• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengukuran Daya Serap Karbon Dioksida Menggunakan Kurva Sinusoidal pada Tiga Jenis Bambu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengukuran Daya Serap Karbon Dioksida Menggunakan Kurva Sinusoidal pada Tiga Jenis Bambu."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUKURAN DAYA SERAP KARBON DIOKSIDA

MENGGUNAKAN KURVA SINUSOIDAL

PADA TIGA JENIS BAMBU

EKA SATRIA PERMANA PUTRA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengukuran Daya Serap Karbon Dioksida Menggunakan Kurva Sinusoidal pada Tiga Jenis Bambu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Eka Satria Permana Putra

(3)

ABSTRAK

EKA SATRIA PERMANA PUTRA. Pengukuran Daya Serap Karbon Dioksida Menggunakan Kurva Sinusoidal pada Tiga Jenis Bambu. Dibimbing oleh NARESWORO NUGROHO dan ANNE CAROLINA.

Perubahan iklim adalah dampak dari meningkatnya kadar CO2 di udara yang

dapat dikurangi dengan penanaman tumbuhan hijau yang mempunyai afinitas tinggi terhadap CO2 salah satunya adalah bambu. Pada penelitian ini dihitung

besarnya daya serap CO2 menggunakan persamaan sinusoidal pada tiga jenis

bambu. Sampel yang diambil adalah daun Bambu Tali, Ampel dan Mayan yang berumur muda, dewasa, tua. Besarnya serapan CO2 oleh bambu tersebut

sebanding dengan massa karbohidrat yang terbentuk selama proses fotosintesis. Massa karbohidrat ini ditentukan dengan metode Cu-Nelson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai massa karbohidrat dari ketiga jenis bambu melebihi penyerapan CO2 dari pohon lambat tumbuh dan hampir mendekati pohon cepat

tumbuh. Ketiga jenis bambu dapat dijadikan pilihan dalam upaya pengurangan perubahan iklim yang disebabkan oleh peningkatan CO2 di udara.

Kata kunci : Bambu Ampel, Bambu Mayan, Bambu Tali, daya serap CO2,

persamaan sinusoidal

ABSTRACT

EKA SATRIA PERMANA PUTRA Measuring Carbon Dioxide Sink of Three Bamboo Species Using Sinusoidal Curves Fitting on its Daily Photosynthesis Light Response. Supervised by NARESWORO NUGROHO and ANNE CAROLINA.

Climate change are an effect from increase CO2 level in the air which can

be reduced by planting green plant that have higher affinity toward CO2 such as

bamboo. This research counted how much CO2 absorption using sinusoidal

equation at three bamboo species. Sample taken from Bambusa vulgaris, Gigantochloa apus and Gigantochloa robusta leaves that were young, mature, and old respectively. The amount of CO2 absorption by bamboo were comparable to

carbohydrate mass formed during the process of photosynthesis which calculated by determining the carbohydrate using Cu-Nelson method. This research showed that the mass value of carbohydrates from three bamboo species exceeds the CO2

absorption from slow growing species and almost close to fast growing species. The three bamboo species can be optioned in climate change reduction efforts caused an increase CO2 level in the air.

Keywords : Bambusa vulgaris, CO2 absorption, Gigantochloa apus,

(4)

MENGGUNAKAN KURVA SINUSOIDAL PADA TIGA JENIS

BAMBU

EKA SATRIA PERMANA PUTRA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Pengukuran Daya Serap Karbon Dioksida Menggunakan Kurva Sinusoidal pada Tiga Jenis Bambu.

Nama : Eka Satria Permana Putra NIM : E24080090

Disetujui oleh

Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS Pembimbing I

Anne Carolina, S.Si, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof.Dr Ir I. Wayan Darmawan, M.Sc Ketua Departemen

(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah penyerapan karbon, dengan judul Pengukuran daya serap karbon dioksida menggunakan kurva sinusoidal pada tiga jenis bambu.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS dan Ibu Anne Carolina, S.Si, M.Si selaku pembimbing, serta Bapak Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, M.Si yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman fahutan khususnya angkatan 45 atas dukungannya dan kepada seluruh staf dan pegawai fahutan atas kelancaran pelaksanaan penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Alat dan Bahan 2

Metode Pengambilan Data Iklim Mikro 2

Metode Pengukuran Karbohidrat Bambu 2

Analisis Data 3

Massa Karbohidrat 3

Massa CO2 4

Daya Serap CO2 per Luas Sampel Daun (D) 4

Daya Serap CO2 Bersih per Luas Daun per Jam (Dt) 5

Daya Serap CO2 per Helai Daun per Jam (DI) 5

Daya Serap CO2 per Jenis Batang per Jam (Dn) 5

Daya Serap CO2 per Jenis Batang per Tahun (Dy) 6

Daya Serap CO2 per Rumpun per Tahun (Dyr) 6

HASIL dan PEMBAHASAN 8

Massa Karbohidrat 9

Massa CO2 19

Daya Serap CO2 per Luas Sampel Daun (D) 20

Daya Serap CO2 per Helai Daun per Jam (DI) 21

Daya Serap CO2 per Jenis Batang per Jam (Dn) 22

Daya Serap CO2 per Jenis Batang per Tahun (Dy) 23

Daya Serap CO2 per Rumpun per Tahun (Dyr) 24

SIMPULAN 25

SARAN 25

DAFTAR PUSTAKA 25

(8)

2 Uji Tingkat Kepentingan Pengubah Bebas Bambu Ampel 12 3 Uji Tingkat Kepentingan Pengubah Bebas Bambu Mayan 13

4 Iklim Mikro 17

5 Massa Karbohidrat bersih per Hari 20

6 Daya Serap CO2 per Luas Daun 21

7 Daya Serap CO2 per Helai Daun per Jam 22

8 Daya Serap CO2 per Batang per Jam 23

9 Daya Serap CO2 per Batang per Tahun 24

10 Daya Serap CO2 per Rumpu per Tahun 24

DAFTAR GAMBAR

1 Prosedur Penelitian Daya Serap CO2 per Rumpun per Tahun 7

2 Grafik massa karbohidrat pada daun bambu Tali 9 3 Grafik kadar karbohidrat pada daun Bambu Ampel 9 4 Grafik kadar karbohidrat pada daun Bambu Mayan 10 5 Grafik kurva respon cahaya daun Bambu Tali secara keseluruhan 15 6 Grafik kurva respon cahaya daun Bambu Ampel secara keseluruhan 16 7 Grafik kurva respon cahaya daun Bambu Mayan secara keseluruhan 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai Massa Karbohidrat Bambu Tali 29

2 Nilai Massa Karbohidrat Bambu Ampel 31

3 Nilai Massa Karbohidrat Bambu Mayan 33

4 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Muda Bambu Tali 35 5 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Dewasa Bambu Tali 35 6 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Tua Bambu Tali 36 7 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Muda Bambu Ampel 36 8 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Dewasa Bambu Ampel 37 9 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Tua Bambu Ampel 37 10 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Muda Bambu Mayan 38 11 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Dewasa Bambu Mayan 38 12 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Tua Bambu Mayan 39 13 Perhitungan Massa CO2 Pada Tiga Jenis Daun di Tiga Jenis Bambu 40

14 Nilai Standar Karbohidrat 44

15 Perhitungan Luas Daun 44

16 Gambar Contoh Daun Muda, Dewasa, dan Tua untuk Masing-masing Jenis

(9)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Perubahan iklim merupakan isu global yang disebabkan oleh adanya perubahan pada parameter iklim seperti suhu, curah hujan, kelembapan udara, angin, kondisi awan, radiasi matahari maupun pemanasan global. Pemanasan global terjadi karena peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (CO2, CO, CH4,

NO2) di atmosfer yang sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia. Dampak

perubahan iklim memberikan pengaruh yang cukup signifikan di berbagai sektor seperti kehutanan, pertanian, kesehatan, perikanan, dan sektor lainnya. Indonesia yang sudah rentan terhadap bencana alam ini akan menghadapi resiko yang lebih besar lagi akibat dari perubahan iklim.

Tingginya peningkatan gas CO2 di atmosfer dapat dikurangi dengan

penanaman tumbuhan hijau yang mempunyai kemampuan tinggi dalam menyerap gas CO2. Bambu adalah tanaman yang memiliki pertumbuhan yang cepat,

mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap gempa dan angin juga memiliki daur yang pendek (4-5 tahun). Bambu termasuk dalam famili Poaceae yang memiliki potensi menyerap CO2 lebih baik daripada pohon. Anggota famili ini umumnya

termasuk tumbuhan golongan C4, yaitu tumbuhan yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap CO2 di atmosfer terutama pada kondisi lingkungan yang kering,

suhu tinggi dan stomata daun tertutup sebagian. Tanaman C4 memiliki ketahanan terhadap suhu yang tinggi yaitu dikisaran 30-47oC. Akan tetapi berdasarkan

struktur anatomi daunnya, bambu digolongkan pada tumbuhan C3. Hal ini berkaitan dengan struktur penyusun daun yaitu perbandingan ukuran ikatan pembuluh. Menurut Christin et al. (2013), ukuran dari jaringan lapisan ikatan pembuluh dari tanaman C3 seperti halnya bambu, lebih kecil dari 15% dimana itu adalah hasil dari kombinasi dari jarak terpendek antara lapisan ikatan pembuluh dan lapisan ikatan pembuluh terbesar.

Bambu memiliki lebih dari 1 200 spesies dari 90 marga di seluruh dunia dan di Indonesia diketahui terdapat 143 jenis bambu (Widjaja 2001). Pada penelitian ini sampel yang diambil berasal dari daun Bambu Tali (Gigantochloa apus (Bl. Ex Schult.f.) Kurz), Bambu Ampel (Bambusa vulgaris Schrad) dan Bambu Mayan (Gigantochloa robusta Kurz) yang diperoleh dari Arboretum Miniatur Hutan Tropis IPB. Bambu-bambu tersebut dipilih karena bambu ini umum digunakan sebagai bahan konstruksi dan banyak ditanam oleh masyarakat. Daya serap CO2 diukur menggunakan persamaan sinusoidal yang dinilai tepat

digunakan karena pada persamaan ini dihitung juga respirasi pada malam hari sehingga data serapan karbon dioksida tidak ditafsir terlalu tinggi atau rendah.

Tujuan Penelitian

Menentukan besarnya daya serap CO2 di atmosfer oleh Bambu Tali, Bambu

(10)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi besarnya daya serap CO2 di

atmosfer pada daun Bambu Tali, Bambu Ampel dan Bambu Mayan. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penanaman bambu untuk mengatasi masalah peningkatan CO2 di atmosfer.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Arboretum Miniatur Hutan Tropis IPB untuk pengambilan sampel daun, Laboratorium Kimia Hasil Hutan IPB sebagai tempat persiapan contoh uji, dan Laboratorium Silvikultur IPB sebagai tempat uji analisis karbohidrat. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2013. Pengambilan sampel daun dilakukan selama 6 hari yaitu 2 hari pertama 3 jam sekali, 2 hari berikutnya 4 jam sekali, dan 2 hari terakhir 6 jam sekali. Setiap 2 hari pengambilan sampel diberi selang 1 hari.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Lux light meter, Environmental meter, tabung reaksi, pipet volume, erlenmeyer, hammer mill,

kertas saring, spektrofotometer (SpectroStar) dengan panjang gelombang 500 nm, timbangan, oven, waterbath, kertas milimeter block, perangkat komputer dengan

software microsoft word, microsoft excel, Software Maple 13. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari daun muda, dewasa dan tua dari Bambu Tali, Bambu Ampel dan Bambu Mayan yang berasal dari Arboretum Miniatur Hutan Tropis IPB Darmaga, sedangkan pereaksi yang digunakan untuk analisis karbohidrat yaitu pereaksi Cu, pereaksi Nelson dan standar dekstrosa.

Metode Pengambilan Data Iklim Mikro

Data suhu, kelembapan dan intensitas cahaya diukur sebelum memasuki tempat pengambilan sampel daun dan ketika berada di bawah naungan tempat sampel diambil. Data suhu dan kelembapan diambil menggunakan Environmental meter yang dibiarkan selama 15 menit kemudian data dicatat. Untuk data intensitas cahaya digunakan alat Lux light meter, biarkan beberapa detik dan tulis data tertingginya.

Metode Pengukuran Karbohidrat Bambu

Pengambilan sampel daun (muda, dewasa, tua) masing-masing 15 g dikeringkan dalam oven ± 48 jam dengan suhu 60oC kemudian digiling dengan

hammermill. Sebanyak 0.2 g sampel dipanaskan dengan 20 ml HCl 0.7 N selama 2.5 jam dalam waterbath suhu 100oC. Sampel disaring kedalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan fenolmerah (pH 6.8 – 8.2). Berikutnya lakukan penetralan dengan NaOH 1N sampai warna berubah menjadi merah muda kemudian ditambahkan 5 ml ZnSO4 5% dan 5 ml Ba (OH)2 0.3 N dan akuades hingga tanda

(11)

menit. Pereaksi Nelson sebanyak 2 ml ditambahkan kedalam larutan kemudian dikocok dan dibiarkan selama 2 menit. Serapan sampel diukur dengan spektofotometer dengan panjang gelombang 500 nm. Begitu juga terhadap deret standar dilakukan hal yang sama seperti larutan sampel. Pereaksi Cu dan Nelson dibuat mengacu pada Perumella et al. 1994. Deret standar karbohidrat dibuat dengan cara melarutkan 0.0625 g dekstrosa dalam akuades sampai 250 ml, kemudian dilakukan pengenceran sampai diperoleh konsentrasi 5, 10, 15, 20 dan 25 ppm.

Analisis Data

Massa Karbohidrat (Imansyah 2010, Putri et al. 2013)

Setelah diperoleh nilai serapan karbohidrat (A) selanjutnya dihitung persentase karbohidrat (%KH). Nilai persentase karbohidrat yang didapat adalah %KH dalam keadaan kering. Persentase karbohidrat kering (%KH kering) dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

A : nilai serapan karbohidrat S : rata-rata standar karbohidrat Faktor pengenceran: 100/0.2 dan 6/2

Selanjutnya dihitung juga massa karbohidrat dalam daun segar (basah). Massa karbohidrat dalam daun segar atau daun basah dihitung dengan rumus:

Massa karbohidrat = % KH X bobot basah daun (g) dimana:

% KH basah =

KA (kadar air tiap jenis daun (%) =

Setelah diperoleh nilai massa karbohidrat bersih, dibuatlah kurva respon cahaya yang didekati dengan model regresi linier berganda sebagai berikut:

Ŷ = A + BZ1 (X – 24(H – 1)) + CZ2(X – 24(H – 1) + DZ1 Sin ( ) + EZ2 Sin )

(Bahtiar et al. 2012) Keterangan:

Ŷ : Massa karbohidrat A : Konstanta

B, C, D, E : Koefisien regresi

Z1 : Peubah boneka (bernilai 1 untuk siang dan 0 untuk malam)

Z2 : Peubah boneka (bernilai 0 untuk siang dan 1 untuk malam)

X : Jam pengambilan sampel

(12)

Kurva respon cahaya mewakili hubungan antara fotosintesis bersih dari daun-daun dengan radiasi matahari. Jika daun-daun terpapar untuk menaikkan intensitas penerangan maka fiksasi CO2 akan meningkat ketika terkena cahaya

matahari dan akan meningkat secara bertahap hingga mencapai nilai maksimumnya (Xu 2000). Berdasarkan model persamaan tersebut dilakukan pengujian tingkat kepentingan peubah bebas untuk memperoleh model persamaan yang terbaik. Pemilihan model persamaan terbaik adalah model regresi linier berganda yang memiliki kelogisan model kurva respon cahaya antara peubah bebas dengan tidak bebasnya. Pemilihan model hasil terbaik ditentukan dengan mengetahui variabel-variabel bebas yang digunakan memiliki pengaruh yang nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebasnya. Pada penelitian ini dipilih batas nilai probabilitasnya setiap koefisien regresi sebesar P-value < 0.1. Setelah dilakukan uji-t, kurva respon cahaya dipilih persamaan yang terbaik.

Untuk mengetahui massa karbohidrat fotosintesis pada siang hari yaitu dengan cara menghitung luas daerah di bawah kurva:

Cf =

Keterangan:

Cf : Total massa karbohidrat fotosintesis di siang hari

: 6 dan 18 merupakan selang waktu di siang hari P : Massa karbohidrat jam 6 pagi

Sedangkan untuk mengetahui massa karbohidrat respirasi pada malam hari yaitu dengan cara menghitung luas daerah di atas kurva:

Cr=

Keterangan :

Cr : Total massa karbohidrat respirasi malam hari

: 18 dan 30 merupakan selang waktu di malam hari P : Massa karbohidrat jam 6 pagi

A : Massa karbohidrat di malam hari

Selanjutnya massa karbohidrat bersih diperoleh dari selisih massa karbohidrat fotosintesis dikurangi massa karbohidrat respirasi:

Cnetto = Cf- Cr

Massa CO2

Massa karbohidrat bersih digunakan untuk mengetahui nilai massa CO2

yang dihitung dengan rumus:

Massa CO2 = Massa karbohidrat x 1.47

Daya Serap CO2 per Luas Sampel Daun (D)

Sebelum memperoleh nilai daya serap CO2 per luas sampel daun, perlu

(13)

millimeter. Luas kotak yang berisi lebih dari setengah bagian dianggap satu kotak. Penentuan daya serap CO2 per luas sampel daun (D) menggunakan rumus:

D = Massa CO2 / Luas 15 g daun

Daya Serap CO2 Bersih per Luas Daun per Jam (Dt)

Dari nilai daya serap CO2 per luas daun per jam (Dt) yaitu dengan

menggunakan rumus :

Keterangan:

Dt : daya serap bersih CO2 per luas daun per jam

D : daya serap CO2 per luas sampel daun

∆t : periode waktu pengambilan sampel dalam 1 hari 1 malam (24 jam)

Daya Serap CO2 per Helai Daun per Jam (DI)

Kemudian dihitung daya serap CO2 per helai daun per jam (DI) dengan

menggunakan rumus:

DI = Dt x luas per helai Keterangan:

DI : daya serap bersih CO2 per helai daun per jam

Dt : daya serap bersih CO2 per luas daun

Daya Serap CO2 per Jenis Batang per Jam (Dn)

Penghitungan serapan CO2 memerlukan data tentang jumlah daun per

rumpun. Langkah-langkah penentuan jumlah daun per rumpun adalah sebagai berikut: menghitung jumlah batang yang ada dalam satu rumpun, mengelompokkan batang-batang tersebut berdasarkan ukurannya, memilih tiga batang sampel setiap kelompok ukuran, mengalikan jumlah daun pada sampel dengan jumlah sampel batang, menjumlahkan hasil kali tersebut sehingga didapat jumlah total daun per batang. Nilai daya serap CO2 per jenis batang per jam (Dn)

diperoleh menggunakan rumus

Dn = (Nm x DIm) + (Nd x DId) + (Nt x DIt)

Keterangan:

Dn : daya serap bersih CO2 per batang per jam

DI : daya serap bersih CO2 per helai daun per jam

N : jumlah daun dalam 1 batang m : muda

d : dewasa t : tua

(14)

Daya Serap CO2 per Jenis Batang per Tahun (Dy)

Dari nilai daya serap CO2 per jenis batang per jam dapat ditentukan nilai

daya serap CO2 per jenis batang per tahun (Dy) dengan rumus:

Dy = [{Dn x 5.36} + {Dn x (12.07 – 5.36) x 0.46}] x 365 Keterangan:

Dy : daya serap bersih CO2 per jenis batang per tahun

Dn : daya serap bersih CO2 per jenis batang per jam

12.07 : nilai rata-rata penyinaran maksimum per hari (jam/hari) (Sitompul dan Guritno 1995)

5.36 : nilai rata-rata penyinaran actual per hari di Bogor (jam/hari) (Abdullah 2000)

0.46 : perbandingan antara rata-rata per hari laju fotosintesis pada hari mendung dengan hari cerah (Sitompul dan Guritno 1995)

365 : jumlah hari dalam satu tahun

Daya Serap CO2 per Rumpun per Tahun (Dyr)

Dari nilai daya serap CO2 per jenis batang per tahun diperoleh nilai daya

serap CO2 per rumpun per tahun (Dyr) dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

Dyr = Kt x Dyt + Kd x Dyd

Keterangan:

Dyr : daya serap CO2 per rumpun per tahun

Kt : jumlah batang tua dalam satu rumpun

Kd : jumlah batang dewasa dalam satu rumpun

Dyt : daya serap CO2 batang tua per tahun

(15)

- Dioven ± 48 jam, T 60o C

- Digiling (hammer mill) - Hidrolisis dengan HCl

- Analisis karbobohidrat dengan metode Cu-Nelson menggunakan spektofotometer pada panjang gelombang 500 nm

- Analisis data

- Diukur luas daun

- Dihitung jumlah daun

- Dihitung jumlah batang dalam satu rumpun

- Dihitung besarnya daya rosot CO2 per batang per

tahun

- Dihitung besarnya daya rosot CO2 per rumpun per

tahun

Gambar 1 Prosedur penelitian daya serap CO2 per rumpun per tahun

Pengambilan sampel daun (muda, dewasa, tua) masing-masing 15 g

Sampel uji karbohidrat

Massa karbohidrat

Kurva respon cahaya sinusoidal

Massa karbondioksida (CO2)

Daya rosot CO2 per luas sampel daun (D)

Daya rosot CO2 bersih per luas daun per jam (Dt)

Daya rosot CO2 per helai daun per jam (DI) jam (DI)

Daya rosot CO2 per batang per jam (Dn)

rosot CO per batang per jam (Dn)

Daya rosot CO2 per batang per tahun (Dy) jam (DI)

Daya rosot CO2 per rumpun per tahun (Dyn) jam (DI)

(16)

Hasil dan Pembahasan

Tumbuhan yang mengandung zat hijau daun atau klorofil melakukan metabolisme membentuk zat makanan karbohidrat. Tumbuhan ini melakukan fotosintesis dengan menggunakan zat hara, CO2, dan air serta bantuan energi

cahaya matahari menghasilkan produk buangan berupa oksigen. Tumbuhan melalui metabolismenya memiliki kemampuan untuk mengkonsumsi CO2 di

atmosfer dan mengubahnya menjadi bentuk energi yang bermanfaat bagi kehidupan. Sebagian besar energi ini disimpan oleh tumbuhan dalam bentuk biomassa dan sekitar 50% dari biomassa merupakan karbon (Salisbury dan Ross 1992). Di sisi lain CO2 merupakan salah satu gas rumah kaca (GRK) yang diyakini memberi andil yang paling besar terhadap peningkatan rata-rata suhu udara di dunia. Selain dari dampaknya yang negatif, CO2 adalah salah satu bahan

yang diperlukan bagi tumbuhan untuk melakukan fotosintesis. Sumber CO2 ini

sangat bervariasi, sehingga digolongkan menjadi 4 yaitu sumber bergerak (mobile transportation), sumber tidak bergerak (stationary combustion), proses industri (industrial processes) dan pembuangan sampah (solid waste disposal) (Pradiptiyas et al. 2011).

Pengukuran daya serap CO2 pada Bambu Tali, Bambu Ampel dan Bambu

Mayan dilakukan dengan menghitung massa karbohidrat hasil fotosintesis secara spektrofotometri Nilai massa karbohidrat yang dihasilkan oleh suatu tanaman menunjukkan adanya penyerapan CO2 oleh tanaman tersebut. Persentase

karbohidrat berbanding lurus dengan massanya. Apabila persentase karbohidrat tinggi, maka massa karbohidrat pun akan tinggi, demikian juga sebaliknya. Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1, semakin besar persen KH kering dan basahnya makin besar nilai massa karbohidratnya. Pada saat pengujian di laboratorium, kandungan karbohidrat dapat ditaksir melalui warna larutan pengujian. Semakin pekat warna larutan, yaitu berwarna biru tua, semakin tinggi serapannya yang terbaca pada alat spektrofotometer maka konsentrasi karbohidrat juga semakin besar. Massa karbohidrat yang dihasilkan oleh daun Bambu Tali, Bambu Ampel dan Bambu Mayan, diteliti dengan pengambilan sampel daun tua, dewasa, muda yang dilakukan setiap 3 jam sekali untuk 2 hari pertama, 4 jam sekali untuk 2 hari kedua, dan 6 jam sekali untuk 2 hari ketiga. Setiap 2 hari pengamatan diberi selang satu hari.

Selain fotosintesis, tumbuhan melakukan proses respirasi di malam hari dengan menyerap oksigen, maka untuk mengetahui kemampuan daya serap CO2

bersih tumbuhan, dilakukan pengambilan sampel pada malam hari untuk mengetahui seberapa besar CO2 yang dilepaskan oleh daun. Respirasi pada

tumbuhan menyangkut proses pembebasan energi kimiawi menjadi energi yang diperlukan untuk aktivitas hidup tumbuhan. Pada siang hari, laju proses fotosintesis yang dilakukan tumbuhan sepuluh kali lebih besar dari laju respirasi. Hal itu menyebabkan seluruh CO2 yang dihasilkan respirasi akan digunakan untuk

(17)

Massa karbohidrat

Berdasarkan hasil penelitian terhadap tiga tipe daun pada tiga jenis bambu dengan metode Cu-Nelson diuji menggunakan alat Spectrostar dengan panjang gelombang 500 nm diperoleh nilai serapan karbohidrat (A).

Gambar 2 Grafik massa karbohidrat pada daun Bambu Tali

Gambar 3 Grafik kadar karbohidrat pada daun Bambu Ampel 0.00

270 274 278 330 334 338 750 753 756 759 786 789 792 795

1038 1041 1044 1071 1074 1077 1080 1083

Nilai Ka

Massa Karbohidrat Daun Muda Massa Karbohidrat Daun Dewasa

Massa Karbohidrat Daun Tua

270 274 278 330 334 338 750 753 756 759 786 789 792 795

1038 1041 1044 1071 1074 1077 1080 1083

Nilai Ka

Massa Karbohidrat Daun Muda Massa Karbohidrat Daun Dewasa

Massa Karbohidrat Daun Tua

(18)

Gambar 4 Grafik kadar karbohidrat pada daun Bambu Mayan

Nilai serapan karbohidrat (A) dimasukkan ke persamaan % karbohidrat kering dan hasil perhitungan ini dimasukkan kembali ke persamaan % karbohidrat basah. Nilai massa karbohidrat diperoleh dari perkalian antara % karbohidrat basah terhadap bobot basah daun. Nilai lengkap serapan dapat dilihat di Lampiran 1 sampai 3.

Pada Gambar 2 sampai 4 dapat dilihat bahwa grafik berada di puncak pada saat jam 12.00 ketika intensitas cahaya berada di puncaknya. Hal ini menunjukkan bahwa proses produksi karbohidrat terjadi pada siang hari sesuai dengan pernyataan Lakitan (1993) bahwa fiksasi CO2 maksimum terjadi pada tengah hari

ketika intensitas matahari mencapai puncaknya. Pada grafik Bambu Ampel (Gambar 3) dengan jam pengambilan 10.00 hari ke 3, nilai massa karbohidratnya lebih tinggi dibandingkan pada jam 14.00 pada hari yang sama. Hal ini terjadi karena massa karbohidrat basah pada jam 10.00 lebih tinggi dibandingkan jam 14.00 seperti yang ditampilkan pada Lampiran 2. Berdasarkan data ini dapat diprediksi bahwa pada jam 12.00 nilainya lebih tinggi lagi.

Berdasarkan data nilai massa karbohidrat, dibuatlah kurva respon cahaya yang didekati dengan model regresi linier berganda yang ditunjukkan pada Tabel 1 sampai 3. Model tersebut kemudian dilakukan pengujian tingkat kepentingan peubah bebas. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui peran masing-masing pengubah bebas dalam persamaan dengan melihat nilai p (probability value atau

p-value). Penelitian ini menggunakan p-value≤ 0,1 untuk setiap koefisien regresi.

Koefisien determinasi (R2) adalah ukuran dari besarnya keragaman peubah terikat yang dapat diterangkan oleh keragaman peubah bebasnya. Perhitungan besarnya Koefisien Determinasi (R2) bertujuan untuk melihat tingkat ketelitian dan keeratan hubungan. Semakin besar nilai R2, semakin besar pula total keragaman yang dapat diterangkan oleh model, sehingga diperoleh persamaan regresi yang semakin baik. Model regresi linier berganda ini menggunakan empat koefisien regresi (B, C, D, E) dan setelah dilakukan pengujian statistik dengan taraf nyata 10%, diperoleh nilai p-value yang melebihi 10% tertinggi pada ketiga bambu adalah koefisien B sehingga tidak berpengaruh nyata.

270 274 278 330 334 338 750 753 756 759 786 789 792 795

1038 1041 1044 1071 1074 1077 1080 1083

N

Massa Karbohidrat Daun Muda Massa Karbohidrat Daun Dewasa

(19)

Tabel 1 Uji Tingkat Kepentingan Pengubah Bebas Bambu Tali

Model Jenis

daun Model regresi linier berganda

R2

(%)

P value

A B C D E

1

Muda y= 0.0520 -0.0009 Z1(X-24(H-1)) + 0,0012 Z2(X-24(H-1))

+0.1008 Z1sin(2 π(X-6)/24) + 0.0318 Z2sin(2 π (X-6)/24) 73.89 0.000322 0.670572 0.066138 0.000211 0.031323

Dewasa y= 0.0507 - 0.0001 Z1(X-24(H-1)) + 0.0014 Z2(X-24(H-1))

+0.1169 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0297 Z2sin(2 π (X-6)/24) 79.24 0.000701 0.955745 0.033405 5.94 x 10

-5 0.052853

Tua y= 0.0415 + 0.0015 Z1(X-24(H-1)) + 0.0011 Z2(X-24(H-1))

(20)

Tabel 2 Uji Tingkat Kepentingan Pengubah Bebas Bambu Ampel

Model Jenis

daun Model regresi linier berganda

R2

(%)

P value

A B C D E

1

Muda Y= 0.0494 +0.0013 Z1(X-24(H-1)) + 0,0006 Z2(X-24(H-1))

+0.0681 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0192 Z2sin(2 π (X-6)/24) 87.65 2.6 x 10

-7 0.306122 0.115984 3.42 x 10-5 0.026847

Dewasa Y= 0.0491 + 0.0004 Z1(X-24(H-1)) + 0.0009 Z2(X-24(H-1))

+0.0793 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0220 Z2sin(2 π (X-6)/24) 79.1 3.44 x 10

-5 0.796824 0.076151 0.000218 0.056966

Tua Y= 0.0495 + 0.0014 Z1(X-24(H-1)) + 0.0009 Z2(X-24(H-1))

+ 0.0706 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0195 Z2sin(2 π (X-6)/24) 80.56 2.36 x 10

-5 0.395409 0.077878 0.000649 0.08463

(21)

Tabel 3 Uji Tingkat Kepentingan Pengubah Bebas Bambu Mayan

Model Jenis

daun Model regresi linier berganda

R2

(%)

P value

A B C D E

1

Muda y = 0.0445 +0.0012 Z1(X-24(H-1)) + 0,0010 Z2(X-24(H-1))

+0.0954 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0144 Z2sin(2 π (X-6)/24) 80.45 0.000718 0.544548 0.095452 0.000155 0.275402

Dewasa y = 0.0502 + 0.0007 Z1(X-24(H-1)) + 0.0008 Z2(X-24(H-1))

(22)

Model regresi kedua dengan tiga koefisien regresi (C, D, E) diperoleh nilai

P-Value tertinggi lebih dari 0.1 pada koefisien E pada Bambu Tali, dan C pada Bambu Ampel dan Mayan. Model regresi ketiga dengan 2 koefisien regresi (C, D) untuk Bambu Tali dan (D, E) unruk Bambu Ampel juga Mayan diperoleh nilai P-Value tertinggi lebih dari 0.1 pada koefisien C dan E pada Bambu Ampel juga Mayan, sehingga koefisien D yang digunakan ke dalam model persamaan regresi linier berganda untuk membuat kurva respon cahaya untuk setiap bambu. Kurva cahaya pada level daun diukur untuk memperkirakan karbon dari seluruh tutupan tajuk atau kanopi yang membutuhkan sebuah pemahaman tentang distribusi dari kapasitas fotosintesis pada perbedaan kelas umur daun dan memiliki hubungan terhadap cahaya di bawah tajuk (Xu 2000).

Nilai koefisien yang didapat dari pengujian di atas digunakan memprediksi massa karbohidrat. Setelah diperoleh prediksi massa karbohidrat, data karbohidrat yang diperoleh sebelumnya dibuat menjadi satu grafik seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5 sampai 7. Grafik per daun per jenis lebih lengkap dapat dilihat di Lampiran 4 sampai 12. Kurva sinusoidal mengalami kenaikan mulai jam 06.00 pagi hingga 12.00 siang. Hal ini menunjukkan terjadinya proses fotosintesis maksimal yang dipengaruhi intensitas cahaya matahari yang tinggi pada rentang jam 10.00 hingga 14.00 siang. Data intensitas cahaya dapat dilihat di Tabel 4. Setelah rentang jam tersebut, terjadi penurunan pada kurva diiringi dengan penurunan intensitas cahaya yang menyebabkan fotosintesis menurun sehingga massa karbohidrat yang dihasilkan juga menurun. Pada malam hari yang dimulai setelah jam 18.00 dimana cahaya mulai tidak terdapat cahaya, maka tidak terjadi fotosintesis sehingga menyebabkan kurva sinusoidal di malam hari relatif stabil. Respirasi yang lebih besar daripada sintesis karbohidrat di malam hari membuat titik massa karbohidrat malam hari hingga jam 06.00 berada di bawah garis prediksi massa karbohidrat. Titik massa karbohidrat pada sore hari lebih tinggi dibandingkan dengan siang hari karena masih tersisanya radiasi sinar matahari sehingga daun masih dapat melakukan fotosintesis.

Pada Gambar 5 dan Lampiran 4, kurva respon cahaya daun Bambu Tali muda dapat diketahui bahwa massa karbohidrat tertinggi sebesar 0.206 g dan terendah 0.027 g. Pada kurva respon cahaya daun dewasa (Lampiran 5), nilai massa karbohidrat tertinggi adalah 0.212 g dan terendah 0.022 g. Untuk kurva respon cahaya daun tua (Lampiran 6), nilai massa karbohidrat tertinggi adalah 0.224 g dan terendah 0.025 g.

Pada Gambar 6 dan Lampiran 7, kurva respon cahaya daun Bambu Ampel muda dapat diketahui bahwa massa karbohidrat tertinggi sebesar 0.163 g dan terendah 0.023 g. Pada kurva respon cahaya daun dewasa (Lampiran 8), nilai massa karbohidrat tertinggi adalah 0.191 g dan terendah 0.028 g. Untuk kurva respon cahaya daun tua (Lampiran 9), nilai massa karbohidrat tertinggi adalah 0.184 g dan terendah 0.031 g.

(23)

Dari pengujian tingkat kepentingan pengubah bebas di atas diperoleh model persamaan yang menghasilkan grafik kurva respon cahaya pada tiga jenis bambu seperti di bawah ini

Gambar 5 Grafik kurva respon cahaya daun Bambu Tali secara keseluruhan

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100

Ma

ss

a

Kar

b

o

h

id

rat

(g

)

Lama Waktu Pengambilan Sampel (Jam)

Massa Karbohidrat Estimasi Daun Tua Massa Karbohidrat Estimasi Daun Dewasa Massa Karbohidrat Estimasi Daun Muda

Massa Karbohidrat Daun Tua Massa Karbohidrat Daun Dewasa Massa Karbohidrat Daun Muda

(24)

Gambar 6 Grafik kurva respon cahaya daun Bambu Ampel secara keseluruhan

Gambar 7 Grafik kurva respon cahaya daun Bambu Mayan secara keseluruhan

0 0.1

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100

M

Massa Karbohidrat Estimasi Daun Tua Massa Karbohidrat Estimasi Daun Dewasa Massa Karbohidrat Estimasi Daun Muda

Massa Karbohidrat Daun Tua Massa Karbohidrat Daun Dewasa Massa Karbohidrat Daun Muda

0 0.1 0.2

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100

Ma

Massa Karbohidrat Estimasi Daun Muda Massa Karbohidrat Estimasi Daun Dewasa Massa Karbohidrat Estimasi Daun Tua

Massa Karbohidrat Daun Muda Massa Karbohidrat Daun Dewasa Massa Karbohidrat Daun Tua

(25)
(26)
(27)

Massa CO2

Nilai koefisien yang diperoleh dari regresi linier berganda pada Tabel 1 sampai 3 dipakai untuk menghitung luas daerah di bawah kurva untuk siang dan malam hari. Perhitungan nilai koefisien ini terdapat di dalam Lampiran 13. Setelah nilai total massa karbohidrat pada fotosintesis siang hari dan malam hari diperoleh, maka untuk mendapatkan massa karbohidrat bersih adalah hasil pengurangan dari total karbohidrat siang hari dengan malam hari. Fotosintesis bersih terbesar adalah daun Bambu Tali tua (0.877 g). Fotosintesis malam bernilai 0 karena pada pengujian tingkat kepentingan pengubah bebas nilai P-value yang diperoleh lebih dari 10% sehingga persamaan malam tidak terlalu berpengaruh.

Untuk mengetahui nilai massa CO2 bersih maka nilai fotosintesis bersih

dikalikan dengan 1.47. Besarnya nilai pengali ini diperoleh dari persamaan reaksi fotosintesis. Satu mol karbohidrat setara dengan 6 mol CO2. Nilai massa CO2

bersih dapat dilihat pada Tabel 5. Massa CO2 bersih berbanding lurus dengan

fotosintesis bersih. Bila fotosintesis tinggi maka massa CO2 bersih juga akan

tinggi. Massa CO2 bersih tertinggi di semua jenis bambu adalah daun Bambu Tali

tua (1.289 g). Massa CO2 bersih tertinggi hingga terendah per jenis bambu

berbeda pada jenis Bambu Ampel. Untuk Bambu Tali dan Mayan berurutan dari massa CO2 tertinggi adalah daun tua, daun dewasa, dan daun muda. Berbeda

untuk jenis Bambu Ampel yaitu daun tua, daun muda, dan daun dewasa. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Ehleringer dan Lin (1982), Lakitan (1993) bahwa kemampuan daun untuk berfotosintesis meningkat pada awal pertumbuhan daun, tetapi kemudian menurun, kadang sebelum daun tersebut berkembang penuh. Pada penelitian ini, massa CO2 daun dewasa lebih tinggi dibandingkan daun

muda, bahkan daun tua lebih tinggi dibandingkan kedua umur daun yaitu dewasa dan muda. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh cahaya dan suhu. Dengan bertambahnya intensitas cahaya, bertambah kecepatan fotosintesis netto daun yang terbuka dengan baik. Pada Tabel 4 mengenai iklim mikro, besarnya intensitas cahaya yang diukur tidak seluruhnya ditangkap oleh daun, sehingga menimbulkan perbedaan daya serap CO2. Perbedaan kondisi antara terbuka dan

ternaung yang menyebabkan hal ini terjadi. Daun yang berada di cabang yang berbeda mempunyai luas daun dan kerapatan stomata yang berbeda juga mengalami tingkat perkembangan yang berbeda (Xie dan Luo 2003). Suhu optimal untuk menghasilkan fotosintesis netto tertinggi yaitu pada suhu 18-25oC (Ehleringer dan Lin 1982). Fotosintesis bernilai positif dari rentang suhu antara -5-40oC. Suhu 40 oC adalah titik jenuh daun dalam memproduksi karbohidrat karena pada titik ini, nilai fotosintesis dan respirasi sama besar sehingga fotosintesis netto mendekati nol. Simpanan karbon pada daun harus berada di atas nol pada masa hidupnya karena daun harus menyokong tidak hanya untuk kebutuhan karbonnya saja akan tetapi seluruh bagian tanaman yang membutuhkan untuk menyokong tajuk (termasuk kebutuhan dari membangun dan memelihara sistem akar, sistem jaringan dan membantu pondasi tumbuhan (Reich et al. 2009). Berdasarkan Tabel 4 dan 5, rentang suhu yang diukur adalah 22.4-34.5oC untuk

suhu di bawah tegakan bambu. Suhu tinggi dapat menyebabkan penurunan yang drastis pada fotosintesis, kelakuan stomata, efisiensi energi pada proses fotosintesis II, dan transportasi elektron (Xu et al. 2010). Hal ini juga didukung oleh pernyataan Xu (2000) yaitu ketika temperatur meningkat, aktivitas tumbuhan

(28)

akan meningkat hingga mencapai suhu optimal dan kemudian menurun, ketika mencapai suhu yang sangat tinggi maka tumbuhan akan mati.

Tabel 5 Massa Karbohidrat bersih per Hari

Daun

luas daun dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai ini membutuhkan luas total dari 15 g daun. Dari 15 g daun bambu tersebut diambil yang mewakili daun terbesar dan terkecil kemudian di rata-ratakan. Luas daun dihitung dengan menggunakan kertas millimeter. Daya serap tanaman terhadap CO2 merupakan kemampuan

tanaman dalam menyerap sejumlah massa CO2, sedangkan daya serap CO2 per

luas daun merupakan kemampuan tanaman menyerap sejumlah massa CO2 per

luas daun. Daya serap CO2 per luas daun tidak selalu berbanding lurus dengan

massa CO2, karena adanya faktor pembagi yaitu luas sampel daun tanaman.

Semakin besar luas daun maka semakin kecil daya serap CO2 per cm2 daun dan

(29)

Tabel 6 Daya Serap CO2 per Luas Daun

Daun bambu muda memiliki luas terkecil dibandingkan dengan daun dewasa dan daun tua karena daun muda tersebut belum membuka secara sempurna. Fotosintesis dan tingkah laku stomata berubah sesuai dengan umur, meningkat drastis di awal pertumbuhan. Fotosintesis berada di puncaknya ketika daun terbuka sempurna akibat dari perubahan biologis dari kloroplas yang telah berkembang sempurna kemudian menurun karena pengurangan konsentrasi enzim yang terlibat dalam setiap reaksi fotosintesis (Xie dan Luo 2003). Jumlah daun terbanyak terdapat pada Bambu Ampel karena luas permukaan yang kecil dibandingkan dengan yang lain. Ketebalan relatif daun juga memiliki pengaruh. Seperti dapat dilihat pada Tabel 6 bahwa semakin besar ketebalan relatif semakin besar daya serapnya. Pernyataan ini sesuai dengan Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa daun yang tebal akan memiliki kapasitas mengintersepsi energi cahaya dan mereduksi CO2 yang lebih tinggi daripada daun yang tipis. Oleh

karenanya, semakin tinggi ketebalan daun maka penyerapan CO2 semakin

meningkat karena semakin aktif daun berfotosintesis. Diantara ketiga jenis bambu, Bambu Tali adalah yang memiliki daya serap CO2 per luas daun tertinggi diikuti

(30)

Tabel 7 Daya Serap CO2 per Helai Daun per Jam daun muda. Untuk Bambu Tali dan mayan diperkirakan bahwa pertumbuhan daun muda belumlah mencapai maksimal sehingga luasnya terkecil. Penyerapan CO2

yang tinggi tergantung pada tingkat perkembangan daun dan tanaman secara utuh (Katny et al. 2005). Untuk Bambu Ampel, luas daun dewasa dan daun tua lebih kecil dibandingkan dengan daun muda. Daun bambu ini mudah gugur dibandingkan daun bambu lain yang diteliti sehingga untuk mendapatkan ukuran terbesar dan terkecilnya dari daun dewasa dan daun tua sangat sulit. Nilai massa CO2 per helai per jam yang tertinggi diperlihatkan oleh daun dewasa Bambu Tali

dan Ampel. Sementara itu daun muda Bambu Mayan memperlihatkan nilai massa CO2 per helai per jam yang tertinggi.

Daya Serap CO2 per Batang per Jam (Dn)

Perhitungan daya serap CO2 per batang memerlukan data jumlah daun

(31)

Tabel 8 Daya Serap CO2 per Batang per Jam

Kemampuan daya serap CO2 per batang sangat tergantung dari jumlah total

daun pada tiap batang, semakin banyak jumlah daun maka kemampuan serapan CO2 juga semakin besar. Begitu juga dengan massa CO2 per helai per jam,

semakin besar nilainya semakin besar nilai serapannya. Pada Tabel 8, nilai total daya serap CO2 tertinggi pada Bambu Tali diikuti oleh Bambu Mayan dan Bambu

Ampel. Walaupun bergantung pada jumlah daun, jika nilai massa CO2 per helai

per jam sangat kecil tetaplah nilai akhir yaitu total daya serap CO2 per batang juga

kecil seperti pada Bambu Ampel. Jumlah daun pada Bambu Ampel yang banyak tidak diikuti dengan massa CO2 per helai per jam yang besar membuat nilai

serapan CO2 Bambu Ampel tetap kecil.

Daya Serap CO2 per Jenis Batang per Tahun (Dy)

Nilai daya serap CO2 per jenis batang per tahun (Tabel 9) diperoleh dari

daya serap CO2 per batang pada hari cerah ditambah daya serap CO2 per batang

pada hari mendung selama setahun. Faktor yang mempengaruhi besarnya daya serap CO2 pada hari cerah dan pada hari mendung adalah lama penyinaran. Lama

penyinaran aktual rata-rata di Bogor pada hari cerah adalah 5.36 jam/hari (Abdullah 2000). Lama penyinaran maksimum rata-rata per hari menurut Sitompul dan Guritno (1995) adalah 12.07 jam/hari. Faktor lain yang perlu diketahui dalam penentuan daya serap CO2 per jenis batang per tahun selain faktor

lama penyinaran adalah nilai perbandingan antara laju fotosintesis rata-rata per hari pada hari mendung dengan hari cerah, yaitu sebesar 0.46 (Sitompul dan Guritno 1995). Dari nilai-nilai ini diperoleh nilai daya serap CO2 per jenis batang

per tahun pada Tabel 9. Urutan dari nilai yang tertinggi adalah Bambu Tali, Bambu Betung, Bambu Mayan dan Bambu Ampel. Nilai daya serap CO2 pada

(32)

(2005) bahwa daun adalah sumber eksklusif pendapatan karbon bersih dan mendukung pertumbuhan bagian lainnya.

Tabel 9 Daya Serap CO2 per Batang per Tahun

Bambu jenis Daya serap CO2 per batang per tahun (g/batang/tahun)

Sedang Tua

(33)

SIMPULAN

Simpulan dari penelitian ini adalah bambu yang memiliki daya serap CO2

tertinggi berurutan adalah Bambu Tali kemudian diikuti oleh Bambu Mayan dan Bambu Ampel. Model persamaan sinusoidal yang ideal untuk kurva respon cahaya dari Bambu Tali, Ampel, dan Mayan adalah:

Ŷ = A + DZ1Sin (2� �−624 ); R2 sebesar 65.84-75.44% (Bambu Tali), 73.71-83.09%

(Bambu Ampel), dan 72.40-77.50% (Bambu Mayan). Kurva tersebut mampu menduga massa karbohidrat pada proses fotosintesis di siang hari dan respirasi di malam hari yang terjadi secara berulang (periodik) setiap harinya. Daya serap CO2

per rumpun per tahun pada Bambu Tali, Bambu Ampel dan Bambu Mayan berturut-turut adalah 5144.365 kg/rumpun/tahun, 981.604 kg/rumpun/tahun, dan 2853.401 kg/rumpun/tahun. Nilai ini setara dengan daya serap CO2 pohon fast

growing species.

SARAN

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah perlunya dilakukan verifikasi penggunaan model kurva respon cahaya Ŷ = A + DZ1Sin

(2� �−6

24 ) untuk jenis tumbuhan hijau lainnya. Penelitian lanjutan terhadap jenis tumbuhan lainnya dapat dilakukan untuk menentukan jenis terbaik yang dapat digunakan untuk penanaman tumbuhan hijau dalam rangka mengatasi pemanasan global. Selain itu, perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan daun (umur daun, ketebalan daun, dan letak daun pada pohon) terhadap fotosintesis.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah SEA. 2000. Perubahan iklim Bogor, studi kasus 5 kecamatan di Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Bahtiar ET, Nugroho N, Carolina A, Maulana AC. 2012. Measuring carbon dioxide sink of betung bamboo (Dendrocallamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne) by Sinusoidal Curves Fitting on Its Daily Photosynthesis Light Response. Journal of Agricultural Science and Technology B. 2(7): 780-788 Christin PA, Osborn CP, Chatelet DS, Columbus JT, Besnard G, Hodkinson TR, Garrison LM, Vorontsova MS, Edward EJ. 2013. Anatomical enablers and the evolution of C4 photosynthesis in Grasses. PNAS 110(4): 1381-1386.

(34)

Ehleringer J, Lin ZF. 1982. Effects of leaf age on photosynthesis and water use efficiency of Papaya. Photosynthetica. 16(4): 514-519.

Imansyah A. 2010. Daya rosot karbondioksida oleh beberapa jenis pohon di Kebun Raya Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Katny MAC, Thoma GH, Schrier AA, Fangmeier A, Jager HJ, Bel AJE. 2005. Increase of photosynthesis and starch in potato under elevated CO2 is

dependent on leaf age. Journal of Plant Physiology. 162: 429-438.

Lakitan B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada.

Maulana AC. 2011. Aplikasi kurva respon cahaya sinusoidal untuk pengukuran daya serap karbondioksida pada bambu betung (Dendrocalamus asper

(Schult f.) Backer ex Heyne) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Perumalla CJ, Hellebust JA, Goldman CA. 1994. Invertase activity in root growth. Di dalam: C. A. Goldman, Editor. Proceedings of the 15th Workshop/Conference of the Association for Biology Laboratory Education

(ABLE). Toronto (USA): ABLE, hlm 93-108; [diunduh 2012 Nov 10]. Tersediapada: http://www.ableweb.org/volumes/vol-15/6-perumalla.pdf. Pessarakli M. 2005. Handbook of Photosynthesis Second Edition. Boca Raton

(US): CRC Press.

Pradiptiyas D, Assomadi AF, Boedisantoso R. 2011. Analisis kecukupan ruang terbuka hijau sebagai penyerap emisi CO2 di perkotaan menggunakan

program stella (studi kasus: Surabaya utara dan timur). [skripsi]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Surabaya.

Putri AR, Lila KA, Astawa ING. 2013. Studi tanaman penghijauan Glodokan Tiang (Polythea longifolia), Kasia Emas (Cassia surattensis), Kelapa (Coco nucifera) sebagai penyerap emisi gas karbondioksida di Jalan PB. Sudirman Denpasar. e-Jurnal Agroekoteknologi Tropika 2(2): 108-115.

Reich PB, Falster DS, Ellsworth DS, Wright IJ, Westoby M, Oleksyn J, Lee TD. 2009. Controls on declining carbon balance with leaf age among 10 woody species in Australian woodland: do leaves have zero daily net carbon balances when they die?. Journal compilation © New Phytologist. 183(1):153-166.

Salisbury FB, Ross CW. 1992. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 2. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.

Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.

Suyitno. 2006. Respirasi tumbuhan [Internet]. (27 Feb 2006; [diunduh 2013 Apr 24]). Tersedia pada: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/ suyitno-aloysius-drs-ms/pengayaan-materi-respirasi-pada-tumbuhan-bagi siswa- sma-kalasan.pdf.

(35)

Xie S, Luo X. 2003. Effect of leaf position and age on anatomical structure, photosynthesis, stomatal conductance and transpiration of Asian pear.

Botanical Bulletin of Academia Sinica. 44: 297-303.

Xu H. 2000. Modelling photosynthetic CO2 fixation in Radiata pine clones with

contrasting crown characteristics at age five at Dalethorpe, Canterbury, New Zealand [Thesis]. Canterbury [NZ]: University of Canterbury.

Xu Z, Zhou G, Han G, Li Y. 2010. Photosynthetic potential and its association with lipid peroxidation in response to high temperature at different leaf ages in maize. Journal of Plant Growth Regulation. 30: 41-50.

(36)
(37)
(38)

Lampiran 1 Nilai Massa Karbohidrat Bambu Tali (Lanjutan)

Hari pengam

bilan

Waktu pengam bilan

Jumlah daun 15 g

Berat Kering

(BKT )(g) KA (%)

Nilai Absorban

(A) % KH Kering % KH Basah

Massa Karbohidrat (g)

M D T M D T M D T M D T M D T M D T M D T

5

06.00 7 9 11 4.0 4.1 4.3 73.3 72.7 71.3 0.19 0.13 0.17 0.79 0.54 0.71 0.21 0.15 0.20 0.032 0.022 0.030 09.00 8 8 13 4.5 4.7 5.3 70.0 68.7 64.7 0.34 0.42 0.35 1.41 1.75 1.45 0.42 0.55 0.51 0.064 0.082 0.077 12.00 9 9 13 4.9 5.0 7.4 67.3 66.7 50.7 0.64 0.77 0.73 2.66 3.20 3.03 0.87 1.07 1.50 0.130 0.160 0.224 15.00 8 8 12 5.1 5.7 6.1 66.0 62.0 59.3 0.46 0.59 0.56 1.91 2.45 2.33 0.65 0.93 0.95 0.097 0.140 0.142 18.00 9 9 12 5.3 5.2 5.1 64.7 65.3 66.0 0.24 0.30 0.23 1.00 1.25 0.96 0.35 0.43 0.32 0.053 0.065 0.049 21.00 7 9 14 5.2 4.8 5.6 65.3 68.0 62.7 0.15 0.16 0.13 0.62 0.66 0.54 0.22 0.21 0.20 0.032 0.032 0.030 24.00 7 7 14 5.0 5.6 6.0 66.7 62.7 60.0 0.14 0.14 0.13 0.58 0.58 0.54 0.19 0.22 0.22 0.029 0.033 0.032 03.00 9 8 13 4.8 5.2 5.1 68.0 65.3 66.0 0.15 0.14 0.12 0.62 0.58 0.50 0.20 0.20 0.17 0.030 0.030 0.025

6

06.00 8 9 13 4.8 5.6 6.7 68.0 62.7 55.3 0.18 0.14 0.13 0.75 0.58 0.54 0.24 0.22 0.24 0.036 0.033 0.036

09.00 9 9 12 5.6 5.9 6.8 62.7 60.7 54.7 0.23 0.32 0.35 0.96 1.33 1.45 0.36 0.52 0.66 0.054 0.078 0.099 12.00 8 9 13 5.8 6.7 7.2 61.3 55.3 52.0 0.67 0.76 0.72 2.78 3.16 2.99 1.08 1.41 1.44 0.161 0.212 0.215 15.00 9 8 12 5.9 6.4 7.3 60.7 57.3 51.3 0.43 0.36 0.42 1.79 1.50 1.75 0.70 0.64 0.85 0.105 0.096 0.127

18.00 9 8 12 6.8 6.3 7.1 54.7 58.0 52.7 0.24 0.22 0.23 1.00 0.91 0.96 0.45 0.38 0.45 0.068 0.058 0.068 21.00 8 8 12 7.6 5.6 6.6 49.3 62.7 56.0 0.15 0.14 0.15 0.62 0.58 0.62 0.32 0.22 0.27 0.047 0.033 0.041 24.00 8 8 13 6.5 5.3 6.7 56.7 64.7 55.3 0.14 0.13 0.17 0.58 0.54 0.71 0.25 0.19 0.32 0.038 0.029 0.047

03.00 8 8 11 6.4 5.8 6.2 57.3 61.3 58.7 0.13 0.13 0.14 0.54 0.54 0.58 0.23 0.21 0.24 0.035 0.031 0.036 Ket : M : Muda D : Dewasa T : Tua KA : Kadar air KH : Karbohidrat

(39)
(40)

Lampiran 2 Nilai Massa Karbohidrat Bambu Ampel (Lanjutan)

Hari pengam

bilan

Waktu pengam bilan

Jumlah daun 15 g

Berat Kering

(BKT) (g) KA (%) Nilai Absorban (A) % KH Kering % KH Basah

Massa Karbohidrat (g)

M D T M D T M D T M D T M D T M D T M D T

5

06.00 55 45 57 6.1 5.6 6.5 59.3 62.7 56.7 0.22 0.23 0.22 0.91 0.96 0.91 0.37 0.36 0.40 0.056 0.054 0.059 09.00 57 46 56 6.4 6.0 6.2 57.3 60.0 58.7 0.33 0.35 0.32 1.37 1.45 1.33 0.59 0.58 0.55 0.088 0.087 0.082 12.00 56 54 67 6.8 5.1 6.5 54.7 66.0 56.7 0.51 0.54 0.53 2.12 2.24 2.20 0.96 0.76 0.95 0.144 0.114 0.143 15.00 58 54 76 7.2 6.2 6.9 52.0 58.7 54.0 0.43 0.42 0.41 1.79 1.75 1.70 0.86 0.72 0.78 0.129 0.108 0.118 18.00 59 47 65 6.7 6.9 6.6 55.3 54.0 56.0 0.23 0.22 0.24 0.96 0.91 1.00 0.43 0.42 0.44 0.064 0.063 0.066 21.00 65 45 66 6.6 7.5 6.3 56.0 50.0 58.0 0.22 0.20 0.19 0.91 0.83 0.79 0.40 0.42 0.33 0.060 0.062 0.050 24.00 66 49 67 6.8 6.3 5.9 54.7 58.0 60.7 0.15 0.12 0.15 0.62 0.50 0.62 0.28 0.21 0.25 0.042 0.031 0.037 03.00 56 49 78 7.4 6.2 7.8 50.7 58.7 48.0 0.11 0.11 0.14 0.46 0.46 0.58 0.23 0.19 0.30 0.034 0.028 0.045

6

06.00 55 48 76 7.2 6.5 7.5 52.0 56.7 50.0 0.23 0.22 0.24 0.96 0.91 1.00 0.46 0.40 0.50 0.069 0.059 0.075 09.00 57 47 67 7.1 6.9 6.8 52.7 54.0 54.7 0.32 0.34 0.32 1.33 1.41 1.33 0.63 0.65 0.60 0.094 0.097 0.090 12.00 58 45 67 7.4 6.6 8.7 50.7 56.0 42.0 0.53 0.58 0.51 2.20 2.41 2.12 1.09 1.06 1.23 0.163 0.159 0.184 15.00 57 47 75 6.9 6.3 7.6 54.0 58.0 49.3 0.40 0.34 0.32 1.66 1.41 1.33 0.76 0.59 0.67 0.115 0.089 0.101 18.00 55 47 66 6.7 5.9 7.5 55.3 60.7 50.0 0.24 0.22 0.23 1.00 0.91 0.96 0.45 0.36 0.48 0.067 0.054 0.072 21.00 56 48 56 6.5 7.8 7.4 56.7 48.0 50.7 0.19 0.18 0.22 0.79 0.75 0.91 0.34 0.39 0.45 0.051 0.058 0.068 24.00 58 48 67 6.2 7.5 7.5 58.7 50.0 50.0 0.15 0.14 0.15 0.62 0.58 0.62 0.26 0.29 0.31 0.039 0.044 0.047 03.00 67 49 78 6.9 7.4 7.7 54.0 50.7 48.7 0.14 0.11 0.11 0.58 0.46 0.46 0.27 0.23 0.23 0.040 0.034 0.035 Ket : M : Muda D : Dewasa T : Tua KA : Kadar air KH : Karbohidrat

(41)
(42)

Lampiran 3 Nilai Massa Karbohidrat Bambu Mayan (Lanjutan)

Hari pengam

bilan

Waktu pengam bilan

Jumlah daun 15 g

Berat Kering

(BKT) (g) KA (%) Nilai Absorban (A) % KH Kering % KH Basah

Massa Karbohidrat (g)

M D T M D T M D T M D T M D T M D T M D T

5

06.00 8 17 18 6.2 6.8 6.9 58.7 54.7 54.0 0.14 0.22 0.21 0.58 0.91 0.87 0.24 0.41 0.40 0.036 0.062 0.060 09.00 9 13 17 6.5 8.7 6.7 56.7 42.0 55.3 0.34 0.35 0.36 1.41 1.45 1.50 0.61 0.84 0.67 0.092 0.127 0.100 12.00 12 14 19 6.9 7.6 6.5 54.0 49.3 56.7 0.62 0.64 0.62 2.58 2.66 2.58 1.19 1.35 1.12 0.178 0.202 0.167 15.00 24 14 19 6.6 7.5 6.9 56.0 50.0 54.0 0.42 0.41 0.39 1.75 1.70 1.62 0.77 0.85 0.75 0.115 0.128 0.112 18.00 23 14 17 6.3 7.4 6.6 58.0 50.7 56.0 0.23 0.23 0.25 0.96 0.96 1.04 0.40 0.47 0.46 0.060 0.071 0.069 21.00 12 13 14 5.9 7.5 6.1 60.7 50.0 59.3 0.15 0.14 0.16 0.62 0.58 0.66 0.25 0.29 0.27 0.037 0.044 0.041 24.00 14 13 14 7.8 7.7 5.1 48.0 48.7 66.0 0.14 0.12 0.11 0.58 0.50 0.46 0.30 0.26 0.16 0.045 0.038 0.023

03.00 15 12 16 7.5 6.7 5.6 50.0 55.3 62.7 0.14 0.15 0.14 0.58 0.62 0.58 0.29 0.28 0.22 0.044 0.042 0.033

6

06.00 23 21 16 6.7 7.6 6.0 55.3 49.3 60.0 0.25 0.22 0.21 1.04 0.91 0.87 0.46 0.46 0.35 0.070 0.069 0.052 09.00 24 19 16 6.2 6.2 5.1 58.7 58.7 66.0 0.35 0.36 0.37 1.45 1.50 1.54 0.60 0.62 0.52 0.090 0.093 0.078 12.00 23 18 16 6.9 6.5 6.5 54.0 56.7 56.7 0.56 0.65 0.61 2.33 2.70 2.53 1.07 1.17 1.10 0.161 0.176 0.165 15.00 23 16 13 6.8 6.9 6.6 54.7 54.0 56.0 0.35 0.36 0.32 1.45 1.50 1.33 0.66 0.69 0.59 0.099 0.103 0.088 18.00 14 15 13 8.9 6.6 7.6 40.7 56.0 49.3 0.24 0.25 0.21 1.00 1.04 0.87 0.59 0.46 0.44 0.089 0.069 0.066 21.00 15 16 11 6.7 6.3 6.7 55.3 58.0 55.3 0.16 0.15 0.14 0.66 0.62 0.58 0.30 0.26 0.26 0.045 0.039 0.039 24.00 18 16 15 7.2 5.9 6.8 52.0 60.7 54.7 0.11 0.14 0.12 0.46 0.58 0.50 0.22 0.23 0.23 0.033 0.034 0.034

03.00 12 19 16 6.9 7.8 8.7 54.0 48.0 42.0 0.14 0.14 0.15 0.58 0.58 0.62 0.27 0.30 0.36 0.040 0.045 0.054 Ket : M : Muda D : Dewasa T : Tua KA : Kadar air KH : Karbohidrat

(43)

Lampiran 4. Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Muda Bambu Tali

Lampiran 5. Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Dewasa Bambu Tali 0.00

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100

Ma

Massa Karbohidrat Daun Muda Massa Karbohidrat Estimasi Daun Muda

0.00

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100

Ma

Massa Karbohidrat Daun Dewasa Massa Karbohidrat Estimasi Daun Dewasa

(44)

Lampiran 6. Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Tua Bambu Tali

Lampiran 7. Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Muda Bambu Ampel 0.00

0.05 0.10 0.15 0.20

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100

Ma

Massa Karbohidrat Daun Tua Massa Karbohidrat Estimasi Daun Tua

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100

Ma

Massa Karbohidrat Daun Muda Massa Karbohidrat Estimasi Daun Muda

(45)

Lampiran 8. Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Dewasa Bambu Ampel

Lampiran 9. Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Tua Bambu Ampel 0.00

0.05 0.10 0.15 0.20

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100

Ma

Massa Karbohidrat Daun Dewasa Massa Karbohidrat Estimasi Daun Dewasa

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100

Ma

Massa Karbohidrat Daun Tua Massa Karbohidrat Estimasi Daun Tua

(46)

Lampiran 10. Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Muda Bambu Mayan

Lampiran 11. Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Dewasa Bambu Mayan 0.00

0.05 0.10 0.15 0.20

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100

Ma

Massa Karbohidrat Daun Muda Massa Karbohidrat Estimasi Daun Muda

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100

Ma

Massa Karbohidrat Daun Dewasa Massa Karbohidrat Estimasi Daun Dewasa

(47)

Lampiran 12. Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Tua Bambu Mayan

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100

Ma

ss

a

Karb

o

h

id

ra

t

(g)

Lama Waktu Pengambilan (Jam)

Massa Karbohidrat Daun Tua Massa Karbohidrat Estimasi Daun Tua

(48)

Lampiran 13 Perhitungan Massa CO2 Pada Tiga Jenis Daun di Tiga Jenis Bambu

Daun Bambu Tali Muda

R2 = 0.68994

Massa karbohidrat jam 6 pagi = 0.04894

Fotosintesis bersih per hari (siang) (g karbohidrat)

=

=

Respirasi bersih per hari (malam) (g karbohidrat)

=

Massa karbohidrat bersih per hari (g/hari) =

Massa CO2 bersih

=

Daun Bambu Tali Dewasa

R2 = 0.72682

Massa karbohidrat jam 6 pagi =

Fotosintesis bersih per hari (siang) (g karbohidrat)

=

=

Respirasi bersih per hari (malam) (g karbohidrat) =

Massa karbohidrat bersih per hari (g/hari) =

Massa CO2 bersih

(49)

Daun Bambu Tali Tua

R2 = 0.75444

Fotosintesis bersih per hari (siang) (g karbohidrat)

=

=

Respirasi bersih per hari (malam) (g karbohidrat) =

Massa karbohidrat bersih per hari (g/hari) =

Massa CO2 bersih

=

Daun Bambu Ampel Muda

R2 = 0.83089

Massa karbohidrat jam 6 pagi = 0.04858

Fotosintesis bersih per hari (siang) (g karbohidrat)

=

=

Respirasi bersih per hari (malam) (g karbohidrat)

=

=

Massa karbohidrat bersih per hari (g/hari) =

Massa CO2 bersih

=

(50)

Daun Bambu Ampel Dewasa

R2 = 0.73707

Massa karbohidrat jam 6 pagi =

Fotosintesis bersih per hari (siang) (g karbohidrat)

=

=

Respirasi bersih per hari (malam) (g karbohidrat) =

=

Massa karbohidrat bersih per hari (g/hari) =

Massa CO2 bersih

=

Daun Bambu Ampel Tua

R2 = 0.75471

Massa karbohidrat jam 6 pagi = 0.05192

Fotosintesis bersih per hari (siang) (g karbohidrat)

=

=

Respirasi bersih per hari (malam) (g karbohidrat) =

Massa karbohidrat bersih per hari (g/hari) =

Massa CO2 bersih

(51)

Daun Bambu Mayan Muda

R2 = 0.775

Massa karbohidrat jam 6 pagi = 0.05014

Fotosintesis bersih per hari (siang) (g karbohidrat)

=

=

Respirasi bersih per hari (malam) (g karbohidrat) =

Massa karbohidrat bersih per hari (g/hari) =

Massa CO2 bersih

=

Daun Bambu Mayan Dewasa

R2 = 0.76721

Massa karbohidrat jam 6 pagi = 0.05141

Fotosintesis bersih per hari (siang) (g karbohidrat)

=

=

Respirasi bersih per hari (malam) (g karbohidrat) =

Massa karbohidrat bersih per hari (g/hari) =

Massa CO2 bersih

=

(52)

Daun Bambu Mayan Tua

R2 = 0.724

Massa karbohidrat jam 6 pagi = 0.0509

Fotosintesis bersih per hari (siang) (g karbohidrat)

=

=

Respirasi bersih per hari (malam) (g karbohidrat) =

Massa karbohidrat bersih per hari (g/hari) =

Massa CO2 bersih

=

Lampiran 14 Nilai Standar Karbohidrat

Standar karbohidrat (ppm) Nilai absorban Nilai / 1ppm

5 0.245 0.049000

10 0.356 0.035600

15 0.478 0.031867

20 0.644 0.032200

25 0.798 0.031920

rata-rata 0.036117

Lampiran 15 Perhitungan Luas Daun

Jenis Bambu Umur daun Luas permukaan daun (cm

2)

Jumlah rata-rata daun

Luas rata-rata daun

1 2 Rata-rata

Tali Muda 131 86 108.5 8.3056 901.1528

Dewasa 346 121 233.5 8.3611 1 952.3194

Tua 211 97 154 10.6944 1 646.9444

Ampel Muda 67 21 44 60.6111 2 666.8889

Dewasa 54 29 41.5 50.5556 2 098.0556

Tua 43 24 33.5 65.8333 2 205.4167

Mayan Muda 98 59 78.5 14.0000 1 099.0000

Dewasa 382 75 228.5 15.1111 3 452.8889

(53)

Lampiran 16 Gambar Contoh Daun Muda, Dewasa, dan Tua untuk masing-masing Jenis Bambu

A. Daun Bambu Tali

Muda Dewasa Tua

B. Daun Bambu Ampel

Muda Dewasa Tua

C. Daun Bambu Mayan

Muda Dewasa Tua

(54)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tinjowan, Sumatra Utara pada tanggal 20 November 1990. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan bapak Sumar dan Ibu Asrilawati.

Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 018477 Bandar Pasir Mandoge. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Yayasan Pendidikan Harapan 1 Medan dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Medan. Pada tahun 2008, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor memalui jalur Beasiswa Utusan Daerah di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan yaitu sebagai ketua panitia masa pengenalan mahasiswa Hasil Hutan tahun 2009 dan sebagai anggota dalam kelompok minat Rekayasa dan Design Bangunan Kayu Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan 2010/2011. Penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktik lapang antara lain Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan 2010 di Kamojang-Sancang Barat, Praktek Pengelolaan Hutan 2011 di Hutan Pendidikan Gunung Walat, kemudian pada bulan Juni – Agustus 2012 melakukan Praktek Kerja Lapang di Perusahaan Intracawood Manufacturing di Pulau Tarakan, Kalimantan Utara.

Gambar

Gambar 1 Prosedur penelitian daya serap CO2 per rumpun per tahun
Gambar 2 Grafik massa karbohidrat pada daun Bambu Tali
Gambar 4 Grafik kadar karbohidrat pada daun Bambu Mayan
Tabel 1 Uji Tingkat Kepentingan Pengubah Bebas Bambu Tali
+7

Referensi

Dokumen terkait

Yusiana, dkk (2016) 11 melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pembiayaan Murabahah , Financing to Deposit Ratio dan Non Performing Financing terhadap Profitabilitas

Jika status guru dalam pelaksanaan penelitian sebelumnya adalah guru sekolah yang menjadi objek penelitian dan kemudian dipromosikan/dimutasikan ke sekolah lain ataupun

LINGKUNGAN PERLU INDI?IDU @G MENGAASI/TIM RISK MANJ/K:* RS BUAT PROGRAM PENGAASAN DATA ASIL PENGAASAN  i'si($' -$c$+a-aa' PROGRAM PENGAASAN a... PROGRAM MANAJEMEN

(2) Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode pendekatan biaya perjalanan (Travel cost), nilai ekonomi objek wisata Pantai Tongaci dengan pendekatan biaya perjalanan

Berdasarkan hasil rata-rata yang diperoleh maka perlakuan terbaik dalam laju fotosintesis tanaman air Hydrilla Verticillata adalah perlakuan kelima (P4) dengan

[r]

Pada Gambar 3 menjelaskan bagaimana rancangan robot yang akan digunakan seperti webcam yang berfungsi sebagai kamera untuk melihat objek bola tenis nantinya serta

Data  investasi  tersebut  dapat  diperoleh  melalui  fasilitas  kredit  investasi  yang  berbunga  12  persen.  Mengingat  resiko  yang  dihadapi  perusahaan