• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Penyiapan Lahan oleh Masyarakat Sekitar Hutan Taman Nasional Way Kambas Provinsi Lampung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Teknik Penyiapan Lahan oleh Masyarakat Sekitar Hutan Taman Nasional Way Kambas Provinsi Lampung."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK PENYIAPAN LAHAN OLEH MASYARAKAT

SEKITAR HUTAN TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

PROVINSI LAMPUNG

CHRISTINE DELLA PRASETYA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Teknik Penyiapan Lahan oleh Masyarakat sekitar Hutan Taman Nasional Way Kambas Provinsi Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Christine Della Prasetya

(4)

ABSTRAK

CHRISTINE DELLA PRASETYA. Teknik Penyiapan Lahan oleh Masyarakat Sekitar Hutan Taman Nasional Way Kambas Provinsi Lampung. Dibimbing oleh LAILAN SYAUFINA.

Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan kawasan konservasi berupa taman nasional yang terdapat di Provinsi Lampung. Salah satu gangguan yang dialami TNWK adalah kebakaran hutan yang terjadi beberapa waktu terakhir. Kebakaran tersebut diduga dipicu akibat kegiatan pembukaan lahan yang dilakukan masyarakat sekitar TNWK. Dampak kebakaran tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian di bidang lingkungan, tetapi juga berdampak di bidang ekonomi dan sosial. Ada dua cara penyiapan lahan yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Rajabasa Lama, yaitu teknik tebas-bakar dan tanpa bakar (zero burning). Penyiapan lahan baik menggunakan teknik tebas-bakar (slash and burn) maupun dengan teknik tanpa bakar (zero burning) memiliki tahapan pelaksanaannya masing-masing. Penilaian efisiensi biaya menurut analisis finansial dengan menghitung Benefit Cost Ratio (BCR) yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa teknik tanpa bakar lebih efisien dibanding teknik tebas-bakar dengan nilai BCR masing-masing 2.45 dan 2.24.

Kata kunci: Taman Nasional Way Kambas, teknik penyiapan lahan.

ABSTRACT

CHRISTINE DELLA PRASETYA. The Land Preparation Technique by Community Living Surrounding Way Kambas National Park in Lampung Province. Supervised by LAILAN SYAUFINA.

Way Kambas National Park (TNWK) is the conservation area in the form of a national park located at Lampung Province. One of the problems experienced in TNWK is a forest fire that occurred. The fire seems to be triggered by land clearing activities conducted by community in TNWK. The fire may affect environmental condition as well as economic and social condition. The impact of fire will not only resulted in losses in the field of the environment, but also have an impact in the field of economic and social. There are two models of land preparation conducted by the District community in Rajabasa Lama, namely slash and burn technique and zero burning technique. Both land preparation with slash and burn technique and zero burning technique having its implementation each stage. According to financial assessment of cost efficiency analysis by counting Benefit Cost Ratio (BCR), the results that preparation of land with zero burning technique more efficient than slash and burn technique to the value of each BCR respectively 2.45 and 2.24.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

TEKNIK PENYIAPAN LAHAN OLEH MASYARAKAT

SEKITAR HUTAN TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

PROVINSI LAMPUNG

CHRISTINE DELLA PRASETYA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa oleh karena limpahan kasih dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Teknik Penyiapan Lahan oleh Masyarakat sekitar Hutan Taman Nasional Way Kambas” dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya atas bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak, yakni:

1. Keluarga terutama ayah Drs Timbul Suwarno, MPd dan Ibu Veronica Hari Murni serta kedua adik Davina Nathania Prasetya dan Davita Nathania Prasetya atas dukungan dan doa yang tiada henti.

2. Ibu Dr Ir Lailan Syaufina, MSc sebagai Dosen Pembimbing atas masukan dan bimbingan dalam penelitian dan penulisan skripsi.

3. Semua Dosen dan staff di Departemen Silvikultur atas ilmu yang diberikan. 4. Saudara dan teman-teman di Kost Pondok Putri, Fakultas Kehutanan, dan

Silvikultur 48 atas dukungan semangat yang diberikan.

5. Pengelola Taman Nasional Way Kambas yang telah banyak membantu dan mendampingi selama penelitian ini berlangsung.

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan usulan penelitian ini.

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang tepat sehingga dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi dalam upaya melakukan pencegahan kebakaran sejak dini.

Bogor, Agustus 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Alat dan Bahan 2

Prosedur Penelitian 2

Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4

Sejarah Kebakaran Hutan dan Lahan di Taman Nasional Way Kambas 6

Demografi Lokasi Penelitian 6

Karakteristik Responden 8

Kajian Penyiapan Lahan 11

Analisis Ekonomi 17

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 21

(10)

DAFTAR TABEL

1 Pekerjaan tambahan masyarakat Kecamatan Rajabasa Lama 8 2 Status responden Kecamatan Rajabasa Lama di dalam keluarga 10 3 Status kependudukan responden Kecamatan Rajabasa Lama 11 4 Status kependudukan responden dengan pekerjaan pokok sebagai

petani di Kecamatan Rajabasa Lama 11

5 Luas kepemilikan lahan responden dengan pekerjaan pokok sebagai

petani 11

6 Uji simultan antara tingkat pendidikan, umur, dan asal dengan perilaku

penyiapan lahan 14

7 Uji parsial antara asal peladang dengan perilaku penyiapan lahan 14 8 Jadwal kegiatan pertanian dengan teknik tebas-bakar di Kecamatan

Rajabasa Lama 15

9 Jadwal kegiatan pertanian dengan teknik tanpa bakar di Kecamatan

Rajabasa Lama 17

10 Analisis finansial menurut perilaku penyiapan lahan per hektar oleh

masyarakat di Kecamatan Rajabasa Lama 18

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi TNWK, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung 4 2 Peta areal kerja Balai Taman Nasional Way Kambas 5 3 Pekerjaan pokok masyarakat Kecamatan Rajabasa Lama 7 4 Tingkat pendidikan responden Kecamatan Rajabasa Lama 8 5 Tingkat pendidikan responden dengan pekerjaan pokok sebagai petani

Kecamatan Rajabasa Lama 9

6 Sebaran umur responden di Kecamatan RajabasaLama 10 7 Sebaran umum responden dengan pekerjaan pokok sebagai petani di

Kecamatan Rajabasa Lama 10

8 Perilaku penyiapan lahan oleh masyarakat di Kecamatan Rajabasa

Lama 13

9 Teknik pembakaran tumpukan (pile burning) 15

10 Rata-rata curah hujan dan jumlah hari hujan di Kecamatan Rajabasa

Lama dalam tahun 2014 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner 21

2 Daftar responden 25

3 Hasil regresi logistik dengan uji simultan 26

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan kawasan konservasi berupa taman nasional yang terdapat di Provinsi Lampung. TNWK ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Nomor 670/Kpts-II/1999 tanggal 26 Agustus 1999. TNWK memiliki luas kurang lebih 125.631,31 hektar. TNWK sempat ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam untuk melindungi kawasan yang kaya akan berbagai satwa liar, diantaranya gajah Sumatera (Elephas sumatranus), harimau Sumatera (Panthera tigris), tapir (Tapirus indicus), dan masih banyak jenis lainnya (TNWK 2012).

Seiring dengan berjalannya waktu, terutama setelah ditetapkannya sebagai kawasan suaka margasatwa, TNWK banyak menerima gangguan hutan. Kawasan ini bahkan mengalami kerusakan habitat yang cukup berat selama 20 tahun pada tahun 1968-1974. Kerusakan tersebut timbul ketika kawasan ini dibuka untuk pemukiman dan pertanian akibat bertambahnya penduduk sekitar TNWK. Kebutuhan lahan untuk HPH dan kebutuhan akan lahan pemukiman dan pertanian bagi masyarakat merupakan gangguan utama yang dialami TNWK.

Salah satu gangguan yang dialami TNWK adalah kebakaran hutan yang terjadi beberapa waktu terakhir. Kebakaran tersebut diduga dipicu akibat kegiatan pembukaan lahan yang dilakukan masyarakat sekitar TNWK. Hal tersebut menimbulkan dampak terutama asap tidak hanya dirasakan oleh masyarakat dalam negeri saja, tetapi oleh sebagian Negara di sekitar Indonesia. Dampak kebakaran tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian di bidang lingkungan, tetapi juga berdampak di bidang ekonomi dan sosial.

Provinsi Lampung merupakan daerah dengan lahan pertanian dan perkebunan yang cukup luas, namun ketersediaan lahan tidak mencukupi. Oleh karena itu, salah satu strategi untuk memenuhi kebutuhan akan lahan tersebut adalah dengan membuka lahan-lahan baru (Onrizal 2005). Pembukaan lahan pertanian dan perkebunan ini kerap kali menggunakan kawasan hutan. Namun, beberapa pihak tidak bertanggung jawab cenderung membuka lahan untuk perkebunan dan pertanian ini dengan cara membakar hutan. Beberapa daerah yang rawan akan kebakaran hutan dan lahan salah satunya di sekitar TNWK.

(12)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis tahapan penyiapan lahan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan TNWK dan menganalisis biaya penyiapan lahan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar TNWK.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi mengenai cara penyiapan lahan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan TNWK beserta analisis usaha tani yang diperoleh, sehingga dapat bermanfaat untuk melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan berbasis masyarakat.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Januari hingga bulan Maret 2015. Penelitian ini dilakukan di Desa Transpram Timur, Margoroto Timur, dan Margoroto Barat, Kecamatan Rajabasa Lama yang terdapat di wilayah TNWK, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung.

Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah informasi mengenai kegiatan yang berkaitan dengan pembukaan lahan di sekitar TNWK Provinsi Lampung, sumber data hotspot satelit NOAA18 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI bulan Mei-Juni 2014 sebagai pedoman dalam menentukan lokasi penelitian, gambaran umum lokasi penelitian (Taman Nasional Way Kambas) dan sekitarnya, daftar pertanyaan atau kuisioner.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan (kuisioner), komputer atau laptop dengan software Microsoft Excel dan SPSS 16.0, alat tulis, alat hitung, dan kamera untuk dokumentasi.

Prosedur Penelitian

(13)

3 agar memiliki keterwakilan terhadap populasi yang diteliti menurut pendekatan Cochran (1991) jika populasi tidak diketahui, maka dapat ditentukan sampel minimal 30 unit, semakin banyak sampel akan semakin baik karena data akan semakin mendekati sebaran normal. Penelitian ini mengambil jumlah responden sebanyak 30 orang yang berasal dari tiga desa, yaitu Desa Transpram Timur, Margoroto Timur, dan Margoroto Barat, Kecamatan Rajabasa Lama, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Data lengkap responden akan dibahas dalam bab hasil dan pembahasan. Responden dipilih dengan metode snowball sampling.

Tahap selanjutnya yaitu mengumpulkan beberapa data berupa:

1. Karakteristik rumah tangga peladang yang meliputi nama, umur, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian

2. Data potensi ekonomi keluarga (kepemilikan modal) meliputi luas ladang serta sarana dan prasarana yang dimiliki

3. Pendapatan rumah tangga

4. Keadaan fisik lingkungan meliputi letak, keadaan tanah, topografi, dan kelerengan lahan

5. Kalender musiman atau kegiatan perladangan dari penentuan lahan hingga panen

6. Jenis tanaman yang ditanam oleh peladang

Selanjutnya pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara terstruktur menggunakan daftar pertanyaan atau kuisioner kepada pemilik ladang dan tokoh masyarakat dan observasi lapang. Data yang telah terkumpul kemudian diolah menggunakan analisis sistem tabulasi untuk menghitung pendapatan rata-rata peladang setiap tahunnya.

Analisis Data Penelitian

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kelayakan usaha dengan perhitungan Benefit Cost Ratio (BCR). Perhitungan BCR dilakukan dengan membandingkan hasil benefit dan cost yang telah diperoleh pada pengumpulan data sebelumnya. Jika nilainya <1 maka proyek tersebut tidak ekonomis, jika >1 maka proyek tersebut ekonomis atau feasible, dan jika BCR=1 maka proyek tersebut marjinal (tidak rugi dan tidak untung).

Rumus perhitungan Benefit Cost Ratio (BCR) adalah sebagai berikut: Benefit Cost Ratio (BCR) = Benefit – disbenefit

cost

dimana: Benefit : Keuntungan yang diperoleh oleh masyarakat dalam bentuk uang

Disbenefit : Kerugian yang ditanggung oleh masyarakat dalam bentuk

uang

(14)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Secara administrasi TNWK terletak di Kabupaten Lampung Timur dengan daerah penyangga yang berbatasan dengan Kabupaten Tulang Bawang, Lampung Tengah dan Lampung Timur (Gambar 1). TNWK terdiri atas 10 kecamatan dan 37 desa. TNWK terletak di wilayah bagian timur Provinsi Lampung, antara 4˚37’ - 5˚16’ Lintang Selatan dan 105˚33’ - 105˚54’ Bujur Timur. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut- II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional, Balai TNWK merupakan UPT yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam ( Dirjen PHKA) dengan tugas menyelenggarakan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan di kawasan-kawasan konservasi.

(15)

5

Gambar 2 Peta areal kerja Balai Taman Nasional Way Kambas (Sumber: TNWK 2013)

(16)

6

landsat, diketahui bahwa badan air (sungai, rawa-rawa yang rutin tergenang air) yang berada di TNWK sekitar ± 4 500 hektar. Pada umumnya, TNWK memiliki topografi datar di wilayah timur sampai dengan sedikit bergelombang yang terdapat pada bagian barat kawasan dengan ketinggian 50 mdpl tepatnya di Kecamatan Purbolinggo. Studi lahan di TNWK dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Tanah, Departemen Pertanian. Diketahui bahwa tanah wilayah TNWK terdiri dari grup alluvial, grup marine, dan grup dataran tuf masam. Kawasan TNWK memiliki curah hujan rata-rata 2000 mm/tahun dengan periode musim kemarau dalam satu tahun adalah 3 bulan dan musim penghujan 8 bulan per tahun. Berdasarkan klasifikasi Schimdt-Ferguson, kawasan TNWK termasuk dalam tipe iklim B (BTNWK 2012).

Kebakaran Hutan dan Lahan di Taman Nasional Way Kambas

Posko Siaga Pencegahan Kebakaran Hutan BKSDA Provinsi Lampung tahun 2014 memantau adanya 562 titik panas dari bulan Januari hingga November 2014 di Provinsi Lampung. Jumlah ini lebih besar dibandingkan jumlah toleransi titik panas yang ditetapkan oleh Direktorat Jendral Perlindungan Kebakaran Hutan (Dirjen PHKA) yaitu sebesar 421 titik. Ground check penting dilakukan oleh BKSDA untuk memastikan apakah titik panas tersebut adalah kejadian kebakaran hutan dan lahan atau bukan kejadian kebakaran.

Jumlah titik panas tahun 2014 terbesar terdapat pada Kabupaten Mesuji sejumlah 165 titik panas, kemudian yang kedua adalah Kabupaten Tulang Bawang sebesar 97 titik panas, ketiga adalah Kabupaten Way Kanan sejumlah 77 titik, keempat adalah Kabupaten Lampung Timur sejumlah 76 titik panas, dan kelima adalah Kabupaten Lampung Tengah sejumlah 56 titik panas. Kabupaten Lampung Timur dimana TNWK berada memiliki jumlah hotspot terbanyak keempat di Provinsi Lampung dengan 76 hotspot. Setelah pelaksanaan ground check oleh BKSDA diperoleh hasil bahwa dari 76 hotspot tersebut sebanyak 61 titik panas terdapat di kawasan TNWK dan sekitarnya (Data ground check BKSDA 2014).

Kejadian kebakaran di TNWK termasuk yang tertinggi di antara Taman Nasional lain di Indonesia. Berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis (UPT) TNWK, luas kebakaran di kawasan TNWK dari tahun 2012-2014 mengalami peningkatan. Luas Kebakaran terendah di kawasan TNWK tahun 2012 seluas 101 hektar dan tertinggi tahun 2014 seluas 2408 hektar.

Demografi Lokasi Penelitian

(17)

7 Terdapat 11 kecamatan yang berada di sekitar TNWK. Sebagian besar masyarakat pada 11 kecamatan tersebut merupakan transmigran dari Pulau Jawa. Mata pencaharian yang dominan yaitu dari sektor pertanian yang diperoleh dari lahan marjinal. Permasalahan yang dihadapi sampai saati ini adalah hasil produksi yang rendah, sehingga kesejahteraan masyarakat belum mengalami perbaikan yang diharapkan. Pengelolaan lahan pertanian dilakukan baik oleh masyarakat maupun oleh perusahaan yang bergerak di bidang pertanian/perkebunan (BTNWK 2012).

Budaya penggunaan lahan secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu budaya lokal (asli) dan pendatang. Penduduk asli umumnya menggunakan lahan hanya melalui pola pertanian lahan kering. Pola pertanian lahan kering ini berupa kebun lada, kelapa, durian, karet, kelapa sawit, dan singkong. Penduduk pendatang umumnya menggunkan pola pertanian lahan basah berupa persawahan. Pola ini dilakukan khususnya oleh penduduk yang berasal dari Pulau Jawa. Para pendatang ini juga umumnya menggunakan lahan untuk pemukiman dan menggunakan pekarangannya untuk ditanami tanaman untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Secara garis besar, pemanfaatan lahan di daerah penyangga TNWK dibagi menjadi 2, yaitu singkong dan tanaman perkebunan seperti karet dan kelapa sawit (TNWK 2012).

Secara struktur perekonomian, peranan sektor pertanian masih mendominasi di daerah sekitar TNWK. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara dengan responden di Kecamatan Rajabasa Lama, di mana 70% masyarakat berprofesi sebagai peladang dan lainnya berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), karyawan swasta dan tukang bangunan (Gambar 3) 87% menggunakan hasil panennya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari selain untuk dijual. Sedangkan ada juga masyarakat yang menjadikan bertani sebagai pekerjaan tambahan sebesar 30% (Tabel 1). Sektor lainnya, seperti industri dan jasa masih belum memberikan peranan yang penting. Sedangkan di sektor perdagangan masih berkisar pada usaha perdagangan kecil. Dominansi sektor pertanian yang diperoleh dari lahan marjinal memberikan masalah tersendiri yaitu hasil produksi yang rendah, sehingga kesejahteraan masyarakat sekitar TNWK sebagian besar belum mengalami perbaikan perekonomian yang diharapkan.

(18)

8

Tabel 1 Pekerjaan tambahan masyarakat Kecamatan Rajabasa Lama

No Pekerjaan tambahan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Petani 9 30

2 Peternak 5 17

3 Wiraswasta (bengkel) 2 7

4 Sopir truk 1 3

5 Buruh 1 3

6 Tidak memiliki pekerjaan

Tambahan

12 40

Jumlah 30 100

Karakteristik Responden

Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Rajabasa Lama tergolong sedang. Sebesar 57% masyarakat di Kecamatan ini memiliki pendidikan terakhir pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 30% masyarakatnya berpendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan lainnya berpendidikan Diploma, Sekolah Dasar (SD), dan tidak bersekolah (Gambar 4).

Kemudian dari keseluruhan responden, 21 orang memiliki pekerjaan pokok sebagai peladang, dan 9 orang lainnya menjadikan bertani sebagai pekerjaan tambahan. Dari 21 responden yang memiliki pekerjaan pokok sebagai peladang, diperoleh hasil bahwa 48% peladang berpendidikan akhir SMA dan paling rendah, yaitu sebesar 0% peladang berpendidikan akhir Diploma. Namun, hal yang disayangkan yang dapat dilihat dari Gambar 5 ini adalah peladang yang tidak bersekolah (9%) lebih besar dari peladang yang berpendidikan akhir SD. Oleh karena itu, pada Bab Kajian Penyiapan Lahan akan dibahas apak ada korelasi tingkat pendidikan peladang dengan teknik penyiapan lahan yang digunakan.

(19)

9

Gambar 5 Tingkat pendidikan responden dengan pekerjaan pokok sebagai petani

Pada Gambar 6 sebaran umum responden dimulai dari 30-40 tahun. Namun, sebaran umum peladang justru paling banyak berusia >60 tahun. Pada umur ini merupakan umur tidak produktif untuk bekerja. Sedangkan untuk kelas umur peroduktif yaitu 30-40 tahun hanya sebesar 16.67%. Jika dilihat dari responden yang memiliki pekerjaan pokok sebagai peladang, yaitu sebanyak 21 orang, maka pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa peladang yang paling banyak adalah yang berusia >60 tahun sebesar 57% dan paling rendah pada usia 30-40 tahun.

Hal ini disebabkan masyarakat Kecamatan Rajabasa Lama setelah berumur di atas 20 tahun atau setelah lulus SMA banyak yang bertransmigrasi ke luar kota untuk mencari pekerjaan atau memiliki pekerjaan bukan sebagai peladang sehingga ladang yang sudah ada masih digarap oleh orang tuanya. Pada usia ini juga masyarakat di sana mulai mencari pekerjaan yang dianggap lebih layak dan memberi penghasilan lebih tinggi selain menjadi peladang, misalnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau sebagai karyawan swasta (Gambar 3).

(20)

10

Gambar 6 Sebaran umur responden Kecamatan Rajabasa Lama

Gambar 7 Sebaran umur responden dengan pekerjaan pokok sebagai petani Tabel 2 Status responden Kecamatan Rajabasa Lama di dalam keluarga

No Status Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Kepala keluarga 28 93

2 Istri 2 7

Total 30 100

(21)

11 Hal ini nantinya yang akan mempengaruhi perilaku penyiapan lahan yang dilakukan mengingat masyarakat pendatang atau transmigran tidak memiliki kearifan lokal jika menyiapkan lahan dengan membakar. Oleh karena itu, pada Bab Kajian Penyiapan Lahan akan dilihat apakah keberadaan transmigran yang jauh kebih banyak dibanding penduduk asli ini akan mempengaruhi perilaku penyiapan lahan yang digunakan.

Tabel 3 Status kependudukan responden Kecamatan Rajabasa Lama No Asal Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Penduduk asli 5 17

2 Transmigran 25 83

Total 30 100

Tabel 4 Status kependudukan responden dengan pekerjaan pokok sebagai petani No Asal Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Penduduk asli 1 5

2 Transmigran 20 95

Total 21 100

Kepemilikan lahan peladang di Kecamatan Rajabasa Lama ini paling sedikit seluas 0.5 hektar dan paling luas seluas 5 hektar. Luasan lahan antara 2-2.74 hektar memiliki jumlah orang paling banyak, yaitu sejumlah 8 orang dan yang paling sedikit bahkan tidak ada yaitu lahan seluas 3.5-4.24 hektar (Tabel 5). Lahan seluas lebih dari 0.5 hektar di Kecamatan Rajabasa Lama ini biasanya terletak menyebar, tidak dalam satu hamparan. Hal ini juga yang mendorong beberapa petani melakukan pembakaran karena petani beranggapan lahan yang mereka bakar kecil. Petani yang melakukan pembakaran adalah petani yang memiliki luas ladang 2.75-4.24 hektar.

Tabel 5 Luas kepemilikan lahan responden dengan pekerjaan pokok sebagai petani

(22)

12

kecamatan Rajabasa Lama. Oleh karena itu, beberapa metode pembukaan lahanpun dipraktekkan, yang paling umum adalah teknik tebas-bakar (slash and burn) dan teknik tanpa bakar (zero burning).

Teknik tebas-bakar memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari teknik tebas-bakar adalah persentase areal yang dimanfaatkan lebih besar karena vegetasi sebagian besar habis dibakar, sehingga tidak diperlukan tempat untuk menumpuk sisa-sisa vegetasi. Kelemahan dari teknik tebas-bakar ini, yaitu menyebabkan hilangnya bahan organik, meningkatkan laju erosi, mengurangi infiltrasi air, hilangnya fauna tanah, menurunnya sifat fisik dan kimia tanah, dan menimbulkan polusi udara akibat asap yang dihasilkan (Neary et al. 2005).

Teknik tebas-bakar diharapkan mengacu pada local wisdom atau kearifan lokal setempat yang merupakan warisan turun temurun dari leluhur di suatu daerah. Maksudnya adalah agar pembakaran yang dilakukan tidak semata-mata untuk membersihkan suatu hamparan lahan tanpa kendali. Pembakaran terkendali adalah penggunaan api secara terkendali terhadap bahan bakar baik alami maupun yang sudah dimodifikasi pada lokasi yang telah ditentukan luas dan batasannya untuk mencapai tujuan pengelolaan lahan yang telah direncanakan dan dilakukan pada kondisi cuaca yang cocok (Syaufina 2008). Beberapa hal yang harus disesuaikan dalam melakukan pembakaran terkendali adalah tujuan pembakaran, bahan bakar, topografi, dan kondisi cuaca terutama arah angin dan curah hujan.

Demikian juga dengan teknik tanpa bakar juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan teknik tanpa bakar ini lebih banyak dibandingkan teknik tebas-bakar, terutama untuk menjaga kualitas lahan di masa yang akan datang. Kelebihan teknik tanpa bakar, yaitu melindungi lapisan humus dan mulsa, mempertahankan kelembaban tanah, meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang dapat meningkatkan kesuburan tanah, tidak menimbulkan polusi udara akibat asap, menjaga pH tanah, dan mengurangi biaya pemeliharaan setelah penanaman karena tidak adanya unsur hara yang hilang akibat pembakaran dan tercuci akibat pemadatan tanah (Verna dan Jayakumar 2012). Sedangkan, kelemahan dari teknik tanpa bakar ini adalah untuk pembukaan lahan yang luas maka dibutuhkan alat berat terutama untuk kegiatan penebangan dan perumpukan, sehingga membutuhkan modal yang besar serta operator alat berat yang terampil agar tidak merusak lapisan tanah yang dibersihkan (Onrizal 2005).

Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa sebesar 83% masyarakat yang tinggal di Kecamatan Rajabasa Lama merupakan transmigran. Peraturan Pemerintah Nomor 4 pasal 17 tahun 2001 menjelaskan bahwa penyiapan lahan menggunakan api hanya diperbolehkan bagi masyarakat lokal/asli setempat yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Provinsi, di mana masyarakat asli itu memiliki kearifan lokal sendiri dalam perilaku penyiapan lahan menggunakan api. Oleh karena itu, pendudu transmigran tidak boleh menggunakan teknik tebas-bakar untuk menyiapkan lahan karena tidak memiliki kearifan lokal sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 pasal 17 tahun 2001.

(23)

13 bahwa teknik ini lebih cepat, murah, dan mudah. Mereka juga berpendapat bahwa luas lahan yang dibuka juga tidak terlalu besar. Sebesar 60% responden juga berpendapat bahwa mereka tidak mengetahui adanya sanksi bagi masyarakat yang masih menggunakan teknik tebas-bakar dalam penyiapan lahannya kecuali penduduk asli setempat. Sedangkan sebesar 84% masyarakat yang menggunakan teknik tanpa bakar setuju menggunakan teknik ini karena ramah lingkungan.

Gambar 8 Perilaku penyiapan lahan oleh masyarakat Kecamatan Rajabasa Lama

Berdasarkan hasil yang ditunjukkan oleh Gambar 8 terdapat 17% masyarakat masih menggunakan teknik membakar dalam kegiatan penyiapan lahannya. Hal ini kemudian dianalisis apakah ada pengaruh antara tingkat pendidikan, umur, dan asal peladang dalam perilaku penyiapan lahan. Selanjutnya dilakukan perhitungan regresi logistik berupa uji simultan untuk melihat pengaruh tersebut.

Ada 3 karakteristik yang akan diuji korelasinya terhadap perilaku penyiapan lahan. Tingkat pendidikan peladang yang 48% merupakan lulusan SMA (Gambar 5) diduga dapat mempengaruhi teknik penyiapan lahan. Begitupun dengan karakteristik umur peladang yang didominasi umur di atas 60 tahun sebesar 57% (Gambar 7) dan asal peladang yang 95% merupakan transmigran (Tabel 4) diduga mempengaruhi perilaku penyiapan lahan dengan membakar.

Setelah diuji dengan regresi logistik pada selang kepercayaan 95% diperoleh hasil bahwa dari ketiga karakteristik peladang tersebut hanya asal peladang yang berpengaruh nyata terhadap perilaku membakar (Tabel 6). Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa signifikasi (P-value) yang memiliki nilai lebih kecil dari

(24)

14

Tabel 6 Uji simultan antara tingkat pendidikan, umur, dan asal peladang dengan perilaku penyiapan lahan

No Parameter Signifikasi Alpha

1 Pendidikan 0.077

0.05

2 Umur 0.162

3 Asal 0.018*

Keterangan: * berpengaruh nyata terhadap teknik penyiapan lahan

Hasil uji simultan menunjukkan bahwa hanya asal yang berpengaruh nyata terhadap perilaku penyiapan lahan. Nilai P-value asal peladang sebesar 0.018 lebih kecil dari alpha (0.05) yang artinya asal berkorelasi terhadap perilaku penyiapan lahan. Oleh karena itu, uji lanjut berupa uji parsial dilakukan untuk melihat seberapa besar asal peladang mempengaruhi perilaku penyiapan lahan. Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa perilaku penyiapan lahan yang dipengaruhi oleh asal adalah teknik membakar. Asal peladang yang mempengaruhi teknik membakar adalah penduduk asli. Berdasarkan uji parsial yang dilakukan diperoleh hasil bahwa penduduk asli dapat berpotensi menaikkan perilaku membakar sebesar 1.587 kali. Pernyataan ini dapat dilihat pada nilai β pada Tabel 7.

Tabel 7 Uji parsial antara asal peladang dengan perilaku penyiapan lahan

No Asal β Parameter estimate

1 Penduduk asli 1.587

Membakar

2 Transmigran 0.000

(25)

15

Gambar 9 Teknik pembakaran tumpukan (pile burning) keterangan:

: Tumpukan bahan bakar : Batas areal yang dibakar

Penyiapan lahan dengan teknik tebas-bakar memiliki tahapan mulai dari pemilihan lokasi hingga panen dalam satu tahun. Tahapan tersebut terdiri dari: (1) pemilihan lokasi, (2) pembersihan lahan, (3) perumpukan dan pengeringan bahan bakar, (4) pembakaran, (5) pembakaran ulang, (6) pengolahan tanah, (7) menugal-menanam, (8) pemeliharaan, dan (9) pemanenan (Tabel 8). Tahapan tersebut dilakukan pada bulan-bulan tertentu dan sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca (Gambar 9).

Tabel 8 Jadwal kegiatan pertanian dengan teknik tebas-bakar Kecamatan Rajabasa Lama

No Kegiatan Bulan dalam tahun (Januari-Desember) Keterangan

(26)

16

Penyiapan lahan menggunakan teknik tebas bakar ini sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim terutama curah hujan. Pemilihan lokasi biasanya dilakukan menjelang musim kemarau atau pada musim peralihan musim hujan ke musim kemarau. Kegiatan utama yaitu pengeringan bahan bakar dan pembakaran dilakukan saat curah hujan sangat rendah, yaitu pada bulan September-Oktober (Gambar 10). Kemudian kegiatan muali dari pengolahan tanah hingga penanaman dilakukan pada akhir musim kemarau atau pada musim peralihan musim kemarau ke musim hujan. Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa rata-rata curah hujan dan hari hujan tertinggi yaitu pada bulan Januari dengan rata-rata curah hujan 700 mm dan rata-rata hari hujan 20 hari dalam satu bulan. Rata-rata curah hujan serta hari hujan terendah yaitu pada bulan Oktober dimana tidak terjadi hujan sama sekali (jumlah hari hujan = 0) dengan curah hujan rata-rata 0 mm.

Gambar 10 Rata-rata curah hujan dan jumlah hari hujan di Kecamatan Rajabasa Lama pada tahun 2014

(27)

17 Tabel 9 Jadwal kegiatan pertanian dengan teknik tanpa bakar Kecamatan Rajabasa

Lama

No Kegiatan Bulan dalam tahun (Januari-Desember) Keterangan

J F M A M J J A S O N D

1 Pemilihan lokasi -

2 Pembersihan lahan 14 hari

3 Penyemprotan herbisida

1-2 hari

4 Pengolahan tanah 3-5 hari

5 Menugal-menanam 2-3 hari

6 Pemeliharaan 1 MST hingga

menjelang panen

7 Pemanenan -

Analisis Ekonomi

Penilaian kelayakan usaha tani untuk membandingkan efisiensi biaya dengan teknik tebas-bakar dan teknik tanpa bakar maka dilakukan perhitungan analisis finansial seperti pada Tabel 10. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penyiapan lahan dengan teknik tanpa bakar dan teknik tebas-bakar keduanya memiliki nilai BCR>1. Nilai Benefit Cost Ratio (BCR) teknik tebas bakar yaitu 2.24 dan teknik tanpa bakar memiliki nilai 2.45. Menurut Ar Riza et al. (2010), nilai BCR >1 sudah menunjukkan efisisensi biaya yang baik.

(28)

18

Tabel 10 Analisis finansial menurut perilaku penyiapan lahan per hektar oleh masyarakat di Kecamatan Rajabasa Lama untuk komoditas singkong Penyiapan lahan Tanpa bakar Membakar

Luas areal (hektar) 1 1

Pengeluaran (Rupiah)

Sarana prasarana 750 000 500 000

Pengadaan bahan tanam 1 350 000 1 350 000

Upah tenaga kerja 2 500 000 1 500 000

Pemeliharaan 300 000 450 000

Total pengeluaran (Rupiah) 4 900 001 3 800 001

Produksi (ton) 35 25

Penerimaan (Rupiah) 12 000 000 8 500 000

Keuntungan (Rupiah) 11 700 000 8 050 000

BCR 2.45 2.24

Keterangan Layak usaha Layak usaha

Informasi yang dapat diperoleh dari Tabel 10 adalah penyiapan lahan baik dengan membakar maupun tanpa bakar memiliki nilai BCR>1 dimana menurut Sagita (2010) nilai tersebut menandakan efisiensi biaya yang baik dan layak usaha. Namun, yang membedakan hasil dari penyiapan lahan tanpa bakar dan membakar adalah dari total produksi, penerimaan, dan keuntungan teknik tanpa bakar lebih tinggi daripada teknik membakar walaupun total pengeluarannya lebih besar. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penyiapan lahan dengan teknik tanpa bakar tidak menurunkan produksi dari waktu ke waktu sehingga total penerimaan dan keuntungan yang diperoleh peladang lebih tinggi dibandingkan peladang yang menggunakan teknik membakar. Hasil tersebut seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa pembakaran akan menurunkan produktivitas lahan dalam jangka waktu yang panjang terutama jika digunakan berkali-kali dan setiap penyiapan lahannya melakukan pembakaran.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(29)

19 dan tebas-bakar masing-masing sebesar 2.45 dan 2.24. Namun, teknik tanpa bakar memiliki jumlah keuntungan, penerimaan, dan produksi lebih tinggi dibanding teknik tebas-bakar.

Saran

Perlu dilakukan analisis finansial untuk teknik penyiapan lahan tanpa bakar terutama di derah-daerah yang masih banyak menggunakan api untuk penyiapan lahan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat bahwa teknik tanpa bakar memiliki efisiensi biaya yang lebih baik unutk pertanian jangka panjang serta untuk menekan laju kebakaran hutan dan lahan untuk kegiatan pertanian maupun perkebunan.

DAFTAR PUSTAKA

Ar-Riza I, Dakhyar N, dan Yanti RD. 2010. Penerapan teknologi tanpa bakar untuk meningkatkan produksi jagung di lahan gambut. Prosiding Pekan Serealia Nasional halaman 287-293.

[BTNWK] Balai Taman Nasional Way Kambas. 2012. Sekilas Informasi Taman Nasional Way Kambas Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Lampung: Balai Taman Nasional Way Kambas.

[BTNWK] Balai Taman Nasional Way Kambas. 2013. Sekilas Informasi Taman Nasional Way Kambas Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Lampung: Balai Taman Nasional Way Kambas.

Cochran GW. 1991. Teknik Penarikan Sampel (Terjemahan) Jilid III. Depok: UI Press.

Heriyansah. 1995. Uji coba pembukaan lahan pemukiman transmigrasi pada lahan basah tanpa (minimum) pembakaran di SP-5 Mesuji Atas, Propinsi Lampung [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Ikrosnaeni S. 2006. Pendapatan petani peladang berpindah di sekitar Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Ikhramsyah J. 2004. Kearifan tradisional dalam penyiapan ladang (studi kasus masyarakat tradisional Baduy Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Maswadi, Maulidi, Wini F, Shenny O, Rini H, Dwi R, Dwi Z, Ari KH, Kuno H,

Anna SK, Sahat IM. 2014. Tipologi sebaran perilaku pembakaran lahan gambut di Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat. Journal Social Economic Agriculture 3(1): 1-13.

Neary DG, Kevin CR, Leonardo FDB. 2005. Summary and research needs. USDA Forest Service Gen. Tech. Rep. RMRS-GTR-42 4:209-212.

Onrizal. 2005. Pembukaan Lahan dengan dan tanpa bakar [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

(30)

20

Syaufina L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia Perilaku Api,, Penyebab, dan Dampak Kebakaran. Malang: Bayumedia Publishing.

Solichin, Hasanuddin, Christiana. 2007. Panduan Pengumpulan Informasi Kebakaran Hutan dan Lahan melalui Internet. Palembang (ID): SSFFMP. Tatra GJ. 2009. Penggunaan api pada masyarakat adat dalam pembukaan lahan

studi kasus di Desa Lapodi Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton Propinsi Sulawesi Tenggara [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

(31)

21

LAMPIRAN

Lampiran 1

KUISIONER

KAJIAN PENYIAPAN LAHAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN

TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS PROPINSI LAMPUNG

Tabel 1 Identitas surveyor

Nama Christine Della Prasetya

Lokasi

(Dusun/Desa/Kec.) Tanggal/bulan/ tahun

Tabel 2 Identitas responden

Nomor responden Nama

Umur

Jenis kelamin Laki-Laki / Perempuan Alamat dan nomor telepon

Jumlah anggota keluarga Status dalam keluarga Pendidikan terakhir Mata pencaharian pokok Mata pencaharian tambahan (jika ada)

Pendapatan dari mata pencaharian pokok

(32)

22

A. PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENYIAPAN LAHAN DI

SEKITAR KAWASAN TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

1. Menurut saudara, penyiapan lahan dilakukan untuk kegiatan perladangan guna ditanami tanaman pertanian

a. Sangat setuju b. Setuju c. Tidak setuju

2. Menurut saudara, kegiatan perladangan di sekitar kawasan TN Way Kambas dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga

a. Sangat setuju b. Setuju c. Tidak setuju

3. Menurut saudara, kegiatan perladangan di sekitar kawasan TN Way Kambas merupakan kegiatan utama

a. Sangat setuju b. Setuju c. Tidak setuju

4. Menurut saudara, kegiatan perladangan memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan pekerjaan lainnya

a. Sangat setuju b. Setuju c. Tidak setuju

5. Berapa kali saudara telah melakukan kegiatan pembukaan lahan untuk perladangan?

a. 1 kali b. 1-5 kali c. >5 kali

6. Berapa kali saudara melakukan pembukaan lahan selama satu tahun?

a. 1 kali b. 2-3 kali c. >3 kali

7. Saudara merupakan masyarakat asli di desa ini

A. Ya b. Tidak (transmigran)

8. Bagaimana cara saudara membuka lahan untuk perladangan?

a. Membersihkan secara manual tanpa bakar (penebasan dan lain-lain) b. Membakar

c. Lainnya, jelaskan…

(jika jawabannya a lanjutkan ke nomor 9, jika jawabannya b lanjutkan ke nomor 10-13)

9. Menurut saudara, teknik penyiapan lahan yang saudara lakukan karena ramah lingkungan

a. Sangat setuju b. Setuju c. Tidak setuju,

jelaskan……

10.Apakah saudara sebelumnya telah mengetahui cara penyiapan lahan dengan teknik zero burning?

(33)

23 11.Menurut saudara, teknik penyiapan lahan dengan membakar karena lebih

cepat, mudah, dan murah

a. Sangat setuju b. Setuju c. Tidak setuju,

jelaskan……

12.Bagaimana pola pembakaran yang saudara lakukan

a. Ring firing b. Pile burning c. Lainnya, jelaskan…….

13.Apakah saudara mengetahui adanya sanksi terkait penyiapan lahan dengan membakar?

a. Ya c. Tidak

14.Berapa lama waktu yang saudara butuhkan untuk penyiapan lahan tersebut? a. <5 hari c. 5-7 hari c. > 7 hari

A. KAJIAN EKONOMI

1. Apa saja peralatan yang saudara gunakan untuk penyiapan lahan? Tabel 3 Daftar peralatan yang digunakan dan biaya pengadaannya

No Nama alat Biaya pengadaan

1

2. Apa saja jenis tanaman yang terdapat di ladang saudara

(34)

24

3. Apa jenis pekerjaan yang saudara lakukan disaat menunggu hasil panen dari ladang?

Tabel 4 Jenis pekerjaan lainnya No

Jenis pekerjaan Hasil yang

diperoleh

4. Bagaimana tata waktu kegiatan perladangan yang saudara lakukan?

Tabel 5 Tata waktu kegiatan perladangan masyarakat sekitar TN Way Kambas tanpa membakar

No Kegiatan Bulan dalam tahun

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Tabel 6 Tata waktu kegiatan perladangan masyarakat sekitar TN Way Kambas dengan membakar

No Kegiatan Bulan dalam tahun

(35)
(36)

26

Lampiran 3 Hasil regresi logistik

KORELASI ASAL PELADANG DENGAN TEKNIK PENYIAPAN LAHAN

Likelihood Ratio Tests

Effect Model Fitting Criteria Likelihood Ratio Tests

Alpha -2 Log Likelihood of

Reduced Model

Chi-Square df Sig.

Intercept 4,990a 0.000 0 . 0.05

Asal 6.947 1,957 1 0.162

KORELASI PENDIDIKAN PELADANG DENGAN TEKNIK PENYIAPAN LAHAN

Likelihood Ratio Tests

Effect Model Fitting Criteria Likelihood Ratio Tests

Alpha -2 Log Likelihood of

Reduced Model

Chi-Square df Sig.

Intercept 4.186a 0.000 0 . 0.05

Pendidikan 12.603 8.417 4 0.077

KORELASI UMUR PELADANG DENGAN TEKNIK PENYIAPAN LAHAN

Likelihood Ratio Tests

Effect Model Fitting Criteria Likelihood Ratio Tests

Alpha -2 Log Likelihood of

Reduced Model

Chi-Square df Sig.

Intercept 4.557a 0.000 0 . 0.05

(37)

27

Lampiran 4 Dokumentasi penelitian

Gambar 1 Pengolahan tanah secara Gambar 2 Penyemprotan herbisida manual dengan sapi

Gambar 3 Pengolahan tanah Gambar 4 Penanaman singkong dengan traktor

Gambar 5 Bekas terbakar pada tunggak Gambar 6 Calon lahan yang akan

(38)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung tanggal 25 Agustus 1993. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan suami istri Drs Timbul Suwarno, MPd dan Veronica Hari Murni. Penulis diterima di SMA Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2008 dan lulus pada tahun 2011. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur Undangan pada tahun 2011.

Selama menuntut ilmu di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di organisasi mahasiswa internal kampus diantaranya anggota

Outgoing Exchange AIESEC LC IPB (2011), anggota Human Resources Development (HRD) Himpunan Profesi Mahasiswa Silvikultur “Tree Grower

Community” (2012-2013 dan 2013-2014), Anggota divisi ekstern Komisi Kesenian UKM PMK IPB. Beberapa beasiswa yang pernah didapatkan oleh penulis adalah beasiswa Yayasan Korindo, PPA/BBM, dan PT Daya Adicipta Mustika.

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi TNWK, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi
Gambar 3 Pekerjaan pokok masyarakat Kecamatan Rajabasa Lama
Tabel 1 Pekerjaan tambahan masyarakat Kecamatan Rajabasa Lama
Gambar 5 Tingkat pendidikan responden dengan pekerjaan pokok sebagai       petani
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasar asumsi bahwa pada 1 (satu) hunian terdiri dari 5 jiwa dan mempunyai kriteria sebagai masyarakat berpenghasilan rendah dan aliran debit air limbah yang

[r]

Pemusatan perhatian menurut pendapat tersebut merupakan tanda seseorang yang mempunyai minat terhadap sesuatu yang muncul dengan tidak sengaja yang menyertai sesuatu

Disimpulkan bahwa radiografi digital menunjukkan beberapa keunggulan dibandingkan dengan radiografi konvensional, seperti dosis radiasi kurang, lebih cepat dan lebih

Sehingga kajian ini berupa penerapan konsep hemat energi pada Fakultas Teknik kampus II UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan difokuskan pada Jurusan Arsitektur dalam skala

Kecerahan rata-rata pada lingkungan KJA lebih rendah dibandingkan pada lingkungan pemotongan Eceng Gondok karena lokasi KJA merupakan lokasi yang dilewati aliran air yang akan

Konsep dari acara screening ini bertemakan unsur budaya, dengan nama acara “PESONA” yang memiliki tema pesona budaya Indonesia dikarenakan dari masing-masing karya film

Sebagai salah satu inovasi teknologi pada arus globalisasi, sekarang ini televisi mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat dan telah menyentuh kepentingan masyarakat