• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterkaitan Lingkungan Kerja, Dukungan Suami, Dan Body Image Dengan Durasi Pemberian Asi Eksklusif Pada Karyawan Wanita Di Balai Kota Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keterkaitan Lingkungan Kerja, Dukungan Suami, Dan Body Image Dengan Durasi Pemberian Asi Eksklusif Pada Karyawan Wanita Di Balai Kota Bekasi"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

KETERKAITAN LINGKUNGAN KERJA, DUKUNGAN

SUAMI, DAN BODY IMAGE DENGAN DURASI PEMBERIAN

ASI EKSKLUSIF PADA KARYAWAN WANITA

DI BALAI KOTA BEKASI

ZAHRIFA ANNISA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keterkaitan Lingkungan Kerja, Dukungan Suami, dan Body Image dengan Durasi Pemberian ASI Eksklusif pada Karyawan Wanita di Balai Kota Bekasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

ZAHRIFA ANNISA. Keterkaitan Lingkungan Kerja, Dukungan Suami, dan Body Image dengan Durasi Pemberian ASI Eksklusif pada Karyawan Wanita di Balai Kota Bekasi. Dibimbing oleh M RIZAL MARTUA DAMANIK DAN KATRIN ROOSITA.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan tentang ASI, lingkungan kerja, dukungan suami, dan body image dengan durasi pemberian ASI eksklusif pada karyawan wanita di Balai Kota Bekasi. Desain penelitian adalah cross sectional study dan pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas tersedianya fasilitas Pojok ASI di tempat kerja. Sejumlah 30 karyawan diikutsertakan dalam penelitian ini. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2015. Rata-rata durasi pemberian ASI eksklusif contoh 16 minggu. Tingkat pengetahuan contoh tergolong 10% rendah, 50% sedang, dan 40% tinggi. Sebanyak 60% lingkungan kerja contoh tergolong baik. Sebagian besar dukungan suami contoh tergolong sedang (43%) dan tinggi (43%). Contoh yang memiliki body image positif sebanyak 60%. Durasi pemberian ASI eksklusif akan lebih lama pada contoh yang memiliki tingkat pengetahuan tentang ASI yang lebih tinggi (p<0.05; r=0.429), lingkungan kerja yang baik (p<0.01; r=0.463), dukungan suami yang tinggi (p<0.01; r=0.558), dan body image yang positif (p<0.05; r=-0.449).

Kata kunci: ASI eksklusif, dukungan suami, lingkungan kerja

ABSTRACT

ZAHRIFA ANNISA. Linkage of Workplace Environment, Husband Support, and Body Image with Duration of Exclusive Breastfeeding on Woman Employees in Bekasi Government Office. Supervised by M RIZAL MARTUA DAMANIK and KATRIN ROOSITA.

The objective of this study was to analyze the association between breastfeeding knowledge, workplace environment, husband support, and body image with duration of exclusive breastfeeding on woman employees in Bekasi Government Office. The design of this study was a cross sectional study and research location was selected based on the availability of Nursery Room in the workplace. A number of 30 woman employees were participated in this study. Research was conducted on March-May 2015. The average of duration of exclusive breastfeeding was 16 weeks. Level of breastfeeding knowledge samples was categorized as 10% low, 50% moderate, and 40% high. As much as 60% samples had a good workplace environment. A majority of husband support samples was categorized as moderate (43%) and high (43%). Samples who had a positive body image was 60%. Duration of exclusive breastfeeding will be longer on samples who had high breastfeeding knowledge level (p<0.05; r=0.429), good workplace environment (p<0.01; r=0.463), high husband support (p<0.01; r=0.558), and positive body image (p<0.05; r=-0.449).

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

KETERKAITAN LINGKUNGAN KERJA, DUKUNGAN

SUAMI, DAN BODY IMAGE DENGAN DURASI PEMBERIAN

ASI EKSKLUSIF PADA KARYAWAN WANITA

DI BALAI KOTA BEKASI

ZAHRIFA ANNISA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul :Keterkaitan Lingkungan Kerja, Dukungan Suami, dan Body Image dengan Durasi Pemberian ASI Eksklusif pada Karyawan Wanita di Balai Kota Bekasi

Nama : Zahrifa Annisa NIM : I14110055

Disetujui oleh

Prof. drh. M Rizal M Damanik, MRepSc, PhD Dr. Katrin Roosita, SP, MSi

Pembimbing 1 Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Rimbawan Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah yang telah diselesaikan berjudul Keterkaitan Lingkungan Kerja, Dukungan Suami, dan Body Image dengan Durasi Pemberian ASI Eksklusif pada Karyawan Wanita di Balai Kota Bekasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peneliti, masyarakat, contoh penelitian, dan pemerintah mengenai pentingnya lingkungan kerja yang mendukung, adanya dukungan suami, dan persepsi body image yang positif agar wanita yang bekerja tetap dapat memberikan ASI Eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Pemerintah Kota Bekasi dan Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Kota Bekasi yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Balai Kota Bekasi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. drh. M Rizal M Damanik, MRepSc, PhD serta Dr. Katrin Roosita, SP, MSi yang telah banyak membimbing penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis ungkapkan kepada orang tua serta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya. Selain itu juga kepada sahabat-sahabat penulis dan teman-teman Mineral 48 atas segala dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

PRAKATA i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN v

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Rumusan Masalah 3

Manfaat Penelitian 4

KERANGKA PEMIKIRAN 4

METODE PENELITIAN 6

Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian 6

Cara Penarikan dan Jumlah Contoh 6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 7

Pengolahan dan Analisis Data 8

Definisi Operasional 12

HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Gambaran Umum Balai Kota Bekasi 14

Karakteristik Keluarga 15

Karakteristik Contoh 17

Kegiatan Memerah ASI 20

Lokasi Memerah ASI 20

Durasi Pemberian ASI Eksklusif 22

Pengetahuan Tentang ASI 23

Lingkungan Kerja 24

Dukungan Suami 25

Body Image 25

(14)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

Hubungan Pengetahuan tentang ASI, Lingkungan Kerja, Dukungan Suami, dan Body Image dengan Durasi Pemberian ASI Eksklusif

28

Hubungan Durasi Pemberian ASI Eksklusif dengan Skor Morbiditas Bayi

31

SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 34

LAMPIRAN 38

(15)

DAFTAR TABEL

1 Variabel, parameter, dan cara pengumpulan data 7 2 Variabel, kategori, dan dasar kategori untuk variabel penelitian 10 3 Sebaran contoh berdasarkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) 14 4 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga, pendapatan, dan

pendidikan suami

16

5 Sebaran contoh berdasarkan usia, pendidikan contoh, paritas, dan jenis persalinan

18

6 Tabulasi silang antara praktik pemberian ASI dengan kegiatan memerah ASI

20

7 Sebaran contoh berdasarkan durasi pemberian ASI eksklusif 22 8 Tabulasi silang antara pengetahuan tentang ASI dengan praktik

pemberian ASI

23

9 Persentase contoh berdasarkan jawaban benar pada tiap domain pertanyaan pengetahuan tentang ASI

24

10 Tabulasi silang antara lingkungan kerja dengan praktik pemberian ASI 24 11 Tabulasi silang antara dukungan suami dengan praktik pemberian ASI 25

12 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit 27

13 Tabulasi silang antara praktik pemberian ASI dengan frekuensi sakit 27 14 Tabulasi silang antara praktik pemberian ASI dengan lama sakit 28 15 Tabulasi silang antara praktik pemberian ASI dengan skor morbiditas 28

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 6

2 Pojok ASI di Balai Kota Bekasi 15

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Total skor pertanyaan pengetahuan tentang ASI 39

2 Uji normalitas data 41

3 Hasil korelasi Spearman pengetahuan tentang ASI dengan durasi pemberian ASI eksklusif

41

4 Hasil korelasi Spearman lingkungan kerja dengan durasi pemberian ASI eksklusif

42

5 Hasil korelasi Spearman dukungan suami dengan durasi pemberian ASI eksklusif

42 6 Hasil korelasi Spearman body image dengan durasi pemberian ASI

eksklusif

42 7 Hasil korelasi Spearman durasi pemberian ASI eksklusif dengan skor

morbiditas bayi

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Angka kematian anak yang rendah merupakan salah satu indikator yang ingin dicapai dalam MDG’s (Millenium Developmet Goals). United Nations (2014) dalam The Millenium Development Goals Report pada tahun 2014 melaporkan bahwa telah terjadi penurunan angka kematian balita (AKABA) hampir 50% dari 90 kematian per 1000 kelahiran hidup pada 1990 menjadi 48 kematian pada tahun 2012 secara global. Sementara itu, berdasarkan data SDKI tahun 2012 (dalam Kemenkes 2013), penurunan AKABA cukup tajam terjadi antara tahun 1991 sampai 2012, yaitu dari 97 kematian per 1000 kelahiran hidup menjadi 40 kematian per 1000 kelahiran hidup. Namun, penurunan tersebut belum mencapai target MDG’s 2015, yaitu berkurangnya 2/3 AKABA (United Nations 2014) atau menurut SDKI tahun 2012 (dalam Kemenkes 2013) AKABA menjadi kurang dari 32 per 1000 kelahiran hidup pada periode 2013-2015.

Target MDG’s untuk mengurangi angka kematian dan kesakitan anak, khususnya balita didukung oleh World Health Organization (WHO) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF). Dukungan WHO dan UNICEF dengan cara merekomendasikan pemberian air susu ibu (ASI) saja untuk bayi minimal sampai usia 6 bulan (ASI eksklusif). Pemberian ASI eksklusif diyakini mampu meningkatkan status kesehatan, pertumbuhan, serta kelangsungan hidup bayi baru lahir sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas balita. Tahun 2003, pemerintah Indonesia pun turut merubah rekomendasi durasi ASI eksklusif dari 4 menjadi 6 bulan (BPS, BKKBN, Kemenkes, & ICF International 2013).

Peraturan terkait pemberian ASI eksklusif juga telah disusun oleh pemerintah Indonesia untuk mendukung keberhasilan program ASI eksklusif. Salah satunya adalah UU No 36 tahun 2009 pasal 128 ayat 2 dan 3 yang menyatakan bahwa semua pihak harus mendukung penuh ibu memberikan ASI, dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus yang mendukung. Regulasi pemerintah yang mewajibkan praktik pemberian ASI eksklusif memang mampu meningkatkan jumlah pemberian ASI eksklusif dari 15.3% pada tahun 2010 (Riskesdas 2010) menjadi 38% pada tahun 2013 (Riskesdas 2013). Namun, peningkatan tersebut masih jauh dibawah target nasional cakupan pemberian ASI eksklusif sebesar 80%.

Kemenkes (2011a) menyatakan bahwa keterbatasan waktu pemberian ASI merupakan salah satu penyebab belum tercapainya target nasional cakupan praktik pemberian ASI eksklusif. Data Statistik Indonesia (BPS 2014) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah total pekerja wanita dari 16 959 993 juta jiwa pada Agustus 2012 menjadi 17 376 333 juta jiwa pada Agustus 2014. Tidak menutup kemungkinan, diantara total jumlah pekerja wanita tersebut terdapat pekerja wanita dalam usia reproduksi yang akan mengalami proses kehamilan, melahirkan, dan menyusui selama menjadi pekerja.

(18)

bekerja (AIMI 2013). Praktik memerah ASI merupakan salah satu cara agar ibu bekerja dapat memberikan ASI eksklusif hingga 6 bulan. Namun, memerah ASI ketika bekerja bukanlah hal yang mudah, sehingga memerah ASI dalam jangka panjang membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, terutama suami (IDAI 2013). Dukungan serta kesediaan suami untuk bekerja sama dalam hal pengasuhan anak dan pemberian ASI sangat dibutuhkan bagi ibu bekerja. Dukungan suami yang diberikan dalam bentuk apapun dapat mempengaruhi kondisi emosional ibu sehingga berdampak pada produksi ASI (Ramadani & Hadi 2010).

Hasil studi Ramadani dan Hadi (2010) pada 182 ibu bekerja dan tidak di wilayah kerja Puskesmas Air Tawar Kota Padang menunjukkan bahwa ibu yang mendapat dukungan pemberian ASI eksklusif dari suami memiliki kecenderungan 2 kali lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif hingga 6 bulan daripada ibu yang tidak atau kurang mendapatkan dukungan suami. Hampir seluruh ibu (80.6%) menyatakan bahwa dukungan suami yang paling mereka anggap penting adalah suami mendorong dan menyarankan ibu untuk menyusui bayinya serta suami tidak mengeluhkan adanya perubahan bentuk tubuh ibu setelah melahirkan maupun karena menyusui bayi, sehingga meningkatkan rasa percaya diri ibu.

Perubahan bentuk tubuh selama hamil dan setelah melahirkan akan berpengaruh terhadap penampilan dan rasa percaya diri seorang wanita, terutama pada wanita yang bekerja. Penampilan dan pekerjaan merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan, wanita yang bekerja dituntut untuk lebih memperhatikan penampilannya agar menarik. Penampilan menarik membuat mereka merasa lebih berharga serta dapat tampil lebih meyakinkan dalam berbagai situasi. Ketidakpuasaan terhadap penampilannya sehari-hari merupakan penyebab awal munculnya body dissatisfaction (ketidakpuasaan terhadap tubuh) yang dalam jangka panjang dapat mengarah pada body image negatif (Kartikasari 2013). Wanita yang lebih memperhatikan body image saat periode post partum cenderung menghentikan praktik menyusui sebelum 6 bulan dan menyapih bayi mereka lebih cepat, karena mereka khawatir menyusui akan memberikan dampak negatif terhadap bentuk tubuh mereka (Brown et al. 2014).

(19)

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis pengetahuan tentang ASI, lingkungan kerja, dukungan suami, body image, dan durasi pemberian ASI eksklusif pada karyawan wanita di Balai Kota Bekasi.

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga contoh yang meliputi besar keluarga, pendapatan, dan pendidikan suami,

2. Mengidentifikasi karakteristik contoh yang meliputi usia, pendidikan, paritas, dan jenis persalinan,

3. Mengkaji durasi pemberian ASI eksklusif,

4. Mengkaji pengetahuan tentang ASI, lingkungan kerja, dukungan suami, dan body image,

5. Menilai status kesehatan bayi (jenis penyakit, frekuensi & lama sakit, serta skor morbiditas),

6. Menganalisis hubungan pengetahuan tentang ASI, lingkungan kerja, dukungan suami, dan body image dengan durasi pemberian ASI eksklusif, 7. Menganalisis hubungan durasi pemberian ASI eksklusif dengan skor

morbiditas bayi.

Rumusan Masalah

Ibu bekerja memiliki kecenderungan tidak memberikan ASI secara eksklusif (Forster et al. 2006). Hal ini antara lain disebabkan oleh pendeknya waktu cuti kerja, lingkungan kerja yang tidak mendukung, dan pendeknya waktu istirahat saat kerja. Lingkungan kerja yang tidak mendukung merupakan faktor yang paling sering dikaitkan dengan tingginya jumlah pekerja wanita yang meninggalkan kewajibannya sebagai seorang ibu untuk menyusui anaknya (AIMI 2013; IDAI 2013). Lingkungan kerja dapat mempengaruhi alokasi waktu dan kondisi emosional ibu. Kondisi emosional ibu yang tidak stabil dapat menyebabkan tingginya tingkat stres pada ibu bekerja, sehingga mengganggu produksi ASI. Alokasi waktu yang buruk menyebabkan ibu tidak mampu membagi waktu dengan baik untuk urusan kantor dan rumah tangga, akibatnya beberapa kewajiban ibu dalam mengurus rumah tangga terbengkalai, termasuk kewajiban memberikan ASI eksklusif. Lingkungan kerja ramah laktasi dapat membantu dan menciptakan rasa nyaman ibu untuk menunaikan kewajibannya dalam mengurus rumah tangga ketika bekerja, seperti memerah ASI saat bekerja (Murtagh & Anthony 2011).

(20)

tubuh menyebabkan munculnya persepsi body image negatif yang dapat mempengaruhi praktik pemberian ASI (Brown et al. 2014). Berdasarkan paparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti keterkaitan lingkungan kerja, dukungan suami, dan body image dengan durasi pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja.

Manfaat Penelitian

Selain menambah ketersediaan data dan gambaran mengenai durasi pemberian ASI eksklusif pada karyawan wanita di Kota Bekasi, penelitian ini juga bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai keterkaitan lingkungan kerja, dukungan suami, dan body image dengan durasi pemberian ASI eksklusif pada karyawan wanita di Kota Bekasi. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat memberikan gambaran keberhasilan salah satu program pemerintah, yaitu pemanfaatan Pojok ASI yang tersedia di lingkungan kerja. Bagi masyarakat umum, penelitian ini bermanfaat untuk meyakinkan mereka bahwa keberhasilan pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan tidak hanya melibatkan diri sendiri, namun melibatkan semua pihak yang saling terkait, termasuk rekan kerja dan anggota keluarga (terutama suami).

KERANGKA PEMIKIRAN

Praktik pemberian ASI merupakan kegiatan memberikan ASI untuk anak yang dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Bila kegiatan ini dilakukan secara langsung maka disebut dengan menyusui (Roesli 2000). Praktik pemberian ASI dibedakan menjadi dua macam, yaitu eksklusif dan tidak eksklusif. Eksklusif bila bayi hanya diberikan ASI saja tanpa makanan atau minuman lain. WHO (2012) merekomendasikan ASI eksklusif harus diberikan pada bayi sampai dengan usia 6 bulan. Durasi pemberian ASI eksklusif sering digunakan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, tidak hanya sekedar mengklasifikasi apakah pemberian ASI dilakukan secara esklusif atau tidak, namun juga sampai pada usia berapa bayi hanya diberikan ASI saja oleh ibu. Jadi, kata ASI eksklusif tersebut digunakan untuk mewakili pemberian ASI saja tanpa makanan atau minuman lain tanpa menambahkan batasan umur. Namun, istilah tersebut hanya digunakan untuk mengklasifikasikan saja tanpa merubah definisi ASI eksklusif secara resmi dari WHO (Susiloretni et al. 2014).

(21)

yang lebih lama karena pengaruh obat bius merupakan salah satu penyebab rendahnya tingkat pemberian ASI eksklusif pada persalinan sesar (Perez-Escamilla et al. 1996).

Durasi pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja juga erat kaitannya dengan lingkungan kerja ibu. Status pekerjaan dapat meningkatkan kemungkinan penyapihan anak yang terlalu dini. Lingkungan kerja yang ramah laktasi mampu mencegah kemungkinan tersebut (Roesli 2000; Murtagh & Anthony 2011). Adanya lingkungan kerja yang ramah laktasi memberi kesempatan bagi ibu untuk tetap memberikan ASI ketika bekerja dengan cara memerah ASI. Peran serta suami juga dIbutuhkan untuk keberhasilan pemberian ASI eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan pada ibu bekerja. Dukungan suami terhadap istri mampu memperkuat komitmen dan motivasi ibu untuk memberikan kehidupan yang layak dan berkualitas untuk bayinya, salah satunya dengan memberikan ASI. Studi yang dilakukan oleh Ramadhani dan Hadi (2010) menunjukkan bahwa diantara 55.4% ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif untuk bayinya, terdapat 57% ibu yang mengatakan keberhasilan tersebut karena mereka mendapat dukungan dari suaminya.

(22)

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian Keterangan :

: Hubungan yang diteliti : Variabel yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti : Variabel yang tidak diteliti

METODE PENELITIAN

Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan desain cross sectional study, yang mengukur exposure dan outcome secara bersamaan pada suatu populasi tertentu. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan mulai dari 26 Maret hingga 13 Mei 2015 di Balai Kota Bekasi. Pemilihan Balai Kota Bekasi sebagai lokasi penelitian dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan tersedianya fasilitas Pojok ASI. Pertimbangan lainnya adalah kemudahaan akses karena dekat dengan tempat tinggal peneliti.

Cara Penarikan dan Jumlah Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan wanita Balai Kota Bekasi. Contoh penelitian dipilih secara purposive (sengaja), dengan kriteria inklusi sebagai berikut.

Faktor Lain Penyakit

Promosi Petugas Kesehatan

Durasi Pemberian ASI Eksklusif Dukungan Suami

Pengetahuan Tentang ASI Akses Informasi

Karakteristik Ibu Usia

Pendidikan Paritas

Jenis Persalinan

Karakteristik Keluarga Besar Keluarga Pendapatan Pendidikan Suami

Lingkungan Kerja Body Image

(23)

1. Memiliki bayi usia 6-12 bulan 2. Ibu dalam kondisi sehat

3. Tingkat pendidikan contoh dan suaminya minimal SMA/sederajat 4. Sudah bekerja di Balai Kota Bekasi minimal 2 tahun

5. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

Sedangkan kriteria eksklusi penelitian ini adalah karyawan wanita Balai Kota Bekasi yang bekerja sebagai pramu kantor (office girl). Berdasarkan data cuti bersalin (Februari-Oktober 2014) terdapat 33 karyawan wanita yang mengajukan cuti bersalin. Namun, saat pengumpulan data, diketahui bahwa 2 dari 33 karyawan wanita tersebut memiliki bayi yang berusia > 13 bulan, sedangkan 1 dari 33 karyawan wanita tersebut sudah tidak bekerja di Balai Kota Bekasi. Sehingga contoh penelitian ini berjumlah 30 orang.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan mencakup data primer (data dikumpulkan langsung oleh peneliti) dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik ibu (usia, pendidikan, paritas, dan jenis persalinan), karakteristik keluarga (besar keluarga, pendapatan, dan pendidikan suami), status kesehatan (jenis penyakit, frekuensi sakit, lama sakit, dan skor morbiditas), pengetahuan tentang ASI, durasi pemberian ASI eksklusif, dukungan suami, lingkungan kerja, persepsi body image, dan rincian aktivitas menyusui dan memerah ASI dalam 24 jam terakhir. Sedangkan data sekunder mencakup gambaran umum lokasi penelitian yang diperoleh berdasarkan studi literatur pada dokumen dan pengamatan langsung (observasi).

Data rincian aktivitas 24 jam berguna untuk mengkaji ulang kebenaran praktik pemberian ASI dan kegiatan memerah ASI contoh. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan kuesioner dan pengisian kuesioner yang dilakukan secara mandiri oleh contoh (Tabel 1). Peneliti berperan sebagai enumerator tunggal seluruh kegiatan dalam penelitian ini. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini telah di uji coba terlebih dahulu kepada lima orang karyawan wanita Balai Kota Bogor yang memenuhi kriteria inklusi penelitian ini. Berdasarkan hasil uji coba tersebut, terdapat beberapa poin dalam kuesioner yang diperbaiki dengan tujuan agar lebih operasional. Wawancara dilakukan di masing-masing ruang kerja contoh secara bergantian.

Tabel 1 Variabel, parameter, dan cara pengumpulan data

No Variabel Parameter Cara Pengumpulan Data

Data Primer

1 Karakteristik Ibu Usia Pendidikan Paritas

Jenis Persalinan

(24)

Tabel 1 Variabel, parameter, dan cara pengumpulan data (lanjutan)

No Variabel Parameter Cara Pengumpulan Data

2 Karakteristik

3 Status Kesehatan Jenis penyakit Frekuensi sakit Lama sakit Skor morbiditas

Wawancara dengan Kuesioner

4 Pengetahuan Ibu Pengetahuan tentang ASI

Pengisian Kuesioner

5 Body Image Persepsi body image

Pengisian Kuesioner

6 Dukungan Suami Dukungan suami Pengisian Kuesioner 7 Lingkungan Kerja Lingkungan

kerja

9 Aktivitas 24 Jam Rincian Aktivitas 24 Jam

Pengisian Kuesioner Data Sekunder

10 Lokasi Penelitian Gambaran umum lokasi penelitian

Studi literatur dan observasi Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh kemudian diolah secara manual dan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007, lalu disajikan ke dalam bentuk tabel. Data diolah berdasarkan kategori masing-masing variabel (Tabel 2). Analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensia. Analisis secara deskriptif menggunakan klasifikasi pemberian ASI secara eksklusif (hingga 6 bulan) dan tidak eksklusif (< 6 bulan) untuk mempermudah pembacaan tabel. Sedangkan analisis secara inferensia menggunakan program SPSS (Statistical Productand Service Solution) version 16.0 for Windows.

(25)

maka digunakan uji korelasi Pearson. Sebaliknya, bila salah satu atau kedua data yang akan diuji tidak tersebar normal, maka digunakan uji korelasi Spearman. Uji korelasi Spearman digunakan untuk melihat hubungan antara pengetahuan tentang ASI, lingkungan kerja, dukungan suami, dan body image dengan durasi pemberian ASI eksklusif. Uji tersebut juga digunakan untuk melihat hubungan antara durasi pemberian ASI eksklusif dengan skor morbiditas bayi.

Penelitian ini menggunakan penetapan interval kelas menurut Slamet (1993) untuk mengkategorikan variabel pengetahuan ibu, lingkungan kerja, dukungan suami, body image, frekuensi sakit, lama sakit, dan skor morbiditas, dimana nilai tertinggi dan nilai terendah pada rumus diperoleh berdasarkan hasil penelitian. Rumus perhitungan interval kelas sebagai berikut.

Keterangan:

IK = Interval Kelas NT = Nilai Tertinggi NK = Nilai Terkecil JK = Jumlah Kelas

Data status kesehatan diperoleh dari hasil wawancara berdasarkan data jenis penyakit, frekuensi sakit, lama sakit, dan skor morbiditas bayi. Jenis penyakit yang diderita oleh bayi dicatat tanpa ada pengecualian jenis penyakit tertentu. Skor morbiditas bayi diperoleh berdasarkan rumus dalam penelitian Putri & Dadang (2012). Sebagai berikut.

Data pengetahuan ibu tentang ASI dikumpulkan dengan menggunakan Malay-Version Questionnaire Assessing Knowledge of Breastfeeding yang dikembangkan oleh Alina et al. (2010). Kuesioner ini memiliki nilai Cronbach’s alpha sebesar 0.77. Kuesioner ini terdiri dari 47 pertanyaan dan 10 domain, yaitu manfaat ASI untuk bayi (pernyataan 1-6), manfaat ASI untuk ibu (pernyataan 7-12), manfaat kolostrum (pernyataan 13-16), praktik menyusui yang efektif (pernyataan 17-19), Cara memerah dan menggunakan ASI perah (pernyataan 20-27), durasi menyusui (pernyataan 28-31), makanan pendamping ASI atau MP-ASI (pernyataan 32-33), masalah umum dalam proses menyusui (pernyataan 34-38), penyebab dan cara mengatasi payudara yang bengkak (39-40), dan aspek praktik menyusui (41-47). Jawaban pertanyaaan dikategorikan dalam pilihan jawaban benar, salah, dan tidak tahu. Setiap pertanyaaan yang mampu dijawab dengan benar diberi skor 1 dan salah diberi skor 0. Total skor kuesioner ini adalah 0-47, skor yang lebih tinggi menandakan pengetahuan yang lebih baik. Total skor kemudian dibagi ke dalam 3 kategori (rendah, cukup, dan baik) berdasarkan penetapan interval kelas menurut Slamet (1993).

(26)

dan r=0.86). Kuesioner WBSS terdiri dari 12 pernyataan yang mencakup empat dimensi lingkungan kerja yang mendukung praktik menyusui, yaitu dukungan teknis, fasilitas, suasana, dan rekan kerja. Kuesioner diisi dengan cara self-administrated dan jawaban tiap pernyataan diukur dengan seven-point Likert scale mulai dari sangat tidak setuju pada skor 1 hingga sangat setuju pada skor 7. Total skor kuesioner ini yaitu 12-84, skor yang lebih tinggi mengindikasikan lingkungan kerja yang mendukung praktik menyusui. Total skor kemudian dibagi ke dalam 3 kategori (kurang, cukup, dan baik) berdasarkan penetapan interval kelas menurut Slamet (1993).

Data dukungan suami pada penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan Family Support Questionnaire (FSQ) yang dikembangkan berdasarkan konsep dukungan sosial dan dapat digunakan untuk mengukur dukungan dari anggota keluarga (termasuk suami). Uji validitas dan reliabilitas menunjukkan bahwa kuesioner ini memiliki α=0.70 dan r=0.98. Kuesioner ini terdiri dari 20 pernyataan, yang meliputi 4 dukungan, yaitu dukungan emosional (pertanyaan 1-5), dukungan instrumental (pertanyaan 6-10), dukungan informasional (pertanyaan 11-15), dan dukungan penilaian (pertanyaan 16-20). Kuesioner diisi dengan cara self-administrated dan jawaban tiap pernyataan diukur dengan five-point Likert scale mulai dari tidak pernah pada skor 1 hingga selalu pada skor 5. Skor yang lebih tinggi menunjukkan dukungan suami yang lebih positif (Biswas 2010). Total skor digolongkan ke dalam 3 kategori (rendah, sedang, dan tinggi) berdasarkan penetapan interval kelas menurut Slamet (1993).

Data body image dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Brown et al. (2014). Kuesioner ini dikembangkan karena kuesioner untuk mengukur body image yang tersedia saat ini belum ada yang mampu menggambarkan body image wanita saat hamil dan setelah melahirkan. Kuesioner yang dikembangkan oleh Brown et al. (2014) mempertimbangkan faktor pertambahan BB, stretch marks, dan penampilah tubuh setelah melahirkan (bentuk payudara dan elastisitas kulit). Bila digunakan untuk mengukur body image setelah melahirkan, kuesioner ini memiliki nilai Cronbach’s alpha sebesar 0.781. Kuesioner ini terdiri dari 13 pernyataan dan dinilai menggunakan five-point Likert scale, mulai dari sangat tidak setuju pada skor 1 hingga sangat setuju pada skor 5. Total skor untuk 13 pernyataan dalam kuesioner ini yaitu 13-65, skor yang lebih tinggi menunjukkan body image yang lebih negatif. Total skor tersebut kemudian dibagi ke dalam 2 kategori (positif dan negatif) berdasarkan penetapan interval kelas menurut Slamet (1993).

Tabel 2 Variabel, kategori, dan dasar kategori untuk variabel penelitian

No Variabel Kategori Dasar Kategori

Data Primer

1 Karakteristik Ibu

Usia 1. < 20 tahun 2. 20-35 tahun 3. > 35 tahun

(27)

Tabel 2 Variabel, kategori, dan dasar kategori untuk variabel penelitian (lanjutan)

No Variabel Kategori Dasar Kategori

Pendidikan 1. Tidak Sekolah 2. Tidak Tamat SD Jenis Persalinan 1. Normal

2. Operasi Sesar

Newman & Newman (2009) 2 Karakteristik Keluarga

Besar keluarga 1. Kecil (≤ 4 orang) 2. Sedang (5-7 orang) 3. Besar (> 7 orang)

BKKBN (2009)

Pendapatan 1. Rendah (<1.000.000)

2. Cukup (1 000 000-2 499 000)

Frekuensi Sakit 1. Tidak pernah sakit 2. 1 kali sakit

(28)

Tabel 2 Variabel, kategori, dan dasar kategori untuk variabel penelitian (lanjutan)

No Variabel Kategori Dasar Kategori

4 Durasi Pemberian ASI Eksklusif

5. 16 minggu 6. 20 minggu 7. ≥ 24 minggu

Susiloretni et al. (2014)

5 Pengetahuan Ibu 1. Rendah (26.00-32.33) 2. Cukup (32.34-38.66) 3. Baik (38.67-45.00)

Sebaran Contoh

6 Lingkungan Kerja 1. Kurang (44.00-54.00) 2. Cukup (54.01-64.00) 3. Baik (64.01-74.00)

Sebaran Contoh

7 Dukungan Suami 1. Rendah (47.00-63.00) 2. Sedang (63.01-79.00) 3. Tinggi (79.01-95.00)

Sebaran Contoh

8 Body Image 1. Positif (15.00-34.50) 2. Negatif (34.51-54.00)

Sebaran Contoh

9 Aktivitas 24 Jam - -

Data Sekunder

10 Lokasi Penelitian - -

Definisi Operasional

ASI Eksklusif adalah Pemberian air susu ibu untuk bayi segera setelah melahirkan secara tepat dan benar sampai bayi berumur 6 bulan tanpa pemberian makanan dan minumam tambahan apapun selain ASI.

ASIP (Air Susu Ibu Perah) adalah Susu yang dihasilkan secara alami dari payudara ibu dan dikeluarkan dengan cara diperah secara manual atau menggunakan alat bantu.

Besar keluarga adalah jumlah individu yang tinggal dalam satu rumah dan hidup dari penghasilan yang sama.

Body image adalah persepsi dinamis contoh secara individual terhadap tubuh dan bentuk tubuhnya.

Contoh adalah karyawan wanita yang bekerja di Balai Kota Bekasi serta memenuhi kriteria inklusi dan digunakan dalam penelitian.

Dukungan Suami adalah keterlibatan dan keikutsertaan suami dalam bentuk apapun yang mendukung pemberian ASI oleh istri untuk anak mereka. Durasi Pemberian ASI Eksklusif adalah usia bayi (dalam minggu) saat pertama

kali diberikan makanan atau minuman lain (termasuk air putih) selain ASI. Frekuensi sakit adalah banyaknya kejadian sakit yang pernah dialami bayi dalam

(29)

Jenis Penyakit adalah seluruh macam penyakit yang pernah diderita bayi dalam satu bulan terakhir

Jenis Persalinan adalah cara melahirkan janin dalam keadaan hidup, baik secara normal (tanpa pembuatan sayatan pada dinding anterior rahim) maupun secara sesar (dengan pembuatan sayatan pada dinding anterior rahim). Lama sakit adalah total hari dari keseluruhan kejadian sakit yang pernah dialami

bayi dalam 1 bulan terakhir.

Lingkungan Kerja adalah seluruh aspek hidup dan kehidupan yang tercipta di tempat kerja dan dirasakan oleh contoh.

Menyusui adalah Kegiatan seorang ibu memberikan susu secara langsung dari payudaranya ke bayi atau anaknya.

Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh contoh.

Pendapatan keluarga adalah total penghasilan yang diperoleh oleh seluruh anggota keluarga yang diperoleh dari seluruh jenis usaha dan dinyatakan dalam uang.

Pendidikan Contoh adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh contoh.

Pendidikan Suami Contoh adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh suami contoh.

Pengetahuan Contoh adalah banyaknya informasi terkait ASI yang dimiliki oleh contoh dari berbagai sumber informasi.

Skor morbiditas adalah skor yang menggambarkan angka kesakitan bayi yang diperoleh dari hasil perkalian antara frekuensi sakit dan lama sakit.

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Balai Kota Bekasi

Pemerintahan Kota Bekasi terpusat di gedung Balai Kota Bekasi yang terletak di Jalan Jendral Ahmad Yani No. 1, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Pemerintahan Kota Bekasi dipimpin oleh seorang Wali Kota yang membawahi 10 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bertempat di gedung Balai Kota Bekasi, dimana setiap SKPD dipimpin oleh kepala bagiannya masing-masing. Sekretariat Daerah (SETDA); Hubungan Masyarakat (HUMAS); Dinas Tata Kota (DISTAKO); Dinas Perekonomian Rakyat (DISPERA); Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (KESBANGPOL); Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (DISPERINDAGKOP), Dinas Pembangunan dan Pemukiman (DISBANGKIM); Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH); Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (BP3AKB); dan Kantor Pemberdayaan Masyarakat (KAPERMAS) merupakan 10 SKPD yang terletak di gedung Balai Kota Bekasi. Tabel 3 menyajikan sebaran contoh berdasarkan SKPD yang terdaftar dalam Laporan Cuti Kepegawaian tahun 2014-2015.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

SKPD n %

DISTAKO 3 10

DISPERA 6 20

KESBANGPOL 1 3

DISPERINDAGKOP 1 3

DISBANGKIM 3 10

BPLH 3 10

BP3AKB 3 10

KAPERMAS 1 3

SETDA 4 14

HUMAS 5 17

Total 30 100

(31)

memanfaatkan Pojok ASI ini dengan benar, seperti masih menggunakan Pojok ASI sebagai jalan alternatif dari lobi menuju ke BP3AKB.

Gambar 2 Pojok ASI di Balai Kota Bekasi Karakteristik Keluarga

Besar Keluarga

Keluarga contoh termasuk keluarga kecil dan sedang (Tabel 4). Tidak ada (0%) contoh dengan keluarga besar. Berdasarkan praktik pemberian ASI, 46.7% contoh memberikan ASI eksklusif, contoh lainnya (53.3%) tidak. Sejumlah 46.7% contoh yang memberikan ASI eksklusif, 16.7% diantaranya merupakan contoh berkeluarga kecil dan sisanya (30.0%) contoh berkeluarga sedang. Suhendar (2002) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa setelah dikontrol dengan variabel lingkungan sosial keluarga, ibu dengan besar keluarga kecil (≤ 4 orang) memiliki peluang 3.8 kali memberikan ASI eksklusif untuk anaknya. Semakin besar keluarga, yang biasanya diikuti dengan semakin banyak jumlah anak apalagi bila jarak kelahiran anak berdekatan, maka kesempatan untuk memberikan ASI eksklusif akan berkurang karena konsentrasi ibu terpecah untuk mengurus anak yang lainnya.

(32)

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga, pendapatan, dan pendidikan

Kategori pendapatan keluarga contoh diperoleh berdasarkan total pendapatan seluruh anggota keluarga contoh. Rata-rata pendapatan keluarga contoh sebesar Rp 7 500 000 dengan kisaran pendapatan Rp 4 000 000 - 12 000 000 per bulan. Tidak terdapat contoh dengan kategori pendapatan rendah dan cukup (Tabel 4). Hal tersebut diduga karena, baik contoh maupun suaminya memiliki pekerjaan dengan penghasilan tetap tiap bulannya, sehingga pendapatan keluarga mereka termasuk dalam kategori tinggi dan sangat tinggi. Hampir seluruh contoh memiliki kategori pendapatan sangat tinggi (96.7%). Mayoritas contoh dengan kategori pendapatan sangat tinggi tidak memberikan ASI eksklusif (50%). Hal ini serupa dengan penelitian Onah et al. (2014) menunjukkan bahwa dari 16.2% contoh dalam kategori status sosio ekonomi tinggi yang diukur berdasarkan total pendapatan keluarga, 52.3% diantaranya tidak memberikan ASI eksklusif.

(33)

Pendidikan Suami

Tingkat pendidikan suami dibedakan menjadi dua kategori, yaitu sekolah menengah atas (SMA)/sederajat dan perguruan tinggi (PT). Hal ini didasarkan atas kriteria inklusi penelitian, yaitu contoh dan suaminya memiliki tingkat pendidikan minimal SMA/sederajat. Tabel 4 menunjukkan hampir seluruh suami contoh (96.7%) berasal dari lulusan PT. Sisanya 3.3% contoh lainnya memiliki suami dengan tingkat pendidikan lulusan SMA/sederajat dan tidak memberikan ASI eksklusif. Sebagian besar contoh dengan tingkat pendidikan suami lulusan PT memperoleh dukungan suami dengan kategori sedang dan tinggi, masing-masing 45%.

Pendidikan suami merupakan faktor tidak langsung keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung sejalan dengan kemampuan suami memahami edukasi yang diberikan tentang ASI eksklusif serta bentuk nyata dukungan yang dapat diberikan untuk istri selama hamil dan setelah melahirkan. Artinya, tingkat pendidikan suami mampu secara aktif meningkatkan pengetahuan suami untuk mendukung praktik pemberian ASI secara eksklusif bila diiringi dengan program edukasi berkelanjutan (Bich et al. 2013).

Karakteristik Contoh

Usia

Syarat usia yang ditetapkan untuk menjadi karyawan PNS Bekasi (minimal 18 tahun) dan kriteria inklusi penelitian yang menyebutkan bahwa contoh telah bekerja setidaknya 2 tahun di Balai Kota Bekasi diduga menjadi penyebab tidak terdapatnya contoh pada kategori usia remaja (< 20 tahun). Rata-rata usia contoh 31.67 ± 4.33 tahun. Contoh dengan usia termuda (25 tahun) merupakan karyawan yang berasal dari SETDA. Sedangkan contoh dengan usia tertua (40 tahun) berjumlah 2 orang yang berasal dari SETDA dan DISPERA. Sebagian besar (80%) usia contoh tergolong dewasa muda, sisanya (20%) dewasa madya. Sejumlah 33.3% contoh yang memberikan ASI eksklusif merupakan contoh dengan kategori usia dewasa muda (Tabel 5).

(34)

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan usia, pendidikan contoh, paritas, dan jenis

Berdasarkan kriteria inklusi contoh penelitian, maka tingkat pendidikan contoh hanya dibagi ke dalam 2 kategori, yaitu SMA/sederajat dan PT. Hampir seluruh contoh (96.7%) memiliki kategori tingkat pendidikan PT dengan rentang pendidikan paling rendah Diploma 3 (D3) dan paling tinggi Magister (S2). Sisanya (3.3%) memiliki tingkat pendidikan lulusan SMA/sederajat (Tabel 5). Seluruh contoh dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat tidak memberikan ASI eksklusif (3.3%). Gelar pendidikan minimal Sarjana merupakan salah satu syarat untuk promosi jabatan atau kenaikan pangkat sebagai PNS, sehingga hal tersebut yang diduga menyebabkan seluruh contoh memiliki kategori tingkat pendidikan PT. Terdapat beberapa contoh yang mengambil pendidikan lagi ketika sudah bekerja sebagai PNS dengan tujuan agar dapat pangkat atau atas rekomendasi atasan.

(35)

mempertahankan pendapatannya, sehingga susu formula dipilih sebagai makanan untuk bayinya.

Berbeda dengan hal tersebut, Onah et al. (2014) dalam hasil penelitiannya menunjukkan ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki akses terhadap informasi yang lebih luas. Luasnya akses teradap informasi tersebut akan memudahkan ibu untuk mencari dan memahami segala bentuk informasi yang berkaitan dengan ASI eksklusif. Sehingga, ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan menunda untuk memperkenalkan makanan pengganti ASI lainnya atau Breast Milk Subtitutes (BMS) daripada ibu dengan tingkat pendidikan lebih rendah.

Paritas

Paritas merupakan jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup oleh seorang wanita selama masa reproduksinya (BKKBN 2011a). Paritas dalam penelitian ini dibagi kedalam 3 kategori, yaitu primipara, multipara, dan grandemultipara (Tabel 5). Bila wanita hanya pernah satu kali melahirkan bayi hidup disebut primipara. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan dua sampai empat kali bayi. Sedangkan grandemultipara bila wanita melahirkan lima atau lebih bayi yang mampu hidup (Siswosudarmo 2008). Tidak terdapat (0%) contoh dengan paritas grandemultipara. Sebagian besar contoh multipara memberikan ASI eksklusif (33.3%), sebaliknya sebagian besar contoh primipara tidak memberikan ASI eksklusif (30.0%).

Persalinan kedua dan ketiga merupakan persalinan yang paling aman bagi ibu, namun persalinan keempat dan seterusnya dapat menurunkan kesehatan ibu. Paritas ibu terkait dengan pengalaman ibu dalam melahirkan serta menyusui. Ibu dengan paritas lebih dari satu (multipara atau grandemultipara) berpeluang memberikan ASI eksklusif sebesar 4.6 kali dibandingkan ibu dengan paritas 1 (primipara). Pengalaman menyusui berperan penting dalam meningkatkan pengetahuan mengenai tata laksana laktasi. Pengalaman ibu dalam hal ini dapat dilihat dari jumlah anak yang dilahirkan. ibu multipara atau grandemultipara memiliki pengalaman yang lebih banyak, sehingga memiliki pengetahuan mengenai tata laksana laktasi yang lebih banyak pula dan cenderung memberikan ASI eksklusif untuk anaknya (Van Gobel 2013).

Jenis Persalinan

Persalinan adalah proses untuk mendorong keluarnya janin dan plasenta dari saluran rahim oleh kontraksi otot-otot rahim (Farrer 2001). Jenis persalinan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua berdasarkan cara persalinannya, yaitu normal dan operasi sesar (Newman & Newman 2009). Hasil penelitian pada Tabel 5 menunjukkan sebagian besar contoh melahirkan anaknya melalui operasi sesar (60%) dan hanya 23.3% diantaranya yang memberikan ASI eksklusif. Persentase contoh dari kelompok jenis persalinan normal yang memberikan ASI eksklusif (23.3%) lebih besar daripada contoh yang tidak memberikan ASI eksklusif (16.7%).

(36)

kontak secara langsung (skin-to-skin) dengan bayinya, sehingga bayi diberikan makanan prelacteal. Makanan prelacteal merupakan jenis makanan dan atau minuman yang diberikan pertama kali kepada bayi baru lahir sebelum ASI tersedia atau keluar (Prior et al. 2012). Bila segera setelah persalinan, ibu tidak memberikan ASI selama 1-2 hari, maka respon pengeluaran prolaktin akan sangat menurun, akibatnya produksi ASI menjadi terganggu. Situasi ini terjadi pada persalinan dengan operasi sesar. Pada kasus ini, pompa ASI dapat dicoba sebagai alternatif untuk memberikan rangsangan pengeluaran oksitosin dan prolaktin yang sama dengan isapan bayi (Manuaba et al. 2007).

Kegiatan Memerah ASI

Kegiatan memerah ASI merupakan salah satu solusi bagi seorang ibu bekerja untuk tetap memberikan ASI ketika sedang bekerja. Kegiatan ini dilakukan oleh seluruh contoh yang berhasil memberikan ASI eksklusif hingga 6 bulan (Tabel 6). Sebagian besar contoh yang tidak memberikan ASI eksklusif juga pernah memerah ASI (56.2%), sisanya 43.8% contoh tidak pernah melakukan kegiatan tersebut. Contoh menyatakan bahwa kegiatan memerah ASI ini awalnya dilakukan karena alasan pengaruh teman satu SKPD yang juga melakukan kegiatan ini, atau inisiatif sendiri. Sebanyak empat diantara sembilan orang yang tidak pernah memerah ASI berasal dari SKPD SETDA, tiga diantaranya berasal dari SKPD DISPERA, sisanya berasal dari DISTAKO dan KESBANGPOL.

Rata-rata contoh memerah ASI dengan frekuensi 2 kali/hari pada hari kerja dengan durasi 25 menit tiap sesi memerah. Hasil ini serupa dengan hasil penelitian Ismail et al. (2012), bahwa kegiatan memerah ASI contohnya dilakukan sebanyak 2 kali dengan kisaran 1-5 kali dan durasi kurang dari 1 jam untuk tiap sesi dengan kisaran 15-45 menit untuk tiap sesi memerah ASI. AIMI (2013) menganjurkan kegiatan memerah ASI ketika ibu dan bayinya terpisahnya selama 4 jam atau lebih. Kegiatan ini merupakan satu-satunya sarana paling efektif yang dapat dilakukan oleh ibu saat bekerja (estimasi waktu kerja 8 jam). Walaupun terpisah dari bayinya, ibu tetap dapat memproduksi ASI yang cukup hingga usia bayi 6 bulan.

Tabel 6 Tabulasi silang antara praktik pemberian ASI dengan kegiatan memerah ASI

(37)

eksklusif, maka dari itu tidak hanya peraturan mengenai cuti bersalin saja, tapi peraturan mengenai penyediaan fasilitas yang memudahkan ibu menyusui juga telah tercantum dalam Undang dan Peraturan Pemerintah. Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Bab VII Pasal 128 Ayat 2 menyebutkan bahwa tempat kerja serta sarana umum wajib menyediakan fasilitas khusus (Ruang ASI) yang mendukung pemberian ASI eksklusif.

Tindakan pidana juga ditetapkan dalam Pasal 200 bagi setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI eksklusif akan dipidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 100 000 000.00. Bila tindak pidana tersebut dilakukan oleh korporasi (perusahaan) maka korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan izi usaha dan atau pencabutan status badan hukum. Peraturan Pemerintah No 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif Pasal 30 Ayat 2 dan 3 memperjelas bahwa penyediaan fasilitas Ruang ASI tersebut dapat disesuaikan dengan peraturan/kebijakan dan kemampuan perusahaan. Balai Kota Bekasi merupakan salah satu contoh kantor Pemerintah yang telah mendukung serta menjalani program lingkungan kerja ramah laktasi. Adanya Pojok ASI yang dapat dimanfaatkan oleh karyawan ataupun tamu wanita merupakan bukti bahwa Kota Bekasi mendukung program tersebut.

Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan lokasi memerah ASI

Gambar 3 menunjukkan lokasi memerah ASI dari 21 contoh yang melakukan kegiatan memerah ASI. Lokasi tersebut terdiri dari Pojok ASI dan bukan Pojok ASI, yaitu mushola atau ruang kerja. Sebagian besar contoh (52.4%) menggunakan Pojok ASI yang tersedia dan sisanya 47.6% contoh memerah ASI di lokasi lain selain Pojok ASI. Alasan dari 47.6% contoh tidak menggunakan Pojok ASI adalah letak Pojok ASI yang jauh dari ruang kerja contoh dan contoh tidak mengetahui tersedianya fasilitas Pojok ASI di Balai Kota Bekasi. Hal tersebut diduga karena belum adanya promosi mengenai Pojok ASI di Balai Kota Bekasi, jumlah Pojok ASI yang tersedia (1 Pojok ASI di lantai 5), serta umur Pojok ASI yang baru 1 tahun.

Pojok ASI 52.4% Bukan

(38)

Durasi Pemberian ASI Eksklusif

Makanan pendamping ASI(MP-ASI) adalah makanan lain yang diberikan sebagai tambahan ASI. Tubuh bayi menggunakan energi dari makanan untuk tetap hidup, tumbuh, melawan infeksi, dan bergerak aktif. Bila bayi tidak mendapatkan makanan yang cukup, maka bayi tidak akan memiliki energi untuk tumbuh dan aktif. ASI eksklusif berarti memberikan ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan, tanpa memberikan cairan atau padatan lainnya, tidak juga air putih (WHO 2012).

Hasil penelitian pada Tabel 7 menunjukkan bahwa durasi pemberian ASI Eksklusif tersebar mulai dari yang paling singkat yaitu 0 minggu (baru lahir) hingga > 24 minggu (26 minggu). Rata-rata durasi pemberian ASI eksklusif yang dilakukan oleh contoh adalah 16 minggu (4 bulan), dengan rentang 0-26 minggu. Artinya, rata-rata contoh telah menyapih (memberikan makanan lain selain ASI) sebelum usia 6 bulan, bahkan terdapat 6.7% contoh yang menyapih anaknya sejak lahir. Hasil ini serupa dengan temuan Biswas (2010) dalam penelitiannya, yaitu rata-rata durasi pemberian ASI eksklusif 4.33 bulan.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan durasi pemberian ASI eksklusif

Durasi Pemberian ASI eksklusif Total

n %

0 minggu 2 6.7

4 minggu 4 13.3

8 minggu 5 16.7

12 minggu 3 10.0

16 minggu 1 3.3

20 minggu 1 3.3

≥ 24 minggu 14 46.7

Total 30 100

Makanan dan minuman selain ASI yang diberikan adalah susu formula, air putih, dan jus buah (pisang dan semangka). Berdasarkan hasil wawancara dan pengisian kuesinor pengetahuan tentang ASI, diketahui bahwa mayoritas contoh menganggap air putih boleh diberikan sebelum bayi berusia 6 bulan. Setelah diarahkan, barulah contoh memahami bahwa air putih pun tidak boleh diberikan sebelum bayi berusia 6 bulan.

(39)

Pengetahuan Tentang ASI

Total skor digunakan sebagai dasar untuk menetapkan kategori pengetahuan contoh tentang ASI yang terdapat pada Tabel 8. Total skor pengetahuan contoh dari 47 pertanyaan yang diberikan berkisar antara 26-45. Sebagian besar contoh memiliki pengetahuan tentang ASI dalam kategori cukup.

Berdasarkan Tabel 8 terlihat kecenderungan bahwa contoh yang memiliki pengetahuan dalam kategori tinggi (58.3%), lebih banyak yang memberikan ASI eksklusif daripada contoh dengan kategori pengetahuan rendah (0%) dan sedang (46.7%). Adanya contoh yang memiliki pengetahuan baik namun tidak memberikan ASI eksklusif diduga karena 4 dari 5 orang tersebut memiliki jenis persalinan operasi sesar, sehingga bayi mereka diberikan makanan prelakteal berupa susu formula oleh bidan / tenaga kesehatan lainnya. Seluruh contoh pada kategori pengetahuan rendah tidak memberikan ASI eksklusif.

Tabel 8 Tabulasi silang antara pengetahuan tentang ASI dengan praktik Pengetahuan sering dianggap sebagai proses untuk mengetahui dan menghasilkan sesuatu yang didorong rasa ingin tahu yang bersumber dari kehendak dan kemauan manusia (Suhartono 2005). Pengetahuan ibu yang baik berkaitan dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan, walaupun terdapat faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi (Gijsbers et al. 2008). Tidak hanya kurangnya pengetahuan tentang kandungan zat gizi ASI, namun kurangnya pengetahuan tentang seluruh aspek yang terkait ASI menjadi salah satu faktor penghambat keberlangsungan pemberian ASI (Susiloretni et al. 2014).

Pengetahuan contoh pada Tabel 8 diukur dengan kuesioner yang mampu menggambarkan pengetahuan memerah ASI dan permasalahan menyusui serta cara mengatasinya yang dikelompokkan ke dalam 10 domain pertanyaan. Baik contoh yang memberikan ASI eksklusif dan tidak, keduanya sama-sama memiliki persentase jawaban benar terkecil pada domain aspek praktik menyusui (Tabel 9). Contoh tidak memahami benar atau tidaknya pertanyaaan pada domai aspek praktik menyusui mengenai anjuran pemberian air putih setiap habis menyusui dan susu formula yang dapat diberikan sebelum bayi berusia 6 bulan.

(40)

menggunakan susu formula bila ASI tidak keluar merupakan beberapa hal yang diduga menyebabkan contoh tidak mengetahui boleh atau tidaknya pemberian susu formula sebelum 6 bulan.

Tabel 9 Persentase contoh berdasarkan jawaban benar pada tiap domain pertanyaan pengetahuan tentang ASI

Domain Praktik Pemberian ASI

Eksklusif Tidak Eksklusif

Manfaat ASI untuk bayi 50.0 81.3

Manfaat ASI untuk ibu 57.1 56.3

Manfaat kolostrum 78.6 56.3

Praktik menyusui yang efektif 100 93.8

Cara memerah dan menggunakan ASI perah 28.6 12.5

Durasi menyusui 35.7 25.0

MP-ASI 50.0 62.5

Masalah umum dalam proses menyusui 78.6 43.8 Penyebab dan cara mengatasi payudara yang

bengkak

50.0 31.3

Aspek praktik menyusui 7.1 18.8

Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja digambarkan sebagai sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai seorang pekerja (Nitisemito 2000). Lingkungan kerja yang diteliti dalam penelitian ini meliputi fasilitas, peraturan kantor, pemimpin, dan rekan kerja. Hasil penelitian pada Tabel 10 memberikan gambaran lingkungan kerja yang lebih baik mampu meningkatkan persentase praktik pemberian ASI eksklusif, begitu pula sebaliknya. Sebagian besar contoh (55.6%) dengan lingkungan kerja yang baik memberikan ASI eksklusif untuk anaknya, sementara 44.4% contoh lainnya tidak memberikan ASI eksklusif.

(41)

ASI eksklusif jika tersedia fasilitas memerah ASI di tempat bekerja dan rekan kerja yang mendukung, disertai dengan pengetahuan yang baik mengenai menyusui dan memerah ASI (Roesli 2000).

Dukungan Suami

Suami merupakan orang terdekat ibu yang banyak berperan dan berpengaruh selama kehamilan, persalinanan dan setelah melahirkan. Dukungan suami terhadap ibu menyusui terdiri dari dukungan emosional, informasi, instrumental, dan penghargaan (Biswas 2010). Hasil penelitian pada Tabel 11 menunjukkan contoh yang mendapat dukungan suami dalam kategori sedang dan tinggi berjumlah sama, masing-masing 13 orang. Sebagian besar (76.9%) contoh yang mendapat dukungan suami dalam kategori tinggi melakukan praktik pemberian ASI eksklusif. Sebaliknya, sebagian besar contoh yang hanya memperoleh dukungan rendah dari suaminya tidak memberikan ASI eksklusif (75.0%). Tidak ada satu pun contoh yang dilarang oleh suaminya untuk memberikan ASI eksklusif, namun mayoritas contoh menyatakan bahwa suami menyarankan untuk memberi susu formula ketika tidak dapat memecahkan masalah menyusui.

Tabel 11 Tabulasi silang antara dukungan suami dengan praktik pemberian ASI Dukungan Suami

Praktik Pemberian ASI

Total Eksklusif Tidak Eksklusif

n % n % n %

Rendah 1 25.0 3 75.0 4 100

Sedang 3 23.1 10 76.9 13 100

Tinggi 10 76.9 3 23.1 13 100

Suami yang mengerti dan memahami manfaat pemberian ASI eksklusif bagi ibu dan bayinya akan mendukung sang istri untuk memberikan ASI eksklusif, mengonsumsi makanan bergizi seimbang, dan melakukan pola hidup sehat (Wahyuningsih & Machmudah 2013). Pengetahuan suami tentang menyusui dan kesediaan suami untuk membantu istri berbanding lurus dengan kemungkinan proses menyusui yang efektif. Persepsi ibu terhadap dukungan suami selama menyusui dapat mempengaruhi kepuasan dan kenyamanan wanita sebagai seorang istri dan ibu (Rempel & Rempel 2011).

Body Image

(42)

negatif diketahui melakukan diet setelah melahirkan untuk mengembalikan bentuk badannya semula.

Body image negatif selama masa kehamilan dan postpartum dapat berdampak pada bayi bila mengakibatkan perubahan pada pola makan dan praktik diet yang tidak sehat (Conrad et al. 2003). Wanita hamil dengan kekhawatiran berlebihan terhadap bentuk tubuhnya memiliki niat yang lebih rendah untuk memberikan ASI eksklusif (Barnes et al. 1997). Rasa malu seorang wanita ketika menyusui di depan orang lain atau ditempat umum (public feeding) serta rasa khawatir mereka terhadap perubahan ukuran payudara (payudara membesar) akibat praktik menyusui dapat menyebabkan kurangnya durasi menyusui (Brown et al. 2014).

Gambar 4 Grafik tabulasi silang antara body image dengan praktik pemberian ASI

Status Kesehatan Bayi

Derajat atau status kesehatan merupakan salah satu indikator yang sering digunakan untuk memberikan gambaran profil kesehatan Kabupaten/Kota serta untuk mengevaluasi hasil penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Angka kematian (mortalitas), angka kesakitan (morbiditas), dan status gizi merupakan 3 indikator yang dipakai untuk mengukur status kesehatan. Morbiditas merupakan indikator status kesehatan yang paling sensitif dan dapat mencerminkan keadaan kesehatan yang sesungguhnya karena berhubungan erat dengan kekurangan gizi, dan pelayanan kesehatan, serta faktor lingkungan, seperti perumahan, air minum, kebersihan (Kemenkes 2011b).

Total kejadian sakit yang pernah dialami oleh seluruh bayi (n=30 bayi) sebanyak 44 kejadian sakit dengan jenis penyakit yang berbeda-beda (Tabel 12). Berdasarkan golongan penyakit pada skor penyakit, jenis penyakit yang dialami oleh contoh terbagi ke dalam 3 golongan, yaitu penyakit ISPA, diare, dan sariawan. Jenis penyakit yang paling sering dialami oleh contoh (56.8%) adalah batuk dan flu. Penyakit diare dialami oleh 9.1% contoh yang seluruhnya tidak melakukan praktik pemberian ASI eksklusif. ASI mengandung lebih banyak whey

66.7

16.7 33.3

83.3

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Positif Negatif

%

ASI Eksklusif

(43)

protein yang berperan sebagai anti-infeksi daripada susu formula. Selain itu, ASI juga mengandung banyak sel darah putih yang berperan untuk melawan infeksi. Setelah bayi berumur 6 bulan, sistem pencernaan bayi baru siap untuk menerima makanan lain selain ASI. Sehingga, pemberian ASI eksklusif kurang dari 6 bulan serta menyapih bayi lebih cepat akan meningkatkan resiko bayi terkena penyakit infeksi dan pencernaan, seperti diare (WHO 2012).

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit

Jenis Penyakit n %

Batuk Biasa 2 4.5

Flu 2 4.5

Demam 7 15.9

Batuk Flu 25 56.8

Batuk Flu Demam 3 6.9

Diare 4 9.1

Sariawan 1 2.3

Total 44 100

Rata-rata frekuensi sakit yang pernah dialami oleh bayi adalah satu kali dengan rentang tidak pernah sakit hingga tiga kali sakit dalam 1 bulan terakhir. Tabel 13 menunjukkan sebagian besar bayi yang mendapat ASI eksklusif mengalami sakit satu kali (64.3%), sedangkan sebagian besar bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif mengalami sakit dengan frekuensi lebih dari satu kali (56.2%). Terdapat sebagian kecil bayi contoh yang mendapat ASI eksklusif tidak pernah sakit dalam 1 bulan terakhir (14.3%). Rata-rata durasi pemberian ASI eksklusif bayi yang mengalami kejadian sakit lebih dari 1 kali adalah 8 minggu (2 bulan).

Tabel 13 Tabulasi silang antara praktik pemberian ASI dengan frekuensi sakit

Praktik Pemberian ASI

Frekuensi Sakit

Total Tidak

Pernah 1 kali > 1 kali

n % n % n % n %

Eksklusif 2 14.3 9 64.3 3 21.4 14 100

Tidak Eksklusif 0 0 7 43.8 9 56.2 16 100

(44)

Tabel 14 Tabulasi silang antara praktik pemberian ASI dengan lama sakit Praktik

Pemberian ASI

Lama Sakit

Total 0 hari < 6 hari 7-13 hari > 14 hari

n % n % n % n % n %

Eksklusif 2 14.3 7 50.0 4 28.6 1 7.1 14 100 Tidak Eksklusif 0 0 9 56.3 5 31.2 2 12.5 16 100 Rata-rata skor morbiditas bayi pada penelitian ini adalah 5.5 dengan rentang skor 0-19. Tabel 15 menunjukkan persentase skor morbiditas padaa dalam kategori rendah lebih banyak terdapat pada bayi yang mendapat ASI eksklusif (64.3%) daripada bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif (62.5%). Sebaliknya, persentase skor morbiditas dalam kategori tinggi lebih banyak terdapat pada bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif (12.5%) daripada bayi yang mendapat ASI eksklusif (7.1%). Sebanyak 12.5% bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif dengan kategori skor morbiditas tinggi dikarenakan bayi tersebut menderita diare dengan lama sakit masing-masing 5 dan 7 hari. Tingginya skor morbiditas menunjukkan status kesehatan yang semakin buruk.

Tabel 15 Tabulasi silang antara praktik pemberian ASI dengan skor morbiditas Praktik Pemberian ASI

Skor Morbiditas

Total

Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

Eksklusif 9 64.3 4 28.6 1 7.1 14 100

Tidak Eksklusif 10 62.5 4 25.0 2 12.5 16 100 Hubungan Pengetahuan Tentang ASI, Lingkungan Kerja, Dukungan Suami,

dan Body Image dengan Durasi Pemberian ASI Eksklusif

Hubungan Pengetahuan Tentang ASI dengan Durasi Pemberian ASI Eksklusif

Berdasarkan uji korelasi Spearman, diketahui adanya hubungan bermakna (p<0.05) antara pengetahuan tentang ASI dengan durasi pemberian ASI eksklusif (Lampiran 3). Hubungan antar dua variabel tersebut adalah positif dengan tingkat korelasi sedang (r=0.429). Ibu dengan pengetahuan tentang ASI yang lebih tinggi akan memiliki durasi pemberian ASI eksklusif yang lebih lama.

(45)

Hal ini didukung oleh Gijsbers et al. (2008) bahwa tingkat pengetahuan tentang ASI yang lebih tinggi saat hamil (bukan setelah melahirkan) berhubungan dengan durasi pemberian ASI eksklusif yang lebih lama. Wanita yang sedang hamil penting untuk mengetahui manfaat pemberian ASI dan memberikan gambaran relatif mengenai proses menyusui, termasuk masalah menyusui yang sering terjadi dan solusi menyelesaikan masalah tersebut. Sehingga, ketika tiba waktunya ibu untuk memberikan ASI, ibu telah siap dan memahami bagaiman cara mengatasi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi.

Hubungan Lingkungan Kerja dengan Durasi Pemberian ASI Eksklusif Uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan lingkungan kerja dengan durasi pemberian ASI eksklusif (p<0.01) (Lampiran 4). Hubungan antar dua variabel tersebut adalah positif dengan tingkat korelasi sedang (r=0.463). Artinya semakin baik lingkungan kerjanya, maka durasi pemberian ASI eksklusif untuk bayi semakin lama.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Weber et al. (2008) pada 496 wanita karir yang datang ke The Sidney South West Area Health Service (SSWAHS) yang menunjukkan terdapat 97% contoh yang memiliki niat untuk memberikan ASI eksklusif sebelum kelahiran bayi dan sebelum kembali bekerja. Namun angka ini menurun ketika kembali bekerja menjadi 84% saat usia bayi 12 minggu, lalu turun lagi menjadi 60% saat usia bayi 24 minggu. Penyebabnya adalah waktu kerja dan istirahat yang tidak fleksibel, tidak adanya waktu istirahat tambahan untuk kegiatan laktasi, serta terbatasnya jumlah ruang khusus menyusui. Tidak mendukungnya lingkungan kerja diduga mampu menurunkan motivasi serta komitmen ibu untuk memberikan ASI eksklusif hingga 6 bulan, sehingga dapat mempersingkat durasi pemberian ASI eksklusif.

Murtagh & Anthony (2011) menyatakan bahwa lingkungan kerja yang tidak ramah laktasi mampu menurunkan produksi ASI ibu, karena tidak adanya isapan bayi yang mampu merangsang sekresi hormon prolaktin dan oksitosin, serta tidak teraturnya jadwal pengosongan payudara ibu. Akibatnya produksi dan pengeluaran ASI menjadi tidak lancar, akibatnya dapat memperpendek durasi pemberian ASI eksklusif. Zafar et al. (2008) juga menyatakan bahwa tersedianya tempat yang nyaman dan pribadi untuk memerah ASI ketika bekerja mampu memperbesar kesempatan ibu untuk merangsang dan mempertahankan produksi ASI. Nurdiansyah (2011) menyarankan frekuensi memerah ASI di tempat kerja minimal 2 kali atau setiap 2-3 jam sekali.

Hubungan Dukungan Suami dengan Durasi Pemberian ASI Eksklusif

Berdasarkan uji korelasi Spearman diketahui adanya hubungan bermakna (p<0.01) antara dukungan suami dengan durasi pemberian ASI eksklusif (Lampiran 5). Hubungan antar dua variabel tersebut adalah positif dengan tingkat korelasi sedang (r=0.558). Tingginya dukungan suami akan menjadikan bayi mendapat ASI eksklusif yang lebih lama, sehingga dapat menunda penyapihan bayi.

(46)

Hal ini menunjukkan bahwa suami memberikan dukungan lebih banyak daripada anggota keluarga lainnya, sehingga suami lebih berperan terhadapnya panjangnya durasi pemberian ASI eksklusif. Suami merupakan orang yang paling berpengaruh terhadap keberlangsungan pemberian ASI eksklusif oleh ibu. Studi yang dilakukan oleh Bich et al. (2013) menunjukkan bahwa keterlibatan ayah dalam rangkaian perawatan ibu dan anak mampu meningkatkan proporsi ibu yang memberikan ASI eksklusif hingga usia bayi 4dan 6 bulan..

Saat ibu bekerja, suami dapat membantu ibu agar tetap memberikan ASI eksklusif dengan cara memberikan motivasi ibu bekerja untuk memerah ASI, memastikan pengasuh bayi memberikan ASI perah, membantu pekerjaan rumah tangga setelah suami pulang kerja, sehingga sesampainya dirumah ibu dapat memberikan ASI secara langsung tanpa harus direpotkan oleh pekerjaan rumah tangga lainnya. Dukungan suami dalam bentuk apapun mampu mempengaruhi kondisi emosional ibu, sehingga dapat mempengaruhi produksi ASI. Tidak adanya dukungan suami dapat mengakibatkan stres pada ibu menyusui, karena ibu merasa tidak diperhatikan oleh suaminya (Ramadhani & Hadi 2010). Stres dan kelelahan meningkatkan produksi hormon stres (kortisol) dan menurunkan sekresi hormon prolaktin dan oksitosin, sehingga menurunkan produksi ASI (Hamilton 1995). Produksi ASI yang turun akan menyebabkan munculnya masalah menyusui. Akibatnya ibu menghentikan pemberian ASI eksklusif dan menggantinya dengan susu formula.

Hubungan Body Image dengan Durasi Pemberian ASI Eksklusif

Hasil uji korelasi Spearman, menunjukkan hubungan bermakna (p<0.05; r= -0.449) antara body image dengan durasi pemberian ASI eksklusif (Lampiran 6). Artinya semakin tinggi skor body image (body image negatif), maka semakin singkat durasi pemberian ASI eksklusif untuk bayi. Studi Hauff & Demerath (2012) pada ibu primipara dengan status gizi overweight dan obese menunjukkan bahwa ibu overweight dan obese memiliki median durasi pemberian ASI yang lebih singkat serta beresiko tinggi menghentikan pemberian ASI pada satu tahun pertama setelah melahirkan. Rendahnya kepercayaan diri serta kepuasan terhadap bentuk tubuh setelah melahirkan memiliki hubungan negatif dengan durasi pemberian ASI.

Perbedaan kepercayaan diri terhadap tubuh sendiri sebelum hamil dan setelah melahirkan dapat merubah niat seorang ibu yang semula ingin memberikan ASI eksklusif menjadi ingin memberikan susu formula saja (Hauff & Demerath 2012). Body image saat hamil, diet selama kehamilan, body image setelah melahirkan, serta perubahan BB memiliki hubungan bermakna dengan durasi pemberian ASI eksklusif pada 2, 6, 12, dan 26 minggu usia bayi. Perubahan berat badan (berat badan setelah melahirkan lebih besar daripada sebelum hamil) akan meningkatkan kekhawatiran seorang wanita terhadap bentuk tubuhnya. Wanita dengan body image negatif setelah melahirkan cenderung memiliki durasi pemberian ASI eksklusif yang lebih pendek karena praktik diet setelah melahirkan, rasa malu ketika harus menyusui di tempat umum dan kekhawatiran tentang dampak menyusui terhadap bentuk tubuhnya (Brown et al. 2014).

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 1  Variabel, parameter, dan cara pengumpulan data
Gambaran umum
Tabel 2  Variabel, kategori, dan dasar kategori untuk variabel penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat dari penelitian yang dilakukan ini, yaitu (1) untuk memberikan gambaran yang komprehensif mengenai sensitivitas NPL perbankan baik secara agregat maupun

Perlu dilakukan pengelolaan potensi kawasan ekowisata Danau Linting sehingga dapat dilakukan juga perencanaan program interpretasi lingkungan yang nantinya akan

Acara : Pembuktian Kualifikasi Pekerjaan Belanja Jasa Konsultansi Perencanaan Kegiatan Penyusunan Review Masterplan Perkantoran Pemkab Bangka Tengah.. Mengingat pentingnya

Pengaruh latihan loncat katak terhadap daya ledak otot yang diukur dengan vertical jump pada pemain futsal. Keterbatasan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, maka perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 ini ialah penggenangan air, dengan judul Pengaruh Tinggi Penggenangan Air terhadap Pertumbuhan

Tujuan ini mempunyai justifikasi teoritis, walaupun mungkin menghadapi masalah- masalah operasional (terutama di Negara-negara yang sedang berkembang) : (i) Tujuan ini tidak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendalami bagaimana wanita Batak Toba merawat diri di tengah maraknya perawatan modern, apa yang menjadi tujuan wanita Batak