• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Aspek Green Building Pada Gedung Andi Hakim Nasoetion Rektorat Ipb

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Aspek Green Building Pada Gedung Andi Hakim Nasoetion Rektorat Ipb"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI ASPEK GREEN BUILDING

PADA GEDUNG ANDI HAKIM NASOETION

REKTORAT IPB

IRIANI MUSTIKA FURI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Aspek Green Building pada Gedung Andi Hakim Nasoetion Rektorat IPB adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Iriani Mustika Furi

(4)

RINGKASAN

IRIANI MUSTIKA FURI. Evaluasi Aspek Green Building pada Gedung Andi Hakim Nasoetion Rektorat IPB. Dibimbing oleh ERIZAL dan YUDI CHADIRIN.

Pada dasarnya green building adalah konsep untuk menghemat energi dan menggunakan proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien di seluruh siklus hidup bangunan. Konsep green building dapat diterapkan untuk gedung baru dan gedung terbangun. Saat awal pembangunan Gedung AHN Rektorat IPB pada tahun 1995, lembaga untuk menyelenggarakan kegiatan sertifikasi atau penilaian bangunan hijau belum ada. Green Building Council Indonesia (GBCI) atau Lembaga Konsil Bangunan Hijau Indonesia baru didirikan pada tahun 2009. Hal itu menjadi dasar penelitian ini untuk mengevaluasi gedung Rektorat IPB berdasarkan GREENSHIP yang merupakan program dari GBCI untuk kegiatan sertifikasi bangunan hijau.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penerapan konsep

green building pada gedung AHN Rektorat IPB dengan melakukan assessment

atau penilaian aspek green building di gedung Rektorat IPB dengan menggunakan GREENSHIP GBCI untuk gedung terbangun versi 1.0, dan memberikan suatu rekomendasi perbaikan pada aspek green building apabila belum tercapai dan terpenuhi di Gedung AHN Rektorat IPB tanpa merubah struktural dan arsitektural gedung. Metode penelitian yang digunakan adalah metode assesment atau penilaian dengan melakukan pengukuran penilaian terhadap kriteria green building yang mengacu pada standar nasional GREENSHIP GBCI dengan sistem rating untuk gedung terbangun ver. 1.0.

Hasil assessment terhadap enam aspek pada kriteria green building yang mengacu pada standar nasional GREENSHIP GBCI dengan sistem rating untuk gedung terbangun ver. 1.0, gedung AHN Rektorat IPB berhasil mendapatkan total 52 poin nilai atau 44% dari maksimal 117 poin nilai. Berdasarkan perolehan nilai tersebut maka sesuai dengan peringkat GREENSHIP GBCI, gedung AHN Rektorat IPB mendapatkan peringkat Perunggu.

(5)

SUMMARY

IRIANI MUSTIKA FURI. Evaluation Of Green Building Aspects In Andi Hakim Nasoetion Building Of IPB Rectorate. Supervised by ERIZAL and YUDI CHADIRIN.

Basically the concept of green building is to save energy and use processes that are environmentally responsible and resource-efficient throughout a building's life cycle. Green building concepts can be applied to new buildings and existing building. At the beginning of the construction of AHN building IPB Rectorate in 1995, institutions to hold certification activities or judgment green building not available yet. Green Building Council Indonesia (GBCI) had just founded in 2009. It became the basis of this study to evaluate the IPB Rectorate building based GREENSHIP which is a program of GBCI for green building certification activities.

The objective of this research was to evaluate the application of green building concept in AHN building by doing assessment green building aspect based on GREENSHIP GBCI for existing building version 1.0 then gave recommendations for the improvement of green building aspect who has yet to be reached and fulfilled without changing structural and an architectural building. Research methodology that is used is a method of assessment by doing measurements of an assessment based on green building criteria referring to the national standard GREENSHIP GBCI with the rating system for existing building ver. 1.0.

The results of assessment toward six aspects on green building criteria based on GREENSHIP GBCI for existing building ver. 1.0, AHN building managed to get total 52 points or 44% from a maximum of 117 points. In accordance with a rank of GREENSHIP GBCI, AHN building of IPB Rectorate get a bronze rating.

.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

EVALUASI ASPEK GREEN BUILDING

PADA GEDUNG ANDI HAKIM NASOETION

REKTORAT IPB

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari ini ialah Green Building, dengan judul Evaluasi Aspek Green Building pada Gedung Andi Hakim Nasoetion Rektorat IPB.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Erizal, M.Agr dan Bapak Dr. Yudi Chadirin, S.TP., M.Agr selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Bambang Kuntadi, SP., MM dari Divisi Biro Umum Gedung AHN Rektorat IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Teknik Sipil dan Lingkungan Angkatan 2013 dan rekan satu tim penelitian mahasiswa SI Teknik Sipil dan Lingkungan atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

3 METODE 5

Waktu dan Lokasi Penelitian 5

Alat dan Bahan 5

Prosedur Analisis Data 5

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development-ASD) 11 Efisiensi dan Konservasi Energi

(Energy Efficiency and Conservation-EEC) 17

Konservasi Air (Water Conservation-WAC) 21

Sumber dan Siklus Material (Material Resources and Cycle-MRC) 25 Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang

(Indoor Health and Comfort-IHC) 27

Manajemen Lingkungan Bangunan

(Building Environment Management-BEM) 33

5 SIMPULAN DAN SARAN 35

Simpulan 35

Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 39

(14)

DAFTAR TABEL

1 Hasil pengukuran ketersediaan fasilitas umum Gedung AHN Rektorat

IPB 13

2 Hasil perhitungan luasan area tapak Gedung AHN Rektorat IPB 14

3 Data curah hujan 2004-2014 15

4 Hasil perhitungan limpasan gedung AHN Rektorat IPB 16 5 Hasil perhitungan IKE listrik gedung AHN Rektorat IPB 18

6 Perbandingan lampu TL 40 W dan LHE 40 W 20

7 Prediksi jumlah konsumsi air di setiap titik pelayanan 22

8 Laju udara ventilasi 29

9 Laju udara ventilasi pada kondisi lain 29

10 Gas pencemar untuk tempat kerja perkantoran 30

11 Hasil pengukuran kualitas udara di gedung AHN Rektorat IPB 31 12 Hasil pengukuran tingkat kebisingan di gedung AHN Rektorat IPB 32

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram Alir Penelitian 10

2 Peta sebaran jenis fasilitas umum Gedung AHN Rektorat IPB 12 3 Bus IPB dan Mobil Listrik fasilitas gedung AHN Rektorat IPB 13

4 Peluang kejadian bulan basah dan bulan kering 16

5 Energy monitoring system di gedung AHN Rektorat IPB 19

6 Neraca konsumsi air bersih 23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Appropriate Site Develoment 39

2 Lanjutan Energy Efficiency and Conservation 43

3 Water Conservation 47

4 Data hasil pengujian kualitas air Gedung AHN Rektorat IPB 50

5 Material Resources and Cycle 51

6 Contoh surat manajemen puncak mengenai pembelanjaan material

ramah lingkungan 55

7 Contoh surat pernyataan manajemen puncak mengenai pengelolaan

sampah berdasarkan pemilahan 56

8 Contoh SOP pemilahan sampah 57

9 Contoh SOP pengelolaan limbah B3 58

10 Indoor Health and Comfort 59

11 Data hasil pengukuran tingkat pencahayaan di Gedung AHN Rektorat

IPB 62

12 Building Environment Management 63

(15)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kesadaran manusia tentang lingkungan hidup dan permasalahan yang timbul akibat perubahan iklim kini semakin meningkat. Berbagai kegiatan mengenai menjaga lingkungan hidup saat ini banyak di lakukan dengan berbagai cara dan inovasi untuk melindungi bumi, mulai dari gerakan hijau 1 manusia tanam 1 pohon, mengimplementasikan upaya efisiensi dalam penggunaan energi dan meminimalisir kerusakan lingkungan. Hal ini tidak terlepas dari apa yang kini sedang terjadi dengan bumi kita yaitu perubahan iklim dan isu pemanasan global (global warming). Dengan meningkatnya kesadaran manusia akan lingkungan, saat ini bukan hanya menjaga lingkungan dan merawatnya, upaya antisipasi pemanasan globalpun dilakukan oleh sektor bangunan.

Pembangunan akan selalu membawa perubahan baik positif maupun negatif. Dampak postitif dari pembangunan dalam satu kawasan salah satunya adalah perkembangan jumlah sarana dan prasarana fisik baik berupa perekonomian, jalan, transportasi, aksesibilitas dan fleksibilitas serta komunikasi. Dampak negatif dapat berupa kerusakan lingkungan, perubahan kualitas udara, tingginya konsentrasi polutan dan banjir. Perubahan lahan menjadi bangunan terbangun menghilangkan vegetasi pada lahan tersebut, vegetasi memiliki peran penting dalam mengatasi polutan maupun polusi udara yang terjadi. Vegetasi juga merupakan penghasil oksigen dan mengurangi karbondioksida.

Bangunan mempunyai andil yang cukup signifikan dalam proses kerusakan lingkungan. Bangunan merupakan penyumbang gas rumah kaca terbesar di bumi. Sekitar 30-40% emisi CO2 dihasilkan oleh bangunan (GBCI 2013). Menurut Prianto (2007) semakin besar peningktan emisi CO2 di atmosfer, bila tidak segera ditangani, diperkirakan tahun 2050 permukaan air laut akan naik 5m. Isu global warming, menjadi prediksi bencana yang urgent dan harus diatasi secara komprehensif. Oleh karenanya, hal yang paling potensial untuk mengantisipasi kerusakan bumi lebih efektif melalui bangunan, salah satunya dengan mengimplementasikan suatu konsep bangunan ramah lingkungan atau biasa disebut dengan konsep green building (Firsani dan Utomo 2012).

Pada dasarnya green building adalah konsep untuk menghemat energi dan menggunakan proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien di seluruh siklus hidup bangunan. Konsep green building dapat diterapkan untuk gedung baru dan gedung terbangun. Saat awal pembangunan Gedung AHN Rektorat IPB pada tahun 1995, lembaga untuk menyelenggarakan kegiatan sertifikasi atau penilaian bangunan hijau belum ada. Green Building Council Indonesia atau Lembaga Konsil Bangunan Hijau Indonesia baru didirikan pada tahun 2009. Hal tersebut menjadi dasar penelitian ini untuk mengevaluasi gedung Rektorat IPB berdasarkan GREENSHIP yang merupakan program dari GBCI untuk kegiatan sertifikasi bangunan hijau.

(16)

2

rekomendasi pada konsep green building di gedung AHN rektorat IPB apabila belum terpenuhi. Dengan menerapkan konsep green building diharapkan gedung rektorat IPB akan lebih hemat energi, meminimalkan dampak kerusakan lingkungan, dan dapat dijadikan perbandingan untuk mengkaji gedung-gedung lain di kampus IPB.

Perumusan Masalah

1. Sejauh mana penerapan konsep green building yang ada di gedung Rektorat IPB berdasarkan acuan dari GREENSHIP GBC Indonesia?

2. Apa saja rekomendasi teknis yang dapat diberikan kepada gedung AHN Rektorat IPB setelah dilakukan penilaian aspek green building sesuai

GREENSHIP GBC Indonesia?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengevaluasi penerapan konsep green building pada gedung AHN Rektorat IPB dengan melakukan assessment atau penilaian aspek green building di gedung Rektorat IPB berdasarkan GREENSHIP GBCI untuk gedung terbangun versi 1.0.

2. Memberikan suatu rekomendasi perbaikan pada konsep green building di Gedung AHN Rektorat IPB apabila belum tercapai dan terpenuhi tanpa merubah struktural dan arsitektural gedung.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi pengguna Gedung

Melindungi kesehatan penghuni dan meningkatkan produktivitas pengguna sesuai dengan salah satu tolak ukur kesehatan dan kenyamanan dalam ruang pada aspek green building.

2. Bagi Pengelola Gedung

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai masukan dan saran untuk efisiensi konsumsi energi listrik, air dan peningkatan kualitas operasional Gedung AHN Rektorat IPB.

3. Bagi Lingkungan

Mengurangi dampak kerusakan lingkungan dari bangunan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Objek penelitian adalah gedung AHN Rektorat IPB dan aspek yang akan di ukur mengacu pada rating tools GREENSHIP GBCI versi 1.0 untuk gedung terbangun.

2. Memberikan rekomendasi untuk gedung Rektorat IPB sesuai dengan aspek

(17)

3

2

TINJAUAN PUSTAKA

Green building adalah bangunan ramah lingkungan yang dicapai baik dari tahap perencanaan, pembangunan maupun pengoperasian dan pemeliharaan sehari-hari (GBCI 2013). Sebuah bangunan ramah lingkungan harus menggunakan proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien. Green building adalah konsep untuk bangunan berkelanjutan dan merupakan salah satu upaya untuk penghematan energi yang dapat diterapkan pada suatu gedung (Putri et al. 2012). Bangunan berkelanjutan mempunyai prinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi kedepan, hal ini tentu sangat selaras dengan konsep green building yang salah satunya menerapkan praktik-praktik ramah lingkungan.

Untuk mendapatkan sebuah bangunan atau gedung yang merupakan bangunan green building, terlebih dahulu dilakukan sertifikasi bangunan tersebut. Pihak yang melakukan sertifikasi diantaranya adalah Amerika Serikat – LEED, Singapura - Green Mark, dan untuk di Indonesia adalah GBCI. Green Building Council Indonesia atau Lembaga Konsil Bangunan Hijau Indonesia adalah asosiasi bangunan green building untuk Negara Indonesia. Salah satu program GBC Indonesia adalah menyelenggarakan kegiatan Sertifikasi Bangunan Hijau di Indonesia berdasarkan perangkat penilaian khas Indonesia yang disebut GREENSHIP dengan sistem rating. Kategori GREENSHIP dibagi menjadi dua yaitu untuk kategori bangunan baru (new building) dan kategori bangunan terbangun (existing building).

GBCI (2013) menjelaskan bahwa sistem rating GREENSHIP merupakan alat bantu bagi para pelaku industri bangunan, baik pengusaha, engineer, maupun pelaku lainnya dalam menerapkan best practices dan mencapai standar terukur yang dapat dipahami oleh masyarakat umum, terutama tenant dan pengguna bangunan. Standar yang ingin dicapai dalam penerapan GREENSHIP adalah terjadinya suatu bangunan hijau (green building) yang ramah lingkungan sejak tahap perencanaan, pembangunan, hingga pengoperasian dan pemeliharaan sehari-hari. Kriteria penilaiannya dikelompokkan menjadi enam kategori, yaitu:

1. Appropriate site development/ASD (tepat guna lahan)

2. Energy efficiency and conservation/EEC (efisiensi dan konservasi energi) 3. Water conservation/WAC (konservasi air)

4. Material resources and cycle/MRC (sumber dan siklus material)

5. Indoor air health and comfort/IHC (kualitas udara dan kenyamanan ruangan)

6. Building and environment management/BEM (manajemen lingkungan bangunan)

Untuk menciptakan sebuah green building, harus dilalui serangkaian proses

(18)

4

Peringkat pada GREENSHIP tahap final assessment terdiri dari: Platinum : Minimum persentase 73% dengan 86 poin

Gold (emas) : Minimum persentase 57% dengan 67 poin

Silver (perak) : Minimum persentase 46% dengan 54 poin

Bronze (perunggu) : Minimum persentase 35% dengan 41 poin

Menurut GBCI (2013) peringkat dari GREENSHIP mencerminkan usaha pemilik gedung. Butir rating yang dimuat didalamnya mengkombinasikan berbagai tingkat kesulitan. Untuk melakukan assessment hingga tahap sertifikas dibutuhkan peran penting seorang evaluator atau disebut Accredited Professional

(AP). Seorang AP GREENSHIP sudah memahami rating-rating secara mendalam, baik tujuan maupun filosofinya, sehingga dapat membantu cara-cara mencapai rating tersebut. Tingkat pemahaman ini diperoleh dari pendidikan yang diselenggarakan GBCI dan dikukuhkan dengan sertifikat. Untuk memperoleh sertifikat AP, seorang profesional harus terlebih dahulu menjalani serangkaian pendidikan. Profesional tersebut harus telah memiliki tingkat pendidikan minimum S1 dan terlebih dahulu melalui workshop Green Associate (GA). Peserta harus melalui ujian untuk mendapatkan sertifikat kelulusan pendidikan GA.

Didalam rating tools atau ringkasan tolak ukur untuk penilaian gedung terbangun didasarkan pada beberapa unsur (GBCI 2013). Unsur-unsur tersebut adalah:

a. Kategori

Yang dimaksudkan dengan kategori adalah pembidangan aspek-aspek yang dinilai secara signifikan, dan harus menjadi perhatian utama dalam konsep bangunan hijau. Kategori ini mengandung rating-rating yang menjadi inti penilaian perangkat rating GREENSHIP ini.

b. Rating

Rating adalah bagian dari kategori, berisi muatan apa saja yang dinilai, tolok ukur apa saja yang harus dipenuhi, dan berapa nilai poin yang terkandung didalamnya.

c. Rating Prasyarat

Rating prasyarat adalah butir rating yang mutlak harus dipenuhi dan diimplementasikan dalam suatu kategori. Apabila butir ini tidak terpenuhi, butir-butir rating lainnya dalam kategori ini tidak dapat dinilai dan tidak akan mendapatkan nilai sehingga proses sertifikasi tidak dapat dilanjutkan. Butir rating ini sendiri tidak memiliki butir nilai.

d. Rating Biasa

Rating biasa adalah turunan dalam kategori selain butir prasyarat. Butir ini baru dapat dinilai dan diberi nilai kalau semua butir prasyarat dalam kategori tersebut telah dipenuhi atau telah dilaksanakan. Butir rating ini memiliki butir nilai tertentu, sesuai dengan ketentuan pencapaian tolok ukur yang sudah ditetapkan

e. Rating Bonus

(19)

5

3

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Mei 2015. Lokasi penelitian dilakukan di gedung Andi Hakim Nasoetion Rektorat IPB di Jalan Lingkar Akademik, Kampus IPB Dramaga, Bogor.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: perangkat analisis green building GBCI greenshiprating tools untuk gedung terbangun versi 1.0, perangkat pengukurannya antara lain GPS (Global Positioning System), anemometer (Mastech-MS6252A), gas sampler impinger (Binalab-CS596AC), lux meter (Krisbow-KW06291), sound level meter (Krisbow-KW06291), photometer

(Pallintest-8000), PH meter (pHep-Hanna), eco tester TDS high (Oakton),

microprocessor turbidity meter (Hanna Instrument-93703), komputer laptop Windows 7, software microsoft office 2010, autocad 2010 dan arcGIS 10.

Prosedur Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dengan metode Assesment atau penilaian dengan melakukan pengukuran penilaian berdasarkan kriteria green building yang mengacu pada standar nasional Greenship GBCI dengan sistem rating untuk gedung terbangun ver. 1.0. Pengumpulan data dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengukuran langsung dilapangan, survei, wawancara dan kuisioner. Sedangkan data sekunder peneliti peroleh dari pihak lain, dimana data tersebut telah didokumentasikan dalam bentuk catatan, laporan, arsip dan data pendukung lainnya

Berikut adalah analisa penilaian dari masing-masing kriteria pada 6 parameter yang telah ditetapkan GBCI, yaitu:

1. Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development-ASD)

Untuk mengetahui berapa nilai poin yang diperoleh pada parameter ASD dilakukan pengukuran, wawancara dan survei sebagai berikut:

- Pada aspek peraturan pemeliharaan lahan dilakukan wawancara kepada pihak manajemen puncak mengenai adanya surat pernyataan yang memuat komitmen mengenai pemeliharaan eksterior bangunan.

- Pada aspek pengurangan pemakaian kendaraan bermotor dilakukan wawancara kepada pihak manajemen puncak untuk mengetahui berbagai tindakan dalam rangka mencapai pengurangan pemakaian kendaraan bermotor pribadi, contohnya car pooling, feeder bus, voucher kendaraan umum dan diskriminasi tarif parkir dan survei terkait surat pernyataan, kampanye dan tindakan pengurangan pemakaian kendaraan bermotor pribadi.

(20)

6

menghubungkan minimal 3 fasilitas umum dan atau dengan stasiun transportasi masal. Alat yang dipakai yaitu menggunakan GPS (Global Positioning System) dengan sistem tracking, penggunaan aplikasi google earth dan program arcGIS.

- Survei untuk mengetahui penyediaan shuttle bus bagi pengguna gedung untuk mencapai stasiun transportasi umum atau car pooling yang terintegrasi dengan shuttle bus tersebut

- Survei adanya pengurangan pemakaian kendaraan pribadi bermotor dengan implementasi dari salah satu opsi: car pooling, feeder bus, voucher

kendaraan umum atau diskriminasi tarif parkir.

- Survei adanya parkir sepeda sebanyak 1 unit parkir per 30 pengguna gedung tetap.

- Adanya vegetasi (softscape) yang bebas dari bangunan taman (hardscape) yang terletak di atas permukaan tanah seluas minimal 30% luas total lahan. Formasi tanaman sesuai dengan Permen PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal 2.3.1 tentang Kriteria Vegetasi untuk Pekarangan. Perhitungan untuk mengetahui luasan softcase dan hardscape

dilakukan dengan penggunaan aplikasi google earth dan program arcGIS. - Penggunaan bahan dengan nilai albedo rata-rata minimal 0,3.

- Pengurangan beban volume limpasan air hujan sebesar 50% berdasarkan perhitungan debit air hujan pada bulan basah.

Untuk memprakirakan besarnya air larian (limpasan), metode rasional adalah salah satu teknik yang dianggap memadai (U.S. Soil Conservation Service, 1973 ; Asdak, 2007). Persamaan matematik metoda rasional untuk memperkirakan besarnya air larian adalah:

Q = 0,0028 C.i.A (1)

Keterangan:

Q = air larian (debit) puncak (m3/dt) C = koefisien air larian

i = intensitas hujan (mm/jam) A = luas daerah tangkapan air hujan

Data sekunder dalam kategori ini adalah data curah hujan dari stasiun klimatologi Darmaga Bogor.

- Survei mengenai peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar gedung dengan melakukan salah satu tindakan berikut: perbaikan sanitasi, penyediaan tempat beribadah, WC umum, kaki lima dan pelatihan pengembangan masayarakat.

- Survei mengenai adanya akses pejalan kaki ke minimal 2 orientasi menuju bangunan tetangga tanpa harus melalui area publik.

2. Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy Efficiency and Conservation-EEC) Untuk mengetahui berapa nilai poin yang diperoleh pada parameter EEC dilakukan wawancara kepada manajemen puncak, untuk mengetahui antara lain:

- Adanya surat pernyataan yang memuat komitmen yang mencakup: adanya audit energi, target penghematan dan action plan berjangka waktu tertentu. - Adanya kampanye dalam rangka mendorong penghematan energi dengan

(21)

7 - Pengukuran dan survei dilakukan untuk mengetahui nilai poin pada aspek efisiensi kebutuhan energi dengan menunjukkan IKE (Intensitas Konsumsi Energi) listrik dengan nilai dibawah IKE listrik standar acuan dalam 6 bulan terakhir.

- Penyediaan kWh meter yang meliputi: sistem tata udara, sistem tata cahaya dan kotak kontak, sistem beban lainnya, dan ruang yang tidak dikecualikan atau dikondisikan.

- Adanya pencatatan rutin bulanan hasil pantau dan koleksi data pada kWh meter minimal selama 6 bulan terakhir.

- Adanya penerapan dukungan teknologi untuk memonitoring dan mengontrol peralatan gedung melalui teknologi EMS (Energy Monitoring System) 3. Konservasi Air (Water Conservation-WAC)

Untuk mengetahui berapa nilai poin yang diperoleh pada parameter WAC dilakukan wawancara, survei, dan pengukuran sebagai berikut:

- Pada aspek kebijakan pengelolaan air dilakukan wawancara kepada pihak manajemen puncak yang mencakup adanya audit air, target penghematan dan action plan berjangka waktu tertentu. Selain itu dilakukan survei adanya kampanye konservasi air, minimal kampanye tertulis berupa stiker, poster dan email.

- Pada aspek sub meter konsumsi air dilakukan survei adanya sub-meter konsumsi air pada sistem area publik.

- Pada aspek kontrol pemerikasaan air dilakukan survei adanya standar prosedur operasi dan pelaksanaannya mengenai pemeliharaan dan pemeriksaan sistem plambing secara berkala.

- Pada aspek efisiensi air bersih dilakukan perhitungan untuk mengetahui adanya penurunan jumlah konsumsi air sesuai acuan SNI 03-7065-2005 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Plambing.

Menurut Morimura (2000) untuk mengetahui pemakaian konsumsi air dapat dilakukan dengan metoda penaksiran laju air, salah satu metodanya dilihat berdasarkan jumlah pemakai, metode ini didasarkan pada pemakaian air rata-rata sehari dari setiap penghuni, dan perkiraan jumlah penghuni. Apabila jumlah penghuni diketahui untuk satu gedung, maka angka yang dipakai untuk menghitung pemakaian air rata-rata sehari-hari berdasarkan tabel “standar” mengenai pemakaian air per orang per hari.

- Pada aspek kualitas air dilakukan survei mengenai bukti laboratorium 6 bulan terakhir dari sumber air primer yang sesuai dengan kriteria air bersih dan pengujian kualitas air bersih gedung AHN Rektorat IPB dengan menggunakan alat photometer (Pallintest-8000), PH meter (pHep-Hanna),

eco tester TDS high (Oakton), microprocessor turbidity meter (Hanna Instrument-93703) di laboratorium WTP Cihideung.

- Pada aspek daur ulang air dilakukan survei mengenai air daur ulang, sistem filtrasi yang menghasilkan air minum yang sesuai dengan Permenkes No. 492 tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

4. Sumber dan Siklus Material (Material Resources and Cycle-MRC)

Untuk mengetahui berapa nilai poin yang diperoleh pada parameter MRC dilakukan wawancara dan survei sebagai berikut:

(22)

8

- Wawancara kepada pihak manajemen puncak untuk mengetahui adanya surat pernyataan yang memuat kebijakan mengenai pembelanjaan material yang memprioritaskan material ramah lingkungan, adanya surat pernyataan yang mengatur pengelolaan sampah berdasarkan pemisahan sampah organik, anorganik dan sampah yang mengandung B3.

- Survei mengenai penggunaan seluruh sistem pendingin ruangan dengan bahan refrigerant yang memiliki ODP = 0 (non CFC dan non HCFC)

- Survei daftar material yang ramah lingkungan dan adanya dokumen yang menjelaskan pembelajaan material tersebut.

- Survei adanya standar prosedur operasi pelatihan dan laporan untuk mengumpulkan dan memilah sampah berdasarkan jenis organik dan non organik dan upaya penanganan sampah dari kegiatan renovasi ke pihak ketiga minimal 10% dari total anggaran renovasi dalam 6 bulan terakhir. - Survei adanya Standar Prosedur Operasi dan laporan penyaluran barang

bekas yang masih dapat dimanfaatkan kembali.

5. Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang (Indoor Health and Comfort-IHC) Untuk mengetahui berapa nilai poin yang diperoleh pada parameter IHC dilakukan wawancara kepada pihak manajemen puncak, untuk mengetahui adanya surat yang memuat komitmen untuk mendorong minimalisasi aktifitas merokok dalam gedung.

Selain wawancara, dilakukan survei dan pengukuran antara lain: - Survei adanya kampanye dilarang merokok.

- Pengukuran mengenai kualitas udara ruangan yang menunjukkan adanya introduksi udara luar minimal sesuai dengan SNI-03-6572-2001 tentang Tata Cara Ventilasi dan Sistem Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung. Alat yang digunakan dalam pengukuran adalah anemometer (Mastech-MS6252A). Rumus untuk menghitung laju udara ventilasi berdasarkan perbedaan tekanan angin menurut Satwiko (2009) adalah sebagai berikut:

Q = Cv.A.V (2)

Keterangan:

Q = Laju ventilasi (m3/detik) A = Luas bukaan inlet (m2) V = Kecepatan angin (m/detik)

Cv = Efektivitas bukaan (0,5-0,6 apabila arah datang angin tegak lurus bukaan dan 0,25-0.35 untuk arah angin diagonal) untuk luas area bukaan inlet dan outlet yang sama.

Dan untuk mengetahui pertukaran udara per jam pada penggunaan ventilasi mekanis rumus yang digunakan adalah:

ACR = 60 x CFM/V (3)

Keterangan:

ACR = Pertukaran udara per jam A = Laju udara dalam ruang (feet3) V = Volume ruangan (feet)

- Survei dilarang merokok di seluruh area gedung dan tidak menyediakan bangunan/area khusus di dalam gedung untuk merokok.

(23)

9 - Survei pembersihan filter, coil pendingin dan alat bantu VAC (Ventilation

and Air Conditioning) sesuai dengan jadwal perawatan berkala.

- Pengukuran tingkat pencahayaan (iluminasi) sesuai dengan SNI 03-6197-2000 tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan. Alat yang digunakan adalah lux meter (Krisbow-KW06291).

- Pengukuran tingkat bunyi di ruang kerja sesuai dengan SNI 03-6386-2000 tentang Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung dan Perumahan. Alat yang digunakan dalam pengukuran adalah

sound level meter (Krisbow-KW06291). Rumus perhitungan tingkat kebisingan adalah sebagai berikut:

Leq (1 menit) = 10 log

(4)

Leq (10 menit) = 10 log

(5)

Ls = 10 log

(6)

Keterangan :

Leq = Equivalent Continuous Noise Level, merupakan nilai tingkat kebisingan yang berfluktuatif selama waktu tertentu dan setara dengan tingkat kebisingan yang ajeg pada selang waktu yang sama (dBA)

L1, ..., L10 = Tingkat kebisingan yang terbaca pada detik ke-n selama 1 menit (dBA)

LI, ...., LX = Tingkat kebisingan yang terbaca pada detik ke-n selama 10 menit (dBA)

Ls = Leq selama siang hari (dBA)

Ta,Tb,Tc = Rentang waktu pengukuran (Ta = 3, Tb = 2, dan Tc = 6) (Jam)

La = Leq (10 menit) pada rentang waktu pukul 06.00-09.00 (dBA) Lb = Leq (10 menit) pada rentang waktu pukul 09.00-11.00 (dBA) Lc = Leq (10 menit) pada rentang waktu pukul 11.00-17.00 (dBA) - Survei kenyamanan pengguna gedung yang meliputi suhu udara, tingkat

pencahayaan ruang, kenyamanan suara, kebersihan gedung dan keberadaan hama penganggu dengan membuat kuisioner.

6. Manajemen Lingkungan Bangunan (Building Environment Management-BEM) Untuk mengetahui berapa nilai poin yang diperoleh pada parameter BEM dilakukan wawancara dan survei. Wawancara dilakukan kepada pihak manajemen puncak untuk mengetahui adanya rencana operation & maintenance yang mendukung sasaran pencapaian rating-rating Greenship Existing Building yang dititik beratkan pada: sistem mekanikal dan elektrikal, sistem plambing dan kualitas air, pemeliharaan eksterior dan interior,

purchasing dan pengelolaan sampah.

(24)

10

diperoleh berupa dokumen As Built Drawing gedung AHN Rektorat IPB yang digunakan sebagai denah untuk pengukuran.

Prosedur pada penelitian ini disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1 Diagram Alir Penelitian Mulai

Nilai gedung AHN Rektorat IPB dan peringkat berdasarkan greenship

Selesai

Pengambilan Data Primer dan Sekunder: 1. Appropriate site development (ASD) 2. Energy efficiency and conservation (EEC) 3. Water conservation (WAC)

4. Material resources and cycle (MRC) 5. Indoor air health and comfort (IHC)

6. Building and environment management (BEM) Perumusan Masalah

Data sekunder:

 Surat komitmen manajemen puncak.

 Standar Prosedur Operasi dan bukti pelaksanaannya.

 Data curah hujan stasiun klimatologi Darmaga Bogor.

 Data kWh meter.

 Data sub meter air.

 Dokumen as built drawing

Pengolahan dan analisis data dengan greenship rating tools beserta rekomendasi perbaikan

Data primer:

 Pengukuran minimal 5 jenis fasilitas umum.

 Pengukuran Intensitas Konsumsi Energi.

 Survei adanya kampanye.

 Pengukuran jumlah konsumsi air gedung.

 Jumlah populasi pengguna gedung.

 Dokumentasi kondisi ekxisting gedung.

 Data hasil analisis laboratorium kualitas air bersih rektorat

 Pengukuran laju udara ventilasi

(25)

11

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development-ASD)

Pemanfaatan lahan yang baik dengan memperhatikan dan memperhitungkan dampak pembangunan dalam suatu kawasan terhadap lingkungan hidup dan lingkungan sekitarnya merupakan tolak ukur dalam aspek tepat guna lahan ini. Menurut Briassoulis (2000) perubahan guna lahan adalah perubahan yang terjadi pada suatu pemanfaatan lahan dengan tujuan tertentu.

Aspek tepat guna lahan diharapkan mampu mengurangi pengaruh negatif dari perubahan guna lahan oleh pembangunan terhadap lingkungan. Berikut adalah rating dan penilaian dalam aspek ASD yang terdiri dari 2 rating prasyarat dan 8 rating biasa dengan total nilai maksimal adalah 16 poin. Hasil penilaian terhadap rating aspek ASD berdasarkan greenship adalah sebagai berikut:

Site Management Policy

Peraturan pemeliharaan tapak merupakan kriteria prasyarat. Didalamnya memuat adanya komitmen mengenai pemeliharaaan eksterior bangunan. Berdasarkan hasil wawancara kepada pihak manajemen puncak, terdapat standar operasional prosedur (SOP) perawatan bangunan dengan kode: POB-FP 00, perawatan bangunan yang dimaksud adalah perawatan fisik (konstruksi) terhadap bagian struktur dan arsitektur bangunan. Perawatan tersebut merupakan perbaikan/rehab, renovasi dan perluasan bangunan. Dengan demikian kriteria prasyarat dalam kategori ini terpenuhi.

Community Accessibility

(26)

12

(27)

13 Tabel 1 Hasil pengukuran ketersediaan fasilitas umum Gedung AHN Rektorat

IPB

No Keterangan Jarak (m)

1 Bank mandiri 41

2 Bank BNI 725

3 Bank BRI 768

4 ATM Center 755

5 Perpustakaan 1.013

6 Musholla 145

7 Masjid Alhuriyah 707

8 Kantin Zeamays 119

9 Poliklinik 785

10 Kantor Polisi 697

11 Kantor Lurah 800

12 Pedagang Kaki Lima (Bara) 878

13 Gelanggang Olah Raga (GOR) 774

14 Mini Market Agrimart 902

15 Halte Bus Umum 1.415

Tolak ukur kedua yaitu menyediakan fasilitas pejalan kaki yang aman, nyaman dan bebas dari perpotongan akses kendaraan bermotor untuk menghubungkan 3 fasilitas umum sesuai tolak ukur pertama. Dari tapak utama gedung AHN Rektorat IPB pencapaian ke fasilitas lain tanpa ada perpotongan akses kendaraan bermotor adalah perpustakaan, Bank Mandiri, musholla dan kantin Zeamays. Tolak ukur ketiga yaitu menyediakan shuttle bus bagi pengguna gedung untuk mencapai stasiun transportasi. IPB mempunyai bus karyawan yang dapat digunakan oleh pegawai gedung AHN Rektorat IPB. Dengan demikian kategori ini mendapatkan nilai 3 poin.

Motor Vehicle Reduction

Tolak ukur dalam pengurangan pemakaian kendaraan bermotor pribadi adalah adanya pengurangan pemakaian kendaraan pribadi bermotor dengan salah satu opsi: car pooling, feeder bus, voucher kendaraan umum, atau diskriminasi tarif parkir. Untuk gedung AHN Rektorat IPB telah mempunyai bus karyawan dan fasilitas umum bus IPB di dalam kampus untuk aksesibilitas di areal kampus IPB. Kemudian adanya fasilitas mobil listrik yang lebih ramah bagi lingkungan. Dengan demikian kategori ini mendapatkan nilai 1 poin.

(28)

14

Bicycle

Untuk kategori sepeda, di gedung AHN Rektorat IPB belum menyediakan secara khusus adanya parkir sepeda yang aman sebanyak 1 unit parkir per 30 pengguna gedung tetap, namun kampus IPB mempunyai fasilitas shelter sepeda dan menyediakan sepeda yang dapat dipinjam oleh mahasiswa, pengunjung dari luar maupun karyawan yang hampir tersebar di seluruh areal kampus. Jarak terdekat dari gedung AHN Rektorat IPB ke shelter sepeda tersebut berjarak kurang lebih 268 m. Rekomendasi untuk kategori ini adalah agar dilakukan penyedian parkir sepeda khusus pada gedung AHN Rektorat IPB.

Site Landscaping

Tolak ukur dalam lansekap pada lahan adalah persentase area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari bangunan taman (hardscape) yang terletak di atas permukaan tanah seluas minimal 30% luas total lahan. Luas area yang diperhitungkan adalah termasuk taman di atas basement, roof garden, terrace garden dan wall garden. Formasi tanaman sesuai dengan Permen PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal 2.3.1 tentang Kriteria Vegetasi untuk Pekarangan. Hasil perhitungan luasan area tapak gedung adalah sebagai berikut:

Tabel 2 Hasil perhitungan luasan area tapak Gedung AHN Rektorat IPB

Keterangan Luas (m2

)

Bangunan Terbangun 4.567,07

Ruang Hijau (Softcase) 3.554,96

Lahan Terbuka 3.557,70

Total Lahan 11.679,74

Persentase softcase terhadap total luas lahan gedung AHN Rektorat IPB adalah 30%, hal ini telah sesuai dengan tolak ukur pada site landscaping. Di areal sekitar gedung AHN Rektorat IPB juga terdapat beberapa jenis vegetasi tanaman dan hewan. Vegetasi yang ada berupa tegakan pinus, tegakan campuran dan alang-alang (Riyani 2010) dan ada beberapa jenis hewan seperti burung, kadal kebun, dan bajing. Sesuai dengan tujuan site landscaping dalam GBCI (2013) yaitu memelihara atau memperluas kehijauan kota, aspek ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan hidup, mengurangi limpasan permukaan terhadap beban sistem drainase sehingga meminimalkan dampak terhadap neraca air bersih dan sistem air tanah, mengurangi heat island, reduksi CO2 dan zat polutan lain pencegah erosi, konservasi dan penanganan polusi. Dengan demikian kategori ini mendapatkan nilai 3 poin.

Heat Island Effect

(29)

15 Sebaliknya semakin tinggi penyerapan radiasi, maka semakin tinggi radiasi yang dipancarkan kembali ke atmosfer sehingga akan terjadi pemanasan udara dan peningkatan suhu udara (Rushayati et al. 2010). Peningkatan udara dan suhu udara tersebut yang menyebabkan terjadinya heat island effect. Dengan demikian penggunaan bahan material dengan nilai albedo tinggi lebih baik karena dapat memantulkan radiasi matahari lebih besar dan penyerapan radiasi kepermukaan bumi lebih kecil.

Nilai minimal albedo menurut GBCI adalah 0,3 untuk atap yang tertutup perkerasan dan non atap yang tertutup perkerasan. Gedung AHN Rektorat IPB menggunakan material tutupan atap berupa ceramic roof tile (genting keramik yang terbuat dari tanah liat yang dilapis glazur) fungsi glazur adalah untuk warna, menghias, memperkuat dan anti kedap air dari suatu item bangunan. Nilai albedo dari genting tanah liat adalah sebesar 0,4 (Komalasari et al. 2013) sehingga telah memenuhi poin pada tolak ukur atap yang tertutup perkerasan. Untuk tolak ukur non atap yang tertutup perkerasan gedung AHN Rektorat IPB menggunakan beton dengan nilai albedo 0,55 (Rushayati et al. 2010). Dengan demikian kategori ini mendapatkan nilai 2 poin.

Stormwater Management

Dalam manajemen air limpasan hujan berisi tolak ukur pengurangan beban volume limpasan air hujan dari luas lahan ke jaringan drainase kota sebesar 50% total volume hujan harian yang dihitung berdasarkan perhitungan debit air hujan pada bulan basah. Berikut adalah langkah perhitungan untuk mendapatkan poin dalam tolak ukur Stormwater Management. Peluang kejadian hujan bulan basah di hitung berdasarkan data curah hujan harian yang didapatkan dari stasiun klimatologi Darmaga Bogor dengan rentang 11 tahun dari tahun 2004-2014, hasilnya adalah sebagai berikut:

Tabel 3 Data curah hujan 2004-2014

Bulan Tahun

Rata-Rata (mm) 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(30)

16

Gambar 4 Peluang kejadian bulan basah dan bulan kering

Kategori untuk penentuan bulan basah dan bulan kering didasarkan pada klasifikasi Oldeman. Adapun kategori untuk bulan basah adalah jika rata-rata curah hujan lebih dari 200 mm, bulan lembab 100-200 dan bulan kering rata-rata curah hujannnya kurang dari 100 (Sasminto et al. 2014). Apabila di lihat dari Gambar 4, bulan basah terjadi pada bulan Agustus - Desember dan dilanjutkan pada bulan Januari – Juni, bulan Juli termasuk bulan lembab. Data ini digunakan untuk menghitung volume hujan harian yang dihitung berdasarkan perhitungan debit air hujan pada bulan basah. Setelah itu dilakukan perhitungan limpasan sebagai berikut:

Tabel 4 Hasil perhitungan limpasan gedung AHN Rektorat IPB Penggunaan

(31)

17

Building Neighbourhood

Tolak ukur pertama dalam kategori ini adalah melakukan peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar gedung dengan melakukan salah satu dari tindakan berikut: perbaikan sanitasi, penyediaan tempat beribadah, WC umum, kaki lima dan pelatihan pengembangan masyarakat. Di sekitar gedung AHN Rektorat IPB terdapat tempat ibadah berupa musholla termasuk wc didalamnya yang dapat digunakan oleh siapapun termasuk masyarakat umum, kemudian mengalokasikan lahan khusus untuk kantin yaitu kantin Makjan yang lokasinya cukup dekat dari gedung sehingga warga sekitar dapat mencari nafkah dari berjualan. Kaki lima berjarak kurang lebih 878 m dari tapak nama lokasinya adalah Babakan Raya. Sepanjang jalan Babakan Raya terdapat berbagai macam pedagang kaki lima, sebagian besar penjual adalah warga Babakan Raya

Tolak ukur kedua mengenai membuka akses pejalan kaki ke minimal 2 orientasi menuju bangunan tetangga tanpa harus melalui area publik. Pihak GBCI menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan 2 orientasi yang berbeda adalah arah mata angin, sebagai contoh membuka akses pejalan kaki di sebelah utara gedung dan barat gedung. Untuk gedung AHN Rektorat IPB orientasi menuju bangunan tetangga terdapat di sebelah selatan gedung yaitu gedung Pasca Sarjana IPB, dan disebelah timur adalah gedung Auditorium AHN IPB. Dengan demikian kategori ini mendapatkan nilai 2 poin.

Hasil Penilaian Appropriate Site Development-ASD

Hasil assessment terhadap aspek ASD yang dilakukan pada gedung AHN Rektorat IPB menunjukkan bahwa perolehan poin nilai yang didapat adalah 12 poin dari nilai maksimal 16 poin sehingga telah memenuhi 75% dari rating yang telah di tetapkan greenship GBCI. Rekomendasi dan saran bagi beberapa kategori yang belum terpenuhi pada aspek ASD adalah:

a) Bagi kategori Motor Vehicle Reduction Policy adalah pembuatan surat pernyataan mengenai pengurangan pemakaian kendaraan bermotor pribadi, kemudian pembuatan kampanye dan dipasang di setiap lantai. Kampanye tersebut berfungsi untuk menyampaikan suatu pesan yang berisi ajakan kepada pengguna gedung agar dapat mengerti maksud dan tujuan dari pengurangan kendaraan bermotor pribadi tersebut.

b) Bagi kategori Site Management adalah membuat SPO pengendalian terhadap hama penyakit dan gulma tanaman dengan menggunakan bahan-bahan tidak beracun.

2. Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy Efficiency and Conservation-EEC)

(32)

18

Tujuan utama dari aspek ini adalah mendorong penghematan konsumsi energi melalui aplikas langkah-langkah efisiensi energi. Berikut adalah rating dan penilaian dalam aspek EEC yang terdiri dari 2 rating prasyarat, 5 rating biasa dan 2 rating bonus dengan total nilai maksimal adalah 36 poin. Hasil penilaian terhadap rating aspek ASD berdasarkan greenship adalah sebagai berikut:

Policy and Energy Management Plan

Policy and Energy Management Plan merupakan kriteria prasyarat. Salah satu tolak ukur didalamnya adalah adanya kampanye dalam rangka mendorong penghematan energi dengan minimal pemasangan kampanye tertulis permanen di setiap lantai berupa skiter, poster, dan email. Gedung AHN Rektorat IPB telah melakukan kampanye berupa stiker hemat energi yang di tempel di hampir seluruh WC di setiap lantai. Dengan demikian prasyarat dalam tolak ukur kategori ini terpenuhi.

Minimum Building Energy Performance

Minimum Building Energy Performance merupakan kriteria prasyarat. Tolak ukur didalamnya adalah memperlihatkan IKE (Intensitas Konsumsi Energi) selama 6 bulan terakhir sampai lebih kecil dari IKE listrik standar acuan yang ditentukan oleh GBC Indonesia. Standar acuan untuk gedung perkantoran adalah 250 kWh/m2.tahun. Hasil perhitungan intensitas konsumsi energi di gedung rektorat pada tahun 2014 adalah 91,42 kWh/m2 lebih kecil dari standar acuan yang di tetapkan oleh GBCI yaitu 250 kWh/m2. Dengan demikian kriteria prasyarat terpenuhi.

Optimized Efficiency Building Energy Performance

Tolak ukur dalam kategori Optimized Efficiency Building Energy Performance adalah perhitungan nilai IKE gedung yang menunjukkan nilai di bawah IKE standar acuan, setiap penurunan 3% akan mendapatkan 1 poin tambahan sampai maksimal 16 poin. Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik adalah pembagian antara konsumsi energi listrik pada kurun waktu tertentu dengan satuan luas bangunan gedung (Untoro et al. 2014). Maka hasil perhitungan IKE listrik pada gedung rektorat adalah sebagai berikut:

Tabel 5 Hasil perhitungan IKE listrik gedung AHN Rektorat IPB

Gedung Konsumsi Energi Luas Bangunan IKE total 1 tahun (kWh) (m²) (kWh/m².tahun)

Rektorat 1400770,7 15322 91,42

(33)

19

Energy Monitoring & Control

Tolak ukur dalam Energy Monitoring & Control adalah penyediaan kWh meter yang meliputi: sistem tata udara, sistem tata cahaya dan kotak kontak, sistem beban lainnya, dan ruang yang tidak dikecualikan atau dikondisikan serta adanya pencatatan rutin bulanan hasil pantau dan koleksi data pada kWh meter. Pencatatan dilakukan selama 6 bulan terakhir Gedung AHN Rektorat IPB memiliki data kWh meter pemakaian listrik yang di data dan dicatat setiap bulannya. Pada sistem tata udara belum tersedia kWh meter, data yang ada berupa data kapasitas AC beserta power input (KW) dan jumlah AC di gedung AHN Rekotorat IPB.

Tolak ukur selanjutnya adalah menerapkan dukungan teknologi untuk memonitoring dan mengontrol peralatan gedung melalui teknologi EMS (Energy Management System). Pada bulan Januari 2015 gedung AHN Rektorat IPB mulai mencoba penggunaan teknologi EMS yaitu IPB Innovative Monitoring System

yang bekerjasama dengan perusahan Fujitsu. Teknologi ini dilengkapi dengan fungsi sebagai fasilitas pengumpulan informasi konsumsi energi dengan memperlihatkan data dan menganalisisnya. Data yang didapat berupa visualisasi konsumsi energi yang digunakan, analisis data, kontrol peralatan, dan membantu mengurangi biaya permintaan energi gedung (Ichimura et al. 2014). Teknologi ini baru di uji cobakan di seluruh ruangan lantai 2 gedung AHN Rektorat IPB. Dengan demikian kategori ini mendapatkan nilai 4 poin.

Gambar 5 Energy monitoring system di gedung AHN Rektorat IPB

Hasil Penilaian Energy Efficiency and Conservation-EEC

Hasil assessment terhadap aspek EEC yang dilakukan pada gedung AHN Rektorat IPB menunjukkan bahwa perolehan poin nilai yang didapat adalah 20 poin dari nilai maksimal 36 poin sehingga telah memenuhi 56% dari rating yang telah di tetapkan greenship GBCI. Rekomendasi dan saran bagi beberapa kategori yang belum terpenuhi pada aspek EEC adalah:

(34)

20

persyaratan kontrak sehingga dapat dinyatakan siap untuk dioperasikan, dan secara resmi dapat diserahterimakan oleh perencana kepada pengelola gedung. Setelah itu dilakukan komisioning secara berkala.

b) Pada System Energy Performance dilakukan penggantian lampu dengan lampu hemat energi. Gedung AHN Rektorat IPB menggunakan lampu jenis Esensial 18 W sebanyak 396 buah, TL 40 W sebanyak 1.424 buah, TL 20 W sebanyak 20 buah, lampu LED 5 dan 7 W sebanyak 6 buah serta lampu sorot sebanyak 20 buah. Berikut adalah asumsi perbandingan jika dilakukan penggantian lampu TL 40 W dengan lampu hemat energi (LHE) 40 W:

Tabel 6 Perbandingan lampu TL 40 W dan LHE 40 W

Uraian Jenis Lampu

TL LHE

Daya listrik (W) 40 40

Pemakaian listrik (W) 50 30

Umur lampu (jam) 8.000 8.000

Jumlah lampu (bh) 1 1

Pemakaian listrik selama 8000 jam (kWh) 400 240

Harga kWh yang harus dibayar selama 8000 jam (Rp)

(Rp.885 per kWh) 354,000 212,400

Sumber: Prasetyo (2014)

Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa dengan penggantian 1 buah lampu TL 40 ke lampu hemat energi terdapat penghematan pada pemakaian listrik sebesar 160 kWh dan penghematan biaya pembayaran listrik sebesar Rp. 141.600 dalam satu hari. Jika gedung AHN rektorat memiliki jumlah lampu TL sebanyak 1.424 buah, maka dapat dilakukan penghematan pada pemakaian listrik sebesar 227.840 kWh dalam sehari dan penghematan biaya sebesar Rp. 4.248.000 dalam sebulan.

c) Pada kategori Operation and Maintenance diharapkan pihak gedung AHN Rektorat IPB membuat panduan pengoperasian dan pemeliharaan seluruh sistem AC serta menyediakan laporan bulanan selama minimum 6 bulan terakhir untuk kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan sistem gedung secara tertib sesuai dengan format yang tercantum dalam panduan pengoperasian dan pemeliharaan. Pemeliharaan AC dilakukan untuk mengetahui nilai konsumsi energi yang digunakan diperalatan AC tersebut, untuk memperoleh informasi mengenai ukuran performansi peralatan AC, serta kondisi fisik peralatan AC. Apabila peralatan AC itu tidak terawat maka nilai KW/TR peralatan tersebut akan naik, dan apabila nilai KW/TR mengalami kenaikan itu merupakan gejala penurunan performansi peralatan atau pemborosan energi.

d) Pada kategori On Site Renewable Energy dapat mencoba teknologi solar cell

(35)

21 kerja solar cell adalah mengubah intensitas cahaya matahari menjadi energi listrik. Kelebihan tenaga surya bagi lingkungan adalah bersih karena sistem tenaga surya menghasilkan listrik dengan nol emisi gas CO2 atau polutan lainnya yang berhubungan dengan pemanasan global dan hujan asam (Gammal 2010 dalam Boedoyo 2012).

3. Konservasi Air (Water Conservation-WAC)

Tujuan utama dari aspek ini adalah mendorong penghematan konsumsi air melalui aplikasi langkah-langkah efisiensi air, manajemen penggunaan air dan menjaga serta melindungi kualitas air. Berikut adalah rating dan penilaian dalam aspek WAC yang terdiri dari 1 rating prasyarat, 7 rating biasa dan 1 rating bonus dengan total nilai maksimal adalah 20 poin. Hasil penilaian terhadap rating aspek WAC berdasarkan greenship adalah sebagai berikut:

Water Management Policy

Water Management Policy merupakan kriteria prasyarat. Salah satu tolak ukur didalamnya memuat adanya kampanye dalam rangka mendorong konservasi air dengan minimal pemasangan kampanye tertulis secara permanen di setiap lantai, antara lain berupa: stiker, poster dan email. Gedung AHN Rektorat IPB telah melakukan kampanye berupa stiker hemat air yang di tempel permanen di hampir seluruh WC di setiap lantai. Dengan demikian prasyarat dalam tolak ukur kategori ini terpenuhi.

Water SubMetering

Tolak ukur dalam Water SubMetering adalah adanya sub-meter konsumsi air pada sistem area publik. Sub meter gedung AHN Rekorat IPB tergabung di dalam sub meter induk yang terdiri dari 4 titik pelayanan. Empat titik pelayanan tersebut yaitu gedung AHN Rektorat IPB, gedung Pascasarjana IPB, gedung LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) dan yang terakhir adalah Kantin. Sehingga gedung AHN Rektorat IPB belum memiliki sub meteran konsumsi air khusus yang digunakan oleh gedung AHN Rekorat IPB saja.

Water Monitoring Control

Tolak ukur dalam Water Monitoring Control adalah adanya standar prosedur operasi dan pelaksanaannya mengenai pemeliharaaan dan pemeriksaan sistem plambing secara berkala untuk mencegah terjadinya kebocoran dan pemborosan air dengan menunjukkan neraca air dalam 6 bulan terakhir dan laporan setiap 6 bulan. Laporan bulanan konsumsi air pada gedung AHN Rektorat IPB berupa data catatan sub meter induk yang terdiri dari 4 titik pelayanan, termasuk gedung AHN Rektorat IPB didalamnya seperti yang telah di jelaskan pada kategori Water SubMetering.

(36)

22

Fresh Water Efficiency

Tolak ukur dalam Fresh Water Efficiency adalah untuk gedung dengan konsumsi air 20% diatas SNI, setiap penurunan 10% mendapat 1 poin sampai mencapai standar acuan (SNI 03-7065-2005 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Plambing). Menurut SNI (2005) standar/base line minimum konsumsi air yang ditetapkan untuk gedung perkantoran adalah 50 liter/hari/pekerja. Jika dikonversikan dengan waktu kerja bulanan rata-rata 22 hari, didapatkan base line

sebesar 1100 liter/bulan/pekerja dan 1320 liter/bulan/pekerja untuk nilai 20% diatas standar SNI. Untuk mengetahui pemakaian konsumsi air khusus untuk gedung AHN Rektorat IPB, dilakukan dengan metoda penaksiran laju air, salah satu metodanya dilihat berdasarkan jumlah pemakai, metode ini didasarkan pada pemakaian air rata-rata sehari dari setiap penghuni, dan perkiraan jumlah penghuni. Apabila jumlah penghuni diketahui untuk satu gedung, maka angka yang dipakai untuk menghitung pemakaian air rata-rata sehari-hari berdasarkan tabel “standar” mengenai pemakaian air per orang per hari. (Morimura 2000).

Hal ini dikarenakan tidak ada meteran khusus untuk mengetahui jumlah konsumsi air yang digunakan pada gedung AHN Rektorat IPB saja. Data konsumsi air yang ada berupa jumlah konsumsi air gabungan dari submeter induk yang melayani 4 titik pelayanan termasuk gedung AHN Rektorat IPB. Jika di asumsikan seluruh titik pelayanan mengkonsumsi 20% diatas standar SNI yang ditetapkan, maka berdasarkan jumlah populasi disetiap titik pelayanan tersebut asumsi jumlah konsumsi air pada setiap titik pelayanan akan dapat diketahui. Berikut adalah hasil perhitungan asumsi jumlah konsumsi air di setiap titik pelayanan:

Tabel 7 Prediksi jumlah konsumsi air di setiap titik pelayanan

Titik Pelayanan

(37)

23

Gambar 6 Neraca konsumsi air bersih

Pada Gambar 6 terlihat jumlah konsumsi air di bulan Januari untuk total konsumsi air pada empat titik pelayanan berdasarkan data dari submeter induk adalah sebesar 565.000 l dan mempunyai nilai lebih kecil dari asumsi jumlah total konsumsi 20% di atas standar SNI dengan empat titik pelayanan yaitu 983.400 (l/bulan), serta jumlah konsumsi air di gedung AHN Rektorat IPB dengan asumsi pegawai mengkonsumsi 20% air bersih, yaitu 840.840 (l/bulan). Namum pada bulan Februari-April terlihat peningkatan jumlah konsumsi air hingga diatas asumsi konsumsi air dengan standar kebutuhan 20% diatas standar SNI. Peningkatan penggunaan air tersebut kemungkinan karena jumlah populasi gedung lebih besar dibandingkan dengan jumlah penghunai tetap di gedung AHN Rektorat IPB, mengingat perhitungan pada asumsi jumlah konsumsi air di setiap titik pelayanan menggunakan data penghuni tetap di gedung AHN Rektorat IPB. Dengan tingginya jumlah konsumsi air pada empat titik pelayanan berdasarkan data dari submeter induk di bulan Februari-April menunjukkan tidak adanya upaya penghematan pada setiap titik pelayanan.

Recycled Water

Tolak ukur pertama dalam Recycled Water adalah 100% kebutuhan irigasi tidak bersumber dari sumber air primer gedung (PDAM dan air tanah). Pasokan air gedung AHN Rektorat IPB berasal dari WTP Cihideung. WTP Cihideung merupakan instalasi pengolahan air bersih yang dimiliki oleh IPB, sumber air pengolahannya adalah dari air sungai. Tolak ukur kedua adalah menggunakan air daur ulang dengan kapasitas yang cukup untuk kebutuhan flushing WC, sesuai dengan standar WHO untuk medium contact (<100 Fecal Coliform/100ml). Sesuai dengan penjelasan pada tolak ukur recycled water pasokan kebutuhan air gedung AHN Rektorat IPB bersumber dari air daur ulang sungai termasuk untuk kebutuhan penggunaan flushing WC di gedung AHN Rektorat IPB.

(38)

24

diruangan rektor dan wakil rektor. Denah titik pengambilan sampel dapat dilihat pada Lampiran 13. Untuk uji kualitas air bersih dilakukan terhadap 14 parameter disesuaikan dengan ketersedian alat, bahan dan metode pengujian kualitas air di Laboratorium Air WTP Cihideung. Dari hasil pengujian didapatkan hasil pada beberapa contoh uji air bersih memiliki jumlah total koliform di atas baku mutu WHO yang ditetapkan, sehingga tolak ukur kedua ini tidak terpenuhi. Data hasil pengujian kualitas air dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tolak ukur ketiga adalah mempunyai sistem air daur ulang yang keluarannya setara dengan standar air bersih sesuai Permenkes No. 416 tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan pengawasan kualitas air untuk memenuhi kebutuhan air bersih. WTP Cihideung menggunakan tolak ukur sesuai Permenkes, proses monitoring kualitas air hasil olahan pada setiap proses pengolahan di WTP Cihideung dilakukan setiap hari minimal sekali sehari dan dibuat dalam laporan bulanan. Dengan demikian kategori ini mendapatkan nilai 3 poin.

Deep Well Reduction

Tolak ukur pada Deep Well Reduction meliputi adanya penghematan penggunaan air tanah. Gedung Rektorat AHN IPB tidak menggunakan air tanah sebagai pasokan air untuk gedung karena pasokan air berasal dari WTP Cihideung yang merupakan instalasi pengolahan air bersih yang dimiliki oleh IPB. Dengan demikian kategori ini mendapatkan nilai 2 poin.

Hasil Penilaian Water Conservation-WAC

Hasil assessment terhadap aspek WAC yang dilakukan pada gedung AHN Rektorat IPB menunjukkan bahwa perolehan poin nilai yang didapat adalah 5 poin dari nilai maksimal 20 poin sehingga telah memenuhi 25% dari rating yang telah di tetapkan greenship GBCI. Rekomendasi dan saran bagi beberapa kategori yang belum terpenuhi pada aspek WEC adalah:

a) Pada kategori Water Management Policy diharapkan membuat surat pernyataan yang memuat komitmen mengenai adanya audit air, target penghematan dan action plan berjangka waktu tertentu.

b) Pada kategori Water SubMetering diharapkan pihak pengelola gedung AHN Rektorat IPB menyediakan sub meteran khusus untuk gedung AHN Rektorat IPB saja agar jumlah konsumsi dan penggunaan air dapat diketahui secara langsung sehingga jika jumlah konsumsi air meningkat dapat dilakukan efisiensi. Pentingnya upaya pengukuran, pencatatan, pengontrolan dan evaluasi merupakan upaya dasar dari manajemen air untuk mencegah terjadi pemborosan. Untuk itu, diperlukannya suatu kontrol melalui meteran air yang permanent, baik untuk pihak pengelola gedung maupun pihak pemakai fasilitas air (GBCI 2013).

c) Pada kategori Water Monitoring Control diharapkan membuat standar prosedur dan operasi mengenai pemeliharaan dan pemeriksaan sistem plambing secara khusus untuk gedung AHN Rektorat IPB.

(39)

25 kualitas air secara khusus untuk gedung AHN Rektorat IPB, hal ini di karenakan proses distribusi air dari WTP ke gedung memiliki berbagai macam kemungkinan perubahan kualitas air seperti dari faktor pipa distribusi air dan torn tampungan air di gedung AHN Rektorat IPB itu sendiri.

e) Pada kategori Potable Water diharapkan gedung AHN Rektorat IPB mencoba penerapan sistem filtrasi yang menghasilkan air minum sesuai Permenkes No. 492 tahun 2010, minimal di setiap dapur atau pantry.

f) Pada kategori Water Tap Efficiency dapat mencoba penggantian keran konvensional dengan keran yang mempunyai fitur auto stop (stop kran otomatis) sehingga ketika tidak digunakan kran tidak terus mengeluarkan air dan berhenti secara otomatis. Saat ini telah berkembang banyak teknologi yang diterapkan pada kran untuk efisiensi air, salah satunya kran hemat air. Menurut Sharp dan Swistock (2008) kran konvensional mengeluarkan 3-7 galon air per menit. Kran hemat air hanya mengelurkan 1,5-2,5 galon air per menit. Ini dapat menghemat kira-kira 2.000 galon air per tahun per orang. Contoh kran hemat air salah satunya adalah aerator kran yang merupakan perangkat yang digunakan untuk menghemat air dan energi dengan mengurangi percikan air dari kran. Kran aerator biasanya melekat pada ujung kran. Perangkat ini disebut aerator karena menggabungkan udara dengan air yang mengalir dari ujung kran. Aerator kran biasanya berupa saringan mesh kecil yang terbuat dari logam atau plastik.

4. Sumber dan Siklus Material (Material Resources and Cycle-MRC)

Dalam sebuah pembangunan tentu dibutuhkan bahan bangunan untuk menunjang konstruksi. Bahan bangunan tersebut berasal dari sumber daya alam, dan alam mempunyai angka keterbatasan sehingga suatu saat akan habis jika dieksploitasi secara terus menerus tanpa ada upaya menjaga keberlanjutan alam. Selain dampak bagi alam, hal lain yang perlu diperhatikan adalah kesehatan dari pengguna bangunan itu sendiri. Jika bahan material bangunan yang digunakan tidak memperhatikan prosedur yang sesuai. Sehingga tujuan utama dari aspek ini adalah pengelolaan daur hidup material yang baik dan ramah lingkungan. Berikut adalah rating dan penilaian dalam aspek MRC yang terdiri dari 3 rating prasyarat dan 5 rating biasa dengan total nilai maksimal adalah 12 poin. Hasil penilaian terhadap rating aspek ASD berdasarkan greenship adalah sebagai berikut:

Fundamental Refrigerant

Kategori Fundamental Refrigerant merupakan kriteria prasyarat. Didalamnya memuat tolak ukur penggunaan Referigen non-CFC dan Bahan Pembersih yang memiliki nilai Ozone Depleting Potential (ODP) kecil yaitu <1. Gedung AHN Rektorat IPB menggunakan refrigent tipe R22 dengan nilai ODP sebesar 0,05. Dengan demikian kriteria prasyarat dalam kategori ini terpenuhi

Material Purchasing Practice

(40)

26

Lingkungan dalam 6 bulan terakhir. Berikut adalah daftar material ramah lingkungan tersebut:

a) 80% produksi regional berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan. b) 30% bersertifikat SNI/ ISO/ ecolabel berdasarkan total pembelanjaan material

keseluruhan

c) 5% material yang dapat didaur ulang (recycle) berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan.

d) 10% material bekas (reuse) berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan

e) 2% material terbarukan (renewable) berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan.

f) 30% material modular atau pre fabrikasi berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan.

g) 100% kayu bersertifikat bedasarkan total pembelanjaan material kayu keseluruhan.

h) 2,5% lampu yang tidak mengandung merkuri dari total unit pembelanjaan lampu

i) Insulasi yang tidak mengandung styrene.

j) Plafond atau partisi yang tidak mengandung asbestos

k) Produk kayu komposit dan agrifiber beremisi formaldehyde rendah. l) Produk cat dan karpet yang beremisi VOC rendah.

Gedung AHN Rektorat IPB memenuhi poin a, j, l, g dan k. Untuk poin a, gedung AHN Rektorat IPB menggunakan material poduksi regional. Pada poin j gedung AHN Rektorat IPB menggunakan plafond gypsum non-asbestos dan partisi triplek. Pada poin l gedung AHN Rektorat IPB menggunakan cat vinilex dengan kadar VOC yang rendah. Sedangkan untuk poin g dan k, gedung AHN Rektorat IPB kini tidak membeli lagi material kayu. Mengenai lampu, lampu yang digunakan masih lampu esensial dan lampu TL dan belum ada penggantian ke lampu yang lebih ramah lingkungan dan tidak mengandung merkuri.

Waste Management Practice

Salah satu tolak ukur dalam kategori Waste Management Practice adalah adanya upaya penanganan sampah dari kegiatan renovasi kepihak ketiga minimal 10% dari total anggaran renovasi dalam 6 bulan terakhir. Untuk penanganan sampah gedung AHN Rektorat IPB, sekitar 80% dilakukan oleh pihak ketiga seperti pengumpulan, pengangkutan, dan pendaur ulangan material yang masih bisa digunakan. Untuk material yang sudah tidak digunakan lagi dibuang ke TPA oleh pihak kebersihan IPB. Dengan demikian kategori ini mendapatkan nilai 1 poin.

Management of Used Good

Gambar

Gambar 1 Diagram Alir Penelitian
Gambar 2 Peta sebaran jenis fasilitas umum Gedung AHN Rektorat IPB
Gambar 3 Bus IPB dan Mobil Listrik fasilitas gedung AHN Rektorat IPB
Tabel 3 Data curah hujan 2004-2014
+5

Referensi

Dokumen terkait