hidup yang hanya dihargai Rp 2000 untuk ukuran 5 ekor per kg. Pemilihan lokasi usaha budidaya lele juga relatif berada dekat dengan sumber input produksinya yaitu para petani, serta berdekatan dengan pasarnya yaitu pusat kota, seperti Jakarta dan Bogor (Jaja et al 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2011) menunjukkan bahwa kedekatan lokasi usaha akan meminimalkan biaya transportasi yang dikeluarkan. Selain itu, akses jalan serta sarana dan prasarana yang ada sekarang sudah cukup memadai sehingga hal ini dapat memperkecil biaya pengangkutan.

Aspek lain yang mempengaruhi usaha budidaya lele adalah keuangan. Sebagian besar para pembudidaya ikan lele membangun usaha dengan menggunakan modal sendiri atau kelompok yang terbatas. Perkembangan modal usaha akan terus berjalan sesuai dengan pertumbuhan usahanya. Keseluruhan modal usaha didapat dari kemampuan usaha tersebut menghasilkan laba untuk keberlanjutan usaha. Perkembangan usaha perikanan khususnya ikan lele skala kecil bergantung pada hasil usaha, sedangkan hasil usaha sendiri bergantung pada kondisi cuaca dan iklim, serta faktor lain seperti harga bahan baku yang terus meningkat (Wibowo 2011).

(23)

9 pengembangan usaha karena sebagian besar permbudidaya memiliki pendidikan rata-rata lulusan SD dan SMP (Pinem 2011).

Kebutuhan pasar terhadap lele ukuran konsumsi yang cukup tinggi merupakan faktor peluang yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku budidaya lele, khususnya di bidang pembenihan. Permintaan terhadap ikan lele ukuran konsumsi ini sebagian besar berasal dari pengusaha restoran, pengolah dan sejumlah pasar tradisional di daerah Jabodetabek. Akan tetapi, menurut Kepala Bidang Perikanan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bandung, permintaan terhadap ikan lele ternyata belum dapat dipenuhi seluruhnya. Dalam menghadapi permasalahan ini, pemerintah provinsi telah melakukan beberapa upaya untuk mendorong peningkatan produksi pada komoditas ikan lele antara lain pembinaan kepada pelaku usaha, standarisasi dan kemudahan dalam mengurus perizinan usaha3.

Peraturan dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak hanya memberikan dampak positif secara langsung terhadap aktivitas organisasi usaha, melainkan juga dapat memberikan dampak positif secara tidak langsung terhadap keberlangsungan usaha. Salah satu contoh dampak baik yang secara langsung diberikan oleh pemerintah yaitu dengan adanya dukungan dari pemerintah melalui beberapa kebijakan yang memiliki dampak positif. Dukungan dari pemerintah ini meliputi penyediaan penyuluh dan fasilitas-fasilitas lain yang dapat membantu proses produksi (Cecep 2010). Di samping itu, terdapat beberapa peraturan yang dapat membatasi penerimaan. Namun, jika disikapi dengan baik peraturan tersebut, maka akan memberikan pengaruh yang positif secara tidak langsung terhadap keberlangsungan usaha. Salah satu contohnya adalah pemberlakuan peraturan mengenai perlindungan konsumen dan keamanan hasil perikanan. Bagi pelaku usaha budidaya pemula, hal ini secara langsung akan membatasi penerimaan yang dapat diperoleh oleh pelaku usaha. Akan tetapi, dengan menjaga kualitas produk yang dihasilkan akan memberikan citra positif bagi konsumen terhadap produk tersebut4.

Teknologi selalu mengalami perubahan mengikuti perkembangan zaman. Adaptasi teknologi dapat mempengaruhi perencanaan bisnis melalui pengembangan proses produksi dan pemasaran produk suatu organisasi usaha. Teknologi tidak hanya mencakup penemuan baru dalam bentuk alat atau barang, melainkan juga dapat berupa cara atau metode baru yang lebih baik dari teknik sebelumnya. Teknologi di bidang infrastruktur yang dapat dimanfaatkan pada budidaya lele adalah pembuatan kolam terpal, semi-permanen dan permanen, serta saluran pemasukan dan pembuangan air (Anshari 2011). Tingkat kompetitif pada usaha lele juga ternyata mengalami persaingan yang ketat. Ikan lele yang berasal dari Kabupaten Bogor tidak hanya bersaing ketat dengan komoditas lele dari sesama kelompok yang ada di wilayah Bogor saja, melainkan juga bersaing dengan komoditas lele yang berasal dari Kabupaten Tulungagung (Lindawati et al

2013).

3

Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Jawa Barat. 2014. Budidaya Ikan Lele Kian Diminati [internet]. [diacu 2015 Desember 14]. Tersedia pada http://www.bkpd.jabarprov.go.id/budidaya-lele-kian-diminati/

4

(24)

10

Strategi Pengembangan

Perencanaan strategis menurut sejarahnya pertama kali diterapkan di bidang militer, kemudian diterapkan ke dunia usaha atau perusahaan (Djunaedi 2002). Perencanaan strategis menurut Lembaga Administrasi Negara (2003) merupakan suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan dari pembuatan keputusan beresiko dengan memanfaatkan pengetahuan antisipatif, mengorganisasikan secara sistematis usaha-usaha pelaksanaan keputusan tersebut dan mengukur hasilnya melalui umpan balik.

Penyusunan strategi dilakukan menggunakan teknik-teknik perumusan strategi yang diintegrasikan kedalam kerangka pengambilan keputusan tiga tahap, yaitu: tahap input; tahap pencocokan; dan tahap keputusan. Tahap input pada umumnya menggunakan matriks EFE dan IFE. Matriks EFE digunakan untuk meringkas dan mengevaluasi peluang dan ancaman utama yang dihadapi perusahaan. Sementara itu, matriks IFE membantu pengambil keputusan dalam meringkas dan mengevaluasi informasi terhadap lingkungan internal usaha (Nainggolan 2009).

Berikutnya tahap pencocokan, berfokus pada penciptaan alternatif strategi dengan mempertimbangkan faktor eksternal dan internal utama yang telah diperoleh pada tahap input (Yanah 2013). Teknik yang umum digunakan pada tahap pencocokan adalah matriks SWOT ( Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats). Pada penelitian yang dilakukan Magnawati (2010) matriks SWOT digunakan untuk menyusun faktor-faktor internal dengan faktor-faktor eksternal kedalam matriks SWOT. Matriks SWOT dapat menjelaskan bagaimana peluang dan ancaman dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal dalam merumuskan beberapa alternatif strategi.

(25)

11

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Strategi

Menurut David (2011) strategi merupakan sarana untuk mencapai tujuan jangka panjang. Strategi merupakan aksi potensial yang membutuhkan keputusan manajemen tingkat atas dan sumberdaya untuk menjalankan kegiatan usaha dalam jumlah yang besar. Strategi memiliki konsekuensi multifungsional dengan memperhatikan faktor eksternal dan internal yang dihadapi. Craig dan Grant (1996) menjelaskan bahwa strategi yang berhasil mampu mengombinasikan empat karakteristik utama dalam pendekatan analisis strategi, yaitu: sasaran; pemahaman lingkungan; penilaian sumberdaya dan kemampuan; serta penerapan yang efektif.

Menurut David (2011) perencanaan strategis memiliki pengertian yang sama dengan manajemen strategis, yaitu seni dan pengetahuan dalam merumuskan, mengimplemenstasikan, serta mengevaluasi keputusan-keputusan lintas fungsional yang membantu sebuah organisasi mencapai tujuannya. Proses manajemen strategis terdiri dari tiga tahap yaitu perumusan strategi, penerapan strategi dan penilaian strategi. Perumusan strategi mencakup pengembangan visi dan misi, identifikasi peluang dan ancaman eksternal suatu organisasi, pengetahuan mengenai kekuatan dan kelemahan internal, penetapan tujuan jangka panjang, menentukan alternatif-alternatif strategi yang paling menguntungkan bagi organisasi dan pemilihan strategi tertentu untuk mencapai tujuan jangka panjang.

Langkah selanjutnya adalah penerapan strategi dengan cara menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan dan mengalokasikan sumberdaya, sehingga strategi yang telah ditetapkan dapat dijalankan dengan benar. Penerapan strategi merupakan tindakan aksi dari manajemen strategis. Penerapan strategi mengharuskan karyawan dan manajer melaksanakan strategi yang telah dirumuskan secara benar (David 2011).

Penilaian strategi merupakan tahap akhir dari manajemen strategis. Hal ini dilakukan untuk memperbaharui strategi di masa yang akan datang, karena berbagai faktor eksternal dan internal selalu berubah. Tiga aktivitas utama penilaian strategi yaitu peninjauan ulang faktor-faktor eksternal dan internal yang mendasari ditetapkannya sebuah strategi, pengukuran kinerja dan pengambilan langkah korektif (David 2011).

Penilaian Eksternal

(26)

12

1. Kekuatan Ekonomi

Kekuatan ekonomi memiliki pengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap keputusan strategis sebuah organisasi. Faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi meliputi tingkat inflasi, suku bunga, surplus atau defisit neraca pembayaran, fluktuasi mata uang, tingkat tabungan nasional, dan produk domestik bruto.

2. Kekuatan Sosial, Budaya, Demografis, dan Lingkungan

Faktor sosial budaya dapat mempengaruhi kinerja organisasi secara tidak langsung. Sosial budaya dapat mempengaruhi perilaku, cara pandang individu dalam memutuskan untuk membeli atau menjual barang/jasa. Aspek sosial budaya utama yang mempengaruhi antara lain adalah faktor keyakinan, gaya hidup, sikap, kebiasaan, dan aspek-aspek lain yang memiliki keterkaitan yang erat dengan masyarakat.

3. Kekuatan Politik, Pemerintahan, dan hukum

Pemerintah baik pusat maupun daerah memiliki peran sebagai pembuat regulasi, deregulasi, penyubsidi, pemberi kerja, dan konsumen utama organisasi. Fungsi-fungsi tersebut dapat merepresentasikan peluang atau ancaman yang dihadapi organisasi baik besar maupun kecil.

4. Kekuatan Teknologi

Faktor teknologi meliputi teknik-teknik baru dalam menjalankan aktivitas usaha, serta penciptaan produk-produk atau benda baru seperti alat, mesin, dan sebagainya.

5. Aspek Kompetitif

Pesaing merupakan salah satu ancaman utama dalam melakukan usaha. Mengumpulkan informasi mengenai pesaing serta mengevaluasi informasi tersebut menjadi sebuah rencana tindakan yang penting dalam menjaga keberlangsungan usaha.

Penilaian Internal

Dalam dunia usaha diperlukan kemampuan untuk memahami ciri khas yang dimiliki oleh organisasi sebagai landasan dalam menentukan sebuah tindakan yang akan dilakukan. Pemahaman terhadap kondisi internal yang dihadapi organisasi akan membantu menetapkan tujuan dan strategi yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Penilaian internal terhadap suatu organisasi bertujuan untuk memanfaatkan kekuatan yang dimiliki, serta secara bersamaan juga meminimalkan kelemahan yang menjadi faktor penghambat organisasi dalam mencapai tujuan. Kemampuan yang baik dalam melakukan penilaian internal ini diharapkan mampu mengorganisasikan segala aktivitas usaha yang dijalankan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. David (2011) menjelaskan bahwa aspek yang dianalisis pada penilaian internal adalah:

1. Aspek Manajemen

Fungsi manajemen terdiri dari lima aktivitas utama meliputi perencanaan, pengorganisasian, pemberian motivasi, pengelolaan karyawan, dan pengendalian.

2. Aspek Pemasaran

(27)

13 3. Aspek Keuangan

Kondisi keuangan sering kali menjadi faktor penentu suatu tindakan atau strategi akan diterima atau ditolak. Analisis keuangan terkait dengan perolehan dana, pengumpulan dana, pembayaran utang, pengendalian kas, serta perencanaan kebutuhan keuangan sebuah organisasi.

4. Aspek Produksi/Operasional

Aktivitas produksi merupakan kegiatan mengelola segala sumberdaya baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia, maupun sumberdaya modal yang dimiliki untuk menghasilkan atau meningkatkan nilai tambah terhadap suatu barang/jasa. Aspek produksi/operasional memiliki lima aktivitas utama yang perlu di analisis meliputi proses, kapasitas, persediaan, tenaga kerja, dan kualitas.

Matriks EFE dan IFE

Matriks EFE dan IFE merupakan alat bantu dalam menganalisis faktor-faktor keberhasilan utama suatu organisasi. Matriks EFE digunakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi peluang yang dapat dimanfaatkan, serta ancaman yang akan muncul. Matriks IFE digunakan untuk melihat kekuatan dan kelemahan yang dimiliki sebuah organisasi. Di samping itu, matriks EFE dan IFE digunakan untuk meringkas informasi yang diperoleh dari organisasi yang terkait dengan peluang dan ancaman yang dihadapi, serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki organisasi. Selanjutnya, informasi yang telah diperoleh pada matriks EFE dan IFE akan digunakan untuk membentuk matriks SWOT. Meskipun cara kerja dan hasil yang diperoleh pada matriks EFE dan IFE cukup mudah, namun alat analisis ini sangat bermanfaat dalam mengidentifikasi faktor-faktor keberhasilan utama yang mempengaruhi sebuah organisasi.

Matriks SWOT

Matrik SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) merupakan alat analisis yang digunakan untuk mencocokkan faktor-faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi. David (2011) menejelaskan bahwa matrik SWOT membagi alternatif strategi kedalam empat jenis yaitu: strategi SO ( Strengths-Opportunities), strategi WO (Weaknesses-Opportunities), strategi ST ( Strengths-Threats), strategi WT (Weaknesses-Threats).

a. Strategi SO

Strategi SO memanfaatkan kekuatan internal yang dimiliki untuk dapat menghasilkan keuntungan dari peluang eksternal yang ada.

b. Strategi WO

Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara memanfaatkan peluang eksternal yang ada.

c. Strategi ST

Strategi ST menggunakan kekuatan internal yang dimiliki untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal yang dihadapi. d. Strategi WT

(28)

14

Secara umum, strategi WO, ST dan WT dilakukan untuk mencapai kondisi dimana organisasi dapat melakukan strategi SO. Bagaimana mengatasi kelemahan yang dimiliki mampu diubah menjadi kekuatan. Begitu pula dengan ancaman yang dihadapi, perlu dihindari dan memfokuskan kegiatan usaha untuk memanfaatkan peluang eksternal.

Analisis QSPM

Analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) secara objektif menunjukkan pilihan strategi yang paling baik dari setiap alternatif yang ada. David (2011) menjelaskan bawah analisis QSPM dapat membantu mengevaluasi berbagai strategi alternatif secara objektif berdasarkan faktor-faktor keberhasilan penting eksternal dan internal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Analisis QSPM merupakan tahap akhir dari kerangka kerja analisis formulasi strategi. Teknik ini secara jelas menunjukkan strategi alternatif yang paling baik untuk dipilih. Menurut David (2011) analisis QSPM memiliki keistimewaan yaitu:

1. Rangkaian strategi dapat diamati secara berurutan atau bersamaan 2. Tidak ada batasan faktor internal dan eksternal utama yang dimasukan

kedalam analisis. Semakin berkembang analisis QSPM yang dilakukan, akan memperkecil kemungkinan faktor-faktor utama tersebut terlewat atau diberi bobot secara berlebihan, sehingga keputusan yang dipilih merupakan hasil dari serangkaian proses yang komprehensif.

3. Analisis QSPM dapat diterapkan pada hampir setiap jenis organisasi baik berorientasi laba atau nirlaba, maupun skala besar atau kecil.

4. Analisis QSPM dapat membantu proses pemilihan strategi yang membutuhkan pertimbangan banyak faktor utama secara bersamaan.

Kerangka Pemikiran Operasional

Penelitian diawali dengan melakukan identifikasi terhadap masalah yang dihadapi Pokdakan Jumbo Lestari. Selanjutnya, dilakukan analisis kondisi lingkungan usaha pada Pokdakan Jumbo Lestari. Analisis lingkungan usaha ini mencakup lingkungan eksternal dan internal kelompok untuk mengetahui peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang mempengaruhi usaha kelompok. Lingkungan eksternal meliputi aspek ekonomi, sosial-budaya-lingkungan, politik-pemerintahan-hukum, teknologi, dan persaingan industri yang mencakup potensi pengembangan produk baru, potensi masuknya pesaing baru, kekuatan tawar pemasok, kekuatan tawar konsumen dan persaingan antara kelompok pembudidaya ikan lainnya. Lingkungan internal terdiri dari aspek manajemen, pemasaran, keuangan, dan operasional. Setelah mengetahui peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan, langkah berikutnya adalah memasukan informasi tersebut ke dalam matriks EFE dan IFE.

(29)

15 Pengambilan keputusan ini dilakukan dengan menggunakan QSPM untuk menentukan prioritas alternatif strategi yang paling baik untuk dipilih dan diterapkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5.

Permasalahan:

Kemampuan kelompok dalam memenuhi permintaan masih kurang

Identifikasi kondisi usaha pembenihan ikan lele

Analisis Lingkungan Eksternal

Analisis Lingkungan Internal

Matriks IFE Matriks EFE

 Ekonomi

 Sosial, Budaya, Demografi dan Lingkungan

 Politik, Pemerintahan dan Hukum

 Teknologi

 Kompetitif

 Manajemen

 Pemasaran

 Keuangan

 Operasional

Formulasi Alternatif Strategi

Alternatif Strategi

Prioritas Strategi

Rekomendasi Strategi

Matriks SWOT

Analisis QSPM

(30)

16

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Pokdakan Jumbo Lestari di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan memperhatikan bahwa Pokdakan Jumbo Lestari merupakan salah satu kelompok dengan tingkat produksi tertinggi di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Selain itu, lokasi Pokdakan Jumbo Lestari juga berada dalam kawasan minapolitan budidaya ikan lele yang ditetapkan berdasarkan Ketetapan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Tahun 2011. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan November 2015.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lokasi penelitian dan wawancara. Selain itu, digunakan juga data seluruh stakeholder yang memiliki kaitan dengan pengembangan usaha pembenihan lele di Kelompok Pembudidaya Ikan Jumbo Lestari meliputi petugas yang berasal dari Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAKAN) Kabupaten Bogor, penyuluh perikanan Kecamatan Ciseeng dan staf kantor lurah Desa Babakan.

Sementara itu, data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data PDB Perikanan tahun 2010-2014 yang berasal dari BPS (Badan Pusat Statistika), informasi tentang kondisi perekonomian Indonesia dari BI (Bank Indonesia), data produksi ikan lele secara nasional dari KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) Republik Indonesia, dan data produksi lele provinsi dari DJPB (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya). Selanjutnya, dalam penelitian ini juga digunakan data produksi ikan lele Kabupaten Bogor, data kecamatan yang aktif melakukan budidaya lele di Kabupaten Bogor, data harga benih ikan lele, dan data tingkat konsumsi ikan Kabupaten Bogor yang diperoleh dari Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAKAN) Kabupaten Bogor. Berikutnya, data kelompok pembudidaya ikan di Desa Babakan, data produksi benih Desa Babakan dan data-data lain yang berhubungan dengan kelompok pembudidaya ikan di Desa Babakan diperoleh dari BP3K (Badan Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan) Kecamatan Ciseeng. Selain itu, digunakan juga literatur-literatur terkait tentang usaha budidaya lele yang diperoleh melalui perpustakan IPB dan internet.

Metode Pengumpulan Data

(31)

17 data menggunakan kuesioner sebagai pedoman pertanyaan untuk memperoleh informasi yang digunakan dalam melakukan analisis kuantitatif. Pertanyaan diajukan secara sistematis yang berkaitan dengan kondisi usaha dan aktivitas usaha yang sedang dijalankan Pokdakan Jumbo Lestari.

Metode Analisis Data

Proses perumusan strategi menurut David (2011) dilakukan melalui tiga tahap analisis yaitu tahap masukan, tahap analisis dan tahap keputusan. Perumusan strategi dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif, serta disusun secara terstruktur untuk mempermudah pemahaman dalam implementasinya, sehingga keputusan yang diambil merupakan pilihan yang tepat dan sesuai dengan kondisi yang ada. Hasil akhir dari analisis kasus berupa rekomendasi strategi yang akan diambil. Kerangka analisa penyusunan strategi menurut David (2011) seperti tertera pada Gambar 6.

1. Tahap Masukan Evaluasi Faktor Eksternal

(EFE)

Evaluasi Faktor Internal (IFE)

2. Tahap Analisis Matrik SWOT

3. Tahap Pengambilan Keputusan Matrik Perencanaan Strategis Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix)

Sumber: David 2011

Gambar 6 Kerangka formulasi strategi Tahap Input (Input Stage)

Evaluasi Faktor Eksternal (External Factor Evaluation)

Evaluasi faktor eksternal dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi usaha pembenihan lele Pokdakan Jumbo Lestari dalam upaya melakukan pengembangan usaha. Hasil dari analisis faktor eksternal ini dapat berupa peluang atau ancaman yang dianggap mempengaruhi kinerja Pokdakan Jumbo Lestari. Menurut David (2011), tahapan kerja yang dilakukan dalam penyusunan evaluasi faktor eksternal adalah sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi dan menentukan aspek-aspek eksternal yang dapat mempengaruhi kondisi usaha pembenihan kelompok bersama dengan responden, meliputi peluang (opportunities) dan ancaman (threats) yang dihadapi.

(32)

18

c. Menentukan peringkat pada faktor-faktor yang memiliki respon efektif terhadap strategi yang dilakukan saat ini. Pemberian peringkat terdiri dari peringkat 4 untuk faktor yang memiliki respon yang sangat bagus, peringkat 3 untuk faktor yang memiliki respon diatas rata-rata, peringkat 2 untuk faktor yang memiliki respon rata-rata dan peringkat 1 untuk faktor yang memiliki respon dibawah rata-rata. Baik faktor peluang maupun ancaman dapat memperoleh peringkat 1 sampai dengan 4.

d. Menentukan skor pada setiap faktor peluang dan ancaman dengan mengalikan nilai bobot dengan peringkat yang diperoleh.

e. Menentukan total skor analisis EFE dengan menjumlahkan seluruh skor yang diperoleh masing-masing faktor.

Tabel 3 Matriks evaluasi faktor eksternal No Faktor Eksternal

Bobot Rating Bobot x

Rating Peluang (Opportunities)

1 ……….

2 ……….

3 ……….

Kelemahan (threats)

1 ……….

2 ……….

3 ……….

Total 1

Sumber: David 2011

Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation)

Evaluasi faktor internal digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi usaha pembenihan lele Pokdakan Jumbo Lestari meliputi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki kelompok dalam mendukung pengembangan usaha kelompok. Menurut David (2011), tahapan kerja yang dilakukan dalam penyusunan evaluasi faktor internal adalah sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi dan menentukan aspek-aspek internal yang dapat mempengaruhi kondisi usaha pembenihan kelompok bersama dengan responden, meliputi kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) yang dimiliki.

b. Memberikan bobot pada masing-masing faktor-faktor internal yang mempengaruhi kondisi usaha pembenihan kelompok. Rentang nilai pembobotan berada diantara 0 (tidak penting) sampai dengan 1 (penting). Faktor yang memiliki pengaruh sangat besar diberi bobot tertinggi. Total nilai pembobotan terhadap kekuatan dan kelemahan harus sama dengan 1. c. Menentukan peringkat untuk mengindikasi kepentingan masing-masing

(33)

19 sedangkan peringkat 1 dan 2 diberikan untuk faktor-faktor yang termasuk kedalam kelemahan.

d. Menentukan skor pada setiap faktor kekuatan dan kelemahan dengan mengalikan nilai bobot dengan peringkat yang diperoleh.

e. Menentukan total skor analisis IFE dengan menjumlahkan seluruh skor yang diperoleh masing-masing faktor.

Tabel 4 Matriks evaluasi faktor internal No Faktor Internal

Bobot Rating Bobot x

Rating Kekuatan (strengths)

1 ……….

2 ……….

3 ……….

Kelemahan (weaknesses)

1 ……….

2 ……….

3 ……….

Total 1

Sumber: David 2011

Tahap Pencocokan (Matching Stage) Analisis SWOT

Analisis SWOT merupakan alat analisis untuk mengidentifikasi faktor-faktor kunci utama secara sistematis. Analisis ini digunakan untuk memaksimalkan faktor peluang dan kekuatan, serta secara bersamaan juga meminimalkan faktor ancaman dan kelemahan. Hasil dari analisis SWOT terdiri atas empat kuadran. Setiap kuadran merupakan perpaduan dari faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) dan faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan). Langkah kerja dalam membuat sebuah matriks SWOT menurut David (2011) adalah sebagai berikut:

a. Memasukkan faktor-faktor peluang dan ancaman pada kolom vertical di sebelah kiri.

b. Memasukkan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan pada kolom horizontal dibagian atas.

c. Mencocokan kekuatan internal dengan peluang eksternal berdasarkan informasi yang diperoleh pada tahap input, kemudian melakukan pencatatan pada sel SO (strength-opportunity).

d. Mencocokan kelemahan internal dengan peluang eksternal berdasarkan informasi yang diperoleh pada tahap input, kemudian melakukan pencatatan pada sel WO (weakness-opportunity).

e. Mencocokan kekuatan internal dengan ancaman eksternal berdasarkan informasi yang diperoleh pada tahap input, kemudian melakukan pencatatan pada sel ST (strength-threat).

(34)

20

Tahap Keputusan (Decision Stage) Analisis QSPM

Tahap terakhir dalam proses perumusan strategi adalah pengambilan keputusan. Analisis yang digunakan pada tahap ini adalah Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Analisis QSPM merupakan teknik yang digunakan untuk menentukan alternatif strategi yang diprioritaskan. Teknik analisis ini membantu memilih strategi yang paling baik untuk dipilih berdasarkan beberapa alternatif strategi yang telah dibuat pada tahap pencocokan sebelumnya. Bentuk dasar QSPM adalah sebagai berikut:

Tabel 6 Bentuk dasar QSPM Faktor Kunci Bobot

(35)

21 IFE dalam tahap input sebelumnya. Komponen utama dari analisis QSPM terdiri dari: faktor kunci berupa eksternal (peluang dan ancaman) dan internal (kekuatan dan kelemahan), nilai pembobotan, Attractiveness Score (AS), Total Attractiveness Score (TAS) dan Sum Total Attractiveness Score (STAS). Langkah-langkah analisis menurut David (2011) adalah sebagai berikut:

a. Memasukan faktor peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang diperoleh pada tahap input di kolom sebelah kiri pada tabel QSPM.

b. Memberikan nilai bobot yang sama dengan nilai pembobotan yang diberikan pada matriks EFE dan IFE di kolom bobot pada tabel QSPM. c. Memasukan alternatif strategi yang diperoleh pada tahap pencocokan di

bagian atas dari tabel QSPM. Menyusun alternatif strategi dalam rangkaian eksklusif apabila memungkinkan.

d. Menentukan Attractiveness Score (AS) yang menunjukkan nilai daya tarik masing-masing faktor kunci utama pada setiap alternatif strategi dan melakukan perbandingan terhadap faktor kunci utama tersebut dalam rangkaian alternatif-alternatif strategi yang ada. Penentuan nilai AS ini ditentukan oleh responden. Skor daya tarik terdiri atas: 1 = tidak memiliki daya tarik, 2 = daya tarik rendah, 3 = daya tarik sedang, dan 4 = daya tarik kuat.

e. Menentukan Total Attractiveness Score (TAS) melalui perkalian terhadap bobot dengan Attractiveness Score (AS) dari masing-masing faktor kunci utama.

f. Menghitung Sum Total Attractiveness Score (STAS) dengan cara menjumlahkan selurus TAS setiap baris dari faktor kunci utama tersebut. Nilai STAS tertinggi pada kolom alternatif strategi menunjukkan bahwa strategi tersebut lebih menarik dibandingkan dengan strategi lain, sehingga menjadi rekomendasi untuk diprioritaskan dan diterapkan.

GAMBARAN UMUM KELOMPOK

Kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) Jumbo Lestari berdiri pada tahun 2009 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Desa Babakan. Pokdakan Jumbo

Lestari merupakan pemekaran dari kelompok “Bina Usaha” yang sebelumnya

telah berhasil meraih juara pertama tingkat nasional kategori intensifikasi perikanan rakyat tahun 2001. Pokdakan Jumbo Lestari dibentuk dengan tujuan untuk menjadi lembaga atau organisasi usaha yang dapat membantu para anggota dalam meningkatkan posisi tawar mereka di pasar. Pada intinya, Pokdakan Jumbo Lestari berisi sekumpulan pelaku usaha pembenihan ikan lele yang berafiliasi untuk mengorganisasikan segala bentuk aktivitas usaha yang dilakukan mulai dari penyediaan saprokan, produksi, pengendalian kualitas benih, sampai dengan target pasar yang dituju.

(36)

22

Solusi dalam menghadapi persoalan tersebut yaitu dengan memanfaatkan bantuan dari pemerintah. Pemerintah menawarkan bantuan modal usaha bagi pelaku usaha budidaya lele dalam upaya mendorong peningkatan produksi perikanan budidaya. Bantuan modal usaha dari pemerintah ini mensyaratkan penerima bantuan merupakan lembaga berbadan hukum, sehingga para pelaku budidaya perlu melakukan afiliasi dengan membentuk kelompok dan mengesahkan kelompok tersebut sebagai badan hukum. Tujuan pembentukan kelompok seperti Pokdakan Jumbo Lestari ini, tidak hanya sebagai syarat untuk menerima bantuan dari pemerintah, melainkan juga memberikan manfaat lain bagi anggotanya, antara lain harga jual yang diperoleh kelompok lebih stabil, ketersediaan pakan terjamin, pasar yang lebih baik dan dapat menjaga kontinuitas produksi yang dilakukan masing-masing anggota.

Pokdakan Jumbo Lestari sejak pertama kali berdiri sampai saat ini masih dipimpin oleh Bapak Mad Iwan. Selain aktif sebagai pembudidaya ikan lele sejak remaja, beliau juga aktif di lingkungan kemasyarakatan sebagai Ketua RW, Ketua Paguyuban RT/RW Desa Babakan, dan aktif melakukan pembinaan kepada masyarakat sekitar dalam hal budidaya ikan lele. Sejak Pokdakan Jumbo Lestari berdiri pada tahun 2009, Bapak Mad Iwan sudah aktif melakukan upaya-upaya untuk memajukan kelompok diantaranya melakukan koordinasi dan konsultasi dengan pihak pemerintahan seperti Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAKAN) Kabupaten Bogor dan Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Ciseeng.

Pada umumnya, para pelaku pembenihan ikan lele yang tergabung dalam Pokdakan Jumbo Lestari sudah mengenal kegiatan budidaya ikan lele sejak tahun 1985. Pada tahun 1990, para pelaku budidaya ini mulai mengenal teknik budidaya menggunakan teknik kawin suntik dalam melakukan proses pemijahan. Akan tetapi, hasil benih yang diperoleh pada proses pemijahan melalui teknik kawin suntik memiliki kualitas yang tidak begitu bagus apabila dibandingkan dengan teknik pemijahan melalui perkawinan alami. Hal ini disebabkan karena benih yang dihasilkan melalui teknik kawin suntik merupakan benih yang belum matang, sehingga kelompok kembali menerapkan teknik pemijahan melalui proses perkawinan alami karena benih yang dihasilkan merupakan benih yang sudah matang.

(37)

23 Visi dan Misi Kelompok

Visi Pokdakan Jumbo Lestari yaitu menjadikan Pokdakan Jumbo Lestari sebagai wadah organisasi pembudidaya lele di Kampung Babakan Sabrang, Desa Babakan dalam mendukung upaya peningkatan hasil produksi yang berkualitas dan pasar yang lebih baik. Sementara itu, misi Pokdakan Jumbo Lestari adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan usaha budidaya ikan lele masyarakat Kampung Babakan Sabrang, Desa Babakan agar mampu bersaing dalam perdagangan nasional.

2. Turut mengemban tanggung jawab sosial untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Kampung Babakan Sabrang, Desa Babakan.

Struktur Organisasi Kelompok

Struktur organisasi yang ada pada Pokdakan Jumbo Lestari termasuk dalam bentuk struktur organisasi lini, hal ini dikarenakan skala usaha kelompok yang belum besar. Di samping itu, tipe struktur organisasi lini ini memudahkan kelompok dalam mengambil keputusan yang bersifat cepat. Hal ini disebabkan karena hubungan ketua dengan anggota bersifat langsung dengan satu wewenang, sehingga mempermudah anggota dalam memahami informasi yang disampaikan oleh ketua.

Tipe struktur organisasi kelompok yang sederhana ini juga disebabkan karena jumlah anggota yang dimiliki kelompok tidak terlalu banyak, hanya terdiri dari 20 orang. Nilai kekeluargaan yang diterapkan pada kelompok juga mendukung struktur organisasi sederhana ini berjalan dengan baik, sehingga keberlangsungan usaha kelompok masih ada sampai saat ini. Ketua merupakan posisi tertinggi dalam struktur organisasi Pokdakan Jumbo Lestari. Ketua kelompok merupakan jabatan yang dipilih berdasarkan kesepakatan anggota melalui musyawarah kelompok, sehingga ketua kelompok memiliki tanggung jawab terhadap anggota dan kesejahteraannya. Selanjutnya, ketua kelompok dibantu oleh wakil ketua memiliki tugas untuk menjaga keberlangsungan usaha, melakukan pengembangan dan pengawasan terhadap jalannya usaha.

(38)

24

Sumber: Pokdakan Jumbo Lestari 2015

Sumberdaya Kelompok

Sumberdaya yang dimiliki oleh Pokdakan Jumbo Lestari terdiri atas sumberdaya manusia, sumberdaya fisik, dan sumberdaya keuangan. Pada awal berdirinya, Pokdakan Jumbo Lestari hanya memiliki 10 orang anggota. Seiring dengan semakin tingginya permintaan lele yang menuntut kelompok untuk meningkatkan produksinya menyebabkan kelompok melakukan penambahan jumlah anggota Pokdakan Jumbo Lestari mencapai 20 orang. Pada umumnya, sumberdaya manusia yang ada didalam kelompok memiliki kewajiban untuk melakukan kegiatan produksi, namun ada beberapa individu yang memiliki peran lebih untuk membantu ketua dalam menjalankan fungsi manajemen yang ada di kelompok. Pembagian tugas yang ada di dalam kelompok yaitu, 1 orang menjabat sebagai ketua kelompok, 1 orang sebagai wakil ketua, 1 orang sebagai sekertaris, 1 orang sebagai bendahara, 1 orang koordinator produksi, 1 orang koordinator pemasaran, 1 orang koordinator saprokan, 1 orang koordinator humas, dan sisanya bertugas di bidang produksi.

Pokdakan Jumbo Lestari jarang melakukan aktivitas rekrutmen anggota apabila keadaan tidak terlalu mendesak kelompok untuk menambah anggota. Sistem upah yang diterapkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari kepada para anggota adalah melalui sistem bagi hasil. Untuk setiap kolam yang dikelola oleh anggota, masing-masing akan mengeluarkan biaya kontribusi anggota sebesar Rp 1 untuk setiap ekor benih yang terjual. Setiap akhir tahun, seluruh anggota juga akan menerima tambahan penghasilan dari sisa hasil usaha yang dibagikan. Sumberdaya fisik merupakan segala sesuatu yang terdapat di alam semesta dan barang mentah lainnya yang dapat digunakan dalam proses produksi. Lahan yang dimanfaatkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari berupa kolam tanah dan kolam terpal. Pokdakan Jumbo Lestari memiliki luas lahan mencapai 5 Ha yang terdiri atas 126 buah kolam tanah dan 32 buah kolam terpal. Sumberdaya fisik yang dimiliki oleh Pokdakan Jumbo Lestari dapat dilihat pada Tabel 7.

Ketua

Sekertaris Bendahara

Bagian Produksi

Bagian Pemasaran

Bagian Saprokan

Bagian Humas Wakil

Ketua

(39)

25 Tabel 7 Daftar sumberdaya fisik Pokdakan Jumbo Lestari

Komponen Kuantitas Satuan Kondisi

Lahan (berupa kolam tanah dan

kolam terpal) 5 Ha Baik

Mesin air 1 Unit Baik

Mesin aerator 2 Unit Baik

Hapa (jaring berbentuk kotak) 21 Unit Baik

Seser (jaring untuk mengambil ikan) 2 Unit Baik

Jaring 300 Meter Baik

Saringan (alat sortir) 10 Unit Baik

Kakaban (alat untuk menempel telur

ikan) 40 Unit Baik

Ember 10 Unit Baik

Bak plastic 20 Unit Baik

Drum plastic 8 Unit Baik

Lemari arsip 1 Unit Baik

Sumber: Pokdakan Jumbo Lestari 2015

Kegiatan Produksi Kelompok

Usaha pokok yang dijalankan Pokdakan Jumbo Lestari adalah pembenihan lele dengan produksi utama benih lele. Kegiatan pembenihan terdiri atas kegiatan pemijahan, pendederan 1, pendederan 2, dan pendederan 3. Jenis kolam yang digunakan Pokdakan Jumbo Lestari yaitu kolam tanah dan kolam terpal. Pada tahun 2015 kelompok mendapat bantuan dari Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Kabupaten Bogor berupa kolam bioflok untuk membantu upaya Pokdakan Jumbo Lestari dalam meningkatkan produktivitasnya.

Kegiatan pemijahan merupakan tahap awal dalam budidaya pembenihan lele. Dalam satu bulan, kelompok dapat melakukan pemijahan sampai 4 kali. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan penerimaan yang kontinyu tiap minggunya. Tahap selanjutnya adalah pendederan 1. Pada tahap ini, benih-benih hasil perkawinan ditempatkan pada satu tempat. Waktu yang dibutuhkan dalam tahap pendederan 1 adalah 14 hari. Kolam yang digunakan pada tahap pendederan 1 adalah kolam terpal karena membutuhkan air yang bersih serta sirkulasi udara yang baik. Kolam terpal yang digunakan untuk pendederan 1 berjumlah 32 kolam.

(40)

26

Tabel 8 Data produksi benih Pokdakan Jumbo Lestari 2013-2014

Bulan Tahun

2013 2014

Januari 1 508 900 1 530 300

Februari 1 563 900 1 526 600

Maret 1 501 600 1 555 400

April 1 524 900 1 532 650

Mei 1 500 100 1 538 900

Juni 1 516 300 1 498 800

Juli 1 440 950 1 569 050

Agustus 1 548 500 1 514 650

September 1 501 700 1 520 350

Oktober 1 542 700 1 510 500

November 1 577 400 1 622 050

Desember 1 548 500 1 509 600

TOTAL 18 275 450 18 428 850

Sumber: Pokdakan Jumbo Lestari 2015

Kegiatan Pemasaran Kelompok

Pokdakan Jumbo Lestari hanya melakukan kegiatan promosi secara intensif pada saat awal berdirinya kelompok. Bentuk promosi yang dilakukan yaitu

personal selling. Kelompok mendatangi calon konsumen potensial seperti para pelaku pembesaran dan melakukan presentasi lisan serta percakapan untuk memberikan informasi terhadap benih yang ditawarkan. Selanjutnya, Pokdakan Jumbo Lestari juga menawarkan beberapa jasa pelayanan purnajual kepada pelanggan dalam upaya meningkatkan kepuasan konsumen. Layanan purnajual yang diberikan kelompok antara lain memberikan bantuan pengontrolan benih yang dibeli dari kelompok dan memberikan pembinaan terkait cara budidaya yang baik dan benar bagi pelaku budidaya yang masih pemula.

Dampak positif akibat kegiatan promosi tersebut yaitu terjadinya perluasan daerah pemasaran Pokdakan Jumbo Lestari. Daerah pemasaran kelompok saat ini sudah mencakup wilayah Bogor, Jakarta, Tangerang, dan beberapa wilayah lain di Jabodetabek. Bahkan pada tahun 2011, Pokdakan Jumbo Lestari juga sempat menjual benih kepada konsumen yang berada di Pangkal Pinang. Akan tetapi, kelompok tidak lagi menerima permintaan benih dari konsumen yang berada diluar Jawa Barat karena terkendala pada biaya distribusi dan resiko kematian yang tinggi pada saat proses pengiriman. Sebagian besar benih ikan lele yang dihasilkan Pokdakan Jumbo Lestari saat ini sudah dijual rutin ke beberapa wilayah yakni wilayah Bogor mencapai 85% dari total produksi yang dihasilkan, sedangkan untuk wilayah Tangerang sebesar 10%, wilayah Jakarta sebesar 5%, dan daerah lain di Jabodetabek bersifat opsional permintaannya.

(41)

27 kinerja dan pelayanan yang diberikan sebagai daya tarik dalam mendapatkan konsumen baru.

Pokdakan Jumbo Lestari berusaha menjaga kualitas produk dan pelayanan yang mereka berikan kepada konsumen untuk menumbuhkan citra positif terhadap benih yang ditawarkan oleh kelompok. Manfaat yang diperoleh tidak hanya respon positif dari konsumen, melainkan juga kemungkinan terjadinya pembelian berulang yang dilakukan oleh konsumen. Selain itu, citra positif ini menjadi alat yang dapat dimanfaatkan oleh konsumen lama dalam menyebarkan promosi untuk menarik konsumen baru agar melakukan pembelian benih dari Pokdakan Jumbo Lestari. Hal ini yang dimanfaatkan kelompok dalam mengandalkan jenis promosi

word of mouth.

ANALISIS LINGKUNGAN USAHA

Analisis Lingkungan Eksternal

Analisis lingkungan eksternal pada penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hal-hal penting bagi Pokdakan Jumbo Lestari yang berada diluar kendali kelompok, namun memiliki pengaruh terhadap usaha pembenihan kelompok. Analisis lingkungan eksternal akan menghasilkan daftar terbatas dari peluang yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok serta ancaman yang harus dihindari dalam upaya mengembangkan usaha untuk mampu memenuhi permintaan benih lele.

Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi yang mempengaruhi usaha pembenihan lele Pokdakan Jumbo Lestari yakni adanya peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap ikan lele konsumsi. Hal ini ditunjukkan dengan angka kebutuhan ikan lele untuk wilayah Jabodetabek pada tahun 2009 hanya sebesar 75 ton per hari, sedangkan saat ini kebutuhannya sudah mencapai 240 ton per hari (Sulistyo 2015). Kondisi tersebut mengindikasikan kebutuhan masyarakat terhadap ikan lele mengalami peningkatan yang cukup pesat.5

Adanya pergeseran kebutuhan pasar terhadap ikan lele juga dapat dilihat dari sasaran peningkatan produksi ikan lele yang ditetapkan oleh pemerintah untuk tahun 2015-2019 mengalami kenaikan rata-rata per tahun mencapai 13.75%. Di samping itu, berdasarkan informasi yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya menyatakan bahwa penetapan target yang dilakukan oleh pemerintah ini berdasarkan pada kondisi kebutuhan ikan lele yang harus dipenuhi di pasar (DJPB 2015). Akan tetapi, pergeseran kebutuhan masyarakat terhadap lele ini ternyata tidak diikuti dengan ketersediaan ikan lele yang memadai di pasar, sehingga menyebabkan harga komoditas ikan air tawar ini mengalami kenaikkan. Oleh sebab itu, kondisi yang dijelaskan sebelumnya memberikan gambaran bahwa peningkatan produksi ikan lele masih perlu dilakukan, karena kondisi pasar untuk komoditas ikan air tawar ini masih cukup

5

Agromedia. 2009. Potensi Pasar Lele [internet]. [diacu 2016 Maret 1]. Tersedia pada

(42)

28

terbuka. Gambar 8 menampilkan sasaran peningkatan produksi perikanan budidaya menurut komoditas utama tahun 2015-2019.

Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2015

Faktor Sosial, Budaya, Demografi dan Lingkungan

Adanya perubahan kebiasaan masyarakat dalam hal konsumsi makanan menjadi salah satu faktor penting dalam usaha budidaya ikan lele. Masyarakat yang dulu cenderung kurang menyukai produk-produk yang berbahan dasar lele, kini lebih memilih lele sebagai salah satu sumber protein pengganti daging. Di samping itu, pemerintah juga turut membantu dalam upaya meningkatkan konsumsi ikan masyarakat melalui Program Gemar Makan ikan yang dikampanyekan Kementerian Kelautan dan Perikanan6. Kondisi perubahan kebiasaan masyarakat dalam hal mengonsumsi ikan ini juga ditunjukkan oleh data angka konsumsi ikan yang mengalami kenaikan pada tahun 2014 mecapai 37.89 kg/kapita/tahun dibandingkan dengan tahun 2013 yang hanya sebesar 35.21 kg/kapita/tahun (LAKIP 2015). Angka konsumsi ikan Kabupaten Bogor juga mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. Data konsumsi ikan Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 9.

6

Warta Pasar Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Kegiatan FORIKAN (Forum Peningkatan Konsumsi Ikan) [internet]. [diacu 2015 Desember 20]. Tersedia pada

http://www.wpi.kkp.go.id/index.php/profil-pasar-ikan/

Gambar 8 Target peningkatan produksi ikan lele tahun 2015-2019

200,000 400,000 600,000 800,000 1,000,000 1,200,000 1,400,000 1,600,000 1,800,000 2,000,000

2015 2016 2017 2018 2019

Target Produksi Lele 2015-2019 (ton)

(43)

29

Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Bogor 2015

Lokasi usaha Pokdakan Jumbo Lestari yang dekat dengan wilayah Jabodetabek dan sekitarnya juga menjadi suatu peluang yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok. Kondisi infrastruktur berupa akses jalan dari lokasi usaha menuju ke pasar sudah cukup baik. Akses jalan utama menuju lokasi usaha, baik dari arah Bogor maupun Jakarta juga sudah beraspal serta jarang terjadi kemacetan, sehingga sarana transportasi menuju ke wilayah ini sudah cukup mudah. Hal ini menyebabkan akses konsumen untuk melakukan transaksi jual beli menjadi lebih mudah dan biaya distribusi yang dikeluarkan kelompok juga menjadi lebih rendah.

Faktor lingkungan merupakan hal yang sangat mempengaruhi kegiatan usaha pembenihan lele Pokdakan Jumbo Lestari. Kondisi iklim yang berubah dan sulit diprediksi menjadi faktor ancaman yang perlu dihadapi oleh kelompok. Pada tahun 2014/2015 Indonesia dilanda fenomena alam el nino dengan intensitas lemah-sedang yang mengakibatkan penurunan curah hujan dengan kisaran 40 – 80% dibanding normalnya7. Kondisi iklim yang kurang menguntungkan ini dapat menyebabkan rendahnya produksi benih yang dihasilkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari. Perubahan iklim yang disebabkan oleh fenomena ini membuat suhu air menjadi tinggi serta sebagian besar kolam mengalami kekeringan.

Faktor Politik, Pemerintahan dan Hukum

Aturan atau batasan yang dibuat pemerintah di bidang usaha budidaya perikanan memiliki dua tujuan utama yakni untuk melindungi konsumen dan

7

Supari. 2014. Sejarah Dampak el nino di Indonesia [internet]. [diacu 2016 Januari 10]. Tersedia

pada

http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Publikasi/Artikel/Sejarah_Dampak_El-Nino_di_Indonesia.bmkg

0 5 10 15 20 25 30

2010 2011 2012 2013 2014

Konsumsi Ikan (Kg/Kap/Thn)

Konsumsi Ikan (Kg/Kap/Thn)

Gambar

Gambar 1  Laju pertumbuhan PDB sektor pertanian tahun 2010-2014 (persen)
Gambar 2  Produksi lele nasional tahun 2010-2014
Gambar 3  Volume produksi ikan lele tahun 2010-2014
Gambar 4  Harga Ikan Lele DKI Jakarta Tahun 2014-2015
+7

Referensi

Dokumen terkait